34
Potensi Bahaya Bahaya merupakan sesuatu yang sering melekat dalam aktivitas. Kegiatan apapun yang kita lakukan pasti memiliki potensi bahaya. Penggunaan mesin, alat kerja, material dan proses produksi telah menjadi sumber bahaya yang dapat mencelakakan. Hal yang terpenting adalah bukan lari dari bahaya yang akan terjadi, tetapi bagaimana mengelola bahaya yang ada sehingga peluang terjadi atau akibat yang ditimbulkan tidak besar. Dengan kata lain, dengan mengetahui tingkat bahaya yang akan terjadi maka kita akan tahu bagiaman mengurangi dampak yang ditimbulkannya. Dengan demikian kita dapat mengendalikan bahaya tersebut, sehingga aktivitas kita dapat berjalan dengan lancer dan aman (Suardi, 2007) Potensi bahaya kecelakaan kerja (potential hazard) adalah suatu keadaan yang memungkinkan menimbulkan kecelakaan yang disebabkan oleh factor-faktor yang belum mendatangkan kecelakaan.Jika kecelakaan telah terjadi maka bahaya tersebut menjadi nyata. Kecelakaan kerja terjadi karena adanya sumber-sumber bahaya potensi di lingkungan kerja yaitu :

Potensi Bahaya

  • Upload
    tiffany

  • View
    56

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Potensi BahayaBahaya merupakan sesuatu yang sering melekat dalam aktivitas. Kegiatan apapun yang kita lakukan pasti memiliki potensi bahaya. Penggunaan mesin, alat kerja, material dan proses produksi telah menjadi sumber bahaya yang dapat mencelakakan. Hal yang terpenting adalah bukan lari dari bahaya yang akan terjadi, tetapi bagaimana mengelola bahaya yang ada sehingga peluang terjadi atau akibat yang ditimbulkan tidak besar. Dengan kata lain, dengan mengetahui tingkat bahaya yang akan terjadi maka kita akan tahu bagiaman mengurangi dampak yang ditimbulkannya. Dengan demikian kita dapat mengendalikan bahaya tersebut, sehingga aktivitas kita dapat berjalan dengan lancer dan aman (Suardi, 2007)Potensi bahaya kecelakaan kerja (potential hazard) adalah suatu keadaan yang memungkinkan menimbulkan kecelakaan yang disebabkan oleh factor-faktor yang belum mendatangkan kecelakaan.Jika kecelakaan telah terjadi maka bahaya tersebut menjadi nyata.Kecelakaan kerja terjadi karena adanya sumber-sumber bahaya potensi di lingkungan kerja yaitu :1. Bangunan dan instalasiBahaya dari bangunan dan instalasi perlu mendapat perhatian terutama saat perencanaan (pra konstruksi).a) Bangunan, konstruksi bangunan harus kokoh dan memenuhi syarat. Desain ruangan dan tempat kerja harus menjamin keselamatan kerja, pencahayaan dan ventilasi harus baik, tersedia penerangan darurat pada tempat yang memerlukan dipasang rambu sesuai keperluan, tersedia jalan penyelamatan yang diperlukan lebih dari satu pada sisi yang berlawanan, pintu harus membuka keluar untuk memudahan penyelamatan diri.b) Instalasi, instalasi harus memenuhi persyaratan keselamatan kerja baik desain maupun konstruksi. Sebelum penggunaan harus diuji terlebih dahulu serta diperiksa oleh suatu tim ahli. Kalau diperlukan modifikasi harus sesuai dengan persyaratan bahan dan konstruksi yang ditentukan. Sebelum operasi harus dilakukan percobaan operasi untuk menjamin keselamatan serta dioperasikan oleh operator yang memenuhi syarat.2. Bahaya yang disebabkan oleh mesin, peralatan dan perlengkapanDalam industry yang menggunakan mesin, peralatan dan perlengkapan, apabila tida digunakan dengan semestinya serta tidak dilengkapi dengan alat pelindung dan pengaman, akan dapat menimbulkan macam-macam bahaya, antara lain :a) Bahaya karena bagian yang bergerak. Bahaya cidera karena pakean, rambut, tangan menyentuh bagian alat yang berputar atau bergerak atau masuk kedalam alat sentrifugasi yang sedang berputar.b) Bahaya karena benda yang jatuh. Bahaya cidera karena jatuhnya perkakas, sekrup atau beban pada saat reparasi atau perakitan.c) Bahaya karena tekanan lebih dalam peralatan. Timbulnya ledakan pada peralatan yang tertutup dan bejana-bejana karena tekanan yang berlebihan. Hal ini dapat diakibatkan oleh pompa atau pentil reduksi yang disetel salah, pemanasan cairan dan gas atau terjadinya reaksi kimia yang tidak di harapan.d) Bahaya karena kevakuman dalam peralatan. Bahaya omplasi (ledakan) atau deformasi (perubahan bentuk) pada penggunaan bejana yang tidak taan pada vokum (tekanan bejana lebih rendah dari tekanan udara luar), misalnya bejana dari gelas, ketel beroda dan tangki.e) Bahaya ketika masuk kedalam bejana, gudang bawah tanah dan lubang. Bahaya tercekik atau keracunan karena menghirup gas-gas beracun atau karena kekurangan oksigen (misalnya karena digunakan gas inert) pada saat memasuki bejana atau ruangan sempit.f) Bahaya karena perkakas rusak. Bahaya cidera karena penggunaan perkakas yang rusak atau tidak cocok (misalnya mur yang aus, pahat yang rusak, gagang palu yang longgar dan/atau kunci pas yang tidak cocok) (Ramdan, 2007).Agar mesin dan peralatan aman dipakai, maka perlu pengaman yang telah diatur dalam peralatan dibidang keselamatan kerja. Untuk peralatan yang rumit cara pengoperasiannya perlu disediakan semacam petunjuk sebagai daftar periksa (checklist) pengoperasiannya.Bahaya dari bahan meliputi berbagai resiko sesuai dengan sifat bahan : mudah te

