35
PREGNANCY INDUCE HYPERTENSION (HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN) A. DEFINISI Hipertensi dalam kehamilan adalah adanya tekanan darah 140/90 mmhg atau lebih setelah kehamilan 20 minggu pada wanita yang sebelumnya normotensif atau kenaikan tekanan sistolik 30 mmHg atau tekanan diastolik 15 mmHg di atas nilai normal. PIH adalah hipertensi dengan atau tanpa proteinuria yang terjadi setelah 20 minggu usia kehamilan dan kembali normal pada 12 minggu post partum (Japan Society for the Study of Hypertension, 2013). Hipertensi dalam kehamilan didefinisikan sebagai hipertensi (Tekanan Darah ≥140/90 mmHg) dengan atau tanpa proteinuria (≥300 mg/24 jam) muncul setelah usia kehamilan 20 minggu hingga 12 minggu postpartum. Hipertensi akibat kehamilan (pregnancy induced hypertension) adalah perkembangan hipertensi selama kehamilan atau dalam 24 jam pertama setelah kelahiran pada wanita yang tekanan darah sebelumnya normal. Tidak terlihat bukti preeklamsia atau penyakit vascular hipertensi. Tekanan Darah tidak lebih dari 150/100 mmHg saat aktivitas, cepat kembali normal dengan istirahat dan kembali ke tekanan darah normal dalam 10 hari pascapartum (Prawiraharjo, 2009). Hipertensi dalam kehamilan adalah adanya tekanan darah 140/90 mmhg atau lebih setelah kehamilan 20 minggu pada wanita

Pregnancy Induce Hypertension

Embed Size (px)

Citation preview

PREGNANCY INDUCE HYPERTENSION

(HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN)

A. DEFINISI

Hipertensi dalam kehamilan adalah adanya tekanan darah 140/90 mmhg atau lebih

setelah kehamilan 20 minggu pada wanita yang sebelumnya normotensif atau kenaikan

tekanan sistolik 30 mmHg atau tekanan diastolik 15 mmHg di atas nilai normal.

PIH adalah hipertensi dengan atau tanpa proteinuria yang terjadi setelah 20 minggu usia

kehamilan dan kembali normal pada 12 minggu post partum (Japan Society for the Study of

Hypertension, 2013).

Hipertensi dalam kehamilan didefinisikan sebagai hipertensi (Tekanan Darah

≥140/90 mmHg) dengan atau tanpa proteinuria (≥300 mg/24 jam) muncul setelah usia

kehamilan 20 minggu hingga 12 minggu postpartum.

Hipertensi akibat kehamilan (pregnancy induced hypertension) adalah perkembangan

hipertensi selama kehamilan atau dalam 24 jam pertama setelah kelahiran pada wanita

yang tekanan darah sebelumnya normal. Tidak terlihat bukti preeklamsia atau penyakit

vascular hipertensi. Tekanan Darah tidak lebih dari 150/100 mmHg saat aktivitas, cepat

kembali normal dengan istirahat dan kembali ke tekanan darah normal dalam 10 hari

pascapartum (Prawiraharjo, 2009).

Hipertensi dalam kehamilan adalah adanya tekanan darah 140/90 mmhg atau lebih

setelah kehamilan 20 minggu pada wanita yang sebelumnya normotensif atau kenaikan

tekanan sistolik 30 mmhg dan atau tekanan diastolic diatas normal.

B. KLASIFIKASI

Klasifikasi hipertensi dalam kehamilan berdasarkan National High Blood Pressure Education

Working Group pada tahun 2000 ada empat kategori.

1. Hipertensi Kronik

Timbul sebelum usia kehamilan 20 minggu.

Hipertensi pertama kali didiagnosis setelah usia kehamilan 20 minggu.

Hipertensi menetap sampai 12 minggu pasca persalinan (Prawirohardjo, 2009)

HT kronik adalah dengan TD > 140,90 mmHg yang diukur setelah istirahat selama 5-10

menit dalam posisi duduk yang telah terdiagnosis sebelum kehamilan atau HT yang

timbul sebelum mencapai usia kehamilan 20 minggu.

2. Preeklampsia

Hipertensi timbul setelah usia kehamilan 20 minggu kehamilan dan dan ada proteinuria

(Prawirohardjo, 2009).

Preeklamsi ringan adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi

organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, terdapat proteinuria 300 mg/ +1.

Preeklamsi Berat adalah preeklamsi yang tekanan darahnya lebih dari 160/110 mmhg

disertai lebih dari 5 gr/24 jam atau +3 atau lebih, menurut POGI, 2002 dibagi atas :

- Preeklamsi berat tanpa impending eklamsi

- Preeklamsi berat dengan impending eklamsi

Preeklampsia–eklampsia peningkatan tekanan darah yang baru timbul setelah usia

kehamilan mencapai 20 minggu disertai dengan peningkatan berat badan ibu dengan

cepat akibat tubuh membengkak dan pada pemeriksaan laboratorium dijumpai

proteinuria. Sedangkan eklapmsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang pada

ibu.

3. Ekslampsia

Preeklampsia yang disertai dengan kejang-kejang dan koma (Prawirohardjo, 2009).

4. Hipertensi Kronik dengan superimposed preeclampsia

Hipertensi kronik disertai dengan tanda-tanda preeclampsia atau hipertensi kronik

disertai dengan proteinuria (Prawirohardjo, 2009).

5. Hipertensi gestasional (transient hypertension)

Hipertensi pada kehamilan tanpa proteinuria dan hipertensi menghilang tiga bulan pasca

persalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda preeclampsia tetapi tanpa proteinuria

(Prawirohardjo, 2009). HT pada kehamilan yang timbul pada trimester akhir kehamilan

namun tanpa disertai tanda dan gejala preeklampsia , bersifat sementara dan tekanan

darah dapat kembali normal.

Hipertensi gestasional ringan : jika UK setelah 37 minggu, hasil kehamilan sama atau

lebih baik dari pasien normotensif, namun terjadi peningkatan saat induksi persalinan

dan operasi Caesar.

