Upload
hanga
View
235
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
TIM REDAKSI
Jurnal Forum Kesehatan
Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya
Tim Penyunting :
Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes
Redaktur : Asih Rusmani, SKM, M.Kes
Editor : Dr. Marselinus Heriteluna, S.Kp, MA
Tim Pembantu Penyunting :
Penyunting Pelaksana : 1. Ns. Gad Datak, M.Kep, Sp.MB
2. Riyanti, M.Keb
3. Yena Wineini Migang, SKM, MPH
Pelaksana TU : 1. Deddy Eko Heryanto, ST
2. Daniel, A.Md.Kom
3. Arizal, A.Md
Tim Mitra Bestari :
1. Dr. Hotma Rumoharbo, S.Kp., M.Epid.
2. Dr. Djenta Saha, S.Kp., MARS.
3. Dr. Demsa Simbolon, SKM., MKM.
Alamat Redaksi :
Unit Perpustakaan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya
Jalan George Obos No. 32 Palangka Raya 73111- Kalimantan Tengah
Telepon/Fax : 0536 – 3221768
Email : j fk@poltekkes -palangkaraya.ac. id
Website : www.poltekkes-palangkaraya.ac.id
Terbit 2 (dua) kali setahun.
2
PENGANTAR REDAKSI
Salah satu tugas utama dari lembaga pendidikan tinggi sebagaimana tercantum dalam
Tri Dharma Perguruan Tinggi adalah melaksanakan penelitian. Agar hasil-hasil penelitian dan
karya ilmiah lainnya yang telah dilakukan oleh civitas akademika Politeknik Kesehatan
Kemenkes Palangka Raya lebih bermanfaat dan dapat dibaca oleh masyarakat, maka diperlukan
suatu media publikasi yang resmi dan berkesinambungan.
Jurnal Forum Kesehatan merupakan Jurnal Ilmiah sebagai Media Informasi yang
menyajikan kajian hasil-hasil penelitian, gagasan dan opini serta komunikasi singkat maupun
informasi lainnya dalam bidang ilmu khususnya keperawatan, kebidanan, gizi, dan umumnya
bidang ilmu yang berhubungan dengan kesehatan.
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena hanya
berkat bimbingan dan petunjuk-Nyalah upaya untuk mewujudkan media publikasi ilmiah
Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya yang diberi nama Jurnal Forum Kesehatan
Volume VI Nomor 2, Agustus 2016 ini dapat terlaksana. Dengan tekat yang kuat dan
kokoh, kami akan terus lebih memacu diri untuk senantiasa meningkatkan kualitas tulisan
yang akan muncul pada penerbitan – penerbitan selanjutnya.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes
Palangka Raya sebagai Penanggung Jawab serta Dewan Pembina yang telah memberikan
kepercayaan dan petunjuk kepada redaktur hingga terbitnya Jurnal Forum Kesehatan Volume
VI Nomor 2, Agustus 2016 ini. Ucapan terimakasih dan penghargaan juga disampaikan
kepada Dewan Redaksi dan Tim Mitra Bestari yang telah meluangkan waktunya untuk
mengkaji kelayakan beberapa naskah hasil penelitian/karya ilmiah yang telah
disampaikan kepada redaksi.
Kepada para penulis yang telah menyampaikan naskah tulisannya disampaikan
penghargaan yang setinggi-tingginya dan selalu diharapkan partisipasinya untuk mengirimkan
naskah tulisannya secara berkala dan berkesinambungan demi lancarnya penerbitan Jurnal
Forum Kesehatan ini selanjutnya.
Akhirnya, semoga artikel-artikel yang dimuat dalam Jurnal Forum Kesehatan
Volume VI Nomor 2, Agustus 2016 ini dapat menambah wawasan dan memberikan
pencerahan bagai lentera yang tak kunjung padam. Kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat diharapkan demi penyempurnaan penerbitan selanjutnya.
Tim Redaksi
3
DAFTAR ISI
Pengaruh Pemberian Salep Kunyit (Curcuma Domestica) Untuk Mengurangi Striae
Hal.
Gravidarum “Studi Ibu Hamil Trimester II Pada Bidan Praktik Mandiri Wilayah Kerja
UPT Puskesmas Bukit Hindu Kota Palangka Raya”.............................................................
4
Eline Charla Sabatina Bingan , Soeharyo Hadisaputro , Ida Ariyanti
Hubungan Antara Kebutuhan Pelayanan Kontrasepsi IUD Yang Tidak Terpenuhi
(Unmet Need) Pada Pasangan Usia Subur Dengan Niat Keluarga Berencana ..................
19
Yeni Lucin, Herlinadiyaningsih, Ketut Resmaniasih
Efektivitas Salep Jintan Hitam (Nigella Sativa) Pada Proses Penyembuhan Luka
Perineum Rupture Ibu Nifas ..................................................................................................
26
Yuniarti, Ari Suwondo, C.Tjahjono Kuntjoro
Peran Petugas Kesehatan Dalam Budaya Melahirkan Suku Nuaulu di Pulau Seram
Maluku Tengah ......................................................................................................................
36
Sri Eny Setyowati. Asih Rusmani
Pengaruh Exercise (Abdominal Stretching Exercise) Terhadap Penurunan Intensitas
Dismenore Pada Remaja Putri ...............................................................................................
41
Herlinadiyaningsih, Ketut Resmaniasih, Greiny Arisani
Perilaku Konsumsi Makanan Jajanan Pada Siswa Smp Negeri 2 Colomadu
Karanganyar ...........................................................................................................................
48
Mursudarinah
Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan KB Pasca Salin Pada Ibu Nifas di
Puskesmas Murung, Kabupaten Murung Raya Tahun 2014 ...............................................
54
Asih Rusmani, Cia Aprilianti, Yuniarti
Jurnal Forum Kesehatan Volume VI Nomor 2, Agustus 2016
Promosi Kesehatan dengan Peer Education pada WPS Komunitas Km 12 Terhadap
Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Tentang HIV/AIDS di Kota Palangka Raya ……………...
Untung Halajur
64
4
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
Pengaruh Pemberian Salep Kunyit (Curcuma Domestica) untuk
Mengurangi Striae Gravidarum “Studi Ibu Hamil Trimester II pada Bidan
Praktik Mandiri Wilayah Kerja UPT Puskesmas Bukit Hindu Kota
Palangka Raya”
Eline Charla Sabatina Bingan1, Soeharyo Hadisaputro
2, Ida Ariyanti
3
1 Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Palangka Raya
2 Fakultas Kedokteran Universitas Semarang
3 Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Semarang
ABSTRAK
Latar Belakang : Striae Gravidarum (SG) adalah garis yang terlihat pada kulit perut wanita
hamil akibat peregangan kulit sejalan dengan membesarnya rahim dan dinding perut. Kadang
muncul rasa gatal diguratan dan sekitarnya. Walaupun tidak dapat dihilangkan penuh,
keadaannya dapat diminimalisir dengan perawatan kulit. Terapi herbal merupakan salah satu
metode pengobatan komplementer dan alternatif, lebih disukai karena komplikasinya lebih
sedikit dan biaya lebih murah dibandingkan dengan prosedur invasif seperti terapi laser dan bedah
kosmetik. Pencegahan Striae Gravidarum (SG) sama dengan penyembuhan luka dan bekas
luka.
Tujuan Penelitian : Untuk menganalisis pengaruh pemberian salep kunyit
(Curcuma Domestica) untuk mengurangi Striae Gravidarum.
Metode : Penelitian Eksperimen dengan rancangan Pretest-Posttest with Control Group
Design. Pada desain penelitian ini terdapat 2 (Dua) kelompok, yaitu 1 (Satu) kelompok intervensi
dan 1 kelompok kontrol. Kelompok intervensi diberikan salep Kunyit dan kelompok kontrol
diberikan salep Placebo.
Hasil : Hasil analisis bivariat menunjukkan ada pengaruh yang bermakna secara statistik pada
kelompok intervensi (Salep Kunyit) untuk mengurangi garis Striae Gravidarum dengan nilai p-
value = 0,004 dan tidak ada pengaruh yang bermakna secara statistik untuk mengurangi warna
SG dengan nilai p-value = 0,510.
Simpulan : Pemberian intervensi salep Kunyit (Curcuma Domestica) dapat mengurangi garis
Striae Gravidarum (SG), tetapi tidak dapat mengurangi warna SG.
Kata Kunci : Striae Gravidarum, Salep Kunyit.
5
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
LATAR BELAKANG
Striae Gravidarum (SG) adalah garis
yang terlihat pada kulit perut wanita hamil.
Striae atau guratan terjadi pada hampir
90% ibu hamil. SG terjadi di perut akibat
peregangan kulit sejalan dengan
membesarnya rahim dan dinding perut.
Guratan yang muncul bentuknya mirip
garis-garis berlekuk dipermukaan kulit
dengan warna agak putih. Terkadang
muncul rasa gatal diguratan dan sekitarnya.
Tidak sedikit ibu yang mengeluh soal SG
saat kehamilan. Walaupun tidak dapat
hilangkan penuh, keadaannya dapat
diminimalisir dengan perawatan kulit sejak
dini.1
SG adalah Striae yang berkembang
selama kehamilan sebagai tanda linear pada
perut, payudara, pinggul, pantat atau paha.
Warna Striae dapat berkisar dari merah,
merah muda hingga menjadi coklat. SG
memberikan efek pada sekitar 50-90% pada
wanita kulit putih. Meskipun tidak
berbahaya, namun dapat menyebabkan
gatal, terbakar, dan tekanan emosional.2
Striae Gravidarum (SG) ditandai
dengan kondisi umum yang tidak baik pada
kehamilan. Ketika dalam keadaan parah SG
dapat menyebabkan gatal-gatal dan
ketidaknyamanan yang siginifikan serta
tekanan psikologis pasien.3
Terdapat sedikit
data tentang mekanisme dibalik
pengembangan SG, tetapi secara histologis
SG mirip dengan Striae Distance (SD),
dengan reorganisasi dan penurunan
jaringan elastis di kulit.4
Striae Distance atau Streach Mark
disebut Striae Gravidarum (SG) ketika
keadaan ini terjadi pada kehamilan, serta
merupakan masalah kulit yang umum dari
keprihatinan kosmetik yang cukup bagi
banyak pasien. SG ditandai secara klinis oleh
lingkaran-lingkaran linear yang awalnya
eritematosa lembut dan bertahap memudar
menjadi kulit bewarna atau
hipopigmentasi garis atropik yang mungkin
tipis atau lebar. SG terjadi pada perut,
payudara, bokong, pinggul, dan paha
biasanya berkembang setelah minggu ke-24
kehamilan.4
Penyebab SG masih belum
banyak diketahui, tetapi jelas berkaitan
dengan perubahan dalam struktur kekuatan
tarik kulit dan elastisitas. Teknik
peregangan kulit berhubungan dengan
hormonal.5
Terapi herbal merupakan salah satu
metode pengobatan komplementer dan
alternatif, lebih disukai karena
komplikasinya lebih sedikit dan biaya lebih
murah dibandingkan dengan prosedur
invasif seperti terapi laser dan bedah
kosmetik. Pencegahan perkembangan
Striae Distance (SD) atau Striae Gravidarum
(SG) sama dengan
penyembuhan luka dan bekas luka.14
Salah satu penelitian yang pernah
dilakukan oleh Mitts Thomas
tahun 2010, menyatakan bahwa pemberian
terapi dengan memberikan salah satu garam
asam yang terdiri dari garam asam L-
Pirolidon Carboxylic Acid, Asam Klorida,
Asam Askorbat (Vitamin C), Asam
Glukonat, dan Asam Sulfat dapat
merangsang migrasi sel, merangsang
proliferasi sel, dan merangsang sintesis
Endogen dan deposisi Elastin dalam
jaringan sehingga efektif dalam
merangsang potensi regeneratif dari
komponen matriks ekstra seluler dari kulit
untuk mencegah terjadinya Striae pada
jaringan kulit.36
Kunyit (Curcuma Domestica)
merupakan tanaman rempah tropis yang
banyak digunakan pada pengobatan herbal
di Asia sejak ratusan tahun yang lalu.
Menurut Wikipedia kunyit mengandung
senyawa berkhasiat obat yang disebut
kurkuminoid, terdiri dari kurkumin dan
desmetoksikumin. Kunyit yang cukup
tinggi kandungan Vitamin C, oleh karena
6
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
itu tumbuhan ini sering sekali dimanfaatkan
untuk mengobati berbagai penyakit. Selain
itu kunyit mengandung bahan antiseptik
yang cocok untuk mencegah peradangan
pada luka, dapat mengobati gatal, dan
mencerahkan warna kulit.9
Kunyit (Curcuma Domestica)
merupakan jenis temu-temuan yang
mengandung Kurkuminoid, yang terdiri
atas senyawa Kurkumin dan turunannya
yang meliputi Desmetoksikurkumin dan
Bisdesmetokskurkumin. Selain itu, rimpang
kunyit juga mengandung minyak atsiri
(Volatil Oil) 1-3%, lemak 3%, karbohidrat
30%, protein 8%, pati 45-55%, dan sisanya
terdiri dari vitamin C, garam-garam mineral
seperti zat besi, posfor, dan kalsium.43
Kunyit telah dikenal dan dimanfaatkan oleh
masyarakat secara luas baik di Perkotaan
atau di Pedesaan terutama dalam Rumah
Tangga berbagai macam kegunaannya.
Bagian dari kunyit yang terutama
dimanfaatkan adalah rimpangnya yaitu
banyak dimanfaatkan untuk keperluan
ramuan obat tradisional, bahan pewarna
tekstil, bumbu penyedap masakan, rempah-
rempah, dan bahan kosmetik. Manfaat
rimpang kunyit sebagai obat tradisional
antara lain untuk obat gatal, kesemutan,
gusi bengkak, luka, sesak nafas, sakit perut,
bisul, kudis, encok, sakit kuning,
memperbaiki pencernaan, anti diare,
penawar racun, dan sebagainya.7
Kurkumin dilaporkan mempunyai
aktivitas multiseluler karena dapat
menangkal dan mengurangi risiko beragam
penyakit antara lain antiproliferasi dan
antioksidan dengan menghambat 97,3%
aktivitas peroxidasi lipid seluler.8
Hampir
semua kandungan Kunyit dapat
dimanfaatkan sebagai bahan obat-
obatan. Manfaat kandungan Vitamin C
yang terdapat dalam Kunyit dapat
membantu peningkatan proliferasi sel
endotelial, stimulasi sintesis Kolagen Tipe
IV, degradasi oksidasi LDL, menghambat
Aterosklerosis, dan stress intraselular
dengan memelihara Kadar Α-Tocopherol
pada Eritrosit dan Neuron, serta melindungi
Hepatosit dari stress oksidatif akibat
paparan Alkohol Alil. Kandungan Kunyit
tersebut yang dapat diberikan sebagai terapi
pada bagian jaringan dermal yang rusak.36
Penelitian aktivitas farmakologi
kurkumin sebagai zat anti peradangan
(Antiinflamasi) telah diuji oleh Srimal dan
Dhawan. Dalam studi tersebut dilaporkan
bahwa senyawa kurkumin efektif pada model
peradangan akut dan kronis. Potensi
kurkumin hampir setara dengan
fenilbutazon pada uji edema yang diinduksi
oleh karagenin, tapi hanya setengah dari
aktivitas fenilbutazon pada percobaan
kronis.15
Penelitian yang dilakukan oleh Elisso
Quintanilla Almagro, 2000 menyatakan
bahwa pemberian krim dari kunyit dapat
diterima secara farmasi dan telah terbukti
secara klinis efektif dalam berbagai jenis
penyakit. Setelah 15 (lima belas) hari
pengobatan dengan krim dari kunyit
perubahan pada eritema, infiltrasi, dan
skala menghilang.62
Berdasarkan latar belakang di atas
dan ditunjang belum adanya penelitian
yang serupa menjadi dasar peneliti untuk
melakukan penelitian dengan
Judul : “Pengaruh Pemberian Salep Kunyit
(Curcuma Domestica) untuk mengurangi
Striae Gravidarum”.
TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Penelitian ini menjelaskan
tentang pengaruh pemberian salep
kunyit (Curcuma Domestica) untuk
mengurangi Striae Gravidarum.
2. Tujuan Khusus
a. Membuktikan pengaruh
pengurangan jumlah garis Striae
7
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
Gravidarum yang mendapatkan
salep kunyit (Curcuma Domestica).
b. Membuktikan pengaruh perubahan
warna dari Striae Gravidarum yang
mendapatkan salep kunyit
(Curcuma Domestica).
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif dengan desain penelitian
eksperimental dengan rancangan
Randomized Control Group Pretest-
Posttest Design, yang dilakukan pada
pasien dengan Striae Gravidarum. Pada
desain penelitian ini pengelompokkan
anggota-anggota kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol dilakukan dengan cara
random. Kemudian dilakukan Pretest pada
kedua kelompok tersebut dan diberikan
perlakuan pada kelompok eksperimen,
selanjutnya setelah beberapa waktu
dilakukan Posttest pada kedua kelompok
tersebut.58
pada pre-test maupun post-test
menggunakan uji statistik Nonparametrik
Mann Whitney U (Priyatno, 2009:190).63
Hal ini dikarenakan data yang digunakan
dalam penelitian ini bertipe ordinal dan ada
dua kelompok data yaitu kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol sehingga
uji statistik yang tepat digunakan adalah
statistik nonparametrik Mann Whitney U.
Dalam pengujian Mann Whitney U, tingkat
Striae Gravidarum antar kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol
dikatakan berbeda secara signifikan jika
nilai signifikansi (p-value) < 0,05.
HASIL
A. Analisis Univariat Karakteristik
Responden
Tabel 4.1 Karakteristik responden
berdasarkan usia,
graviditas, dan umur
kehamilan.
Pengumpulan data primer pertama
adalah wawancara kepada responden untuk Usia
Kunyit Kontrol P-Value
N 31 31 0,812*
mendapatkan data ibu hamil. Pengumpulan (Tahun) Rata- 26,52 25,26
data primer kedua untuk perawatan kulit rata
SD 3.604 3.661
dengan Striae Gravidarum dilakukan Min- 21-34 18-32
menurut kontol kehamilan selama 4 Paritas
Max
N 31 31 0,750*
minggu sebanyak 2 kali yaitu pada minggu (Orang) Rata- 1,84 1,77
ke-4 dan minggu ke-8 oleh peneliti dan rata
SD 0,934 0,805
enumeratur. Pengamatan dan pengambilan Min- 1-4 1-4
data secara makroskopis pada SG dapat Max
Umur N 31 31 0,324*
dilakukan dengan pengukuran jumlah garis Kehamilan Rata- 20,35 20,61
dan warna SG menggunakan lembar (Minggu) rata
SD 2,169 2,124
observasi dengan Score Davey’s pada awal Min- 18-24 17-24
observasi (Pre), kontrol kehamilan minggu Max *)Chi-Square
ke-4 dan kontrol kehamilan minggu ke-8
(Post). Pertemuan pertama pemeriksaan
kehamilan untuk melihat kondisi abdomen
ibu yang mengalami SG. Pada minggu ke-4
dan minggu ke-8 pemeriksaan kehamilan
dilihat perubahan garis SG dan warna SG.
8
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
Untuk mengetahui perbedaan tingkat
Striae Gravidarum antar kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol baik
Tabel 4.1 menunjukkan kelompok
kunyit rata-rata pada usia 26,52 tahun
dan pada kelompok kontrol 25,26
tahun. Dari hasil uji Chi-Square
(P=0,812) yang artinya tidak ada
perbedaan usia yang signifikan pada
kedua kelompok.
9
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
Pada tabel 4.3
Berdasarkan hasil uji ranking
Paritas pada kelompok kunyit
rata-rata 1,84 orang dan kelompok
kontrol rata-rata 1,77 orang. Dari hasil
uji Chi-Square (P=0,750) yang artinya
tidak ada perbedaan paritas yang
signifikan pada kedua kelompok.
Umur kehamilan pada kelompok
kunyit rata-rata 20,35 minggu dan
kelompok kontrol rata-rata 20,61
minggu. Dari hasil uji Chi-Square
(P=0,324) yang artinya tidak ada
perbedaan umur kehamilan yang
2. Perbedaan Jumlah Garis SG
Sebelum dan Sesudah diberikan
Salep Kunyit (Curcuma
Domestica)
Tabel 4.3 Perbedaan Jumlah
Garis SG Sebelum dan
Sesudah diberikan
Salep Kunyit (Curcuma
Domestica).
signifikan pada kedua kelompok. Mean Mean
P-
Rank Rank z Value
B. Analisis Bivariat
1. Gambaran Jumlah Garis SG
Responden Sebelum dan
Sesudah diberikan Salep Kunyit
(Curcuma Domestica)
Tabel 4.2 Gambaran Jumlah
Garis SG Responden Sebelum
dan Sesudah diberikan Salep
Kunyit (Curcuma Domestica).
Intervensi Kontrol Pre 33,00 30,00 -,989 0,323
Post-1 27,00 36,00 -2,541 0,011
Post-2 26,35 36,65 -2,870 0,004
memperlihatkan bahwa Mean
Rank pada kelompok Pre
intervensi yaitu 33,00 dan Mean
Rank pada kelompok Pre kontrol
yaitu 30,00, artinya jumlah garis
SG pada kelompok Pre intervensi
lebih tinggi dibandingkan
Variabel Jumlah Garis
Pre Post-1 Post-2 kelompok Pre kontrol. Mean
Rank pada kelompok Post-1 SG
<5 0 0 10
(32,3%)
intervensi yaitu 27,00 dan Mean
Rank pada kelompok Post-1
Intervensi 5-10 4 13 3
(12,9%) (41,9%) (9,7%)
>10 27 18 18
(87,1%) (58,1%) (58,1%)
<5 0 0 0
5-10 7 4 4
kontrol yaitu 36,00, artinya
terjadi penurunan jumlah garis
SG pada kelompok Post-1
intervensi dibandingkan
Kontrol (22,6%) (12,9%) (12,9%)
>10 24 27 27
(77,4%) (87,1%) (87,1%)
Secara keseluruhan pada
kelompok intervensi maupun
kontrol sebagian besar responden
mengalami rata-rata Striae
Gravidarum dengan jumlah garis
lebih dari 10.
kelompok Post-1 kontrol. Mean
Rank pada kelompok Post-2
intervensi yaitu 26,35 dan Mean
Rank pada kelompok Post-2
kontrol yaitu 36,65, artinya
terjadi penurunan jumlah garis
SG pada kelompok Post-2
intervensi dibandingkan dengan
kelompok Post-2 kontrol. Dari
10
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
hasil uji Mann-Whitney U pada kelompok
Pre diperoleh (z = -
11
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
,989 ; P = 0,323) yang
menunjukan bahwa tidak ada
perbedaan jumlah garis SG pada
kelompok intervensi maupun
kontrol dan Post-1 diperoleh (z =
-2,541 ; P = 0,011) yang
menunjukkan terdapat perbedaan
jumlah garis SG pada kelompok
intervensi dengan kelompok
kontrol, serta Post-2 diperoleh (z
4. Perbedaan Warna SG Sebelum
dan Sesudah diberikan Salep
Kunyit (Curcuma Domestica)
Tabel 4.5 Perbedaan Warna SG
Sebelum dan Sesudah
diberikan Salep Kunyit
(Curcuma Domestica).
= -2,870 ; P = 0,004) yang Warna Mean Mean
SG Rank Rank z
P-
menunjukkan terdapat perbedaan Intervensi Kontrol Value
signifikan jumlah garis SG pada
kelompok intervensi dengan
kelompok kontrol.
Pre 31,55 31,45 -,026 0,980
Post-1 32,06 31,94 -,234 0,815
Post-2 30,27 32,73 -,659 0,510
3. Gambaran Warna SG
Pada tabel
4.5 Responden Sebelum dan Berdasarkan hasil uji ranking
Sesudah diberikan Salep Kunyit (Curcuma Domestica)
Tabel 4.4 Gambaran Warna SG
Responden Sebelum
dan Sesudah diberikan
Salep Kunyit (Curcuma
Domestica).
memperlihatkan bahwa Mean
Rank pada kelompok Pre
intervensi yaitu 31,55 dan Mean
Rank pada kelompok Pre kontrol
yaitu 31,45, artinya warna SG
pada kelompok Pre intervensi
hampir sebanding dengan
kelompok Pre kontrol. Mean
Rank pada kelompok Post-1Variabel Warna Pre Post-1 Post-2 intervensi yaitu 32,06 dan Mean
SG
Tidak 6 7 7 Eritema (19,4%) (22,6%) (22,6%)
Rank pada kelompok Post-1 kontrol yaitu 31,94, artinya
Merah 20 19 21 terjadi peningkatan warna SG
Intervensi Muda (64,5%) (61,3%) (67,7%)
Merah 4 4 2
Tua (12,9%) (12,9%) (6,5%)
Keunguan 1 1 1
pada kelompok Post-1 intervensi dibandingkan kelompok Post-1
kontrol. Mean Rank pada
(3,2%) (3,2%) (3,2%)
Tidak 5 4 5
Eritema (16,1%) (12,9%) (16,1%)
kelompok Post-2 intervensi yaitu 30,27 dan Mean Rank pada
Kontrol Merah 22 24 22 kelompok Post-2 kontrol yaitu
Muda (71%) (77,4%) (71%) 32,73, artinya terjadi penurunanMerah 4 3 4
Tua (12,9%) (9,7%) (12,9%)
Keunguan 0 0 0
Secara
keseluruhan pada
kelompok intervensi
dan kontrol sebagian
12
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
besar responden mengalami Striae
Gravidarum dengan warna merah
muda.
warna SG pada kelompok Post-2 intervensi dibandingkan dengan
kelompok Post-2 kontrol. Dari
hasil uji Mann-Whitney U pada
kelompok Pre diperoleh
(z = -,026 ; P = 0,980) yang
menunjukan bahwa tidak ada
perbedaan warna SG pada
kelompok intervensi maupun
kontrol dan Post-1 diperoleh (z
= -,234 ; P = 0,815) yang
menunjukkan tidak terdapat
13
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
perbedaan warna SG pada
kelompok intervensi dengan
kelompok kontrol, serta Post-2
diperoleh (z = -,659 ; P = 0,510)
yang menunjukkan tidak terdapat
perbedaan signifikan warna SG
pada kelompok intervensi dengan
kelompok kontrol.
PEMBAHASAN
A. Analisis Univariat
1. Karakteristik Responden
a. Usia
Dalam penelitian ini
karakteristik ibu hamil dengan
Striae Gravidarum (SG) dapat
dikatakan hampir seimbang
antara kelompok intervensi dan
kontrol. Ditinjau dari
karakteristik usia, graviditas,
dan umur kehamilan. Hasil
penelitian ini menunjukkan
bahwa responden sebagian
besar adalah berusia 26,25
tahun pada kelompok kunyit,
sedangkan pada kelompok
kontrol rata-rata berusia 25,26
tahun.
Hampir serupa dengan
penelitian sebelumnya pada
penelitian tahun 2009 di
Bangkok usia merupakan
faktor yang signifikan
berhubungan dengan SG rata-
rata usia 26,5 tahun yang
menyatakan bahwa secara
signifikan usia berpengaruh
terhadap munculnya SG dalam
kaitannya dengan kualitas
maupun kuantitas fibrilin
terkait dengan peregangan
kulit yang disebabkan oleh
kerusakan mikrofibril dan
fibrilin. Pada wanita dengan
usia muda fibrilin lebih rapuh
dan rentan untuk pecah.29
b. Paritas
Dalam penelitian ini
rata-rata ibu hamil dengan
paritas 1,84 orang pada
kelompok kunyit dan pada
kelompok kontrol rata-rata
1,77 orang. Sesuai dengan
penelitian sebelumnya yang
menyatakan bahwa
primigravida dikaitkan dengan
waktu munculnya SG. Menurut
hasil penelitian yang dilakukan
tahun 2007 di India rata-rata
pasien dengan SG dialami oleh
primigravida.
Hal ini didasarkan
bahwa munculnya SG ini
dikaitkan dengan elastisitas
kulit sehingga paritas pertama
menjadi ukuran dalam
munculnya SG.29
c. Umur Kehamilan
Penelitian yang
dilakukan ini menunjukkan
bahwa rata-rata umur
kehamilan ibu yang mengalami
SG pada kelompok kunyit
sebesar 20,35 tahun, sedangkan
pada kelompok kontrol
sebesar
20,61 tahun. Sesuai dengan
penelitian sebelumnya yang
menyatakan rata-rata
berkembangnya SG berkisar
pada usia kehamilan
12-20 minggu.
SG sangat berkaitan
dengan hormon relaksin yang
diekskresikan oleh korpus
luteum dan plasenta. Sekresi
relaksin ditingkatkan oleh
Human Chorionic
Gonadothropin (hCG).
Hormon ini meningkat hingga
mencapai 120 iu/ml kemudian
14
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
mengalami penurunan mulai
kehamilan sekitar 10 minggu
dan terus menerus hingga pada
sekitar 24-40 minggu relatif
tetap pada kisaran angka 35
IU/ ml.28
B. Analisis Bivariat
1. Jumlah Garis Striae Gravidarum
(SG)
SG pada kulit yang
mengalami striae menunjukkan
reorganisasi dan penyusutan
jaringan elastis pada serat kulit.
Pada pemeriksaan mikroskopis,
lesi striae tampak perubahan pada
epidermis, seperti atrofi dan
hilangnya rete ridges, serta tampak
adanya jaringan parut.17
Histologi
dari SG adalah bekas luka dan
pengembangan SG sama dengan
penyembuhan luka dan bekas luka.
Pada tahap awal perubahan
inflamasi mungkin mencolok,
tetapi kemudian lapisan epidermis
mengalami penipisan dan rata.22
Individu yang rentan atau
cenderung untuk perkembangan
SG memiliki kekurangan fibrilin
dalam kulit. Pada kehamilan
mungkin cukup pecah pada
jaringan serat elastik (penting
untuk elastisitas kulit) yang
mengarah ke pembentukan SG.20
Pada kulit yang mengalami SG
menunjukkan reorganisasi dan
penyusutan jaringan elastic pada
serat kulit. Pada pemeriksaan
mikroskopis, lesi SG tampak
perubahan pada epidermis, seperti
atrofi dan hilangnya Rete Ridges,
serta tampak adanya jaringan
parut.17
Penelitian menunjukkan
bahwa SG berhubungan dengan
hilangnya fibrilin pada Asam
Retinoat Therapy.22
Berdasarkan hasil prosentase
terhadap jumlah garis SG sebelum
dan sesudah diberikan intervensi
pada kedua kelompok baik pada
kelompok Salep Kunyit (Curcuma
Domestica) maupun kelompok
Salep Placebo menunjukkan
bahwa responden rata-rata
mengalami jumlah garis SG
dengan jumlah garis yang sama
yaitu lebih dari 10 (Pretest),
sedangkan sesudah diberikan
intervensi terhadap kedua
kelompok membuktikan bahwa
pada minggu ke-4 dan minggu ke-
8 (Posttest) terjadi pengurangan
jumlah garis Striae Gravidarum.
Hasil membuktikan bahwa
pemberian salep Kunyit (Curcuma
Domestica) berpengaruh terhadap
pengurangan SG.
Hasil penelitian dan
dilakukan uji statistik
menunjukkan bahwa diperoleh p-
value dari masing-masing
perlakuan Kunyit dan Placebo
pada pretest didapatkan p-value
0,323 dan posttest 1 didapatkan p-
value 0,011 maka disimpulkan
bahwa masing-masing data yang
diperoleh tidak terdapat perbedaan
yang bermakna antara sebelum
dan sesudah perlakuan, sebaliknya
pada posttest 2 didapatkan p-value
0,004 maka dapat disimpulkan
terdapat perbedaan yang bermakna
antara sebelum dan sesudah
perlakuan.
Penelitian tentang aktivitas
anti peradangan oleh kunyit telah
dipublikasikan Aktivitas
farmakologi kurkumin sebagai zat
anti peradangan telah diuji oleh
Srimal dan Dhawan46
, dalam studi
tersebut senyawa kurkumin efektif
pada model peradangan akut dan
15
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
kronis. Ekstrak kunyit terlihat
memiliki sifat antioksidan. Ekstrak
kunyit menggambarkan aktivitas
antioksidan turmerin, protein yang
hadir dalam rimpang kunyit.
Ekstrak kunyit juga memiliki efek
anti-inflamasi dengan sifat yang
mirip dengan hidrokortison.62
Pemberian krim di mana
bahan aktif adalah ekstrak kunyit
dapat diterima secara farmasi
sekaligus telah terbukti secara
klinis efektif dalam berbagai jenis
penyakit. Setelah 15 hari
pengobatan dengan krim
menggunakan ekstrak kunyit,
terjadi perubahan pada eritema,
infiltrasi dan skala menghilang.62
Pada penelitian yang pernah
dilakukan dalam memberikan
metode untuk mencegah
munculnya SG pada jaringan kulit
yang terdiri dari keefektifan
pemberian terapi ke bagian
jaringan dermal dari pasien dengan
pemberian sejumlah satu dari
Peptida Fragmen Elastin, Garam
Asam, Komponen Besi Trivalen,
atau senyawa Poliferol, atau
turunannya. Dalam bentuk lebih
lanjut komposisi bahan ini
merangsang migrasi sel dalam
jaringan yang diberikan terapi.
Komposisi bahan ini dapat
merangsang Proliferasi sel dalam
jaringan yang diberikan terapi.
Bentuk dimana komposisi bahan
ini merangsang sintesis Endogen
dan Deposisi elastin dalam
jaringan yang diberikan terapi.36
Bahan atau zat yang terdapat
dalam penelitian salep kunyit
dengan ekstrak kunyit dimana
kurcumin dan kurkuminoid hadir
dalam rimpang dari kurcuma dan
keluarga Zingiberaceae, secara
umum telah digunakan untuk
pengobatan berbagai macam
penyakit. Contohnya adalah
inhibitor NF kappa B aktivasi,
inhibitor dari delta 5 desaturase,
pengobatan sindrom penyerapan
yang buruk, agen anti-virus,
hiperlipidemia dan agregasi
platelet peredam, pelindung sel
dan antioksidan dan anti-inflamasi,
anti-inflamasi, melawan
kerontokan rambut, anti-platelet
agregasi dan anti-kolesterol agen,
pengobatan gangguan neurologis,
lipidic peroksida peredam,
memodulasi density lipoprotein
teroksidasi tinggi dan rendah,
melindungi terhadap keratinosit
radikal bebas, serta proliferasi sel
meningkat dalam jaringan
manusia.62
2. Warna Striae Gravidarum (SG)
Striae Distance (SD) yang
baru atau immature bertekstur rata
pada daerah kulit dengan rona
merah dan merah muda yang
mungkin gatal dan sedikit
menonjol. Stretch Mark kemudian
cenderung untuk bertambah
panjang dan berubah menjadi
warna ungu gelap. Seiring
bertambahnya waktu SD menjadi
putih, datar, dan depressed. Secara
histologi, SD tahap awal atau
immature cenderung muncul
dengan warna merah muda atau
merah (striae rubra) dan dari
waktu ke waktu dengan perubahan
atrofik menjadi putih (striae
alba).22
Berdasarkan penelitian yang
dilakukan diketahui bahwa pada
kelompok intervensi maupun
kontrol responden yang mengalami
Striae Gravidarum
16
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
hanya sedikit mengalami
penurunan warna garis, sedangkan
kelompok kontrol responden yang
mengalami Striae Gravidarum
sedikit mengalami kenaikan warna
garis. Pada minggu ke-8, dapat
dilihat bahwa nilai p-value 0,510.
