Upload
ayu-indraswary
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8/17/2019 prakt 3
1/20
PRAKTIKUM III
EKSTRAKSI TUMBUHAN DAN ANALISIS FITOKIMIA
I. Tujuan
1.
Mempelajari cara pembuatan ekstrak tumbuhan
2. Mengetahui berbagai metode ekstraksi
3. Mempelajari analisis fitokimia secara kualitatif
4. Mengetahui indikator hasil positif pada analisis kandungan fitokimia terhadap tumbuhan
II. Kajian Pustaka
1. Ekstraksi
Komponen-komponen kimia yang terkandung di dalam bahan organik seperti yang terdapat di
dalam tumbuh-tumbuhan sangat dibutuhkan oleh keperluan hidup manusia, baik komponen
senyawa tersebut digunakan untuk keperluan industri maupun untuk bahan obat-obatan.
Komponen tersebut dapat diperoleh dengan metode ekstraksi dimana ekstraksi merupakan proses pelarutan komponen kimia yang sering digunakan dalam senyawa organik untuk
melarutkan senyawa tersebut dengan menggunakan suatu pelarut.
Ekstraksi pelarut atau sering disebut juga ekstraksi air merupakan metode pemisahan atau
pengambilan zat terlarut dalam larutan (biasanya dalam air) dengan menggunakan pelarut lain
(biasanya organik).
Berdasarkan bentuk campuran yang diekstraksi, ekstraksi dibagi menjadi dua yaitu ekstraksi
padat-cair dan ekstraksi cair-cair. Pada ekstraksi cair-cair, bahan yang menjadi analit
berbentuk cair dengan pemisahannya menggunakan dua pelarut yang tidak saling bercampur
sehingga terjadi distribusi sampel di antara kedua pelarut terebut. Pendistribusian sampel
dalam kedua pelarut tersebut dapat ditentukan dengan perhitungan KD (koefisien distribusi).
Ekstraksi pelarut menyangkut distribusi suatu zat terlarut (solute) di antara dua fasa cair yang
tidak saling bercampur. Teknik ekstraksi sangat berguna untuk pemisahan secara cepat dan
“bersih” baik untuk zat organik maupun zat anorganik. Cara ini juga dapat digunakan untuk
analisis makro maupun mikro. Selain untuk kepentingan analisis kimia, ekstraksi juga banyak
digunakan untuk pekerjaan-pekerjaan preparatif dalam bidang kimia organik, biokimia dan
anorganik di laboratorium. Alat yang digunakan dapat berupa corong pemisah (paling
sederhana), alat ekstraksi soxhlet sampai yang paling rumit berupa alat. Berdasarkan bentuk
campuran yang diekstraksi, suatu ekstraksi dibedakan menjadi ekstraksi padat-cair dan
ekstraksi cair-cair.
1.
Ekstraksi padat-cair; zat yang diekstraksi terdapat di dalam campuran yang berbentuk padatan. Ekstraksi jenis ini banyak dilakukan di dalam usaha mengisolasi zat berkhasiat
yang terkandung di dalam bahan alam seperti steroid, hormon, antibiotika dan lipida pada
biji-bijian.
2. Ekstraksi cair-cair; zat yang diekstraksi terdapat di dalam campuran yang berbentuk cair.
Ekstraksi cair-cair sering juga disebut ekstraksi pelarut banyak dilakukan untuk
memisahkan zat seperti iod atau logam-logam tertentu dalam larutan air.
Beberapa metode ekstraksi yang umum digunakan untuk ekstraksi senyawa organik dari
bahan alam antara lain:
1.
MaserasiMaserasi adalah salah satu jenis metoda ekstraksi dengan sistem tanpa pemanasan atau
dikenal dengan istilah ekstraksi dingin, jadi pada metoda ini pelarut dan sampel tidak
http://catatankimia.com/catatan/metoda-ekstraksi.htmlhttp://catatankimia.com/catatan/metoda-ekstraksi.html
8/17/2019 prakt 3
2/20
mengalami pemanasan sama sekali. Sehingga maserasi merupakan teknik ekstraksi yang
dapat digunakan untuk senyawa yang tidak tahan panas ataupun tahan panas. Namun,
biasanya maserasi digunakan untuk mengekstrak senyawa yang tidak tahan panas (termolabil)
atau senyawa yang belum diketahui sifatnya. Karena metoda ini membutuhkan pelarut yang
banyak dan waktu yang lama.
Secara sederhana, maserasi dapat disebut metoda “perendaman” karena memang proses
ekstraksi dilakukan dengan hanya merendam sample tanpa mengalami proses lain kecuali
pengocokan (bila diperlukan). Prinsip penarikan (ekstraksi) senyawa dari sample adalah
dengan adanya gerak kinetik dari pelarut, dimana pelarut akan selalu bergerak pada suhu
kamar walaupun tanpa pengocokan. Namun untuk mempercepat proses biasanya dilakukan
pengocokan secara berkala.
Kelebihan metode maserasi adalah dapat digunakan untuk jenis senyawa tahan panas ataupun
tidak tahan panas. Selain itu ,tidak diperlukan alat yang spesifik dan dapat digunakan apa saja
untuk proses perendaman. Sedankan kekurangannya adalah maserasi membutuhkan waktu
yang lama, biasanya paling cepat 3x24jam, disamping itu membutuhkan pelarut dalam jumlahyang banyak.
2.
Perkolasi
Perkolasi adalah proses penyaringan simplisia dengan jalan melewatkan pelarut yang sesuai
secara lambat pada simplisia dalam suatu percolator. Perkolasi bertujuan supaya zat
berkhasiat tertarik seluruhnya dan biasanya dilakukan untuk zat berkhasiat yang tahan
ataupun tidak tahan pemanasan.
Prinsip perkolasi adalah sebagai berikut: serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana
silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke
bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui
sampai mencapai keadaan jenuh. Gerak kebawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya
sendiri dan cairan diatasnya, dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk menahan.
Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain: gaya berat, kekentalan, daya larut,
tegangan permukaan, difusi, osmosa, adesi, daya kapiler dan daya geseran (friksi).
Secara umum proses perkolasi ini dilakukan pada temperatur ruang. Sedangkan parameter
berhentinya penambahan pelarut adalah perkolat sudah tidak mengandung senyawa aktif lagi.
Pengamatan secara fisik pada ekstraksi bahan alam terlihat pada tetesan perkolat yang sudah
tidak berwarna.
Cara perkolasi lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi karena:
a.
Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi denganlarutan yang konsentrasinya lebih rendah, sehingga meningkatkan derajat perbedaan
konsentrasi.
b.
Ruangan diantara serbuk-serbuk simplisia membentuk saluran tempat mengalir cairan
penyari.karena kecilnya saluran kapiler tersebut,maka kecepatan pelarut cukup untuk
mengurangi lapisan batas,sehingga dapat meningkatkan perbedaan konsentrasi.
3.
Soxhletasi
Pada prinsipnya, soxhletasi didasarkan atas penarikan komponen kimia yang dilakukan
dengan cara serbuk simplisia ditempatkan dalam klonsong yang telah dilapisi kertas saring
sedemikian rupa, cairan penyari dipanaskan dalam labu alas bulat sehingga menguap dandikondensasikan oleh kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang jatuh ke
dalam klonsong menyari zat aktif di dalam simplisia dan jika cairan penyari telah mencapai
8/17/2019 prakt 3
3/20
permukaan sifon, seluruh cairan akan turun kembali ke labu alas bulat melalui pipa kapiler
hingga terjadi sirkulasi. Ekstraksi sempurna ditandai bila cairan di sifon tidak berwarna, tidak
tampak noda jika di KLT, atau sirkulasi telah mencapai 20-25 kali. Ekstrak yang diperoleh
dikumpulkan dan dipekatkan.
4.
Destilasi
Destilasi merupakan teknik pemisahan yang didasari atas perbedaan titik didih atau titik cair
dari masing-masing zat penyusun dari campuran homogen. Dalam proses destilasi terdapat
dua tahap proses yaitu tahap penguapan dan dilanjutkan dengan tahap pengembangan kembali
uap menjadi cair atau padatan. Atas dasar ini maka perangkat peralatan destilasi
menggunakan alat pemanas dan alat pendingin. Proses destilasi diawali dengan pemanasan,
sehingga zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap. Uap tersebut bergerak
menuju kondenser yaitu pendingin, proses pendinginan terjadi karena kita mengalirkan air
kedalam dinding (bagian luar kondensor), sehingga uap yang dihasilkan akan kembali cair.
