Upload
eko-andaru
View
753
Download
23
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Ilustrasi kasus pasien dengan hepatocelluler et causa hepatitis B kronik yang disertai dengan pembahasan.
Citation preview
Presentasi Kasus
Hepatocellular Carcinoma e.c Hepatitis B Kronik
Disusun Oleh :
MUHAMMAD EKO ANDARU
1102005164
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
Pembimbing :
Dr. Hami Zulkifli Abbas Sp.PD, MH.Kes
Dr. Sianne A. Wahyudi, Sp.PD
Dr. Sunhadi
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD ARJAWINANGUN
1
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun
tugas presentasi kasus yang berjudul Hepatocellular Carcinoma et causa Hepatitis B
Kronik. Penyusunan tugas ini masih jauh dari sempurna baik isi maupun penyajiaannya
sehingga diharapkan saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak agar
dikesempatan yang akan datang penulis dapat membuat yang lebih baik lagi.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Hami Zulkifli
Abbas, Sp.PD, MH.Kes; Dr. Sianne A. Wahyudi, Sp.PD; dan Dr. Sunhadi serta berbagai
pihak yang telah membantu penyelesaian presentasi kasus ini.
Semoga tugas ini dapat bermanfaat untuk kita semua.
Arjawinangun, 3-06-2010
Penyusun
2
BAB I
KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. J
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 30 Tahun
Alamat : Guwa Kidul Kab. Cirebon
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Tgl. Masuk : 30-05-2010
Tgl. Keluar : 02-06-2010
II. Anamnesis
Keluhan Utama:
Nyeri perut kanan atas
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke RSUD Arjawinangun dengan keluhan nyeri perut kanan atas
sejak 1 minggu sebelum masuk RS. Nyeri dirasakan terus menerus dan semakin lama
keluhan nyeri yang dirasa semakin bertambah bahkan os terkadang tidak dapat
menahan sakit tersebut. Pasien juga mengeluh perutnya bengkak dan benjol serta
mengeluh perutnya terasa penuh di bagian kanan atas. Saat diisi makanan atau
minuman perut makin terasa penuh dan sesak. Keluhan juga disertai mual tanpa
muntah dan badan yang terasa lemas. Keluhan juga disertai mencret tanpa disertai
darah, berwarna kuning dengan frekuensi kurang lebih dari 4 kali sehari. Pasien
sering mengeluh nafsu makan berkurang dan berat badan yang mulai turun sejak
beberapa tahun belakangan dari 58 kg – 48 kg yang juga disertai dengan nyeri pada
otot punggung. Pasien mengeluhkan buang air kecil berwarna seperti teh botol dan
3
tidak mengeluhkan gatal-gatal pada tubuhnya. Pasien mengaku suka mengkonsumsi
jamu sejak beberapa tahun belakangan dalam seminggu bisa mencapai 1-2 kali.
Pasien juga memiliki kebiasaan mengkonsumsi kacang-kacangan berupa kacang
tanah sejak 15 tahun belakangan. Pasien mengaku pernah dirawat sebelumnya karena
penyakit serupa ketika berumur 20 tahun tetapi pengobatannya tidak selesai. Riwayat
pengguna narkoba jarum suntik disangkal, riwayat transfusi darah disangkal, riwayat
perdarahan disangkal, riwayat kontak dengan penderita penyakit kuning disangkal,
riwayat pernah menggunakan tato disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah dirawat dengan penyakit serupa ketika berumur 20 tahun dengan gejala
yang sama, tetapi pengobatannya tidak selesai karena keterbatasan biaya sehingga
pasien meminta pulang paksa. Pasien juga tidak mengetahui apa jenis dan sebab
penyakit kuning yang dideritanya . Riwayat hipertensi dan DM disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengaku tidak ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit
hepatitis.
III. PEMERIKSAAN FISIK
- Kesadaran : Compos mentis
- Tekanan darah : 130/80 mmHg
- Nadi : 80x / menit, reguler
- Pernapasan : 22 x /menit
- Suhu : 36,80 C
- Ikterus : +/+
- Oedema : -/-
- Cyanotik : -/-
- Anemia : -/-
- Ptechia : -
- Turgor kulit : Baik
4
- Tinggi Badan : 165 cm
- Berat badan : 48 Kg
KEPALA
- Bentuk : Normal, simetris
- Rambut : Hitam, tidak mudah tercabut
- Mata : Konjungtiva tidak anemis
sklera iktrerik
edema palpebra (-)
pupil isokor kanan = kiri,
Refleksi cahaya (+).
- Telinga : Bentuk normal, simetris, membran timpani intak
- Hidung : Bentuk normal, septum di tengah, tidak deviasi
- Mulut : Bibir tidak sianosis, lidah tidak kotor, tidak
hiperemis, tidak ada nyeri menelan.
LEHER
Bentuk normal, deviasi trakhea (-), Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan KGB ,
JVP tidak meningkat (5-2 cmH2O).
THORAKS
- Inspeksi : Bentuk dada kanan kiri simetris
pergerakan napas kanan = kiri.
Iktus kordis tidak tampak
Spider naevi (-)
- Palpasi : Fremitus taktil kanan = kiri
Iktus kordis teraba di sela iga V garis midclaviculla kiri
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Batas Jantung
Batas atas : sela iga III garis sternalis kanan
Batas kanan : sela iga IV garis parasternalis kanan
5
Batas kiri : sela iga V garis midklavikula kiri
Batas paru hati : sela iga IV garis midklavikula kanan
Peranjakan hati: negatif
- Auskultasi : Pernapasan vesikuler, rhonki -/- , wheezing -/-
bunyi jantung I-II murni, reguler
ABDOMEN
- Inspeksi : Perut sedikit membuncit simetris
vena kolateral (-)
caput Medussae (-)
umbilikus tidak menonjol
- Palpasi : Nyeri tekan abdomen (+)
hepar membesar 1 jari di bawah arcus costae 2 jari di
bawah proc. xiphoideus permukaan berbenjol
konsistensi keras sudut tumpul.
Lien tidak teraba
- Perkusi : Shifting dullnes (-), redup pada kuadran kanan atas
- Auskultasi : Bising usus (+) normal, bruits hepatic (-)
GENITALIA
♂ T.A.K
EKSTREMITAS
- Superior : Hangat
Eritema palmaris (-/-)
Sianosis (-/-)
Clubbing finger (-/-)
edema (-/-)
- Inferior : Hangat
edema (-/-)
Sianosis (-/-)
6
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Darah Rutin Tgl (30-05-2010)
Hemoglobin : 13,8 g/dl 11,0 – 17,0
Leukosit : 5,6 H 103/μl 4,0 – 10,0
Limfosit : 2,3 103/μl 1,0 – 5,0
Monosit : 2,1 103/μl 0,1 – 1,0
Granulosit : 1,2 H 103/μl 2,0 – 8,0
Hematokrit : 41 % 35,0 – 55,0
MCV : 93,7 μm3 80,0 – 100,0
MCH : 30,9 pg 26,0 – 34,0
MCHC : 33,0 g/dl 31,0 – 35,5
Trombosit : 160 103/μl 150 - 400
GDS : 82 mg/dl
Kimia klinik
Fungsi Ginjal
– Ureum : 23,9 mg/dl 10 -50
– Kreatinin : 0,88 mg/dl 0,6 – 1,38
– Uric Acid : 4,30 mg/dl 3,34 – 7,0
Fungsi Hati
- Protein total : 7,2 g/dl 7,0 – 9,0
- Albumin : 3,93 g/dl 3,5 – 5,0
- Globulin : 3,79 g/dl 1,5 – 3,0
- Bilirubin total : 6,16 mg/dl 0,1 – 1,2
- Bilirubin direk : 5,05 mg/dl 0,0 – 0,25
- Bilirubin indirek : 1,09 mg/dl - 0,75
- SGOT : 173 U/l 0 - 38
- SGPT : 231 U/l 0 - 41
- Alkali phospatase : 380 U/l 0 – 258
7
Elektrolit
- Natrium : 139 mmol/L 136 – 145
- Kalium : 3,1 mmol/L 3,5 – 5,1
- Clorida : 105 mmol/L 97 – 111
- Kalsium : 1,18 mmol/L 1,15 – 1,29
Urine rutin ( 31-05-2010)
Warna : kuning
pH : 6.0
Berat jenis : 1025
Nitrit : (+) positif
Protein : negatif
Glukosa : negatif
Keton : negatif
Bilirubin : (+) 2
Urobilinogen : +1
Sedimen
Leukosit : +3-4/LPB
Eritrosit : negative
Epitel : +1-3/LPB
Kristal : negatif
Bakteri : negatif
Silinder : negatif
Pemeriksaan Serologi ( Tgl 31-05-2010)
HbsAg : 5385 N/ reac
Pemeriksaan Radiologi :
8
USG Abdomen
Hepar
Membesar terutama lobus kiri,tepi tumpul, permukaan agak ireguler, tekstur parenkim,
mulai heterogen, kapsul tidak menebal, tampak bayangan massa hiperekhoik berukuran
70,5 x 110,4 x 79,5 mm pada lobus kiri hepar.
