12
Gambar 1-6. Babi bali yang dipelihara semi intensif Seminar Nasional Sains dan Teknologi (SENASTEK-2015), Kuta, Bali, INDONESIA, 29 – 30 Oktober 2015 POPULASI DAN PERFORMANS REPRODUKSI BABI BALI BETINA DI KABUPATEN KARANGASEM SEBAGAI PLASMA NUTFAH ASLI BALI N.L.G. Sumardani 1 , I.N. Ardika 2 1 Lab. Reproduksi Ternak; 2 Lab. Genetika Pemuliaan Ternak; Fakultas Peternakan Universitas Udayana Corresponding author: [email protected] P.PNL.21 Pendahuluan Babi bali merupakan salah satu komoditas ternak penghasil daging yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan karena memiliki sifat-sifat dan kemampuan yang menguntungkan, namun keberadaannya di Pulau Bali sangat sedikit dan hanya terdapat pada derah-daerah tertentu, seperti daerah Karangasem, Nusa Penida dan Buleleng. Pemeliharaan babi bali tidak bisa terlepas dari adat sosial budaya yang ada di Pulau Bali (Budaars, 2012). Konsentrasi ternak babi yang tinggi di Pulau Bali disebabkan karena adanya kesesuaian babi bali tersebut dengan lingkungannya, didukung pula oleh adat dan tradisi kebudayaan di Bali. Dalam usaha pengembangan dan peningkatan produktivitas babi bali, performans reproduksi (lama bunting, service periode dan calving interval) memegang peranan penting, dan juga produktivitas seekor induk babi ditentukan oleh litter size dan farrowing rate dalam setahunnya. (Ardana dan Putra, 2008). Sampai saat sekarang, informasi dan data dasar mengenai performans reproduksi babi bali masih sangat terbatas. Berdasarkan kenyataan tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui performance reproduksi ternak babi bali di Provinsi Bali, khususnya di Kabupaten Karangasem Metode Penelitian Pada penelitian ini pengambilan sampel secara purposive random sampling dan pendekatan eksploratif di wilayah Kabupaten Karangasem, serta pemilihan lokasi penelitian berdasarkan waktu dan biaya penelitian. Wilayah Kabupaten Karangasem terdiri dari 8 kecamatan yaitu: Kubu, Abang, Karangasem, Bebandem, Selat, Sidemen, Rendang, dan Manggis. Hasil dan Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi babi bali di Kabupaten Karangasem yang terdiri dari 8 kecamatan dalam lima tahun terakhir (2010-2014) secara berurutan adalah 73.521 ekor; 73.444 ekor; 79.840 ekor; 73.677 ekor; dan 70.552 ekor. Hal ini secara statistik mengalami penurunan setiap tahunnya rata-rata 0,063%. Penurunan populasi ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu ketersediaan pakan alami (hijauan), dan manajemen pemeliharaan yang belum secara intensif. Performans reproduksi babi bali di Kabupaten Karangasem berdasarkan hasil pengamatan adalah sebagai berikut: lama bunting babi bali betina rata-rata 110±2.59 hari; calving intervalnya 151.06±6,30 hari; dan litter size babi bali 6.98±2.37 ekor. Hal ini sejalan dengan Toelihere (1993) dan Feradis (2010) yang menyatakan bahwa lama kebuntingan pada babi rata-rata 114 hari dan induk mengalami estrus kembali setelah 4-7 hari sesudah penyapihan. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ardana dan Putra (2008), bahwa makin tinggi litter size dan farrowing rate dari seekor induk, dapat diharapkan makin tinggi pula produktivitasnya dalam setahun atau selama umur reproduksi induk tersebut. Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah performans reproduksi babi bali di Kabupaten Karangasem adalah baik, dan diperlukan usaha-usaha untuk meningkatkan populasi babi bali karena sebagai plasma nutfah babi lokal Indonesia, babi bali perlu dilestarikan, disamping upaya peningkatan manajemen pemeliharaan dan mutu genetiknya. Ucapan Terima Kasih Terimakasih kepada Universitas Udayana (Fakultas Peternakan UNUD) atas dana Hibah Dosen Muda, sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan dengan baik Daftar Pustaka Ardana, I.B dan D.K.H. Putra. 2008. Ternak Babi Manajemen Reproduksi, Produksi dan Penyakit. Udayana University Press. Denpasar. Budaarsa K. 2012. Babi Guling Bali “dari beternak, kuliner, hingga sesaji”. Buku Arti. Denpasar. Dinas Peternakan Provinsi Bali. 2015. Informasi Data Peternakan 2014. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Bali. Feradis. 2010. Reproduksi Ternak. Alfabeta. Bandung. Toelihere M.R. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak. Angkasa. Bandung. 1 2 3 4 5 6

POPULASI DAN PERFORMANS REPRODUKSI BABI BALI · PDF fileHasil penelitian menunjukkan bahwa populasi babi bali di Kabupaten Karangasem yang terdiri dari 8 kecamatan dalam lima tahun

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: POPULASI DAN PERFORMANS REPRODUKSI BABI BALI · PDF fileHasil penelitian menunjukkan bahwa populasi babi bali di Kabupaten Karangasem yang terdiri dari 8 kecamatan dalam lima tahun

Gambar 1-6. Babi bali yang dipelihara semi intensif

Seminar Nasional Sains dan Teknologi (SENASTEK-2015), Kuta, Bali, INDONESIA, 29 – 30 Oktober 2015

POPULASI DAN PERFORMANS REPRODUKSI BABI BALI BETINA DI KABUPATEN KARANGASEM

SEBAGAI PLASMA NUTFAH ASLI BALIN.L.G. Sumardani1, I.N. Ardika2

1Lab. Reproduksi Ternak; 2Lab. Genetika Pemuliaan Ternak; Fakultas Peternakan Universitas UdayanaCorresponding author: [email protected]

