Populasi Dan Sampel

Embed Size (px)

Citation preview

Populasi dan SampelPopulasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. (Sugiyono). Populasi mencakup segala hal, termasuk benda-benda alam, dan bukan sekedar jumlah yang ada pada objek.

Sampel Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin meneliti semua yang ada pada populasi, (misalnya karena keterbatasan dana, tenaga, dan waktu) maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan diberlakukan untuk populasi itu. Untuk sample yang diambil dari populasi harus benar-benar representatif (mewakili). Bila sample tidak representatif, maka resiko yang dihadapi peneliti ialah tidak dapat menyimpulkan sesuai dengan kenyataan atau membuat kesimpulan yang salah. Jumlah anggota sampel sering dinyatakan dengan ukuran sampel. Jumlah sampel yang 100% mewakili populasi adalah sama dengan jumlah anggota populasi itu sendiri. Jadi bila populasi 1000 dan hasil penelitian itu akan diberlakukan untuk 1000 orang tersebut tanpa ada kesalahan, maka jumlah sampel yang diambil sama dengan jumlah populasi tersebut yaitu 1000 orang. Makin besar jumlah sampel mendekati populasi, maka peluang kesalahan generalisasi semakin kecil dan sebaliknya makin kecil jumlah sampel menjauhi populasi, maka makin besar kesalahan generalisasi (diberlakukan umum). Dalam penetapan besar kecilnya sampel tidaklah ada suatu ketetapan yang mutlak, artinya tidak ada suatu ketentuan berapa persen suatu sampel harus diambil. Suatu hal yang perlu diperhatikan adalah keadaan homogenitas dan heterogenitas populasi. Jika keadaan populasi homogen, jumlah sampel hampir-hampir tidak menjadi persoalan, sebaliknya, jika keadaan populasi heterogen, maka pertimbangan pengambil sampel sampel harus memperhatikan hal ini : 1. harus diselidiki kategori-kategori heterogenitas 2. besarnya populasihttp://ta-tugasakhir.blogspot.com/2007/10/populasi-dan-sampel.html

Populasi dan Sampel Penelitian Dalam penelitian kuantitatif, populasi dan sampel penelitian sangat diperlukan. Populasi adalah wilayah generasli yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditentukan oleh penbeliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. Sedangkan sampel adalah sebagaian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Makin besar jumlah sampel mendekati populasi, maka peluang kesalahan generalisasi semakin kecil, dan begitu juga sebaliknya. Dalam menetapkan besar kecilnya sampel, tidaklah ada suatu ketetapan yang mutlak, artinya tidak ada ketentuan berapa persen suatu sampel harus diambil. Suatu hal yang perlu diperhatikan adalah keadaan homogenitas dan heterogenitas populasi. Jika keadaan populasi homogen, jumlah

sampel hampir-hampir tidak menjadi persoalan, sebaliknya jika keadaan populasi heterogen, maka pertimbangan pengambilan sampel harus memperhatikan dua hal, yaitu (1) harus diseleidiki kategori-kategori heterogenitas dan (2) besarnya populasi. Langkah-langkah dalam penarikan sampel adalah penetapan ciri-ciri populasi yang menjadi sasaran dan akan diwakili oleh sampel di dalam penyelidikan. Penarikan sampel dari penelitian tidak lain memiliki tujuan untuk memperoleh informasi mengenai populasi tersebut. Oleh karena itu, penarikan sampel sangat diperlukan dalm penelitian. Terdapat beberapa jenis desain sampling dalam penelitian. Jenis pertama desain sampling adalah probality sampling. Jenis sampling ini ada beberapa, yaitu (1) acak sederhana (sampling random sampling), yaitu acak jenis ini adalah acak yang paling dikenal oleh banyak orang dalam pencarian sampel, (2)rancangan acak berstrata (stratified random sampling) yaitu apabila populasi terdiri dari sejumlah sub-kelompok atau lapisan yang mungjin memiliki ciri yang berbeda acapkali diperlukan suatu bentuk penarikan sampel yang disebut penarikan berlapis, (3) rancangan klaster (claster sampling), yaitu mendaftar semua anggota populasi sasaran dan kemudian memilih sampel diantaranya, dan (4) rancangan sistematis (systematic sampling), yaitu penarikan sampel dengan cara mengambil setiap kasus yang kesekian dari daftar populasi.

Populasi dan sampel Hakekat dari sampling adalah mengukur karakter asli (true character) dari populasi melalui anggota (elemen, kasus atau unit) populasi yang diambil dari populasi tersebut berdasarkan suatu teknik pengambilan sampel tertentu. Adapun populasi adalah keseluruhan kasus atau elemen yang memenuhi kriteria tertentu, dan dapat berupa orang, tindakan sosial, kejadian, tempat, waktu atau sesuatu. Contoh populasi, antara lain adalah: penduduk suatu kabupaten dalam periode waktu tertentu, mahasiswa yang mengikuti kelas metodologi penelitian social, penduduk dengan rentang umur tertentu, artikel tentang administrasi negara dalam periode waktu tertentu. Dari contoh populasi tersebut, kita selanjutnya dapat mengenali elemen dari masing-masing populasi, yaitu: setiap anggota penduduk dari kabupaten dalam periode waktu tertentu, setiap mahasiswa yang mengikuti kelas metodologi penelitian social, setiap penduduk dengan rentang umur tertentu, dan setiap artikel tentang administrasi negara dalam periode waktu tertentu. Dalam proses pengukuran karakter dari suatu populasi, dapat saja peneliti menggunakan pengukuran pada seluruh elemen dari populasi. Proses pengukuran yang demikian disebut dengan sensus (census). Sensus ini pada umumnya dilakukan terhadap populasi dengan jumlah elemen sedikit, yang memungkinkan semua dapat dijangkau dengan biaya dan waktu yang tersedia. Sementara untuk populasi dengan jumlah elemen banyak, sensus sangat jarang dilakukan kecuali untuk kepentingan tertentu seperti sensus penduduk dari suatu negara. Untuk populasi dengan banyak elemen, pengukuran karakter populasi dilakukan melalui sejumlah elemen yang dipilih dari populasi tersebut dengan suatu metode tertentu. Cara pengambilan sejumlah elemen dari populasi ini disebut dengan sampling, dan elemen yang dipilih melalui cara ini disebut sebagai sampel (sample).

Sebagai contoh, pada suatu Unit Kerja yang beranggotakan 200 orang karyawan akan digali informasi tentang persepsi mereka tentang dukungan lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan. Jika 200 orang tersebut semuanya diminta mengisi kuesioner tentang data-data yang diperlukan, maka penelitian tersebut dilakukan dengan cara sensus. Adapun sampling, hanya memilih beberapa orang saja dari 200 karyawan untuk diminta mengisi kuesioner atau diwawancarai. Selanjutnya, jika hasil sampling adalah 20 orang yang akan diukur, maka 20 orang tersebut disebut sebagai sampel penelitian. Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel dapat dibedakan dalam dua dimensi: probability versus nonprobability dan single-stage versus multi stage (Blaiki, 2000). Dimensi pertama, probability versus non-probability, mencerminkan tingkat kerandoman dari proses pemilihan sampel. Sedangkan dimensi kedua, menunjuk pada banyaknya tahap atau langkah dalam proses pengambilan sampel. Single-stage probability sampling pada single-stage probability sampling ini proses sampling dilakukan hanya satu tahap, dalam artian hanya menggunakan metode probability sampling tertentu sekali untuk menghasilkan sampel penelitian. Sebagai contoh, untuk mendapatkan 20 orang sampel dari populasi yang berjumlah 100 orang, peneliti menggunakan simple random sampling. Proses pengambilan sampel ini tidak digabungkan dengan teknik pengambilan sampel yang lain. Beberapa metode yang termasuk probability sampling adalah sebagai berikut: S Simple random sampling Simple random sampling adalah teknik pengambilan sampel yang dilakukan secara acak (random) sehingga setiap kasus atau elemen dalam populasi memiliki kesempatan yang sama besar untuk dipilih sebagai sampel penelitian. Pada contoh pemilihan 20 orang sampel dari populasi yang beranggotakan 100 orang, dengan teknik simple random sampling maka setiap orang pada populasi tersebut memilki peluang yang sama untuk menjadi satu dari 20 sampel yang dipilih. Teknik ini memilki tingkat keacakan yang sangat tinggi, sehingga sangat efisien digunakan untuk mengukur karakter populasi yang memiliki elemen dengan homoginitas tinggi. Sedangkan untuk populasi yang memiliki elemen cukup hetergon, penggunaan teknik ini justru dapat menimbulkan bias. Syarat penggunaan teknik sampling ini adalah, bahwa setiap elemen dari populasi harus dapat diidentifikasi. Elemen dari populasi tersebut kemudian disusun dalam suatu sampling frame, yaitu suatu daftar yang dapat menggambarkan seluruh elemen dari populasi. Keberadaan sampling frame ini sangat penting dalam teknik simple random sampling ini, karena proses pemilihan sampel akan menjadi lebih sederhana, cepat dan murah.

Prosedur penggunaan simple random sampling, diawali dari pembentukan sampling frame oleh peneliti. Selanjutnya, dari sampling frame tersebut dipilih sampel yang dilakukan secara acak hingga terpenuhi jumlah sampel yang dibutuhkan. Proses pemilihan sampel ini juga dapat memanfaatkan a table of random numbers. > Systematic sampling Teknik systematic sampling ini memiliki kemiripan prosedur dengan teknik simple random sampling. Oleh karena itu, systematic sampling juga memerlukan sampling frame, dan proses pemilihan sampel dilaksanakan secara random. Namun, berbeda dengan simple random sampling, random dilakukan hanya untuk memilih sampel pertama. Sedangkan pemilihan sampel kedua, ketiga dan seterusnya dilakukan secara sistematis berdasarkan interval yang telah ditetapkan. Penggunaan interval dalam pemilihan sampel ini merupakan metode quasi-random, karena sebenarnya tidak dilaksanakan random secara murni. Namun, hasil penggunaan systematic sampling dengan simple random sampling ternyata tidak jauh berbeda (Neuman, 1997). Oleh karena itu, penggunaannya bisa saling menggantikan, kecuali untuk populasi dengan elemen yang tersusun secara terpola atau membentuk siklus. Pada populasi dengan elemen yang terorganisir membentuk pola atau siklus, systematic sampling justru menimbulkan bias. Prosedur systematic sampling adalah, pertama, disusun sampling frame. Kedua, peneliti menetapkan sampling interval (k) dengan menggunakan rumus N/n; dimana N adalah jumlah elemen dalam populasi dan n adalah jumlah sampel yang diperlukan. Ketiga, peneliti memilih sampel pertama (s1)secara random dari sampling frame. Keempat, peneliti memilih sampel kedua (S2), yaitu S1 + k. selanjutnya, peneliti memilih sampel sampai diperoleh jumlah sampel yang dibutuhkan dengan menambah nilai interval (k) pada setiap sampel sebelumnya. Contoh penggunaan systematic sampling untuk memilih 20 sampel dari populasi yang berisi 100 elemen, adalah sebagai berikut. Pertama, susun sampling frame. Kedua, tetapkan nilai k = 5. Ketiga, tentukan sampel pertama secara random, misal diperoleh 6. Selanjutnya kita dapat menetukan sampel berikutnya adalah 11, 16, 21, 26, 31, 36, 41, 46, 51, 56, 61, 66, 71, 76, 81, 86, 91, 96, dan 1. Stratified sampling Jika peneliti memiliki informasi tambahan bahwa populasi sebenarnya terdiri dari beberapa subpopulasi atau strata, maka stratified sampling lebih cocok untuk memilih sampel penelitian. Sebagai contoh, penelitian akan dilakukan terhadap peserta kelas metodologi penelitian sosial yang semuanya berjumlah 80 orang. Informasi tambahan bagi peneliti adalah bahwa dari 80 orang tersebut 60 orang adalah perempuan dan sisanya laki-laki. Jika peneliti menganggap informasi ini penting untuk analisa, maka stratified sampling lebih cocok digunakan untuk memilih sampel. Prosedur penggunaan stratified sampling adalah sebagai berikut, pertama, peneliti membagi populasi kedalam beberapa subpoplasi atau strata berdasarkan informasi yang didapat. Kedua,