Hipertensi gestasional Berat : pasien ini tidak memiliki tingkat mordibitas ibu/janin

lebih tinggi dibandingkan preeklamsi ringan.

Klasifikasi PIH (Japan Society for the Study of Hypertension, 2013)

1. Gestational Hypertension (GH), adalah hipertensi yang timbul pertama kali pada saat

kehamilan (setelah 20 mingggu UK) tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang

setelah 12 minggu pasca persalinan.

2. Preeclampsia (PE), adalah hipertensi dengan proteinuria >300 mg/24 jam yang timbul

pertama kali setelah 20 minggu UK, tetapi kedua gejala tersebut kembali normal setelah

12 minggu pasca persalinan.

3. Superimposed Preeclampsia (S-PE), adalah :

Timbulnya proteinuria pada wanita dengan hipertensi yang sebelum 20 minggu UK

tidak memiliki proteinuria.

Hipertensi dan proteinuria yang telah ada sebelum 20 minggu UK dan bertambah

parah setelah 20 minggu UK.

Penyakit ginjal dengan proteinuria yang telah ada sebelum 20 minggu UK dan disertai

munculnya hipertensi pertama kali (new onset of hypertension) setelah 20 minggu

UK.

4. Eclampsia (E), adalah munculnya konvulsi atau kejang pada wanita dengan PIH.

Gejalanya umum dab bisa muncul sebelum, selama dan sesudah persalinan.

Sub-klasifikasi PIH Berdasarkan Gejala (Japan Society for the Study of Hypertension, 2013)

1. Keparahan / severity

a. Mild PIH

TD >= 140/90 mmHg dan <160 mmHg setelah 20 minggu UK

Proteinuria >= 300 mg/24 jam dan tidak lebih dari 2 g/24 jam atau 3+ dipstick

b. Severe PIH

TD >= 160/110 mmHg

Proteinuria > 2 g/24 jam atau 3+ dipstick

2. Onset

a. Early Onset Type (EO)

Muncul sebelum 32 minggu UK

b. Late Onset Type (LO)

Muncul setelah 32 minggu UK

C. EPIDEMIOLOGI

Angka Kematian Ibu (AKI) Berdasarkan data resmi Survei Demografi Kesehatan

Indonesia (SDKI) tahun 2007, terus mengalami penurunan. Pada tahun 2004 yaitu 270

per 100.000 kelahiran hidup, tahun 2005 yaitu 262 per 100.000 kelahiran hidup, tahun

2006 yaitu 255 per 100.000 kelahiran hidup, tahun 2007 menjadi 228 per 100.000

kelahiran hidup. Menurut Profil Kesehatan Indonesia (2010), walaupun sudah terjadi

penurunan AKI di Indonesia, namun angka tersebut masih menempatkan Indonesia pada

peringkat 12 dari 18 negara ASEAN dan SEARO (South East Asia Region, yaitu:

Bangladesh, Bhutan, Korea Utara, India, Maladewa, Myanmar, Nepal, Timor Leste, dan

lain-lain).

Negara- negara didunia memberikan perhatian cukup besar terhadap AKI sehingga

menempatkan kesehatan ibu diantara delapan tujuan yang tertuang dalam Millenium

Development Goals (MDGs) yang harus dicapai sebelum 2015, AKI di Indonesia harus

mencapai 125 per 100.000 kelahiran hidup. Komitmen yang ditanda tangani 189 negara

pada September 2000, pada prinsipnya bertujuan meningkatkan taraf hidup dan

kesejahteraan manusia (Yustina, 2007).

WHO meninjau secara sistematis angka kematian ibu di seluruh dunia (Khan dan

rekan, 2006), di negara-negara maju, 16 persen kematian ibu disebabkan karena

hipertensi. Persentase ini lebih besar dari tiga penyebab utama lainnya: perdarahan-13

persen, aborsi-8 persen, dan sepsis-2 persen. Di Amerika Serikat pada tahun 1991-1997,

Berg dan rekan (2003) melaporkan bahwa hampir 16 persen dari 3.201 kematian ibu

berasal dari komplikasi hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan. Belakangan,

Berg dan rekan kerja (2005) kemudian melaporkan bahwa lebih dari separuh kematian

yang berkaitan dengan hipertensi dapat dicegah.Bagaimana kehamilan memperburuk

hipertensi tetap belum terpecahkan meskipun telah dilakukan berbagai penelitian

intensif.

D. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO

Etiologi

Penyebab preeklampsia hingga kini belum diketahui dengan jelas. Banyak teori yang

menerangkan namun belum dapat memberikan jawaban yang memuaskan oleh karena

itu penyakit ini disebut disease of theory. Adapun teori-teori tersebut antara lain (Angsar

MD, 2009)

1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta

Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapatkan aliran darah dari cabang-

cabang arteri uterina dan arteri ovarika yang menembus miometrium dan menjadi

arteri arkuata, yang akan bercabang menjadi arteri radialis. Arteri radialis menembus

endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang arteri spiralis.

Pada hamil normal, terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteri spiralis, yang

menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi distensi dan

vasodilatasi arteri spiralis, yang akan memberikan dampak penurunan tekanan darah,

penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada utero plasenta.

Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat,

sehingga menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan

remodelling arteri spiralis (Angsar MD, 2009).

Pada PE/E terjadi kegagalan remodelling menyebabkan arteri spiralis menjadi kaku

dan keras sehingga arteri spiralis tidak mengalami distensi dan vasodilatasi. Sehingga

aliran darah utero plasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta

(Angsar MD, 2009).

2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel

Iskemia plasenta dan pembentukan radikal bebas

Karena kegagalan remodelling arteri spiralis akan berakibat plasenta mengalami

iskemia, yang akan merangsang pembentukan radikal bebas, yaitu radikal hidroksil

(-OH) yang dianggap sebagai toksin. Radikal hidroksil akan merusak membran sel,

yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak.

Peroksida lemak juga akan merusak nukleus dan protein sel endotel (Cunningham

et al. 2005).

Disfungsi endotel

Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel,

bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel (Kartha, Sudira & Gunung 2000).