P.PNL.21

PendahuluanBabi bali merupakan salah satu komoditas ternak penghasil dagingyang memiliki potensi besar untuk dikembangkan karena memilikisifat-sifat dan kemampuan yang menguntungkan, namunkeberadaannya di Pulau Bali sangat sedikit dan hanya terdapatpada derah-daerah tertentu, seperti daerah Karangasem, NusaPenida dan Buleleng. Pemeliharaan babi bali tidak bisa terlepasdari adat sosial budaya yang ada di Pulau Bali (Budaars, 2012).Konsentrasi ternak babi yang tinggi di Pulau Bali disebabkankarena adanya kesesuaian babi bali tersebut denganlingkungannya, didukung pula oleh adat dan tradisi kebudayaan diBali. Dalam usaha pengembangan dan peningkatan produktivitasbabi bali, performans reproduksi (lama bunting, service periode dancalving interval) memegang peranan penting, dan juga produktivitasseekor induk babi ditentukan oleh litter size dan farrowing ratedalam setahunnya. (Ardana dan Putra, 2008). Sampai saatsekarang, informasi dan data dasar mengenai performansreproduksi babi bali masih sangat terbatas. Berdasarkan kenyataantersebut, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui performancereproduksi ternak babi bali di Provinsi Bali, khususnya di KabupatenKarangasem

Metode PenelitianPada penelitian ini pengambilan sampel secara purposive randomsampling dan pendekatan eksploratif di wilayah KabupatenKarangasem, serta pemilihan lokasi penelitian berdasarkan waktudan biaya penelitian. Wilayah Kabupaten Karangasem terdiri dari 8kecamatan yaitu: Kubu, Abang, Karangasem, Bebandem, Selat,Sidemen, Rendang, dan Manggis.

Hasil dan PembahasanHasil penelitian menunjukkan bahwa populasi babi bali di

Kabupaten Karangasem yang terdiri dari 8 kecamatan dalam limatahun terakhir (2010-2014) secara berurutan adalah 73.521 ekor;73.444 ekor; 79.840 ekor; 73.677 ekor; dan 70.552 ekor. Hal inisecara statistik mengalami penurunan setiap tahunnya rata-rata0,063%. Penurunan populasi ini disebabkan oleh beberapa faktoryaitu ketersediaan pakan alami (hijauan), dan manajemenpemeliharaan yang belum secara intensif.

Performans reproduksi babi bali di Kabupaten Karangasemberdasarkan hasil pengamatan adalah sebagai berikut: lamabunting babi bali betina rata-rata 110±2.59 hari; calving intervalnya151.06±6,30 hari; dan litter size babi bali 6.98±2.37 ekor.

Hal ini sejalan dengan Toelihere (1993) dan Feradis (2010)yang menyatakan bahwa lama kebuntingan pada babi rata-rata 114hari dan induk mengalami estrus kembali setelah 4-7 hari sesudahpenyapihan.Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ardana dan Putra (2008),bahwa makin tinggi litter size dan farrowing rate dari seekor induk,dapat diharapkan makin tinggi pula produktivitasnya dalam setahunatau selama umur reproduksi induk tersebut.

KesimpulanKesimpulan dari penelitian ini adalah performans reproduksibabi bali di Kabupaten Karangasem adalah baik, dandiperlukan usaha-usaha untuk meningkatkan populasi babibali karena sebagai plasma nutfah babi lokal Indonesia, babibali perlu dilestarikan, disamping upaya peningkatanmanajemen pemeliharaan dan mutu genetiknya.

Ucapan Terima KasihTerimakasih kepada Universitas Udayana (FakultasPeternakan UNUD) atas dana Hibah Dosen Muda, sehinggapenelitian ini dapat dilaksanakan dengan baik

Daftar Pustaka

Ardana, I.B dan D.K.H. Putra. 2008. Ternak Babi Manajemen Reproduksi, Produksi dan Penyakit. Udayana University Press. Denpasar.

Budaarsa K. 2012. Babi Guling Bali “dari beternak, kuliner, hingga sesaji”. Buku Arti. Denpasar.

Dinas Peternakan Provinsi Bali. 2015. Informasi Data Peternakan 2014. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Bali.

Feradis. 2010. Reproduksi Ternak. Alfabeta. Bandung.

Toelihere M.R. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak. Angkasa. Bandung.

1 2

3 4

5 6

Page 2: POPULASI DAN PERFORMANS REPRODUKSI BABI BALI · PDF fileHasil penelitian menunjukkan bahwa populasi babi bali di Kabupaten Karangasem yang terdiri dari 8 kecamatan dalam lima tahun
Page 3: POPULASI DAN PERFORMANS REPRODUKSI BABI BALI · PDF fileHasil penelitian menunjukkan bahwa populasi babi bali di Kabupaten Karangasem yang terdiri dari 8 kecamatan dalam lima tahun

1

POPULASI DAN PERFORMANS REPRODUKSI BABI BALI BETINA DI KABUPATEN KARANGASEM SEBAGAI PLASMA NUTFAH ASLI BALI

N.L.G. Sumardani1, I.N. Ardika2

1Lab. Reproduksi Ternak; 2Lab. Genetika Pemuliaan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Jl. P.B. Sudirman-Denpasar-Bali.

