Upload
others
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
POTRET PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA
KALANGAN IBU PEKERJA DI DESA KLEPU
KECAMATAN PRINGAPUS KABUPATEN
SEMARANG TAHUN 2010
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh:
Praptadi Agung Sadyoga
NIM 6450406081
JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2011
ii
Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Ilmu Keolahragaan
Universitas Negeri Semarang
Januari 2011
ABSTRAK
Praptadi Agung Sadyoga.
POTRET PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA KALANGAN IBU PEKERJA DI
DESA KLEPU KECAMATAN PRINGAPUS KABUPATEN SEMARANG
TAHUN 2010.
VI + 91 halaman + 30 tabel + 2 gambar + 16 lampiran
ASI adalah makanan terbaik bagi bayi karena kandungan zat gizinya yang
lengkap dan sesuai dengan kebutuhan bayi. Cakupan ASI eksklusif di Indonesia
berdasarkan data SDKI 2007 sebesar 32 %, masih jauh dari target yaitu 80%. Ibu pekerja
menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran pemberian ASI eksklusif pada
kalangan ibu pekerja di Desa Klepu Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang Tahun
2010.
Jenis Penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Populasi
dalam penelitian ini ibu pekerja yang memiliki bayi usia 0 – 12 bulan, yaitu sebanyak 63
orang. Teknik pengambilan sampel dengan cara purposive sampling dan diperoleh jumlah
sampel sebesar 54 orang. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner. Analisis data
dilakukan secara univariat yang disajikan dalam bentuk tabel dan bivariat dengan uji chi
square.
Hasil penelitian ini menunjukkan proporsi pemberian ASI eksklusif pada
kalangan ibu pekerja sebesar 5,6 % dan tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu
(p=0,280), tingkat pengetahuan ibu (p=0,466), sikap ibu (p=1,00), status sosial ekonomi
(p=1,00), fasilitas di tempat kerja (p=1,00), penyuluhan ASI eksklusif (p=0,604),
dukungan keluarga (p=1,00), dan sikap petugas kesehatan (p=1,00) dengan pemberian
ASI eksklusif.
Saran yang dianjurkan bagi para ibu, hendaknya senantiasa berusaha memberikan
ASI eksklusif walaupun harus bekerja dan aktif konsultasi dengan petugas kesehatan saat
menemui permasalahan.
Kata kunci :ASI eksklusif, ibu pekerja
Kepustakaan : 48 (1995 – 2009)
iii
Public Health Department
Sport Science Faculty
Semarang State University
January 2011
ABSTRACT
Praptadi Agung Sadyoga.
Exclusive Breastfeeding Portrait of Working Mother in Klepu Village Pringapus
Subdistrict Semarang Regency in the year 2010.
VI + 91 pages + 30 tables + 2 figures + 16 appendices
Breastmilk is the best food for baby because of its high and complete nutrient
content and because it is appropriate with the baby’s need. The extent of exclusive
breastfeeding in Indonesia based on SDKI data in 2007 is 32%, and it is still far from the
target which is 80%. Working mother is one of the factors which influence Exclusive
Breastfeeding. The objective of this study is to get description of eexclusive breastfeeding
on working mother in Klepu Village Pringapus Subdistrict Semarang Regency in the
Year 2010.
This Study is a descriptive study with quantitative approach. Population in this
study is 63 working mothers who have baby with age 0 – 12 months. The technique of
sample withdrawal is purposive sampling and in the end the researcher gets 54 samples.
The instrument of the study is using questionaire. Data analysis was done univariantly
and presented in the form of table and bivariantly by using chi square test.
The results of this study show proportion of exclusive breastfeeding on working
mother is 5,6%; and the education level of the mother, the level of mothers’ knowledge,
mothers’ attitude, economic status, facility in the working place, counseling, husband and
mother or mother in law’s support on Exclusive Breastfeeding and attitude of health
workers do not have significant relation with exclusive breastfeeding.
The suggestion of this study is mothers should try to give exclusive breastfeeding
although they are working mothers and to have active consultation with health workers
when they meet problems. Health institutes ought to have cooperation with companies to
provide facility which supports exclusive breast feeding.
Keywords : exclusive breastfeeding, working mother
Literature : 48 (1995-2009)
iv
PENGESAHAN
Telah dipertahankan di hadapan Sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang,
skripsi atas nama:
Nama : Praptadi Agung Sadyoga
NIM : 6450406081
Judul : Potret Pemberian ASI Eksklusif pada Kalangan Ibu Pekerja di
Desa Klepu Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang Tahun
2010
Pada hari : Kamis
Tanggal : 17 Februari 2011
Panitia Ujian
Ketua Panitia, Sekretaris,
Drs. H. Harry Pramono, M.Si Irwan Budiono, SKM, M.Kes
NIP. 19591019 198503 1 001 NIP. 19751217 200501 1 003
Dewan Penguji, Tanggal persetujuan
Ketua Penguji 1. Widya Hary C., SKM, M.Kes
NIP. 19771227 200501 2 001
Anggota Penguji 2. DR. E.R. Rustiana, M.Si
(Pembimbing Utama) NIP. 19470427 1985032 001
Anggota Penguji 3. dr. Intan Zainafree
(Pembimbing Pendamping) NIP. 19790105 200604 2 002
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“ Mintalah, maka kalian akan menerima. Carilah, maka kalian akan mendapat.
Ketuklah, maka pintu akan dibukakan untukmu.” (Matius 7:7)
“Janganlah iri hati kepada orang berdosa. Taatlah selalu kepada Allah supaya
masa depanmu terjamin, dan harapanmu tidak hilang.” (Amsal 23:17-18)
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada:
o Bapak dan Ibu tercinta yang telah
menuntunku
o Kakak-kakakku yang kusayangi yang
selalu mendukungku
o Adekku tersayang yang selalu
menyemangatiku
o Teman – teman seperjuangan
o Almamater
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
segala karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
Potret Pemberian ASI Eksklusif pada Kalangan Ibu Pekerja di Desa Klepu
Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang Tahun 2010. Skripsi ini disusun
sebagai kelengkapan akhir dari kegiatan studi mahasiswa Ilmu Kesehatan
Masyarakat Universitas Negeri Semarang untuk mencapai gelar Strata Satu (S1)
Kesehatan Masyarakat.
Akhirnya, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan
terima kasih yang sebesar – besarnya atas segala bimbingan dan bantuan yang
telah diberikan dalam penyusunan skripsi, kepada:
1. Pembantu Dekan Bidang Akademik Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas
Negeri Semarang, Drs. Said Junaidi, M. Kes., atas ijin penelitian.
2. Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan
Universitas Negeri Semarang, dr. H. Mahalul Azam, M. Kes., atas ijin
penelitian.
3. Pembimbing I, Dr. E.R. Rustiana, M.Si atas arahan, bimbingan dan motivasi
dalam penyusunan skripsi ini.
4. Pembimbing II, dr. Intan Zainafree, atas arahan, bimbingan, dan motivasi
dalam penyusunan skripsi ini..
vii
5. Bapak, Ibu dan kakak - kakaku yang tercinta atas doa, kasih sayang,
pengorbanan, dan semangat yang telah diberikan selama ini.
6. Adekku tersayang Fitriana Nursinta Sihotang, atas dukungan dan bantuan
yang telah diberikan selama ini.
7. Kader – kader posyandu dan warga Desa Klepu atas kerja sama dan bantuan
yang telah diberikan.
8. Sahabat – sahabatku semua, Fika, Dini, Hema, Ratna, Nobita, A’la, Oce,
Lukman, Anang, Wisnu, Ucup, Luwi, Fahmi, Aulia, dan semua teman – teman
Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Semarang Angkatan 2006 atas
dukungan dan bantuan yang telah diberikan selama menyusun skripsi ini.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu dan memberikan semangat dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga bantuan dan dukungan dari semua pihak, mendapat imbalan yang
berlimpah dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Akhirnya, penulis menyadari
sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun harapannya
semoga hasil penulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Semarang, Maret 2011
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................... i
ABSTRAK .............................................................................................. ii
ABSTRACT ............................................................................................ iii
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................ iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .......................................................... v
KATA PENGANTAR ............................................................................ vi
DAFTAR ISI ........................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
1.1 LATAR BELAKANG ...................................................................... 1
1.2 RUMUSAN MASALAH .................................................................. 6
1.3 TUJUAN PENELITIAN ................................................................... 8
1.4 MANFAAT PENELITIAN ............................................................... 9
1.5 KEASLIAN PENELITIAN .............................................................. 10
1.6 RUANG LINGKUP PENELITIAN .................................................. 13
ix
BAB II LANDASAN TEORI ................................................................. 14
2.1 LANDASAN TEORI ........................................................................ 14
2.1.1 Definisi ASI ................................................................................ 14
2.1.2 Definisi ASI Eksklusif ................................................................ 14
2.1.3 Anatomi Payudara ....................................................................... 15
2.1.4 Produksi ASI ............................................................................... 16
2.1.5 Komposisi ASI ............................................................................ 20
2.1.6 Manfaat dan Keunggulan ASI ..................................................... 27
2.1.7 ASI Esklusif dan Ibu Pekerja ...................................................... 30
2.1.8 Faktor-Faktor yang memperngaruhi Perilaku Pemberian
ASI Eksklusif .............................................................................. 32
2.2 KERANGKA TEORI ....................................................................... 40
BAB III METODE PENELITIAN.......................................................... 41
3.1 KERANGKA KONSEP................................................................... 41
3.2 JENIS DAN RANCANGAN PENELITIAN................................... 42
3.3 DEFINISI OPERASIONAL DAN SKALA PENGUKURAN
VARIABEL .................................................................................... 42
3.4 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN .................................... 45
3.5 SUMBER DATA PENELITIAN ..................................................... 47
3.6 INSTRUMEN PENELITIAN .......................................................... 47
3.7 TEKNIK PENGAMBILAN DATA ................................................ 49
x
3.8 TEKNIK ANALISIS DATA ........................................................... 49
BAB IV HASIL ...................................................................................... 52
4.1 GAMBARAN UMUM .................................................................... 52
