31
Preoceeding Seri Seminar REFORMASI BIDANG PENGADAAN BARANG DAN JASA SEKTOR PUBLIK A. LATAR BELAKANG Anggaran pengadaan barang dan jasa pemerintah pusat dan daerah pada tahun 2001 meliputi lebih dari 90 trilyun rupiah. Angka ini belum termasuk pengadaan oleh Pertamina, BUMN/BUMD. Pelaksanaan pengadaan dengan anggaran sebesar ini akan berpengaruh kepada efisiensi penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat, iklim dunia usaha yang sehat, serta penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN. Tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan pengadaan meliputi: terselenggaranya pengadaan yang efisien dan efektif, terciptanya peluang usaha yang sama dan tidak diskriminatif, serta pengadaan yang bebas dari unsur KKN. Tantangan ini memerlukan berbagai perubahan yang mendasar, meliputi peningkatan kualitas sumberdaya manusia pengelola pengadaan, peningkatan pengawasan proses pengadaan oleh masyarakat, penataan pelaku usaha, penghapusan pembatasan pasar kecuali untuk usaha kecil dan hambatan- hambatan perdagangan lainnya, penyederhanaan pelaksanaan pengadaan, penyempurnaan peraturan perundang-undangan dan kelembagaan. Berbagai perubahan tersebut bermuara pada perlunya penyempurnaan Keppres Nomor 18/2000 yang memberikan arah kebijakan nasional dalam bidang government procurement. Dalam perkembangannya, muncul berbagai gagasan untuk menjawab tantangan- tantangan tersebut: 1. Perlunya didirikan suatu lembaga atau unit yang mempunyai tugas dan tanggungjawab merumuskan dan mengembangkan kebijakan di bidang government procurement. Lebih lanjut, lembaga ini akan melakukan pemantauan atas pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah guna langkah-langkah penyempurnaan kebijakan. 2. Perlunya dikembangkan keterlibatan masyarakat dalam pengawasan proses pengadaan untuk menjamin terlaksananya pengadaan yang bebas dari unsur KKN. Pembasmian KKN memerlukan gerakan yang masif dari seluruh komponen masyarakat. 3. Perlunya kebijakan dan strategi dalam menghadapi globalisasi dan liberalisasi perdagangan, khususnya menyikapi ratifikasi Government Procurement Agreement (GPA) dari World Trade Organization (WTO). 4. Perlunya dikembangkan fiduciary standards bagi pengadaan barang dan jasa yang dapat diterapkan untuk semua tingkatan, nasional, propinsi, dan kabupaten/kota; 5. Perlunya ditetapkan ketentuan mengenai administrasi pengadaan barang dan jasa yang sederhana dan efisien, tanpa mengurangi transparansi, dan akuntabilitas.

Preoceeding Seri Seminar REFORMASI BIDANG PENGADAAN … filePreoceeding Seri Seminar ... penyempurnaan peraturan perundang-undangan dan kelembagaan. ... Pembasmian KKN memerlukan gerakan

Embed Size (px)

Citation preview

Preoceeding Seri Seminar REFORMASI BIDANG PENGADAAN BARANG DAN JASA

SEKTOR PUBLIK A. LATAR BELAKANG

Anggaran pengadaan barang dan jasa pemerintah pusat dan daerah pada tahun 2001 meliputi lebih dari 90 trilyun rupiah. Angka ini belum termasuk pengadaan oleh Pertamina, BUMN/BUMD. Pelaksanaan pengadaan dengan anggaran sebesar ini akan berpengaruh kepada efisiensi penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat, iklim dunia usaha yang sehat, serta penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN. Tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan pengadaan meliputi: terselenggaranya pengadaan yang efisien dan efektif, terciptanya peluang usaha yang sama dan tidak diskriminatif, serta pengadaan yang bebas dari unsur KKN. Tantangan ini memerlukan berbagai perubahan yang mendasar, meliputi peningkatan kualitas sumberdaya manusia pengelola pengadaan, peningkatan pengawasan proses pengadaan oleh masyarakat, penataan pelaku usaha, penghapusan pembatasan pasar kecuali untuk usaha kecil dan hambatan-hambatan perdagangan lainnya, penyederhanaan pelaksanaan pengadaan, penyempurnaan peraturan perundang-undangan dan kelembagaan. Berbagai perubahan tersebut bermuara pada perlunya penyempurnaan Keppres Nomor 18/2000 yang memberikan arah kebijakan nasional dalam bidang government procurement. Dalam perkembangannya, muncul berbagai gagasan untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut: 1. Perlunya didirikan suatu lembaga atau unit yang mempunyai tugas dan

tanggungjawab merumuskan dan mengembangkan kebijakan di bidang government procurement. Lebih lanjut, lembaga ini akan melakukan pemantauan atas pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah guna langkah-langkah penyempurnaan kebijakan.

2. Perlunya dikembangkan keterlibatan masyarakat dalam pengawasan proses pengadaan untuk menjamin terlaksananya pengadaan yang bebas dari unsur KKN. Pembasmian KKN memerlukan gerakan yang masif dari seluruh komponen masyarakat.

3. Perlunya kebijakan dan strategi dalam menghadapi globalisasi dan liberalisasi perdagangan, khususnya menyikapi ratifikasi Government Procurement Agreement (GPA) dari World Trade Organization (WTO).

4. Perlunya dikembangkan fiduciary standards bagi pengadaan barang dan jasa yang dapat diterapkan untuk semua tingkatan, nasional, propinsi, dan kabupaten/kota;

5. Perlunya ditetapkan ketentuan mengenai administrasi pengadaan barang dan jasa yang sederhana dan efisien, tanpa mengurangi transparansi, dan akuntabilitas.

B. MAKSUD DAN TUJUAN SEMINAR Maksud dari diselenggarakannya rangkaian seminar ini adalah dalam rangka mendapatkan pemahaman yang sama atas pokok-pokok permasalahan dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah yang mendesak untuk segera ditangani maupun pokok permasalahan dalam mengantisipasi arah perkembangan ke depan, yang meliputi: 1. Pemberantasan KKN melalui peranserta masyarakat; 2. Peningkatan daya saing usaha nasional; 3. Penyederhanaan tata cara pengadaan yang mengacu pada prinsip-prinsip

pengadaan yang hemat, efisien, transparan, adil, terbuka, bersaing dan bertanggung jawab;

4. Pembinaan sumber daya manusia pengelola pengadaan; 5. Kerangka kelembagaan pengembangan kebijakan pengadaan; 6. Kerangka peraturan perundang-undangan mengenai pengadaan. Sedang tujuan diselenggarakannya rangkaian seminar ini adalah: 1. Menyamakan persepsi dan menyepakati agenda reformasi pengadaan barang

dan jasa pemerintah; 2. Mengumpulkan masukan mengenai permasalahan, dan konsep pemecahan

masalah. B. AGENDA SEMINAR

Seminar dilaksanakan di Bappenas pada tanggal 30 Oktober, 4 dan 5 Nopember 2002 dengan topik sebagai berikut : Peran Serta Masyarakat Dalam Memerangi KKN Bidang Pengadaan

Barang dan Jasa Sektor Publik (Rabu, Tanggal 30 Oktober 2002) Ruang Serbaguna Bappenas, Jl. Taman Suropati 2 Jakarta Strategi Meningkatkan Daya Saing Usaha Nasional Dalam Menghadapi

AFTA dan WTO Melalui Pengadaan Barang dan Jasa Sektor Publik (Senin, Tanggal 4 November 2002) Ruang Soegijanto Soegijoko Bappenas, Jl. Taman Suropati 2 Jakarta Memangkas Birokrasi Publik Dalam Pelaksanaan Pengadaan Barang dan

Jasa Sektor Publik (Selasa, Tanggal 5 November 2002)

Ruang Soegijanto Soegijoko Bappenas, Jl. Taman Suropati 2 Jakarta Jadwal Seminar terlampir. C. NOTULEN SEMINAR

Seminar mulai pada pukul 09.30 dengan diawali Laporan Direktur Sistem dan Prosedur Pendanaan Pembagunan selaku pelaksana seminar. Selanjutnya pembukaan seminar oleh Bapak Ir. H. Koensatwanto Inpasihardjo, DipHE., MSc.,

(revisi 24-3-03) 2

PhD selaku Sesmeneg PPN/Sestama Bappenas, Plt. Deputi Bidang Pendanaan. Dalam pidato pembukaan disampaikan bahwa pengadaan barang dan jasa sektor publik mempengaruhi gerak dan tingkah laku para pelaku yang terlibat di dalamnya, baik birokrasi publik, dunia usaha dan masyarakat. Selama ini pengadaan barang dan jasa masih menjadi sorotan karena masih besarnya kebocoran yang terjadi dan belum berkurangnya praktek KKN. Keadaan tersebut berpengaruh kepada perilaku korup, maupun berpengaruh pada nilai-nilai efisiensi dan perkembangn daya saing dunia usaha. Untuk itu diperlukan reformasi untuk mendorong pembaharuan dan perbaikan di berbagai sektor. Disamping itu, kecenderungan yang harus dihadapi adalah demokratisasi, desentralisasi, otonomi daerah serta globalisasi dan perdagangan bebas. Dalam rangka WTO, pemerintah diminta segera meratifikasi Government Procurement Agreement (GPA), yang salah satunya adanya threshold nilai pengadaan yang harus terbuka untuk lelang internasional ekivalen SDR 130.000 untuk goods dan SDR 5.000.000 untuk civil works (Konstruksi). Dengan meratifikasi GPA banyak manfaat positif yang diperoleh, dari pengalaman negara-negara yang telah meratifikasi GPA telah terjadi peningkatan efisiensi dan daya saing dunia usahanya. Dengan diberlakukannya ketentuan-ketentuan dalam GPA akan menciptakan sistem pengawasan dan kontrol yang akan menyeleksi badan usaha, badan usaha yang tidak kompetitif akan tersingkir. Oleh sebab itu semua pihak terutama badan usaha harus mempersiapkan diri dalam waktu yang relatif singkat. Salah satu agenda yang mendesak untuk menghadapi tantangan pasar bebas adalah harus segera diwujudkan terjadinya persaingan sehat dengan melalui proses pengadaan yang transparan, akuntabel, adil, professional dan tidak diskriminatif. Dengan latar belakang permasalahan tersebut di atas, ketentuan pengadaan yang selama ini diatur oleh Keppres 18 tahun 2000 perlu ditinjau kembali untuk disempurnakan agar lebih menjamin pelaksanaan pengadaan yang bebas KKN, transparan, efektif dan efisien. Peninjauan kembali dimaksudkan juga untuk menghilangkan adanya peraturan yang tumpang tindih dan inkonsisten yang menyebabkan pengadaan yang tidak efisien maupun munculnya hambatan berusaha bagi dunia usaha. Pada akhir pidato pembukaan ditekankan bahwa pada seminar yang akan dilaksanakan ini, agar tidak mempertentangkan perbedaan pendapat melainkan bersama-sama untuk mencari rumusan dan konsepsi untuk penyempurnanaan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang dan jasa sektor publik. I. Seminar hari pertama “Peran Serta Masyarakat Dalam Memerangi KKN

Bidang Pengadaan Barang dan Jasa Sektor Publik” (Rabu, 30 Oktober 2002)

Pada hari pertama, seminar dilaksanakan dengan dua sesi dan masing-masing sesi diberikan kesempatan untuk pemakalah menyampaikan presentasi dan peserta diperbolehkan menanggapi. Pada akhir setiap seminar tidak akan disimpulkan hasilnya namun semua masukan akan ditampung sebagai input dalam penyempurnaan peraturan perundangan.

