37
Presentasi Kasus Bronchitis Asmatis Raih Anisti Dewi Praniti 07711132 Pembimbing : Dr. Hj. Endang W, Sp.PD, M.Kes FAKULTAS KEDOKTERAN

Presus Asma

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Presus Asma

Presentasi Kasus

Bronchitis Asmatis

Raih Anisti Dewi Praniti

07711132

Pembimbing :

Dr. Hj. Endang W, Sp.PD, M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

2011

Page 2: Presus Asma

I. KASUS

I. IDENTITAS

Nama : Ny. S

Umur : 46 tahun

Status : Menikah

Alamat : Klaten

II. KELUHAN UTAMA (KU)

Sesak nafas

III.RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

OS datang ke RS dengan keluhan sesak nafas sejak 1 jam yang lalu. Selain itu

OS juga mengeluh sesak disertai batuk dengan dahak berwarna putih dan pilek dengan

cairan encer berwarna bening sejak 1 minggu yang lalu. Sesak nafas dirasakan kambuh-

kambuhan. Dalam 1 minggu ini sesak nafas sudah kambuh sebanyak 2 kali. OS merasa

sesak nafas kambuh apabila sedang merasa kelelahan dan udara dingin. OS juga

mengaku sesak nafas kali ini kambuh karena kelelahan setelah perjalanan jauh dari

Pacitan-Yogyakarta dengan mengendarai sepeda motor. Sebenarnya kemarin (Minggu,

10 Juli 2011) OS sudah mengeluh sesak nafas dan diperiksakan ke RSI Klaten namun

OS menolak untuk rawat inap dan akhirnya rawat jalan dengan diberi obat cefadroxin,

Nytex, Inhaler combifent. Namun keesokan malam harinya (11 Juli 2011), sesak nafas

kambuh kembali dan langsung dibawa k RSI klaten lagi.

Biasanya sesak kambuh pada malam hari dan membaik pada siang hari. OS

mengaku sejak kecil sudah sering sesak nafas, namun terakhir kambuh sesak nafas

kurang lebih 2 tahun yang lalu. Dibandingkan dengan sesak nafas yang sebelumnya,

sesak nafas kali ini dirasa paling berat dan mengganggu aktivitas serta tidur. Untuk

sehari-hari obat sesak yang dikonsumsi adalah neo napacin, namun untuk serangan saat

ini, sesak tidak kunjung mereda dengan obat tersebut.

Page 3: Presus Asma

IV. ANAMNESIS SISTEM :

Saraf : pusing (-), penurunan kesadaran (-), demam (-)

Kardiovaskuler : berdebar-debar (+), keringat dingin (-), lemas (+), nyeri dada (-)

Respirasi : sesak (+), batuk (+), pilek (+)

Digesti : mual (-), muntah (-), diare(-), nafsu makan turun(+), BAB dalam

batas normal (+)

Urogenital : BAK dalam batas normal (+)

Muskuloskeletal : nyeri sendi (-), nyeri otot (-)

Integumentum : akral dingin (-), uedem (-)

V. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :

Riwayat keluhan serupa (+)

Riwayat alergi (+)

Riwayat hipertensi (-)

Riwayat diabetes mellitus (-)

Riwayat sakit jantung (-)

VI. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA :

Keluhan serupa pada keluarga (+) anak dan nenek

Riwayat Hipertensi pada keluarga (-)

Riwayat DM pada keluarga (-)

Riwayat sakit jantung (-)

VII.KEBIASAAN DAN LINGKUNGAN

Kebiasaan merokok (-)

OS jarang berolahraga (+)

Sering berpergian jauh dengan menggunakan kendaran bermotor tanpa masker

VIII. PEMERIKAAN FISIK

Page 4: Presus Asma

11 Juli 2011 (IGD)

Keadaan Umum : tampak sesak

Kesadaran : Compos Mentis

Vital sign :

TD : 160/90 mmHg N : 102 x/mnt

R : 27 x/mnt S : 37oC

Kepala : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)

Leher : Pembesaran limfonodi (-), JVP tidak meningkat

Thorax

Pulmo : I : simetris, ketinggalan gerak (-)

P: ketinggalan gerak (-), krepitasi (-)

P: hipersonor (+)

A: vesikuler +/+, RBK (+), wheezing (+)

Cor : I : iktus cordis terlihat pada SIC 4 midclavikula

P: kardiomegali (-)

P: kardiomegali (-)

