Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
POTENSI ANTAGONIS MIKROBA DARI AKAR JAGUNG (Zea mays L.) TERHADAP Fusarium sp.
PENYEBAB PENYAKIT LAYU FUSARIUM
Oleh
NURUL ISTIQOMAH
UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN
MALANG
2017
POTENSI ANTAGONIS MIKROBA DARI AKAR JAGUNG (Zea mays L.) TERHADAPFusarium sp. PENYEBAB
PENYAKIT LAYU FUSARIUM
OLEH
NURUL ISTIQOMAH
135040201111163
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
MINAT HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
Gelar Sarjana Pertanian Strata Satu (S-1)
UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN
MALANG
2017
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi
dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh
orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini sesuai dan disebutkan
dalam daftar pustaka.
Malang, Desember 2017
Nurul Istiqomah
Dengan kerendahan hati yang tulus, bersama keridhaan-Mu ya
Allah Skripsi ini saya persembahkan untuk Ayah dan Ibu tercinta,
Kakak tersayang, serta teman-teman terkasih.
Terima kasih untuk semua Do’a yang tulus, pengertian, pengorbanan dan perjuangan yang diberikan untuk Nurul.
RINGKASAN
NURUL ISTIQOMAH. 135040201111163. Potensi Antagonis Mikroba Dari
Akar Jagung (Zea mays L.) Terhadap Fusarium sp. Penyebab Penyakit Layu
Fusarium. Dibawah bimbingan Prof.Dr.Ir. Ika Rochdjatun Sastrahidayat dan
Dr. Anton Muhibuddin, SP., MP.
Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu komoditi tanaman pangan
yang menjadi target dari perencanaan pembangunan dibidang pangan dan
pertanian karena perannya sebagai sumber utama karbohidrat dan protein
setelah beras. Namun dalam menjalankan praktek budidaya di lahan, banyak
faktor biotik maupun abiotik yang dapat menghambat produksi tanaman jagung.
Faktor biotik yang sering terjadi yaitu serangan hama dan penyakit pada
tanaman jagung.Jamur patogen Fusarium sp. merupakan patogen penyebab
penyakit layu fusarium yang termasuk salah satu penyakit penting pada tanaman
jagung selain penyakit bulai yang disebabkan oleh jamur Peronosclerospora
maydis, penyakit hawar daun, penyakit karat daun, dan busuk pelepah. Informasi
mengenai mikroorganisme yang berpotensi antagonis bagi patogen tumbuhan
diperlukan agar dapat digunakan sebagai pengendalian hayati. Kelompok
mikroba yang banyak dikembangkan saat ini yaitu mikroba jenis jamurendofit dan
khamir. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Jurusan
Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya dan Laboratorium Biosains Universitas Brawijaya. Pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Februari sampai Juli 2017. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksplorasi mikroba pada akar tanaman jagung dan eksperimental dengan menguji daya antagonis isolat mikroba (jamur endofit dan khamir)terhadap patogen Fusarium sp.pada media PDA. Hasil pengamatan akan disajikan berupa data deskriptif dan analisis perhitungan daya hambat pertumbuhan patogen.
Mikroba yang berhasil diisolasi dan diidentifikasi yaitu terdiri dari sepuluh genus jamur dan tiga genus khamir dari akar tanaman jagung. Sembilan genus jamur diantaranya Nigrospora sp., Alternaria sp., Phomasp., Curvularia sp. (isolat 1), Fusarium sp. (isolat 1), Curvularia sp. (isolat 2), Fusarium sp. (isolat 2), Trichoderma sp. (isolat 1), Trichoderma sp. (isolat 2) dan satu jamur tidak teridentifikasi. Sedangkan tiga genus khamir diantaranyaCandida sp., Metschnikowia sp. dan Pichia sp. Hasil uji antagonis mikroba jamur menunjukkan bahwa delapan jamur yang diujikan dapat menekan pertumbuhan patogen Fusarium sp. melalui 3 mekanisme antagonis yaitu mekanisme mikoparasit, kompetisi dan antibiosis. Persentase penghambatan tertinggi oleh jamur Trichoderma sp. (isolat 1) terhadap patogen Fusarium sp. yaitu 52,22%. Sedangkan hasil uji antagonis khamir menunjukkan tiga khamir yang diuji tidak dapat menekan pertumbuhan patogen Fusarium sp. Hasil Scanning Electron Microscope (SEM) berhasil menunjukkan secara jelas hifa jamur Trichoderma sp. menempel dan melilit hifa jamur Fusarium sp. sehingga menyebabkan kerusakan struktur hifa dengan mekanisme antagonis mikoparasit.
i
SUMMARY
NURUL ISTIQOMAH. 135040201111163.Potential of Microbial Antagonist
Collected from Root of Maize (Zea mays L.) to ControlFusarium sp.
Fusarium Wilt Disease. Supervised by Prof. Dr. Ir. Ika Rochdjatun
Sastrahidayat and Dr. Anton Muhibuddin, SP.,MP.
Maize (Zea mays L.) is one of the commodities of food crops that become the targets of development planning in the field of food and agriculture because of its role as the major source of carbohydrate and protein after rice. But in running practice of cultivation of land, many factors both biotic abiotic component which can inhibit the production of corn plants. Biotic factors that often occur i.e. attack pests and diseases on corn plants. The fungi pathogen Fusarium sp. is disease-causing pathogens are fusarium wilt is one of the important diseases on maize plants besides downy mildew disease caused by fungi, Peronosclerospora maydis leaf blight disease, disease, and leaf rust. Information about microorganisms potentially antagonistic to plant pathogens is required in order to be used as a biological control. Microbial groups that many developed today are microbes endophytic fungi and yeasts.
This research was conducted in the Laboratory of Plant Disease, Department of Plant Pests and diseases, Faculty of Agriculture, BrawijayaUniversity and Bioscience Laboratory Brawijaya University. Implementation of the research starts from February to July 2017. The methods used in this research is the exploration of microbes (fungi and yeast) on roots maize and experiment by testing the antagonistic microbial isolates power against the pathogen Fusarium sp. on PDA. The observations will be presented in the form of descriptive data analysis and calculation of drag power the growth of pathogens.
Microbes that have been isolated and identified consist of ten genera of fungi and three genera of yeast from the roots of maize crops. Nine genera of fungi are Nigrospora sp., Alternaria sp., Phoma sp., Curvularia sp. (isolate1), Fusarium sp. (isolate1), Curvularia sp. (isolate2), Fusarium sp. (isolate2), Trichoderma sp. (isolate1), Trichoderma sp. (isolate2) and one unidentified fungi. The three genera of yeast are Candida sp., Metschnikowia sp. and Pichia sp. The result of antagonistic microbial test showed thet eight tested fungi could suppress the growth of Fusarium sp. Trough three mechanisms mikoparasit, competition and antibiosis. The highest percentage of inhibition by the fungi Trichoderma sp. (isolate 1) against Fusarium sp. 52,22%. While the results of the yeast antagonist test showed the three yeast tested could not suppress the growth of Fusarium sp. pathogens. The result of Scanning Electron Microscope (SEM) succeded in showing clearly the fungal hyphaeTrichoderma sp. Attached and binding Fusarium sp. pathogen thus causing damage to hypha structure with the mechanism of antagonistic mycoparasite.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “potensi antagonis mikroba dari akar jagung (Zea mays L.)
terhadapFusarium sp. penyebab penyakit layu fusarium”.
Skripsi ini disusun untuk menjelaskan bagaimana penelitian yang telah
dilakukan oleh peneliti. Dalam skripsi ini akan dijelaskan tentang potensi
antagonis jamur endofit dan khamir terhadap patogen Fusarium sp. sehingga
dapat diketahui mekanisme antagonis antara jamur endofit dan khamir dengan
patogen Fusarium sp.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Ika Rochdjatun
Sastrahidayat dan Dr. Anton Muhibuddin, SP., MP. selaku dosen pembimbing
yang mendampingi dan membimbing selama proses penyajian skripsi dan proses
pelaksanaan penelitian. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak
Yustiana dan Bapak Santoso selaku pembimbing dari PT. BISI International Tbk.
Farm Kambingan atas segala arahan dan bimbingannya.Penulis berharap
semoga hasil dari penelitian berupa skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca dan memberikan sumbangan pemikiran dalam meningkatkan
pengetahuan.
Malang, Desember 2017
Hormat Penulis
iii
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir pada tanggal 18 April 1995 di Bondowoso, Jawa Timur dari
pasangan Sunardi dan Siti Maisarah. Penulis merupakan anak terakhir dari dua
bersaudara. Memiliki kakak bernama Dini Wijayanti.Riwayat pendidikan penulis
yang pernah ditempuh yaitu taman kanak-kanak di TK Dahlia Prajekan lulus
pada tahun 2002, SD Negeri Prajekan Lor 1 lulus pada tahun 2007, SMP Negeri
1 Prajekan lulus pada tahun 2010 dan SMA Negeri 1 Prajekan lulus pada tahun
2013. Penulis diterima di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya Malang pada tahun 2013.
Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif mengikuti kepanitian
antara lain Pasca Rantai 2013 sebagai Divisi acara dan PROTEKSI 2016
sebagai Divisi pendamping. Penulis pernah melaksanakan kegiatan magang
kerja selama empat bulan dari Juli-Oktober 2016 di PT. BISI International, Tbk.
Tulungrejo, kecamatan Pare, kabupaten Kediri dengan judul “Inventarisasi
penyakit penting pada budidaya pembenihan jagung manis (Zea mays saccharat
Sturt.) varietas SC1320 di PT. BISI International, Tbk. Tulungrejo Kediri”.
iv
v
DAFTAR ISI
RINGKASAN ....................................................................................................... i
SUMMARY ................................................................................................ .......... ii
KATA PENGANTAR ............................................................................................ iii
RIWAYAT HIDUP ................................................................................................ iv
DAFTAR ISI ......................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ................................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... viii
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang ....................................................................................................... 1 1.2 Perumusan masalah ........................................................................................... 1 1.3 Tujuan ...................................................................................................................... 3 1.4 Hipotesis.................................................................................................................. 3 1.5 Manfaat .................................................................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jamur endofit ..................................................................................... 4
2.1.1 Definisi jamur endofit .............................................................. 4
2.1.2 Ekologi jamur endofit .............................................................. 5
2.1.3 Mekanisme infeksi jamur endofit ke jaringan tanaman ........... 5
2.1.4 Mekanisme jamur endofit dengan inangnya ........................... 6
2.1.5 Hubungan jamur endofit dengan tanaman inang .................... 7
2.1.6 Mekanisme antagonis jamur endofit ....................................... 8
2.2 Khamir (Yeast)................................................................................... 8
2.2.1 Definisi khamir........................................................................ 8
2.2.2 Keanekaragaman khamir ..................................................... 10
2.2.3 Ekologi dan peran khamir di alam ........................................ 10
2.2.4 Mekanisme antagonis khamir ............................................... 11
2.3 Patogen Fusarium sp....................................................................... 11
III. METODOLOGI 3.1 Tempat dan waktu ........................................................................... 14
3.2 Alat dan bahan ................................................................................ 14
3.3 Metode penelitian ............................................................................ 14
3.4 Pelaksanaan penelitian .................................................................... 15
3.4.1 Sterilisasi alat dan pembuatan media ................................... 15
3.4.2 Pengambilan sampel akar .................................................... 16
3.4.3 Isolasi patogen Fusarium sp. ............................................... 16
3.4.4 Isolasi jamur endofit dan khamir ........................................... 17
3.4.5 Purifikasi jamur endofit dan khamir....................................... 18
3.4.6 Preparasi jamur endofit dan khamir ...................................... 19
3.4.7 Identifikasi jamur endofit dan khamir .................................... 19
3.4.8 Uji antagonis jamur terhadap patogen Fusarium sp. ............ 21
3.4.9 Uji antagonis khamir terhadap patogen Fusariumsp. ............ 22
v
vi
3.4.10 Pengamatan mekanisme antagonis dengan Scanning Electron Microscope (SEM) ............................................................................... 23
3.5 Analisa data ........................................................................................................ 24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gejala tanaman terserang patogen Fusarium sp. ................................... 25 4.2 Hasil isolasi dan identifikasi patogen Fusarium sp. ................................ 26 4.3 Hasil isolasi dan identifkasi jamur dari akar jagung ................................ 27 4.4 Hasil isolasi dan identifikasi khamir dari akar jagung ............................. 36 4.5 Hasil uji antagonis jamur terhadap patogen Fusarium sp. .................... 39 4.6 Hasil uji antagonis khamir terhadap patogen Fusarium sp. .................. 43 4.7 Hasil pengamatan mekanisme antagonis jamur endofit terhadap
patogen Fusarium sp. ....................................................................................... 46
V. PENUTUP 5.1 Kesimpulan ........................................................................................................... 48 5.2 Saran ...................................................................................................................... 48
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 49
LAMPIRAN ................................................................................................................................. 54
vi
vii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman Teks
Tabel 1. Hasil isolasi dan identifikasi jamur endofit dariakar jagung ........................ 27
Table 2. Rerata persentase penghambatan penghambatan jamur endofit terhadap patogen Fusarium sp ........................................................................... 39
Tabel 3. Mekanisme antagonis jamur endofit .................................................................. 40
Tabel 4. Rerata persentase penghambatan khamir terhadap patogen Fusarium sp. ................................................................................................................................. 43
Lampiran
Nomor Halaman Teks
Tabel 1. Karakteristik makroskopis dan mikroskopis koloni khamir ........................... 2
Tabel 2. Analisis ragam uji antagonis jamur endofit terhadap patogen Fusarium sp. ................................................................................................................................... 3
Tabel 3. Analisis ragam uji antagonis khamir terhadap patogen Fusariumsp. ....... 4
vii
viii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman Teks
Gambar 1. Alur kerja pelaksanaan penelitian ................................................................. 15 Gambar 2. Metode isolasi jamur endofit ........................................................................... 17 Gambar 3. Metode isolasi khamir ........................................................................................ 18 Gambar 4.Uji antagonis jamur endofitterhadap patogen Fusarium sp .................... 21 Gambar 5. Uji antagonis khamir terhadap patogen Fusarium sp. ............................ 22 Gambar 6.Gejala serangan patogen Fusarium sp. pada pangkal batang tanaman
jagung .................................................................................................................... 25
Gambar 7. Hasil biakan murnidan identifikasi jamur patogen Fusarium sp. ......... 26 Gambar 8.Hasil biakan murni dan identifikasi jamur Nigrospora sp. ....................... 28 Gambar 9.Hasil biakan murnidan identifikasi jamur Alternaria sp. ........................... 29 Gambar 10. Hasil biakan murni dan identifikasi jamur jamur akar (isolat 1).......... 30 Gambar 11. Hasil biakan murnidan identifikasi jamur Phomasp. .............................. 30 Gambar 12. Hasil biakan murni dan identifikasi jamur Curvularia sp. (isolat 1) .. 31 Gambar 13. Hasil biakan murni dan identifikasi jamur Fusarium sp. (isolat 1) ..... 32 Gambar 14. Hasil biakan murni dan identifikasi jamur Curvularia sp. (isolat 2) .. 33 Gambar 15. Hasil biakan murni dan identifikasi jamur Fusarium sp. (isolat 2) ..... 34 Gambar 16. Hasil biakan murni dan identifikasi jamur Trichoderma sp. (isolat 1)35 Gambar 17. Hasil biakan murni dan identifikasi jamurTrichoderma sp. (isolat 2) 36 Gambar 18. Hasil biakan murnidan identifikasi khamir Candida sp. ........................ 37 Gambar 19. Hasil biakan murnidan identifikasi khamir Metschnikowia sp. ........... 38 Gambar 20. Hasil biakan murnidan identifikasi khamir Pichia sp. ............................ 38 Gambar 21. Hasil uji antagonis jamur endofit terhadap patogen Fusarium sp.
pada 7 HSI (hari setelah inokulasi). ............................................................. 42
Gambar 22. Hasil uji antagonis khamir terhadap patogen Fusarium sp. pada 7 HSI (hari setelah inokulasi). ............................................................................ 44
Gambar 23. Hasil SEM dari uji antagonis jamur endofit Trichoderma sp. (isolat 1) dengan patogen Fusarium sp. ....................................................................... 46
Lampiran
Nomor Halaman Teks
Gambar 1. Media PDA untuk isolasi, purifikasi jamurdan uji antagonis .................. 54
Gambar 2. Media YEPD untuk isolasi dan purifikasi khamir ...................................... 54
Gambar 3. Pembuatan suspensi khamir untuk isolasi khamir dari akar jagung . 54
Gambar 4. Isolasi khamir dengan pengenceran bertingkat pada media YEPD .. 54
viii
ix
ix
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu komoditi tanaman pangan yang
menjadi target dari perencanaan pembangunan di bidang pangan dan pertanian
karena perannya sebagai sumber utama karbohidrat dan protein setelah beras.