peneliti merumuskan sampling frame pada masing-masing subpopulasi atau strata. Ketiga, peneliti memilih sampel pada masing-masing subpopulasi atau strata dengan menggunakan simple random atau systematic sampling. Dalam pemilihan sampel ini, proporsi jumlah sampel antar strata adalah sama dengan proporsi jumlah elemen antar strata. Dengan demikian, jika telah ditetapkan bahwa 20 orang akan dipilih sebagai sampel penelitian pada kelas metodologi penelitian social yang jumlah elemennya adalah 80 orang, maka perbandingan jumlah sampel antara perempuan dan laki-laki adalah 60:20. Berdasarkan proporsi tersebut, selanjutnya diperoleh sampel untuk perempuan adalah 15 orang dan untuk laki-laki adalah 5 orang. Terkadang seorang peneliti memilih sampel dengan tidak melihat proporsi tersebut, sebagai contoh, pada kasus diatas ia memilih sampel laki-laki sejumlah 10 orang. Dalam kondisi demikian, maka hasil analisis tidak dapat digeneralisasikan secara langsung terhadap populasi tersebut. Selanjutnya, agar hasil analisis dapat digeneralisasikan, peneliti perlu melakukan pembobotan (weighting). Dalam contoh tersebut, karena jumlah sampel laki-laki dilipatduakan, maka jumlah sampel perempuan juga perlu dilipatduakan. Hasil akhir setelah pembobotan, jumlah sampel perempuan adalah 30 orang dan jumlah sampel laki-laki adalah 10 orang. Cluster sampling Cluster sampling disebut juga dengan area sampling. Cluster sampling ini digunakan ketika elemen dari populasi secara geografis tersebar luas sehingga sulit untuk disusun sampling frame. Keuntungan penggunaan teknik ini adalah menjadikan proses sampling lebih murah dan cepat daripada jika digunakan teknik simple random sampling. Akan tetapi, hasil dari cluster sampling ini pada umumnya kurang akurat dibandingkan simple random sampling. Adapun cluster adalah suatu unit yang berisi sekumpulan elemen-elemen populasi. Namun, terhadap populasi yang lebih tinggi, Cluster sendiri berkedudukan sebagai elemen dari populasi tersebut. Seoarang peneliti yang menggunakan cluster sampling, pertama-tama memilih sampel yang berbentuk cluster dari suatu populasi. Selanjutnya, dari tiap-tiap cluster sampel tersebut, diturunkan sampel yang berbentuk elemen. Sebagai contoh, pemilihan sampel pegawai pada suatu departemen yang pegawainya tersebar pada berbagai unit kerja yang juga tersebar secara geografis. Pada kasus ini, peneliti dapat menjadikan unit kerja sebagai cluster dan selanjutnya secara random memilih beberapa unit kerja sebagai sampel. Pada setiap Unit kerja yang terpilih tersebut kemudian seluruh pegawai dijadikan sampel penelitian.http://asropi.wordpress.com/2008/10/10/sampling/

Alasan menggunakan sampel :(a) populasi

demikian banyaknya sehingga dalam prakteknya tidak mungkin seluruh elemen diteliti; (b) keterbatasan waktu penelitian, biaya, dan sumber daya manusia, membuat peneliti harus telah puas jika meneliti sebagian dari elemen penelitian; (c) bahkan kadang, penelitian yang dilakukan terhadap sampel bisa lebih reliabel daripada terhadap populasi misalnya, karena elemen sedemikian banyaknya maka akan memunculkan kelelahan fisik dan mental para pencacahnya sehingga banyak terjadi kekeliruan. (Uma Sekaran, 1992); (d) jika elemen populasi homogen, penelitian terhadap seluruh elemen dalam populasi menjadi tidak masuk akal, misalnya untuk meneliti kualitas jeruk dari satu pohon jerukPage 3

Pengertian-pengertian :Populasi atau universe adalah sekelompok

orang, kejadian, atau benda, yang dijadikan obyek penelitian. Jika yang ingin diteliti adalah sikap konsumen terhadap satu produk tertentu, maka populasinya adalah seluruh konsumen produk tersebut. Elemen/unsur adalah setiap satuan populasi. Kalau dalam populasi terdapat 30 laporan keuangan, maka setiap laporan keuangan tersebut adalah unsur atau elemen penelitian. Kerangka sampling adalah daftar yang berisikan setiap elemen populasi yang bisa diambil sebagai sampel.Page 4

Syarat sampel yang baikAkurasi atau ketepatan , yaitu tingkat ketidakadaan

bias (kekeliruan) dalam sample. Dengan kata lain makin sedikit tingkat kekeliruan yang ada dalam sampel, makin akurat sampel tersebut. Tolok ukur adanya bias atau kekeliruan adalah populasi. agar sampel dapat memprediksi dengan baik populasi, sampel harus mempunyai selengkap mungkin karakteristik populasi (Nan Lin, 1976). Presisi mengacu pada persoalan sedekat mana estimasi kita dengan karakteristik populasi. Presisi diukur oleh simpangan baku (standard error). Makin kecil perbedaan di antara simpangan baku yang diperoleh dari sampel (S) dengan simpangan baku dari populasi (s), makin tinggi pula tingkat presisinya.Page 5

Ukuran SampelPertimbangan-pertimbangannya: (1) derajat keseragaman, (2) rencana analisis, (3) biaya,

waktu, dan tenaga yang tersedia . (Singarimbun dan Effendy, 1989). untuk penelitian deskriptif, sampelnya 10% dari populasi, penelitian korelasional, paling sedikit 30 elemen populasi, penelitian perbandingan kausal, 30 elemen per kelompok, dan untuk penelitian eksperimen 15 elemen per kelompok (Gay dan Diehl, 1992).Page 6

Roscoe (1975) dalam Uma Sekaran (1992) memberikan pedoman penentuan jumlah sampel :

Sebaiknya ukuran sampel di antara 30 s/d 500 elemen Jika sampel dipecah lagi ke dalam subsampel (laki/perempuan, SD?SLTP/SMU, dsb), jumlah minimum subsampel harus 30 Pada penelitian multivariate (termasuk analisis regresi multivariate) ukuran sampel harus beberapa kali lebih besar (10 kali) dari jumlah variable yang akan dianalisis. Untuk penelitian eksperimen yang sederhana, dengan pengendalian yang ketat, ukuran sampel bisa antara 10 s/d 20 elemen.Page 7

Teknik Pengambilan Sampelrandom sampling / probability sampling adalah cara pengambilan sampel yang memberikan kesempatan yang sama untuk diambil kepada setiap elemen populasi. Artinya jika elemen populasinya ada 100 dan yang akan dijadikan sampel adalah 25, maka setiap elemen tersebut mempunyai kemungkinan 25/100 untuk bisa dipilih menjadi sampel. nonrandom sampling atau nonprobability sampling, setiap elemen populasi tidak mempunyai kemungkinan yang sama untuk dijadikan sampelPage 8

Teknik Pengambilan SampelPada sampel acak (random sampling) dikenal dengan istilah simple random sampling, stratified random sampling, cluster sampling, systematic sampling, dan area sampling. Pada nonprobability sampling dikenal beberapa teknik, antara lain adalah convenience sampling, purposive sampling, quota sampling, snowball samplingPage 9

Simple Random Sampling atau Sampel Acak SederhanaSusun sampling frame

Tetapkan jumlah sampel yang akan diambil Tentukan alat pemilihan sampel Pilih sampel sampai dengan jumlah terpenuhi

jika analisis penelitiannya cenderung deskriptif dan bersifat umum. Perbedaan karakter yang mungkin ada pada setiap unsur atau elemen populasi tidak merupakan hal yang penting bagi rencana analisisnya.Page 10

Stratified Random Sampling atau Sampel Acak DistratifikasikanSiapkan sampling frame Bagi sampling frame tersebut berdasarkan

strata yang dikehendaki Tentukan jumlah sampel dalam setiap stratum Pilih sampel dari setiap stratum secara acak.

Karena unsur populasi berkarakteristik heterogen, dan heterogenitas tersebut mempunyai arti yang signifikan pada pencapaian tujuan penelitianPage 11

Cluster Sampling atau Sampel Gugus

Susun sampling frame berdasarkan gugus Dalam kasus di atas, elemennya ada 100 departemen. Tentukan berapa gugus yang akan diambil sebagai sampel Pilih gugus sebagai sampel dengan cara acak Teliti setiap pegawai yang ada dalam gugus samplePage 12

Systematic Sampling atau Sampel SistematisSusun sampling frame Tetapkan jumlah sampel yang ingin

diambil Tentukan K (kelas interval) Tentukan angka atau nomor awal di antara kelas interval tersebut secara acak atau random biasanya melalui cara undian saja. Mulailah mengambil sampel dimulai dari angka atau nomor awal yang terpilih. Pilihlah sebagai sampel angka atau nomor interval berikutnyaPage 13

Area Sampling atau Sampel WilayahSusun sampling frame yang menggambarkan peta wilayah (Jawa Barat) Kabupaten, Kotamadya, Kecamatan, Desa. Tentukan wilayah yang akan dijadikan sampel

(Kabupaten ?, Kotamadya?, Kecamatan?, Desa?) Tentukan berapa wilayah yang akan dijadikan sampel penelitiannya. Pilih beberapa wilayah untuk dijadikan sampel dengan cara acak atau random. Kalau ternyata masih terlampau banyak responden yang harus diambil datanya, bagi lagi wilayah yang terpilih ke dalam sub wilayah.Page 14

Convenience Sampling atau sampel yang dipilih dengan pertimbangan kemudahan. Jenis sampel ini sangat baik jika dimanfaatkan untuk penelitian penjajagan, yang kemudian diikuti oleh penelitian lanjutan yang sampelnya diambil secara acak

(random). Beberapa kasus penelitian yang menggunakan jenis sampel ini, hasilnya ternyata kurang obyektif.Page 15

Purposive SamplingJudgment Sampling, Sampel dipilih berdasarkan penilaian peneliti bahwa dia adalah pihak yang paling baik untuk dijadikan sampel penelitiannya. Quota Sampling, Teknik sampel ini adalah bentuk dari sampel

distratifikasikan secara proposional, namun tidak dipilih secara acak melainkan secara kebetulan saja.Page 16

Snowball Sampling Sampel Bola SaljuCara ini banyak dipakai ketika peneliti tidak banyak tahu tentang populasi penelitiannya. Dia hanya tahu satu atau dua orang yang berdasarkan penilaiannya bisa dijadikan sampel. Karena peneliti menginginkan lebih banyak lagi, lalu dia minta kepada sampel

pertama untuk menunjukan orang lain yang kira-kira bisa dijadikan sampelhttp://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:bEylnQNz1dgJ:peni.staff.gunadarma.ac.id/Do wnloads/files/10796/Teknik%2BSampling.pdf+sampling+adalah&hl=id&gl=id

Page 1 Pengumpulan Data Penelitian 1. Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data Berdasarkan sumbernya, data dibagi menjadi: a. Data Primer: Data yang diusahakan/didapat oleh peneliti b. Data Sekunder: Data yang didapat dari orang/instansi lain Data Sekunder cenderung siap pakai, artinya siap diolah dan dianalisis oleh penelitian. Contoh Instansi penyedia data: Biro Pusat Statistik (BPS) Bank Indonesia Badan Meteorologi dan Geofisika dll. Pengumpulan data primer membutuhkan perancangan alat dan metode pengumpulan data Metode pengumpulan data penelitian: a. Observasi b. Wawancara c. Kuesioner (Daftar Pertanyaan) d. Pengukuran Fisik e. Percobaan Laboratorium Semua metode mensyaratkan pencatatan yang detail, lengkap, teliti dan jelas Untuk mencapai kelengkapan, ketelitian dan kejelasan data, pencatatan data harus dilengkapi dengan: Nama pengumpul data Tanggal dan waktu pengumpulan data Lokasi pengumpulan data Keterangan-keterangan tambahan data/istilah/responden Responden: orang yang menjadi sumber data Semua butir (item) yang ditanyakan dalam semua metode pengumpulan data haruslah sejalan dengan rumusan masalah dan/atau hipotesis penelitian Karenanya diperlukan proses Dekomposisi variabel penelitian menjadi sub-variabel, dimensi dan butir penelitian merupakan pekerjaan yang harus dilakukan dengan hati-hati Proses dekomposisi ini juga memudahkan proses pengukuran dan pengumpulan data Proses dekomposisi ini dikenal sebagai proses operasionalisasi variabel penelitian Variabel DimensiButir (Item)