4.2 HASIL PENELITIAN ..................................................................... 55
BAB V PEMBAHASAN ........................................................................ 75
5.1. PEMBAHASAN .............................................................................. 75
5.2. HAMBATAN DAN KELEMAHAN PENELITIAN ...................... 88
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 89
6.1. SIMPULAN ..................................................................................... 89
6.2. SARAN ............................................................................................ 90
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 92
LAMPIRAN ............................................................................................ 97
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian .................................................................. 10
Tabel 1.2 Perbedaan Penelitian ............................................................... 12
Tabel 3.1 Definisi Operasional ............................................................... 42
Tabel 4.1 Mata Pencaharian Penduduk ................................................... 52
Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Umur ............................... 53
Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Tempat Kerja .................. 54
Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ......... 55
Tabel 4.5 Distribusi Pemberian ASI eksklusif ....................................... 56
Tabel 4.6 Distribusi Usia Pertama Kali Bayi Diberikan Makanan atau
Minuman Selain ASI ............................................................... 56
Tabel 4.7 Distribusi Makanan atau Minuman Pertama Kali Diberikan .. 56
Tabel 4.8 Distribusi Tingkat Pendidikan Ibu .......................................... 57
Tabel 4.9 Distribusi Tingkat Pengetahuan Ibu ........................................ 58
Tabel 4.10 Distribusi Sikap Ibu ............................................................. 58
Tabel 4.11 Distribusi Status Sosial Ekonomi ......................................... 59
xii
Tabel 4.12 Distribusi Dukungan Suami ................................................. 60
Tabel 4.13 Distribusi Dukungan Ibu atau Ibu Mertua ........................... 60
Tabel 4.14 Distribusi Sikap Petugas Kesehatan ...................................... 61
Tabel 4.15 Distribusi Penyuluhan ASI Eksklusif ................................... 62
Tabel 4.16 Distribusi Fasilitas TPA ........................................................ 62
Tabel 4.17 Distribusi Fasilitas dan Ruangan untuk Memerah dan
Menyimpan ASI .................................................................... 63
Tabel 4. 18 Tabulasi Silang Tingkat Pendidikan dengan Pemberian ASI
Eksklusif .............................................................................. 63
Tabel 4. 19 Tabulasi Silang Tingkat Pengetahuan dengan Pemberian ASI
Eksklusif ............................................................................... 65
Tabel 4. 20 Tabulasi Silang Sikap Ibu dengan Pemberian ASI Eksklusif 66
Tabel 4. 21 Tabulasi Silang Status Sosial Ekonomi dengan Pemberian ASI
Eksklusif ............................................................................... 67
Tabel 4. 22 Tabulasi Silang TPA dengan Pemberian ASI Eksklusif. ..... 68
Tabel 4. 23 Tabulasi Silang Fasilitas dan Sarana Menyimpan dan Memerah ASI
dengan Pemberian ASI Eksklusif ....................................... 69
xiii
Tabel 4. 24 Tabulasi Silang Penyuluhan ASI Eksklusif dengan Pemberian ASI
Eksklusif .............................................................................. 70
Tabel 4. 25 Tabulasi Silang Dukungan Suami dengan Pemberian ASI
Eksklusif ............................................................................... 71
Tabel 4. 26 Tabulasi Silang Dukungan Ibu atau Ibu Mertua dengan
Pemberian ASI Eksklusif ..................................................... 72
Tabel 4. 27 Tabulasi Silang Sikap Petugas Kesehatan dengan Pemberian
ASI Eksklusif ....................................................................... 73
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Teori .................................................................... 40
Gambar 3.1 Kerangka Konsep ................................................................ 41
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Surat Keputusan tentang Dosen Pembimbing ................................... 98
2. Surat Permohonan Ijin Penelitian kepada Kepala Kesbangpolinmas
Kabupaten Semarang ........................................................................ 99
3. Surat Permohonan Ijin kepada Kepala Desa Klepu .......................... 100
4. Data Sampel Penelitian ..................................................................... 101
5. Kuesioner Penelitian ......................................................................... 104
6. Hasil Uji Validitas Pengetahuan Ibu ............................................... 109
7. Hasil Uji Validitas Sikap Ibu ............................................................ 111
8. Surat Keterangan telah Melakukan Penelitian dari Desa Klepu ....... 114
9. Rekapitulasi Data Pemberian ASI Eksklusif..................................... 115
10. Rekapitulasi Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan Responden ....... 120
11. Rekapitulasi Sikap Responden .......................................................... 123
12. Rekapitulasi Sikap Petugas Kesehatan, Fasilitas di Tempat Kerja
Dan Penyuluhan ASI Eksklusif ........................................................ 125
13. Analisis Univariat.............................................................................. 127
14. Analisis Bivariat ................................................................................ 131
15. Surat Keputusan tentang Penguji Skripsi .......................................... 144
16. Dokumentasi Penelitian .................................................................... 145
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahap II
yang termuat dalam Renstra Kementerian Kesehatan Tahun 2010 – 2014
menetapkan bahwa pembangunan diarahkan untuk meningkatkan kualitas Sumber
Daya Manusia (SDM). SDM yang berkualitas tercipta sejak manusia berada di
dalam kandungan ibunya. Salah satu faktor kesehatan yang penting bagi ibu hamil
adalah pemberian gizi yang baik bagi ibu dan bayi yang dikandungnya, karena
status gizi ibu akan mempengaruhi status gizi bayi di dalam kandungannya
(Arisman, 2004:8). Nutrisi bagi bayi dan anak adalah pondasi bagi pertumbuhan
badan yang sehat yang pada gilirannya akan mendukung perkembangan yang
sehat (Roy Meadow, 2005:80), sedangkan kekurangan nutrisi pada bayi dan anak
dapat meningkatkan risiko kesakitan dan menyebabkan sepertiga kematian balita
baik secara langsung maupun tidak langsung dari perkiraan 9,5 juta kematian
balita pada tahun 2006 (WHO, 2009:3).
Kebutuhan bayi akan zat gizi di awal kehidupan dapat dikatakan sangat
kecil bila dibandingkan dengan orang dewasa. Namun akan berbeda jika
kebutuhan tersebut dibandingkan dengan persentase berat badannya. Hasilnya
kebutuhan bayi akan zat gizi melebihi kebutuhan orang dewasa dan bahkan dapat
mencapai 2 kali lipatnya (Arisman, 2004: 41). Untuk memenuhi kebutuhan akan
zat gizi tersebut Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan bergizi yang paling lengkap,
1
2
aman, higienis, dan murah. Selain itu ASI juga meningkatkan keakraban ibu dan
anak yang bersifat mendukung perkembangan kepribadian anak di kemudian hari
(Arifin Siregar, 2004).
ASI adalah makanan terbaik bagi bayi karena kandungan zat gizinya
yang lengkap dan sesuai dengan kebutuhan bayi. ASI mengandung lebih dari 200
unsur-unsur pokok antara lain zat putih telur, lemak, karbohidrat, vitamin,
mineral, faktor pertumbuhan, hormon, enzim, zat kekebalan, dan sel darah putih.
Semua zat tersebut terdapat secara proporsional dan seimbang satu sama lainnya.
Komposisi ASI sangat unik karena berbeda dari satu ibu dengan ibu lainnya,
misalnya pada ibu yang melahirkan bayi prematur dengan ibu yang melahirkan
bayi cukup bulan. Komposisi ASI juga berbeda dari waktu ke waktu yang
disesuaikan dengan kebutuhan bayi saat itu (Utami Roesli, 2000:24). Selain
mengandung zat-zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan bayi, ASI juga
mengandung enzim-enzim yang membantu bayi mencerna zat-zat gizi tersebut
sehingga ASI menjadi mudah dicerna (Depkes, 2005:6).
United Nations Children’s Fund (UNICEF) bersama dengan World
Health Assembly (WHA) dan banyak negara lainnya merekomendasikan untuk
memberikan ASI secara eksklusif selama 6 bulan (Utami Roesli, 2000: 3).
Pemberian ASI selama 6 bulan memiliki efek positif terhadap ketahanan hidup
bayi. Nurmiati dan Besral (2008) melaporkan bahwa bayi yang disusui dengan
durasi 6 bulan atau lebih memiliki ketahanan hidup 33,3 kali lebih baik daripada
bayi yang disusui kurang dari 4 bulan, dan bayi yang disusui dengan durasi 4 - 5
bulan memiliki ketahanan hidup 2,6 kali lebih baik daripada bayi yang disusui
3
kurang dari 4 bulan. Selain itu ASI juga telah terbukti mampu mencegah berbagai
macam penyakit seperti infeksi saluran cerna baik akut maupun kronis, infeksi
saluran cerna lainnya, infeksi saluran nafas, mengandung anti-virus dan anti-
bakteri serta faktor anti-parasit (Chairrudin P. Lubis, 2003). Hal tersebut sejalan
dengan penelitian Kramer (2003) yang melaporkan bahwa pemberian ASI
eksklusif selama 6 bulan berhubungan dengan risiko infeksi gastrointestinal yang
lebih rendah daripada bayi yang diberi ASI eksklusif selama 3 bulan saja. Maka
ASI lebih baik diberikan secara eksklusif selama 6 bulan.
Pemberian ASI secara eksklusif di Indonesia juga telah ditetapkan selama
6 bulan dan dianjurkan untuk dilanjutkan sampai anak berusia 2 tahun dengan
pemberian makanan tambahan. Hal tersebut telah diatur dalam Keputusan Menteri
Kesehatan nomor 450/MENKES/SK/IV/2004. Selain itu Undang-Undang No 36
tahun 2009 pada pasal 128 ayat 1 juga mengatur tentang ASI eksklusif, yaitu
bahwa setiap bayi berhak mendapatkan ASI eksklusif sejak dilahirkan selama 6
(enam) bulan, kecuali atas indikasi medis. Selanjutnya dijelaskan juga di dalam
ayat 2 bahwa selama pemberian ASI, pihak keluarga, pemerintah, pemerintah
daerah, dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan
penyediaan waktu dan fasilitas khusus.
Pemberian ASI secara eksklusif telah diatur oleh pemerintah, walaupun
demikian perilaku pemberian ASI eksklusif di Indonesia masih rendah. Dalam
Renstra Kementerian Kesehatan tahun 2010 - 2014 disebutkan bahwa berdasarkan
data SDKI 2007 cakupan ASI eksklusif selama 0-6 bulan mengalami penurunan
dari 39,4% pada tahun 2003 menjadi sebesar 32 %. Sementara itu jumlah bayi
4
dengan usia di bawah 6 bulan yang diberi susu formula meningkat dari 16,7%
pada tahun 2002 menjadi 27,9% pada tahun 2007 (www.menegpp.go.id).
Pemberian susu formula sendiri memiliki dampak negatif bagi bayi, yaitu
meningkatkan risiko diare, seperti yang disimpulkan dalam penelitian Muhamad
Enoch dan Djumadias Abunaim di Jakarta (1988), angka kejadian diare pada bayi
yang diberi ASI hanya 6% (dari 845 bayi), diberi ASI dan susu fomula 14%, dan
jika diberi susu formula saja angka kejadian diare meningkat sampai 18%
(Arisman, 2004:43).