Proses ini berjalan terus menerus dan akhirnya kita dapat memisahkan seluruh senyawa-
senyawa yang ada dalam campuran homogen tersebut.
Alat yang digunakan dalam destilasi sederhana terdiri atas labu destilasi, still head , dan
kondensor dengan satu adaptor yang menghubungkan ujung kondensor dengan labu
penampung destilat. Ukuran alat gelas yang digunakan ditentukan oleh ukuran volume cairan
yang akan didestilasi. Destilasi sederhana hanya dapat digunakan untuk memisahkan
komponen yang perbedaan titik didihnya paling kurang 80oC. Umumnya, destilasi ini
digunakan untuk pemurnian komponen-komponen volatil yang sudah hampir murni. Jika
cairan relatif murni, sejumlah kecil destilat mengandung pengotor bertitik didih rendah akan
keluar ke penampungan destilat pada waktu temperatur di still head masih meningkat, fraksi
ini disebut sebagai fore-run. Segera setelah temperatur di still head mencapai harga konstan,
fraksi utama dapat dikumpulkan, dan destilasi dapat dilanjutkan sampai sejumlah destilatdiperoleh. Pengotor bertitik didih tinggi akan tinggal sebagai residu dalam labu destilasi.Jika
destilasi sederhana digunakan untuk memisahkan dua komponen dengan perbedaan titik didih
yang lebar, seharusnya temperatur di still head diamati secara ketat. Sesaat setelah senyawa
volatil terkumpul, temperatur akan mulai meningkat, dan labu penampung harus diganti
dengan labu kosong. Kumpulkan destilat tersebut pada labu kedua selama temperatur masih
meningkat. Destilat akan mengandung kedua komponen (fraksi campuran), tetapi seharusnya
hanya merupakan fraksi dengan volume yang kecil.
2. Analisis Fitokimia
Fitokimia atau kadang disebut fitonutrien, dalam arti luas adalah segala jenis zat kimia atau
nutrien yang diturunkan dari sumber tumbuhan, termasuk sayuran dan buah-buahan. Dalam penggunaan umum, fitokimia memiliki definisi yang lebih sempit. Fitokimia biasanya
digunakan untuk merujuk pada senyawa yang ditemukan pada tumbuhan yang tidak
dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh, tapi memiliki efek yang menguntungkan bagi
kesehatan atau memiliki peran aktif bagi pencegahan penyakit. Karenanya, zat-zat ini berbeda
dengan apa yang diistilahkan sebagai nutrien dalam pengertian tradisional, yaitu bahwa
mereka bukanlah suatu kebutuhan bagi metabolisme normal, dan ketiadaan zat-zat ini tidak
akan mengakibatkan penyakit defisiensi, paling tidak, tidak dalam jangka waktu yang normal
untuk defisiensi tersebut.
Analisis fitokimia dilakukan untuk menentukan ciri senyawa aktif penyebab efek racun atau
efek yang bermanfaat, yang ditunjukan oleh ekstrak tumbuhan kasar bila diuji dengan sistem
biologis. Pemanfaatan prosedur fitokimia telah mempunyai peranan yang mapan dalam semua
cabang ilmu tumbuhan. Meskipun cara ini penting dalam semua telaah kimia dan biokimia
juga telah dimanfaatkan dalam kajian biologis.
8/17/2019 prakt 3
4/20
Sejalan dengan hal tersebut, analisis fitokimia merupakan bagian dari ilmu farmakognosi
yang mempelajari metode atau cara analisis kandungan kimia yang terdapat dalam tumbuhan
atau hewan secara keseluruhan atau bagian-bagiannya, termasuk cara isolasi atau
pemisahannya.
Pada tahun terakhir ini fitokimia atau kimia tumbuhan telah berkembang menjadi satu disiplin
ilmu tersendiri, berada diantara kimia organik bahan alam dan biokimia tumbuhan, serta
berkaitan dengan keduanya. Bidang perhatiannya adalah aneka ragam senyawa organik yang
dibentuk dan ditimbun oleh tumbuhan, yaitu mengenai struktur kimianya, biosintesisnya,
perubahan serta metabolismesnya, peneyebarannya secara ilmiah dan fungsi biologisnya.
Keanekaragaman dan jumlah struktur molekul yang dihasilkan oleh tumbuhan banyak sekali,
demikian juga laju pengetahuan tentang hal tersebut. Dengan demikian masalah utama dalam
penelitian fitokimia adalah menyusun data yang ada mengenai setiap golongan senyawa
khusus. Kandungan kimia tumbuhan dapat digolongkan menurut beberapa cara. Pengolahan
didasarkan pada asal biosintesis, sifat kelarutan dan adanya gugus fungsi kunci tertentu.
Golongan senyawa metabolit sekunder
Metabolit atau metabolisme adalah keseluruhan proses sintesis senyawa-senyawa oleh organ
dalam jaringan atau sel individu dalam kelangsungan hidupnya. Proses ini berlangsung
selama individu atau organisme masih hidup bahkan pada jaringan organisme yang telah mati
dan pada umumnya metabolisme primer dan metabolisme sekunder.
Menurut Judoamdjojo (1990), metabolik sekunder adalah hasil metabolisme yang disintesis
oleh beberapa organisme tertentu yang tidak merupakan kebutuhan pokok untuk hidup dan
tumbuh. Meskipun demikian, metabolik sekunder dapat berfungsi sebagai nutrien darurat
untuk pertahanan hidup. Sedangkan menurut Herbert (1981), metabolisme sekunder
merupakan senyawa yang dihasilkan organisme untuk aktivitas tertentu dan sifatnya tidak
esensial untuk kehidupannya.
Proses-proses kimia jenis lain yang terjadi hanya pada spesies tertentu sehingga memberikan
produk yang berlainan, sesuai dengan spesiesnya merupakan senyawa-senyawa metabolik
sekunder. Berperan dalam kelangsungan hidup dan perjuangan menghadapi spesies-spesies
lain berupa zat kimia untuk pertahanan, penarik seks, dan feromen. Menurut Sastrohamidjojo
(1996), bahwa metabolik sekunder adalah bahan kimia non-nutrisi yang mengontrol spesies
biologi dalam lingkungan atau memainkan peranan penting dalam koeksistensi dan koevolusi
spesies.
Menurut Harborne (1984), senyawa metabolit sekunder yang umum terdapat pada tanaman
adalah : alkaloid, flavanoid, steroid, saponin, terpenoid dan tannin.1. Alkaloida
Alkaloida merupakan senyawa organik yang bersifat basa, memiliki atom nitrogen dan
pada umumnya memiliki aktivitas fisiologi. tumbuhan. Semua alkaloid mengandung
paling sedikit satu atom nitrogen yang biasanya bersifat basa dan membentuk cincin
heterosiklik. Pada dunia tumbuh-tumbuhan, alkaloida terdapat pada berbagai famili dan
bangsa. Alkaloida ditemukan pada berbagai bagian dari tumbuhan seperti pada biji, buah,
daun, batang dan akar. Pereaksi yang umum untuk uji alkaloida adalah pereaksi
Bouchardat (Iodium dalam kalium iodida), pereaksi Mayer (Kalium Merkuri Iodida), dan
Dragendorff (Kalium Bismuth Iodida). tumbuhan. Kadar alkaloid dari tumbuhan dapat
mencapai 10-15%. Alkaloid kebanyakan bersifat racun, tetapi ada pula yang sangat berguna dalam pengobatan. Alkaloid merupakan senyawa tanpa warna, sering kali
bersifat optik aktif, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan
8/17/2019 prakt 3
5/20
(misalnya nikotin) pada suhu kamar. Alkaloida biasanya mempunyai rasa pahit, sangat
sukar larut dalam air, tetapi garamnya yang terbentuk dengan asam selalu mudah larut
dalam air, Alkaloida bebas mudah larut dalam eter, kloroform dan pelarut lainnya yang
bersifat non polar. Kebasaan alkaloid menyebabkan senyawa ini mudah terdekomposisi
terutama oleh panas, sinar dan oksigen membentuk N-oksida.