Pengukuran1

Page 2 2. Observasi, Wawancara, Pengukuran Fisik dan Percobaan Laboratorium Observasi atau pengamatan melibatkan semua indera (penglihatan, pendengaran, penciuman, pembau, perasa) Pencatatan hasil dapat dilakukan dengan bantuan alat rekam elektronik kemudian dituliskan sebagai skrip Wawancara terbagi menjadi: a. Wawancara tidak terstruktur b. Wawancara terstruktur Wawancara tidak terstruktur Merupakan langkah persiapan wawancara terstruktur Pertanyaan yang diajukan merupakan upaya mengali isu awal Sifat pertanyaan spontan Wawancara terstruktur Pertanyaan sudah disiapkan, karena sudah dirancang data/informasi apa yang dibutuhkan Jenis Wawancara: a. Wawancara langsung (face to face) b. Wawancara tidak langsung: misalnya dengan telepon atau internet (on-line) Bias dalam wawancara: kesenjangan antara informasi/data yang dinginkan oleh peneliti dengan informasi/data yang diberikan oleh responden Bias dalam wawancara harus diminimalkan Sumber bias dalam wawancara: a. Pewawancara b. Responden c. Situasi saat wawancara Bias dari Pewawancara Tidak terjadi saling percaya antara responden dengan pewawancara Kekeliruan penafsiran pertanyaan: hal ini terutama terjadi jika wawancara dilakukan oleh beberapa orang dalam suatu tim/kelompok pewawancara Secara tidak sengaja atau disadari pewawancara mendorong atau mencegah responden menjawab ke suatu arah jawaban tertentu Bias dari Responden Responden tidak jujur menjawab Responden sebenarnya tidak memahami isi pertanyaan tetapi enggan bertanya atau melakukan klarifikasi2

Page 3 Bias dari Situasi Waktu wawancara tidak tepat, misalnya ketika responden sedang bekerja atau sedang lelah sehingga enggan menjawab pertanyaan Sumber bias diperhatikan agar wawancara berjalan efisien dan efektif Teknik Bertanya:

Funneling: Mulai dengan pertanyaan-pertanyaan terbuka (open-ended questons) Funneling adalah transisi dari tema yang luas ke tema yang lebih sempit Pertanyaan yang tidak bias Pertanyaan harus jelas dan tidak mengandung interpretasi ganda (ambigous) Menjelaskan pertanyaan sejelas-jelasnya Jika ada keraguan responden, pewawancara dapat menjelaskan pertanyaan sekali lagi Mengajukan pertanyaan sekali lagi dalam bahasa yang lebih sederhana Memastikan jawaban responden dengan mengajukan pernyataan sekali lagi Membantu responden menyatakan pendapatnya Jika responden kesulitan mengungkapkan pendapatnya, pewawancara dapat membantu dengan mengutarakan istilah yang tepat Membuat Catatan atau Rekaman Wawancara dicatat dan direkam dengan seijin atau sepengetahuan responden Menggunakan bahasa atau istilah yang sesuai dengan kondisi (misalnya: pendidikan) responden Bila responden enggan menjawab pertanyaan, karena merasa pertanyaan bersifat pribadi atau sensitif, pewawancara dapat mengubah pertanyaan dengan istilah lain Misalnya: Pendapatan diganti dengan pengeluaran Pengukuran Fisik Alat ukur harus dikalibrasi sebelum mulai melakukan pengukuran Alat ukur harus memenuhi standar penelitian Alat ukur harus mudah dijalankan dan dikendalikan Pengukuran memperhatikan kondisi yang disyaratkan dalam perumusan masalah (misalnya: suhu atau tekanan) Perancangan Percobaan dan Penelitian dalam Laboratorium Sebelum melakukan percobaan laboratoium, dilakukan perancangan percobaan Dalam proses perancangan percobaan, unit penelitian dan perlakuan yang akan dikenakan pada setiap unit penelitian direncanakan3

Page 4 Perancangan percobaan (experiment design) sangat diperlukan pada penelitian yang dilakukan dalam laboratorium Laboratorium tidak hanya mengacu pada ruangan laboratorium (biologi, kimia, fisika, kedokteran atau ilmu rekayas) tapi pada setiap ruang termasuk lapangan yang setiap faktornya dapat dikendalikan Sebelum melakukan penelitian-penelitian biologi, kimia, fisika dan rekayasa yang dilakukan dalam laboratorium, umumnya peneliti merancang unit percobaan yang akan dilakukan Dalam penelitian biologi, kimia, fisika dan rekayasa memungkinkan untuk memilih

obyek penelitian dan mengusahakan kondisi penelitian (misalnya suhu, konsentrasi zat kimia, tekanan, media) yang homogen, sesuatu yang amat sulit dilakukan pada penelitianpenelitian sosial (ekonomi, psikologi, sosiologi) Dasar perhitungan semua jenis Perancangan Percobaan adalah Analisis Varians (Analysis of Variance) suatu bidang kajian dalam Statistika 3. Kuesioner Kuesioner adalah daftar pertanyaan tertulis yang ditujukan kepada responden Jawaban responden atas semua pertanyaan dalam kuesioner kemudian dicatat/direkam Kuesioner merupakan metode pengumpulan data yang efisien bila peneliti mengetahui secara pasti data/informasi apa yang dibutuhkan dan bagaimana variabel yang menyatakan informasi yang dibutuhkan tersebut diukur Sekali lagi penting melakukan dekomposisi variabel penelitian menjadi dimensi dan butir penelitian dengan hati-hati Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Kesalahan operasionalisasi variabel mungkin terjadi karena dimensi yang penting luput direalisasikan menjadi butir pertanyaan dalam kuesioner Kesalahan dapat diminimalkan dengan melakukan pengujian validitas dan reliabilitas kuesioner7

Page 8 Validitas Validitas mengacu pada apakah kuesioner benar-benar dapat mengukur apa yang ingin diukur Sebagian besar validitas diukur secara logika (subyekif), hanya validitas konstruk yang dapat diukur secar matematika/statistika. Jenis Validitas a. Validitas Konstruk (Construct Validity) Konstruk adalah penyusun atau elemen suatu konsep/variabel Misal: Jika suatu konsep disusun berdasarkan 5 elemen tetapi dalam kuesioner hanya diukur 3 elemen maka validitas konstruk kuesioner ini rendah Ukuran validitas konstruk dinyatakan dalam koefisien korelasi (R) setiap butir pernyataan dengan nilai total seluruh butir. Valid tidaknya setiap butir kemudian dibandingkan dengan nilai kritik pada Tabel Kolstoe, 1973 b. Validitas Isi (Content Validity) Bertujuan memeriksa apakah butir-butir pertanyaan sesuai dengan pengetahuan aau kemampuan responden. c. Validitas Eksternal (External Validity) Membandingkan kuesioner yang dibuat dengan kuesioner yang sudah dibakukan

d. Validitas Prediktif (Predictive Validity) Mengukur apakah kuesioner dapat digunakan meramalkan perilaku di masa depan Validitas prediktif diberi nilai tinggi jika apa yang diramalkan terbukti e. Validitas Rupa (Face Validity) Validitas tampilan kuesioner, sesuai dengan format f. Validitas Budaya (Culture Validity) Apakah butir-butir pernyataan dalam kuesioner sudah sesuai budaya atau kondisi responden Reliabilitas Reliabilitas menyatakan derajat keandalan dan konsistensi kuesioner Beberapa metode penghitungan reliabilitas, misalnnya: a. Metode Test Retest b. Metode Test Retest Paralel c. Teknik Belah Dua (Split Half) d. Analisis Diskriminan8

Page 9 Pada prinsipnya, semua metode perhitungan itu mengukur reliabilitas melalui koefisien korelasi setiap butir pernyataan dengan total seluruh butir (sama dengan Validitas Konstruk) Uji Coba Kuesioner Sebelum kuesioner benar-benar digunakan untuk mengumpulkan data, dilakukan uji coba dengan menyebarkan kuesioner kepada kira-kira 30 responden Hasil uji coba kemudian dignakan untuk menguji validitas dan reliabilitas Butir-butir yang tidak valid atau tidak reliabel kemudian diperbaiki, diubah, atau jika tidak memungkinkan dihilangkan dan selanjutnya kuesioner diuji kembali Alat Bantu Pembuat Kuesioner Metode perhitungan validitas dan reliabilitas ini dapat diaplikasikan dengan bantuan program komputer (Misalnya EXCEL atau SPSS) Kuesioner apat dibuat dengan pengolah kata atau dengan program-program komputer lainnya yang memang dibuat untuk membuat kuesioner (Misalnya: EPI-INFO atau Lotus Notes) Pembuatan kuesioner dengan program komputer memungkinkan publikasi kuesioner secara on-line di internet Beberapa web di internet juga menyediakan fasilitas membuat kuesioner atau pooling) on-line, misalnya web votepedia yang dibangun di atas teknologi Wikipediahttp://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:YbxKel3xoiAJ:ssiregar.staff.gunadarma.ac.id/ Downloads/files/7102/06_pengumpulan_data.pdf+metode+pengumpulan+data+penelitian&hl=id&gl=id

Metode Pengumpulan DataMengumpulkan data memang pekerjaan yang melelahkah dan kadang-kadang sulit. Berjalan dari rumah ke rumah mengadakan interview atau membagi angket, belum lagi kalau satu dua kali datang belum berhasil bertemu dengan orang yang dicari, atau malah dikejar anjing penjaga. Kadang-kadang sampai ke kantor, atau suatu tempat dan disambut dengan dingin, bahkan kadang-kadang raut wajah yang kecut. Pekerjaan seperti ini sering diberikan kepada pembantupembantu peneliti yunior, sedangkan para senior cukup membuat desain, menyusun instrumen, mengolah data, dan mengambil kesimpulan. Yang diambil kesimpulannya adalah olahan data yang pengumpulan banyak dipengaruhi oleh faktor siapa yang bertugas mengumpulkan data. Jika pengumpul data melakukan sedikit kesalahan sikap dan interview misalnya, akan mempengaruhi data yang diberikan oleh responden. Kesimpulannya dapat salah. Maka mengumpulkan data merupakan pekerjaan yang penting dalam meneliti. Empat jenis metode pengumpulan data adalah sebagai berikut: Kuesioner Data yang diungkap dalam penelitian dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: fakta, pendapat, dan kemampuan. Untuk mengukur ada atau tidaknya serta besarnya kemampuan objek yang diteliti, digunakan tes. Perlu kita pahami bahwa yang dapat dikenai tes bukan hanya manusia. Mesin mobil jika akan diketahui masih baik atau tidak, data kemampuannya seberapa, juga dites dengan alat tertentu. Untuk manusia, instrumen yang berupa tes ini dapat digunakan untuk mengukur kemampuan dasar dan pencapaian atau prestasi. Sebagian besar penelitian umumnya menggunakan kuesioner sebagai metode yang dipilih untuk mengumpulkan data. Kuesioner atau angket memang mempunyai banyak kebaikan sebagai instrumen pengumpul data. Memang kuesioner baik, asal cara dan pengadaannya mengikuti persyaratan yang telah digariskan dalam penelitian. Sebelum kuesioner disusun, maka harus dilalui prosedur. 1. Merumuskan tujuan yang akan dicapai dengan kuesioner. 2. Mengidentifikasikan variabel yang akan dijadikan sasaran kuesioner. 3. Menjabarkan setiap variabel menjadi sub-variabel yang lebih spesifik dan tunggal. 4. Menentukan jenis data yang akan dikumpulkan, sekaligus untuk menentukan teknik analisisnya. Penentuan sampel sebagai responden kuesioner perlu mendapat perhatian pula. Apabila salah menentukan sampel, informasi yang kita butuhkan barangkali tidak kita peroleh secara maksimal. Kita ambil contoh, kita ingin mengetahui daya tarik orang terhadap kuesioner. Maka kita mengirimkan ribuan kuesioner kepada responden secara acak melalui buku telepon dan meminta mereka untuk mengembalikan lewat pos berlangganan, jadi responden tidak perlu membeli perangko. Hasilnya dapat ditebak, yaitu bahwa semua responden akan suka dengan kuesioner. Mengapa? Tentu saja, responden yang tidak suka dengan kuesioner akan membuang kuesioner ke tempat sampah atau dijadikan bungkus kacang. Angket anonim memang ada kebaikannya karena responden bebas mengemukakan pendapat. Akan tetapi penggunaan angket anonim mempunyai beberapa kelemahan pula.