Berdasarkan data profil kesehatan provinsi Jawa Tengah tahun 2008,
persentase ASI eksklusif di propinsi Jawa Tengah sebesar 28,96%. Angka tersebut
masih sangat jauh dari target yang ditetapkan dalam Indonesia Sehat 2010 yaitu
80%. Kabupaten Semarang merupakan salah satu kabupaten yang mengalami
penurunan cakupan ASI eksklusif selama 3 tahun. Pada tahun 2006 persentase
ASI di Kabupaten Semarang sebesar 38,36%, pada tahun 2007 turun menjadi
21,53%, dan tahun 2008 menjadi 9,52%. Penurunan ini dikarenakan ibu yang
bekerja sehingga ibu tidak dapat memberikan ASI eksklusif secara optimal (Profil
Kesehatan Kabupaten Semarang, 2008:25).
Puskesmas Pringapus termasuk salah satu dari 26 puskesmas yang berada
di Kabupaten Semarang. Cakupan ASI eksklusif di Puskemas Pringapus
berdasarkan profil kesehatan Kabupaten Semarang tahun 2008 adalah sebesar
21,49% dan masih jauh dari target yaitu 80%. Puskesmas Pringapus memiliki
wilayah kerja yang merupakan kawasan industri karena terdapat 8 industri besar,
dan salah satunya terdapat industri garmen yang sebagian besar tenaga kerjanya
http://www.menegpp.go.id/
5
adalah wanita. Sebagai kawasan industri tentu saja masayarakat di sekitar banyak
yang terserap menjadi tenaga kerja di industri tersebut. Berdasarkan data yang
dari Kecamatan Pringapus, Desa Klepu merupakan desa yang sebagian besar
penduduknya bermata pencaharian sebagai buruh industri yaitu sebesar 27%.
Partisipasi wanita dalam angkatan kerja menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi pemberian ASI eksklusif. Kenaikan partisipasi wanita dalam
angkatan kerja menurunkan kesediaan menyusui dan lamanya menyusui (Siregar,
2004). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2003 yang termuat
dalam kebijakan Departemen Kesehatan tentang peningkatan pemberian ASI
pekerja wanita, pekerja di Indonesia mencapai 100.316.007 dimana 64,63%
pekerja laki-laki dan 35,37% pekerja wanita. Wanita yang bekerja sesungguhnya
merupakan arus utama di banyak industri. Mereka diperlakukan sama dari
beberapa segi, hanya dari segi riwayat kesehatan mereka seharusnya diperlakukan
berbeda dengan laki-laki dalam hal pelayanan kesehatan. Pekerja wanita dituntut
untuk meningkatkan kemampuan dan kapasitas kerja secara maksimal, tanpa
mengabaikan kodratnya sebagai wanita. Ibu yang bekerja dengan cuti hamil 3
bulan menjadi salah satu permasalahan yang menyebabkan kegagalan pemberian
ASI eksklusif (Utami Roesli, 2000:46). Waktu cuti yang hanya 3 bulan memaksa
ibu harus kembali bekerja walaupun bayinya masih membutuhkan ASI. Hal
senada juga diungkapkan oleh Hikmawati dalam penelitiannya yang menyebutkan
bahwa ibu yang bekerja adalah salah satu faktor risiko penyebab kegagalan ASI
eksklusif. Hal ini ditegaskan lagi oleh Suyatno (1997) yang menyampaikan bahwa
Kelompok karyawan yang bekerja di perusahaan atau pabrik merupakan
6
kelompok wanita dengan rata-rata pemberian ASI eksklusif dan lama pemberian
ASI paling singkat.
Pemerintah telah mengatur pemberian ASI secara eksklusiff melalui UU
No 36 tahun 2009 di dalam pasal 128. Selain itu juga dijelaskan bahwa berbagai
pihak juga harus turut mendukung secara penuh dengan penyediaan waktu dan
fasilitas khusus. ASI sangatlah penting bagi pertumbuhan bayi, karena selain
komposisinya lengkap dan sesuai dengan kebutuhan bayi, ASI juga memberikan
perlindungan bagi bayi terhadap berbagai masalah kesehatan, namun kenaikan
partisipasi wanita dalam angkatan kerja menurunkan kesediaan menyusui dan
lamanya menyusui (Siregar, 2003). Pemberian ASI eksklusif sendiri dipengaruhi
oleh berbagai faktor. Berdasarkan paparan di atas maka penulis hendak
melakukan penelitian yang berjudul “Potret Pemberian ASI Eksklusif pada
Kalangan Ibu Pekerja di Desa Klepu Kecamatan Pringapus Kabupaten
Semarang”.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.2.1 Rumusan Masalah Umum
Rumusan masalah dalam penelitian ini secara umum adalah bagaimana
potret pemberian ASI eksklusif pada kalangan ibu pekerja di Desa Klepu
Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang.
7
1.2.2 Rumusan Masalah Khusus
1. Bagaimanakah pemberian ASI eksklusif pada kalangan ibu pekerja di Desa
Klepu.
2. Bagaimanakah hubungan tingkat pendidikan ibu pekerja di Desa Klepu
dengan pemberian ASI eksklusif.
3. Bagaimanakah hubungan tingkat pengetahuan ibu pekerja tentang ASI
eksklusif dengan pemberian ASI eksklusif.
4. Bagaimanakah hubungan sikap ibu pekerja terhadap pemberian ASI
eksklusif dengan pemberian ASI eksklusif.
5. Bagaimanakah hubungan dukungan keluarga dengan pemberian ASI
eksklusif.
6. Bagaimanakah hubungan status ekonomi keluarga dengan pemberian ASI
eksklusif.
7. Bagaimanakah hubungan fasilitas di tempat kerja dengan pemberian ASI
eksklusif.
8. Bagaimanakah hubungan penyuluhan tentang ASI eksklusif dengan
pemberian ASI eksklusif.
9. Bagaimanakah hubungan sikap petugas kesehatan dengan pemberian ASI
eksklusif.
8
1.3 TUJUAN PENELITIAN
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potret pemberian ASI
eksklusif pada kalangan ibu bekerja di Desa Klepu Kecamatan Pringapus
Kabupaten Semarang.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mendeskripsikan pemberian ASI eksklusif pada kalangan ibu pekerja di
Desa Klepu.
2. Mengetahui hubungan tingkat pendidikan ibu pekerja di Desa Klepu
dengan pemberian ASI eksklusif.
3. Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu pekerja tentang ASI
eksklusif dengan pemberian ASI eksklusif.
4. Mengetahui hubungan sikap ibu pekerja terhadap pemberian ASI eksklusif
dengan pemberian ASI eksklusif.
5. Mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan pemberian ASI
eksklusif.
6. Mengetahui hubungan status ekonomi keluarga dengan pemberian ASI
eksklusif.
7. Mengetahui hubungan fasilitas di tempat kerja dengan pemberian ASI
eksklusif.
8. Mengetahui hubungan penyuluhan tentang ASI eksklusif dengan
pemberian ASI eksklusif.
9
9. Mengetahui hubungan sikap petugas kesehatan dengan pemberian ASI
eksklusif.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi Puskesmas Pringapus
Penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang pemberian ASI
eksklusif pada kalangan ibu pekerja dan menjadi dorongan bagi
puskesmas untuk selalu mempromosikan ASI eksklusif kepada masyarakat
khususnya pada ibu-ibu yang bekerja.
2. Bagi Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat
Penelitian ini dapat berguna sebagai referensi di jurusan Ilmu Kesehatan
Masyarakat UNNES.
3. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis
mengenai ASI eksklusif dan potret pemberian ASI eksklusif pada
kalangan ibu pekerja.
10
1.5 KEASLIAN PENELITIAN
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
No Judul
Penelitian
Nama
Peneliti
Tahun dan
Tempat
Penelitian
Desain Variabel Hasil
1 Hubungan
antara
Pengetahuan
Ibu Tentang
ASI
Eksklusif
dengan
Perilaku
Pemberian
ASI
Eksklusif
pada Ibu
Bekerja di
Wilayah
Kerja
Puskesmas
Wonosobo I
Dwi Desy
Prihartati
2008,
Wonosobo
Cross
sectional
Variabel
bebas:
pengetahuan
tentang ASI
eksklusif
pada ibu
bekerja
Variabel
terikat:
perilaku
pemberian
ASI
eksklusif
pada ibu
belerja
Ada
hubungan
antara
pengetahuan
ibu tentang
ASI
eksklusif
dengan
perilaku
pemberian
ASI ekslusif
pada ibu
bekerja
2 Faktor Risiko
Penyebab
Kegagalan
Pemberian
ASI Eksklusif
(Studi
Kualitatif di
Kelurahan
Tambakrejo
Kecamatan
Purworejo
Tahun 2006)
Ari
Hermawati
2006,
Purworejo
Kualitatif Variabel
bebas:
pendidikan
ibu,
pengetahuan
ibu,
pekerjaan
ibu, faktor
kejiwaan,
promosi
susu
formula,
dukungan
suami,
kondisi
kesehatan
ibu
Variabel
terikat:
Kegagalan
pemberian
ASI
eksklusif
disebabkan
oleh
kesibukan
ibu, faktor
kejiwaan
dalam diri
ibu yaitu
takut kalau
ASInya
tidak
mencukupi
kebutuhan
bayi, adanya
promosi
susu
11
No Judul
Penelitian
Nama
Peneliti
Tahun dan
Tempat
Penelitian
Desain Variabel Hasil
Variabel
terikat:
Kegagalan
pemberian
ASI
eksklusif
formula,
kondisi
kesehatan
ibu
(mengalami
masalah
dalam
menyusui
berupa
payudara
bengkak,
lecet-lecet,
puting susu
luka, badan
panas
dingin, ASI
keluarnya
sedikit).
12
Beberapa hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian –
penelitian sebelumnya dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:
Tabel 1.2 Perbedaan Penelitian
No Perbedaan Dwi Desy
Prihartati
Ari Hermawati Praptadi Agung
Sadyoga
1 Judul Hubungan
antara
Pengetahuan
Ibu Tentang
ASI Eksklusif
dengan
Perilaku
Pemberian
ASI Eksklusif
pada Ibu
Bekerja di
Wilayah Kerja
Puskesmas
Wonosobo I
Faktor Risiko
Penyebab
Kegagalan
Pemberian ASI
Eksklusif (Studi
Kualitatif di
Kelurahan
Tambakrejo
Kecamatan
Purworejo
Tahun 2006)
Potret
Pemberian ASI
Eksklusif pada
Kalangan Ibu
Pekerja di Desa
Klepu
Kecamatan
Pringapus
Kabupaten
Semarang.