A: S1, S2 tunggal reguler, bising (-)

Abdomen : I : flat, pembesaran vena (-)

A: peristaltik normal (+)

P: timpani, acites (-)

Page 5: Presus Asma

P: supel (+), hepar tidak teraba, lien tidak teraba

Ekstremitas : edem pada ekstremitas (-), akral dingin (+)

IX. RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan EKG

Pemeriksaan Darah rutin

Pemeriksaan urin

Ro thorax

X. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tanggal 11 Juli 2011 (di IGD)

EKG : sinus rythim, heart rate 102x/Menit

XI. DIAGNOSIS BANDING

Asma bronkial

Bronchitis kronik

Emfisema

Gagal jantung kiri

Emboli paru

XII. TERAPI (di IGD)

O2 4 liter

Page 6: Presus Asma

Nebulizer Combivent

Infus D5 16 Tpm

Aminophilin

Injeksi metilprednison ½ Amp/12 jam

XIII. FOLLOW UP

Tanggal 12 Juli 2011

S : demam (-), batuk (+), pilek (+), sesak berkurang (+)

O: Keadaan Umum : Cukup

Kesadaran : Compos Mentis

TD : 150/90 mmHg N : 94 x/mnt

R : 24 x/mnt S : 36 C

Kepala : CA(-), SI (-)

Thorax : S1 S2 reguler,bising (-)

Pulmo : Hipersonor (+)

Vesikuler +/+, RBK (+), Wheezing (+)

Abdominal : Nyeri tekan (-), BU (+)N

Ekstremitas : edem (-), akral hangat (+)

Hasil pemeriksaan penunjang

Darah Rutin 12 Juli 2011

Page 7: Presus Asma

Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan

HEMATOLOGI

Hemoglobin

Lekosit

Trombosit

Hematokrit

LED

Eritrosit

13.6

10.5

251.0

41.9

30 – 60

5.10

13,2-17,3

3,8-10,6

150,0-440,0

40,0-52,0

0-10

4,40-5,90

g/dl

10^3/uL

10^3/uL

vol%

mm/jam

10^6/uL

HITUNG JENIS

Netrofil

Limfosit

Monosit/Eosinofil/Basofil

72.5

17.2

10.3

36,0-66,0

25,0-40,0

-

%

%

%

NILAI-NILAI MC

MCV

MCH

MCHC

82.2

26.7

32.5

80,0-100,0

26,0-34,0

32,0-36,0

u^3

pg

g/dl

KIMIA KLINIK

FUNGSI GINJAL

Ureum

Kreatinin

FUNGSI HATI

SGOT

SGPT

26.7

0.8

23

10

15,0-50

0,6-1,3

0-50

1-50

mg/dl

mg/dl

U/L

U/L

Foto Thorax 12 juli 2011 :

Page 8: Presus Asma

Cardiomegali Ringan HHD, Dengan Paru Gambaran Bronkitis Perihiler

Dupleks, Sinus Dan Diafragma Dalam Batas Normal

A : Bronchitis Asmatis

P : Planning : Pemeriksaan Urin Rutin

Terapi :

- D5% 16 Tpm

- Metilprednison 0,5 A/12 jam

- Ranitidin 2 x1

- Vectrin 3x1

- Starcef 200 mg 1x1

- Nebulizer combivent (k/p)

Tanggal 13 Juli 2011 :

S : pusing (-), sesak (-), batuk (+), pilek (+)

O : Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

TD : 140/90 mmHg N : 80 x/mnt

R : 20 x/mnt S : 36oC

Kepala : CA(-), SI (-)

Thorax : S1 S2 reguler,bising (-)

Pulmo : Hipersonor (+)

Page 9: Presus Asma

Vesikuler +/+, RBK (+), Wheezing (-)

Abdominal : Nyeri tekan (-), BU (+) N

Pemeriksaan Laboratorium :

Urine Rutin 13 Juli 2011

Pemeriksaan Hasil Normal Satuan

URINALISA

Warna

Kekeruhan

BJ

PH

Protein

Glukosa

Keton Urin

Bilirubin

Darah

Nitrit

Urobilinogen

Lekosit

SEDIMEN URINE

Epitel

Eritrosit

Lekosit

Silinder

Kuning

Jernih

1.030

5.50

2+

Negative

Trace

1+

negatif

negatif

0.20

negatif

0-1

3-6

2-4

Negative

kuning

jernih

1,005-1,030

5,00-8,50

negatif

negatif

negatif

negatif

negatif

negatif

0,20-1,00

negatif

1+

0-2

0-3

negatif

/LPB

/LPB

Page 10: Presus Asma

Bakteri

Kristal urat amorf

Negatif

Negative

negatif

negative

A : Bronchitis Asmatis

P : Pasien diperbolehkan pulang

Terapi : - D5% 16 Tpm

- Vectrin 3x1

- Starcef 200 1x1

- Nebulizer combivent (k/p)