Sehingga dapat disimpulkan
bahwa tidak ada perbedaan
signifikan warna garis pada
minggu ke-8 (Posttest) pada
kelompok intervensi dan
kelompok kontrol, hal ini
dikarenakan nilai signifikansinya
>0,05. Hasil ini membuktikan
bahwa pada minggu ke-8
pemberian salep kunyit (Curcuma
Demostica) tidak berpengaruh
signifikan terhadap penurunan
warna Striae Gravidarum.
Unnikrishnan dan Rao49
meneliti aktivitas antioksidan
kurkumin dan 3 (Tiga) senyawa
turunannya (demetoksikurkumin,
bisdemetoksi kurkumin dan
diasetilkurkumin). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa senyawa
tersebut pada 0,08 μM dapat
melindungi hemoglobin dari
oksidasi yang diinduksi oleh
nitrit, kecuali diasetilkurkumin
yang memperlihatkan sedikit efek
dalam penghambatan oksidasi
hemoglobin.49
Dalam penelitian yang
dilakukan oleh Indian J Pharm Sci
Tahun 2014, diperoleh hasil bahwa
untuk bahan tanpa ekstrak
menunjukkan perubahan tidak
signifikan secara statistik, yang
berarti bahwa bahan dasar tidak
mengubah warna kulit, sehingga
bisa menjadi standar untuk
pengukuran dilakukan setelah
aplikasi bahan dengan kunyit.
Kemudian, studi dilakukan dengan
menggunakan kandungan 12%
dari kunyit. Hasil yang diperoleh
untuk bahan ini menunjukkan
perubahan yang signifikan secara
statistik. Perubahan warna kulit
menjadi baik setelah yang pertama
dan kedua perlakuan. Formulasi
dengan 12% dari kunyit setelah
perlakuan yang dilakukan pertama
warna kulit gelap dan telah
mengubah warna kulit menjadi
cerah. Setelah bahan dihapuskan
dari kulit, warna kulit kembali ke
keadaan sebelum perlakuan, yang
menunjukkan bahwa pemberian
formulasi 12% dari kunyit tidak
menyebabkan perubahan
permanen dalam kecerahan kulit.
17
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian
mengenai “Pengaruh pemberian salep
Kunyit (Curcuma Domestica) selama 8
(Delapan) minggu untuk mengurangi
Striae Gravidarum (SG)”, disimpulkan
sebagai berikut :
1. Salep Kunyit 12% (Curcuma
Domestica) berpengaruh dalam
mengurangi jumlah garis Striae
Gravidarum.
2. Salep Kunyit 12% (Curcuma
Domestica) tidak berpengaruh
dalam mengurangi warna Striae
Gravidarum.
B. Saran
1. Salep Kunyit (Curcuma
Domestica) dapat
direkomendasikan sebagai
pendamping antidermatitis pada
perawatan kulit dengan Striae
Gravidarum (SG).
2. Perlu dilakukan penelitian salep
Kunyit (Curcuma Domestica)
dalam jangka waktu yang lama
selama kehamilan dan masa nifas
agar semakin mengurangi Striae
Gravidarum karena produk yang
digunakan sangat aman.
3. Perlu dilakukan penelitian
efektivitas penggunaan bahan
Kunyit (Curcuma Domestica)
untuk mengurangi Striae
Gravidarum (SG) yang berasal
dari daerah Pulau Kalimantan,
peneliti dalam penelitian ini
menggunakan bahan Kunyit dari
daerah Pulau Jawa.
4. Ibu Hamil dengan Striae
Gravidarum dapat membuat
produk sendiri dengan bahan yang
berasal dari Kunyit secara
tradisional misalnya dalam bentuk
bedak basah yang dioleskan pada
perut yang mengalami Striae
Gravidarum.
18
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
DAFTAR PUSTAKA
1. Pitaloka, Diah.”Striae Gravidarum”.20
Maret 2015.www.blogwordpress.com
2. Ramsal Lerdpien Pitayakul MD, et al.
Prevalence and Risk Factors of SG in
Primipara. Thai Journal of Obstetrics
and Gynekology April 2009. Vol 17
PP 70-79
3. Young GL, Jewel D.Cream for
Preventing Streach Marcks in
Pregnancy.The Cocbrane database of
Systematic Review 2000;2;CD000066
4. Chang A. L., Agredano Y. z, Kimball
A. B., Risk Factors Assiciated with
SG.J.Am Acad Dermatol 2004;
51:881-885
5. Shusters. The Cause of Striae
Distance.Acta Derm
Venereol.1979;59(supple):161-169
6. Ernita, D, dan R.
Rosyidah.2000.Kunyit (Curcuma
Domestica
Val.).www..asiamaya.com/jamu/isi/kun
yit_curcumaedomestica.htm
7. Rukmana, R, 1999. Kunyit.Cetakan
Pertama. Yogyakarta : Kanisius
8. Tuba AK. Gulcin.I.Antioxidant and
Radical Scavenging Properties of
Curcumin.Chem_B10
Interac.2008;174(1);27;37
9. Setyorini, Tantri.”9 Manfaat Kunyit”.
10 Maret 2014. www.
merdeka.com.htm
10. Bobak, Lowdermilk, Jensen. Buku
Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi
IV. Jakarta : EGC. 2005. 117
11. Dorlan WN. Kamus Kedokteran
Dorland. Edisi 29. Jakarta : AGC.
2002. 302
12. Pierard FC, Hermanns LT, Pierard GE.
Striae Distansae in Darker Skin Types :
The Influence of Melanocyte
Mechanobiology. Journal of Cosmetic
Dermatology. 2005;4:174-8
13. Dwi RL, Buku Ajar Asuhan
Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Integumen. Jakarta : EGC. 2008. 30-3
14. Mohamed EL. Leslie SB, Lotfy TE.
Striae Distance (Stretch Mark) and
Different Modalities of Therapy : An
Update. Dermatology Surgery.
2009;35(4):563-73
15. Srimal, R.C., Dhawan, B. N. 1973.
Pharmacology of diferuloyl methane
(curcumin), a non-steroidal
anti- inflammantory agent. J. Pharm.
Pharmacol. 25, p.447-5
16. Bobak, Lowdermilk, Jensen. Buku
Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi
IV. Jakarta : EGC. 2005. 117
17. Dorlan WN. Kamus Kedokteran
Dorland. Edisi 29. Jakarta : AGC.
2002. 302
18. Pierard FC, Hermanns LT, Pierard GE.
Striae Distansae in Darker Skin Types :
The Influence of Melanocyte
Mechanobiology. Journal of Cosmetic
Dermatology. 2005;4:174-8
19. Dwi RL, Buku Ajar Asuhan
Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Integumen. Jakarta : EGC. 2008. 30-3
20. R.A.B Wat Son. Fibrilin Microfibril
are Reduced in Skin Exhibitions Striae
Distance. 1998. British Association of
Dermatologis, British Journal of
Dermatology, 138, 931-937
21. Sharon A, Salter M, Alexa B, Kimball
M. Striae Gravidarum. Clinic in
Dermatology. 2006;24:97-100
22. Mohamed EL. Leslie SB, Lotfy TE.
Striae Distance (Stretch Mark) and
Different Modalities of Therapy : An
Update. Dermatology Surgery.
2009;35(4):563-73
23. Ghasemi A, Gorouhi F, Rashigi FM,
Jafarian S, Firooz A. Striae gravidarum
: Associated Factors. JEADV.
2007;21:743-6
19
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
Rachel N, Anthony VB. Cosmetic marks and implications for the
Aspect of Pregnancy. Clinics in preventative treatment thereof.
24.
Dermatology. 2006;24:133-41
25. Brincat M, Studd J. Oesterogen and
The Skin. J of Cosm Dermatol.
2004;3(3):41-9
26. Samuel L, Zippora M, Asora F,
Abraham G, Oscar S. Association of
Serum Relaxin with Striae Gravidarum
in Pregnant Women. Arch Gynecol
Obstet.2011;283:219-22
27. Maya MM, G RN. Physiological and
Biological Skin Changes in Pregnancy.
Clinics in Dermatology. 2006;24:80-3
28. Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC.
1997. 1310-3
29. Chang A. Agredano Y, Kimball A.
Risk Factors Associated with Striae
Gravidarum. J Am Acad Dermatol.
2004;51(6):881-5
30. Rashmi K, TJ J, Mohan TD. A Clinical
Study of Skin Changes ini Pregnancy.
IJDVL. 2007;73(2):141
31. Ratree J, VitayaT. Prevalence and
Associate Factors for Striae
Gravidarum. J Med Assoc Thai.
2008;91(4):445-51
32. Hibah O, Nelly R, Hala T, H NA. Risk
Factors for The Development of Striae
Gravidarum, Am J Obstet Gynecol.
2007;196(62):el-62.e5
33. Kartal DSP, Fatma E. Striae
Gravidarum : Associated Factors in
Turkish Primiparae. J Turk Acad
Dermatol. 2009;3(4):93401a
34. Maia M, Marcon C, Rodrigues S, Aoki
T. Striae Distensae in Pregnancy : Risk
Factors in Primiparaous Women. Am
Bras Dermatol. 2009;84(6):599-605
35. Romsai L, Sumonmal M, BusabaW,
Jariya L. Prevalence and Risk Factor of
Striae Gravidarum in Primiparae. Thai
J of Obstet Gynecol. 2009;17:70-9
36. Thomas, Mitts. 2010. Prognostic tests
for development of dermal stretch
US20100267641
37. Gary CF, Norman FG, Kenneth JL,
Larry CG, John CH, Katherine DW.
William Obstetrics. 23th
ed. United
States : Mc Graw Medical. 2010. 199
38. Ushma MJ, Maria SRA, Amy HH.
Effect of Body Image on Pregnancy
Weight Gain. Maternal and Child Health
Journal. 2011;15(3):324-32
39. Michael H, Joanne B, Simon G,
Elizabeth WM. Farmakognosi dan
Fisioterapi, Jakarta : EGC. 2009. 311-3
40. Bleve, Ariella Capra , Priscilla Capra.
Pavanetto, Franca. and Perugini, Paola.
Ultrasound and 3D Skin Imaging:
Methods to Evaluate Efficacy of Striae
Distensae Treatment, vol. 2012, Article
ID 673706, 10 pages. DOI
:10.1155/2012/673706, 2012
41. Aiano AB, Ambacco RTA, Terraco N,
Revitali MAP, Amacchia CL, Elant.
Change in Phenolic Content and
Antioxidant Activity of Italian Extra-
Virgin Olive Oils During Storage.
Journal of Food Science. 2009;74(Nr
2):177-83
42. Fuentes F, Miranda JL, Pe’rez M,
Jime’nez Y, Mari,n C, Go’mez P, et al.
Chronic Effects of A High-Fat Diet
Enriched with Virgin Olive Oil and
Low-Fat Diet Enriched with
a-Linolenic Acid on Postprandial
Endothelial Fuction in Healthy Men.
British Journal of Nutrition.
2008;100:159-65
43. Nugroho, Nurfina Aznam, Hajah.
Manfaat dan Prospek Pengembangan
Kunyit.Ungaran : Trubus Agriwidya,
1998
44. Mukophadhyay A., Basu, N., Ghatak,
N, and Gujral, P. K. 1982. Anti-
inflamantory and irritant activities of
curcumin analogues I rats. Agents and
Actions 12, p. 508-12
20
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
45. Arora, R. B., Basu, ., Kapoor, V., and
Jain, A.P. 1971. Anti-inflamantory
studies on Curcuma longa (Turmeric),
Indian J. Med. Res. 59, p.1289 – 95
46. Srimal, R.C., Dhawan, B. N. 1973.
Pharmacology of diferuloyl methane
(curcumin), a non-steroidal anti-
inflammantory agent. J. Pharm.
Pharmacol. 25, p.447-5
47. Chuang, S. E., Chen, A.L., Lin,
J.K..2000. Inhibition by curcumin of
diethylnitro samine-induced hepatic
hyperplasia, inflammation, cellular
gene products and cell-cycle related
protein in rats. Food Chem. Toxicol.
38, p. 991 – 25
48. Park, E.J., C. H., Ko, G., Kim, j., and
Sohn, D. 2000. Protective effect of
curcumin in rat liver injury induced by
carbon tetracholide, J. Pharm.
Pharmacol. 52, p. 437 – 40
49. Unnikrishnan, M. K., and Rao, R.
1995. Inhibition of nitrite induced
oxidation of hemoglobin by
curcuminoids. Pharmazie 50, p. 490-
492
50. Ruby, A.J., Khuttan, G., Babu, K. D.,
Rajasekharan, K. N., and Khuttan R.,
1995. Anti-tumour and antioxidant
activity of natural curcuminoids,
Cancer lett. 94 (1), p. 79 – 83
51. Aradjo C.A.C., Alegrio, L.V., Lima.
M. E. F., Gomes-Cardoso, L., and
Leon, L. L., 1999. Studies on the
effectiveness of diarylheptanoids
derivatives against Leishmania
amzonensis. Mem. Inst. Oswaldo Cruz.
94 p. 791 – 794
52. Chopra, G. N., Gupta, J.C., Chopra, G.
S., 1941. Pharmacological action of the
essential oil of Curcuma longa, Indian
J. Med. Res. 29, p. 769 – 72
53. Bhavani, S., Murthy, S. 1979. Effect of
turmeric (Curcuma longai) fractions in
the growth of some intestinal and
pathogenic bacteria in vitro, Indian J.
Exp. Biol. 17, p. 1363 – 66
54. Ferreira, L.A.F., Henriques, O.B.,
Andreoni, A.A.S., Vital, G. R. F.,
Campos, M.M.C., Habermehl, G.G.,
and Moraes, V/.L.G. 1982. Antivenom
and biological effects of ar-turmerone
isolated from Curcuma longa
(Zingeberaceae). Toxicon 30, p. 1211 –
1218
55. Mazumber, A., Rhagavan, K.,
Weinstein, J., Kohn, K. W., Pommer,
Y. 1995. Inhibiton of human
immunodeficiency virus type-1
integrase by curcumin. Biochem.
Pharmacol. 49, p.1165 – 1170
56. Eigner, D., Schol, D. 1999. Curcuma
longa in traditional medicinal treatment
and diet in Nepal, J. Etnopharmacol
67, p. 1 – 6
57. Huang, M. T., Smart, RC., Wong, C.
Conney, A.H. 1988. Inhibitory effect
of curcumin, chlorogenic acid, caffeic
acid and ferulic acid on tumor
promotion in mouse skin by 12-O-
tetradecanoylphorbol-13-acetate,
Cancer Res. 48, p. 5941 – 5946
58. Sudigdo S, Sofyan I. Dasar-dasar
Metodologi Penelitian Klinis. Edisi
ke-5. Jakarta : Sagung Seto. 2014
59. Notoatmodjo. S, Metodologi Peneltian
Kesehatan. PT. Rineka Cipta. 2012
60. Dahlan, Sopiyudin., 2011.Statistik
Untuk Kedokteran dan Kesehatan Edisi
5.Jakarta, Salemba Medika
61. Fraenkel, J. & Wallen, N. (1993). How
to Design and evaluate research in
education. (2nd ed). New York:
McGraw-Hill Inc
62. Almagro, Elissa Quintanilla, et
al.2000.Pharmacological Activities of
Curcuma Longa Extracts.
US6841177B1.PCT/ES2000/000354
63. Priyatno, Dwi. 2009. 5 Jam Belajar
Olah Data dengan SPSS 17.
Yogyakarta : Andi. Hamrolie Harun
21
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
64. J. Arct, Anna Ratz-Kyko, M.Mieloch,
and M. Witulska. Evaluation of Skin
Colouring Propertis of Curcuma Longa
Extract. 2014;76(4);374-378
65. Curcumin acts as anti-tumorigenic and
hormone-suppressive agent in murine
and human pituitary tumour cells in
vitro and in vivo. Schaaf, C., et al., et
al. [ed.] James A. Fagin. 4, New York:
Society for Endocrinology, December
1, 2009, Endocrine-Related Cancer,
Vol. 16, pp. 1339-1350. DOI:
10.1677/ERC-09-0129;
http://erc.endocrinology-
journals.org/content/16/4/1339.
Society for Endocrinology
66. Baumann, Leslie and Saghari, Sogol.
Skin Pigmentation and Pigmentation
Disorders. [ed.] Leslie, Saghari, Sogol,
Weisberg, Edmund Baumann.
Cosmetic Dermatology: Principles and
Practice. 2nd. New York: The
McGraw-Hill Companies, Inc., 2009,
13, pp. 98-108. ISBN: 978-0-07-
164128-9
67. Handog, Evangeline B. and Macarayo,
Maria Juliet E. Melasma. [ed.]
Antonella Tosti, Pearl E. Grimes and
Maria Pia De Padova. Color Atlas of
Chemical Peels. 2. s.l.: Springer-
Verlag Berlin Heidelberg, 2012, 15,
pp. 123-140. ISBN:978-3-642-20269-8
68. Phytolastil in the treatment of weals of
gravid origin., Chastrusse L,
Soumireu-Mourat J, Ambonville C,
Hourcabie J., J Gynecol Obstet Biol
Reprod (Paris). 1976 Sep;5(6):848-9
69. Efficacy and Safety of Curcuminoids
Loaded Solid Lipid Nanoparticles
Facial Cream as an Anti-aging Agent.
Plianbangchang, Pinyupa, Tungpradit,
Watcharaphorn and Tiyaboonchai,
Waree. [ed.] Sakchai Wihayaareekul.
2, Mueang District: Naresuan
University, May-August 2007,
Naresuan University Journal, Vol. 15,
pp. 73-81. ISSN: 0858-7418
70. Wegmann, Michael, et al., et al.
Cellular Protection: Protective
turmerones from Curcuma longa.
Essen:Evonik Industries Personal Care,
2009, pp. 1-4.
22
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
Hubungan Antara Kebutuhan Pelayanan Kontrasepsi IUD yang Tidak
Terpenuhi (Unmet Need) pada Pasangan Usia Subur dengan Niat
Keluarga Berencana
Relationship Between The Need For Services That Are Not Fulfilled IUD
Contraception (Unmet Need) in Fertile Age Couple with The Intention
Family Planning
Yeni Lucin1, Herlinadiyaningsih
2, Ketut Resmaniasih
3
ABSTRACT
Abstrak: Perilaku unmet need kontrasepsi merupakan salah satu dari penyebab kejadian kehamilan yang
tidak dikehendaki (KTD), Faktor psikososial sangat berhubungan dengan persepsi masyarakat yang negatif
terhadap kontrasepsi. Faktor tersebut mempengaruhi motivasi individu untuk menggunakan kontrasepsi. 58,8%
tidak niat ber-KB di waktu yang akan datang . Pada umumnya masyarakat memilih metode non MKJP. Sehingga
metode KB MKJP seperti Intra Uterine Devices (IUD) kurang diminati. Tujuan penelitian mengkaji hubungan
hambatan psikososial yang dialami oleh wanita unmet need kontrasepsi IUD dengan niat untuk ber-KB,
dalam upaya menurunkan kejadian unmet need kontrasepsi IUD ,Desain penelitian menggunakan pendekatan
kuantitatif, rancangan penelitian analitik observasional jenis desain cross-sectional. Sampel adalah Wanita wanita
menikah yang tidak menggunakan kontrasepsi IUD ,berjumlah 178 orang Analisis data Kuantitatif menggunakan
analisis univariabel, bivariabel dengan uji statistik chi-square p < 0,05 dan tingkat kemaknaan CI 95%, dan
multivariabel dengan regresi logistik. Hasil: Nilai odds ratio didapatkan sebesar 1,2 artinya responden yang tidak
memiliki masalah psikososial akan cenderung tidak merencanakan ikut KB sebesar 1,2 kali dibandingkan dengan
yang ada hambatan psikososial. Hambatan psikososial masih merupakan masalah bagi wanita unmet need pelayanan
kontrasepsi untuk niat ber-KB.
kata kunci: Unmet Need, Niat ber KB IUD
Abstract: The behavior of unmet need for contraception is one of the causes of the incidence of unwanted pregnancy
(KTD), Psychosocial factors highly correlated with negative public perception towards contraception. These factors
influence the individual's motivation to use contraception. 58.8% had no intention of family planning in the
future. In general, people choose the method of non LTM. LTM so that family planning methods such as Intra
Uterine Devices (IUD) less attractive. The aim of research examines the relationship between psychosocial barriers
experienced by women with unmet need for contraceptive IUD intention to family planning, in an effort to decrease
the incidence of unmet need IUD, study design using a quantitative approach, the study design was observational
analytic cross-sectional design types. The sample is a woman married women who were not using contraception
IUD, totaling 178 Quantitative Data Analysis using univariable, bivariable with a statistical test of chi-square
p <0.05 and CI 95% significance level, and multivariable logistic regression. Results: Values obtained odds ratio of
1.2 means that respondents who did not have psychosocial problems will likely not planning to have a KB of 1.2
times compared to existing psychosocial barriers. Psychosocial barriers still an issue for women unmet need of
contraceptive services for family planning intentions.
keywords: Unmet Need, Intention IUD
23
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
PENDAHULUAN
Keberhasilan program KB tidak hanya
dapat dinilai dengan melihat pencapaian
penggunaan kontrasepsi atau
contraceptive prevalence rate (CPR) saja.
Namun, indikator yang dipergunakan
untuk menilai keberhasilan program KB
juga meliputi pelayanan KB yang tidak
terpenuhi atau dikenal dengan istilah unmet
need pelayanan KB (1)
Faktor psikososial
sangat berhubungan dengan persepsi
masyarakat yang negatif terhadap
kontrasepsi, (2)
Faktor tersebut
mempengaruhi motivasi individu untuk
menggunakan kontrasepsi (3)
. (58,8%)
tidak niat ber-KB di waktu yang akan
datang (4)
prosentase penggunaan IUD
masih menempati peringkat ketiga di
Indonesia. Bila dilihat dari cara pemakaian
alat kontasepsi dapat dibuktikan 51,21 %
akseptor KB memilih suntikan sebagai alat
kontrasepsi, 40,02 % memilih Pil, 4,93 %
memilih Implant 2,72% memilih IUD 1,11
%.(3)
Pada umumnya masyarakat memilih
metode non MKJP. Sehingga metode KB
MKJP seperti Intra Uterine Devices (IUD)
kurang diminati (5)
. Penelitian (6)
membuktikan masih sedikit wanita yang
memakai IUD sebagai pilihan kontrasepsi.
Hal ini disebabkan factor budaya, peran
suami pengetahuan dan paritas faktor
penyebabnya, dimana dominasi suami
sangat tinggi dalam pemilihan alat
kontrasepsi IUD. Keadaan ini dapat
mempengaruhi minat wanita untuk
menggunakan IUD sebagai alat kontrasepsi.
Berdasarkan survey pendahuluan diwilayah
kerja puskemas pahandut, didapatkan
kesimpulan bahwa metode kontrasepsi
suntik lebih diminati dari pada metode
kontrasepsi IUD. Dari 10 responden hanya
2 yang mengatakan berminat terhadap
kontrasepsi IUD. Dan 8 reponden lainya
lebih memilih memakai kontrasepsi suntik.
METODE PENELITIAN
Desain penelitian menggunakan pendekatan
kuantitatif rancangan penelitian cross-
sectional(7)
. Lokasi penelitian Kota
Palangka Raya. Populasi semua Pasangan
usia subur (PUS) 15-49 tahun , status
kawin, tidak pernah menggunakan
kontrasepsi IUD . Sampel Pasangan usia
subur 15-49 tahun yang tidak pernah
menggunakan kontrasepsi IUD besar
sampel : 178 orang , dengan kriteria :
Inklusi : 1). WUS (15-49 tahun) 2). Wanita
yang tidak pernah menggunakan kontrasepsi
IUD. 3). Wanita yang tidak ingin anak
lagi (limiting) dan yang ingin menunda
kelahiran berikutnya (spacing) 2 tahun
atau lebih, atau wanita yang tidak yakin
ingin memiliki anak lagi. 4). Wanita yang
tidak haid (amenorrae) sejak kelahiran anak
terakhir. Eklusi : 1). Wanita yang tidak
menginginkan kehamilannya (mistemed
atau unwanted) tetapi karena gagal KB.
Wanita yang ingin menunda kelahiran
berikutnya (spacing) 2 tahun atau lebih,
tetapi menyatakan tidak masalah jika hamil.
3). Wanita tidak subur (infecund). Sumber
data adalah data primer. Instrumen
penelitian menggunakan kuesioner disusun
berdasarkan telaah kepustakaan(8)
. Analisis
mengunakan computer meliputi: analisis
univariabel, bivariabel, dan multivariabel.
Uji statistik yang digunakan chi square dan
regresi logistik dengan p < 0,05, dan
confidence interval 95%.
HASIL PENELITIAN
analisis Univariabel
analisis univariabel untuk
mendeskripsikan karakteristik subjek
penelitian yang meliputi umur,
pendidikan, agama, paritas, jumlah anak
A. Karakteristik Responden
Berdasarkan table 4.1. didapatkan hasil
pada variable umur, umur terbanyak berada
pada kelompok umur 20-35 tahun sebanyak
24
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
Variabel n % x ± SD
Md Min- Max
95% CI
Umur <20 tahun
20-35 tahun
32
146
18
82
24,8
± 4,5
24
15 -
25
24.19
– 25.53
Pendidikan SD SMP SMA
Akademi
Universitas
53 72 27
16 10
29,8 40,4 15,2
9 5,6
-
-
-
-
Agama Islam Protestan Katolik
Hindu
133
23
17 5
74,7
12,9
9,6 2,8
-
-
-
-
Paritas 1-3
>3
158
20
88,8
11,2
2,6 ±
0,9
2
1 - 6
2,4 -
6,9
JumlahAnak 1-3
>3
158
20
88,8
11,2
2,6 ±
0,9
2
1 - 6
2,4 -
6,9
82%. Nilai rerata umur yaitu 24, 8 tahun
dengan standar deviasi 4,5 tahun. Umur
termu daya itu berumur 15 tahun dan yang
tertua yaitu berumur 25 tahun (95% CI:
24,19 – 25,53).
Pada variable pendidikan, pendidikan
terbanyak yaitu SMP (40,4%) sedangkan
yang terendah proporsinya yaitu universitas
(5,6%). Responden yang berpendidikan SD
relative banyak yaitu 29,8% sedangkan
SMA hanya 15,2%. Sementara itu,
responden mayoritas memeluk agama Islam
(74,7%) diikuti dengan yang beragama
Kristen (12,9%). Hindu merupakan agama
yang paling sedikit dianut (5,6%).
Untuk variable paritas dan jumlah
anak tidak mengalami perbedaan. Sebagian
besar responden (88,8%) memiliki 1-3 anak
sedangkan yang memiliki lebih dari 3 anak
hanya 11,2%. Jumlah anak ideal bagi
Tabel 4.1.
Distribusi Frekuensi dan Rata-Rata Hitung
(Mean), Deviasi Standar (Standard Deviation)
Umur, Penduduk, Paritas, Jumlah Anak Hidup,
Jumlah Anak Ideal Responden, Tahun 2015 Variabel n % x ±
SD Md Min-
Max 95% CI
Jumlah Anak Ideal
Tidaktahu
2
3
4
5
4
54
85
27
8
2,2
30,3
47,8
15,2
4,5
-
-
-
-
B. Keinginan Mengikuti Program KB
Keinginan responden untuk ber-KB
nampakpada diagram pie. Sebesar 73%
responden menjawab tidak ingin
menggunakan alat kontrasepsi. Hanya 27%
saja yang menjawab ingin menggunakan
alat kontrasepsi. (Gambar 4.1.).
27%
responden yaitu 2-3 anak (30,3% dan
47,8% secara berturut-turut). Namun ada
pula yang menjawab jumlah anak yang
ideal yaitu 5 anak sebesar 4,5%.
73%
ya
tidak
Tabel 4.1.
Distribusi Frekuensi dan Rata-Rata Hitung
(Mean), Deviasi Standar (Standard Deviation)
Umur, Penduduk, Paritas, Jumlah Anak Hidup,
Jumlah Anak Ideal Responden, Tahun 2015
Gambar 4.1. DistribusiKeinginanmengikuti
Program KB Responden, 2015 (n=78)
C. Gambaran Faktor-Faktor yang
mempengaruhi keinginan ber-KB
Beberapa factor diidentifikasi
mempengaruhi keinginan seseorang untuk
ber-KB diantaranya yaitu hambatan
psikososial, pengetahuan tentang KB, pilihan
untuk fertilitas, dan persepsi jumlah anak
ideal oleh suami. Tabel 4.2. memaparparkan
gambaran tentang factor- faktor yang
mungkin berperan dalam mempengaruhi niat
untuk ber-KB.
Sebanyak 74,7% responden
mengatakan memiliki masalah psikososial
sedangkan hanya 25,3% saja yang
menyatakan tidak ada masalah. Bila dilihat
dari pengetahuan tentang KB, tidak terlihat
perbedaan yang berarti antara responden
yang pengetahuannya kurang dengan yang
baik (49,4% dan 50,6% secara berturut-
25
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
Variabel Niat KB Total Nila
i P
O
R
Tidak Ya
n % n % n %
0,57-
2,69
Hambatan
Tidakada
Hambatan
psikososial
34
95
75
,6
71
,4
11
38
24
,4
28
,6
45
13
3
10
0
10
0
0,596
1,2
Jumlah 129 72
,5
49 27
,5
17
8
10
0
Variabel n %
HambatanPsikososial
Tidak ada masalah
Masalah
45
133
25,3
74,7
Pengetahuan KB
Kurang
Baik
88
90
49,4
50,6
PilihanFertilitas
Menunda
Membatasi
72
106
40,4
59,6
Anak Ideal
1-3 anak
4-5 anak
116
62
65,2
34,8
Total 178 100
turut). Membatasi fertilitas sedikit lebih
banyak dijawab oleh responden (59,6%)
dari pada menunda fertilitas (40,4%). Lebih
dari separuh (65,2%) suami responden
memiliki persepsi jumlah anak ideal yaitu
1-3 anak dan hanya 34,8% yang menjawab
4-5 anak. (Tabel 4.2.).
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Faktor-Faktor
yang mungkin mempengaruhi Niat Ber-KB pada
Responden, 2015 (n=178)
square yang mendapatkan nilai P > 0,05
(nilai P = 0,596; 95% CI 0,57-2,69). (Tabel
4.3.).
Tabel 4.3. Hubungan antara Hambatan
Psikososial dengan Niat Ber-KB pada Responden
berdasarkan Uji Chi Square, 2015 (n=178)
95%
CI
*berdasarkanuji chi square
D. Hubungan antara Hambatan
Psikososial dengan Niat Ber-KB
Hubungan antar variable dilakukan
dengan menggunakan uji Chi-Square
seluruh uji memenuhi syarat uji Chi
Square. Tingkat kemaknaan memakai nilai
P < 0,05. Berdasarkan table 4.3.
didapatkan hasil dari responden yang tidak
memiliki rencana untuk ber-KB hamper
sama antara responden yang memiliki
masalah psikososial (71,4%) dengan yang
tidak memiliki (75,6%). Sementara itu,
dari responden yang berniat untuk KB juga
memiliki pola yang sama 28,6%
menyatakan memiliki masalah psikososial
dan 24,4% menyatakan tidak ada
hambatan. Nilai odds ratio didapatkan
sebesar 1,2, artinya responden yang tidak
memiliki masalah psikososial akan
cenderung tidak merencanakan ikut KB
sebesar 1,2 kali dibandingkan dengan yang
ada hambatan psikososial. Hasil OR yang
kecil ini didukung dengan hasil uji chi
E. HubunganantaraNiat Ber-KB
dengan Faktor Lainnya
Proporsi pilihan fertilitas pada
kelompok tidak berniat ber-KB terlihat
tidak menunjukan perbedaan yang
signifikan (73,6% membatasi dan 70,8%
menunda fertilitas) demikian pula dengan
yang berniat ber-KB (26,4% dan 28,4%).
Nilai OR yaitu 1,147, artinya responden yang
menyatakan membatasi fertilitas memiliki
kecenderungan untuk tidak ber- KB
dibandingkan dengan yang menunda
fertilitas (95% CI: 0,59-2,24). Nilai OR
yang kecil tersebut didukung dengan hasil uji
chi square yaitu nilai P didapatkan 0,687 (>
0,05), artinya tidak ada hubungan yang
bermakna antara niat untuk ber-KB dengan
pilihan fertilitas. (Tabel 4.4.).
Hal senada juga ditemui pada
variable pengetahuan. Proporsi antara
pengetahuan baik dan kurang pada kelompok
yang tidak merencanakan KB hampir sama
(73,3% dan 71,6% secara berturut-turut).
Nilai OR yang didapatkan yaitu 1,09,
artinya responden yang berpengetahuan baik
cenderung untuk melakukan tidak ber-KB
sebesar 1,09 kali dibandingkan yang
pengetahuannya kurang. Hal tersebut
disyahkan dengan hasil uji chi square yaitu
nilai P = 0,795 (>
0,05) dengan nilai 95% CI: 0,56-2,11.
26
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
Pola yang sama juga terjadi pada
variable jumlah anak ideal menurut suami
dengan proporsi yang hamper sama antara
kelompok 4-5 anak dan 1-3 anak. Nilai OR
didapati berkisar 1 yang artinya tidak ada
perbedaan proprosi antar kedua kelompok.
Hasil uji chi square juga menyatakan hal
yang sama dengan nilai P = 0,981 (95% CI:
0,51-2,01). (Tabel 4.4.).