Tampak tumor trombus pada vena porta berukuran 22,4 mm. Vena porta tidak melebar
dan vena hepatika tidak melebar
Kandung empedu
Besar normal, dinding menebal, tidak tampak batu / sludge.
Duktus bilier intra / ekstrahepatal : tidak melebar, tidak tampak bayangan hiperekhoik
dengan acoustic shaddow.
Lien
Membesar, tekstur parenkim homogen halus, tidak tampak massa. Vena lienalis tidak
melebar.
Kesan:
Tumor hati primer (hepatocellular carcinoma) di lobus kiri dengan awal perluasan ke
lobus kanan disertai pembentukan tumor trombus dan spleenomegali.
9
Resume:
Seorang Pria berusia 30 tahun datang ke RS dengan nyeri perut kanan atas sejak 3
minggu yang lalu disertai dengan perut yang bengkak dan berbenjol-benjol, anoreksia,
malaise, mual, dan diare. Penurunan berat badan dalam beberapa tahun terakhir diserat
mialgia. Urin bewarna gelap, pruritus (-). Riwayat minum jamu-jamuan dan makan
kacang-kacangan (+) dan riwayat penyakit hepatitis yang tidak selesai pengobatannya.
Pada pemeriksaan fisik terdapat sclera ikterik, nyeri tekan pada perut kanan atas
dan hepatomegali membesar 1 jari BAC dan 2 jari di bawah proc. xiphoideus dengan
permukaan tidak rata, konsistensi keras dan tepi tumpul. Pada pemeriksaan laboratorium
Bilirubin ↑, SGOT & SGPT ↑, HbsAg +. Hasil USG abdomen, kesan : hepatocell
carcinoma di lobus kiri dengan awal perluasan ke lobus kanan disertai pembentukan
thrombus dan spleenomegali
DIAGNOSIS KERJA
Hepatocellular Carcinoma e.c Hepatitis B Kronik
DIAGNOSIS BANDING
Hepatitis kronik
Sirosis hepatis
Fatty liver e.c alkoholik
Fatty liver e.c non-alkoholik
PROGNOSIS : Dubia at malam
10
V. PENATALAKSANAAN
1. Istirahat
2. Diit : Tinggi kalori, tinggi protein.
3. Medikamentosa :
D5% 20 tetes/ menit
Cefotaxim 3 x 1 gram IV
Untuk antinyeri : Ketorolac 3 x 1 amp IV
Untuk mengatasi peningkatan asam lambung : Dexanta 3 x CI, Ranitidin
3x 1 amp
Metoclopramid 3 x 10 mg IV
Hepatoprotektor : Curcuma 3 x 1 tablet
VI. PEMERIKSAAN ANJURAN
1. Penanda Tumor : Alfa-fetoprotein (AFP)
2. Serologi : HbeAg
3. Peritonoscopy
4. Biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus
5. CT-Scan / MRI
FOLLOW UP
Tanggal 31-05-2010 01-05-2010 02-05-2010
11
Keluhan - Nyeri perut kanan
atas (+)
- Anoreksia (+)
- Malaise (+)
- Nyeri perut
kanan atas (+)
- Anoreksia
membaik
- Malaise
membaik
- Nyeri perut
kanan atas
berkurang
- Anoreksia
(-)
- Malaise
membaik
Pemeriksaan fisik
- Kesadaran
- TD
- Nadi
- Pernapasan
- Suhu
- Berat badan
CM
130/90mmHg
80x/mnt
22x/mnt
36,30 C
48 kg
CM
120/80mmHg
80x/mnt
22x/mnt
37,30 C
48 kg
CM
100/80mmHg
82x/mnt
18x/mnt
36,40 C
48 kg
Mata
- Sklera ikterik
Thorak
Cor pulmo
Abdomen
- Nyeri tekan
- Pembesaran hepar
BAB
BAK
( +)
Dlm batas normal
( + )
1 jari BAC 2 jari
BPX
Mencret(+)
Warna gelap teh botol
( + )
Dalam batas
normal
( + )
1 jari BAC 2 jari
BPX
Mencret (-)
Warna gelap teh
botol
( + )
Dalam batas normal
( + )
1 jari BAC 2 jari
BPX
Mencret(-)
Warna gelap teh
botol
Diagnosa Hepatoma e.c Hep B
kronik
Hepatoma e.c Hep
B kronik
Hepatoma e.c Hep B
kronik
Penatalaksanaan
Bed rest (+) (+) (+)
12
D5% 20 tetes/ menit
Cefotaxim 3 x 1 gram IV
Ketorolac 3 x 1 amp IV
Dexanta 3 x CI,
Ranitidin 3x 1 amp
Metoclopramid 3 x 10 mg
IV
Curcuma 3 x 1 tablet
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
Pemeriksaan anjuran
tambahan
Fungsi hati,
fungsi ginjal, Urin
lengkap, HbsAg
USG abdomen
ANALISA KASUS
Saya mendiagnosis pasien ini dengan hepato cell carcinoma karena dari pemeriksaan
fisik ditemukan adanya:
1. Massa pada hipokondriaka kanan
2. Hepar teraba membesar sampai 1 jari BAC dan 2 jari di bawah proc xiphoideus
tepi hepar tumpul, dan hepar teraba berbenjol-benjol,konsistensi keras. tidak
terdengar bruit
3. Dari USG didapatkan kesan tumor hati primer (hepatocellular carcinoma) disertai
tumor trombus pada vena porta dan splenomegali.
Hasil temuan fisik dan pemeriksaan penunjang memenuhi kriteria KHS (Kanker
hati Selular) PPHI (Perhimpuna Peneliti Hati Indonesia), yaitu ada dua kriteria dari lima
kriteria, yaitu:
1. Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising arteri.
2. AFP (Alphafetoprotein) yang meningkat lebih dari 400 mg per ml.
13
3. Ultrasonography (USG), Nuclear Medicine, Computed Tomography Scann
(CT Scann), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography, ataupun Positron
Emission Tomography (PET) yang menunjukkan adanya KHS.
4. Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya KHS.
5. Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan KHS.
Gambaran USG keganasan primer pada hepar dapat dibagi menjadi nodular dan
difus. Pada jenis nodular terlihat kelainan yang berbatas tegas dari parenkim hepar
sekitarnya. Kelainan ekhostruktur pada jenis ini tergantung dari ukuran lesi. Lesi
berukuran kurang dari 2 cm sering kali berekhostruktur hipoekhoik. Dengan
bertambahnya diameter, ekhostruktur akan menjadi lebih hiperekhoik atau campuran,
serta dapat dijumpai adanya bagian yang nekrosis atau perdarahan didalamnya, seringkali
ditemukan pada yang berekhostruktur hiperekhoik atau campuran. Gambaran lainnya
dapat juga ditemui adanya trombus dalam vena porta atau vena hepatica atau cabangnya
yang tampak sebagai suatu struktur yang hiperekhoik tanpa bentuk tertentu, besarnya pun
tidak tentu dapat memenuhi lumen vena porta dan cabang-cabangnya atau sebagian saja.
Bentuk dfius memperlihatkan ekhostruktur di seluruh hepar. Pada pasien ini terdapat
gambaran tampak bayangan massa hiperekhoik, berukuran 70,5 x 110,4 x 79,5 mm
pada lobus kiri hepar. tampak tumor trombus pada vena porta berukuran 22,4 mm.
STADIUM PENYAKIT
Stadium I : Satu fokal tumor berdiametes < 3cm yang terbatas hanya pada
salah satu segment tetapi bukan di segment I hati
Stadium II : Satu fokal tumor berdiameter > 3 cm. Tumor terbatas pada
segement I atau multi-fokal terbatas pada lobus kanan/kiri
Stadium III : Tumor pada segment I meluas ke lobus kiri (segment IV) atas ke
lobus kanan segment V dan VIII atau tumor dengan invasi
peripheral ke sistem pembuluh darah (vascular) atau pembuluh
14
empedu (billiary duct) tetapi hanya terbatas pada lobus kanan atau
lobus kiri hati.
Stadium IV : Multi-fokal atau diffuse tumor yang mengenai lobus kanan dan
lobus kiri hati.
atau tumor dengan invasi ke dalam pembuluh darah hati
(intra hepaticvaskuler) ataupun pembuluh empedu (biliary
duct)
atau tumor dengan invasi ke pembuluh darah di luar hati
(extra hepatic vessel) seperti pembuluh darah vena limpa
(vena lienalis)
atau vena cava inferior
atau adanya metastase keluar dari hati (extra hepatic
metastase).
