Upload
others
View
14
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
POTENSI EKSTRAK METANOL DAN EKSTRAK AIR
ISOLAT MIKROALGA DARI SITU PAMULANG
SEBAGAI ANTIBAKTERI
ENJANI AZMI ANDAWA
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M / 1440 H
POTENSI EKSTRAK METANOL DAN EKSTRAK AIR
ISOLAT MIKROALGA DARI SITU PAMULANG
SEBAGAI ANTIBAKTERI
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
pada Progam Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
ENJANI AZMI ANDAWA
11140950000062
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H / 2019
PENGESAHAN UJIAN
Skripsi berjudul “Potensi Ekstrak Metanol dan Ekstrak Air Isolat Mikroalga
dari Situ Pamulang sebagai Antibakteri” yang ditulis oleh “Enjani Azmi
Andawa, NIM 11140950000062” telah diuji dan dinyatakan “LULUS” dalam
seminar hasil pada tanggal 12 Juli 2019. Skripsi ini telah diterima sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi
Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Menyetujui:
Mengetahui,
PENGESAHAN UJIAN
Penguji I
Dr. Nani Radiastuti, M.Si
NIP. 196509022001122001
Penguji II
Dr. Priyanti, M.Si
NIP. 197505262000122001
Pembimbing I
Dr. Megga Ratnasari Pikoli, M.Si
NIP. 197203222002122002
Pembimbing II
Saiful Bahri, M.Si
NIDN. 0303078405
Ketua Prog Studi Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi
Dr. Priyanti, M.Si
NIP. 197505262000122001
PENGESAHAN UJIAN
Skripsi berjudul “Potensi Ekstrak Metanol dan Ekstrak Air Isolat Mikroalga
dari Situ Pamulang sebagai Antibakteri” yang ditulis oleh Enjani Azmi
Andawa, NIM 11140950000062 telah diuji dan dinyatakan LULUS dalam
Sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 6 Agustus 2019. Skripsi ini telah
diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (1)
Program Studi Biologi.
Menyetujui:
Mengetahui,
Penguji I
Dr. Dasumiati, M.Si.
NIP. 19739231999032002
Penguji II
Dr. Fahma Wijayanti, M.Si.
NIP. 19690317 2003122001
Pembimbing I
Dr. Megga Ratnasari Pikoli, M.Si.
NIP. 197203222002122002
Pembimbing II
Saiful Bahri, M.Si.
NIDN. 0303078405
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri M.Env.Stud.
NIP. 196904042005012005
Ketua Prog Studi Biologi
Dr. Priyanti, M.Si.
NIP. 197505262000122001
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI
ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, Agustus 2019
Enjani Azmi Andawa
11140950000062
i
ABSTRAK
Enjani Azmi Anadawa. Potensi Ekstrak Metanol dan Ekstrak Air Isolat
Mikroalga dari Situ Pamulang sebagai Antibakteri. Skripsi. Prog Studi
Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. 2019. Dibimbing oleh Dr. Megga Ratnasari Pikoli dan
Saiful Bahri, M.Si
Resistensi bakteri patogen dapat terjadi akibat penggunaan senyawa antibakteri
yang berkelanjutan dalam jangka waktu lama. Akibat resistensi bakteri patogen
maka harus dicari senyawa lain untuk dijadikan sebagai antibakteri. Salah satunya
dengan eksplorasi senyawa bahan alam yang berasal dari lingkungan sekitar.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji senyawa antibakteri dari mikroalga
menggunakan pelarut metanol dan air dalam proses maserasi. Variasi ekstrak
1.000 µg, 5.000 µg, dan 10.000 µg digunakan dalam penelitian ini. Ekstrak
metanol isolat P2-15 dan P5-4 menunjukkan respon positif antibakteri terhadap
Staphylococcus aureus, tetapi menunjukkan respon negatif terhadap bakteri
Escherichia coli. Ekstrak air isolat P2-15 dan P5-4 menunjukkan respon
antibakteri negatif terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Ekstrak
isolat P5-4 memiliki diameter zona hambat rata-rata terbesar (12,86 mm), yang
kemudian dianalisis lebih lanjut menggunakan Gas Cromatography Massa
Spectroscopy. Kandungan ekstrak metanol isolat P5-4 yang memiliki daya hambat
terhadap bakteri S. aureus terdapat senyawa phytol yang termasuk golongn
diterpen dan senyawa-senyawa asam lemak yaitu n-hexadecanoic acid; 9,12-
octadecadienoic acid, methyl ester, ($,$)-(CAS) methyl linolelaidate; dan 9,12-
Octadecadienoyl chloride, (Z,Z)-$$ Linoleoyl chloride. Berdasarkan hasil analisis,
ekstrak metanol isolat P5-4 yang diketahui sebagai antibakteri adalah phytol, n-
hexadecanoic acid, dan 9,12-Octadecadienoyl chloride, (Z,Z)- $$ Linoleoyl chloride.
Kata kunci: Antibakteri, Asam lemak, Metanol, Mikroalga, Phytol
ii
ABSTRACT
Enjani Azmi Andawa. Potential of Methanol Extract and Water Extract of
Microalgae Isolate from Situ Pamulang as Antibacterial. Undergraduate
Thesis. Departement of Biology. Faculty of Science and Technology. State
Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta. 2019. Advised by Dr. Megga
Ratnasari Pikoli and Saiful Bahri, M.Si The resistance of pathogenic bacteria can occur due to the use of long-term
antibacterial compounds. Due to the resistance of pathogenic bacteria, other
compounds must be sought to be used as antibacterial. One of them is the
exploration of natural material compounds from the surrounding environment.
This research aimed to test the antibacterial compounds of microalgae using
methanol and water solvents in the maceration process. Extract variations of 1,000
µg, 5,000 µg, and 10,000 µg were used in this study. The methanol extract of P2-
15 and P5-4 isolates showed an antibacterial positive response to Staphylococcus
aureus, but showed negative response to Escherichia coli. Water extracts of P2-15
and P5-4 isolates showed a negative antibacterial response to Escherichia coli and
Staphylococcus aureus. In addition, the extract of P5-4 isolate had the largest
diameter of inhibition zone (12,86 mm), which was further analyzed using Gas
Cromatography Mass Spectroscopy. The content of methanol extract of P5-4
isolate which has a inhibitory effect on S. aureus bacteria contained phytol
compounds including diterpene and fatty acid compounds, namely n-
hexadecanoic acid; 9,12-octadecadienoic acid, methyl ester, ($,$)-(CAS) methyl
linolelaidate; and 9,12-Octadecadienoyl chloride, (Z,Z)-$$ Linoleoyl chloride.
Based on the results of the analysis, methanol extract of P5-4 isolates known as
antibacterial were phytol, n-hexadecanoic acid, and 9,12-Octadecadienoyl
chloride, (Z, Z) - $$ Linoleoyl chloride.
Keywords: Antibacterial, Fatty acids, Methanol, Microalgae, Phytol
iii
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirahim
Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
kelimpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menulis serta
menyusun skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sains
pada Prog Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi berjudul “Potensi Ekstrak Metanol
dan Ekstrak Air Isolat Mikroalga dari Situ Pamulang sebagai Antibakteri”
Peneliti ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak atas
segala bimbingan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama
penyusunan proposal ini. Ucapan terima kasih terutama ditujukan kepada:
1. Prof. Dr. Lily Surraya Eka Putri, M. Env. Stud selaku Dekan Fakultas Sains
dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Priyanti, M.Si selaku Ketua Prog Studi Biologi Fakultas Sains dan
Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberi izin
pelaksanaan penelitian.
3. Dr. Megga Ratnasari Pikoli, M.Si selaku Dosen Pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi.
4. Saiful Bahri, M.Si selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan, arahan, dan motivasi.
5. Mba Puji, Ka Amal, dan Mba Festi selaku laboran PLT UIN LAB. Biologi
dan teman-teman yang telah membantu selama penelitian.
Penulis menyadari bahwa masih banyak keterbatasan dalam menyusun
skripsi ini. Keterbatasan tersebut membuat penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.
Jakarta, Juli 2019
Penulis
iv
DAFTAR ISI Halaman
PERNYATAAN ..................................................................................................... i
ABSTRAK .............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv
DAFTAR TABEL .................................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................. 3
1.3. Hipotesis ............................................................................................ 3
1.4. Tujuan Penelitian .............................................................................. 3
1.5. Manfaat Penelitian ............................................................................ 3
1.6. Kerangka Berpikir ............................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 5
2.1. Mikroalga .......................................................................................... 5
2.2. Ekstraksi ............................................................................................ 6
2.3. Antibakteri......................................................................................... 8
2.4. Bakteri Uji ....................................................................................... 11
2.5. Metode Uji Antibakteri ................................................................... 13
2.6. Gas Chromatography-Mass Spectroscopy (GC-MS) ...................... 14
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 16
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ......................................................... 16
3.2. Alat dan Bahan ................................................................................ 16
3.3. Metode Penelitian............................................................................ 16
3.4. Cara Kerja ....................................................................................... 17
3.5. Analisis Data ................................................................................... 19
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 20
4.1. Hasil Uji Antibakteri ....................................................................... 20
4.2. Hasil Pemeriksaan Kandungan Senyawa Ekstrak Mikroalga ......... 24
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 28
5.1. KESIMPULAN ............................................................................... 28
5.2. SARAN ........................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 29
LAMPIRAN ......................................................................................................... 34
v
DAFTAR TABEL Halaman
Tabel 1. Perlakuan Isolat P2-15 Terhadap S. aureus ........................................................ 17
Tabel 2. Diameter Zona Hambat ....................................................................................... 20
Tabel 3. Nama Senyawa pada Ekstrak Metanol Isolat P5-4 ............................................. 25
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kerangka Berpikir Penelitian Uji Potensi Ekstrak Mikroalga Isolat P2-15 dan
P5- 4 ................................................................................................................. 4
Gambar 2. Skema Mekanisme Aksi Antibakteri dari Asam Lemak Terhadap Sel Target
(Desbois & Smith, 2010) ................................................................................ 11
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Komponen dan Konsentrasi Medium BG11 ................................................ 34
Lampiran 2. Daya Hambat Ekstrak Metanol Isolat P2-15 terhadap Bakteri S. aureus ..... 35
Lampiran 3. Daya Hambat Ekstrak Metanol Isolat P5-4 terhadap Bakteri S. aureus ....... 36
Lampiran 4. Sel Mikroalga Isolat P2-15 dan P5-4 Perbesaran 100x ................................ 37
Lampiran 5. Ekstrak Metanol Mikroalga Setelah Sentrifugasi ......................................... 38
Lampiran 6. Krogatog Senyawa Ekstrak Mikroalga P5-4 ................................................ 39
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Antibakteri merupakan zat yang dapat membunuh atau menghambat
pertumbuhan bakteri. Penggunaan antibakteri sudah lama digunakan dalam
bidang medis untuk mengobati pasien yang terkena penyakit infeksi bakteri.