(revisi 24-3-03) 3

Sesi pertama seminar dipandu oleh Bapak Freddy H. Tulung sebagai moderator dan disampaikan satu pemakalah utama dan dua pemakalah tambahan sebagai berikut : 1. Bambang Warih Koesoemo (Indonesian Procurement Watch) Mengawali pemaparannya, pemakalah memperkenalkan berdirinya IPW yang telah dideklarasikan pada tanggal 28 Oktober 2002. IPW sebagai suatu Lembaga Swadaya Masyarakat dideklarasikan dengan visi agar terwujudnya sistem pengadaan barang dan jasa publik yang bebas KKN berdasarkan prinsip-prinsip Bersih, Transparan dan Profesional (BTP) dan dengan misi untuk menghapus KKN pada seluruh kegiatan pengadaan barang dan jasa publik melalui pengembangan peran masyarakat, membantu pemerintah dalam perumusan kebijakan dan implementasinya serta mendorong profesionalisme dan moralitas seluruh pihak yang terkait. Dengan demikian diharapkan IPW dapat secara proaktif dan efektif mewujudkan tata pemerintahan Indonesia yang baik dan bersih (Good Governance). Dalam paparannya digambarkan kondisi saat ini banyak terjadi kebocoran dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa sektor publik. Penyimpangan/kebocoran pada proses pengadaan pemerintah yang disebabkan oleh 10 tindak korupsi sebagaimana telah dirumuskan oleh PBB. Penanggulangan tindak KKN tentunya harus melibatkan tidak hanya dari pemerintah dan dunia usaha melainkan dengan mengaktifkan peran serta masyarakat sebagai beneficiary. Selama ini sistem pengadaan pemerintah yang diatur oleh Keppres 18 tahun 2000 masih menutup peran masyarakat, didalamnya hanya melibatkan dua stakeholders yaitu pengguna dan penyedia. Diharapkan pada masa mendatang akan tercipta sistem pengadaan yang membuka keterlibatan tiga pihak yaitu pengguna, penyedia dan masyarakat (beneficiaries). Keterlibatan masyarakat pada sistem pengadaan pemerintah, antara lain dalam memantau kegiatan pengadaan barang dan jasa pemerintah, dapat menjamin proses pengadaan akan berjalan lancar, tepat waktu, tepat mutu, tepat target dan tepat anggaran. Demikian pula dalam usaha memerangi KKN, masyarakat dituntut berperan aktif dalam memerangi tindak KKN antara lain dengan cara sebagai berikut : • Perlu Political will, Semangat dan Etos Anti KKN yan kuat • Adanya Pimpinan Nasional sebagai panutan • Tersedianya Strategi Nasional untuk memerangi KKN • Perlu dukungan Perlengkapan Anti Korupsi, antara lain

1. Peta Kekuatan Lawan 2. Peta wilayah 3. Harus tersedia Taktik Pemberantasan yang Canggih 4. Peralatan yang memadai 5. Dukungan kekuatan Masyarakat dan sumber daya yang memenuhi

Upaya mengurangi dan menghilangkan Praktek KKN di wacana pengadaan Barang dan Jasa sektor Pemerintah salah satunya dengan meningkatkan peran masyarakat dalam membangun jaring pengamanan anti KKN dengan 10 toolkit :

(revisi 24-3-03) 4

- Public Awareness Campaign - Patologi Pengadaan Publik - Pendidikan Kaum Muda - Anti Corruption National Day - Standard of Conduct - Integrity Pack (IP) - Tripartite Partnership - Public Hearing - E-procurement - Procurement Watch

2. W. Kasman (Forum Nasional Kerjasama Asosiasi) Proses sertifikasi dan pengalaman program pemberdayaan masyarakat dalam JPS merupakan suatu kasus dari kegagalan proses pemberdayaan masyarakat, dimana organisasi-organisasi masyarakat tidak siap melakukan tugas-tugas publik. Kegagalan tersebut merupakan cermin ketidaksiapan kita pada saat dilakukan suatu proses demokratisasi secara keseluruhan. Proses demokratisasi dilaksanakan tanpa sistem nilai yang merupakan kontrak sosial yang jelas, suatu pembaruan struktur politik baru tanpa pembangunan infrastruktur politik dan suatu upaya pemberantasan KKN dan premanisme tanpa visi profesionlisme yang jelas. Gejala ini merupakan suatu bentuk kebekuan intelektualisme, yang diakibatkan dari tradisi keilmuan yang obyektif dan bebas nilai. Sehingga tidak melahirkan kemandirian intelektualisme bangsa yang berorientasi pada kepentingan kemaslahatan moral bangsa dalam proses berbangsa dan dalam menghadapi perubahan-perubahan global. Dalam proses pemberdayaan masyarakat (demokratisasi), dengan kasus kebijakan pencegahan KKN dalam pengadaan barang dan jasa instansi pemerintah, diperlukan sikap tegas dengan menempatkan prioritas pada pengembangan profesionalisme organisasi-organisasi dunia usaha dalam melaksanakan sertifikasi perusahaan dan selanjutnya kegiatan-kegiatan monitoringnya. 3. Ayie Mulyadi (KADIN Indonesia) Budaya KKN bersumber dari kalangan pengusaha dan kalangan birokrasi (pemerintahan). Gerakan anti KKN dan pemberantasannya harus dimulai dari kalangan usaha tanpa harus menyalahkan suatu kelompok lain. Salah satu upaya yang dapat dilaksanakan yaitu dengan mewujudkan Good Corporate Governance (GCG). Dalam mewujudkan GCG tersebut Kadin Indonesia telah memelopori gerakan Bersih Transparan dan Profesionalisme (BTP) dan sudah diaplikasikan lebih dari 40 perusahaan anggota Kadin Indonesia.

(revisi 24-3-03) 5

Upaya pencegahan tindak KKN dengan menanamkan sejak dini sikap BTP pada usia pendidikan. Saat ini lebih dari 150 sekolah yang telah mengaplikasikan gerakan BTP. Setelah pemakalah menyampaikan paparan kepada peserta seminar diberikan kesempatan untuk menanggapi atau memberikan saran masukan, sebagai berikut ini : 1. Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (Bp. Sulistyo) Dalam upaya penanggulangan tindak KKN perlu dipandang dari dua sisi, yaitu KKN merupakan penyakit atau budaya. Oleh karena itu dalam menentukan tindakan apa yang tepat untuk dilakukan, harus didiagnosa penyebabnya, sehingga akan bisa ditentukan terapinya secara cepat dan tepat. Sebagai contoh, dalam hal KKN merupakan budaya, yang tidak lain adalah produk dari sistem, maka penanggulangannya juga secara sistematis terutama melalui sistem utama yaitu pendidikan dan hukum. Kelemahan pendidikan akan menghasilkan orang yang kurang inovatif, kreatif dan kelemahan hukum yaitu kurang tegasnya penerapan sanksi akan membuka peluang tindak KKN. 2. Kadin UKM Terjadinya KKN disebabkan karena adanya pejabat pemerintah yang mempersulit proses pengadaan, mulai dari perencanaan biaya sampai dengan pelaksanaan pengadaan karena ada harapan untuk memperoleh sesuatu. 3. Asperdia HANKAM (Kartono) Pemerintah diharapkan dapat merumuskan secara jelas mekanisme pengikutsertaan LSM dalam upaya pemberantasan KKN, sehingga fungsi dan manfaatnya dirasakan oleh masyarayakat bukan sebaliknya dikhawatirkan dengan keterlibatan LSM pada proses pengadaan hanya akan memperpanjang proses pengadaan dan akan menimbulkan ekonomi biaya tinggi. Disamping itu juga masukan yang perlu diperhatikan adalah agar peraturan dan tata cara serta tool dalam pencegahan KKN produk jaman Belanda yang baik dan applicable dipakai sebagai acuan. 4. Pemda DKI Salut dengan dideklarasikan IPW, diharapkan IPW bisa lebih mengawasi tidak hanya pada proses pengadaan namun sampai pada pelaksanaan. Beberapa pertanyaan dan saran kemudian ditanggapi oleh pemakalah sebagai berikut : Bapak Ayie Mulyono (Kadin Indonesia) Khususnya menanggapi peran Kadin yang pada dasarnya wadah para pengusaha yang rawan terjadi tindak KKN telah mengambil sikap dengan membentuk Komite

(revisi 24-3-03) 6

BTP baik di lingkungan Kadin Indonesia maupun Kadin Daerah untuk mensosialisasikan gerakan BTP. Namun demikian kunci utama sebenarnya kita harus mengubah pola pikir yaitu apa yang dapat kita lakukan sekarang ini bukan berfikir apa yang harus dilakukan untuk memberantas KKN. Bapak Bambang Warih K. (IPW/Masyarakat Madani) Dalam upaya pemberdayaan masyarakat yaitu menempatkan masyarakat sebagai fungsi pengawas (watch dog), perlu disosialisasikan 16 titik rawan terjadinya tindak KKN dan dibukanya mekanisme atau akses aduan masyarakat. IPW dalam hal ini akan mengambil peran untuk menerima aduan dan apabila diindikasikan terjadi KKN akan diteruskan kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha / KPPU. Upaya nyata dalam penerapan sanksi, kunci utamanya harus dimulai dari penyelenggara negara yang bersih sehingga bisa melakukan law enforcement secara tegas. Menanggapi modus tindak KKN dengan mark up anggaran biaya sudah merupakan modus yang biasa terjadi justru perlu diwaspadai modus-modus tindak KKN yang makin canggih misalnya internal trading, dll. Akan menampung sebagai masukan konsiderasi dari RAB dan ICW yang merupakan produk hukum peninggalan jaman Belanda. Setelah diselingi rehat makan siang sesi kedua seminar dimulai dengan moderator Bapak Agus Rahardjo dan pemakalah utama adalah Drg. Kuswartini (Forum Bersama Aparat Pengawas Internal / Forbes APIP) 4. Drg. Kuswartini (Forbes APIP) Hasil kajian PERC tahun 1997 menunjukkan bahwa Indonesia menduduki peringkat paling bawah atau negara terkorup di Asia, mengalahkan India, Cina, Vietnam, Korea Selatan, Thailand, Filipina, Taiwan, Malaysia, Jepang, Hongkong dan Singapura. Sedangkan berdasarkan penelitian TI dari tahun ke tahun Indonesia selalu berada di tempat paling bawah alias paling korup di dunia. Pada tahun 2000, Indonesia terkorup ke-5 dari 90 negara. Dari kajian Bank Dunia KKN terbesar di bidang pengadaan pemerintah terjadi kebocoran 10% sampai dengan 50%. Dalam upaya penanggulangan KKN selain upaya pengawasan yang melibatkan semua stakeholders perlu juga diidentifikasi sebab-sebab KKN. Hampir semua unsur masyarakat memberi kontribusi pada maraknya praktek KKN : pejabat tinggi, pemimpin parpol, eksekutif perusahaan swasta, anggota legislative, pejabat