Tidak hanya biji jagung dimanfaatkan, hampir semua bagian tanaman jagung
dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan yaitu sebagai bahan
pembuatan pakan ternak dan pupuk organik. Kebutuhan jagung untuk industri
pakan ternak telah mencapai lebih dari 50% dari kebutuhan nasional. Dalam 20
tahun ke depan, penggunaan jagung untuk industri pakan ternak diperkirakan
terus meningkat dan bahkan setelah tahun 2020 lebih dari 60% dari kebutuhan
nasional (Ditjen Tanaman Pangan, 2006). Tingkat konsumsi jagung untuk pakan
ternak tertinggi di Indonesia adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan. Untuk memenuhi kebutuhan pakan yang
terus meningkat maka penggunaan limbah tanaman jagung merupakan salah satu
alternatif terbaik (Bunyamin et al., 2013).
Data Badan Pusat Statistik (2016) memaparkan bahwa produksi jagung
tahun 2015 mengalami kenaikan sebanyak 0,60 juta ton atau 3,17% dibandingkan
tahun 2014 yaitu 19,61 juta ton pipilan kering. Kenaikan produksi tersebut terjadi
di Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa masing-masing sebanyak 0,46 juta ton dan
0,15 juta ton. Namun dalam menjalankan praktek budidaya di lahan, banyak faktor
biotik maupun abiotik yang dapat menghambat produksi tanaman jagung. Faktor
biotik yang sering terjadi yaitu serangan hama dan penyakit pada tanaman jagung.
Penyakit pada tanaman jagung sering disebabkan oleh jamur dan bakteri. Jamur
patogen Fusarium sp. merupakan patogen penyebab penyakit layu fusarium yang
termasuk salah satu penyakit penting pada tanaman jagung selain penyakit bulai
yang disebabkan oleh jamur Peronosclerospora maydis, penyakit hawar daun,
penyakit karat daun, dan busuk pelepah.
Fusarium merupakan salah satu genus jamur patogen paling penting
diantara kelompok jamur lain yang dapat mempengaruhi tanaman. Menurut
Suriani dan Muis (2016), beberapa spesies Fusarium yang ditemukan merusak
pada tanaman jagung diantaranya F. oxysporum, F. verticillioides dan F.
polidonogeum. Jamur Fusarium sp. merupakan salah satu patogen
penyebabpenyakit penting pada tanaman jagung yang dapat ditularkan melalui
benih dan tanah. Patogen ini dapatmenyebabkan pembusukan pada akar,batang,
2
dan biji jagung. Selain itu Fusarium sp. menghasilkan mikotoksin yang secara
langsung disintesis di biji tongkol. Hal tersebut akan menyebabkan kontaminasi
jamur yang mengancam kesehatan ternak dan manusia apabila dikonsumsi.
Kontaminasi jamur Fusarium pada biji mempengaruhi kualitas dan menentukan
nilai jual jagung di pasaran. Eller et al. (2008) melaporkan infeksi F. verticilloides
pada tanaman jagung menyebabkan kehilangan hasil hingga 1,8 ton/ha.
Upaya pengendalian hayati telah diusulkan sebagai pengganti pengendalian
penyakit tumbuhan tanpa menggunakan bahan kimia. Hal tersebut mewakili
pendekatan alami dan ekologi dengan mengurangi masuknya bahan kimia yang
memberikan efek pencemaran pada lingkungan. Pengendalian hayati juga
cenderung memiliki efek lebih spesifik yaitu hanya menekan organisme patogen
sedangkan organisme lain yang bermanfaat tetap utuh. Dengan demikian,
pengendalian hayati lebih aman digunakan untuk manusia, tanaman dan
lingkungan.
Tanpa disadari secara alami tanaman memiliki asosiasi dengan
mikroorganisme didalam jaringan dengan berbagai mekanisme ketahanannya,
salah satunya yaitu mikroba antagonis. Informasi mengenai mikroorganisme yang
berpotensi antagonis bagi patogen tumbuhan diperlukan agar dapat digunakan
sebagai pengendalian hayati. Kelompok mikroba yang banyak dikembangkan saat
ini yaitu mikroba jenis jamur endofit dan khamir. Menurut Purwanto (2008), jamur
endofit adalah mikroba antagonis yang mampu memproduksi senyawa antibiotik
yang aktif melawan jamur maupun bakteri patogenik terhadap manusia, hewan,
dan tumbuhan. Asosiasi beberapa jamur beberapa jamur endofit dengan
tumbuhan inang mampu melindungi tumbuhan inangnya dari beberapa patogen
virulen. Sedangkan menurut Widiastutiket al. (2014),khamir merupakan mikroba
antagonis golongan fungi, uniseluler eukariotik yang bersifat saprofit atau parasit
serta memiliki anti mikroba dan lebih bisa tahan terhadap stress lingkungan. Hal
tersebut juga disampaikan oleh El-Tarabily dan Sivasithamparam (2006), khamir
merupakan kelompok mikroorganisme uniseluler yang memiliki kelebihan yaitu
bioekologinya lebih adaptif pada permukaan tanaman yang kering, tahan terhadap
terpanaan sinar matahari, fluktuasi cuaca yang tajam dan miskin nutrisi.
Dengan informasi tersebut mikroba seperti jamur endofit dan khamir dapat
digunakan sebagai kandidat agen pengendali hayati. Menurut Tasiket al. (2015)
pernah melaporkan bahwa terjadi penghambatan pertumbuhan patogen
Fusariumoxysporum yang dikendalikan dengan jamur Trichoderma harzianum
3
pada semai Acacia manginum dengan mekanisme penghambatan parasitisme.
Selain itu Intan et al. (2014) melaporkan bahwa jenis khamir Rhodotorula dapat
menekan jamur Mycospaerella musicola penyebab penyakit bercak kuning
sigatoka. Oleh karena itu berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan
penelitian mikroba nonpatogen dari akar tanaman jagung yang memiliki potensi
sebagai agens pengendali patogen Fusarium sp. pada tanaman jagung dan
diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai cara alternatif dalam meningkatkan
pertumbuhan serta produksi tanaman jagung.
1.2 Rumusan Masalah
1. Genus jamur dan khamir apa saja yang berhasil diisolasi dari akartanaman
jagung?
2. Bagaimana potensi danmekanisme antagonis jamur endofit dan khamirdalam
menekan patogen Fusarium sp.?
1.3 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengisolasi dan mengidentifikasi jamur endofit dan khamir dari akar jagung
yang berpotensi sebagai agens antagonis.
2. Mengkajipotensi dan mekanisme antagonisjamur endofit dan khamirterhadap
patogen Fusarium sp.
1.4 Hipotesis
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini yaitu :
1. Diperoleh beberapa jenis genus jamur endofit dan khamir dari akarjagung yang
memiliki kemampuan antagonis.
2. Terdapat perbedaan potensi dan mekanisme antagonis antara jamur endofit
dan khamirterhadap patogen Fusarium sp.
1.5 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenaijenis mikroba
(jamur endofit dan khamir) yang berasal dari akarjagung dan memiliki
potensiantagonisterhadap patogen Fusarium sp.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jamur Endofit
2.1.1 Definisi jamur endofit
Mikroorganisme endofit merupakan hubungan atau asosiasi antar
mikroorganisme dengan jaringan tanaman. Tipe asosiasi biologis antara
mikroorganisme endofit dengan tanaman inang bervariasi dari netral,
komensalisme sampai simbiosis. Pada situasi ini tanaman merupakan sumber
makanan bagi mikroorganisme endofit dalam melengkapi siklus hidupnya (Clay,
1988). Mikroba endofit adalah mikroba yang mampu hidup didalam jaringan
tanaman pada periode tertentu dan mampu hidup dengan membentuk koloni
dalam jaringan tanaman tanpa membahayakan inangnya. Setiap tanaman tingkat
tinggi dapat mengandung beberapa mikroba endofit yang mampu menghasilkan
senyawa biologi atau metabolit sekunder yang diduga sebagai akibat koevolusi
atau transfer genetik dari tanaman inangnya kedalam mikroba endofit (Radji,
2005).
Jamur endofit adalah jamur yang tidak menimbulkan gejala infeksi terhadap
tanaman yang sehat dan hidup didalam tanaman tersebut dengan membentuk
simbiosis mutualisme dengan tanaman. Jamur endofit adalah jamur yang hidup,
tumbuh, dan berkembang di dalam jaringan tanaman. Jamur endofit menginfeksi
tumbuhan sehat pada jaringan tertentu dan mampu menghasilkan mikotoksin,
enzim, serta antibiotik (Worang, 2003). Jamur endofit merupakan jamur yang hidup
dalam jaringan tumbuhan tanpa menimbulkan gejala penyakit pada tumbuhan
inangnya. Hubungan antara jamur endofit dan tumbuhan inangnya merupakan
suatu bentuk hubungan simbiosis mutualisme, yaitu sebuah bentuk hubungan
yang saling menguntungkan (Gandjar et al., 2006).
Mikroorganisme endofit merupakan mikroorganisme yang hidup didalam
jaringan tanaman tanpa menimbulkan gejala penyakit pada tanaman inangnya
(Prihatiningtyas, 2006). Mikroba endofit mendapatkan nutrisi untuk melengkapi
siklus hidupnya dari tanaman inangnya dan sebaliknya tanaman inangnya
memperoleh proteksi terhadapa patogen tumbuhan dari senyawa yang dihasilkan
mikroba endofit. Mikroba endofit terjadi atas bakteri dan jamur, namun yang paling
banyak ditemukan adalah dari golongan jamur.
5
2.1.2 Ekologi jamur endofit
Jamur endofit terdapat pada batang, akar dan daun dari jaringan tanaman
yang sehat. Endofit tumbuh diantara sel-sel tanaman yang umumnya pada kulit
batang, dan bagian-bagian reproduksi. Jamur endofit hidup pada pembuluh xylem
dan hanya akar keluar jika inang sudah dalam keadaan tertekan dan mendekati
kematian. Jamur endofit tidak menimbulkan gejala ataupun serangan. Jamur
endofit dapat masuk melalui lubang-lubang alami tanpa perlu adanya pelukaan.
Jamur endofit juga tidak menyerang jaringan dan meskipun jamur ini berada pada
pembuluh xylem jamur endofit mencapainya melalui luka atau melalui jaringan
muda atau ujung akar. Kolonisasi jamur endofit dalam pembuluh korteks sama
sekali tidak mengakibatkan kerugian pada tanaman yang sehat. Jamur endofit
banyak ditemukan pada berbagai varietas inang di seluruh dunia termasuk pada
pohon, semak, rumput-rumputan, lumut, tumbuhan paku dan lumut kerak (Clay,
1988).
2.1.3 Mekanisme infeksi jamur endofit ke jaringan tanaman
Proses infeksinya suatu tanaman oleh mikroorganisme endofit dapat dilihat
dengan mekanisme masuknya mikroorganisme tersebut ke dalam biji. Biji yang
terinfeksi mikroorganisme endofit berada pada kondisi yang lembab dengan suhu
4°C-20°C. Dalam kondisi tersebut, endofit dan biji memiliki viabilitas (ketahanan
hidup) sampai 15 bulan pada gandum, dua tahun pada kelompok rumput-
rumputan yang tinggi. Berdasarkan hal tersebut, siklus hidup mikroorganisme
endofit dianggap mengikuti siklus hidup pembentukan biji baik secara langsung
maupun tidak langsung (Labeda, 1990). Siklus hidup dari jamur endofit terdiri dari
dua yaitu :
1. Siklus hidup jamur endofit dari pembentukan biji secara langsung.
Pada siklus ini, jamur endofit masuk atau inokulasi secara langsung ke
dalam biji tanaman inang. Miselium aktif menginfeksi atau masuk ke dalam
pembibitan, lalu masuk kedalam jaringan tangkai daun. Setelah itu, miselium
endofit masuk ke dalam tangkai bunga kemudian menuju ke dalam ovule, dan
setelah pembentukan biji selesai miselium tersebut telah terdapat di dalam biji.
2. Siklus hidup jamur endofit dari pembentukan biji secara tidak langsung.
Prosesnya berawal pada masuknya miselium aktif kedalam pembibitan, lalu
masuk kedalam jaringan tangkai daun dan daun. Kemudian terjadi pembentukan
spora pada tanaman inang, dan spora tersebut berkecambah pada bagian floem
dari tanaman inang dan pragisme (germinasi) spora tersebut merupakan benih
6
jamur yang selanjutnya masuk dan menginfeksi stigma, lalu menuju ovul.
Kemudian setelah pembentukan biji selesai, jamur endofit telah terdapat dan
menginfeksi didalam biji (Labeda, 1990).
2.1.4 Mekanisme jamur endofit dengan inangnya
Mekanisme endofit kelompok jamur dalam melindungi tanaman terhadap
serangan patogen ataupun serangga meliputi :
1. Penghambatan pertumbuhan patogen secara langsung melalui senyawa
antibiotik dan enzim litik yang dihasilkan.
Senyawa antibiotik aktif terhadap mikroba-mikroba patogen tanaman dan
potagen manusia. Senyawa antimikroba yang dihasilkan tersebut mampu
menghambat pertumbuhan jamur atau membunuh jamur yang merugikan.
Senyawa tersebut bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi relatif tidak untuk
inangnya. Berdasarkan sifat kerjanya, antimikroba melawan mikroba patogen
dengan cara mengganggu metabolisme sel mikroba, menghambat sintesis dinding
sel mikroba, mengganggu metabolisme sel mikroba, menghambat sintesis dinding
sel mikroba, mengganggu permeabilitas membran sel mikroba, menghambat
sintesis protein sel mikroba atau menghambat sintesis dan merusak asam nukleat
sel mikroba. Salah satunya adalah rumput Festuca prantesis merupakan tanaman
yang kebal atau tidak disukai oleh herbivora termasuk serangga akibat adanya
senyawa alkaloid loline, yang merupakan insektisida dengan spektrum luas.
Senyawa tersebut dihasilkan oleh jamur endofit Neotyphodium uncinatum.
2. Penghambatan secara tidak langsung melalui perangsang endofit terhadap
tanaman dalam pembentukan metabolit sekunder.
Penghambatan secara tidak langsung melalui perangsang endofit terhadap
tanaman dalam pembentukan metabolit sekunder seperti asam salisilat, asam
jasmonat dan etilen yang berfungsi dalam pertahanan tanaman terhadap serangan
patogen atau yang berfungsi sebagai antimikroba seperti fitoaleksin. Metabolit
sekunder merupakan senyawa yang disintesis oleh suatu mikroba, tidak untuk
memenuhi kebutuhan primernya (tumbuh dan berkembang) melainkan untuk
mempertahankan eksistensinya dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Senyawa metabolit sekunder juga dapat digunakan sebagai alat pemikat bagi
serangga atau hewan lainnya guna membantu penyerbukan atau penyebaranbiji,
sebagai pelindung terhadap kondisi lingkungan fisik yang ekstrim seperti intensitas
ultraviolet yang tinggi dari sinar matahari, pencemaran lingkungan secara kimiawi,
7
kekeringan yang berkepanjangan, atau berkurangnya zat makanan pada tempat
tumbuhnya (Sumaryono, 1999).
3. Perangsang pertumbuhan tanaman sehingga lebih kebal dan tahan
terhadap serangan patogen.
4. Kolonisasi jaringan tanaman sehingga patogen sulit penetrasi.
5. Hiperparasit
Seperti contoh: pada jamur Cephalosporium sp. dapat menekan
perkembangan penyakit Phytoptora infestans dikarenakan pada jamur tersebut
menghasilkan senyawa antibiotik sefalosporium yang menghambat sintesis
dinding sel sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme (Irmawan,
2007).
2.1.5 Hubungan jamur endofit dengan tanaman inang
Interaksi mikroba endofit dengan inangnya yang ditemukan pada bagian
organ tumbuhan tertentu, berhubungan erat dengan siklus hidup yang dilaluinya.