2 Variabel Variabel
bebas:
pengetahuan
tentang ASI
eksklusif pada
ibu bekerja
Variabel
terikat:
perilaku
pemberian ASI
eksklusif pada
ibu belerja
Variabel
bebas:
pendidikan
ibu,
pengetahuan
ibu, pekerjaan
ibu, faktor
kejiwaan,
promosi susu,
dukungan
suami,
kondisi
kesehatan ibu
Variabel
terikat:
kegagalan
pemberian ASI
eksklusif
3 Desain Cross
sectional Kualitatif
Deskriptif
Kuantitatif
13
1.6 RUANG LINGKUP PENELITIAN
1.6.1 Ruang Lingkup Tempat
Penelitian ini dilakukan di Desa Klepu Kecamatan Pringapus Kabupaten
Semarang.
1.6.2 Ruang Lingkup Waktu
Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Oktober tahun 2010.
1.6.3 Ruang Lingkup Materi
Materi penelitian ini adalah mengenai promosi kesehatan, khususnya
mengenai pemberian ASI eksklusif pada kalangan ibu pekerja.
14
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 LANDASAN TEORI
2.1.1 Definisi ASI
Susu merupakan sumber protein yang kaya energi, protein, dan mineral
(Roy Meadow, 2005:80). Air Susu Ibu atau ASI adalah suatu emulsi lemak dalam
larutan protein, laktosa, dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah
kelejar payudara ibu, sebagai makanan utama bagi bayi (Anton Baskoro, 2008:1).
ASI adalah makanan terbaik bagi bayi karena kandungan zat gizinya yang lengkap
dan sesuai dengan kebutuhan bayi. ASI mengandung lebih dari 200 unsur-unsur
pokok antara lain zat putih telur, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, faktor
pertumbuhan, hormon, enzim, zat kekebalan, dan sel darah putih. Semua zat
tersebut terdapat secara proporsional dan seimbang satu sama lainnya (Utami
Roesli, 2009:24). ASI adalah makanan pertama dan utama bagi bayi, karena ASI
cocok sekali untuk memenuhi kebutuhan bayi (Arisman, 2004:41).
2.1.2 Definisi ASI Eksklusif
ASI eksklusif adalah pemberian hanya ASI saja tanpa makanan dan
minuman lain yang dianjurkan selama 6 bulan (Depkes, 2005: 5). Menurut Utami
Roesli (2009:3), ASI eksklusif berarti ASI saja yang diberikan kepada bayi tanpa
tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan
tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur
14
15
nasi, dan tim selama 6 bulan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja kepada bayi tanpa tambahan apapun
baik makanan maupun minuman dalam berbagai bentuk.
2.1.3 Anatomi Payudara
Utami Roesli (2000:18) menyampaikan bahwa payudara terdiri atas 2
bagian yaitu bagian luar (eksternal) dan bagian dalam (internal). Bagian luar
payudara terdiri dari:
1. Sepasang buah dada yang terletak di dada
2. Puting susu
3. Aerola mamae yaitu daerah kecoklatan di sekitar puting susu.
Bagian dalam payudara terdiri dari:
1. Kelejar susu (mammary alveoly) merupakan pabrik susu.
2. Gudang susu (sinus lactiferous) yang berfungsi menampung ASI, terletak di
bawah aerola mamae.
3. Saluran susu (ductus lactiferous) yang mengalirkan susu dari mammary
alveoly ke sinus lactiferous.
4. Jaringan penunjang dan pelindung, seperti jaringan ikat dan sel lemak yang
melindungi.
Air susu ibu diproduksi di kelejar susu yang kemudian dialirkan melalui
ductus lactiferous menuju sinus lactiferous. Sinus lactiferous sangat penting
karena merupakan tempat menampung ASI.
16
2.1.4 Produksi ASI
ASI diproduksi sebagai hasil dari kerja gabungan antara hormon dan
refleks. Selama masa kehamilan terjadi perubahan hormon yang berfungsi
mempersiapkan jaringan kelejar susu untuk memproduksi ASI. Segera setelah
melahirkan atau kadang – kadang saat usia kehamilan 6 bulan akan terjadi
perubahan hormon yang menyebabkan payudara mulai memproduksi ASI. Pada
waktu bayi mulai menghisap terjadi 2 refleks yang menyebabkan ASI keluar pada
saat yang tepat dengan jumlah yang tepat pula, yaitu refleks prolaktin atau refleks
pembentukan ASI yang dirangsang oleh hormon prolaktin dan refleks let down
yang disebut juga refleks oksitosin atau refleks pelepasan ASI (Utami Roesli,
2000:18).
1. Refleks Prolaktin
Rangsangan isapan bayi melalui serabut syaraf akan memacu hipofisis
anterior untuk mengeluarkan hormon prolaktin ke dalam aliran darah. Prolaktin
memacu sel kelejar susu untuk mensekresikan ASI. Makin sering bayi menghisap
makin banyak prolaktin dilepaskan oleh hipofisis anterior dan akhirnya makin
banyak ASI yang dihasilkan oleh sel kelejar susu (Depkes, 2005:17-18).
2. Refleks Oksitosin atau Refleks Let Down
Rangsangan isapan bayi melalui serabut syaraf memacu hipofise posterior
untuk melepaskan hormon oksitosin ke dalam darah. Oksitosin memacu sel-sel
myoephitel yang mengelilingi mammary alveoly dan ductus lactiferous untuk
berkontraksi sehingga mengalirkan ASI dari mammary alveoly ke ductus
17
lactiferous menuju sinus lactiferous dan puting susu. Maka dengan lebih sering
menyusui dapat membantu pengosongan payudara agar tidak terjadi engorgement
(payudara bengkak), tetapi justru memperlancar pengaliran ASI. Oksitosin
berperan juga memacu kontraksi otot rahim sehingga mempercepat keluarnya
plasenta dan mengurangi perdarahan setelah persalinan (Depkes, 2005:19).
Refleks oksitosin lebih rumit bila dibandingkan refleks prolaktin. Pikiran,
perasaan, dan sensasi ibu sangat mempegaruhi refleks ini. Hal-hal yang dapat
meningkatkan refleks oksitosin seperti:
a. Bila melihat bayi
b. Memikirkan bayi dengan perasaan penuh kasih sayang
c. Mendengar bayinya menangis
d. Mencium bayinya
e. Ibu dalam keadaan tenang.
Hal-hal yang dapat menghambat refleks oksitosin adalah semua pikiran
negatif seperti:
a. Ibu yang sedang bingung atau sedang kacau pikirannya
b. Apabila ibu khawatir atau takut ASInya tidak cukup
c. Apabila ibu merasa kesakitan terutama saat menyusui
d. Apabila ibu merasa sedih, cemas, marah, atau kesal
e. Apabila ibu malu menyusui (Utami Roesli, 2000:20).
18
Berdasarkan waktu diproduksi atau stadium laktasi ASI dapat dibedakan
menjadi 3 yaitu:
1. Kolostrum (Colostrum)
Kolostrum adalah ASI yang keluar pada hari-hari pertama setelah kelahiran
bayi, berwarna kekuning-kuningan dan lebih kental karena mengandung vitamin
A, protein, dan zat kekebalan yang penting untuk melindungi bayi dari penyakit
infeksi (Depkes, 2005:4). Menurut Anton Baskoro (2008:9), kolostrum
merupakan cairan yang pertama kali disekresikan oleh kelejar payudara yang
mengandung tissue debris dan residual material yang terdapat dalam alveoli dan
duktus dari kelejar payudara sebelum dan segera setelah melahirkan. Kolostrum
disekresikan mulai hari pertama hingga ketiga atau keempat. Jadi kolostrum
adalah air susu ibu yang pertama kali keluar pada hari pertama hingga hari ketiga
atau keempat setelah melahirkan, berwarna kekuning-kuningan dan lebih kental.
Ada beberapa hal penting yang terjadi ketika kolostrum diproduksi (Anton
Baskoro, 2008:10):
a. Komposisi kolostrum dari hari ke hari berubah
b. Kolostrum merupakan cairan kental yang ideal dan berwarna kekuning-
kuningan, lebih kuning dibanding ASI mature.
c. Lebih banyak mengandung protein dibandingkan ASI mature, tetapi
berlainan dengan ASI mature dimana protein yang utama adalah casein,
pada kolostrum protein yang utama adalah globulin, sehingga dapat
memberikan daya perlindungan tubuh terhadap infeksi.
19
d. Lebih banyak mengandung antibodi dibandingkan ASI mature yang dapat
memberikan perlindungan bagi bayi sampai 6 bulan pertama.
e. Lebih rendah kadar karbohidrat dan lemaknya dibandingkan dengan ASI
mature.
f. Total energi lebih rendah dibandingkan ASI mature yaitu 58 kalori/ 100 ml
kolostrum.
g. Vitamin yang larut dalam lemak tinggi jika dibandingkan dengan ASI
mature, sedangkan vitamin yang larut dalam air dapat lebih tinggi atau
lebih rendah.
h. Bila dipanaskan manggumpal, ASI mature tidak.
i. PH lebih alkalis dibandingkan ASI mature.
j. Volumenya berkisar 150-300 ml/24jam.
2. Air Susu Masa Peralihan (Masa Transisi)
ASI peralihan adalah ASI yang keluar setelah kolostrum sampai sebelum
menjadi ASI yang matang atau mature (Utami Roesli, 2000:25). Air susu
peralihan mempunyai kadar protein yang semakin merendah, sedangkan kadar
karbohidrat dan lemak semakin meninggi. Volume ASI pada masa ini semakin
meningkat. ASI peralihan disekresikan mulai dari hari keempat hingga hari
kesepuluh masa laktasi (Anton Baskoro, 2008:11).
3. Air Susu Mature
Air susu mature merupakan ASI yang disekresikan pada hari kesepuluh
dan seterusnya. ASI mature merupakan makanan yang aman dan pada ibu yang
20
sehat ASI satu-satunya makanan yang diberikan selama 6 bulan pertama bagi bayi
(Anton Baskoro, 2008:11). ASI mature ini merupakan suatu cairan berwarna putih
kekuning-kuningan yang disebabkan oleh warna dari garam Ca-caseinat,
riboflavin dan karoten yang terkandung di dalamnya. ASI mature mengandung
anti mikrobial faktor antara lain:
a. Antibodi terhadap bakteri dan virus
b. Sel (fagosit granulosit , makrofag, dan limfosit tipe T)
c. Enzim (lizosim, laktoperoksidase, lipase, katalase, fosfatase, amilase,
fosfodiesterase, alkalinfosfatase)
d. Protein (laktoferin, B12 binding protein)
e. Resistance factor terhadap stafilokokus
f. Komplemen
g. Interferron producing cell
h. Hormon-hormon (Soetjiningsih, 1997:22).