Penggunaan senyawa antibakteri yang terus-menerus dengan dosis yang tidak
tepat dapat menyebabkan bakteri patogen menjadi resisten. Berdasarkan penelitian
terdahulu beberapa bakteri telah mengalami resistensi. Contoh bakteri yang
mengalami resistensi, yaitu Staphylococcus aureus yang resisten terhadap
amoxicillin (Setiawati, 2015). Penelitian lain oleh Milanda, Bonar, Saragih, Sri, &
Kusuma (2014), mendeteksi gen bla dengan ukuran 199 bp pada Escherichia coli
hasil isolasi dari urin pasien Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung yang
resisten terhadap ampisilin. Salmonella typhi resisten terhadap chloramphenicol
dan ampisilin (Alam, 2011). Rukmono dan Zuraida (2013) meneliti Pseudomonas
aeruginosa yang resisten terhadap gentamicin dan ampisilin. Semakin banyaknya
bakteri yang resisten terhadap senyawa antibakteri, maka sangat diperlukan
eksplorasi senyawa dari bahan alam sebagai antibakteri terbaru dalam menangani
masalah tersebut.
Penemuan senyawa antibakteri terbaru dapat dilakukan dengan cara isolasi
pada bahan alam. Bahan alam yang dapat digunakan sebagai alternatif adalah
mikroalga. Mikroalga merupakan salah satu komoditi hasil perairan yang
memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan. Mikroalga adalah kelompok
mikorganisme fotosintetik, yang memiliki habitat pada perairan dan tempat-
tempat lembap. Hidup secara berkoloni maupun sel tunggal. Mikroalga
mengandung senyawa organik yang terdiri dari protein, lemak, karbohidrat,
vitamin dan pigmen yang dapat digunakan dalam bidang industri farmasi, pangan
fungsional, dan kosmetik Challouf, Dhieb, Omrane, Ghozzi, & Ouada (2012).
Salah satu potensi mikroalga yang telah diteliti adalah memiliki aktivitas
antibakteri (Challouf et al., 2012). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
oleh Setyaningsih, Desniar, & Purnamasari (2012), ekstrak Chaetoceros gracilis
2
memiliki aktivitas antibakteri terhadap Bacillus cereus dan Vibrio harveyi. Hasil
penelitian Sani, Nisa, Andriani, & Maligan (2014) menunjukkan bahwa ekstrak
Tetrachelmis chuii memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri E. coli dan S.
aureus. Pada penelitian Wenno, Purbosari, & Thenu (2010) ekstrak Chlorella sp.
dapat menghambat pertumbuhan bakteri E. coli, S. aureus, P. aeruginosa,
Aeromonas hydrophyla, dan V. harveyi. Bariyyah, Fasya, Abidin, & Hanapi
(2013) telah mengidentifikasi golongan senyawa dalam ekstrak Chlorella sp.,
yaitu mengandung senyawa steroid, tanin, dan asam askorbat sebagai antibakteri.
Menurut Shannon dan Abu-Ghannam (2016) yang menelaah beberapa aktivitas
senyawa dari alga dan mikroalga yang berpotensi sebagai antibakteri, yaitu
phlorotannins, asam lemak, polisakarida, protein dan peptida, terpen,
chrysophaentins, dan lactones.
Berdasarkan penelitian Pikoli, Sari, Solihah, & Muarif (2017) terdapat 48
isolat mikroalga yang berhasil diisolasi dari situ Pamulang dan Situ Gintung. Dua
isolat asal Situ Pamulang, yaitu isolat P2-15 dan P5-4 yang terseleksi berdasarkan
kesuburan pertumbuhannya telah diteliti memiliki kandungan asam lemak yang
tinggi untuk produksi biodisel. P2-15 memiliki kadar lipid sebanyak 29,06%
sedangkan P5-4 memiliki kadar lipid sebanyak 13,54%. Berdasarkan penelitian,
berapa senyawa asam lemak memiliki aktivitas antibakteri (Shannon dan Abu-
Ghannam, 2016). Berdasarkan potensi tersebut, peneliti ingin memeriksa potensi
aktivitas antibakteri ekstrak kasar mikroalga isolat P2-15 dan P5-4 terhadap
bakteri E. coli dan S. aureus.
ekstraksi dengan cara maserasi menggunakan pelarut metanol dan air.
Metanol merupakan pelarut polar yang sering digunakan karena lebih efisien
menembus dinding sel, sehingga dapat menghasilkan ekstrak dengan metabolit
yang beragam. Air merupakan pelarut polar yang dapat melarutkan banyak zat
kimia, seperti mineral, karbohidrat, protein, beberapa asam lemak rantai karbon
pendek (C<12) Khasbullah, Murhadi, & Suharyono (2013) dan senyawa lain yang
bersifat polar. Ekstrak dibuat menjadi tiga konsentrasi, yaitu 1.000µg, 5.000µg,
dan 10.000µg dan diuji terhadap bakteri S. aureus dan E. coli dengan tiga kali
ulangan. Ekstrak pada pelarut yang memiliki diameter zona hambat terbaik akan
3
dianalisis lebih lanjut kandungan senyawanya menggunakan Gas Cromatography
Massa Spectroscopy (GC-MS).
1.2. Rumusan Masalah
1. Apakah ekstrak metanol dan ekstrak air dari isolat mikroalga P2-15 dan P5-4
asal Situ Pamulang dapat menghambat pertumbuhan bakteri E. coli dan S.
aureus?
2. Apakah senyawa pada ekstrak metanol dan ekstrak air dari isolat mikroalga P2-
15 dan P5-4 asal Situ Pamulang memiliki potensi antibakteri?
1.3. Hipotesis
1. Ekstrak metanol dan ekstrak air dari isolat mikroalga P2-15 dan P5-4 asal Situ
Pamulang dapat menghambat pertumbuhan bakteri uji E. coli dan S. aureus.
2. Senyawa pada ekstrak metanol dan ekstrak air dari isolat mikroalga P2-15 dan
P5-4 asal Situ Pamulang memiliki potensi sebagai antibakteri.
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan pada penelitian ini adalah untuk menganalisis potensi ekstrak
metanol dan ekstrak air dari isolat mikroalga P2-15 dan P5-4 sebagai bahan
antibakteri dan kandungan senyawa antibakterinya.
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi antibakteri
baru yang bisa digunakan sebagai alternatif antibakteri alami dan memberdayakan
isolat mikroalga dari Situ Pamulang.
4
1.6. Kerangka Berpikir
Gambar 1. Kerangka Berpikir Penelitian Uji Potensi Ekstrak Mikroalga Isolat P2-15 dan
P5-4
Uji antibakteri
ekstrak mikroalga
Bakteri patogen
mengalami resistensi
Potensi mikroalga dalam
menghasilkan senyawa antibakteri
alami
Pemeriksaan senyawanya ekstrak
menggunakan GC-MS
Pemanfaatan isolat mikroalga P2-
15 dan P5-4, hasil isolasi dari Situ
Pamulang
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Mikroalga
Mikroalga merupakan kelompok mikorganisme fotosintetik, yang memiliki
habitat pada perairan dan tempat-tempat lembap. Mikroalga terdiri dari beberapa
filum, yaitu Cyanophyta, Chlorophyta, Rhodophyta, Cryptophyta, Haptophyta,
Pyrrophyta, Streptophyta, dan Heterokontophyta (Al-Wathnani & Johnhansen,
2011). Ukuran mikroalga berkisar 3-30µm, hidup secara berkoloni maupun sel
tunggal. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroalga yaitu, faktor
abiotik (cahaya matahari, suhu, nutrisi, kelembaban, pH, dan salinitas) dan faktor
biotik (bakteri, jamur, virus, dan kompetisi dengan mikroalga lain) (Harun, Singh,
Forde, & Danquah, 2010). Selain itu beberapa spesies mikroalga dapat tumbuh
pada kondisi lingkungan yang ekstrim yaitu air laut dengan salinitas tinggi, air
payau, dan air yang tercemar limbah (Mata, Martins, & Caetano, 2010).
Mikroalga memiliki klorofil sehingga mampu melakukan fotosintesis
dengan bantuan sinar matahari, CO2 dan air, serta membutuhkan bahan anorganik
seperti NO3-, NH4
-, dan PO4
-, sehingga menghasilkan energi kimiawi dalam
bentuk biomassa seperti karbohidrat, lemak, dan protein. Energi tersebut
digunakan untuk biosintesis, pertumbuhan, pergerakan serta reproduksi sel.
Mikroalga juga menghasilkan senyawa aktif yang dapat digunakan sebagai bahan
bakar, suplemen, pakan dan obat-obatan (Mata et al., 2010). Seperti firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala dalam surah As-Syura ayat:7, bahwa Allah telah
menciptakan berbagai macam tumbuhan yang baik dan bermanfaat bagi makhluk
hidup. Berikut ayat dan terjemah dari surah As-Syura ayat:7:
Yang artinya: “Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah
banyaknya Kami tumbuhkan di bumi itu berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang
baik?” (Q.S. As-Syura ayat:7)
Mikroalga mengandung senyawa organik yang terdiri dari protein, lemak,
karbohidrat, vitamin dan pigmen. Kadar kandungan senyawa organik tersebut
berbeda-beda berdasarkan setiap jenis mikroalga. Kandungan bahan organik dari
6
mikroalga yang diteliti Darsi, Supriadi, & Sasanti (2012) yaitu Dunaliella salina
memilik kadar protein sebesar 17%, lemak 0,003%, karbohidrat 15,07%, dan
karoten 0,19 ppm; dan Nannochloropsis sp. memiliki kadar protein 16,17%,
lemak 0,30%, karbohidrat 19,08% dan karoten 0,27 ppm. Spirulina sp. memiliki
kandungan protein sebesar 68%, karbohidrat 11%, lipid 12% dan senyawa lain
9% (Novery, Sutrisno, & Hanif, 2016). Selain itu, mikroalga juga memiliki
kandungan senyawa bioaktif, yaitu eksopolisakarida, karotenoid, asam lemak,
asam amino, gliserol, hidrokarbon, fikobiliprotein, dan vitamin (Santhosh,
Dhandapani, & Hemalatha, 2016). Komponen senyawa organik tersebut dapat
digunakan dalam bidang industri farmasi, industri pangan fungsional dan industri
kosmetik.
2.2. Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses penarikan senyawa aktif dari jaringan tanaman
maupun hewan menggunakan pelarut organik yang sesuai dengan kepolarannya
(Tiwari et al., 2011). Proses ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai cara,
diantaranya adalah ekstraksi dengan maserasi, sokletasi, pemanasan dengan
microwave, dan dengan sonikasi (Azwanida, 2015). Maserasi adalah teknik
ekstraksi menggunakan cara perendaman bahan tanaman dalam bentuk kasar atau
serbuk halus dalam suatu pelarut dan di aduk dalam waktu tertentu. Kelebihan
dalam metode maserasi adalah cara yang digunakan sangat mudah dan sederhana,
tidak membutuhkan suhu tinggi. Kekurangan dalam metode ini adalah
menggunakan pelarut dalam jumlah banyak dan waktu perendaman yang cukup
lama.
Sokletasi adalah cara ekstraksi dengan menumbuk sampel, kemudian
ditempatkan dalam kantong berpori atau kertas saring. Lalu sampel diletakkan
dalam aparat soklet. Selanjutnya pelarut dipanaskan dalam labu dan dievaporasi.