Tabel 4.4. Hubungan antara Pilihan Fertilitas,
Anak Ideal, Pengetahuan KB dengan Niat Ber-
KB pada Respon den berdasarkan Uji Chi
Square, 2015 (n=178) Variabel Niat KB Total Nilai
P
O
R
95%
CI
Tidak Ya n % n % n %
0,59 –
2,24
Pilihan
Fertilitas
Membatasi
Menunda
78
51
73,6
70,8
2
8
2
1
26,4
29,2
106
72
100
100
0,687
1,147
Pengetahuan
Baik
Kurang
66
63
73,3
71,6
2
4
2
5
26,7
28,4
90
88
100
100
0,795
1,09
0,56 –
2,11
Anak Ideal
4-5
1-3
45
84
72,6
72,4
1
7
3
2
27,4
27,6
62
116
100
100
0,981
1,01
0,51 –
2,01
umlah 12
9
72,5 4
9
7,5 178 100
PEMBAHASAN
1. Hambatan psikososial dengan Niat KB
Fenomena psikososial yang terjadi
pada wanita yang tidak menggunakan
kontrasepsi. Hasil penelitian ini tidak
sejalan dengan penelitian yang dilakukan (9)
dengan menggunakan data demographic
and health survey (DHS) menunjukkan
bahwa faktor yang paling mungkin
penyebab dari unmet need pelayanan KB
adalah sikap dan persepsi yang kurang baik
terhadap pelayanan kontrasepsi. Di Ghana,
sikap istri terhadap KB juga dipengaruhi oleh
tingkat pendidikan suami dan pilihan
fertilitas suami, namun tidak berlaku
sebaliknya (10)
Faktor psikososial juga sangat
berkaitan dengan persepsi masyarakat yang
negatif terhadap kontrasepsi. Persepsi
masyarakat yang positif dapat membawa
dampak positif pada motivasi perempuan
untuk menggunakan kontrasepsi begitu
juga sebaliknya, sehingga dalam konteks
ini faktor sosial budaya mutlak harus
dipertimbangkan dalam setiap pelayanan,
karena akseptabilitas program sangat
dipengaruhi oleh faktor sosial budaya (11)
Seperti yang telah dijelaskan di atas,
aspek psikososial dalam penelitian ini juga
mempresentasikan sejauh mana seseorang
menggunakan kontrasepsi terhalang oleh
adanya perasaan takut akan efek kesehatan
yang akan timbul bila menggunakan
kontrasepsi. penelitian menunjukkan bahwa
ketakutan akan efek samping juga terbukti
sebagai alasan utama untuk tidak (12)
kontrasepsi, yaitu sikap terhadap program menggunakan kontrasepsi. Hasil
KB, persepsi tentang sikap suami, takut penelitian ini juga dapat dijelaskan dengan
(13)
efek samping penggunaan KB, dan teori planned behavior yang
penerimaan sosial budaya. Sikap dalam
penelitian ini dapat diterjemahkan ke dalam
sikap individu terhadap program KB yaitu
berupa pernyataan persetujuan maupun
pertentangan terhadap penggunaan
kontrasepsi. Sikap di luar individu berupa
sikap suami dan pandangan agama maupun
budaya terhadap penggunaan kontrasepsi.
Analisis menunjukkan bahwa ada
hubungan yang positif antara hambatan
psikososial dengan niat penggunaan
27
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
menyatakan bahwa niat untuk melakukan
perilaku (intention) adalah kecenderungan
seseorang untuk memilih melakukan atau tidak
melakukan sesuatu, ditentukan oleh sikap
positif terhadap perilaku tersebut, dan bila
seseorang memilih untuk tidak melakukan
perilaku tersebut, sejauhmana dia mendapat
dukungan dari orang-orang yang berpengaruh
dalam kehidupannya. Hal ini dapat
menjelaskan fenomena psikososial yang terjadi
pada individu.
28
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
2. Pengetahuan tentang keluarga
berencana dengan niat KB
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pengetahuan tentang KB berkolerasi
negatif dengan niat untuk menggunakan
pada wanita unmet need. Meliputi
pengetahuan tentang metode kontrasepsi,
pengetahuan tentang masa subur. Wanita
unmet need yang memiliki pengetahuan
kurang tentang metode atau alat KB dan
tidak tahu tempat sumber pelayanan,
berpotensi lebih besar untuk tidak niat ber-
KB. Temuan ini sejalan dengan penelitian–
penelitian yang telah terdahulu, (14)
menemukan bahwa kurangnya pengetahuan
dari sumber penyediaan kontrasepsi
merupakan salah satu hambatan
penggunaan kontrasepsi dan merupakan
faktor penting yang dapat melemahkan
motivasi untuk menggunakan metode
kontrasepsi.
Penelitian menunjukan (14)
bahwa
kurangnya informasi tentang keluarga
berencana adalah faktor utama yang
bertanggung jawab atas kebutuhan
kontrasepsi yang tidak terpenuhi. Mereka
berkesimpulan bahwa pengetahuan
berkontribusi terhadap unmet need
kontrasepsi di negara dengan prevalensi
unmet need KB yang tinggi bahkan di
negara-negara dengan prevalensi unmet
need yang rendah. Pengetahuan yang
dimiliki sangat menentukan seseorang
untuk menggunakan atau tidak
menggunakan kontrasepsi. Bila seseorang
telah mengetahui manfaat, maka
kemungkinan besar ia akan
menggunakannya, sedangkan bila
seseorang kurang atau tidak tahu tentang
metode KB, sumber pelayanan dan kapan
waktu kegiatan reproduksi yang berisiko
untuk terjadi kehamilan, sulit diharapkan
kesertaannya dalam pemakaian kontrasepsi.
3. Pilihan fertilitas dengan niat KB
Pilihan fertilitas merupakan niat
atau motivasi individu atau pasangan untuk
mengontrol fertilitas di masa yang akan
datang. Pilihan fertilitas pada wanita unmet
need kontrasepsi dalam penelitian ini
dibagi menjadi 2, yaitu keinginan untuk
menunda kehamilan anak berikutnya
(spacing) dan keinginan untuk membatasi
kehamilan.
berikutnya (limitting). Pilihan fertilitas untuk
membatasi kelahiran anak atau menunda
kehamilan berikutnya, bervariasi di kalangan
perempuan. Hasil analisis univariabel
menunjukkan ada perbedaan antara yang
ingin menunda kehamilan (spacing) dengan
yang tidak ingin anak lagi (limitting).
Ditemukan lebih sedikit wanita unmet need
dialami pada wanita yang ingin menunda
kehamilan (sepertiga dari total unmet need)
dibandingkan dengan ingin membatasi
kehamilan.
Hasil analisis menunjukkan bahwa
prevalensi wanita unmet need kontrasepsi
untuk tidak niat ber-KB di waktu yang
akan datang lebih tinggi pada wanita yang
tidak menginginkan anak lagi (limitting).
4. Jumlah anak Ideal pasangan dengan
niat KB
Keinginan memiliki anak
dinyatakan dengan jumlah anak ideal yang
diinginkan oleh pasangan (15)
Anak Ideal
yang dinginkan pasangan yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah selisih jumlah
anak ideal yang diinginkan oleh suami
dengan responden (istri). Digali dari
pertanyaan yaitu seandainya responden
belum mempunyai anak, maka berapa
jumlah anak yang diinginkan oleh
suaminya,sama, lebih banyak atau lebih
sedikit dari keinginan responden, dan
termasuk juga responden yang tidak tahu
jumlah anak yang diinginkan suaminya.
Berdasarkan hasil analisis, terbukti bahwa
secara praktis prevalensi wanita yang tidak
29
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
berniat untuk menggunakan kontrasepsi
lebih tinggi pada wanita yang suaminya
ingin memiliki jumlah anak lebih banyak
dari keinginan nya , dibandingkan dengan
wanita yang suaminya ingin anak lebih
sedikit dari keinginan sendiri .
Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang pernah dilakukan oleh
Freedman(16)
yang menyatakan bahwa
keinginan mempunyai anak berkaitan
dengan pilihan pasangan terhadap jumlah
keluarga yang diinginkan. Pada saat jumlah
anak masih sedikit, keinginan suami untuk
menambah anak mendominasi pilihan
pasangan. Seperti yang telah disebutkan pada
bagian sebelumnya bahwa selain faktor
persetujuan suami terhadap KB,
pengetahuan tentang KB, dan komunikasi
suami istri, pemakaian kontrasepsi juga
dipengaruhi oleh keinginan memiliki anak
dan jumlah keluarga yang diinginkan suami
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis dapat
disimpulkan: 1) Hambatan psikososial
masih merupakan masalah bagi wanita unmet
need pelayanan kontrasepsi untuk niat ber-
KB. Hambatan psikososial tersebut di
antaranya sikap mereka yang tidak setuju
terhadap program KB, persepsi terhadap
sikap suami yang menentang KB, takut efek
samping penggunaan kontrasepsi, dan
penolakan budaya atau agama terhadap
penggunaan kontrasepsi. Nilai odds ratio
didapatkan sebesar 1,2, artinya responden
yang tidak memiliki masalah psikososial
akan cenderung tidak merencanakan ikut
KB sebesar 1,2 kali dibandingkan dengan
yang ada hambatan psikososial.(2) Faktor
lain yang berhubungan dengan niat ber-KB
di waktu yang akan datang adalah faktor
pengetahuan tentang KB, pilihan fertilitas,
dan jumlah anak ideal yang diinginkan
pasangan. Adapun saran yang diberikan (1)
program KB hendaknya tidak hanya
ditujukan untuk wanita, karena suami
merupakan faktor penting bagi wanita dapat
memutuskan waktu dan jenis kontrasepsi
secara tepat. Keterlibatan suami dapat
disosialisasikan selama postpartum care
oleh petugas kesehatan. (2) Kurangnya
pengetahuan KB faktor penting niat ber KB
dan pengetahuan tentang kesuburan dan
menjadi dasar dalam mengambil keputusan
secara tepat mengenai pemakaian kontrasepsi
DAFTAR PUSTAKA
1. West off,C.F.& Bankole,A (2006)
Unmet need, DHS Comparative Studies
No.16,Calverton,MD:Institute for
Resource
2. Betrand J.T. Hardee.K Magnani (1999)
Acces Quality Of care Medical Baries in
Family Flaning Program
3. Bloom,D.E,Canning D,Gunther (2010)
Social Interaction and Fertility in
Develoving Counties
4. BKKBN Kota Palangka Raya. Laporan
KB Triwulan III Tahun 2010. Palangka
Raya, Kalimantan Tengah: BKKBN
Kota Palangka Raya, 2010.
5. Gordis L. Epidemiology. Philadelphia:
W.B. Saunders; 2004.
6. Murti B. Prinsip dan Metode Riset
Epidemiologi. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press; 1997.
7. Betrand J.T. Hardee.K Magnani (1999)
Acces Quality Of care Medical Baries in
Family Flaning Program
8. Azwar S. Sikap Manusia Teori dan
Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar; 2010.
9. Bizuneh,G., Shiferaw, S., &
Melkamu,Y. (2008) Unmet Need and
Evaluation of Programme Options to
Unmet Need for Contraception
10.Adler, N.E., Kegeles, S.M., Irwin, C.E.
& Wibbelsman, C (1990) Adolescent
contraceptive behavior: An assessment
of decision processes. J Paediatr ,
116(3): 463–471.
30
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
Efektivitas Salep Jintan Hitam (Nigella Sativa) pada Proses
Penyembuhan Luka Perineum Rupture Ibu Nifas
The Effectiveness of Black Cumin Oinment (Nigella Sativa) in The
Healing Process of Perineum Rupture on Postpartum Mothers
Yuniarti1, Ari Suwondo
2, C.Tjahjono Kuntjoro
3
1 Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Palangka Raya
2 Fakultas Kedokteran Universitas Semarang
3 Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Semarang
ABSTRAK
Latar Belakang : Penyebab kematian maternal di Indonesia terkait persalinan adalah infeksi 11%
berawal dari penatalaksanaan ruptur perineum yang kurang baik. Sekitar 85% wanita yang melahirkan
spontan pervaginam mengalami trauma perineum, sebanyak 1% mengalami infeksi. Ruptur perineum
perlu mendapatkan perhatian karena dapat menyebabkan disfungsi organ reproduksi wanita
menyebabkan kematian karena perdarahan atau sepsis. Prosedur perawatan luka perineum saat ini masih
menggunakan cairan desinfektan Povidon Iodin 10%, belum ada yang berbentuk obat herbal salep sebagai tambahan
perlindungan luka dan mengurangi ketidaknyamanan luka perineum. Sehingga penulis tertarik untuk
melakukan penelitian efektivitas Salep Jintan Hitam 5 % dan 10 % dalam penyembuhan luka perineum
rupture ibu nifas di RSUD Puruk Cahu, Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah.
Metode : 21 ibu nifas dengan luka Perineum rupture derajat II, dibagi menjadi 3 kelompok secara
random menggunakan Rancangan penelitian Randomised pre-post test control group design. Salep jintan hitam 5% dan 10% dioleskan pada luka Perineum rupture setiap hari, selama 7 hari postpartum sesuai kelompok perlakuan. Penilaian luka menggunakan skala REEDA dilakukan pada hari 1 (pre test), hari 3, 5 dan 7 (post test).
Hasil : Salep jintan hitam efektif mempercepat proses penyembuhan luka Perineum rupture pada ibu
nifas sejak hari ke-3 dilihat dari penurunan nilai Redness, Oedema, Ecchymosis secara signifikan dibanding kelompok kontrol (p<0,05), selanjutnya hari ke-5 dan 7 dilihat dari penurunan nilai Discharge, Aprroximation dan Luka, secara signifikan dibanding kelompok kontrol (p<0,05). Tidak ada
perbedaan efektivitas Salep jintan hitam 5% dan 10% (p>0,05), tetapi secara deskriptif Salep jintan
hitam 10% lebih efektif dalam proses penyembuhan luka Perineum rupture pada ibu nifas dibandingkan
Salep jintan hitam 5%. Kesimpulan : Salep jintan hitam berperan pada fase inflamasi dengan menghambat pembentukkan kinin dan prostglandin secara tidak langsung, sedangkan pada fase proliferasi Salep jintan hitam berperan dalam angiogenesis, sintesis kolagen, dan kontraksi luka. Salep jintan hitam 10% lebih efektif dibandingkan Salep jintan hitam 5%.
Kata kunci : Salep jintan hitam 5% dan 10%, Redness, Oedema, Ecchymosis Discharge, Aprroximation,
Luka.
31
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
PENDAHULUAN Salah satu masalah morbiditas yang
sering timbul karena proses persalinan pervaginam adalah terjadinya laserasi pada perineum, sekitar 85% wanita yang melahirkan spontan pervaginam mengalami trauma perineum karena tindakan episiotomi dan
laserasi spontan. 1
Ruptur perineum perlu mendapatkan perhatian karena dapat menyebabkan disfungsi organ reproduksi wanita, sebagai sumber perdarahan, atau jalan keluar masuknya infeksi. Penyebab langsung kematian maternal di Indonesia terkait yaitu
infeksi 11%. 2
Penyebab kematian ibu yang disebabkan karena Infeksi berawal dari penatalaksanaan ruptur perineum yang kurang
baik.3
Cairan desinfektan yang sering digunakan pada penatalaksanaan luka perineum pascasalin adalah Povidon Iodin 10 % yang punya sifat antiseptik (membunuh kuman) baik bakteri gram positif maupun negatif. Povidon Iodin 10 % dapat digunakan secara topikal untuk infeksi permukaan rektum manusia
dengan efek samping perih.4 Salah satu intervensi
yang disarankan kepada ibu nifas dengan laserasi perineum memberikan obat – obatan topical berupa salep untuk meningkatkan penyembuhan
dan mengurangi ketidaknyamanan luka.5
Penelitian tentang salep obat herbal untuk luka adalah pemberian salep Jintan Hitam (Nigella sativa) 10% dapat menurunkan proses inflamasi
dan mempercepat proses penyembuhan luka.6
Obat herbal digunakan sebagai alternatif untuk obat-obatan kimia. Jintan hitam (Nigella Sativa) adalah sejenis rempah – rempah yang dapat digunakan sebagai tanaman obat. Keunggulan Nigella sativa adalah Thymoquinone. Sejumlah aktivitas farmakologis TQ telah diselidiki termasuk anti- oksidan, anti-inflamasi, imunomodulator, efek
anti-histaminin, dan anti-mikroba.7
Berdasarkan hasil penelitian dan data, maka
penulis tertarik untuk melakukan penelitian
efektivitas Salep Jintan Hitam 5 % dan 10 %
dalam penyembuhan luka laserasi perineum
(perineum rupture) di RSUD Puruk Cahu,
Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah.
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas penambahan salep jintan hitam (nigella sativa) 5% dan 10% sebagai pendamping antiseptik pada proses penyembuhan luka Perineum Rupture dibandingkan dengan kelompok kontrol Povidon Iodin 10 %.
MANFAAT PENELITIAN Manfaat penelitian ini adalah menjadi
temuan evidence based dalam pengembangan asuhan kebidanan khususnya luka perineum dan perlindungan luka jahitan perineum (wound coverage) dengan bahan dari herbal.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah true eksperiment dengan rancangan penelitian Randomised control group pre-post test design. Sampel adalah ibu nifas dengan perineum rupture derajat II dan telah dilakukan penjahitan sebanyak 21 orang dibagi menjadi 3 kelompok secara random. Penilaian luka menggunakan skala REEDA pada hari ke 1, 3, 5 dan 7. Penelitian dilakukan sejak bulan nopember 2015 – februari 2016 di RSUD Puruk Cahu, Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah. Analisis data menggunakan uji Kruskal Wallis, uji Mann Whitney U serta uji Regresi Logistik.
HASIL PENELITIAN Tabel 1. Gambaran Distribusi responden dan uji beda berdasarkan karakteristik ibu nifas di RSUD Puruk Cahu
Data hasil uji statistik dengan menggunakan uji
Kruskal Wallis dengan nilai p value > 0,05
diketahui karakteristik responden baik
kelompok intervensi dan kontrol tidak ada
perbedaan yang bermakna.
32
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
Tabel 2. Penyembuhan luka perineum
dilihat dari Redness
Hasil analisis uji kruskal wallis Pada hari ke – 3,5 dan 7 menunjukkan p value < 0,05 sehingga diketahui ada perbedaan yang signifikan nilai Redness masing – masing kelompok.
Tabel 3. Penyembuhan luka perineum dilihat dari Oedema
Hasil analisis uji kruskal wallis Pada hari ke – 3
dan 5 menunjukkan p value < 0,05 sehingga
diketahui ada perbedaan yang signifikan nilai
Oedema masing – masing kelompok.
Tabel 4. Penyembuhan luka perineum
dilihat dari Ecchymosis
Hasil analisis uji kruskal wallis Pada hari ke – 3
dan 5 menunjukkan p value < 0,05 sehingga
diketahui ada perbedaan yang signifikan nilai
Ecchymosis masing – masing kelompok.
Tabel 5. Penyembuhan luka perineum
dilihat dari Discharge
Hasil analisis uji kruskal wallis Pada hari ke – 5
dan 7 menunjukkan p value < 0,05 sehingga
diketahui ada perbedaan yang signifikan nilai
Discharge masing – masing kelompok.
33
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
Tabel 6. Penyembuhan luka perineum
dilihat dari Approximation
Hasil analisis uji kruskal wallis Pada hari ke – 3,5 dan 7 menunjukkan p value < 0,05 sehingga diketahui ada perbedaan yang signifikan nilai Approximation masing – masing kelompok.
Tabel 7. Penyembuhan luka perineum
dilihat dari Luka
Hasil analisis uji kruskal wallis Pada hari ke – 5
dan 7 menunjukkan p value < 0,05 sehingga
diketahui ada perbedaan yang signifikan pada
proses penyembuhan Luka perineum rupture
masing – masing kelompok. Gambaran proses penyembuhan luka
perineum yang dialami responden dapat dilihat pada grafik berikut :Gambar 1. Grafik
penyembuhan luka perineum rupture derajat II pada ibu nifas Dari grafik terlihat bahwa kelompok intervensi 1 (X1) dan kelompok intervensi 2 (X2)
menunjukkan penyembuhan luka yang lebih
cepat dibandingkan kelompok kontrol.
Tabel 8 Perbedaan Efektivitas
Penyembuhan Luka Perineum Kelompok
Intervensi 1 dan Kelompok Kontrol
Berdasarkan hasil pengujian Mann Whitney U
pada hari ke-3 diperoleh perbedaan signifikan
penyembuhan luka perineum pada Oedema dan
Ecchymosis dengan nilai p value < 0,05. Pada
hari ke-5 dan 7 analisis data menunjukkan nilai
p value < 0,05 sehingga disimpulkan bahwa
ada perbedaan efektivitas penyembuhan luka
perineum kelompok intervensi I dan kontrol.
Tabel 9. Perbedaan Efektivitas
Penyembuhan Luka Perineum Kelompok
Intervensi 2 dan Kelompok Kontrol
Berdasarkan hasil pengujian Mann Whitney U pada hari ke-3 diperoleh bahwa Oedema ,Ecchymosis dan Approximation dengan nilai p
value < 0,05 menunjukkan ada perbedaan
signifikan penyembuhan luka perineum pada
kelompok intervensi 2 dan kelompok control.
Hari ke-5 dan 7 nilai p value < 0,05 dapat
disimpulkan bahwa ada perbedaan signifikan
penyembuhan luka perineum pada kelompok
intervensi 2 dan kelompok kontrol.
Tabel 10. Perbedaan Efektivitas
Penyembuhan Luka Perineum Kelompok
Intervensi 1 dan Kelompok Intervensi 2
Berdasarkan hasil pada hari ke-3,5 dan 7
diperoleh nilai p value > 0,05 menunjukkan
bahwa tidak ada perbedaan signifikan
penyembuhan luka perineum kelompok
intervensi 1 dan kelompok intervensi 2.
34
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
Tabel 11. Pengaruh Variabel Counfounding
yaitu Usia, IMT, Kadar Hemoglobin (Hb)
dan Pendidikan terhadap Proses
Penyembuhan Luka Perineum Rupture
Hasil analisa dengan uji Kruskal Wallis antara
kelompok perlakuan dengan penyembuhan luka
perineum berdasarkan Variabel Counfounding
diperoleh nilai p-value < 0,05 pada variabel
Usia dan IMT >25 ada perbedaan signifikan
penyembuhan luka perineum masing-masing
kelompok perlakuan sehingga variabel Usia dan
IMT merupakan variabel yang mempengaruhi.
Variabel Kadar Hb dan Pendidikan dengan nilai
p-value > 0,05 bukan variabel yang
mempengaruhi. Walaupun pada kelompok tidak
anemia diperoleh nilai p-value < 0,05 hal tersebut
diabaikan karena bukan kelompok beresiko.
PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini menunjukkan responden sebagian besar adalah primipara sebanyak 11 orang (52,1%). Dari analisis hubungan status obstetri didapatkan responden primipara (72%) dengan tanda REEDA hasil uji statistic diperolah Pv: 0, 491 yang bermakna bahwa tidak ada hubungan yang signifikan faktor status obstetri dengan penyembuhan luka
perineum. 8
Rentang usia responden antara 16 – 37 tahun dan terbanyak berada pada rentang usia 20 – 35 tahun sebanyak 17 orang ibu nifas (81%), pada rentang usia > 35 tahun sebanyak 2 orang ibu nifas (9,5%) dan pada rentang usia <20 tahun sebanyak 2 orang ibu nifas (9,5%). Ini berarti bahwa trauma ruptur perineum dapat terjadi pada usia berapapun, baik usia reproduksi sehat maupun yang tidak sehat. Sesuai penelitian sebelumnya diperoleh bahwa ada sebanyak 92,2% responden dengan luka jahitan perineum dengan usia 20-35 tahun.
8
Dan hal ini sejalan dengan teori bahwa penuaan usia menyebabkan penurunan elastisitas dikulit dengan penipisan dermoepidermal dan menurunnya kolagen. Proses penuaan juga mengakibatkan penurunan kemampuan sel untuk memperbanyak dan membagi diri. Pada orang dewasa yang lebih tua terjadi peningkatan risiko infeksi karena
Respon imun berkurang memungkinkan mikroorganisme untuk berkembang biak dalam
luka. 9
Status gizi ibu nifas dapat diukur dengan
pemeriksaan kadar hemoglobin dan indeks massa
tubuh (IMT). Pada penelitian ini responden
terbanyak tidak mengalami anemia sebanyak 14
responden (66,7%) dan responden yang
mengalami anemia sebanyak 7 responden
(33,3%) hasil analisa bahwa kadar Hb bukan
variabel perancu dalam penyembuhan luka
perineum karena pada kelompok Anemia (p ≥0,05).
Hasil penelitian menunjukkan indeks
massa tubuh responden terbanyak 18,5 – 25 yaitu
13 responden (61,9 %), dan IMT responden >25
kategori gemuk yaitu sebanyak 8 responden (38,1 %) dengan p value (< 0,05). Didapatkan hasil bahwa IMT merupakan variabel perancu.
Pada orang-orang yang gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan
lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama untuk sembuh. Jaringan lemak kekurangan persediaan darah yang adekuat untuk menahan infeksi bakteri dan mengirimkan nutrisi dan elemen-elemen selular untuk penyembuhan. Apabila jaringan yang rusak tersebut tidak segera mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan maka proses penyembuhan
luka juga akan terhambat. 10
Kurangnya asupan nutrisi dapat meningkatkan resiko infeksi dan mengganggu proses penyembuhan luka. Defisiensi vitamin C sebagai dasar pembentukan sintesis kolagen yang penyebabkan penyembuhan tertunda. Kekurangan zinc akan menyebabkan perlambatan epithelialisasi dan sintesis kolagen .11
1. Redness Hasil analisa pada item Redness
pada hari ke - 3 posttest kelompok intervensi sudah mengalami penurunan menjadi < 0,5 cm (nilai 2) dibandingkan hari ke - 1 pretest item Redness >0,5 cm (nilai 3) dengan p = 0,036 menunjukkan
perbedaan signifikan diantara masing –
masing kelompok perlakuan dibandingkan
kelompok kontrol yang belum mengalami
penurunan nilai.
Redness yaitu tampak kemerahan
pada daerah penjahitan. Kemerahan pada
luka terjadi karena pelebaran pembuluh
darah (vasodilatasi) pada jaringan yang
mengalami inflamasi. Inflamasi atau
peradangan adalah reaksi normal dari
sistem kekebalan tubuh saat terjadi cedera
jaringan. Tanda dan gejalanya yang dapat
35
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
diamati saat terjadi peradangan adalah adanya perubahan warna di kulit di sekitarnya (merah, biru, ungu) fase inflamasi terjadi segera setelah perlukaan
pada hari 0-5. 9,12
Kandungan dari ekstrak jintan hitam yang mengatasi kemerahan pada daerah luka adalah Thymoquinone dan Saponin. Thymoquinone adalah zat aktif utama dari volatile oil (minyak atsiri) Nigella sativa. Thymoquinone berfungsi sebagai anti- inflamasi dan anti histamin dengan cara menghambat jalur siklo-oksigenase dan lipooksigenase yang berfungsi sebagai mediator alergi dan peradangan sehingga mengurangi vasodilatasi (pelebaran
pembuluh darah). 13,14,15
Saponin diketahui juga terkandung dalam Nigella sativa yang berperan dalam antiinflamasi sehingga
reaksi radang berkurang 13,16
2. Oedema Hasil analisa pada item Oedema
pada hari ke - 3 posttest kelompok intervensi sudah mengalami penurunan menjadi < 1 cm (nilai 1 ) sebanyak 3 responden dan tidak ada oedema (nilai 0)
sebanyak 10 responden dengan p (0,004)
menunjukkan perbedaan signifikan
diantara masing – masing kelompok
perlakuan dibandingkan kelompok kontrol
yang belum mengalami penurunan nilai. Oedema yaitu adanya cairan dalam
jumlah besar yang abnormal di ruang jaringan intraselular tubuh, menunjukkan jumlah yang nyata dalam jaringan subkutis, edema dapat terbatas yang disebabkan oleh obstruksi vena atau saluran limfatik atau oleh peningkatan permeabilitas vaskular. Pada fase inflamasi pembentukan kinin dan prostaglandin menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas dari pembuluh darah di daerah luka. Hal ini menyebabkan Oedema dan kemudian menimbulkan pembengkakan dan nyeri pada awal
terjadinya luka. 17
Jintan hitam (Nigella sativa) mengandung Thymoquinone.
Thymoquinone berfungsi sebagai anti- inflamasi dan antihistamin dengan cara menghambat proses pengeluaran kinin dan prostaglandin sehingga mengurangi permeabilitas dari pembuluh darah serta memperlancar aliran pembuluh darah, cairan yang tertahan dapat dikeluarkan atau diserap oleh jaringan intraselular
tubuh. 7,18
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
sebelumnya bahwa ekstrak etanol jintan
hitam (Nigella Sativa) mampu
mengurangi Oedema sebanyak 38,75% pada tikus putih dalam 1 jam observasi (p<0,05), sehingga Nigella Sativa berpotensi sebagai anti- inflamasi dan anti histamin.
7,18
3. Ecchymosis Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa luka perineum dengan Ecchymosis pada hari ke -3 mulai mengalami penurunan nilai secara signifikan (p = 0,000) kelompok intervensi 1 dan kelompok intervensi 2 seluruh responden tidak ada Ecchymosis (nilai 0) dibandingkan dengan kelompok kontrol hanya 1 responden yang tidak ada Ecchymosis, 6 responden masih mengalami Ecchymosis.
Ecchymosis yaitu bercak perdarahan yang kecil pada kulit perineum membentuk bercak biru atau ungu yang rata, bulat atau tidak beraturan. Ecchymosis muncul pada fase inflamasi terjadi segera setelah perlukaan pada hari 0-5. Adanya luka karena trauma atau luka karena pembedahan mengakibatkan kerusakan pada struktur jaringan dan mengakibatkan perdarahan, mengakibatkan terjadinya degranulasi trombosit dan pengaktifan faktor Hageman (faktor koagulasi).
9
Penelitian lain embuktikan efek Nigella sativa dalam meningkatkan lekosit PMN dan menstimulasi sitokin
Macrophage Activating Factor (MAF) sehingga meningkatkan fungsi makrofag yang berperan dalam membersihkan kotoran dari pembuluh darah yang nekrotik dengan cara menelan dan memfagositosis antara lain bagian dari trombosit yang tidak diperlukan dengan demikian Ecchymosis berkurang. Saponin berperan mempercepat
pembentukan pembuluh darah baru dalam proses penyembuhan luka (angiogenesis) melalui Vascular Endothelial Growth
Factor (VEGF).13,16
Biji Nigella sativa memiliki efek terapi yang luas dan telah
dilaporkan memiliki efek yang signifikan terhadap perdarahan intrinsik yang berperan
adalah Thymoquinone (TQ) dan saponin. 7
36
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
4. Discharge Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa Discharge pada luka perineum hari ke -5 ada perbedaan pada masing – masing kelompok secara signifikan (p = 0,002). Discharge Hari ke – 5 mulai mengalami penurunan nilai seluruh responden kelompok intervensi 1 dan kelompok intervensi 2 mengalami Discharge dalam bentuk serum (nilai 1) sebanyak 14 responden dibandingkan dengan kelompok kontrol hanya 2 responden yang mengalami Discharge dalam bentuk serum (sekret bening) dan 5 responden tetap mengalami Discharge dalam bentuk Serosanguinus (nilai 2).
Discharge yaitu adanya ekskresi atau pengeluaran dari luka perineum dapat berupa komponen darah antara lain trombosit dan leukosit. Polimorfonuklear (PMN) adalah sel leukosit pertama yang menuju ke tempat terjadinya luka. Jumlahnya meningkat cepat dan mencapai puncaknya pada 24–48 jam (fase inflamasi). Fungsi utamanya adalah
memfagositosis bakteri yang masuk. . 17
Selain dari lekosit PMN, makrofag
penting keberadaannya pada penyembuhan
luka normal. lekosit PMN dan Makrofag
memfagositosis dan mencerna organisme-
organisme patologis dan sisa-sisa jaringan.
Makrofag juga melepas zat biologis aktif.
Zat ini mempermudah terbentuknya sel
inflamasi tambahan yang membantu
makrofag dalam dekontaminasi dan
membersihkan sisa jaringan kemudian
membawa keluar dari tubuh melalui
jaringan luka yang belum tertutup. 19
Pada suatu studi ilmiah, ekstrak biji Nigella sativa yaitu Thymoquinone (TQ) terbukti mampu meningkatkan fungsi sel polymorphonuclear (PMN). Penelitian lain juga membuktikan efek Nigella sativa dalam menstimulasi sitokin Macrophage Activating Factor (MAF) sehingga meningkatkan fungsi makrofag yang
berperan dalam sistem imun seluler.13,14,15
5. Approximation Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa Approximation pada luka perineum mulai hari ke -3 memasuki fase proliferasi ada perbedaan pada masing – masing kelompok secara signifikan (p = 0,005).
Terbanyak pada kelompok intervensi 2
jumlah responden yang mengalami
penurunan nilai dari 3 menjadi 2 atau
mengalami kedekatan jaringan lebih cepat
yaitu 7 responden (100 %) dibandingkan
kelompok intervensi 1 dan kontrol. Approximation yaitu kedekatan
jaringan yang dijahit. Adanya luka karena
trauma atau luka karena pembedahan
mengakibatkan kerusakan pada struktur
jaringan. Selama fase inflamasi, jaringan
tidak mempunyai daya tarik yang cukup,
tapi hanya tergantung pada bahan benang
yang digunakan untuk penjahitan dalam
rangka mendekatkan tepi laserasi
perineum. Pada kondisi yang baik epitelisasi
perineum dapat terjadi antara 48-72 jam.
12,20,21
Sesuai dengan penelitian lainnya bahwa pada salep jintan hitam yang berperan dalam proses Approximation adalah saponin dan Zinc. Saponin berperan mempercepat pembentukan pembuluh darah baru dalam proses penyembuhan luka (angiogenesis) pada fase proliferasi.
Zinc diketahui memiliki kemampuan untuk pembentukan sel dan jaringan ikat dalam mempercepat penyembuhan luka, baik sebagai activator enzim yang penting pada pembentukan protein dan proses pertahanan tubuh. Pada jaringan yang luka, zinc berfungsi pada replikasi fibroblas, sintesis kolagen, serta pengikatan silang
kolagen.13
Untuk membantu jaringan baru tersebut menutup luka, fibroblas akan merubah strukturnya menjadi myofibroblast yang mempunyai kapasitas melakukan kontraksi pada jaringan sehingga menghasilkan peningkatan kekuatan luka
dan terjadi penyembuhan luka.
17,22
6. Luka Perineum Rupture Hasil penelitian ini menunjukkan
ada perbedaan signifikan antara kelompok
yang di berikan penambahan salep jintan
hitam dan kelompok yang tidak diberikan
penambahan salep jintan hitam. Terbukti
bahwa pemberian salep jintan hitam
membantu mempercepat proses
penyembuhan luka, sejak fase inflamasi
hingga pada fase proliferasi. Hasil penelitian sejalan dengan
teori bahwa proses penyembuhan luka sudah dimulai saat luka ruptur perineum mulai terbentuk. Dalam penelitian ini sejak hari 1 fase inflamasi sampai dengan hari ke-7 memasuki fase proliferasi penyembuhan luka. Tujuan fase penyembuhan ini adalah untuk mengisi bagian luka dengan jaringan baru dan mengembalikan integritas kulit.