(revisi 24-3-03) 7

BUMN, para manajer hingga masyarakat luas. Secara umum disebabkan : Aspek individu pelaku korupsi; aspek organisasi; aspek masyarakat; aspek peraturan perundang-undangan. Sebagai contoh : Pimpro dengan proyek 50 juta dengan pimpro yang menangani proyek lebih 10 milyar dengan tanggung jawab yang berbeda namun mendapatkan imbalan yang relatif sama kecil, iklim ini juga mendorong pejabat publik untuk melakukan tindakan KKN. Khusus di bidang Pengadaan Barang dan Jasa sektor publik diidentifikasi hal-hal yang mendorong tindak KKN antara lain : kelemahan kerangka hukum; kelemahan kerangka kelembagaan dan kelemahan SDM. Usaha dalam pemberantasan KKN masih kurang efektif dikarenakan : belum adanya teladan dan komitmen pemimpin; belum adanya strategi komprehensif dan sistematis; masih adanya kelemahan aparat pemerintah; peraturan perundang-udangan kurang memadahi dan lemahnya penegakan hukum; partisipasi peran serta masyarakat masih kurang; dan kurangnya integritas moral. Tanggapan, pertanyaan dan saran termin pertama disampaikan peserta sebagai berikut ini : 1. Kadin Indonesia Sebenarnya pengaturan di bidang pengadaan sudah 95% bagus sehingga hanya memerlukan masukan 5% untuk menyempurnakannya. Hanya upaya penegakan hukum masih perlu ditekankan, karena ada indikasi kecenderungan bahwa para pelaku pengadaan sebenarnya telah memahami peraturan pengadaan, namun pemahaman tersebut disalah gunakan untuk mencari celah-celah mana yang bisa untuk melakukan praktek KKN. Sebagai contoh telah diatur jelas bagaimana cara mengumumkan pelelangan dengan maksud untuk transparansi namun sedemikian rupa dibuat memenuhi aturan namun tidak mencapai sasaran untuk meningkatkan daya saing. 2. Departemen Energi Mineral dan SDA (Mahmud Abdul Rasid) Di lapangan masih dirasakan tindakan arogansi dari pengawas dalam hal ini pemeriksa (baik pengawas internal atau pengawas eksternal) dan perlunya sosialisasi tugas dan kewenangan pengawas bagi pelaksana karena di lapangan masih tumpang tindih siapa yang lebih berhak memeriksa antara BPK, BPKP dan Itjen. Disamping itu perlu dilakukan pengawasan juga terhadap pejabat yang melakukan tugas pengawasan. 3. Hankam (Muchtar Effendi Lubis) Diharapkan transparansi tidak hanya pada proses pengadaan namun mulai dari sejak proses penganggaran sampai dengan pada pelaksanaan proyek.

(revisi 24-3-03) 8

Budaya waskat yang selama ini berlangsung top down yaitu atasan mengawasi bawahan mungkin perlu juga sebaliknya bawahan diberikan hak untuk melakukan pengawasan terhadap atasannya sehingga terjadi imbal balik saling mengawasi. 4. Gakeslap Upaya pemberantasan KKN dengan meningkatkan peran masyarakat dalam fungsi pengawasan namun demikian perlu disediakan wadah untuk menangani pengaduan yang masuk dan harus ditanggapi secara serius. Tanggapan Pemakalah atas pertanyaan atau saran yang disampaikan peserta seminar adalah : Menanggapi transparansi dalam pengumuman tender, memang idealnya untuk memperluas atau meningkatkan daya saing atau kompetisi pengumuman diumumkan dimedia cetak yang beroplah nasional, namun pengalaman selama melakukan pemeriksaan seringkali dijumpai klarifikasi dari pelaksana proyek bahwa pengumuman yang dimuat dalam media cetak yang terbatas dikarenakan tidak tersedia dana yang cukup artinya dana yang ada hanya cukup untuk media cetak dengan oplah dan distribusi terbatas. Menjawab seringnya pengawasan ganda atau perebutan pengawasan sebenarnya tidak perlu terjadi karena telah diatur bahwa pemeriksaan pada suatu proyek boleh dilakukan paling cepat 3 bulan setelah pemeriksa sebelumnya. Mengenai peran serta dan aduan dari masyarakat memang pernah dilakukan dengan Tromol Pos (TP) 5000 namun masih diindikasikan banyak aduan yang bersifat fitnah, untuk itu memang perlu diperbaiki mekanisme pengawasan masyarakat dan pengaduan masyarakat. Pada kesempatan Tanya jawab termin kedua disampaikan beberapa wacana maupun saran sebagai berikut : 1. Itjen Dep. Kelautan dan Perikanan (Mustafa AD) Dalam memerangi tindak KKN, kalangan pengawas harus berani bertindak tegas terhadap hasil pemeriksaan Yang lebih penting adalah komitmen bersama untuk mengakhiri tindak KKN baik oleh pejabat pemerintah, kalangan legislatif, judikatif, dunia usaha maupun masyarakat. 2. ARDIN (Jhon Parlinggi) Keppres 18/2000 sebenarnya sudah cukup bagus tetapi pelaksanaan di lapangan masih banyak dilakukan penyimpangan, untuk itu masih perlu upaya untuk mensosialisasikan.

(revisi 24-3-03) 9

Alternatif untuk menghilangkan KKN terhadap pelaku dari pengguna jasa (pejabat publik) antara lain meningkatkan pendapatan (gaji) dan penerapan sanksi yang tegas dan berat dan dilakukan dengan simultan. 3. Asperdia HANKAM (Martono) Sebagai salah satu bentuk untuk mencegah tindakan KKN yaitu dengan membentuk sistem pertanggungjawaban keuangan yang baik. Kalau selama ini pertanggungjawaban masih menggunakan sistem single entry mungkin perlu dicoba dengan sistem double entry. 4. Kadin Indonesia (Ai Mulyadi) Sangat penting bagi pemerintah untuk segera menyusun mekanisme dalam memerangi KKN. Kalau diperlukan peserta seminar dalam hal ini ada yang mewakili kalangan birokrasi, kalangan dunia usaha dan dari pemerhati serta masyarakat untuk dapat dijembatani untuk duduk bersama merumuskan mekanisme dalam pemberantasan KKN. 5. Kadin Sumut (Pardede) Menginformasikan bahwa pelaksanaan pengadaan di daerah Sumut masih jauh dari transparan apalagi jujur dan bersaing sehat. Banyak terjadi tender arisan atau tindak premanisme dalam proses pelelangan. Untuk itu mohon diperhatikan tindakan yang perlu segera disikapi untuk memberantas tindak KKN tersebut. Pada kesempatan termin kedua, pemakalah tidak banyak menyampaikan tanggapan terhadap wacana peserta karena sebagian besar bersifat masukan. Seminar hari pertama ditutup pukul 16.45 wib II. Seminar hari kedua “Strategi Meningkatkan Daya Saing Usaha Nasional

Dalam Menghadapi AFTA dan WTO Melalui Pengadaan Barang dan Jasa Sektor Publik” (Senin, Tanggal 4 November 2002)

Seminar hari kedua dimulai dan dibuka dengan arahan oleh Bapak Ir. Agus Rahardjo selaku Direktur Analisa dan Prosedur Pendanaan Pembangunan. Pemaparan makalah pada sesi pertama antara lain :

1. Strategi Meningkatkan Daya Saing Usaha Nasional Dalam Menghadapi AFTA

dan WTO Melalui Pengadaan Barang dan Jasa Sektor Publik (Ir. I. W. Kartono - Lembaga Standardisasi Jasa);

2. Strategi Meningkatkan Daya Saing Usaha Nasional Dalam Menghadapi AFTA dan WTO Melalui Pengadaan Barang dan Jasa Sektor Publik (Ir. Doli D. SIregar, MSc, FRICS, SCV – PT. Satyatama Graha Tara);

3. Strategi Meningkatkan Daya Saing Usaha Nasional Dalam Menghadapi AFTA dan WTO Melalui Pengadaan Barang dan Jasa Sektor Publik (BARKI);

4. Strategi Meningkatkan Daya Saing Usaha Nasional Dalam Menghadapi AFTA dan WTO Melalui Pengadaan Barang dan Jasa Sektor Publik (KADIN).

(revisi 24-3-03) 10

Pada sesi pertama dipandu (moderator) oleh Bapak Agus Rahardjo.

1. Pembicara I : Bapak Dawami Martono Lembaga Standardisasi Jasa berdiri spontan dari Asosiasi Perusahaan Pemasok pada 15 Oktober 2002 Globalisasi barang dan jasa, Perdagangan atas barang-barang dengan modus utama : - Penghapusan tarif bea masuk; - Technical barrier to trade. Perdagangan jasa-jasa Modus : - Tidak dapat diterapkan mekanisme penghapusan tariff bea masuk; - Technical barrier to trade dengan mekanisme standardisasi. Situasi di Indonesia - Standar-standar jasa belum ada; - regulasi belum ada; - penuh dengan KKN. Keppres 18/2000 dan sertifikasi usaha kita jadikan titik tolak Sertifikasi salah satu dari kegiatan standardisasi, salah satu solusi adalah membentuk Lembaga Standardisasi Jasa 2. Pembicara II : Bapak Pungky Bambang Purwadi a. Penyedia Barang dan Jasa

- Usaha kecil; - LSM dan Perguruan Tinggi.

b. Sistem Akreditasi, Sertifikasi dan Regristrasi

- Badan Akreditasi; - Badan Sertifikasi; - Kantor Pelayanan Terpadu.

c. Produk Dalam Negeri dan Sistem Pengelolaan Proyek

- Peningkatan penggunaan produksi dalam negeri; - Preferensi harga secara selektif; - Pengelolaan Proyek melalui pemisahan fungsi perencanaan, pelelangan,

pembuat keputusan, pelaksana, pengawasan dan layanan masyarakat; - Sumber daya manusia dari instansi didasarkan prinsip kompetensi profesi.

d. Kontrol Masyarakat dan Aspek Penting Lainnya

- Kontrol masyarakat merupakan hak public - Ketentuan etika perlu diubah dalam bentuk kepatuhan

(revisi 24-3-03) 11

- Kebijakan umum pengadaan ditujukan peningkatan daya saing - Informasi tentang pengadaan yang terbuka - Lembaga yang kompeten

3. Pembicara III : Bapak Poedji Rahardjo Pokok Bahasan meliputi : a. Ijin Usaha, Sertifikasi dan Registrasi;

Sertifikat diperlukan untuk memperorleh ijin usaha. Semua perusahaan wajib melakukan registrasi yang diperlukan untuk monitoring dan database dunia usaha.

b. Standardisasi, Akreditasi dan Sertifikasi; 1) Harapan dunia usaha terhadap sertifikasi adalah :

- pelayanan yang baik (syarat, waktu, transparan, kepastian dan biaya); - operasional benar dan strategi melaksanakan hal-hal yang benar; - penyelenggaraannya bertanggung jawab, adil, transparan dan check

and balance; - pengorganisasian dengan sistem dan prosedur yang baik.

2) Sistem klasifikasi berdasar DACON (Jasa Konsultansi), ISIC (Pemborongan dan Jasa Lainnya), CDC (Jasa Distribusi);

3) Pemisahan fungsi penetapan standar dan penetapan akreditasi, penetapan standar dilakukan dengan konsensus dengan stakeholders;

4) Independensi badan akreditasi dan penilaian akreditasi, meliputi komposisi kepengurusan, mekanisme forum.

c. Kompetensi sebagai persyaratan domestik regulation dalam perdagangan bebas : 1) Persyaratan peraturan domestik (kebutuhan), pengaruh pembatasan

perdagangan, kriteria yang obyektif dan transparan; 2) Persyaratan kompetensi badan usaha (standar teknis/proses, kualifikasi

kompetensi personil, dan perijinan tentang posisi keuangan dan keanggotaan asosiasi);

3) Unsur penilaian kompetensi (personalia, permodalan, peralatan, proses dan pengalaman).

d. Pengembangan dan Perlindungan Usaha Kecil dan Pengusaha Daerah dengan Segmentasi Pasar;

e. Tender untuk pabrikan dan supplier : 1) Untuk barang produksi pabrikan tertentu dilakukan penunjukan langsung

ke pabrikan; 2) Untuk barang pilihan pabrikan dilakukan dengan tender diantara pabrikan

atau diantara supllier; f. Perlindungan produksi dalam negeri, yaitu dengan memberikan nilai preferensi

tertentu; g. Domain Keppres 18/2000, meliputi APBN, APBD, BI, Pertamina, BUMN,

BUMD, Loan/Grant.

(revisi 24-3-03) 12

4. Pembicara IV : Bapak Moh. Adil Muttaqin (menggatikan Bp. Ir. Doli D. Siregar)

Pokok Bahasan meliputi : 1) Modal Pembangunan :

a. Sumber Daya Alam; b. Sumber Daya Manusia; dan c. Infrastruktur/prasarana, yang harus dikelola dengan baik melalui reformasi

bidang pengadaan barang dan jasa sektor publik, terutama terhadap sumber daya manusia dan infrastruktur; untuk itu dunia usaha diharapkan dapat meningkatkan daya saing dan kompetensinya didalam penyediaan barang dan jasa dengan strategi dalam menghadapi era globalisasi.

2) Dampak perkembangan perekonomian global dan nasional memiliki

kecenderungan : a. basis pasar mengacu kepada basis kultural, tidak kepada basis geografi; b. tidak ada lagi batas nyata geografi didalam perekonomian; c. perubahan pengelolaan perekonomian, pola pemasaran dan pandangan

bisnis dan pemerintahan Sedangkan permasalahan yang timbul adalah : a. munculnya persaingan pasar yang semakin tajam dan sulit diprediksi; b. transformasi sistem perekonomian nasional yang semakin kuat

bergantungnya kepada perekonomian dunia; c. terjadinya perubahan menerus dan semakin cepat; d. kendala kemampuan sumber daya manusia dalam menjawab tantangan

kemajuan yang semakin cepat. 3) Antisipasi dunia usaha nasional menghadapi globalisasi, yaitu sikap atau

alasan perusahan untuk terjun ke dalam globalisasi : a. daya saing harga yang merupakan muara suatu persaingan, yaitu berupa

reduksi biaya produksi, atau aspek consumer behaviour dan kelangkaan produk;

b. daya saing waktu memasarkan produk, sesuai dengan kecepatan perubahan preferensi konsumen;

c. proses manufaktur yang mampu mendukung strategi mengantisipasi perubahan di era globalisasi;

d. proses informasi, sebagai modal utama untuk menggali, mengumpulkan dan menganalisa setiap informasi guna keunggulan strategi usaha;

e. kebijakan pemerintah yang memunculkan peluang baru yang harus diraih dan dimanfaatkan, atau melakukan relokasi usaha kenegara lain;

f. perkembangan pasar dengan mencari negara-negara sebagai peluang pasar produk-produk tertentu karena pertumbuhan ekonomi tinggi dan besarnya jumlah penduduk;

g. transfer teknologi, merupakan strategi untuk meningkatkan keahlian dalam usaha;

h. belajar berdaya saing, merupakan aspek penting dalam rangka pembelajaran.

(revisi 24-3-03) 13

4. Tantangan yang dihadapi oleh dunia usaha nasional di dalam globalisasi pasar sangat besar; untuk dapat bersaing dengan para pengusaha dan profesional asing diperlukan :

a. adanya suatu sistem regulasi dan infrastruktur pengawasan dari pemerintah

disetiap bidang usaha barang dan jasa; b. peningkatan tingkat pendidikan melalui pendidikan formal maupun pelatihan

berkelanjutan; c. peningkatan profesionalisme dan kompetensi; d. standar dan etika yang mengacu pada standar internasional; e. tersedianya pusat informasi pada tiap bidang usaha barang dan jasa yang

menjadi referensi bagi pengusaha dan profesional nasional; f. semangat dan upaya pembelajaran serta antisipasi menghadapi perubahan

dan ketidakpastian. Tanggapan Peserta termin I : 1. Kadin Sumsel (Samsul Umar Dahlan) Mengajak berfikir secara makro, saat ini bangsa ini membangun dengan tetap berasaskan Pancasila bisa diartikan bahwa pembangunan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing daerah. Apa yang dilaksanakan di pusat belum tentu cocok di daerah. Sebagai perbandingan Indonesia telah tertinggal dari Negara tetangga Malaysia dan Singapura untuk itu mari membangun bangsa dengan berbudaya. 2. Kadin Indonesia (Ai Mulyadi) Selain dengan BTP mungkin bisa diaplikasikan seperti yang telah diterapkan di Kadin yaitu Good Corporate Governance. Apabila GCG bisa dilaksanakan oleh dunia usaha akan bisa mengantisipasi globalisasi. Namun oleh Pemerintah baru mensyaratkan hanya untuk usaha yang akan masuk pasar terbuka/pasar modal tetapi Kadin Indonesia telah menerapkan terhadap setiap perusahaan yang menjadi anggotanya. Kadin juga menawarkan apabila ada yang akan menerapkan GCG bisa meminta Kadin untuk mentraining dengan bekerja sama dengan Kamar Dagang Amerika. Keuntungan bagi usaha yang GCG akan membuka peluang untuk bisa bermitra dengan Perusahaan Asing, Kadin akan membuat list (sertifikat atau bentuk lain) untuk perusahaan yang telah GCG. 3. Kadin UKM (Arnolli) Kita harus mengubah nasib bangsa dengan menjadikan tuan di negeri sendiri sebagai contoh sertifikasi atau standardisasi harus diterapkan sesuai dengan sistem yang baik tetapi harus distandarkan pola pikir pelakunya. Pola KKN dan budaya pak ogah telah mengakar. Sebaiknya sistem yang akan dibuat tidak akan menghalangi kemajuan usaha. WTO, globalisasi hanya dianggap penjajahan.

(revisi 24-3-03) 14

4. Bapekin (Joko Muryanto) Pada jaman globalisasi disarankan jangan terlalu percaya dengan advise dari foreign expert. Permasalahan pokok bukan harga tetapi regulasi. Regulasi Indonesia sering terlihat terkotak-kotak pada instansi terkait mengakibatkan para pengusaha sering kurang mengerti terhadap interkolasi regulasi yang terkotak-kotak. Target globalisasi harus mengutamakan meningkatkan keuntungan/efisiensi perekonomian nasional bila tidak diikuti. Strategi menghadapi ofensif dan defensif. Pasar Indonesia sangat menarik bagi pasar asing sehingga asing sangat tertarik dengan regulasi Indonesia. 5. Kadin JATIM (Arif Jafar) Pelaksanaan BARKI yang diteruskan ke daerah-daerah tidak mengalami kendala. Dengan umur yang baru, wajar bila ada kekurangan. Usulan dari Badan Standardisasi Jasa dan BARKI untuk perumusan standardisasi kompetensi dan lainnya bisa saja untuk memberikan masukan. Ketetapan pemerintah yang memihak pada dunia usaha namun ada SK Bappenas yang bertentangan regulasi sebelumnya. (SK Bappenas untuk Sumbar). Mohon untuk diatur tata niaga usaha atau asosiasi dan jangan berulang pengaturan dari pemerintah yang tidak memihak pengembangan dunia usaha serta regulasi satu dengan yang lainnya agar tidak saling tindih. Tanggapan pemakalah termin I : 1. Bapak Poedji Rahardjo Terobosan pada pengadaan untuk meningkatkan daya saing tetapi harus diikuti dengan proses rutin yang standar. Regulasi domestik, mestinya harus distandardisasi, demikian pula kompetensi usaha. Pengusaha kecil tetap harus disertifkikasi karena bila tidak, suatu perusahaan yang sebenarnya besar, tetapi bisa menyusup ke pengusaha kecil, walaupun kenyataannya pengusaha kecil tersertifikasi namun hanya berlaku kedaerahan tidak bisa mengikuti tender ke daerah lain. 2. Bapak Dawami Tidak semua pengaruh dari luar berdampak negatif, dengan standardisasi dimaksudkan untuk meningkatkan dan melindungi badan usaha tidak untuk mematikan dunia usaha. Kualifikasi kecil dan besar sementara dilakukan dari permodalan. Apakah sertifikasi harus dilakukan oleh satu lembaga khusus, sebenarnya tidak ada masalah, siapapun badan sertifikasi, asalkan mengikuti dan menerapkan standar kompetensinya sama. Tanggapan Peserta termin II : 1. Bapak Saleh Kadin NTT Dibutuhkan bentuk konkrit untuk perlindungan usaha kecil. Contoh kasus di daerah persyaratan pengalaman kerja harus dilampirkan dalam pelelangan,

(revisi 24-3-03) 15

sementara kenyataannya pengalaman yang diperlukan belum pernah, disini akan menyebabkan usaha kecil tidak akan pernah memperoleh pekerjaan. Selain itu program kemitraan di NTT tidak melibatkan usaha kecil. Persaingan supplier dan pabrikan mohon diatur. Sebagai contoh Kimia Farma bila ikut bersaing di daerah, supplier akan kalah. Sebaiknya supplier dan pabrikan bekerja sama. Perusahaan daerah satu bisa masuk ke daerah lain dengan diatur misalnya harus ada perwakilan atau cabang di daerah yang dimaksud. Selain itu perlu adanya rekomendasi dari Kadinda dari daerah yang dituju. 2. Bapak Budiardjo IPW Sertifikasi usaha kecil pada saat Keppres 16/94 GEL dibuat rumusan yang jelas namun untuk legalisasinya membutuhkan biaya yang besar, permasalahan dilapangan juga banyak pengusaha yang besar/kuat menyusup menjadi GEL dengan menumpang alamat. Sebagai gambaran di Vietnam telah disertifikasi tukang batu tetapi di Indonesia belum ada, apabila telah berlaku AFTA akan merugikan Indonesia. Untuk mendukung sertifikasi dan standardisasi bisa diperlukan pelatihan-pelatihan. 3. Bapak Abu Bakar Ardin John Parlinggi Diharapkan masukan-masukan yang disampaikan mohon diperhatikan jangan sampai ada indikasi pesan sponsor yang akan didahulukan. Sertifikasi masih diperlukan tapi jangan sampai sertifikasi membelenggu pengembangan pengusaha kecil. Modus lain sertifikasi ada yang ditunggangi dengan muatan politik ada persyaratan yang dikaitkan dengan kepentingan politik. 4. Bapak Harun Ardin Sby Penyakit harus dihilangkan, kalau tidak, akan membuat pengurus mundur. Contoh tender percetakan, untuk Balai Pustaka telah dikeluarkan kebijakan pemerintah yang dapat menunjuk satu perusahaan sehingga menyebabkan kebocoran, paling hanya sebesar 40% untuk pelaksanaan, yang lainnya dibagi-bagi. Selain itu pelaksanaan tender, umumnya terjadi pengaturan tender yang sangat rapi sehingga terlihat proses tender seolah-olah memenuhi ketentuan, hal tersebut tidak jauh dari harapan untuk mendapat uang fee. 5. Bapak Saefudin Standardisasi masih sangat diperlukan. Pengusaha kecil perlu dilindungi namun masih sebatas retorika, untuk itu perlu dirumuskan baik perijinan, sertifikasi dan sebagainya. 6. Bapak Mulyadi Inkindo Kualifikasi masih membingungkan; besar menengah kecil apakah dari asetnya. Di Inkindo (pada jasa Konsultansi) sendiri menganggap kurang relevansi bila dilihat

(revisi 24-3-03) 16

dari asset untuk menentukan kualifikasi. Untuk kedepan mohon dipisahkan ketentuan-ketentuan umum yang berlaku untuk jasa konsultansi. Kerancuan lain LSM yang ditempatkan sebagai porsi pengawasan namun kenyataannya saat ini LSM bertindak sebagai porsi konsultan, mohon untuk ditinjau ulang pengaturannya. Selain itu pengaturan SDM mungkin harus ditentukan kualifikasi bagaimana untuk menjadi pimpro, panitia lelang dan sebagainya walaupun pada Keppres 18/2000 telah diatur tetapi masih dirasa kurang. 7. Bapak Arifin Lembaga Standardisasi Jasa Penyusunan standardisasi diperlukan waktu yang panjang, LSJ sendiri dari Pebruari 2001 sampai sekarang belum bisa meyelesaikan. Perlu koordinasi dan kerjasama baik BSN maupun stakeholders lain untuk menyusun standardisasi. Untuk menghadapi globalisasi diperlukan perusahaan yang kompeten dengan didukung SDM yang kompeten pula. 8. Bapak Mora Sinaga Ardin UKM Lebih 70% yang bisa mendukung perekonomian Indonesia adalah Pengusaha Kecil. Sertifikasi dengan biaya yang mahal, padahal pendapatan setahun belum tentu dapat satu proyek. Mohon dipikirkan untuk melindingi usaha kecil untuk mendukung perekonomian nasional. Dan bagaimana hubungan pengusaha besar dan kecil untuk meningkatkan kompetensi usaha kecil. Bagaimana mekanisme proteksi untuk menanggulangi adanya praktek usaha keluarga yang ada kualifikasi besar, menengah dan kecil. Mohon dijelaskan siapa yang harus melaksanakan sertifikasi. Kalau pelatihan GCG Kadin gratis, Ardin UKM akan mengikuti. 9. Bapak Kadinda Aceh Permasalahan yang dirasakan di Aceh eksistensi Kadin yang dianggap monopoli padahal Kadin adalah wadah bagi semua pengusaha dengan tidak membatasi pengusaha tertentu untuk menjadi anggota. Akreditasi kepada asosiasi harus berjenjang karena kompetensi ditingkat nasional belum tentu bagus di daerah. Kalo sertifikasi dilakukan di daerah akan mengurangi biaya apabila SDM daerah dianggap kurang memenuhi, Pusat yang wajib membuat pelatihan-pelatihan kepada daerah yang akan membuat standardisasi SDM. Selain itu kontribusi biaya sertifikasi bila dilakukan dipusat hanya akan menguntungkan asosiasi pusat hanya sebagian yang diserahkan di daerah. Untuk menghadapi tender arisan yang diatur diusulkan dibentuk panitia tender yang independent dan hanya bertugas untuk satu pelelangan. Dianggap perilaku pengguna banyak membuka peluang untuk terjadi KKN. Tanggapan Pemakalah termin II : 1. Bapak Poedji Rahardjo Standar yang dilakukan pada sertifikasi yaitu standar proses dan standar kompetensi. Checks and balances perlu, sehingga diperlukan beberapa stakeholder yang saling independent untuk melakukan checks and balances. Sertifikasi antar daerah dengan harus adanya perwakilan atau cabang perlu dikaji

(revisi 24-3-03) 17

apakah akan lebih efisien. Pengaturan diperlukan nasionalisasi sebagai contoh lampiran keppres. 2. Bapak Dawami Standardisasi intinya konsensus sehingga tidak mematikan usaha kecil. Pengaturan pengadaan perlu ditinjau untuk lebih memperbaiki proses pengadaan jauh dari KKN. 3. Bapak Adil Mutaqin Kunci utama menghadapi globalisasi adalah perbaikan SDM. Sesi kedua Pemaparan disampaikan oleh : 1. Strategi Meningkatkan Daya Saing Usaha Nasional Dalam Menghadapi AFTA

dan WTO Melalui Pengadaan Barang dan Jasa Sektor Publik (Suwanda - GAPENSI)

2. Strategi Meningkatkan Daya Saing Usaha Nasional Dalam Menghadapi AFTA dan WTO Melalui Pengadaan Barang dan Jasa Sektor Publik (LPJK)

Pada sesi kedua dipandu oleh Bapak Haris Puradiredja 5. Pembicara V : Bapak Suwanda GAPENSI Keppres 18/2000 adalah sebuah instrument penting dalam memberikan landasan hukum bagi seluruh unsur pemerintah dan masyarakat dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa pada instansi pemerintah. Namun pengalaman sepanjang berlakunya Keppres 18/2000 masih terdapat berbagai hal yang menimbulkan penafsiran seperti contoh keberadaan dan peran lembaga yang dimaksud Undang-undang 18/99, tidak terakomodirnya golongan ekonomi lemah yang pernah diatur dalam Keppres 16/94 dan tidak ada sanksi yang tegas bagi pengguna jasa yang tidak konsisten dalam melaksanakan Keppres 18/2000. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas GAPENSI mengusulkan atau memberi masukan sebagai berikut : a. Kelembagaan Adanya penyelenggaraan peran masyarakat jasa konstruksi dalam melaksanakan pengembangan jasa konstruksi oleh Lembaga yang independent dan mandiri beranggotakan wakil-wakil Asosiasi Perusahaan, Asosiasi Profesi, Pakar, Perguruan tinggi dan pemerintah. b. Penggolongan Untuk menampung GEL dalam kategori kelompok usaha serta memberikan ruang gerak bagi GEL perlu diusulkan : - Golongan Kecil (K1, K2 dan K3) - Golongan Menengah (M1 dan M2)

(revisi 24-3-03) 18

- Golongan Besar (B) - Persyaratan untuk K yang menyangkut pengalaman kerja tidak dijadikan

pertimbangkan utama tetapi lebih mengutamakan kesediaan SDM - Pekerjaan 1M keatas kelas M harus bekerjasama dengan kelas dibawahnya

dengan subkontrak. Tanggapan Peserta : 1. Bapak Samsul Kadin Sumsel Dilema yang dihadapi pemborong sangat banyak dan berpengaruh pada mutu kualitas pekerjaan. Langkah awal yaitu niat untuk memerangi KKN, pertama dengan jalan memperbaiki sistem penggajian pelaksana proyek sehingga mengurangi kecenderungan tindak KKN. Selain itu SDM penentu anggaran (Bappenas) yang kurang sehingga dalam perencanaan anggaran terjadi ketidakefisienan. Kenyataan lain banyaknya pungutan-pungutan sehingga terjadi kebocoran-kebocoran dana pembangunan. Untuk mengurangi pengeluaran pungutan diusulkan untuk konsultansi anggaran kalau bisa dibentuk pelayanan satu atap (Kimpraswil, Bappenas dan Keuangan). Permasalahan lain di Sumsel terjadi kebingungan instansi yang mengeluarkan sertifikat keahlian. 2. Bapak Elyas Tobing Ardin UKM Ardin UKM telah dibentuk disemua provinsi untuk menjembatani anggota pengusaha kecil. Permasalahan pokok adalah permodalan yang selama ini dengan jaminan. Diusulkan kalau bisa permodalan diganti dengan kinerja dan karakter kalau perlu di sertifikasi. Diusulkan dibentuknya LPJK UKM. Perhatian perlu ditujukan kepada UKM karena permodalan yang terbatas dan kemampuan lobi yang terbatas. 3. Bapak Ai Mulyadi Kadin Indonesia Apakah pemerintah telah mempunyai strategi memerangi KKN. Disarankan jangan hanya pengaturan regulasi tetapi juga dipikirkan strategi nasional misalnya membuat panutan dari pimpinan untuk menolak KKN dengan budaya malu KKN. Malah ada anggapan bahwa tender arisan merupakan upaya pemerataan. 4. Bapak Abdis Kalsel Sejak adanya Keppres 18/2000 belum ada perubahan yang mendasar yang dirasakan di daerah. Ketentuan-ketentuan yang ada di Keppres dan juknisnya belum menyentuh misal adanya ketentuan yang diatur untuk mengarahkan ke pengusaha tertentu. 35% di daerah Kalsel dibuat sedemikian rupa bisa diatur untuk tender penunjukan langsung, disamping itu dibuat persyaratan yang menimbulkan biaya tambahan. Diusulkan kalau sudah disertifikasi pada saat tender tidak perlu diminta dokumen-dokumen lain. Pada prinsipnya proses tender dengan pemenang dengan usulan harga terendah. Diusulkan pembatasan BUMN dengan hanya dibolehkan diatas 100 milyar karena dikawatirkan kontraktor lokal tidak akan menang, BUMN diminta memelopori untuk membuka peluang keluar negeri.