2.1.5 Komposisi ASI
Komposisi ASI tidak selalu sama, namun ada keragaman normal yang
sering terjadi. ASI juga akan sedikit beragam sesuai dengan diit yang dijalankan
oleh sang ibu, tetapi perubahan ini jarang menjadi masalah. Kadang-kadang
seorang ibu mendapatkan bahwa makanan yang tidak biasa dimakannya akan
mengganggu bayinya, tapi banyak ibu dapat terus makan makanan yang tidak
biasa saat menyusui. Bahkan bumbu yang keras, seperti cabai, tidak akan
mempengaruhi ASI atau mengganggu bayi.
21
ASI yang dihisap oleh bayi pada menit pertama (susu awal) akan berbeda
dengan ASI pada menit terakhir (susu akhir). Susu awal muncul pada awal
pemberian dan encer. Susu ini kaya akan protein, laktosa, vitamin, mineral, dan
air. Susu akhir adalah susu yang muncul di akhir pemberian ASI. Susu akhir
terlihat lebih putih daripada susu awal karena susu akhir mengandung lebih
banyak lemak. Lemak ini membuat susu akhir kaya akan energi (Arifin Siregar,
2004).
ASI adalah makanan terbaik bagi bayi dan dapat memenuhi kebutuhan gizi
bayi selama 6 bulan pertama. Komposisi zat gizi yang terkandung dalam ASI
adalah sebagai berikut:
1. Karbohidrat
Karbohidrat dalam ASI berbentuk laktosa (gula susu) dan jumlahnya lebih
banyak dibandingkan dalam PASI (Pengganti Air Susu Ibu). Rasio jumlah laktosa
dalam ASI dan PASI adalah 7 : 4, sehingga ASI terasa lebih manis dibandingkan
PASI. Hal ini menyebabkan bayi yang sudah mengenal ASI dengan baik
cenderung tidak mau minum PASI (Dwi Sunar Prasetyono, 2009:98). Menurut
Soetjiningsih (1997:24), kadar laktosa yang cukup tinggi pada ASI ini ternyata
sangat menguntungkan bagi bayi, karena laktosa ini akan diubah menjadi asam
laktat melalui proses fermentasi. Asam laktat ini memberikan suasana asam pada
usus bayi dan suasana asam di dalam usus memberikan beberapa keuntungan
yaitu:
22
a. Penghambatan pertumbuhan bakteri patogen.
b. Memacu pertumbuhan mikroorganisme yang memproduksi asam organik
dan mensintesis vitamin.
c. Memudahkan terjadinya pengendapan dari Ca-casienat.
d. Memudahkan absorbsi mineral seperti kalsium, fosfor dan magnesium.
Selain itu karbohidrat dalam ASI merupakan nutrisi yang penting untuk
pertumbuhan sel syaraf otak dan pemberi energi untuk kerja sel-sel syaraf (Anton
Baskoro, 2008: 2).
2. Protein
Protein dalam ASI lebih rendah daripada PASI, namun demikian ASI
sangat cocok untuk bayi karena hampir semua unsur protein terserap oleh sistem
pencernaan bayi yaitu protein unsur whey. Rasio protein whey dan kasein adalah
65:35, sedangkan dalam PASI rasionya adalah 20:80. Artinya protein dalam PASI
hanya sepertiga dari protein ASI yang dapat diserap oleh usus bayi dan
membuang dua kali lebih banyak protein yang sulit diserap, sehingga hal ini
memungkinkan bayi akan lebih berisiko menderita diare dan defekasi dengan
feses berbentuk biji cabe yang menunjukkan adanya makanan yang sukar diserap
oleh bayi (Anton Baskoro, 2008:2). Protein whey mudah diserap oleh usus bayi
karena pengendapan protein whey lebih halus daripada kasein (Soetjiningsih,
1997:23).
23
3. Lemak
Sekitar setengah dari energi yang terkandung berasal dari lemak. Lemak
yang terkandung di dalam ASI lebih mudah dicerna dan diserap oleh bayi karena
lemak ASI banyak mengandung enzim pemecah lemak atau lipase (Dwi Sunar
Prasetyono, 2009:99). Jenis lemak yang terdapat dalam ASI adalah asam lemak
rantai panjang yang berperan dalam pertumbuhan otak (Soetjiningsih, 1997:25).
Jumlah asam linoleat dalam ASI juga sangat tinggi dan perbandingannya dengan
PASI adalah 6 : 1. Asam linoleat ini adalah jenis asam lemak esensial yang
berfungsi untuk memacu perkembangan sel syaraf otak bayi. Komposisi lemak
dalam ASI berubah-ubah setiap saat. Pada mulanya kadar lemak dalam ASI
rendah kemudian meningkat jumlahnya. Lemak dalam ASI akan berubah
kadarnya setiap kali dihisap oleh bayi dan hal ini otomatis terjadi. Komposisi
lemak pada 5 menit pertama akan berbeda dengan 10 menit berikutnya. Demikian
pula kadar lemak pada hari pertama akan berbeda dengan kadar lemak pada hari
kedua dan akan terus berubah sesuai dengan perkembangan bayi dan kebutuhan
energi yang diperlukan oleh bayi (Anton Baskoro, 2008:3).
4. Mineral
ASI mengandung mineral yang lengkap bagi bayi, walaupun kadarnya
cukup rendah namun cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi sampai umur 6
bulan. Total mineral selama laktasi adalah konstan, namun beberapa mineral yang
spesifik kadarnya tergantung dari diit ibu dan stadium laktasi. Zat besi (Fe) dan
kalsium (Ca) adalah mineral yang paling stabil dalam ASI dan mudah diserap oleh
24
bayi. Kadar Fe dan Ca dalam ASI tidak dipengaruhi oleh diit ibu (Soetjiningsih,
1997:25). Dalam PASI kandungan mineralnya cukup tinggi namun sebagian besar
tidak dapat diserap oleh usus bayi. Hal ini akan memperberat kerja usus bayi dan
mengganggu keseimbangan dalam usus serta meningkatkan pertumbuhan bakteri
yang merugikan, sehingga mengakibatkan kontraksi usus bayi tidak normal. Bayi
akan kembung atau gelisah karena gangguan pencernaan (Anton Baskoro,
2008:5).
5. Vitamin
Apabila ibu mengkonsumsi makanan yang memadai, ASI yang dihasilkan
mengandung vitamin yang lengkap dan mampu untuk memenuhi kebutuhan bayi
hingga 6 bulan kecuali vitamin K, karena bayi baru lahir ususnya belum dapat
membentuk vitamin K (Anton Baskoro, 2008:5). Selain itu terdapat vitamin D
dalam lemak susu juga hanya sedikit, tetapi penyakit polio jarang terjadi pada
anak yang diberi ASI bila kulitnya sering terkena sinar matahari. Vitamin D yang
terlarut dalam air telah ditemukan terdapat dalam susu, meskipun fungsi vitamin
ini merupakan tambahan terhadap vitamin D yang terlarut lemak (Arifin Siregar,
2004)
6. Air
Kandungan air dalam ASI adalah 88% dari keseluruhan komposisi ASI.
Air dalam ASI ini berfungsi untuk melarutkan zat-zat yang terkandung di
dalamnya. ASI merupakan sumber air yang secara metabolik aman untuk bayi dan
25
kadarnya yang tinggi mampu meredakan rangsangan haus dari bayi
(Soetjiningsih, 1997:25).
7. Faktor Pelindung
ASI mengandung zat - zat nutrisi untuk pertumbuhan bayi, namun selain
itu ASI juga mengandung unsur – unsur lainnya yang bermanfaat dalam
memberikan perlindungan terhadap infeksi (Chairuddin P. Lubis, 2003). Zat anti
infeksi yang terkandung di dalam ASI antara lain adalah:
a. Sel darah putih
Setiap tetes ASI mengandung berjuta-juta sel hidup yang menyerupai sel
darah putih. Sel-sel ini akan beredar dalam usus bayi dan membunuh
mikroorganisme yang merugikan bagi bayi. Sel yang sangat protektif ini
jumlahnya sangat banyak pada minggu – minggu pertama kehidupan saat
kekebalan tubuh bayi belum mampu membentuk antibodi yang protektif dalam
jumlah yang cukup. Selain membunuh mikroorganisme yang merugikan, sel – sel
ini juga menyimpan dan menyalurkan zat – zat penting seperti enzim, faktor
pertumbuhan, dan imunoglobulin (Utami Roesli, 2000:30).
b. Imunoglobulin
Imunoglobulin adalah suatu protein yang memerangi infeksi yang masuk
ke dalam tubuh bayi. Dapat dikatakan seperti suatu antibiotik alami yang tersebar
di seluruh tubuh dan akan membunuh mikroorganisme yang merugikan (Utami
Roesli, 2000:30). Pada prinsipnya secretory immunoglobulin A (sIgA) akan
26
melapisi usus bayi dan mencegah bakteri yang akan memasuki sel (WHO,
2009:9).
c. Laktoferin dan Lisozym
Laktoferin dan lisozym ini dapat membunuh kuman dan bakteri (WHO,
2009:9). Laktoferin adalah protein yang terikat dengan zat besi. Manfaat
laktoferin adalah menghambat pertumbuhan stapilokokus dan E.coli dengan cara
mengikat zat besi sehingga kuman tidak mendapat zat besi yang sangat
dibutuhkan untuk pertumbuhanya. Laktoferin juga terbukti menghambat
pertumbuhan jamur kandida. Sedangkan lisozim bermanfaat untuk memecah
dinding sel bakteri (Chairuddin P. Lubis, 2003).
d. Oligosakarida
Oligosakarida yang terkandung dalam ASI ini berfungsi untuk mencegah
bakteri menempel ke permukaan mukosa bayi (WHO, 2009:9).
8. Unsur Lain
Unsur-unsur lain yang terkandung di dalm ASI adalah laktokrom, kreatin,
kreatinin, urea, xantin, amonia, dan asam sitrat. Substansi tertentu yang terdapat di
dalam plasma darah ibu, dapat juga berada dalam ASI misalnya minyak volatil
dari makanan tertentu (bawang merah). Selain itu obat-obatan tertentu seperti
sulfanomid, salisilat, morfin, dan alkohol serta elemen organik misalnya As, Bi,
Fe, I, Hg, dan Pb juga bisa berada dalam ASI (Soetjiningsih, 1997:26).
27
2.1.6 Manfaat dan Keunggulan ASI
Menyusui atau memberikan ASI kepada bayi memiliki banyak manfaat
dan keunggulan yang tidak hanya dapat dirasakan oleh sang bayi saja, tetapi ibu
juga dapat merasakan manfaatnya.