Page 11: Presus Asma

II. TEORI

A. Pendahuluan

Asma merupakan penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible dimana

trakeobronkial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma bronchial

adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon bronkus terhadap berbagai

rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan

derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan.

Asma merupakan penyakit familier, diturunkan secara poligenik dan multifaktoral.

Telah ditemukan hubungan antara asma dan lokus histokompatibilitas (HLA) dan tanda

genetic molekul immunoglobulin G (IgG).

Hingga saat ini, masih banyak penelitian yang dilakukan untuk lebih menguak

segala sesuatu tentang penyakit asma dan terapinya. Asma merupakan penyakit yang

manifestasinya sangat bervariasi. Sekelompok pasien mungkin bebas dari serangan

dalam jangka waktu lama dan hanya mengalami gejala jika berolahraga atau terpapar

allergen atau terinfeksi virus pada saluran pernafasannya. Pasien lain mungkin

mengalami gejala yang terus-menerus atau serangan akut yang sering. Pola gejalanya

juga berbeda antar satu pasien dengan pasien lainnya. Misalnya, seorang pasien

mungkin mengalami batuk hanya pada malam hari, sedangkan pasien lain mengalami

gejala dada sesak dan bersin-bersin baik siang maupun malam. Selain itu, dalam pasien

sendiri, pola, frekuensi, dan intensitas gejala bisa bervariasi antar waktu ke waktu.

Banyak juga pasien asma yang berkaitan dengan penyakit paru obstruktif sehingga sulit

dibedakan karena dari gejalanya hamir sama.

Secara umum, Bronkitis adalah peradangan pada selaput lendir bronkus, saluran

udara yang membawa aliran udara dari trakea ke dalam paru-paru. Bronkitis dapat

dibagi menjadi dua kategori, akut dan kronis, masing-masing memiliki etiologi yang

unik, patologi, dan terapi. Bronkitis akut ditandai oleh perkembangan batuk, dengan

Page 12: Presus Asma

atau tanpa produksi sputum, lendir yang ekspektorasi (batuk) dari saluran pernapasan.

Bronkitis akut sering terjadi selama penyakit virus akut seperti pilek atau influenza.

Virus menyebabkan sekitar 90% kasus bronkitis akut, sedangkan bakteri mencapai

kurang dari 10%.

Bronkitis asma adalah kategori didalam COPD (chronic obstructive pulmonary

disease). Penyakit paru-paru jenis ini biasanya diperoleh oleh individu yang menderita

terhadap bronkitis kronisdan sulit dibedakan dari penyakit paru-paru lainnya karena

tanda-tanda dan gejalanya sangat mirip. Penyakit jalan pernafasan lainnya yang mirip

adalah sinusitis, bronkitis, emphysema dan asma yang umum. Bronchitis asmatis adalah

bentuk asma yang sering terancukan dengan bronchitis akut. Pada berbagai infeksi

saluran pernafasan atas, beberapa penderita mengalami spasme bronkus dan eksudasi

yang serupa dengan tanda-tanda pada penderita lebih besar yang menderita asma.

B. Etiologi

Sampai saat ini etiologi dari asma bronchial belum diketahui. Berbagai teori sudah

diajukan, akan tetapi yang paling disepakati adalah adanya gangguan parasimpatis

(hiperaktivitas saraf kolinergik), gangguan Simpatis (blok pada reseptor beta adrenergic

dan hiperaktifitas reseptor alfa adrenergik).

Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :

1. Ekstrinsik (alergik)

Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang

spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan

aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu

predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus

spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.

Page 13: Presus Asma

2. Intrinsik (non alergik)

Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang

tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan

oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih

berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi

bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.

3. Asma gabungan

Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk

alergik dan non-alergik. Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan

presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial.

1. Faktor predisposisi

Genetik. Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum

diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit

alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi.

Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma

bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas

saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.

