Upload
vanda-ayu
View
144
Download
16
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN TUTORIAL
LESI PRAGANAS RONGGA MULUT
OLEH :
KELOMPOK 6
Galang Rikung Edy S (111610101043)R.Aj. Mahardhika S P (111610101049)Vanda Ayu K H (111610101050)Dian Fajariani (111610101061)Anugerah Nur Yuhyi (111610101063)Fitria Krisnawati (111610101064)Siti Nur Qomariah (111610101066)Tiara Fortuna Bela B (111610101067)Khamda Rizki Dhamas (111610101069)Sheila Dian Pradipta (111610101071)Adinda Martina (111610101072)Dewi Martinda H (111610101073)Nurbaetty Rochmah (111610101074)
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGIUNIVERSITAS JEMBER
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam dunia kedokteran gigi sering ditemukan berbagai macam kelainan
berupa lesi didalam rongga mulut. Lesi tersebut bisa bersifat jinak, praganas maupun
ganas. Lesi praganas merupakan suatu kondisi penyakit yang secara klinis belum
menunjukkan tanda-tanda yang mengarah pada lesi ganas, namun didalamnya sudah
terjadi perubahan-perubahan patologis yang merupakan pertanda akan terjadinya
keganasan. Hal ini perlu diperhatikan karena lesi ini asimptomatik atau tidak adanya
keluhan sehingga kurang mendapatkan perhatian.
Mukosa rongga mulut merupakan bagian yang relatif lebih rentan mengalami
perubahan patologis dikarenakan lokasinya yang sering berhubungan dengan
pengunyahan, sehingga sering mengalami iritasi mekanis. Kelainan yang terjadi pada
lesi praganas ini pada umumnya memberikan gambaran yang mirip antara satu
dengan yang lainnya, sehingga dapat menimbulkan kesukaran dalam menentukan
diagnosis yang tepat. Untuk itu, diperlukan diagnosis pembanding, karena diantara
kelainan yang terjadi ada yang berpotensial menjadi ganas.
Meninjau dari penjelasan diatas, sangatlah jelas bahwa seorang dokter gigi
haruslah bisa membedakan antara satu kelainan dengan kelainan yang lainnya. Untuk
itu diperlukan penjelasan tentang macam-macam lesi praganas beserta gambaran
klinis dan gambaran histopatologinya yang akan dijelaskan pada bab selanjutnya
BAB II
PEMBAHASAN
MACAM-MACAM LESI PRAGANAS
1. Lesi Putih
A. Leukoplakia
Leukoplakia merupakan salah satu kelainan yang terjadi di mukosa
rongga mulut. Meskipun leukoplakia tidak termasuk dalam jenis tumor, lesi
ini sering meluas sehingga menjadi suatu lesi pre-cancer. Leukoplakia
merupakan suatu istilah lama yang digunakan untuk menunjukkan adanya
suatu bercak putih atau plak yang tidak normal yang terdapat pada membran
mukosa. Pendapat lain mengatakan bahwa leukoplakia hanya merupakan
suatu bercak putih yang terdapat pada membran mukosa dan sukar untuk
dihilangkan atau terkelupas.
Batasan leukoplakia telah dipakai di masa lalu oleh ahli kulit dan ahli
kebidanan untuk menunjukkan suatu penebalan putih pada mukosa mulut
atau vulva yang menunjukkan perubahan dini, in situ dan anaplastik.
Berdasarkan konsep yang diterima oleh World Health Organization maka
batasan leukoplakia adalah lesi yang tidak ada konotasi histologinya dan
dipakai hanya sebagai deskripsi klinis. Jadi definisinya adalah suatu
penebalan putih yang tidak dapat digosok sampai hilang dan tidak dapat
digolongkan secara klinis atau histologi sebagai penyakit-penyakit spesifik
lainnya (contoh: seperti likhen planus, lupus eritematosus, kandidiasis, white
sponge naevus).
Etiologi
Etiologi yang pasti dari leukoplakia sampai sekarang belum diketahui
dengan pasti, tetapi predisposisi terdiri dari berbagai faktor yaitu faktor lokal,
faktor sistemik dan malnutrisi vitamin.
Faktor lokal
Faktor lokal yang diduga sebagai predisposisi terjadinya leukoplakia
diantaranya adalah trauma yang menyebabkan iritasi kronis misal trauma
akibat gigitan tepi atau akar gigi yang tajam, iritasi dari gigi yang malposisi,
kebiasaan jelek menggigit-gigit jaringan mulut, pipi, maupun lidah. Faktor
lokal yang lain adalah kemikal atau termal, misalnya pada penggunaan
bahan-bahan yang kaustik mungkin diikuti oleh terjadinya leukoplakia dan
perubahan keganasan.