37
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
Pembentukan jaringan baru adalah patokan untuk memulai fase ini. Proses yang terlibat dalam fase proliferasi adalah angiogenesis (pertumbuhan darah baru), sintesis kolagen pembentukan Ekstra Celular Matrix (ECM), dan kontraksi luka
yang dimulai pada tepi luka. 9,12
Hasil penelitian ini sejalan penelitian sebelumnya bahwa Thymoquinone berfungsi sebagai anti- inflamasi dengan cara menghambat jalur siklo-oksigenase dan lipooksigenase yang berfungsi sebagai mediator alergi dan peradangan. Ekstrak biji Nigella sativa
terbukti mampu meningkatkan fungsi sel
polymorphonuclear (PMN dan
menstimulasi sitokin Macrophage
Activating Factor (MAF) sehingga
meningkatkan fungsi makrofag yang
berperan dalam sistem imun seluler.
Saponin selain sebagai antiinflamasi, juga
dapat mempercepat pembentukan
pembuluh darah baru dalam proses
penyembuhan luka (angiogenesis) melalui
VEGF. Seng atau zinc berperan dalam
pembentukan protein serta sintesis kolagen
yang penting dalam tahap penyembuhan
luka. 13
Sejalan dengan penelitian sebelumnya perawatan luka dengan perlakuan Nigella sativa dalam sediaan krim efektif dalam memberikan kesembuhan terlihat pada perawatan hari
ke-4, ke-9 dan ke-14 (p<0,001). 23
Hasil analisa data pada kelompok
intervensi 1 dan intervensi 2 menunjukkan
tidak ada perbedaan yang signifikan
(p>0,05). Statistik menunjukkan bahwa
penambahan salep jintan hitam 5% dan
penambahan salep jintan hitam 10 % tidak
ada perbedaan efektivitas dalam proses
penyembuhan luka perineum ibu nifas.
Hal ini berbeda dari gambaran
penyembuhan luka berdasarkan Redness
hari ke – 5 pada kelompok intervensi 2
ditemukan responden yang tidak
mengalami Redness sebanyak 1 orang
(4,8%) dibandingkan kelompok intervensi 1 dan kelompok kontrol responden seluruhnya masih mengalami Redness. Kemudian berdasarkan gambaran Oedema hari ke-3 pada kelompok intervensi 2 ditemukan responden yang tidak mengalami Oedema sebanyak 6 orang (28,6%) dibandingkan kelompok intervensi 1 sebanyak 4 orang dan kelompok kontrol seluruh responden masih mengalami Oedema. Kemudian
berdasarkan gambaran Approximation hari
ke-3 pada kelompok intervensi 2
ditemukan seluruh responden yang
mengalami kedekatan jaringan dengan
pengurangan nilai menjadi 2 sebelumnya
nilai 3 yaitu sebanyak 7 orang
dibandingkan kelompok intervensi 1
sebanyak 5 orang dan kelompok kontrol
sebanyak 1 orang. Diperoleh hasil bahwa
salep jintan hitam 10% lebih efektif dalam
mempercepat penyembuhan luka perineum
dibandingkan salep jintan hitam 5%. Sejalan dengan penelitian
sebelumnya dengan Uji Statistik Skor luka Diabetes Pre dan Post intervensi dengan pemberian salep jinten hitam (Nigella sativa) 10% dan 20%, tidak terdapat perbedaan secara bermakna (p > 0,05). Dari gambaran diskriptif diketahui salep jinten hitam (Nigella sativa) 10% lebih baik dari 20% dalam proses penyembuhan
ulkus diabetik.6
Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian lainnya dengan hasil ekstrak jintan hitam paling efektif menghambat pertumbuhan Streptococcus pyogenes semakin tinggi kandungan atau konsentrasi dari bahan aktif jintan hitam semakin efektif dalam menghambat pertumbuhan
mikroba.24
Sehingga disimpulkan bahwa secara
statistik salep jintan hitam 5% dan 10 %
tidak berbeda efektivitasnya dalam
penyembuhan luka perineum ibu nifas,
namun dilihat secara deskriptif salep jintan
hitam 10% lebih efektif dalam mempercepat
penyembuhan luka perineum ibu nifas
dibandingkan salep 5%.
38
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
SIMPULAN DAN SARAN
1. Simpulan Penambahan salep jintan hitam
(nigella sativa) 5 % dan 10 % sebagai
pendamping antiseptik menjadikan proses
penyembuhan luka Perineum Rupture
lebih cepat dibandingkan kelompok
kontrol, Secara statistik salep jintan hitam
(nigella sativa) 5% dan 10 % tidak
berbeda efektifitasnya sebagai pendamping
antiseptik terhadap penyembuhan luka
Perineum Rupture (p>0,05), secara
deskriptif salep jintan hitam (nigella
sativa) 10% lebih efektif dalam proses
penyembuhan luka perineum ibu nifas
dibandingkan salep jintan hitam 5%.
2. Saran Salep jintan hitam (nigella sativa) 10
% dapat direkomendasikan sebagai
pendamping antiseptik pada perawatan
luka Perineum Rupture. Perlu dilakukan
penelitian jintan hitam (nigella sativa)
yang berasal dari indonesia, peneliti dalam
penelitian ini menggunakan biji jintan
hitam dari india (kalonji). Penelitian
selanjutnya untuk mengetahui efek
mikroba dari ekstrak jintan hitam dalam
bentuk salep dengan konsentrasi jintan
hitam diatas 10%, menggunakan
Randomized Double Blind pretest-post test
control group design dengan jumlah
sampel yang lebih banyak.
DAFTAR PUSTAKA
1. Henderson C, Bick D. Perineal care: an in international issue. London: Cromwell Press; 2005.
2. Depkes RI. Profil Kesehatan Indonesia : www.depkes.go.id/.../structure-publikasi- pusdatin-pro; 2010. (diunduh 10 September 2014)
3. Carey, J. Ilmu Kesehatan Obstetri Patologi
Reproduksi Edisi 2. Jakarta: EGC; 2005;
h.346
4. www.infoobatindonesia.com. Betadine.
Diakses tanggal 9 Juni 2015
5. Hamilton P. Dasar – dasar Keperawatan Maternitas Ed.6. Jakarta : EGC ; 1995 .p. 285
6. Yulistiani ,M. Efektifitas Salep Jintan
Hitam (Nigella Sativa) 10% Dan 20%
Pada Proses Penyembuhan Ulkus
Diabetik. Undergraduate Theses from
YOPTUMYFKPP ; 2014.
http://digilib.fk.umy.ac.id.
7. Khader M, Eckl PM. Thymoquinone: an
emerging natural drug with a wide range
of medical applications. Iran J Basic Med
Sci 2014 Dec;17(12):950-7.
8. Rejeki,Sri. Faktor – faktor yang
berpengaruh pada penyembuhan luka
perineum ibu pasca persalinan di
Puskesmas Brangsong dan Kaliwungu
Kabupaten Kendal. Fakultas Ilmu
Keperawatan dan Kesehatan UNIMUS :
Proseding Seminar Nasional UNIMUS.
ISBN.978.979.704.883.9 ; 2010
9. Bates-Jensen B. Wound care : a collaborative practice manual for health professionals / [edited by] Carrie Sussman. 2011.
10. Gitarja, WS. Perawatan Luka Diabetes. Wocare Indonesia. Bogor ; 2011; h.101
11. Potter, Patricia A., & Anne Griffin Perry. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 4. Volume II. Jakarta: EGC; 2006; h.476
12. Boyle M. Wound Healing in Midwifery. London; Radcliffe Publishing Ltd: 2006.
13. Ringga W. Pemberian Salep Ekstrak
Jinten Hitam (Nigella sativa) terhadap
Peningkatan Kepadatan Sabut Kolagen
pada Mukosa Oral Marmut ( Cavia
cobaya). Journal Media Oral Biology Dental
Journal ; 2012/ Vol. 4. No. 1.
14. Evans, William Charles. Plants in
Complementary and Traditional Systems
of Medicine. United Kingdom: Harcourt
Publishers; 2002. p:478.
39
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
15. Tembhurne, et al. A review on therapeutic
potential of Nigella sativa (kalonji) seeds :
Journal of Medicinal Plants Research Vol. 8(3), pp. 167-177, 17 January, 2014 DOI: 10.5897/JMPR10.737 ISSN 1996-0875 ©2014 Academic Journals http://www.academicjournals.org/JMPR
16. Ahmad A, Husain A, Mujeeb M, et al. A review on therapeutic potential of Nigella sativa: A miracle herb. Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine. 2013;3(5):337-352. doi:10.1016/S2221- 1691(13)60075-1.
17. Sabiston CD. Wound healing : Biologic
and Clinical Features. Textbook of
Surgery The Biological Basis of Modern
Surgical Practice, 15th ed.1997. WB
Saunders Comp. Philadelpia: 207 – 219.
Dalam Tesis Yudhi p. 2007.
18. Bashir MU, et al. Comparison Of Anti-
Inflammatory Activity Of Nigella Sativa
And Diclofenac Sodium In Albino Rats. J
Ayub Med Coll Abbottabad 2015;27(3)
19. Redjeki, ISM. Pengelolaan nyeri pasca
bedah. 1st National Congress Indonesian
Pain Society ; (Tesis) 2001;58 - 62.
20. Ethicon J, Johnson. Wound closure
manual. Somerville: Johnson & Johnson
Company; 2005.
21. Lipscomb GH. Wound healing, suture
material and surgical instrumentation.
Dalam: Rock AJ, Jones HW, penyunting. Te
linde’s operative gynecology. Edisi ke- 10. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins; 2008. hlm. 226-42.
22. Kerstein MD, Bensing KA, Brill LR, et al. The Physiology of Wound Healing. Philadelphia, PA: The Oxford Institute for
Continuing Education and Allegheny.
University of Health Sciences. 1998.
23. Yaman I, et al. Effects of Nigella sativa
and silver sulfadiazine on burn wound
healing in rats. Veterinarni Medicina, 55,
2010 (12): 619–624
24. Rahman MA. Uji Efektivitas Ekstrak
Jintan Hitam Terhadap Pertumbuhan
Bakteri Streptococcus pyogenes. Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Prodi
Pendidikan Dokter UIN Jakarta ; 2014
40
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
Peran Petugas Kesehatan
dalam Budaya Melahirkan Suku Nuaulu di Pulau
Seram Maluku Tengah
Sri Eny Setyowati*)
Asih Rusmani **)
Abstrak
Latar Belakang : Peran petugas kesehatan adalah bentuk bantuan yang diberikan pada perempuan suku Nuaulu saat kehamilan, melahirkan dan pasca persalinan suku yang berupa informasi kesehatan ibu dan anak. Tujuan : menganalisa pengaruh peran petugas kesehatan terhadap budaya praktek melahirkan suku Nuaulu di Pulau Seram Kabupaten Maluku Tengah. Metode Penelitian : menggunakan pendekatan metode kuantitatif dan kualitatif. Teknik pengumpulan
data menggunakan kuesioner. Sampel adalah total populasi yaitu ibu-ibu suku Nuaulu yang mempunyai
anak usia 3 tahun kebawah yang berjumlah 68 orang.
Hasil : perempuan suku Nuaulu sebagian besar mempunyai penilaian terhadap peran petugas kesehatan
dengan katagori baik yaitu peran petugas dalam menjelaskan tentang kesehatan ibu dan anak seperti
menjelaskan tentang perawatan kehamilan, manfaat memeriksakan kehamilan dan menjelaskan persalinan
yang sehat. Tidak ada hubungan antara peran petugas kesehatan dengan budaya mengasingkan
wanita melahirkan suku Nuaulu di dusun Rohua, namun fakta di lapangan menunjukkan adanya ketaatan
terhadap adat-istiadat yang berlaku di Suku Nuaulu.
Kata Kunci : praktek persalinan, peran petugas kesehatan, posuno
41
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
Latar Belakang Di Indonesia, setiap tahun sekitar
20.000 perempuan Indonesia meninggal akibat komplikasi dalam persalinan. Angka kematian ibu (AKI) yang tinggi tersebut juga diikuti dengan tingginya angka kematian bayi (AKB) dan angka kematian anak. AKB pada tahun 1997 sebesar 97 per 1000 kelahiran hidup. Meskipun pada tahun 2007 angka ini mengalami penurunan menjadi 44 per 1000 kelahiran hidup, namun masih belum mencapai target MDGs(Milenium Development Goals) yaitu 32 per 1000 kelahiran hidup. Angka ini hampir 5 kali lipat dibandingkan dengan angka
kematian di Malaysia, hampir 2 kali
dibandingkan dengan Thailand dan 1,3 kali
dibandingkan dengan Filipina (Peter
Salker,2008)
Angka Kematian Ibu (AKI/MMR) di Provinsi
Maluku berdasarkan pencatatan dan pelaporan
dari Kabupaten/Kota berfluktuasi dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 namun mengalami penurunan dari 369 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2006 menjadi 288 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2010 (DinKes Propinsi Maluku,2010). Laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Maluku Tengah pada tahun 2008 menyebutkan bahwa masalah masih tingginya AKI dan AKB disebabkan oleh letak geografis yang terdiri dari pulau- pulau, faktor ekonomi, kurangnya
tenaga kesehatan terutama bidan, rendahnya
pengetahuan masyarakat tentang kesehatan,
rendahnya peran serta masyarakat dan
keterpaduan pelaksanaan program kesehatan
dengan masyarakat.( Dinkes Kabupaten maluku
Tengah,2009)
Data yang dapat dihimpun dari Puskesmas
Tamilouw adalah pemeriksaan antenatal (K1)
pada tahun 2007 mencapai 71,88 % kemudaian
pada tahun 2008 meningkat menjadi 73,19%
dan pada tahun 2009 menurun menjadi 60,67%.
Cakupan K1 tersebut tidak dapat dipertahankan
untuk K4 nya yang menunjukkan adanya
penurunan dari mulai tahun 2007 hingga tahun
2009 dengan rentang cakupan antar 49,20%
hingga 69,09%. Baik cakupan K1 maupun K4
masih di bawah target cakupan nasional yaitu
K1 95% dan K4 85%. Dusun Rohua adalah anak desa dari Negeri Sepa dan merupakan salah satu bagian dari
wilayah kerja Puskesmas Tamilouw. Di sana
berdiam Suku Nuaulu, yang merupakan
keturunan dari Suku Alune dan Wemale yang
adalah orang pertama yang mendiami Pulau
Seram. Suku Nuaulu mendiami beberapa dusun
yaitu dusun Rohua, dusun Hawalan/Latan,
dusun Bonara, dusun Nuanea/Aisuru dengan
jumlah penduduk 3911 jiwa (Sumber : Data
Kecamatan Amahai 2011). Suku Nuaulu mempunyai kebiasaan dalam persalinan bahwa perempuan hamil pada kehamilan sembilan bulan, perempuan itu harus dipisahkan dari suami maupun kaum pria lainnya, dan ditempatkan di rumah khusus yang disebut Posuno. Karena Suku Nuaulu memandang bahwa proses kehamilan pada usia 1-8 bulan merupakan peristiwa biasa dan pada kehamilan usia 9 bulan dianggap bahwa wanita hamil banyak diliputi oleh pengaruh roh-roh jahat yang dapat menimbulkan berbagai bahaya gaib bagi dirinya maupun pada bayi yang dikandungnya tetapi juga orang lain yang ada di sekitarnya, khususnya kaum laki-laki. Untuk menghindari pengaruh roh-roh jahat, maka wanita hamil tersebut perlu diasingkan atau dipisahkan dari rumah induk dan tinggal di
posuno atau tikosune hingga tiba saat
melahirkan. Posuno berukuran 2 m x 2,5 meter,
yang pada awalnya terletak sangat jauh dari
rumah dan terletak di dalam hutan. Namun saat
ini jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah atau
hanya di samping rumah. Hal ini berkaitan
dengan pemahaman bahwa pengaruh roh-roh
jahat hanya berada di sekitar diri perempuan itu
dan tempat tinggalnya saja. Tradisi
mengasingkan wanita hamil ini biasanya
dilakukan dalam bentuk upacara yang dinamakan
upacara masa kehamilan atau Tinantawa. Untuk
mencegah kemungkinan terjadinya berbagai
jenis bahaya gaib yang dapat menghambat atau
menghalangi berlangsungnya kehidupan seorang
individu, yang menurut suku Nuaulu proses
tersebut dimulai dari kelahiran hingga kematian
(Suradi,HP,dkk.1984). Perempuan Suku Nuaulu yang hamil umumnya menjalani proses kehamilan hingga melahirkan pada seorang dukun bayi (mama biang), karena mereka memiliki keyakinan bahwa mama biang mempunyai berbagai ilmu yang mampu mengusir roh jahat sehingga ibu dan bayi akan selamat, dengan melakukan upacara-upacara tertentu untuk menghadapi kekuatan gaib.
Salah satunya adalah upacara masa kehamilan,
yang dilakukan pada bulan kesembilan untuk
menghindarkan perempuan hamil dari bahaya
gaib sehingga dapat selamat hingga proses
kelahiran. Saat melahirkan perempuan Suku
Nuaulu ditolong oleh seorang dukun beranak
atau mama biang yang disebut Irihitipue.
Ihiritipue merupakan gelar yang khusus
diberikan kepada seorang wanita yang bertugas
menolong proses kelahiran. Pada saat melahirkan
biasanya Irihitipue melaksanakan tugasnya
dengan terlebih dahulu
42
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
mempersiapkan alat yang diperlukan menolong
persalinan seperti alat pemotong tali pusar yang
terbuat dari bambu (Uneputty,1984). Alat ini
dinamakan kaitimatana atau wane. Di samping
alat ini, juga disediakan air untuk dipakai
memandikan bayi. Air itu diambil dari sungai
yang dianggap keramat oleh masyarakat.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Program
Save Motherhood yang memiliki tiga pesan
kunci dan empat pilar strategi utama dalam
Making Pregnancy Saver. Tiga pesan kunci
dimaksud masing-masing : 1) Setiap persalinan
ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih; 2)
Setiap komplikasi obstetrik dan neonatal
mendapat penanganan yang tepat-akurat; 3)
Setiap perempuan usia subur mempunyai akses
terhadap pencegahan kehamilan yang tidak
diinginkan dan penanganan komplikasi
keguguran. Sedangkan empat pilar strategi
utama adalah: 1) meningkatkan akses dan
cakupan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru
lahir yang berkualitas; 2) membangun
kemitraan yang efektif melalui kerjasama lintas
program, lintas sektor dan mitra lainnya, 3)
mendorong pemberdayaan perempuan dan juga
keluarga melalui peningkatan pengetahuan; 4)
Mendorong keterlibatan masyarakat dalam
menjamin penyediaan dan pemanfaatan
pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir.
(Prawiroharjo,S,2006). Namun Program Save
Motherhood dalam praktiknya tidak dapat
dilaksanakan dengan baik oleh semua lapisan
masyarakat di Indonesia karena perbedaan
budaya, seperti yang terjadi pada Suku Nuaulu
yang mendiami Pulau Seram Kabupaten
Maluku Tengah. Proses penanganan kelahiran yang terjadi pada Suku Nuaulu merupakan proses menolong
persalinan yang masih tradisional dan
sederhana tanpa peralatan medis, kondisi ini
berbeda dengan tindakan persalinan yang
dilakukan dokter atau bidan di rumah sakit
maupun pusat pelayanan kesehatan lain.
Kondisi kesehatan masyarakat Nuaulu secara
keseluruhan masih rendah. Menurut L. Green
ada beberapa faktor yang mempengaruhi ibu
dalam persalinan yaitu faktor perdisposing
meliputi pengetahuan, sikap, kepercayaan,
persepsi dan faktor penguat meliputi; peranan
dukun, peranan tokoh adat, dan peranan
petugas kesehatan dalam praktek ibu mencapai
derajat kesehatan yang optimal.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif analitik dengan pendekatan
kuantitatif dan kualitatif. Lokasi penelitian
adalah dusun Rohua Kecamatan Amahai
Kabupaten Maluku Tengah. Populasi dalam
penelitian ini adalah semua wanita yang pernah
mengalami pengasingan saat melahirkan di
Posuno dengan jumlah (68) orang. Variabel independen dalam penelitian ini adalah karakteristik, peran petugas kesehatan sedangkan variabel dependen adalah budaya praktek perawatan persalinan dalam pengasingan wanita suku Nuaulu. Instrumen pengumpulan data adalah kuesioner terstruktur dan pedoman wawancara mendalam. Wawancara mendalam dilakukan kepada ibu yang pernah melahirkan di posuno dipilih 2 responden, keluarga yang mempunyai anggota keluarga (ibu) meninggal 1 responden, ibu yang pernah mengalami keguguran 2 responden, tokoh adat 2 responden, dukun bayi 2 responden, bidan 1 responden. Data kuantitatif diolah dengan SPSS dan disajikan dalam
bentuk distribusi frekuensi. Hasil analisis
penelitian dianalisis secara univariat, bivariat.
Analisis bivariat menggunakan uji chi square.
Hasil Penelitian Dan Pembahasan Karakteristik Responden
Sebagian besar responden berumur antara 20 – 35 tahun sebanyak (86,8%), dengan tingkat pendidikan terbanyak responden tidak sekolah (47%). Kebanyakan responden mempunyai lebih dari 6 anak sebanyak 32,2%, masih tingginya jumlah anak disebabkan oleh karena di Dusun Rohua ada aturan adat yang melarang wanita mengikuti KB (Keluarga Berencana).
Usia hamil pertama responden, sebagian besar hamil pertama pada usia 15 – 19 tahun sebanyak 70,6%. Hal ini menunjukkan masih banyaknya yang melakukan perkawinan usia dini.
Budaya praktek melahirkan perempuan suku Nuaulu.
Sebagian besar responden melahirkan dalam pengasingan di posuno yang tidak sesuai kesehatan sebesar 83,8%, sebelum melahirkan biasanya responden memeriksakan kehamilannya ke dukun bila ada keluhan (88,2%) dan pertolongan persalinan sebanyak 97,1% ditolong oleh dukun. Masa kehamilan bagi masyarakat suku Nuaulu dianggap sebagai hal yang alami sehingga pemeriksaan kehamilan kepada petugas kesehatan belum dipahami dengan baik, oleh karena itu masyarakat cenderung memeriksakan kehamilannya ke dukun, itupun kalau ada keluhan. Salah satu contoh kalau perut ibu terasa sakit, dukun akan mengurut perut ibu dengan tujuan untuk menghilangkan rasa sakit
43
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
sekaligus membetulkan posisi bayi dalam
kandungan. Walaupun demikian mereka juga memeriksakan kehamilannya setiap bulan di posyandu. Hal tersebut tidak sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa pemeriksaan kehamilan begitu penting dilakukan oleh para ibu hamil, karena kehamilan perlu dimonitoring secara menyeluruh untuk mengetahui kondisi ibu maupun janin yang sedang
dikandungnya.(Saifuddin,2006).
Sebagian besar pertolongan persalinan perempuan suku Nuaulu ditolong oleh dukun. Menurut tokoh adat bahwa pertolongan persalinan harus dilakukan oleh dukun karena
sudah merupakan tradisi aturan adat dan dukun
dipercaya sebagai Upu Nahatanah untuk
menolong persalinan serta mempunyai
kemampuan untuk mantra-mantra. Sedangkan
menurut Safe Motherhood bahwa dalam
persalinan wanita harus ditolong oleh tenaga
kesehatan profesional yang memahami cara
menolong persalinan secara bersih dan aman,
demikian juga dalam pelayanan
obstetriessensial yang meliputi kemampuan
vasilitas pelayanan kesehatan untuk melakukan
tindakan dalam mengatasi resiko tinggi dan
komplikasi.(Manuaba,2001).
Tentu saja ini bertentangan dengan kondisi masyarakat suku Nuaulu di dusun Rohua di mana persalinan sebagian besar masih ditangani oleh dukun dan tempat melahirkan di posuno
dengan kondisi yang sangat sederhana. Hal ini didukung dengan masih tingginya angka kematian akibat persalinan 228 per 100.000 kelahiran di propinsi Maluku pada tahun 2012, sedangkan angka kematian bayi mencapai 59 sehingga hal ini perlu menjadi perhatian khusus
oleh Dinas Kesehatan Maluku .(Bapenas,2008).
Menurut laporan bidan dusun Rohua tempat penelitian, terdapat kematian bayi sebanyak 6 orang dari 85 kelahiran pada tahun 2007-2011.
Sebagian besar responden memberitahu tua-tua adat bila terjadi kesulitan dalam persalinan dan masa nifas karena tua-tua adat mempunyai peranan yang cukup penting dalam kehidupan masyarakat Nuaulu. Peranan tua-tua adat nampak dalam beberapa hal antara lain ketika terjadi kesulitan dalam persalinan dan
masa nifas di mana wanita masih berada di
posuno maka tua-tua adat berada di rumah adat
untuk mawe (bermusyawarah) dan berdoa
dengan air setelah itu air dibawa oleh
perempuan ke posuno untuk diminum dengan
harapan agar persalinan lancar. Untuk
membawa perempuan ke Rumah Sakit juga harus
dilakukan doa oleh tua-tua adat dulu agar
perempuan itu bersih secara adat baru dibawa
ke RS. Adanya kebiasaan yang demikian dapat
mengakibatkan keterlambatan dalam
pertolongan persalinan yang berakibat kematian
pada ibu dan bayi.
Faktor budaya sangat menentukan
seseorang dalam berperilaku sesuai kesehatan,
L.Green menyatakan bahwa faktor yang
mempermudah seseorang atau kelompok ke
dalam suatu pengalaman belajar yang mungkin
mendukung atau menghambat terbentuknya
perubahan perilaku kesehatan yaitu
pengetahuan, tradisi atau kebiasaan,
kepercayaan dan persepsi.(Green,L.W.2000).
Peran Petugas Kesehatan
Sebagian besar (67,6%) responden menilai peran petugas kesehatan dalam praktek
persalinan baik. Petugas kesehatan sudah
menjalankan tugasnya dengan baik yaitu
memberikan penjelasan tentang kesehatan ibu
dan anak (100%), sementara 95,6% responden
pernah mendapatkan penjelasan tentang
perawatan kehamilan dan responden pernah
mendapatkan penjelasan tentang persalinan
yang sehat(98,5%). Meskipun sudah diberi
penjelasan dari bidan tetapi karena adat masih
kuat, sehingga masyarakat tetap menjalankan
aturan adat yang sedang berlaku, seperti wanita
Nuaulu masih bersalin di Posuno dan dukun
masih berperan, hal ini yang membuat petugas
kesehatan harus bekerja keras dalam memberi
pemahaman kepada masyarakat. Hasil uji
statistik peran petugas kesehatan didapatkan
bahwa p.volue > α, (0,987>0,05). Artinya
bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
peran petugas kesehatan dengan praktek
perawatan persalinan dalam pengasingan
perempuan suku Nualulu dusun Rohua di
Pulau Seram Kabupaten Maluku Tengah.
Walaupun peran petugas kesehatan yang baik
namun tokoh adat maupun dukun sangat
berpengaruh dalam masyarakat Nuaulu
sehingga tenaga kesehatan dalam menjalankan
tugasnya untuk membantu proses persalinan
akan terhambat pada aturan adat dan budaya
pada masyarakat Nuaulu. Hal ini juga tidak
sesuai dengan teori Green bahwa dukungan
tenaga kesehatan ini merupakan factor
pemungkin (enabling factors) terhadap
terbentuknya suatu perilaku, dalam hal ini
adalah praktek perawatan persalinan dalam
pengasingan pada suku Nuaulu di Dusun
Rohua.
Hal ini mungkin disebabkan karena
tenaga kesehatan telah memberikan dukungan
yang baik kepada semua wanita hamil, namun
demikian ada factor lain yang mungkin
memberikan pengaruh lebih besar sehingga
wanita Nuaulu tetap melakukan praktek
44
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
persalinan dalam pengasingan di Posuno,
misalnya factor lingkungan, tingkat
pemahaman dari responden, adat-istiadat dan
lain-lain.
Kesimpulan
Budaya melahirkan dalam pengasingan pada wanita suku Nuaulu di dusun Rohua di Pulau Seram Kabupaten Maluku Tengah menunjukkan masih banyak wanita Nuaulu yang melakukan praktek perawatan persalinan yang tidak sesuai kesehatan karena tradisi yang sudah turun-temurun dan sampai sekarang masih dipertahankan. Kondisi seperti ini bisa merugikan wanita dan bayinya. Peran petugas kesehatan sudah baik tetapi karena masyarakat hidup dalam lingkungan adat yang masih kuat sehingga tradisi melahirkan di posuno hingga sekarang masih dipertahankan.
Masih diperlukan KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi) kepada tokoh adat dan dukun dalam menambah pengetahuan tentang budaya perawatan kehamilan yang sesuai kesehatan.
Daftar Pustaka 1. Saifuddin,A.B. Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. PT Bina Pustaka.Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.2006.
2. Peter Salker, Millenium Development Goals. Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional. Jakarta.2008
3. DepKes RI. Program Perencanaan ..Persalinan . Proyek Kesehatan Perempuan Dan kesejahteraan Keluarga. Jakarta. DepKes RI.2006
4. Dinas Kesehatan Propinsi Maluku. Profil Dinas Kesehatan Provinsi Maluku. Dinas Kesehatan Provinsi Maluku. Ambon. 2010.
5. Dinas Kesehatan Kabupaten Maluku Tengah. Profil Kesehatan Kabupaten Maluku Tengah Tahun 2008. Masohi. 2009.
6. Suradi Hp,dkk. Upacara Tradisional Daerah Maluku. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Ambon.1982.
7. Prawirohardjo,S. Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.20066.
8. Uneputty. Upacara Tradisional Daerah Maluku. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Ambon.1984.
9. Manuaba. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB untuk Pendidikan Bidan. EGC. Jakarta. 2001.
10.Bapenas. Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional. Badan
Pembangunan Nasional. Jakarta. 2001.
11.Green,L.W. Health Promotion Planning. An
Educational and Environmental Approach.
Second Edition. Mountain View-Toronto-
London.Mayfieltd Publishing Company. 2000.
12.Notoatmodjo,S. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Andi Offset. Yogyakarta. 2003.
13.Sri,H. Tantangan Akselerasi Penurunan AKI. Direktorat Bina Kesehatan Ibu. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. 2007.
14.Notoatmojo, S. Ilmu Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarata. Rineka Cipta. Jakarta. 2010.
45
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
Pengaruh Exercise (Abdominal Stretching
Exercise) Terhadap Penurunan Intensitas
Dismenore pada Remaja Putri
Herlinadiyaningsih1, Ketut Resmaniasih
2, Greiny Arisani
3
Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Palangka Raya
Abstrak
Latar Belakang Remaja adalah suatu fase perkembangan yang dinamis dalam kehidupan seseorang. Masa ini merupakan periode transisi dari masa anak ke masa dewasa yang ditandai dengan percepatan
perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial.1
Masa remaja sebagai suatu periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang melibatkan perubahan-perubahan
biologis, kognitif dan sosio-emosional.2
Salah satu tanda ke remajaan secara biologis, yaitu mulainya
remaja wanita mengalami menstruasi.3
Pada saat menstruasi masalah yang banyak dialami wanita
adalah rasa tidak nyaman atau rasa nyeri yang hebat dan hal ini biasa disebut dismenore.4
Dismenore berdampak kepada aktivitas belajar dan secara tidak langsung berdampak pada kualitas hidup remaja. Tujuan Penelitian Membuktikan Pengaruh exercise (abdominal stretching exercise) terhadap penurunan intensitas dismenore pada remaja putri di Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangkaraya. Metoda Penelitian Penelitian kuantitatif dengan desain penelitian Quasi Eksperimental. Rancangan yang digunakan adalah One group pretest-posttest with control group design. pengukuran intensitas nyeri dilakukan dengan menggunakan numeric VAS (visual analog scale) dengan skala 0-10.
Hasil Penelitian Penelitian dilakukan terhadap 42 responden yang terdiri dari kelompok Exercise dan
kelompok kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas nyeri pada kelompok exercise sebelum
intervensi sebagian besar responden pada skala nyeri nyeri 3 (23,8%) dan 5 (23,8%) dan sesudah
intervensi sebagian responden berada pada skala myeri 2 (23,8%) dan 3 (23,8%). Pada kelompok
kontrol skala nyeri pada bulan pertama sebagian besar responden berada pada nyeri dengan skala nyeri 5
(16,7%) dan pada bulan kedua responden mengalami nyeri dengan skala nyeri 4 (nyeri sedang), yaitu
sebesar 33,3%. Hasil uji paired t-test didapatkan ada perbedaan yang bermakna rata-rata intensitas nyeri
sebelum dan sesudah intervensi baik pada kelompok exercise (p value 0,000) maupun kelompok kontrol
value 0,000). Hasil uji Mann-Whitney pada kedua kelompok menunjukkan perbedaan yang signifikan
penurunan intensitas nyeri antara kelompok intervensi exercise dan kelompok kontrol dengan nilai (p
value 0,009). Nilai rata-rata penurunan kelompok exercise (26,10) lebih tinggi daripada rata-rata
penurunan intensitas nyeri pada kelompok kontrol (16,90). Kesimpulan Exercise efektif dalam menurunkan intensitas dismenore.