Citation preview

Page 1: Potensi Bahaya

Potensi Bahaya

Bahaya merupakan sesuatu yang sering melekat dalam aktivitas. Kegiatan

apapun yang kita lakukan pasti memiliki potensi bahaya. Penggunaan mesin, alat

kerja, material dan proses produksi telah menjadi sumber bahaya yang dapat

mencelakakan. Hal yang terpenting adalah bukan lari dari bahaya yang akan terjadi,

tetapi bagaimana mengelola bahaya yang ada sehingga peluang terjadi atau akibat

yang ditimbulkan tidak besar. Dengan kata lain, dengan mengetahui tingkat bahaya

yang akan terjadi maka kita akan tahu bagiaman mengurangi dampak yang

ditimbulkannya. Dengan demikian kita dapat mengendalikan bahaya tersebut,

sehingga aktivitas kita dapat berjalan dengan lancer dan aman (Suardi, 2007)

Potensi bahaya kecelakaan kerja (potential hazard) adalah suatu keadaan

yang memungkinkan menimbulkan kecelakaan yang disebabkan oleh factor-faktor

yang belum mendatangkan kecelakaan.Jika kecelakaan telah terjadi maka bahaya

tersebut menjadi nyata.

Kecelakaan kerja terjadi karena adanya sumber-sumber bahaya potensi di

lingkungan kerja yaitu :

1. Bangunan dan instalasi

Bahaya dari bangunan dan instalasi perlu mendapat perhatian terutama

saat perencanaan (pra konstruksi).

a) Bangunan, konstruksi bangunan harus kokoh dan memenuhi syarat. Desain

ruangan dan tempat kerja harus menjamin keselamatan kerja, pencahayaan

dan ventilasi harus baik, tersedia penerangan darurat pada tempat yang

memerlukan dipasang rambu sesuai keperluan, tersedia jalan penyelamatan

Page 2: Potensi Bahaya

yang diperlukan lebih dari satu pada sisi yang berlawanan, pintu harus

membuka keluar untuk memudahan penyelamatan diri.

b) Instalasi, instalasi harus memenuhi persyaratan keselamatan kerja baik desain

maupun konstruksi. Sebelum penggunaan harus diuji terlebih dahulu serta

diperiksa oleh suatu tim ahli. Kalau diperlukan modifikasi harus sesuai dengan

persyaratan bahan dan konstruksi yang ditentukan. Sebelum operasi harus

dilakukan percobaan operasi untuk menjamin keselamatan serta dioperasikan

oleh operator yang memenuhi syarat.

2. Bahaya yang disebabkan oleh mesin, peralatan dan perlengkapan

Dalam industry yang menggunakan mesin, peralatan dan perlengkapan,

apabila tida digunakan dengan semestinya serta tidak dilengkapi dengan alat

pelindung dan pengaman, akan dapat menimbulkan macam-macam bahaya,

antara lain :

a) Bahaya karena bagian yang bergerak. Bahaya cidera karena pakean, rambut,

tangan menyentuh bagian alat yang berputar atau bergerak atau masuk

kedalam alat sentrifugasi yang sedang berputar.

b) Bahaya karena benda yang jatuh. Bahaya cidera karena jatuhnya perkakas,

sekrup atau beban pada saat reparasi atau perakitan.

c) Bahaya karena tekanan lebih dalam peralatan. Timbulnya ledakan pada

peralatan yang tertutup dan bejana-bejana karena tekanan yang berlebihan.

Page 3: Potensi Bahaya

Hal ini dapat diakibatkan oleh pompa atau pentil reduksi yang disetel salah,

pemanasan cairan dan gas atau terjadinya reaksi kimia yang tidak di harapan.

d) Bahaya karena kevakuman dalam peralatan. Bahaya omplasi (ledakan) atau

deformasi (perubahan bentuk) pada penggunaan bejana yang tidak taan pada

vokum (tekanan bejana lebih rendah dari tekanan udara luar), misalnya bejana

dari gelas, ketel beroda dan tangki.

e) Bahaya ketika masuk kedalam bejana, gudang bawah tanah dan lubang.