Pada pasien ini terdapat hepatocellular carcinoma stadium III-IV berdasarakan
hasil USG Sebagai berikut :
Hepar
Membesar terutama lobus kiri,tepi tumpul, permukaan agak ireguler, tekstur parenkim,
mulai heterogen, kapsul tidak menebal, tampak bayangan massa hiperekhoik berukuran
70,5 x 110,4 x 79,5 mm pada lobus kiri hepar.
Tampak tumor trombus pada vena porta berukuran 22,4 mm. Vena porta tidak
melebar dan vena hepatika tidak melebar
Lien
Membesar, tekstur parenkim homogen halus, tidak tampak massa. Vena lienalis tidak
melebar.
Kesan:
Tumor hati primer (hepatocellular carcinoma) di lobus kiri dengan awal perluasan
ke lobus kanan disertai pembentukan tumor trombus dan spleenomegali.
Gejala klinis Hepatocellular carcinoma
15
Pada permulaannya penyakit ini berjalan perlahan, dan banyak tanpa keluhan.
Lebih dari 75% tidak memberikan gejala-gejala khas. Ada penderita yang sudah ada
kanker yang besar sampai 10 cm pun tidak merasakan apa-apa. Keluhan utama yang
sering adalah keluhan sakit perut atau rasa penuh ataupun ada rasa bengkak di
perut kanan atas dan nafsu makan berkurang, berat badan menurun, dan rasa
lemas. Keluhan lain terjadinya perut membesar karena ascites (penimbunan cairan dalam
rongga perut), mual, tidak bisa tidur, nyeri otot, berak hitam, demam, bengkak kaki,
kuning, muntah, gatal, muntah darah, perdarahan dari dubur, dan lain-lain(6).
Karsinoma hepatoseluler (hepatocellular carcinoma=HCC) merupakan tumor ganas
hati primer yang berasal dari hepatosit.Hepatoma atau karsinoma hepatoseluler sering
terjadi pada pasien dengan hepatitis virus B atau C. Karsinoma ini lebih banyak pada pria
dan terutama ras Asia. Pasien adalah pria suku jawa, menderita hepatitis
Beberapa factor resiko yang dapat menyebabkan karsinoma hepatoseluler diantaranya
adalah:
Hepatitis virus B.
hepatitis virus C
Sirosis hati
Alcohol
DM
Obesitas
Faktor risiko untuk terjadinya hepatoma pada pasien ini kemungkinan dari riwayat
penyakitnya saat usia 20 tahun. Os mengatakan bahwa pada usia 20 tahun os menderita
hepatitis tapi os tidak mengetahui jenis hepatitis sebelumnya dengan pengobatan yang
dihentikan. Hepatitis yang dicurigai memiliki keterkaitan dengan adanya hepatoma
adalah hepatitis B dan C. Hepatitis B memiliki hubungan yang erat dengan timbulnya
16
HCC.Karsinogenitas HBV terhadap hati mungkin terjadi melalui proses inflamasi kronik,
peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi HBV DNA ke dalam DNA sel penjamu, dan
aktifitas protein spesifik HBV berinteraksi dengan Gen Hati. Koinsidensi infeksi HBV
dengan pajanan agen onkogenik lain seperti aflatoksin dapat menyebabkan terjadinya
HCC tanpa melalui sirosis hati (HCC pada hati non sirotik). Transaktifasi dari beberapa
promoter selular atau viral tertentu oleh gen x HBV (HBx) dapat mengakibatkan
terjadinya HCC, mungkin karena akumulasi protein yang disandi HBx mampu
menyebabkan akselerasi proliferasi hepatosit, dalam hal ini proliferasi berlebihan
hepatosit dari HBx melampaui mekanisme protektif dari apoptosis sel. Pada pasien ini
menunjukkan adanya hasil tes serologi yang positif untuk Hepatitis B yaitu : HbsAg
(+). Pasien juga suka mengkonsumsi kacang-kacngan tanah sejak 15 tahun yang
lalu.
Hepatokarsinogenesis akibat infeksi HCV diduga melalui aktifitas nekroinflamasi
kronik dan sirosis hati.
Algoritma terapi hepatoma
17
PEI (perutaneous Ethanol injection) pada kasus-kasus untuk menolak dibedah dan juga
menolak semua tindakan atau pasien yang tidak mampu untuk operasi. RFA
(Radiofrequency ablation) menembakan gelombang tinggi ke daerah lokal. TAE
(Transarterial embolization) yaitu suatu tindakan memasukkan suatu zat yang dapat
menyumbat pembuluh darah (feeding artery) sehingga menghambat suplai makanan ke
sel-sel kanker. TAC (Transarterial Chemotherapy) bertujuan memaparkan racun pada sel
kanker. TAE yang digabung dengan TAC disebut TACE (Trans arterial
Chemoembolization).
18
BAB II
PEMBAHASAN
HEPATOCELLULER CARCINOMA
I. DEFINISI
Kanker hati (hepatocellular carcinoma) adalah suatu kanker yang timbul
dari hati. Ia juga dikenal sebagai kanker hati primer atau hepatoma. Hati terbentuk
dari tipe-tipe sel yang berbeda (contohnya, pembuluh-pembuluh empedu,
pembuluh-pembuluh darah, dan sel-sel penyimpan lemak). Bagaimanapun, sel-sel
hati (hepatocytes) membentuk sampai 80% dari jaringan hati. Jadi, mayoritas dari
kanker-kanker hati primer (lebih dari 90 sampai 95%) timbul dari sel-sel hati dan
disebut kanker hepatoselular (hepatocellular cancer) atau Karsinoma (carcinoma)
(4).
Hepatoma (karsinoma hepatoseluler) adalah kanker yang berasal dari sel-
sel hati. Hepatoma merupakan kanker hati primer yang paling sering ditemukan.
Tumor ini merupakan tumor ganas primer pada hati yang berasal dari sel
parenkim atau epitel saluran empedu atau metastase dari tumor jaringan lainnya(5).
II. EPIDEMIOLOGI
Kanker hati adalah kanker kelima yang paling umum di dunia. Suatu
kanker yang mematikan, kanker hati akan membunuh hampir semua pasien-
19
pasien yang menderitanya dalam waktu satu tahun. Pada tahun 1990, organisasi
kesehatan dunia (WHO) memperkirakan bahwa ada kira-kira 430,000 kasus-kasus
baru dari kanker hati diseluruh dunia, dan suatu jumlah yang serupa dari pasien-
pasien yang meninggal sebagai suatu akibat dari penyakit ini. Sekitar tiga per
empat kasus-kasus kanker hati ditemukan di Asia Tenggara (China, Hong Kong,
Taiwan, Korea, dan Japan). Kanker hati juga adalah sangat umum di Afrika Sub-
Sahara (Mozambique dan Afrika Selatan).
Frekwensi kanker hati di Asia Tenggara dan Afrika Sub-Sahara adalah
lebih besar dari 20 kasus-kasus per 100,000 populasi. Berlawanan dengannya,
frekwensi kanker hati di Amerika Utara dan Eropa Barat adalah jauh lebih rendah,
kurang dari lima per 100,000 populasi. Bagaimanapun, frekwensi kanker hati
diantara pribumi Alaska sebanding dengan yang dapat ditemui pada Asia
Tenggara. Lebih jauh, data terakhir menunjukan bahwa frekwensi kanker hati di
Amerika secara keseluruhannya meningkat. Peningkatan ini disebabkan terutama
oleh hepatitis C kronis, suatu infeksi hati yang menyebabkan kanker hati(4).
Di Amerika frekwensi kanker hati yang paling tinggi terjadi pada imigran-
imigran dari negara-negara Asia, dimana kanker hati adalah umum. Frekwensi
kanker hati diantara orang-orang kulit putih (Caucasians) adalah yang paling
rendah, sedangkan diantara orang-orang Amerika keturunan Afrika dan
Hispanics, ia ada diantaranya. Frekwensi kanker hati adalah tinggi diantara orang-
orang Asia karena kanker hati dihubungkan sangat dekat dengan infeksi hepatitis
B kronis. Ini terutama begitu pada individu-individu yang telah terinfeksi dengan
hepatitis B kronis untuk kebanyakan dari hidup-hidupnya.
20
III. FAKTOR RISIKO
a. Infeksi Hepatitis B
Peran infeksi virus hepatitis B (HBV) dalam menyebabkan kanker
hati telah ditegakkan dengan baik. Beberapa bukti menunjukkan hubungan
yang kuat. Seperti dicatat lebih awal, frekwensi kanker hati berhubungan
dengan (berkorelasi dengan) frekwensi infeksi virus hepatitis B kronis.