Kata Kunci : Exercise, remaja, dismenore
46
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
PENDAHULUAN Dismenore merupakan masalah
ginekologis yang paling umum dialami wanita baik wanita dewasa maupun wanita pada umur
remaja.1
Prevalensi kejadian dismenore terjadi hampir pada semua wanita disetiap Negara dengan rata-rata lebih dari 50% wanita disetiap
negara mengalami dismenore.2
Prevalensi dismenore tertinggi pada wanita remaja dengan perkiraan antara 20-90%. Di Indonesia angka kejadian dismenore sebesar 64,25% yang terdiri dari 54,89% dismenore primer dan 9,36% dismenore sekunder. Dismenore yang paling banyak terjadi pada remaja wanita adalah
dismenore primer (primary dysmenorrhea).5
Dismenore primer dialami oleh 60-75% wanita muda dengan 3/4 dari jumlah wanita tersebut mengalami nyeri ringan sampai sedang dan 1/4
lagi mengalami nyeri berat.6
Dismenore Primer merupakan nyeri menstruasi yang terjadi bukan karena adanya gangguan fisik tetapi karena adanya jumlah prostaglandin yang berlebihan pada darah menstruasi sehingga terjadi hiperaktivitas
uterus.7
Selama fase luteal dan aliran menstruasi berikutnya PGF2α disekresi. Pelepasan PGF2α meningkatkan amplitudo dan frekuensi kontraksi uterus dan menyebabkan vasospasme arteriol uterus sehingga mengakibatkan iskemia dan kram abdomen
bawah yang bersifat siklik.8
Dismenore menimbulkan dampak bagi kegiatan atau aktivitas para wanita khususnya remaja. Dismenore membuat wanita tidak dapat beraktivitas secara normal dan memerlukan pengobatan. Keadaan tersebut menyebabkan
menurunnya kualitas hidup wanita.9
Dismenore ini setidaknya menganggu 50% wanita umur reproduksi dan 60-80% pada remaja dan 67% pada umur dewasa yang mengakibatkan banyak
absensi pada sekolah, kuliah maupun kerja.3
Dismenore primer mempengaruhi kualitas hidup sebesar 40-90% wanita dimana 1 dari 13 yang mengalami dismenore tidak hadir bekerja
dan sekolah selama 1-3 hari setiap bulannya.10
Penanganan awal pada penderita
dismenore primer adalah dengan memberikan
obat-obatan penghilang rasa nyeri dan sebesar 80% penderita mengalami penurunan rasa nyeri setelah minum obat penghambat prostaglandin, yaitu NSAIDs (non-steroids anti-inflamatory drugs) berupa ibuprofen, naproksan, asam mefenamat dan aspirin banyak digunakan
sebagai terapi awal untuk dismenore.11
Tetapi obat-obatan tersebut memiliki efek samping gangguan gastrointestinal seperti nause,
dispepsia dan muntah-muntah.12
Manajemen non-farmakologis lebih aman
digunakan selain sederhana, mudah dilakukan,
minimal efek samping, tidak memerlukan biaya
dan bersifat preventif juga tidak menimbulkan
efek samping. Ada beberapa cara non-
farmakologis untuk meredakan dismenore, yaitu
kompres hangat/mandi air hangat, massase,
distraksi, latihan fisik/exercise, tidur cukup, diet
rendah garam dan peningkatan penggunaan
diuretik alami.13
Sehingga dapat disimpulkan
bahwa exercise merupakan salah satu manajemen
non farmakologis sederhana yang dapat
mengurangi keluhan dismenore. Exercise sangat dianjurkan untuk
mengurangi dismenore. Exercise merupakan salah satu teknik rileksasi yang dapat digunakan untuk mengurangi nyeri. Hal ini disebabkan saat melakukan exercise tubuh akan menghasilkan endorphin. Hormon ini berfungsi sebagai obat penenang alami yang diproduksi otak sehingga menimbulkan rasa nyaman.
14
Kadar endorphin dalam tubuh yang meningkat dapat mengurangi rasa nyeri pada saat kontraksi. Latihan fisik/exercise terbukti dapat meningkatkan kadar endorphin empat sampai lima kali didalam darah, sehingga semakin banyak melakukan exercise maka semakin
tinggi pula kadar endorphin.11
Peningkatan endorphin terbukti berhubungan erat dengan penurunan rasa nyeri, sehingga latihan fisik/exercise dapat efektif dalam mengurangi masalah nyeri terutama
dismenore pada remaja14
. Selain itu, exercise dapat dilakukan sendiri oleh remaja dan merupakan salah satu manajemen non farmakologis yang lebih aman digunakan tanpa efek samping karena menggunakan proses
fisiologis.15
Hal ini didukung hasil penelitian yang menyatakan exercise efektif dalam
menurunkan dismenore primer.16
Penelitian menyatakan bahwa senam dismenore efektif untuk menurunkan dismenore
primer pada remaja.12
Penelitian lain menyatakan bahwa intervensi home-based exercise memberikan peningkatan yang signifikan dalam mengurangi dismenore
primer.16
Penelitian mengenai intervensi dengan posisi dada-lutut (knee chest position) ternyata dapat mengurangi rasa sakit dan
gangguan menstruasi pada dismenore primer.17
Kemudian penelitian lain mengenai exercise menyatakan bahwa paket pereda (kombinasi air putih dan exercise) terbukti efektif dalam menurunkan intensitas nyeri pada remaja
dengan dismenore.18
47
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
Salah satu cara exercise untuk
menurunkan intensitas dismenore adalah
dengan melakukan abdominal stretching
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Penatalaksanaan Dismenore
untuk Mengatasi Dismenore pada Kelompok Exercise dan
Kelompok Kontrol
exercise yang merupakan suatu latihan peregangan otot terutama pada perut yang
Kelompok
Kelompok
dilakukan selama 10 menit. Latihan ini Jenis Penanganan Exercise Kontrol
dirancang khusus untuk meningkatkan
kekuatan otot, daya tahan dan fleksibilitas
sehingga diharapkan dapat mengurangi
dismenore.
METODA PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain penelitian Quasi Eksperimental.
Rancangan yang digunakan adalah One group
pretest-posttest with control group design. Pada
desain ini dilakukan tes pada satu kelompok
dengan intervensi berupa exercise yaitu
kelompok di observasi sebelum dilakukan
intervensi kemudian diobservasi kembali
setelah intervensi di lain waktu dengan
f % f %
Minum Obat 11 52,4 8 38,1
Kompres Hangat 1 4,8 7 33,3
Istirahat 2 9,5 2 9,5
Minum Jamu 5 23,8 4 19,1
Minum Air Putih 2 9,5 0 0
Jumlah 21 100 21 100
Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar
responden melakukan penanganan terhadap
dismenore dengan meminum obat dengan
persentase sebesar 52,4% pada kelompok
exercise dan 38,1% pada kelompok kontrol.
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Intensitas Nyeri Menstruasi
Sebelum dan Sesudah pada Kelompok Exercise
kelompok kontrol. Intensitas Sebelum Intensitas Sesudah
HASIL PENELITIAN Hasil uji homogenitas responden berdasarkan umur, lama menstruasi, kecemasan, riwayat
dismenore dan nyeri sebelum diberikan
intervensi pada kelompok intervensi Exercise
dan kelompok kontrol dapat dilihat pada tabel
dibawah ini :
Tabel 1 Hasil Uji Homogenitas Responden Pada Kelompok
Intervensi Exercise dan Kelompok Kontrol
Nyeri f % Nyeri f %
2 3 14,3 0 2 9,5
3 5 23,8 1 4 19
4 2 9,5 2 5 23,8
5 5 23,8 3 5 23,8
6 2 9,5 4 2 9,5
7 3 14,3 5 3 14,3
8 1 4,8
Jumlah 21 100 Jumlah 21 100
Tabel 3 disimpulkan bahwa persentase terbesar
Variabel
Kelompok Exercise
Kelompok Kontrol p
intensitas nyeri sebelum dilakukan intervensi
pada kelompok exercise sebesar 23,8% adalah
Mean SD Mean SD value
Umur (tahun) 18,140,727 18,24 0,625 0,601
Lama menstruasi 5,571,287 5,861,493 0,266
Kecemasan 39,196,794 40,677,657 0,487
responden yang mengalami nyeri dengan skala nyeri 3 dan 5 (nyeri sedang). Sedangkan persentase skala nyeri terbesar intensitas nyeri setelah dilakukan intervensi pada kelompok
Riwayat dismenore
1,190,402 1,240,436 0,465 exercise adalah responden mengalami nyeri
Nyeri sebelum 4,521,834 5,811,436 0,105
Tabel 1 dapat dilihat bahwa umur rata-rata
responden pada kelompok exercise 18,14 tahun
dan kelompok kontrol rata-rata umur responden
exercise 5,57 hari sedangkan kelompok kontrol
rata-rata lama menstruasi 5,86 hari. Rata-rata
skor kecemasan kelompok exercise dan
kelompok kontrol berada pada tingkat
kecemasan normal, yaitu 39,19 dan 40,67.
Rata-rata responden pada kedua kelompok
memiliki riwayat dismenore.
Pada kelompok exercise skala nyeri rata-rata
sebelum, yaitu 4,52 sedangkan pada kelompok
kontrol rata-rata skala nyeri sebelum intervensi
sebesar 5,81.
48
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
dengan skala nyeri 2 dan 3 (nyeri ringan), yaitu
sebesar 23,8%.
Tabel 4 Distribusi Frekuensi Intensitas Nyeri
Menstruasi
Sebelum dan Sesudah pada Kelompok Kontrol
(tanpa
intervensi)
Nyeri f % Nyeri f %
2 1 2,4 2 3
7,1
4 1 2,4 3 1
2,4
5 7 16,7 4 7 33,3
6 6 14,3 5 5 23,8
7 3 7,1 6 4 19
8 3 7,1 7 1
4,8
Jumlah 21 100 Jumlah 21
100
49
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
Sesudah 0,74 0
1,847 0,00
* 0 lutheal menyebabkan
tanpa 21 4,43±1,399 dalam jumlah besar.20
Berdasarkan tabel 4 dapat disimpulkan
persentase terbesar intensitas nyeri pada bulan
pertama (tanpa diberikan intervensi) pada
kelompok kontrol sebesar 16,7% adalah
dan sesudah (tanpa intervensi) pada kelompok
kontrol. Tabel 7 Perbedaan Intensitas Nyeri Sebelum dan Sesudah
Intervensi pada Kelompok Exercise dan Kelompok Kontrol
responden yang mengalami nyeri dengan skala Intensitas Nyeri N Median
Min- Mean p
nyeri 5 (nyeri sedang). Sedangkan persentase
skala nyeri terbesar intensitas nyeri setelah (tanpa diberikan intervensi) pada kelompok
Selisih Skor
Intensitas Nyeri Kelompok
Max Rank value
21 1 0-4 26,10
kontrol adalah responden mengalami nyeri Exercise
Selisih Skor 0,011*
dengan skala nyeri 4 (nyeri sedang), yaitu sebesar 33,3%.
Intensitas Nyeri
Kelompok 21 2 0-3 16,90
Tabel 5 Perbedaan Intensitas Nyeri Sebelum dan Sesudah
Intervensi pada Kelompok Exercise
Kontrol
Berdasarkan tabel 7 dapat diketahui bahwaIntensitas
Nyeri
Sebelum
n Mean±SD
Koefisien Korelasi
(r)
Perbedaan Rerata (IK
95%)
p
value
hasil uji statistik nilai p value sebesar 0,011
(p<0,05) maka secara statistik dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
Exercise 21 4,52±1,834
Sesudah 21 2,48±1,537
Exercise
0,901
1,681- *
2,414 0,000
bermakna penurunan intensitas nyeri antara kelompok intervensi exercise dan kelompok kontrol (tanpa intervensi).
Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa nilai
rata-rata skala intensitas nyeri responden
sebelum intervensi exercise adalah sebesar 4,52
dan sesudah intervensi exercise adalah 2,48 dapat
disimpulkan terjadi penurunan nilai rata- rata
intensitas nyeri pada responden sebelum dan
sesudah intervensi exercise sebesar 2,04. Dari
hasil analisis diatas didapatkan nilai p value
sebesar 0,000 (p<0,05), maka secara statistik
dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
rerata intensitas nyeri yang signifikan antara
sebelum dan sesudah diberikan intervensi pada
kelompok intervensi exercise.
Tabel 6 Perbedaan Intensitas Nyeri Sebelum dan Sesudah
Intervensi pada Kelompok Kontrol
Penurunan intensitas nyeri pada kelompok
exercise memiliki nilai rata-rata lebih tinggi
dibandingkan kelompok kontrol (tanpa
intervensi), yaitu sebesar 26,10 dan kelompok
kontrol sebesar 16,90 dapat disimpulkan bahwa
pemberian intervensi exercise berpengaruh
dalam menurunkan intensitas nyeri menstruasi
dibandingkan tanpa diberikan intervensi.
PEMBAHASAN
Nyeri menstruasi merupakan nyeri saat menstruasi (dismenore) yang terjadi akibat keluarnya prostaglandin dari sel-sel dinding endometrium yang mengalami deskuamasi akibat perubahan hormon estrogen dan progesteron yang turun secara tiba-tiba yang diakibatkan oleh iskemia jaringan.
19 Sejak
Intensit
Nyeri n Mean±SD
Koefisien Korelasi
Perbedaan Rerata p
value ovulasi dianggap mengawali kejadian dismenore primer. Hormon-hormon ovarium
Sebelum tanpa
(r) (IK 95%) 21 5,81±1,436
dianggap terlibat dalam produksi prostaglandin intrauteri. Kadar estrogen yang tinggi saat fase
intervens
intervens
0,915- produksi prostaglandin
Penelitian selanjutnya menunjukkan
bahwa aksi prostaglandin dalam uterusBerdasarkan tabel 6 dapat diketahui bahwa nilai rata-rata skala intensitas nyeri responden
sebelum (tanpa intervensi) pada kelompok
kontrol adalah sebesar 5,81 dan sesudah (tanpa
intervensi) adalah 4,43 terjadi penurunan nilai
rata-rata intensitas nyeri pada responden
sebelum dan sesudah (tanpa intervensi) pada
kelompok kontrol, yaitu sebesar 1,38. Dari hasil
analisis diatas didapatkan nilai p value sebesar
0,000 (p<0,05), maka secara statistik dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rerata
intensitas nyeri yang signifikan antara sebelum
50
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
tergantung pada kadar hormon progesteron dimana tingginya kadar progesteron menyebabkan uterus resisten terhadap stimulasi prostaglandin dan saat awal menstruasi kadar progesteron yang rendah menyebabkan uterus tidak resisten terhadap kadar prostaglandin
sehingga menyebabkan nyeri menstruasi.21
Berdasarkan hasil analisis univariat
terhadap nyeri sebelum dan sesudah diberikan
intervensi pada kedua kelompok menunjukkan
bahwa intensitas nyeri menstruasi pada
kelompok exercise dan kelompok kontrol
(tanpa intervensi) sebelum pemberian
51
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
intervensi berada pada tingkatan nyeri berat dan
sedang sedangkan sesudah diberikan intervensi
terhadap kedua kelompok terjadi penurunan
intensitas nyeri menjadi sedang dan nyeri
ringan serta tidak ada responden yang mengalami
nyeri berat.
Salah satu manajemen non-farmakologis
yang sangat dianjurkan untuk mengurangi nyeri
menstruasi adalah dengan melakukan exercise
yang berupa gerakan peregangan otot perut
(abdominal stretching exercise). Exercise
merupakan salah satu teknik relaksasi yang
dapat digunakan untuk mengurangi nyeri. Hal
ini disebabkan saat melakukan exercise tubuh
akan menghasilkan endorphin. Hormon ini
berfungsi sebagai obat penenang alami yang
diproduksi otak sehingga menimbulkan rasa
nyaman dan mengurangi rasa nyeri pada saat
menstruasi. Dismenore dapat menimbulkan dampak
bagi kegiatan atau aktivitas para wanita khususnya remaja. Dismenore membuat wanita tidak dapat beraktivitas secara normal dan memerlukan pengobatan. Keadaan tersebut menyebabkan menurunnya kualitas hidup
wanita.19
Dismenore ini setidaknya menganggu
50% wanita umur reproduksi dan 60-80% pada remaja dan 67% pada umur dewasa yang mengakibatkan banyak absensi pada sekolah,
kuliah maupun kerja.5
Dismenore primer mempengaruhi kualitas hidup sebesar 40-90% wanita dimana 1 dari 13 yang mengalami dismenore tidak hadir bekerja dan sekolah
selama 1-3 hari setiap bulannya.15
Banyak cara untuk menghilangkan atau
menurunkan dismenore baik secara
farmakologis maupun non-farmakologis.
Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa sebagian
besar responden baik pada kelompok intervensi
exercise dan kelompok kontrol mengatasi
dismenore dengan cara meminum obat hanya
sebagian kecil responden yang mengatasi
dismenore dengan menggunakan manajemen
non-farmakologis. Sebagian besar wanita menggunakan
obat-obatan yang berfungsi secara kuratif dimana pada umumnya 50-60% wanita diantaranya memerlukan obat-obatan analgesik untuk mengatasi masalah dismenore ini.
12,18
Penanganan awal pada penderita dismenore primer adalah dengan memberikan obat-obatan penghilang rasa nyeri dan sebesar 80% penderita mengalami penurunan rasa nyeri setelah minum obat penghambat prostaglandin, yaitu NSAIDs (non-steroids anti-inflamatory drugs) berupa ibuprofen, naproksan, asam mefenamat dan aspirin banyak digunakan
sebagai terapi awal untuk dismenore.11
Tetapi
obat-obatan tersebut memiliki efek samping gangguan gastrointestinal seperti nause,
dispepsia dan muntah-muntah.12
Berdasarkan hasil analisis statistik
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata
intensitas nyeri yang signifikan antara sebelum
dan sesudah diberikan intervensi pada
kelompok intervensi exercise. Terjadi
penurunan rata-rata intensitas nyeri sebelum
dan sesudah intervensi exercsise dan korelasi
rata-rata intensitas nyeri sebelum intervensi dan
sesudah intervensi termasuk kategori kuat
sehingga dapat disimpulkan bahwa exercise
mempengaruhi intensitas nyeri menstruasi
sehingga terjadi penurunan intensitas nyeri
menstruasi. Exercise merupakan salah satu
manajemen non farmakologis yang lebih aman digunakan karena menggunakan proses fisiologis tubuh. Exercise merupakan salah satu teknik rileksasi yang dapat digunakan untuk
mengurangi nyeri.15
Remaja dengan dismenore akan mengalami nyeri (kram) pada saat menstruasi terutama pada abdomen bagian
bawah yang bersifat kronis dan siklik.22
Selain itu, kontraksi yang kuat dan lama pada dinding uterus menyebabkan terjadi kelelahan otot dan physical inactivity maka diperlukan exercise
untuk menghilangkan kram otot tersebut.23
Salah satu cara exercise untuk
menurunkan intensitas nyeri menstruasi adalah
dengan melakukan latihan peregangan otot
perut (abdominal stretching exercise). Latihan
peregangan otot perut membantu meningkatkan
perfusi darah ke uterus dan merileksasikan otot-
otot uterus, sehingga tidak terjadi metabolisme
anaerob yang akan menghasilkan asam laktat.
Oleh karena asam laktat tidak terbentuk, implus
nyeri yang diterima serabut syaraf tipe C tidak
adekuat. Sehingga tidak adekuatnya implus
nyeri yang diterima serabut nyeri tipe C,
substansi P tidak disekresikan dan pintu
gerbang substansia gelatinosa (SG Gate)
menjadi tidak terbuka sehingga tidak terjadi
penurunan informasi intensitas nyeri yang akan
dipersepsikan di korteks serebri.16,24
Exercise (abdominal stretching exercise) juga mempengaruhi proses fisiologis dalam
tubuh melalui sistem hipofisis pituitari adrenal
(HPAaxis). Jalur HPAaxis melepas hormon
CRF (corticotropin releasing factor).
Selanjutnya CRF merangsang kelenjar pituitari
untuk mempengaruhi medula adrenal dalam
meningkatkan produksi prooploidmelanocortin
sehingga enkephalin juga meningkat. Kelenjar
pituitari yang menghasilkan β-endorphin
sebagai neurotransmiter yang dapat
mempengaruhi suasana hati menjadi rileks dan
52
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
sebagai obat untuk mengurangi rasa sakit. Kadar endorphin dalam tubuh yang meningkat dapat mengurangi rasa nyeri pada saat
kontraksi.25
Exercise memiliki hubungan yang signifikan dengan penurunan tingkat keletihan
otot.26
Hal ini dapat disimpulkan bahwa dengan melakukan exercise akan mengurangi keletihan/kelelahan otot terutama pada abdomen bawah sehingga intensitas nyeri dapat menurun. Penelitian menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara partisipasi
dalam olahraga dengan dismenore primer.11
Penelitian lain membuktikan bahwa intervensi dengan posisi dada lutut (knee chest position) dapat digunakan bersama dengan HMP untuk mengurangi rasa sakit dan
gangguan menstruasi pada dismenore primer.17
Hal ini didukung oleh Penelitian yang menyatakan bahwa intervensi home-based exercise memberikan peningkatan yang signifikan dalam mengurangi dismenore
primer.16
Kemudian penelitian lain mengenai exercise menyatakan bahwa paket pereda (kombinasi air putih dan exercise) terbukti efektif dalam menurunkan intensitas nyeri pada
remaja dengan dismenore.18
KESIMPULAN 1. Pada kelompok exercise persentase terbesar
tingkat skala nyeri sebelum dilakukan
intervensi adalah 3 (23,8%) dan 5 (23,8%)
dan persentase terbesar tingkat skala nyeri
setelah dilakukan intervensi adalah skala
nyeri 2 (23,8%) dan skala nyeri 3 (23,8%)
sedangkan pada kelompok kontrol (tanpa
intervensi) persentase tingkat skala nyeri
terbesar bulan pertama (tanpa intervensi)
adalah 5 (16,7%) sedangkan persentase
terbesar tingkat skala nyeri bulan kedua
(tanpa intervensi) adalah 4 (33,3%). 2. Secara statistik terdapat perbedaan rerata
intensitas nyeri yang signifikan antara sebelum dan sesudah diberikan intervensi pada kelompok exercise (p value < 0,05).
3. Secara statistik terdapat perbedaan rata-rata
intensitas nyeri yang signifikan antara
sebelum dan sesudah (tanpa intervensi) pada
kelompok kontrol (p value < 0,05). 4. Secara statistik secara statistik dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan bermakna penurunan intensitas nyeri antara kelompok intervensi exercise dan kelompok kontrol ( p value < 0,05).
SARAN Sebagai bahan masukan atau pertimbangan untuk dijadikan sebagai bagian dari intervensi kebidanan dalam pengelolaan remaja yang mengalami dismenore dengan menggunakan manajemen non-farmakologis yang lebih bersifat preventif serta meningkatkan asuhan kebidanan yang holistik pada remaja yang mengalami dismenore dengan pilihan alternatif pengobatan yang lebih sederhana, mudah dilakukan dan minimal efek samping.
DAFTAR PUSTAKA 1. F.J. Monks, Koers, Haditomo.S.R. Psikologi
perkembangan : pengantar dalam berbagai bagiannya. Gajah Mada University Press : Yogyakarta. 2002.
2. Santrock. J.W. Perkembangan anak jilid 11 edisi 2. Erlangga :. 2009.
3. Schwartz. M.W. Pedoman klinis pediatric. EGC : Jakarta. 2005.
4. Sarwono.W. Psikologi remaja edisi revisi. PT. Raja Grafindo Persada : Jakarta. 2013.
5. Proverawati. A & Misaroh.S. Menarceh :
menstruasi pertama penuh makna. Nuha
Medika : Yogyakarta. 2009. 6. French. L. Dysmenorrhea volume 71.
American Family Physician Academic Research Library Michigan State University
College of Human Medicine.
http://www.aafp.org/afp. 2009. 7. Liliawayi, Verna, Khairani. Dysmenorrhoea
and its effect on school activities among adolescent girls in a rural school in Selangor Malaysia. Med & Health. 2007.
8. Info Sehat. Nyeri haid bisa karena stress:
situs kesehatan keluarga. Available from :
http://www.infosehat.com/inside_level2.asp ?artid=829&secid=&intid=4. 2008.
9. Hendrik. Problema haid : tinjauan syariat islam dan medis cetakan I. PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri : Solo. 2006.
10.Tambayong.J. Patofisiologi untuk keperawatan. EGC : Jakarta. 2000.
11.Dawood. M. Y. Primary dysmenorrhoae : advances in pathogenesis and management
volume 108. Clinical Expert Series :
American College of Obstretricians and
Gynecologists. 2006. 12.Harel. Z. Dysmenorrhoae in adolescent and
young adults : etiology and management. North American Society for Pediatric and Adolescent Gynecology : Published Elsevier. 2006.
13.Bobak, Lowdermilk, Jensen. Buku ajar keperawatan maternitas edisi 4. EGC : Jakarta. 2004.
53
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
14.Suparto. A. efektivitas senam dismenore
dalam mengurangi dismenore pada remaja
putrid. Phederal Vol 4 No.1. Sumenep :
STIKIP PGRI. 15.Woo.P, Mc. Eneaney.M.J. New strategies to
treat primary dysmenorrhoae the clinical advisor. Available from : http://www.clinicaladvisor.com/new- strategies-to-treat-primary- dysmenorrhea/article/190249/. 2010.
16.Ozlem O, Iiknur G, Aysel D, Ikbal K, Serap S, Emel U, Melahat Y, Kevser G, Hasim C.
Impact of home-based exercise on quality of
life of women with primary dysmenorrhoea.
Department of Physical Medicine and
Rehabilitation. 2013. 17.Mahishale Aratil, Mascarenhas Dinika,
Patted Shobhana. Effect of knee chest position in primary dysmenorrhoea : a randomized controlled trial. Indian Journal of Physiotheraphy and Occupational Therapy. 2013.
18.Ningsih. R. Efektifitas Paket pereda terhadap intensitas nyeri pada remaja dengan dismenore di SMAN Kecamatan Curup. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia : Jakarta [Tesis]. 2011.
19.Prawirohardjo. S. Ilmu kebidanan. YBP-SP : Jakarta. 2010.
20.Ahrendt. H.J, Karck. U, Pichi. T, Mueller. T, Ernst U. The Effect of an oestrogen-free, desogesrel-containing oral contraceptive in women with cyclical symptoms : Results from two studies on oestrogen-related symptoms and dysmenorrhoae. European Society of Contraception : Informa Health Care. 2007.
21.Lumsden. M. A. Dysmenorrhoea. Women’s Health Medicine Volume . 2005.
22.Daley.A.J. Exercise and primary
dysmenorrhoae : a comprehensive and
critical review of the literature. J. Sport
Medicine. 2008. 23.Jhamb. M, Weisbord. S.D, Steel. J.L,
Unruh. M. Fatigue in patients receiving maintenance dialysis : a review of definitions, measures and contributing factors. AMJ Kidney. 2008.
24.Potter. P.A, Perry. A.G. Fundamentals of nursing : concepts, process and practice : fourth edition. USA : Mosby-year Book Inc. 2006.
25.Guyton. A.C, Hall. J.E. Buku ajar fisiologi kedokteran (textbook of medical physiology) 11
th ed. EGC : Jakarta. 2007.
26.Daniel. S.E, Talwalker.S, Torri. S, Snabes. M.C, Recker.D.P, Verburg. K.M.
Valdecoxib, a cyclooxygenase-2-specific
inhibitor; is effective in treating primary
dysmenorrhea. Obstetrics and Gynecology
Elsevier Science : New York. 2002.
54
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
Perilaku Konsumsi Makanan Jajanan pada Siswa SMP Negeri 2
Colomadu Karanganyar
Mursudarinah
ABSTRAK
Latar Belakang: Pemberian makan yang baik harus sesuai dengan jumlah, jenis dan jadwal
pada umur anak tertentu. Ketiga hal tersebut harus terpenuhi sesuai usia anak secara keseluruhan, bukan
hanya mengutamakan jenis tapi melupakan jumlahnya atau sebaliknya memberikan jumlahnya yang
cukup tapi jenisnya sudah cukup banyak tapi jenis makanannya kurang mengandung nilai gizi yang
baik. Pada Umumnya kebiasaan yang sering menjadi masalah adalah kebiasaan makan di kantin atau di
warung di sekitar sekolah dan kebiasaan makan fast food. Tujuan: Mengetahuan siswa tentang
makanan jajanan yang sehat perilaku konsumsi makanan jajanan pada siswa Luaran penelitian ini
adalah publikasi ilmiah dalam jurnal lokal yang mempunyai ISSN. Metode: Desain penelitian yang
digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan potong lintang (cross sectional). Teknik pengumpulan
data yang digunakan untuk mengumpulkan data primer dengan menggunakan kuesioner terstruktur. Hasil:
pada pengetahuan baik terdapat 40 siswa yang memilih jajan di dalam kantin, hal ini menunjukkan
dalam hal memilih tempat jajan siswa lebih banyak memilih jajan di dalam kantin sekolah
dibandingkan jajan di luar kantin. Hasil Chi Square menunjukkan nilai 2
= 7, 320 dan p = 0,
026, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan siswa tentang jajanan dengan
tempat jajan siswa; pada pengetahuan baik terdapat 27 siswa yang memilih jenis jajanan naget, hal ini menunjukkan bahwa dalam hal jenis jajanan siswa lebih banyak memilih naget dibanding jenis jajanan
lain. Hasil Chi Square menunjukkan nilai 2
= 6, 353 dan p = 0, 174, artinya terdapat hubungan yang
tidak signifikan antara pengetahuan siswa tentang jajanan dengan jenis pilihan jajanan siswa; pada pengetahuan baik terdapat 29 siswa yang jajan setiap istirahat, hal ini menunjukkan bahwa kebanyakan
siswa jajan pada setiap istirahat. Hasil Chi Square menunjukkan nilai 2
= 23, 856 dan p = 0, 000,
artinya terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan siswa tentang jajanan dengan frekuensi jajan; pada pengetahuan baik terdapat 26 siswa yang jajan karena alasan murah harganya, hal ini menunjukkan bahwa kebanyakan siswa memilih jajanan karena murah harganya. Hasil Chi Square
menunjukkan nilai 2
= 23, 856 dan p = 0, 000, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara
pengetahuan siswa tentang jajanan dengan alasan memilih jajanan.
Kata Kunci: Perilaku Konsumsi, Makanan Jajanan.
55
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
Behavior of Consuming Snacks in The Students of SMP Negeri 2
Colomadu Karanganyar
Mursudarinah
ABSTRACT
Background: A good feeding must be in accordance with the amount, the kind, and the
schedule of children in a certain age. The three categories must be met according to the children’s age
thoroughly, not only prioritizing on the kind but forgetting the amount or in contrary, giving an enough
amount but the kinds of foods lack of good nutrient content. Commonly, habits which often become the
problem are habit of eating in the canteen or in the food stall around the school and habit of eating fast
food. Objectives: To give knowledge to the students about the healthy snacks and to know about the
behavior of consuming snacks in the students. The output of this research is a scientific publication in a
local journal which has ISSN. Method: The design of research which was used was descriptive with the
cross sectional approach. The technique of data collection which was used to collect the primary data
using a structured questionnaire. Results: in the good knowledge, there were 40 students who chose to
buy snacks in the canteen, it showed that in choosing the place of buying snacks, more students chose to
buy the snacks in the school canteen than to buy the snack outside the canteen. The results of Chi
Square revealed the score of 2
= 7,320 and p = 0, 026, it meant that there was a significant correlation
between the students’ knowledge on the snacks and the students’ place of buying snacks; in the good
knowledge, there were 27 students who chose a kind of nugget snack, it showed that in the matter of the
kind of the snacks, more students chose nugget than kinds of other snacks. The results of Chi Square
revealed the score of 2
= 6, 353 and p = 0, 174, it meant that there was a insignificant correlation
between the students’ knowledge on the snacks and the students’ preference kinds of snacks; in the
good knowledge, there were 29 students who buying snacks in every break time, it showed that most of
students bought snacks in every break time. The results of Chi Square revealed the score of 2
= 23, 856
and p = 0, 000, it meant that there was a significant correlation between the students’ knowledge on the
snacks and the frequency of buying snacks; in the good knowledge, there were 26 students who bought
snacks because of the cheap price, it showed that most of students bought snacks because of the cheap
price. The results of Chi Square showed the score of 2
= 23, 856 and p = 0, 000, it meant that there was
a significant correlation between the students’ knowledge on the snacks and the reason of choosing the
snacks.
Keywords: Behavior of Consuming, Snacks.
56
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
A. PENDAHULUAN Pada dasarnya, proses tumbuh kembang
anak dapat dibagi menjadi beberapa periode, yaitu masa janin atau pralahir, masa bayi, prasekolah, masa sekolah dasar/ masa usia sekolah dan masa remaja. Remaja merupakan asset bangsa untuk terciptanya generasi mendatang yang baik. Masa remaja atau adolescence adalah waktu terjadinya perubahan- perubahan yang berlangsungnya cepat dalam hal pertumbuhan fisik, kognitif, dan psikososial atau tingkah laku. (Meryana 2014.)
Usia remaja merupakan usia peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa remaja banyak perubahan yang terjadi karena bertambahanya masa otot, bertambahnya jaringan lemak dalam
tubuh. Remaja dianggap mampu membuat
keputusan dalam kehidupan mereka daripada
ketika mereka masih anak-anak. Teman sebaya dan
kehidupan social mendorong mereka untuk
memilih antara minum alcohol atau tidak, merokok
atau tidak. Remaja sering menentukan sendiri
makanan yang akan di konsumsi. Makanan
yang mereka pilih merupakan sebuah refleksi dari
berbagai factor, meliputi kebiasaan makan
keluarga, teman sebaya, dan pengaruh iklan atau
media dan ketersediaan makanan. Kualitas gizi
remaja ditentukan oleh pengaruh psikologis dan
social. (Depkes, 2014). Makanan jajanan merupakan makanan dan
minuman yang dipersiapkan dan atau dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat- tempat keramaian umum lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut (Almatsier S 2003). Menurut Baliwati, Y. F (2004), masalah
keracunan makanan sudah menjadi langganan di
Indonesia. Hampir setiap tahun kasus keracunan
selalu ada dan angka kejadiannya pun cukup
tinggi. Dari seluruh kasus keracunan makanan
yang ada, semua bersumber pada pengolahan
makanan tidak higienis.
Jajanan kaki lima dapat menjawab tantangan
masyarakat terhadap makanan yang murah,
mudah, menarik dan bervariasi sehingga anak-
anak tertarik untuk membelinya. Anak-anak
sekolah umumnya setiap hari menghabiskan
seperempat waktunya lebih banyak di sekolah
sehingga ada kecenderungan untuk
mengkonsumsi makanan yang ditawarkan di
sekolah. (Winarno FG, 1993) Menariknya,
makanan jajanan kaki lima menyumbang asupan
energi bagi anak sekolah sebanyak 36%, protein 29% dan zat besi 52%. Karena itu dapat dipahami peran penting makanan jajanan kaki lima pada pertumbuhan dan prestasi belajar anak sekolah. (Winarno FG, 1997)
Bahaya yang senantiasa mengancam
kesehatan anak usia sekolah karena perilaku makan
ini harus diperhatikan oleh semua pihak. Orang
tua, guru, persatuan orang tua murid dan guru,
pemerintah daerah khususnya departemen
pendidikan dan departemen kesehatan harus
mulai mengambil langkah cepat berkoordinasi
untuk melakukan upaya perbaikkan. Perlu
dipikirkan pembuatan peraturan atau
kebjaksanaan baik oleh pihak sekolah atau
instansi terkait sehingga dapat mengatasi masalah
ini. Peningkatan perhatian kesehatan anak usia
sekolah ini diharapkan dapat mengciptakan
peserta didik yang sehat, cerdas dan berprestasi. Makanan jajanan sekolah merupakan
masalah yang perlu menjadi perhatian masyarakat, khususnya orang tua, pendidik, dan pengelola sekolah. Makanan dan jajanan sekolah sangat beresiko terhadap cemaran biologis atau kimiawi yang banyak menganggu kesehatan, baik jangka pendek maupun jangka panjang (Februhartanty dan Iswaranti, 2004).