Bahaya tercekik atau keracunan karena menghirup gas-gas beracun atau

karena kekurangan oksigen (misalnya karena digunakan gas inert) pada saat

memasuki bejana atau ruangan sempit.

f) Bahaya karena perkakas rusak. Bahaya cidera karena penggunaan perkakas

yang rusak atau tidak cocok (misalnya mur yang aus, pahat yang rusak,

gagang palu yang longgar dan/atau kunci pas yang tidak cocok) (Ramdan,

2007).

Agar mesin dan peralatan aman dipakai, maka perlu pengaman yang telah

diatur dalam peralatan dibidang keselamatan kerja. Untuk peralatan yang rumit

cara pengoperasiannya perlu disediakan semacam petunjuk sebagai daftar

periksa (checklist) pengoperasiannya.

Bahaya dari bahan meliputi berbagai resiko sesuai dengan sifat bahan :

mudah terbakar, meledak, bereaksi dengan oksigen dan air, menimbulkan alergi,

beracun dan radiasi.

3. Bahaya dari proses

Page 4: Potensi Bahaya

Bahaya dari proses sangat berfariasi tergantung teknologi yang

digunakan. Proses yang digunakan dari industry ada yang sederhana dan ada

yang rumit prosesnya, ada proses yang berbahaya dan adapula proses yang

kurang berbahaya. Industry kimia biasanya menggunakan proses yang

berbahaya, dalam proses juga biasanya digunakan suhu dan tekanan yang

memperbesar resiko bahayanya. Dari proses ini kadang-kadang timbul asap,

debu, panas, bising dan bahaya mekanis seperti terjepit, terpotong dan tertimpa

(Ramdan, 2007)

Menurut Dr. Musni Tambusai (Aditama dan Hastuti, 2006) bahaya bagi tenaga

kerja yang timbul dari lingkungan dapat bersumber dari faktor fisik, kimia, biologis,,

fisiologis dan psikologis. Beberapa bentuk pendekatan preventif dari aspek K3 dan

lingkungan, antara lain :

1. Analisis dampak lingkungan dan kesehatan kerja pada saat desain dan

pemasangan mesin atau alat produksi yang baru di temapat kerja.

2. Pemilihan teknologi yang lebih aman, dengan tingkat bahaya dan potensi yang

minimal.

3. Pemilihan lokasi industry yang layak dari aspek lingkungan.

4. Pemilihan desain, layout, teknologi pengendali lingkungan kerja termasuk

penanganan bahan yang lebih aman dari sisa-sisa dan limbah dan penanganan

limbah industry.

5. Penegakan pelaksanaan pedoman, standard an peraturan perundang-undangan.

Lingkungan kerja yang manusiawi dan lestari akan menjadi pendorong bagi

kegairahan dan efisiensi kerja. Sedangkan lingkungan kerja yang melebihi toleransi

Page 5: Potensi Bahaya

kemampuan manusia tidak saja merugikan produktivitas kerjanya, tetapi juga

menjadi sebab terjadinya penyakit dan kecelakaan kerja. Hanya lingkungan kerja

yang aman, selamat dan nyaman merupakan prasyarat penting untuk terciptanya

kondisi kesehatan prima bagi karyawan yang bekerja di dalamnya. Untuk menjamin

kearah itu diperlukan pemantauan lingkungan kerja terhadap semua unit yang

bertujuan :

1. Memastikan apakah lingkungan kerja (tempat kerja) tersebut telah memenuhi

persyaratan K3.

2. Sebagai pedoman untuk bahan perencanaan dan pengendalian terhadap bahaya

yang ditimbulkan oleh faktor-faktor yang ada disetiap tempat kerja.

3. Sebagai data pembantu untuk mengkorelasikan hubungan sebab akibat

terjadinya suatu penyakit akibat kerja maupun kecelakaan.

4. Bahan dokumen untu mengembangkan program-program K3 selanjutnya.

Pemantauan lingkungan kerja tidak hanya dilakukan dengan pengukuran

secara kualitatif, tetapi harus dilakukan juga melalui pengukuran secara kuantitatif

dengan menggunakan peralatan lapangan ataupun analisis laboratorium agar

diperoleh data obyektif. Meskipun belum ada norma atau kajian yang baku,

seyogyanya pemantauan lingkungan kerja dilakukan sekerap mungkin untuk

mendapatkan data dan akurasi yang tepat (Aditama dan Hastuti, 2006).

2.3. Pengukuran Potensi Bahaya

Pengukuran adalah pelaksanaan penilaian kondisi lingkungan kerja dengan

cara pendeteksi langsung atau “direct reading” sehingga hasilnya dapat diketahui

Page 6: Potensi Bahaya

langsung di tempat pengukuran. Pemantauan adalah penilaian kondisi lingkungan

secara berkelanjutan dari waktu kewaktu dengan tujuan untuk secara terus menerus

mengamati fluktuasi kadar faktor bahaya kimia tersebut. Hasil pemantauan ini dapat

secara tekhnis sebagai dasar penerapan teknologi pengendalian dan sekaligus

menilai fluktuasi timgkat pemaparan yang adapat dikaitkan dengan pemantauan

NAB (Malaka, 1999)

Oleh karena itu unit/bagian K3 yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan

K3 harus menyusun perencanaan dan pelaksanaan terhadap pemantauan

lingkungan kerja tersebut. Dalam pelaksanaan dilapangan pemantauan lingkungan

kerja harus dilakukan melalui langkah-langkah :

a. Pengenalan lingkungan kerja

Adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh sesorang untuk mengamati dan

mengenali lingkungan kerja untuk mengetahui secara kualitatif faktor bahaya

yang mungkin timbul di tempat kerja. Pengenalan lingkungan kerja sifatnya

subyektif, dipengaruhi oleh faktor individu yang melakukan kegiatan ini. Dari

tahapan ini kita dapat mencurigai potensi bahaya yang mungkin timbul dari

setiap unit/ bagian dan faktor penyebabnya. Dari tahapan ini diperoleh manfaat :

- Bahwa sejumlah faktor/ bahan tertentu di salah satu unit/bagian dapat

membahayakan dan perlu diwaspadai.

- Dengan cepat, tepat, dan benar dapat diketahui unit mana yang diperkirakan

timbulnya gangguan tersebut dan langkah penggendalian apa yang harus

dilakukan.

Page 7: Potensi Bahaya

- Dapat memperkirakan jumlah karyawan tertentu dalam suatu unit yang

terkena gangguan tersebut.

b. Penilaian Lingkungan

Adalah kegiatan pengukuran, pemeriksaan dan pengujian dengan

menggunakan alat untuk mengetahui kadar kuantitatif suatu faktor bahan di

suatu tempat kerja. Peralatan yang digunakan tergantung dari jenis parameter

yang akan diukur. Hasil pengukuran tersebut kemudian dibandingkan dengan

standar atau ketentuan Nilai Ambang Batas (NAB) apakah sama, lebih kecil atau

lebih besar. Bila ditemukan angka yang lebih besar daripada NAB harus

dilakukan upaya pengendalian.

Agar didapatkan tingkat kepercayaan yang tinggi dalam melakukan

pemantauan lingkungan kerja harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Dilakukan oleh personel yang memiliki pengetahuan dan keterampilan di

bidang K3, mampuu melakukan pengumpulan data dan menganalisisnya.

2. Menggunakan alat yang akurat dan terkalibrasi.

3. Menggunakan metode yang telah disepakati baik secara nasional maupun

internasional.

4. Diikuti dengan langkah membandingkan hasil pemantauannya terhadap

standard dan ketentuan yang ada, sekaligus menemukan awal penyebabnya.

Selanjutnya diupayakan untuk melakukan saran tindak lanjutnya

(pengendalian) (Aditama dan Hastuti, 2006).

Selain beberapa hal di atas, pemilihan peralatan dan metode untuk

penilaian lingkungan kerja juga sangat penting. Untuk maksud penilaian dan

Page 8: Potensi Bahaya

pemantauan lingkungan, perlu dilalkukan pemilihan jenis-jenis peralatan.

Menurtu jenisnya, peralatan tersebut ada 2 macam yaitu :

a. Portable instrument : peralatan penilaian dan pemantauan lingkungan yang

dapat dibawa kemana-kemana dengan mudah. Contohnya : mercury detector,

personal dust Sample dsb.

b. Stationary instrument : peralatan penilaian dan pemantauan lingkungan yang

tidak dapat dibawa kemana-kemana dan hanya dugunakan secara menetap.

Contohnya : Multi Gas Sampling Instrument dan sebagainya.

c. Pengendalian Lingkungan Kerja

Pengendalian terhadap bahaya disetiap unit harus diawali melalui

pendekatan manajemen (administrative) dan diikuti dengan pengendalian teknis

dan medis.Kepala bagian, supervisor harus memiliki pengetahuan tentang K3

agar program pengendalian dapat dilakukan secara efektif. Langkah ini dapat

dilakukan sendiri atau bersama-sama, sesuai kemampuan dan kondisi di

lapangan. Upaya ini harus terintegrasi secara bersama-sama melalui engineering

control, pendidikan kepada karyawan (education), dan pengawasan yang ketat

(enforcement). Sedapat mungkin langkah yang ditempuh harus semaksimal

mungkin untuk mengurangi atau meniadakan risiko bagi karyawan, sehingga

mereka merasa aman, tenang bekerja serta meningkatkan moral kerja dan

motivasi. Selanjutnya akan memiliki nilai tambah dimana image perusahaan di

mata pelanggan.

D. Cara Pengukuran Potensi Bahaya

Page 9: Potensi Bahaya

1. Kebisingan

Untuk mengetahui intensitas bising di lingkungan kerja, digunakan Sound

Level Meter. Untuk mengkur nilai ambang pendengaran digunakan Audiometer.

Untuk menilai tingkat pajanan pekerja lebih tepat digunakan Noise Dose Meter

karena pekerja umumnya tidak menetap pada suatu tempat kerja selam 8 jam ia

bekerja. Nilai Ambang Batas (NAB) intensitas bising adalah 85 dB dan waktu

bekerja maksimum adalah 8 jam per hari.