Faktor-faktor kaustik tersebut antara lain:
Tembakau
Terjadinya iritasi pada jaringan mukosa mulut tidak hanya
disebabkan oleh asap rokok dan panas yang terjadi pada waktu merokok,
tetapi dapat juga disebabkan oleh zat-zat yang terdapat di dalam tembakau
yang ikut terkunyah. Banyak peneliti yang berpendapat bahwa pipa rokok
juga merupakan benda yang berbahaya, sebab dapat menyebabkan lesi
yang spesifik pada palatum yang disebut “stomatitis Nicotine”. Pada lesi
ini, dijumpai adanya warna kemerahan dan timbul pembengkakan pada
palatum. Selanjutnya, palatum akan berwarna putih kepucatan, serta terjadi
penebalan yang sifatnya merata. Ditemukan pula adanya “multinodulair”
dengan bintik-bintik kemerahan pada pusat noduli. Kelenjar ludah akan
membengkak dan terjadi perubahan di daerah sekitarnya. Banyak peneliti
yang kemudian berpendapat bahwa lesi ini merupakan salah satu bentuk
dari leukoplakia.
Alkohol
Telah banyak diketahui bahwa alkohol merupakan salah satu faktor
yang memudahkan terjadinya leukoplakia, karena pemakaian alkohol
dapat menimbulkan iritasi pada mukosa.
Bakterial
Leukoplakia dapat terjadi karena adanya infeksi bakteri, penyakit
periodontal yang disertai higiene mulut yang jelek.
Faktor sistemik
Adanya kemungkinan konstitutional karakteristik, karena ada yang
berpendapat bahwa penyakit ini lebih mudah berkembang pada individu yang
berkulit putih dan bermata biru. Pendapat ini dikemukakan oleh Shaffer dan
Burket. Kemungkinan lain adalah adanya penyakit sistemik, misalnya sipilis.
Pada penderita dengan penyakit sipilis pada umumnya ditemukan adanya
“syphilis glositis”. Candidiasis yang kronik dapat menyebabkan terjadinya
leukoplakia. Hal ini telah dibuktikan oleh peneliti yang melakukan biopsi di
klinik. Ternyata, dari 171 penderita candidiasis kronik, 50 di antaranya
ditemukan gambaran yang menyerupai leukoplakia.
Untuk mengetahui diagnosis yang pasti dari leukokplakia, sebaiknya
dilakukan pemeriksaan klinik, histopatologi, serta latar belakang etiologi
terjadinya lesi ini.
Defisiensi vitamin A diperkirakan dapat mengakibatkan metaplasia
dan keratinisasi dari susunan epitel, terutama epitel kelenjar dan epitel
mukosa respiratorius. Beberapa ahli menyatakan bahwa leukoplakia di uvula
merupakan manifestasi dari intake vitamin A yang tidak cukup. Apabila
kelainan tersebut parah, gambarannya mirip dengan leukoplakia. Selain itu,
pada percobaan dengan menggunakan binatang tikus, dapat diketahui bahwa
kekurangan vitamin B kompleks akan menimbulkan perubahan
hiperkeratotik.
Selain faktor-faktor predisposisi yang dikemukakan, ada beberapa
faktor yang menjadi penyebab terjadinya leukoplakia antara lain tembakau,
alkohol dan bakteri. Dalam proses terjadinya iritasi pada jaringan mukosa
mulut oleh tembakau tidak hanya disebabkan oleh asap rokok dan panas yang
terjadi pada waktu merokok, tetapi dapat juga disebabkan oleh zat-zat yang
terdapat di dalam tembakau yang ikut terkunyah. Banyak peneliti yang
berpendapat bahwa pipa rokok juga merupakan benda yang berbahaya, sebab
dapat menyebabkan lesi yang spesifik pada palatum yang disebut “stomatitis
Nicotine”. Pada lesi ini, dijumpai adanya warna kemerahan dan timbul
pembengkakan pada palatum. Selanjutnya, palatum akan berwarna putih
kepucatan, serta terjadi penebalan yang sifatnya merata. Ditemukan pula
adanya “multinodulair” dengan bintik-bintik kemerahan pada pusat noduli.