1. Bagi Bayi
a. Meningkatkan jalinan kasih sayang antara ibu dan bayi (Utami Roesli,
2009:14). Ikatan kasih sayang ibu-bayi terjadi karena berbagai rangsangan
seperti sentuhan kulit (skin to skin contact). Bayi akan merasa aman dan
puas karena bayi merasakan kehangatan tubuh ibu dan mendengar denyut
jantung ibu yang sudah dikenal sejak bayi masih dalam rahim (Depkes,
2005:10)
b. ASI mengandung zat-zat gizi berkualitas tinggi yang berguna untuk
pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan bayi/anak
c. ASI meningkatkan daya tahan tubuh bayi, karena ASI mengandung zat
kekebalan yang melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri,
virus, parasit, dan jamur.
d. ASI mudah dicerna, karena selain mengandung zat gizi yang sesuai, juga
mengandung enzim-enzim untuk mencernakan zat-zat gizi yang terdapat
dalam ASI tersebut.
e. Selain mengandung protein yang tinggi, ASI memiliki perbandingan
antara whey dan kasein yang sesuai untuk bayi. Rasio whey dengan kasein
merupakan salah satu keunggulan ASI dibandingkan dengan susu sapi.
ASI mengandung whey lebih banyak yaitu 65:35. Komposisi ini
28
menyebabkan protein ASI lebih mudah diserap. Sedangkan pada susu sapi
mempunyai perbandingan whey : casein adalah 20 : 80, sehingga tidak
mudah diserap (Depkes, 2005:6-7).
f. ASI mengadung laktosa yang lebih tinggi dibandingkan dengan susu
buatan. Di dalam usus, laktosa akan difermentasi menjadi asam laktat yang
bermanfaat untuk:
1) Menghambat pertumbuhan bakteri yang bersifat patogen.
2) Merangsang pertumbuhan mikroorganisme yang dapat menghasilkan
asam organik dan mensintesis beberapa jenis vitamin.
3) Memudahkan terjadinya pengendapan calsium-cassienat.
4) Memudahkan penyerapan berbagai jenis mineral, seperti kalsium,
magnesium.
g. ASI tidak mengandung beta-laktoglobulin yang dapat menyebabkan alergi
pada bayi (Arifin Siregar, 2004).
2. Bagi ibu
a. Suatu rasa kebanggaan dari ibu, bahwa ia dapat memberikan
“kehidupan” kepada bayinya.
b. Hubungan yang lebih erat karena secara alamiah terjadi kontak kulit
yang erat, bagi perkembangan psikis dan emosional antara ibu dan
anak.
c. Dengan menyusui bagi rahim ibu akan berkontraksi yang dapat
menyebabkan pengembalian ke ukuran sebelum hamil
d. Mempercepat berhentinya pendarahan post partum.
29
e. Dengan menyusui, maka kesuburan ibu menjadi berkurang untuk
beberapa bulan, sehinggga dapat menjarangkan kehamilan.
f. Mengurangi kemungkinan kanker payudara pada masa yang akan
datang (Arifin Siregar, 2004)
g. Mengurangi terjadinya anemia
h. ASI lebih murah dan ekonomis
i. ASI tidak merepotkan dan hemat waktu
a. ASI portabel (mudah dibawa kemana-mana) dan praktis (Utami
Roesli, 2009:14).
3. Bagi Perusahaan
a. Menghemat biaya pengobatan.
b. Meningkatkan produktivitas kerja.
c. Meningkatkan citra perusahaan (Pusat Kesehatan Kerja Depkes RI).
4. Bagi Negara
b. Penghematan devisa untuk pembelian susu formula, perlengkapan
menyusui, serta biaya menyiapkan susu.
c. Penghematan untuk biaya sakit terutama sakit muntah-mencret dan
sakit saluran nafas.
d. Penghematan obat-obatan, tenaga, dan sarana kesehatan.
e. Menciptakan generasi penerus bangsa yang tangguh dan berkualitas
untuk membangun negara.
30
f. Langkah awal untuk mengurangi bahkan menghindari kemungkinan
terjadinya generasi yang hilang khususnya bagi Indonesia (Utami
Roesli, 2009:14).
2.1.7 ASI Eksklusif dan Ibu Pekerja
Peningkatan partisipasi wanita dalam angkatan kerja mempunyai pengaruh
terhadap pemberian ASI eksklusif, namun bekerja bukan menjadi alasan untuk
menghentikan pemberian ASI secara eksklusif meskipun cuti yang diberikan
hanya 3 bulan. Dengan pengetahuan yang benar tentang menyusui, perlengkapan
memerah ASI, dan dukungan lingkungan kerja, seorang ibu yang bekerja dapat
tetap memberikan ASI secara eksklusif (Utami Roesli, 2000:38).
Cuti selama 1 bulan sebelum kelahiran dan 2 bulan setelah yang diberikan
kepada pekerja wanita sering membuat hak bayi untuk mendapatkan ASI secara
eksklusif terabaikan. Namun apabila ibu ingin tetap memberikan ASI secara
eksklusif, para ibu dapat memerah dan menabung ASI-nya 2 minggu sampai 1
bulan sebelum bekerja. Selanjutnya memerah, menyimpan ASI, dan sering
menyusui pada malam hari sangat membantu ibu agar dapat terus memberikan
ASI eksklusif selama 6 bulan (Anton Baskoro, 2008:85).
ASI yang telah dikeluarkan (diperas ataupun dipompa) dapat disimpan
dengan beberapa syarat yang penting untuk diperhatikan. Apabila berada di dalam
ruangan dengan suhu 27 - 320C, kolostrum dapat disimpan selama 12 jam,
sedangkan ASI pada suhu 19 - 250C dapat bertahan selama 4 - 8 jam. Bila ASI
disimpan di dalam lemari es dengan suhu 0 - 40C ASI dapat bertahan selama 1 –
31
2 hari dan jika berada di dalam lemari pembeku (freezer) pada lemari es satu pintu
ASI dapat bertahan hingga 2 bulan, sedangkan di dalam freezer lemari es dua
pintu (pintu freezer terpisah), ASI tahan selama 3 – 4 bulan (Anton Baskoro,
2008:87) . Hal tersebut berarti bahwa ASI memliki ketahanan yang cukup lama
dengan penyimpanan yang tepat, sehingga ibu dapat menabung ASI untuk
memenuhi kebutuhan bayinya hingga 6 bulan.
ASI yang telah disimpan di dalam lemari pendingin, bila akan digunakan
tidak boleh dipanaskan karena dapat menurunkan kualitasnya yaitu kandungan zat
kekebalan di dalam ASI. ASI tersebut dapat didiamkan beberapa saat pada suhu
kamar sehingga tidak terlalu dingin atau dapat direndam di dalam wadah yang
berisi air hangat (Soetjiningsih, 1997:91). Tempat untuk menyimpan ASI yang
terbaik adalah stainless steel, karena hanya menyerap sedikit zat-zat dari
sekitarnya. Kedua adalah kaca dan setelah kaca baru tempat plastik keras, dan
plastik yang lembek tetapi tidak dianjurkan (Anton Baskoro, 2008:88).
Idealnya tempat kerja yang mempekerjakan perempuan memiliki “tempat
penitipan bayi atau anak”, sehingga ibu dapat membawa bayinya ke tempat kerja
dan menyusui setiap beberapa jam. Namun apabila hal terebut tidak
memungkinkan bagi ibu bayi karena berbagai sebab seperti tempat kerja yang
jauh dari rumah, tidak memiliki kendaraan pribadi atau karena lingkungan kerja
yang kurang sehat untuk bayi saat ibu bekerja, maka ibu dapat memberikan ASI
perah atau pompa pada bayi saat ibu bekerja. Untuk itu diperlukan peraturan dan
fasilitas yang mendukung ibu seperti menyediakan ruangan yang memadai untuk
memerah ASI, memberi ijin dan waktu untuk memerah ASI dan cuti hamil yang
32
lebih fleksibel agar dapat tetap memberikan ASI secara eksklusif. Tempat kerja
yang memungkinkan karyawatinya berhasil menyusui secara eksklusif dinamakan
“Tempat Kerja Sayang Ibu” (Utami Roesli, 2000:38).
Utami Roesli (2000:37) menyampaikan bahwa ada tujuh langkah untuk
keberhasilan pemberian ASI secara eksklusif dan langkah-langkah tersebut sangat
penting terutama bagi ibu bekerja. Langkah-langkah tersebut adalah:
1. Mempersiapkan payudara bila diperlukan
2. Mempelajari ASI dan tatalaksana menyusui
3. Menciptakan dukungan keluarga, teman, dan sebagainya
4. Memilih tempat melahirkan yang “sayang bayi” seperti “rumah sakit
sayang bayi” atau “rumah bersalin sayang bayi”
5. Memilih tenaga kesehatan yang mendukung pemberian ASI secara
eksklusif
6. Mencari ahli persoalan menyusui seperti klinik laktasi dan atau
konsultasi laktasi (lactasion consultant) untuk persiapan apabila menemui
kesukaran
7. Menciptakan suatu sikap yang positif tentang ASI dan menyusui.
2.1.8 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pemberian ASI
Eksklusif
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup)
yang bersangkutan (Soekidjo Notoatmodjo, 2007:133). Green dalam Soekidjo
Notoatmodjo (2007:16) mengemukakan bahwa perilaku terbentuk dari 3 faktor
33
yaitu: faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor pendorong, demikian juga
perilaku pemberian ASI eksklusif juga dipengaruhi oleh ketiga faktor tersebut dan
masing-masing faktor mempunyai peran masing-masing.
2.1.8.1 Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)
Faktor predisposisi adalah faktor yang mempermudah atau
mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang (Soekidjo Notoatmodjo, 2005:60).
Berikut ini adalah faktor predisposisi yang mempengaruhi perilaku pemberian
ASI eksklusif.
1. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan tersebut
dilakukan melalui pancaindera yang dimiliki oleh manusia, yakni indra
penglihatan, pedengaran, penciuman, rasa, dan raba. Namun sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang
(Soekidjo Notoatmodjo, 2007:139). Menurut Arisman (2004:36), gangguan
pemberian ASI pada dapat disebabkan karena kurangnya pengetahuan dari ibu.
Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh Anindita Wicitra (2009) yang
mengemukakan adanya hubungan antara pengetahuan ibu tentang ASI dengan
lama pemberian ASI. Jadi perilaku ibu memberikan ASI eksklusif dipengaruhi
juga oleh pengetahuan ibu tersebut tentang ASI eksklusif.
34
2. Tingkat Pendidikan
Pendidikan adalah proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap,
dan bentuk – bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat tempat ia hidup,
proses sosial yakni orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan
terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga dia dapat memperoleh
atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang
optimal (Ahmad Munib, 2010:33). Jadi seseorang dengan tingkat pendidikan yang
tinggi tentu saja memiliki tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku yang lebih
baik dibandingkan dengan seseorang dengan tingkat pendidikan rendah.
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk
tindakan seseorang (Soekidjo Notoatmodjo, 2007:139). Menurut M. Enoch dan D.