1. Sukar ditelusuri apabila ada kekurangan pengisian yang disebabkan karena responden kurang memahami maksud item. 2. Tidak mungkin mengadakan analisis lebih lanjut apabila peneliti ingin memecah kelompok berdasarkan karakteristik yang diperlukan. Berbagai penelitian memberikan gambaran hasil bahwa tidak ada perbedaan ketelitian jawaban yang diberikan oleh orang dewasa, baik yang anonim maupun yang bernama. Faktor-faktor yang mempengaruhi perlu tidaknya angket diberi nama adalah: 1. Tingkat kematangan responden. 2. Tingkat subjektivitas item yang menyebabkan responden enggan memberikan jawaban (misalnya gaji untuk pria dan umur untuk wanita). 3. Kemungkinan tentang banyaknya angket. 4. Prosedur (teknik) yang akan diambil pada waktu menganalisis data. Salah satu kelemahan metode angket adalah bahwa angketnya sukar kembali. Apabila demikian keadaannya maka peneliti sebaiknya mengirim surat kepada responden yang isinya seolah-olah yakin bahwa sebenarnya angketnya akan diisi tetapi belum mempunyai waktu. Surat yang dikirim itu hanya sekadar mengingatkan. Wawancara Di samping memerlukan waktu yang cukup lama untuk mengumpulkan data, dengan metode interview peneliti harus memikirkan tentang pelaksanaannya. Memberikan angket kepada responden dan menghendaki jawaban tertulis, lebih mudah jika dibandingkan dengan mengorek jawaban responden dengan bertatap muka. Sikap pada waktu datang, sikap duduk, kecerahan wajah, tutur kata, keramahan, kesabaran serta keseluruhan penampilan, akan sangat berpengaruh terhadap isi jawaban responden yang diterima oleh peneliti. Oleh sebab itu, maka perlu adanya latihan yang intensif bagi calon interviewer (penginterviu). 1. 2. Agar Agar tidak ada pokok-pokok pencatatannya yang lebih tertinggi. cepat.

Secara garis besar ada dua macam pedoman wawancara : 1. Pedoman wawasan tidak terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang hanya memuat garis besar yang akan ditanyakan. Tentu saja kreativitas pewawancara sangat diperlukan, bahkan hasil wawancara dengan jenis pedoman ini lebih banyak tergantung dari pewawancara. Pewawancaralah sebagai pengemudi jawaban responden. Jenis interviu ini cocok untuk penilaian khusus. 2. Pedoman wawancara terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang disusun secara terperinci sehingga menyerupai check-list. Pewawancara tinggal membubuhkan tanda (check) pada nomor yang sesuai. Pedoman wawancara yang banyak digunakan adalah bentuk semi structured. Dalam hal ini maka mula-mula interviewer menanyakan serentetan pertanyaan yang sudah terstruktur,

kemudian satu per satu diperdalam dalam mengorek keterangan lebih lanjut. Dengan demikian jawaban yang diperoleh bisa meliputi semua variabel, dengan keterangan yang lengkap dan mendalam. Sebagai contoh misalnya kita akan menyelidiki pengetahuan dan pendapat mahasiswa tentang perguruan tinggi di mana mereka kuliah. Pertama-tama mereka kita tanya tentang tahun berapa masuk, sekarang di tingkat berapa, mengambil mata kuliah apa saja, ekstra kurikuler apa yang diikuti dan sebagainya, kemudian diikuti dengan pertanyaan, antara lain sebagai berikut : Pada tahun Saudara masuk, jurusan apa saja yang ada? Apakah Saudara lancar menaiki jenjang dari tahun ke tahun? Bagaimana sistem penentuan tingkat/sistem kenaikan tingkat? - Apakah program studi yang diberikan cocok dengan keperluan Saudara jika sudah lulus? Observasi Dalam menggunakan metode observasi cara yang paling efektif adalah melengkapinya dengan format atau blangko pengamatan sebagai instrumen. Format yang disusun berisi item-item tentang kejadian atau tingkah laku yang digambarkan akan terjadi. Dari peneliti berpengalaman diperoleh suatu petunjuk bahwa mencatat data observasi bukanlah sekadar mencatat, tetapi juga mengadakan pertimbangan kemudian mengadakan penilaian ke dalam suatu skala bertingkat. Misalnya kita memperhatikan reaksi penonton televisi itu, bukan hanya mencatat bagaimana reaksi itu, dan berapa kali muncul, tetapi juga menilai, reaksi tersebut sangat, kurang, atau tidak sesuai dengan yang kita kehendaki. Sebagai contoh dapat dikemukakan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti untuk mengetahui proses belajar-mengajar di kelas. Variabel yang akan diungkap didaftar, kemudian di tally kemunculannya, dan jika perlu kualitas kejadian itu dijabarkan lebih lanjut. Dokumentasi Tidak kalah penting dari metode-metode lain, adalah metode dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya. Dibandingkan dengan metode lain, maka metode ini agak tidak begitu sulit, dalam arti apabila ada kekeliruan sumber datanya masih tetap, belum berubah. Dengan metode dokumentasi yang diamati bukan benda hidup tetapi benda mati. Dalam menggunakan metode dokumentasi ini peneliti memegang check-list untuk mencari variabel yang sudah ditentukan. Apabila terdapat/muncul variabel yang dicari, maka peneliti tinggal membubuhkan tanda check atau tally di tempat yang sesuai. Untuk mencatat hal-hal yang bersifat bebas atau belum ditentukan dalam daftar variabel peneliti dapat menggunakan kalimat bebas.

Instrumen PenelitianPengertian Pada prinsipnya meneliti adalah melakukan pengukuran, maka harus ada alat ukur yang baik. Alat ukur dalam penelitian disebut instrumen penelitian. Jadi instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena-fenomena alam maupun sosial yang diamati. Secara spesifik fenomena disebut variabel. Jumlah instrumen penelitian tergantung pada jumlah variabel penelitian yang telah ditetapkan untuk diteliti. Misalnya akan meneliti Pengaruh Kepemimpinan dan Iklim Kerja Sekolah terhadap Prestasi Belajar Anak. Dalam hal ada 3 instrumen yang perlu dibuat yaitu: 1. Instrumen untuk mengukur kepemimpinan. 2. Instrumen untuk mengukur iklim kerja sekolah. 3. Instrumen untuk mengukur prestasi belajar siswa. Instrumen-instrumen penelitian dalam bidang sosial umumnya dan khususnya bidang pendekatan, khususnya yang sudah baku sulit ditemukan. Untuk itu maka peneliti harus mampu membuat instrumen sendiri termasuk menguji validitas dan reliabilitasnya. Titik tolak dari penyusunan instrumen adalah variabel-variabel penelitian yang ditetapkan oleh peneliti. Dari variabel-variabel tersebut diberikan definisi operasionalnya, dan selanjutnya ditentukan indikatornya. Dari indikator kemudian dijabarkan menjadi butir-butir pertanyaan atau pernyataan. Jenis-jenis Instrumen Berdasarkan teknik pengumpulan data, instrumen penelitian terdiri dari: a. Tes (test) Tes sebagai instrumen pengumpul data adalah serangkaian pertanyaan ayau latihan yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Adapun beberapa macam tes instrumen pengumpul data, antara lain: 1. Tes kepribadian (personal test). 2. Tes bakat (talent test). 3. Tes prestasi (pencapaian sesuatu)/(achievement test).

4. Tes intelegensi (tingkat intelektual). 5. Tes sikap (attitude test). b. Kuisioner (angket) Kuisioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Kuisioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang diharapkan responden. Di samping cocok digunakan bila jumlah responden cukup besar, dan tersebar di wilayah yang luas. Angket dibedakan menjadi dua jenis yaitu angket terbuka dan angket tertutup. 1. Angket terbuka (angket tidak berstruktur) adalah angket yang disajikan dalam bentuk sederhana sehingga responden dapat memberikan isian sesuai dengan kehendak dan keadaannya. Contoh. 1. Bagaimanakah pendapat tentang dibentuknya Dewan Sekolah? 2. Apakah saudara pernah mengikuti Diklatpim Tingkat 3? Jika pernah, bagaimana komentar saudara? 2. Angket tertutup (angket berstruktur) adalah angket yang disajikan dalam bentuk sedemikian rupa sehingga responden diminta untuk memilih satu jawaban yang sesuai dengan karakteristik dirinya dengan memberikan tanda silang (x) atau tanda check list (). Check list atau daftar cek adalah suatu daftar yang berisi subjek dan aspek-aspek yang diamati. Contoh: Cara memberikan tanda silang (x) 1. Apakah saudara termasuk dosen yang aktif menulis? a) Ya b) Tidak

Jika ya, sudah berapa buku yang saudara tulis dan terbitkan per tahun? a) 2-5 buku b) 6-10 buku c) 11-15 buku d) 16-20 buku

Sugiyono (dalam Uma Sakaran,1992) mengemukakan beberapa prinsip dalam penulisan angket sebagai teknik pengumpulan data yaitu: a. Isi dan tujuan pertanyaan.

b. Bahasa yang digunakan. c. Tipe dan bentuk pertanyaan. d. Pertanyaan tidak mendua. e. Tidak menanyakan yang sudah lupa. f. Pertanyaan tidak menggiring.

g. Panjang pertanyaan. h. Urutan pertanyaan. i. j. Prinsip pengukuran. Penampilan fisik angket.

c. Wawancara (interview) Wawancara adalah suatu cara pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya dan lebih mendalam pada responden yang jumlah sedikit. Sutrisno Hadi (1986) mengemukakan bahwa anggapan yang perlu dipegang oleh peneliti dalam menggunakan metode interview dan juga kuisioner adalah sebagai berikut: 1. Responden adalah orang yang paling tahu tentang dirinya. 2. Responden dapat dipercaya. 3. Responden dan peneliti memiliki interpretasi yang sama tentang pertanyaan-pertanyaan. Berdasarkan sifat pertanyaan, wawancara dapat dibedakan atas: 1. Wawancara terstruktur Wawancara terstruktur adalah teknik pengumpulan data dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah tersusun. Dengan wawancara terstruktur ini setiap responden diberi pertanyaan yang sama. 2. Wawancara tidak terstruktur Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancaranya berupa garis-garis besar permasalahan yang ditanyakan.