Masuknya mikroba endofit pada jaringan tanaman inang tergantung pada
keberhasilan mikroba tersebut menembus lapisan eksternal inangnya. Proses
masuknya mikroba endofit ini dicapai melalui mekanisme pemecahan atau
degradasi jaringan pelindung pada lapisan kutikula dan epidermis (Bacon dan
Siegel, 1990).
Asosiasi jamur endofit dengan tumbuhan inangnya digolongkan dalam dua
kelompok menurut Carol (1998) yaitu:
1. Mutualisme konstitutif merupakan asosiasi yang erat antara jamur dengan
tumbuhan terutama rumput-rumputan. Pada kelompok ini jamur endofit
menginfeksi ovul(benih) inang dan penyebaranya melalui benih serta organ
penyerbukan inang.
2. Mutualisme induktif adalah asosiasi antara jamur dengan tumbuhan inang,
yang penyebarannya terjadi secara bebas melalui air dan udara. Jenis ini
hanya menginfeksi bagian vegetatif inang dan seringkali berada dalam
keadaan metabolisme in-aktif pada periode yang cukup lama.
2.1.6 Mekanisme antagonis jamur
Menurut Baker dan Cook (1982), mekanisme pengendalian dengan agen
hayati seperti jamur endofit terhadap jamur patogen tumbuhan secara umum
dibagi menjadi tiga macam yaitu:
8
a. Kompetisi terhadap tempat tumbuh dan nutrisi antara jamur antagonis uji
dengan jamur patogen yang dibiakkan secara ganda (dual culture) setiap
hari dalam memperebutkan ruang, makanan dan oksigen dengan melihat
diantara kedua jamur tersebut mana yang lebih cepat memenuhi cawan petri
diamater 9 cm.
b. Antibiosis merupakan mekanisme antagonis dapat dilihat dengan cara
melakukan pengukuran lebar zona kosong (hambatan) yang terbentuk dan
melihat ada atau tidaknya perubahan warna pada medium akibat senyawa
antibiotik yang dihasilkan jamur uji. Namun menurut Chet et al. (2005)
antibiosis adalah mekanisme antagonisme yang melibatkan hasil metabolit
penyebab lisis, enzim, senyawa folatil dan non-folatil atau toksin yang
dihasilkan oleh suatu mikroorganisme.
c. Lisis dan parasitisme dapat dilihat dengan cara mengamati hifa jamur
antagonis uji yang tumbuh diatas hifa jamur patogen dengan cara mengambil
patogen hifa 1 x 1 cm ditempat bertemunya kedua jamur tersebut, diletakkan
pada gelas objek untuk diamati dibawah mikroskop.
2.2 Khamir (Yeast)
2.2.1 Deskripsi khamir
Khamir merupakan mikroorganisme uniseluler yang memiliki ukuran sel
panjang sekitar 2-3 µm hingga 20-50 µm dan lebar 1-10 µm, tidak memiliki flagel,
berproduksi secara aseksual dengan budding atau fussion, memproduksi
beberapa jenis konidia yang disebut stalked conidia, blastoconidia,athroconidia
(Hogg, 2005; Kavanagh, 2005). Menurut Jumiati et al. (2012) mengemukakan
bahwa khamir tidak mempunyai flagel atau organ lain untuk bergerak. Dalam kultur
yang sama, ukuran dan bentuk khamir mungkin berbeda karena pengaruh umur
sel dan kondisi lingkungan selama pertumbuhan. Sel yang muda mungkin berbeda
bentuknya dari yang tua.
Khamir melalui dua fase dalam berproduksi, yaitu menghasilkan spora
aseksual dan spora seksual. Pada saat khamir menghasilkan alat reproduksi
seksual maka khamir tersebut berada pada fase telemorfik. Sedangkan khamir
yang tidak menghasilkan alat reproduksi seksual maka berada pada fase
anamorfik(Pitt dan Hocking, 2009). Alat reproduksi aseksual khamir adalah
pertunasan (budding), pseudohifa, hifa sejati, konidia bertangkai pendek
(sterigmata), klamidiospora dan ballistokonidia (Gandjar et al., 2006). Setiap sel
9
khamir memiliki ukuran yang beragam yaitu dengan luas mulai dari 2-3µm hingga
2-5µm panjang dan lebar mulai dari 1-10µm. Sel khamir memiliki komponen
berupa: dinding sel, membran sel, lipatan membran sel, tunas, mitokondria,
nukleus, vakuola dan reticulum endoplasma (Walker, 2011).
Khamir memiliki sel tunggal dengan proses tumbuh dan berkembang biak
yang lebih cepat dibanding jamur yang tumbuh dengan permukaan filamen.
Khamir lebih efektif dalam memecah komponen kimia dibanding jamur, karena
mempunyai perbandingan luas permukaan dengan volume yang lebih besar.
Dinding sel sangat tipis untuk sel-sel yang masih muda, dan semakin lama
semakin tebal jika sel semakin tua. Komponen dinding selnya berupa glukan
(selulosa khamir), protein, khitin dan lipid (Waluyo, 2005).
Ukuran bentuk dan warna dari sel khamir sangat bervariasi. Umumnya
khamir memiliki sel dengan bentuk bulat, semi bulat, oval, elips atau silindris
(Hogg, 2005; Kavanagh, 2005) juga ada yang berbentuk alpukat atau lemon,
membentuk pseudomiselium dan sebagainya. Sel vegetatif yang berbentuk
alpukat atau lemon merupakan karakteristik grup khamir yang ditemukan pada
tahap awal fermentasi alami buah-buahan dan bahan lain yang mengandung gula,
misalnya Hanseniaspora dan Kloeckera. Bentuk ogival adalah bentuk memanjang
dimana salah satu ujung bulat dan ujung yang lainnya meruncing. Bentuk ini
merupakan karakteristik dari khamir yang disebut Brettanomyces. Khamir yang
berbentuk bulat misalnya Debaryomyces,berbentuk oval misalnya
Saccharomyces dan yang berbentuk triangular misalnya Trygonopsis. Khamir
menghasilkan pigmen berwarna hitam, merah muda, merah, jingga dan kuning
(Kavanagh, 2005). Khamir memiliki dua tipe pembentukan hifa, yang pertama yaitu
beberapa khamir yang dapat membentuk hifa palsu yang tumbuh menjadi
miselium palsu (pseudomicellium) dan yang kedua yaitu khamir pembentuk
miselium sejati (true micellium). Miselium palsu merupakan sel-sel tunas khamir
yang bentuknya memanjang namun tidak melepaskan diri dari induknya. Maka dari
itu miselium tersebut membentuk rantai karena saling berhubungan, seperti pada
Candida, Khuyveromyces dan Pichia (Gandjar et al., 2006).
2.2.2 Keanekaragaman khamir
Kurtzman (2004) menyatakan bahwa khamir termasuk dalam filum
Ascomycota terdiri dari tiga kelas yaitu Euascomycetes, Hemiascomycetesdan
10
Archioascomycetes. Contoh khamir dari kelas Euascomycetes adalah
Oosporidium margaritifera Stautz, contoh khamir dari kelas Hemiascomycetes
adalah Geotrichum candidum Link dan contoh khamir Archioascomycetes adalah
Schizosaccharomyces pombe Linder (Kurtzman, 1998). Filum Basidiomycota
terdiri dari tiga kelas yaitu Urediniomycetes, Hymenomycetes dan
Ustilaginomycetes. Contoh khamir pada kelas Urediniomycetes adalah
Sporobolomycetesroseus Kluyver, contoh khamir dari kelasHymenomycetes
adalah Pseudozyma antartica S. Goto Sugiyama dan Lizuka (Kurtzman dan Fell,
2006).
Contoh khamir Ascomycota telemorfik antara lain, Debaryomyces
nepalensis S. Goto dan Sugiyama, Pichia anomala (E.C Hansen) Kurtzman, dan
Saccharomyces cerevisiae, contoh khamir Ascomycota anamorfik antara lain,
Candida albicans, Geotrichum candidum link Fries dan Trigonopsis variabilis
Schachnr. Contoh khamir Basidiomycota telemorfik antara lain, Filobasidium
elegans Bandoni dan Obenwinkler. Contoh khamirBasidiomycota anamorfik
antara lain Cryptococus flavus (Saito) Paff dan Fell, Rhodotorula glutinis (Fresnius)
F.C. Hariison dan Rhodotorula mucilaginosa (Jorgensen) F.C. Harrison (Kurtzman
dan Fell, 1998). Khamir epifit pada permukaan daun di dominasi oleh filum
Basidiomycota antara lainCryptococcus sp.,Rhodotorula glutinis dan Rhodotorula
mucilaginosa (Fonsenca dan inacio, 2006).
2.2.3 Ekologi dan peran khamir di alam
Khamir ditemukan di seluruh dunia yaitu didalam tanah dan permukaan
tanaman dan sangat melimpah pada media yang mengandung gula seperti nektar
bunga dan buah-buahan (Rogers, 2011). Khamir memiliki habitat yang luas,
mencakup dataran, perairan dan udara. Di alam, khamir dapat hidup sebagai
sebagai saprofit dan juga dapat hidup sebagai epifit, endofit maupun parasit. Sifat
mikroorganisme antagonis yaitu memiliki pertumbuhan patogen, dan
mikroorganisme antagonis dapat menghasilkan senyawa antibiotik yang dapat
menghambat pertumbuhan patogen (Avis dan Belanger, 2002). Khamir memiliki
kelebihan dari mikroba antagonis lainnya yaitu pada umumnya khamir tidak
menghasilkan spora alergenik atau mikotoksin. Selain itu khamir dapat hidup dan
bertahan terhadap kekeringan dan cahaya matahari.
2.2.4 Mekanisme antagonis khamir
11
Mekanisme antagonis yang dilakukan oleh khamir antara lain kompetisi
ruang dan nutrisi, antibiosis, parasitisme dan predasi (Mohamed dan Hagagg,
2007). Mekanisme kompetisi ruang dan nutrisi terjadi apabila khamir berusaha
memperoleh ruang dan nutrisi yang terbatas ketika ditumbuhkan bersama patogen
(Janisiewicz dan Korsen, 2002). Keberhasilan kompetisi ditunjukkan melalui
pertumbuhan sel antara kolonisasi khamir antagonis yang lebih cepat atau
sejumlah molekul organik hasil metabolisme khamir yang lebih banyak
dibandingkan dengan jamur patogen (Morrica dan Ragazzi, 2008).
Mekanisme antibiosis oleh khamir melibatkan penggunaan senyawa
metabolit sekunder atau senyawa toksik seperti enzim pelisis, senyawa volatil dan
senyawa toksik lainnya (Mohamed danHagagg, 2007). Terbentuknya senyawa
metabolit sekunder tersebut dapat menyebabkan fungistatik, lisis dinding sel atau
nekrotik sehingga pertumbuhan jamur patogen menjadi terhambat. Kemampuan
khamir dalam menekan kejadian penyakit diduga karena khamir mampu
merangsang beberapa jenis respon pertahanan inang. Enzim tersebut mampu
mendegradasi dinding sel patogen.
Mekanisme parasitisme terjadi melalui kontak langsung antara sel khamir
dengan kapang. Sel khamir memanfaatkan mikroorganisme cendawan sebagai
inang yang merupakan habitat dan sumber nutrisi untuk melakukan pertumbuhan
(Sharma et al., 2009). Sedangkan mekanisme predasi terjadi melalui kontak
langsung atau melalui struktur hifa spora sehingga mengganggu viabilitas jamur
patogen (Morrica dan Ragazzi, 2008).
2.3 Patogen Fusarium sp.
2.3.1 Spesies jamur Fusarium sp.
Jamur Fusarium sp. merupakan patogen tular tanah yang dapat bertahan
hidup relatif lama dalam tanah dengan membentuk miselium atau spora tanpa
inang, konidia atau sporanya disebarkan melalui angin, air hujan dan nematoda
atau serangga. Menurut Glennet al. (2001) terdapat 31 spesies jamurFusarium sp.,
15 spesies di antaranya diketahui menginfeksi banyak tanaman, yaitu F.
moniliforme (verticillioides), F. oxysporum, F. proliferatum, F. solani, F. equeseti,
F. graminearum, F. fujikuroi, F. sacchari, F. thapsinum, F. nygamay, F.
pseudoantophilum, F. subglutinans, F. lateritium. Dari 15 spesies yang telah
teridentifikasi, ada empat spesies yang dominan menginfeksi tanaman jagung,
yaitu F. moniliforme, F. subglutinans, F. graminearum, dan F. proliferatum
(Burlakoti et al., 2008).
12
Perbedaan morfologi antarspesies didasarkan atas bentuk spora dan
tangkainya. Perkembangan jamur Fusarium dipengaruhi oleh banyak faktor,
antara lain kelembaban, curah hujan, media tumbuh dan suhu di lingkungan
pertanaman. Jamur ini dapat menginfeksi tanaman jagung pada semua fase
perkembangan sejak menginfeksi biji melalui gigitan serangga vektor dan sumber
inokulum kemudian menginfeksi pada fase prapanen hingga pasca panen.
Mekanisme penularan infeksi jamur Fusarium ke tanaman jagung pertama kali
melalui lubang alami seperti hidatoda, stomata dan luka. Kemudian berkembang
ke dalam jaringan tanaman sehingga menghambat kelancaran pengangkut air dan
hara terlarut dari akar ke seluruh bagian tanaman. Selain itu jamurFusarium juga
dapat menginfeksi biji secara sistemik, dengan cara membentuk konidia atau
miselia yang berasal dari dalam atau permukaan biji, kemudian berkembang pada
tanaman muda membentuk akar dan batang selanjutnya menginfeksi bagian
tongkol dan biji (Oren et al., 2003).
2.3.2 Bioekologi jamur Fusarium sp.
Infeksi Fusarium sp. terutama ditemukan pada pertanaman jagung yang
ditanam setelah padi sawah. Sumber inokulum patogen berasal dari sisajerami
padi dengan kelembaban mikro yang tinggi (Pakki dan Muis, 2007).Spesies
patogen yang menginfeksi jagung ialah F. verticillioides. patogen ini terutama
menginfeksi biji, tetapi juga dapat menginfeksi akar dan batang tanaman (Pakki et
al., 2016). Fusarium verticillioides dapat bertahan hidup dan berkembang di dalam
tanah di sekitar perakaran tanaman jagung (Wiliam et al., 2006). Penyebarannya
pada pertanaman jagung dapat melalui angin dan serangga kelompok herbivora
(penggerek batang). Infeksi berlangsung cepat jika tanaman jagung mengalami
cekaman (Shutless et al., 2002; Ncube dan Plett 2013). Serangga penggerek
batang berperan sebagai vektor. Penularan terjadi ketika serangga aktif mencari
makanan. Konidia Fusarium sp. terbawa serangga dari satu tanaman ke tanaman
lainnya sehingga penyebarannya berlangsung cepat. Pada fase vegetatif
tanaman, perkembangan penyakit dipengaruhi oleh suhu sedang dan kelembaban
yang tinggi. Jamur F. Verticillioides menginfeksi tongkol jagung, tetapi infeksi
sistemik daritanaman ke biji tidak banyak dipengaruhi oleh suhu (William dan
Munkvold, 2008).
Infeksi awal cendawan pada biji jagung berasal darikonidia di permukaan
tanah, sisa-sisa hasil panen, atau tanaman yang terinfeksi. Konidia kemudian
terdekomposisi pada rambut jagung diujung tongkol, selanjutnya masuk ke dalam
13
tongkol dan menginfeksi biji (Duncan dan Richard, 2010). Infeksi F. verticillioides
sering tidak menampakkan gejala pada biji, tetapi bagian dalam jaringan sel biji
rusak (Bacon et al., 2008; Thomas et al., 2014). Jamur F. verticillioides dapat
ditularkan melalui biji jagung dan terbawa ke gudang penyimpanan. Makin tinggi
kandungan kadar air biji jagung yang disimpan, makin besar peluang penyebaran
cendawan sehingga jagung menjadi busuk.
Daur hidup jamur Fusarium sp. dapat bertahan di dalam tanah selama
bertahun-tahun. Populasinya akan meningkat jika area pertanaman ditanam
tanaman yang sesuai. Fusarium sp. menginfeksi akar tanaman dan berkembang
dalam pembuluh kayu. JamurFusarium sp. mengadakan penetrasi melalui jaringan
meristem pada ujung akar, melalui epidermis pada zona memanjangnya akar dan
melalui celah-celah yang terjadi karena munculnya akar lateral yang baru.
III. METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Jurusan Hama
dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya dan Gedung
Institut Biosains Universitas Brawijaya. Pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan
Februari sampai Juli 2017.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam pengambilan sampel akaryaitu sekop kecil,
kertas amplop coklat, kertas label, OHP, kotak kedap udara (ice box). Untuk
penelitian di laboratorium, alat yang digunakan yaitu autoclave, laminar air flow
cabinet (LAFC), cawan petri (d=9 cm), botol media, pipet tetes, jarum ose, pinset,
bunsen, spatula, gunting, tabung erlenmeyer, handspayer, beaker glass, rotary
shaker, object glass dan cover glass, mikroskop berkamera, kamera, Scanning
Electron Microscope (SEM) dan buku identifikasi.Sedangkan bahan yang
digunakan yaitu sampel akar tanaman jagung, media Potato Dextrose Agar (PDA),
media Yeast Extract Pepton Dextose(YEPD), larutan NaOCl 2%, larutan alkohol
70% dan 96%, larutan aquades steril, chloramphenicol, tissue steril, plastik
wrapping, alumunium foil, kertas label, spirtus dan korek api.
3.3 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekplorasi dan
eksperimental dengan tahapan sebagai berikut :
1. Isolasi dan identifikasi mikroba (jamur endofit dan khamir)dari akarjagung
yang diambil dari kebun percobaan PT. BISI International, Tbk. berlokasi di
Desa Kambingan, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Hal ini
dilakukan dengan pertimbangan bahwa daerah Kabupaten Kediri
merupakan salah satu sentra pertanaman jagung di Jawa Timur. Tanaman
jagung yang diambil untuk diisolasi terdiri dari dua galur yaitu BMD57 dan
BMD58 dan dua varietas yaituP35 dan BISI 18.
2. Menguji potensi antagonis isolat mikroba (jamur endofit dan khamir) yang
berhasil diisolasi dan identifikasi terhadap patogen Fusariumsp. secara in-
vitro pada media PDA.
3. Mengamati mekanisme antagonis jamur endofit Trichoderma sp. terhadap
patogen Fusarium sp. menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM).
3.4 Pelaksanaan Penelitian
Dalam penelitian ini dilakukan tahapan-tahapan pelaksanaan yang sesuai
dengan alur kerja, dapat dilihat pada Gambar 1. agar pelaksaan penelitian dapat
dilakukan secara berurutan.
Gambar 1. Alur kerja pelaksanaan penelitian
3.4.1 Sterilisasi alat dan pembuatan media isolasi
Sebelum menggunakan alat dan bahan seperti larutan steril perlu dilakukan
tahapan sterilisasi. Prinsip sterilisasi yang digunakan yaitu menggunakan panas
dan tekanan dari uap air dengan alat autoclave. Temperatur sterilisasi biasanya
121°C dengan tekanan yang digunakan 1 atm. Lama sterilisasi alat yaitu selama
2 jam.
Media yang digunakan dalam isolasi dan purifikasi jamur adalah Potato
Dextrose Agar (PDA) dikarenakan media PDA bersifat selektif terhadap jamur,
karbohidrat dan senyawa yang diambil dari kentang mendukung pertumbuhan
jamur, dapat dilihat pada Lampiran Gambar 1. Bahan yang digunakan dalam
pembuatan PDA yaitu 200 gram kentang, 20 gram dektrose, 20 gram agar, 1 liter
aquades dan 1 kapsul chloramphenicol. Kentang dicuci, dikupas, dipotong-potong
dan ditimbang sebanyak 200 gram, kemudian direbus dengan aquades 1 liter
hingga setengah matang. Setelah itu disaring untuk mengambil ekstrak dari
Uji antagonis (in-vitro)
-jamur
-khamir
Analisa Data
Pengamatan SEM
(scanning electron
microscope)
kentang. Ekstrak kentang selanjutnya ditambahkan dengan dektrose dan agar,
kemudian direbus dengan terus diaduk-aduk ± 10 menit. Selanjutnya larutan PDA
dituangkan ke dalam botol media, ditutup dengan alumunium foil dan disterilkan
menggunakan autoclave dengan tekanan 1,5 atm pada suhu 121°C selama 2 jam.
PDA yang telah disterilkan selanjutnya disimpan dalam kulkas. Saat di plating ke
cawan petri media dipanaskan dan ditambahkan 1 kapsul chlorampenicol.
Kentang dan dektrose merupakan sumber nutrisi utama untuk jamur, agar
merupakan pemadat dari media dan chlorampenicol berfungsi untuk mencegah
kontaminasi dari bakteri (antibakteri).
Media yang digunakan dalam isolasi khamir adalah Yeast Extract Pepton
Dextrose(YEPD), dapat dilihat pada Lampiran Gambar 2. Bahan yang digunakan
untuk membuat 1 liter media yaitu 10 gram yeast extract powder, 5 gram pepton,
5 gram dektrose, 15 gram agar, 2 kapsul chlorampenicol. Cara pembuatan media
dilaksanakan dengan mendidihkan aquades bersamaan dengan semua bahan
kecuali agar dan chloramphenicol. Agar dimasukkan setelah air mendidih dan
diaduk merata kemudian ditambahkan chloramphenicol. Media dimasukkan ke
dalam botol media dan disterilisasi menggunakan autoclave suhu 121°C dan
tekanan 1,5 atm selama 20 menit.
3.4.2 Pengambilan sampel akar
Pengambilan sampel akarjagung dilakukan pada tanaman jagung yang
memasuki fase generatif. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara
Random Sampling pada area pertanaman. Sampel akar diambil dari pertanaman
yang sehat. Sampel akar yang telah didapatkan dimasukkan ke dalam kertas
amplop, kemudian kantong kertas tersebut dimasukkan kedalam kantong plastik,
dan ice box tidak boleh dalam kondisi tertutup rapat terutama dalam kondisi
panas. Sampel harus diisolasi sesegera mungkin, jika sampel akan disimpan
sebaiknya diletakkan didalam kulkas.
3.4.3 Isolasi dan identifikasi patogen Fusarium sp.
Isolat patogen jamur Fusarium sp. yang digunakan dalam penelitian
diperoleh dari pengambilan sampel tanaman jagung yang terserang patogen
dengan gejala penyakit layu fusariumyaitu bagian pangkal batang tanaman.
Selanjutnya dilakukan tahap isolasi dengan mengikuti metode yang diuraikan oleh
Sastrahidayat (2011), isolasi jamur patogen tanaman dengam cara mengambil
jaringan inang sakit dengan menggunakan pisau steril. Setelah itu potong bagian
tanaman yang sakit menjadi ukuran 2 x 2 mm pada tepinya. Kemudian potongan
jaringan tersebut ke dalam clorox 10% selama 5 menit, kemudian cuci beberapa
kali dalam air destilasi steril (aquades steril). Keringkan dengan tissue steril,
kemudian ditanam pada permukaan media PDA. Setelah diinkubasi selama 2-4
hari, dilakukan purifikasi dengan mengambil potongan blok agar yang berisi ujung
hifa ke dalam media PDA baru.
3.4.4 Isolasi jamur endofit dan khamir (yeast)
Jamur endofit. Metode yang digunakan untuk isolasi jamur endofit pada
bagian akar tanaman dilakukan berdasarkan metode yang diuraikan oleh
Muhibuddin et al.(2011) dapat dilihat pada Gambar 2. sampel akar dicuci pada air
mengalir, kemudian ambil akar yang telah dipotong ±5 cm. Dilakukan sterilisasi
permukaan dengan merendam potongan akar pada larutan NaOCl 2% masing-
masing selama 1 menit, setelah itu dibilas dengan larutan alkohol 70% selama 1
menit,kemudian dibilas menggunakan aquades steril selama 1 menit sebanyak
dua kali dan selanjutnya dikering anginkan pada tissue steril.
Gambar 2. Metode isoloasi jamur endofit pada media PDA menurut Muhibuddin et al.(2011).
Sampel akar yang sudah steril dipotong dengan ukuran ± 1 cm
menggunakan scapel steril dan kemudian ditanam pada cawan petri 9 cm yang
berisi media PDA dengan metode 3 sampel akar disetiap cawan petri. Isolat
kemudian diinkubasi pada suhu 25-30°C selama 5-7 hari atau sampai jamur
tumbuh memenuhi cawan petri (full plate). Sebagai kontrol, aquades bilasan
terakhir diambil ±1 ml dan dituang ke media PDA.
Larutan
NaOCl
2%
Larutan
Alkohol
70%
Larutan
Aquades
steril (2x)
Inkubasi pada media PDA
1 ml
10-1 10-2 10-3 10-4 10-5
10-3 10-4 10-5
1 ml 1 ml 1 ml 1 ml
Khamir. Metode yang digunakan untuk isolasi khamir pada bagian akar
tanaman dilakukan berdasarkan metode yang diuraikan oleh Fitriati et al.
(2013)dengan metode pengenceran dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Metode isolasi khamir denganpengenceran bertingkat 10-3, 10-4, 10-5 menurut Fitriati et al.(2013).
Suspensi dibuat dengan mengambil 10 gram akar jagung kemudian
dilarutkan dalam 90 ml aquades steril. Selanjutnya digojok menggunakan orbital
shaker dengan kecepatan 120 rpm selama 24 jam, dapat dilihat pada Lampiran
Gambar 3. Suspensi diencerkan secara berkala hingga konsentrasi 10-3, 10-4, dan
10-5 yeast sebanyak 50 µl dibiakkan dalam media YEPD dengan metode cawan
tuang, dapat dilihat pada Lampiran Gambar 4. Kegiatan isolasi dilakukan dengan
kondisi aseptis untuk menghindari kontaminasi.
3.4.5 Purifikasi jamur endofit dan khamir (yeast)
Jamur endofit.Jamur yang tumbuh kemudian dipurifikasi atau pemurnian
dengan cara dipisahkan setiap koloni jamur yang dianggap berbeda berdasarkan
morfologi makroskopis yang dapat dilihat dari kenampakan warna, bentuk dan pola
persebaran koloni. Masing-masing jamur dipisahkan dan diambil dengan jarum
ose kemudian ditumbuhkan kembali pada media Potato Dextrose Agar (PDA) baru
dan diberi tanda kemudian diinkubasi pada suhu kamar.
Khamir. Purifikasi koloni dilakukan dengan metode cawan gores pada
media YEPD yaitu dengan mengambil koloni khamir sebanyak 1 lup dan
digoreskan pada media YEPD baru menggunakan jarum ose. Selanjutnya
diinkubasi hingga muncul koloni tunggal.
3.4.6 Preparasi jamur endofit dan khamir (yeast)
Jamur endofit. Pembuatan preparat jamur adalah untuk kepentingan
identifikasi. Jamur diambil dengan menggunakan jarum ose kemudian diletakkan
pada object glass yang telah diberi sedikit media PDA dan ditutup dengan cover
glass. Penggunaan media PDA pada object glass adalah sebagai media
pertumbuhan koloni pada preparat dan untuk menjaga nutrisi selama jamur berada
di preparat saat diinkubasi. Preparat kemudian diinkubasi selama 3-5 hari didalam
wadah yang telah dialasi dengan tissue lembab dan ditutup rapat agar tidak
terkontaminasi oleh spora jamur dari udara. Tujuan dari inkubasi adalah untuk
menumbuhkan spora jamur pada preparat sehingga lebih mudah pada saat
diidentifikasi dengan menggunakan mikroskop.
Khamir. Pembuatan preparat khamir dilakukan dengan meletakkan koloni
tunggal pada pada object glass dengan sedikit media. Selanjutnya ditutup
menggunakan cover glass kemudian ditekan, putar 180° dan diinkubasi selama 24
jam dalam kondisi lembab dan aseptis.
3.4.7 Identifikasi jamur endofit dan khamir (yeast)
Jamur endofit.Pengamatan dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis
untuk kemudian dilakukan identifikasi berdasarkan buku panduan identifikasi
IllustratedGenere of Imperfect Fungi fourth ed (Barnet and Hunter, 1969) dan
tambahan informasi dari buku-buku pendukung lainnya. Pengamatan makroskopis
dilakukan dengan cara mengamati kenampakan morfologi koloni jamur secara
makroskopis yang meliputi warna koloni, pola persebaran koloni dalam cawan petri
(konsentris dan tidak konsentris), tekstur koloni dan waktu yang dibutuhkan oleh
koloni untuk memenuhi cawan petri (full plate duration). Pengamatan warna koloni
dilakukan pada bagian permukaan dan dasar koloni karena seringkali terdapat
perbedaan antara warna permukaan dan warna dasar koloni.
Pengamatan warna koloni juga dilakukan dengan mengamati perubahan
warna koloni pada saat koloni tua. Pengamatan pola persebaran koloni dilakukan
dengan mengamati bentuk koloni dalam cawan petri. Pola persebaran dapat
berupa konsentris maupun non konsentris. Pola persebaran konsentris apabila
terdapat gelombang-gelombang lingkaran konsentris yang dapat dilihat dari
permukaan maupun dasar koloni. Pola persebaran non konsentris dapat berupa
bentuk radial (tidak beraturan), menggunung, atau menyamping. Pengamatan
tekstur koloni meliputi kasar dan halus, rapat dan renggang, serta tebal tipis koloni
yang tumbuh pada media. Pengamatan full plate duration dilakukan untuk
mengetahui kemampuan tumbuh koloni jamur endofit pada media PDA,
pengamatan ini dilakukan dengan melihat waktu yang dibutuhkan kooni untuk
mencapai diameter 9 cm.
Pengamatan secara mikroskopis dilakukan dengan cara mengamati
kenampakan morfologi koloni jamur dengan menggunakan mikroskop yang
meliputi ada atau tidaknya septa pada hifa, pertumbuhan hifa, warna hifa, ada atau
tidaknya konidia, warna konidia, bentuk konidia, serta pola persebaran konidia.
Pengamatan dengan mikroskop dilakukan dengan menggunakan perbesaran
400x (40 x 10). Pengamatan ada atau tidaknya septa pada hifa dilakukan dengan
mengamati ada tidaknya sekat (garis melintang) pada hifa. Sekat pada hifa dapat
terlihat rapat maupun jarang. Pengamatan pertumbuhan hifa dapat dilihat dengan
mengamati percabangan hifa (bercabang atau tidak bercabang). Percabangan
hifa dapat terlihat bercabang banyak atau sedikit dengan pola beraturan atau tidak
beraturan. Pengamatan warna hifa dan konidia dapat dilihat dari kenampakan
warna yaitu gelap atau hialin. Warna hialin adalah ketika hifa atau konidia tidak
berwarna dan terlihat transparan. Bentuk konidia dapat berupa bulat, lonjong,
elips, oval atau tidak beraturan. Pola persebaran konidia dapat dikategorikan
seperti bergerombol diujung konidiofor atau bergerombol di sekitar hifa menyebar
tunggal, berantai atau tidak berantai, serta bentuk kumpulan konidia. Kumpulan
konidia seringkali terlihat bermacam-macam bentuk, seperti bulat, radial (tidak
beraturan), menyerupai bentuk bunga, dan sebagainya.
Pengamatan mikroskopis juga dilakukan terhadap kenampakan konidiofor
yaitu hifa khusus yang merupakan tangkai dari konidia serta ciri lain yang
ditemukan. Pengamatan konidiofor meliputi bentuk konidiofor (bulat, segitiga, atau
segiempat), warna konidifor (gelap atau hialin), ada atau tidaknya septa pada
konidiofor (bersekat atau tidak bersekat), dan pertumbuhan konidiofor (bercabang
atau tidak bercabang, panjang atau pendek). Pengamatan mikroskopis dapat
dilakukan secara lengkap terhadap bagian-bagian tubuh jamur.
Khamir. Identifikasi dilaksanakan dengan mengamati kenampakan khamir
secara makroskopis dan mikroskopis. Identifikasi makroskopis dilaksanakan
dengan mengamati secara langsung kenampakan koloni khamir pada media
YEPD meliputi bentuk, warna, tekstur, tepian dan elevasi koloni khamir.
Sedangkan pengamatan morfologi sel dilihat dibawah mikroskop berdasarkan :
bentuk dan ukuran sel, jenis reproduksi seksual dan aseksual, pola pertunasan,
dan keberadaan pseudohifa (Barnett, 2011; Jumiyati et al., 2012). Sebagai sumber
identifikasi khamir digunakan buku The Yeast 5 Editions karya Kurtzman tahun
2011.