Sebagai tambahan, pasien-pasien dengan virus hepatitis B yang berada
pada risiko yang paling tinggi untuk kanker hati adalah pria-pria dengan
sirosis, virus hepatitis B dan riwayat kanker hati keluarga. Mungkin bukti
yang paling meyakinkan, bagaimanapun, datang dari suatu studi prospektif
yang dilakukan pada tahun 1970 di Taiwan yang melibatkan pegawai-
pegawai pemerintah pria yang berumur lebih dari 40 tahun. Pada studi-
studi ini, penyelidik-penyelidik menemukan bahwa risiko
mengembangkan kanker hati adalah 200 kali lebih tinggi diantara
pegawai-pegawai yang mempunyai virus hepatitis B kronis dibandingkan
dengan pegawai-pegawai tanpa virus hepatitis B kronis.
Pada pasien-pasien dengan keduanya virus hepatitis B kronis dan
kanker hati, material genetik dari virus hepatitis B seringkali ditemukan
menjadi bagian dari material genetik sel-sel kanker. Diperkirakan, oleh
karenanya, bahwa daerah-daerah tertentu dari genom virus hepatitis B
21
(kode genetik) masuk ke material genetik dari sel-sel hati. Material
genetik virus hepatitis B ini mungkin kemudian
mengacaukan/mengganggu material genetik yang normal dalam sel-sel
hati, dengan demikian menyebabkan sel-sel hati menjadi bersifat kanker(4).
b. Infeksi Hepatitis C
Infeksi virus hepatitis C (HCV) juga dihubungkan dengan
perkembangan kanker hati. Di Jepang, virus hepatitis C hadir pada sampai
dengan 75% dari kasus-kasus kanker hati. Seperti dengan virus hepatitis
B, kebanyakan dari pasien-pasien virus hepatitis C dengan kanker hati
mempunyai sirosis yang berkaitan dengannya. Pada beberapa studi-studi
retrospektif-retrospektif (melihat kebelakang dan kedepan dalam waktu)
dari sejarah alami hepatitis C, waktu rata-rata untuk mengembangkan
kanker hati setelah paparan pada virus hepatitis C adalah kira-kira 28
tahun. Kanker hati terjadi kira-kira 8 sampai 10 tahun setelah
perkembangan sirosis pada pasien-pasien ini dengan hepatitis C. Beberapa
studi-studi prospektif Eropa melaporkan bahwa kejadian tahunan kanker
hati pada pasien-pasien virus hepatitis C yang ber-sirosis berkisar dari 1.4
sampai 2.5% per tahun.
Pada pasien-pasien cirus hepatitis C, faktor-faktor risiko
mengembangkan kanker hati termasuk kehadiran sirosis, umur yang lebih
tua, jenis kelamin laki, kenaikkan tingkat dasar alpha-fetoprotein (suatu
penanda tumor darah), penggunaan alkohol, dan infeksi berbarengan
dengan virus hepatitis B. Beberapa studi-studi yang lebih awal
22
menyarankan bahwa genotype 1b (suatu genotype yang umum di
Amerika) virus hepatitis C mungkin adalah suatu faktor risiko, namun
studi-studi yang lebih akhir ini tidak mendukung penemuan ini.
Caranya virus hepatitis C menyebabkan kanker hati tidak
dimengerti dengan baik. Tidak seperti virus hepatitis B, material genetik
virus hepatitis C tidak dimasukkan secara langsung kedalam material
genetik sel-sel hati. Diketahui, bagaimanapun, bahwa sirosis dari segala
penyebab adalah suatu faktor risiko mengembangkan kanker hati. Telah
diargumentasikan, oleh karenanya, bahwa virus hepatitis C, yang
menyebabkan sirosis hati, adalah suatu penyebab yang tidak langsung dari
kanker hati.
Pada sisi lain, ada beberapa individu-individu yang terinfeksi virus
hepatitis C kronis yang menderita kanker hati tanpa sirosis. Jadi, telah
disarankan bahwa protein inti (pusat) dari virus hepatitis C adalah tertuduh
pada pengembangan kanker hati. Protein inti sendiri (suatu bagian dari
virus hepatitis C) diperkirakan menghalangi proses alami kematian sel
atau mengganggu fungsi dari suatu gen (gen p53) penekan tumor yang
normal. Akibat dari aksi-aksi ini adalah bahwa sel-sel hati terus berlanjut
hidup dan reproduksi tanpa pengendalian-pengendalian normal, yang
adalah apa yang terjadi pada kanker(4).
c. Alkohol
23
Sirosis yang disebabkan oleh konsumsi alkohol yang kronis adalah
hubungan yang paling umum dari kanker hati di dunia (negara-negara)
yang telah berkembang.
Tatacara yang biasa adalah suatu individu dengan sirosis akhoholik
yang telah menghentikan minum untuk waktu 10 tahun, dan kemudian
mengembangkan kanker hati. Itu agaknya tidak umum untuk pecandu
minuman alkohol yang minum secara aktif untuk mengembangkan kanker
hati. Yang terjadi adalah bahwa ketika minum alkohol dihentikan, sel-sel
hati mencoba untuk sembuh dengan regenerasi/reproduksi. Adalah selama
regenerasi yang aktif ini bahwa suatu perubahan genetik (mutasi) yang
menghasilkan kanker dapat terjadi, yang menerangkan kejadian kanker
hati setelah minum alkohol dihentikan.
Pasien-pasien yang minum secara aktif adalah lebih mungkin
untuk meninggal dari komplikasi-komplikasi yang tidak berhubungan
dengan kanker dari penyakit hati alkoholik (contohnya gagal hati). Tentu
saja, pasien-pasien dengan sirosis alkoholik yang meninggal dari kanker
hati adalah kira-kira 10 tahun lebih tua daripada pasien-pasien yang
meninggal dari penyebab-penyebab yang bukan kanker. Akhirnya, seperti
dicatat diatas, alkohol menambah pada risiko mengembangkan kanker hati
pada pasien-pasien dengan infeksi-infeksi virus hepatitis C atau virus
hepatitis B yang kronis.
d. Aflatoxin B1
24
Aflatoxin B1 adalah kimia yang diketahui paling berpotensi
membentuk kanker hati. Ia adalah suatu produk dari suatu jamur yang
disebut Aspergillus flavus, yang ditemukan dalam makanan yang telah
tersimpan dalam suatu lingkungan yang panas dan lembab. Jamur ini
ditemukan pada makanan seperti kacang-kacang tanah, beras, kacang-
kacang kedelai, jagung, dan gandum. Aflatoxin B1 telah dilibatkan pada
perkembangan kanker hati di China Selatan dan Afrika Sub-Sahara. Ia
diperkirakan menyebabkan kanker dengan menghasilkan perubahan-
perubahan (mutasi-mutasi) pada gen p53. Mutasi-mutasi ini bekerja
dengan mengganggu fungsi-fungsi penekan tumor yang penting dari gen.
e. Obat-Obat Terlarang, Obat-Obatan, dan Kimia-Kimia
Tidak ada obat-obat yang menyebabkan kanker hati, namun
hormon-hormon wanita (estrogens) dan steroid-steroid pembentuk protein
(anabolic) dihubungkan dengan pengembangan hepatic adenomas. Ini
adalah tumor-tumor hati yang ramah/jinak yang mungkin mempunyai
potensi untuk menjadi ganas (bersifat kanker). Jadi, pada beberapa
individu-individu, hepatic adenoma dapat berkembang menjadi kanker.
Kimia-kimia tertentu dikaitkan dengan tipe-tipe lain dari kanker
yang ditemukan pada hati. Contohnya, thorotrast, suatu agen kontras
yang dahulu digunakan untuk pencitraan (imaging), menyebabkan suatu
kanker dari pembuluh-pembuluh darah dalam hati yang disebut hepatic
angiosarcoma. Juga, vinyl chloride, suatu senyawa yang digunakan dalam
25
industri plastik, dapat menyebabkan hepatic angiosarcomas yang tampak
beberapa tahun setelah paparan.
f. Sirosis
Individu-individu dengan kebanyakan tipe-tipe sirosis hati berada
pada risiko yang meningkat mengembangkan kanker hati. Sebagai
tambahan pada kondisi-kondisi yang digambarkan diatas (hepatitis B,
hepatitis C, alkohol, dan hemochromatosis), kekurangan alpha 1 anti-
trypsin, suatu kondisi yang diturunkan/diwariskan yang dapat
menyebabkan emphysema dan sirosis, mungkin menjurus pada kanker
hati. Kanker hati juga dihubungkan sangat erat dengan tyrosinemia
keturunan, suatu kelainan biokimia pada masa kanak-kanak yang
berakibat pada sirosis dini.