Kelebihan dalam metode ini adalah menggunakan pelarut yang lebih sedikit jika
dibandingkan dengan maserasi, namun pelarut yang digunakan harus memiliki
tingkat kemurnian yang tinggi. Kekurangan dalam metode ini adalah
menggunakan pelarut yang toksik dan mudah terbakar, tidak ramah lingkungan,
penggunaan pelarut yang murni dapat menambah biaya. Banyak faktor yang dapat
7
mempengaruhi hasil ekstraksi pada metode ini yaitu penggunaan suhu, rasio
pelarut dengan sampel, dan kecepatan agitasi (Azwanda, 2015).
Metode pemanasan dengan microwave yaitu menggunakan radiasi
gelombang mikro yang akan berinteraksi dengan pelarut dan sampel. Perpindahan
dipol molekul yang diinduksi oleh gelombang mikro elektromagnetik dapat
mengganggu ikatan hidrogen dan menyebabkan kerusakan dinding sel, sehingga
senyawa akan berpindah dari bahan ke pelarut. Kelebihan dalam metode ini
adalah waktu ekstaksi yang digunakan lebih singkat dan menggunakan pelarut
yang sedikit dibandingkan metode maserasi dan sokletasi. Kekurangan dari
metode ini adalah senyawa yang terekstraksi hanya senyawa yang tahan dengan
pemanasan, karena menggunakan suhu yang tinggi mencapai 100ᴼC selama 20
menit (Maleta, Indrawati, Limantara, & Brotosudarmo, 2018).
Metode ekstraksi dengan cara sonikasi melibatkan gelombang ultrasound
dari 20 kHz sampai 2000 kHz. Efek mekanis dari kavitasi akustik dapat
meningkatkan kontak permukaan sampel dengan pelarut, sehingga dapat
memudahkan pelepasan senyawa. Kelebihan dalam metode ini adalah
menggunakan sedikit pelarut dan waktu yang lebih singkat. Kekurangan dalam
metode ini adalah penggunaan gelombang ultrasound lebih dari 20 kHz dapat
menyebabkan pembentukan radikal bebas (Azwanida, 2015). Berdasarkan
kelebihan dan kekurangan dalam metode ekstraksi tersebut, maka penelitian ini
menggunakan metode ekstraksi dengan cara maserasi. Karena prosesnya yang
mudah dan menggunakan alat sederhana, serta dimungkinkan cara ini dapat
mengekstraksi banyak senyawa karena tidak menggunakan pemanasan.
Pemilihan pelarut pada metode maserasi sangat mempengaruhi kandungan
senyawa yang terekstraksi berdasarkan sifat pelarut, karena beberapa senyawa ada
yang bersifat polar, semi polar dan non polar. Senyawa polar akan terlarut dalam
pelarut polar, sedangkan senyawa semi polar akan larut dalam senyawa semi polar
begitu pula dengan senyawa non polar akan terlarut dalam pelarut non polar.
Beberapa pelarut yang biasa digunakan dalam proses ekstraksi adalah metanol,
etanol, aseton, kloroform, heksana, air dan lain-lain. Penelitian ini menggunakan
pelarut metanol karena pelarut ini bersifat polar dan lebih efisien dalam
menembus dinding sel, sehingga dapat dihasilkan ekstrak dengan metabolit yang
8
beragam. Berdasarkan penelitian Bariyyah et al. (2013) yang mengidentifikasi
golongan senyawa dari ekstrak kasar Chlorella sp. menggunakan pelarut metanol
didapatkan senyawa steroid, tanin, dan asam askorbat sebagai antibakteri.
Senyawa ekstrak T. chuii yang terdapat pada pelarut metanol berdasarkan
penelitian Maligan, Tri, & Zubaidah (2015) adalah senyawa pentadecanoic acid;
methyl pentadecanoate, 1,13-tetradecadiene, 9-hexadecanoic acid, methyl
palmitoleate, palmitic acid, 9,12-octadecadienoic acid, linoleic acid, oleic acid,
dan 1,2-benzenedicarboxylic acid. Penelitian ini juga menggunakan pelarut air
untuk dijadikan pembanding dari pelarut metanol. Air merupakan pelarut umum
yang digunakan dalam mengekstraksi senyawa pada tumbuhan. Air diketahui
dapat melarutkan berbagaimacam senyawa kimia yang bersifat polar. Senyawa
yang dapat larut dalam pelarut air contohnya adalah mineral, karbohidrat, protein,
dan asam lemak rantai karbon pendek (C<12) (Khasbullah et al., 2013). Selain itu,
berdasarkan penelitian Septiana dan Asnani (2012), air dapat melarutkan senyawa
flavonoid, saponin, dan terpenoid.
2.3. Antibakteri
Antibakteri adalah zat yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan
bakteri. Antibakteri dapat diklasifikan sebagai bakteriostatik, bakteriosidal dan
bakteriolitik berdasarkan daya hambatnya terhadap suatu mikroorganisme.
Senyawa yang dapat membunuh mikroorganisme memiliki akhiran –sidal
contohnya seperti bakteriosidal, fungisidal, dan virisidal karena senyawa tersebut
dapat membunuh bakteri, fungi dan virus. Senyawa yang tidak membunuh namun
hanya menghambat pertumbuhan mikroorganisme memiliki akhiran –statik
contohnya seperti bakteriostatik, fungistatik dan viristatik. Senyawa yang dapat
menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan cara melisis sel memiliki
akhiran -litik. Beberapa senyawa bakterisidal dan juga bakteriolitik dapat
menyebabkan lisis sel. Senyawa bakteriostatik dapat berikatan erat dengan target
selulernya dan membunuh sel. Senyawa bakteriolitik dapat menghambat sintesis
dinding sel (Madigan et al., 2012).
Berdasarkan beberapa penelitian, mikroalga memiliki aktivitas antibakteri,
seperti pada penelitian Setyaningsih et al. (2012), yang menyebutkan bahwa
ekstrak mikroalga Chaetoceros gracilis memiliki aktivitas antibakteri terhadap
9
Bacillus cereus dan V. harveyi. Penelitian Wenno et al. (2010) yang mengekstrak
Chlorella sp. dapat menghambat pertumbuhan bakteri E. coli, S. aureus,
Pseudomonas aeruginosa, Aeromonas hydrophyla, dan V. harveyi. Kemudian
Bariyyah et al. (2013) juga mengidentifikasi golongan senyawa dalam ekstrak
Chlorella sp. yang mengandung senyawa steroid, tanin, dan asam askorbat
sebagai antibakteri. Shannon et al. (2016) juga mereview beberapa aktivitas
senyawa dari alga dan mikroalga yang berpotensi sebagai antibakteri yaitu
phlorotannins, asam lemak, polisakarida, protein dan peptida, terpen,
chrysophaentins, dan lactones.
Phytol termasuk dalam golongan senyawa diterpen yang memiliki rantai
karbon asiklik dan bersifat tidak jenuh. Senyawa ini merupakan komponen
penting yang terdapat pada klorofil (Lee, Woo, & Lee, 2016) dan berfungsi dalam
biosintesis klorofil (Vetter, Schroder, & Lehnert, 2012). Phytol merupakan
minyak esensial yang dapat digunakan sebagai pengharum pada sabun, sampo dan
beberapa produk pembersih rumah tangga lainnya. Selain itu, senyawa phytol dan
beberapa turunannya dapat diaplikasikan dalam bidang farmasi seperti,
antibakteri, antioksidan, antiinflamasi, sitotoksik, dan dapat menginduksi autofag
serta apoptosis sel. Berdasarkan penelitian Ghaneian, Ehrampoush, Jebali,
Hekmatimoghaddam, & Mahmoudi (2015), phytol memiliki stabilitas yang tinggi,
tidak toksik dan memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri S. aureus dan E.
coli. Berdasarkan penelitian Lee et al. (2016), phytol merupakan senyawa
antibakteri yang dapat menginduksi kematian sel dengan mengakumulasi Reactive
Oksigen Species (ROS) yang diuji terhadap bakteri P. aeruginosa. Berdasarkan
penelitian (Ghaneian et al., 2015), Phytol juga dapat menghambat pertumbuhan
bakteri S. aureus dan E. coli.
Senyawa asam lemak adalah asam karboksilat dengan panjang rantai karbon
2-24 dengan gugus utamanya adalah gugus karboksil (-COOH). Jumlah atom
karbon pada asam lemak biasanya genap. Gugus karboksil pada asam lemak
bersifat polar, sedangkan ujung rantai karbon terakhirnya yang disebut gugus
metal bersifat non-polar. Asam lemak bersifat polar, sehingga dapat larut dalam
pelarut polar. Tetapi kelarutan asam lemak pada pelarut polar dipengaruhi oleh
jumlah atom karbon yang dimiliki. Semakin tinggi jumlah atom karbon pada asam
10
lemak, maka tingkat kelarutannya semakin rendah. Asam lemak banyak terdapat
pada membran sel dan jaringan adiposa. Asam lemak pada tumbuhan ditemukan
pada penyimpanan cadangan energi (biji, kecambah, vakuola) dan membran sel.
Mikroalga adalah salah satu mikroorganisme fotosintetik yang dapat
menghasilkan asam lemak. Bebarapa jenis asam lemak pada mikroalga yaitu,
asam palmitat, linoleat dan hesadekanoat . Jenis dan kadar asam lemak pada
mikroalga berbeda-beda setiap spesies. Berdasarkan penelitian Moraes, Oliveira,
Costa, Junior, de Sousa, & Freitas (2014), total kandungan lipid Monoraphidium
sp. yang dihasilkan dari berat biomassa 100,36 mg.L-1
.d-1
sebanyak 21,5 %.
Kandungan asam lemak linoleat (C18:1) dari Monoraphidium negeletum pada
penelitian Bogen, lassen, Wichmann, Russa, Doebbe, & Grundmann (2013)
mencapai 57 %. Menurut Novery et al. (2016), mikroalga Spirulina sp. memiliki
kandungan lipid sebanyak 12 %. Penelitian yang dilakukan Darsi et al. (2012)
diketahui biomassa kering mikroalga D. Salina mengandung lipid sebanyak 0,003
%, sedangkan mikroalga Nannochloropsis sp. memiliki kadar lipid sebanyak
0,30%.
Senyawa asam lemak diketahui memiliki fungsi sebagai pemberi bentuk
pada membran sel, berperan pada proses pengelihatan, dan membantu fungsi
sistem saraf pusat. Selain itu, asam lemak dapat diaplikasikan pada bidang farmasi
yaitu, sebagai antibakteri. Berdasarkan penelitian Cartron, England, Chiriac,
Josten, Turner, & Rauter (2014) diketahui senyawa Cis-6-hexadecanoid acid
(C6H) dari asam lemak yang dihasilkan oleh kelenjar keringat pada kulit manusia
berfungsi sebagai antibakteri terhadap bakteri S. aureus.