Anak sekolah rata-rata memilih makanan jajanan dengan kandungan energi dan protein yang rendah sehingga sumbangan energi dan protein dari makanan jajanan terhadap total
konsumsi sehari masih rendah. Berpedoman pada
Program PMT-AS, makanan jajanan diharapkan
mempunyai mutu gizi kurang lebih 200-300 kkal
untuk menyumbangkan kurang lebih 15-20%
terhadap total konsumsi energi. Rendahnya
sumbangan zat gizi dari makanan jajanan juga
disebabkan karena zat gizi dari makanan jajanan
juga disebabkan karena sebagian besar anak
Sekolah mengkonsumsi makanan jajanan yang
kandungan zat gizinya kurang beragam yaitu hanya
terdiri dari 1 atau 2 jenis zat gizi saja (Hermina,
dkk, 2000). Sedangkan dari segi kuantitas, porsi
makanan jajanan tradisional yang dijual di
lingkungan Sekolah Dasar disesuaikan dengan
daya beli anak sehingga porsinya relatif kecil.
(Rahayu TP, 2003).
METODE PENELITIAN
Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan potong lintang (cross sectional). Penelitian dilaksanakan di SMP
Negeri 2 Colomadu Kabupaten Karanganyar
bulan Agustus 2015 – Nopember 2015.
Populasi dalam penelitian ini adalah Siswa SMP
kelas VII sejumlah 255 siswa , sedangkan
sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
sejumlah 106 yaitu di SMP Negeri 2 Colomadu
Kabupaten Karanganyar. Variabel penelitian yang digunakan
adalah pengetahuan tentang konsumsi makanan jajanan dan perilaku tentang konsumsi makanan jajanan. Data yang digunakan adalah data primer
57
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
yang berasal dari hasil pengisian kuesioner oleh
responden dan data sekunder berupa data-data
siswa SMP Negeri 2 Colomadu. Teknik
pengumpulan data yang digunakan untuk
mengumpulkan data primer dengan
menggunakan kuesioner terstruktur. Data yang
diperoleh kemudian dianalisa dengan analisa
univariat (distribusi frekuensi).
B. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 3 di atas menunjukkan distribusi frekuensi
jenis makanan jajanan siswa yaitu sebanyak 18
siswa (17%) memilih jajanan jenis siomay,
sebanyak 69 siswa (33%) memilih jenis makanan
jajanan naget dan sebanyak 19 siswa (17, 9%)
memilih jajanan jenis bola mie.
d. Frekuensi Jajan Tabel 4 Distribusi
Frekuensi Frekuensi Jajan
1. Hasil Analisis Univariat Frekuensi Frekuensi Persentase
a. Pengetahuan tentang Jajanan Tabel 1 Jajan
Distribusi Frekuensi Pengetahuan tentang Jajanan
Pengetahuan Frekuensi Persentase
Kurang 45 42, 5
Setelah
Istirahat
Setiap
Jam
25 23, 6
59 55, 7
Cukup 35 33, 0 Baik 26 24, 5
Total 106 100, 0
Istirahat
Setiap
Istirahat,
Sumber: Data primer yang diolah. Sebelum dan
22 20, 8
Tabel 1 menunjukkan distribusi frekuensi
pengetahuan siswa tentang jajanan yaitu
sebanyak 45 siswa (42, 5%) memiliki
pengetahuan tentang jajanan kategori kurang,
sebanyak 35 siswa (33%) memiliki pengetahuan
kategori cukup dan sebanyak 26 siswa (24, 5%)
memiliki pengetahuan kategori baik.
b. Tempat Membeli Jajanan Tabel 2
Distribusi Frekuensi Tempat Membeli Jajanan
Tempat Frekuensi Persentase
Pulang
Total 106 100, 0
Sumber: Data primer yang diolah Tabel 4 di atas menunjukkan distribusi frekuensi
jajan siswa yaitu sebanyak 25 siswa (23, 6%)
jajan pada waktu setelah istirahat, sebanyak 59
siswa (55, 7%) jajan pada setiap jam istirahat dan
sebanyak 22 siswa (20, 8%) jajan setiap istirahat,
sebelum masuk, dan pulang sekolah. Alasan Memilih Jajanan Tabel 5 Distribusi Frekuensi Alasan Memilih Jajanan
Dalam 82 77, 4 Alasan Jajan Frekuensi Persentase
Kantin Luar
24 22, 6
Enak
Rasanya 38 35, 8
Kantin
Total 106 100, 0
Sumber: Data primer yang diolah.
Murah
Harganya
Menarik
Kemasannya
46 43, 4
22 20, 8
Tabel 2 menunjukkan distribusi frekuensi
pengetahuan siswa tentang jajanan yaitu
sebanyak 45 siswa (42, 5%) memiliki
pengetahuan tentang jajanan kategori kurang,
sebanyak 35 siswa (33%) memiliki pengetahuan
kategori cukup dan sebanyak 26 siswa (24, 5%)
memiliki pengetahuan kategori baik.
c. Jenis makanan Tabel 3 Distribusi Frekuensi Jenis Makanan Jajanan
Total 106 100, 0
Sumber: Data primer yang diolah.
Tabel 5 di atas menunjukkan distribusi frekuensi
alasan mengapa siswa membeli jajanan yaitu
sebanyak 38 siswa (35, 8%) membeli karena
enak rasanya, sebanyak 46 siswa (43, 4%) membeli
karena murah harganya dan sebanyak 22 siswa (20, 8%) membeli karena menarik kemasannya.
58
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016 Jenis Makanan
Frekuensi Persentase
Siomay 18 17, 0 Naget 69 65, 1
Bola Mie
19 17, 9
Total 106 100, 0
Sumber: Data primer yang diolah.
59
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
2. Hasil Analisis Bivariat a. Hubungan Pengetahuan dengan
Tempat Jajan
Tabel 6 Tabulasi Silang Hubungan
c. Hubungan Pengetahuan dengan Frekuensi Jajan
Tabel 8 Tabulasi Silang Hubungan Pengetahuan dengan Frekuensi Jajan
Pengetahuan dengan Tempat Jajan Frekuensi Setiap
Tempat Pengetahuan
Dalam Kantin Luar Kantin Total
F % F % F % Setelah Istiraha
Setiap Istiraha
Istirahat, Sebelum,
Total
Kurang 16 15, 1 10 9, 4 26 24, 5 t t dan
Sesudah
Cukup 26 24, 5 9 8, 5 35 33, 0 Baik 40 37, 7 5 4, 7 45 42, 5
Pengetahuan
Pulang
F % F % F % F %
Total 82 77, 4 24 22, 6 106 100, 0
2= 7, 320; p = 0, 026
Tabel 6 di atas menunjukkan bahwa pada
pengetahuan baik terdapat 40 siswa yang
memilih jajan di dalam kantin, hal ini
menunjukkan dalam hal memilih tempat jajan
siswa lebih banyak memilih jajan di dalam kantin
sekolah dibandingkan jajan di luar kantin. Hasil
Chi Square menunjukkan nilai 2
= 7, 320 dan p = 0, 026, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan siswa tentang jajanan dengan tempat jajan siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan pengetahuan siswa tentang jajanan dengan pemilihan tempat jajan. Tempat pilihan favorit siswa untuk jajan adalah di dalam kantin sekolah. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pengetahuan siswa tentang jajanan maka siswa akan lebih memilih jajan di kantin sekolah dibandingkan di luar kantin sekolah.
Kurang 3 2, 8 10 9, 4 13 12, 3 26 24, 5
Cukup 7 6, 6 20 18, 9 8 7, 5 35 33, 0
Baik 15 10, 6 29 27, 4 1 0, 9 45 42, 5
Total 25 23, 6 59 55, 7 22 20, 8 106 100, 0
2= 23, 859; p = 0, 000
Tabel 8 di atas menunjukkan bahwa pada
pengetahuan baik terdapat 29 siswa yang jajan
setiap istirahat, hal ini menunjukkan bahwa
kebanyakan siswa jajan pada setiap istirahat.
Hasil Chi Square menunjukkan nilai 2
= 23, 856
dan p = 0, 000, artinya terdapat hubungan yang
signifikan antara pengetahuan siswa tentang
jajanan dengan frekuensi jajan.
d. Hubungan Pengetahuan dengan
Alasan Memilih Jajanan Tabel 9 Tabulasi Silang Hubungan Pengetahuan dengan Alasan Memilih Jajanan
Alasan Enak Murah Menarik
Rasanya Harganya Kemasannya Total
b. Hubungan Pengetahuan dengan Jenis Pengetahuan F % F % F % F %
Jajanan Tabel 7 Tabulasi Silang Hubunan Pengetahuan dengan Jenis Jajanan
Kurang 7 6, 6 8 7, 5 11 10, 4 26 24, 5 Cukup 14 13, 2 12 11, 3 9 8, 5 35 33, 0
Baik 17 16, 0 26 24, 5 2 1, 9 45 42, 5
Total 38 35, 8 46 43, 4 22 20, 8 106 100, 0
Jenis Pengetahuan
Siomay Naget Bola Mie
Total 2= 16, 564; p = 0, 002
F % F % F % F %
Kurang 4 3, 8 17 16, 0 5 4, 7 26 24, 5
Cukup 8 7, 5 25 23, 6 2 1, 9 35 33, 0 Baik 6 5, 7 27 25, 5 12 11, 3 45 42, 5
Total 18 17, 0 69 65, 1 19 17, 9 106 100, 0
2= 6, 353; p = 0, 274
Tabel 7 di atas menunjukkan bahwa pada pengetahuan baik terdapat 27 siswa yang memilih jenis jajanan naget, hal ini menunjukkan bahwa dalam hal jenis jajanan siswa lebih banyak memilih naget dibanding jenis jajanan lain. Hasil
Chi Square menunjukkan nilai 2
= 6, 353 dan p = 0, 174, artinya terdapat hubungan yang tidak signifikan antara pengetahuan siswa tentang jajanan dengan jenis pilihan jajanan siswa.
Makanan jajanan memegang peranan penting
dalam memberikan kontribusi tambahan untuk
kecukupan gizi, khususnya energi dan protein.
Kebiasaan jajan di sekolah terjadi karena 3-4 jam
setelah makan pagi perut akan terasa lapar kembali.
60
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
Tabel 9 di atas menunjukkan bahwa pada
pengetahuan baik terdapat 26 siswa yang jajan
karena alasan murah harganya, hal ini
menunjukkan bahwa kebanyakan siswa memilih
jajanan karena murah harganya. Hasil Chi Square
menunjukkan nilai 2
= 23, 856 dan p = 0, 000,
artinya terdapat hubungan yang signifikan antara
pengetahuan siswa tentang jajanan dengan alasan
memilih jajanan.
C. SIMPULAN DAN SARAN
Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa mayoritas siswa memiliki pengetahuan yang rendah tentang pemilihan makanan jajanan dan perilaku tentang jajanan. Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan pihak
tenaga kesehatan setempat dapat meningkatkan
partisipasinya dalam meningkatkan pengetahuan
tentang makanan jajanan yang sehat untu anak
sekolah di area SMP Negeri 2 Colomadu
61
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
Kabupaten Karanganyar sehingga para siswa
sebagai generasi penerus bangsa terbiasa dengan
mengkonsumsi makanan yang sehat Hal ini dapat
diwujudkan juga oleh pihak sekolah untuk lebih
meningkatkan kualitas maupun kuantitas jajanan
di kantin sekolah dan lebih selektif memilih jenis
makanan yang ada di kantin sekolah. Diharapkan
pihak orang tua memberikan jajanan yang
berkualitas kepada anaknya dan lebih mengontrol
perilaku makan siswa di rumah. Pihak Dinas
Pendidikan Menyediakan kantin yang berkualitas
di setiap Sekolah Negeri. Dan mengalokasikan
dana pelayanan kesehatan di sekolah-sekolah yang
terdapat kantin.
D. DAFTAR PUSTAKA
1. Almatsier S, editor. Penuntun diit anak. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama; 2003. Hal. 18-19.
2. Baliwati, Y. F. , Khomsan, A. , and Dwiriani, C. M. , 2004, Pengantar Pangan dan Gizi, Penebar Swadaya, Jakarta
3. Departemen Kesehatan RI. 2001. Pedoman Penyuluhan Gizi pada Anak Sekolah bagi
Petugas Puskesmas. Jakarta: Direktorat
Jendral Bina Kesehatan Masyarakat
Direktorat Gizi Masyarakat 4. Februhartanti J. 2004. Amankah makanan
jajanan anak sekolah di Indonesia?. [Diakses 21 April 2015]. Tersedia dari: URL: http://www. gizi. net.
5. Hermina TS, Hidayat N, Afriansyah, Salimar, Susanto D. Perilaku makan murid sekolah dasar penerima PMT-AS di Desa Ciheuleut dan Pasir Gaok Kabupaten Bogor. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi; 2000.
6. Hermina TS, Hidayat N, Afriansyah,
Salimar, Susanto D. Perilaku makan murid
sekolah dasar penerima PMT-AS di Desa
Ciheuleut dan Pasir Gaok Kabupaten
Bogor. Bogor: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Gizi; 2000 7. Hidayat TS, Mujianto TT, Susanto D. Pola
kebiasaan jajan murid Sekolah Dasar dan ketersediaan makanan jajanan tradisional di lingkungan sekolah di Propinsi Jawa Tengah dan D. I. Yogyakarta. Widyakarya Nasional Khasiat Makanan Tradisional. Jakarta: Kantor Mentri Negara Urusan Pangan Republik Indonesia;1995. hal. 597- 602.
8. Intaian Maut Formalin. (2005. 29 Desember) Media Indonesia Online. Ditemukan kembali pada 21 April 2015. dari http://mobile media-indonesia. com. mobile _enditorial. asp?id =200
9. Jajana Sekolah potensi sebabkan
keracunan. (2009. 20 Maret.) Kapanlagi.
com Ditemukan kembali pada 6 April 2015
dari http:// www. kapanlagi. com
h/jajanan-sekolah-potensi- sebabkan-
keracunan. html.
10.Jajanan Anak Mengandung Zat Pewarna
Tekstil, (2008, 19 Agustus) Tempo
Interaktif di temukan kembali 6 April 2015.
11.Jajanan Pembawa Maut. (2004. 7 Juni) Tempo. 15/XXXIII
12.Khomsan, Ali. 2003, Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan. PT Grasindo, Jakarta.
13.Marliyati SA. Formulasi Makanan Kudapan PMT-AS, Pelatihan Pengembangan Teknologi dan keamanan makanan kudapan, Bogor. 1999.
14.Notoatmodjo S. Kesehatan masyarakat ilmu dan seni. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2007.
15.Notoatmodjo S. Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003. Hal. 16, 124, 125.
16. . 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
17.Pudjiadi S. Ilmu gizi pada anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005.
18.Putra AE. Gambaran kebiasaan jajan siswa di Sekolah [skripsi]. Semarang: Program Studi Ilmu Gizi Universitas Diponegoro; 2009
19.Rahayu TP. Politik identitas anak-anak dalam iklan anak-anak. Ilmu komunikasi FISIP Unair Surabaya [serial online] 2003 [Diakses 17April 2015]. Tersedia dari: URL: http://www. jurnal. unair. ac. id.
20.Sihadi. Makanan jajanan bagi Anak sekolah. Jurnal Kedokteran Yarsi; 2004:12 (2).
21.Ulya N. 2003. Analisis Deskriptif Pola Jajan dan Kontribusi Zat Gizi Makanan Jajanan Terhadap Konsumsi Sehari dan Status Gi- zi Anak Kelas IV, V, dan VI SD Negeri Cawang 05 Pagi Jakarta Timur Tahun 2003. Skripsi Sarjana Kesehatan Masya- rakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok.
22.Winarno FG. Makanan Jajanan. Laporan Akhir Proyek Makanan jajanan. Bogor: Institut pertanian Bogor; 1993.
23. . Potensi dan masalah makanan jajanan. Dalam: Keamanan pangan. Naskah akademis. Bogor: Institut Pertanian Bogor; 1997. Hal. 98.
62
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan KB Pasca Salin pada
Ibu Nifas di Puskesmas Murung, Kabupaten Murung Raya Tahun
2014
Asih Rusmani1, Cia Aprilianti
2, Yuniarti
3
ABSTRAK
Latar Belakang : Program pelayanan Keluarga Berencana (KB) mempunyai arti penting dalam
mewujudkan manusia Indonesia yang sejahtera, disamping program pendidikan dan kesehatan. Faktor
yang lain yang mempengaruhi klien dalam memilih alat kontrasepsi suntik yaitu karena kepraktisannya
jika dibanding kontrasepsi yang lain. Di Kalimantan Tengah pada tahun 2012, di Kabupaten Murung Raya
menunjukkan penurunan peserta KB aktif yaitu Jumlah peserta KB aktif seluruhnya di Kabupaten Murung
Raya sebanyak 8.171 peserta KB aktif (48,3 %) dari 16.933 jumlah PUS dengan proporsi pemakaian KB
suntik dan PIL menjadi pemakaian tertinggi dimasyarakat yaitu KB suntik (52,7%), PIL (39,1%), diikuti
Implant (5,4%), kondom (1,7%), dan IUD (0,6%).
Metode : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Faktor – Faktor yang mempengaruhi pemilihan KB
pasca salin pada ibu nifas di Puskesmas Murung (Puruk Cahu) Kabupaten Murung Raya. Jenis
penelitian yang digunakan adalah analitik deskriptif crossectional. Jumlah populasi sebanyak 364 orang
dan jumlah sampel sebanyak 100 orang. Pemilihan sampel dengan cara accidental sampling. Hasil : Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara faktor paritas (p=0,332), faktor pendidikan
(p=0,962), faktor pendapatan keluarga (p=0,564) dan faktor pekerjaan (p=0,988) dengan pemilihan KB
pasca salin pada ibu nifas di Puskesmas Murung (Puruk Cahu) Kabupaten Murung Raya. Kesimpulan :
Peneliti menyarankan bagi ibu yang berusia < 20 tahun disarankan untuk menggunakan kontrasepsi yang
dapat membantu untuk mencegah kehamilan, sedangkan bagi ibu yang berusia 20 – 30 tahun disarankan
menggunakan kontrasepsi yang dapat membantu mengatur jarak kehamilan dan bagi ibu yang berusia >
30 tahun disarankan untuk menggunakan kontrasepsi operatif. Kepada petugas KB untuk meningkatkan
pemberian penyuluhan kepada ibu-ibu agar tetap aktif menggunakan kontrasepsi dan memberikan
pemahaman kepada masyarakat akan pentingnya penggunaan kontrasepsi.
Kata kunci : KB pasca salin, faktor paritas, faktor pendidikan, faktor pendapatan keluarga dan
faktor pekerjaan.
63
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
PENDAHULUAN Paradigma baru program Keluarga
Berencana (KB) Nasional telah diubah visinya dari mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) menjadi “Keluarga Berkualitas tahun 2015”. Keluarga Berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan, bertanggung jawab, harmonis dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam paradigma baru KB ini, penekanan misinya pada pentingnya upaya menghormati hak-hak reproduksi, sebagai upaya integral dalam meningkatkan kualitas keluarga (Saifuddin, 2010).
Upaya yang dilakukan untuk keberhasilan KB, salah satunya adalah strategi
Making Pregnancy Safer (MPS), yang
didukung oleh badan-badan internasional
seperti UNFPA, UNICEF, dan World Bank.
Menempatkan Safe Motherhood sebagai
prioritas utama dalam rencana pembangunan
nasional dan internasional. Intervensi strategis
dalam Safe Motherhood menempatkan KB
sebagai pilar pertama yang memastikan bahwa
setiap orang/ pasangan mempunyai akses ke
informasi dan pelayanan KB agar dapat
merencanakan waktu yang tepat untuk
kehamilan, jarak kehamilan dan jumlah anak
(Saifuddin, 2006). Sebagai upaya untuk pengendalian
jumlah penduduk dan keterkaitannya dengan Jampersal, tata laksana pelayanan KB mengacu kepada Pedoman Pelayanan KB dan KIA yang diarahkan pada Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) atau Kontrasepsi Mantap (Kontap). Pada ruang lingkup pelayanan persalinan tingkat pertama, pelayanan diberikan oleh dokter atau bidan yang berkompeten dan berwenang memberikan pelayanan KB. Jenis pelayanan KB pasca salin yang dapat diberikan antara lain : 1) Kontrasepsi mantap (Kontap), 2) IUD, Implant, dan 3) Suntik (Kemenkes RI, 2012).
Pelayanan ibu nifas sesuai standar adalah
pelayanan kepada ibu nifas sedikitnya 3 kali,
pada 6 jam pasca persalinan sampai dengan 3
hari, pada minggu II, dan pada minggu VI
termasuk pemberian Vitamin A 2 kali dan
persiapan KB Pasca Persalinan. Yang paling
meningkat adalah penggunaan alat kontrasepsi
injeksi/ suntik. KB suntik merupakan metode
kontrasepsi yang diberikan melalui suntikan.
Metode suntikan telah menjadi bagian Gerakan
Keluarga Berencana Nasional serta peminatnya
semakin bertambah. Tingginya peminat
suntikan karena KB suntik aman, sederhana,
efektif, tidak menimbulkan gangguan dan dapat
dipakai pasca persalinan (Manuaba, 2008). Sampai saat ini di Indonesia cakupan
peserta Keluarga berencana (KB) aktif (contraceptive Prevalance Rate /CPR) mencapai 61.4 % (SDKI 2007) dan angka ini merupakan pencapaian yang cukup tinggi diantara negara-negara ASEAN. Namun demikian metode yang dipakai lebih banyak menggunakan metode jangka pendek seperti pil dan suntik. Menurut data SDKI 2007 akseptor KB yang menggunakan suntik sebesar 31.6 %, pil 13.2 %, AKDR 4.8 %, susuk 2.8 %, tubektomi 3.1 %, vasektomi 0.2 %, dan kondom 1.3 % (Depkes RI, 2009).
Faktor yang lain yang mempengaruhi klien dalam memilih alat kontrasepsi suntik
yaitu karena kepraktisannya jika dibanding
kontrasepsi yang lain. Misalnya penggunaan IUD
(Intra Uterine Device) mereka sangat takut
menggunakanya karena harus dimasukan melalui
vagina kedalam rahim akseptor dan terkadang
penggunaanya mengganggu hubungan suami
istri. Kontrasepsi oral Pil, klien sering
mengeluh takut lupa minum dan sering pusing.
Kontrasepsi Implant, dengan penggunaannya
yang dimasukan di bawah kulit membuat klien
merasa takut untuk menggunakannya (Saifuddin,
2006). Masih rendahnya angka CPR ini
berkaitan dengan masih tingginya unmet need. Tingginya unmet need pelayanan KB, yakni 8,5% dari jumlah pasangan usia subur (PUS), baik untuk membatasi kelahiran (4,6%) maupun menjarangkan kelahiran (3,9%) berpotensi besar untuk terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan (KTD). Oleh sebab itu, dalam upaya meningkatkan kesehatan ibu, sasaran utama program KB adalah pada kelompok unmet need, dan ibu pasca bersalin merupakan sasaran yang sangat penting. KTD pada ibu pasca bersalin, akan dihadapkan pada dua hal yang sama-sama berisiko. Pertama, jika kehamilan diteruskan, maka kehamilan tersebut akan berjarak sangat dekat dengan kehamilan sebelumnya, yang merupakan salah satu komponen “4 Terlalu” (terlalu muda, terlalu tua, terlalu banyak dan terlalu dekat). Keadaan ini akan menjadi kehamilan yang berisiko terhadap terjadinya komplikasi dalam kehamilan, persalinan dan nifas berikutnya yang dapat berkontribusi terhadap kematian ibu (dan juga kematian bayi). Kedua, jika kehamilan diakhiri (aborsi, terutama jika dilakukan dengan tidak aman), maka berpeluang untuk terjadinya komplikasi aborsi yang juga dapat berkontribusi terhadap
64
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
kematian ibu. Oleh sebab itu, KB pasca
persalinan merupakan suatu upaya strategis
dalam penurunan AKI, juga AKB dan sekaligus
juga penurunan TFR (Mujiati, 2013).
Ada berbagai rujukan yang
mendefinisikan tentang KB pasca persalinan, di
antaranya menyebutkan bahwa KB pasca
persalinan adalah penggunaan metode KB
sampai satu tahun setelah persalinan atau dalam
satu tahun pertama kelahiran. Namun,
Kementerian Kesehatan membatasi periode KB
pasca persalinan adalah sampai dengan 42 hari
pasca bersalin. Hal ini ditetapkan untuk
mencegah missed opportunity pada ibu pasca
bersalin, dimana jumlah kelahiran di Indonesia
sangat besar, diperkirakan sekitar 4.500.000
setiap tahunnya (Riskesdas 2007), dan 760.000
(17%) di antaranya merupakan kelahiran yang
tidak diinginkan atau tidak direncanakan. Oleh
sebab itu, definisi KB pasca persalinan di
Indonesia adalah: pemanfaatan atau
penggunaan alat kontrasepsi segera sesudah
melahirkan sampai 6 minggu (42 hari) sesudah
melahirkan (Mujiati, 2013). Namun sejauh ini cakupan pelayanan KB
Pasca Persalinan masih belum menggembirakan. Berdasarkan Laporan Hasil Pelayanan Kontrasepsi Januari-Juli 2013 (BKKBN), cakupan KB Pasca Persalinan dan Pasca Keguguran dibandingkan dengan cakupan peserta KB Baru masih sebesar 13,27%. Capaian tersebut juga masih didominasi oleh non MKJP yaitu suntikan
(52,49%) dan pil (18,95%), sementara capaian
MKJP implan (8,08%), IUD (14,06%), MOW
(3,27%) dan MOP (0,02%). Beberapa
permasalahan yang dapat diidentifikasi antara
lain belum tersosialisasinya pelayanan KB
Pasca Persalinan dengan baik, belum samanya
persepsi tentang metode KB Pasca Persalinan
dan kecilnya angka ini kemungkinan juga
karena belum masuknya cakupan KB Pasca
Persalinan dalam laporan rutin KIA (Mujiati, 2013).
Di Kalimantan Tengah pada tahun 2011,
berdasarkan profil Dinas Kesehatan Provinsi
Kalimantan Tengah, jumlah Pasangan Usia
Subur (PUS) yang ada adalah 429.953, dengan
jumlah peserta KB aktif 142.569 (41.8 %) dan
jumlah peserta KB suntik baru 43.211 (46 %).
Sedangkan di Kabupaten Murung Raya yang
merupakan salah satu kabupaten kota di
Provinsi Kalimantan Tengah, pada tahun 2011
PUS yang ada berjumlah 16.102 dengan peserta KB aktif 12.013 (74,6 %) dan peserta MKJP 1.110 (0,3 %) (Dinkes Provinsi Kal-Teng, 2011). Sedangkan pada tahun 2012 data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Murung Raya
menunjukkan penurunan peserta KB aktif yaitu
Jumlah peserta KB aktif seluruhnya di
Kabupaten Murung Raya sebanyak 8.171
peserta KB aktif (48,3 %) dari 16.933 jumlah
PUS dengan proporsi pemakaian KB suntik dan
PIL menjadi pemakaian tertinggi dimasyarakat
yaitu KB suntik (52,7%), PIL (39,1%), diikuti
Implant (5,4%), kondom (1,7%), dan IUD
(0,6%). Pencegahan kematian dan kesakitan ibu
nifas merupakan alasan utama diperlukannya pelayanan KB. Selain alasan lain, misalnya memebebaskan ibu dari rasa khawatir terhadap terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan, terjadinya gangguan fisik atau psikologik akibat tindakan abortus yang tidak aman, serta tuntutan perkembangan sosial terhadap peningkatan status perempuan di masyarakat (Saifuddin, 2010).
Persentase cakupan pelayanan ibu nifas
dari tahun 2009 s.d 2012 berdasarkan hasil
laporan Rumah Sakit dan Puskesmas
Kabupaten Murung Raya adalah 64,8% tahun 2009, 88,6 % tahun 2010, cakupan tahun 2011 sebesar 94,7 % dan pada tahun 2012 sebesar 92,5%. Melihat trends data cakupan pelayanan ibu nifas diatas tahun 2009 s/d 2011 meningkat setiap tahunnya dan terjadi penurunan pada tahun 2012. (Dinkes Mura, 2012)
Berdasarkan latar belakang tersebut
diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang “Faktor yang mempengaruhi
Pemilihan KB Pasca Salin Pada Ibu Nifas Di
Puskesmas Murung (Puruk Cahu) Kabupaten
Murung Raya Tahun 2014.“
TUJUAN PENELITIAN
Untuk mengetahui Faktor – Faktor yang mempengaruhi pemilihan KB pasca salin pada ibu nifas di Puskesmas Murung (Puruk Cahu) Kabupaten Murung Raya.
MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, pemahaman dan
pengalaman hingga mampu mengenali
permasalahan-permasalahan kesehatan
khususnya tentang Keluarga Berencana,
menambah pengalaman dalam melakukan
penelitian selanjutnya.
Bagi Puskesmas Untuk menambah bahan
masukan dalam intervensi peningkatan akseptor
KB Pasca Salin di wilayah kerja Puskesmas dan
layanan KB pada ibu nifas. Bagi Ibu Nifas Sebagai masukan dalam pemilihan kontrasepsi yang paling baik sesuai kondisi ibu nifas.
65
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
PNS 39 39 1.723.970,- Karyawan Swasta 2 2
Pedagang 9 9 Total 100 100 Buruh Tani 2 2
METODE PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui Faktor – Faktor yang mempengaruhi pemilihan KB pasca salin pada ibu nifas di Puskesmas Murung (Puruk Cahu) Kabupaten Murung Raya. Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik deskriptif
Tabel di atas menunjukkan bahwa responden
terbanyak adalah berpendidikan SMA, yaitu
sebanyak 39 responden (39%).
Tabel 3 Distribusi frekuensi responden
berdasarkan paritas
Paritas Frekuensi Presentase
crossectional. Jumlah populasi sebanyak 364 (%)
orang dan jumlah sampel sebanyak 100 orang. Primipara 41 41 Pemilihan sampel dengan cara accidental Multipara 42 42 sampling. Grande 17 17
Analisis menggunakan uji “Chi Square”Setelah didapatkan hasil dari uji “Chi Square”, dilanjutkan dengan menggunakan Koefisien Kontingensi (C) digunakan untuk mencari keeratan hubungan antara dua variabel.
HASIL PENELITIAN Hasil penelitian di Puskesmas Murung (Puruk Cahu) Kabupaten Murung Raya dilakukan pada
Multipara
Total 100 100
Tabel di atas menunjukkan bahwa responden
terbanyak adalah multipara, yaitu sebanyak 42
responden (42%).
Tabel 4 Distribusi frekuensi responden
berdasarkan efek samping KB Sebelumnya Efek Samping Frekuensi Presentase
bulan September - Desember 2014 diperoleh (%)
100 responden yang sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi. sebagai berikut :
1. Karakteristik Responden Hasil penelitian Faktor – Faktor yang mempengaruhi pemilihan KB pasca salin pada ibu nifas di Puskesmas Murung (Puruk Cahu) Kabupaten Murung Raya didapatkan hasil karakteristik responden berdasarkan pekerjaan, pendidikan, paritas, efek samping KB sebelumnya, pendapatan keluarga, metode KB yang dipilih, alas an memilih KB sekarang dan dukungan suami terhadap
Tidak terdapat efek 44 44
samping 56 56 Terdapat efek samping
Total 100 100
Tabel di atas menunjukkan bahwa responden
mayoritas adalah tidak mendapatkan efek
samping penggunaan KB Sebelumnya, yaitu
sebanyak 56 responden (56%).
Tabel 5 Distribusi frekuensi responden
berdasarkan pendapatan keluarga
KB dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Pendapatan Frekuensi Presentase
Keluarga (%) Tabel 1 Distribusi frekuensi responden
berdasarkan pekerjaan Pekerjaan Frekuensi Presentase (%)
< UMR Rp.
1.723.970,-
> UMR Rp.
14 14
86 86
IRT 48 48
Total 100 100
Tabel di atas menunjukkan bahwa responden
mayoritas adalah Ibu Rumah Tangga (IRT), yaitu
sebanyak 48 responden (48%).
Tabel 2 Distribusi frekuensi responden
berdasarkan pendidikan Pendidikan Frekuensi Presentase (%)
Tabel di atas menunjukkan bahwa responden mayoritas adalah berpendapatan diatas UMR Provinsi Kalteng Rp. 1.723.970,-, yaitu sebanyak 86 responden (86%).
Tabel 6 Distribusi frekuensi responden
berdasarkan metode KB yang dipilih
Metode KB Frekuensi Presentase
(%)Tidak sekolah 2 SD 7
2 Non MKJP 98 98 7
SMP 14 14 MKJP 2 2
66
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
SMA 39 39 Total 100 100 Sarjana 38 38
Total 100 100 Tabel di atas menunjukkan bahwa responden mayoritas adalah menggunakan KB non MKJP, yaitu sebanyak 98 responden (98%).
67
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
Pendidikan
Metode KB yang diplih
Total
p
value
α
Non MKJP
MKJP
Tidak
Sekolah
2
(100%)
0 (0%)
2
0,962
0,05
SD
7 (100%)
0 (0%)
7
SMP
14
(100%)
0 (0%)
14
SMA
38
(97,4%)
1
(2,6%)
39
Sarjana
37 (97,4%)
1 (2,6%)
38
Jumlah 98 2 100
Paritas
Metode KB yang diplih
Total
p
value
α
Non MKJP
MKJP
Primipara
40
(97,6%)
1
(2,4%)
41
0,332
0,05
Multipara
42
(100%)
0 (0%)
42
Grande
Multipara
16
(94,1%)
1
(5,9%)
17
Jumlah 98 2 100
Tabel 7 Distribusi frekuensi responden
berdasarkan alasan memilih KB sekarang Alasan memilih KB Frekuensi Presentase (%)
Berdasarkan tabel di atas, hasil uji pengaruh paritas sebagai faktor yang mempengaruhi pemilihan KB pasca salin pada ibu nifas di
Aman untuk tekanan 1
darah 1 ASI lancar, hemat 72
ASI lancar, murah 12 Haid teratur 2 Hemat 3 Mudah didapat 3
Murah, aman 1 Murah, haid teratur 1 Tidak gemuk, haid 4 teratur Tidak gemuk
1 Puskesmas Murung (Puruk Cahu) Kabupaten 1 Murung Raya menunjukkan nilai p sebesar
72
12 0,332 (p > 0,05). Dapat disimpulkan bahwa H0
2 gagal ditolak yang berarti bahwa tidak ada 3 pengaruh paritas terhadap pemilihan KB pasca 3
1 salin pada ibu nifas di Puskesmas Murung 1 (Puruk Cahu) Kabupaten Murung Raya. 4
3. Faktor pendidikan terhadap pemilihan KB
Total 100 100
Tabel di atas menunjukkan bahwa responden
mayoritas adalah memilih KB sekarang karena
ASI lancar dan murah, yaitu sebanyak 72
responden (72%).