Penyebab-penyebab tertentu dari sirosis lebih jarang dikaitkan
dengan kanker hati daripada penyebab-penyebab lainnya. Contohnya,
kanker hati jarang terlihat dengan sirosis pada penyakit Wilson
(metabolisme tembaga yang abnormal) atau primary sclerosing cholangitis
(luka parut dan penyempitan pembuluh-pembuluh empedu yang kronis).
Begitu juga biasanya diperkirakan bahwa kanker hati adalah jarang
ditemukan pada primary biliary cirrhosis (PBC). Studi-studi akhir ini,
bagaimanapun, menunjukan bahwa frekwensi kanker hati pada PBC
adalah sebanding dengan yang pada bentuk-bentuk lain sirosis(4).
IV. GEJALA KLINIS
26
Pada permulaannya penyakit ini berjalan perlahan, dan banyak tanpa
keluhan. Lebih dari 75% tidak memberikan gejala-gejala khas. Ada penderita
yang sudah ada kanker yang besar sampai 10 cm pun tidak merasakan apa-apa.
Keluhan utama yang sering adalah keluhan sakit perut atau rasa penuh ataupun
ada rasa bengkak di perut kanan atas dan nafsu makan berkurang, berat badan
menurun, dan rasa lemas. Keluhan lain terjadinya perut membesar karena ascites
(penimbunan cairan dalam rongga perut), mual, tidak bisa tidur, nyeri otot, berak
hitam, demam, bengkak kaki, kuning, muntah, gatal, muntah darah, perdarahan
dari dubur, dan lain-lain(6).
V. DIAGNOSIS
Dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih dan maju pesat, maka
berkembang pula cara-cara diagnosis dan terapi yang lebih menjanjikan dewasa
ini. Kanker hati selular yang kecil pun sudah bisa dideteksi lebih awal
terutamanya dengan pendekatan radiologi yang akurasinya 70 – 95%1,4,8 dan
pendekatan laboratorium alphafetoprotein yang akurasinya 60 – 70%(7).
Kriteria diagnosa Kanker Hati Selular (KHS) menurut PPHI (Perhimpunan
Peneliti Hati Indonesia), yaitu:
1. Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising arteri.
2. AFP (Alphafetoprotein) yang meningkat lebih dari 500 mg per ml.
3. Ultrasonography (USG), Nuclear Medicine, Computed Tomography Scann (CT
Scann), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography, ataupun Positron
Emission Tomography (PET) yang menunjukkan adanya KHS.
27
4. Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya KHS.
5. Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan KHS.
Diagnosa KHS didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima kriteria atau hanya
satu yaitu kriteria empat atau lima.
VI. STADIUM PENYAKIT
Stadium I : Satu fokal tumor berdiametes < 3cm yang terbatas hanya pada
salah satu segment tetapi bukan di segment I hati
Stadium II : Satu fokal tumor berdiameter > 3 cm. Tumor terbatas pada
segement I atau multi-fokal terbatas pada lobus kanan/kiri
Stadium III : Tumor pada segment I meluas ke lobus kiri (segment IV) atas ke
lobus kanan segment V dan VIII atau tumor dengan invasi
peripheral ke sistem pembuluh darah (vascular) atau pembuluh
empedu (billiary duct) tetapi hanya terbatas pada lobus kanan atau
lobus kiri hati.
Stadium IV : Multi-fokal atau diffuse tumor yang mengenai lobus kanan dan
lobus kiri hati.
atau tumor dengan invasi ke dalam pembuluh darah hati
(intra hepaticvaskuler) ataupun pembuluh empedu (biliary
duct)
atau tumor dengan invasi ke pembuluh darah di luar hati
(extra hepatic vessel) seperti pembuluh darah vena limpa
(vena lienalis)
atau vena cava inferior
atau adanya metastase keluar dari hati (extra hepatic
metastase).
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
28
a. Alphafetoprotein
Sensitivitas Alphafetoprotein (AFP) untuk mendiagnosa KHS 60% –
70%, artinya hanya pada 60% – 70% saja dari penderita kanker hati ini
menunjukkan peninggian nilai AFP, sedangkan pada 30% – 40% penderita
nilai AFP nya normal. Spesifitas AFP hanya berkisar 60% artinya bila ada
pasien yang diperiksa darahnya dijumpai AFP yang tinggi, belum bisa
dipastikan hanya mempunyai kanker hati ini sebab AFP juga dapat meninggi
pada keadaan bukan kanker hati seperti pada sirrhosis hati dan hepatitis
kronik, kanker testis, dan terratoma(8)
b. AJH (aspirasi jarum halus)
Biopsi aspirasi dengan jarum halus (fine needle aspiration biopsy)
terutama ditujukan untuk menilai apakah suatu lesi yang ditemukan pada
pemeriksaan radiologi imaging dan laboratorium AFP itu benar pasti suatu
hepatoma. Tindakan biopsi aspirasi yang dilakukan oleh ahli patologi anatomi
ini hendaknya dipandu oleh seorang ahli radiologi dengan menggunakan
peralatan ultrasonografi atau CT scann fluoroscopy sehingga hasil yang
diperoleh akurat. Cara melakukan biopsi dengan dituntun oleh USG ataupun
CT scann mudah, aman, dan dapat ditolerir oleh pasien dan tumor yang akan
dibiopsi dapat terlihat jelas pada layar televisi berikut dengan jarum biopsi
yang berjalan persis menuju tumor, sehingga jelaslah hasil yang diperoleh
mempunyai nilai diagnostik dan akurasi yang tinggi karena benar jaringan
29
tumor ini yang diambil oleh jarum biopsi itu dan bukanlah jaringan sehat di
sekitar tumor.
c. Gambaran Radiologi
Pesatnya kemajuan teknologi dan komputer membawa serta juga
kemajuan dalam bidang radiologi baik peralatannya maupun teknologinya dan
memaksa dokter spesialis radiologi untuk mengikuti training dan workshop
baik di dalam ataupun di luar negeri sehingga dengan demikian
menghantarkan radiologi berada di barisan depan dalam penanggulangan
penyakit kanker hati ini dan membuktikan pula dirinya berperan sangat
penting untuk mendeteksi kanker hati. Kanker hepato selular ini bisa dijumpai
di dalam hati berupa benjolan berbentuk kebulatan (nodule) satu buah, dua
buah atau lebih atau bisa sangat banyak dan diffuse (merata) pada seluruh hati
atau berkelompok di dalam hati kanan atau kiri membentuk benjolan besar
yang bisa berkapsul(9).
Dengan peralatan radiologi yang baik dan ditangani oleh dokter
spesialis radiologi yang berpengalaman sudah terjamin dapat mendeteksi
tumor dengan diameter kurang dari 1 cm dan dapatlah menjawab semua
pertanyaan seputar kanker ini antara lain berapa banyak nodule yang
dijumpai, berapa segment hati-kah yang terkena, bagaimana aliran darah ke
kanker yang dilihat itu apakah sangat banyak (lebih ganas), apakah sedang
(tidak begitu ganas) atau hanya sedikit (kurang ganas), yang penting lagi
apakah ada sel tumor ganas ini yang sudah berada di dalam aliran darah vena
porta, apakah sudah ada sirrhosis hati, dan apakah kanker ini sudah berpindah
30
keluar dari hati (metastase) ke organ-organ tubuh lainnya. Kesemua jawaban
inilah yang menentukan stadium kankernya, apakah pasien ini menderita
kanker hati stadium dini atau stadium lanjut dan juga menentukan tingkat
keganasan kankernya sehingga dengan demikian dapatlah ditaksir apakah
penderita dapat disembuhkan sehingga bisa hidup lama ataukah sudah
memang tak tertolong lagi dan tak dapat bertahan hidup lebih lama lagi dari 6
bulan.
Radiologi mempunyai banyak peralatanan seperti Ultrasonography
(USG), Color Doppler Flow Imaging Ultrasonography, Computerized
Tomography Scann (CT Scann), Magnetic Resonance Imaging (MRI),
Angiography, Scintigraphy dan Positron Emission Tomography (PET) yang
menggunakan radio isotop. Pemilihan alat mana saja yang akan digunakan
apakah dengan satu alat sudah cukup atau memang perlu digunakan beberapa
alat yang dipilih dari sederetan alat-alat ini dapat disesuaikan dengan kondisi
penderita(10).
i. Ultrasonography (USG)
Dengan USG hitam putih (grey scale) yang sederhana
(conventional) hati yang normal tampak warna ke-abuan dan texture
merata (homogen). Bila ada kanker langsung dapat terlihat jelas
berupa benjolan (nodule) berwarna kehitaman, atau berwarna
kehitaman campur keputihan dan jumlahnya bervariasi pada tiap
pasien bisa satu, dua atau lebih atau banyak sekali dan merata pada
seluruh hati, ataukah satu nodule yang besar dan berkapsul atau tidak
31
berkapsul. Sayangnya USG conventional hanya dapat
memperlihatkan benjolan kanker hati diameter 2 cm – 3 cm saja.