Kelenjar ludah akan membengkak dan terjadi perubahan di daerah sekitarnya.
Banyak peneliti yang kemudian berpendapat bahwa lesi ini merupakan salah
satu bentuk dari leukoplakia.
Gambaran klinis
Penderita leukoplakia tidak mengeluhkan rasa nyeri, tetapi lesi pada
mulut tersebut sensitif terhadap rangsangan sentuh, makanan panas dan
makanan yang pedas.
Dari pemeriksaan klinik, ternyata oral leukoplakia mempunyai
bermacam-macam bentuk. Secara klinis lesi ini sukar dibedakan dan dikenal
pasti karena banyak lesi lain yang memberikan gambaran yang serupa serta
tanda-tanda yang hampir sama. Pada umumnya, lesi ini lebih banyak
ditemukan pada penderita dengan usia di atas 40 tahun dan lebih banyak pria
daripada wanita. Hal ini terjadi karena sebagian besar pria merupakan
perokok berat. Lesi ini sering ditemukan pada daerah alveolar, mukosa lidah,
bibir, palatum lunak dan keras, daerah dasar mulut, gingival, mukosa lipatan
bukal, serta mandibular alveolar ridge. Bermacam-macam bentuk lesi dan
daerah terjadinya lesi tergantung dari awal terjadinya lesi tersebut, dan setiap
individu akan berbeda.
Secara klinis, lesi tampak kecil, berwarna putih, terlokalisir, barbatas
jelas, dan permukaannya tampak melipat. Bila dilakukan palpasi akan terasa
keras, tebal, berfisure, halus, datar atau agak menonjol. Kadang-kadang lesi
ini dapat berwarna seperti mutiara putih atau kekuningan. Pada perokok berat,
warna jaringan yang terkena berwarna putih kecoklatan. Ketiga gambaran
tersebut di atas lebih dikenal dengan sebutan “speckled leukoplakia”.
Gambar1.2.oral leukoplakia
Stadium Leukoplakia
Leukoplakia dapat dibagi menjadi 3 stadium, yaitu:
1. Homogenous leukoplakia
Merupakan bercak putih yang kadang-kadang berwarna kebiruan,
permukaannya licin, rata, dan berbatas jelas. Pada tahap ini, tidak
dijumpai adanya indurasi. Mengacu pada suatu lesi setempat atau bercak
putih yang luas, yang memperlihatkan suatu pola yang relative konsisten,
sekalipun permukaan lesi tersebut mungkin digambarkan bermacam-
macam seperti misalnya, berombak-ombak (“like a beach at ebbing tide”),
dengan pola garis-garis halus (“cristae”), keriput (“like dry, cracked
mud”), atau papilomatous.
2. Erosif leukoplakia
Erosif leukoplakia berwarna putih dan mengkilat seperti perak dan
pada umumnya sudah disertai dengan indurasi. Pada palpasi, permukaan
lesi mulai terasa kasar dan dijumpai juga permukaan lesi yang erosive.
Mengacu pada suatu lesi campuran merah dan putih, dimana nodul-nodul
keratotik yang kecil tersebar pada bercak-bercak atrofik (atau eritoplakik)
dari mukosa
3. Speckled atau Verocuos leukoplakia
Permukaan lesi tampak sudah menonjol, berwarna putih, tetapi
tidak mengkilat. Timbulnya indurasi menyebabkan permukaan menjadi
kasar dan berlekuk-lekuk. Saat ini, lesi telah dianggap berubah menjadi
ganas. Karena biasanya dalam waktu yang relatif singkat akan berubah
menjadi tumor ganas seperti squamus sel karsinoma, terutama bila lesi ini
terdapat di lidah dan dasar mulut.
Gambaran Histopatologi
Pemeriksaan mikroskopis akan membantu menentukan penegakan
diagnosis leukoplakia. Bila diikuti dengan pemeriksaan histopatologi dan
sitologi, akan tampak adanya perubahan keratinisasi sel epitelium, terutama
pada bagian superfisial.
Gambar1.3. HPA Leukoplakia
Secara mikroskopis, perubahan ini dapat dibedakan menjadi 5 bagian, yaitu:
1. Hiperkeratosis
Proses ini ditandai dengan adanya suatu peningkatan yang
abnormal dari lapisan ortokeratin atau stratum corneum, dan pada tempat-
tempat tertentu terlihat dengan jelas. Dengan adanya sejumlah ortokeratin
pada daerah permukaan yang normal maka akan menyebabkan
permukaan epitel rongga mulut menjadi tidak rata, serta memudahkan
terjadinya iritasi.