Sound Level Meter adalah alat pengukur suara. Mekanisme kerja SLM

apabila ada benda bergetar, maka akan menyebabkan terjadinya perubahan

tekanan udara yang dapat ditangkap oleh alat ini, selanjutnya akan

menggerakkan meter penunjuk.

a.Nilai ambang Batas (NAB) Kebisingan

NAB Kebisingan adalah angka dB yang dianggap aman untuk sebagian

besar tenaga kerja bila bekerja 8 jam/hari atau 40 jam/ minggu. Berdasarkan

Keputusan menteri Tenaga Kerja Nomor : KEP 51/MEN/1999 tentang Nilai

Ambang Batas Faktor Fisika di tempat kerja, adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Nilai Ambang Batas Kebisingan

Waktu Pemajanan per Hari Intensitas Kebisingan (dBA)

8 Jam 85

4 Jam 88

2Jam 91

1Jam 94

30 menit 97

15 menit 100

Page 10: Potensi Bahaya

7,5 menit 103

3,75 menit 106

1,88 menit 109

Waktu Pemajanan per hari Intensitas kebisingan (bBA)

0,94 menit 112

28,12 detik 115

14,06 detik 118

7,03 detik 121

3,52 detik 124

1,76 detik 127

0,88 detik 130

0,44 detik 133

0,22 detik 136

0,11 detik 139

Tidak boleh 140

Sumber : kepmenaker No. KEP 51/MEN/1999

b. Zona Kebisingan

Daerah dibagi dengan kebisingan yang diizinkan :

Zona A : Intensitas 35-45 dB. Zona yang diperuntukkan bagi

tempat penelitian, RS, tempat perawatan kesehatan.

Zona B : Intensitas 45-55 dB. Zona yang diperuntukkan bagi

perumahan, tempat pendidikan dan rekreasi.

Zona C : Intensitas 50-60 dB. Zona yang diperuntukkan bagi

Page 11: Potensi Bahaya

perkantoran, perdagangan dan pasar

Zona D : Intensitas Intensitas 60-70 dB. Zona yang

diperuntukkan bagi industri, pabrik, stasiun kereta api,

Zona kebisingan menurut IATA (International Air Transportation Association),

adalah :

Zona A : Intensitas > 150 dB → daerah berbahaya dan

harus dihindari

Zona B : Intensitas 135-150 dB → individu yang terpapar

perlu memakai pelindung telinga (earmuff dan

earplug)

Zona C : Intensitas 115-135 dB → perlu memakai earmuff

Zona D : Intensitas 100-115 dB → perlu memakai earplug

2. Getaran

Dalam pengambilan data suatu getaran agar informasimengenai data

getaran tersebut mempunyai arti, maka kita harus mengenal dengan abaik alat

ayang akan kita gunakan. Ada beberapa alat standar yang biasanya digunakan

dalam suatu pengukuran getaran antara lain :

a. Vibration meter

Vibration meter biasanya bentuknya kecil dan ringan sehingga mudah

dibawa dan diopersikan dengan battery serta dapat mengambil data getaran

pada suatu mesin dengan cepat. Pada umumnya terdiri dari sebuah probe, kabel

dan meter untuk menampilkan harga getaran. Alat ini juga dilengkapi dengan

switch selector untuk memilih parameter getaran yang akan di ukur. Vibration

Page 12: Potensi Bahaya

meter ini hanya membaca harga overall (besarnya level getaran) tanpa

memberikan informasi mengenai frekuensi dari getaran tersebut. Pemakaian alat

ini cukup mudah sehingga tidak diperlukan seorang operator yang harus ahli

dalam bidang getaran. Pada umumnya alat ini digunakan untuk memonitor trend

getaran dari suatu mesin. Jika trend getaran suatu mesin menuju kenaikan

melebihi level getaran yang diperbolehkan, maka akan dilakukan analisa lebih

lanjut dengan menggunakan alat yang lebih lengkap.

b. Vibration analyzer

Alat ini mempunyai kemampuan untuk mengukur amplitudo dan frekuensi

getaran yang akan dianalisa. Karena biasanya sebuah mesin mempunyai lebih

dari satu frekuensi getaran yang ditimbulkan, frekuensi getaran yang timbul

tersebut akan sesuai kerusakan yang terjadi pada mesin tersebut. Alat ini

biasanya dilengkapi dengan meter untuk membaca amplitude getaran yang

biasanya juga menyediakan beberapa pilihan skala. Alat ini juga dapat

memberikan informasi mengenai data sprektum dari getaran yang terjadi, yaitu

data amplitude terhadap frekuensinya, data ini sangat berguna untuk analisa

kerusakan suatu mesin. Dalam pengoperasiannya vibration analyzer ini

membutuhkan seorang operator yang sedikit mengerti mengenai analisa vibrasi.

c. Shocke pulse meter

Shocke pulse meter adalah alat yang khusus untuk memonitoring kondisi

antifriction bearing yang biasanya sulit di deteksi dengan metode analisis getaran

Page 13: Potensi Bahaya

yang konvensional. Prinsip kerja dari shocke pulse meter ini adalah mengukur

gelombang kejut akibat adanya gaya impact pada suatu benda, intensitas daya

kejut itulah yang mengindikasikan besarnya kerusakan dari bearing tersebut.

