41
PAJAK PENGHASILAN A. Pengertian Pajak penghasilan adalah pajak yang dibebankan pada penghasilan perorangan, perusahaan atau badan hukum lainnya. B. Subyek pajak penghasilan Menurut Undang Undang no.36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan, subyek pajak penghasilan adalah sebagai berikut: 1. Subyek pajak pribadi yaitu orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. 2. Subyek pajak harta warisan belum dibagi yaitu warisan dari seseorang yang sudah meninggal dan belum dibagi tetapi menghasilkan pendapatan, maka pendapatan itu dikenakan pajak. 3. Subyek pajak badan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria: C. Bukan subyek pajak penghasilan Undang Undang No. 17 tahun 2000 menjelaskan tentang apa yang tidak termasuk obyek pajak sebagai berikut : 1. Badan perwakilan negara asing. 1

Pph, Ppn, Pbb, Bea Materai, Pdrd

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Pajak Bumi, Pajak penghasilan, Pajak Beacukai

Citation preview

Page 1: Pph, Ppn, Pbb, Bea Materai, Pdrd

PAJAK PENGHASILAN

A. Pengertian

Pajak penghasilan adalah pajak yang dibebankan pada penghasilan perorangan,

perusahaan atau badan hukum lainnya.

B. Subyek pajak penghasilan

Menurut Undang Undang no.36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan, subyek pajak

penghasilan adalah sebagai berikut:

1. Subyek pajak pribadi yaitu orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang

pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari

dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun

pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.

2. Subyek pajak harta warisan belum dibagi yaitu warisan dari seseorang yang sudah

meninggal dan belum dibagi tetapi menghasilkan pendapatan, maka pendapatan itu

dikenakan pajak.

3. Subyek pajak badan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia,

kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:

C. Bukan subyek pajak penghasilan

Undang Undang No. 17 tahun 2000 menjelaskan tentang apa yang tidak termasuk obyek

pajak sebagai berikut :

1. Badan perwakilan negara asing.

2. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat - pejabat lain dari negara

asing dan orang - orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan

bertempat tinggal bersama mereka dengan syarat bukan warga negara indonesia dan

negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.

3. Organisasi internasional yang ditetapkan oleh keputusan menteri keuangan dengan

syarat Indonesia ikut dalam organisasi tersebut dan organisasi tersebut tidak

melakukan kegiatan usaha di Indonesia. Contoh: WTO, FAO, UNICEF.

1

Page 2: Pph, Ppn, Pbb, Bea Materai, Pdrd

4. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh keputusan menteri

keuangan dengan syarat bukan warga negara indonesia dan tidak memperoleh

penghasilan dari Indonesia.

D. Obyek Pajak Penghasilan

Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap Tambahan Kemampuan

Ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia

maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah

kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Undang-undang Pajak Penghasilan Indonesia menganut prinsip pemajakan atas

penghasilan dalam pengertian yang luas, yaitu bahwa pajak dikenakan atas setiap tambahan

kemampuan ekonomis yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak dari manapun asalnya yang

dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak tersebut.

Pengertian penghasilan dalam Undang-undang PPh tidak memperhatikan adanya

penghasilan dari sumber tertentu, tetapi pada adanya tambahan kemampuan ekonomis.

Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak merupakan

ukuran terbaik mengenai kemampuan Wajib Pajak tersebut untuk ikut bersama-sama

memikul biaya yang diperlukan pemerintah untuk kegiatan rutin dan pembangunan.

Dilihat dari penggunaannya, penghasilan dapat dipakai untuk konsumsi dan dapat

pula ditabung untuk menambah kekayaan Wajib Pajak.

Karena Undang-undang PPh menganut pengertian penghasilan yang luas maka semua

jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak digabungkan untuk

mendapatkan dasar pengenaan pajak. Dengan demikian, apabila dalam satu Tahun Pajak

suatu usaha atau kegiatan menderita kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan

dengan penghasilan lainnya (Kompensasi Horisontal), kecuali kerugian yang diderita di luar

negeri. Namun demikian, apabila suatu jenis penghasilan dikenakan pajak dengan tarif yang

bersifat final atau dikecualikan dari Objek Pajak, maka penghasilan tersebut tidak boleh

digabungkan dengan penghasilan lain yang dikenakan tarif umum.

2

Page 3: Pph, Ppn, Pbb, Bea Materai, Pdrd

E. Undang-undang yang mengatur Pajak Penghasilan

Pajak Penghasilan (disingkat PPh) di Indonesia diatur pertama kali dengan Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1983 dengan penjelasan pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

1983 Nomor 50. Selanjutnya berturut-turut peraturan ini diamandemen oleh :

1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991,

2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, dan

3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000.

4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.

F. Tarif Pajak penghasilan atau PPh dibagi atas:

1. Untuk WP orang pribadi

Rp. 0 s.d. Rp 25 juta, tarifnya 5%

Rp. 25 juta s.d. Rp 50 juta, tarifnya 10%

Rp. 50 juta s.d. Rp 100 juta, tarifnya 15%

Rp. 100 juta s.d. Rp 200 juta, tarifnya 25%

Rp. 200 juta ke atas, tarifnya 35%

2. Untuk WP berbentuk badan usaha

Rp. 0 s.d. Rp 50 juta, tarifnya 10%

Rp. 50 juta s.d. Rp 100 juta, tarifnya 15%

Rp. 100 juta ke atas, tarifnya 30%

Tarif Pajak penghasilan atau PPh dibagi atas adalah tarif progresif. Artinya setiap

lapisan Penghasilan Kena Pajak dikenakan sesuai tarifnya, tidak diakumulasi terlebih

dahulu, baru dikenakan tarif. Sebelum dikenakan tarif, Penghasilan Kena Pajak

dibulatkan dulu sampai ribuan ke bawah.

contoh :

1. Penghasilan Kena Pajak WP orang pribadi = Rp 300.000.950

Penghasilan Kena Pajak dibulatkan : Rp 300.000.000

PPh nya adalah :

5% x Rp 25.000.000 = Rp 1.250.000

10% x Rp 25.000.000 = Rp 2.500.000

15% x Rp 50.000.000 = Rp 7.500.000

25% x Rp 100.000.000 = Rp 25.000.000

35% x Rp 100.000.000 = Rp 35.000.000

3

Page 4: Pph, Ppn, Pbb, Bea Materai, Pdrd

Total = Rp 71.250.000.

2. Penghasilan Kena Pajak WP badan = Rp 300.000.950.

Penghasilan Kena Pajak dibulatkan : Rp 300.000.000

PPh nya adalah :

10% x Rp 50.000.000 = Rp 5.000.000

15% x Rp 50.000.000 = Rp 7.500.000

30% x Rp 200.000.000 = Rp 60.000.000

Total = Rp 72.500.000.

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

A. Pengertian

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan

nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. PPN termasuk

jenis pajak tidak langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang

bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak

menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.

B. Barang tidak kena PPN

Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya,

meliputi:

1. Minyak mentah.

2. Gas bumi.

3. Panas bumi.

4. Pasir dan kerikil.

5. Batu bara sebelum diproses menjadi briket batu bara.

6. Bijih timah, bijih besi, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, dan bijih

bauksit.

Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat

C. Objek Pajak Pertambahan Nilai

Apabila ditinjau dari jenis penyerahan yang menjadi objek PPN, maka terdapat 6 (enam) jenis

PPN. Dari keenam jenis PPN, 2 (dua) jenis di antaranya dibatasi dengan unsur untuk dapat

mengenakan PPN, yaitu PPN Barang dan PPN Jasa.

4

Page 5: Pph, Ppn, Pbb, Bea Materai, Pdrd

D. Unsur-unsur yang harus dipenuhi untuk dapat dikenakan PPN adalah:

1. adanya penyerahan;

2. yang diserahkan adalah Barang Kena Pajak (BKP);

3. yang menyerahkan adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP);

4. penyerahannya harus di Daerah Pabean, yaitu daerah Republik Indonesia;

5. PKP yang menyerahkan harus dalam lingkungan perusahaan pekerjaannya terhadap

barang yang dihasilkan.

E. Penyerahan yang dikenakan PPN meliputi:

1. penyerahan hak karena suatu perjanjian;

2. pengalihan barang karena suatu perjanjian sewa-beli dan perjanjian leasing;

3. penyerahan kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang;

4. pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma;

5. penyerahan likuidasi atas aktiva yang tujuan semula tidak untuk diperjuabelikan, yang

masih tersisa pada saat pembubaran, sepanjang PPN sewaktu memperoleh aktiva

dapat dikreditkan menurut perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan;

6. penyerahan dari cabang ke cabang lainnya, atau dari pusat ke cabang atau sebaliknya;

7. penyerahan secara konsinyasi.

F. Mekanisme pembayaran PPN

1. Pembayaran PPN dengan Menitipkan Ke Pihak Penjual

Pembayaran PPN dengan cara menitipkan uang pembayarannya kepada pihak penjual,

yaitu pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dan telah

berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak, dilakukan dalam hal terjadi konsumsi Barang

Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak oleh siapapun dari pihak penjual atau pihak yang

menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak tersebut. Cara seperti ini

merupakan cara yang paling umum dilakukan dan dikenal dengan mekanisme umum.

Dengan mekanisme ini, pihak penjual atau pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak

atau Jasa Kena Pajak tersebut akan mendapatkan aliran uang masuk (cash inflow) berupa

Pajak Pertambahan Nilai (Pajak Keluaran). Pajak Keluaran yang telah diterima dan

merupakan cash inflow tersebut, akan disetorkan atau tidak disetorkan ke negara,

tergantung kepada hasil pertandingan antara Pajak Keluaran tersebut dengan Pajak

Masukan atau Cash Outflow.

5

Page 6: Pph, Ppn, Pbb, Bea Materai, Pdrd

2. Pembayaran PPN Secara Langsung ke Negara

Mekanisme pembayaran Pajak Pertambahan Nilai dengan cara membayarkan secara langsung

ke negara, dilakukan apabila:

a. Dalam hal Pengusaha Kena Pajak menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak

kepada Instansi Pemerintah, dimana instansi pemerintah tidak menitipkan uang

pembayaran PPN kepada pihak penjual, melainkan langsung menyetorkannya ke negara;

b. Dalam hal terjadi impor Barang Kena Pajak, dimana pihak yang melakukan impor akan

membayar PPN secara langsung ke negara sebagai bagian dari persyaratan untuk

menebus Barang Kena Pajak yang diimpornya;

c. Dalam hal terjadi pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean, dimana pihak

yang memanfaatkan Jasa Kena Pajak akan menyetor sendiri PPN yang terutang dengan

menggunakan Surat Setoran Pajak yang berfungsi sebagai Faktur Pajak Standar;

d. Dalam hal terjadi pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah

pabean, dimana pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud tersebut

akan menyetor sendiri PPN yang terutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang

berfungsi sebagai Faktur Pajak Standar;

e. Dalam hal terjadi kegiatan membangun bangunan yang dilakukan sendiri, apabila

persyaratan-persyaratannya dipenuhi;

f. Dalam hal terjadi penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk

diperjualbelikan, apabila persyaratan-persyaratannya dipenuhi;

g. Dalam hal SPT Masa PPN berstatus kurang bayar yang disebabkan oleh jumlah Pajak

Keluaran yang lebih besar dibandingkan dengan jumlah Pajak Masukan, dimana batas

paling lambat untuk menyetorkan selisihnya (Pajak Keluaran –VS- Pajak Masukan)

adalah pada tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya. Terdapat Pengusaha Kena Pajak

tertentu yang Dasar Pengenaan Pajaknya menggunakan Nilai Lain, artinya jumlah Pajak

Masukannya dianggap (deemed) selalu lebih kecil dibandingkan dengan jumlah Pajak

Keluarannya, sehingga SPT Masa PPN-nya selalu berstatus kurang bayar.

G. Karakteristik PPN

Sebagai pajak yang dikenakan terhadap kegiatan konsumsi, Pajak Pertambahan Nilai

(PPN) memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut:

1. Pajak Obyektif

PPN tergolong sebagai pajak yang obyektif, karena penekanannya mula-mula kepada

obyeknya terlebih dahulu, baru kemudian kepada subyeknya. Siapapun subyeknya

6

Page 7: Pph, Ppn, Pbb, Bea Materai, Pdrd

(masyarakat yang mampu maupun yang kurang mampu), akan dikenakan PPN, selama

mereka mengonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, di dalam daerah pabean.

FAKTUR PAJAK

Faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh pengusaha kena pajak

yang melakukan penyerahan barang kena pajak atau penyerahan jasakena pajak atau bukti

pungutan pajak karena impor barang kena pajak yang digunakan oleh Direktorat jenderal

Pajak. Bagi pengusaha kena pajak (PKP) faktur pajak ini merupakan bukti dari pemenuhan

kewajiban perpajakannya. Bagi pembeli atau penerima jasa faktur pajak ini digunakan

sebagai sarana pengkreditan pajak masukan.

Tarif Pajak Dan Cara Menghitung PPN/PPnBM

Berapa tarif PPN/PPnBM ?

1. Tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen)

2. Tarif PPn BM adalah serendah-rendahnya 10% (sepuluh persen) dan setinggi-

tingginya 50% (lima puluh persen).

Perbedaan kelompok tarif tersebut didasarkan pada pengelompokan Barang Kena Pajak

(BKP) yang tergolong mewah yang atas penyerahan/impor BKP-nya dikenakan PPn BM.

3. Tarif PPN/ PPn BM atas ekspor BKP adalah 0% (nol persen).

Apa saja yang termasuk DPP ?

1. PPN yang pemungutannya dilakukan oleh:

a. Bendaharawan Pemerintah, harus disetor selambat-lambatnya tanggal 7 bulan

takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

b. . Pemungut PPN selain Bendaharawan Pemerintah, harus disetor selambat-

lambatnya tanggal 15 bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

c. . Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang memungut PPN/ PPn BM atas

Impor, harus menyetor dalam jangka waktu sehari setelah pemungutan pajak

dilakukan.

C. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi

dan/atau bangunan berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi

dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 12 Tahun 1994.

7

Page 8: Pph, Ppn, Pbb, Bea Materai, Pdrd

PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh

keadaan objek yaitu bumi/tanah dan/atau bangunan. Keadaan subyek (siapa yang membayar)

tidak ikut menentukan besarnya pajak.

Objek PBB adalah "Bumi dan/atau Bangunan":

Bumi : Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada dibawahnya.

Contoh : sawah, ladang, kebun, tanah. pekarangan, tambang, dll.

Bangunan : Konstruksi teknik yang ditanamkan atau dilekatkan secara tetap pada tanah

dan/atau perairan di wilayah Republik Indonesia.

Contoh : rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung bertingkat, pusat

perbelanjaan, jalan tol, kolam renang, anjungan minyak lepas pantai, dll

Objek yang dikecualikan adalah objek yang :

1. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang ibadah, sosial,

pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan memperoleh keuntungan,

seperti mesjid, gereja, rumah sakit pemerintah, sekolah, panti asuhan, candi, dan lain-lain.

2. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala.

3. Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, dan lain-lain.

4. Dimiliki oleh Perwakilan Diplomatik berdasarkan azas timbal balik dan Organisasi

Internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.

Subyek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata :

- mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau;

- memperoleh manfaat atas bumi, dan atau;

- memiliki, menguasai atas bangunan, dan atau;

- memperoleh manfaat atas bangunan.

Wajib Pajak adalah Subyek Pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak

Dasar Penghitungan PBB Dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP).

Besarnya NJKP adalah sebagai berikut :

Objek pajak perkebunan adalah 40%

Objek pajak kehutanan adalah 40%

Objek pajak pertambangan adalah 20%

Objek pajak lainnya (pedesaan dan perkotaan):

- apabila NJOP-nya > Rp1.000.000.000,00 adalah 40%

8

Page 9: Pph, Ppn, Pbb, Bea Materai, Pdrd

- apabila NJOP-nya < Rp1.000.000.000,00 adalah 20%

Tarif PBB,

Besarnya tarif PBB adalah 0,5%

Rumus Penghitungan PBB

Rumus penghitungan PBB = Tarif x NJKP

a. Jika NJKP = 40% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB

= 0,5% x 40% x (NJOP-NJOPTKP)

= 0,2% x (NJOP-NJOPTKP)

b. Jika NJKP = 20% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB

= 0,5% x 20% x (NJOP-NJOPTKP)

= 0,1% x (NJOP-NJOPTKP)

Tempat Pembayaran PBB

Wajib Pajak yang telah menerima Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), Surat

Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP) dari Kantor Pelayanan PBB atau

disampaikan lewat Pemerintah Daerah harus melunasinya tepat waktu pada tempat

pembayaran yang telah ditunjuk dalam SPPT yaitu Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro.

Saat Yang Menentukan Pajak Terutang

Saat yang menentukan pajak terutang menurut Pasal 8 ayat 2 UU PBB adalah keadaan Objek

Pajak pada tanggal 1 Januari. Dengan demikian segala mutasi atau perubahan atas Objek

Pajak yang terjadi setelah tanggal 1 Januari akan dikenakan pajak pada tahun berikutnya.

Contoh : A menjual tanah kepada B pada tanggal 2 Januari 1996.

Kewajiban PBB Tahun 1996 masih menjadi tanggung jawab A. Sejak Tahun Pajak 1997

kewajiban PBB menjadi tanggung jawab B.

Pajak yang terjadi setelah tanggal 1 Januari akan dikenakan pajak pada tahun berikutnya.

Contoh : A menjual tanah kepada B pada tanggal 2 Januari 1996. Kewajiban PBB Tahun

1996 masih menjadi tanggung jawab A. Sejak Tahun Pajak 1997 kewajiban PBB menjadi

tanggung jawab B.

D. Pengaturan Surat Tagihan Pajak Bumi dan Bangunan

Surat Tagihan Pajak (STP) adalah Surat Keputusan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan

Bangunan (KP.PBB) untuk menagih pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar ditambah

9

Page 10: Pph, Ppn, Pbb, Bea Materai, Pdrd

denda administrasi sebesar 2 (dua) persen per bulan.

Dasar Penerbitan STP

a. Wajib Pajak (WP) tidak melunasi pajak yang terutang sedangkan saat jatuh tempo

pembayaran Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)/Surat Ketetapan Pajak (SKP) telah

lewat.\

b. WP melunasi pajak yang terutang setelah lewat saat jatuh tempo pembayaran SPPT/SKP

tetapi denda administrasi tidak dilunasi.

Cara Penyampaian STP :

- Kantor Pelayanan PBB/Kantor Penyuluhan Pajak.

- Kantor Pos dan Giro.

- Pemerintah Daerah.\

Batas Waktu Pelunasan STP :

STP harus dilunasi selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal STP diterima WP.

Sanksi Administrasi

Sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) setiap bulan, untuk jangka waktu

paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hari

pembayaran.\

E. Perkembangan dan Ruang Lingkup Pengaturan Pajak Buni dan Bangunan

Perkembangan Pajak Bumi dan Bangunan di Indonesia sudah cukup baik, karena dari tahun

ke tahun telah banyak dilakukan berbagai kebijakan untuk meningkatkan penerimaan pajak

sebagai sumber penerimaan Negara.

BEA METERAI

Pengertian

Bea Meterai merupakan pajak yang dikenakan terhadap dokumen yang menurut Undang-

undang Bea Meterai menjadi objek Bea Meterai. Atas setiap dokumen yang menjadi objek

Bea Meterai harus sudah dibubuhi benda meterai atau pelunasan Bea Meterai dengan

menggunakan cara lain sebelum dokumen itu digunakan.

  

10

Page 11: Pph, Ppn, Pbb, Bea Materai, Pdrd

DASAR HUKUM

1. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai

2. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan

Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal Yang Dikenakan Bea Meterai.

3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.03/2005 tentang Perubahan Atas

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.03/2005 Tentang Bentuk, Ukuran,

Warna, Dan Desain Meterai Tempel Tahun 2005

4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133b/KMK.04/2000 tentang Pelunasan Bea

Meterai dengan Menggunakan Cara Lain.

5. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122b/PJ./2000 tentang Tatacara Pelunasan Bea

Meterai dengan membubuhkan Tanda Bea Meterai Lunas dengan Mesin Teraan.

6. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122c/PJ./2000 tentang Tatacara Pelunasan Bea

Meterai dengan membubuhkan Tanda Bea Meterai dengan Teknologi Percetakan.

7. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122d/PJ./2000 tentang Tatacara Pelunasan Bea

Meterai dengan membubuhkan Tanda Bea Meterai dengan Sistem Komputerisasi.

8. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 476/KMK.03/2002 tentang Pelunasan Bea

Meterai dengan Cara Pemeteraian Kemudian.

9. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-02/PJ./2003 tentang Tatacara Pemeteraian

Kemudian.

10. Surat Edaran Nomor 29/PJ.5/2000 tentang Dokumen Perbankan yang dikenakan Bea

Meterai.

 

ISTILAH-ISTILAH

   

- Dokumen adalah kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang

perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi seseorang dan atau pihak-pihak lain yang

berkepentingan.

   

- Benda Meterai adalah Meterai tempel dan Kertas Meterai yang dikeluarkan oleh

Pemerintah Republik Indonesia.

   

- Tanda tangan adalah tanda tangan sebagaimana lazimnya dipergunakan, termasuk pula

paraf, teraan atau cap tanda tangan atau cap paraf, teraan cap nama atau tanda lainnya

11

Page 12: Pph, Ppn, Pbb, Bea Materai, Pdrd

sebagai pengganti tanda tangan.

   

- Pemeteraian kemudian adalah suatu cara pelunasan Bea Meterai yang dilakukan oleh

Pejabat Pos atas permintaan pemegang dokumen yang Bea Meterainya belum dilunasi

sebagaimana mestinya.

   

- Pejabat pos adalah pejabat PT Pos dan Giro yang diserahi tugas melayani permintaan

pemeteraian kemudian.

 

OBJEK BEA METERAI

 

Pada prinsipnya dokumen yang harus dikenakan meterai adalah dokumen menyatakan nilai

nominal sampai jumlah tertentu, dokumen yang bersifat perdata dan dokumen yang

digunakan di muka pengadilan, antara lain :

a. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan

sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat

perdata.

 

Akta-akta notaris termasuk salinannya.

   

c. Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah termasuk rangkap-rangkapnya.

   

d

.

Surat yang memuat jumlah uang yaitu:

  - yang menyebutkan penerimaan uang;

  - yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening bank;

  - yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank

  - yang berisi pengakuan bahwa utang uang seluruhnya atau sebagian telah dilunasi atau

diperhitungkan.

   

e. Surat berharga seperti wesel, promes, aksep dan cek.

   

f. Dokumen yang dikenakan Bea Meterai juga terhadap dokumen yang akan digunakan

sebagai alat pembuktian di muka pengadilan yaitu surat-surat biasa dan surat-surat

12

Page 13: Pph, Ppn, Pbb, Bea Materai, Pdrd

kerumahtanggaan, dan surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan

tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, lain dan

maksud semula.

  

TIDAK DIKENAKAN BEA METERAI

 

Secara umum dokumen yang tidak dikenakan bea meterai adalah dokumen yang

berhubungan dengan transaksi intern perusahaan, berkaitan dengan pembayaran pajak dan

dokumen Negara.

Dokumen yang tidak termasuk objek Bea Meterai adalah:

   

1. Dokumen yang berupa:

  - surat penyimpanan barang;

  - konosemen;

  - surat angkutan penumpang dan barang;

  - keterangan pemindahan yang dituliskan diatas dokumen surat penyimpanan barang,

konosemen, dan surat angkutan penumpang dan barang;

  - bukti untuk pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim;

  - surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim;

  - surat-surat lainnya yang dapat disamakan dengan surat-surat di atas.

     

2. Segala bentuk ijazah

     

3. Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan dan pembayaran lainnya yang

ada kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk

mendapatkan pembayaran itu.

     

4. Tanda bukti penerimaan uang negara dan kas negara, kas pemerintah daerah dan bank.

     

5. Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat disamakan

dengan itu ke kas negara, kas pemerintah daerah dan bank.

     

6. Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi.

     

13

Page 14: Pph, Ppn, Pbb, Bea Materai, Pdrd

7. Dokumen yang menyebutkan tabungan, pembayaran uang tabungan kepada penabung

oleh bank, koperasi, dan badan-badan lainnya yang bergerak di bidang tersebut

     

8. Surat gadai yang diberikan oleh Perum Pegadaian.

     

9. Tanda pembagian keuntungan atau bunga dan Efek, dengan nama dan bentuk apapun.

 

TATA CARA PELUNASAN BEA METERAI

SAAT TERUTANG

 

Saat terutangnya bea meterai adalah saat sebelum dokumen yang terutang bea meterai

tersebut digunakan. Dalam Pasal 5 Undang-undang No. 13 Tahun 1985 disebutkan saat

terutangnya Bea Meterai adalah:

   

- Dokumen yang dibuat oleh satu pihak adalah pada saat dokumen itu diserahkan;

- Dokumen yang dibuat oleh lebih dan satu pihak adalah pada saat selesainya dokumen

dibuat;

- Dokumen yang dibuat di luar negeri adalah pada saat digunakan di Indonesia,

  

CARA PELUNASAN BEA METERAI

   

A. Pelunasan Bea Meterai dengan Menggunakan Meterai Tempel

   

  Cara mempergunakan meterai tempel :

   

  - Meterai Tempel direkatkan seluruhnya dengan utuh dan tidak rusak di atas dokumen

yang dikenakan Bea Meterai.

  - Meterai Tempel direkatkan di tempat dimana tanda tangan akan dibubuhkan.

  - Pembubuhan tanda tangan disertai dengan pencantuman tanggal, bulan, dan tahun

dilakukan dengan tinta atau yang sejenis dengan itu, sehingga sebagian tanda tangan

di atas kertas dan sebagian lagi di atas Meterai Tempel.

  - Jika digunakan lebih dan satu Meterai Tempel, tanda tangan harus dibubuhkan

14

Page 15: Pph, Ppn, Pbb, Bea Materai, Pdrd

sebagian di atas semua Meterai Tempel dan sebagian di atas kertas.

  - Pelunasan Bea Meterai dengan menggunakan Meterai Tempel tetapi tidak memenuhi

ketentuan di atas, dokumen yang bersangkutan dianggap tidak bermeterai.

 

B

.

Pelunasan Bea Meterai dengan Menggunakan Kertas Meterai

   

  Cara mempergunakan kertas meterai :

   

  - Sehelai Kertas Meterai hanya dapat digunakan untuk sekali pemakaian.

  - Kertas Meterai yang sudah digunakan, tidak boleh digunakan lagi.

  - Jika isi dokumen yang dikenakan Bea Meterai terlalu panjang untuk dimuat seluruhnya

di atas Kertas Meterai yang digunakan, maka untuk bagian isi yang masih tertinggal

dapat digunakan kertas tidak bermeterai.

  - Jika sehelai Kertas Meterai karena sesuatu hal tidak jadi digunakan dan dalam hal ini

belum ditandatangani oleh yang berkepentingan, sedangkan dalam Kertas Meterai

telah terlanjur ditulis dengan beberapa kata/kalimat yang belum merupakan suatu

dokumen yang selesai dan kemudian tulisan yang ada pada Kertas Meterai tersebut

dicoret dan dimuat tulisan atau keterangan baru, maka Kertas Meterai yang demikian

dapat digunakan dan tidak Perlu dibubuhi meterai lagi.

  - Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud di atas tidak dipenuhi, dokumen yang

bersangkutan dianggap tidak bermeterai.

 

C.  Pelunasan dengan membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan Mesin Teraan

       

  Pelunasan dengan cara membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan Mesin Teraan

memerlukan beberapa syarat sebagai berikut:

     

  1. Pelunasan Bea Meterai dengan mesin teraan meterai hanya diperkenankan kepada

penerbit dokumen yang melakukan pemeteraian dengan jumlah rata-rata setiap hari

minimal sebanyak 50 dokumen.

     

  2. Penerbit dokumen yang akan melakukan pelunasan Bea Meterai dengan mesin teraan

15

Page 16: Pph, Ppn, Pbb, Bea Materai, Pdrd

meterai harus melakukan prosedur sebagai berikut:

       

    - mengajukan permohonan ijin secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan

Pajak setempat dengan mencantumkan jenis/merk dan tahun pembuatan mesin

teraan meterai yang akan digunakan, serta melampirkan surat pernyataan tentang

jumlah rata-rata dokumen yang harus dilunasi Bea Meterai setiap hari.

    - melakukan penyetoran Bea Meterai di muka minimal sebesar Rp 15.000.000,-

(lima belas juta rupiah) dengan menggunakan Surat Setoran Pajak Ke Kas Negara

melalui Bank Persepsi.

    - Menyampaikan laporan bulanan penggunaan mesin teraan meterai kepada Kepala

Kantor Pelayanan Pajak setempat paling lambat tanggal 15 setiap bulan.

    - Ijin penggunaan mesin teraan meterai berlaku selama 2 (dua) tahun sejak tanggal

ditetapkannya, dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan.

 

D.  Pelunasan dengan membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan Sistem

Komputerisasi

       

1. Pelunasan Bea Meterai dengan sistem komputerisasi hanya diperkenankan untuk

dokumen yang berbentuk surat yang memuat jumlah uang dalam Pasal 1 huruf d

PP No. 24 Tahun 2000 dengan jumlah rata-rata pemeteraian setiap hari minimal

sebanyak 100 dokumen.

 

  - mengajukan permohonan ijin secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak

dengan mencantumkan jenis dokumen dan perkiraan jumlah rata-rata dokumen

yang akan dilunasi Bea Meterai setiap hari.

    - pembayaran Bea Meterai di muka minimal sebesar perkiraan jumlah dokumen

yang harus dilunasi Bea Meterai setiap bulan, dengan menggunakan Surat

Setoran Pajak (ke Kas Negara melalui Bank Pensepsi).

    - menyampaikan laporan bulanan tentang realisasi penggunaan dan saldo Bea

Meterai kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat tanggal 15 setiap bulan.

     

  2. Ijin pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas

dengan sistem komputerisasi berlaku selama saldo Bea Meterai yang telah dibayar

pada saat mengajukan ijin masih mencukupi kebutuhan pemeteraian 1 (satu) bulan

16

Page 17: Pph, Ppn, Pbb, Bea Materai, Pdrd

berikutnya.

         

  

E.  Tata Cara Pelunasan Bea Meterai Dengan Teknologi Percetakan

       

  1. Pelunasan Bea Meterai dengan teknologi pencetakan hanya diperkenankan

untuk dokumen yang berbentuk cek, bilyet giro, dan efek dengan nama dan

dalam bentuk apapun.

     

  2. Penerbit dokumen yang akan melakukan pelunasan Bea Meterai dengan

teknologi pencetakan harus melakukan prosedur sebagai berikut:

       

    - pembayaran Bea Meterai di muka sebesar jumlah dokumen yang harus

dilunasi Bea Meterai, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak ke Kas

Negara melalui Bank Persepsi.

    - mengajukan permohonan ijin secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak

dengan mencantumkan jenis dokumen yang akan dilunasi Bea Meterai dan

jumlah Bea Meterai yang telah dibayar.

     

  3. Perum Peruri dan perusahaan sekuriti yang melakukan pembubuhan tanda Bea

Meterai Lunas pada cek, bilyet giro, atau efek dengan nama dan dalam bentuk

apapun, harus menyampaikan laponan bulanan kepada Direktur Jenderal Pajak

paling lambat tanggal 10 setiap bulan.

     

  4. Pelunasan Bea Meterai bagi dokumen yang dibuat di Luar Negeri

    Dokumen yang dibuat di luar negeri tidak dikenakan Bea Meterai sepanjang

tidak digunakan di Indonesia.

  

TARIF BEA METERAI

 

1. Tarif Bea Meterai Rp 6.000,00 untuk dokumen sebagai berikut:

     

  a. Surat Perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk

digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau

17

Page 18: Pph, Ppn, Pbb, Bea Materai, Pdrd

keadaan yang bersifat pendata

  b. Akta-akta Notaris termasuk salinannya

  c. Surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep selama nominalnya lebih dan

Rp1.000.000,00.;

  d. Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan,

yaitu:

    - surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan.

    - surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan tujuannya,

jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain selain dan

tujuan semula.

2. Untuk dokumen yang menyatakan nominal uang dengan batasan sebagai berikut:

     

  - nominal sampai Rp250.000,- tidak dikenakan Bea Meterai

  - nominal antara Rp250.000,- sampai Rp1.000.000,- dikenakan Bea Meterai

Rp3.000,-

  - nominal diatas Rp 1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp 6.000,-

3. Cek dan Bilyet Giro dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 3.000,- tanpa

batas pengenaan besarnya harga nominal.

     

4. Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang mempunyai harga nominal

sampai dengan Rp1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp 3.000,- sedangkan yang

mempunyai harga nominal lebih dari Rp 1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp

6.000,-.

     

5. Sekumpulan Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang tercantum dalam

surat kolektif yang mempunyai jumlah harga nominal sampai dengan Rp

1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp 3.000,-, sedangkan yang mempunyai harga

nominal lebih dan Rp 1.000.000,- dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp

6.000,-.

 

KETENTUAN KHUSUS DAN SANKSI

KETENTUAN KHUSUS

18

Page 19: Pph, Ppn, Pbb, Bea Materai, Pdrd

 

a. Dokumen yang dibuat di luar negeri pada saat digunakan di Indonesia harus telah

dilunasi Bea Meterai yang terutang dengan cara pemeteraian kemudian.

   

b. Pejabat Pemerintah, hakim, panitera, jurusita, notaris, dan pejabat umum lainnya,

masing-masing dalam tugas atau jabatannya tidak dibenarkan:

   

  - Menerima, mempertimbangkan atau menyimpan dokumen yang Bea

Meterainya tidak atau kurang dibayar;

  - Melekatkan dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dibayar sesuai

dengan tarifnya pada dokumen lain yang berkaitan;

  - Membuat salinan, tembusan, rangkapan atau petikan dan dokumen yang Bea

Meterainya tidak atau kurang dibayar;

  - Memberikan keterangan atau catatan pada dokumen yang tidak atau kurang

dibayar sesuai dengan tarif Bea Meterainya.

 

Pelangganan terhadap ketentuan tersebut dikenakan sanksi administratif sesuai

Peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

SANKSI ADMINISTRASI

   

Sanksi ini dikenakan apabila terjadinya pelanggaran yang mengakibatkan Bea

Meterai yang harus dilunasi kurang bayar.

   

 - Dokumen sebagaimana yang dimaksud dalam objek Bea Meterai tidak atau

kurang dilunasi sebagaimana mestinya dikenakan denda administrasi sebesar

200% (dua ratus persen) dari Bea Meterai yang tidak atau kurang dibayar.

- Pemegang dokumen atas dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf (a) harus

melunasi Bea Meterai terutang berikut dendanya dengan cara pemeteraian

kemudian.

 

DALUWARSA

 

19

Page 20: Pph, Ppn, Pbb, Bea Materai, Pdrd

Kewajiban pemenuhan Bea Meterai dan denda administrasi yang terutang menurut

Undang-Undang Bea Meterai, daluwarsa setelah lampau waktu 5 tahun, terhitung

sejak tanggal dokumen dibuat.

PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

1.    Pengertian Pajak Daerah

Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah pengertian Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib

kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa

berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan

digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dengan demikian pajak daerah adalah iuran wajib pajak kepada daerah untuk membiayai

pembangunan daerah. Pajak Daerah ditetapkan dengan undang-undang yang pelaksanaannya

untuk di daerah diatur lebih lanjut dengan peraturan daerah. Pemerintah daerah dilarang

melakukan pungutan selain pajak yang telah ditetapkan undang-undang (Pasal 2 Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 2009).

2.    Jenis-Jenis Pajak Daerah

Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah terdapat 5 (lima) jenis pajak provinsi dan 11 (sebelas) jenis pajak

kabupaten/kota. Secara rinci dapat dilihat dalam tabel berikut.

         Tabel 1. Perbandingan Jenis Pajak yang Dikelola Pemerintah Provinsi

dan   Pemerintah Kabupaten/Kota

Pajak Provinsi Pajak Kabupaten/Kota

1. Pajak Kendaraan Bermotor

2. Bea Balik Nama Kendaraan

Bermotor

3. Pajak Bahan Bakar

Kendaraan Bermotor

4. Pajak Air Permukaan

5. Pajak Rokok

1. Pajak Hotel

2. Pajak Restoran

3. Pajak Hiburan

4. Pajak Reklame

5. Pajak Penerangan Jalan

6. Pajak Mineral Bukan

Logam dan Batuan

7. Pajak Parkir

20

Page 21: Pph, Ppn, Pbb, Bea Materai, Pdrd

8. Pajak Air Tanah

9. Pajak Sarang Burung

Walet

10. Pajak Bumi dan Bangunan

Perdesaan dan Perkotaan

11. Bea Perolehan Hak Atas

Tanah dan Bangunan

         Sumber : UU No 28 Tahun 2009

a.    Pajak yang Dikelola Provinsi

Ada lima jenis pajak yang dikelola oleh provinsi yaitu Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik

Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air Permukaan

dan Pajak Rokok.

1)        Pajak Kendaraan Bermotor

Pajak Kendaraan Bermotor adalah pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan

bermotor. Kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda beserta gandengannya yang

digunakan di semua jenis jalan darat, dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau

peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi

tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat-alat

besar yang dalam operasinya menggunakan roda dan motor dan tidak melekat secara

permanen serta kendaraan bermotor yang dioperasikan di air (Pasal 1 Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2009).

Tarif Pajak Kendaraan Bermotor pribadi menurut Pasal 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun

2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ditetapkan sebagai berikut :

a)         untuk kepemilikan kendaraan bermotor pertama paling rendah sebesar 1% (satu

persen) dan paling tinggi sebesar 2% (dua persen);

b)         untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedua dan seterusnya tarif dapat ditetapkan

secara progresif paling rendah sebesar 2% (dua persen) dan paling tinggi sebesar 10%

(sepuluh persen).

Sedangkan tarif Pajak Kendaraan Bermotor angkutan umum, ambulans, pemadam kebakaran,

sosial keagamaan, lembaga sosial dan keagamaan, Pemerintah/TNI/POLRI, Pemerintah

Daerah, dan kendaraan lain yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah, ditetapkan paling

rendah sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dan paling tinggi sebesar 1% (satu persen).

Kemudian Tarif Pajak Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar ditetapkan

21

Page 22: Pph, Ppn, Pbb, Bea Materai, Pdrd

paling rendah sebesar 0,1% (nol koma satu persen) dan paling tinggi sebesar 0,2% (nol koma

dua persen).

2)         Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penyerahan hak milik kendaraan

bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang

terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan

usaha (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

Menurut Pasal 12 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi masing-

masing sebagai berikut :

a.    penyerahan pertama sebesar 20% (dua puluh persen) dan

b.   penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 1% (satu persen).

Khusus untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar yang tidak menggunakan

jalan umum tarif pajak ditetapkan paling tinggi masing-masing sebagai berikut :

a.    penyerahan pertama sebesar 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen); dan

b.   penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 0,075% (nol koma nol tujuh puluh lima persen).

3)         Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penggunaan bahan bakar

kendaraan bermotor. Bahan bakar kendaraan bermotor adalah semua jenis bahan bakar cair

atau gas yang digunakan untuk kendaraan bermotor (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28

Tahun 2009). Tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi sebesar

10% (sepuluh persen). Khusus tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor untuk bahan

bakar kendaraan umum dapat ditetapkan paling sedikit 50% (lima puluh persen) lebih rendah

dari tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor untuk kendaraan pribadi (Pasal 19

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

4)         Pajak Air Permukaan

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah, Pajak Air Permukaan adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air

permukaan. Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah, tidak

termasuk air laut, baik yang berada di laut maupun di darat. Tarif Pajak Air Permukaan

ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (Pasal 24 Undang-Undang nomor 28 Tahun 2009).

5)         Pajak Rokok

22

Page 23: Pph, Ppn, Pbb, Bea Materai, Pdrd

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah, Pajak Rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh Pemerintah. Tarif

Pajak Rokok ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari cukai rokok. Pajak Rokok

dikenakan atas cukai rokok yang ditetapkan oleh Pemerintah (Pasal 29 Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2009).

Penerimaan pajak rokok, baik bagian Provinsi maupun bagian Kabupaten/kota, dialokasikan

paling sedikit 50% untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum

oleh aparat yang berwenang ( Pasal 31 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

b.   Pajak yang Dikelola Kabupaten/Kota

            Ada 11 jenis pajak yang dikelola oleh Kabupaten/Kota, pajak yang termasuk pajak

yang dikelola Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut :

1)        Pajak Hotel

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan retribusi

Daerah, Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel. Hotel adalah

fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan

dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata,

pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih

dari 10 (sepuluh). Tarif Pajak Hotel ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (Pasal 35 Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 2009).

2)          Pajak Restoran

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah,  Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. Restoran

adalah fasilitas penyedia makanan dan/atau minuman dengan dipungut bayaran, yang

mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa

boga/katering. Tarif Pajak Restoran ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (Pasal 40 Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 2009).

3)        Pajak Hiburan

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak dan Retribusi Daerah, Pajak

Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan adalah semua jenis tontonan,

pertunjukan, permainan, dan/atau keramaian yang dinikmati dengan dipungut bayaran. Tarif

Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 35% (tiga puluh lima persen). Khusus untuk

hiburan berupa pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke, klab malam,

permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa, tarif Pajak Hiburan dapat ditetapkan

23

Page 24: Pph, Ppn, Pbb, Bea Materai, Pdrd

paling tinggi sebesar 75% (tujuh puluh lima persen). Khusus hiburan kesenian

rakyat/tradisional dikenakan tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (Pasal

45 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

4)        Pajak Reklame

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah, Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Reklame adalah benda,

alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan

komersial memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau untuk menarik perhatian

umum terhadap barang, jasa, orang, atau badan, yang dapat dilihat, dibaca, didengar,

dirasakan, dan/atau dinikmati oleh umum. Tarif Pajak Reklame ditetapkan paling tinggi

sebesar 25% (Pasal 50 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

5)     Pajak Penerangan Jalan

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah, Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang

dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain. Tarif Pajak Penerangan Jalan

ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen). Penggunaan tenaga listrik dari sumber

lain oleh industri, pertambangan minyak bumi dan gas alam, tarif Pajak Penerangan Jalan

ditetapkan paling tinggi sebesar 3% (tiga persen). Penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan

sendiri, tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 1,5% (Pasal 55 Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 2009).

6)      Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak atas kegiatan pengambilan

mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam dan/atau permukaan bumi

untuk dimanfaatkan. Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah mineral bukan logam dan

batuan sebagaimana dimaksud di dalam peraturan perundang-undangan di bidang mineral

dan batubara. Tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan ditetapkan paling tinggi sebesar

25% (Pasal 60 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

7)        Pajak Parkir

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah, Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan,

baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu

usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. Parkir adalah keadaan

24

Page 25: Pph, Ppn, Pbb, Bea Materai, Pdrd

tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara. Tarif Pajak Parkir ditetapkan

paling tinggi sebesar 30% (Pasal  65 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

8)         Pajak Air Tanah

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah, Pajak Air Tanah adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. Air

Tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan

tanah. Tarif Pajak Air Tanah ditetapkan paling tinggi sebesar 20% (Pasal 70 Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2009).

9)       Pajak Sarang Burung Walet

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah, Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau

pengusahaan sarang burung walet. Burung walet adalah satwa yang termasuk

marga collocalia, yaitu collocalia fuchliap haga, collocalia maxina, collocalia

esculanta, dan collocalia linchi. Tarif Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan paling tinggi

sebesar 10% (Pasal 75 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

10)         Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak atas bumi dan/atau

bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan,

kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan

pertambangan.

Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah

kabupaten/kota. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara

tetap pada tanah dan/atau perairan pedalaman dan/atau laut. Tarif Pajak Bumi dan Bangunan

Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan paling tinggi sebesar 0,3% (Pasal 80 Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2009).

11)    Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak atas perolehan hak atas tanah

dan/atau bangunan. Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah perbuatan atau

peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh

orang pribadi atau Badan. Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan

paling tinggi sebesar 5% (Pasal 88 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

25

Page 26: Pph, Ppn, Pbb, Bea Materai, Pdrd

2.   RETRIBUSI DAERAH.

Pengertian.

Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan Daerah sebagai

pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan

oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan

Objek dan Golongan Retribusi.

Objek Retribusi adalah:

a)  Jasa Umum;

Retribusi yang dikenakan atas jasa umum digolongkan sebagai Retribusi Jasa Umum.

Jenis Retribusi Jasa Umum adalah:

Retribusi Pelayanan Kesehatan;

Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan;

Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil;

Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat;

Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum;

Retribusi Pelayanan Pasar;

Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor;

Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran;Retribusi Penggantian Biaya Cetak

Peta;

Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus;

Retribusi Pengolahan Limbah Cair;Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang;

Retribusi Pelayanan Pendidikan; dan

Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi.

Jenis Retribusi sebagaimana dimaksud diatas dapat tidak dipungut apabila potensi

penerimaannya kecil dan/atau atas kebijakan nasional/daerah untuk memberikan pelayanan

tersebut secara cuma-cuma.

b)  Jasa Usaha;

Retribusi yang dikenakan atas jasa usaha digolongkan sebagai Retribusi Jasa Usaha

Objek  Retribusi  Jasa Usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah

dengan menganut prinsip komersial yang meliputi: pelayanan dengan

menggunakan/memanfaatkan kekayaan Daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal;

dan/atau pelayanan oleh Pemerintah Daerah sepanjang belum disediakan secara memadai

oleh pihak swasta.

Jenis Retribusi Jasa Usaha adalah:

26

Page 27: Pph, Ppn, Pbb, Bea Materai, Pdrd

Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah;

Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan;

Retribusi Tempat Pelelangan;

Retribusi Terminal;

Retribusi Tempat Khusus Parkir;

Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa;

Retribusi Rumah Potong Hewan;

Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan;

Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga;

Retribusi Penyeberangan di Air; dan

Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah

c)  Perizinan Tertentu.

Retribusi yang dikenakan atas perizinan tertentu digolongkan sebagai Retribusi Perizinan

Tertentu.

Objek Retribusi Perizinan Tertentu adalah pelayanan perizinan tertentu oleh Pemerintah

Daerah kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pengaturan dan

pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang,

prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga

kelestarian lingkungan

Jenis Retribusi Perizinan Tertentu adalah:

Retribusi Izin Mendirikan Bangunan;

Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol;

Retribusi Izin Gangguan;

Retribusi Izin Trayek; dan

Retribusi Izin Usaha Perikanan.

DAFTAR PUSTAKA

UU No 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah

UU No 42 tahun 2009 tentang pajak pertambahan nilai

Undang . Undang Nomor. 13 tahun 1985 tentang Bea Meterai

UU 36 Tahun 2008  tentang pajak penghasilan

Undang-Undang Nomor 12 TAHUN 1994 tentang pajak bumi dan bangunan

27