2. Hiperparakeratosis
Parakeratosis dapat dibedakan dengan ortokeratin dengan melihat
timbulnya pengerasan pada lapisan keratinnya. Parakeratin dalam
keadaan normal dapat dijumpai di tempat-tempat tertentu di dalam rongga
mulut. Apabila timbul parakeratosis di daerah yang biasanya tidak
terdapat penebalan lapisan parakeratin maka penebalan parakeratin
disebut sebagai parakeratosis. Dalam pemeriksaan histopatologis, adanya
ortokeratin dan parakeratin, hiperparakeratosis kurang dapat dibedakan
antara satu dengan yang lainnya. Meskipun demikian, pada pemeriksaan
yang lebih teliti lagi akan ditemukan hiperortokeratosis, yaitu keadaan di
mana lapisan granularnya terlihat menebal dan sangat dominan.
Sedangkan hiperparakeratosis sendiri jarang ditemukan, meskipun pada
kasus-kasus yang parah.
3. Akantosis
Akantosis adalah suatu penebalan dan perubahan yang abnormal
dari lapisan spinosum pada suatu tempat tertentu yang kemudian dapat
menjadi parah disertai pemanjangan, penebalan, penumpukan dan
penggabungan dari retepeg atau hanya kelihatannya saja. Terjadinya
penebalan pada lapisan stratum spinosum tidak sama atau bervariasi pada
tiap-tiap tempat yang berbeda dalam rongga mulut. Bisa saja suatu
penebalan tertentu pada tempat tertentu dapat dianggap normal, sedang
penebalan tertentu pada daerah tertentu bisa dianggap abnormal.
Akantosis kemungkinan berhubungan atau tidak berhubungan dengan
suatu keadaan hiperortikeratosis maupun parakeratosis. Akantosis
kadang-kadang tidak tergantung pada perubahan jaringan yang ada di
atasnya.
Akantosis nigrikan, ada dua kelainan ini bentuk keturunan dan
bawaan yang sering merupakan tanda dari lesi ganas internal (gut).
Beberapa ahli lain membagi keadaan ini menjadi beberapa kelompok lagi.
Jadi,perlu diingat bahwa pada bentuk bawaan jarang terbentuk lesi mulut
yang memiliki peran sama seperti lesi kulit,yang lebih sering terlihat. Lesi
tampak berpapil seperti papiloma yang hebat, serta terdapat pada bibir
dan lidah,dengan permukaan berwarna putih, lesi kutaneus sering timbul
pada anggota gerak tubuh, groin dan leher serta terdiri dari papilaferous
yang mengandung pigmen.
4. Diskeratosis atau dysplasia
Pada diskeratosis, terdapat sejumlah kriteria untuk mendiagnosis
suatu displasia epitel. Meskipun demikian, tidak ada perbedaan yang jelas
antara displasia ringan, displasia parah, dan atipia yang mungkin dapat
menunjukkan adanya suatu keganasan atau berkembang ke arah
karsinoma in situ. Kriteria yang digunakan untuk mendiagnosis adanya
displasia epitel adalah: adanya peningkatan yang abnormal dari mitosis;
keratinisasi sel-sel secara individu; adanya bentukan “epithel pearls” pada
lapisan spinosum; perubahan perbandingan antara inti sel dengan
sitiplasma; hilangnya polaritas dan disorientasi dari sel; adanya
hiperkromatik; adanya pembesaran inti sel atau nucleus; adanya dikariosis
atau nuclear atypia dan “giant nuclei”; pembelahan inti tanpa disertai
pembelahan sitoplasma; serta adanya basiler hiperplasia dan karsinoma
intra epitel atau carcinoma in situ.
Pada umumnya, antara displasia dan carsinoma in situ tidak
memiliki perbedaan yang jelas. Displasia mengenai permukaan yang luas
dan menjadi parah, menyebabkan perubahan dari permukaan sampai
dasar. Bila ditemukan adanya basiler hiperlpasia maka didiagnosis
sebagai carcinoma in situ.
Carsinoma in situ secara klinis tampak datar, merah, halus, dan
granuler. Mungkin secara klinis carcinoma in situ kurang dapat dilihat.
Hal ini berbeda dengan hiperkeratosis atau leukoplakia yang dalam
pemeriksaan intra oral kelainan tersebut tampak jelas.