Beberapa cara kerja asam lemak dalam menghambat pertumbuhan bakteri
seperti pada Gambar 2. yaitu, mengganggu proses transpor rantai elektron dengan
mengikat pembawa elektron (protein carier), mengganggu fosforilasi oksidatif
dengan menurunkan potensial membran dan gradien proton, menghambat kerja
enzim seperti glukosiltransferase dan enzim pada pembentukan membran sel,
menghasilkan peroksidasi atau auto-oksidasi dari asam lemak dalam membunuh
sel. Asam lemak juga dapat mengganggu penyerapan nutrisi secara langsung pada
protein carier atau secara tidak langsung dengan mengganggu pembentukan ATP
(Desbois & Smith, 2010).
11
Gambar 2. 1 Skema Mekanisme Aksi Antibakteri dari Asam Lemak Terhadap Sel Target
(Desbois & Smith, 2010)
Secara umum mekanisme senyawa antibakteri dalam menghambat
pertumbuhan bakteri di antaranya yaitu, dengan merusak dinding sel, merubah
permeabilitas membran sel, menghambat sintesis protein dan asam nukleat,
menghambat enzim-enzim metabolik, menginduksi reactive oksigen species
(ROS) yang dapat memicu pembunuhan mikroba dan kerusakan sel melalui tiga
alur yaitu: (a) kerusakan pada membran sel; (b) inaktivasi enzim esensial dan
protein; dan (c) kerusakan DNA (Marwati, 2012).
2.4. Bakteri Uji
Bakteri adalah mikroorganisme uniseluler yang tidak memiliki membran inti,
berukuran mikroskopis, memiliki alat gerak berupa pili maupun flagel, ada yang
bersifat aerob, anaerob dan anaerob fakultatif. Berdasarkan penyusun dinding sel,
bakteri dibagi menjadi dua golongan yaitu bakteri Gram negatif dan bakteri Gram
positif. Bakteri Gram negatif memiliki lapisan dinding sel yang tipis (> 10nm)
yang terdiri dari tiga lapis membran yaitu membran luar, membran plasma dan
12
membran dalam. Bakteri Gram positif memiliki lapisan dinding sel yang tebal
(20-80nm), lapisan tersebut merupakan peptidoglikan yang menyelubungi
membran sel (Mai-prochnow, Clauson, Hong, & Murphy, 2016). Beberapa contoh
bakteri yang termasuk dalam bakteri Gram negatif adalah E. coli, Salmonella
thyposa, Pseudomonas aeruginosa, Shigella dysenteriae, dan Haemophilus
influenzae. Contoh bakteri yang termasuk dalam Gram positif adalah S. aureus,
Streptococcus mutans, Bacillus anthracis, Clostridium tetani, dan Bacillus
cereus.
Pengujian senyawa antibakteri menggunakan beberapa jenis perwakilan
bakteri Gram negatif dan Gram positif sebagai perbandingan. Contoh bakteri yang
sering digunakan dalam penelitian yaitu, bakteri E. coli dan S. aureus. Pemilihan
bakteri uji berdasarkan kemudahan dalam mendapatkan bakteri tersebut,
kemudahan untuk diperbanyak, sebagai bakteri patogen namun tetap aman
digunakan bagi peneliti, bakteri tersebut mengalami resistensi terhadap senyawa
antibakteri. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini menggunakan bakteri E.
coli dan S. aureus.
Escherichia coli adalah bakteri yang termasuk dalam Gram negatif, biasanya
spesies E. coli berbentuk basil, dapat memfermentasi laktosa, mampu
memproduksi indol, bersifat anaerob fakultatif, ukuran sel 0,5-1,0 x 1,0-3,0µm,
tidak membentuk spora, memiliki flagel tipe peritrichous (flagel merata diseluruh
tubuh). Bakteri E. coli dapat menyebabkan infeksi saluran kemih, meningitis
neonatal, dan penyakit pada saluran usus. Klasifikasi bakteri E. coli adalah
superkingdom: Bacteria, kingdom: Eubacteria, filum: Proteobacteria, divisi:
Proteobacteria, kelas: Gammaproteobacteria, ordo: Enterobacterales, famili:
Enterobacteriaceae, genus: Escherichia, spesies: Escherichia coli (National
Center for Biotechnology Information (NCBI), (2018a). Permukaan bakteri g
negatif terdiri dari 3 lapis yaitu, membran luar terdiri dari lipopolisakarida (LPS)
dan glikolipid. Komponen penyusun LPS tersebut terdiri dari lipid hidrofobik A
yang rantai asilnya dimasukkan ke dalam membran, inti oligosakarida dan
antigen-O terdiri dari subunit berulang yang berfungsi sebagai pertahanan sel dari
tekanan ekstraseluler. Lapisan kedua terdiri dari peptidoglikan dan ruang
13
periplasma, kemudian membran dalam terdiri dari membran fosfolipid bilayer
(Band & Weiss, 2015).
Staphylococcus aureus adalah bakteri yang hidup di kulit dan membran
mukosa. Bakteri S.aureus dapat ditemukan di dalam hidung manusia sekitar 10-
40% dan hidup sebagai saprofit di dalam saluran-saluran pengeluaran lendir dari
tubuh manusia dan hewan seperti hidung, mulut dan tenggorokan. S. aureus
berbentuk kokus, termasuk Gram positif, tidak bergerak, dan termasuk bakteri
fakultatif. S. aureus dapat menyebabkan infeksi pada kulit, bisul, endokarditis,
mastitis, dan meningitis. Klasifikasi bakteri S. aureus adalah superkingdom:
Bacteria, kingdom: Eubacteria, filum: Proteobacteria, divisi: Firmicutes, kelas:
Bacilli, ordo: Bacillales, famili: Staphylococcaceae, genus: Staphylococcus,
spesies: Staphylococcus aureus (NCBI, 2018b). S. aureus termasuk bakteri Gram
potitif, memiliki dinding sel terdiri atas 90% lapisan peptidoglikan yang tebal
tetapi berpori dengan asam lipoteikoat dan asam teikoat yang bermuatan negatif.
Bahan penyusun peptidoglikan berupa N-asetil glukosamin, asam N-asetil
muramat, peptida yang disusun empat asam amino yaitu L-alanin, D-alanin, asam
D-glutamat dan lisin, serta komponen kimia lain seperti asam teikoat, protein,
polisakarida, lipoprotein dan lipopolisakarida yang terikat kuat pada peptidoglikan
(Band & Weiss, 2015).
2.5. Metode Uji Antibakteri
Metode uji antibakteri yang umum digunakan adalah difusi agar, dilusi agar
dan dilusi cair. Metode difusi cakram digunakan untuk menentukan aktivitas agen
antibakteri atau sering juga dinamakan uji daya hambat. Metode difusi cakram
dilakukan dengan bahan uji yang telah dilarutkan dalam pelarut yang sesuai dan
diteteskan pada paper disk. Kemudian ditanam dalam medium padat yang telah
berisi mikroorganisme uji. Setelah diinkubasi, diamati adanya zona bening di
sekitar paper disk (Balouiri, Sadiki, & Ibnsouda, 2016). Kemampuan bahan uji
dalam menghambat bakteri ditandai dengan terbentuknya zona bening di sekitar
paper disk. Kriteria kekuatan antibakteri menurut Nazri, Ahmat, Adnan, Syed
Mohamad, & Syaripah Ruzaina (2011) adalah diameter zona hambat 15-20 mm
(daya hambat kuat), diameter zona hambat 10-14 mm (daya hambat sedang), dan
diameter zona hambat 0-9 mm (daya hambat lemah). Keunggulan menggunakan
14
metode difusi cakram adalah biaya rendah, caranya sederhana. Kekurangan dalam
metode difusi agar adalah tidak dapat membedakan sifat antibakteri yang menjadi
bakteristatik atau bakterisidal (Balouiri et al., 2016).
Metode dilusi merupakan metode pengujian aktivitas antibakteri dengan
menentukan Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) dan Konsentrasi Bunuh
Minimal (KBM). Metode ini terbagi menjadi dua yaitu metode dilusi agar yang
menggunakan media agar cair dan metode dilusi broth menggunakan kaldu.
Metode dilusi dapat menentukan nilai hambat minimum (MIC) dari agen
antimikroba terhadap bakteri dan jamur secara kuantitatif. Metode dilusi
menggunakan berbagai macam konsentrasi pengenceran dari zat kedalam media
agar cair atau kaldu. Teknik ini cocok untuk pengujian kerentanan antibakteri dan
antijamur. Metode ini juga digunakan untuk menguji bakteri maupun jamur yang
bersifat anaerob (Balouiri et al., 2016).
2.6. Gas Chromatography-Mass Spectroscopy (GC-MS)
Gas Cromatography Mass Spectroscopy (GC-MS) merupakan teknik
analisis dari dua metode yaitu Gas Cromatography yang merupakan suatu teknik
pemisahan zat kimia berdasarkan perbedaan migrasi dari masing-masing
komponen suatu bahan yang terpisah pada fase diam dibawah pengaruh fase
gerak. Sedangkan Mass Spectroscopy yaitu metode analisis yang mengubah
sampel menjadi ion-ion gasnya dan massa dari ion tersebut di ukur berdasarkan
hasil deteksi berupa spektrum massa. Pemisahan komponen dalam GC-MS terjadi
di dalam kolom (kapiler) GC dengan melibatkan dua fase. Fase diam adalah zat
yang ada di dalam kolom, sedangkan fase gerak adalah gas pembawa (Helium
maupun hidrogen dengan kemurnian yang tinggi). Suatu senyawa akan terelusi
berdasarkan peningkatan titik didihnya. Suhu yang digunakan berkisar 50-350ᵒC.
Setelah itu komponen-komponen yang telah terpisah akan masuk ke dalam MS
yang berfungsi sebagai detektor. Jumlah senyawa yang terdapat dalam sampel
ditunjukkan oleh puncak (peak) pada kromatog, sedangkan nama atau jenis
senyawa yang ada diinterpretasikan berdasarkan data spektrum dari tiap puncak
dengan menggunakan metode pendekatan pustaka pada database GC-MS
(Pringgenies, 2018).
15
Beberapa senyawa antibakteri yang dianalisis menggunakan GC-MS yaitu,
seperti pada penelitian Faiqoh, Yuliana, Suhendriani dan Aini (2013) yang
menganalisis senyawa antibakteri pada karang lunak Geodia sp. Hasilnya
didapatkan 16 senyawa metabolit sekunder yang terdeteksi. Dua senyawa
antibakteri tertinggi yaitu androst-4-en-3-one dan 1,5-di-tert-butyl-1,3-
cyclohexadine. Senyawa antibakteri dari mikroalga Tetraselmis suecica yang
berhasil dianalisis yaitu 1-ethyl butyl 3-hexyl hydroperoxide, kemudian beberapa
senyawa asam lemak yang terdeteksi yaitu methyl heptanate, methyl carprate,
methyl stearate, decoic acid, palmitic acid, nonoic acid dan caprylic acid (Bai &
Krishnakumar, 2013).