(revisi 24-3-03) 19

5. Bapak Arif Jafar Kadin Jatim Dualisme LJKI dan LPJK juga terjadi di Jatim mohon ditegaskan siapa yang berwenang. Penerapan sanksi juga ditujukan kepada penyedia (owner) sementara ini ditujukan kepada dunia usaha. 6. Bapak Nurhadi Kadinda Sumsel Beban pengusaha kecil yang mewajibkan modal kerja 10% dari nilai proyek atau dengan surat dukungan dari bank hanya akan menambah biaya dan arus birokrasi untuk itu kewajiban tersebut diberlakukan kepada K1 ke atas. Pimpro kalau perlu didelegasikan kepada orang-orang profesional sehingga bisa dilakukan pengawasan yang ketat. Untuk mempersempit KKN kalau bisa ditentukan berapa plafon terendah dan tertinggi dan diumumkan. OE sebenarnya sudah boleh diumumkan tetapi di daerah masih sering tidak dilaksanakan. Tanggapan Pemakalah : Bapak Suwanda Satu persen (1%) anggota Gapensi adalah Pengusaha Golongan Besar selebihnya menengah dan kecil jadi selayaknya kalau kebijakan memihak kepada pengusaha kecil. Sertifikat Keahlian, menurut Gapensi pengalaman kerja tidak diutamakan namun lebih diutamakan kepada keahlian SDM yang dimiliki. Permasalahan keahlian SDM perlu disertai sertifikat keahlian mungkin akan dijelaskan olek pemapar dari LPJK. Permodalan berupa rekening Koran atau dukungan dari bank merupakan syarat internasional. 6. Pembicara VI : Bapak Sampoerna Sitepu dan Bapak Hendartono (LPJK) (makalah dimintakan ke Bp Hendartono-Gapenri) Tanggapan Peserta : 1. Ardin UKM Forum seminar ini dianggap sebagai forum untuk mengesahkan perubahan Keppres. Untuk itu dimohon masukan yang benar-benar untuk menampung permasalahan di lapangan. 2. Bapak Zainudin GAPEKNAS Kualifikasi kecil akan diberikan pengusaha setempat. Perlu dijelaskan dalam pengaturan yang akan datang perlu dijelaskan difinisi setempat karena di daerah setempat banyak diartikan dalam lingkup satu kabupaten, sementara diinginkan paling tidak untuk berkembangan persaingan sampai tingkat provinsi. Menanggapi pernyataan keberhasilan dari pemberantasan KKN didunia hanya sedikit, jangan

(revisi 24-3-03) 20

membuat pesimis dalam tindak pemberantasan KKN. Di daerah bahkan sistem tender arisan dikoordinir oleh asosiasi. Untuk mengurangi kecenderungan KKN pada tingkat pelaksana pengadaan perlu diciptakan suatu standardisasi dokumen lelang. Perlu dijelaskan antara asosiasi khusus dan asosiasi umum. 3. Bapak Abdis Kalsel Sudah setahun lebih di Kalsel belum ada perubahan, telah diusulkan untuk pertemuan Forum Jasa Konstruksi untuk mendapatkan masukan. Bila terjadi penyimpangan kemana harus mengadukan dan bagaimana mekanisme pengaduannya tentang sertifikasi di daerah. 4. Kadin Sumut Masih kurang paham pertemuan ini untuk penyempurnaan keppres atau penyempurnaan juknis. Kalau memang keppres disempurnakan apakah berkaitan erat dengan uu jasa konstruksi. Dalam penjelasan PP dinyatakan bahwa kalau ada asosiasi yang telah mengambil spesialisasi tertentu maka asosiasi lain tidak diperbolehkan mengambil spesialisasi tersebut (misal Gapensi dan Gapeknas). Untuk menanggapi perbedaan persepsi diharapkan pemerintah secara tegas menetapkan persepsi tersebut. Tanggapan Pemakalah : Bapak Sitepu, asosiasi umum dan specialis telah diatur dengan pedoman yang diterbitkan oleh LPJK. Kompetensi subbidang tertentu yang dikeluarkan oleh asosiasi terakreditasi seharusnya tidak dobel dari asosiasi lain untuk klasifikasi yang sama. LPJK telah meluncurkan website yang interaktif sehingga pengaduaan bisa dialamatkan ke website LPJK. Seminar hari kedua ditutup pukul 16.30 III. Seminar hari Ketiga “Memangkas Birokrasi Publik Dalam Pelaksanaan

Pengadaan Barang dan Jasa Sektor Publik” (Selasa, Tanggal 5 November 2002)

Seminar Hari Ketiga dibagi menjadi dua sesi pemaparan. Sesi pertama : Pemandu/Mderator : Bapak Sintong Nainggolan Pembicara I : Bapak Margani M. Muchtar Pemda DKI Pembicara II : Bapak Aswar Pemda Riau Pembukaan dari moderator menjelaskan bahwa seminar ini untuk membahas perlunya perbaikan regulasi bidang pengadaan sektor public. Pada seminar hari sebelumnya telah membahas peran serta masyarakat dalam pengadaan dan usaha pemberantasan KKN dalam mewujudkan good governance. Pada hari

(revisi 24-3-03) 21

ketiga dicoba untuh dibahas konsep-konsep pemangkasan atau penyederhanaan birokrasi publik. 1. Pembicara I : Bapak Margani M. Muchtar (Pemda DKI) Pengadaan di Pemda DKI dengan melakukan prakualifikasi terlebih dahulu. Contoh kasus dilapangan pada pelelangan ban telah terjadi indikasi tindak pelelangan arisan dan pada pelelangan PDH Hansip terjadi penundaan karena ada indikasi perilaku premanisme sehingga peserta yang hadir tidak berani memasukkan penawaran. 2. Pembicara II : Bapak Aswar Pemda Riau Pelaksanaan pengadaan Barang/jasa instansi pemerintah di Propinsi Riau adalah sebagai berikut : - pelaksanaan mengacu Keppres 18/2000 - pelelangan memberikan prioritas kepada rekanan daerah sesuai dengan

bidang dan klasifikasinya - kebijakan pemerintah Riau tahun 2002 dalam penunjukan Pimpro telah dibatasi

berkaitan dengan jabatan struktural dan pada tahun 2003 penunjukan pimpro kepada pejabat non-struktural dengan maksud lebih mempunyai waktu

- Panitia Lelang, Panitia Pengadaan/Pekerjaan Unit (P3U) dilingkungan Sekda Riau untuk memantau kemajuan proyek

- Penunjukan pimpro dari swasta diperkirakan menemui kesulitan dalam koordinasi

- Pengembangan SDM dengan pelatihan Permasalahan yang dihadapi pada proses pengadaan umumnya pada penyelenggaraan sertifikasi antara lain : - kewenangan dalam SKB 10 Nopember 2000 kepada Kadin untuk melakukan

akreditasi tidak ditemukan di Keppres 18/2000 - SDM Kadin, Asosiasi dan Panitia bersama Sertifikasi Propinsi dan Kabupaten

didominasi oleh kelompok tertentu - Birokrasi pengurusan sertifikasi masih panjang - Proses penyelesaian sertifikasi relative lama - Standar biaya bervariasi Usul upaya pemecahan : - kewenangan dalam SKB 10 Nopember 2000 kepada Kadin perlu ditinjau - pembagian sub bidang pengadaan barang dan jasa ditetapkan - pengurusan sertifikasi agar lebih dipermudah - SDM panitia bersama perlu ditingkatkan untuk mewujudkan pelayanan prima - Perlu ditinjau kembali Keppres 18/2000 - Berdasarkan keppres 18/2000 penunjukan langsung untuk nilai proyek sampai

50 juta untuk direvisi untuk nilai proyek sampai 200 juta karena pengeluaran administrasi sama saja antara 50 juta atau 200 juta

(revisi 24-3-03) 22

Tanggapan Peserta : 1. Bapak Arifin LSJ Memberikan informasi permasalahan yang dikeluhkan oleh DKI dan Riau, Keppres baru aktif Mei 2000 dalam jangka waktu yang pendek Kadin dan LPJK yang dimandati untuk mengubah DRM dengan sertifikasi memang belum memuaskan. Tujuan utama dari sertifikasi adalah untuk menyiapkan diri dalam menghadapi WTO dan globalisasi. Untuk selanjutnya LSJ akan dilakukan sertifikasi berdasarkan standar kompetensi (asas nyata) diharapkan bisa terlaksana pada tahun 2003 tidak seperti pada tahap awal yang bersifat tukar guling. 2. Bapak Farid jafar Kadin Jatim Memprihatinkan kerumitan kendala-kendala yang dihadapi oleh kedua instansi. Pelaksanaan sertifkikasi 2002 telah ada pengaturan-pengaturan. Pelaksanaan sertifikasi oleh asosiasi apakah telah menjadi anggota luar biasa baru diadakan survailen untuk mengadkreditasi oleh Barki daerah kalau layak baru diajukan ke Barki Indonesia untuk mendapatkan pengesahan dan bidang sub bidang yang ditangani. Baru Barki daerah mengumumkan ke masyarakat, Kadin tidak ikut campur sama sekali. Masyarakat yang minta untuk disertifikasi harus anggota Kadin dan ditandatangani oleh Kadin dan Asosiasinya. Kasus yang pernah terjadi ada sertifikasi yang telah ditentukan sub bidangnya setelah dicek telah ditambah sub bidang yang lain, Kadin telah mengambil sikap untuk menindak perusahaan bersangkutan dan membekukan asosiasinya. 3. Bapak Mulya Aida LPJK Nasonal Sebelum berlakunya Keppres 18/2000 iklim pengadaan tidak seramai sekarang yang marak diberitakan penuh dengan KKN. Disarankan agar kedepan perbaikan keppres untuk dikembalikan kepada PP 29 yang telah diatur lengkap. Salut dengan DKI yang memasukkan muatan moral. OE merupakan koridor pada awalnya untuk mengefisienkan dalam evaluasi. Sebagai patokan adalah pagu sehingga pada penawaran diatas pagu otomatis digugurkan. Mengenai pimpro merupakan jabatan professional yang mempunyai sertifikat sehingga pengawasan lebih mudah kalau terjadi penyimpangan bisa diberikan sanksi dengan pencabutan sertifikat sedang kalau dari instansi malah lebih sulit menerapkan sanksi. 4. Bapak Saleh Kadin NTT Kepada DKI mohon dijelaskan pola-pola penunjukan langsung untuk bisa diterapkan di daerah lain dan dasar-dasarnya. Kepada pemda Riau menyebutkan proses sertifikasi terlalu panjang, sedang ditenpat lain NTT malah dirasakan membantu pemda dalam proses pelelangan. Untuk penunjukan pimpro di prop riau perlu dijelaskan kualifikasi yang harus diperlukan sebagai pimpro karena tanggung jawab pimpro yang begitu besar.