2.
Saponin
Saponin adalah glikosida triterpen dan sterol. Saponin merupakan senyawa aktif
permukaan dan bersifat seperti sabun, serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya
membentuk busa yang stabil dalam air dan menghomolisis sel darah merah. Saponin
membentuk larutan koloidal dalam air dan membentuk busa yang mantap jika dikocok
dan tidak hilang dengan penambahan asam. Dari segi pemanfaatan, saponin sangat
ekonomis sebagai bahan baku pembuatan hormon steroid, tetapi saponin kadang-kadang
dapat menyebabkan keracunan pada ternak. Saponin adalah suatu glikosida yang
mungkin ada pada banyak macam tanaman. Saponin ada pada seluruh tanaman dengan
konsentrasi tinggi pada bagian-bagian tertentu, dan dipengaruhi oleh varietas tanamandan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam tumbuh-tumbuhan tidak diketahui, mungkin
sebagai bentuk penyimpanan karbohidrat, atau merupakan waste product dari
metabolisme tumbuh-tumbuhan. Kemungkinan lain adalah sebagai pelindung terhadap
seranga serangga.
Sifat-sifat Saponin adalah:
a. Mempunyai rasa pahit
b. Dalam larutan air membentuk busa yang stabil
c. Menghemolisa eritrosit
d.
Merupakan racun kuat untuk ikan dan amfibi
e. Membentuk persenyawaan dengan kolesterol dan hidroksi steroid lainnya
f. Sulit untuk dimurnikan dan diidentifikasi
g. Berat molekul relatif tinggi, dan analisis hanya menghasilkan formula empiris
yang mendekati.
Toksisitasnya memungkinkan karena dapat merendahkan tegangan permukaan (surface
tension). Dengan hidrolisa lengkap akan dihasilkan sapogenin (aglikon) dan karbohidrat
(hexose, pentose dan saccharic acid). Berdasarkan atas sifat kimiawinya, saponin dapat
dibagi dalam dua kelompok:
a.
Steroids dengan 27 C ¬ atom.
b. Triterpenoids dengan 30 C ¬ atom.
Macam-macam saponin berbeda sekali komposisi kimiawinya, yaitu berbeda pada
aglikon (sapogenin) dan juga karbohidratnya, sehingga tumbuh-tumbuhan tertentu dapat
mempunyai macam-macam saponin yang berlainan, seperti:
a. Quillage saponin : campuran dari 3 atau 4 saponin
b. Alfalfa saponin : campuran dari paling sedikit 5 saponin
c. Soy bean saponin : terdiri dari 5 fraksi yang berbeda
Contoh glikosida lain adalah tioglikosida dan bensiltioglikosida. Bila dihidrolisa dengan
enzim menghasilkan tiosianat, isotiosianat dan bensilsianat yang merupakan racun dan
8/17/2019 prakt 3
6/20
mempunyai sifat antitiroid. Zat-zat toksik tersebut ada pada bawang, selada air, kacang-
kacangan seperti kacang tanah, kacang kedele dan juga pada macam-macam kol.
Saponin membentuk larutan koloidal dalam air dan membentuk busa yang mantap jika
dikocok dan tidak hilang dengan penambahan asam.
3.
Flavonoida
Flavonoid adalah kelompok senyawa fenol terbesar yang ditemukan di alam terutama
pada jaringan tumbuhan tinggi. Senyawa ini merupakan produk metabolik sekunder yang
terjadi dari sel dan terakumulasi dari tubuh tumbuhan sebagai zat racun. Flavonoida
merupakan senyawa polifenol yang mempunyai struktur dasar C6-C3-C6. Golongan
terbesar flavonoida mempunyai cincin piral yang menghubungkan rantai karbonnya.
Senyawa flavonoida selalu terdapat pada tumbuhan dalam bentuk glikosida dimana satu
atau lebih gugus hidroksi fenol berikatan dengan gula. Gugus hidroksil selalu terdapat
pada atom C 5 dan 7 pada cincin A dan juga pada atom C 3’, 4’ dan 5’ pada cincin B.
Flavonoida berupa senyawa yang larut dalam air dan tetap ada dalam lapisan air setelahekstrak ini dikocok dengan eter minyak bumi. Flavonoid umumnya terikat pada gula
sebagai glukosida dan aglikon flavonoid. Uji warna yang penting dalam larutan alkohol
ialah direduksi dengan serbuk Mg dan HCl pekat. Diantara flavonoid hanya flavalon yang
menghasilkan warna merah ceri kuat. Flavonoid merupakan senyawa polar karena
mempunyai gugus hidroksil yang tak tersuli, atau suatu gula, sehingga flavonoid cukup
larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol, butanol dan air. Flavonoida berupa
senyawa fenol, karena itu warnanya berubah bila ditambahkan basa atau amonia.
Flavonoida mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi dan karena itu menunjukkan
pada pita serapan kuat pada daerah spektrum sinar UV dan spektrum sinar tampak.
Flavonoida umumnya terdapat dalam tumbuhan, terikat pada gula sebagai glikosida.
Flavonoida merupakan senyawa golongan fenol alam bersifat antibakteri.
4.
Tanin
Tanin merupakan senyawa yang memiliki sejumlah gugus hidroksi fenolik yang banyak
terdapat pada tumbuh-tumbuhan. Terdapat pada bagian tertentu dari tumbuhan, seperti
daun, buah dan batang. Tanin merupakan senyawa yang tidak dapat dikristalkan, dan
membentuk senyawa tidak larut yang berwarna biru gelap atau hitam kehijauan dengan
garam besi.
Secara kimia terdapat dua jenis tanin, yaitu: (a) tanin terkondensasi atau flavolan dan (b)
tanin yang terhidrolisis.
a.
Tanin terkondensasi atau flavolan
Tersebar luas dalam tumbuhan angiospermae, terutama pada tumbuhan-tumbuhan
berkayu. Nama lainnya adalah proantosianidin karena bila direaksikan dengan asam
panas, beberapa ikatan karbon-karbon penghubung satuan terputus dan dibebaskanlah
monomer antosianidin. Kebanyakan proantosianidin adalah prosianidin karena bila
direaksikan dengan asam akan menghasilkan sianidin. Proantosianidin dapat dideteksi
langsung dengan mencelupkan jaringan tumbuhan ke dalam HCl 2M mendidih selama
setengah jam yang akan menghasilkan warna merah yang dapat diekstraksi dengan amil
atau butil alkohol. Bila digunakan jaringan kering, hasil tanin agak berkurang karena
terjadinya pelekatan tanin pada tempatnya didalam sel.
b.
Tanin yang terhidrolisis
8/17/2019 prakt 3
7/20
Terbatas pada tumbuhan berkeping dua. Terutama terdiri atas dua kelas, yang paling
sederhana adalah depsida galoiglukosa. Pada senyawa ini glukosa dikelilingi oleh lima
gugus ester galoil atau lebih. Jenis kedua, inti molekul berupa senyawa dimer asam galat,
yaitu asam heksahidroksidifenat yang berikatan dengan glukosa. Bila dihidrolisis
menghasilkan asam angelat. Cara deteksi tanin terhidrolisis adalah denganmengidentifikasi asam galat/asam elagat dalam ekstrak eter atau etil asetat yang
dipekatkan.
5. Fenolat
Karakteristik persenyawaan fenol (senyawaan fenol) adalah mempunyai suatu cincin
benzene (aromatik) dan mempunyai paling sedikit satu substiuen hidroksil (-OH). Banyak
senyawaan fenol yang terikat dengan gula yang di kenal sebagai glukosida yang biasa
terdapat pada vacuola sel. Pada umumnya persenyawaan fenol terdapat pada tumbuhan
seperti lignin (pembangun sel), antosianin (pigmen bunga) sedangkan peranan golongan
fenolat yang lain masih merupakan dugaan.
Senyawa Fenol dan Asam Fenolat
Kedua senyawa ini terdapat pada berbagai tumbuhan dan pada analisisnya dilakukan
secara bersama-sama. Hidrolisis jaringan tumbuhan dalam larutan eter akan
membebaskan sejumlah fenol dan fenolat. Senyawa fenolat terikat dengan lignin sebagai
ester dan fraksi ini tidak larut dalam etanol. Beberapa senyawa fenol terikat dengan gula
sederhana seperti glukosida yang larut dalam etanol. Asam p-hidroksi benzoate,
protokatekuat, vanilat dan siringat terdapat pada tumbuhan angiospermae. Asam getisat,
salisilat dan asam o-katekuat terbatas penyebarannya pada tumbuhan Ericaceae.