3.4.8 Uji antagonis isolat jamur endofit dengan patogen Fusarium sp.
Untuk mengetahui potensi jamur sebagai antagonis maka dilakukan
pengujian dalam cawan petri dengan menggunakan medium buatan PDA
mengacu pada Sharfuddin dan Mohanka (2012), isolat jamur yang didapat
diinokulasi dalam salah satu tepi cawan petri diamater 9 dengan jarak 3 cm posisi
berhadapan dengan isolat patogen yang akan diuji, dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Uji antagonisjamur endofit dan patogen Fusarium sp. dengan metode oposisi langsung.Keterangan: P=patogen, A=jamur antagonis
Dengan demikian nantinya akan didapat kombinasi pengujian antara
patogen Fusarium sp. dengan isolat-isolat jamur endofit. Perlakuan sesuai dengan
banyaknya isolat jamur yang diperoleh dan kontrol (tanpa jamur antagonis).
Maksud dari percobaan tahap ini adalah untuk melihat adanya penghambatan
serta besarnya hambatan isolat jamur terhadap pertumbuhan patogen Fusarium
sp.
Kemudian diinkubasi pada suhu kamar, radius pertumbuhan koloni patogen
diukur setiap hari selama 7 hari pengamatan. Penghambatan pertumbuhan koloni
● ● P A
3 cm 3 cm 3 cm
dieksperikan dalam persentase yang dihitung dengan rumus (Van den Heuvel,
1970) yaitu :
𝐼 =(𝑟1 − 𝑟2)
𝑟1 × 100%
Keterangan :
I : Persentase penghambatan
r1 : Jari-jari koloni patogen yang arah pertumbuhannya berlawanan dengan
jamur (cm).
r2 : Jari-jari koloni patogen yang arah pertumbuhannya mendekati koloni
jamur antagonis (cm).
3.4.9 Uji antagonis isolat khamir dengan patogen Fusarium sp.
Metode pengujian antagonis khamir secara in-vitro mengacu pada Shofiana
et al. (2015) dapat dilihat pada Gambar 5. Khamir digoreskan pada media pada
PDA tepat ditengah cawan petri secara tegak lurus sebanyak 1 lup inokulasi.
Biakan murni Fusarium sp. diambil dengan bor gabus dan letakkan pada sisi kanan
dan kiri goresan khamir dengan jarak ±3 cm kemudian diinkubasi pada suhu
ruangan. Pengamatan lebar zona hambat dan persentase tingkat hambat relatif
khamir terhadap jamur Fusarium sp. dilakukan setiap hari. Perlakuan kontrol tanpa
inokulasi khamir juga disiapkan sebagai pembanding.
Gambar 5. Uji antagonis khamir terhadap patogen Fusarium sp. menurut Shofiana
et al. (2015).Keterangan: P=patogen.
Persentase tingkat hambatan relatif terhadap patogen dihitung dengan
rumus mengikuti Hadiwiyono (1999), rumusnya adalah sebagai berikut :
khamir khamir
● ● 3 cm 3 cm
p p
𝑇𝐻𝑅 =𝑑𝑘 − 𝑑𝑝
𝑑𝑘 × 100%
Keterangan :
THR : persentase tingkat hambatan relatif terhadap pertumbuhan patogen
dk : jumlah jari-jari (r1+r2) koloni patogen tanpa perlakuan khamir (kontrol)
dp : jumlah jari-jari (r1+r2) koloni patogen yang diberi perlakuan khamir
3.4.10 Pengamatan mekanisme antagonis dengan Scanning Electron
Microscope(SEM)
Untuk mengetahuimekanisme antagonis sampel isolat hasil uji antagonis
antara jamur endofit dan patogen Fusarium sp. diperlukan alat Scanning Electron
Microscope (SEM). Metode yang digunakan mengacu pada Hastuti (2016) yaitu
mekanisme antagonis diamati dengan cara membuat preparatdengan cara
mengiris 2x2 mm koloni jamur yang saling berinterkasi dan diletakkan diatascover
glass steril. Kemudian dilakukan pengeringan bertingkat atau dehidrasi
menggunakan larutan etanol 30%, 50%, 70%, 80%, 90%, dan 96% dengan cara
disemprotkan secara langsung ke isolat jamur antagonis dan jamur patogen.
Penyemprotan dilakukan dengan jarak waktu ±5 menit.
Setelah isolat dikeringkan kemudian diletakkan pada alat pemegang
spesimen (alumunium stub) dengan perekat koloid pasta perak dan dilapisi logam
emas (Au) (ketebalan logam ±15 mm) dengan mengikuti proses evaporasi
selanjutnya diamati menggunakan mikroskop elektron skanning. Cara kerja dari
mikroskop scanning elektron adalah sinar dari lampu dipancarkan pada lensa
kondensor, sebelum masuk pada lensa kondensor ada pengatur dari pancaran
sinar elektron yang ditembakkan. Sinar yang melewati lensa objektif diteruskan
pada spesimen yang diatur miring pada pencekamnya, spesimen ini disinari oleh
deteksi x-ray yang menghasilkan sebuah gambar yang diteruskan pada layar
monitor. Pengamatan dilakukan secara visual terhadap hasil fotomikograf yang
diproses dengan foto hitam putih Fuji film.
3.5 Analisa Data
Isolatjamur endofit dan khamir yang berhasil diidentifikasi dari akar tanaman
jagung dianalisa secara deskriptif dan ditampilkan dalam bentuk gambar
berdasarkan kenampakan makroskopis dan mikroskopis.
Rancangan percobaan yang dilakukan dalam pengujian antagonis in-
vitroadalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Data yang diperoleh dari uji
antagonis mikroba jamur endofit dan khamir dengan patogen Fusarium sp.
dianalisa menggunakan analisa ragam (Anova) dan dilanjutkan dengan uji Duncan
dengan taraf 5% apabila terdapat beda nyata.
25
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gejala Tanaman yang Terserang Patogen Fusarium sp.
Hasil pengamatan gejala penyakit pada tanaman jagung yang disebabkan
oleh patogen Fusarium sp. yaitu sampel tanaman yang didapat sudah dalam
kondisi layu walaupun tanaman belum terlalu besar atau tanaman masih dalam
fase vegetatif.
Gejala yang tampak pada pangkal batang tanaman jagung mengalami
berubahan warna menjadi coklat akibat pembusukan, dapat dilihat pada Gambar
6. Jika tanaman yang masih sangat muda terserang, tanaman dapat membusuk
sebelum atau sesudah muncul dari tanah, atau tanaman dapat tumbuh menjadi
tanaman yang kerdil. Terdapat massa seperti spora berwarna putih disekitar daun
dan pangkal batang.
Gambar 6. Gejala serangan patogen Fusarium sp. pada pangkal batang tanaman
jagung. Keterangan: 1.) Pangkal batang jagung membusuk.
Menurut Satrahidayat (2010), gejala permulaan dari serangan penyakit ini
ialah terjadinya pemucatan daun dan tulang daun, diikuti dengan merunduknya
tangkai daun. Daun layu dan lambat laun berwarna kuning. Kelayuan terjadi mulai
dari daun terbawah dan terus ke daun bagian atas. Jika tanaman yang sakit
dipotong melintang akan kelihatan suatu cincin yang berwarna coklat pada
pembuluh xilem. Kelayuan tersebut diakibatkan adanya penutupan saluran xylem
yang mengangkut air dan mineral dari tanah, yang mengakibatkan tanaman mati
dan akhirnya kering.
26
4.2 Hasil Isolasi dan Identifikasi Jamur Patogen Fusarium sp.
Hasil pengamatan isolasi patogen Fusarium sp. dari hasil perbanyakan
didapatkan biakan murni pada media PDA. Pada pengamatan biakan murni yang
berumur 7 hari didapatkan ciri-ciri makroskopis patogen Fusarium sp.dapat dilihat
pada Gambar 7. yaitu koloni berwarna putih, pada bagian tengah koloni berwarna
putih tulang. Koloni bagian bawah berwarna putih kekuningan. Tipe persebaran
konsentris, membulat dengan tekstur permukaan koloni yang agak kasar seperti
kapas, kerapatan agak rapat, dan ketebalan agak tipis. Ukuran diameter saat
berumur 7 hari yaitu 6 cm.
Gambar 7. Hasil biakan murnidan identifikasi jamur patogen Fusarium sp. Keterangan: A.Makroskopis isolat jamur Fusarium sp.; B. Mikroskopis jamur
Fusarium sp. (perbesaran 400x). 1. Hifa, 2. Konidiofor, 3. Mikrokonidia, 4.Makrokonidia bersekat.
Pada pengamatan karakteristik mikroskopis dari isolat patogen Fusarium sp.
dapat dilihat pada Gambar 7.didapatkan hasil adanya hifa hialin yang bersekat dan
ramping. Konidofor hialin, bersekat dan tidak bercabang. Mikrokonidia hialin, tidak
bersekat dengan dinding yang tipis, dan berbentuk lonjong dengan ujung agak
meruncing. Makrokonidia berbentuk seperti bulan sabit atau seperti pengait
dengan ujung yang meruncing, hialin, dan memiliki 3-5 sekat. Ukuran
makrokonidia yang didapat yaitu 19,34µm x 2,55µm. Berdasarkan ciri-ciri
mikroskopis dari jamur Fusarium sp. memiliki ciri khas pada bentuk makrokonidia.
Bentuk makrokonidia dari Fusarium sp. yaitu seperti bulan sabit, hialin, dan
bersekat.
Hal ini sesuai dengan Sastrahidayat (2010), Fusarium mempunyai
makrokonidium yang berbentuk melengkung, panjang dengan ujung yang
mengecil dan mempunyai satu atau tiga buah sekat, sedangkan mikrokonidium
mempunyai bentuk tidak bersekat atau bersekat satu dan dihasilkan oleh
sporodokium (ukurannya lebih kecil daripada yang makro). Selain itu menurut
27
Watanabe (2002) menyatakan bahwa jamur Fusarium memiliki konidiofor hialin,
sederhana, pendek. Konidia hialin, terdiri dari dua macam yaitu makrokonidia
berbentuk perahu, ramping lonjong dan bengkok, bersekat. Sedangkan
mikrokonidia berbentuk elips bersekat.
4.3 Hasil Isolasi dan Identifikasi Jamur Endofit dari AkarJagung
Setelah dilakukan isolasi dan purifikasi ditemukan 10 isolat mikroba jamur
padaakarjagung, kemudian dilakukan identifikasi dan diperoleh 9 isolat jamur yang
teridentifikasi dan 1 isolat jamur tidak teridentifikasi. Sepuluh isolat jamur tersebut
ditemukan pada akar jagung dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil isolasi dan identifikasi jamur endofit dari akar jagung
Sampel tanaman Genus jamur
BMD57 1. Nigrospora sp. 2. Alternaria sp. 3. Jamur akar (isolat 1)
BMD58 1. Phomasp. 2. Curvularia sp.(isolat 1)
BISI 18 1. Fusarium sp. (isolat 1) 2. Culvularia sp. (isolat 2) 3. Fusarium sp. (isolat 2)
P35 1. Trichoderma sp. (isolat 1) 2. Trichoderma sp. (isolat 2)
Berdasarkan Tabel 1. dapat diketahui bahwa jaringan akar tanaman jagung
ditemukan 10 isolat mikroba jamur. Pada galur BMD57 ditemukan 3 isolat jamur
yaitu Nigrospora sp., Alternaria sp., Jamur akar (isolat 1). Untuk galur BMD58
ditemukan 2 isolat jamur yaitu Phoma sp. dan Curvularia sp. (isolat 1), sedangkan
varietas BISI 18 ditemukan 3 isolat jamur yaitu Fusarium sp. (isolat 1), Culvularia
sp.(isolat 2), Fusarium sp. (isolat 2) dan varietas P35 ditemukan 2 isolat jamur
Trichoderma sp.
28
Hasil isolasi dan identifikasi jamur endofit pada akar jagung galur BMD57
1. Jamur Nigrospora sp.
Pengamatan makroskopis
Pengamatan makroskopis menunjukkan bahwa pertumbuhan awal koloni
berwarna putih kemudian berubah warna putih bercampur hitam yang dominan.
Warna dasar koloni hitam. Pada pertumbuhan koloni kasar dan tebal. Memiliki pola
persebaran menyebar dan tidak mempunyai lingkaran konsentris. Pertumbuhan
koloni jamur pada hari ke-7 dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Hasil biakan murnidan identifikasi jamur Nigrospora sp. Keterangan: A. Makroskopis isolat jamur Nigrospora sp.pada media PDA, B.
Mikroskopis jamur Nigrospora sp.(perbesaran 400x). 1. Hifa, 2. Konidiofor, 3. Konidia.
Pengamatan mikroskopis
Pengamatan mikroskopis jamur Nigrospora sp. menunjukkan bahwa hifa
bersekat dan berwarna kecoklatan, konidiofor pendek, sederhana dan berwarna
kecoklatan. Konidia berwarna hitam dan berbentuk bulat atau globose dengan
panjang 7,56µm x lebar 5,31µm dapat dilihat pada Gambar 8. Menurut Barnet dan
Hunter (1998), konidiofor sederhana dan pendek, konidia berbentuk globose dan
berwarna hitam.
2. Jamur Alternaria sp.
Pengamatan makroskopis
Dari hasil pengamatan jamur Alternaria sp. dapat dilihat pada Gambar 9.
tampak depan koloni berwarna coklat kehitaman dan pada bagian belakang
berwarna kehitaman. Tipe persebaran merata dan tidak memusat, tidak memiliki
lingkaran konsentris. Tekstur permukaan koloni rata dan halus, ketebalan koloni
agak tebal. Koloni jamur memenuhi cawan petri (d=9) selama 9 hari.
29
Gambar 9. Hasil biakan murni dan identifikasi jamur Alternaria sp.
Keterangan: A. Makroskopis isolat jamur Alternaria sp.pada media PDA, B. Mikroskopis jamur Alternaria sp. (perbesaran 400x) 1. Hifa, 2. Konidiofor, 3. Mikrokonidia, 4. Makrokonidia.
Pengamatan mikroskopis
Pengamatan secara mikroskopis jamur Alternaria sp. dapat dilihat pada
Gambar 9. menunjukkan bahwa hifa bersekat dan berwarna coklat. Konidiofor
berwarna coklat, bersekat, bentuk tegak dengan ujung melengkung. Makrokonidia
terdapat di ujung konidiofor dan berwarna coklat gelap dengan bentuk oval.
Ukuran makrokonidia hasil pengamatan yaitu 15,31x7,68µm. Terdapat
mikrokonidia yang berwarna hialin. Menurut Watanabe (2002) menyatakan bahwa
konidofor bersekat, tegak, berdinding tebal. Konidia berwarna coklat gelap,
mempunyai 3-5 sekat dan bentuknya oval.
3. Jamur akar(isolat 1)
Pengamatan makroskopis
Pengamatan makroskopis jamur akar (isolat 1) dapat dilihat pada Gambar
10.menunjukkan tampak dari depan koloni berwarna hitam pada bagian tengah
dan berwarna coklat pada bagian tepi. Tampak dari belakang warna koloni sama
dengan bagian depan. Terdapat lingkaran konsentri, tekstur koloni rata dan halus,
ketebalan koloni sangat tipis. Pertumbuhan koloni lambat yaitu memenuhi media
di cawan petri (d=9) pada pengamatan ke-9.
30
Gambar 10. Hasil biakan murni dan identifikasi jamur akar (isolat 1). Keterangan: A. Makroskopis isolat jamur akar (isolat 1) pada media PDA, B.
Mikroskopis jamur akar (isolat 1) (perbesaran 400x) 1. Hifa, 2. Mikrokonidia.
Pengamatan mikroskopis
Hasil pengamatan mikroskopisjamur akar (isolat 1) dapat dilihat pada
Gambar 10.menunjukkan bahwa terdapat hifa dan konidia. Hifa bersekat dengan
warna kecoklatan. Sedangkan untuk konidia berbentuk membulat, tidak memiliki
sekat, berwarna kecoklatan.