B. Oral submukous fibrosis
Oral submukous fibrosis merupakan suatu penyakit progresif yang
lambat dimana terbentuk pita fibrosis di dalam mukosa mulut, yang pada
akirnya akan menyebabkan suatu hambatan yang hebat terhadap pergerakan
mulut, termasuk lidah.
Penyakit ini disertai dengan reaksi radang juksta epithelial yang
disusul denagn suatu perubahan fibroelastik dari lamina propria dan
kemudian atropi epitel sebagai akibatnya. Perubahan-perubahan ini disertai
dengan rasa panas terbakar di mulut dan kadang-kadang dengan vesikel pada
mukosa. Dalam bentuk yang sudah berkembang semurna, gambaran klinis
yang mencolok adalah epitel atropik yang tampak pucat
Etiologi
Etiologi dari keadaan ini tidak diketahui; hipersensitivitas terhadap rempah-
rempah dan buah pinaang pernah dicurigai tetapi tidak terbukti.
Gambaran Klinis
Pada tahap akhir : lamina propria digantikan jaringan fibrous
C. Stomatitis Nikotina
Stomatitis nikotina adalah suatu lesi spesifik yang terjadi pada
palatum dari perokok berat baik sigaret,pipa maupun cerutu.Hal ini
merupakan suatu respon dari struktur-struktur ektodermal palatum pada
mereka yang menghisap pipa atu cerutu yang berkepanjangan.
Indikasi
- Sering dijumpai pada pria usia pertengahan dan tua
- Letaknya pada posterior rugae palatum.
Patogenesis
Mula-mula iritasinya menyababkan eritematous yang difus pada
palatum kemudian berkembang menjadi putih keabuan selain dari
hiperkeratosis.
Gambaran klinik
Terjadi banyak papula-papula keratotik khas dengan tengah yang
merah cekung berhubungan dengan lubang-lubang duktus ekskretorius
kelenjar liur minor yang melebar serta meradang. Mukosa pada palatum keras
memperlihatkan nodul putih, terumbilikasi dengan warna merah di
tengahnya.
Gambaran HPA
Akantosis dan hiperkeratosis epitelium permukaan dengan metaplasi
squamosa dari epitelium duktus kelenjar saliva minor yang menyebabkan
pembentukan kista retensi kecil.
Biasanya ada peradangan kronis derajat sedang dalam jaringan ikat
susepitelial dan di sekitar kelenjar asini.
Gambar1.5. HPA Stomatitis N
D. Lichen planus
Lichen planus merupakan suatu dermatosis yang relative sering terjadi
pada kulit dan membrane mukosa mulut. Lesi ini mungkin hanya terbatas
pada salah satu tempat atau mungkin juga terjadi pada kedua lokasi tersebut
dalam satu pasien. Kurang lebih 50% dari pasien yang memiliki Lichen
planus di mulut juga memuliki lesi di kulit. Lesi di kulit ini, relative konstan,
dalam bentuk papula yang rata dan berwarna keunguan dengan sisik yang
halus pada permukaannya. (Pindborg,1991)
Lesi bias bermanifestasi dalam enam bentuk yang berlainan,
seringkali disertai dengan lebih dari satu bentuk lesi yang terlihat dalam satu
pasien. Karena beberapa lesi dari Lichen planus di mulut sifatnya erosir dan
yang lainnya bolusa pada bentuk nonerosif, nonbolusa dari Lichen planus,
sekalipun proses patologik dasar yang sama mungkin telibat dalam semua
bentuknya. (Pindborg,1991)
Nama Lichen planus mengacu pada kemiripan superficial dari lesi
Lichen planus retikuler dengan pola seperti kisi-kisi yang ditimbulkan oleh
simbiosis koloni algae dan jamur pada permukaan batu-batuan di alam
(lichens). Nama ini kurang tepat karena tidak ada hubungan antara Lichen
planus dan mikroorganisme safrofitik, dan nama tersebut hanya menyebabkan
menambah kecemasan pasien tentang penyakit itu. (Pindborg,1991)
Etiologi
Etiologi Lichen planus mungkin melibatkan suatu degenerasi yang
ditimbulkan oleh system imunologi dari lapisan sel basal epitel. Lichen
planus mungkin hanya merupakan satu varietas dari suatu rentang yang lebih
luas dari penyakit tersebut, dimana lesi Lichenoid yang diinduksi oleh system
imunologik ini merupakan suatu denominator yang lazim. Jadi ada banyak
kemiripan klinis dan histologis antara Lichen planus dan dermatosis
Lichenoid dan stomatitides yang diakibatkan oleh obat, beberapa penyakit
imunologik, reaksi penjamu versus tandur alihnya, dan beberapa bentuk
limfoma. Sementara Lichen planus bisa bermanifestasi sebagai suatu lesi
yang karakteristik jelas sekali, namun diagnosa banding dari lesi ini cukup
luas.