Dalam melakukan wawancara baik yang dilakukan dengan face to face maupun dengan pesawat telepon akan selalu terjadi kontak pribadi, oleh karena itu harus memahami situasi dan kondisi responden. d. Observasi (Pengamatan) Sutrisno Hadi (1986) mengemukakan bahwa observasi merupakan suatu proses kompleks, suatu proses yang tersusun dari perbagai proses biologis dan psikologis. Observasi adalah melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian bersifat perilaku dan tindakan manusia, fenomena alam, proses kerja dan penggunaan responden kecil. Dari segi proses pelaksanaan pengumpulan data, observasi dapat dibedakan menjadi: 1. Observasi berperan serta Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari dengan orang yang diamati. 2. Observasi non partisipant Dalam observasi ini, peneliti hanya sebagai pengamat independen. e. Dokumentasi Dokumentasi adalah ditujukan untuk memperoleh data langsung dari tempat peneliti, meliputi buku-buku yang relevan, peraturan-peraturan, laporan kegiatan film dokumenter dan data lain yang relevan. f. Rating scale (skala bertingkat)

Rating scale adalah teknik pengumpulan data dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang berisi skala yang bertingkat yang harus dipilih dengan cara melingkari (0). Pada rating scale, data mentah yang didapat berupa angka kemudian ditafsirkan dalam pengertian kualitatif.http://aritmaxx.wordpress.com/2010/06/30/instrimen-penelitian/

JENIS-JENIS VALIDITAS Validitas atau kesahihan menunjukan pada kemampuan suatu instrumen (alat pengukur) mengukur apa yang harus diukur (. a valid measure if it succesfully measure the phenomenon), seseorang yang ingin mengukur tinggi harus memakai meteran, mengukur berat dengan timbangan, meteran, timbangan merupakan alat ukur yang valid dalah kasus tersebut. Dalam suatu penelitian yang melibatkan variabel/konsep yang tidak bisa diukur secara langsung, maslah validitas menjadi tidak sederhana, di dalamnya juga menyangkut penjabaran konsep dari tingkat teoritis sampai tingkat empiris (indikator), namun bagaimanapun tidak sederhananya suatu instrumen penelitian harus valid agar hasilnya dapat dipercaya. Mengingat pentingnya masalah validitas. Maka tidak mengherankan apabila Para Pakar telah banyak berupaya untuk mengkaji masalah validitas serta membagi validitas ke dalam beberapa jenis, terdapat perbedaan pengelompokan jenis-jenis validitas Menurut Ebel (dalam Nazir 1988) ada 9 jenis-jenis validitas: 1. Concurrent Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor dengan kinerja. 2. Construct Validity adalah validitas yang berkenaan dengan kualitas aspek psikologis apa yang diukur oleh suatu pengukuran serta terdapat evaluasi bahwa suatu konstruk tertentu dapat dapat menyebabkan kinerja yang baik dalam pengukuran. 3. Face Validity adalah validitas yang berhubungan apa yang nampak dalam mengukur sesuatu dan bukan terhadap apa yang seharusnya hendak diukur. 4. Factorial Validity dari sebuah alat ukur adalah korelasi antara alat ukur dengan faktorfaktor yang yang bersamaan dalam suatu kelompok atau ukuran-ukuran perilaku lainnya, dimana validitas ini diperoleh dengan menggunakan teknik analisis faktor. 5. Empirical Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor dengan suatu kriteria. Kriteria tersebut adalah ukuran yang bebas dan langsung dengan apa yang ingin diramalkan oleh pengukuran.

6. Intrinsic Validity adalah validitas yang berkenaan dengan penggunaan teknik uji coba untuk memperoleh bukti kuantitatif dan objektif untuk mendukung bahwa suatu alat ukur benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur. 7. Predictive Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor suatu alat ukur dengan kinerja seseorang di masa mendatang. 8. Content Validity adalah validitas yang berkenaan dengan baik buruknya sampling dari suatu populasi. 9. Curricular Validity adalah validitas yang ditentukan dengan cara menilik isi dari pengukuran dan menilai seberapa jauh pengukuran tersebut merupakan alat ukur yang benar-benar mengukur aspek-aspek sesuai dengan tujuan instruksional. Sementara itu, Kerlinger (1990) membagi validitas menjadi tiga yaitu content validity (validitas isi), construct validity (validitas konstruk), dan criterion-related validity (validitas berdasar kriteria). Sedangkan menurut Elazar Pedhazur validitas yang umum dipakai tripartite classification yakni Content, Criterion dan Construct, sementara Kenneth Bailey mengelompokan tiga jenis utama validitas yaitu : Face validity, Criterion Validity, dan construct validity, dengan catatan face validity cenderung dianggap sama dengan content validity. Berikut ini akan dikemukakan beberapa jenis validitas yaitu : 1. Validitas Rupa (Face validity). Adalah validitas yang menunjukan apakah alat pengukur/instrumen penelitian dari segi rupanya nampak mengukur apa yang ingin diukur, validitas ini lebih mengacu pada bentuk dan penampilan instrumen. Menurut Djamaludin Ancok validitas rupa amat penting dalam pengukuran kemampuan individu seperti pengukuran kejujuran, kecerdasan, bakat dan keterampilan. 2. Validitas isi (Content Validity).

Validitas isi berkaitan dengan kemampuan suatu instrumen mengukur isi (konsep) yang harus diukur. Ini berarti bahwa suatu alat ukur mampu mengungkap isi suatu konsep atau variabel yang hendak diukur. Misalnya test bidang studi IPS, harus mampu mengungkap isi bidang studi tersebut, pengukuran motivasi harus mampu mengukur seluruh aspek yang berkaitan dengan konsep motivasi, dan demikian juga untuk hal-hal lainnya. Menurut Kenneth Hopkin penentuan validitas isi terutama berkaitan dengan proses analisis logis, dengan dasar ini Dia berpendapat bahwa validitas isi berbeda dengan validitas rupa yang kurang menggunakan analisis logis yang sistematis, lebih lanjut dia menyatakan bahwa sebuah instrumen yang punya validitas isi biasanya juga mempunyai validitas rupa, sedang keadaan sebaliknya belum tentu benar. 3. Validitas kriteria (Criterion validity). Adalah validasi suatu instrumen dengan membandingkannya dengan instrumenpengukuran lainnya yang sudah valid dan reliabel dengan cara mengkorelasikannya, bila korelasinya signifikan maka instrumen tersebut mempunyai validitas kriteria. Terdapat dua bentuk Validitas kriteria yaitu : Validitas konkuren (Concurrent validity), Validitas ramalan (Predictive validity). Validitas konkuren adalah kemampuan suatu instrumen pengukuran untuk mengukur gejala tertentu pada saat sekarang kemudian dibandingkan dengan instrumen pengukuran lain untuk konstruk yang sama. Validitas ramalan adalah kemampuan suatu instrumen pengukuran memprediksi secara tepat dengan apa yang akan terjadi di masa datang. Contohnya apakah test masuk sekolah mempunyai validitas ramalan atau tidak ditentukan oleh kenyataan apakah terdapat korelasi yang signifikan antara hasil test masuk dengan prestasi belajar sesudah menjadi siswa, bila ada, berarti test tersebut mempunyai validitas ramalan 4. Validitas konstruk (Construct Validity). Konstruk adalah kerangka dari suatu konsep, validitas konstruk adalah validitas yang berkaitan dengan kesanggupan suatu alat ukur dalam mengukur pengertian suatu konsep yang diukurnya. Menurut Jack R. Fraenkel validasi konstruk (penentuan validitas konstruk) merupakan yang terluas cakupannya dibanding dengan validasi lainnya, karena melibatkan banyak prosedur termasuk validasi isi dan validasi kriteria.

Tipe-tipe umum pengukuran validitas 1) Validitas isi Validitas isi merupakan validitas yang diperhitumgkan melalui pengujian terhadap isi alat ukur dengan analisis rasional. Pertanyaan yang dicari jawabannya dalam validasi ini adalah "sejauhmana item-item dalam suatu alat ukur mencakup keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur oleh alat ukur yang bersangkutan?" atau berhubungan dengan representasi dari keseluruhan kawasan. Pengertian "mencakup keseluruhan kawasan isi" tidak saja menunjukkan bahwa alat ukur tersebut harus komprehensif isinya akan tetapi harus pula memuat hanya isi yang relevan dan tidak keluar dari batasan tujuan ukur. Walaupun isi atau kandungannya komprehensif tetapi bila suatu alat ukur

mengikutsertakan pula item-item yang tidak relevan dan berkaitan dengan hal-hal di luar tujuan ukurnya, maka validitas alat ukur tersebut tidak dapat dikatakan memenuhi ciri validitas yang sesungguhnya. Apakah validitas isi sebagaimana dimaksudkan itu telah dicapai oleh alat ukur, sebanyak tergantung pada penilaian subjektif individu. Dikarenakan estimasi validitas ini tidak melibatkan komputasi statistik, melainkan hanya dengan analisis rasional maka tidak diharapkan bahwa setiap orang akan sependapat dan sepaham dengan sejauhmana validitas isi suatu alat ukur telah tercapai. Selanjutnya, validitas isi ini terbagi lagi menjadi dua tipe, yaitu face validity (validitas muka) dan logical validity (validitas logis). a) Face Validity (Validitas Muka). Validitas muka adalah tipe validitas yang paling rendah signifikasinya karena hanya didasarkan pada penilaian selintas mengenai isi alat ukur. Apabila isi alat ukur telah tampak sesuai dengan apa yang ingin diukur maka dapat dikatakan validitas muka telah terpenuhi.

Dengan alasan kepraktisan, banyak alat ukur yang pemakaiannya terbatas hanya mengandalkan validitas muka. Alat ukur atau instrumen psikologi pada umumnya tidak dapat menggantungkan kualitasnya hanya pada validitas muka. Pada alat ukur psikologis yang fungsi pengukurannya memiliki sifat menentukan, seperti alat ukur untuk seleksi karyawan atau alat ukur pengungkap kepribadian (asesmen), dituntut untuk dapat membuktikan validitasnya yang kuat. b) Logical Validity (Validitas Logis). Validitas logis disebut juga sebagai validitas sampling (sampling validity). Validitas tipe ini menunjuk pada sejauhmana isi alat ukur merupakan representasi dari aspek yang hendak diukur. Untuk memperoleh validitas logis yang tinggi suatu alat ukur harus dirancang sedemikian rupa sehingga benar-benar berisi hanya item yang relevan dan perlu menjadi bagian alat ukur secara keseluruhan. Suatu objek ukur yang hendak diungkap oleh alat ukur hendaknya harus dibatasi lebih dahulu kawasan perilakunya secara seksama dan konkrit. Batasan perilaku yang kurang jelas akan menyebabkan terikatnya item-item yang tidak relevan dan tertinggalnya bagian penting dari objek ukur yang seharusnya masuk sebagai bagian dari alat ukur yang bersangkuatan. Validitas logis memang sangat penting peranannya dalam penyusunan tes prestasi dan penyusunan skala, yaitu dengan memanfaatkan blue-print atau tabel spesifikasi. 2) Validitas Konstruk Validitas konstruk adalah tipe validitas yang menunjukkan sejauhmana alat ukur mengungkap suatu trait atau konstruk teoritis yang hendak diukurnya (Allen & Yen, dalam Azwar 1986). Pengujian validitas konstruk merupakan proses yang terus berlanjut sejalan dengan perkembangan konsep mengenai trait yang diukur.

Walaupun pengujian validitas konstruk biasanya memerlukan teknik analisis statistik yang lebih kompleks daripada teknik yang dipakai pada pengujian validitas empiris lainnya, akan tetapi validitas konstruk tidaklah dinyatakan dalam bentuk koefisien validitas tunggal. Konsep validitas konstruk sangatlah berguna pada alat ukur yang mengukur trait yang tidak memiliki kriteria eksternal. 3) Validitas Berdasar Kriteria Pendekatan validitas berdasar kriteria menghendaki tersedianya kriteria eksternal yang dapat dijadikan dasar pengujian skor alat ukur. Suatu kriteria adalah variabel perilaku yang akan diprediksikan oleh skor alat ukur. Untuk melihat tingginya validitas berdasar kriteria dilakukan komputasi korelasi antara skor alat ukur dengan skor kriteria. Koefisien ini merupakan koefisien validitas bagi alat ukur yang bersangkutan, yaitu rxy, dimana x melambangkan skor alat ukur dan y melambangkan skor kriteria. Dilihat dari segi waktu untuk memperoleh skor kriterianya, prosedur validasi berdasar kriteria menghasilkan dua macam validitas yaitu validitas prediktif (predictive validity) dan validitas konkuren (concurrent validity). Validitas Prediktif. Validitas prediktif sangat penting artinya bila alat ukur dimaksudkan untuk berfungsi sebagai prediktor bagi kinerja di masa yang akan datang. Contoh situasi yang menghendaki adanya prediksi kinerja ini antara lain adalah dalam bimbingan karir; seleksi mahasiswa baru, penempatan karyawan, dan semacamnya. Contohnya adalah sewaktu kita melakukan pengujian validitas alat ukur kemampuan yang digunakan dalam penempatan karyawan. Kriteria yang terbaik antara lain adalah kinerjanya setelah ia betul-betul ditempatkan sebagai karyawan dan melaksanakan tugasnya selama beberapa waktu. Skor kinerja karyawan tersebut dapat diperoleh dari berbagai cara, misalnya menggunakan indeks produktivitas atau rating yang dilakukan oleh atasannya.