Keadaan ini disebut disfungsi endotel, yang akan menyebabkan terjadinya :

- Gangguan metabolisme prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin

(PGE2), yang merupakan suatu vasodilator kuat.

- Agregrasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan.

Agregasi trombosit memproduksi tromboksan (TXA2), yaitu suatu

vasokonstriktor kuat. Dalam keadaan normal, kadar prostasiklin lebih banyak

dari pada tromboksan. Sedangkan pada preeklampsia kadar tromboksan lebih

banyak dari prostasiklin, sehingga menyebabkan vasokonstriksi yang akan

menyebabkan peningkatan tekanan darah.

- Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus (glomerular endotheliosis).

- Peningkatan permeabilitas kapiler

- Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar NO

menurun, sedangkan endotelin meningkat (Farid et al. 2001).

- Peningkatan faktor koagulasi.

3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin

Pada perempuan normal, respon imun tidak menolak adanya hasil konsepsi yang

bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen protein G (HLA-G),

yang dapat melindungi trofoblas janin dari lisi oleh sel natural killer (NK) ibu. HLA-G

juga akan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu (Angsar

MD, 2009).

Pada plasenta ibu yang mengalami PE, terjadi penurunan ekspresi HLA-G, yang akan

mengakibatkan terhambatnya invasi trofoblas ke dalam desidua. Kemungkinan terjadi

Immune-Maladaptation pada preeklampsia (Angsar MD, 2009).

4. Teori adaptasi kardiovaskular

Pada kehamilan normal, pembuluh darah refrakter terhadap bahan vasopresor.

Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap ransangan vasopresor, atau

dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respon

vasokonstriksi. Refkrakter ini terjadi akibat adanya sintesis prostaglandin oleh sel

endotel.

Pada PE terjadi kehilangan kemampuan refrakter terhadap bahan vasopresor,

sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor sehingga

pembuluh darah akan mengalami vasokonstriksi dan mengakibatkan hipertensi dalam

kehamilan. (Angsar MD, 2009; DeCherney & Pernoll 2006)

5. Teori genetik

Wanita yang mengalami PE pada kehamilan pertama akan meningkat mendapatkan

PE pada kehamilan berikutnya. Odegard dkk di Norwegia menemukan risiko 13,1%

pada kehamilan kedua bila dengan partner yang sama dan sebesar 11,8% jika berganti

pasangan. Mostello mengatakan kejadian PE akan meningkat pada kehamilan kedua

bila ada kehamilan dengan jarak anak yang terlalu jauh. Cincotta menemukan bahwa

bila dalam keluarga ada riwayat pernah PE maka kemungkinan mendapat PE pada

primigravida tersebut akan meningkat empat kali (Karkata 2006).

6. Teori defisiensi gizi

Beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa defisiensi gizi berperan dalam

terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Hal ini dibuktikan oleh penelitian pemberian

berbagai elemen seperti zinc, kalsium, dan magnesium untuk mencegah

preeklampsia. Pada populasi umum yang melakukan diet tinggi buah-buahan dan

sayuran yang memiliki aktivitas antioksidan, seperti tomat, wortel, brokoli, apel, jeruk,

alpukat, mengalami penurunan tekanan darah (Cunningham et al. 2005).

Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, dapat mengurangi

risiko preeklampsia. Minyak ikan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang

dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat aktifasi trombosit, dan

mencegah vasokonstriksi pembuluh darah (Angsar MD, 2009).

7. Teori stimulus inflamasi

Teori ini berdasarkan bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi darah

merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada kehamilan normal,

pelepasan debris trofoblas masih dalam batas wajar, sehingga reaksi inflamasi juga

masih dalam batas wajar. Berbeda dengan proses apoptosis pada PE, dimana pada PE

terjadi peningkatan stres oksidatif sehingga produksi debris trofoblas dan nekrorik

trofoblas juga meningkat. Keadaan ini mengakibatkan respon inflamasi yang besar

juga. Respon inflamasi akan mengaktivasi sel endotel dan sel makrofag/granulosit

yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi inflamasi sistemik yang menimbulkan

gejala-gejala PE pada ibu (Angsar MD, 2009).

Faktor Resiko

Melalui pendekatan safe motherhood terdapat peran determinan yang dapat

mempengaruhi terjadinya komplikasi kehamilan seperti preeklampsia-eklampsia yang

menjadi faktor utama yang menyebabkan angka kematian ibu tinggi disamping

perdarahan dan infeksi persalinan. Determinan tersebut dapat dilihat melalui

determinan proksi/dekat ( proximate determinants ), determinan antara ( intermediate

determinants ), dan determinan kontekstual ( Contextual determinants ).

a. Determinan proksi/dekat

Wanita yang hamil memiliki risiko untuk mengalami komplikasi preeklampsia berat,

sedangkan wanita yang tidak hamil tidak memiliki risiko tersebut.

b. Determinan intermediat

Yang berperan dalam determinan intermediat antara lain:

1) Status reproduksi.

i. Faktor usia

Usia 20 – 30 tahun adalah periode paling aman untuk hamil / melahirkan, akan

tetapi di negara berkembang sekitar 10% - 20% bayi dilahirkan dari ibu remaja

yang sedikit lebih besar dari anak anak. Padahal dari suatu penelitian

ditemukan bahwa dua tahun setelah menstruasi yang pertama, seorang wanita

masih mungkin mencapai pertumbuhan panggul antara 2 – 7 % dan tinggi

badan 1 %. Dampak dari usia yang kurang, dari hasil penelitian di Nigeria,

wanita usia 15 tahun mempunyai angka kematian ibu 7 kali lebih besar dari

wanita berusia 20 – 24 tahun. Faktor usia berpengaruh terhadap terjadinya

preeklampsia/ eklampsia. Usia wanita remaja pada kehamilan pertama atau

nulipara umur belasan tahun (usia muda kurang dari 20 thn).