Email: [email protected]

ABSTRAK Babi bali merupakan salah satu komoditas ternak penghasil daging yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan karena memiliki sifat-sifat dan kemampuan yang menguntungkan, namun keberadaannya di Pulau Bali sangat sedikit dan hanya terdapat pada derah-daerah tertentu, seperti daerah Karangasem, Nusa Penida dan Buleleng. Pemeliharaan babi bali tidak bisa terlepas dari adat sosial budaya yang ada di Pulau Bali. Dalam usaha pengembangan dan peningkatan produktivitas babi bali, performans reproduksi (lama bunting, service periode dan calving interval) memegang peranan penting, dan juga produktivitas seekor induk babi ditentukan oleh litter size dan farrowing rate dalam setahunnya. Pada penelitian ini pengambilan sampel secara purposive random sampling dan pendekatan eksploratif serta pemilihan lokasi penelitian berdasarkan waktu dan biaya penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi babi bali di Kabupaten Karangasem yang terdiri dari 8 kecamatan, setiap tahunnya mengalami penurunan rata-rata 0,063%. Lama bunting babi bali betina rata-rata 110±2.59 hari dan calving intervalnya 151.06±6,30 hari. Litter size babi bali 6.98±2.37 ekor. Kesimpulan dari penelitian ini adalah performans reproduksi babi bali di Kabupaten Karangasem adalah baik, dan diperlukan usaha-usaha untuk meningkatkan populasi babi bali karena sebagai plasma nutfah babi lokal Indonesia, babi bali perlu dilestarikan, disamping upaya peningkatan manajemen pemeliharaan dan mutu genetiknya. Kata kunci: babi bali, plasma nutfah, populasi, performans, reproduksi.

POPULATION AND REPRODUCTIVE PERFORMANCE OF BALI PIGS IN THE KARANGASEM REGENCY TO GENETIC RESOURCES

N.L.G. Sumardani1, I.N. Ardika2

1Lab. Animal Reproduction; 2Lab. Genetics Breeding Faculty of Animal Husbandry, Udayana University, Jl. P.B. Sudirman-Denpasar-Bali.

Email: [email protected]

ABSTRACT Bali pigs is one of the pig farm commodities producer of meat that has great potential to be developed as it has the qualities and capabilities, but its presence on the Bali island is very little and only in certain areas, such as Karangasem, Nusa Penida and Buleleng. Bali pigs breeding can’t be separated from social and Bali cultural. Reproductive performance (gestation period, service period and calving interval) as important role to develop and increase the bali pigs productivity. Productivity is determined by litter size and farrowing rate. In this study, purposive sampling with random sampling and exploratory approach, and the selection of study sites based on the time and cost of research. The results showed that the bali pigs population in Karangasem consisting of eight districts, has decreased on average 0.063%. The bali pigs gestation period average 110±2.59 days and the calving interval were 151.06±6,30 days. The litter size were 6.98±2.37 piglet. The conclusion from this study is the bali pigs reproduction performance in Karangasem is good, and the necessary effort to improve the bali pigs population because as a local Indonesia pig genetic resources, bali pigs are needed to conserved besides doing some effort in improving their management and genetic potentials. Keywords: bali pig, genetic resources, population, performance, reproduction.

Page 4: POPULASI DAN PERFORMANS REPRODUKSI BABI BALI · PDF fileHasil penelitian menunjukkan bahwa populasi babi bali di Kabupaten Karangasem yang terdiri dari 8 kecamatan dalam lima tahun

2

I. PENDAHULUAN

Babi merupakan hewan yang telah dipelihara dan dikembangkan sejak dahulu untuk tujuan memenuhi kebutuhan akan daging bagi umat manusia. Babi merupakan salah satu komoditas ternak penghasil daging yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan karena memiliki sifat-sifat dan kemampuan yang menguntungkan antara lain: laju petumbuhan yang cepat, jumlah anak per kelahiran (litter size) yang tinggi, efisien ransum yang baik (70-80%), dan persentase karkas yang tinggi (65-80%) (Siagian, 1999). Selain itu, babi mampu memanfaatkan sisa-sisa makanan atau limbah pertanian menjadi daging yang bermutu tinggi. Karakteristik reproduksinya unik bila dibandingkan dengan ternak sapi, domba dan kuda, karena babi merupakan hewan yang memiliki sifat prolifik yaitu jumlah perkelahiran yang tinggi (10-14 ekor/kelahiran), serta jarak antara satu kelahirann dengan kelahiran berikutnya pendek (Sihombing, 2006).

Babi bali yang terdapat di Pulau Bali merupakan babi bali yang berasal dari babi liar (Sus vitatus) dan banyak dijumpai di Bali bagian Timur (Kabupaten Karangasem). Disebutkan juga bahwa babi yang ada di Bali merupakan peranakan dari babi liar setempat dengan Babi Tiongkok Selatan. Hasil persilangan ini yang sering disebut sebagai babi bali oleh masyarakat di Pulau Bali bagian Utara, Tengah, Barat dan Selatan (Tan Hok Seng, 1957). Konsentrasi ternak babi yang tinggi di Pulau Bali disebabkan karena adanya kesesuaian babi bali tersebut dengan lingkungannya. Hal ini dapat dilihat bahwa ternak babi bukanlah merupakan suatu hal yang asing bagi penduduk di Bali, yang dibuktikan dengan pemeliharaan ternak babi hampir pada setiap rumah tangga di Bali, didukung pula oleh adat dan tradisi kebudayaan di Bali yang menggunakan ternak babi dalam setiap kegiatan upacara adat dan agama, serta di beberapa daerah di Bali, seperti halnya di Kabupaten Karangasem, ada yang masih fanatik harus menggunakan babi bali dalam kegiatan upacara adat dan agama. Selain itu, Daging babi merupakan produk hasil ternak yang memiliki tingkat permintaan yang cukup tinggi di Provinsi Bali. Tingginya permintaan tersebut selain untuk pemenuhan konsumsi masyarakat dan kegiatan adat istiadat, meningkatnya kunjungan wisatawan ke Bali juga disinyalir berdampak positif terhadap permintaan akan daging babi khusunya dalam bentuk pangan olahannya seperti babi panggang (babi guling). Berdasarkan survey di masyarakat, diketahui bahwa babi guling yang berasal dari ternak babi bali asli mendapatkan selera pasar yang cukup tinggi. Kondisi ini merupakan peluang bagi peternak maupun pengusaha kuliner untuk mengembangkan usaha peternakan dalam penyediaan babi potong maupun daging babi bagi usaha-usaha warung makan dan rumah makan babi guling. Dan hal ini merupakan tantangan untuk pengembangan babi bali secara intensif sekaligus mengembangkan salah satu sumber daya genetik Bali yang merupakan plasma nutfah asli Bali.