Abunaim (1988) dalam Arisman (2004:32), perilaku tidak menyusui bayi berubah
sejalan dengan perubahan pendidikan formal. Pemberian susu botol meningkat
dari 5% (sekolah dasar ke atas) menjadi 56% (perguruan tinggi). Sebaliknya,
pemberian ASI menurun dari 89% (sekolah dasar ke atas) menjadi 0% (perguruan
tinggi). Lenie van Rossem (2009) dalam penelitiannya menyimpulkan hal yang
sama bahwa keputusan seorang ibu dalam menentukan untuk menyusui didasari
oleh perbedaan tingkat pendidikannya. Jadi seperti halnya tingkat pengetahuan,
tingkat pendidikan ibu juga memperngaruhi perilaku ibu memberikan ASI
eksklusif.
35
3. Sikap Ibu
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat,
tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku tertutup (covert
behaviour). Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, tetapi
merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan kesiapan untuk
bereaksi terhadap suatu objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan
terhadap objek (Soekidjo Notoatmodjo, 2007:142-143). Menurut Soetjiningsih
(1997:78), persiapan psikologis ibu untuk menyusui pada saat kehamilan snagat
berarti karena keputusan atau sikap ibu yang positif harus sudah ada saat
kehamilan atau bahkan jauh sebelumnya. Ati Nuraeni (2002) dalam penelitiannya
disebutkan bahwa sikap ibu menjadi salah satu faktor yang paling berkontribusi
terhadap perilaku ibu dalam memberikan ASI. Jadi sikap ibu yang positif
terhadap pemberian ASI eksklusif akan memiliki kemungkinan yang lebih besar
untuk memberikan ASI secara eksklusif.
4. Tingkat Ekonomi Keluarga
Makanan yang dikonsumsi oleh ibu yang sedang dalam masa menyusui
secara tidak langsung mempengaruhi mutu kualitas ataupun jumlah air susu yang
dihasilkan. Namun, apabila makanan ibu terus menerus tidak mengandung cukup
asupan zat gizi yang diperlukan, pada akhirnya akan berpengaruh terhadap
produksi ASI (Arisman, 2004:32). Maka untuk dapat menyusui dengan baik
36
seorang ibu harus dalam keadaan gizi yang baik dan cenderung dapat dipenuhi
oleh keluarga dengan penghasilan yang cukup.
Tingkat ekonomi keluarga berhubungan dengan kemampuan keluarga itu
untuk memberi susu formula. Pendapatan keluarga yang tinggi tentu saja
meningkatkan kemampuan keluarga terebut untuk dapat membeli susu formula.
Peningkatan penggunaan susu formula menurunkan pemberian ASI seperti pada
hasil SDKI 2007, cakupan ASI eksklusif selama 0-6 bulan mengalami penurunan
dari 39,4% pada tahun 2003 menjadi sebesar 32 %. Sementara itu jumlah bayi
dengan usia di bawah 6 bulan yang diberi susu formula meningkat dari 16,7%
pada tahun 2002 menjadi 27,9% pada tahun 2007.
2.1.8.2 Faktor Pemungkin (Enabling Factor)
Faktor pendukung adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau yang
memfasilitasi perilaku atau tindakan, atau dapat dikatakan bahwa faktor
pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku
kesehatan (Soekidjo Notoatmodjo, 2005:60).
1. Fasilitas di Tempat Kerja
Setelah masa cuti melahirkan habis, sebagai ibu yang bekerja tentu saja
banyak waktu yang dihabiskan di tempat kerja. Maka agar pemberian ASI dapat
terus dilakukan secara eksklusif tempat kerja perlu menyediakan sarana dan
prasarana yang mendukung. Fasilitas atau sarana yang dapat diberikan
menyediakan ruang atau pojok laktasi, menyediakan tempat menyimpan ASI dan
menyediakan tempat penitipan anak (TPA) jika lingkungan kerja memungkinkan.
37
Tempat kerja yang demikian berarti telah menerapkan konsep tempat kerja sayang
ibu (Depkes, 2005:51). Dalam kebijakan Depkes tentang peningkatan pemberian
ASI wanita pekerja disebutkan bahwa strategi yang dilakukan adalah dengan
menyediakan fasilitas yang mendukung peningkatan pemberian ASI eksklusif
yaitu:
a. Menyediakan sarana ruang memerah ASI
b. Menyediakan perlengkapan untuk memerah dan menyimpan ASI,
c. Menyediakan materi penyuluhan ASI
d. Memberikan penyuluhan.
2. Penyuluhan ASI Eksklusif
Agar masyarakat mau berperilaku sehat atau mengadopsi perilaku
kesehatan, maka upaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara persuasi,
bujukan, imbauan, ajakan, memberikan informasi, memberikan kesadaran, dan
sebagainya melalui kegiatan yang disebut promosi atau pendidikan kesehatan
(Soekidjo Notoatmodjo, 2007:16). Penyuluhan menjadi salah satu bentuk
pendidikan kesehatan yang ditujukan untuk menggugah kesadaran, memberikan
atau meningkatkan pengetahuan masyarakat pemeliharaan kesehatan dan
peningkatan kesehatan, dalam hal ini tentu saja tentang pemberian ASI eksklusif
(Notoatmodjo, 2007:20). Karin M. Hillenbrand (2002) menyimpulkan bahwa
pendidikan kesehatan dapat meningkatkan pengetahuan ibu tentang menyusui dan
kepercayaan diri ibu. Melalui penyuluhan tentu saja harapannya pengetahuan
masyarakat tentang ASI eksklusif meningkat dan selanjutnya masyarakat dapat
mengubah perilaku mereka dalam memberikan ASI.
38
Sebenarnya menyusui, khususnya secara eksklusif merupakan cara
pemberian makan bayi yang alamiah. Namun seringkali ibu-ibu kurang
mendapatkan informasi bahkan sering mendapatkan informasi yang salah tentang
ASI eksklusif, tentang bagaimana menyusui yang benar, dan apa yang harus
dilakukan bila timbul kesulitan dalam menyusui bayinya (Utami Roesli, 2000:2).
Oleh karena itu melalui penyuluhan ibu-ibu dapat memperoleh informasi yang
benar tentang menyusui dan ASI eksklusif.
2.1.8.3 Faktor Penguat (Reinforcing Factor)
Faktor penguat adalah faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat
terjadinya perilaku (Soekidjo Notoatmodjo, 2005:60).
1. Dukungan Keluarga
Dukungan sosial dari keluarga dekat, suami dan orang tua meningkatkan
perilaku pemberian ASI eksklusif. Menurut Bender dan Cann dalam Ati Nuraeni
(2002) pendidikan yang diberikan oleh nenek memiliki pengaruh yang sngat kuat
terhadap perilaku kesehatan melebihi dari pengaruh dari ibu itu sendiri. Penelitian
tersebut dilakukan pada kelompok ibu peri urban Bolivia yang menggunakan
pelayanan kesehatan untuk perawatan prenatal, pemberian ASI dan MP-ASI dan
keluarga berencana. Keberhasilan dan kegagalan pemberian ASI ekslusif juga
dipengaruhi oleh dukungan dari suami. Suami yang mengerti bahwa ASI adalah
makanan yang terbaik bagi bayinya merupakan pendukung yang baik demi
keberhasilan menyusui (Soetjiningsih, 1997:93). Suami turut berperan
menentukan kelancaran refleks pengeluaran ASI (let down reflex) yang sangat
39
dipengaruhi oleh emosi atau perasaan ibu. Suami juga berperan aktif dalam
pemberian ASI ekslusif dengan jalan memberikan dukungan secara emosional dan
bantuan-bantuan praktis lainnya seperti mengganti popok atau menyendawakan
bayi (Roesli, 2000:44). Sebuah penelitian di Itali menyebutkan bahwa
mengajarkan ayah untuk mengatasi permasalahan-permasalahan menyusui
ternyata berhubungan dengan pemberian ASI secara eksklusif (Alfredo Picasane,
2005).
2. Sikap Petugas Kesehatan
Petugas kesehatan dan kader kesehatan masyarakat dapat membantu
menciptakan iklim sosial yang mendukung ibu yang menyusui, dengan
mempromosikan kebiasaan yang sudah terbukti berhasil di dalam organisasi
mereka (www.linkagesproject.org). Beberapa penelitian membuktikan bahwa
sikap petugas kesehatan sangat mempengaruhi pemilihan makanan bayi oleh
ibunya. Pengaruh ini dapat berupa sikap buruk secara pasif, sikap yang
”indifferent” yang dinyatakan dengan tidak menganjurkan dan tidak membantu
bila ada kesulitan laktasi. Sikap ini dapat pula secara aktif, misalnya bila ada
kesulitan laktasi, malah menasihatkan ibu untuk segera beralih ke susu formula
saja (Soetjiningsih,1997:163).
40
2.2 KERANGKA TEORI
Gambar 2.1 Kerangka Teori
(Sumber: Modifikasi dari: Soekidjo Notoatmodjo, Soetjiningsih,
Utami Roesli, Anton Baskoro, Depkes, Dwi Sunar Prasetyono).
Pemberian ASI
eksklusif
Faktor Pemungkin
1. Fasilitas di tempat kerja
2. Penyuluhan ASI eksklusif
Faktor Predisposisi
1. Pendidikan ibu
2. Pengetahuan ibu
3. Sikap ibu
4. Status sosial ekonomi
Faktor Penguat
1. Dukungan keluarga
2. Sikap petugas kesehatan
41
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 KERANGKA KONSEP
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
Pemberian ASI
Eksklusif
Faktor Pemungkin
3. Fasilitas di tempat kerja
4. Penyuluhan ASI eksklusif
Faktor Predisposisi
5. Pendidikan
6. Pengetahuan
7. Sikap
8. Status Sosial ekonomi
Faktor Penguat
3. Dukungan keluarga
4. Sikap petugas kesehatan
41
42
3.2 JENIS DAN RANCANGAN PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan kuantitatif.
Informasi kualitatif ditambahkan pada data kuantitatif penelitian ini dalam upaya
untuk memperkaya data dan lebih memahami fenomena sosial yang diteliti (Masri
Singarimbun dan Sofian Effendi, 1995:9).
3.3 DEFINISI OPERASIONAL DAN SKALA PENGUKURAN
VARIABEL
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No Variabel Definisi
Operasional
Cara
Pengukuran
Alat
Ukur Hasil Skala
1. Pendidikan
ibu
Jenjang
pendidikan
terakhir yang
ditempuh oleh
responden
Wawancara Kuesioner 1. Rendah, ≤ Tamat
SMP.
2. Tinggi, > Tamat
SMP.