Tabel 8 Distribusi frekuensi responden
berdasarkan dukungan suami terhadap
penggunaan KB
pasca salin pada ibu nifas di Puskesmas
Murung (Puruk Cahu) Kabupaten Murung
Raya
Tabel 10 Hasil uji pendidikan sebagai
faktor yang mempengaruhi pemilihan KB
pasca salin pada ibu nifas di Puskesmas
Murung (Puruk Cahu) Kabupaten
Murung Raya
Dukungan Frekuensi Presentase
Suami (%)
Mendukung 100 100
Total 100 100
Tabel di atas menunjukkan bahwa seluruh
responden didukung oleh suami untuk
menggunakan KB, yaitu sebanyak 100 responden
(100%).
2. Faktor paritas terhadap pemilihan KB pasca
salin pada ibu nifas di Puskesmas Murung
(Puruk Cahu) Kabupaten Murung Raya
Tabel 9 Hasil uji paritas sebagai faktor
yang mempengaruhi pemilihan KB pasca
salin pada ibu nifas di Puskesmas
Murung (Puruk Cahu) Kabupaten
Murung Raya
Berdasarkan tabel di atas, hasil uji pengaruh
pendidikan sebagai faktor yang mempengaruhi
pemilihan KB pasca salin pada ibu nifas di
Puskesmas Murung (Puruk Cahu) Kabupaten
Murung Raya menunjukkan nilai p sebesar 0,962 (p > 0,05). Dapat disimpulkan bahwa H0
gagal ditolak yang berarti bahwa tidak ada pengaruh pendidikan terhadap pemilihan KB pasca salin pada ibu nifas di Puskesmas Murung (Puruk Cahu) Kabupaten Murung Raya.
68
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
Pekerjaan
Metode KB yang diplih
Total
p
value
α
Non MKJP MKJP
PNS 38
(97,4%) 1
(2,6%) 39
0,988
0,05
Karyawan Swasta
2 (100%) 0 (0%) 2
Pedagang 9 (100%) 0 (0%) 9
Buruh Tani 2 (100%) 0 (0%) 2
IRT 47
(97,9%) 1
(2,1%) 48
Jumlah 98 2 100
4. Faktor pendapatan keluarga terhadap
pemilihan KB pasca salin pada ibu nifas di
Puskesmas Murung (Puruk Cahu)
Kabupaten Murung Raya
Tabel 11 Hasil uji pendapatan keluarga
sebagai faktor yang mempengaruhi
pemilihan KB pasca salin pada ibu nifas
di Puskesmas Murung (Puruk Cahu)
Kabupaten Murung Raya
Pendapatan
keluarga
Metode KB yang diplih
Total
p
value
α
Non MKJP
MKJP
< UMR Rp. 1.723.970,-
14 (100%)
0 (0%)
14
0,564
0,05 > UMR Rp.
1.723.970,-
84 (97,7%)
2 (2,3%)
86
Jumlah 98 2 100
Berdasarkan tabel di atas, hasil uji pengaruh
pendapatan keluarga sebagai faktor yang
mempengaruhi pemilihan KB pasca salin pada
ibu nifas di Puskesmas Murung (Puruk Cahu)
Kabupaten Murung Raya menunjukkan nilai p
sebesar 0,564 (p > 0,05). Dapat disimpulkan
bahwa H0 gagal ditolak yang berarti bahwa
tidak ada pengaruh pendapatan keluarga
terhadap pemilihan KB pasca salin pada ibu nifas
di Puskesmas Murung (Puruk Cahu) Kabupaten
Murung Raya.
5. Faktor pekerjaan terhadap pemilihan KB
pasca salin pada ibu nifas di Puskesmas
Murung (Puruk Cahu) Kabupaten Murung
Raya
Tabel 12 Hasil uji pekerjaan sebagai faktor
yang mempengaruhi pemilihan KB pasca
salin pada ibu nifas di Puskesmas Murung
(Puruk Cahu) Kabupaten Murung Raya
Berdasarkan tabel di atas, hasil uji pengaruh
pekerjaan sebagai faktor yang mempengaruhi
pemilihan KB pasca salin pada ibu nifas di
Puskesmas Murung (Puruk Cahu) Kabupaten
Murung Raya menunjukkan nilai p sebesar
0,988 (p > 0,05). Dapat disimpulkan bahwa H0
gagal ditolak yang berarti bahwa tidak ada pengaruh pekerjaan terhadap pemilihan KB pasca salin pada ibu nifas di Puskesmas Murung (Puruk Cahu) Kabupaten Murung Raya.
PEMBAHASAN 1. Hubungan antara paritas dengan pemilihan
KB pasca salin pada ibu nifas di Puskesmas Murung (Puruk Cahu) Kabupaten Murung Raya Berdasarkan analisis deskriptif penelitian ini menunjukkan bahwa 41 (41%) responden primipara, 42 (42%) responden multipara dan 17 (17%) responden grande multipara. Analisis bivariat hubungan antara paritas dengan pemilihan KB pasca salin pada ibu nifas di Puskesmas Murung (Puruk Cahu) Kabupaten Murung Raya didapatkan nilai p sebesar 0,332 (p > 0,05) maka secara statistik tidak terdapat hubungan yang signifikan antara faktor paritas dengan pemilihan KB pasca salin pada ibu nifas di Puskesmas Murung (Puruk Cahu) Kabupaten Murung Raya. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Nintyasari, dkk (2014), bahwa hasil uji hubungan menunjukkan hasil pvalue 0,389 > 0,05 yang sehingga H0 diterima, artinya
tidak ada hubungan jumlah anak dengan pemilihan kontrasepsi hormonal pada wanita
usia subur di Desa Batusari Mranggen
Kabupaten Demak. Ibu yang telah mimiliki 2 anak dianjurkan untuk menggunakan alat kontrasepsi hormonal yang memiliki efektifitas yang tinggi dan bersifat jangka panjang. Namun pengaruh dari pengalaman masa lalu dan kultur masyarakat cenderung membuat masyarakat enggan mengikuti anjuran pemerintah (BKKBN, 2010). Adapun penelitian lain yang berbeda dengan penelitian di atas adalah penelitian Hakim, dkk (2013), bahwa nilai p = 0,000 dengan menggunakan α = 0,05 yang berarti p = 0,000 < 0,05 artinya bahwa ada pengaruh signifikan antara paritas atau jumlah anak yang dimiliki terhadap partisipasi pasangan usia subur dalam program keluarga berencana di Kecamatan Kauman Kabupaten Ponorogo. Menurut Bertrand (1980) seperti dikutip dalam Nazilah (2010), mengatakan bahwa faktor-faktor yang
69
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
mempengaruhi penggunaan kontrasepsi
adalah faktor sosio-demografi, faktor sosio-
psikologi dan faktor yang berhubungan
dengan pelayanan kesehatan. Faktor sosio-
demografi yang berpengeruh adalah
pendidikan, pendapatan, pekerjaan, umur,
paritas, suku dan agama. Penggunaan
kontrasepsi lebih banyak pada wanita
berumur 20-30 tahun dengan jumlah anak 2
orang. Pemerimaan keluarga berencana
lebih banyak pada mereka yang memiliki
standar hidup yang lebih tinggi. 2. Hubungan antara pendidikan dengan
pemilihan KB pasca salin pada ibu nifas di Puskesmas Murung (Puruk Cahu) Kabupaten Murung Raya Berdasarkan analisis deskriptif penelitian ini
menunjukkan bahwa 2 (2%) responden
Tidak Sekolah, 7 (7%) responden SD, 14
(14%) responden SMP, 39 (39%) responden
SMA dan 38 (38%) responden Sarjana.
Analisis bivariat hubungan antara
pendidikan dengan pemilihan KB pasca
salin pada ibu nifas di Puskesmas Murung
(Puruk Cahu) Kabupaten Murung Raya
didapatkan nilai p sebesar 0,962 (p > 0,05)
maka secara statistik tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara faktor
pendidikan dengan pemilihan KB pasca
salin pada ibu nifas di Puskesmas Murung
(Puruk Cahu) Kabupaten Murung Raya. Hasil ini sejalan dengan adanya penelitian yang dilakukan Arliana, dkk (2013), yang menyebutkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara faktor tingkat pendidikan dengan penggunaan metode kontrasepsi hormonal pada akseptor KB di Kelurahan Pasarwajo Kecamatan Pasarwajo Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara
dengan nilai p=0,179. Namun hal ini
berbeda dengan penelitian yang dilakukan
Ali (2013), dimana pada penelitiannya
disebutkan bahwa terdapat hubungan
pendidikan dengan penggunaan kontrasepsi
pada pasangan usia subur di wilayah
Puskesmas Buhu Kabupaten Gorontalo
dengan nilai p=0,000.
Berdasarkan tiga penelitian tersebut, tampak
bahwa tidak selalu adanya hubungan yang
signifikan antara tingkat pendidikan dengan
pemilihan metode kontrasepsi. Hal ini dapat
dipengaruhi oleh karakteristik dan jumlah
responden dari tiap penelitian. Pendidikan
adalah proses dimana seseorang
mengembangkan kemampuan sikap dan
bentuk-bentuk tingkah laku lainnya didalam
masyarakat dimana ia hidup, proses sosial
dimana orang dihadapkan pada pengaruh
lingkungan yang terpilih dan terkontrol
(khususnya yang datang dari sekolah)
sehingga dia dapat memperoleh, mengalami
perkembangan kemampuan individu
optimum (Sukmadinata, 2003). 3. Hubungan antara pendapatan keluarga
dengan pemilihan KB pasca salin pada ibu nifas di Puskesmas Murung (Puruk Cahu) Kabupaten Murung Raya Berdasarkan analisis deskriptif penelitian ini menunjukkan bahwa 14 (14%) responden < UMR Rp. 1.723.970,- dan 86 (86%) responden > UMR Rp. 1.723.970,-. Analisis bivariat hubungan antara pendapatan keluarga dengan pemilihan KB pasca salin pada ibu nifas di Puskesmas Murung (Puruk Cahu) Kabupaten Murung Raya didapatkan nilai p sebesar 0,564 (p > 0,05) maka secara statistik tidak terdapat hubungan yang signifikan antara faktor pendapatan keluarga dengan pemilihan KB pasca salin pada ibu nifas di Puskesmas Murung (Puruk Cahu) Kabupaten Murung Raya. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nuraidah (2000), yang menyatakan dalam penelitannya bahwa tidak ada hubungan status ekonomi dengan pemilihan kontrasepsi MKJP dan Non MKJP. Friedman (1998), menambahkan bahwa kriteria dan deskripsi keluarga marginal, keluarga secara ekonomi bersifat adekuat. Pendapatan yang mencakup kebutuhan sebuah keluarga umumnya berasal dari pekerjaan para anggota keluarga dan sumber-sumber pribadi seperti pension, sementara penghasilan yang sebagian berasal dari bantuan, bantuan umum bersifat marginal, tidak stabil. Keluarga yang bersifat secara tidak adekuat dalam bidang ini menunjukkan karakteristik. Ekonomi adalah sebuah kegiatan yang bisa menghasilkan uang. Ekonomi juga cakupan urusan keuangan rumah tangga (Depdiknas, 2002). Tingkat ekonomi memperngaruhi pemilihan jenis kontrasepsi. Hal ini disebabkan karena untuk mendapatkan pelayanan kontrasepsi yang diperlukan akseptor harus menyediakan dana yang diperlukan. Pernyataan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Arliana, dkk (2013), yang menyebutkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara faktor pendapatan keluarga dengan penggunaan metode kontrasepsi hormonal pada akseptor KB di Kelurahan Pasarwajo Kecamatan Pasarwajo Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara dengan nilai p=0,033.
70
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
Menurut Azwar (1983), perilaku kesehatan
dipengaruhi oleh latar belakang ekonomi,
bagi yang berstatus ekonomi tinggi akan
semakin mudah dalam memilih pelayanan
kesehatan begitu juga sebaliknya. Status
ekonomi sebuah kelas sosial mengacu pada
tingkat pendapatan keluarga dan sumber
pendapatan. Salah satu fungsi dasar keluarga
adalah tersedianya dukungan ekonomi yang
memadai dan pengalokasian sumber-
sumber. 4. Hubungan antara pekerjaan dengan
pemilihan KB pasca salin pada ibu nifas di Puskesmas Murung (Puruk Cahu) Kabupaten Murung Raya Berdasarkan analisis deskriptif penelitian ini menunjukkan bahwa 39 (39%) responden
PNS, 2 (2%) responden Karyawan Swasta, 9
(9%) responden Pedagang, 2 (2%)
responden Buruh Tani dan 48 (48%)
responden IRS. Analisis bivariat hubungan antara pekerjaan dengan pemilihan KB pasca salin pada ibu nifas di Puskesmas Murung (Puruk Cahu) Kabupaten Murung Raya didapatkan nilai p sebesar 0,988 (p > 0,05) maka secara statistik tidak terdapat hubungan yang signifikan antara faktor pekerjaan keluarga dengan pemilihan KB pasca salin pada ibu nifas di Puskesmas Murung (Puruk Cahu) Kabupaten Murung Raya. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wulandari, dkk (2013), bahwa hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan keikutsertaan KB IUD di Puskesmas Mergangsan Kota Yogyakarta dengan nilai p = 1,000. Dan sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Panuntun (2004), pekerjaan ibu didapatkan hasil bahwa tidak ada keterkaitan dengan pola pemilihan kontrasepsi. Dari hasil penelitian tersebut bahwa ibu yang bekerja mempunyai peluang untuk memilih KB IUD sebesar 0,4 kali (OR=0,4; CI 95%=0,20 – 0,60)
dibandingkan bila ibu yang tidak bekerja.
Dalam penelitian Hakim, dkk (2013), bahwa
nilai p = 0,000 dengan menggunakan α = 0,05 yang berarti p = 0,000 < 0,05, artinya bahwa ada pengaruh yang signifikan antara status pekerjaan terhadap partisipasi pasangan usia subur dalam dalam program keluarga berencana di Kecamatan Kauman Kabupaten Ponorogo. Wanita yang tidak bekerja lebih cenderung berada dirumah dan mempunyai frekuensi dengan keluarga lebih banyak daripada mereka yang bekerja. Wanita yang tidak bekerja cenderung tidak
mempunyai tanggungan mengenai jumlah
anak yang banyak sehingga mereka enggan
untuk membatasi kelahiran yang ada.
SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan
1. Secara statistik tidak terdapat hubungan yang signifikan antara faktor paritas
dengan pemilihan KB pasca salin pada
ibu nifas di Puskesmas Murung (Puruk
Cahu) Kabupaten Murung Raya. 2. Secara statistik tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara faktor pendidikan dengan pemilihan KB pasca salin pada ibu nifas di Puskesmas Murung (Puruk Cahu) Kabupaten Murung Raya.
3. Secara statistik tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara faktor pendapatan
keluarga dengan pemilihan KB pasca
salin pada ibu nifas di Puskesmas
Murung (Puruk Cahu) Kabupaten
Murung Raya.
4. Secara statistik tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara faktor pekerjaan
keluarga dengan pemilihan KB pasca
salin pada ibu nifas di Puskesmas
Murung (Puruk Cahu) Kabupaten
Murung Raya.
B. Saran
1. Bagi ibu yang berusia < 20 tahun disarankan untuk menggunakan kontrasepsi yang dapat membantu untuk mencegah kehamilan (seperti pil, IUD, suntik dan implant), sedangkan bagi ibu yang berusia 20 – 30 tahun disarankan menggunakan kontrasepsi yang dapat membantu mengatur jarak kehamilan (seperti IUD, pil, suntik,dan implant) dan
bagi ibu yang berusia > 30 tahun
disarankan untuk menggunakan
kontrasepsi operatif. 2. Bagi ibu dengan jumlah anak cukup
disarankan untuk menggunakan kontrasepsi untuk mencegah dan mengontrol jarak kelahiran (seperti pil, suntik, implant, kondom, IUD) sedangkan bagi ibu yang telah memiliki anak banyak dan tidak menginginkan anak lagi disarankan untuk menggunakan kontrasepsi operatif.
3. Disarankan kepada petugas KB untuk meningkatkan pemberian penyuluhan kepada ibu-ibu agar tetap aktif menggunakan kontrasepsi dan memberikan pemahaman kepada masyarakat akan pentingnya penggunaan kontrasepsi.
71
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
DAFTAR PUSTAKA Ali, Rifa’i, 2013. Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Pada Pasangan Usia Subur di Wilayah Puskesmas Buhu Kabupaten Gorontalo. fkm.unej.ac.id
Arliana, dkk, 2013. Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Metode
Kontrasepsi Hormonal Pada Akseptor
KB di Kelurahan Pasarwajo
Kecamatan Pasarwajo Kabupaten
Buton Sulawesi Tenggara.
repository.unhas.ac.id.
Azwar, S. 2004. Metode Penelitian, Cetakan V. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, 2010. Rapat Kerja Program KB Nasional Jawa Tengah.
_, 2010. Suntikan KB. Terdapat di http://www.BKKBN.jatim.go.id diakses pada tanggal 09-05-2013
Cokroaminoto, 2010. Variabel Penelitian. Terdapat di http://www.Menulis.proposal.penelitian .go.id di akses pada tanggal 09-05-2013
Depkes RI,2009. Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-KIA). Jakarta
Dinas Kesehatan, 2011. Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah . Kalimantan Tengah
Dinas Kesehatan Kab. Murung Raya, 2011. Profil Kesehatan Kabupaten Murung Raya. Kalimantan Tengah
Dinas Kesehatan Kab. Murung Raya, 2012. Profil Kesehatan Kabupaten Murung Raya. Kalimantan Tengah
Fika W, 2012. Program Keluarga Berencana. Terdapat pada http:// www.program.keluarga.berencana.htm diakses pada tanggal 25-04-2013.
Friedman, M. Marilyn. 1998. Keperawatan Keluarga : Teori dan Praktik. Jakarta : EGC.
Gunawan, 2000. Sosiologi Pendidikan , Jakarta : Rineka Cipta
Gungde, 2008. Hubungan Kontrasepsi Suntik
dengan Peningkatan Berat Badan
Akseptor. Terdapat pada http://
www.one.Indoskripsi.com diakses pada
tanggal 24-04-2013 Hakim, dkk, 2013. Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Partisipasi Pasangan
Usia Subur Dalam Program KB di
Kecamatan Kauman Kabupaten
Ponorogo. http://geo.fis.unesa.ac.id/.
Hidayat,A. 2007. Metode Penelitian
Kebidanan dan Tehnik Analisis Data
Edisi I. Jakarta : Salemba Medik Lusi, I. 2013. Alat Kontrasepsi Suntik.
Terdapat pada http:// www.one.Indoskripsi.com diakses pada tanggal 26-04-2013
Manuaba, IBG. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC
, 2008. Ilmu Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. Jakarta : EGC
Mujiati, 2013. Pelayanan KB Pasca Persalinan Dalam Upaya Mendukung Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu Dalam Buletin Kesehatan Reproduksi. Jakarta : Kemenkes RI
Nazilah, L. 2012. Kontribusi Otonomi
Perempuan dalam Rumah Tangga
Terhadap Pemakaian Kontrasepsi di
Nusa Tenggara Timur (Skripsi). Fakultas
Kesehatan Masyarakat UI. Depok
Nintyasari, dkk, 2014. Faktor-Faktor Yang
Mempengeruhi Wanita Usia Subur
(WUS) Dalam Pemilihan Kontrasepsi
Hormonal di DesaBatusari Kecamatan
Mranggen Kabupaten Demak.
jurnal.unimus.ac.id.
Notoadmodjo,S 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
, 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan . Jakarta: Rineka Cipta.
Nuraidah, 2000. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi MKJP dan Non MKJP Pada Akseptor KB di Kelurahan Pasir Putih dan Bungo Timur Kecamatan Muara Bungo Kabupaten Bungo Jambi. repository.usu.ac.id.
Octavianna, V dan Berliani, P 2009. Kontrasepsi Suntikan (Injeksi) Depo Provera. Terdapat di http://www.kontrasepsi.suntik.pro.healt h.htm diakses pada tanggal 06-07-2013
Pemda Kalteng, 2012. Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 21 Tahun 2012, Tentang Upah Minimum Provinsi
(UMP) dan Upah Minimum Sektoral
Provinsi (UMSP) Tahun 2013.
Palangka Raya Poltekkes Depkes Yogyakarta. 2009.
Kontrasepsi suntikan menyebabkan peningkatan berat badan. Terdapat pada http:// www.Klik.dokter.com/article/detail/70
Page 63 of 84
4.gdl.php.htm diakses pada tanggal 17-
04-2013 Poppy K dkk, 2010. Kamus Saku Kedokteran
Dorland. Jakarta. EGC Ratih, S. 2009. Kontrasepsi suntikan
menyebabkan peningkatan berat
badan,
http://www.semararatih.Wordpress.co m diakses pada tanggal 17-04-2013
Saifuddin,AB dkk 2010. Buku Panduan Praktik Pelayanan Kontrasepsi . Jakarta : YBP-SP
, 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : YBP- SP , 2006. Buku Acuan
Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta : YBP- SP Sugiyono, 2010. Statistika Untuk Penelitian.
Bandung : Alfabeta Sukmadinata. 2003. Informasi dan
Pengetahuan. Jakarta : Bina Rupa Aksara
Wiknjosastro, H dkk 2008. Ilmu kebidanan (Edisi III, Cetakan VI). Jakarta: YBP- SP
Wulandari, dkk 2013. Hubungan Faktor Sosial Budaya Dengan Keikutsertaan KB IUD di Puskesmas Mergangsan Kota Yogyakarta Tahun 2013. journal.respati.ac.id.
64
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
Promosi Kesehatan dengan Peer Education
pada WPS Komunitas Km 12 Terhadap Pengetahuan,
Sikap dan Perilaku Tentang HIV/AIDS
di Kota Palangka Raya
Untung Halajur
Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Palangka Raya
Email: [email protected]
Abstract: Results of the 2010 Basic Health Research in Central Kalimantan province that the percentage
of age ≥ 15 years with comprehensive knowledge of HIV / AIDS and the percentage of population aged ≥
15 years who have heard of HIV / AIDS is still below 57.5% (Profile of Central Kalimantan in 2012).
Communities that do not correctly understand the information and knowledge they obtain about HIV /
AIDS can lead to misunderstandings in attitudes and will ultimately have an impact on their behavior. This
study aims to measure the effect of health promotion with peer education on changes in knowledge,
attitudes and behavior of the km 12 community about HIV / AIDS in the city of Palangka Raya. The design
of this study was quasi-experimental with non-equivalent control group design with pretest and posttest
using two groups. That there is no difference in the value of knowledge between the lecture groups and the
group peer education. In the first two levels the measurement of attitude values before intervention, p
value> 0.05. This means that there is no difference in attitude values between lecture groups and groups
peer education. Before the intervention, the values of their attitudes were the same, so also one week after
the training there had not been seen differences in attitude values between lecture groups with peer
education after being controlled by education variables and length of time working in the kml2 community.
In the first two levels the measurement of behavior values before intervention, p value> 0.05. This means
that there is no difference in the value of behavior between the lecture groups and the group peer education.
Before the intervention, the same value of their behavior, as well as one week after the training has not seen
the difference of behavior between groups with peer education lecture after being controlled by the variable
long education and work in the community KM 12. There is no significant difference in improvement of
health promotion with peer education and lectures before and after health promotion, but there is
consistency of answers between knowledge, attitude and behavior.
Keywords : Peer education, HIV/AIDS
Abstrak: Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2010 di provinsi Kalimantan Tengah bahwa persentase umur
≥ 15 tahun dengan pengetahuan komprehensif tentang HIV/AIDS dan persentase penduduk umur ≥ 15
tahun yang pernah mendengar HIV/AIDS masih dibawah 57,5% (Profil Kalimantan Tengah Tahun 2012).
Komunitas yang tidak memahami secara benar informasi dan pengetahuan yang mereka peroleh tentang
HIV/AIDS dapat menimbulkan kesalahpahaman pada sikap dan akhirnya akan berdampak pada
perilakunya. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur pengaruh promosi kesehatan dengan peer education
terhadap perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku komunitas km 12 tentang HIV/AIDS di kota Palangka
Raya. Desain penelitian ini merupakan penelitian quasi experimental dengan rancangan non-equivalent
control group design with pretest and posttest. Tidak ada perbedaan nilai sikap antara kelompok ceramah
dengan kelompok peer education. Sebelum intervensi, nilai sikap mereka sama, begitu juga satu minggu
setelah pelatihan belum terlihat perbedaan nilai sikap antar kelompok ceramah dengan peer education
setelah dikontrol oleh variabel pendidikan dan lama bekerja di komunitas kml2. Pada dua level pertama
pengukuran nilai perilaku sebelum intervensi, p value > 0,05. Artinya tidak ada perbedaan nilai perilaku
antara kelompok ceramah dengan kelompok peer education. Sebelum intervensi, nilai perilaku mereka
sama, begitu juga satu minggu setelah pelatihan belum terlihat perbedaan nilai perilaku antar kelompok
ceramah dengan peer education setelah dikontrol oleh variabel pendidikan dan lama bekerja di komunitas
KM 12. Tidak ada perbedaan bermakna peningkatan promosi kesehatan dengan peer education dan
ceramah sebelum dan sesudah promosi kesehatan, tetapi ada konsistensi jawaban antara pengetahuan, sikap
dan perilaku.
Kata Kunci : Peer education, HIV/AIDS
65
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
PENDAHULUAN
Promosi kesehatan merupakan suatu proses
memandirikan masyarakat agar dapat memelihara
dan meningkatkan kesehatannya (Ottawa Charter,
1986). Untuk mewujudkan proses memandirikan
masyarakat tersebut, maka disusunlah suatu
strategi. Strategi tersebut meliputi advokasi, bina
suasana/dukungan sosial dan pemberdayaan
masyarakat.
Human Immunodeficiency Virus (HIV), adalah
virus yang menyerang kekebalan tubuh manusia
sehingga menimbulkan Acquired Immune
Deficiensy Syndrome (AIDS) yaitu sindrom
menurunnya kekebalan tubuh pada manusia.
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrom)
yang disebabkan oleh virus HIV (Human
Immunodeficiency Virus), masih menjadi salah
satu tangan global yang dihadapi saat ini. AIDS
pun disebut-sebut sebagai penyebab kematian
nomor tiga di dunia (UNAIDS, 2001).
Di Kalimantan Tengah jumlah kasus baru
HIV/AIDS dari tahun ke tahun terus meningkat.
Padai tahun 2005 hanya ditemukan 1 kasus, dan
sampai tahun 2012 sudah ditemukan 96 kasus baru
HIV dan 14 kasus baru AIDS di Kalteng yang
sebagian besar kasus ditemukan pada kelompok
jenis kelamin perempuan sebanyak 63 orang untuk
kasus HIV, dan 10 orang perempuan untuk kasus
AIDS. Jumlah kasus AIDS yang meninggal
ditemukan sebanyak 11 kasus. Meningkatnya
kasus HIV-AIDS di Kalimantan Tengah
disebabkan masih rendahnya pengetahuan
masyarakat tentang HIV/AIDS. Hasil Riset
Kesehatan Dasar tahun 2010 di propinsi
Kalimantan Tengah bahwa persentase umur > 15
tahun dengan pengetahuan komprehensif tentang
HIV/AIDS dan persentase penduduk umur > 15
tahun yang pernah mendengar HIV/AIDS masih
dibawah 57,5% (Profil Kalimantan Tengah Tahun
2012).
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh
Herlina (2001) dengan judul analisis faktor-faktor
yang berhubungan dengan konsistensi pemakaian
kondom pada pekerja seks komersil di Jakarta
Utara Tahun 2000, hasil penelitian menunjukkan
bahwa, umur, tempat bekerja, tingkat
keterpaparan informasi HIV/AIDS dan riwayat
menderita IMS berhubungan secara bermakna
dengan konsistensi pemakaian kondom.
Selanjutnya Iskandar (2001) melakukan penelitian
dengan judul analisis faktor-faktor yang
berhubungan dengan keinginan menggunakan
kondom untuk mencegah terinfeksi HIV/AIDS
pada WPS, hasil penelitian menunjukkan bahwa
keterpaparan informasi HIV/AIDS,dan tingkat
pendidikan mempunyai hubungan yang bermakna
dengan keinginan menggunakan kondom,
Jumlah terbesar faktor resiko kasus AIDS adalah
hubungan heteroseksual, artinya, penularan HIV/
AIDS lebih banyak pada hubungan seks yang
tidak aman di pasangan heteroseksual, hal ini bisa
jadi dikarenakan kurangnya pemahaman tentang
bagaimana melakukan hubungan seks yang lebih
aman, membuat penularan HIV menjadi
meningkat. Komunitas yang tidak memahami
secara benar informasi dan pengetahuan yang
mereka peroleh tentang HIV/AIDS dapat
menimbulkan kesalahpahaman pada sikap dan
akhirnya akan berdampak pada perilakunya
artinya bahwa perilaku dalam melakukan
pencegahan HIV/AIDS dengan menawarkan
kondom saat sebelum melayani tamu, merupakan
perilaku kesehatan yang dipengaruhi oleh
pengetahuan, yang merupakan salah satu dari
faktor predisposisi berdasarkan analisis Green.
Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini
penting dilakukan yaitu “Promosi Kesehatan
Dengan Peer Education Pada WPS Komunitas km
12 Terhadap Pengetahuan, Sikap dan Perilaku
Tentang HIV/AIDS di Kota Palangka Raya”.
METODE
Desain penelitian ini merupakan
penelitian quasi experimental dengan rancangan
non-equivalent control group design with pretest
and postest menggunakan dua kelompok yaitu
kelompok eksperimen yang mendapat perlakuan
promosi kesehatan dengan peer education dan
kelompok kontrol mendapat perlakuan promosi
kesehatan dengan metode ceramah oleh tenaga
penyuluh dari Komisi Pemberantasan AIDS
(KPA). Sebagai unit analisis akan dilakukan
kepada responden yaitu wanita pekerja seks.
Waktu penelitian yang dilakukan adalah Minggu
ke-1 bulan September 2013 sampai dengan
minggu ke-4 Desember 2013.
Adapun lokasi penelitian adalah lokalisasi jalan
cilik riwut km 12 di kota Palangka Raya, yaitu
komunitas km 12 (lokalisasi wanita pekerja
seks/WPS). Populasi dalam penelitian adalah
populasi terjangkau yaitu seluruh WPS
dilokalisasi jalan Cilik Riwut Km 12 kota
66
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
Palangka Raya.
HASIL
Pengaruh Intervensi terhadap Nilai
Pengetahuan pada Kelompok Ceramah dan
Peer Education.
1. Distribusi Nilai Pengetahuan Sebelum
dan Sesudah Intervensi
Ada 2 variabel nilai yang diukur secara berulang
dan ada 2 kelompok yang ingin dilihat perbedaan
nilainya, yaitu kelompok ceramah (jumlah
responen=30) dan kelompok peer education
(jumlah responden =30). Secara umum/total,
terdapat peningkatan rata-rata nilai, dari nilai
sebelum (mean= 77,58) s/d nilai sesudah (mean=
78,17). Antara kelompok ceramah dengan peer
education terlihat nilai kelompok peer education
lebih tinggi di level sebelum intervensi. Namun
sesudah intervensi tidak ada perbedaan nilai
(Tabel 4.2.).
Tabel 1. Distribusi Nilai Pengetahuan Kelompok
Ceramah dan Kelompok Peer Education pada WPS
komunitas km 12
Metoda Mean
Std.
Deviation N
Nilai
sebelum
Ceramah 76.17 7.733 30
Peer
education
79.00 8.550 30
total 77.58 8.208 60
Nilai
sesudah
Ceramah 78.17 8.355 30
Peer
education
78.17 9.330 30
total 78.17 8.780 60
2. Pengaruh Intervensi terhadap Nilai
Pengetahuan
Pengaruh intervensi terhadap nilai pengetahuan
pada kelompok ceramah dan peer education dapat
dianalisis dengan membandingkan nilai
pengetahuan sebelum intervensi dengan sesudah
intervensi dengan menggunakan analisis
Generalize Linier Model Repeted Measure (GLM-
RM). Berdasarkan tabel 2 Pada dua level pertama
pengukuran nilai pengetahuan sebelum intervensi,
p value > 0,05. Artinya tidak ada perbedaan nilai
pengetahuan antara kelompok ceramah dengan
kelompok peer education. Sebelum intervensi,
nilai pengetahuan mereka sama, begitu juga satu
minggu setelah pelatihan belum terlihat perbedaan
nilai pengetahuan antar kelompok ceramah
dengan peer education setelah dikontrol oleh
variabel pendidikan dan lama bekerja di
komunitas km 12.
Tabel 2. Hasil Uji GLM RM Pengaruh Intervensi terhadap Nilai
Pengetahuan Kelompok Ceramah dan Peer Education Pada WPS
Komunitas km 12 (n=30)
Dependent
Variable
Parameter 95%
Interval
Confidece
B Std. Error Sig.
Lower
Bound
Upper
Bound
Pre Intercept 75.000 4.792 15.650 .000 65.388 84.612
A6_thn .353 .685 .516 .608 -1.021 1.728
[metoda=1] -1.603 5.661 -.283 .778 -12.958 9.751
[metoda=2] 0a . . . . .
[A4=1] 1.829 5.586 .328 .745 -9.374 13.933
[A4=2] 5.398 5.185 1.041 .303 -5.002 15.799
[A4=3] 0a . . . . .
Post Intercept 68.333 4.935 13.848 .000 58.436 78.231
A6_thn 1.345 .706 1.906 .062 -.071 2.761
[metoda=1] 6.572 5.829 1.127 .265 -5.120 18.263
[metoda=2] 0a . . . . .
[A4=1] 11.283 5.752 1.962 .055 -.253 22.820
[A4=2] 9.402 5.339 1.761 .084 -1.307 20.111
[A4=3] 0a . . . . .
67
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
Pada graft terlihat bahwa ada peningkatan nilai
kelompok ceramah, sedangkan pada kelompok
peer education ada penurunan nilai pengetahuan
setelah dilakukan intervensi.
Grafik Perubahan Nilai Pengetahuan
Kelompok Ceramah dan Peer Education Pada
WPS komunitas km 12 (n=60)
Pengaruh Intervensi terhadap Nilai Sikap
Kelompok Ceramah dan Peer Education
a. Distribusi Nilai Sikap Sebelum dan
Sesudah Intervensi
Ada 2 variabel nilai sikap yang diukur secara
berulang dan ada 2 kelompok yang ingin dilihat
perbedaan nilainya, yaitu kelompok ceramah
(jumlah responden=30) dan kelompok peer
education (jumlah responden =30). Secara
umum/total, terdapat peningkatan rata-rata nilai
sikap, dari nilai sebelum (mean 36,15±4,9) s/d
nilai sesudah (mean = 40,62±15,9). Antara
kelompok ceramah dengan peer education terlihat
nilai kelompok peer education sama di level
sebelum intervensi. Namun sesudah intervensi ada
sedikit perbedaan nilai (Tabel 3)
Tabel 3. Distribusi Nilai Sikap Pengetahuan Pada
Kelompok Ceramah dan
Kelompok Peer Education Pada WPS Komunitas
km 12 (n=60)
Metoda Mean
Std.