Hipertensi karena kehamilan paling sering mengenai wanita nulipara. Wanita

yang lebih tua, yang dengan bertambahnya usia akan menunjukkan

peningkatan insiden hipertensi kronis, menghadapi risiko yang lebih besar

untuk menderita hipertensi karena kehamilan atau superimposed pre-

eclampsia. Jadi wanita yang berada pada awal atau akhir usia reproduksi,

dahulu dianggap rentan.

ii. Paritas

Dari kejadian delapan puluh persen semua kasus hipertensi pada kehamilan, 3

– 8 persen pasien terutama pada primigravida, pada kehamilan trimester

kedua. Catatan statistik menunjukkan dari seluruh incidence dunia, dari 5%-8%

pre-eklampsia dari semua kehamilan, terdapat 12% lebih dikarenakan oleh

primigravidae.

Faktor yang mempengaruhi pre-eklampsia frekuensi primigravida lebih tinggi

bila dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda.

Persalinan yang berulang-ulang akan mempunyai banyak risiko terhadap

kehamilan, telah terbukti bahwa persalinan kedua dan ketiga adalah persalinan

yang paling aman.

iii. Kehamilan ganda

Preeklampsia dan eklampsia 3 kali lebih sering terjadi pada kehamilan ganda

dari 105 kasus kembar dua didapat 28,6% preeklampsia dan satu kematian ibu

karena eklampsia. Dari hasil pada kehamilan tunggal, dan sebagai faktor

penyebabnya ialah dislensia uterus.

iv. Faktor genetika

Terdapat bukti bahwa pre-eklampsia merupakan penyakit yang diturunkan,

penyakit ini lebih sering ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita pre-

eklampsia. Atau mempunyai riwayat preeklampsia/ eklampsia dalam keluarga.

Faktor ras dan genetik merupakan unsur yang penting karena mendukung

insiden hipertensi kronis yang mendasari.

2) Status kesehatan

i. Riwayat preeklampsia

Hasil penelitian Agung Supriandono dan Sulchan Sofoewan menyebutkan

bahwa terdapat 83 (50,9%) kasus preeklapmsia mempunyai riwayat

preeklapmsia, sedangkan pada kelompok kontrol terdapat 12 (7,3%)

mempunyia riwayat preeklampsia berat.

ii. Riwayat hipertensi

Salah satu faktor predisposing terjadinya pre-eklampsia atau eklampsia adalah

adanya riwayat hipertensi kronis, atau penyakit vaskuler hipertensi

sebelumnya, atau hipertensi esensial. Sebagian besar kehamilan dengan

hipertensi esensial berlangsung normal sampai cukup bulan. Pada kira-kira

sepertiga diantara para wanita penderita tekanan darahnya tinggi setelah

kehamilan 30 minggu tanpa disertai gejala lain. Kira-kira 20% menunjukkan

kenaikan yang lebih mencolok dan dapat disertai satu gejala preeklampsia atau

lebih, seperti edema, proteinuria, nyeri kepala, nyeri epigastrium, muntah,

gangguan visus ( Supperimposed preeklampsia ), bahkan dapat timbul

eklampsia dan perdarahan otak.

iii. Riwayat penderita diabetus militus

Hasil penelitian Agung Supriandono dan Sulchan sofoewan menyebutkan

bahwa dalam pemeriksaan kadar gula darah sewaktu lebih dari 140 mg %

terdapat 23 (14,1%) kasus preeklampsia, sedangkan pada kelompok kontrol

(bukan preeklampsia) terdapat 9 (5,3%).

iv. Status gizi

Kegemukan disamping menyebabkan kolesterol tinggi dalam darah juga

menyebabkan kerja jantung lebih berat, oleh karena jumlah darah yang berada

dalam badan sekitar 15% dari berat badan, maka makin gemuk seorang makin

banyak pula jumlah darah yang terdapat di dalam tubuh yang berarti makin

berat pula fungsi pemompaan jantung. Sehingga dapat menyumbangkan

terjadinya preeklampsia.

v. Stres/ Cemas

Meskipun dibeberapa teori tidak pernah disinggung kaitannya dengan kejadian

preeklampsia, namun pada teori stres yang terjadi dalam waktu panjang dapat

mengakibatkan gangguan seperti tekanan darah. Manifestasi fisiologi dari stres

diantaranya meningkatnya tekanan darah berhubungan dengan:

- Kontriksi pembuluh darah reservoar seperti kulit, ginjal dan organ lain

- Sekresi urin meningkat sebagai efek dari norepinefrin

- Retensi air dan garam meningkat akibat produksi mineralokortikoid sebagai

akibat meningkatnya volume darah

- Curah jantung meningkat.

3) Perilaku sehat

i. Pemeriksaan antenatal

Preeklapmsia dan eklampsia merupakan komplikasi kehamilan berkelanjutan,

oleh karena itu melalui antenatal care yang bertujuan untuk mencegah

perkembangan preeklampsia, atau setidaknya dapat mendeteksi diagnosa dini

sehingga dapat mengurangi kejadian kesakitan. Pada tingkat permulaan

preeklampsia tidak memberikan gejala-gejala yang dapat dirasakan oleh pasien

sendiri, maka diagnosa dini hanya dapat dibuat dengan antepartum care. Jika

calon ibu melakukan kunjungan setiap minggu ke klinik prenatal selama 4-6

minggu terakhir kehamilannya, ada kesempatan untuk melekukan tes proteinuri,

mengukur tekanan darah, dan memeriksa tanda-tanda udema. Setelah diketahui

diagnosa dini perlu segera dilakukan penanganan untuk mencegah masuk

kedalam eklampsia.

Disamping faktor-faktor yang sudah diakui, jelek tidaknya kondisi ditentukan juga

oleh baik tidaknya antenatal care. Dari 70% pasien primigrafida yang menderita

preeklampsia, 90% nya mereka tidak melaksanakan atenatal care.

ii. Penggunaan alat kontrasepsi

Pelayanan KB mampu mencegah kehamilan yang tidak di inginkan, sehingga

menpunyai kontribusi cukup besar terhadap kematian ibu terkomplikasi, namun

perkiraan kontribusi pelayanan KB terhadap kematian yang disebabkan oleh

komplikasi obstetri lainnya, antra lain eklampsia yaitu 20%.

c. Determinan kontekstual

1. Tingkat pendidikan

Teori pendidikan mengatakan bahwa pendidikan adalah suatu kegiatan atau usaha

untuk meningkatkan kepribadian, sehingga proses perubahan perilaku menuju

kepada kedewasaan dan penyempurnaan kehidupan manusia. Semakin banyak

pendidikan yang didapat seseorang, maka kedewasaannya semakin matang, mereka

dengan mudah untuk menerima dan memahami suatu informasi yang positif.

Kaitannya dengan masalah kesehatan, dari buku safe motherhood menyebutkan

bahwa wanita yang mempunyai pendidikan lebih tinggi cenderung lebih

menperhatikan kesehatan dirinya.

2. Faktor sosial ekonomi

Hal ini sering disampaikan bahwa kehidupan sosial ekonomi berhubungan dengan

angka kenaikan preeklampsia. Meskipun Chesley (1974) tidak sependapat, beberapa

ahli menyimpulkan bahwa wanita dengan keadaan sosial ekonomi yang lebih baik

akan lebih jarang menderita preeklampsia, bahkan setelah faktor ras turut

dipertimbangkan. Tanpa mempedulikan hal tersebut, preeklampsia yang diderita oleh

wanita dari kelarga mampu tetap saja bisa menjadi berat dan membahayakan nyawa

seperti halnya eklampsia yang diderita wanita remaja di daerah kumuh.

Status sosial mempunyai risiko yang sama, tetapi kelompok masyarakat yang miskin

biasanya tidak mampu untuk membiayai perawatan kesehatan sebagai mana

mestinya. Bahkan orang miskin tidak percaya dan tidak mau menggunakan fasilitas

pelayanan medis walupun tersedia. Mereka itulah yang mempunyai risiko untuk

mengalami eklampsia. Pasien yang miskin dengan pemeriksaan antenatal yang kurang

atau tidak sama sekali merupakan faktor predisposisi terjadinya pre-eklampsia/

eklampsia.

3. Pekerjaan

Aktifitas pekerjaan seseorang dapat mempengaruhi kerja otot dan peredaran darah.

Begitu juga bila terjadi pada seorang ibu hamil, dimana peredaran darah dalam tubuh

dapat terjadi perubahan seiring dengan bertambahnya usia kehamilan akibat adanya

tekanan dari pembesaran rahim. Semakin bertambahnya usia kehamilan akan

berdampak pada konsekuensi kerja jantung yang semakin bertambah dalam rangka

memenuhi kebutuhan selama proses kehamilan. Oleh karenanya pekerjaan tetap

dilakukan, asalkan tidak terlalu berat dan melelahkan seperti pegawai kantor,

administrasi perusahaan atau mengajar. Semuanya untuk kelancaran peredaran

darah dalam tubuh sehingga mempunyai harapan akan terhindar dari preeklamsia

( Rozhikhan, 2007 ).

E. MANIFESTASI KLINIS

Preeklampsia

Manifestasi klinis Preeklampsia ringan

a. Tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan atau diatolik ≥ 90 mmHg.

b. Desakan darah : ≥ 30 mmHg dan kenaikan desakan diastolic ≥ 15 mmHg, tidak

dimasukkan dalam kriteria diagnostik preeklamsi, tetapi perlu observasi yang cermat

c. Proteinuria : ≥ 300 mg/ 24 jam jumlah urine atau dipstick : ≥ 1+

d. Edema : lokal pada tungkai tidak dimasukkan dalam kriteria diagnostik kecuali edema

anasarka.

Manifestasi klinis Preeklampsia berat

Preeklamsi berat ialah preeklamsi dengan salah satu atau lebih gejala dan tanda

dibawah ini :

a. Desakan darah : pasien dalam keadaan istirahat desakan sistolik ≥ 160 mmHg dan atau

desakan diastolik ≥ 110 mmHg

b. Proteinuria : ≥ 5 gr/ jumlah urin selama 24 jam. Atau dipstick : 4 +

c. Oliguria : produksi urin < 400-500 cc/ 24 jam

d. Kenaikan kreatinin serum

e. Edema paru dan sianosis

f. Nyeri epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan abdomen : disebabkan teregangnya

kapsula Glisoni. Nyeri dapat sebagai gejala awal ruptur hepar.

g. Gangguan otak dan visus : perubahan kesadaran, nyeri kepala, skotomata, dan

pandangan kabur.

h. Gangguan fungsi hepar : peningkatan alanin atau aspartat amino transferase

i. Hemolisis mikroangiopatik

j. Trombositopenia : < 100.000 cell/ mm3

k. Sindroma HELLP

Sindroma HELLP ialah preeklamsi-eklamsi dengan adanya hemolisis, peningkatan

enzim hepar, disfungsi hepar, dan trombositopenia

H : Hemolysis

EL : Elevated Liver Enzym

LP : Low Platelets Count

Tanda-tanda hemolisis intravascular

1.Kenaikan LDH, AST dan bilirubin indirect

2.Penurunan haptoglobine

3.Apusan tepi : fragmentasi eritrosit

4.Kenaikan urobilinogen dalam urine

Tanda kerusakan / disfungsi sel hematocyte hepar

1.Kenaikan ALT, AST, LDH

2.Trombositopeni

3.Trombosit ≥ 150.000/ml

4.Semua wanita hamil dengan keluhan nyeri pada kuadran atas abdomen,

tanpa memandang ada tidaknya tanda dan gejala preeklamsi harus

dipertimbangkan sindroma HELLP

Manifestasi klinis Eklampsia

a. Adanya kejang yang timbul pada penderita preeklampsia,

b. Atau didapatkan kejang pada usia kehamilan di atas 20 minggu.

Gejala-gejala yang memberatkan Eklamsia :

Koma yang lama

Nadi di atas 120 x/menit

Suhu diatas 390C

Tensi diatas 200 mmHg

Kejang yang lebih dari 10 kali serangan

Proteinuria 10 gram sehari atau lebih

Tidak adanya edema

Manifestasi klinis hipertensi kronik dengan Superimposed preeklampsia

a. Timbulnya proteinuria 300 mg/24 jam pada wanita yang telah memiliki hipertensi

kronik pada usia kehamilan di atas 20 minggu

b. Terjadi peningkatan mendadak dalam proteinuria atau tekanan darah atau trombosit

<100,000 / L pada wanita dengan hipertensi dan proteinuria sebelum gestasi 20

minggu

Manifestasi klinis Hipertensi kronik

a. TD sebelum kehamilan 140/90 mm Hg atau terdiagnosis sebelum kehamilan 20

minggu , tidak timbul penyakit trofoblas gestasional o

b. Gejala menetap setelah 12 minggu postpartum (Norwitz, 2007).

Menurut Prawiroharjo (2008) hal-hal yang perlu diperhatikan :

Preeklampsia :

a. Hipertensi : TD sisitolik dan diastolic lebih dari sama dengan 140/90 mmHg.

Pengukuran dilakukan 2x pada selang waktu 4-6 jam

b. Proteinuria : adanya 300 mg protein dalam urin selama 24 jam atau lebih dari

+1

c. Edema : edema generalisata dengan kenaikan BB lebih dari 0,57 kg/minggu

Hipertensi gestasional

a. TD sisitolik 140 mmhg/ diastolic 90 mmhg untuk pertama kalinya pada kehamilan di

atas 20 minggu

b. Tidak ada proteinuria

c. TD kembali normal sebelum 12 minggu pasca kehamilan

Ada beberapa perubahan fisiologis dan patologis pada PIH, yaitu :

1) Otak

Pemakaian oksigen oleh otak akan menurun pada PE. Pada penyakit yang belum

lanjut, ditemukan edema dan anemia pada korteks serebri. Pada keadaan selanjutnya

dapat ditemukan perdarahan.

2) Plasenta dan uterus

Menurunnya aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi plasenta. Pada

hipertensi yang agak lama pertumbuhan janin terganggu, pada hipertensi yang lebih

pendek bisa terjadi gawat janin bahkan kematian karena kekurangan oksigenasi.

Kenaikan tonus uterus dan kepekatan terhadap perangsangan sering didapatkan pada

pre eklampsia dan eklampsia, sehingga mudah terjadi partus prematurus.

3) Ginjal

Perubahan pada ginjal disebabkan oleh aliran darah ke ginjal menurun, sehingga

menyebabkan filtrasi glomerulus berkurang. Kelainan pada ginjal yang penting ialah

proteinuria dan mungkin juga dengan retensi garam dan air.

4) Retina

Pada pre eklampsia tampak edema retina, spasmus setempat atau menyeluruh pada

satu atau beberapa arteri, jarang terlihat perdarahan atau eksudat. Spasmus arteri

retina menunjukkan adanya PE berat.

5) Paru

Edema paru merupakan sebab utama kematian penderita PIH. Komplikasi ini biasanya

disebabkan oleh dekompensasio kordis kiri.

6) Metabolisme air dan elektrolit

Terjadi pergeseran cairan dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial. Kejadian ini,

yang didikuti oleh kenaikan hematokrit, peningkatan protein serum, dan seiring

bertambahnya edema, menyebabkan volume darah berkurang, viskositas darah

meningkat, waktu peredaran darah tepi lebih lama. Oleh karena itu, aliran darah ke

jaringan di berbagai bagian tubuh berkurang, dengan akibat hipoksia (Winkjosastro,

2007).

F. PATOFISIOLOGI (TERLAMPIR)

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah

- Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin untuk

wanita hamil adalah 12-14 gr%)

- Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37 – 43 vol%)

- Trombosit menurun (nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3)

Urinalisis

- Ditemukan protein dalam urin

Pemeriksaan Fungsi hati

- Bilirubin meningkat (N= < 1 mg/dl)

- LDH (laktat dehidrogenase) meningkat

- Aspartat aminomtransferase (AST) > 60 ul

- Serum Glutamat pirufat transaminase (SGPT) meningkat (N= 15-45 u/ml)

- Serum glutamat oxaloacetic trasaminase ( SGOT ) meningkat (N= <31 u/l)

- Total protein serum menurun (N= 6,7-8,7 g/dl)

Tes kimia darah

- Asam urat meningkat ( N= 2,4-2,7 mg/dl )

b. Radiologi

Ultrasonografi

- Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus. Pernafasan intrauterus

lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan ketuban sedikit.

Kardiotografi

- Diketahui denyut jantung janin bayi lemah (N = 120 – 160 x/menit)

c. Pemeriksaan Kesejahteraan Janin bayi dengan NST

Untuk menilai hubungan gambaran DJJ dan aktivitas janin atau siebut juga dengan

aktokardiografi/fetal activity acceleration determination. Penilaian dilakukan

terhadap frekuensi DJJ, variabilitas dan timbulnya akselerasi yang menyertai gerakan

janin.

i. Hipertensi Gestasional

Pemeriksaan perkiraan pertumbuhan janin dan volume air ketubannya. Bila

hasilnya normal, dilakukan pemeriksaan ulang bila terjadi perubahan pada ibu

NST harus dilakukan pada diagnosis awal. Bila NST non reaktif dan TD tidak

meningkat, NST diulang hanya bila ada perubahan pada ibu.

ii. Hipertensi Ringan

Pemeriksaan perkiraan pertumbuhan janin dan volume air ketuban. Bila normal

pengulangan dilakukan setiap 3 minggu.

Bila NST non reaktif dan TD naik, ulangi NST tiap minggi. NST segera diulang bila

terjadi perubahan terhadap ibu

Bila dengan USG, BB janin < 10 th percentile dari usia kehamilan atau didapat

AFI kurang dari sama dengan 5, pemeriksaan dilakukan sekurang-kurangnya 2

minggu

iii. Preeklamsi berat

NST dilakukan setiap hari

H. PENATALAKSANAAN

Deteksi prenatal dini

Waktu pemeriksaan prenatal dijadwalkan setiap 4 minggu sampai UK 28 mgg, kemudian

setiap 2 mgg hingga UK 36 mgg, setelah itu setiap mgg.