Pada sistem shocke pulse meter ini biasanya memakai tranduser piezo-electric

yang telah dibuat sedemikian rupa sehingga mempunyai frekuensi resonansi

sebesar 32 KHz. Dengan menggunakan probe tersebut maka shocke pulse

meter ini dapat mengurangi pengaruh getaran terhadap pengukuran besarnya

impact yang terjadi. Pemilihan titik ukur pada rumah bearing adalah sangat

penting karena gelombang kejut ditransmisikan dari bearing ke transduser

melalui dinding dari rumah bearing, sehingga sinyal tersebut bisa berkurang

karena terjadi pelemahan pada saat perjalanan sinyal tersebut. Beberapa prinsip

yang secara umum bisa dipakai sebagai acuan dalam menentukan titik ukur

adalah :

- Jejak sinyal antara bearing dengan probe harus sedekat mungkin

- Probe harus ditempatkan sedekat mungkin terhadap daerah beban dari

bearing

- Lintasan sinyal harus terdiri dari satu sistem mekanis antara bearing dengan

bearing

Sebagai contoh, apabila pada rumah bearing digunakan cover sebagai sistem

mekanis kedua, maka titik ukur tidak boleh diambil pada posisi ini.

d. Osciloskop

Osciloskop adalah satu peralatan yang berguna untuk melengkapi data

getaran yang dianalisis. Sebuah osciloskop dapat memberikan sebuah informasi

Page 14: Potensi Bahaya

mengenai bentuk gelombang dari getaran suatu mesin. Beberapa kerusakan

mesin dapat diidentifikasi dengan melihat bentuk gelombang getaran yang

dihasilkan, sebagai contoh, kerusakan akibat unbalance atau misalignment akan

menghasilkan bentuk gelombang yang spesifik, begitu juga apabila terjadi

kelonggaran mekanis (mechanical looseness), oil whirl atau kerusakan pada anti

friction bearing dapat menghasilkan gelombang dengan bentuk-bentuk tertentu.

Osciloskop juga dapat memberikan informasi tambahan yaitu, untuk

mengevaluasi data yang diperoleh dari tranduser non-contact (proximitor). Data

ini dapat memberikan informasi pada kita mengenai posisi dan getaran shaft

relatif terhadap rumah bearing, ini biasanya digunakan pada mesin-mesin yang

besar dan menggunakan slave bearing (bantalan luncur). Disamping itu dengan

menggunakan dual osciloscop (yang memberikan fasilitas pembacaan vertical

maupun horizontal) dan minimal dua tranduser non-contact pada posisi vertical

dan horizontal maka kita dapat menganalisa kerusakan suatu mesin ditinjau dari

bentuk “orbit”nya.

Nilai ambang batas getaran untuk pemajanan lengan dan tangan menurut

Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep/51/Meh/1999 adalah seperti

yang tercantum pada tabel dibawah ini :

Table 2. NAB getaran untuk pemajanan lengan dan tangan sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep51/Men/1999Jumlah waktu

pemajanan pada hari

kerja

Nilai percepatan pada frekuensi dominan

Meter per detik

kuadrat (m/det2)

Gram (1 gram=9,81

m/det)

4 jam dan kurang 4 0,40

Page 15: Potensi Bahaya

dari 8 jam

8 jam dan kurang

dari 4 jam6 0,61

1 jam dan kurang

dari 2 jam8 0,81

Kurang dari 1 jam 12 1,22

Sumber : kepmenaker No. KEP 51/MEN/1999

1. Suhu Udara

Lingkungan kerja yang panas diukur dengan beberapa pengukuran seperti

suhu kering, suhu basah, suhu bola, kecepatan angin dan kelembaban udara.

Gabungan dari pengukuran suhu basah, suhu kering, suhu bola, kelembaban

udara dan kecepatan angin tersebut disebut iklim kerja (Haryuti, 1987).

Pengukuran suhu basah dan suhu kering menggunakan peralatan yang

sama yaitu thermometer suhu udara, perbedaanya terletak pada pemasangan

kain katun pada bola (bulb) thermometer tersebut (Denny, 2005).

Pemerintah Indonesia dalam hal ini Departemen Tenaga Kerja

mengeluarkan KepMen/Kep-51.Men/1999 tentang nilai ambang batas faktor

fisika ditempat kerja yang didalamnya mengatur tentang nilai ambang batas

untuk iklim kerja panas. Beberapa definisi pasal 1(Depnaker, 1999:

1. Iklim kerja: hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan gerakan

udara dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh

yenaga kerja sebagai akibat pekerjaannya.

Page 16: Potensi Bahaya

2. Nilai Ambang Batas (NAB): standar faktor tempat kerja yang dapat diterima

tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan,

dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40

jam seminggu.

3. Indeks Suhu Bola Basah (ISBB): parameter untuk menilai tingkat iklim kerja

yang merupakan hasil perhitungan antara suhu udara kering, suhu basah

alami dan suhu bola.