(revisi 24-3-03) 23

5. Bapak Zainudin Kadin Kalsel Untuk masa yang akan datang Lembaga Akreditasi sangat diperlukan sehingga penerbitan sertifikasasi akan teratur. Yang mengeluarkan sertifikat adalah asosiasi yang diakreditasi namun ada beberapa asosiasi yang tidak layak diakredatasi. Tetapi untuk menampung sertifikasi dari asosiasi yang tidak terakreditasi dibentuk Panitia Bersama sertifikasi Propinsi (PBSP) bukan dikeluarkan oleh Kadin, apabila dalam masa berikutnya asosiasi telah diakreditasi akan dikembalikan ke asosiasi. Yang lain yaitu untuk mengurangan pelaksanaan Penunjukan langsung akan menimbulkan KKN baru. 6. Bapak Haji Harun Ardin Sby Pelaksanaan APBN di daerah kurang pengawasan karena daerah kurang memiliki data (DPRD) sehingga membuka peluang terjadi tindak KKN. OE merupakan acuan dengan harga nyata, biasa terjadi OE telah mengalami mark up, kalau perlu OE ditiadakan dan dipakai harga pasar. Pengumuman untuk dibuat seluas mungkin. Mengenai masalah sertifikasi kurang setuju, sebenarnya cukup dengan SIUP dan NPWP. Selanjutnya merasa perlu adanya undang-undang perdagangan. Fungsi pengawasan dari lembaga Negara (polisi, kehakiman) kurang berperan. Kembali masalah sertifkiasi sebenarnya telah diatur bagus diKeppres 18/2000 namun dalam Juknisnya terjadi persepsi yang berbeda. Untuk kedepan mengusulkan untuk sertifikasi berdasarkan kompetensi yang standar seperti ISO 7. Bapak Budiharjo IPW Keppres diterbitkan dengan harapkan untuk mewujudkan good governance, untuk itu ada di keppres ikrar dari stakeholders untuk tidak melakukan KKN sebagai bentuk tanggung jawab moral. Tanggapan Pemakalah : Bapak Margani (DKI) Masalah sertifikasi di DKI yaitu kepercayaan dan pemberdayaan pemerintah kepada swasta namun perlu waktu. Tetapi muncul kesan terjadi perebutan kesempatan. Sebenarnya sertifikasi merupakan proses penyaringan sehingga akan mendapat perusahaan yang berhak dalam arti mampu dan berkualitas. Untuk tanggapan audient yang bersifat masukan tidak akan ditanggapi langsung namun diserahkan ke tim pelaksana untuk ditampung sebagai masukan. Dalam pelaksanaan penunjukan langsung dilaksanakan dalam pengadaan dari unit tertentu yang diusulkan unit tersebut. ABT tidak bisa dijadikan pembenaran yang dipakai untuk penunjukan langsung. Bapak Aswar (Riau) Peningkatan SDM dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan SDM daerah yang dirasa tertinggal dari SDM dipusat. Menanggapi permasalahan di daerah Riau memang ada saja permasalahan yang dihadapi, namun dibanding tahun

(revisi 24-3-03) 24

sebelumnya tahun ini karena APBD disahkan maka pelaksanaan lelang lebih cepat ditangani. Dilapangan dana pembangunan terbesar ada di Dinas PDK dan Dinas Kimpraswil namun permasalahan lebih banyak terjadi di dinas PDK namun banyak dikarenakan faktor geografis daerah yang terdiri kepulauan dan jarak yang relative jauh. Menanggapi criteria Pimpro yaitu minimal golongan IIIa, telah mengikuti bimbingan teknis manajemen proyek dan lulus pelatiahan manajemen proyek. Terbentuknya kabupaten baru juga menimbulkan permasalahan sertifikasi sehingga banyak proses pelalangan yang terlambat. Sependapat dengan pengusul untuk memperbaiki pengaturan-pengaturan pengadaan yang berlaku saat ini (revisi keppres and juknis). Mederator masih merasa sampai akhir sesi Tanya jawab pertama masih belum ada usul kongkrit upaya memangkas birokrasi public namun tidak ditutup kemungkinan menerima usulan tertulis. Tanggapan Peserta : 8. Bapak Kartono LSJ Saran solusi mengenai sertifikasi, masih perlu dibenahi untuk ditingkatkan dan dikembangkan. Karena jiwa Keppres yang bersifat buttom up yang memberikan kesempatan dari dunia usaha, hanya menjadi malapetaka karena keterbatasan waktu sehingga pelaksanaan sertifikasi masih belum memuaskan. Untuk mendukung kompetensi usaha baru digalakkan dikalangan asosiasi untuk memberikan sertifikasi profesi bagi SDMnya. Hal tersebut untuk menaggulangi akan membanjirnya tenaga asing kalau pasar global telah dibuka. Jelasnya sertifikat bukan semata-mata sebagai tiket. 9. Bapak Bambang Kadin Jateng Untuk memangkas KKN sebaiknya diterapkan metode pengadaan international practis dan diterapkan sanksi yang tegas dan berat sebagai shock terapi. 10. Bapak Raja Adil D. Sinambela Gerakan anti Korupsi Jiwa reformasi menjadikan menambah meja, untuk mempersempit KKN pengumuman pelelangan selain media melalui asosiasi dan LSM. Panitia lelang ditambah unsur LSM/Masyarakat. Mengusulkan penilaian administrative jangan hanya sertifikat tetapi kepada dokumen lain seperti AKTE, SIUP, NPWP dll. 11. Bapak Firmansyah Rahim Klarifikasi terhadap DKI yang pada saat ini karena saat ini banyak penawaran yang sama dari penawar sehingga untuk mencari pemenang seolah olah dilakukan undian.

(revisi 24-3-03) 25

Tanggapan Pemakalah : Bapak Margani (DKI) Harus ada harmonisasi antara standardisasi dan kualifikasi. Pada beberapa kasus DKI telah menerapkan sanksi yang tegas (blacklist) tetapi akan muncul orang yang sama dengan perusahaan yang lain. DKI mencoba mengajak LSM untuk dapat duduk dalam satu board dalam pelelangan namun LSM yang mana perlu dikaji. Undian sebagai akhir dari proses. Bapak Aswar (Riau) Moderator menegaskan kembali membuka kesempatan kepada audient untuk menyampaikan masukan tertulis yang dialamatkan kepada Bapak Agus Rahardjo Direktur Analisa dan Prosedur Pendanaan Pembangunan. Deklarasi Hari Anti KKN Nasional tanggal 5 Nopember 2002 dibacakan oleh Sekut Bappenas. Pemaparan sesi kedua dipandu oleh Bapak Ir. Firmansyah Rahim dan akan dipaparkan oleh : 1. Bapak Agus Rahardjo (Bappenas) 2. Bapak Joko Muryanto (Bapekin) 1. Pembicara III : Bapak Joko Muryanto (Bapekin) Memangkas birokrasi public berarti mengurangi keterlibatan pemerintah dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa tetapi tidak bisa menghilangkan birokrasi harus tetap ada hanya dikurangi peranannya. Penyelenggaraan Jasa Konstruksi (PP29/2000), azas yang menjiwai adalah azas kemitraan yang saling menguntungkan. Pemilihan penyedia jasa mencakup : cara pemilihan; prakualifikasi dan pascakualifikasi; perencana konstruksi, pengawas konstruksi,pelaksana konstruksi; dan kewajiban dan hak pengguna dan penyedia jasa. Selain itu juga diatur kontrak kerja. Ketentuan yang diatur Keppres 18/2000 : Kebijakan Umum : meningkatkan penggunaan produksi dalam negeri; meningkatkan peran serta UKM; meningkatkan penerimaan Negara dari sektor perpajakan; menumbuhkembangkan peran serta usaha nasional. Kebijakan ini menyebabkan beban birokrasi public dalam proses pengadaan Panitia pengadaan ditugasi fungsi yang terlalu banyak. Fungsi-fungsi yang melekat pada proses pengadaan harus dibebankan secara proporsional : Penyedia Jasa wajib memproteksi kepentingannya dalam berusaha dan pemerintah memproteksi kepentingan dalam memperoleh barang dan jasa

(revisi 24-3-03) 26

seperti yang diharapkan dan wajib memiliki mekanisme lain untuk memproteksi kepentingannya yang lain. Pengadaan Barang dan Jasa terlalu banyak dititipi misi lain sehingga kepentingn utama terabaikan. Dari penyedia jasa, peraturan perundangan yang ada sudah memberikan peluang untuk meningkatkan kompetensi tetapi belum mampu dilaksanakan seperti yang diharapkan. Selain itu masih banyak kepentingan yang ikut campur dalam pembinaan penyedia jasa. Serta pembinaan kepada UKM dan Koperasi. Pemerintah mengatur pengadaan yang menciptakan proses pengadaan yang efektif, efisien,adil dan kompetitif. Harus memperoleh jaminan dari kompetensi penyedia jasa dan jaminan barang dan jasa yang diadakan dan panitia pengadaan tidak dibebani tugas-tugas lain. 2. Pembicara IV : Bapak Agus Rahardjo (bappenas) Mengenai reformasi pengadaan barang dan jasa Pemerintah dalam rangka penyederhanaan birokrasi publik, meliputi Bentuk Pengaturan dan Format Pengaturan. A. Bentuk Pengaturan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah adalah

Undang-undang, bersifat :

a. Keseragaman prinsip dan spirit; b. Memberikan sanksi yang tegas; c. Memberi acuan dan pedoman bagi semua stakeholders; d. Tidak bertentangan, bahkan bersinergi dengan peraturan perundang-

undangan lain.