Deviation N
Sikap_
sebelum
Ceramah 36.20 5.997 30
Peer
education
36.10 3.458 30
total 36.15 4.853 60
Sikap_
sesudah
Ceramah 42.57 18.196 30
Peer
education
38.67 13.348 30
total 40.62 15.943 60
b. Pengaruh Intervensi terhadap Nilai Sikap
Sebelum dan Sesudah Intervensi
Pengaruh intervensi terhadap sikap responden
pada kelompok ceramah dan peer education dapat
dianalisis dengan membandingkan nilai sikap
sebelum intervensi dengan sesudah intervensi
dengan menggunakan analisis Generalize Linier
Model Repeted Measure (GLM-RM).
Berdasarkan tabel 4.5. Pada dua level pertama
pengukuran nilai sikap sebelum intervensi, p value
> 0,05. Artinya tidak ada perbedaan nilai sikap
antara kelompok ceramah dengan kelompok peer
education. Sebelum intervensi, nilai sikap mereka
sama, begitu juga satu minggu setelah pelatihan
belum terlihat perbedaan nilai sikap antar
kelompok ceramah dengan peer education setelah
dikontrol oleh variabel pendidikan dan lama
bekerja di komunitas km 12.Tabel 4. Hasil Uji GLM RM Pengaruh Intervensi terhadap Nilai Sikap
Kelompok Ceramah dan Peer Education pada WPS Komunitas Km 12, (n=60)
Dependent
Variable
Parameter 95% Confidece Interval
B
Std.
Error
t Sig.
Lower
Bound
Upper
Bound
Pre Intercept 37.333 2.691 13.876 .000 31.937 42.730
A6_thn .358 .385 .931 .356 -.414 1.130
[metoda=1] .683 3.178 .215 .831 -5.692 7.05`8
[metoda=2] 0a . . . . .
[A4=1] -.398 3.136 -.127 .899 -6.688 5.892
[A4=2] -2.215 2.911 -.761 .450 -8.054 3.624
[A4=3] 0a . . . . .
Post Intercept 36.333 9.480 3.833 .000 17.319 55.347
A6_thn -1.087 1.356 -.802 .426 -3.807 1.633
[metoda=1] 9.379 11.198 .837 .406 -13.083 31.840
[metoda=2] 02 . . . . .
[A4=1] 2.319 11.050 .210 .835 -19.844 24.481
[A4=2] 3.816 10.257 .372 .711 -16.757 24.389
[A4=3] 0a . . . . .
Pada grafik terlihat bahwa ada sedikit penurunan
nilai sikap pada kelompok peer education,
sedangkan pada kelompok ceramah terjadi
kenaikan yang cukup tajam. Namun, kedua garis
69
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
menunjukan adanya perpotongan.
Grafik Perubahan Nilai Sikap Kelompok
Ceramah dan Peer Education pada WPS
komunitaskm 12 (n=60)
Pengaruh Intervensi terhadap Perilaku
Kelompok Ceramah dan Peer Education
a. Distribusi Nilai Perilaku Sebelum dan
Sesudah Intervensi
Ada 2 variabel nilai perilaku yang diukur secara
berulang dan ada 2 kelompok yang ingin dilihat
perbedaan nilainya, yaitu kelompok ceramah
(jumlah responden=30) dan kelompok peer
education (jumlah responden =30). Secara
umum/total, terdapat peningkatan rata-rata nilai
perilaku, dari nilai sebelum (mean 17,20±4,48) s/d
nilai sesudah (mean = 16,27±2,14). Antara
kelompok ceramah dengan peer education terlihat
nilai perlilaku kelompok ceramah sedikit lebih
tinggi dripada kelompok peer education di level
sebelum intervensi. Namun sesudah intervensi ada
perbedaan nilai yang cukup tajam antara
kelompok kontrol (15,53) dan intervensi (17,00)
(Tabel 5).
Tabel 5. Distribusi Nilai Perilaku Kelompok
Ceramah dan Peer Education
Metoda Mean
Std.
Deviation N
Perilaku
sebelum Ceramah 17.30 4.070 30
Peer
education 17.10 4.930 30
total 17.20 4.483 60
Perilaku
sesudah Ceramah 15.53 2.161 30
Peer
education 17.00 2.464 30
total 16.27 2.414 60
b. Pengaruh Intervensi terhadap Nilai
Perilaku Sebelum dan Sesudah Intervensi
Pengaruh intervensi terhadap perilaku responden
pada kelompok ceramah dan peer education dapat
dianalisis dengan membandingkan nilai perilaku
sebelum intervensi dengan Sesudah intervensi
dengan menggunakan analisis Generalize Linier
Model Repeted Measure (GLM-RM). Berdasarkan
tabel 4.5. Pada dua level pertama pengukuran nilai
perilaku sebelum intervensi, p value > 0,05.
Artinya tidak ada perbedaan nilai perlaku antara
kelompok ceramah dengan kelompok peer
education. Sebelum intervensi, nilai perilaku
mereka sama, begitu juga satu minggu setelah
pelatihan belum terlihat perbedaan nilai perlaku
antar kelompok ceramah dengan peer education
setelah dikontrol oleh variabel pendidikan dan
lama bekerja di komunitas km 12. Namun,
perubahan nilai perilaku sebelum dan sesudah
intervensi terlihat pada lamanya responden
bekerja di komunitas km.12 (nilai P=0,049)
dengan nilai B =0,381 artinya setiap kenaikan
0,381 tahun lamanya responden berada di
komunitas km 12 akan menaikan nilai perilaku
terhadap pencegahan HIV setelah dikontrol oleh
variabel lain. (Tabel 6).
Tabel 6. Hasil Uji GLM RM Pengaruh Intervensi terhadap Nilai Perilaku Kelompok Ceramah dan Peer
Education di WPS Komunitas km 12 (n=60)
Dependent
Variable
Parameter 95% Confidece
Interval
B
Std.
Error
t Sig.
Lower
Bound
Upper
Bound
Pre Intercept 14.333 2.561 5.596 .000 9.196 19.470
A6_thn -.375 .366 -1.023 .311 -1.110 .360
[metoda=1] 5.666 3.026 1.873 .067 -.402 11.735
[metoda=2] 0a . . . . .
[A4=1] 2.194 2.985 .735 .466 -3.793 8.182
[A4=2] 3.889 2.771 1.403 .166 -1.669 9.447
69
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
[A4=3] 0a . . . . .
Post Intercept 17.333 1.320 13.127 .000 14.685 19.982
A6_thn .381 .189 2.019 .049 .002 .760
[metoda=1] -1.215 1.560 -.779 .440 -4.343 1.914
[metoda=2] 0a . . . . .
[A4=1] -.535 1.539 -.347 .730 -3.622 2.552
[A4=2] -.669 1.429 -.469 .641 -3.535 2.196
[A4=3] 0a . . . . .
Dari grafik terlihat bahwa ada ada penurunan nilai
perilaku yang tajam pada kelompok ceramah.
Sedangkan pada kelompok peer education terlihat
ada kenaikan nilai perlaku namun tidak terlalu
tajam. Namun, kedua garis menunjukan adanya
perpotongan.
Grafik Perubahan Nilai Perilaku Kelompok
Ceramah dan Peer Education Pada Komunitas
km 12, November 2013 (n=60)
Pengetahuan, Sikap Dan Perilaku Responden
per Item Pernyataan
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas
tentang persentasi responden menjawab benar per
item pernyataan aspek pengetahuan, sikap dan
perilaku pada kedua kelompok ceramah dan peer
edukation sesudah post test dapat dilihat pada
Tabel 7,8,9 berikut.
Tabel 7. Persentase WPS yang Menjawab Benar
Variabel Pengetahuan
NO PERNYATAAN
Jawaban Benar
Kelompok Ceramah dan
Kelompok Peer Education
Frequensi (%)
1.
HIV (Human Immunodeficiensy
Virus) adalah penyebab
AIDS
60 100
2.
HIV terdapat didalam
cairan tubuh (darah, air
mani, cairan vagina dan air susu ibu) seseorang
yang telah terinfeksi.
59 98,3
3.
Virus HIV tidak menyerang sistem
kekebalan tubuh
manusia.
17 28,3
4.
AIDS (Acquired
Immune Deficiensy
Sistem) adalah kumpulan gejala
penyakit yang timbul
akibat menurunnya kekebalan tubuh yang
disebabkan virus HIV.
57 95
5.
HIV tidak bisa menular dengan cara
penggunaan jarum
suntik/tindik & tato yang tidak steril &
dipakai bergantian
3 5
6.
HIV bisa menular dengan cara melalui
hubungan seksual (oral, anal & vaginal).
58 96,7
7.
HIV bisa menular dari
ibu yang (+) HIV kepada bayinya
sewaktu dalam
kandungan & ketika melahirkan secara
normal atau melalui
ASI.
54 90
8.
HIV tidak bisa menular
dengan cara
penggunaan peralatan dokter yang tidak steril
seperti peralatan dokter
gigi.
22 36,7
9.
Cara mencegah
penularan HIV, salah
satunya adalah dengan penggunaan kondom
yang baik dan benar
pada saat sebelum
berhubungan seks.
59 98,3
70
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
10.
HIV tidak bisa menular
kepada orang yang
mendapat tranfusi
darah yang
mengandung HIV
7 11,7
11.
HIV bisa menular melalui bersentuhan,
berciuman, bersalaman,
berpelukan.
14 23,3
12.
HIV bisa menular
melalui penggunaan
peralatan makan & minum, penggunaan
kamar mandi/jamban
yang sama, duduk bersama dalam satu
ruangan tertutup,
tinggal serumah, gigitan nyamuk, kolam
renang.
15 25
13.
Cara pemasangan kondom selain
menggunakan tangan,
juga bisa menggunakan cara magic (dengan
mulut/lidah).
33 55
14.
Setelah terinfeksi HIV biasanya tidak ada
gejala dalam waktu 5-
10 tahun.
37 61,7
15.
AIDS (sindrom
menurunnya kekebalan
tubuh yg disebabkan HIV) mulai
berkembang dan
menunjukan gejala antara lain kehilangan
berat badan secara
drastis, diare yang berkelanjutan, batuk
terus menerus.
60 100
16.
Cara mengetahui seseorang sudah
terinfeksi virus HIV
atau belum adalah dengan cara
pemeriksaan darah
dilaboratorium.
58 96,7
17.
AIDS dapat diobati
dengan kombinasi obat
yang dikenal sebagai terapi Antiretroviral
(ARV).
41 68,3
18.
Pengobatan dengan
ARV, dapat membunuh
virus HIV didalam
tubuh & menghambat
perjalanan lajunya
penyebaran HIV.
55 91,7
19.
Jika seseorang sudah
mendapatkan
pengobatan dengan ARV, maka orang
tersebut tidak harus
menggunakan ARV terus menerus seumur
hidupnya
25 41,7
20.
Jika menyimpan kondom, simpanlah
dalam dompet atau
saku belakang celana jean.
17 28,3
Keterangan : Pernyataan Unfavourable = Item
nomor 3, 5, 8, 10,11,12 dan 20.
Tabel 7. memperlihatkan hasil penghitungan
frekuensi pemunculan jumlah WPS yang
menjawab benar pada aspek pengetahuan post test
antara kelompok metode ceramah dan peer
education. Frekuensi pemunculan jumlah WPS
yang menjawab benar sebanyak 60 responden
(100%), terjadi pada item pernyataan nomor 1 dan
15, yang menjawab benar sebanyak 59 responden
(98,3%) terjadi pada item pernyataan nomor 2 dan
9, yang menjawab “ benar sebanyak 58 responden
(96,7%), terjadi pada item pernyataan nomor 6 dan
16, yang menjawab benar sebanyak 57 responden
(95%), terjadi pada item pernyataan nomor 4, dan
yang menjawab benar pada rentang 33 responden
sampai dengan 55 (55% - 91,7%), terjadi pada
item pernyataan nomor 13, 14, 17, 7 dan 18.
Frekuensi pemunculan jumlah WPS yang
menjawab benar dibawah 30 responden (50%),
terjadi pada item pernyataan nomor 19, 8, 3, 20,
12 dan 11, sedangkan frekuensi pemunculan
jumlah WPS yang menjawab benar dibawah 10
responden (20%), terjadi pada item pernyataan
nomor 10 dan 5.
Tabel 8. Persentase WPS Menjawab STS, KS, R, S, SS Variabel Sikap
No Pernyataan STS KS R S SS
F % F % F % F % F %
1. Sebelum melayani tamu, saya terlebih dulu
menawarkan kondom untuk digunakan.
1 1,7 5 0 13 21,7 43 71,7
2. Jika tamu menolak menggunakan kondom, saya tidak akan memaksa.
15 26 28 46,7 7 11, 7
7 11 7 2 3 3
3. Jika tamu menolak menggunakan kondom,
saya tidak mau melayani.
6 10 13 21,7 13 21,7 10 167 18 30
4. Jika tamu menolak menggunakan kondom,
saya tetap melayani, saya lebih khawatir
kehilangan tamu daripada tertular HIV/AIDS.
25 41,7 15 25 10 16,7 3 5 6 10
5. Jika tamu menolak menggunakan kondom,
saya tetap melayani dan memasang kondom
dengan cara magic (dengan mulut/lidah) tanpa diketahui oleh tamu.
12 20 12 20 9 15 17 28,3 10 16,7
6. Jika tamu menolak, saya akan memaksa dengan
cara merayu sampai mau.
1 1,7 3 5 2 3 3 23 38,3 31 51,7
7. Sebelum kehabisan kondom, saya akan segera 2 3,3 0 1 1,7 16 267 41 68,3
71
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
mencari kondom.
8. Jika saya kehabisan kondom, saya akan pinjam
atau membeli dengan teman sebelum melayani
tamu.
1 1,7 0 3 5 21 35 35 58,3
9. Jika menggunakan pelumas kondom, saya
menggunakan pelumas khusus untuk kondom yang dijual diapotik.
1 1,7 2 3,3 2 3,3 19 31 7 36 60
10. Jika menyimpan kondom, saya menyimpannya
dalam dompet atau saku belakang celana jean.
18 30 21 35 3 5 6 10 12 20
Keterangan : Pernyataan Unfavourable = Item nomor 2, 4 dan 10
Tabel 8 memperlihatkan hasil penghitungan
frekuensi pemunculan jumlah WPS yang
menjawab sangat setuju untuk pernyataan
favourable dan sangat tidak setuju untuk
pernyataan unfavourable pada aspek sikap post
test pada kelompok metode ceramah dan peer
education. Frekuensi pemunculan jumlah WPS
yang menjawab sangat setuju pada pernyataan
favourable dengan nilai 4, terjadi pada item
pernyataan nomor 1 sebanyak 43 responden
(71,7%), item pernyataan nomor 3 dan 7 sebanyak
41 responden (68,3%), item nomor 9, 8, dan 6
masing-masing sebanyak 36 responden (60%), 35
responden (58,3%), dan 31 responden (51,7),
sedangkan pada item pernyataan nomor 4, hanya
dijawab oleh 10 responden (16,7%). Frekuensi
pemunculan jumlah WPS yang menjawab sangat
tidak setuju pada pernyataan unfavourable dengan
nilai 4, terjadi pada item pernyataan nomor 4, 10
dan 2 masing-masing sebanyak 25 atau (41,7%)
responden, sebanyak 18 atau (30%) responden dan
sebanyak 15 atau (26%) responden, dimana dari
60 responden yang menjawab STS masih dibawah
30 atau (50%) responden.
Tabel 9. Persentase WPS Menjawab Selalu, Kadang-kadang, dan Tidak Pernah Variabel Perilaku
Post Test
No Pernyataan
SELALU KADANG-
KADANG
TIDAK
PERNAH
F % F % F %
1. Sebelum melayani tamu, saya terlebih dulu
menawarkan kondom untuk diqunakan.
59 98,3 1 1,7 - -
2. Jika tamu menolak menggunakan kondom, saya
tidak akan memaksa.
5 8,3 34 56,7 21 35
3. Jika tamu menolak menggunakan kondom, saya
tidak mau melayani.
27 45 16 26,7 17 28,3
4. Jika tamu menolak menggunakan kondom, saya
tetap
melayani, saya lebih khawatir kehilangan tamu
daripada tertular HIV/AIDS.
13 21,7 10 16,7 37 61,7
5. Jika tamu menolak menggunakan kondom, saya
tetap
melayani dan memasang kondom dengan cara
magic
(dengan mulut/lidah) tanpa diketahui oleh tamu.
28 46,7 17 28,3 15 25
6. Jika tamu menolak, saya akan memaksa dengan cara
merayu sampai mau.
47 78,3 12 20 1 1,7
7. Sebelum kehabisan kondom, saya akan segera
mencari kondom
57 95 3,3 1 1,7
8. Jika saya kehabisan kondom, saya akan pinjam atau
membeli dengan teman sebelum melayani tamu.
48 80 9 15 3 5
9. Jika menggunakan pelumas kondom, saya
menggunakan pelumas khusus untuk kondom yang
dijual diapotik.
47 78,3 10 16,7 3 5
10. Jika menyimpan kondom, saya menyimpanya dalam
dompet atau saku belakang celana jean.
19 31 7 13 21 7 28 46,7
Keterangan : Unfavourable nomor 2, 4 dan 10
72
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
Tabel 9. memperlihatkan hasil penghitungan
frekuensi pemunculan jumlah WPS yang
menjawab selalu untuk pernyataan
favourable dan pernyataan unfavourable
aspek perilaku post test pada kelompok
metode ceramah dan peer education.
Frekuensi pemunculan jumlah WPS yang
menjawab selalu pada pernyataan favourable
dengan nilai 2, terjadi pada pernyataan nomor
1, 3, 5, 6, 7, 8 dan 9. Pada item pernyataan
nomor 1, 6.7.8 dan 9 masing-masing
berjumlah diatas 30 (50%) responden,
sedangkan item nomor 3 dan 5 jumlah
responden menjawab adalah dibawah 30
responden atau dibawah 50%.
PEMBAHASAN
1. Tidak ada perbedaan bermakna
antara pre test dan post test
variabel pengetahuan, sikap dan
perilaku kelompok ceramah
dengan kelompok peer education.
Variabel pengetahuan, sikap dan perilaku
menunjukkan hasil tidak ada perbedaan
peningkatan secara bermakna yaitu P value >
0,005 antara pre test dan post test, hal ini bisa
disebabkan oleh beberapa hat antara lain : (a)
karena pemberian informasi yang dilakukan
hanya 1 kali; perubahan perilaku
memerlukan waktu yang lama, jarang ada
orang yang langsung berubah perilakunya
setelah diberi penyuluhan 1 kali (Mantra,
1997), (b) perubahan perilaku perlu
penguatan dan dukungan yang konsisten;
agar tercipta dan berlangsungnya perilaku
dimaksud, penyuluhan sebaiknya ditujukan
bukan hanya kepada subjeknya saja, tetapi
juga kepada lingkungan (Mantra, 1997), (c)
sampel sedikit; semakin besar sampel,
kemungkinan untuk membuat keputusan
yang tepat dalam menolak hipotesis not
semakin tepat (Kountour, 2004).
2. Frekuensi pemunculan jumlah WPS
yang menjawab benar post test, pada
pengetahuan kelompok ceramah
dan kelompok peer education.
Frekuensi pemunculan jumlah WPS yang
menjawab benar sebanyak 31 - 60 responden
(100%) berturut-turut, terjadi pada item
pernyataan nomor 1 dan 15, item pernyataan
nomor 2 dan 9 sebanyak 59 responden
(98,3%), sebanyak 58 responden (96,7%),
pada item nomor 6 dan 16, sebanyak 57
responden (95%), pada item nomor 4, dan
pada rentang 33 responden sampai dengan 55
(55% - 91,7%), terjadi pada item pernyataan
nomor 13, 14, 17, 7 dan 18, sedangkan
frekuensi pemunculan jumlah WPS yang
menjawab benar dibawah 30 responden
(50%), terjadi pada item pernyataan nomor
19, 8, 3, 20, 12 dan 11, serta frekuensi
pemunculan jumlah WPS yang menjawab
benar dibawah 10 responden (20%), terjadi
pada item pernyataan nomor 10 dan 5.
Pertanyaan nomor satu tentang pengertian
HIV/Aids dan pertanyaan nomor 15 tentang
gejala HIV/Aids, hal ini terjadi karena
informasi tersebut paling sering didengar dari
berbaga sumber anatara lain televisi, petugas
puskesmas maupun sesama mereka dengan
kata lain tingkat keterpaparannya tinggi, hal
ini sesuai dengan hasil penelitian Kalsum
(2000) dengan judul penggunaan kondom
pada pelanggan WPS (responden) tahun 1998
yang dilakukan oleh PPK UI dengan desain
studi cross sectional dengan jumlah sampel
400 responden, hasil penelitian menunjukkan
bahwa keterpaparan informasi mempunyai
hubungan yang bermakna dengan perilaku
pemakaian kondom, sedangkan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Herlina
(2001) dengan judul analisis faktor-faktor
yang berhubungan dengan konsistensi
pemakaian kondom pada pekerja seks
komersil di Jakarta Utara Tahun 2000, adalah
variabel umur, tempat bekerja, tingkat
keterpaparan informasi HIV/AIDS dan
riwayat menderita IMS berhubungan secara
bermakna dengan konsistensi pemakaian
kondom, dibandingkan dengan pertanyaan
nomor 5 HIV/Aids tidak bisa menular
melalui jarum suntik, item pertanyaan nomor
10 tentang HIV/Aids tidak bisa menular saat
transfusi darah dari penderita HIV/Aids,
kedua item pernyataan tersebut tentang cara
penularan HIV/Aids, dimana hal ini
kemungkinan informasi yang didapat oleh
WPS belum sepenuhnya utuh/lengkap cara
penularannya atau tingkat keterpaparannya
masih rendah.
3. Frekuensi pemunculan jumlah WPS
yang menjawab sangat setuju untuk
pernyataan favourable dan sangat
tidak setuju untuk pernyataan
unfavourable pada aspek sikap post
73
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
test, pada kelompok ceramah dan
kelompok peer education.
Frekuensi pemunculan jumlah WPS yang
menjawab sangat setuju pada pernyataan
favourable dengan nilai 4, terjadi pada item
pernyataan nomor 1 sebanyak 43 responden
(71,7%), item pernyataan nomor 3 dan 7
sebanyak 41 responden (68,3%), item nomor
9, 8, dan 6 masing-masing sebanyak 36
responden (60%), 35 responden (58,3%), dan
31 responden (51,7), sedangkan pada item
pernyataan nomor 4, hanya dijawab oleh 10
responden (16,7%), sedangkan frekuensi
pemunculan jumlah WPS yang menjawab
sangat tidak setuju pada pernyataan
unfavourable dengan nilai 4, terjadi pada
item pernyataan nomor 4, 10 dan 2 masing-
masing sebanyak 25 (41,7%) responden,
sebanyak 18 (30%) responden dan sebanyak
15 (26%) responden, dimana dari 60
responden yang menjawab STS masih
dibawah 30 (50%) responden. Pada item
pernyataan sikap favourable maupun
unfavourable belum ada wps yang menjawab
100% sangat setuju dan sangat tidak setuju,
semua item pernyataan dijawab oleh WPS
sangat bervariasi mulai dari paling rendah
26% sampai dengan paling tinggi 71,7%,
akan tetapi frekuensi WPS yang menjawab
sangat setuju pada item pernyataan nomor
satu yaitu tentang sebelum melayani tamu,
saya terlebih dulu menawarkan kondom
untuk digunakan yaitu sebanyak 98,3%, WPS
bersikap sangat setuju, hal ini sesuai dengan
tingkat keterpaparan mereka tentang
informasi tersebut yang dibuktikan dengan
jawaban WPS pada item pernyataan
pengetahuan dimana 100% menjawab benar
pada item nomor 1 dan 2.
4. Frekuensi pemunculan jumlah WPS
yang menjawab selalu untuk
pernyataan favourable dan tidak
pernah untuk pernyataan
unfavourable pada aspek perilaku
post test, pada kelompok ceramah
dan kelompok peer education.
Frekuensi pemunculan jumlah WPS yang
menjawab selalu pada pernyataan favourable
dengan nilai 2, terjadi pada pernyataan nomor
1, 6.7.8 dan 9 masing-masing berjumlah
diatas 30 orang (50%) responden, sedangkan
jumlah responden menjawab selalu berada
dibawah 30 responden atau dibawah 50%,
terjadi pada item nomor 3 dan 5, frekuensi
WPS yang menjawab selalu pada item
pernyataan nomor 1, 6.7.8 dan 9 masing-
masing berjumlah diatas 30 orang (50%)
responden, yaitu tentang sebelum melayani
tamu, saya terlebih dulu menawarkan
kondom untuk digunakan, jika tamu
menolak, saya akan memaksa dengan cara
merayu sampai mau, sbeleum kehabisan
kondom saya akan segera mencari kondom,
jika saya kehabisan kondom saya akan
pinjam atau membeli dengan teman sebelum
melayani tamu, jika menggunakan pelumas
kondom saya menggunakan pelumas khusus
untuk kondom yang dijual diapotik, WPS
berperilaku selalu, hal ini sesuai dengan
tingkat keterpaparan mereka tentang
informasi tersebut yang dibuktikan dengan
jawaban WPS pada item pernyataan
pengetahuan dimana 100% menjawab benar
pada item nomor 1 dan 2 dan sesuia dengan
sikap WPS dengan menjawab item
pernyataan nomor 1.
KESIMPULAN
1. Pengetahuan WPS komunitas km 12
tentang HIV/AIDS sebelum dan sesudah
diberikan informasi melalui peer
education maupun ceramah tidak ada
peningkatan dan perbedaan bermakna.
2. Sikap WPS komunitas km 12 tentang
HIV/AIDS sebelum dan sesudah
diberikan informasi melaui peer
education maupun ceramah tidak ada
peningkatan dan perbedaan bermakna.
3. Perilaku WPS komunitas km 12 tentang
HIV/AIDS sebelum dan sesudah
diberikan informasi melalui peer
education maupun ceramah tidak ada
peningkatan dan perbedaan bermakna.
4. Pendidikan teman sebaya telah banyak
digunakan diberbagai bidang kesehatan
termasuk pendidikan kesehatan tentang
HIV/Aids, metode ini sangat baik
digunakan karena pertukaran informasi
dapat berlangsung terus menerus dimana
saja dan kapan saja sesuai dengan situasi
dan kondisi yang memungkinkan untuk
terjadinya hal tersebut diantara sesama.
5. Terdapat konsistensi jawaban WPS antara
74
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap
pencegahan penularan HIV/AIDS
SARAN
1. perlu penelitian lebih lanjut untuk melihat
hubungan persepsi pelanggan/ tamu WPS
komunitas km 12 dihubungkan dengan
sikap dan perilakunya.
2. Kepada pengelola WPS Komunitas km 12
Perlu memberikan pendidikan kesehatan
tentang HIV/AIDS secara terus menerus
dan berkesinambungan, karena mobilitas
WPS yang tinggi, khususnya metode
pendidikan teman sebaya.
3. Perlu memberikan penghargaan bagi
WPS yang selalu menawarkan kondom
kepada tamu untuk digunakan dan WPS
tidak mau melayani tamu jika tidak
menggunakan kondom serta memberikan
sanksi atau hukuman disiplin bagi WPS
yang ketahuan tidak menawarkan kondom
kepada tamu.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar S. Penyusunan Skala Psikologi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2003.
Azwar S. Realibitas dan Validitas.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar,Offset, 2003.
Kountur R. Metode Penelitian untuk
penulisan Skripsi dan Tesis. Jakarta : PPM,
2005.
Mulyana D. Emu Komunikasi Suatu
Pengantar. Bandung; Remaja Rosdakarya
Offset. 2001
Nurgiyanto B, Gunawan, Marzuki. Statistik
Terapan untuk penelitian ilmu-ilmu sosial.
Yogyakarta : Gajah Mada University Press,
2004
Notoatmojo S. Pendidikan Kesehatan. Edisi
Revisi. Jakarta : Rineka Cipta. 2002.
Sugiyono. Statistika untuk Penelitian.
Cetakan keempat. Bandung: CV.
Alfabeta,2000.
Suliha U, Herawani, Sumiati, Resnayati T.
Pendidikan Kesehatan Dalam Keperawatan.
Jakarta: EGC. 2002
Rakhmat J. Psikologi Komunikasi. Edisi
Revisi. Bandung; Remaja Rosdakarya Offset.
2004
WWW.aidsindonesia.ore. id. Laporan
HIV/AIDSTw I 2013, final, senin, 4
Nopember 2013. 09.14 WIB.
Group. Yahoo.
Com/neo/groups/wartaaids/conversation/tipx
/3 5 22. Statistik HIV. Triwulan 2013
(Januari-Maret 2013), Senin, 04 Nopember
2013. 09.18 WIB
Herlina (2001), Analisis faktor-faktor yang
berhubungan dengan konsistensi pemakaian
kondom pada PSK di Jakarta Utara•tahun
2000.
Iskandar (2001), Analisis faktor-faktor yang
berhubungan 'dengan keinginan
menggunakan pemakaian kondom.
Pavillaningtyas. A, et all (2002), Hubungan
pengetahuan HIV/AIDS dan pola asuh orang
tua dengan sikap terhadap pencegahan
penularan HIV/AIDS (studi pada siswa putri
SMA Negeri Semarang).
Juliastika, et all (2011), Hubungan
pengetahuan tentang HIV/AIDS dengan
sikap dan tindakan penggunaan kondom pria
pada WPS di kota Manado.
75
JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016
PEDOMAN PENULISAN NASKAH
1. Jurnal ini memuat naskah di bidang kesehatan.
2. Naskah hasil penelitian atau naskah konsep yang
ditujukan kepada Forum Kesehatan, belum
dipublikasikan di tempat lain.
3. Komponen naskah:
Judul ditulis maksimal 150 karakter termasuk huruf
dan spasi.
Teks naskah ditulis dengan huruf Times New Roman
size 11pt.
Identitas peneliti ditulis dicatatan kaki di halaman
pertama.
Abstrak dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris
maksimal 200 kata, dalam satu alenia mencakup
masalah, tujuan, metoda, hasil, disertai dengan 3-5
kata kunci.
Pendahuluan tanpa subjudul, berisi latar belakang,
sedikit tinjauan pustaka, dan tujuan penelitian.
Metode dijelaskan secara rinci, desain, populasi,
sampel, sumber data, teknik/instrumen pengumpul
data, prosedur analisa data.
Pembahasan mengurai secara tepat dan argumentatif
hasil penelitian, temuan dengan teori yang relevan,
bahasa dialog yang logis, sistematik, dan mengalir.
Tabel diketik 1 spasi sesuai urutan penyebutan dalam
teks. Jumlah maksimal 6 tabel dengan judul singkat.
Kesimpulan dan saran menjawab masalah penelitian
tidak melampaui kapasitas temuan, pernyataan tegas.
Saran logis, tepat guna, dan tidak mengada-ada.
4. Rujukan sesuai dengan aturan Vancouver, urut sesuai
dengan pemunculan dalam keseluruhan teks, dibatasi
25 rujukan dan 80% merupakan publikasi 10 tahun
terakhir.
Cantumkan nama belakang penulis dan inisial nama
depan. Maksimal 6 orang, selebihnya diikuti “dkk (et
al)”.
Huruf pertama judul ditulis dengan huruf besar,
selebihnya dengan huruf kecil, kecuali penamaan
orang, tempat dan waktu. Judul tidak boleh digaris
bawah dan ditebalkan hurufnya.
Artikel Jurnal Penulis Individu:
Rivera JA, Sotres-Alvares D, Habicht JP, Shamah T,
Villalpando S. Impact of the Mexican Program for
Education, Health, and Nutrition on Rates of Growth and
Anemia in infants and young children a
randomized effectiveness study. JAMA. 2004;
291(21):2463-70.
Artikel Jurnal Penulis Organisasi
Diabetes Prevention Program Research Group.
Hypertension, insulin, and prosulin in participants with
impaired glucose tolerance. Hypertension.
2002;40(5):679-86.
Buku yang ditulis Individu: Price, SA, Koch, MW, Basset, S. Health Care Resource Management: Present and Future Challenges. St. Louis: Mosby;1998. Buku yang ditulis Organisasi dan Penerbit:
Royal Adelaide Hospital; University of Adelaide,
Departement of Clinical Nursing. Compendium of
nursing research and practice development, 1999-2000.
Adelaide (Australia): Adelaide University; 2001.
Bab dalam Buku:
Soentoro. Penyerapan Tenaga Kerja Luar Sektor
Pertanian di Pedesaan. Dalam Faisal Kasryno, editor.
Prospek Pembangunan Ekonomi Pedesaan Indonesia.
Jakarta:Yayasan Obor; 1984. p.202-262.
Artikel Koran:
Tynan T. Medical improvements lower homicide rate:
study sees drop in assault rate. The Washington Post.
2002 Aug 12; Sect. A:2 (col.4).
CD-ROM:
Women and HIV/AIDS: Reproductive and Sexual
Health[CD ROM], London: Reproductive Health
Matters;2005.
Artikel Jurnal di Internet:
Griffith, AI. Cordinating Family and School:
Mothering for Schooling, Education Policy Analysis
Archives [Online]. 1997 Jan [Cited 1997 February12] ;
102 (3): [about 3 p.]. Available from:
http://olam.ed.asu.edu/epaa/.
Buku di Internet:
Foley KM, Gelband H, editors. Improving palliative care
for cancer [monograph on the internet]. Washington:
National Academy Press; 2001 [cited
2002 Jul 9]. Available from:
http://www.nap.edu/books/0309074029/html/.
Situs Internet:
Canadian Cancer Society [homepage on the internet].
Toronto: The Society; 2006 [update 2006 May 12;
cited 2006 Oct 17]. Available from:
http://www.cancer.ca/.
5. Naskah maksimal 20 halaman kuarto spasi ganda,
ditulis dengan program komputer Microsoft Word,
dalam softcopy dan 2 (dua) eksemplar copy dokumen
tertulis.
6. Naskah harus disertai surat pengantar yang
ditandatangani penulis dan akan dikembalikan jika ada
permintaan tertulis.
7. Naskah dikirimkan kepada: Redaksi Jurnal „Forum
Kesehatan‟, Perpustakaan Gedung B Lantai 2
Politeknik Kesehatan Palangka Raya, Jalan George Obos
No.32 Palangka Raya, Telp : 0536-3221768 atau email: