48
BAB I TINJAUAN PUSTAKA I. Definisi Penyakit Paru Obstrutif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial., bersifat progresif, biasanya disebabkan oleh proses inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang dapat memberikan gambaran gangguan sistemik. Gangguan ini dapat dicegah dan dapat diobati. Penyebab utama PPOK adalah rokok, asap polusi dari pembakaran, dan partikel gas berbahaya. Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronik juga memperlihatkan tanda-tanda emfisema, termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK. Faktor yang berperan dalam peningkatan penyakit tersebut : Kebiasaan merokok yang masih tinggi (laki-laki di atas 15 tahun 60-70 %) Pertambahan penduduk Meningkatnya usia rata-rata penduduk dari 54 tahun pada tahun 1960-an menjadi 63 tahun pada tahun 1990-an Industrialisasi Polusi udara terutama di kota besar, di lokasi industri, dan di pertambangan 1

PPOK PRESKAS

Embed Size (px)

DESCRIPTION

WORD

Citation preview

Page 1: PPOK PRESKAS

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi

Penyakit Paru Obstrutif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai

oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau

reversibel parsial., bersifat progresif, biasanya disebabkan oleh proses inflamasi paru yang

disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang dapat memberikan gambaran gangguan

sistemik. Gangguan ini dapat dicegah dan dapat diobati. Penyebab utama PPOK adalah

rokok, asap polusi dari pembakaran, dan partikel gas berbahaya.

Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronik juga memperlihatkan tanda-

tanda emfisema, termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang

tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.

Faktor yang berperan dalam peningkatan penyakit tersebut :

Kebiasaan merokok yang masih tinggi (laki-laki di atas 15 tahun 60-70 %)

Pertambahan penduduk

Meningkatnya usia rata-rata penduduk dari 54 tahun pada tahun 1960-an menjadi 63 tahun pada tahun 1990-an

Industrialisasi

Polusi udara terutama di kota besar, di lokasi industri, dan di pertambangan

(PDPI,2010)

II. Faktor Resiko

1. Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh

lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Dalam pencatatan riwayat merokok perlu

diperhatikan :

a) Riwayat merokok

Perokok aktif

1

Page 2: PPOK PRESKAS

Perokok pasif

Bekas perokok

b) Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah

rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :

Ringan : 0-200

Sedang : 200-600

Berat : >600

2. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja

3. Hipereaktiviti bronkus

4. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang

5. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia

III. Patogenesis

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa faktor resiko utama dari PPOK ini adalah

merokok. Komponen-komponen asap rokok ini merangsang perubahan-perubahan pada sel-

sel penghasil mukus bronkus dan silia. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami

kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia.

Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan sel-sel silia ini mengganggu

sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah

besar dan sulit dikeluarkan dari saluran nafas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian

mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang

menyebabkan edema dan pembengkakan jaringan. Ventilasi, terutama ekspirasi terhambat.

Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus

yang kental dan adanya peradangan.(Antonio et all, 2007)

Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan

struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan

hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan napas seperti pada gambar 1.

2

Page 3: PPOK PRESKAS

Gambar 1. PPOK Terkait Partikel Inhalasi

(Sumber :Antonio et all, 2007)

Ada beberapa karakteristik inflamasi yang terjadi pada pasien PPOK, yakni :

peningkatan jumlah neutrofil (didalam lumen saluran nafas), makrofag (lumen saluran nafas,

dinding saluran nafas, dan parenkim), limfosit CD 8+ (dinding saluran nafas dan parenkim).

Yang mana hal ini dapat dibedakan dengan inflamasi yang terjadi pada penderita asma.

(Corwin EJ, 2001)

Tabel 1. Patogenesis PPOK

(Sumber : PDPI,2010)

3

Page 4: PPOK PRESKAS

IV. Klasifikasi

Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2007,

dibagi atas 4 derajat :(Antonio et all, 2007)

2.4.1 Derajat I: PPOK ringan

Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan aliran udara

ringan (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 > 80% Prediksi). Pada derajat ini, orang tersebut mungkin

tidak menyadari bahwa fungsi parunya abnormal.

2.4.2 Derajat II: PPOK sedang

Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1 / KVP < 70%; 50% < VEP1 < 80%),

disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Dalam tingkat ini pasien biasanya mulai

mencari pengobatan oleh karena sesak nafas yang dialaminya.

2.4.3 Derajat III: PPOK berat

Ditandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang semakin memburuk (VEP1 / KVP

< 70%; 30% VEP1 < 50% prediksi). Terjadi sesak nafas yang semakin memberat,

penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi yang berulang yang berdampak pada kualitas

hidup pasien

2.4.4 Derajat IV: PPOK sangat berat

Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 < 30% prediksi)

atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan adanya gagal nafas kronik dan gagal jantung

kanan.

Terdapat ketidak sesuaian antara nilai VEP1 dan gejala penderita, oleh sebab itu perlu

diperhatikan kondisi lain. Gejala sesak napas mungkin tidak bisa diprediksi dengan VEP1

V. Diagnosis

Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala ringan

hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan tanda inflasi paru

Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan :

A. Gambaran klinis

a. Anamnesis

Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan

Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja

4

Page 5: PPOK PRESKAS

Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah

(BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara

Batuk berulang dengan atau tanpa dahak

Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi

b. Pemeriksaan Fisik

PPOK dini umumnya tidak ada kelainan

Inspeksi

Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)

Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)

Penggunaan otot bantu napas

Hipertropi otot bantu napas

Pelebaran sela iga

Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis leher dan

edema tungkai

Penampilan pink puffer atau blue bloater

Palpasi

Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar

Perkusi

Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma

rendah, hepar terdorong ke bawah

Auskultasi

Suara napas vesikuler normal, atau melemah

Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi

paksa ekspirasi memanjang bunyi jantung terdengar jauh

5

Page 6: PPOK PRESKAS

Ciri khas yang mungkin ditemui pada penderita PPOK :

Pink puffer

Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan

pursed – lips breathing

Blue bloater

Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan

ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer

Pursed - lips breathing

Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang

memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2

yang terjadi pada gagal napas kronik.

VI. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan rutin

Faal paru

1. Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP)

Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP ( %).

Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %

VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai

beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.

Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter

walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau

variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%

2. Uji bronkodilator

- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE

meter.

6

Page 7: PPOK PRESKAS

- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit

kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE

< 20% nilai awal dan < 200 ml

- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil

Darah rutin : Hb, Ht, leukosit

Radiologi

1. Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain

2. Pada emfisema terlihat gambaran :

- Hiperinflasi

- Hiperlusen

- Ruang retrosternal melebar

- Diafragma mendatar

- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop

appearance)

3. Pada bronkitis kronik :

- Normal

- Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus

b. Pemeriksaan khusus

Faal paru

1. Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total

(KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat

2. DLCO menurun pada emfisema

3. Raw meningkat pada bronkitis kronik

4. Sgaw meningkat

7

Page 8: PPOK PRESKAS

5. Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %

Uji latih kardiopulmoner

1. Sepeda statis (ergocycle)

2. Jentera (treadmill)

3. Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal

Uji provokasi bronkus

Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat

hipereaktiviti bronkus derajat ringan

Uji coba kortikosteroid

Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau

metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan

VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya

tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid

Analisis gas darah

Terutama untuk menilai :

- Gagal napas kronik stabil

- Gagal napas akut pada gagal napas kronik

Radiologi

- CT - Scan resolusi tinggi : Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis

serta derajat emfisema atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks

polos

- Scan ventilasi perfusi : Mengetahui fungsi respirasi paru

Elektrokardiografi :

- Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan

hipertrofi ventrikel kanan.

8

Page 9: PPOK PRESKAS

Ekokardiografi :

- Menilai funfsi jantung kanan

Bakteriologi

Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi

diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat.

Infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada

penderita PPOK di Indonesia.

Kadar alfa-1 antitripsin

Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia

muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.

VII. Diagnosis Banding

Diagnosis Banding PPOK Adalah

i. Asma

ii. SOPT (Sindroma Obstruksi Pascatuberculososis)

Adalah penyakit obstruksi saluran napas yang ditemukan pada penderita

pascatuberculosis dengan lesi paru yang minimal.

iii. Pneumotoraks

iv. Gagal jantung kronik

v. Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal : bronkiektasis, destroyed

lung.

vi. Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yang sering ditemukan di

Indonesia, karena itu diagnosis yang tepat harus ditegakkan karena terapi dan

prognosisnya berbeda.

vii. Adapun karakteristik dari Asma, PPOK, dan SOPT pada tabel 2

9

Page 10: PPOK PRESKAS

Tabel 2. Perbedaan Asma, PPOK, dan SOPT

(Sumber : PDPI,2010)

VIII. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan umum PPOK

Tujuan penatalaksanaan :

- Mengurangi gejala

- Mencegah eksaserbasi berulang

- Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru

- Meningkatkan kualiti hidup penderita

Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :

1. Edukasi

2. Obat – obatan

3. Terapi oksigen

4. Ventilasi mekanik

5. Nutrisi

6. Rehabilitasi

10

Page 11: PPOK PRESKAS

PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan nonreversibel, sehingga

penatalaksanaan PPOK terbagi atas (1) penatalaksanaan pada keadaan stabil dan (2)

penatalaksanaan pada eksaserbasi akut.

1. Edukasi

Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil.

Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit

kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan

aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih

bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi

atau tujuan pengobatan dari asma.

Tujuan edukasi pada pasien PPOK :

1. Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan

2. Melaksanakan pengobatan yang maksimal

3. Mencapai aktiviti optimal

4. Meningkatkan kualiti hidup

Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara berulang

pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi keluarganya. Edukasi dapat

diberikan di poliklinik, ruang rawat, bahkan di unit gawat darurat ataupun di ICU dan di

rumah. Secara intensif edukasi diberikan di klinik rehabilitasi atau klinik konseling, karena

memerlukan waktu yang khusus dan memerlukan alat peraga. Edukasi yang tepat diharapkan

dapat mengurangi kecemasan pasien PPOK, memberikan semangat hidup walaupun dengan

keterbatasan aktivitas. Penyesuaian aktiviti dan pola hidup merupakan salah satu cara untuk

meningkatkan kualitas hidup pasien PPOK.

Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat penyakit, tingkat

pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan kondisi ekonomi penderita.

Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah

1. Pengetahuan dasar tentang PPOK

2. Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya

11

Page 12: PPOK PRESKAS

3. Cara pencegahan perburukan penyakit

4. Menghindari pencetus (berhenti merokok)

5. Penyesuaian aktiviti

Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan skala prioriti

bahan edukasi sebagai berikut :

1. Berhenti merokok

Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK ditegakkan

2. Pengunaan obat – obatan

Macam obat dan jenisnya

Cara penggunaannya yang benar ( oral, MDI atau nebuliser )

Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dengan selangwaku tertentu atau kalau perlu

saja )

Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya

3. Penggunaan oksigen

Kapan oksigen harus digunakan

Berapa dosisnya

4. Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen

Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen

Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya

5. Tanda eksaserbasi :

Batuk atau sesak bertambah

Sputum bertambah

Sputum berubah warna

12

Page 13: PPOK PRESKAS

6. Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi

7. Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktiviti

Edukasi diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah diterima, langsung ke pokok

permasalahan yang ditemukan pada waktu itu. Pemberian edukasi sebaiknya diberikan

berulang dengan bahan edukasi yang tidak terlalu banyak pada setiap kali pertemuan.

Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil, karena

PPOK merupakan penyakit kronik progresif yang ireversibel

Pemberian edukasi berdasar derajat penyakit :

Ringan

Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel

Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus, antara lain berhenti

merokok

Segera berobat bila timbul gejala

Sedang

Menggunakan obat dengan tepat

Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini

Program latihan fisik dan pernapasan

Berat

Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi

Penyesuaian aktiviti dengan keterbatasan

Penggunaan oksigen di rumah

2. Obat – obatan

a. Bronkodilator

Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan

dengan klasifikasi derajat berat penyakit ( lihat tabel 2 ). Pemilihan bentuk obat diutamakan

13

Page 14: PPOK PRESKAS

inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat

diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau obat berefek panjang ( long

acting ).

Macam - macam bronkodilator :

- Golongan antikolinergik

Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga

mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ).

- Golongan agonis beta – 2

Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan dapat

sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan

bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi

eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang.

Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.

- Kombinasi antikolinergik dan agonis beta – 2

Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena

keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda.

Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.

- Golongan xantin

Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang, terutama

pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak

( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut.

Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.

b. Antiinflamasi

Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena,

berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau

prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji

14

Page 15: PPOK PRESKAS

kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat >

20% dan minimal 250 mg.

c. Antibiotika

Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :

- Lini I : amoksisilin

makrolid

- Lini II : Amoksisilin dan asam klavulanat

Sefalosporin

Kuinolon

Makrolid baru

d. Antioksidan

Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N -

asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak

dianjurkan sebagai pemberian yang rutin

e. Mukolitik

Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan

eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi

eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.

f. Antitusif

Diberikan dengan hati – hati

15

Page 16: PPOK PRESKAS

Tabel 3. Penatalaksanaan PPOK

16

Page 17: PPOK PRESKAS

(Sumber : PDPI,2010)

3. Terapi Oksigen

Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan

kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting

untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun

organ - organ lainnya.

a. Manfaat oksigen :

- Mengurangi sesak

- Memperbaiki aktiviti

- Mengurangi hipertensi pulmonal

17

Page 18: PPOK PRESKAS

- Mengurangi vasokonstriksi

- Mengurangi hematokrit

- Memperbaiki fungsi neuropsikiatri

- Meningkatkan kualiti hidup

b. Indikasi

- Pao2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%

- Pao2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal, perubahan P

pullmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit

paru lain

Macam terapi oksigen :

- Pemberian oksigen jangka panjang

- Pemberian oksigen pada waktu aktiviti

- Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak

- Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas

Terapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah sakit. Terapi oksigen

di rumah diberikan kepada penderita PPOK stabil derajat berat dengan gagal napas kronik.

Sedangkan di rumah sakit oksigen diberikan pada PPOK eksaserbasi akut di unit gawat

daruraat, ruang rawat ataupun ICU. Pemberian oksigen untuk penderita PPOK yang dirawat

di rumah dibedakan :

- Pemberian oksigen jangka panjang ( Long Term Oxygen Therapy = LTOT )

- Pemberian oksigen pada waktu aktiviti

- Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak

Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah pada keadaan stabil terutama

bila tidur atau sedang aktiviti, lama pemberian 15 jam setiap hari, pemberian oksigen dengan

nasal kanul 1 - 2 L/mnt. Terapi oksigen pada waktu tidur bertujuan mencegah hipoksemia

yang sering terjadi bila penderita tidur. Terapi oksigen pada waktu aktiviti bertujuan

18

Page 19: PPOK PRESKAS

menghilangkan sesak napas dan meningkatkan kemampuan aktiviti. Sebagai parameter

digunakan analisis gas darah atau pulse oksimetri. Pemberian oksigen harus mencapai

saturasi oksigen di atas 90%.

c. Alat bantu pemberian oksigen :

- Nasal kanul

- Sungkup venturi

- Sungkup rebreathing

- Sungkup nonrebreathing

Pemilihan alat bantu ini disesuaikan dengan tujuan terapi oksigen dan kondisi analisis gas

darah pada waktu tersebut.

4. Ventilasi Mekanik

Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut,

gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan napas

kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di rumah.

a. Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan cara :

- Ventilasi mekanik dengan intubasi

- Ventilasi mekanik tanpa intubasi

- Ventilasi mekanik tanpa intubasi

- Ventilasi mekanik tanpa intubasi digunakan pada PPOK dengan gagal napas kronik

dan dapat digunakan selama di rumah.

Bentuk ventilasi mekanik tanpa intubasi adalah Nonivasive Intermitten Positif Pressure

(NIPPV) atau Negative Pessure Ventilation (NPV).

NIPPV dapat diberikan dengan tipe ventilasi :

- Volume control

- Pressure control

19

Page 20: PPOK PRESKAS

- Bilevel positive airway pressure (BiPAP)

- Continous positive airway pressure (CPAP)

NIPPV bila digunakan bersamaan dengan terapi oksigen terus menerus (LTOT / Long

Tern Oxygen Theraphy) akan memberikan perbaikan yang signifikan pada :

- Analisis gas darah

- Kualiti dan kuantiti tidur

- Kualiti hidup

- Analisis gas darah

b. Indikasi penggunaan NIPPV

- Sesak napas sedang sampai berat dengan penggunaan muskulus respirasi dan

abdominal paradoksal

- Asidosis sedang sampai berat pH < 7,30 - 7, 35

- Frekuensi napas > 25 kali per menit

NPV tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan obstruksi saluran napas atas, disamping

harus menggunakan perlengkapan yang tidak sederhana.

5. Nutrisi

Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan energi

akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni

menyebabkan terjadi hipermetabolisme.

Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan derajat

penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah

Malnutrisi dapat dievaluasi dengan :

- Penurunan berat badan

- Kadar albumin darah

- Antropometri

20

Page 21: PPOK PRESKAS

- Pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot pipi)

- Hasil metabolisme (hiperkapni dan hipoksia)

Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresis tidak akan mengatasi

masalah, karena gangguan ventilasi pada PPOK tidak dapat mengeluarkan CO2 yang terjadi

akibat metabolisme karbohidrat. Diperlukan keseimbangan antara kalori yang masuk denagn

kalori yang dibutuhkan, bila perlu nutrisi dapat diberikan secara terus menerus (nocturnal

feedings) dengan pipa nasogaster.

Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah karbohidrat.

Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat meningkatkan ventilasi semenit

oxigen comsumption dan respons ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapni. Tetapi pada

PPOK dengan gagal napas kelebihan pemasukan protein dapat menyebabkan kelelahan.

Gangguan keseimbangan elektrolit sering terjadi pada PPOK karena berkurangnya fungsi

muskulus respirasi sebagai akibat sekunder dari gangguan ventilasi. Gangguan elektrolit yang

terjadi adalah :

- Hipofosfatemi

- Hiperkalemi

- Hipokalsemi

- Hipomagnesemi

Gangguan ini dapat mengurangi fungsi diafragma. Dianjurkan pemberian nutrisi dengan

komposisi seimbang, yakni porsi kecil dengan waktu pemberian yang lebih sering.

6. Terapi Pembedahan

Bertujuan untuk :

- Memperbaiki fungsi paru

- Memperbaiki mekanik paru

- Meningkatkan toleransi terhadap eksaserbasi

- Memperbaiki kualiti hidup

21

Page 22: PPOK PRESKAS

Operasi paru yang dapat dilakukan yaitu :

1. Bulektomi

2. Bedah reduksi volume paru (BRVP) / lung volume reduction surgey (LVRS)

3. Transplantasi paru

Tabel 4. Algoritma PPOK

(Sumber : PDPI,2010)

IX. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah :

1. Gagal napas

- Gagal napas kronik

- Gagal napas akut pada gagal napas kronik

22

Page 23: PPOK PRESKAS

2. Infeksi berulang

3. Kor pulmonal

Gagal napas kronik :

- Hasil analisis gas darah Po2 < 60 mmHg dan Pco2 > 60 mmHg, dan pH normal,

penatalaksanaan :

- Jaga keseimbangan Po2 dan PCo2

- Bronkodilator adekuat

- Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu tidur

- Antioksidan

Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing Gagal napas akut pada gagal napas kronik,

ditandai oleh :

- Sesak napas dengan atau tanpa sianosis

- Sputum bertambah dan purulen

- Demam

- Kesadaran menurun

- Infeksi berulang

Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni kuman,

hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada kondisi kronik ini imuniti menjadi lebih

rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limposit darah.

Kor pulmonal :

Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal jantung kanan

X. Pencegahan

1. Mencegah terjadinya PPOK

- Hindari asap rokok

23

Page 24: PPOK PRESKAS

- Hindari polusi udara

- Hindari infeksi saluran napas berulang

2. Mencegah perburukan PPOK

- Berhenti merokok

- Gunakan obat-obatan adekuat

- Mencegah eksaserbasi berulang

24

Page 25: PPOK PRESKAS

BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI

• Nama : Tn. A

• Umur : 70 tahun

• Jenis kelamin : Laki-laki

• Status pernikahan : Menikah

• Pekerjaan : Petani

• Alamat : Ds. Kreyo, Klangenan

• Tanggal masuk RS : 19 Oktober 2015

• Tanggal keluar RS : 22 Oktober 2015

II. ANAMNESA (AUTOANAMNESA)

Keluhan Utama

Sesak napas sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Perjalanan Penyakit

Pasien datang dengan keluhan utama sesak napas sejak 1 minggu sebelum masuk

rumah sakit. Sesak napas makin memberat sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.

Sesak napas tidak dipengaruhi oleh aktivitas pasien sehari-hari. Sesak napas

berkurang dalam keadaan bersandar atau sedang duduk. Sesak napas timbul ketika

berada di lingkungan berdebu dan penuh asap. Akibat sesaknya pasien mengeluh

tidak bisa tidur setiap harinya. Pasien biasanya tidur menggunakan 2 – 3 bantal.

Pasien mengeluh mulai batuk-batuk sejak kurang lebih 10 tahun sebelum masuk

rumah sakit.

25

Page 26: PPOK PRESKAS

Setiap hari, pasien bisa mengalami batuk sebanyak 5-6x dan selalu

mengeluarkan dahak berwarna putih kental kira-kira 1 sendok makan. Saat batuk

pasien merasakan adanya sedikit nyeri dada atau rasa sakit pada dadanya. Pasien juga

mengeluh demam disertai nyeri kepala sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.

Demam yang dialami hilang timbul dan kadang bersamaan ketika pasien merasa

sesak. Nyeri kepala yang dirasakan pasien tidak menentu atau hilang timbul. Sering

lemas akibat sesak yang dialaminya. Pasien mengaku mual dan nafsu makan

menurun

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat DM (-)

Riwayat Asma (-)

Riwayat Hipertensi (+) Sejak 10 tahun yang lalu namun jarang kontrol ke

dokter.

Riwayat Hemoroid (+)

Riwayat Alergi (-)

Riwayat Penyakit dalam keluarga

Riwayat kencing manis pada Ibu pasien

Riwayat penyakit lain yang sama dalam keluarga disangkal

Riwayat Riwayat Kehidupan Pribadi, Sosial, dan Kebiasaan

Pasien adalah seorang petani sering menghirup asap dan debu. Pasien

mempunyai riwayat merokok selama 40 tahun satu bungkus per hari dan sudah

berhenti 7 tahun terakhir dan tidak memiliki riwayat minum minuman beralkohol.

Riwayat Pengobatan

Saat sesak dan batuk hanya membeli obat batuk OBH di warung

Riwayat Alergi

Riwayat alergi obat ataupun jenis makanan tertentu disangkal oleh pasien.

26

Page 27: PPOK PRESKAS

Riwayat Lingkungan

Pasien tinggal di rumah padat penduduk, penuh dengan asap dan debu.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status generalis

• Keadaan umum : tampak sakit sedang

• Kesadaran : compos mentis

• Tekanan darah : 160/110 mmHg (Hipertensi Derajat II JNC VII)

• Nadi : 86 x/menit

• Suhu : 37,3º C

• Pernapasan : 30 x/menit

• Tinggi badan : 158 cm

• Berat badan : 45 kg

• Kesan Gizi : Kurang (BMI = 18,02)

Keadaan Spesifik

Kulit

Warna sawo matang, efloresensi dan jaringan parut (-), pigmentasi masih dalam

batas normal, keringat umum dan lokal (+), turgor tidak menurun.

Kelenjar Getah Bening

Kelenjar getah bening submandibula, leher, axilla dan inguinal tidak ada

pembesaran.

Kepala

Normocephal, ekspresi biasa, rambut rontok (-).

27

Page 28: PPOK PRESKAS

Mata

Eksopthalmus dan endopthalmus (-), edema palpebra (-), conjunctiva palpebra

pucat (+) pada kedua mata, sklera ikterik (-) pada kedua mata, pupil isokhor, reflek

cahaya normal, pergerakan bola mata ke segala arah baik, lapangan pandang luas.

Hidung

Septum nasal normal, lapisan mukus normal, epistaksis (-), pernapasan cuping

hidung (-)

Telinga

Kedua meatus akustikus dalam keadaan normal, lubang telinga cukup bersih,

tophi(-), nyeri tekan proc. mastoideus (-), selaput pendengaran tidak ada kelainan.

Mulut

Bibir simetris, pembesaran tonsil (-), gusi berdarah (-), rhagaden(-), stomatitis (-),

atropi papil (-), sianosis (-).

Leher

Pembesaran kelenjar tiroid (-), JVP meningkat, hipertrofi M.

Sternocleidomastoideus (-), kaku kuduk (-)

Dada

Paru-paru

Inspeksi : statis & dinamis simetris kanan sama dengan kiri

Palpasi : fremitus kanan sama dengan kiri

Perkusi : sonor di kedua lapangan paru

Auskultasi : Suara nafas vesikuler di kedua lapang paru, tetapi suara nafasnya

melemah, expirasi memanjang, wheezing +/+, rhonki +/+

28

Page 29: PPOK PRESKAS

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : ictus cordis teraba di ICS 5 LMCS

Perkusi : batas atas jantung atas ICS 2, batas kanan LS Dextra, atas kiri LMC

sinistra

Auskultasi : HR 110 x/menit, Bunyi Jantung reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Cembung, lemas

Palpasi : Nyeri tekan (+) di epigastrium, Hepar/Lien sulit dinilai

Perkusi : Shifting dulness (+), undulasi (+)

Auskultasi : Bising Usus (+) Normal

Genital

Tidak diperiksa

Ekstremitas

Ekstremitas atas : nyeri sendi (-), gerakan bebas, pitting edema (+), jaringan parut

(-), pigmentasi normal, telapak tangan pucat (+), jari tabuh (-)

turgor kembali lambat (-)

Ekstremitas bawah : nyeri sendi (-), gerakan bebas, pitting edema (+), jaringan parut

(-), pigmentasi normal, telapak kaki pucat (+), jari tabuh (-), turgor

kembali lambat (-)

29

Page 30: PPOK PRESKAS

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratoium

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Leukosit 19.890 4000 - 11000r/uL

Eritrosit 4.71juta 4.4 – 6 juta/uL

Hb 13.3 13,0-18,0 g/dL

Ht 38,5 % 39,0-54,0 %

Trombosit 424.000 150-440 ribu/uL

MCV 81,8 80-100 µ

MCH 28.2 26-34 pg

MCHC 34,5 33 – 37 g/dL

BASOFIL 1,2 0 – 1%

NEUTROFIL 85,0 50 – 70 %

GDS 101 70 – 140 mg

2. Hasil EKG

30

Page 31: PPOK PRESKAS

3. Hasil Rontgen

Lembar Expertise :

Klasifikasi Aorta

Cor tidak membesar

Pulmo : Hili normal

Corakan paru bertambah

Tidak terdapat perebercakan lunak

Kesan : Tidak tampak TB paru aktif

Atherosklerosis aorta

Tidak tampak pembesaran jantung

Skoliosis vertebra torachalis

V. RESUME

Seorang laki-laki Tn. A usia 70 tahun datang ke IGD RSUD Arjawinangun dengan

keluhan utama sesak nafas sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Sesak nafas

yang dirasakan makin lama makin memberat sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.

Sesak yang dirasakan oleh pasien tidak dipengaruhi oleh aktivitas pasien sehari-hari,

berkurang jika pasien dalam keadaan bersandar atau sedang duduk, timbul ketika

sedang berada di lingkungan berdebu dan penuh asap. Pasien juga mengeluh febris

disertai chepalgia sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Febris yang dialami hilang

timbul dan kadang bersamaan ketika pasien merasa dyspnoe, sedangkan chepalgia yang

dirasakan pasien tidak menentu atau hilang timbul. Pasien juga mengeluh batuk batuk

sejak 10 tahun sebelum masuk rumah sakit namun tidak pernah diperiksakan ke dokter.

Dari hasil pemeriksaan fisik, pasien tampak sakit sedang. Tekanan darah

pasien 160/110 dimana merupakan hipertensi derajat II menurut JNC7. Pasien tampak

31

Page 32: PPOK PRESKAS

dyspnoe dengan RR 30x/menit. Konjungtiva pasien anemis. Pada perkusi paru

ditemukan suara redup pada basal hemithoraks dextra. Dan pada asukultasi terdengar

wheezing pada basal di kedua lapang paru. Pada inspeksi leher terlihat vena jugularis

yang tampak berdenyut, dinding dada pasien yang tampak cembung (barrel chest), dan

mulut pasien yang tampak mencucu (pursed lips). Dari hasil perkusi thorax, batas

jantung kiri bergeser ke kiri sehingga terletak di 3 cm dari Midclav ke V sebelah kiri.

VI. DAFTAR MASALAH

1. Penyakit Paru Obstruktif Kronis Eksaserbasi Akut

2. Congestif Heart Failure

VII. PEMBAHASAN KASUS

1. Penyakit Paru Obstruktif Kronis

Anamnesis

Dari hasil anamnesis didapatkan keluhan utama pasien adalah sesak sejak 1

minggu sebelum masuk rumah sakit. Sesak yang dirasakan makin lama makin

memberat sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak yang dirasakan oleh

pasien tidak dipengaruhi oleh aktivitas pasien sehari-hari. Sesak berkurang jika

pasien dalam keadaan bersandar atau sedang duduk. Pasien juga mengaku

sesaknya timbul ketika sedang di lingkungan berdebu dan penuh asap. Dari

riwayat kebiasaan pasien mengaku perokok berat sejak 40 tahun yang lalu. Pasien

juga mengeluhkan batuk disertai dahak yang banyak sekitar 1 sendok makan

setiap kali batuk

Pemeriksaan Fisik

Dari hasil pemeriksaan fisik auskultasi paru didapatkan suara wheezing

pada saat ekspirasi, Dinding dada yang sedikit mencembung (Barrel chest) dan

pernafasan tambahan lewat mulut dengan mencucu (Pursed lips), vocal fremitus

kanan lebih besar daripada kiri

Pemeriksaan Penunjang

32

Page 33: PPOK PRESKAS

Dari hasil pemeriksaan penunjang yaitu hematologi didapatkan

leukositosis dan dari foto thorax AP didapatkan Corakan bronkovaskular yang

bertambah.

2. Congestif Heart Failure

Anamnesis

Dari hasil anamnesis didapatkan pasien memiliki riwayat hipertensi

yang sudah lama dan tidak terkontrol. Selain itu pasien juga sering mengeluhkan

lemas, batuk-batuk, dan sesak nafas. Sesak nafasnya timbul ketika pasien

berbaring (ortopnoe) dan berkurang pada saat bersandar atau duduk.

Pemeriksaan Fisik

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah pasien yang

tinggi yaitu 160/110 (Hipertensi derajat II menurut JNC VII) dan dari

pemeriksaan perkusi batas jantung diduga terdapat kardiomegali dimana batas

kiri jantung bergeser 3 cm dari midclav 5 kiri.

VIII. PROGNOSIS

Ad Vitam : dubia ad bonam

Ad Sanantionam : dubia ad malam

Ad Fungsionam : ad malam

33

Page 34: PPOK PRESKAS

IX. FOLLOW UP

Tanggal Subyektif Obyektif Analisis

19/10/15 Sesak, batuk berdahak putih,

nafsu makan menurun, BAB

normal, BAK tersendat, sulit

tidur

TD : 140/ 60

N : 111x/menit

S : 36,5'C

RR : 26x/min

Lab

L : 19,89 ribu/uL

-PPOK

-CHF

-Hipertensi

-CAD

34

20/10/2015 Sesak,batuk dahak warna

putih,nafsu makan menurun,

sakit kepala, sulit tidur

TD : 150/70

N : 96x/min

S : 37,2 °C

RR : 24x/min

-PPOK

-CHF

-

Hipertensi

-CAD

21/10/2015 Sesak agak berkurang, batuk

berkurang namun masih

berdahak, mual - , muntah - ,

nafsu makan sudah mulai normal,

sulit tidur pada malam hari

TD : 130/90

N : 90x/min

S : 36°C

RR : 27x/min

-PPOK

-CHF

-

Hipertensi

-CAD

Page 35: PPOK PRESKAS

22/10/2015 Sesak masih dirasa , batuk

berdahak, nafsu makan normal,

gusi nyeri sariawan

TD : 170/100

N : 88x/min

S : 36 °C

RR : 28x/min

-PPOK

-CHF

-Hipertensi

-CAD

35

Page 36: PPOK PRESKAS

DAFTAR PUSTAKA

1. Andika 2009. PPOK dan Nutrisi, PPOK dan Antibiotik, PPOK Eksaserbasi Akut.

Tersedia di: hhtp://www.andikacp.wordpress.com/2009/07/26/PPOK-eksaserbasi-

akut

2. Anonim 2008. Konsensus PPOK. Tersedia di:

http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/konsensus-ppok

3. Antonio et all 2007. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and

Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. USA, p. 16-19 Didapat

dari : http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp

4. BMJ. ABC of COPD.2006. [Cited] 17 Maret 2011. Didapat dari:

http://www.bmj.com/content/332/7552/1261.full

5. Corwin EJ 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC, p. 437-8.

6. DMI. 2006.Acuan Penanganan PPOK Terkini. Tersedia di:

www.kalbe.co.id/news/seminar/acuanpenangananppokterkini

7. Drummond MB, Dasenbrook EC, Pitz MW, et all 2011. Inhaled Corticosteroids in

Patients With Stable Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Journal of

American Medical Association, p. 2408-2416.

8. Irwanto 2010. Penyakit Paru Obstruktif Kronis.. Didapat dari: hhtp://Irwanto-

FK04USK.blogspot.com/2010/08/Penyakit-Paru-Obstruktif-Kronik-PPOK.html

9. Rahajeng 2009. Penggunaan Rasional Antibiótica Pada Pasien PPOK. . Didapat

dari:http://dokterblog.wordpress.com/2009/05/01/penggunaan-rasional-antibiotik-

pada-pasien-ppok/

10. Rani AA 2006. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen

IPD FKUI, p. 105-8

11. Riyanto BS, Hisyam B 2006. Obstruksi Saluran Pernafasan Akut. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI, p. 984-

5.

12. Roberto RR et all 2007. Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management and

Prevention. USA. Tersedia di http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp

13. Sin DD, McAlister FA, Paul SF, et all 2003. Management of chronic obstructive

pulmonary disease (COPD). Journal of American Medical Association, p 2302-

2312.

36

Page 37: PPOK PRESKAS

14. Slamet H 2006. PPOK Pedoman Praktis Diagnosis & Penatalaksanaan di

Indonesia. Jakarta:. p. 1-18.

15. Wedzicha JA, 2011. Beonchodilator therapy for COPD. New England Journal

Medicine. Diakses tgl 6 Agustus 2011.

37