2. Faktor presipitasi

a. Alergen, dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan (debu, bulu binatang,

serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi)

Ingestan, yang masuk melalui mulut (makanan dan obat-obatan)

Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit (perhiasan, logam dan

jam tangan)

b. Perubahan cuaca

Page 14: Presus Asma

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.

Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan

asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim

hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin

serbuk bunga dan debu.

c. Stress

Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga

bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang

timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan

emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika

stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.

d. Lingkungan kerja

Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini

berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di

laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini

membaik pada waktu libur atau cuti.

e. Olahraga/ aktifitas jasmani yang berat

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas

jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan

serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah

selesai aktifitas tersebut.

C. Patofisiologi

Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkus yang menyebabkan

sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkus terhadap benda-

benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan

cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk

Page 15: Presus Asma

membentuk sejumlah antibody IgE abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini

menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma,

antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang

berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup

alergen maka antibody IgE orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi

yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai

macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan

leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin.

Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada

saluran nafas maupun sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkus dan spasme otot

polos bronkus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.

Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama

inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian

luar bronkus. Karena bronkus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya

adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama

ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan

adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea.

Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama

serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa

menyebabkan barrel chest.

D. Klasifikasi

Derajat Gejala Gejala malam Faal paru

Pencetus :- Allergen- Olahraga- Emosi

Imun respon menjadi aktif

Pelepasan mediator humoral- Histamine- SRS-A- Serotonin- Kinin

- bronkospasme - edema mukosa- sekresi meningkat- inflamasi

Penghambat kortikosteroid

Page 16: Presus Asma

Intermiten - Gejala kurang dari 1x/minggu

- Asimtomatik

Kurang dari 2 kali dalam sebulan

APE > 80%

Mild persistan - Gejala lebih dari 1x/minggu tapi kurang dari 1x/hari

- Serangan dapat menganggu Aktivitas dan tidur

Lebih dari 2 kali dalam sebulan

APE >80%

Moderate persistan

- Setiap hari, - serangan 2 kali/seminggu, bisa

berahari-hari.

- menggunakan obat setiap hari

- Aktivitas & tidur terganggu

Lebih 1 kali dalam seminggu

APE 60-80%

Severe persistan

- gejala Kontinyu - Aktivitas terbatas

- sering serangan

Sering APE <60%

E. Gejala Klinis

Penyakit asma mempunyai manifestasi fisiologis berbentuk penyempitan yang

meluas pada saluran udara pernafasan yang dapat sembuh spontan atau sembuh dengan

terapi. Penyakit ini brsifat episodik dengan eksaserbasi akut yang diselingi oleh periode

tanpa gejala.

Keluhan utama penderita asma adalah sesak napas mendadak disertai inspirasi

yang lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi dan diikuti oleh bunyi mengi

(wheezing), batuk yang disertai serangan sesak napas yang kumat-kumatan. Pada

beberapa penderita asma keluhan tersebut dapat ringan, sedang atau berat dan sesak

napas penderita timbul mendadak, dirasakan makin lama makin meningkat atau tiba-

tiba menjadi berat. Hal ini sering terjadi terutama pada penderita dengan rhinitis

alergika atau radang saluran napas bagian atas.

F. Diagnosis banding

1. Bronkitis kronis

Page 17: Presus Asma

Ditandai dengan batuk kronik menegluarkan sputum 3 bulan dalam setahun paling

sedikti terjadi dua tahun. Gejala utama batuk disertai sputum biasanya terjadi pada

penderita > 35 tahun dan perokok berat. Gejalanya berupa batuk di pagi hari, lama-

lama disertai mengi, menurunya kemampuan kegiatan jasmani pada stadium lanjut

ditemukan sianosis dan tanda-tanda kor pumonal.

2. Emfisema paru

Sesak merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang

menyertainya. Penderita biasanya kurus. Berbeda dengan asma, emfisema biasanya

tidak ada fase remisi, penderita selalu merasa sesak pada saat melakukan aktivitas.

Pada pemeriksaan fisik di dapat dada seperti tong, gerakan nafas terbatas,

hipersonor, pekak hati menurun, suara vesikuler sangat lemah. Pada foto dada di

dapat adanya hiperinflasi.

3. Gagal jantung kiri

Gejala gagal jantung yang sering terjadi pada malam hari dikenal sebagai

paroksisimal dispneu. Penderita tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak,

tetapi sesak berkurang jika penderita duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan

adanya kardiomegali dan udem paru.