Koefisien korelasi antara skor alat ukur dan kriteria merupakan petunjuk mengenai saling hubungan antara skor alat ukur dengan skor kriteria dan merupakan koefisien validitas prediktif. Apabila koefisien ini diperoleh dari sekelompok individu yang merupakan sampel yang representatif, maka alat ukur yang telah teruji validitasnya akan mempunyai fungsi prediksi yang sangat berguna dalam prosedur alat ukur di masa datang. Prosedur validasi prediktif pada umumnya memerlukan waktu yang lama dan mungkin pula biaya yang tidak sedikit dikarenakan prosedur ini pada dasarnya bukan pekerjaan yang dianggap selesai setelah melakukan sekali tembak, melainkan lebih merupakan kontinuitas dalam proses pengembangan alat ukur. Sebagaimana prosedur validasi yang lain, validasi prediktif pada setiap tahapnya haruslah diikuti oleh usaha peningkatan kualitas item alat ukur dalam bentuk revisi, modifikasi, dan penyusunan item-item baru agar prosedur yang dilakukan itu mempunyai arti yang lebih besar dan bukan sekedar pengujian secara deskriptif saja. Validitas Konkuren. Apabila skor alat ukur dan skor kriterianya dapat diperoleh dalam waktu yang sama, maka korelasi antara kedua skor termaksud merupakan koefisien validitas konkuren. Suatu contoh dimana validitas konkuren layak diuji adalah apabila kita menyusun suatu skala kecemasan yang baru. Untuk menguji validitas skala tersebut kita dapat mengunakan skala kecemasan lain yang telah lebih dahulu teruji validitasnya, yaitu dengan alat ukur TMAS (Tylor Manifest Anxiety Scale). Validitas konkuren merupakan indikasi validitas yang memadai apabila alat ukur tidak digunakan sebagai suatu prediktor dan merupakan validitas yang sangat penting dalam situasi diagnostik. Bila alat ukur dimaksudkan sebagai prediktor maka validitas konkuren tidak cukup memuaskan dan validitas prediktif merupakan keharusan.

Validitas dan Reliabilitas

Jun 10, '08 9:36 AM untuk semuanya Dalam setiap penelitian selalu terjadi proses pengumpulan data dan dalam proses

pengumpulan data tersebut akan menggunakan satu atau beberapa metode. Jenis metode yang dipilih dan digunakan dalam pengumpulan data, tentunya harus sesuai dengan sifat dan karakteristik

penelitian yang dilakukan. Instrumen adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data-data tersebut. Instrumen dapat dianalogikan sebagai ujung tombak untuk membidik data dalam sebuah penelitian. Melalui instrumenlah akhirnya terkumpul data yang nantinya diolah menjadi sebuah informasi hasil penelitian. Untuk itulah, perlu kiranya memilih dan merumuskan instrumen secara tepat. Hal ini sejalan dengan ungkapan garbage tool garbage result. Jadi, pada dasarnya salah satu hal yang mempengaruhi hasil penelitian terletak pada instrumennya. Semakin baik konstruksi sebuah instrumen, maka semakin baik pula data yang berhasil dijaring, begitu pula sebaliknya. PEMBAHASAN Sebelum diuraikan mengenai seluk beluk instrumen, maka akan diinformasikan terlebih dahulu judul buku yang dibahas dalam tugas ini, antara lain : Manajemen Penelitian (Suharsimi Arikunto), Menyusun dan Mengevaluasi Laporan Penelitian (Soetarlinah Sukadji), Reliabilitas dan Validitas (Saifuddin Azwar), dan Psychological Testing (Anne Anastasi dan Susana Urbina). A. Manajemen Penelitian (Suharsimi Arikunto) 1. Validitas Instrumen (halaman 219) Validitas adalah keadaan yang menggambarkan tingkat instrumen bersangkutan yang mampu mengukur apa yang akan diukur. Ada dua jenis validitas, yaitu : a. Validitas Logis Apabila instrumen tersebut secara analisis akal sudah sesuai dengan isi dan aspek yang diungkapkan. Instrumen yang sudah sesuai dengan isi dikatakan sudah memiliki validitas isi, sedangkan instrumen yang sudah sesuai dengan aspek yang diukur dikatakan sudah memiliki validitas konstruksi. b. Validitas Empiris 2. Reliabilitas Instrumen (halaman 220 222) Ada tiga teknik untuk menguji reliabilitas instrumen, yaitu : a. Teknik Paralel (Paralel Form Atau Alternate Form) Disebut juga teknik double test double trial. Sejak awal peneliti harus sudah menyusun dua perangkat instrumen yang paralel (ekuivalen), yaitu dua buah instrumen yang disusun berdasarkan satu kisi-kisi. Setiap butir soal dari instrumen yang satu selalu harus dapat dicarikan pasangannya dari instrumen kedua. Kedua instrumen tersebut diujicobakan semua. Sesudah kedua uji coba terlaksana,

maka hasil kedua instrumen tersebut dihitung korelasinya dengan menggunakan rumus product moment (korelasi Pearson). b. Teknik Ulang (test re-test) Disebut juga teknik single test double trial. Menggunakan sebuah instrumen, namun diteskan dua kali. Hasil atau skor pertama dan kedua kemudian dikorelasikan untuk mengetahui besarnya indeks reliabilitas. Teknik perhitungan yang digunakan sama dengan yang digunakan pada teknik pertama yaitu rumus korelasi Pearson. c. Teknik Belah Dua (split halve method) 1) Disebut juga teknik single test single trial. Peneliti boleh hanya memiliki seperangkat instrumen saja dan hanya diujicobakan satu kali, kemudian hasilnya dianalisis, yaitu dengan cara membelah seluruh instrumen menjadi dua sama besar. Cara yang diambil untuk membelah soal bisa dengan membelah atas dasar nomer ganjil-genap, atas dasar nomer awal-akhir, dan dengan cara undian. B. Menyusun dan Mengevaluasi Laporan Penelitian (Soetarlinah Sukadji) 1. Validitas (halaman 30 31) Validitas adalah derajat yang menyatakan suatu tes mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas suatu tes tidak begitu saja melekat pada tes itu sendiri, tetapi tergantung penggunaan dan subyeknya. Validitas dipecah lagi menjadi berbagai jenis yang akan dijabarkan berikut ini : a. Validitas Isi Adalah seberapa besar derajat tes mengukur representasi isi yang dikehendaki untuk diukur. Validitas aitem berkaitan dengan apakah aitem mewakili pengukuran dalam area isi sasaran yang diukur, dan validitas sampling adalah seberapa baik sampel isi tes mewakili keseluruhan isi sasaran yang diukur. Biasanya dinilai dengan menggunakan pertimbangan pakar. b. Validitas Konstruk/Teoretik Adalah seberapa besar derajat tes mengukur konstruk hipotesis yang dikehendaki untuk diukur. Konstruk adalah perangai yang tidak dapat diamati, yang menjelaskan perilaku. Menguji validitas konstruk mencakup uji hipotesis yang dideduksi dari suatu teori yang mengajukan konstruk tersebut. c. Validitas Konkruen Validitas ini menunjukkan seberapa besar derajat skor tes berkorelasi dengan skor yang diperoleh dari tes lain yang sudah mantap, bila disajikan pada saat yang sama, atau dibandingkan dengan kriteria lain yang valid yang diperoleh pada saat yang sama. d. Validitas Prediktif

Adalah seberapa besar derajat tes berhasil memprediksi kesuksesan seseorang pada situasi yang akan datang. Validitas prediktif ditentukan dengan mengungkap hubungan antara skor tes dengan hasil tes atau ukuran lain kesuksesan dalam satu situasi sasaran. 2. Reliabilitas (halaman 31 32) Reliabilitas suatu tes adalah seberapa besar derajat tes mengukur secara konsisten sasaran yang diukur. Reliabilitas dinyatakan dalam bentuk angka, biasanya sebagai koefisien. Koefisien tinggi berarti reliabilitas tinggi. Reliabilitas dapat dibagi lagi menjadi : a. Reliabilitas Tes Re-Tes Adalah seberapa besar derajat skor tes konsisten dari waktu ke waktu. Reliabilitas diukur dengan menentukan hubungan antara skor hasil penyajian tes yang sama kepada kelompok yang sama, pada waktu yang berbeda. b. Reliabiltas Belah-Dua Reliabiltas ini diukur dengan menentukan hubungan antara skor dua paruh yang ekuivalen suatu tes, ang disajikan kepada seluruh kelompok pada suatu saat. Karena reliabilitas belah dua mewakili reliabilitas hanya separuh tes yang sebenarnya, rumus Spearman-Brown dapat digunakan untuk mengoreksi koefisien yang didapat. c. Reliabilitas Rasional Ekuivalen Reliabilitas ini tidak ditentukan menggunakan korelasi tetapi menggunakan estimasi konsistensi internal. Reliabilitas ini diukur menggunakan Kuder-Richardson, biasanya Formula-20 (KR-20) atau Formula-21 (KR-21). Kedua rumus ini hanya dapat dipakai untuk tes yang aitemaitemnya diskor dikotomi, yaitu benar atau salah, 0 atau 1. d. Reliabilitas Penyekor/Penilai Adalah reliabilitas dua (atau lebih) penyekor independen. Reliabilitas ini biasa ditentukan menggunakan teknik korelasi, tetapi juga dapat hanya dinyatakan dalam persentase kesepakatan. C. Reliabilitas dan Validitas (Saifuddin Azwar) 1. Validitas (halaman 45 - 53) a. Validitas Isi Merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat professional judgement. Pertanyaan yang dicari jawabannya dalam validasi ini adalah sejauhmana aitem-aitem dalam tes mencakup keseluruhan kawasan isi (dengan catatan tidak keluar

dari batasan tujuan ukur) objek yang hendak diukur atau sejauhmana isi tes mencerminkan ciri atribut yang hendak diukur. Selanjutnya validitas isi terbagi menjadi 2 (dua), yaitu : 1) Validitas muka (face validity) Tipe validitas yang paling rendah signifikansinya karena hanya didasarkan pada penilaian terhadap format penampilan (appearance) tes. Apabila penampilan tes telah meyakinkan dan memberikan kesan mampu mengungkap apa yang hendak diukur maka dapat dikatakan bahwa validitas muka telah terpenuhi. 2) Validitas logik (logical/sampling validity) Validitas ini menunjuk pada sejauh mana isi tes merupakan representasi dari ciri-ciri atribut yang hendak diukur. Untuk memperoleh validitas logik yang tinggi, suatu tes harus dirancang sedemikian rupa sehingga benar-benar berisi hanya aitem yang relevan dan perlu menjadi bagian tes secara keseluruhan. Penggunaan blueprint sangat membantu tercapainya validitas logik. b. Validitas Konstrak Adalah tipe validitas yang menunjukkan sejauh mana tes mengungkap suatu trait atau konstrak teoritik yang hendak diukurnya (Allen & Yen, 1979). Pengujian validitas konstrak merupakan proses yang terus berlanjut sejalan dengan perkembangan konsep mengenai trait yang diukur. Hasil estimasi validitas konstrak tidak dinyatakan dalam bentuk suatu koefisien validitas. Dukungan terhadap adanya validitas konstrak, menurut Magnusson, dapat dicapai melalui beberapa cara antara lain : 1) Studi mengenai perbedaan diantara kelompok-kelompok yang menurut teori harus berbeda Apabila teori mengatakan bahwa antara suatu kelompok dengan kelompok lainnya harus memiliki skor yang berbeda. 2) Studi mengenai pengaruh perubahan yang terjadi dalam diri individu dan lingkungannya terhadap hasil tes Apabila teori mengatakan bahwa hasil tes dipengaruhi oleh kondisi subjek dikarenakan faktor kematangan. 3) Studi mengenai korelasi diantara berbagai variabel yang menurut teori mengukur aspek yang sama Studi ini dapat diperluas dengan mengikutsertakan korelasi antara berbagai skor tes yang mengukur aspek yang berbeda. 4) Studi mengenai korelasi antaraitem atau antar belahan tes