16
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2018 sampai Februari 2019 di
Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Pangan, Pusat Laboratorium
Terpadu (PLT) Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabung reaksi, ose bulat,
mortar dan alu, tabung erlenmeyer, tabung mikro, tabung kaca, bunsen, gunting,
spatula, botol kaca, tabung falcon, pinset, cawan petri, mikropipet, tip biru, tip
kuning, jangka sorong, timbangan analitik (Sartorius), selang, aerator, gelas ukur,
vortex (Thermolyne), sentrifus (Hettich), refrigerator centrifuge (Peqlab), oven
(Memmert), shaker, inkubator (Memmert), laminar air flow, dan Gas
Chromatography Mass Spectrometry (GC-MS) (Shimadzu QP 2010). Bahan-
bahan yang digunakan dalam penelitian adalah medium Nutrient Broth (NB),
Nutrient Agar (NA), BG-11 (akuades; trace element; NaNO3; CaCl2.2H2O;
Na2EDTA; Na2CO3; K2HPO4; MgSO4.7H2; ferric amonim citrate; dan asam
sitrat), kapas, alkohol 70%, metanol, akuades, spirtus, cotton swab, reagen uji
fitokimia, kertas cakram, isolat mikroalga asal Situ Pamulang: Choricystis sp.
(accession number: MH795199) dan Monoraphidium sp. P5-4 (accession number:
MH795200) (jgn lupa Sitasi), bakteri uji yang digunakan adalah bakteri
Escherichia coli dan bakteri Staphylococcus aureus koleksi Laboratorium
Mikrobiologi PLT UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.3. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang menguji pengaruh
jenis pelarut dengan tiga variasi konsentrasi ekstrak mikroalga terhadap rata-rata
diameter daya hambat. Setiap perlakuan diuji terhadap dua bakteri uji, yaitu
bakteri Escherichia coli dan bakteri Staphylococcus aureus. Jenis pelarut yang
17
diuji adalah metanol dan air. Jenis mikroalga yang digunakan adalah isolat P5-4
dan P2-15. Variasi konsentrasi ekstrak mikroalga dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Perlakuan ekstrak isolat mikroalga terhadap bakteri uji
Isolat Mikroalga Pelarut Konsentrasi Ekstrak Mikroalga
(µg)
P5-4
Metanol
1.000
5.000
10.000
Air
1.000
5.000
10.000
P2-15
Metanol
1.000
5.000
10.000
Air
1.000
5.000
10.000
3.4. Cara Kerja
Medium NA dibuat dengan menimbang medium NB sebanyak 12 g dan
ditambah agar sebanyak 7,5 g, lalu dilarutkan dalam akuades 500 mL, dan
dihomogenkan. Medium NB dibuat dengan menimbang NB sebanyak 6 g,
kemudian dilarutkan dalam akuades 250 mL, dan dihomogenkan.
Medium BG-11 terdiri atas beberapa larutan stok mineral dan larutan stok
trace element. Komposisi larutan stok mineral dan trace element terlampir pada
Lampiran 1. Medium BG-11 dibuat dengan menambahkan masing-masing larutan
stok mineral sebanyak 10 mL/L dan larutan stok trace element sebanyak 1 mL/L
ke dalam akuades, setelah itu medium ditera hingga volumenya 1.000 mL. Semua
alat dan medium distrerilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121 ºC, 1 atm
selama 15 menit.
Stok cair isolat mikroalga diambil sebanyak 1 mL kemudian dikultivasi
dalam 5 mL medium BG-11 dalam tabung reaksi. Kultur mikroalga diinkubasi
selama 14 hari menggunakan pencahayaan sinar matahari pada suhu ruang dan
18
dikocok minimal setiap hari satu kali. Setelah itu, kultur dikultivasi ke dalam
medium BG-11 dengan volume 95 mL. Sebelumnya selang di rangkai sesuai
kebutuhan, kemudian di steril dengan UV selama 30 menit. Kemudian botol
diberi aerasi dengan selang steril dan aerator, lalu diinkubasi selama 14 hari.
Kemudian diambil sebanyak 25 mL kultur lalu dikultivasi pada medium BG-11
475 mL. Botol diberi aerasi dengan selang steril dan aerator. Kultur diinkubasi
pada suhu ruang dengan pencahayaan sinar matahari. Kultur diinkubasi hingga
fase stasioner akhir yaitu pada hari ke-16 berdasarkan kurva tumbuh dari
penelitian terdahulu (Pikoli et al., 2017). Biomassa kultur dipanen dengan cara
sentrifugasi pada kecepatan 4.000 rpm selama 15 menit. Setelah itu, endapan
dibilas dengan akuades sebanyak 1 kali. Kemudian biomassa dikeringkan
menggunakan oven pada suhu 40-50 ºC hingga kering.
Setelah biomassa mikroalga kering, masing-masing sampel digerus
menggunakan mortar hingga menjadi serbuk halus. Kemudian diekstrak secara
maserasi dengan masing-masing pelarut yaitu metanol dan air. Perbandingan
biomassa dengan pelarut yaitu 1 : 5 (b/v) (Maligan et al., 2015). Larutan
ditempatkan dalam tabung reaksi, lalu dikocok menggunakan shaker 120 rpm
selama 24 jam (Wenno et al., 2010). Kemudian ekstrak dicentrifuge, lalu
supernatan dipindahkan ke tabung steril dan dikeringkan menggunakan oven pada
suhu 45 ᵒC. Kemudian dibuat ekstrak dengan variasi konsentrasi 1.000 µg/200 µL,
5.000 µg/200 µL, dan 10.000 µg/200 µL ke dalam microtube dengan masing-
masing pelarut. Setelah itu ekstrak di sentrifus pada kecepatan 10.000 rcf selama
10 menit. Kemudian supernatan dipisahkan pada masing-masing tube sesuai
konsentrasi, jika ekstrak terlalu pekat maka diencerkan dengan menambahkan 100
µL pelarut. Kemudian ekstrak dan kontrol (air dan metanol) diteteskan secara
bertahap pada kertas cakram steril secara aseptis dan dikeringkan menggunakan
oven pada suhu 45 ᵒC.
Kultur bakteri uji, yaitu E. coli dan S. aureus diremajakan pada medium NA
miring lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 ᵒC. Masing-masing kultur
bakteri diambil sebanyak 1 ose, lalu diinokulasi dalam 5 mL medium NB steril.
Inokulum diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam menggunakan shaker dengan
kecepatan 120 rpm. Kemudian diambil 10% inokulum lalu diinokulasi dalam 10
19
mL medium NB steril. Kultur bakteri diinkubasi pada suhu ruang hingga masing-
masing fase midlog bakteri uji menggunakan shaker dengan kecepatan 120 rpm.
Umur bakteri yang digunakan pada fase midlog E. coli adalah pada jam ke-5,
sedangkan bakteri S. aureus fase midlognya pada jam ke-4, berdasarkan kurva
tumbuh Khotimah (2010).
Suspensi bakteri diinokulasi pada permukaan agar dengan cotton swab
steril, lalu ditunggu selama ± 5-10 menit. Kemudian kertas cakram yang telah
berisi ekstrak sesuai konsentrasi dan kontrol diletakkan secara aseptis pada
permukaan agar yang telah diinokulasi bakteri uji. Selanjutnya kultur diinkubasi
pada suhu 37 ºC selama 24 jam. Diameter zona hambat yang terbentuk diukur
menggunakan jangka sorong. Kemudian ekstrak dengan zona hambat terbaik dari
variasi konsentrasi akan diuji lebih lanjut dengan pemeriksaan kandungan
senyawa menggunakan Gas Chromatography Mass Spectrometry (GC-MS).
Ekstrak mikroalga yang membentuk zona hambat tertinggi diperiksa
kandungan senyawanya menggunakan Gas Chromatography Mass Spectrometry
(GC-MS). Kondisi alat yang digunakan yaitu, injection volume:1µl, column oven
temperatur: 40ᵒC, injection temperatur: 250ᵒC, injection mode: split, flow control
mode: linear velocity, pressure: 49,7 kPa, total flow: 104,2 mL/min, column flow:
1 mL/min, linear velocity: 36,1 cm/sec, purge flow: 3,0 mL/min, split ratio: 100,0.
Analisis senyawa ekstrak mikroalga dilakukan di Laboratorium Pangan, Pusat
Laboratorium PLT UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.5. Analisis Data
Data hasil uji yang diperoleh, yaitu diameter zona hambat dan pemeriksaan
kandungan senyawa dianalisis secara deskriptif.
20
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Uji Antibakteri
Berdasarkan hasil uji antibakteri yang dilakukan pada kedua ekstrak
mikroalga didapatkan hasil bahwa ekstrak metanol isolat mikroalga P2-15 dan P5-
4 memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri S. aureus. Ekstrak metanol isolat
mikroalga P2-15 memiliki daya hambat pada konsentrasi 1.000 µg sampai 5.000
µg, tetapi pada konsentrasi 10.000 µg tidak terdapat daya hambat terhadap bakteri
S. aureus.
Tabel 2. 1 Diameter Zona Hambat
Isolat
Mikroalga Pelarut
Konsentrasi
Ekstrak (µg)
Zona Hambat (mm)
S. aureus E. coli
P2-15
Metanol
1.000 8,23 ± 0,68 0
5.000 13,82 ± 2,96 0
10.000 0 0
Air
1.000 0 0
5.000 0 0
10.000 0 0
P5-4
Metanol
1.000 14,56 ± 0,11 0
5.000 13,36 ± 0,35 0
10.000 10,66 ± 0,57 0
Air
1.000 0 0
5.000 0 0
10.000 0 0
Kloramfenikol 30 27
Air 0 0
Metanol 0 0
Ekstrak metanol isolat mikroalga P5-4 pada semua konsentrasi memiliki
daya hambat terhadap bakteri S. aureus. Kedua ekstrak metanol tidak dapat
membentuk zona hambat terhadap bakteri E. coli. Kedua ekstrak air isolat
mikroalga P2-15 dan P5-4 pada konsentrasi 1.000 µg, 5.000 µg, dan 10.000 µg
tidak dapat membentuk zona hambat terhadap bakteri S. aureus dan E. coli.
21
Oleh sebab itu, pada penelitian ini pelarut metanol lebih baik dalam
melarutkan senyawa antibakteri pada ekstrak mikroalga P2-15 dan P5-4
dibandingkan dengan air. Efektivitas ekstraksi suatu senyawa pada metode
maserasi bergantung pada jenis pelarut yang digunakan. Menurut Bariyyah et al.
(2013), metanol lebih efisien dalam menembus dinding sel sehingga dihasilkan
ekstrak dengan metabolit yang beragam. Beberapa faktor yang mempengaruhi
kelarutan suatu senyawa adalah suhu, ukuran zat, volume pelarut dan kecepatan
pengadukan. Senyawa asam lemak yang bersifat polar dapat larut dalam pelarut
polar seperti air, namun tingkat kelarutan asam lemak juga dipengaruhi oleh
jumlah panjang rantai karbonnya. Semakin panjang rantai karbon pada suatu asam
lemak, maka tingkat kelarutan pada air semakin kecil. Sebagai contoh
perbandingan kelarutan asam lemak C6:0 pada pelarut air yaitu, 970 mg/100 mL,
sedangkan asam lemak C18:0 memiliki kelarutan dalam air yaitu, 0,04 mg/100
mL (Mamuaja, 2017).