Sedangkan asam galat yang dilaporkan dapat menghambat pembungaan terdapat
pada daun Kalanchoe. Asam galat banyak terdapat pada tumbuhan berkayu yang
terikat golotanin dan merupakan suatu golongan senyawa yang sangat bioaktif. Biasanyalazim terdapat pada ekstrak tumbuhan yang dihidrolisis dengan asam kuat dalam
bentuk asam elegat.
Senyawa fenol dalam keadaan bebas jarang di jumpai dalam jaringan tumbuhan. Senyawa
fenol bebas yang paling banyak adalah hidrokuinon, sedangkan katekol, orsinol,
fluroglusinol dan pirogalol hanya terdapat pada beberapa sumber saja.
Pemeriksaan asam fenolat dilakukan terhadap ekstrak etanol tanpa hidrolisis, dihidrolisis
asam dan dihidrolisis basa. Pemisahan asam fenolat dilakukan secara ekstraksi cair-cair
menggunakan pelarut eter.
6.
Terpenoida/SteroidaTerpenoida adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprena
dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualena. Semua
terpenoid berasal dari molekul isoprena, CH2=C(CH3)-CH=CH2 dan kerangka
karbonnya dibangun oleh penyambungan dua atau lebih satuan C5 ini. Walaupun
demikian, secara biosintesis senyawa yang berperan adalah isopentil pirofosfat,
CH2=C(CH3)-(CH)2OPP, yang terbentuk dari asetat melalui asam mevalonat,
CH2OHCH2C(OH,CH3)-CH2CH2COOH. Isopentil piropospat terdapat dalam sel hidup
dan berkesinambungan dengan isomernya, dimetilalil piropospat,
(CH3)2C=CHCH2OPP. Berdasarkan kenyataan ini, terpenoid dikelompokan dalam 5
bagian:
a. Monoterpen terdiri dari dua unit C5 atau 10 atam karbon.
b.
Siskuisterpen terdiri dari tiga unit C5 atau 15 atom karbon
8/17/2019 prakt 3
8/20
c. Diterpen terdiri dari empat unit C5 atau 20 atom karbon
d. Triterpen terdiri dari enam unit C5 atau 30 atom karbon
e. Tetraterpen terdiri dari delapan unit C5 atau 40 atom karbon
Secara kimia, terpenoid umumnya larut dalam lemak dan terdapat didalam sitoplasma sel
tumbuhan. Biasanya diekstraksi memakai petrolium eter, eter atau kloroform dan dapat
dipisahkan secara kromatografi pada silika gel dengan pelarut ini.
Steroid adalah terpenoid yang kerangka dasarnya terbentuk dari sistem cincin
siklopentana prehidrofenantrena. Steroid merupakan golongan senyawa metabolik
sekunder yang banyak dimanfaatkan sebagai obat. Hormon steroid pada umumnya
diperoleh dari senyawa-senyawa steroid alam terutama dalam tumbuhan.
III. Alat dan Bahan
a. Ekstraksi
1. Sampel tumbuhan (Bambu manggong,
daun teh, seledri, daun pace, daun jambu, dan kunyit)
2. Kipas angin
3. Saringan
4. Alat penggiling (dry mill )
5.
Kertas Koran
6.
Kain hitam
7. Timbangan
8. Erlenmeyer
9. Spatula
10. Gelas ukur
11. Corong
12. Alumunium foil
13.
Kertas saring kasar
14. Etanol 96 %
b. Uji Fitokimia
1. Tabung reaksi 2. Pipet tetes
3.
Test plate
4. Gelas ukur
5.
Ekstrak tumbuhan (semua bahan)
6. Penangas
7. Kertas saring
8. Larutan BaOH 10 %
9. Kloroform
10.
Asam asetat anhidrida11. Asam sulfat pekat
12.
Air panas
13.
Magnesium
14. HCl
15.
FeCl3
16. Raksa (II) klorida
17. Bismut (III) nitrat
18. Asam nitrat pekat
19. HCl 2N
20.
Aquadest21. Kalium Iodida
22.
Iodium
IV. Cara Kerja
a. Ekstraksi
1. Menimbang berat basah sampel tumbuhan
2.
Mongering anginkan sampel tumbuhan kurang lebih selama satu minggu
3. Menimbang berat kering sampel tumbuhan
4. Menggiling halus sampel tumbuhan
5.
Merendam sampel tumbuhan yang sudah halus ke dalam pelarut etanol 96 % dengan perbandingan 1:10 (w/v) selama sehari semalam sambil sesekali diaduk
8/17/2019 prakt 3
9/20
6. Setelah sehari perendaman, menyaring rendaman menggunakan kertas saring dan
corong pemisah
p.s. bahan yang diekstrak adalah bambu manggong, daun teh, daun seledri, daun pace,
daun jambu, dan kunyit.
b.
Uji Fitokimia
Pada pengujian ini, ekstrak tumbuhan yang digunakan adalah daun bambu manggong,
daun teh, daun seledri, daun pace, daun jambu, dan daun kunyit.
i. Uji alkaloid
1. Mencampurkan 2 ml larutan HCl ke dalam 0,5 ml ekstrak tumbuhan
2. Memanaskan campuran larutan selama 2 menit, kemudian didinginkan
3. Membagi campuran larutan ke dalam 4 tabung reaksi yang masing-masing berisi
0,5 ml campuran larutan HCl + ekstrak tumbuhan
4. Tabung reaksi 1 merupakan kontrol 0,5 ml campuran larutan HCl + ekstrak
tumbuhan
5. Tabung reaksi 2 berisi 0,5 ml campuran larutan HCl + ekstrak tumbuhan yang
ditambahkan 3 tetes Mayer (hasil positif terbentuk endapan, warna larutan
putih/kering)
6. Tabung reaksi 3 berisi 0,5 ml campuran larutan HCl + ekstrak yang ditambahkan 3
tetes Bourchard (hasil positif terbentuk endapan, warna larutan cokelat/hitam)
7. Tabung reaksi 4 berisi 0,5 ml campuran larutan HCl + ekstrak tumbuhan yang
ditambahkan 3 tetes Dragendorf (hasil positif terbentuk endapan, warna larutan
merah/jingga)
8.
Mengamati perubahan yang terjadi
9. Mencatat hasil perubahan ke dalam tabel pengamatan
ii. Uji tanin
1. Mencampurkan 12 ml air panas ke dalam 1 ml ekstrak tumbuhan
2. Mendinginkan campuran larutan selama 15 menit
3. Menambahkan 1 ml FeCl3 ke dalam campuran larutan
4. Mengamati perubahan yang terjadi (hasil positif : warna menjadi biru tua/hijau
kehitaman)
5.
Mencatat hasil perubahan ke dalam tabel pengamatan
iii.
Uji saponin
1. Mencampurkan 10 ml aquades ke dalam 2 ml ekstrak tumbuhan
2. Mengocok campuran larutan tersebut dengan kuat selama 10 detik, menunggu
sampai terbentuk busa setinggi 1-10 cm
3. Menambahkan 1 ml HCl ke dalam campuran larutan
4.
Mengamati perubahan yang terjadi (hasil positif : busa tidak hilang)
5. Mencatat hasil perubahan ke dalam tabel pengamatan
iv.
Uji flavonoid
1.
Mencampurkan 20 ml air panas ke dalam 1 ml ekstrak tumbuhan2. Memanaskan campuran larutan selama 5 menit 3.
Menambahkan 0,5 gr Mg dan 10 tetes HCl ke dalam campuran larutan
8/17/2019 prakt 3
10/20
8/17/2019 prakt 3
11/20
b. Tabel pengamatan uji fitokimia
Keterangan :
* Pada uji alkaloid, TK berarti tabung kontrol, B berarti uji dengan pereaksi bouchard, M
untuk pereaksi mayer, dan D untuk pereaksi dragendorff.