Ordinal
2. Pengetahuan
ibu
Kemampuan
responden
menjawab
pertanyaan
tentang ASI
ekslusif
Wawancara Kuesioner 1. Rendah, jika 80%
jawaban
benar.
(Yayuk
Farida,
2004:17).
Ordinal
43
No Variabel Definisi
Operasional
Cara
Pengukuran
Alat
Ukur Hasil Skala
3. Sikap ibu Ungkapan
perasaan
responden
terhadap
pemberian ASI
eksklusif
Wawancara Kuesioner 1. Buruk, jika 80%
jawaban
benar.
(Yayuk
Farida,
2004:17).
Ordinal
4. Status sosial
ekonomi
Jumlah uang
yang tiap bulan
yang diperoleh
dari hasil
bekerja untuk
memenuhi
kebutuhan
keluarga
Wawancara Kuesioner 1. Rendah: < UMK
Kabupaten
Semarang
tahun 2010
2. Tinggi ≥UMK
Kabupaten
Semarang
tahun 2010
Ordinal
5. Fasilitas di
tempat kerja
Fasilitas yang
ada di tempat
kerja yang
mendukung
pemberian ASI
eksklusif, yaitu
tempat penitipan
anak, sarana
ruang untuk
memerah,
perlengkapan
untuk memerah
dan menyimpan
ASI
Wawancara Kuesioner 1. Tidak Ada 2. Ada
Ordinal
44
No Variabel Definisi
Operasional
Cara
Pengukuran
Alat
Ukur Hasil Skala
6. Penyuluhan
ASI
eksklusif
Penyuluhan
dengan materi
ASI eksklusif
yang diberikan
oleh tenaga
kesehatan
kepada ibu.
Wawancara Kuesioner 1. Pernah 2. Tidak
pernah
Ordinal
7. Dukungan
suami
Sikap dan
perilaku suami
yang
mendukung ibu
untuk tetap
memberikan
ASI secara
eksklusif kepada
bayinya.
Wawancara Kuesioner 1. Tidak mendukung
2. Tidak bersikap
apa-apa
3. Mendukung
Ordinal
8. Dukungan
ibu atau ibu
mertua
Sikap dan
perilaku ibu atau
ibu mertua yang
mendukung ibu
untuk tetap
memberikan
ASI secara
eksklusif kepada
bayinya.
Wawancara Kuesioner 1. Tidak mendukung
2. Tidak bersikap
apa-apa
3. Mendukung
Ordinal
9.
Sikap
petugas
kesehatan
Dukungan yang
diberikan oleh
petugas
kesehatan
terhadap
pemberian ASI
eksklusif
Wawancara Kuesioner 1. Buruk 2. Baik
Ordinal
10. Pemberian
ASI
eksklusif
Bayi diberikan
ASI saja selama
6 tanpa
tambahan
makanan dan
minuman
apapun
Wawancara Kuesioner 1. Tidak eksklusif
2. Eksklusif
Ordinal
45
3.4 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN
3.4.1 Populasi
Populasi penelitian adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang
diteliti (Soekidjo Notoatmodjo, 2003:79). Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh ibu – ibu yang bekerja dan bertempat tinggal di Desa Klepu yang
memiliki bayi dengan usia 6 sampai 12 bulan. Berdasarkan data dari kader-kader
posyandu di Desa Klepu jumlah ibu bekerja yang memiliki bayi 6 – 12 bulan
adalah 62 orang. Jadi populasi dalam penelitian ini adalah 62 orang.
3.4.2 Sampel
Sampel penelitian adalah bagian (subset) dari populasi yang dipilih
dengan cara tertentu hingga dianggap mewakili populasinya (Sudigdo, 2002:43).
Sampel dalam penelitian ini adalah adalah ibu pekerja yang memiliki bayi usia 6
sampai dengan 12 bulan. Ibu pekerja yang dimaksudkan dalam penelitian ini
adalah ibu yang bekerja di luar rumah dan mendapatkan upah atau imbalan dalam
bentuk lain (UU No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan).
Besar sampel dalam penelitian ini adalah 54 orang. Jumlah tersebut
diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut:
𝑛 = 𝑁
1 + 𝑁 𝑑2
𝑛 = 62
1 + 62 0,052
46
𝑛 = 62
1,155
𝑛 = 53,68
𝑛 ≅ 54
Keterangan:
n = besar sampel
N = besar populasi
d = tingkat kepercayaan atau ketepatan yang diinginkan
(Soekidjo Notoatmodjo, 2005:92).
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode
pengambilan sampel secara non random sampling dengan teknik purposive
sampling. Teknik purposive sampling didasarkan pada kriteria tertentu yang
dibuat oleh peneliti (Soekidjo, 2005:88). Adapun kriteria tersebut adalah:
3.4.2.1 Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi penelitian ini adalah karakteristik umum subyek penelitian
pada populasi terjangkau. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
1. Ibu yang bekerja di luar rumah dan mendapatkan upah atau imbalan dalam
bentuk lain (UU No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan).
2. Memiliki bayi usia 6 – 12 bulan.
3. Bertempat tinggal menetap di daerah yang menjadi tempat penelitian.
4. Bersedia menjadi sampel penelitian.
47
3.4.2.2 Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi adalah sebagian subjek yang memenuhi kriteria inklusi
tetapi harus dikeluarkan dari anggota sampel karena berbagai sebab yaitu :
1. Subjek menolak untuk dijadikan sampel.
2. Subjek yang menjadi sampel tidak ada di tempat.
3.5 SUMBER DATA PENELITIAN
3.5.1 Data Primer
Data primer dalam penelitian ini adalah data responden yang berisi
identitas reseponden, tingkat pendidikan ibu, tingkat pengetahuan ibu tentang ASI
eksklusif, sikap ibu terhadap pemberian ASI eksklusif, pendapatan keluarga,
fasilitas di tempat kerja (TPA, tempat dan alat memerah ASI, serta tempat
menyimpan ASI), penyuluhan ASI eksklusif, dukungan keluarga, sikap petugas
kesehatan, dan pemberian ASI eksklusif.
3.5.2 Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini berupa data ASI eksklusif dan data
balita di Desa Klepu dari Puskesmas Pringapus, data monografi Desa Klepu dan
data jumlah bayi usia 6-12 bulan dengan ibu yang bekerja yang ada di Desa Klepu
dari kader posyandu.
3.6 INSTRUMEN PENELITIAN
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner.
Kuesioner digunakan dalam penelitian ini berisi daftar pertanyaan yang sifatnya
48
tertutup dan terbuka untuk memperoleh data primer. Kuesioner yang akan
digunakan dalam penelitian ini sebelumnya dilakukan uji validitas dan reliabilitas
terlebih dahulu di daerah yang memiliki karakteristik hampir sama dengan daerah
penelitian.
1. Uji Validitas
Uji validitas pada kuesioner dilakukan agar inrtrumen yang digunakan
benar-benar mengukur apa yang hendak diukur dalam penelitian ini (Sugiyono,
2006:267). Uji validitas dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi “product
moment”. Perhitungan korelasi product moment dilakukan dengan program
computer dan hasil akhirnya dibandingkan dengan nilai r tabel. Suatu pertanyaan
dinyatakan valid jika nilai r hitung > nilai r tabel.
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah suatu indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat
pengukur dapat dipercaya atau diandalkan (Notoatmodjo, 2005:133). Rumus yang
digunakan untuk menguji reliabilitas kuesioner dalam penelitian ini adalah rumus
alpha cronbach. Perhitungan koefisien alpha cronbach dilakukan dengan
program komputer. Jika nilai r alpha > nilai r tabel maka pertanyaan tersebut
reliabel.
49
3.7 TEKNIK PENGAMBILAN DATA
3.7.1 Wawancara
Wawancara adalah suatu cara pengumpulan data yang digunakan untuk
memperoleh informasi langsung dari sumbernya (Riduwan, 2007:29). Metode
wawancara yang digunakan adalah wawancara terpimpin yaitu wawancara
dilakukan dengan bantuan kuesioner kepada ibu-ibu yang menjadi responden
dalam penelitian ini. Wawancara juga dilakukan secara mendalam untuk
memperoleh data primer tentang identitas reseponden, tingkat pendidikan ibu,
tingkat pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif, sikap ibu terhadap pemberian ASI
eksklusif, pendapatan keluarga, fasilitas di tempat kerja (TPA, tempat dan alat
memerah ASI serta tempat menyimpan ASI), penyuluhan ASI eksklusif,
dukungan keluarga, sikap petugas kesehatan, dan pemberian ASI eksklusif.
3.7.2 Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah ditujukan untuk memperoleh data langsung dari
tempat penelitian (Riduwan, 2007:31). Dalam penelitian ini metode dokumentasi
digunakan untuk memperoleh data sekunder yang meliputi data ASI eksklusif dan
balita di Desa Klepu dan data monografi Desa Klepu.
3.8 TEKNIK ANALISIS DATA
Adapun tahap-tahap analisis data dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
50
3.8.1 Editing
Yaitu penyuntingan data untuk mengecek kelengkapan pengisian dan
kejelasan pengisian jawaban dari setiap kuesioner.
3.8.2 Coding
Yaitu memberi kode pada masing-masing jawaban untuk memudahkan
dalam proses pengolahan data.
3.8.3 Entry
Yaitu memasukkan data yang telah diberikan kode ke dalam komputer
untuk kemudian diolah.
3.8.4 Analisis Data
3.8.4.1 Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan variabel-variabel
penelitian yaitu tingkat pendidikan ibu, tingkat pengetahuan ibu tentang ASI
eksklusif, sikap ibu terhadap pemberian ASI eksklusif, pendapatan keluarga,
fasilitas di tempat kerja (TPA, tempat dan alat memerah ASI serta tempat
menyimpan ASI), penyuluhan ASI eksklusif, dukungan keluarga, sikap petugas
kesehatan, dan pemberian ASI eksklusif dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
3.8.4.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mencari hubungan antar variabel.
Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara
51
variabel bebas dan variabel terikat dengan uji statistik yang sesuai dengan skala
data yang ada. Uji statistik yang digunakan adalah chi square. Apabila tidak
memenuhi syarat uji chi square, maka digunakan uji alternatifnya yaitu uji fisher
atau kolmogorov smirnov (Sopiyudin, 2008: 128). Besarnya hubungan antar
variabel diketahui dengan menggunakan Contingency Coefficient (CC).
Penafsiran terhadap koefisien kontingensi digunakan pedoman sebagai berikut :
1. 0.00-0.19 = hubungan sangat rendah
2. 0.20-0.39 = hubungan rendah
3. 0.40-0.59 = hubungan sedang
4. 0.60-0.79 = hubungan kuat
5. 0.80-1.00 = hubungan sangat kuat (Sugiyono, 2006: 216).