4. Emboli paru

Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung dan

tromboflebitis dengan gejala sesak nafas, pasien terbatuk-batuk disertai darah, nyeri

pleura, keringat dingin, kejang, dan pingsang. Pada pemeriksaan fisik didapat

ortopnea, takikardi, gagal jantung kanan, pleural friction, gallop, sianosis, dan

hipertensi.

G. Diagnosis

1. Anamnesa

Page 18: Presus Asma

a. Keluhan sesak nafas, mengi, dada terasa berat atau tertekan, batuk berdahak yang

tak kunjung sembuh, atau batuk malam hari.

b. Semua keluhan biasanya bersifat episodik dan reversible.

c. Mungkin ada riwayat keluarga dengan penyakit yang sama atau penyakit alergi

yang lain, seperti rhinitis alergika, dermatitis atopic

d. Adanya faktor pencetus serangan. Dengan mengetahui faktor pencetus serangan,

kemudian menghindarinya, maka diharapkan gejala asma dapat dicegah.

Faktor – faktor pencetus asma yaitu :

- infeksi virus saluran atas : influenza

- pemajanan terhadap allergen tungau, debu rumah, bulu binatang

- pemajanan terhadap iritan asap rokok, minyak wangi

- kegiatan jasmani: lari

- ekspresi emosiaonal takut, marah, frustasi

- obat-obat aspirin, penyekat beta, anti-inflamasi non-steroid

- lingkungan kerja: uap zat kimia

- polusi udara: asap rokok

- pengawet makanan : sulfit

Yang membedakan asma dengan penyakit paru yang lain yaitu pada asma

serangan dapat hilang dengan atau tanpa obat, artinya serangan asma tanpa diobati

ada yang hilang sendiri. Tetapi membiarkan pasien asma dalam serangan tanpa obat

selain tidak etis juga dapat membahayakan nyawa pasien. Gejala asma bervariasi

dari satu individu ke individu lain.

2. Pemeriksaan Fisik

Page 19: Presus Asma

Penemuan tanda pada pemeriksaan fisik pasien asma, tergantung derajat obstruksi

saluran napas.

a. Keadaan umum : penderita tampak sesak nafas dan gelisah, penderita lebih

nyaman dalam posisi duduk.

b. Jantung : pekak jantung mengecil, takikardi.

c. Paru :

Inspeksi : dinding torak tampak mengembang, diafragma terdorong ke

bawah.

Auskultasi : terdengar wheezing (mengi), ekspirasi memanjang.

Perkusi : hipersonor

Palpasi : Vokal Fremitus kanan=kiri

3. Pemeriksaan laboratorium

a. Faal paru (spirometri /peak flow meter) menilai berat obstruksi, reversibilitas,

variabilitas. Cara yang paling cepat dan sederhana untuk menegakkan diagnosis

asma adalah melihat respon pengobatan bronkodilator. Pemeriksaan spirometri

dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator hirup golongan

adrenegik beta. Peningkatan VEP/KVP sebanyak 20% menunjukan diagnosis

asma.

b. Darah rutin didapat peningkatan eosinofil dan IgE

c. Sputum didapat adanya eosinofil, spiral crushman, kristal charcot Leyden.

Sedangkan neutrophil sangat dominan pada bronchitis kronik.

d. Foto toraks dapat normal diluar serangan, hiperinflasi saat serangan, adanya

penyakit lain.

Page 20: Presus Asma

e. Uji provokasi bronkus untuk membantu diagnosis untuk menunjukan adanya

hiperaktivitas bronkus.

f. Analisis gas darah hanya dilakukan pada asma berat. Pada fase awal serangan,

terjadi hipoksemia dan hiokapnia (PaCO2 < 35 mmHg)

H. Penatalaksanaan

1. Tujuan pengobatan asma

Menghilangkan & mengendalikan gejala asma

Mencegah eksaserbasi akut

Meningkatkan & mempertahankan faal paru optimal

Mengupayakan aktivitas normal (exercise)

Menghindari Efek samping obat

Mencegah airflow limitation irreversible

Mencegah kematian

2. Pengobatan non farmakologik:

Memberikan penyuluhan

Menghindari faktor pencetus

Pemberian cairan

Fisioterapi

Beri O2 bila perlu

3. Terapi Farmakologi

Terapi awal

a. Pasang Oksigen 2-4 liter/menit dan pasang infuse RL atau D5.