** tanda plus (+) berarti hasil uji positif dan minus (-) berarti negatif.
***gambar hasil pengamatan terlampir
Jenis Uji
Bahan Ekstrak Tumbuhan Yang Diuji
Daun
bambumanggong
Daun teh Daunseledri Daun pace DaunJambu Daunkunyit
Alkaloid*
TK :
kuning
kecoklatan
B(+)**
Coklat
muda
M (+)
Kuning
kecoklatan
D (+)
Jingga
pekat
TK :
kuning
bening
B (+)
Kuning
M (-)
Kuning
D (+)
Merah
bata
TK :
kuning
pudar
B (-)
Kuning
kecoklatan
M (+)
Putih
D (+)
Merah
TK : hijau
bening
B (+)
Merah
M (-)
Kuning
D (+)
Putih
TK :
kuning
bening
B (+)
Cokelat
M (+)
Kuning
D (+)
Merah
TK :
kuning
bening
B (-)
Kuning
pekat
M (-)
Kuning
bening
D (+)
Merah
kecoklatan
Tanin
Coklat
muda (-)
Biru tua
(+)
Hitam
(-)
Hijau
kekuningan
(-)
Coklat
(-)
Kuning
(-)
Saponin
Terdapat
busa (+)
Terdapat
busa (+)
Busa hilang
(-)
Terdapat
busa (+)
Busa
hilang
(-)
Terdapat
busa (+)
Flavonoid
Jingga (+) Orange
(+)
Jingga (+) Hijau
keruh
(-)
Hijau (-) Hijau (-)
Fenolat
Coklat
kemerahan
(+)
Merah
(+)
Coklat tua
(-)
Hijau
kecoklatan
(-)
Kuning
(-)
Kuning
kecoklatan
(-)
Triterpenoid
dan Steroid
Hijau (+)
Steroid
Hijau (+)
Steroid
Hijau (+)
Steroid
Hijau (+)
Steroid
Hijau (+)
Steroid
Hijau (+)
Steroid
8/17/2019 prakt 3
12/20
VI. Pembahasan
Ekstraksi
Pada setiap pengujian fitokimia dalam praktikum ini, sample terlebih dahulu digerus atau
dihaluskan. Tujuannya adalah untuk menghancurkan dinding sel yang sifatnya kaku sehinggasenyawa target (metabolit sekunder) yang berada dalam vakuola mudah diambil. Kemudian
sample diekstraksi dengan penambahan kloroform dan diaduk perlahan-lahan. Pengadukan ini
bertujuan untuk memperbanyak kontak yang terjadi antara kloroform dengan bubur target
semakin banyak.
Uji Fitokimia
1. Uji Alkaloid
Praktikum ini dilakukan untuk menguji kandungan alkaloid terhadap beberapa ekstrak
tumbuhan. Ekstrak tumbuhan yang diuji antara lain ekstrak daun bambu manggong daun teh,
daun seledri, daun pace, daun jambu, dan daun kunyit. Uji alkaloid dilakukukan
menggunakan 3 pereaksi, yaitu pereaksi Bouchardat, Meyer, dan Dragendorff.
Untuk melakukan pengujian ini, hal pertama yang dilakukan adalah mencampur 0,5 ml
masing-masing ekstrak tumbuhan dengan 2 ml HCl. Setelah itu, campuran larutan tersebut
dipanaskan selama 2 menit. Setelah panas, dibiarkan hingga dingin. Selanjutnya, campuran
larutan yang sudah dingin dibagi kedalam empat tabung reaksi dengan ukuran 0,5 ml pada
masing-masing tabung. Tabung 1 dijadikan tabung kontrol, sedangkan tabung 2,3,dan 4
dijadikan tabung uji dengan meneteskan 3 tetes pereaksi borchardat, meyer, dan dragondorff
ke dalam masing-masing tabung. Setelah ditetesi pereaksi, setiap perubahan yang terjadi
diamati dan dicatat.
Hasil positif yang ditunjukkan pada pengujian dengan pereaksi bouchardat adalah
terbentuknya endapan coklat sampai hitam, pada pereaksi meyer ditunjukkan dengan
terbentuknya endapan menggumpal berwarna putih atau kuning, sedangkan dengan pereaksi
dragendorff ditunjukkan dengan terbentuknya endapan berwarna merah atau jingga. Larutan
ekstrak tumbuhan dapat dikatakan positif mengandung alkaloid apabila paling sedikit dua dari
tiga pengujian dengan pereaksi tersebut menunjukan hasil yang positif.
Pengujian ini dilakukan pada 6 macam ekstrak tumbuhan yang berbeda, antara lain :
a.
Bambu manggong
Dalam pengujian ini, warna larutan pada tabung satu atau tabung kontrol adalah kuning
kecoklatan. Ketika diuji dengan pereaksi Bouchardat, larutan campuran ekstrak dan HCl
berubah warna menjadi coklat muda. Hal ini menunjukan hasil yang positif untuk uji
dengan pereaksi Bouchard. Ketika diuji dengan pereaksi mayer, warna larutan berubah
menjadi kuning kecoklatan. Hal ini juga menunjukan hasil yang positif untuk uji dengan
pereaksi mayer. Pada pengujian dengan pereaksi terakhir, yakni pereaksi Dragendorff,
larutan berubah warna menjadi jingga pekat. Hal ini pun menunjukan hasil yang positif
untuk uji dengan pereaksi Dragendorff.. Berdasarkan ketiga hasil pengujian tersebut dapat
diketahui bahwa ketigamya menunjukan hasil yang positif, oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa daun bambu mengandung senyawa alkaloid.
b.
Daun teh
8/17/2019 prakt 3
13/20
Sampel ekstrak tumbuhan yang selanjutnya diuji adalah ekstrak daun teh. Warna larutan
kontrol ekstrak daun teh adalah kuning bening. Adanya perubahan warna larutan pada
tabung berisi pereaksi meyer dan dragondorff menunjukkan hasil positif. Pada pengujian
dengan pereaksi meyer, larutan berubah warna menjadi berwarna kuning. Pada pengujian
dengan pereaksi dragendorff larutan berubah warna menjadi merah bata. Sedangkan pengujian dengan pereaksi Bouchardat menunjukan hasil yang negatif karena warna
larutan berubah menjadi berwarna kuning. Berdasarkan ketiga hasil pengujian tersebut
dapat diketahui bahwa dua dari tiga pereaksi menunjukan hasil yang positif, oleh karena
itu dapat dikatakan bahwa daun teh mengandung senyawa alkaloid.
c. Daun seledri
Selanjutnya, dilakukan pengujian terhadap ekstrak daun seledri. Warna larutan pada
tabung kontrol adalah kuning pudar. pengujian dengan pereaksi dragendorff
menyebabkan warna larutan berubah menjadi merah, yang berarti menunjukan hasil
positif. Pengujian dengan pereaksi mayer juga menunjukkan hasil positif, yakni larutan berubah menjadi berwarna putih. Namun, ketika diuji dengan pereaksi Bouchardat, warna
larutan tersebut berubah menjadi kuning kecoklatan, yang berarti menunjukan hasil yang
negatif. Dari sini, diketahui bahwa daun seledri mengandung senyawa alkaloid karena dua
dari tiga pengujian menunjukkan hasil positif.
d. Daun pace
Sampel ekstrak tumbuhan keempat yang diuji adalah ekstrak daun pace. Pengujian dengan
pereaksi dragendorff membuat warna larutan berubah menjadi merah, yang berarti
menunjukan hasil positif untuk uji dengan pereaksi Dragendorff. Akan tetapi, ketika diuji
dengan pereaksi bouchardat larutan tersebut berubah warna menjadi Kuning. Hal ini
menunjukan hasil yang negatif untuk uji dengan pereaksi Bouchard. Namun, ketika diuji
dengan pereaksi mayer larutan berubah menjadi berwarna putih. Hal ini menunjukan hasil
yang positif untuk uji dengan pereaksi meyer. Berdasarkan ketiga hasil pengujian tersebut
dapat diketahui bahwa dua dari tiga pereaksi menunjukan hasil yang positif, oleh karena
itu dapat dikatakan bahwa daun pace mengandung senyawa alkaloid.
e. Daun jambu
Sampel ekstrak tumbuhan yang diuji berikutnya adalah ekstrak daun jambu. Ketika
ekstrak daun jambu diuji dengan pereaksi Dragendorff, warna larutan berubah menjadimerah yang berarti menunjukan hasil yang positif terhadap pengujian dengan pereaksi
Dragendorff. Ketika diuji dengan pereaksi Bouchardat larutan tersebut berubah warna
menjadi coklat yang juga menunjukkan hasil positif untuk pengujian dengan pereaksi
Bouchard. Ketika diuji dengan pereaksi mayer, larutan berubah menjadi berwarna kuning.