Hasil isolasi dan identifikasi jamur endofit pada akar jagung galur BMD58
1. Jamur Phoma sp.
Pengamatan makroskopis
Pengamatan makroskopis jamur Phoma sp. dapat dilihat pada Gambar 11.
menunjukkan tampak dari depan koloni berwarna hitam pada bagian tepi dan
sedikit warna coklat pada bagian tengah. Tampak dari belakang warna koloni
sama dengan bagian depan. Terdapat lingkaran konsentri, tekstur koloni rata dan
halus, ketebalan koloni sangat tipis. Pertumbuhan koloni lambat yaitu memenuhi
media di cawan petri (d=9) pada pengamatan kesembilan.
Gambar 11. Hasil biakan murni dan identifikasi jamur Phoma sp. Keterangan: A. Makroskopis isolat jamur Phoma sp. pada media PDA, B.
Mikroskopis jamur Phoma sp. (perbesaran 400x) 1. Picnidia
31
Pengamatan mikroskopis
Hasil pengamatan mikroskopis jamur Phoma sp. dapat dilihat pada
Gambar 11. menunjukkan bahwa terdapat hifa dan picnidia. Hifa tidak bersekat
dengan warna kecoklatan. Sedangkan untuk picnidia berbentuk bulat atau oval,
tidak memiliki sekat, berwarna kecoklatan. Menurut Watanabe (2002), hifa hialin,
tidak bersekat, berpilin, bercabang dan tidak beraturan berwarna kecoklatan atau
coklat. Jamur Phoma sp. tidak memiliki konidia baik mikrokonidia maupun
makrokonidia Terdapat pycnidia berwarna kehitaman berbentuk bulat atau globes.
2. Jamur Curvularia sp. (isolat 1)
Pengamatan makroskopis
Pengamatan makroskopisCurvularia sp. (isolat 1) dapat dilihat pada
Gambar 12. menunjukkan bahwa koloni berwarna putih. Warna dasar koloni
berwarna putih. Pada pertumbuhan koloni agak kasar berbentuk mirip bulu
unggas, memiliki pola persebaran yang menyebar baraturan dan konsentris.
Pertumbuhan koloni lambat yakni pada hari ke-7 pengamatan hanya memiliki
diamater 5,7 cm.
Gambar 12. Hasil biakan murni dan identifikasi jamur Curvularia sp. (isolat 1) Keterangan: A. Makroskopis isolat jamur Curvularia sp. (isolat 1)pada media
PDA, B. Mikroskopis jamur Curvularia sp. (isolat 1) (perbesaran 400x)1. Hifa, 2. Konidiofor, 3. Mikrokonidia, 4. Makrokonidia.
Pengamatan mikroskopis
Pengamatan mikroskopisCurvularia sp. (isolat 1) dapat dilihat pada
Gambar 12. menunjukkan bahwa hifa bersekat, terlihat kecoklatan dan bercabang.
Konidiofor berwarna coklat lurus dan berwarna kecoklatan. Pada konidia memiliki
4 septa dan berwarna coklat. Menurut Barnett dan Hunter (1960), Curvularia sp.
memiliki konidiofor berwarna coklat dan berbentuk sederhana. Dan konidia
memiliki septa 3-5 sel dan membengkok pada sel ketiga.
Hasil isolasi dan identifikasi jamur endofit pada akar jagung varietas BISI18
32
1. Jamur Fusarium sp. (isolat 1)
Pengamatan makroskopis
Pengamatan makroskopis jamur Fusarium sp. (isolat 1) dapat dilihat pada
Gambar 13. menunjukkan koloni tumbuh cepat pada media PDA yaitu diameter
mencapai 7 cm pada hari ke-7 Warna permukaan koloni putih sedangkan warna
dasar koloni putih kekuningan, koloni bertekstur lembut dengan pola sebaran
menyebar beraturan, dan tidak mempunyai lingkaran konsentris. Hal ini sesuai
dengan Gandjar (1999) menyatakan bahwa koloni fusariummempunyai miselia
aerial tampak jarang atau banyak seperti kapas, kemudian seperti beludru,
berwarna putih.
Gambar 13. Hasil biakan murni dan identifikasi jamur Fusarium sp. (isolat 1)
Keterangan: A. Makroskopis isolat jamur Fusarium sp. (isolat 1) pada media PDA, B. Mikroskopis jamur Fusarium sp. (isolat 1) (perbesaran 400x) 1. Hifa, 2. Konidiofor, 3. Mikrokonidia, 4. Makrokonidia.
Pengamatan mikroskopis
Dari hasil pengamatan mikroskopis jamur Fusarium sp. (isolat 1)dapat dilihat
pada Gambar 13. menunjukkan hifa berwarna hialin memanjang dan bersekat,
konidifor hialin bersekat dan bercabang. Konidia bersekat 0 hingga 2, berbentuk
lateral, membentuk runcing di kedua ujungnya dan berwarna hialin. Hal tersebut
sesuai dengan Barnett (1960) yang menyatakan bahwa jamurfusariummempunyai
konidiofor bercabang dan konidia berwarna hialin serta bersekat. Hasil
pengamatan juga sesuai dengan Gandjar (1999) yang menyatakan bahwa
konidiofor bercabang dapat tidak. Makrokonidia jarang terdapat pada beberapa
strain, berbentuk pada fialid yang terdapat pada konidiofor bercabang atau dalam
sporodokhia, bersepta 3-5, berbentuk fusiform, sedikit membengkok dan
meruncing pada kedua ujungnya.
33
2. Jamur Curvularia sp. (isolat 2)
Pengamatan makroskopis
Pengamatan makroskopis Curvularia sp. (isolat 2) dapat dilihat pada
Gambar 14. menunjukkan koloni muda berwarna putih, ketika berumur 7 hari pada
bagian depan koloni berwarna putih dan pada bagian belakang berwarna putih
kecoklatan. Tipe persebaran berbentuk membulat tak beraturan, sebaran tidak
merata dan menyebar, tidak mempunyai lingkaran konsentris. Tekstur permukaan
koloni agak kasar, ketebalan agak tebal. Ukuran diameter koloni saat berumur 7
hari sebesar 9 cm.
Gambar 14. Hasil biakan murnidan identifikasi jamur Curvularia sp. (isolat 2)
Keterangan: A. Makroskopis isolat jamur Curvularia sp. (isolat 2) pada media PDA, B. Mikroskopis jamur Curvularia sp. (isolat 2) (perbesaran 400x) 1. Hifa, 2. Konidiofor, 3. Mikrokonidia, 4. Makrokonidia.
Pengamatan mikroskopis
Pengamatan secara mikroskopis Curvularia sp. (isolat 2) dapat dilihat pada
Gambar 14.menunjukkan bahwa hifa bersekat, berwarna coklat gelap. Konidiofor
berwarna coklat gelap, bersekat, berbentuk tegak. Konidia berada diujung
konidifor dan mempunyai 3-4 septa. Menurut Watanabe (2002), menyatakan
bahwa konidiofor berwarrna coklat tua, sederhana, tegak, dan berdinding tebal.
Konidia berwarna coklat gelap, mempunyai 4 septa dan pada septa yang ke-2
lebih bedar dibanding dengan septa yang lain.
3. JamurFusarium sp. (isolat 2)
Pengamatan makroskopis
Pengamatan makroskopis jamur Fusarium sp. (isolat 2) dapat dilihat pada
Gambar 15. Menunjukkan koloni muda berwarna putih, pada pengamatan berumur
7 hari pada bagian depan koloni berwarna putih dan pada bagian belakang
berwarna putih. Tipe persebaran berbentuk menggunung, sebaran tidak rata dan
menyebar, tidak mempunyai lingkaran konsentris. Tekstur permukaan koloni agak
34
halus, kerapatan agak rapat, ketebalan agak tebal. Ukuran diameter koloni saat
berumur 7 hari sebesar 6,4 cm.
Gambar 15. Hasil biakan murni dan identifikasi jamur Fusarium sp. (isolat 2)
Keterangan: A. Makroskopis isolat jamur Fusarium sp. (isolat 2) pada media PDA, B. Mikroskopis jamur Fusarium sp. (isolat 2) (perbesaran 400x)1. Hifa, 2. Konidiofor, 3. Makrokonidia.
Pengamatan mikroskopis
Pengamatan secara mikroskopis jamur Fusarium sp. (isolat 2) dapat dilihat
pada Gambar 15. menunjukkan bahwa hifa bersekat dan berwarna hialin.
Konidiofor bersekat, berbentuk tegak, ramping, ujung menyempit dan bercabang.
Konidia berwarna hialin, berbentuk seperti bulan sabit, bersekat, sebaran
bergerombol disekitar konidiofor, kumpulan konidia bergerombol dan terdiri dari 4-
5 septa. Menurut Watanabe (2002), menyebutkan bahwa konidiofor hialin, tegak
ramping, sederhana, konidia berwarna hialin dan terdiri dari 4-5 septa.
Hasil isolasi dan identifikasi jamur endofit pada akar jagungvarietas P35
1. Jamur Trichoderma sp. 1
Pengamatan makroskopis
Pengamatan makroskopis jamur Trichoderma sp. (isolat 1) dapat dilihat
pada Gambar 16. Menunjukkan pada awal pertumbuhan miselium berbentuk
seperti kapas berwarna putih dan kemudian menjadi hijau tua. Koloni tumbuh
cepat di media PDA, hal itu dibuktikan dengan diameter koloni yang mencapai 9
cm pada hari ke-3. Tekstur koloni kasar dan terdapat butiran halus dipermukannya.
Jamur ini memiliki lingkaran seperti cincin konsentris serta tumbuh menyebar
secara beraturan.
35
Gambar 16. Hasil biakan murnidan identifikasi jamur Trichoderma sp. (isolat 1)
Keterangan: A. Makroskopis isolat jamur Trichoderma sp. (isolat 1) pada media PDA, B. Mikroskopis jamur Trichoderma sp. (isolat 1) (perbesaran 400x) 1. Hifa, 2. Konidiofor, 3. Konidia.
Pengamatan mikroskopis
Pengamatan jamur Trichoderma sp. (isolat 1) secara mikroskopis dapat
dilihat pada Gambar 16. menunjukkan bahwa konidiofor berwarna hialin,
berbentuk tegak, bercabang. Konidia berwarna hijau tua dan berbentuk bulat.
Ukuran konidia memiliki panjang 8,15µm dan lebar 6,99µm. Menurut Barnet dan
Hunter (1998), jamur Trichoderma sp. memiliki konidiofor berwarna hialin,
berbentuk tegak dan bercabang. Konidia memiliki warna hijau sampai hijau tua.
2. Jamur Trichoderma sp. (isolat 2)
Pengamatan makroskopis
Pengamatan makroskopis jamur Trichoderma sp. (isolat 2) dapat dilihat
pada Gambar 17. menunjukkan pada awal pertumbuhan koloni berwarna putih,
ketika berumur 5 hari pada bagian depan koloni berubah warna menjai hijau tua
dan bagian belakang berwarna hijau. Tipe persebaran berbentuk membulat tidak
beraturan, sebaran merata dan mempunyai lingkaran konsetris dibelakang.
Tekstur permukaan koloni agak kasar, kerapatan renggang dan ketebalan tipis.
Diameter koloni saat berumur 5 hari sebesar 9 cm pada media PDA.
36
Gambar 17.Hasil biakan murnidan identifikasijamur Trichoderma sp. (isolat 2)
Keterangan: A. Makroskopis isolat jamur Trichoderma sp. (isolat 2) pada media PDA, B. Mikroskopis jamur Trichoderma sp. (isolat 2) (perbesaran 400x)1. Hifa, 2. Konidiofor, 3. Konidia.
Pengamatan mikroskopis
Pengamatan jamur Trichoderma sp. (isolat 2) secara mikroskopis dapat
dilihat pada Gambar 17. menunjukkan bahwa konidiofor berwarna hialin,
berbentuk tegak, bercabang. Konidia berwarna hijau tua dan berbentuk bulat.
Ukuran konidia memiliki panjang 9,46µm dan lebar 8,10µm. Menurut Barnet dan
Hunter (1998), jamur Trichoderma sp. memiliki konidiofor berwarna hialin,
berbentuk tegak dan bercabang. Konidia memiliki warna hijau sampai hijau tua.
Selain itu menurut Amaria et al. (2013) kelompok Trichodermamempunyai koloni
berwarna hijau, menyebar ke segala arah dan berkembang cepat pada media
PDA. Pengamatan mikroskopis menunjukkan konidia oval/silinder berukuran
antara 3,0-6,0x2,1-4,1µm, konidifor bercabang dan mempunyai phialid 3-6.
4.4 Hasil Isolasi dan Identifikasi Khamir dari Akar Jagung
Berdasarkan hasil isolasi dan identifikasi khamir yang dilakukan pada akar
tanaman jagung diperoleh 3 genus khamir. Genus jamur yang berhasil
diidentifikasi antara lain : Candida sp., Metschnikowia sp. dan Pichia sp.
Karakteristik makroskopis dan mikroskopis masing-masing khamir yang
ditemukan dapat dilihat secara rinci pada Lampiran Tabel 1.
1. Khamir Candida sp.
Pengamatan makroskopis
Berdasarkan hasil pengamatan kenampakan makroskopis khamir Candida
sp. menunjukkan koloni berwarna putih krem, elevasi timbul atau cembung,
memiliki tekstur butiran, permukaan koloni mengkilap, serta tepian koloni tidak
rata, dapat dilihat pada Gambar 18.
37
Gambar 18. Hasil biakan murni dan identifikasi khamir Candida sp.
Keterangan: A. Makroskopis isolat khamir Candida sp. pada media YEPD, B. Mikroskopis khamir Candida sp.
Pengamatan mikroskopis
Pada pengamatan secara mikroskopis khamir Candida sp. menunjukkan sel
berbentuk bulat dengan ukuran 2,78 – 1,63µm, sel tunggal dan mengalami
pembelahan sel berantai pendek, dapat dilihat pada Gambar 18. Menurut
Kurtzman dan Fell (1998), mendeskripsikan bahwa khamir dengan genus Candida
memiliki ciri makroskopis koloni seperti butiran, koloni berwarna putih kekuningan,
memiliki bentuk permukaan yang timbul, dan bertekstur halus. Sedangkan ciri-ciri
mikroskopis Candida sp. sel-selnya tunggal dan berbentuk bulat, lonjong, maupun
bulat lonjong.ukuran sel 1-5µm dan dapat membelah dengan berkelompok seperti
rantai pendek. Menurut Kreger-van (1987), Genus Candida sp. memiliki bentuk sel
bervariasi dari bulat, oval, silindris hingga memanjang, jarang apikulat, ogival,
triangular atau bentuk botol dengan atau tanpa pseudohifa. Reproduksi aseksual
dengan pertunasan multilateral.
2. Khamir Metschnikowia sp.
Pengamatan makroskopis
Hasil pengamatan kenampakan makroskopis khamir Metschnikowia sp.
dapat dilihat pada Gambar 19. menunjukkan isolat khamir memiliki koloni
berwarna putih, tekstur butiran, tepi koloni tidak rata, elevasi rata sedikit cembung
dengan permukaan mengkilap.
38
Gambar 19.Hasil biakan murni dan identifikasi khamir Metschnikowia sp.
Keterangan: A. Makroskopis isolat khamir Metschnikowia sp. pada media YEPD, B. Mikroskopis khamir Metschnikowia sp.
Pengamatan mikroskopis
Pada pengamatan secara mikroskopis khamir Metschnikowia sp. dapat
dilihat pada Gambar 19. menunjukkan sel-sel berbentuk oval atau ovoid dengan
ukuran 2,37–4,14µm, sel tunggal dan membelah secara multilateral. Menurut
Kurtzman dan Fell (1998), mendeskripsikan bahwa Metschnikowia sp.
menunjukkan koloni yang mengkilap, berwarna putih, berbentuk butiran dan
cembung. Sedangkan ciri-ciri mikroskopisnya yaitu sel-selnya berbentuk bulat
hingga bulat telur (ovoid), sel tunggal dan berpasangan dalam kelompok kecil. Sel
berukuran 3-8µm dan membelah secara multilateral dengan 1-3 tunas per sel.
3. Khamir Pichia sp.
Pengamatan makroskopis
Berdasarkan pengamatan makroskopis isolat khamir Pichia sp. dapat dilihat
pada Gambar 20. menunjukkan koloni berwarna putih, memiliki tekstur halus,
permukaan koloni mengkilap, elevasi cembung, serta tepian koloni yang rata.