Penatalaksanaan di RS

Evaluasi sistematik yang dilakukan mencakup:

a. Pemeriksaan terinci diikuti oleh pemantauan setiap hari untuk mencari temuan2 klinis

seperti nyeri kepala, gg penglihatan, nyeri epigastrium, dan pertambahan berat badan

yg pesat.

b. BB saat masuk.

c. Analisis untuk proteinuria saat masuk dan kemudian paling tidak setiap 2 hari.

d. Pengukuran TD dalam posisi duduk setiap 4 jam kecuali antara tengah malam dan

pagi hari.

e. Pengukuran kreatinin plasma atau serum, gematokrit, trombosit, dan enzim hati

dalam serum, dan frekuensi yang ditentukan oleh keparahan hipertensi.

f. Evaluasi terhadap ukuran janin dan volume amnion baik secara klinis maupun USG.

g. Terminasi kehamilan

Pada hipertensi sedang atau berat yg tidak membaik setelah rawat inap biasanya

dianjurkan pelahiran janin demi kesejahteraan ibu dan janin. Persalinan sebaiknya

diinduksi dengan oksitosin IV. Apabila tampaknya induksi persalinan hampir pasti

gagal atau upaya induksi gagal, diinduksikan seksio sesaria.

Terapi obat antihipertensi

Pemakaian obat antihipertensi sebagai upaya memperlama kehamilan aau memodifikasi

prognosis perinatal pada kehamilan dengan penyulit hipertensi dalam berbagai tipe dan

keparahan.

Penatalaksanaan pre-eklampsia ringan

1. Tidak perlu segera diberikan obat antihipertensi atau obat lainnya, tidak perlu dirawat

kecuali tekanan darah meningkat terus (batas aman 140-150/90-100 mmhg).

2. Istirahat yang cukup (berbaring / tiduran minimal 4 jam pada siang hari dan minimal 8

jam pada malam hari)

3. Pemberian luminal 1-2 x 30 mg/hari bila tidak bisa tidur

4. Pemberian asam asetilsalisilat (aspirin) 1 x 80 mg/hari.

5. Bila tekanan darah tidak turun, dianjurkan dirawat dan diberi obat antihipertensi :

metildopa 3 x 125 mg/hari (max.1500 mg/hari), atau nifedipin 3-8 x 5-10 mg/hari,

atau nifedipin retard 2-3 x 20 mg/hari, atau pindolol 1-3 x 5 mg/hari (max.30

mg/hari).

6. Diet rendah garam dan diuretik tidak perlu

7. Jika maturitas janin masih lama, lanjutkan kehamilan, periksa tiap 1 minggu

8. Indikasi rawat : jika ada perburukan, tekanan darah tidak turun setelah 2 minggu

rawat jalan, peningkatan berat badan melebihi 1 kg/minggu 2 kali berturut-turut, atau

pasien menunjukkan tanda-tanda pre-eklampsia berat. Berikan juga obat

antihipertensi.

Penatalaksanaan pre-eklampsia berat

1. Segera masuk rumah sakit

2. Tirah baring miring ke kiri secara intermitenc. Infus Ringer Laktat atau Ringer

Dekstrose 5%

3. Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang.

Pemberian MgSO4 dibagi :

- Loading dose (initial dose) : dosis awal

- Maintenance dose : dosis lanjutan

Syarat pemberian MgSO4. 7H2O

- Refleks patella normal

- Respirasi > 16 menit

- Produksi urine dalam 4 jam sebelumnya > 100 cc ; 0,5 cc/kg BB/jam

- Siapkan ampul Kalsium Glukonat 10% dalam 10 cc

Antidotum

Bila timbul gejala dan tanda intoksikasi MgSO4. 7H2O , maka diberikan injeksi Kalsium

Glukonat 10% dalam 10 cc dalam 3 menit

Refrakter terhadap MgSO4. 7H2O, dapat diberikan salah satu regimen dibawah ini :

- 100 mg IV sodium thiopental

- 10 mg IV diazepam

- 250 mg IV sodium amobarbital

- phenytoin : a. dosis awal 1000 mg IV

b. 16,7 mg/menit/1 jam

c. 500 g oral setelah 10 jam dosis awal dalam 14 jam

4. Anti hipertensi

Diberikan : bila tensi ≥ 180/110 atau MAP ≥ 126

Jenis obat : Nifedipine : 10-20 mg oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum 120

mg dalam 24 jam.

Nifedipine tidak dibenarkan diberikan dibawah mukosa lidah (sub lingual) karena

absorbsi yang terbaik adalah melalui saluran pencernaan makanan.Desakan darah

diturunkan secara bertahap :

- Penurunan awal 25% dari desakan sistolik

- Desakan darah diturunkan mencapai :

- < 160/105, MAP < 125

Nicardipine-HCl : 10 mg dalam 100 atau 250 cc NaCl/RL diberikan secara IV selama

5 menit, bila gagal dalam 1 jam dapat diulang dengan dosis 12,5 mg selama 5

menit. Bila masih gagal dalam 1 jam, bisa diulangi sekali lagi dengan dosis 15 mg

selama 5 menit

5. Diuretikum

Diuretikum tidak dibenarkan diberikan secara rutin, karena :

- Memperberat penurunan perfusi plasenta

- Memperberat hipovolemia

- Meningkatkan hemokonsentrasi

Diuretikum yang diberikan hanya atas indikasi :

- Edema paru

- Payah jantung kongestif

- Edema anasarka

Penatalaksanaan Eklampsia

Pengelolaan eklamsi sama dengan pengelolaan preeklamsi berat, dengan tambahan:

1. Harus ditangani di rumah sakit

2. Terapi O2 4-6 liter/menit

3. Pasang kateter urine

4. Pasang spatel

5. Bahu diganjal dengan kain setebal 5 cm agar leher dalam posisi fleksi

6. Posisi tempat tidur sedikit fowler agar kepala tetap tinggi

7. Fiksasi pasien agar tidak jatuh

Penatalaksanaan hipertensi kronik dengan Superimposed preeklampsia

Pengelolaan hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsi sama dengan

pengelolaan preeklamsi berat

Penatalaksanaan Hipertensi kronik

Indikasi pemberian antihipertensi adalah :

a. Risiko rendah hipertensi

1) Ibu sehat dengan desakan diastolik menetap >100 mmHg

2) Dengan disfungsi organ dan desakan diastolik > 90 mmHg

b. Obat antihipertensi

1) Pilihan pertama : Methyldopa : 0.5 – 3.0 g/hari, dibagi dalam 2-3 dosis

2) Pilihan kedua : Nifedipine : 30 – 120 g/hari, dalam slow-release

tablet (Nifedipine harus diberikan peroral)

Untuk pemberian terapi MgSO4 harus dikaji reflek tendon profunda , terutama reflek

patela, karena hilangnya reflek patela mengindikasikan adanya keracunan MgSO4.

