11
DEPARTEMEN PERTAHANAN RI PUSAT KEUANGAN SURAT EDARAN Nomor : SE/29/III/2010 TENTANG PELAKSANAAN PEMOTONGAN PAJAK (PPh Ps.21) ATAS HONORARIUM DOKTER DAN PARAMEDIS YANG PRAKTEK DI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT KEMHAN DAN TNI 1 . Dasar : a . Surat Edaran Dirjen Pajak Depkeu Nomor : SE-51/PJ.43/1995 tanggal 14 Nopember 1995 tentang Pemotongan PPh Pasal 21 atas Honorarium dokter yang praktek di Rumah Sakit. b . Peraturan Direktur Jenderal Pajak Depkeu Nomor : PER-31/PJ/2009 tanggal 25 Mei 2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi. c . Peraturan Direktur Jenderal Pajak Depkeu Nomor : PER-57/PJ/2009 tanggal 12 Oktober 2009 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Depkeu Nomor : PER-31/PJ/2009 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 sehungan degan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi. d . Surat Edaran Kapusku Dephan Nomor : SE/018/III/2008 tanggal 27 Maret 2008 tentang Pelaksanaan Pemotongan Pajak (PPh Ps. 21) atas Honorarium Dokter dan Paramedis yang praktek di lingkungan Rumah Sakit

PPH pasal 21

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PPH pasal 21

DEPARTEMEN PERTAHANAN RI           PUSAT KEUANGAN

SURAT EDARANNomor : SE/29/III/2010

TENTANG

PELAKSANAAN PEMOTONGAN PAJAK (PPh Ps.21) ATAS HONORARIUMDOKTER DAN PARAMEDIS YANG PRAKTEK DI LINGKUNGAN RUMAH

SAKITKEMHAN DAN TNI

1. Dasar :a. Surat Edaran Dirjen Pajak Depkeu Nomor : SE-51/PJ.43/1995 tanggal 14

Nopember 1995 tentang Pemotongan PPh Pasal 21 atas Honorarium dokter yang praktek di Rumah Sakit.

b. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Depkeu Nomor : PER-31/PJ/2009 tanggal 25 Mei 2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi.

c. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Depkeu Nomor : PER-57/PJ/2009 tanggal 12 Oktober 2009 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Depkeu Nomor : PER-31/PJ/2009 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 sehungan degan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi.

d. Surat Edaran Kapusku Dephan Nomor : SE/018/III/2008 tanggal 27 Maret 2008 tentang Pelaksanaan Pemotongan Pajak (PPh Ps. 21) atas Honorarium Dokter dan Paramedis yang praktek di lingkungan Rumah Sakit Dephan dan TNI.

2. Sehubungan dengan dasar tersebut di atas, bersama ini disampaikan ketentuan pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 21 atas Honorarium dokter yang praktek di lingkungan Rumah Sakit Kemhan dan TNI sebagai berikut :

a. Berdasarkan status hubungan kerja Tenaga Dokter dapat dibagi dalam 5 golongan :1) Dokter yang menjabat sebagai pengurus atau pimpinan Rumah Sakit.2) Dokter sebagai pegawai tetap atau pegawai honorer Rumah Sakit.3) Dokter tetap, yaitu dokter yang mempunyai jadwal praktek tetap (hari dan

jam praktek tertentu), namun bukan sebagi pegawai Rumah Sakit.4) Dokter tamu, yaitu dokter yang merawat atau menitipkan pasiennya untuk

dirawat di Rumah Sakit.

Page 2: PPH pasal 21

5) Dokter yang menyewa ruangan di Rumah Sakit sebagai tempat prakteknya.b. Penghasilan para dokter sebagaimana pada huruf a, dapat dibedakan menjadi :

1) Penghasilan yang bersumber dari keuangan Rumah Sakit atau dari Bendaharawan Rumah Sakit berupa gaji, tunjangan-tunjangan, honorarium dan imbalan lainnya yang diterima para dokter kelompok a.1) dan a.2)

2) Penghasilan yang berasal dari padien yang diterima oleh para dokter kelompok a.1) sampai dengan a.5).

c. Pemotongan PPh Pasal 21 bagi tenaga dokter yang melakukan pekerjaan bebas adalah sebagai berikut :1) Dasar pemotongan PPh Pasal 21 tenaga dokter harus berdasarkan Jasa

Bruto dokter sebelum dipotong Rumah Sakit.2) Potongan jasa dokter di Rumah Sakit berubah dari tarif tunggal 7,5 % x