Gambaran Klinik.
Terlepasnya dari bentuk erosive dan bulous dari penyakitnya, Lichen
planus cukup sering bermanifestasi sebagai suatu lesi yang tidak sakit dan
indolent, kekuningan, lesi striae putih, tidak sakit, serta papula pink yang
sering sekali sudah terdapat di dalam mulut pasien sejak lama sebelum
disadari sebelum pemeriksaan rutin atau oleh pasien itu ssendiri yang
menemukan mukosa pipi dan bibirnya lebih kasar dari biasanya. Gambaran
klinis dari lesi ini pada pasien tertentu seringkali beragam seiring waktu, baik
dalam hal morfologi dari lesi klinis dan perluasannya maupun dengan daerah
erosi dari mukosa yang atrofik. Bentuk reticular terdiri dari garis putih halus
yang sedikit lebih tinggi dari sekitarnya (Wickham’s striae), yang
menimbulkan lesi seperti kisi-kisi (bentuk renda), suatu pola garis halus yang
menyebar atau lesi anular. Ini merupakan bentuk yang paling lazim dan
paling mudah dikenali dari Lichen planus ini kadang memperlihatkan
beberapa daerah dengan bentuk reticular. (Pindborg,1991)
Pipi dan lidah merupakan tempat yang terutama sering terserang pada
banyak pasien penderita Lichen planus ini, bibir, gingival, dasar mulut dan
palatum agak jarang terkena. Karena lesi reticular merupakan bentuk yang
paling lazim, maka bentuk tersebut paling sering ditemukan di pipi dan lidah
dan dalam banyak kasus sebagai lesi bilateral. Lesi papula yang berwarna
keputihan dan lebih tinggi dari sekitarnya (0,5 mm sampai 1 mm), biasanya
terlihat pada daerah berkeratinisasi dengan baik pada mukosa mulut, akan
tetapi lesi yang besar seperti plak (plaquelike lesion) yang sering kali sulit
untuk dibedakan dari leukoplakia dapat terjadi pada pipi, lidah dan gingiva.
(Pindborg,1991)
Lichen planus yang atrofik menggambarkan daerah yang meradang
dari mukosa mulut, yang ditutupi oleh epitel berwarna merah dan lebih tipis.
Lesi erosive mungkin timbul sebagai komplikasi dari proses atrofik ketika
epitel yang tipis tersebut mengalami abrasi atau ulserasi. Lesi popular, lesi
seperti plak, dan lesi erosive seringkali disertai dengan lesi reticular. Suatu
pemeriksaan yang teliti untuk menemukan lesi ini merupakan bagian yang
penting dari evaluasi klinis terhadap seorang pasien yang dicurigai menderita
Lichen planus, dan bila dibiopsi hanya memberikan suatu diagnosa yang tidak
spesifik (seperti, peradangan akut dan kronis), maka diagnosa likem planus
sering dapat dikonfirmasi dengan mengidentifikasi suatu daerah dengan pola
reticular, sekalipun kadang hanya satu bercah kecil seperti “flame” dari striae
atau garis-garis putih yang tersusun secara radial. (Pindborg,1991)
Tipe erosif
Sementara itu banyak dari karakteristik ini yang mungkin dapat
ditemukan pada pasien yang datang berkonsultasi sehubungan dengan Lichen
planus, kepribadian seperti ini lazim dijumpai di antara pasien dengan lesi
mulut yang kronis lainnya. Sehubungan dengan pernah dikemukakan antara
Lichen planus di mulut, diabetes militus, dan hipertensi. Triad ii disebut
sebagai syndrome Grin span dan telah dicurigai sebagai faktor predisposisi
untuk terjadinya karsinoma sel skuamosa. Penyelidikan berikutnya terhadap
sekumpulan pasien lain yang menderita Lichen planus tidak mempertegas
penemuan Grinspin ini, selain dari satu proporsi dari pasien yang mengalami
gangguan mulut kronis yang mungkin terbukti menderita diabetes dan
hipertensi. (Pindborg,1991)
Gambaran Histopatologik.