B. Format Pengaturannya adalah :

a. Kebijakan pokok yang diatur dalam UU bersifat fleksibel agar tidak terlalu cepat dilakukan perubahan;

b. Pengaturan rinci, prosedur dan mekanismenya dalam PP dan Keppres; c. Dijaga konsistensinya, dan dicegah terjadinya over kewenangan (antara

UU, PP dan Keppres)

C. Hal-hal yang diatur, adalah :

a. Prinsip-prinsip pengadaan, meliputi : 1) Nilai uang : kebutuhan, pemilihan metode pengadaan yang tepat,

evaluasi pengadaan barang dan jasa; 2) Transparansi : lingkungan, kesempatan, kebutuhan, kriteria evaluasi,

pelaksanaan kontrak dan perolehan hasil; 3) Persaingan yang terbuka dan efektif : keterbukaan pengadaan,

tanggapan atas pembatasan pengadaan;

(revisi 24-3-03) 27

4) Pertanggungjawaban dan pelaksanaan pengadaan : proses pengadaan, penyimpanan data/dokumen, kecermatan penelitian, tinjauan mekanisme, transparansi dan keterbukaan;

5) Tidak diskriminatif : prinsip umum mengenai UU, peraturan, kebijakan tidak dibuat untuk menimbulkan diskriminasi terhadap barang dan jasa secara ekonomis;

6) Perlakuan yang adil : proses dan pelaksanaan pengadaan, penyingkapan kepentingan, hadiah-keuntungan-keramahan, informasi yang akurat dan rahasia, pemisahan tanggung jawab dan pemberian wewenang dan catatan pengadaan.

b. Metoda, prosedur, mekanisme dan tata laksana pengadaan, yaitu :

1) Penyesuaian pengadaan dengan jenis barang/jasa, kondisi lingkungan, dengan mempertimbangkan prinsip kompetisi yang sehat;

2) PP dan Keppres harus diuraikan secara rinci mengenai prosedur dan mekanisme pengadaan, untuk menghindari interpretasi yang berbeda-beda.

c. Persyaratan pengelola pengadaan, yaitu :

1) Harus profesional dan bersertifikat; 2) Pemisahan wewenang dan tanggung jawab antara Pimpro dengan

Panitia pengadaan, antara proyek dengan struktural; 3) Dimungkinkan Pimpro dan Panitia dari profesional non PNS.

d. Persyaratan peserta pengadaan :

1) Penyederhanaan perijinan; 2) Peninjauan tentang registrasi dan sertifikasi; 3) Sistem akreditasi sebaiknya tidak tunggal; 4) Sertifikasi untuk setiap bidang tidak monopolistik; 5) Pengurangan jumlah pengolongan; 6) Tidak menimbulkan birokrasi berjenjang.

e. Kebijakan untuk pengusah kecil :

1) Pembinaan pengusaha kecil melalui persaingan sehat (tanpa batas lokasi / daerah) dan sinergi dengan program lain, status dalam registrasi, penyederhanaan segmentasi berdasarkan nilai pekerjaan;

2) Pemecahan paket pekerjaan berdasar skala ekonomis dan nilai uang atau sub-kontrak.

D. Kebijakan Khusus yang perlu segera diwujudkan adalah :

a. Persaingan sehat; b. Sanksi yang tegas terhadap penghalang atau penghambat persaingan

sehat; c. Tidak ada batas daerah, dengan menciptakan pasar terintegrasi secara

nasional.

(revisi 24-3-03) 28

E. Kebijakan untuk Badan Usaha dan Produksi Dalam Negeri :

a. Kejelasan definisi antara Badan Usaha dan Produksi Dalam Negeri; b. Sesuai dengan strategi industri dan perdagangan, kebijakan produksi dalam

negeri harus lebih terfokus; c. Perlindungan dengan cara preferensi agar dilakukan untuk jangka waktu

tertentu; d. Perlindungan dilakukan dengan mendorong persaingan sehat.

Tanggapan Peserta : 1. Bp. Mulia Aida Usulan kongkrit dan pemikiran reformasi pengadaan yang bagaimana; mohon penjelasan karena banyak aturan perundang-undangan telah baik tapi aspek pelaksanaan yang masih tidak berjalan semestinya. Prakualifikasi; syarat-syarat yang diperlukan perlu diringkas dengan suatu sertifikat sehingga tidak terjadi pengulangan syarat-syarat dalam prakualifikasi. Sertifikat harus mewakili berbagai persyaratan yang dahulu sangat banyak dan pengurusan memerlukan waktu yang sangat lama. Untuk jabatan pimpro sebaiknya bisa dilibatkan dari asosiasi dan LSM sebagai pimpro dan pengawasan. 2. Bp. Budoyo Basuki (Kadin Indonesia) Keppres 18 tahun 2000, diharapkan dilaksanakan secara konsisten; produk dalam negeri yang sebenarnya itu apa? Kalau bisa implimentasinya dilaksanakan ditingkat propinsi hingga di kota/kabupaten. Kemudian mengenai pemangkasan birokrasi harus sesuai dengan jenis dan daerah tempat proyek itu berada. Perlu didorong agar kompetensi antar penyedia jasa dapat berlangsung dengan tertib dan mengurangi birokrasi yang terlalu panjang. 3. Bp. Batubara (Kadin Jakarta) UU perlu dibenahi dan ditaati secara skala nasional sehingga tidak terjadi pembedaan perlakuan di daerah yang satu dengan daerah yang lain; contoh Keppres tidak bertentangan dengan juknisnya. 4. Bp. Kadin Aceh Kenyataan di lapangan banyak KKN, contoh ditentukan bahwa harus menggunakan produk dalam negeri tapi setelah dihitung ternyata harga dan kualitas produk luar negeri lebih baik dari produk dalam negeri (setelah dihitung 30 % lebih murah). Usul tidak semua kebutuhan harus menggunakan produk dalam negeri, ukuran skala usaha besar dan kecil sangat semu, perlu ditetapkan secara jelas kualifikasi besar dan kecil suatu perusahaan.

(revisi 24-3-03) 29

5. Bp. Entong Sangsi terhadap pelanggaran keppres terkadang tidak diikuti dengan sangsi hukum yang sebenarnya, dan bagi pihak pelapor agar ada jaminan atau dasar-dasar yang jelas untuk bahan dasar acuan. Tanggapan pemakalah : Bapak Joko Muryanto 1. Misi-misi Negara penting tapi harus dikelola dengan baik sehingga misi-misi

tidak mengganggu proses pengadaan barang dan jasa, serta tidak membebani para penyedia jasa.

2. Membuka kesempatan untuk lebih mengembangkan e-procurement Bapak Agus Rahardjo 1. Pendekatan dua arah selain pendekatan sistem juga harus dipikirkan kualitas

SDM. 2. Perlu dipikirkan lebih hati-hati mencermati permasalahan sertifikasi dan

prakualifiaksi. Dalam satu kasus belum tentu diperlukan sertifikasi, disamping itu diindikasikan akan membebani dunia usaha. Perlu dipikirkan pula agar tidak terjadi kerancuan sertifikasi apakah masih perlu prakualifikasi.

3. Peningkatan SDM khususnya pimpro akan dicoba memberikan sertifikasi untuk pimpro.

4. Mengenai perlindungan terhadap produksi dalam negeri perlu memperhatikan mutu dan biaya.

5. Dewasa ini memang diarahkan untuk menerapkan e-procurement. 6. Peraturan perundang-undangan yang akan dibuat harus sinergi dan harmonis

dengan peraturan perundang-undangan lain yang telah berlaku. 7. Penerapan sanksi memang masih menemui kelemahan sepanjang masih

memberlakukan Keppres sehingga harus mencari pasal-pasal dari produk hukum lain.

Tanggapan Peserta : 1. Bapak Mora Sinaga Kadin UKM Perlindungan terhadap UKM telah ada pengaturannya, hanya belum sampai ke sasaran. Landasan pertimbangan untuk memperbaiki peraturan perundangan harus memikirkan suara dari kalangan bawah; Kadin UKM siap untuk memberikan masukan sebagai tim penyusun. Sementara ini banyak perundang-undangan yang telah ada saling tumpang tindih dan saling bertentangan. 2. Bapak Peserta Dokumen administrasi pada pelaksanaan pelelangan sering dirasa mengada-ada sehingga memberatkan peserta lelang, sehingga hanya ada beberapa yang perusahaan yang mampu memenuhi persyaratan yang ditentukan.

(revisi 24-3-03) 30

Selama ini pelelangan melibatkan penyedia dan pengguna jasa, sehingga kalau ada permasalahan hanya diredam diantara dua pihak. Apakah dimungkinkan untuk memberi wadah bagi masyarakat untuk terlibat dengan pengadaan sebagai pengawas. Sebaik-baiknya sistem tanpa didukung moralitas yang baik akan berlangsung sia-sia. 3. Lembaga Standardisasi Jasa Bagaimana bisa melakukan sertifikasi secara standardisasi untuk skala nasional bahkan internasional. Untuk mendukung UKM perlu ditingkatkan kemampuan kompetensi dengan cara disertifikasi sesuai kompetensi yang ada. 4. Bapak Mulyadi INKINDO Perlu dicermati tindak lanjut hasil seminar secara lebih rinci. Perlu diperhatikan kembali perlakuan misi-misi prioritas tertentu secara tegas agar tidak terjadi perbedaan persepsi. Untuk menciptakan independensi pengadaan perlu diciptakan adanya : pimpro, mekanisme protes, dan pengawasan yang independen. INKINDO menyediakan diri untuk dilibatkan dalam membahas lebih detail pada kesempatan lain. 5. Bapak Edi Murdani Kadin DKI Perlu diperjelas keterlibatan LSM dalam rangka mempertahankan isu lokal mengenai perlindungan terhadap UKM. Agar diusahakan adanya pekerjaan khusus untuk UKM setempat tetapi untuk sub-kontraktor UKM setempat yang justru hanya akan menghambat pekerjaan kontraktor utama harus dihindari. Tanggapan Pemakalah : Bapak Agus Rahardjo Pada tingkatan produk hukum Keppres memang masih susah untuk menerapkan sanksi. Pada saat ini prakualifikasi masih sangat memberatkan pengusaha dan menambah biaya tinggi; untuk itu dalam perturan perundangan yang akan disusun harus diatur secara detail dan kalau perlu diterapkan sanksi bagi yang melanggar. Perlu diingat bahwa sertifikasi jangan sampai menambah birokrasi dan perlu dikaji kembali sebenarnya seberapa banyak perijinan yang harus dipenuhi. Menanggapi isu preferensi pengusaha setempat hanya memberi batasan bagi perkembangan dunia usaha dan bertentangan dengan semangat open kompetitif. Seminar ditutup pada pukul 16.00.

(revisi 24-3-03) 31