Interkorelasi yang tinggi antarbelahan dari suatu tes dapat dianggap sebagai bukti bahwa tes mengukur satu variabel satuan (unitary variable). c. Validitas Berdasar Kriteria Menghendaki tersedianya kriteria eksternal yang dapat dijadikan dasar pengujian skor tes. Suatu kriteria adalah variabel perilaku yang akan diprediksikan oleh skor tes atau berupa suatu ukuran lain yang relevan. Untuk melihat tingginya validitas berdasar kriteria dilakukan komputasi korelasi antara skor tes dengan skor kriteria. Koefisien ini merupakan koefisien validitas bagi tes yang bersangkutan, yaitu rxy, dimana X melambangkan skor tes dan Y melambangkan skor kriteria. Prosedur validasi berdasar kriteria menghasilkan dua macam validitas, yaitu : 1) Validitas prediktif, sangat penting artinya bila tes dimaksudkan untuk berfungsi sebagai prediktor bagi performansi diwaktu yang akan datang. 2) Validitas konkruen, apabila skor tes dan skor kriterianya dapat diperoleh dalam waktu yang sama, maka korelasi antara kedua skor termaksud merupakan koefisien validitas konkruen. 2. Reliabilitas (halaman 36 43) a. Pendekatan Tes Ulang (test-retest) Dilakukan dengan menyajikan tes dua kali pada satu kelompok subjek dengan tenggang waktu diantara kedua penyajian tersebut. Asumsi yang menjadi dasar dalam cara ini adalah bahwa suatu tes yang reliabel tentu akan menghasilkan skor~tampak yang relatif sama apabila dikenakan dua kali pada waktu yang berbeda. b. Pendekatan Bentuk Paralel Tes yang akan diestimasi reliabilitasnya harus ada paralelnya, yaitu tes lain yang sama tujuan ukurnya dan setara isi aitemnya baik secara kualitas maupun kuantitasnya. Dengan bahasa sederhana dapat dikatakan bahwa kita harus punya dua tes yang kembar. Sebenarnya, dua tes yang paralel hanya ada secara teoritik, tidak benar-benar paralel secara empirik. Untuk membuat dua tes menjadi paralel, penyusunannya haruslah didasarkan pada satu spesifikasi yang sama. Secara empirik, kemudian dua tes yang paralel itu haruslah menghasilkan mean skor dan varians yang setara dan korelasi yang juga tidak berbeda dengan suatu variabel ketiga. Hanya itulah bukti terpenuhinya sifat paralel antara dua tes yang dapat diperoleh dalam penyusunan tes. Untuk membuktikan bahwa kedua tes menghasilkan dua skor murni yang sama bagi setiap subjek serta memberikan dua varians eror yang sama sebagaimana dituntut oleh teori skor murni klasikal, tidaklah dapat dilakukan. c. Pendekatan Konsistensi Internal

Dilakukan dengan menggunakan satu bentuk tes yang dikenakan hanya sekali saja pada sekelompok subjek (single trial administration). Dengan menyajikan satu tes hanya satu kali, maka problem yang mungkin timbul pada dua pendekatan reliabilitas terdahulu dapat dihindari. Pendekatan reliabilitas konsistensi internal bertujuan melihat konsistensi antaraitem atau antarbagian dalam tes itu sendiri. Untuk itu, setelah skor setiap aitem diperoleh dari sekelompok subjek, tes dibagi menjadi beberapa belahan. Untuk melihat kecocokan atau konkordansi diantara belahan-belahan tes dilakukan komputasi statistik melalui teknik-teknik korelasi, analisis varians antarbelahan, analisis varians perbedaan skor, dan lain-lainnya. D. Psychological Testing (Anne Anastasi dan Susana Urbina) 1. Validitas (halaman 86 101) a. Prosedur Deskripsi-Isi Pada dasarnya melibatkan pengujian sistematik atas isi tes untuk menetukan apakah tes itu mencakup sampel representatif dari domain perilaku yang harus diukur. Validitas isi janganlah dikacaukan dengan validitas nominal (face validity). Validitas nominal bukanlah validitas dalam pengertian teknis; validitas ini merujuk pada apa yang nampaknya diukur. Validitas nominal berhubungan dengan apakah tes itu kelihatan valid bagi peserta tes yang mengikutinya. Validitas nominal kerap kali dapat diperbaiki dengan merumuskan kembali butir-butir soal tes dalam istilah-istilah yang nampak relevan dan masuk akal dalam lingkungan tertentu dimana testes itu akan digunakan. b. Prosedur Prediksi Kriteria Prosedur validasi prediksi kriteria menunjukkan efektivitas sebuah tes untuk memprediksi kinerja seseorang dalam aktivitas-aktivitas tertentu. Ukuran kriteria yang menjadi tolak ukur validasi skor-skor tes divalidasikan bisa diperoleh pada saat yang hampir sama dengan pemberi skor tes atau setelah suatu interval ditetapkan. Validitas prediksi kriteria kerapkali digunakan dalam studi-studi validasi lokal, yang padanya efektivitas sebuah tes untuk program tertentu harus dinilai. Validitas prediksi kriteria bisa dicirikan sebagai validitas praktis sebuah tes untuk maksud tertentu. c. Prosedur Identifikasi Konstruk Validitas konstruk suatu tes adalah lingkup sejauhmana tes bisa dikatakan mengukur suatu konstruk atau sifat yang teoritis. Tiap konstruk dikembangkan untuk menjelaskan dan mengorganisir

konsistensi-konsistensi respons yang teramati. Konstruk-konstruk tersebut berasal dari hubunganhubungan tetap antara ukuran-ukuran perilaku. Validasi konstruk membutuhkan akumulasi informasi secara bertahap dari berbagai sumber. 2. Reliabilitas (halaman 63 74) Reliabilitas merujuk pada konsistensi skor yang dicapai oleh orang yang sama ketika mereka diuji-ulang dengan tes yang sama pada kesempatan yang berbeda, atau dengan seperangkat butirbutir ekuivalen (equivalent items) yang berbeda, atau di bawah kondisi pengujian yang berbeda. a. Reliabilitas Tes Retes Metode paling jelas untuk menemukan reliabilitas skor tes adalah dengan mengulang tes yang sama pada kesempatan kedua. Reliabilitas tes ulang menunjukkan sejauh mana skor pada tes dapat digeneralisasikan untuk berbagai kesempatan yang berbeda; makin tinggi reliabilitasnya, makin rentanlah skor terhadap perubahan sehari-hari yang acak dalam kondisi peserta tes atau lingkungan testing. b. Reliabilitas Bentuk Alternatif Satu cara untuk menghindari kesulitan yang ditemukan dalam reliabilitas tes dan tes ulang adalah melalui penggunaan bentuk-bentuk tes lainnya. Dengan demikian, orang yang sama bisa ditest dengan satu bentuk pada kesempatan pertama dan dengan bentuk lainnya yang ekuivalen pada kesempatan kedua. Korelasi antara skor-skor yang didapatkan pada dua bentuk itu merupakan koefisien reliabilitas tes. Perlu dicatat bahwa koefisien reliabilitas semacam itu adalah ukuran stabilitas temporal dan konsistensi respons terhadap berbagai butir soal contoh (atau bentuk-bentuk tes). c. Reliabilitas Belah Separuh (Split-Half Reliability) Dengan cara ini, dua skor didapatkan untuk setiap orang dengan membagi tes menjadi paruhan-paruhan yang ekuivalen. Jenis reliabilitas ini kadangkala disebut koefisien konsistensi internal, karena hanya dibutuhkan penyelenggaraan tunggal atas satu bentuk tes saja. Untuk mendapatkan reliabilitas belah-separuh, masalah pertamanya adalah bagaimana membagi tes dalam rangka mendapatkan paruhan-paruhan yang paling ekuivalen. Efek yang akan dihasilkan pada koefisiennya dengan memperpanjang atau memperpendek sebuah tes, dapat diperkirakan dengan rumus Spearman-Brown, seperti berikut : rnn = nrtt

1 + (n 1)rtt

rnn rtt n

: koefisien yang diperkirakan : koefisien yang diperoleh : jumlah waktu tes diperpanjang/diperpendek

Ketika diterapkan pada reliabilitas belah separuh, rumus ini selalu melibatkan penggandaan panjang tes. Dalam kondisi ini, rumus itu dapat disederhanakan sebagai berikut : rtt = 2rhh 1 + rhh

Untuk rhh adalah korelasi dari tes-tes paruhan Metode alternatif untuk mendapatkan reliabilitas belah separuh dikembangkan oleh Rulon (1939). Hanya dibutuhkan varians dari perbedaan antara skor-skor tiap orang pada dua tes-tes separuh (SDx2) dan varians skor total (SDd2) dua nilai ini disubstitusikan dalm rumus berikut, yang menghasilkan reliabilitas seluruh tes secara langsung : rtt = 1 Menarik untuk memperhatikan hubungan rumus ini dengan varians kesalahan. Perbedaan apapun antara skor-skor seseorang pada dua tes paruhan menampilkan varians kesalahan atau varians yang tidak relevan. Varians-varians perbedaan-perbedaan ini, dibagi dengan varians skor-skor total, memberikan proporsi varians kesalahan dalam skor-skor itu. Ketika varians skor ini dikurangkan dari 1,00, hasilnya adalah proporsi varians benar untuk penggunaan tes tertentu, yang sama dengan koefisien reliabilitas. d. Reliabilitas Kuder-Richardson dan Koefisien Alpha Metode ini didasarkan pada konsistensi respons terhadap semua butir soal dalam tes. Konsistensi antar soal ini dipengaruhi oleh dua sumber varians kesalahan : (1) pencuplikan isi (sebagaimana dalam bentuk alternatif dan reliabilitas belah separuh) ; dan (2) heterogenitas dari domain yang disampelkan. Semakin homogen domainnya, semakin tinggilah konsistensi antar soal. Dari berbagai rumus yang diturunkan dalam artikel aslinya, rumus yang paling luas diterapkan, umumnya dikenal sebagai rumus 20 Kuder-Richardson, adalah sebagai berikut : rtt = n n1 SD t2 pq SD t2 rtt : koefisien reliabilitas seluruh tes SDx2 SDd2

n SDt p q pq : proporsi orang-orang yang tidak lulus : hasil tabulasi antara p dan q

: jumlah soal dalam tes : simpangan baku skor-skor total tes : proporsi orang-orang yang lulus

Rumus Kuder-Richardson dapat diterapkan pada tes-tes yang soal-soalnya diskor benar atau salah, atau tergantung pada suatu sistem all or none (semua atau tidak sama sekali) lainnya. e. Reliabilitas Pemberi Skor Reliabilitas pemberi skor dapat ditentukan dengan memiliki sampel lembaran tes yang diskor secara terpisah oleh dua penguji. Dengan demikian dua skor yang didapatkan oleh masing-masing peserta tes ini kemudian dikorelasikan dengan cara biasa, dan koefisien korelasi yang dihasilkannya adalah ukuran reliabilitas pemberi skor. Jenis reliabilitas ini umumnya dihitung ketika instrumeninstrumen yang diskor secara subjektif digunakan dalam riset.

ANALISIS BUKU Sebuah instrumen yang valid belum tentu reliabel, tetapi instrumen yang reliabel sudah tentu valid. Pernyataan ini menandakan bahwa sebuah validitas dan reliabilitas adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam pengkonstruksian sebuah instrumen, jika ingin dikatakan baik. Hal tersebut secara implisit tergambar pada benang merah yang menjalin antara keempat buku yang telah diuraikan sebelumnya. Pada buku karya Suharsimi Arikunto, validitas tidak dibahas secara mendalam bila dibandingkan dengan pembahasan reliabilitasnya, karena yang dibahas hanya tentang validitas logis tanpa dibarengi dengan validitas empiris. Namun, pada reliabilitasnya sudah dibahas mengenai tiga jenis reliabilitas, yaitu validitas paralel, ulang dan belah dua. Sedikit berbeda dengan yang telah diuraikan Arikunto, pada buku karya Soetarlinah Sukardji, pembahasan mengenai validitas dan reliabilitasnya sudah jauh lebih luas. Karena pada bukunya validitas yang dibahas tidak hanya sekedar validitas logis saja, tetapi juga dibahas mengenai validitas isi, konstruk, konkruen, dan prediktif. Sedangkan pada pembahasan reliabilitasnya sama dengan pada pembahasan Arikunto, tetapi pada Sukardji ditambah dengan adanya reliabilitas rasional ekuivalen dan penyekor/penilai.