Gambar 20.Hasil biakan murni dan identifikasi khamir Pichia sp.
Keterangan: A. Makroskopis khamir Pichia sp. pada media YEPD, B. Mikroskopis khamirPichia sp.
Pengamatan mikroskopis
39
Pada pengamatan secara mikroskopis khamir Pichia sp. dapat dilihat pada
Gambar 20. menunjukkan sel berbentuk bulat telur atau ovoid sampai oval
berukuran 1,20 – 2,66µm, tunas multipolar. Menurut Kurztman dan Fell (1998)
mendeskripsikan bahwa khamir Pichia sp. memiliki warna koloni putih, berbentuk
butiran dan memiliki tekstur halus. Sedangkan ciri-ciri mikroskopis Pichia sp. sel-
selnya berbentuk bulat telur berukuran 2,9-10µm, sel tunggal, membentuk rantai
pendek, dan membentuk psedomiselium. Menurut Kreger-van (1987), genus
Pichia memiliki bentuk sel bulat, elips atau memanjang, sering membentuk
pseudohifa namun sangat jarang membentuk true hifa. Reproduksi aseksual
dengan pertunasan multilateral dan secara seksual dengan askospora (1-4 per
askus).
4.5 Hasil Uji Antagonis Jamur Endofit Terhadap Patogen Fusarium sp.
Hasil uji antagonis antara jamur endofitterhadap patogen Fusarium sp. yang
dilakukan secara in-vitro dengan metode oposisi langsung pada media PDA
disajikan dalam Tabel 2. sebagai berikut :
Tabel 2. Rerata persentase penghambatan jamur endofit terhadap patogen Fusarium sp. selama 7 HSI (hari setelah inokulasi).
Isolat
Jamur
Daya hambat jamur endofit terhadap patogen Fusarium sp. (%)
1 hsi 2 hsi 3 hsi 4 hsi 5 hsi 6 hsi 7 hsi
Kontrol 0 a 0 a 0 a 0 a 0 a 0 a 0 a Phomasp. 22,5 b 21,29 bcd 18,29 cd 18,34 bc 18,34 b 16,8 b 16,8 b Curvularia sp. (isolat 1)
13,33 b 13,19 abc 10,17 bc 17,46 b 25 b 24,33 bc 24,33 bc
Jamur akar (isolat 1)
23,71 b 15,38 abcd 7,88 ab 21,14 c 22,56 b 26,79 bc 26,79 bc
Nigrospora sp.
21,11 b 17,36 abcd 22,06 d 28,22 c 29,33 b 28,78 c 28,77 c
Curvularia sp. (isolat 2)
23,34 b 6,67 ab 18,65 cd 24,74 bc 29,32 b 32,24 c 32,25 c
Alternaria sp.
12,5 b 16,67 abcd 18,27 cd 24,35 bc 25,28 b 26,02 bc 32,41 c
Trichoderma sp. (isolat 2)
8,34 ab 32,22 d 39,99 e 48,14 d 48,14 c 50,83 d 50,83 d
Trichoderma sp. (isolat 1)
25,08 b 27,78 cd 45,96 e 47,35 d 47,35 c 52,22 d 52,22 d
Keterangan: Angka disertai huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
tidak terdapat beda nyata antar perlakuan.
Berdasarkan hasil analisis ragam persentase penghambatan jamur endofit
terhadap patogen Fusarium sp. pada 7 hari setelah inokulasi dapat dilihat
Lampiran Tabel 2. menunjukkan adanya beda nyata antar perlakuan sehingga
dilakukan uji lanjutan menggunakan uji Duncan dengan taraf kesalahan 5% yang
disajikan pada Tabel 2. dari hasil uji duncan pada Tabel 2. menunjukkan bahwa
40
besarnya hambatan pada kontrol adalah 0%, dikarenakan untuk kontrol tidak
diberikan perlakuan agen antagonis sehingga tidak ada interaksi dengan patogen.
Pada hari pertama sampai hari kelima pengamatan dari semua perlakuan memiliki
persentase penghambatan kurang dari 50%. Namun pada pengamatan hari
keenam dan ketujuh perlakuan dengan jamur Trichoderma sp. (isolat 1) dan
Trichoderma sp. (isolat 2) menunjukkan persentase penghambatan berturut-turut
yaitu sebesar 52,22% dan 50,83%.Untuk perlakuanCurvularia sp. (isolat 1) dan
Curvularia sp. (isolat 2) menunjukkan persentase penghambatan berturut-turut
yaitu sebesar 24,33% dan 32,25%. Sedangkan untuk perlakuan Phomasp.
sebesar 16,8%, jamur akar (isolat 1) sebesar 26,79%, Nigrospora sp. sebesar
28,77% dan Alternaria sp. sebesar 32,41%.
Adanya perbedaan tingkat penghambatan terhadap patogen Fusarium sp.
oleh jamur endofit diduga erat kaitannya dengan kemampuan dari jamur antagonis
berkompetisi dengan patogen terutama sebagai mikoparasit dan kecepatan
tumbuh. Hasil uji antagonis jamur endofit menunjukkan bahwa delapan jamur
endofit yang diujikan dapat menekan pertumbuhan patogen Fusarium sp. melalui
tiga mekanisme antagonis yaitu mekanisme mikoparasit, kompetisi dan antibiosis
dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Mekanisme antara jamur endofit terhadap patogen Fusarium sp.
Perlakuan Jamur Mekanisme Antagonis
Phoma sp. Kompetisi
Curvularia sp. (isolat 1) Kompetisi
Jamur akar (isolat 1) Kompetisi
Nigrospora sp. Antibiosis
Curvularia sp. (isolat 2) Antibiosis
Alternaria sp. Kompetisi
Trichoderma sp. (isolat 2) Mikoparasit
Trichoderma sp. (isolat 1) Mikoparasit
Mekanisme antagonis mikoparasit dan kompetisi ditunjukkan oleh isolat
jamur Trichoderma sp. (isolat 1) dan Trichoderma sp. (isolat 2). Persentase
penghambatan tertinggi oleh jamur Trichoderma sp. (isolat 1) terhadap patogen
Fusarium sp. yaitu 52,22%. Jamur Trichoderma sp. (isolat 1) mempunyai
kecepatan pertumbuhan yang cepat yaitu dalam waktu 3 hari telah menutupi
media PDA dicawan petri. Terlihat dalam Gambar 21. jamur Trichoderma sp.(isolat
41
1) dan Trichodermasp. (isolat 2) menghambat pertumbuhan Fusarium sp. dengan
cara hifa dari Trichoderma sp. menempel dan mampu melakukan penetrasi ke
bagian hifa patogen sehingga hifa mengalami kerusakan. Menurut Sudantha
(2009) mekanisme yang sering terjadi antara jamur Trichoderma sp. dalam
menghambat pertumbuhan patogen yaitu mekanisme mikroparasit dan kompetisi.
Sesuai dengan pernyataan Sastrahidayat et al. (2015) yaitu jamur Trichoderma sp.
memiliki kemampuan untuk tumbuh cepat memenuhi petridish selama 3 hari untuk
dapat bersaing dengan patogen jamur dalam mendapatkan nutrisi dengancara
jamur antagonis mengelilingi, menghalangi dan kemudian tumbuh dalam hifa
jamur patogen.
Selanjutnya terdapat empat isolat jamur dalam pengujian antagonis
dengan mekanisme kompetisi yaitu jamur Alternaria sp., jamur akar (isolat 1),
jamur Culvularia sp. (isolat 1), dan jamur Phoma sp. dapat dilihat pada Gambar
21. Menurut Zuhria et al. (2016) mekanisme antagonis jamur endofit memiliki
kemampuan dalam mendapatkan ruang dan nutrisi serta produksi enzim untuk
melawan komponen sel patogen. Mekanisme kompetisi jamur endofit tidak seperti
menargetkan patogen secara langsung, tetapi melalui perubahan fisiologis dan
metabolik sekunder. Hal tersebut juga didukung pernyataan Mukarlina et al. (2010)
dalam medium PDA keberadaan jamur antagonis menyebabkan terbatasnya
tempat tumbuh dan nutrisi untuk pertumbuhan jamur patogen. Kompetisi yang
terjadi pada metode biakan ganda disebabkan adanya kebutuhan nutrisi seperti
karbohidrat, protein, asam amino esensial, dan nutrisi lainnya.
Untuk mekanisme antibiosis dihasilkan oleh perlakuan dengan jamur
Nigrospora sp. dan jamur Culvularia sp. (isolat 2) dapat dilihat pada Gambar 21.
Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya zona bening diantara jamur endofit yang
diujikan dengan jamur patogen. Jamur endofit dapat mengeluarkan zat antibiosis
yang dapat dibuktikan dengan tidak tumbuhnya patogen pada media yang terdapat
zona bening. Menurut Hallmannet al.(2001) menyatakan jamur endofit memiliki
mekanisme antagonis yang ditandai dengan zona bening disekitar jamur endofit
dan jamur patogen. Arnold et al. (2003) juga memaparkan bahwa jamur endofit
memiliki mekanisme langsung dalam menekan patogen, yaitu melalui produksi
antibiotik dan sekresi enzim litik.
42
Gambar 21. Hasil uji antagonis jamur endofit terhadap patogen Fusarium sp. pada
7 HSI (hari setelah inokulasi). Keterangan : E=endofit, P=patogen,A. Perlakuan jamur Nigrospora sp. (1) Zona bening, B. Perlakuan jamur Alternaria sp.,C. Perlakuan jamurakar (isolat 1),D. Perlakuan jamur Culvularia sp. (isolat 1), E. Perlakuan jamur Phoma sp.,F. Perlakuan jamur Curvularia sp. (isolat 2) (1). Zona bening, G. Perlakuan jamur Trichoderma sp. (isolat 1), H. Perlakuan jamur Trichoderma sp. (isolat 2).
B A
C D
E F
H G
E P E P
E P E P
E
P
P E
E E P
1
P
1
43
4.6 Hasil Uji Antagonis Khamir Terhadap Patogen Fusarium sp.
Hasil persentase uji antagonis antara khamir terhadap patogen Fusarium sp.
yang dilakukan secara in-vitro pada media PDA disajikan dalam Tabel 4. sebagai
berikut :
Tabel4. Rerata persentase penghambatan khamir terhadap patogen Fusarium sp. selama 7 HSI (hari setelah inokulasi).
Isolat Khamir Daya hambat khamir terhadap patogen Fusarium sp. (%)
2 hsi 3 hsi 4 hsi 5 hsi 6 hsi 7 hsi
Kontrol 0 a 0 a 0 a 0 a 0 a 0 a
Candida sp. 38,24 b 29,84 b 18,76 b 10,15 a 4,81 a 2,31 a
Metschnikowia sp. 50,65 b 25,76 b 19,31 b 10,44 a 6,77 a 6,52 a
Pichia sp. 37,82 b 28,23 b 24,02 b 12,85 a 9,43 a 8,31 a
Keterangan: Angka disertai huruf yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan tidak terdapat beda nyata antar perlakuan.
Pengujian antagonis dilakukan terhadap 3 isolat khamir dengan isolat
patogen Fusarium sp. pada media PDA. Pengamatan daya hambat khamir
terhadap patogen Fusarium sp. dilakukan sejak 2 HSI sampai 7 HSI. Hasil analisis
uji antagonis menggunakan uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf kesalahan 5%
pada Tabel 4. menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar perlakuan khamir
dalam menghambat pertumbuhan patogen Fusarium sp. setelah 5-7 HSI. Hasil
analisa persentase penghambatan juga dapat dilihat pada Lampiran Tabel 3.
Namun pengamatan hari kedua sampai hari keempat semua perlakuan khamir
menunjukkan beda nyata dengan kontrol. Pada perlakuan kontrol yaitu Fusarium
sp. tanpa perlakuan khamir tidak menghasilkan hambatan sama sekali sehingga
persentase hambatan adalah 0%. Perlakuan dengan menggunakan khamir
Candida sp. mampu menghasilkan hambatan 2,31%. Perlakuan dengan
khamirMetschnikowia sp. mampu menghasilkan hambatan 6,52%. Sedangkan
perlakuan dengan menggunakan khamir Pichia sp. menghasilkan hambatan
8,31%.Hasil uji antagonis khamir menunjukkan mekanisme kompetisi ruang dan
nutrisi serta mekanisme antibiosis terhadap patogen Fusarium sp. dapat dilihat
pada Gambar 22.
44
Tampak Bagian Depan
Tampak Bagian Belakang
Gambar 22. Hasil uji antagonis khamir terhadap patogen Fusarium sp. pada hari
ke-7 inokulasi. Keterangan: K=khamir, P=patogen, A. Perlakuan khamir Candida sp. B. Perlakuan khamir Metschnikowia sp. C. Perlakuan khamir Pichia sp.
Dari hasil pengamatan tidak terjadi interaksi dari koloni khamir terhadap hifa
dari patogen jamur Fusarium sp. pada permukaan media PDA, tetapi hanya terjadi
persaingan atau kompetisi ruang dan nutrisi olehpertumbuhan patogen Fusarium
sp. Hal tersebut ditunjukkan pada perlakuan khamir Candida sp. dan
Metschnikowia sp. yaitu pertumbuhan patogen Fusarium lebih menguasai ruang
dan nutrisi di cawan petri dapat dilihat pada Gambar 22.Terdapat faktor yang
mempengaruhi pengujian antagonis terhadap patogen Fusarium sp. yaitu seperti
K
K K
K K
K P P P P
P P P P
P P P P
A A
B B
C C
45
pH media dan tekanan lingkungan pengujian antagonis .Hal tersebut yang
mempengaruhi aktivitas mikroba dalam pengaplikasian sebagai agens biokontrol.
Menurut Mohamed dan Haggag (2007) menyebutkan bahwa ketika merencanakan
aplikasi biontrol strain, faktor misalnya pH, suhu rendah, kelembaban dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan metabolit agens biokontrol.
Selain mekanisme kompetisi hal lain ditunjukkan pada perlakuan khamir
Pichia sp. yaitu dengan mekanisme antibiosis, dapat dilihat pada Gambar 22.
Mekanisme antibiosis ditunjukkan adanya zona hambat dan perubahan warna
koloni dasar jamur patogen Fusarium sp. Terbentuknya senyawa metabolit
sekunder tersebut dapat menyebabkan fungistatik, lisis dinding sel, atau nekrotik,
sehingga pertumbuhan jamur patogen menjadi terhambat.Hal tersebut sesuai
dengan pernyataan Masih et al. (2001) bahwa pengujian antagonis khamir Pichia
membranifaciens dengan patogen B. cinerea menyebabkan munculnya zona
hambat di sekitar khamir sedangkan hifa dari patogen gagal tumbuh di zona
hambat tersebut. Kemudian perubahan warna dari koloni patogen disebabkan
karena senyawa atau enzim yang dapat melisis dinding sel. Menurut Mohamed
dan Haggag (2007), antibiosis didefinisikan sebagai mekanisme antagonisme
yang membawa metabolit antibiotik jamur, senyawa antibiotik seperti enzim litik,
senyawa volatil dan senyawa beracun lainnya. Hal tersebut didukung oleh Paulitz
et al.(2000) bahwa senyawa volatil dari agens pengendali hayati telah menjadi
bagian penting dari mekanisme penghambatan dan senyawa volatil telah banyak
terlibat dalam mengontrol patogen tular tanah.
46
4.7Hasil Pengamatan Mekanisme Antagonis Jamur Trichoderma sp.
terhadap Patogen Fusarium sp.
Dari hasil pengamatan dengan SEM (Scanning Electron Microscope)
memperjelas mekanisme antagonisme antara Trichoderma sp. dengan patogen
Fusarium sp. dapat dilihat pada Gambar 23. menunjukkan bahwa hifa Trichoderma
sp. menempel dan melilit hifa Fusarium sp. sehingga menyebabkan kerusakan
struktur hifa. Hifa Fusarium sp. mengalami kerusakan dikarenakan strukturnya
menjadi pipih akibat mikoparasit oleh hifa Trichoderma sp. dan nutrisi di dalam hifa
Fusarium sp. diserap oleh hifa jamur Trichoderma sp.