Hal ini menunjukan hasil yang positif untuk uji dengan pereaksi meyer. Karena ketiga
pengujian menunjukkan hasil positif, dapat dikatakan jika daun jambu mengandung
senyawa alkaloid.
f. Daun kunyit
Sampel ekstrak tumbuhan yang terakhir diuji adalah ekstrak daun kunyit. Pengujiandengan pereaksi Dragendorff menyebabkan perubahan warna menjadi merah kecoklatan
yang berarti menunjukan hasil positif. Pada pengujian dengan pereaksi Bouchardat, warna
8/17/2019 prakt 3
14/20
larutan berubah menjadi kuning pekat, yang berarti menunjukan hasil yang negatif untuk
uji dengan pereaksi Bouchard. Ketika diuji dengan pereaksi mayer larutan berubah
menjadi berwarna kuning bening. Hal ini juga menunjukan hasil yang negatif untuk uji
dengan pereaksi meyer. Karena dua dari tiga pengujian menunjukkan hasil negatif,
diketahui bahwa daun kunyit tidak mengandung senyawa alkaloid.
Pada pengujian ini, keenam bahan sample terlebih dahulu diekstraksi. Ekstraksi dengan
penambahan kloroform ini bertujuan untuk memutuskan ikatan antara asam tannin dan
alkaloid yang terikat secara ionic dimana atom N dari alkaloid berikatan saling stabil dengan
gugus hidroksil genolik dari asam tannin. Dengan terputusnya ikatan ini alkaloid akan bebas,
sedangkan asam tannin akan terikat oleh kloroform. Sedangkan pengadukan pada proses
ekstraksi bertujuan untuk memperbanyak kontak yang terjadi antara kloroform dengan bubur
target semakin banyak. Hal ini memungkinkan ikatan antara asam tannin dan alkaloid
semakin banyak sehingga alkaloid bebas semakin banyak yang terekstraksi.
Pada pengujian ditambahkan larutan HCl. Penambahan larutan HCl ini berfungsi untukmengikat kembali alkaloid menjadi garam alkaloid agar dapat bereaksi dengan pereaksi-
pereaksi logam berat yaitu spesifik untuk alkaloid yang menghasilkan kompleks garam
anorganik yang tidak larut sehingga terpisah dengan metabolic sekundernya. Penambahan
asam klorida (HCl) mengakibatkan larutan terbentuk menjadi dua fase karena adanya
perbedaan tingkat kepolaran antara fase aqueous yang polar dan kloroform yang relative
kurang polar. Garam alkaloid akan larut pada lapisan atas, sedangkan lapisan kloroform
berada pada lapisan paling bawah karena memiliki massa jenis yang lebih besar.
Senyawa alkaloid mempunyai kemampuan untuk bereaksi dalam uji Meyer dan Dragendorff,
hal itu dikarenakan dalam senyawa alkaloid terdapat gugus nitrogen yang masih memiliki satu
pasang elektron bebas yang menyebabkan senyawa-senyawa alkaloid bersifat nukleofilik dancenderung bersifat basa. Akibat dari hal itu, senyawa-senyawa alkaloid mampu untuk
mengikat ion-ion logam berat yang bermuatan positif dan membentuk senyawa-senyawa
kompleks tertentu yang berwarna. Pereaksi Meyer dan Dragendorff dibuat dari senyawa yang
mengandung ion-ion logam berat. Pereaksi meyer bertujuan untuk mendeteksi alkaloid,
dimana pereaksi ini berikatan dengan alkaloid melalui ikatan koordinasi antara atom N
alkaloid dan Hg pereaksi meyer sehingga menghasilkan senyawa kompleks merkuri yang
nonpolar mengendap berwarna putih.
Reaksi antara pereaksi Meyer atau Dragendorff dengan suatu senyawa alkaloid merupakan
reaksi asam-basa. Logam-logam berat dalam reaksi ini berfungsi sebagai asam lewis,
sedangkan senyawa alkaloid bertindak sebagai basa lewis. Logam-logam berat dikatakanasam lewis karena mempunyai sifat untuk menerima elektron dari suatu basa lewis. Alkaloid
bertindak sebagai basa karena mempunyai 2 buah elektron yang belum berikatan sehingga
mempunyai kemampuan untuk mendonorkan pasangan elektronnya.
Hasil positif alkaloid pada uji Mayer ditandai dengan terbentuknya endapan putih.
Diperkirakan endapan tersebut adalah kompleks kalium-alkaloid. Pada pembuatan pereaksi
Mayer, larutan merkurium(II) klorida ditambah kalium iodida akan bereaksi membentuk
endapan merah merkurium(II) iodida. Jika kalium iodida yang ditambahkan berlebih maka
akan terbentuk kalium tetraiodomerkurat(II). Alkaloid mengandung atom nitrogen yang
mempunyai pasangan elektron bebas sehingga dapat digunakan untuk membentuk ikatan
kovalen koordinat dengan ion logam (McMurry, 2004). Pada uji alkaloid dengan pereaksiMayer, diperkirakan nitrogen pada alkaloid akan bereaksi dengan ion logam K+ dari kalium
8/17/2019 prakt 3
15/20
tetraiodomerkurat(II) membentuk kompleks kalium-alkaloid yang mengendap. Perkiraan
reaksi yang terjadi pada uji Mayer ditunjukkan pada gambar berikut.
Hasil positif alkaloid pada uji Dragendorff juga ditandai dengan terbentuknya endapan coklat
muda sampai kuning. Endapan tersebut adalah kalium-alkaloid. Pada pembuatan pereaksi
Dragendorff, bismut nitrat dilarutkan dalam HCl agar tidak terjadi reaksi hidrolisis karenagaram-garam bismut mudah terhidrolisis membentuk ion bismutil (BiO+), yang reaksinya
ditunjukkan pada Gambar berikut
Agar ion Bi3+ tetap berada dalam larutan, maka larutan itu ditambah asam sehingga
kesetimbangan akan bergeser ke arah kiri. Selanjutnya ion Bi3+ dari bismut nitrat bereaksi
dengan kalium iodida membentuk endapan hitam Bismut(III) iodida yang kemudian melarut
dalam kalium iodida berlebih membentuk kalium tetraiodobismutat (Svehla, 1990). Pada uji
alkaloid dengan pereaksi Dragendorff, nitrogen digunakan untuk membentuk ikatan kovalen
koordinat dengan K+ yang merupakan ion logam. Reaksi pada uji Dragendorff ditunjukkan
dengan :
2. Uji tanin
Pada penguujian senyawa tanin, sampel ekstrak tumbuhan yang diuji masih sama dengan
pengujian sebelumnya. Ketika pengujian, hal pertama yang dilakukan adalah mencampurkan
12 ml air panas kedalam 1 ml ekstrak. Pemberian air panas ini bertujuan untuk melarutkantanin dan polifenol yang terkandung dalam ekstrak tumbuhan. Setelah campuran ekstrak dan
8/17/2019 prakt 3
16/20
air panas menjadi dingin, ditambahkan 1 ml FeCl3 1%. Penambahan larutan ini dilakukan
untuk mereduksi besi (III) menjadi besi (II).
Hasil positif pada uji tannin dapat dilihat dari indikator perubahan warna larutan menjadi biru
tua atau hijau kehitaman. Berikut adalah hasil pengamatan uji tannin yang dilakukan terhadapenam jenis ekstrak tumbuhan yang berbeda.