Dalam usaha pengembangan dan peningkatan produktivitas babi bali, performans reproduksi memegang peranan penting dikaitkan dengan usaha peningkatan produksi ternak babi bali tersebut. Performans reproduksi tersebut meliputi: siklus estrus, tanda-tanda estrus, lama kebuntingan, litter size, farrowing rate, umur sapih, dan berat sapih. Produktivitas seekor induk babi ditentukan utamanya oleh jumlah anak yang lahir seperindukan (litter size) dan oleh angka melahirkan anak (farrowing rate) dalam setahunnya. Makin tinggi litter size dan farrowing rate dari seekor induk, dapat diharapkan makin tinggi pula produktivitasnya dalam setahun atau selama umur reproduksi induk tersebut (Ardana dan Putra, 2008).

Sampai saat sekarang, informasi/data dasar mengenai performans reproduksi babi bali masih sangat terbatas. Berdasarkan kenyataan tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui performance reproduksi ternak babi bali di Provinsi Bali, khususnya di

Page 5: POPULASI DAN PERFORMANS REPRODUKSI BABI BALI · PDF fileHasil penelitian menunjukkan bahwa populasi babi bali di Kabupaten Karangasem yang terdiri dari 8 kecamatan dalam lima tahun

3

Kabupaten Karangasem, sehingga memudahkan dalam usaha-usaha peningkatan populasi ternak babi bali, dan selanjutnya informasi/data dasar ini merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan yang berhubungan dengan usaha peningkatan produksi ternak babi bali sebagai salah satu plasma nutfah asli Bali.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Babi Bali

Babi Bali (Sus vitatus) merupakan hewan monogastrik dengan sistimatika zoology sebagai berikut:

Kingdom : Animal Phylum : Chordata Class : Mamalia Order : Ungulata (Artiodactyla) Family : Suidae Genus : Sus Species : Sus vitatus Nama Indonesia : babi bali Nama lokal Bali : celeng/kucit Babi merupakan hewan yang telah dipelihara dan dikembangkan sejak dahulu untuk

tujuan memenuhi kebutuhan akan daging bagi umat manusia. Secara umum, pemeliharaan ternak babi relatif mudah karena babi mempunyai toleransi yang tinggi terhadap kondisi iklim yang beragam, dan dapat memanfaatkan berbagai jenis sumber pakan, sehingga tidak jarang babi diberi makan sisa-sisa makanan manusia atau berbagai jenis limbah. Selain itu, babi merupakan hewan yang mampu menghasilkan banyak anak dalam setahun (prolifik) dengan interval generasi yang lebih singkat, sehingga babi berpotensi sebagai ternak komersial. Menurut Siagian (1999) bahwa ternak babi memiliki laju petumbuhan yang cepat, jumlah anak per kelahiran (litter size) yang tinggi, efisien ransum yang baik (70-80%), dan persentase karkas yang tinggi (65-80%).

Babi asli yang ada di Indonesia sesungguhnya adalah babi hutan yang masih berkeliaran di hutan-hutan. Menurut sejarah, babi peliharaan yang ada di masyarakat sekarang ini berasal dari dua jenis babi liar yaitu Sus vitatus dan Sus Scrofa. Jenis Sus vitatus berasal dari India Timur, Asia Tenggara, termasuk China. Sedangkan Sus scrofa adalah jenis babi dari Eropa. Adapun bangsa babi yang terkenal sebagai babi asli Indonesia antara lain: Babi Bali, Babi Karawang, Babi Sumba dan Babi Nias.

Babi Bali yang terdapat di Pulau Bali dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu: tipe pertama yang merupakan babi bali yang berasal dari babi liar (Sus vitatus) dan banyak dijumpai di Bali bagian timur (Kabupaten Karangasem) dengan ciri-ciri:

• Kepala panjang, cungur panjang. • Telinga panjang dan tegak. • Tulang kaki sangat kuat. • Punggung rata atau hamper lurus. • Perut tidak menggesek tanah. • Bulu lebih kasar dan selurunhya berwarna hitam.

Page 6: POPULASI DAN PERFORMANS REPRODUKSI BABI BALI · PDF fileHasil penelitian menunjukkan bahwa populasi babi bali di Kabupaten Karangasem yang terdiri dari 8 kecamatan dalam lima tahun

4

Tipe kedua adalah babi bali yang merupakan bangsa babi yang sudah dianggap babi asli asal Bali, walaupun dari segi sejarah didatangkan dari China, yang kemudian berkembang dan terkenal sebagai salah satu tipe babi bali yang terdapat di utara, tengah, barat, dan selatan Pulau Bali. Menurut Tan Hok Seng (1957) disebutkan bahwa babi yang ada di Bali merupakan peranakan dari babi liar setempat (Sus vitatus) dengan Babi Tiongkok Selatan. Hasil persilangan ini yang sering disebut sebagai babi bali oleh masyarakat di Pulau Bali bagian Utara, Tengah, Barat dan Selatan, dengan ciri-ciri:

• Kepala pendek, cungur pendek. • Telinga pendek, kecil, dan tegak. • Punggung melengkung kebawah (dropping back~lordosis) dan sifat ini menurun pada

anak-anaknya. • Perut besar, dan apabila sedang bunting akan menyentuh tanah. • Bulu jarang dan kasar. • Warna bulu bagian atas kepala adala hitam, bagian perut dan keempat kaki adalah

putih, dan bagian dahi kadang-kadang ada putih. • Bulu hitam dengan kulit hitam, dan apabila terdapat bulu putih maka kulinya pasti

putih. Konsentrasi ternak babi yang tinggi di Pulau Bali disebabkan karena adanya

kesesuaian babi bali tersebut dengan lingkungannya. Hal ini dapat dilihat bahwa ternak babi bukanlah merupakan suatu hal yang asing bagi penduduk di Bali, yang dibuktikan dengan pemeliharaan ternak babi hampir pada setiap rumah tangga di Bali, didukung pula oleh adat dan tradisi kebudayaan di Bali yang menggunakan ternak babi dalam setiap kegiatan upacara agama dan adat, serta di beberapa daerah di Bali ada yang masih fanatik harus menggunakan babi bali dalam kegiatan upacara agama dan adat.

Pemeliharaan babi bali sudah jarang dilakukan, namun konsentrasi terbanyak terdapat di Bali bagian timur, utara, barat dan selatan (Pulau Nusa Penida). Umumnya babi bali banyak dijumpai di daerah-daerah yang kering, mengingat daya adaptasi babi bali terhadap lingkungan yang kritis cukup bagus. Menurut Budaarsa (2012) bahwa di Kecamatan Kubu, Karangasem, khususnya di Desa Tianyar Barat, masih banyak orang memelihara babi bali, yang oleh peternak di sana memberi istilah babi bali itu dadi ajak lacur (bisa diajak menderita), sehingga babi bali cenderung banyak dipelihara oleh mereka yang kehidupannya kurang mampu. Berdasarkan data Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali (2012) jumlah populasi ternak babi pada periode tahun 2007 - 2011 adalah berkisar antara 879.740 - 922.739 ekor dengan laju peningkatan populasi rata-rata sebesar 1,23 % per tahun yang tersebar di delapan kabupaten dan kota di Bali. Dari total populasi tersebut sejumlah 492.961 ekor atau sekitar 50% adalah babi Landrace dan persilangannya; 272.528 ekor babi Bali (30%) dan sekitar 157.250 ekor (20%) adalah babi Saddleback. Jumlah pemotongan ternak babi untuk memenuhi kebutuhan daging masyarakat dan sektor pariwisata di daerah Bali pada tahun 2007 - 2011 mencapai 1.341.806 - 1.608.362 ekor dan produksi daging babi mencapai 75.141,12 - 90.068,25 ton dengan peningkatan rata-rata 4,77% per tahun. 2.2. Reproduksi Babi Bali Dalam usaha pengembangan dan peningkatan produktivitas babi bali, performans reproduksi memegang peranan penting dikaitkan dengan usaha peningkatan produksi ternak babi bali tersebut. Performans reproduksi tersebut meliputi: siklus estrus, tanda-tanda estrus, lama kebuntingan, litter size, farrowing rate, umur sapih, dan berat sapih. Produktivitas seekor induk babi ditentukan utamanya oleh jumlah anak yang lahir seperindukan (litter size)

Page 7: POPULASI DAN PERFORMANS REPRODUKSI BABI BALI · PDF fileHasil penelitian menunjukkan bahwa populasi babi bali di Kabupaten Karangasem yang terdiri dari 8 kecamatan dalam lima tahun

5

dan oleh angka melahirkan anak (farrowing rate) dalam setahunnya. Makin tinggi litter size dan farrowing rate dari seekor induk, dapat diharapkan makin tinggi pula produktivitasnya dalam setahun atau selama umur reproduksi induk tersebut (Ardana dan Putra, 2008).

Menurut Toelihere (1993) dan Feradis (2010) bahwa seekor babi betina mencapai pubertas pada umur 5-8 bulan dan umur dianjurkan untuk perkawinan pertama adalah 8-10 bulan. Sedangkan babi jantan dibiarkan mencapai umur 8-9 bulan sebelum dipakai untuk mengawini babi betina. Babi betina memiliki siklus estrus rata-rata 21 hari dan lama estrus 2-3 hari dengan angka ovulasi 10-20 sel telur. Lama kebuntingan pada babi rata-rata 114 hari dan induk mengalami estrus kembali setelah 4-7 hari sesudah penyapihan. Babi bali secara genetik termasuk tipe lemak dengan serat daging yang lebih halus, berbeda dengan babi ras yang sebagian besar tipe daging. Babi bali mudah menimbun lemak dalam tubuhnya, khususnya pada bagian punggung. Hal ini yang menjadi kelebihan babi bali untuk dijadikan babi guling (Budaarsa, 2012). Babi bali banyak digunakan sebagai babi guling oleh masyarakat di Pulau Bali, yang dikonsumsi oleh masyarakat setempat maupun wisatawan domestik, mancanegara serta internasional. Selain itu, babi bali juga digunakan untuk menunjang sarana ritual keagamaan Hindu di Bali. Di beberapa daerah di Bali ada yang masih fanatik harus menggunakan babi bali dalam kegiatan upacara agama dan adat, bahkan harus menggunakan babi bali jantan yang tidak dikastrasi (kucit butuan). Hal ini merupakan peluang besar untuk pengembangan babi bali secara intensif sekaligus mengembangkan salah satu sumber daya genetik Bali.

III. METODE PENELITIAN 3.1. Pengambilan sampel.

Penelitian ini dilakukan dengan metode survey dengan pengamatan langsung di lapangan, di Kabupaten Karangasem Provinsi Bali pada bulan Juni - Agustus 2015. Pegambilan sampel secara “purposive random sampling” dimana sampel yang diambil berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Pendekatan eksploratif digunakan untuk mendeskripsikan populasi dan performans reproduksi babi bali.