Gambar 23. Hasil SEM dari uji antagonis jamur endofit Trichoderma sp. (isolat 1)
dengan patogen Fusarium sp. Keterangan:A. Mekanisme mikoparasit, B. Penempelan hifa Trichoderma sp. (isolat 1)dengan hifa Fusarium sp., C. Spora Trichoderma sp. (isolat 1), D. Hifa Trichoderma sp. (isolat 1)
Awalnya hifa Trichoderma sp.tumbuh memanjang, kemudian membelit dan
mempenetrasi hifa jamur inang sehingga hifa inang mengalami vakoulasi, lisisdan
akhirnya hancur. Menurut Harjono danWidyastuti (2001), Trichoderma
sp.melakukan penetrasi ke dalam dinding selinang dengan bantuan enzim
pendegradasi dinding sel yaitu kitinase, glukanase, dan protease, selanjutnya
menggunakan isi hifa inang sebagai sumber makanan. Pada saatmelilit dan
menghasilkan enzim untukmenembus dinding sel inang, Trichoderma sp.juga
menghasilkan antibiotik seperti gliotoksindan viridian.
Menurut Benitez et al. (2004) menyampaikan bahwa Trichoderma sp. dapat
melekat pada patogen dengan cara mengikat, menggulung dinding sel patogen
dan membentuk appresoria. Proses mikoparasit melibatkan perubahan morfologi
patogen seperti terlilit dan pembentukan struktur appresorium yang berfungsi
untuk menembus dinding patogen.Selain itu menurut Sastrahidayat et al. (2015)
proses mikoparasit berlangsung karena adanya interaksi langsung masing-masing
47
hifa jamur antagonis dengan hifa jamur patogen. Hifa Trichoderma terlihat seperti
membungkus atau melilit hifa dari jamur patogen.
Hal tersebut juga diperkuat oleh pernyataan Kucukdan Kivan (2003) dan
Witkowska dan Maj (2002) bahwa penempelan merupakan tahapan ketiga dari
pola interaksi mikoparasit yang dimiliki oleh Trichoderma sp. Tahapan pertama
dari pola interaksi mikoparasit antara Trichoderma sp. dengan jamur patogen
adalah pertumbuhan kemotropik, dimana pada tahap ini terjadi proses rangsangan
kimiawi dari inang terhadap jamur antagonis. Tahap kedua adalah pengenalan
atau rekognisi, pada tahap ini pada beberapakasus bersifat spesifik sehingga sifat
antagonisTrichoderma sp. hanya efektif untuk jamur patogen tertentu. Tahap
keempat adalah penguraian dinding sel inang, terkait dengan enzim-enzim yang
dihasilkan.
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Terdapat 10 genus jamur endofit yang berhasil diidentifikasi antara lain
Nigrospora sp., Alternaria sp., Jamur akar (isolat 1), Phoma sp.,Curvularia
sp. (isolat 1), Curvularia sp. (isolat 2), Fusarium sp. (isolat 1), Fusarium sp.
(isolat 2),Trichoderma sp. (isolat 1) dan Trichoderma sp. (isolat 2)serta 3
genus khamir yaituCandida sp., Metschnikowia sp. dan Pichia sp.
2. Jamur endofit yang paling berpotensi untuk menekan pertumbuan patogen
Fusarium sp. adalah jamur Trichoderma sp. (isolat 1) dan Trichoderma sp.
(isolat 2), sedangkan 3 isolat khamir belum mampu menghambat
pertumbuhan patogen Fusarium sp.
3. Pengamatan SEM (Scanning Electron Microscope) menunjukkan
mekanisme antagonis jamur Trichoderma sp. denganpatogen Fusarium sp.
yaitu mikoparasit.
5.2 Saran
Diharapkan dalam penelitian melakukan identifikasi secara molekuler untuk
mengidentifikasi jamur dan khamir dan dilakukan pengujian terhadap senyawa-
senyawa jamur maupun khamir dalam mengendalikan patogen Fusarium sp.
49
DAFTAR PUSTAKA
Amaria, Widi., Taufiq, E. dan Harni. 2013. Seleksi dan Identifikasi Jamur Antagonis
Sebagai Agens Hayati Jamur Akar Putih (Rigidoporus microporus) Pada
Tanaman Karet. Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar. Buletin
RISTI. 4 (1): 55-64.
Avis, T. J. and Belanger, R. R. 2002. Mechanism and Means of Detection of
Biocontrol Activity of Pseudozyma yeast against plant patogenic fungi. FEMS
yeast Res. 2: 5-8.
Arnold, A. E., L.C. Mejia, D. Kyllo., E. I. Rojas., Z. Maynard., N. Robbins., E. A.
Herre. 2003. Fungal Endophytes Limit Pathogen Damage in a Tropical Tree.
PNAS Journal. 100: 15649–15654.
Bacon, C.W. 1990. A Chemically Defined Medium For The Growth And Synthesis
of Ergot Alkaolids by The Species of Balancia. In Labeda D.P. Isolation of
Biotechnological Organism From Nature, McGraw-Hill Publishing Company,
New York. 259-282.
Badan Pusat Statistik. 2016. Data Produktivitas Jagung. [online]
Baker, K. F. and R. J. Cook. 1982. Biologicalcontrol of plant pathogens. The
AmericanPhytopathology Society. MinnessotaFravel.
Barnett, J.and L. Barnett. 2011. Yeast research: a historical approach. ASM Press.
Washington.
Barnett, H. L. and B. B. Hunter. 1988. Illustrated Genera of Imperfect Fungi Fourth
Edition. The America Phytopathological Society. Minnesota. 218 hal.
Benitez, T., Rincon A. M., Limon M., Carmen and Codon Antonio C. 2004.
Biocontrol Mechanisms of Trichoderma strains. Department of Genetics,
University of Sevilla, Spain. International Microbiology 7: 249-260.
Bunyamin, Z., Roy Efendi dan N.N. Andayani. 2013. Pemanfaatan Limbah Jagung
Untuk Industri Pakan Ternak. Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian.
Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros.
Burlakoti, R.R., S. Ali, G.A. Secor, S.M. Neate, M.P. Mullen, and T.B. Adhikari.
2008. Genetic relation ships among population of Gibberella zeae from
barley, wheat tomato and sugar beet in the upper Midwest of the United
States. Phytopathology. 98(9):969-976.
Chet, I., N. Benhamou, and S. Haran. 2005.Mycoparasitism and lytic enzymes. In
Harman, G. E. and C. P. Kubicek (Eds),Trichoderma and Gliocladium
enzymesbiological control and commercialapplications Volume 2. Taylor and
Francis.London.
Clay, K. 1988. Fungal Endophyte in of Grasses: A Defensive Mutualism Between
Plants and Fungi. Ecology. 69(1): 10-16.
Direktorat Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. 2006. Kinerja
Ekspor Impor Produk Pertanian 2005. Jakarta : Departemen Pertanian.
50
Eller, M. S., L. A. Robertson, G. A. Payne and J. B. Holland. 2008. Grain Yield And
Fusarium Ear Rot of Maize Hybrids Developed From Lines With Varying
Levels Of Resistance. Maydica. 53: 231-237.
El-tarabily, K. and A. K. Sivacithamparam 2006. Potential of Yeast as Biocontrol
Agents of Soil-Borne Fungal Plant Pathogens and as Plant Growth
Promoters Mycoscience. 47:25-35.
Fitriati, Y., Wiyono S. dan I. O. Sumaraw. 2013. Khamir Antagonis Untuk
Pengendalian Penyakit Pada Buah Avokad Selama Penyimpanan. Jurnal
Fitopatologi Indonesia. 9 (5):153-159.
Gandjar, I., W. Sjamsuridzal, dan A. Oetari. 2006. Mikologi Dasar Terapan Edisi
:1. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Gleen, A. E., D. M. Hilton, L.E. Yates, and C. W.Bocon. 2001. Detoxipication of
cornantimicrobial compound as the basis for isolating Fusarium verticillioides
and some other Fusarium species from corn. The American Soceity for
Microbiology. 67(7):2873-2981.
Glenn, A., E., A. Richardson, and W.C. Bacon. 2004. Genetic andmorphological
characterization of Fusarium verticillioidesconidiation mutant. Mycologia
USA. 96(5): 968-980.
Hadiwiyono.1999. Jamur Akar Gada (Plasmodiophora brassicae Wor.) pada
Cruciferae: Uji Toleransi Inang dan Pengendaliannya secara Hayati dengan
Trichoderma. Universitas Jendral Sudirman. Purwokerto.
Hallmann, J. 2001. Plant Interaction With Endophytic Bacteria. In: Jeger M J, N J
Spence (Eds). Biotic Interaction in Plant-Pathogen Associations. CABI.
Wallingford (US). 87-119.
Harjono, Widyastuti, S.M., Sumardi, dan Yuniarti, D. 2003. Biological control of
Sclerotium rolfsiidamping-off with three isolates of Trichoderma spp. Online
Journal Biology and Science3(1): 95–102.
Hogg, S. 2005. Essential microbiology. John Wiley and Sons Ltd, West Sussex. X:
468.
Irmawan, D. 2007. Kelimpahan dan Keragaman Cendawan Endofit Pada
Beberapa Varietas Padi di Tasikmalaya dan Subang, Jawa Barat. Program
Studi Hama dan Penyakit Tumbuhan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian
Bogor. Bogor. 54 hal.
Kavanagh, K. 2005. Fungi biology and Applications. John Wiley dan Sons Ltd.,
West Sussex. 11:267.
Kreger-van Rij, N. J. W. 1987. The Yeast : A Taxonomic Study. Amsterdam:
Elsevier Science Publisher B. V.
Kucuk, C. and Kivanc, M. 2003. Isolation of Trichoderma spp. and Determination
Of Their Antifungal Biochemical And Physiologil Features. Turkey. Journal
Biology. 27: 247-253.
51
Kurtzman, C. P. and J. W. Fell. 1998. The Yeast: A Taxonomic Study, 3rd ed.
Elsevier. Amsterdam.
Labeda, D.P. 1990. Isolation of Biotechnological Organism From Nature, McGraw-
Hill Publishing Company, New York. 259-282.
Mohamed, H. Abdel-latif A. and Haggag, Waffa M. 2007. Biotechnological Aspects
of Microorganisms Used in Plant Biological Control, Department of Plant
Pathology, National Research Centre, Dokki, Cairo, Egypt. World Journal of
Agriculture Sciences. 3(6): 771-776.
Morrica, S. And Ragazzi, A. 2008. Fungal endophytes in Mediterranean oak
forests: A lesson from Discula uercina. Phytopathology. 98(4): 380-386
Muhibuddin, A., Addina, L., Abadi, A. L. dan Ahmad, A. 2011. Biodiversity of Soil
Fungi On Integrated Pest Management Farming System. Agrivita. 33 (22):
111-118.
Mukarlina, Khotimah, S. dan Rianti, R. 2010. Uji Antagonis Trichoderma harzianum
Terhadap Fusarium spp. Penyebab Penyakit Layu Pada Tanaman Cabai
(Camsicum annum) Secara In Vitro. Jurnal Fitomedika. 7(2): 80-85.
Norris, R., C.E. Caswell, dan M. Kogan. 2003. Concept in Integrated Pest
Management. Prenctice Hall. New Jersey. 586 hal.
Pakki, S. 2016. Cemaran Mikotoksin, Bioekologi Patogen Fusarium verticillioides
Dan Upaya Pengendaliannya Pada Jagung. Balai Penelitian Tanaman
Serealia. Jurnal Litbang Pertanian. 35(1): 11-16.
Paulitz, T., B.Nowak, P. Gamard, E. Tsang and J. Loper. 2000. A novel antifungal
furanone from Pseudomonas aureofaciens, a biocontrol agent of fungal plant
pathogens. Journal Chemical Ecology.26(6): 1515-1524.
Prihatiningtyas, W. Dan M. S. H. Wahyuningsih. 2006. Prospek Mikroba Endofit
Sebagai Sumber Senyawa Bioaktif. Fakultas Farmasi. UGM. Yogyakarta.
Fakultas Kedokteran. UGM. Yogyakarta.
Radji, M. 2005. Peran Bioteknologi Dan Mikroba Endofit Dalam Pengembangan
Obat Herbal. Majalah Ilmu Kefarmasian. 2(3): 113-126.
Rogers, K. 2011. Fungi, Algae, and Protist (Biochemistry, Cell and Life). Britannica
Educational Publishing. New York.
Sastrahidayat, I.R. 2010. Fitopatologi (Ilmu Penyakit Tumbuhan. Universitas
Brawijaya Press. Malang. 283 hal.
Sastrahidayat, I.R. 2010. Mikologi Ilmu Jamur. Universitas Brawijaya Press.
Malang. 372 hal.
Sastrahidayat, I.R., Muhibuddin, A., Kindi, M., Punnapayak, H. 2015. Effectiveness
of Antagonist Fungi (Trichoderma sp., Gliocladium sp., Verticillium sp.)
againt Sclerotium rolfsii Cause Damping-off Disease on Soybean Glycine
Max L. Merill. Plant Protection Department, Faculty of Agriculture, University
of Brawijaya and Faculty of Science, Chulalongkorn University.
52
Sharfuddin, C. dan Mohanka, R. 2012. In Vitro Antagonism of Indigenous
Trichoderma Isolates Against Phytopathogen Causing Wilt of Lentil.
International Journal Life Science Pharmasi Resources. 2(3): 195-202.
Shofiana, R. H., Sulistyowati, D., dan Muhibuddin, A. 2015. Eksplorasi Jamur
Endofit dan Khamir Pada Tanaman Cengkeh (Syzygium aromaticum) Serta
Uji Potensi Antagonismenya terhadap Jamur Akar Putih (Rigidopus
microporu). Jurnal HPT. 3(1): 75-83.
Sudantha, I.M. 2009. Karakterisasi Jamur Saprofit Dan Potensinya Untuk
Pengendalian Jamur Fusarium Osxyxsporum F. Sp. Vanilllae Pada
Tanaman Vanili. Agroteksos. 19 (3): 89-100.
Sumaryono, W. 1999. Produksi Metabolit Sekunder Tanaman Secara
Bioteknologi. Direktorat Teknologi Farmasi dan Medika. BPPT. Jakarta.
Suriani dan Muis, A. 2016. Fusarium pada Tanaman Jagung dan Pengendaliannya
dengan Memanfaatkan Mikroba Endofit Fusariumspp. Balai Penelitian
Tanaman Serealia.
Tan, R.X., Zou, W.X., 2001. Endophytes: A Rich Source Of Functional Metabolites,
Nat.Prod. Rep., 18:448-459.
Tasik, Susanti. S. M. Widyastuti dan Harjono. 2015. Mekanisme Parasitisme
Trichoderma harzianum terhadap Fusarium oxysporum Pada Semai Acacia
Mangium. Jurnal HPT Tropika. ISSN 1411-7525.
Van den Heuvel, J. 1970. Antagonistic Effects Of Epiphytic Microorganims On
Infection Of Dwarf Bean Leavesby Alternaria zinniae. Phytopathologisch
Laboratorium “Willecommelin” Scholten, Baarn. Mededeling. No.84. 84h.
Walker, G. M., and N. A. White. 2011. Fungal physiology, John iley and Sons Inc.
Canada.
Waluyo, L. 2005. Mikrobiologi Umum. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang
Press.
Watanabe, T. 2002. Pictorial Atlas of Soil and Fungi Morpho-logies of Cultured
Fungi and Key to Spesies. Second Edition. CRC Press Inc., Boca Raton,
London.
Widiastutik, Naning dan N. Hidayati A. 2014. Isolasi dan Identifikasi Yeast dari
Rhizosfer Rhizophora mucronata Wonorejo. Jurusan Biologi. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengatahuan Alam. Institut Teknologi Sepuluh
Nopember (ITS). Jurnal Sains dan Seni Pomits. 3 (1): E11-E16 hal.
Widyastuti, S. M. dan Harjono. 2001. Antifungal Activity Of Purified Endochitinase
Produced by Biocontrol Agent Trichoderma reseei Againsts Ganoderma
philippi. Pakistan. Journal Biology of Science. 4 (10): 1232-1234.
Witkowska, D. and Maj, A. 2002. Production Of Lytic Enzymes by Trichoderma
spp. and Their Effect On The Growth Of Phytopathogenic Fungi.
FoliaMicrobiol. 47(3): 279–282.
53
Zuhria, S.A., Djauhari. S., Muhibuddin, A. 2016. Exploration and Antagonistic Test
of Endophytic Fungi from Soybean (Glycine max L. Merr) With Different
Resistance to Sclerotium rolfsii . Journal Experiment Life Science. 2 (2): 101-
105.