Pola zona hambat yang dihasilkan dari ekstrak metanol isolat mikroalga P2-
15 adalah semakin tinggi konsentrasi ekstrak, diameter zona hambat yang
dihasilkan semakin besar (Tabel 2 dan Lampiran 2). Rata-rata diameter zona
hambat ekstrak metanol pada konsentrasi 1.000 µg, yaitu 8,23±0,68 mm termasuk
kategori kekuatan antibakteri yang lemah, yaitu kisaran diameter zona hambat 0-9
mm. Rata-rata diameter zona hambat pada konsentrasi 5.000 µg, yaitu 13,82±2,96
mm termasuk dalam kategori sedang, yaitu kisaran diameter zona hambat 10-15
mm (Nazri et al., 2011). Sementara itu, konsentrasi 10.000 µg tidak membentuk
zona hambat terhadap bakteri S. aureus. Zona hambat yang dihasilkan oleh isolat
P2-15 lebih kecil jika dibandingkan dengan isolat P5-4. Hal tersebut diduga
disebabkan oleh ukuran sel mikroalga P2-15 yang sangat kecil sehingga sulit
untuk dipecah secara menyeluruh. Ukuran sel mikroalga isolat P2-15 adalah 0,79-
1,44 µm, lebih kecil daripada ukuran sel isolat P5-4 (2,85-3,27 µm) (Lampiran 3).
Pemecahan sel mikroalga pada isolat P2-15 dengan cara penggerusan dalam
penelitian ini belum bisa menghancurkan sel secara menyeluruh. Hal tersebut juga
dilihat secara mikroskopis dan dari kepekatan warna ekstrak. Secara mikroskopis
masih terdapat sel mikroalga yang utuh dan dari kepekatan warna ekstrak, isolat
P2-15 memiliki warna hijau yang lebih terang dibandingkan dengan ekstrak isolat
22
P5-4 (Lampiran 4). Sel mikroalga yang belum pecah juga dapat menjadi
pennghalang bagi senyawa antibakteri untuk berdifusi ke dalam media agar.
Sehingga Koefisien gesek pada penggerusan sangat dipengaruhi oleh ukuran
partikel. Ukuran partikel yang kecil dan halus akan menimbulkan gaya gesek yang
kecil, sedangkan pada ukuran partikel yang lebih kasar akan menimbulkan gaya
gesek yang semakin besar. Oleh karena itu, dapat disarankan untuk
mengoptimalkan pemecahan sel mikroalga dengan cara lain, misalnya
menggunakan cara pemanasan (Agustini dan Setyaningrum, 2018), nitrogen cair
atau dengan sonikasi (Lee et al., 2016).
Isolat P5-4 yang diekstraksi dengan pelarut metanol memiliki zona hambat
pada semua konsentrasi (Tabel 2 dan Lampiran 3). Diameter zona hambatnya
yaitu, pada konsentrasi 1.000 µg sebesar 14,56 ± 0,11 mm, konsentrasi 5.000 µg
sebesar 13,36 ± 0,35 mm, dan konsentrasi 10.000 µg sebesar 10,66 ± 0,57 mm.
Ketiga konsentrasi tersebut termasuk dalam kategori kekuatan antibakteri sedang,
yaitu pada kisaran diameter zona hambat 10-15 mm (Nazri et al., 2011). Pola zona
hambat yang dihasilkan dari ekstrak metanol isolat mikroalga P5-4 adalah
semakin tinggi konsentrasi, diameter zona hambat yang dihasilkan semakin kecil.
Hal ini tidak seperti yang diperkirakan, yang seharusnya semakin tinggi
konsentrasi, maka semakin besar zona hambat yang dihasilkan. Semakin
rendahnya zona hambat yang terjadi diduga disebabkan oleh tingginya kandungan
bahan organik yang menyertai ekstrak metanol mikroalga. Hal tersebut sesuai
dengan penelitian Novery et al. (2016), kandungan biomassa kering yang terdapat
dalam mikroalga secara umum memiliki beberapa kandungan bahan organik,
misalnya pada Spirulina sp. mengandung protein yang tinggi yaitu sebesar 68%,
karbohidrat 11%, lipid 12% dan senyawa organik lain 9%. Menurut Darsi et al.
(2012), biomassa kering mikroalga D. Salina mengandung kadar protein sebesar
17%, lemak 0,003%, karbohidrat 15,07%, dan karoten 0,19 ppm. Mikroalga
Nannochloropsis sp. memiliki kadar protein 16,17%, lemak 0,30%, karbohidrat
19,08% dan karoten 0,27 ppm. Setiap spesies mikroalga memiliki jumlah
komposisi bahan organik yang berbeda-beda.
Kandungan bahan organik yang tinggi pada ekstrak mikroalga dapat
menghambat senyawa antibakteri untuk berdifusi ke dalam medium NA. Hal
23
tersebut dikarenakan senyawa antibakteri pada ekstrak kasar masih berikatan
dengan bahan organik. Oleh sebab itu, semakin tinggi konsentrasi ekstrak
mikroalga yang diujikan, zona hambat yang dihasilkan semakin kecil. Beberapa
penelitian lain juga menunjukkan adanya penghambatan senyawa antibakteri
untuk berdifusi pada media agar yang disebabkan oleh bahan organik. Pada
penelitian Agustini et al. (2018), yang mengekstrak mikroalga C. vulgaris,
hasilnya pada ekstrak kasar mikroalga tidak memiliki daya hambat terhadap
bakteri S. aureus dan E. coli. Kemudian setelah dilakukan pemurnian senyawa
pada ekstrak mikroalga, baru didapatkan daya hambat terhadap bakteri S. aureus
dan E. coli. Kusmiyati & Agustini (2007), yang mengekstrak senyawa antibakteri
dari mikroalga Porphyridium cruentum dengan pelarut diklorometan secara
bertingkat, dihasilkan ekstrak A, B dan C. Ekstrak A masih berupa ekstrak kasar
yang masih terdapat komponen senyawa biomassa, sehingga tidak dapat
menghambat pertumbuhan bakteri g negatif (E. coli) dan g positif (B. Subtilis dan
S. aureus). Ekstrak B hanya dapat menghambat pertumbuhan bakteri g positif
sedangkan ekstrak C dapat menghambat seluruh pertumbuhan bakteri uji.
Berdasarkan penelitian Wayan, Agustini, & Handayani (2017), yang mengekstrak
senyawa asam lemak dari Ligbya sp., dihasilkan ekstrak A, B dan C, namun hanya
ekstrak C yang memiliki aktivitas antibakteri terhadap S. aureus dan E.coli.
Setelah menganalisis senyawa lebih lanjut pada ekstrak C, diketahui hanya
senyawa fraksi 16 yang memiiki aktivitas antibakteri terhadap S. aureus dan E.
coli. Menurut (Wayan et al., 2017) semakin banyak tahap ekstraksi dalam
pemurnian senyawa, maka zona hambat yang dihasilkan pada masing-masing
ekstrak semakin besar. Berdasarkan mekanisme pemisahan bahan organik dari
ekstrak mikroalga pada penelitian ini dengan menggunakan cara sentrifugasi
dianggap belum optimal dalam memisahkan bahan organik dari ekstrak
mikroalga. Hasil tersebut tampak pada pekatnya warna ekstrak mikroalga P2-15
dan P5-4 pada konsentrasi 10.000 µg setelah dilakukan sentifugasi dengan
kecepatan 4.000 rpm selama 10 menit dan diberi pengenceran 100 µL metanol
(Lampiran 5 dan Tabel 3).
Kontrol positif yang digunakan dalam uji antibakteri yaitu kloramfenikol
yang memiliki spektrum luas sehingga dapat menghambat bakteri Gram positif
24
dan Gram negatif. Kekuatan antibakteri kloramfenikol tergolong dalam aktivitas
antibakteri tinggi yaitu, pada bakteri S. aureus zona hambatnya sebesar 30 mm,
sedangkan pada bakteri E. coli zona hambatnya sebesar 27 mm. Ekstrak kasar
mikroalga P2-15 dan P5-4 pada penelitian ini yang dimaserasi menggunakan
pelarut metanol belum bisa menandingi kekuatan aktivitas antibakteri
kloramfenikol. Karena kloramfenikol merupakan senyawa antibakteri yang sudah
lama digunakan sebagai obat dalam dunia medis. Melihat khasiat dari
kloramfenikol yang sangan baik, hal tersebut dikarenakan proses pembuatan obat
tersebut telah melalui proses atau tahap pemurnian senyawanya, sehingga
aktivitas antibakteri yang dihasilkan tergolong tinggi. Kloramfenikol bekerja
dengan menghambat sintesis protein, berikatan pada ribosom subunit 50s dan
menghambat kerja enzim peptidil transferase pada proses sintesis protein.
Meskipun demikian, ekstrak metanol P2-15 dan P5-4 tetap memiliki potensi
sebagai alternatif antibakteri yang alami. Kontrol negatif pada uji antibakteri
menggunakan pelarut metanol dan pelarut air saja pada cakram. Hasilnya tidak
terbentuk zona hambat pada kontrol negatif kedua pelarut, sehingga dapat
dipastikan bahwa tidak adanya pengaruh dari pelarut terhadap aktivitas antibakteri
dari ekstrak mikroalga.
4.2. Hasil Pemeriksaan Kandungan Senyawa Ekstrak Mikroalga
Ekstrak mikroalga yang digunakan pada pemeriksaan kandungan senyawa
adalah ekstrak metanol P5-4, yang menghasilkan zona hambat lebih besar
dibandingkan dengan P2-15 dari konsentrasi 1.000 µg. Ekstrak metanol isolat P5-
4 mengandung 5 macam senyawa yang ditunjukkan dengan adanya 5 puncak
kromatog pada 5 waktu retensi yang berbeda (Lampiran 6 dan Tabel 3).
Berdasarkan luas area kromatog pada ekstrak metanol isolat P5-4, terdapat tiga
senyawa dominan, yaitu phytol, 9,12-octadecadienoyl chloride (linoleoyl
chloride) dan n-hexadecanoic acid. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Maligan et al. (2015), yang mendapatkan senyawa 9-
hexadecanoic acid dan 9,12-octadecadienoic acid dari ekstrak mikroalga
Tetraselmis chuii pada pelarut metanol. Berdasarkan penelitian Lin et al (2019),
terdapat senyawa hexadecanoid acid sebanyak 22,1% yang diekstrak dari
mikroalga Monoraphidium sp. Pada penelitian Agustini (2018), senyawa
25
hexadecanoid acid, 9,12 octadecanoic acid, dan phytol juga terdapat pada ekstrak
mikroalga Chlorella vulgaris.