Uji tannin yang pertama dilakukan adalah uji terhadap ekstrak bambu manggong. Warna
larutan sebelum bereaksi dengan larutan FeCl3 adalah coklat muda, namun setelah
dicampurkan dengan larutan FeCl3 larutan tersebut tidak menunjukkan adanya perubahan
warna, yang berarti menunjukkan hasil negatif. Hal ini menunjukkan bahwa bambu
manggong tidak mengandung senyawa tanin
Bahan sample yang diuji selanjutnya adalah ekstrak daun seledri. Warna larutan sebelum
bereaksi dengan larutan FeCl3 adalah kuning. Namun, setelah bereaksi warnanya berubah
menjadi hijau kehitaman. Hal ini menunjukkan hasil positif, yang berarti bahwa daun seledrimengandung senyawa tanin
Selanjutnya, uji tannin dilakukan pada ekstrak daun kunyit. Warna larutan sebelum bereaksi
dengan larutan FeCl3 adalah kuning. Akan tetapi, setelah direaksikan larutan sample tidak
menunjukkan adanya perubahan warna. Hal ini menunnjukkan bahwa uji tannin pada ekstrak
daun kunyit menunjukkan hasil negatif.
Ekstrak tumbuhan yang diuji berikutnya adalah ekstrak daun pace. Warna larutan setelah
dicampurkan larutan FeCl3 adalah hijau kekuningan. Hal ini berarti daun pace terbukti tidak
mengandung senyawa tannin.
Uji kandungan senyawa tannin terhadap ekstrak daun jambu menunjukkan hasil negatif,
karena setelah dicampurkan larutan FeCl3 menghasilkan warna coklat pada larutan. Hal ini
menunjukkan bahwa daun jambu negatif tidak mengandung tanin
Pengujian terakhir dilakukan pada ekstrak daun teh. Setelah dicampurkan larutan FeCl3,
warna larutan berubah menjadi biru tua. Hal ini menunjukkan bahwa Daun teh positif (+)
mengandung tannin.
Tanin dibagi menjadi dua golongan dan masing-masing golongan memberikan reaksi warna
yang berbeda terhadap FeCl3 1%. Golongan tanin hidrolisis akan menghasilkan warna birukehitaman dan tanin kondensasi akan menghasilkan warna hijau kehitaman. Pada saat
penambahan FeCl3, larutan FeCl3 bereaksi dengan salah satu gugus hidroksil yang ada pada
senyawa tanin. Hasil reaksi tersebutlah yang akhirnya menimbulkan perubahan warna. Oleh
karena itu, pereaksi FeCl3 digunakan secara luas untuk mengidentifikasi senyawa fenol
termasuk tanin.
Dari 6 sampel uji tersebut, 2 ekstrak tumbuhan (daun seledri dan daun teh) menunjukkan hasil
yang positif mengandung tannin, sedangkan sisanya negatif. Hasil positif ditunjukkan dengan
adanya perubahan warna menjadi biru tua atau hijau kehitaman pada larutan yang telah
direaksikan. Penyebab perubahan warna tersebut adalah akibat pencampuran FeCl3 1% yang
digunakan untuk mereduksi besi (III) menjadi besi (II), berikut ini reaksi yang diihasilkan:
FeCl3 Fe³+ + 3Cl-
8/17/2019 prakt 3
17/20
3. Uji Saponin
Pengujian saponin pertama-tama dilakukan dengan mencampurkan 10 ml aquades ke dalam 2
ml ekstrak tumbuhan. Kemudian kedua campuran dikocok dengan kuat selama 10 detik.
Pengocokan ini menyebabkan terbentuknya busa pada permukaan larutan dengan tinggimencapai 10 cm. Setelah itu, ditambahkan 1 ml HCl kedalam campuran larutan tersebut.
Apabila dalam beberapa menit busa yang tadinya terbentuk idak hilang, berarti bahan sample
yang diuji positif mengandung saponin.
Ketika dilakukan uji saponin pada ekstrak daun teh, busa tidak hilang meskipun telah
didiamkan beberapa saat dan sebelumnya ditambahkan larutan HCl. Hal ini menunjukkan
hasil positif uji saponin terhadap daun teh. Fungsi aquades dan larutan HCl untuk
menunjukkan keselektifan terhadap uji saponin sehingga pada larutan yang mengandung
saponin dapat terekstraksi sempurna.
Pada pengujian saponin pada ekstrak daun seledri, busa menghilang setelah ditambahkan
larutan HCl didalamnya. Hal ini menunjukkan hasil uji yang negatif, karena tidak timbulnya
buih yang konstan setelah ditambahkan HCl. Pengujian ini menunjukkan bahwa kandungan
senyawa saponin pada ekstrak daun seledri sangat kecil sehingga tidak terdeteksi.
Pada pengujian saponin pada ekstrak daun pace. Kemudian ditambahkan 1 ml HCl, perubahanyang terjadi busa tetap ada dan tidak menghilang. Hal ini berarti daun pace positif
mengandung senyawa saponin.
Selanjutnya, dilakukan pengujian pada ekstrak daun jambu. Dalam pengujian ini, hasil uji
menunjukkan hasil negatif karena buih yang tadinya terbentuk menghilang.
Dua bahan ekstrak yang terakhir diuji adalah ekstrak daun kunyi dan ekstrak daun bambu.
Kedua pengujian menunjukkan hasil positif, yaitu terbentuknya busa yang konsisten
meskipun ditambahkan larutan HCl didalamnya.
Saponin adalah jenis glikosida yang banyak ditemukan dalam tumbuhan. Saponin memiliki
karakteristik berupa buih. Sehingga ketika direaksikan dengan air dan dikocok maka akan
terbentuk buih yang dapat bertahan lama. Saponin mudah larut dalam air dan tidak larut
dalam eter (Hartono, 2009).
Saponin memberikan rasa pahit pada bahan pangan nabati. Sumber utama saponin adalah biji- bijian khususnya kedelai. Saponin dapat menghambat pertumbuhan kanker kolon dan
membantu kadar kolesterol menjadi normal. Tergantung pada jenis bahan makanan yang
dikonsumsi, seharinya dapat mengkonsumsi saponin sebesar 10-200 mg.
Pembentukan busa yang mantap sewaktu mengekstraksi tumbuhan atau waktu memekatkan
ekstrak tumbuhan merupakan bukti akan adanya saponin. Bila didalam tumbuhan terdapat
banyak saponin, sukar untuk memekatkan ekstrak alkohol-air dengan baik, walaupun dengan
menggunakan penguap putar.
4. Uji flavonoid
Uji flavonoid dilakukan dengan mencampurkan 20 ml air panas kedalam 1 ml ekstrak
tumbuhan, kemudian memanaskan campuran larutan tersebut selama 5 menit. Selanjutnya,
8/17/2019 prakt 3
18/20
Menambahkan 0,5 gr Magnesium (Mg) dan 10 tetes larutan HCl ke dalam campuran larutan
tersebut. Setelah itu, mengamati perubahan yang terjadi, hasil positif akan menunjukkan
adanya perubahan warna menjadi merah, jingga, atau ungu.
Uji flavonoid dilakukan pada keenam bahan sample seperti pada uji sebelumnya. Uji pada bahan ekstrak daun bambu manggong, daun teh, dan daun seledri menunjukkan hasil positif
dengan adanya perubahan warna berturut-turut yaitu jingga, orange, dan jingga. Sedangkan
pada bahan sisanya, yaitu ekstrak daun pace, daun jambu, dan daun kunyit menunjukkan hasil
negatif, yaitu berubahnya warna larutan berturut-turut menjadi jikau keruh, hijau, dan hijau.
Pada uji flavanoid ini, mula-mula sampel dihaluskan untuk menghancurkan dinding sel yang
sifatnya kaku sehingga senyawa targetnya (metabolit sekunder) yang berada dalam vakuola
mudah diambil. Sampel kemudian diekstraksi dengan methanol. Digunakan methanol karena
flavanoid relatif polar sehingga dapat larut dalam methanol. Selain itu methanol juga
merupakan pelarut universal yang dapat bersifat polar dan nonpolar. Setelah diekstraksi,
larutan disaring untuk memisahkan filtrat dan residunya. Filtratnya diuapkan sehinggafiltratnya menjadi pekat. Setelah diuapkan, filtrat diekstraksi lagi dengan n-heksan agar
senyawa-senyawa nonpolar dibawa ke n-heksan, kemudian disaring untuk memisahkan filtrat
dan residunya. Residu yang diperoleh dibagi ke dalam dua tabung, tabung pertama
ditambahkan logam Mg untuk mendeteksi adanya senyawa flavanoid, dimana flavanoid akan
bereaksi dengan logam Mg. Setelah penambahan logam Mg nampak logam Mg ini larut,
kemudian dilanjutkan dengan penambahan HCl pekat yang ditandai dengan larutan berbusa
dan berwarna merah muda, jingga atau ungu yang menandakan sampel tersebut terdapat
flavanoid.