Biasanya ada tiga gambaran yang dianggap sangat penting untuk
diagnosa histopatologik dari Lichen planus yaitu; daerah hiperparakeratosis
atau hiperortokeratosis, sering disertai dengan penebalan lapisan lapisan sel
glanular dan gambaran gigi gergaji pada rete peg; degenerasi liquefaction
atau nekrosis pada lapisan sel basal yang sering digantikan dengan pita
eosinofilik dan suatu pita subepithelial yang padat dan limfosit. Terlihat
kerusakan membrane basalis, infiltrasi sel limfosit disertai membentuk
untaian, eosinofilik material pd daerah lamina propria, dan bentuk rete peg
seperti gergaji (Pindborg,1991).
E. Karsinoma in situ
Karsinoma in situ arti katanya adalah kanker yang masih berada pada
tempatnya, merupakan kanker dini yang belum menyebar atau menyusup
keluar dari tempat asalnya. Meskipun istilah karsinoma in-situ tidak
digunakan luas pada lesi rongga mulut, deskripsi ini menunjukan bahwa
secara histologis karsinoma masih terlokalisir dalam epitel skuamus berlapis
dan belum ada invasi kedalam jaringan ikat dibawahnya. Karsinoma in situ
bukan merupakan kanker, dan terjadi gangguan seluruh lapisan epitel. Biasa
ditemukan 5 th sebelum karsinoma invasive.
Etiologi
Tidak diketahui. Umumnya terjadi 5 tahun sebelum karsinoma invasif.
Banyak ditemukan pada usia di bawah 30 tahun.
Karakteristik
Epitel yang menunjukkan perubahan keganasan tetapi tidak
menunjukkan invasi ke bawah jaringan ikat.
Gambaran Klinis
Bervariasi, banyak lesi yang hanya menunjukkan perubahan minimal.
Daerah yang terkena sedikit cembung atau rata atau cekung, kemerah-
merahan. Permukaan cenderung bergranula atau seperti beledu, ada yang
memberi gambaran atrofi berkilat, lebih merah dari mukosa sekitarnya. Ada
yang menamakannya dengan eritroplasia untuk menekankan reaksi ini.
Daerah karsinoma in situ mungkin berbaur dengan leukoplakia (secara klinis)
atau dapat juga mirip leukoplakia.
Gambaran Histopatologi
Kriteria yang paling penting untuk mendiagnosis karsinoma in situ
adalah disorganisasi yang sempurna dari sel-sel semua lapisan epidermis atau
mukosa. Sel-sel bervariasi dalam ukuran, bentuk, hiperkromatik dengan inti
yang besar. Aktivitas mitosis banyak dijumpai, juga mitosis abnormal.
Lapisan basal sudah terkena dan membentuk batas yang jelas, namun
membran basalis masih utuh. Lapisan jaringan ikat di bawahnya meunjukkan
reaksi peradangan kronis, dapat juga normal. Peralihan dari epitel normal ke
karsinoma in situ dapat sangat tiba-tiba atau perlahan-lahan tanpa daerah
batas yang jelas. Mukosa sekitar bervariasi dari hiperplasia, displasia sampai
karsinoma in situ.
F. Sublingual keratosis
Istilah ini digunakan untuk lesi putih yang terdapat di dasar mulut dan
ventral dari lidah. Lesi ini mempunyai kemampuan yang tinggi untuk menjadi
ganas (30%).
Gambaran Klinis
Gejala klinis yang ditunjukkan ialah berwarna putih, terdapat plak
yang halus, tidak teratur namun berbatas jelas. Biasanya lesi ini tidak diikuti
dengan infiltrasi sel-sel radang.
Gambaran Histopatologi
Gambaran histologi untuk sublingual keratosis sama dengan
gambaran histologi pada leukoplakia lainnya, yakni adanya parakeratosis atau
orthokeratosis atau keduanya dalam area yang berbeda. Keratin tersebut
menimbulkan warna putih pada lesi tersebut. Epiteliumnya tampak atrofi
(mengecil) dan biasanya disertai dengan akantosis. Kebanyakan leukoplakia
tidak menunjukkan adanya dysplasia, walaupun sebagian kecil menunjukkan
adanya perubahan dysplasia dari mild dysplasia menuju severe dysplasia.
Untuk sel-sel yang mengalami dysplasia biasanya diikuti dengan reaksi
radang dari limfosit dan sel plasma.