Page 21: Presus Asma

b. Bronkodilator (salbutamol 5 mg atau terbutalin 10 mg) inhalasi dan pemberian

dapat diulang dalam 1 jam.

c. Aminofilin bolus intravena 5-6 mg/kgBB, jika sudah menggunakan obat ini dalam

12 jam sebelumnya cukup diberikan setengah dosis.

d. Anti inflamasi (kortikosteroid) menghambat inflamasi jalan nafas dan mempunyai

efek supresi profilaksis

e. Ekspektoran adanya mukus kental dan berlebihan (hipersekresi) di dalam saluran

pernafasan menjadi salah satu pemberat serangan asma, oleh karenanya harus

diencerkan dan dikeluarkan, misalnya dengan obat batuk hitam (OBH), obat batuk

putih (OBP), gliseril guaiakolat (GG)

f. Antibiotik hanya diberikan jika serangan asma dicetuskan atau disertai oleh

rangsangan infeksi saluran pernafasan, yang ditandai dengan suhu yang meninggi.

Page 22: Presus Asma

Gb 2. Algoritma tatalaksana terapi asma di RS (sumber : kelly dan sorkness, 2005)

Page 23: Presus Asma

Sebenarnya untuk terapi farmakologi, dapat dibagi menjadi dua jenis pengobatan

yaitu:

a. Quick-relief medicines, yaitu pengobatan cepat yang digunakan untuk

merelaksasi otot-otot di saluran pernafasan, memudahkan pasien untuk bernafas,

memberikan kelegaan bernafas, dan digunakan saat terjadi serangan asma

(asthma attack). Contohnya yaitu bronkodilator (golongan Agonis β 2,

antikolinergik, metilsantin, dan kortikosteroid oral (sistemik)

b. Long-term medicines, yaitu pengobatan yang digunakan untuk mengobati

inflamasi pada saluran pernafasan, mengurangi udem dan mukus berlebih,

memberikan kontrol untuk jangka waktu lama, dan digunakan untuk membantu

mencegah timbulnya serangan asma (asthma attack). Contohnya yaitu

kortikosteroid bentuk inhalasi.

Gol. Adrenergik:

Contoh : Adrenalin/epinephrine, Ephedrine oral : Short Acting beta 2-agonis

(SABA), Salbutamol (Ventolin), Terbutaline (Bricasma), Fenoterol (Berotec),

Procaterol (Meptin), Orcipren Obat-obat simpatomimetik.

Pada asma golongan β-2 adrenegik (salbutamol, terbutalin, fenoterol,

prokaretol) merupakan obat-obat terpilih untuk mengatasi serangan asma akut.

Dapat diberikan secara inhalasi melalui MDI (Metered Dosed Inhaler ) atau

nebulizer (Waspadji, 2001). β2 agonis merupakan bronkodilator yang paling

efektif. Stimulasi β2 reseptor adrenergik mengaktifkan adenil siklase, dimana

produksinya meningkatkan intraselular siklik AMP intrasel dan merelaksasi

otot polos bronkus.

Obat-obat simpatomimetik seperti epinefrin, efedrin, isoproterenol dan

beberapa obat-obat β 2 selektif telah banyak digunakan dalam pengobatan

asma (Katzung,2001). Epinefrin adalah bronkodilator yang efektif, efek

bronkodilatornya cepat bila diberikan secara subkutan atau per inhalasi.

Page 24: Presus Asma

Karena epinefrin merangsang reseptor-reseptor β 1 sama kuatnya dengan

reseptor β 2, takikardi, aritmia dan memperberatangina pektoris yang

merupakan efek-efek samping yang mengganggu. Dibanding epinefrin,

efedrin mempunyai masa kerja yang lebih lama, aktif per oral, efek sentral

lebih menonjol dan potensinya jauh lebih lemah (Katzung, 2001). Dosis lazim

epedrin15-60mg, 3x sehari (Anonim, 2006).aline (Alupent)

Gol. Methylxantine:

Contoh : metil xantin penting adalah teofilin, teobromin dan kafein. Dari

berbagai xantin, teofilin merupakan bronkodilator yang paling efektif dan

telah terbukti berulang kali dapat meringankan obstruksi aliran udara pada

asma akut, mengurangi keparahan gejala-gejala serta waktu yang hilang dalam

pekerjaan atau sekolah karena asma kronis. Teofilin memperbaiki control

jangka panjang asma jika diberikan sebagai terapi pemeliharaan tunggal atau

apabila ditambahkan pada kortikosteroid per inhalasi (Katzung, 2001). Dosis

teofilin untuk dewasa 130-150mg, jikadiperlukan dapat dinaikkan menjadi 2

kalinya (Anonim, 2000). Teofilin banyak dijumai dalam bentuk kompleks

dengan etilendiamin yang dinamakan aminofilin.