Jasa Bruto dokter menjadi Tarif Pajak Pasal 17 x Penghasilan Neto dokter.

d. Perkiraan penghasilan neto jasa dokter pada huruf c.2) adalah sebesar 50 % (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto berupa honorarium atau imbalan lain dengan nama dan dalam bentuk apapun.

e Jumlah bruto jasa dokter adalah jumlah imbalan jasa dokter dari pasien sebelum dipotong atau dikurangi dengan potongan-potongan oleh Rumah Sakit.

f Perhitungan PPh Pasal 21 yang terutang dan harus dipotong oleh Rumah Sakit adalah Tarif Pajak Pasal 17 x 50% x Jasa Bruto Dokter.

g. Adapun besarnya tarif pajak pasal 17 adalah sebagai berikut :1) Sampai dengan Rp. 25.000.000,- = 5%2) Di atas Rp. 25.000.000,- s.d Rp. 50.000.000,- = 10%3) Di atas Rp. 50.000.000,- s.d Rp. 100.000.000,- = 15%4) Di atas Rp. 100.000.000,- s.d Rp. 200.000.000,- = 25%5) Di atas Rp. 200.000.000,- = 35%

h. Contoh perincian biaya perawatan dari Rumah Sakit :- Biaya perawatan (sewa kamar) Rp. 900.000,-- Radiologi Rp. 45.000,-- Laboratorium Rp. 42.000,-- Anesthesi Rp. 35.500,-- Biaya Obat Rp. 60.000,-- Telepon/interlokal Rp. 12.500,-- Jasa dokter Rp. 500.000,-- Biaya administrasi Rp. 30.000,-+

Jumlah biaya Rp. 1.625.000,-Jumlah bruto jasa dokter adalah Rp. 500.000,-. Apabila atas jumlah tersebut pihak Rumah Sakit melakukan pemotongan sebagai bagian Rumah Sakit, pemotongan tersebut tidak mempengaruhi besarnya dasar pemotongan PPh Pasal 21.PPh Pasal 21 yang terutang dan harus dipotong oleh Rumah Sakit adalah : 5% x 50% x Rp. 500.000,- = Rp. 12.500,-.

i. Pengenaan tarif PPh Pasal 21 bagi Paramedis yang bekerja di lingkungan Rumah Sakit milik Kemhan dan TNI diberlakukan seperti Prajurit TNI dan PNS pada umumnya.

Page 3: PPH pasal 21

3. Dengan dikeluarkannya Surat Edaran Kapusku Kemhan ini maka Surat Edaran Kapusku Dephan Nomor : SE/018/III/2008 tanggal 27 Maret 2008 tentang Pelaksanaan Pemotongan Pajak (PPh Ps. 21) atas Honorarium Dokter dan Paramedis yang praktek di lingkungan Rumah Sakit Dephan dan TNI telah diadakan perubahan.

4. Demikian untuk mendapatkan perhatian dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Pemotongan PPh Pasal 21 bagi orang pribadi dalam negeri bukan pegawai, atas imbalan yang bersifat berkesinambungan.

1. Bagi yang telah memiliki NPWP dan hanya memperoleh penghasilan dari hubungan kerja dengan pemotongan PPh pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 serta tidak memperoleh penghasilan lainya. PPh pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah kumulatif penghasilan kena pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan bersamanya penghasilan kena pajak adalah sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP Per bulan.

2. Bagi yang tidak memlilki NPWP atau memperoleh penghasilan lainya selain dari hubungan kerja dengan pemotongan PPh pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 serta memperoleh penghasilan lainya. PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah kumulatif 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan buto dalam tahun yang bersangkutan

Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan yang diterima oleh Bukan Pegawai atas imbalan yang bersifat berkesinambungan

Pemotongan PPh Pasal 21 bagi orang pribadi dalam negeri bukan pegawai, atas imbalan yang tidak bersifat berkesinambungan.

1. PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tariff pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto;

2. Dalam hal bukan pegawai sebagaimana dimaksud diatas adalah dokter yang melakukan praktik di rumah sakit dan/atau klinik maka besarnya jumlah penghasilan bruto adalah sebesar jasa dokter yang dibayarkan pasien melalui rumah sakit dan/atau klinik sebelum dipotong biaya-biaya atau bagi hasil oleh rumah sakit dan/atau klinik;

3. Dalam hal bukan pegawai sebagaimana dimaksud diatas memberikan jasa kepada pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 memperkerjakan orang lain sebagai pegawainya maka besarnya jumlah penghasilan bruto adalah sebesar jumlah pembayaran setelah dikurangi dengan bagian gaji atau upah dari pegawai yang diperkerjakan tersebut. Kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan bagian gaji atau upah dari pegawai yang diperkerjakan tersebeut maka besarnya penghasilan bruto tersebut adalah sebesar jumlah yang dibayarkan atau melakukan penyerahan material atau barang maka besarnya jumlah penghasilan bruto hanya atas pemberian jasanya saja, kecuali apabila dalam kontrak/ perjanjian tidak dapat dipisahkan antara pemberian jasa dengan penyerahan material atau barang.

Page 4: PPH pasal 21

Contoh Pemotongan PPh Pasal 21 bagi orang pribadi dalam negeri bukan pegawai, atas imbalan yang tidak bersifat berkesinambungan.

 

Pemotongan PPh Pasal 21 bagi orang pribadi dalam negeri bagi peserta kegiatan.

PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tariff pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah penghasilan bruto untuk setiap kali pembayaran yang bersifat utuh dan tidak dipecah, yang diterima oleh peserta kegiatan.

 Contoh Pemotongan PPh Pasal 21 bagi orang pribadi dalam negeri bagi peserta kegiatan.

Sony Amaros adalah seorang atlet bulutangkis professional Indonesia yang bertempat tinggal di Jakarta. la menjuarai turnamen Indonesia Grand Prix Gold dan memperoleh hadiah sebesar Rp200.000.000,00.PPh Pasal 21 yang terutang atas hadiah turnamen Indonesia Grand Prix Gold tersebut adalah:

   5%   x  Rp   50.000.000,00           =          Rp   2.500.000,0015%    x  Rp 150.000.000,00           =           Rp 22.500.000,00Jadi Total PPh Pasal 21 adalah   Rp 25.000.000,00.

Penghitungan PPh Pasal 21

1. Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap ? 2. Berapa besar tarif biaya jabatan ? 3. Berapa besarnya PTKP untuk diri pegawai, tambahan untuk pegawai yang kawin,

tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang?

4. Berapa besar tarif pajak sesuai dengan Pasal 17 ? 5. Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk penerima pensiun yang

menerima pensiun secara bulanan? 6. Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tidak tetap,

pemagang dan calon pegawai? 7. Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk tenaga ahli yang melakukan

pekerjaan bebas? 8. Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk penerima upah harian,

mingguan, satuan, borongan dan uang saku harian? 9. Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk penerima uang tebusan

pensiun, Tunjangan Hari Tua atau Tabungan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus? 10. Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk penerima uang pesangon

yang dibayarkan sekaligus? 11. Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk penerima hadiah dan

penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun?

Page 5: PPH pasal 21

12. Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk petugas dinas luar asuransi dan petugas penjaja barang dagangan yang menerima komisi?

  Penghitungan PPh Pasal 21

Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap ?

Penghasilan Kena Pajak dihitung dari penghasilan bruto dikurangi dengan biaya jabatan, iuran pensiun termasuk iuran Tabungan Hari Tua/Tunjangan Hari Tua (THT) (kecuali iuran Tabungan Hari Tua/THT pegawai negeri sipil/anggota ABRI/pejabat negara), dan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Berapa besar tarif biaya jabatan ?

Biaya jabatan yaitu biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang besarnya 5% dari penghasilan bruto setinggi-tingginya Rp 1.296.000,00 setahun atau Rp 108.000,00 sebulan.[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Berapa besarnya PTKP untuk diri pegawai, tambahan untuk pegawai yang kawin, tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang?

PTKP :

1. Untuk diri pegawaisetahun = Rp 2.880.000,00sebulan = Rp 240.000,00

2. Tambahan untuk pegawai yang kawinsetahun = Rp 1.440.000,00sebulan = Rp 120.000,00

3. Tambahan untuk seorang istri yang mempunyai penghasilan dari usaha atau pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan usaha suami atau anggota keluarga lain Rp. 2.880.000,00

4. Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang setiap keluarga Rp 1.440.000,00

[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Berapa besar tarif pajak sesuai dengan Pasal 17 ?

Tarif yang digunakan adalah :

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak ;

Page 6: PPH pasal 21

o Sampai dengan Rp 25.000.000,00 = 5 % o Di atas Rp   25.000.000,00 sampai dengan Rp   50.000.000,00 = 10 % o Di atas Rp   50.000.000,00 sampai dengan Rp 100.000.000,00 = 15 % o Di atas Rp 100.000.000,00 sampai dengan Rp 200.000.000,00 = 25 % o Di atas Rp 200.000.000,00 = 35 %

[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk penerima pensiun yang menerima pensiun secara bulanan?

Penerima pensiun yang menerima pensiun secara bulanan.

1. Penghasilan Kena Pajak dihitung dari penghasilan bruto dikurangi dengan biaya pensiun dan PTKP

2. Besarnya biaya pensiun yang diperkenankan adalah sebesar 5% dari penghasilan bruto berupa uang pensiun setinggi-tingginya Rp 432.000,00 setahun atau Rp 36.000,00 sebulan.

3. PTKP sama dengan PTKP untuk pegawai tetap. 4. Tarif yang digunakan sama dengan tarif untuk pegawai tetap.

[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tidak tetap, pemagang dan calon pegawai?

Pegawai tidak tetap, pemagang, dan calon pegawai.

1. Penghasilan Kena Pajak dihitung dari penghasilan bruto dikurangi dengan PTKP.

2. PTKP sama dengan PTKP untuk pegawai tetap. 3. Tarif yang digunakan sama dengan tarif untuk pegawai tetap.

[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas?

1. Tarif yang digunakan adalah sebesar 15% dari perkiraan penghasilan neto yang dibayarkan atau terutang.

2. Perkiraan penghasilan neto adalah sebesar 40 % dari penghasilan bruto berupa honorarium atau imbalan lain dengan nama apapun.

[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk penerima upah harian, mingguan, satuan, borongan dan uang saku harian?

Penerima upah harian, mingguan, satuan, borongan dan uang saku harian.

Page 7: PPH pasal 21

Tarif sebesar 10% diterapkan atas upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang saku harian yang jumlahnya melebihi Rp 24.000,00 tetapi tidak melebihi Rp 240.000,00 dalam satu bulan takwim dan atau tidak dibayarkan secara bulanan.

Bila dalam satu bulan takwim jumlahnya melebihi Rp 240.000,00 maka besarnya PTKP yang dapat dikurangkan untuk satu hari adalah sesuai dengan jumlah PTKP yang sebenarnya dari penerima penghasilan yang bersangkutan dibagi dengan 360.

Yang dimaksud dengan :

1. Upah/uang saku harian adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar jumlah hari kerja;

2. Upah mingguan adalah upah yang terutang atau dibayarkan secara mingguan; 3. Upah satuan adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar banyaknya

satuan yang dihasilkan; 4. Upah borongan adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar

penyelesaian pekerjaan tertentu.

[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk penerima uang tebusan pensiun, Tunjangan Hari Tua atau Tabungan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus?

Penerima uang tebusan pensiun, Tunjangan Hari Tua atau Tabungan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus.

Dipotong dengan tarif bersifat final sebesar :

o 10% dari penghasilan bruto jika penghasilan brutonya tidak lebih dari Rp 25.000.000,00.

o 15% dari penghasilan bruto jika penghasilan brutonya lebih dari Rp 25.000.000,00

Kecuali, atas jumlah penghasilan bruto Rp 8.640.000,00 atau kurang, tidak dipotong PPh Pasal 21.

[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk penerima uang pesangon yang dibayarkan sekaligus?

Penerima uang pesangon yang dibayarkan sekaligus.

Dipotong pajak sebesar :

o 10% dari penghasilan bruto jika penghasilan brutonya tidak lebih dari Rp 25.000.000,00.

o 15% dari penghasilan bruto jika penghasilan brutonya lebih dari Rp 25.000.000,00

Page 8: PPH pasal 21

Kecuali, atas jumlah penghasilan bruto Rp 17.280.000,00 atau kurang, tidak dipotong PPh Pasal 21.

[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk penerima hadiah dan penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun?

o Penerima hadiah dan penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun. o Atas hadiah dan penghargaan dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif sebesar 15%

dari jumlah bruto, dan bersifat final.

[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk petugas dinas luar asuransi dan petugas penjaja barang dagangan yang menerima komisi?

o Petugas dinas luar asuransi dan petugas penjaja barang dagangan yang menerima komisi.

o Atas komisi yang diterima diterapkan tarif sebesar 10% bersifat final dengan syarat petugas tersebut bukan pegawai tetap.

[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]