Tapi bila USG conventional ini dilengkapi dengan perangkat lunak
harmonik system bisa mendeteksi benjolan kanker diameter 1 cm – 2
cm13, namun nilai akurasi ketepatan diagnosanya hanya 60%.
Rendahnya nilai akurasi ini disebabkan walaupun USG conventional
ini dapat mendeteksi adanya benjolan kanker namun tak dapat
melihat adanya pembuluh darah baru (neo-vascular).
Neo-vascular merupakan ciri khas kanker yaitu pembuluh
darah yang terbentuk sejalan dengan pertumbuhan kanker yang
gunanya untuk menghantarkan makanan dan oksigen ke kanker itu.
Semakin banyak neo-vascular ini semakin ganas kankernya.
Walaupun USG color yang sudah dapat memberikan warna dan
mampu memperlihatkan pembuluh darah di sekeliling nodule tetapi
belum dapat memastikan keberadaan neovascular sehingga dengan
demikian akurasi diagnostik hanya sedikit bertambah menjadi
berkisar 60% – 70%. Dengan pesatnya perkembangan teknologi, kini
sudah ada alat USG yang lebih canggih dan lebih lengkap lagi yaitu
Color Doppler Flow Imaging (CDFI) yaitu USG yang selain mampu
melihat pembuluh darah di sekitar kanker juga mampu pula
memperlihatkan kecepatan dan arah aliran darah di dalam pembuluh
darah itu, sehingga dapat ditentukan resistensi index dan pulsatily
index yang dengan demikian sudah dapat memastikan apakah
32
pembuluh darah yang mengelilingi nodule itu adalah benar neo-
vascularisasi dan berapa banyak adanya. Dengan dapat dipastikan
keberadaan neo-vascularisasi ini maka akurasi diagnosa kanker
meningkat jadi 80%. Neo-vascularisasi yang baru terbentuk yang
memang ada tapi belum terlihat dengan teknik CDFI ini masih bisa
dilihat dengan cara diberikan suntikan zat kontras pada penderita
sewaktu dilakukan pemeriksaan CDFI USG, zat kontras itu mampu
menembus masuk ke dalam neo-vascularisasi yang menyusup di
dalam nodule. Dengan demikian akurasi diagnosa meningkat
menjadi 90% dan lebih-lebih lagi dapat mendeteksi kanker
berukuran lebih kecil dari 1 cm.
Dengan Color Doppler Flow Imaging USG ini juga
memungkinkan kita melihat apakah ada portal vein tumor
thrombosis yaitu sel-sel kanker (tumor thrombus) yang lepas dan
masuk ke dalam vena Porta. Penting sekali memastikan keberadaan
tumor thrombus di dalam vena porta ini karena thrombus ini dapat
menyumbat aliran darah. Pada keadaan normal semua makanan yang
telah dicernakan oleh usus akan dihantarkan ke hati oleh vena porta
ini. Bila vena ini tersumbat oleh tumor thrombus maka hati tidak
menerima nutrisi lagi dengan kata lain hati tak dapat makanan lagi
sehingga sel-sel hati akan mati (necrosis) secara perlahan tetapi pasti
dan ini sangat membahayakan penderita karena dapat terjadi gagal
hati (liver failure). Tumor thrombus ini bisa ukurannya besar
33
sehingga menutup seluruh lumen vena porta, bisa kecil, dan hanya
menutup sebahagian lumen saja sehingga masih bisa ada aliran darah
di dalam vena porta ini. Dari hasil USG ini sudah bisa diarahkan
dengan tepat tindakan pengobatan apa yang paling sesuai dan
bermanfaat untuk penderita apakah akan dilakukan operasi
membuang sebahagian hati (reseksi hepatektomi partial) atau tidak,
apakah bisa di-embolisasi atau tidak ataukah hanya dilakukan infuse
kemoterapi intra-arterial saja. Tapi bila sudah jelas terdapat tumor
thrombus di dalam vena porta dan sudah pula menyumbat vena ini,
maka tindakan operatif dan embolisasi sudah hampir tidak berarti
lagi dan satusatunya cara untuk menyelamatkan penderita adalah
dengan cara transplantasi hati (liver transplantation).
ii. CT Scan
Di samping USG diperlukan CT scann sebagai pelengkap
yang dapat menilai seluruh segmen hati dalam satu potongan gambar
yang dengan USG gambar hati itu hanya bisa dibuat sebagian-
sebagian saja. CT scann yang saat ini teknologinya berkembang
pesat telah pula menunjukkan akurasi yang tinggi apalagi dengan
menggunakan teknik hellical CT scann, multislice yang sanggup
membuat irisan-irisan yang sangat halus sehingga kanker yang
paling kecil pun tidak terlewatkan. Lebih canggih lagi sekarang CT
scann sudah dapat membuat gambar kanker dalam tiga dimensi dan
34
empat dimensi dengan sangat jelas dan dapat pula memperlihatkan
hubungan kanker ini dengan jaringan tubuh sekitarnya.
iii. Angiografy
Dicadangkan hanya untuk penderita kanker hati-nya yang
dari hasil pemeriksaan USG dan CT scann diperkirakan masih ada
tindakan terapi bedah atau non-bedah masih yang mungkin
dilakukan untuk menyelamatkan penderita. Pada setiap pasien yang
akan menjalani operasi reseksi hati harus dilakukan pemeriksaan
angiografi. Dengan angiografi ini dapat dilihat berapa luas kanker
yang sebenarnya. Kanker yang kita lihat dengan USG yang
diperkirakan kecil sesuai dengan ukuran pada USG bisa saja ukuran
sebenarnya dua atau tiga kali lebih besar. Angigrafi bisa
memperlihatkan ukuran kanker yang sebenarnya. Lebih lengkap lagi
bila dilakukan CT angiography yang dapat memperjelas batas antara
kanker dan jaringan sehat di sekitarnya sehingga ahli bedah sewaktu
melakukan operasi membuang kanker hati itu tahu menentukan di
mana harus dibuat batas sayatannya(14).
iv. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Bila CT scann mengunakan sinar X maka MRI ini
menggunakan gelombang magnet tanpa adanya Sinar X. CT
angiography menggunakan zat contrast yaitu zat yang diperlukan
untuk melihat pembuluh darah. Tanpa zat ini pembuluh darah tak
dapat dilihat. Pemeriksaan dengan MRI ini langsung dipilih sebagai
35
alternatif bila ada gambaran CT scann yang meragukan atau pada
penderita yang ada risiko bahaya radiasi sinar X dan pada penderita
yang ada kontraindikasi (risiko bahaya) pemberian zat contrast
sehingga pemeriksaan CT angiography tak memungkinkan padahal
diperlukan gambar peta pembuluh darah. MRI yang dilengkapi
dengan perangkat lunak Magnetic Resonance Angiography (MRA)
sudah pula mampu menampilkan dan membuat peta pembuluh darah
kanker hati ini. Sayangnya ongkos pemeriksaan dengan MRI dan
MRA ini mahal, sehingga selalu CT scan yang merupakan pilihan
pertama.
v. PET (Positron Emission Tomography)
Salah satu teknologi terkini peralatan kedokteran radiologi
adalah Positron Emission Tomography (PET) yang merupakan alat
pendiagnosis kanker menggunakan glukosa radioaktif yang dikenal
sebagai flourine18 atau Fluorodeoxyglucose (FGD) yang mampu
mendiagnosa kanker dengan cepat dan dalam stadium dini. Caranya,
pasien disuntik dengan glukosa radioaktif untuk mendiagnosis sel-sel
kanker di dalam tubuh. Cairan glukosa ini akan bermetabolisme di
dalam tubuh dan memunculkan respons terhadap sel-sel yang
terkena kanker. PET dapat menetapkan tingkat atau stadium kanker
hati sehingga tindakan lanjut penanganan kanker ini serta
pengobatannya menjadi lebih mudah. Di samping itu juga dapat
melihat metastase (penyebaran).
36
VIII. PENGOBATAN
Pemilihan terapi kanker hati ini sangat tergantung pada hasil pemeriksaan
radiologi. Sebelum ditentukan pilihan terapi hendaklah dipastikan besarnya
ukuran kanker, lokasi kanker di bahagian hati yang mana, apakah lesinya tunggal
(soliter) atau banyak (multiple), atau merupakan satu kanker yang sangat besar
berkapsul, atau kanker sudah merata pada seluruh hati, serta ada tidaknya
metastasis (penyebaran) ke tempat lain di dalam tubuh penderita ataukah sudah
ada tumor thrombus di dalam vena porta dan apakah sudah ada sirrhosis hati(12).