Dengan demikian, dari keenam sampel tersebut, berdasarkan hasil praktikum, yang
mengandung senyawa flavonoid adalah daun bambu manggong, daun teh, dan daun seledri.
Sedangkan yang tidak mengandung senyawa senyawa flavonoid adalah daun jambu biji, daun
kunyit, dan daun pace.
Reaksi yang terjadi pada uji flavonoid adalah sebagai berikut :
5. Uji Fenolat
Pada uji fenolat, ekstrak tumbuhan yang uji masih sama dengan bahan sampel sebelumnya,
yaitu ekstrak dari daun bambu manggung, daun teh, saun seledri, daun pace, daun jambu, dan
daun kunyit. Kemudian menambahkan 1 ml NaOH kedalam tabung reaksi yang berisikan
ekstrak daun sampel sebanyak 1 ml. Hasil positif pada uji fenolat dapat ditunjukkan dengan berubahnya warna larutan menjadi merah.
8/17/2019 prakt 3
19/20
Pada daun bambu manggong, setelah ditambahkan NaOH sebanyak 1 ml kemudian dikocok,
warna larutan berubah menjadi coklat kemerahan, yang berarti menunjukkan hasil positif (+).
Hal ini bahwa tidak terdapat kandungan fenolat didalam daun bambu manggung. Hal ini
berbeda halnya dengan daun teh yang ditambahkan NaOH sebanyak 1 ml lalu dikocok, warna
larutannya berubah menjadi merah. Perubahan ini menujukkan hasil positif (+), yaitu bahwadaun teh mengandung fenolat. Akan tetapi pada ekstrak daun seledri, daun pace, daun jambu,
dan daun kunyit setelah masing-masing ditambahkan NaOH sebanyak 1 ml kemudian dikocok
terjadi perubahan warna yang berbeda dengan referensi yang dipaparkan sebelumnya. Pada
daun seledri, warna yang dihasilkan adalah coklat tua yang menunjukkan hasil negatif (-),
yaitu tidak terdapat kandungan fenolat pada daun seledri. Sedangkan pada daun pace warna
yang dihasilkan adalah hijau kecoklatan, yang juga menunjukkan hasil negatif (-) bahwa tidak
terdapat kandungan fenolat pada daun pace. Pada daun jambu warna yang dihasilkan kuning
yang menunjukkan hasil negatif (-) bahwa tidak terdapat kandungan fenolat pada daun jambu.
Sedanagkan pada daun kunyit warna yang dihasilkan kuning kecoklatan yang menunjukkan
hasil negatif (-) bahwa tidak terdapat kandungan fenolat pada daun kunyit.
Jadi, dari uji fenolat, diketahui bahwa bahan yang mengandung senyawa asam fenolat adalah
daun bambu dan daun teh.
6. Uji Triterpenoid dan Steroid
Pada praktikum ini dilakukan pengujian triterpenoid dan steroid pada beberapa sampel ekstrak
tumbuhan. Ekstrak tumbuhan yang diuji adalah ekstrak daun teh, daun seledri, daun pace,
daun jambu, daun kunyit, dan daun bambu. Pengujian dilakukan dengan mencampurkan 2 ml
kloroform ke dalam 1 ml ekstrak tumbuhan. Kemudian menambahkan 1 ml H2SO4 pekat ke
dalam campuran larutan tersebut, lalu mengocok perlahan dan mendiamkannya beberapa
menit. Selanjutnya mengamati perubahan yang terjadi.
Steroid dan triterpenoid bersifat relatif non polar. Dengan menggunakan etanol, senyawa
tersebut dapat terekstrak. Penggunaan etanol panas akan meningkatkan kelarutan suatau
senyawa sehingga diharapkan seluruh steroid, triterpenoid dan saponin yang terkandung
dalam tumbuhan akan terekstrak ke dalam etanol.
Pelarut etanolik kemudian diuapkan dan kemudian dilarutkan dengan eter untuk menarik
komponen nonpolar dalam ekstrak kering sesuai dengan prinsip like dissolve like. Untuk
pengujian kandungan triterpenoid dan streoid dalam sampel daun, ekstrak eter ditambahkan
pereaksi Lieberman-Buchard (L-B), yaitu campuran asam asetat anhidrid dengan asam sulfat
pekat (2:1).
Indikasi positif steroid ditandai dengan perubahan warna menjadi biru atau hijau. Warna biru
atau hijau bukan merupakan warna yang diserap melainkan warna komplementer. Warna
yang diserap adalah warna jingga sehingga diketahui steroid menyerap pada panjang
gelombang 585-647 nm. Sedangkan pada triterpenoid indikasi positif ditandai dengan
perubahan warna menjadi merah, ungu atau coklat. Warna yang diserap oleh triterpenoid
adalah warna hijau dengan panjang gelombang 491-570 nm. Gugus – OH pada triterpenoid
akan mengalami pergeseran panjang gelombang yang diserap sehingga warna yang
ditimbulkan berbeda. Jadi warna merah, ungu atau coklat adalah warna komplementer. Reaksi
pembentukan warna ini dapat terjadi karena adanya gugus kromofor (gugus tak jenuh) yangdisebabkan oleh absorpsi panjang gelombang tertentu oleh senyawa organik. Senyawa
organik dengan konjugasi yang ekstensif menyerap panjang gelombang tertentu karena
8/17/2019 prakt 3
20/20
adanya transisi elektron π ke π∆ dan n ke π∆ sehingga warna yang diserap bukan warna yang
tampak melainkan warna komplementernya. Jika sampel mengandung triterpenoid dan steroid
sekaligus maka warna yang pertama kali timbul adalah warna triterpenoid kemudian disusul
warna steroid. Hal ini disebabkan karena panjang gelombang yang diserap oleh triterpenoid
lebih panjang artinya energinya lebih rendah sehingga akan muncul lebih dahulu. Hasilnyamenunjukkan tebentuknya warna coklat menandakan bahwa sampel positif mempunyai
triterpenoid, tetapi karena wana hijau atau biru tidak muncul ini menandakan bahwa sampel
daun tidak mengandung steroid.
Pada pengujian sampel daun teh, daun seledri, daun pace, daun jambu, daun kunyit, dan daun
bambu ternyata menghasilkan perubahan warna larutan menjadi berwarna hijau. Hal ini
mengindikasikan semua ekstrak tumbuhan yang diuji mengandung steroid.
VII. Kesimpulan
1.
Salah satu cara ekstraksi tumbuhan adalah dengan metode maserasi. Ekstrak tumbuhandiperoleh hasil residu yang padat dan filtrat yang berupa larutan.
2. Uji alkaloid dapat dilakukan dengan pereaksi burchard, meyer, dan dragendorf dengan
menunjukkan hasil positif yang berbeda pada masing-masing pereaksi. Dari bahan
sampel yang diuji, diketahui bahwa semua sampel kecuali daun kunyit positif
mengandung senyawa alkaloid.
3. Uji tannin menunjukkan hasil positif apabila terjadi perubahan warna larutan menjadi
biru tua atau hijau kehitaman. Bahan sampel yang positif mengandung senyawa tannin
adalah daun teh dan daun seledri.
4.
Uji saponin menunjukkan hasil positif apabila busa yang dihasilkan setelah
pengocokan ekstrak dengan air tidak hilang setelah ditambahkan HCl. Semua bahan
sampel, kecuali daun seledri dan daun jambu, positif memiliki kandungan saponin.
5. Uji flavonoid menunjukkan hasil positif apabila terjadi perubahan pada warna larutan
menjadi warna menjadi merah, jingga, atau ungu. Bahan sampel yang mengandung
senyawa flavonoid antara lain daun bambu manggong, daun teh, dan daun seledri.
6. Uji fenolat menunjukkan hasil positif apabila warna larutan ekstrak berubah menjadi
merah. Bahan sampel yang terbukti mengandung senyawa asam fenolat antara lain
daun bambu manggong, daun teh, dan daun seledri.
7.
Uji triterpenoid dan steroid menunjukkan hasil positif apabila warna larutan uji
berubah menjadi merah/ungu untuk uji kandungan triterpenoid, dan biru/hijau untuk
uji steroid. Semua bahan sampel terbukti mengandung senyawa steroid.