Senyawa dominan pertama dari ekstrak mikroalga P5-4 adalah phytol, dengan
presentase 33,5%. Phytol adalah senyawa umum yang terdapat dalam klorofil
Lee et al. (2016) dan berfungsi dalam biosintesis klorofil (Vetter et al., 2012). Hal
tersebut sesuai dengan banyaknya kandungan klorofil dalam ekstrak mikroalga
yang ditunjukkan dengan pekatnya warna ekstrak metanol isolat P5-4 setelah
dilakukan sentrifugasi dan telah diberi pengenceran sebanyak 100µL (Lampiran
6). Berdasarkan penelitian Lee et al. (2016), phytol merupakan senyawa
antibakteri yang dapat menginduksi kematian sel dengan mengakumulasi reactive
oksigen species (ROS) yang diuji terhadap bakteri P. aeruginosa. Berdasarkan
penelitian (Ghaneian et al., 2015), Phytol juga dapat menghambat pertumbuhan
bakteri S. aureus dan E. coli.
Tabel 3. Nama Senyawa pada Ekstrak Metanol Isolat P5-4
Puncak Waktu
Retensi Area% Nama Senyawa
Nama
Umum
Golongan
Senyawa
Rumus
Molekul
Senyawa
1 29.608 3.73
(3a.beta.,4.alpha.,7a.alpha.)-
4-ethenyl-1,3,3a,4,5,7a-
hexhydroisobenzofuran
Benzofuran Benzofuran C8H6O
2 30.198 24.38 n-Hexadecanoic acid Palmitic
acid
Asam
lemak C16H32O2
3 32.634 33.50 Phytol Fitol Diterpen C20H40O
4 32.903 11.17
9,12-Octadecadienoic acid,
methyl ester, ($,$)- (CAS)
Methyl linolelaidate
Linolelaidic
acid,
Methyl
ester
Asam
lemak C19H34O2
5 33.003 27.22
9,12-Octadecadienoyl
chloride, (Z,Z)- $$ Linoleoyl
chloride
Linoleoyl
Chloride
Asam
lemak C18H31ClO
Senyawa dominan kedua dalam ekstrak metanol isolat P5-4 adalah 9,12-
Octadecadienoyl chloride, (Z,Z)- $$ Linoleoyl chloride (linoleoyl chloride)
dengan presentase 27,22%. Linoleyl chloride merupakan senyawa yang dapat
menyebabkan iritasi dan korosif, berfungsi sebagai antibakteri, dan sudah ada
yang menjual senyawa ini untuk dijadikan sebagai antibakteri, misalnya pada
perusahaan industri kimia seperti Spectrum Chemical Mfg. Corp di New
Burnswick, Canada (Spectrum Chemical, 2019) dan Santa Cruz Biotechnology di
26
Dallas, Texas (Santa Cruz, 2019). Berdasarkan penelitian Altuner, Çeter, Gur,
Guney, Kirani, & Akwietieten (2018), senyawa ini dapat menghambat
pertumbuhan bakteri S. aureus dan E. coli. Secara umum cara kerja antibakteri
senyawa asam lemak yaitu, dapat merusak permeabilitas membran sel,
mengganggu kerja enzim pada membran sel, dan menjadi inhibitor yang dapat
menghambat pembentukan ATP (Desbois & Smith, 2010).
Senyawa dominan ketiga adalah n-hexadecanoid acid dengan presentase
24,38% dengan nama umum asam palmitat. Senyawa ini merupakan senyawa
asam lemak jenuh yang diketahui berfungsi sebagai senyawa antibakteri. Pada
penelitian Mohan et al. (2016), n-hexadecanoid acid dapat menghambat
pertumbuhan bakteri S. aureus (4±0,02 – 9±0,09 mm) dan E. coli (2±0,03 -
8±0,06 mm). Cara kerja senyawa asam lemak ini sama seperti linoleoyl chloride
yang dapat merusak permeabilitas membran sel, mengganggu kerja enzim pada
membran sel, dan menjadi inhibitor yang dapat menghambat pembentukan ATP
(Desbois & Smith, 2010).
Berdasarkan mekanisme fisiologis bakteri E. coli dapat menangkal senyawa
antibateri dengan menghasilkan enzim periplasmik seperti β-lactamase,
mengurangi permeabilitas membrane sel dengan memodifikasi membran luar
membentuk lipopolisakarida (LPS), dan merubah komponen membran luar
dengan mereduksi porin atau merubah fungsi permeabilitas porin (Andersen et al.,
2015). Bakteri E. coli juga dapat mengaktifkan mekanisme Effluks Pump seperti
pompa Resistance Nodulation Division (RND) yang terletak pada membran sel
sehingga dapat mengenali senyawa antibiotik dan beberapa senyawa lain seperti
asam lemak, desinfektan, dan detergen untuk dikeluarkan kembali ke luar sel
(Fernando & Kumar, 2013). Bakteri S. aureus memiliki pertahanan terhadap
antibakteri dengan menghasilkan enzim ekstraseluler dan memodifikasi
permukaan sel dengan mengurangi komponen anionik membran sel seperti
fosfolipid dan asam teikoat (Desbois & Smith, 2010). Oleh sebab itu, terdapat
perbedaan dari bakteri E. coli dan S. aureus dalam mecegah masuknya senyawa
antibakteri. Berdasarkan mekanisme fisiologis tersebut, sistem pertahanan bakteri
E.coli terhadap senyawa antibakteri lebih kompleks dibandingkan dengan bakteri
S. aureus. Oleh sebab itu, bakteri E. coli lebih resisten terhadap senyawa
27
antibakteri yang terdapat dalam ekstrak mikroalga P2-15 dan P5-4 pada penelitian
ini.
Terdapat pula perbedaan sensitifitas senyawa asam lemak terhadap bakteri
S. aureus dan E. coli. Berdasarkan penelitian Yoon, Jackman, Valle-González, &
Cho (2018), bakteri S. aureus lebih rentan terhadap senyawa asam lemak dengan
panjang rantai karbon C:16 (asam palmitat) dan C:18 (asam linoleat)
dibandingkan degan bakteri E. coli. Hasil dari pemeriksaan senyawa antibakteri
oleh isolat P2-15 dan p5-4 menyerupai hasil penelitian Kumalasari, Fasya, Adi, &
Maunatin (2014), yang menguji aktivitas antibakteri senyawa asam lemak dari
mikroalga C. Vulgaris. Hasilnya terdapat senyawa asam 9,2-oktadekadienoat
(asam linoleat) dan asam heksanoat (asam palmitat) yang memiliki aktivitas
antibakteri terhadap S. aureus namun tidak menunjukkan aktivitas terhadap
bakteri E. coli.
28
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN
1. Ekstrak metanol isolat P2-15 dan P5-4 memiliki daya hambat terhadap bakteri
S. aureus namun, tidak memiliki daya hambat terhadap bakteri E. coli. Ekstrak
air isolat P2-15 dan P5-4 sama sekali tidak memiliki daya hambat terhadap
bakteri S. aureus dan E. coli.
2. Berdasarkan analisis senyawa menggunakan GC-MS, ekstrak metanol isolat
P5-4 terdapat senyawa phytol, 9,12-octadecadienoyl chloride (linoleoyl
chloride), n-hexadecanoic acid, 9,12-octadecadienoic acid, methyl ester,
(E,E)- (CAS) methyl linolelaidate, (3a.beta.,4.alpha.,7a.alpha.)-4-ethenyl-
1,3,3a,4,5,7a-hexhydroisobenzofuran. Senyawa yang memiliki aktivitas
antibakteri adalah phytol, 9,12-octadecadienoyl chloride (linoleoyl chloride),
dan n-hexadecanoic acid.
5.2. SARAN
Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan, ekstrak kasar
mikroalga isolat P2-15 dan P5-4 yang dilarutkan dengan metanol perlu dilakukan
pemurnian agar didapatkan daya hambat yang maksimal. Kemudian, perlu dicoba
variasi jenis pelarut semipolar dan non polar lainnya agar didapatkan senyawa
yang lebih beragam yang mungkin berpotensi pula.
29
DAFTAR PUSTAKA
Agustini, N. W. S., & Setyaningrum, M. (2018). Screening fitokimia, uji aktivitas
antimikroba dan antioksidan, serta identifikasi senyawa dari ekstrak
biomassa Chlorella vulgaris. Journal of Ago-Based Industry, 35(1), 29–37.
Al-Wathnani, H., & Johnhansen, R. J. (2011). Cyanobacteria in soils from a
mojave desert ecosystem. Naturalist, 5(3), 71–89.
Alam, A. (2011). Pola resistensi Salmonella enterica serotipe Typhi, Departemen
Ilmu Kesehatan Anak RSHS, Tahun 2006 - 2010. Sari Pediatri, 12(5), 296–
301.
Altuner, E. M., Çeter, T., Gur, M., Guney, K., Kirani, B., Akwietieten, H. E., &
Soulman, S. I. (2018). Chemical composition and antimicrobial activities of
cold-pressed oils obtained from nettle, radish and pomegranate seeds.
Kastamonu University Journal of Forestry Faculty, 18(3), 236–247.
https://doi.org/10.17475/kastorman.498413
Azwanida, N. N. (2015). A review on the extraction methods use in medicinal
plants, principle, strength and limitation. Medicinal & Aromatic Plants,
04(03), 3–8. https://doi.org/10.4172/2167-0412.1000196
Bai, V. D. M., & Krishnakumar, S. (2013). Evaluation of antimicrobial
metabolites from marine microalgae Tetraselmis suecica using Gas
Chromatography Mass Spectrometry (GC-MS) analysis. Pharmacy and
Pharmaceutical Sciences, 5(3), 17-23.
Balouiri, M., Sadiki, M., & Ibnsouda, S. K. (2016). Methods for in vitro
evaluating antimicrobial activity: a review. Journal of Pharmaceutical
Analysis, 6(2), 71–79. https://doi.org/10.1016/j.jpha.2015.11.005
Band, V., & Weiss, D. (2014). Mechanisms of antimicrobial peptide resistance in
G-negative bacteria. Antibiotics, 4(1), 18–41.
https://doi.org/10.3390/antibiotics4010018
Bariyyah, S. K., Fasya, A. G., Abidin, M., & Hanapi, A. (2013). Uji aktivitas
antioksidan terhadap DPPH dan identifikasi golongan senyawa aktif ekstrak
kasar mikroalga Chlorella sp. hasil kultivasi dalam medium ekstrak tauge.
Alchemy, 2(3), 195–204.
Bogen, C., Klassen, V., Wichmann, J., Russa, M. La, Doebbe, A., Grundmann,
M., … Mussgnug, J. H. (2013). Identification of Monoraphidium contortum
as a promising species for liquid biofuel production. Bioresource
Technology, 133, 622–626. https://doi.org/10.1016/j.biortech.2013.01.164
Cartron, M. L., England, S. R., Chiriac, A. I., Josten, M., Turner, R., Rauter, Y.,
… Foster, S. J. (2014). Bactericidal activity of the human skin fatty acid cis-
6-hexadecanoic acid on Staphylococcus aureus. Antimicrobial Agents and
Chemotherapy, 58(7), 3599–3609. https://doi.org/10.1128/AAC.01043-13
30
Challouf, R., Dhieb, R., Ben., Omrane, H., Ghozzi, K., & Ouada, H. Ben. (2012).