Pada buku karya Saifuddin Azwar, pembahasannya lebih mendalam sekali, karena bukunya memang secara khusus membahas tentang validitas dan reliabilitas. Namun, pada dasarnya yang dibahas juga sama, hanya berbeda dari segi nama dan pengelompokkannya saja. Tidak jauh berbeda dengan buku Azwar, buku karya Anastasi dan Urbina juga membahas secara luas dan mendalam mengenai validitas dan reliabilitas. Karena buku ini memang berisi tentang bagaimana membuat instrumen tes khususnya untuk tes psikologi. Apalagi didalamnya sudah terdapat rumus cara mencari reliabilitas secara komputasi/statistik. Setelah melihat dan mengulas dari keempat buku yang sudah dijabarkan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa buku terakhir yaitu Psychological Testing karya Anne Anastasi dan Susana Urbina dapat dikatakan telah merangkum mengenai reliabilitas dari ketiga buku yang telah dijabarkan sebelumnya. Tetapi untuk pembahasan mengenai validitas Saifuddin Azwar lebih baik dan mendalam dibanding dengan Anastasi dan Urbina. Jadi perumusan validitas dan reliabilitas yang baik dari kedua buku tersebut adalah sebagai berikut : 1. Validitas secara sederhana dapat dikatakan sebagai sejauh mana sebuah instrumen dapat mengukur hal yang seharusnya diukur. Validitaspun dapat dipilah kembali menjadi beberapa jenis, seperti di bawah ini : a. Validitas Isi, selanjutnya validitas isi terbagi menjadi 2 (dua), yaitu : 1) 2) Validitas muka (face validity) Validitas logik (logical/sampling validity) Adalah tipe validitas yang menunjukkan sejauh mana tes mengungkap suatu trait atau konstrak teoritik yang hendak diukurnya (Allen & Yen, 1979). Menurut Magnusson, dapat dicapai melalui beberapa cara antara lain : 1) Studi mengenai perbedaan diantara kelompok-kelompok yang menurut teori harus berbeda 2) 3) Studi mengenai pengaruh perubahan yang terjadi dalam diri individu dan lingkungannya terhadap hasil tes Studi mengenai korelasi diantara berbagai variabel yang menurut teori mengukur aspek yang sama 4) Studi mengenai korelasi antaraitem atau antar belahan tes c. Validitas Berdasar Kriteria

b. Validitas Konstrak

Menghendaki tersedianya kriteria eksternal yang dapat dijadikan dasar pengujian skor tes. Suatu kriteria adalah variabel perilaku yang akan diprediksikan oleh skor tes atau berupa suatu ukuran lain yang relevan. Prosedur validasi berdasar kriteria menghasilkan dua macam validitas, yaitu validitas prediktif dan konkruen. 2. Reliabilitas Reliabilitas merujuk pada konsistensi skor yang dicapai oleh orang yang sama ketika mereka diuji-ulang dengan tes yang sama pada kesempatan yang berbeda, atau dengan seperangkat butirbutir ekuivalen (equivalent items) yang berbeda, atau di bawah kondisi pengujian yang berbeda. Yang terdiri dari : a. c. e. Reliabilitas Tes Retes Reliabilitas Belah Separuh (Split-Half Reliability) Reliabilitas Pemberi Skor b. Reliabilitas Bentuk Alternatif d. Reliabilitas Kuder-Richardson dan Koefisien Alpha

KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat ditarik dari penjabaran di atas adalah sebagai berikut : 1. Validitas adalah sebuah proses yang harus dilalui instrumen agar dapat diketahui apakah instrumen yang sudah dikonstruksi telah mengukur aitem yang seharusnya diukur. Cara mengetahuinya melalui validitas isi (muka dan logik), konstrak, dan kriteria (prediktif dan konkruen). 2. Reliabilitas adalah sebuah proses yang harus dilalui instrumen untuk mengetahui keandalan atau keajegan dari sebuah instrumen. Dengan kata lain, instrumen yang baik akan menarik jawaban/data yang sama walaupun diberikan di waktu dan kondisi yang berbeda. Cara mengetahuinya melalui reliabilitas tes retes, bentuk alternatif, belah dua, Kuder-Richardson dan koefisien alpha, dan pemberi skor. 3. Instrumen adalah titik tolak atau salah satu hal utama yang mempengaruhi hasil akhir sebuah penelitian. Oleh karena itu, penggunaan atau pengkonstruksian yang salah akan berimbas pada penarikan data yang salah. Hal tersebut biasa dikenal dengan garbage tool garbage result.

4. Instrumen yang sudah teruji secara validitas belum tentu teruji secara reliabilitas. Namun, bila instrumen tersebut sudah teruji secara reliabilitas, maka secara tidak langsung instrumen tersebut sudah pasti teruji secara validitas. Secara sederhana dapat dirumuskan valid belum tentu reliabel, tetapi reliabel sudah pasti valid.

DAFTAR PUSTAKA Anastasi, A & Susana Urbina. Psychological Testing. New Jersey : Prentice-Hall Inc, 1997. Arikunto, Suharsimi. Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta, 1995. Azwar, Saifuddin. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2003. Sukadji, Soetarlinah. Menyusun dan Mengevaluasi Laporan Penelitian, Jakarta : UI-Press, 2000.

TEKNIK ANALISIS DATAAnalisis Isi Analisis isi (Content Analysis) adalah tekhnik penelitian untuk membuat inferensi inferensi yang dapat ditiru (replicable), dan sahih data dengan memperhatikan konteksnya. Analisis isi berhubungan dengan komunikasi atau isi komunikasi. Logika dasar dalam komunikasi, bahwa setiap komunikasi selalu berisi pesan dalam sinyal komunikasinya itu, baik berupa verbal maupun nonverbal. Sejauh ini, makna komuniaksi menjadi amat dominan dalam setiap peristiwa komunikasi. Sebenarnya analisis isi komunikasi amat tua umurnya, setua umur manusia. Namun, panggunaan teknik ini diintoduksikan di bawah nama analisis isi (content analysis) dalam metode penelitian tidak setua umur penggunaan istilah tersebut. Tuanya umur penggunaan analisis isi dalam praktik kehiudupan menusia terjadi karena sejak ada manusia di dunia, manusia saling menganalisis makna komunikasi yang dilakukan antara satu dengan lainnya. Gagasan untuk menjadikan analisis isi sebagai teknik penelitian justru muncul dari orang seperti Bernard Berelson (1959). Ia telah menaruh banyak perhatian pada analisis isi. Berelson mendefinisikan analisis isi dengan: content anlysis is a research technique for the objective, systematic, and quantitative description of the manifest content of communication. Tekanan Berelson adalah menjadikan analisis isi sebagai teknik penelitian yang objektif, sistematis, dan deskripsi kuantitatif dari apa yang tampak dalam komunikasi. Kendatipun banyak kritik yang dapat kita sampaikan pada definisi Berlson sehubungan perkembangan analisis isi sampai hari ini, namun catatan mengenai objektif dan sistematik dalam menganalisis isi komunikasi yang tampak dalam komunikasi, menjadi amat penting utnuk dibicarakan saat ini. Analisis isi dapat di pergunakan pada teknik kuantitatif maupun kualitatif, tergantung pada sisi mana peneliti memanfaatkannya. Dalam penelitian kualitatif, Analisis Isi ditekankan pada bagaimana peneliti melihat keajekan isi komunikasi secara kualitatif, pada bagaimana peneliti memaknakan isi komunikasi, membaca simbol-simbol, memaknakan isi interaksi simbolis yang terjadi dalam komunikasi. Karya-karya besar dalam penelitian kualitatif tentang penggunaan analisis isi seperti yang dilakukan oleh Max Weber dalam bukunya The proestant ethic dan the spirit of capitalism. Dalam karya ini Max Weber berusaha menentukan apa yang di maknakan dengan Spirit of capitalism terutapa dari apa yang di tulis oleh Benyamin Franklik. Namun, Weber lebih banyak bertitik tolak dari kasus-kasus konkret yang bertujuan untuk menciptakan tipe-tipe ideal (ideal types) dari sekadar menghasilkan suatu deskripsi objektif dan sistematis dari tulisan Franklin. Jadi, dalam menyifatkan Protestan ethic dan spirit of capitalism, maka Weber mengkaji isi tulisan Franklin secara ideal. Hal ini dilakukan dengan sengaja karena Weber tidak percaya bahwa realitas historis adalah seperti yang dideskripsikan dalam tipe-tipe ideal yang diciptakan, seperti ascetism, rational organization of labour, dan lainnya. Selain itu penggunaan analisis isi tidak berbeda dengan penelitian kualitatif lainnya. Hanya saja, karena teknik ini dapat digunakan pada pendekatan yang berbeda (baik kuantitatif maupun

kualitatif), maka penggunaan analisis isi tergantung pada kedua pendekatan itu. Penggunaan analisis isi untuk penelitian kualitatif tidak jauh berbeda dengan pendekatan lainnya. Awal mula harus ada fenomena komunikasi yang dapat diamati, dalam arti bahwa peneliti harus lebih dulu dapat merumuskan dengan tepat apa yang ingin diteliti dan semua tindkan harus didasarkan pada tujuan tersebut. Langkah berikutnya adalah memilih unit analisis yang akan di uji, memilih objek penelitian yang menjadi sasaran analisis. Kalau objek penelitan berhubungan dengan data-data verbal (hal ini umumnya ditemukan dalam analisis isi), maka perlu disebutkan tempat, tanggal, dan alat komunikasi yang bersangkutan. Namun, kalau objek penelitian berhubungan dengan pesan-pesan dalam suatu media, perlu di lakukan identifikasi terhadap pesan dan media yang mengantarkan pesan itu. Penggunaan analisis isi dapat dilakukan sebagaimana pual W.Missing melakukan studi tentang The Voice of America. Analisis isi didahului dengan melakukan coding terhadap istilah-istilah atau penggunaan kata dan kalimat yang relevan, yang paling banyak muncul dalam media komunikasi. Dalam hal pemberian coding, perlu juga di catat konteks mana istilah itu muncul. Kemudian, dilakukan klasifikasi terhadap coding yang telah dilakukan. Klasifikasi dilakukan dengan melihat sejauh mana satauan makna berbungan dengan tujuan penelitian. Klasifikasi ini dimaksudkan untuk membangun kategori dari setiap klasifikasi. Kemudian, satuan makna dan kategori dianalisis dan di cari hubungan satu dengan lainnya untuk menemukan makna, arti, dan tujuan isi komunikasi itu. Hasil analisis ini kemudian dideskripsikan dalam bentuk draf laporan penelitian sebagaimana umumnya laporan penelitian. Beberapa Bentuk Klasifikasi Ada beberapa bentuk klasifikasi dalam analisis isi. Janis menjelaskan klasifikasi sebagai berikut: 1. Analisis isi pragmatis, dimana klasifikasi dilakukan terhadap tanda menurut sebab akibatnya yang mungkin. Misalnya, berapa kali suatu kata diucapkan yang dapat mengakibatkan munculnya sikap suka terhadap produk sikat gigi A. 2. Analisis isi semantik, di lakukan untuk mengklasifikasikan: tanda menurut maknanya. Analisis ini terdiri dari tiga jenis sebagai berikut: 1. Analisis penunjukan (designation), menggambarkan frekuensi seberapa sering objek tertentu (orang, benda, kelompok, atau konsep) dirujuk. 2. Analisis penyifatan (attributions), menggambarkan frekuensi seberapa sering karakterisasi dirujuk (misalnya referensi kepada ketidakjujuran, kenakalan, penipuan, dan sebagainya). 3. Analisis pernyataan (assertions), menggambarkan frekuensi seberapa sering objek tertentu dikarakteristikkan secara khusus. Analisis ini secara kasar di sebut analisis tematik. Contohnya, referensi terhadap perilaku nyontek di kalangan mahasiswa sebagai maling, pembohong dan sebagainya 4. Analisis sarana tanda (sign-vechile), dilakukan untuk mengklasif