4. Suhu udara kering: suhu yang ditunjukkan oleh thermometer suhu kering

5. Suhu basah alami: suhu yang ditunjukkan oleh thermometer bola basah

alami

6. Suhu bola:suhu yang ditunjukkan oleh thermometer bola.

Table 3. Nilai Ambang Batas (NAB) faktor fisika suhu ditempat kerja:Pengaturan waktu kerja

setiap hari

ISBB oC

Beban kerja

Waktu kerja Waktu

istirahat

Berat Sedang Ringan

Kerja terus

menerus (8

jam sehari)

75%

50%

25%

-

25%

50%

75%

30,0

30,6

31,4

32,2

26,7

28,0

29,4

31,1

25,0

25,9

27,9

30,0

(sumber :Depnaker RI, 1999)

Keterangan :

Page 17: Potensi Bahaya

ISBB untuk pekerjaan diluar ruangan dengan panas radiasi

ISBB :0,7 suhu basah alami + 0,2 suhu bola + 0,1 suhu kering

ISBB untuk pekerjaan didalam ruangan tanpa panas radiasi

ISBB :0,7 suhu basah alami + 0,3 suhu bola

Catatan:

Beban kerja ringan membutuhkan kalori 100-200 Kkal/jam

Beban kerja sedang membutuhkan kalori >200-350 Kkal/jam

Beban kerja ringan membutuhkan kalori >350-500 Kkal/jam (Depnaker RI,

1999).

2. Pencahayaan

Ruang kerja merupakan salah satu ruangan bagi kita untukmenghabiskan

banyak waktu untuk bekerja. Dengan demikian, kenyamanan menjadi faktor

penting untuk menimbulkan suasana yang nyaman sehingga kita dapat bekerja

dengan baik dan menghasilkan karya yang luar biasa. Salah satu syarat untuk

kebutuhan ruangan yang nyaman adalah terpenuhinya kebutuhan cahaya.

Ruangan yang terang tentu dirasa lebih nyaman dibandingkan ruangan gelap.

Akan tetapi, apabila terlalu terang juga kurang baik dan menimbulkan suasana

yang tidak nyaman.

Apalagi ruang kerja. Berbagai kegiatan di ruang kerja jelas membutuhkan

cahaya yang cukup. Cahaya tersebut dapat berupa cahaya buatan (lampu, dll)

maupun yang bersifat natural (cahaya matahari) yang tentu saja lebih hemat

energi serta murah. Oleh sebab itu, sediakan jendela atau bukaan agar cahaya

Page 18: Potensi Bahaya

matahari dapat masuk dengan leluasa. Menempatkan jendela pun perlu berhati-

hati. Jangan sampai terlalu banyak cahaya matahari yang masuk. Akibatnya,

ruangan akan terlalu terang dan panas, apalagi bagi mereka yang memilih

mengaplikasikan dinding kaca sebagai pengganti jendela di ruang kerja.

Untuk mendapatkan pencahayaan yang sesuai dalam suatu ruang, maka

diperlukan sistem pencahayaan yang tepat sesuai dengan kebutuhannya. Sistem

pencahayaan di ruangan, termasuk di tempat kerja dapat dibedakan menjadi 5

macam yaitu:

1. Sistem Pencahayaan Langsung (direct lighting)

Pada sistem ini 90-100% cahaya diarahkan secara langsung ke benda

yang perlu diterangi. Sistm ini dinilai paling efektif dalam mengatur pencahayaan,

tetapi ada kelemahannya karena dapat menimbulkan bahaya serta kesilauan

yang mengganggu, baik karena penyinaran langsung maupun karena pantulan

cahaya. Untuk efek yang optimal, disarankan langi-langit, dinding serta benda

yang ada didalam ruangan perlu diberi warna cerah agar tampak menyegarkan

2. Pencahayaan Semi Langsung (semi direct lighting)

Pada sistem ini 60-90% cahaya diarahkan langsung pada benda yang perlu

diterangi, sedangkan sisanya dipantulkan ke langit-langit dan dinding. Dengan

sistem ini kelemahan sistem pencahayaan langsung dapat dikurangi. Diketahui

bahwa langit-langit dan dinding yang diplester putih memiliki effiesiean

pemantulan 90%, sedangkan apabila dicat putih effisien pemantulan antara 5-

90%

3. Sistem Pencahayaan Difus (general diffus lighting)

Page 19: Potensi Bahaya

Pada sistem ini setengah cahaya 40-60% diarahkan pada benda yang perlu

disinari, sedangka sisanya dipantulka ke langit-langit dan dindng. Dalam

pencahayaan sistem ini termasuk sistem direct-indirect yakni memancarkan

setengah cahaya ke bawah dan sisanya keatas. Pada sistem ini masalah

bayangan dan kesilauan masih ditemui.

4. Sistem Pencahayaan Semi Tidak Langsung (semi indirect lighting).

Pada sistem ini 60-90% cahaya diarahkan ke langit-langit dan dinding

bagian atas, sedangkan sisanya diarahkan ke bagian bawah. Untuk hasil yang

optimal disarankan langit-langit perlu diberikan perhatian serta dirawat dengan

baik. Pada sistem ini masalah bayangan praktis tidak ada serta kesilauan dapat

dikurangi.

5. Sistem Pencahayaan Tidak Langsung (indirect lighting)

Pada sistem ini 90-100% cahaya diarahkan ke langit-langit dan dinding

bagian atas kemudian dipantulkan untuk menerangi seluruh ruangan. Agar

seluruh langit-langit dapat menjadi sumber cahaya, perlu diberikan perhatian dan

pemeliharaan yang baik. Keuntungan sistem ini adalah tidak menimbulkan

bayangan dan kesilauan sedangkan kerugiannya mengurangi effisien cahaya

total yang jatuh pada permukaan kerja.