2. Lesi Merah
Eritroplakia
Plak atau patches berwarna merah terang beludru yang tidak dapat
dikarateristikan secara klinis atau patologis dikarenakan kondisi-kondisi
lainnya. Lesi erythroplakic mudah terlewat oleh dokter gigi. Erythroplakia
lebih umum terjadi dibandingkan dengan leukoplakia. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa mayoritas kasus erythroplakia (khususnya yang berada
pada lidah, dasar mulut, palatum lunak, dan anterior tonsillar pillars)
memperlihatkan frekuensi yang tinggi untuk perubahan premalignant dan
malignant. Meskipun etiologi eryhroplakia tidak pasti, namun mayoritas
kasus erythroplakia berhubungan dengan perokok berat, dengan atau tanpa
konsumsi alkohol.
Patogenesis dari kelainan ini adalah adanya sejumlah keadaan yang
menghasilkan perubahan mukosa menjadi merah. Merahnya lesi ini adalah
akibat dari atrofi mukosa yang menutupi submukosa yang banyak
vaskularisasinya. Tepi lesi biasanya berbatas jelas.
Gambaran Klinis
Terdapat beberapa variasi klinis, namun belum ada klasifikasi yang
diterima secara global. Shear mendeskripsikan:
1) homogeneous erythroplakia, tampaknya merah rata.
2) erythroplakia interspersed with patches of leukoplakia, mempunyai
bercak-bercak merah yang bercampur dengan beberapa daerah
leukoplakia
3) granular or speckled erythroplakia. mengandung bintik-bintik atau
granula-granula putih yang menyebar diseluruh lesinya.
Sebagian besar dari lesi ini berbentuk ireguler, dan beberapa
mengandung pulau mukosa normal yang berada di dalam area-area
erythroplakia, fenomena ini telah dihubungkan dengan persatuan dari
sejumlah precancerous foci
Erythroplakia umumnya muncul pada pria usia lanjut, sekitar usia 60-
70 tahun. Umumnya terdapat pada lantai mulut, ventral lidah, palatum lunak,
dan tonsillar fauces, semuanya merupakan area utama untuk perkembangan
carcinoma. Multiple lesions dapat terjadi. Hampir semua lesi ini asimtomatik.
Gambaran Histopatologis
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa 80-90% kasus
erythroplakia merupakan severe epithelial dysplasia, carcinoma in situ, atau
invasive carcinoma, secara histopatologis. Pada satu penelitian, tidak ada
satupun kasus erythroplakia yang merupakan benign keratosis.
eritroleukoplakia
Homogenous eritroplakia
Granular eritroplakia
Diagnosa Pembanding
1) Erythematous candidiasis,
2) area iritasi mekanis,
3) denture stomatitis,
4) lesi vaskular, dan
5) beberapa variasi dari lesi inflamasi nonspesifik.
Dikarenakan warna kemerahan pada mukosa oral merupakan hal yang
wajar, maka area kemerahan erythroplakia seringkali tidak diindahkan oleh
dokter gigi. Diferensiasi erythroplakia dengan lesi inflamasi jinak mukosa
oral dapat dilakukan dengan menggunakan 1% solution of toluidine blue,
secara topikal dengan cara swab atau dibilas (kumur). Meskipun teknik ini
kurang efektif pada lesi keratotik, tetapi hasil untuk area dengan karsinoma
awal (erythroplakic dan lesi erythroplakic-leukoplakic) sangat baik, dengan
hasil false-negative underdiagnosis) dan false-positive (overdiagnosis).
DAFTAR PUSTAKA
Greenberg MS, Glick M, Ship JA. 2008. Burkets Oral Medicine Diagnosis and Treatment. 11th ed. New York: BC Decker Inc
Ibsen Olga, Plean JA. 2004. Oral Pathology for the Dental Hygienist. USA : Elsevier
Pindborg JJ.1991. Kanker dan Prakanker Rongga Mulut. Alih bahasa : Lilian Yuwono. Jakarta: EGC
Regezi, Sciubba, Jordan. 2003. Oral Pathology Clinical Pathology Correlations Fourth Edition. Elsevier Science (USA): Penerbit Saunder
Scully, Crispian. 1999. Handbook of Oral Disease Diagnosis and Management. Penerbit Martin Dunitz
Syafriadi, Mei. 2008. Patologi Mulut : Tumor Neoplastik dan Non Neoplastik Rongga Mulut.Yogyakarta : Andi