Tahap tindakan pengobatan terbagi tiga, yaitu tindakan bedah hati
digabung dengan tindakan radiologi dan tindakan non-bedah dan tindakan
transplantasi (pencangkokan) hati.
1. Tindakan Bedah Hati Digabung dengan Tindakan Radiologi
Terapi yang paling ideal untuk kanker hati stadium dini adalah tindakan
bedah yaitu reseksi (pemotongan) bahagian hati yang terkena kanker dan juga
reseksi daerah sekitarnya. Pada prinsipnya dokter ahli bedah akan membuang
seluruh kanker dan tidak akan menyisakan lagi jaringan kanker pada penderita,
karena bila tersisa tentu kankernya akan tumbuh lagi jadi besar, untuk itu sebelum
menyayat kanker dokter ini harus tahu pasti batas antara kanker dan jaringan yang
sehat. Radiologilah satu-satunya cara untuk menentukan perkiraan pasti batas itu
yaitu dengan pemeriksaan CT angiography yang dapat memperjelas batas kanker
dan jaringan sehat sehingga ahli bedah tahu menentukan di mana harus dibuat
37
sayatan. Maka harus dilakukan CT angiography terlebih dahulu sebelum
dioperasi.
Dilakukan CT angiography sekaligus membuat peta pembuluh darah
kanker sehingga jelas terlihat pembuluh darah mana yang bertanggung jawab
memberikan makanan (feeding artery) yang diperlukan kanker untuk dapat
tumbuh subur. Sesudah itu barulah dilakukan tindakan radiologi Trans Arterial
Embolisasi (TAE) yaitu suatu tindakan memasukkan suatu zat yang dapat
menyumbat pembuluh darah (feeding artery) itu sehingga menyetop suplai
makanan ke sel-sel kanker dan dengan demikian kemampuan hidup (viability)
dari sel-sel kanker akan sangat menurun sampai menghilang.
Sebelum dilakukan TAE dilakukan dulu tindakan Trans Arterial
Chemotherapy (TAC) dengan tujuan sebelum ditutup feeding artery lebih dahulu
kanker-nya disirami racun (chemotherapy) sehingga sel-sel kanker yang sudah
kena racun dan ditutup lagi suplai makanannya maka sel-sel kanker benar-benar
akan mati dan tak dapat berkembang lagi dan bila selsel ini nanti terlepas pun saat
operasi tak perlu dikhawatirkan, karena sudah tak mampu lagi bertumbuh.
Tindakan TAE digabung dengan tindakan TAC yang dilakukan oleh dokter
spesialis radiologi disebut tindakan Trans Arterial Chemoembolisation (TACE).
Selain itu TAE ini juga untuk tujuan supportif yaitu mengurangi perdarahan pada
saat operasi dan juga untuk mengecilkan ukuran kanker dengan demikian
memudahkan dokter ahli bedah. Setelah kanker disayat, seluruh jaringan kanker
itu harus diperiksakan pada dokter ahli patologi yaitu satu-satunya dokter yang
berkompentensi dan yang dapat menentukan dan memberikan kata pasti apakah
38
benar pinggir sayatan sudah bebas kanker. Bila benar pinggir sayatan bebas
kanker artinya sudahlah pasti tidak ada lagi jaringan kanker yang masih tertinggal
di dalam hati penderita. Kemudian diberikan chemotherapy (kemoterapi) yang
bertujuan meracuni sel-sel kanker agar tak mampu lagi tumbuh berkembang biak.
Pemberian Kemoterapi dilakukan oleh dokter spesialis penyakit dalam bahagian
onkologi (medical oncologist) ini secara intra venous (disuntikkan melalui
pembuluh darah vena) yaitu epirubucin/dexorubicin 80 mg digabung dengan
mitomycine C 10 mg. Dengan cara pengobatan seperti ini usia harapan hidup
penderita per lima tahun 90% dan per 10 tahun 80%.
2. Tindakan Non-bedah Hati
Tindakan non-bedah merupakan pilihan untuk pasien yang datang pada
stadium lanjut. Tindakan non-bedah dilakukan oleh dokter ahli radiologi.
Termasuk dalam tindakan non-bedah ini adalah:
a. Embolisasi Arteri Hepatika (Trans Arterial Embolisasi = TAE)
Pada prinsipnya sel yang hidup membutuhkan makanan dan oksigen yang
datangnya bersama aliran darah yang menyuplai sel tersebut. Pada kanker timbul
banyak sel-sel baru sehingga diperlukan banyak makanan dan oksigen, dengan
demikian terjadi banyak pembuluh darah baru (neovascularisasi) yang merupakan
cabang-cabang dari pembuluh darah yang sudah ada disebut pembuluh darah
pemberi makanan (feeding artery) Tindakan TAE ini menyumbat feeding artery.
Caranya dimasukkan kateter melalui pembuluh darah di paha (arteri femoralis)
yang seterusnya masuk ke pembuluh nadi besar di perut (aorta abdominalis) dan
seterusnya dimasukkan ke pembuluh darah hati (artery hepatica) dan seterusnya
39
masuk ke dalam feeding artery. Lalu feeding artery ini disumbat (diembolisasi)
dengan suatu bahan seperti gel foam sehingga aliran darah ke kanker dihentikan
dan dengan demikian suplai makanan dan oksigen ke selsel kanker akan terhenti
dan sel-sel kanker ini akan mati. Apalagi sebelum dilakukan embolisasi dilakukan
tindakan trans arterial chemotherapy yaitu memberikan obat kemoterapi melalui
feeding artery itu maka sel-sel kanker jadi diracuni dengan obat yang mematikan.
Bila kedua cara ini digabung maka sel-sel kanker benar-benar terjamin mati dan
tak berkembang lagi.
Dengan dasar inilah embolisasi dan injeksi kemoterapi intra-arterial
dikembangkan dan nampaknya memberi harapan yang lebih cerah pada penderita
yang terancam maut ini. Angka harapan hidup penderita dengan cara ini per lima
tahunnya bisa mencapai sampai 70% dan per sepuluh tahunnya bisa mencapai
50%.
b. Infus Sitostatika Intra-arterial.
Menurut literatur 70% nutrisi dan oksigenasi sel-sel hati yang normal
berasal dari vena porta dan 30% dari arteri hepatika, sehingga sel-sel ganas
mendapat nutrisi dan oksigenasi terutama dari sistem arteri hepatika. Bila Vena
porta tertutup oleh tumor maka makanan dan oksigen ke sel-sel hati normal akan
terhenti dan sel-sel tersebut akan mati. Dapatlah dimengerti kenapa pasien cepat
meninggal bila sudah ada penyumbatan vena porta ini.
Infus sitostatika intra-arterial ini dikerjakan bila vena porta sampai ke
cabang besar tertutup oleh sel-sel tumor di dalamnya dan pada pasien tidak dapat
40
dilakukan tindakan transplantasi hati oleh karena ketiadaan donor, atau karena
pasien menolak atau karena ketidakmampuan pasien.
Sitostatika yang dipakai adalah mitomycin C 10 – 20 Mg kombinasi
dengan adriblastina 10-20 Mg dicampur dengan NaCl (saline) 100 – 200 cc. Atau
dapat juga cisplatin dan 5FU (5 Fluoro Uracil). Metoda ballon occluded intra
arterial infusion adalah modifikasi infuse sitostatika intra-arterial, hanya kateter
yang dipakai adalah double lumen ballon catheter yang di-insert (dimasukkan) ke
dalam arteri hepatika. Setelah ballon dikembangkan terjadi sumbatan aliran darah,
sitostatika diinjeksikan dalam keadaan ballon mengembang selama 10 – 30 menit,
tujuannya adalah memperlama kontak sitostatika dengan tumor. Dengan cara ini
maka harapan hidup pasien per lima tahunnya menjadi 40% dan per sepuluh
tahunnya 30% dibandingkan dengan tanpa pengobatan adalah 20% dan 10%.
c. Injeksi Etanol Perkutan (Percutaneus Etanol Injeksi = PEI)
Pada kasus-kasus yang menolak untuk dibedah dan juga menolak semua
tindakan atau pasien tidak mampu membiayai pembedahan dan tak mampu
membiayai tindakan lainnya maka tindakan PEI-lah yang menjadi pilihan satu-
satunya. Tindakan injeksi etanol perkutan ini mudah dikerjakan, aman, efek
samping ringan, biaya murah, dan hasilnya pun cukup memberikan harapan. PEI
hanya dikerjakan pada pasien stadium dini saja dan tidak pada stadium lanjut.