Antibacterial, antioxidant and cytotoxic activities of extracts from the
thermophilic green alga, Cosmarium sp. African Journal of Biotechnology,
11(82), 14844–14849. https://doi.org/10.5897/AJB12.1118
Darsi, R., Supriadi, A., & Sasanti, A. D. (2012). Karakteristik kimiawi dan potensi
pemanfaatan Dunaliella salina dan Nannochloropsis sp. Jurnal Perikanan,
1(1), 14–25.
Desbois, A. P., & Smith, V. J. (2010). Antibacterial free fatty acids: activities,
mechanisms of action and biotechnological potential. Applied Microbiology
and Biotechnology. https://doi.org/10.1007/s00253-009-2355-3
Faiqoh, E. N., Yuliana, D. E., Suhendriani, S., Aini, H. Q. (2013). Studi daya
antibakteri ekstrak karang lunak (Geodia sp.) segar terhadap bakteri
Escherechia coli dan Vibrio parahaemolyticus serta kandungan senyawa
aktifnya. Jurnal Teknologi pertanian. 14(3), 201-208.
Fernando, D., & Kumar, A. (2013). Resistance-Nodulation-Division multidrug
efflux pumps in G-negative bacteria: role in virulence. Antibiotics, 2(1), 163–
181. https://doi.org/10.3390/antibiotics2010163
Ghaneian, M. T., Ehrampoush, M. H., Jebali, A., Hekmatimoghaddam, S., &
Mahmoudi, M. (2015). Antimicrobial activity, toxicity and stability of phytol
as a novel surface disinfectant. Environmental Health Engineering and
Management Journal, 2(1), 13–16. Retrieved from
https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=2610015
Harun, R., Singh, M., Forde, G. M., & Danquah, M. K. (2010). Bioprocess
engineering of microalgae to produce a variety of consumer products.
Renewable and Sustainable Energy Reviews, 14(3), 1037–1047.
https://doi.org/10.1016/j.rser.2009.11.004
Khasbullah, F., Murhadi., & Suharyono, A. S. (2013). Karakteristik produk
etanolisis CPO dan PKO kajian karakteristik fungsional produk etanolisis
campuran CPO (Crude Palm Oil) dan PKO (Palm Kernel Oil) pada reaksi
etanolisis tingkat dua. Teknologi Industri Dan Hasil Pertanian, 18(1), 13–27.
Khotimah, F. K. (2010). Karakterisasi senyawa aktif antibakteri minyak atsiri
bunga cengkeh (Syzygium aromaticum).
Kumalasari, D., Fasya, A. G., Adi, T. K., & Maunatin, A. (2014). Uji aktivitas
antibakteri asam lemak hasil hidrolisis minyak mikroalga Chlorella sp.
Alchemy. 3(2), 163–172.
Kusmiyati, K., & Agustini, N. W. S. (2007). Uji aktivitas senyawa antibakteri dari
mikroalga Porphyridium cruentum. Biodiversitas, 8, 48–53.
https://doi.org/10.1067/mic.2001.117119
Lee, W., Woo, E. R., & Lee, D. G. (2016). Phytol has antibacterial property by
inducing oxidative stress response in Pseudomonas aeruginosa. Free Radical
31
Research, 50(12), 1309–1318.
https://doi.org/10.1080/10715762.2016.1241395
Mai-prochnow, A., Clauson, M., Hong, J., & Murphy, A. B. (2016). G positive
and G negative bacteria differ in their sensitivity to cold plasma. Nature
Publishing Group, 1(11).
https://doi.org/10.1038/srep38610
Maleta, H. S., Indrawati, R., Limantara, L., & Brotosudarmo, T. H. P. (2018).
Ragam metode ekstraksi karotenoid dari sumber tumbuhan dalam dekade
terakhir. Jurnal Rekayasa Kimia & Lingkungan, 13(1), 40–50.
https://doi.org/10.23955/rkl.v13i1.10008
Maligan, J. M., Tri, W. V., & Zubaidah, E. (2015). Identifikasi senyawa
antimikroba ekstrak mikroalga jenis pelarut, dan waktu ekstraksi. 16(3), 195–
206.
Mamuaja, C. F. (2017). Lipida. Edisi I , Unsrat Press.
Mata, T. M., Martins, A. A., & Caetano, N. S. (2010b). Microalgae for biodiesel
production and other applications: a review. Renewable and Sustainable
Energy Reviews, 14(1), 217–232. https://doi.org/10.1016/j.rser.2009.07.020
Milanda, T., Saragih, B. C., & Kusuma, S. A. F. (2014). Detection of ampicillin
resistance genes (bla) in clinical isolates of Escherichia coli with Polymerase
Chain Reaction method. Indonesian Journal of Clinical Pharmacy, 3(3), 98–
106. https://doi.org/10.15416/ijcp.2014.3.3.98
Moraes, J., de Oliveira, R. N., Costa, J. P., Junior, A. L. G., de Sousa, D. P.,
Freitas, R. M., … Pinto, P. L. S. (2014). Phytol, a diterpene alcohol from
chlorophyll, as a drug against neglected tropical disease Schistosomiasis
mansoni. PLoS Neglected Tropical Diseases, 8(1), 51.
https://doi.org/10.1371/journal.pntd.0002617
National Center for Biotechnology Information (NCBI). (2018a). Klasifikasi dan
deskripsi bakteri E. coli.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/genome/?term=E.+coli. Tanggal akses Mei
2018
National Center for Biotechnology Information (NCBI). (2018b). Klasifikasi dan
deskripsi bakteri S. aureus. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/genome/154
Tanggal akses Mei 2018
Nazri, N. A. . M., Ahmat, N., Adnan, A., Syed Mohamad, S. A., & Syaripah
Ruzaina, S. A. (2011). In vitro antibacterial and radical scavenging activities
of malaysian table salad. African Journal of Biotechnology, 10(30), 5728–
5735. https://doi.org/10.5897/AJB11.227
Novery, K., Sutrisno, E., & Hanif, M. (2016). Optimasi proses likuifaksi
mikroalga Spirulina sp. untuk produksi bahan bakar cair menggunakan
metode respon permukaan: pengaruh tekanan awal dan konsentrasi katalis.
32
Jurnal Teknik Lingkungan, 5(2), 1–12.
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/tlingkungan/article/view/11755/1141
0
Pikoli, M. R., Sari, A. F., Solihah, N. A., & Muarif, M. R. (2017). Tahun
anggaran 2017 lipid-producing microalgae and cyanobacteria from Situ
Gintung and Situ Pamulang and their potential for biodiesel feedstock.
Pringgenies, D. (2018). Characteristic bioactive compound of the mollusc
symbiotic bacteria by using GC-MC. Jurnal Ilmu Dan Teknologi Kelautan
Tropis, 2(2), 34–40. https://doi.org/10.29244/jitkt.v2i2.7850
Rukmono, P., & Zuraida, R. (2013). 2013, Uji kepekaan antibiotik terhadap
Pseudomonas aeruginosa penyebab sepsis neonatorum. Sari Pediatri, 14(5),
332–336.
Sani, R. N., Nisa, F. C., Andriani, R. D., & Maligan, J. M. (2014). Analisis
rendemen dan skrining fitokimia ekstrak etanol mikroalga laut Tetraselmis
chuii. Jurnal Pangan Dan Agroindustri, 2(2), 121–126.
Santa Cruz. (2019). https://www.scbt.com/scbt/product/linoleoyl-chloride-7459-
33-8. Tanggal akses April 2019.
Santhosh, S., Dhandapani, R., & Hemalatha, N. (2016). Bioactive compounds
from microalgae and its different applications-a review. Pelagia Research
Library Advances in Applied Science Research, 7(4), 153–158. Retrieved
from www.pelagiaresearchlibrary.com
Setyaningsih, I., Desniar., & Purnamasari, E. (2012). Antimikroba dari
Chaetoceros gracillis yang dikultivasi dengan lama penyinaran berbeda.
Jurnal Akuatika, 3(2), 180–189.
Shannon, E., & Abu-Ghannam, N. (2016). Antibacterial derivatives of marine
algae: An overview of pharmacological mechanisms and applications.
Marine Drugs. https://doi.org/10.3390/md14040081
Spectrum Chemical. https://www.spectrumchemical.com/OA_HTML/chemical-
products_Linoleoyl-Chloride_TCI-L0113.jsp. Tanggal akses April 2019
Vetter, W., Schroder, M., & Lehnert, K. (2012). Differentiation of refined and
virgin edible oils by means of the trans - and cis -phytol isomer distribution.
Agriculturaland Food Chemistry, 1(60), 6103–6107.
https://doi.org/10.1021/jf301373k
Wayan, N., Agustini, S., & Handayani, K. D. (2017). Aktivitas antibakteri dan
identifikasi senyawa kimia asam lemak dari mikroalga Lyngbya sp . 99–107.
Wenno, M. R., Purbosari, N., & Thenu, J. L. (2010). Ekstraksi senyawa
antibakteri dari Chlorella sp. extraction antibakteri compound from Chlorella
sp. 10(2), 131–137.
Yoon, B. K., Jackman, J. A., Valle-González, E. R., & Cho, N. J. (2018).
33
Antibacterial free fatty acids and monoglycerides: Biological activities,
experimental testing, and therapeutic applications. In International Journal
of Molecular Sciences 19(1114), 1-40. https://doi.org/10.3390/ijms19041114
34
LAMPIRAN
Lampiran 1. Komponen dan Konsentrasi Medium BG11
Komponen Konsentrasi Larutan Stok
NaNO3 75 g/500 ml dH2O
K2HPO4 2 g/500 ml dH2O
MgSO4.7H2O 3,75 g/500 ml dH2O
CaCl2.2H2O 1,8 g/500 ml dH2O
Citrit Acid H2O 0,3 g/500 ml dH2O
Ferric Ammonium Citrate 0,3 g/500 ml dH2O
Na2EDTA 2H2O 0,05 g/500 ml dH2O
Na2CO3 1 g/500 ml dH2O
BG-11 Trace Metals Solution
35
Lampiran 2. Daya Hambat Ekstrak Metanol Isolat P2-15 terhadap Bakteri S.
aureus
Keterangan: A adalah zona hambat pada ekstrak metanol P2-15 konsentrasi 1.000
µg, B adalah zona hambat pada ekstrak metanol P2-15 konsentrasi 5.000 µg, C
adalah zona hambat pada ekstrak metanol P2-15 konsentrasi 10.000 µg
A B
C
36
Lampiran 3. Daya Hambat Ekstrak Metanol Isolat P5-4 terhadap Bakteri S.
aureus
Keterangan: A adalah zona hambat pada ekstrak metanol P5-4 konsentrasi 1.000
µg, B adalah zona hambat pada ekstrak metanol P5-4 konsentrasi 5.000 µg, C
adalah zona hambat pada ekstrak metanol P5-4 konsentrasi 10.000 µg dan kontrol
positif kloramfenikol
A B
C
37
Lampiran 4. Sel Mikroalga Isolat P2-15 dan P5-4 Perbesaran 100x
Keterangan: A adalah sel mikroalga isolat P2-15, B adalah sel mikroalga isolat
P5-4
A B
38
Lampiran 5. Ekstrak Metanol Mikroalga Setelah Sentrifugasi
39
Lampiran 6. Krogatog Senyawa Ekstrak Mikroalga P5-4