3.2. Pengumpulan data.

Data yang dikumpulkan meliputi: lama bunting, service periode, calving interval, litter size dan farrowing rate. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara menggunakan kuisioner (daftar pertanyaan), dan informasi tambahan yang dibutuhkan diperoleh melalui observasi langsung di lapangan ataupun melalui wawancara dengan orang/organisasi yang berperan seperti misalnya kelompok peternak, tenaga inseminator dan instansi terkait. 3.3. Analisis Data.

Tabulasi dilakukan terhadap data primer maupun sekunder dan selanjutnya dianalisis secara deskriptif. Analisis statistik deskritif digunakan untuk melihat rataan, Standar Deviasi (SD), dan menggunakan uji t (T-test) menurut Steel dan Torrie (1993).

Page 8: POPULASI DAN PERFORMANS REPRODUKSI BABI BALI · PDF fileHasil penelitian menunjukkan bahwa populasi babi bali di Kabupaten Karangasem yang terdiri dari 8 kecamatan dalam lima tahun

6

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Populasi Babi Bali

Berdasarkan data Cacah Jiwa Ternak Provinsi Bali tahun 2014, persentase jumlah babi bali secara keseluruhan di Provinsi Bali tampak bahwa terjadi fluktuasi dari tahun 2010 sampai dengan 2014 (Tabel 1). Namun deviasi setiap tahun tidak begitu besar dengan rata-rata persentase per tahun adalah 30,36% (Tabel 2).

Tabel 1. Populasi babi bali di Provinsi Bali 2010-2014

Tahun B A B I B A L I

JUMLAH Pejantan Jantan

Muda Kebiri Induk Betina Muda

Kucit

Jnt/Kbr Betina

2014 3711 13434 52370 30814 39810 50450 54962 245551

2013 3886 14305 56489 30760 42387 52435 53579 253841

2012 5631 14924 62220 37073 46839 59465 58379 284531

2011 6586 17983 59806 34730 44710 54093 54620 272528

2010 3241 14055 65756 37546 47198 57126 53847 278769 Sumber: Dinas Peternakan Provinsi Bali (2014)

Tabel 2. Persentase populasi babi bali terhadap total populasi babi di Bali pada tahun 2010 – 2014.

No Kabupaten/Kota Babi Bali Total Babi Nisbah

…. ekor …. …. % …. 1 Jembrana 5127 64998 7,89 2 Tabanan 5083 94537 5,38 3 Badung 644 82479 0,78 4 Gianyar 2186 128597 1,70 5 Klungkung 17702 27272 64,91 6 Bangli 10647 63881 16,67 7 Karangasem 70552 142977 49,34 8 Buleleng 133457 196497 67,92 9 Denpasar 153 16251 0,94

Jumlah : 2014 245551 817489 30,03 Jumlah : 2013 253841 847953 29,93 Jumlah : 2012 284531 890197 31,96 Jumlah : 2011 272528 922739 29,53 Jumlah : 2010 278769 918087 30,36

Nisbah rata-rata per tahun 30,36 Sumber: Dinas Peternakan Provinsi Bali (2014)

Populasi babi bali di Provinsi Bali jika dicermati dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2010-2014) ternyata memiliki persentase yang berbeda pada masing-masing

Page 9: POPULASI DAN PERFORMANS REPRODUKSI BABI BALI · PDF fileHasil penelitian menunjukkan bahwa populasi babi bali di Kabupaten Karangasem yang terdiri dari 8 kecamatan dalam lima tahun

7

kabupaten dan kota. Berdasarkan data Tabel 1 dan Tabel 2 dapat diketahui bahwa populasi babi bali di Provinsi Bali hanya 245.551 ekor, dengan populasi terbanyak terdapat di Kabupaten Buleleng 133.457 ekor, Karangasem 70.552 ekor, Klungkung 17.702 ekor, dan sisanya menyebar di kabupaten lain.

Berdasarkan data Tabel 2 dapat diketahui pula bahwa Kabupaten Buleleng, Klungkung, dan Karangasem memiliki nisbah jumlah babi bali dengan total babi pada masing-masing kabupaten yang sangat signifikan terbanyak dibandingkan dengan kabupaten lainnya. Tiga kabupaten tersebut merupakan “kantong-kantong” babi bali yang harus mendapat perhatian didalam pengembangannya. Persentase babi bali di ketiga kabupaten tersebut (Buleleng, Klungkung, dan Karangasem) berturut-turut adalah: 67,92%, 64,91%, dan 49,34% sedangkan persentase babi bali terendah juga ada di tiga kabupaten/kota yakni Kabupaten Badung, Kota Denpasar, dan Kabupaten Gianyar berturut-turut adalah: 0,78%, 0,94%, dan 1,70%.

Hasil survey pengamatan dilapangan menunjukkan bahwa pemeliharaan babi bali sudah jarang dilakukan, namun konsentrasi terbanyak terdapat di Bali bagian timur, utara, barat dan selatan (Pulau Nusa Penida). Umumnya babi bali banyak dijumpai di daerah-daerah yang kering, mengingat daya adaptasi babi bali terhadap lingkungan yang kritis cukup bagus. Menurut Budaarsa (2012) bahwa di Kecamatan Kubu, Karangasem, khususnya di Desa Tianyar Barat, masih banyak orang memelihara babi bali, yang oleh peternak di sana memberi istilah babi bali itu dadi ajak lacur (bisa diajak menderita).

Berdasarkan data cacah jiwa ternak Provinsi Bali tahun 2014 (Tabel 3), populasi ternak babi bali di Kabupaten Karangasem pada tahun 2014 sejumlah 70.552 ekor mengalami penurunan 4,43% dari tahun 2013.