Sebagian besar peneliti melakukan pengobatan dengan cara ini untuk kanker
bergaris tengah sampai 5 cm, walaupun pengobatan paling optimal dikerjakan
pada garis tengah kurang dari 3 cm.
41
Pemeriksaan histopatologi setelah tindakan membuktikan bahwa tumor
mengalami nekrosis yang lengkap. Sebagian besar peneliti menyuntikkan etanol
perkutan pada kasus kanker ini dengan jumlah lesi tidak lebih dari 3 buah nodule,
meskipun dilaporkan bahwa lesi tunggal merupakan kasus yang paling optimal
dalam pengobatan. Walaupun kelihatannya cara ini mugkin dapat menolong tetapi
tidak banyak penelitian yang memadai dilakukan sehingga hanya dikatakan
membawa tindakan ini memberi hasil yang cukup menggembirakan.
d. Terapi Non-bedah Lainnya
Terapi non-bedah lainnya saat ini sudah dikembangkan dan hanya
dilakukan bila terapi bedah reseksi dan Trans Arterial Embolisasi (TAE) ataupun
Trans Arterial Chemoembolisation ataupun Trans Arterial Chemotherapy tak
mungkin dilakukan lagi. Di antaranya yaitu terapi Radio Frequency Ablation
Therapy (RFA), Proton Beam Therapy, Three Dimentional Conformal
Radiotherapy (3DCRT), Cryosurgery yang kesemuanya ini bersifat palliatif
(membantu) bukan kuratif (menyembuhkan) keseluruhannya.
3. Tindakan Transplantasi Hati
Bila kanker hati ini ditemukan pada pasien yang sudah ada sirrhosis hati
dan ditemukan kerusakan hati yang berkelanjutan atau sudah hampir seluruh hati
terkena kanker atau sudah ada sel-sel kanker yang masuk ke vena porta (thrombus
vena porta) maka tidak ada jalan terapi yang lebih baik lagi dari transplantasi hati.
Transplantasi hati adalah tindakan pemasangan organ hati dari orang lain ke
dalam tubuh seseorang. Langkah ini ditempuh bila langkah lain seperti operasi
42
dan tindakan radiologi seperti yang disebut di atas tidak mampu lagi menolong
pasien (13).
BAB III
GAMBARAN RADIOLOGIS
A. Gambaran Ultrasonografi (USG)
Perkembangan yang cepat dari gray-scale ultrasonografi menjadikan gambaran
parenkim hati lebih jelas. Keuntungan hal ini menyebabkan kualitas struktur eko
jaringan hati lebih mudah dipelajari sehingga identifikasi lesi-lesi lebih jelas, baik
merupakan lesi lokal maupun kelainan parenkim difus(14).
Pada hepatoma/karsinoma hepatoselular sering diketemukan adanya hepar yang
membesar, permukaan yang bergelombang dan lesi-lesi fokal intrahepatik dengan
struktur eko yang berbeda dengan parenkim hati normal.
43
44
Gambaran USG KHS; tampak nodul gema bulat dengan densitas gema rendah.
USG karsinoma hepatoseluler, tampak nodul hipoecoic dengan diameter 2,3cm
pada pasien laki-laki umur 67 th.
45
Color doppler US, menunjukkan aliran darah ke tumor di postero-anterior
segmen dari lobus kanan.
Color doppler US pada KHS, tampak aliran darah ke tumordi antero-inferior
segmen pada lobus kanan.
B. Gambaran CT-Scan
Di samping USG diperlukan CT scann sebagai pelengkap yang dapat menilai
seluruh segmen hati dalam satu potongan gambar yang dengan USG gambar hati
itu hanya bisa dibuat sebagian-sebagian saja. CT scann yang saat ini teknologinya
46
berkembang pesat telah pula menunjukkan akurasi yang tinggi apalagi dengan
menggunakan teknik hellical CT scann, multislice yang sanggup membuat irisan-
irisan yang sangat halus sehingga kanker yang paling kecil pun tidak terlewatkan.
MD-CTScan pada wanita 57 tahun dengan riwaya hepatitis B, tampak nodul
karsinoma hepatoselular.
CT-scan dengan kontras memperlihatkan masa pada karsinoma hepatoselular.
47
C. Angiografi
Pada setiap pasien yang akan menjalani operasi reseksi hati harus dilakukan
pemeriksaan angiografi. Dengan angiografi ini dapat dilihat berapa luas kanker
yang sebenarnya. Kanker yang kita lihat dengan USG yang diperkirakan kecil
sesuai dengan ukuran pada USG bisa saja ukuran sebenarnya dua atau tiga kali
lebih besar. Angigrafi bisa memperlihatkan ukuran kanker yang sebenarnya.
48
Celiac angiogram menunjukkan pembuluh darah hepar dengan multipel
karsinoma hepatoseluler sebelum terapi (kiri), dan sesudah terapi (kanan)
menunjukkan penurunan vaskular dan respon terapi.
D. Gambaran MRI
Pemeriksaan dengan MRI ini langsung dipilih sebagai alternatif bila ada
gambaran CT scann yang meragukan atau pada penderita yang ada risiko bahaya
radiasi sinar X dan pada penderita yang ada kontraindikasi (risiko bahaya)
pemberian zat contrast sehingga pemeriksaan CT angiography tak
memungkinkan padahal diperlukan gambar peta pembuluh darah.
49
Pada gambaran MRI diatas terlihat multipel hipervaskular kecil pada karsinoma
hepatoselular.
Gambaran MRI pada karsinoma hepatoselular, tampak lesi dengan diamer 2,5cm
pada aspek infero-medial.
50
a. Gambaran MRI pada karsinoma hepatoselular di segmen VI hepar saat arterial
phase menggunakan gadolinium ethoxybenzyl diethylenetriaminepentaacetic acid
(GD-EOB-DTPA), tampak nodul kecil ukuran 2,8cm.
b. MRI dengan T1-weightened pada hepatobiliar fase, 20 menit setelah injek GD-
EOB-DTPA, tampak gambaran hipointens yang dpat dibedakan dengan soft tissue
normal lainnya.
E. Gambaran PET
Positron Emission Tomography (PET) yang merupakan alat pendiagnosis
kanker menggunakan glukosa radioaktif yang dikenal sebagai flourine18 atau
Fluorodeoxyglucose (FGD) yang mampu mendiagnosa kanker dengan cepat dan
dalam stadium dini. Caranya, pasien disuntik dengan glukosa radioaktif untuk
mendiagnosis sel-sel kanker di dalam tubuh. Cairan glukosa ini akan
bermetabolisme di dalam tubuh dan memunculkan respons terhadap sel-sel yang
terkena kanker.
51
Pasien diinjeksikan FGD, kemudian bisa dimonitor radioaktinya.
Tampak FGD mengelilingi tumor, kemudian divalidasi dengan US Color Dopler dan
histologi
52
Diambil jaringan hatinya dan ditemukan bagian yang nekrosis.
53
BAB IV
KESIMPULAN
1. Karsinoma hepatoseluler (KHS) atau hepatoma adalah suatu tumor ganas primer
pada hati yang paling sering ditemukan.
2. Faktor risiko KHS adalah infeksi hepatitis B, infeksi hepatitis C, alkohol,
aflatoxin B1, obat-obat terlarang dan sirosis.
3. Gejala klinis KHS adalah sakit perut, rasa penuh, bengkak di perut kanan, nafsu
makan berkurang dan rasa lemas.
4. Diagnosis KHS ditegakkan bila ditemui dua atau lebih dari lima kriteria atau
hanya satu yaitu kriteria empat atau lima dari PPHI.
5. Pemeriksaan KHS terdiri dari laboratorium, biopsi, radiologi imaging berupa
USG, CT Scan, MRI, dan PET.
6. Pengobatan KHS meliputi tindakan bedah hati digabung dengan tindakan
radiologi, tindakan non bedah hati dan transplantasi hati.
54
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. Hepatologi. Dalam: Buku saku diagnosis dan terapi. Hayes PC, Mackay
TW (editor). 2002. Jakarta : EGC
2. Sudoyo, Aru W., dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006.
3. Anonim. Hepatocellular carcinoma. 2009. http// Wikipedia.com
4. Fauci,AS. Harrison manual of medicine New York. McGraw Hill medical.2009
5. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Panduan Pelayanan
Medik. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006.
6. Richard L. Baron, M.D. and Mark S. Peterson M.D. Screening the Cirrhotic Liver
for Hepatocellular Carcinoma with CT and MR Imaging: Opportunities and
Pitfalls. RSNA 2001 Volume 21: 117 – 132.
7. Rasad S., 2005. Radiologi Diagnostik. FKUI; Jakarta.
55