I. KOMPLIKASI

Nyeri epigastrium menunjukkan telah terjadinya kerusakan pada liver dalam bentuk

kemungkinan (Manuaba 2007) :

- Perdarahan subkapsular

- Perdarahan periportal sistem dan infark liver

- Edema parenkim liver

- Peningkatan pengeluaran enzim liver

Tekanan darah dapat meningkat sehingga menimbulkan kegagalan dari kemampuan

sistem otonom aliran darah sistem saraf pusat (ke otak) dan menimbulkan berbagai

bentuk kelainan patologis sebagai berikut (Manuaba 2007) :

- Edema otak karena permeabilitas kapiler bertambah

- Iskemia yang menimbulkan infark serebral

- Edema dan perdarahan menimbulkan nekrosis

- Edema dan perdarahan pada batang otak dan retina

- Dapat terjadi herniasi batang otak yang menekan pusat vital medula oblongata.

Komplikasi terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah melahirkan bayi

hidup dari ibu yang menderita PE/E. Komplikasi dibawah ini yang biasa terjadi pada PE

berat dan eklampsia (Artikasari 2009) :

1. Solusio plasenta

Karena adanya tekanan darah tinggi, maka pembuluh darah dapat mudah pecah,

sehingga terjadi hematom retropalsenta yang dapat menyebabkan sebagian plasenta

dapat terlepas.

2. Hipofibrinogenemia

Adanya kekurangan fibrinogen yang beredar dalam darah , biasanya di bawah 100 mg

persen. Sehingga pemeriksaan kadar fibrinogen harus secara berkala. Biasanya terjadi

pada PE berat. Oleh karena itu dianjurkan untuk pemeriksaan kadar fibrinogen secara

berkala.

3. Hemolisis

Penderita dengan PE berat kadang-kadang menunjukkan gejala klinik hemolisis yang

dikenal dengan ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan

kerusakkan sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati yang

sering ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan ikterus

tersebut.

4. Perdarahan otak

Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia.

5. Kelainan mata

Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu, dapat

terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina. Hal ini merupakan tanda

gawat akan terjadi apopleksia serebri.

6. Edema paru-paru

Paru-paru menunjukkan berbagai tingkat edema dan perubahan karena

bronkopneumonia sebagai akibat aspirasi. Kadang-kadang ditemukan abses paru-

paru.

7. Nekrosis hati

Nekrosis periportal hati pada PE/E merupakan akibat vasospasme arteriole umum.

Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tetapi ternyata juga dapat ditemukan pada

penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati,

terutama penentuan enzim-enzimnya.

8. Sindroma HELLP (haemolysis, elevated liver enzymes dan low platelet)

Merupakan sindrom kumpulan gejala klinis berupa gangguan fungsi hati,

hepatoseluler (peningkatan enzim hati [SGPT,SGOT], gejala subjektif [cepat lelah,

mual, muntah, nyeri epigastrium]), hemolisis akibat kerusakan membran eritrosit oleh

radikal bebas asam lemak jenuh dan tak jenuh. Trombositopenia (<150.000/cc),

agregasi (adhesi trombosit di dinding vaskuler), kerusakan tromboksan

(vasokonstriktor kuat), lisosom.

9. Kelainan ginjal

Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel

endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur yang lainnya. Kelainan lain yang

dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.

10.Komplikasi lain

Lidah tergigit, trauma dan fraktur karena jatuh akibat kejang-kejang pneumonia

aspirasi dan DIC (disseminated intravascular cogulation).

11.Komplikasi pada janin yaitu prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intrauterin.

J. PENCEGAHAN

1. Pola hidup sehat akan meningkatkan potensi ibu untuk terhindar dari hipertensi pada

kehamilan.

2. Jauhi minuman berakohol.

3. Jangan biasakan merokok.

4. Hindari stress

5. Pola makan sehat.

6. Olah raga.

7. Rutin kontrol ke dokter.

8. Sebelum kehamilan, cek TD

9. Turunkan BB jika obesitas.

10.Jika mengkonsumsi obat untuk mengontrol TD, konsultasikan ke dokter kapan harus

berhenti mengkonsumsi dan lainnya.

Menurut Prawirohardjo 2008 pencegahan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:

Pencegahan non medikal

Yaitu pencegahan dengan tidak memberikan obat, cara yang paling sederhana yaitu

dengan tirah baring. Kemudian diet, ditambah suplemen yang mengandung:

a) minyak ikan yang kaya akan asam lemak tidak jenuh misal: omega-3 PUFA

b) antioksidan: vitamin C, vitamin E, dll.

c) elemen logam berat: zinc, magnesium, kalium.

Pencegahan dengan medikal

Pemberian deuretik tidak terbukti mencegah terjadinya hipertensi bahkan memperberat

terjadinya hipovolumia.

a) Pemberian kalsium: 1.500-2.000mg/hari

b) zinc 200 mg/hari

c) magnesium 365 mg/hari.

d) Obat trombotik yang dianggap dapat mencegah preeklampsi adalah aspirin dosis

rendah rata-rata <100mg/hari atau dipiridamole

e) obat anti oksidan misalnya vitamin C, Vitamin E, β. Karoten, coQ10 N-Asetilsisten dan

asam lipoik (Hidayat, 2008).