Banyak faktor risiko di lingkungan kerja yang mempengaruhi keselamatan

dan kesehatan pekerja salah satunya adalah pencahayaan. Menurut Keputusan

Menteri Kesehatan No.1405 tahun 2002, pencahayaan adalah jumlah penyinaran

pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara

Page 20: Potensi Bahaya

efektif. Pencahayaan minimal yang dibutuhkan menurut jenis kegiatanya seperti

berikut:

Table 4. Tingkat Pencahayaan Lingkungan Kerja

JENIS

KEGIATAN

TINGKAT

PENCAHAYAAN

MINIMAL (LUX)

KETERANGAN

Pekerjaan

kasar dan

tidak terus –

menerus

100 Ruang penyimpanan & ruang

peralatan/instalasi yang

memerlukan pekerjaan yang

kontinyu

Pekerjaan

kasar dan

terus –

menerus

200 Pekerjaan dengan mesin dan

perakitan kasar

Pekerjaan

rutin

300 Ruang administrasi, ruang

kontrol, pekerjaan mesin &

perakitan/penyusun

Pekerjaan

agak halus

500 Pembuatan gambar atau

bekerja dengan mesin kantor,

pekerjaan pemeriksaan atau

pekerjaan dengan mesin

Pekerjaan

halus

1000 Pemilihan warna,

pemrosesan teksti, pekerjaan

Page 21: Potensi Bahaya

JENIS

KEGIATAN

TINGKAT

PENCAHAYAAN

MINIMAL (LUX)

KETERANGAN

mesin halus & perakitan halus

Pekerjaan

amat halus

1500

Tidak

menimbulkan

bayangan

Mengukir dengan tangan,

pemeriksaan pekerjaan mesin

dan perakitan yang sangat

halus

Pekerjaan

terinci

3000

Tidak

menimbulkan

bayangan

Pemeriksaan pekerjaan,

perakitan sangat halus

Sumber: KEPMENKES RI. No. 1405/MENKES/SK/XI/02

United Nations Environment Programme (UNEP) dalam Pedoman Efisiensi

Energi untuk Industri di Asia mengklasifikasikan kebutuhan tingkat pencahayaan

ruang tergantung area kegiatannya, seperti berikut:

Table 5. Kebutuhan Pencahayaan Menurut Area Kegiatan

KeperluanPencahayaan

(LUX)Contoh Area Kegiatan

Pencahayaan

Umum untuk

ruangan dan

20 Layanan penerangan yang minimum

dalam area sirkulasi luar ruangan,

pertokoan didaerah terbuka,

Page 22: Potensi Bahaya

KeperluanPencahayaan

(LUX)Contoh Area Kegiatan

area

yang jarang

digunakan

dan/atau tugas-

tugas atau

visual

sederhana

halaman tempat penyimpanan

50 Tempat pejalan kaki & panggung

70 Ruang boiler

100 Halaman Trafo, ruangan tungku, dll.

150 Area sirkulasi di industri, pertokoan

dan ruang penyimpan.

Pencahayaan

umum untuk

interior

200 Layanan penerangan yang minimum

dalam tugas

300 Meja & mesin kerja ukuran sedang,

proses umum dalam industri kimia

dan makanan, kegiatan membaca

dan membuat arsip.

450 Gantungan baju, pemeriksaan,

kantor untuk menggambar,

perakitan mesin dan bagian yang

halus, pekerjaan warna, tugas

menggambar kritis.

1500 Pekerjaan mesin dan diatas meja

yang sangat halus, perakitan mesin

Page 23: Potensi Bahaya

KeperluanPencahayaan

(LUX)Contoh Area Kegiatan

presisi kecil dan instrumen;

komponen elektronik, pengukuran &

pemeriksaan bagian kecil yang rumit

(sebagian mungkin diberikan oleh

tugas pencahayaan setempat)

Pencahayaan

tambahan

setempat untuk

tugas visual

yang tepat

3000 Pekerjaan berpresisi dan rinci sekali,

misal instrumen yang sangat kecil,

pembuatan jam tangan, pengukiran

Penerangan untuk membaca dokumen lebih tinggi dari pada penerangan

untuk melihat komputer, karena tingkat penerangan yang dianjurkan untuk

pekerja dengan komputer tidak dapat berdasarkan satu nilai dan sampai saat ini

masih kontroversial. Grandjean menyusun rekomendasi tin gkat

penerangan pada tempat-tempat kerja dengan komputer berkisar antara 300-700

lux seperti berikut.

Table 6. Rekomendasi Tingkat Pencahayaan Pada Tempat Kerja Dengan Komputer

Keadaan PekerjaTingkat

Pencahayaan (lux)

Kegiatan Komputer dengan sumber 300

Page 24: Potensi Bahaya

dokumen yang terbaca jelas

Kegiatan Komputer dengan sumber

dokumen yang tidak terbaca jelas

Tugas memasukan data

400-500

500-700