Tabel 3. Populasi Babi Bali di Kabupaten Karangasem Tahun 2010-2014

No Tahun B A B I B A L I

JUMLAH Pejantan Jantan

Muda Kebiri Induk Betina Muda

Kucit Jnt/Kbr Betina

1 2014 1.095 4.788 15.291 8.165 11.296 15.116 14.801 70.552 2 2013 1.350 5.218 16.275 7.806 13.041 15.146 14.841 73.677 3 2012 1.011 5.477 16.451 9.402 14.487 17.114 15.898 79.840 4 2011 545 3.695 19.387 7.964 12.526 14.599 14.728 73.444 5 2010 653 1.527 21.198 6.843 14.782 14.621 13.897 73.521

Sumber: Cacah Jiwa Ternak Provinsi Bali (2014)

Hal ini dapat terjadi akibat pelaksanaan up-grading babi bali dengan babi saddle back yang dilakukan sangat intensif untuk mempercepat pemenuhan akan daging bagi masyarakat. Namun, up-grading telah membuat babi bali semakin terdesak populasinya. Padahal di satu sisi babi bali mempunyai kelebihan diantaranya adalah tahan dengan lingkungan ekstrim, dan masih mampu hidup dengan kualitas pakan yang rendah, seperti bungkil kelapa, dedak padi, nasi aking (sengauk), ketela, daun talas, batang pisang, dan limbah dapur. Oleh karena itu perlu diambil langkah-langkah untuk menyelamatkan babi bali sehingga populasinya tidak menurun. Menurunya keaslian babi bali terjadi akibat pelaksanaan up-grading babi bali dengan babi saddle back yang dilakukan sangat intensif untuk mempercepat pemenuhan akan daging bagi masyarakat. Namun, up-grading telah membuat babi bali semakin terdesak populasinya termasuk produk olahan babi bali tersebut. Kenyataan di lapangan, kebutuhan

Page 10: POPULASI DAN PERFORMANS REPRODUKSI BABI BALI · PDF fileHasil penelitian menunjukkan bahwa populasi babi bali di Kabupaten Karangasem yang terdiri dari 8 kecamatan dalam lima tahun

8

akan kuliner tradisional seperti babi guling dari babi bali asli, baik untuk pemenuhan konsumsi maupun adat dan agama, cenderung semakin meningkat. Kondisi seperti ini menjadikan inisiatif untuk mengangkat dan mengembangkan kembali babi bali sehingga akan mampu menciptakan kebangkitan perekonomian baru bagi masyarakat perdesaan dan pemangku kepentingan yang mengembangkan usaha peternakan babi.

Babi bali bila dilihat dari potensi genetisnya menghasilkan banyak lemak sehingga babi bali lebih mendekati kepada babi tipe lemak. Karakteristik babi bali seperti tersebut sangat potensial untuk dijadikan babi guling karena komposisi lipatan lemak setelah kulit akan memberikan aroma dan tekstur babi guling yang sangat baik. Menurut Soeparno (1992) bahwa lemak banyak mempengaruhi flavor daging. Kandungan lemak di bawah kulit babi bali lebih banyak, dibandingkan babi ras. Secara fisik lebih lembek, karena lebih banyak tersusun dari asam-asam lemak tak jenuh. Terutama asam lemak linoleat dan oleat, yang memberi citarasa khusus. Lemak babi babi mengandung 31,23% asam oleat, sedangkan babi Landrace 28,70%. Asam lemak ini diduga menyebabkan lemak babi bali lebih gurih dan empuk (Artiningsih, R.M dan NLP Sriyani, 2015).

Suatu komuditas peternakan akan dapat berkembang dengan baik apabila komuditas tersebut sangat dibutuhkan oleh masyarakat dan budidayanya dapat memberikan keuntungan bagi peternak. Demikian pula halnya dengan tenak babi bali, pencermatan terhadap peluang dan tantangan pengembangan babi bali sangat penting untuk menemukan sebuah strategi dan kebijakan pengembangan ternak babi bali yang adaptif dan menguntungkan (Suarna dan Suryani, 2014). Performans Reproduksi Babi Bali Dalam usaha pengembangan dan peningkatan produktivitas babi bali, performans reproduksi (lama bunting, service periode dan calving interval) memegang peranan penting, disamping juga produktivitas seekor induk babi yang ditentukan oleh litter size dan farrowing rate dalam setahunnya. Penelitian ini difokuskan di wilayah Kabupaten Karangasem, mengingat pengambilan sampel dilakukan secara purposive random sampling dan pendekatan secara eksploratif serta pemilihan lokasi penelitian berdasarkan waktu dan biaya penelitian. Hasul penelitian performans reproduksi babi bali di wilayah Kabupaten Karangasem, disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Performans reproduksi babi bali di Kabupaten Karangasem

Performans Reproduksi Babi Bali Standar* Umur babi dara dewasa kelamin (bulan) 6.65 ± 2.18 5 - 8 Umur induk mulai dikawinkan (bulan) 7.98 ± 2.05 8 - 10 Tanda-tanda birahi Gelisah, tidak mau makan,

vulvanya membengkak, diam bila punggunya di pegang

Gelisah, tidak mau makan, vulvanya membengkak, diam bila punggunya di pegang

Lama birahi (hari) 2.97 ± 1.69 2 - 3 Siklus berahi (hari) 16.65 ± 3.20 18 - 20 Cara mengawinkan Alami Alami dan IB Lama bunting (hari) 110 ± 2.59 114 Jumlah anak per kelahiran (litter size) 6.98 ± 2.37 > 10 Calving interval (hari) 151.06 ± 6,30 > 140

Standar: Toelihere (1993) dan Feradis (2010)

Page 11: POPULASI DAN PERFORMANS REPRODUKSI BABI BALI · PDF fileHasil penelitian menunjukkan bahwa populasi babi bali di Kabupaten Karangasem yang terdiri dari 8 kecamatan dalam lima tahun

9

Hasil penelitian menunjukkan bahwa babi bali betina calon induk mengalami dewasa kelamin pada umur 6-7 bulan. Tetapi rata-rata induk muda dikawinkan pada umur 8 bulan. Hal ini sejalan dengan Toelihere (1993) dan Feradis (2010) bahwa seekor babi betina mencapai pubertas pada umur 5-8 bulan dan umur dianjurkan untuk perkawinan pertama adalah 8-10 bulan. Babi induk ketika birahi menunjukan tanda-tanda antara lain: gelisah, tidak mau makan, vulvanya membengkak, diam bila punggunya di pegang dan mengeluarkan air liur. Secara umum, performans reproduksi babi bali tidak jauh berbeda dengan babi-babi persilangan lainnya. Hanya saja memang secara genetik, kemampuan reproduksi babi bali berada sedikit dibawah dari babi-babi persilangan lainnya. Oleh karena itulah diperlukan usaha-usaha pemuliaan ternak babi agar potensi genetiknya dapat ditingkatkan, sehingga keberadaan babi bali sebagai salah satu plasma nutfah asli bali dapat dipertahankan dan ditingkatkan.

Dalam usaha pengembangan dan peningkatan produktivitas babi bali, performans reproduksi memegang peranan penting dikaitkan dengan usaha peningkatan produksi ternak babi bali tersebut. Performans reproduksi tersebut meliputi: siklus estrus, tanda-tanda estrus, lama kebuntingan, litter size, farrowing rate, umur sapih, dan berat sapih. Produktivitas seekor induk babi ditentukan utamanya oleh jumlah anak yang lahir seperindukan (litter size) dan oleh angka melahirkan anak (farrowing rate) dalam setahunnya. Makin tinggi litter size dan farrowing rate dari seekor induk, dapat diharapkan makin tinggi pula produktivitasnya dalam setahun atau selama umur reproduksi induk tersebut (Ardana dan Putra, 2008).

Hasil pengamatan performans ternak babi di lokasi pengamatan, seperti yang tercantum dalam gambar berikut ini:

Gambar 1. Babi Bali ~ kandang semi intensif

Gambar 2. Induk babi bali dan anaknya dalam kandang semi intensif

Page 12: POPULASI DAN PERFORMANS REPRODUKSI BABI BALI · PDF fileHasil penelitian menunjukkan bahwa populasi babi bali di Kabupaten Karangasem yang terdiri dari 8 kecamatan dalam lima tahun

10

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa babi bali merupakan plasma nutfah yang harus dilindungi dan dikembangkan mengingat kemampuan adaptasinya pada lingkungan dan pakan yang berkualitas rendah. Babi bali memiliki peluang besar untuk dikembangkan untuk kebutuhan pasar (kuliner) domestik dan manca negara, sehingga perlu upaya pengembangan dan pelestarian dengan cara menerapkan program pemuliaan sehingga dapat meningkatkan potensi genetik babi bali tersebut. Saran

Pelestarian dan pengembangan babi bali sebagai salah satu plasma nutfah asli Bali, perlu dilakukan oleh semua pihak, baik masyarakat maupun Pemda Provinsi Bali. Komitmen dari Pemda Provinsi Bali yang kuat sangat diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut.

UCAPAN TERIMAKASIH Terimakasih kepada Universitas Udayana (Fakultas Peternakan UNUD) atas hibah

dana penelitian Dosen Muda yang telah diberikan. Dan terimakasih pula kepada masyarakat di wilayah Kabupaten Karangasem atas bantuan dan kerjasamanya.

DAFTAR PUSTAKA

Ardana, I.B dan D.K.H. Putra. 2008. Ternak Babi Manajemen Reproduksi, Produksi dan Penyakit. Udayana University Press. Denpasar.

Artiningsih, R.M dan N.L.P. Sriyani. 2015. Pengaruh dan Karakteristik Lemak sebagai Identitas Citarasa Daging Babi Lokal (Bali bali) dan Babi Persilangan (Landrace). Makalah poster pada Semnastek LPPM Universitas Udayana tahun 2015.

Budaarsa K. 2012. Babi Guling Bali “dari beternak, kuliner, hingga sesaji”. Buku Arti. Denpasar. Dinas Peternakan Provinsi Bali. 2012. Informasi Data Peternakan 2011. Dinas Peternakan dan Kesehatan

Hewan Provinsi Bali. Dinas Peternakan Provinsi Bali. 2014. Cacah Jiwa Ternak Tahun 2014. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan

Provinsi Bali. Feradis. 2010. Reproduksi Ternak. Alfabeta. Bandung. Siagian H. Pollung. 1999. Manajemen Ternak Babi, Diktat Kuliah Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sihombing, D.T.H., 2006. Ilmu Ternak Babi. Ed.2. Gadjah Mada University Press. Bulaksumur, Yogyakarta

55281. Soeparmo. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Yoyakarta, Gajah Manada Universty Press. Steel., G.D., and J.H. Torrie. 1980. Prinsip dan Prosedur Statistika (terjemahan). PT Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta. Suarna, I.W. dan N.N. Suryani. 2014. Peluang dan Tantangan Peternakan Babi Bali di Kabupaten Gianyar

Provinsi Bali.Prosiding Semiloka Nasional Ternak Babi di Denpasar Bali. 51 – 59 Tan Hok Seng. 1957. Attemps to Improve the Bali Pig by Introducing Saddle Back Swine. Rep. from

Communications Veterinariae No.1, Vol. I., 45-67. Toelihere M.R. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak. Angkasa. Bandung.