Gol. Antikolinergik:

Contoh : Atropin, Ipratropium bromide

Penggunaan antikolinergik inhalasi ini umumnya menghasilkan perbaikan pada

fungsi paru 10-15% dibandingkan jika hanya menggunakan b agonis saja.

Gol. Steroid:

Contoh : Methylprednisolone, Dexamethasone, Beclomethasone (Beclomet),

Budesonide (Pulmicort), Fluticasone (Flixotide)

Obat anti inflamasi Kortikosteroid digunakan Jika obstruksi saluran nafas

masih tetap berat meskipun diobati dengan bronkodilator, dapat dimulai

Page 25: Presus Asma

dengan memberikan kortikosteroid per oral. Setelah pengobatan permulaan

dengan kortikosteroid dosis tinggi (misal prednisolon 30mg/hari selama

3minggu), obat ini harus diiberikan dalam dosis paling rendah

yangdiperlukan untuk mengontrol gejala-gejala. Bila memungkinkan,terapi

pasien dengan kortikosteroid oral tersebut kemudian diubah ke terapi dengan

kortikosteroid inhalasi (Katzung, 2001). Dosis prednisolon oral yaitu dosis

awal 10-20mg/hari, kasus beratsampai 60mg/hari, sebaiknya dimakan pagi

hari setelah sarapan,dosis sering dapat diturunkan dalam beberapa hari,

tetapi mungkindiperlukan sampai beberapa minggu atau bulan. Dosis

prednisolone injeksi im 25-100mg sekali atau 2x seminggu (Anonim, 2006)

2. Terapi serangan asma akut

Berat ringannya serangan

Terapi Lokasi

Ringan Terbaik : Agonis beta 2 inhalasi diulang setiap 1 jam Alternatif : agonis beta 2 oral 3 X 2 mg

Di rumah

Sedang Terbaik : oksigen 2-4 liter/menit dan agonis beta 2 inhalasi Alternatif :agonis beta 2 IM/adrenalin subkutan. Aminofilin 5-6mg/kgbb

- puskesmas

- klinik rawat jalan

- IGD

-praktek dokter umum

-rawat inap jika tidak ada respons dalam 4 jam.

Berat Terbaik :

-Oksigen 2-4 liter/menit

-agonis beta 2 nebulasi diulang s/d 3 kali dalam 1 jam pertama

- IGD

- Rawat inap apabila dalam 3 jam belum ada perbaikan

-pertimbangkan masuk ICU jika keadaan memburuk

Page 26: Presus Asma

-aminofilin IV dan infuse

-steroid IV diulang tiap 8 jam

progresif.

Mengancam jiwa

Terbaik

-lanjutkan terapi sebelumnya

-pertimbangkan intubasi dan ventilasi mekanik

ICU

3. Terapi Edukasi kepada pasien/keluarga bertujuan untuk

a. meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara umum dan pola

penyakit asma sendiri)

b. meningkatkan keterampilan (kemampuan dalam penanganan asma sendiri/asma

mandiri)

c. membantu pasien agar dapat melakukan penatalaksanaan dan mengontrol asma

4. Pencegahan

a. Menjauhi alergen, bila perlu desensitisasi

b. Menghindari kelelahan

c. Menghindari stress psikis

d. Mencegah/mengobati ISPA sedini mungkin

e. Olahraga renang, senam asma

I. Komplikasi

1. Pneumotoraks

2. Pneumodiastinum dan emfisema subcutis

3. Atelektasis

Page 27: Presus Asma

4. Gagal nafas

DAFTAR PUSTAKA

1. samsuridjal . 2007. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 3. Jakarta : Balai

Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

2. Price, Sylvia Anderston. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Preose-Proses

Penyakit. Jilid 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

3. Mansjoer, Arif, et al. 2005. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius :

Jakarta

4. Ikawati, Zullies. 2006. Farmakoterapi penyakit system pernafasan. Fakultas

Farmasi UGM. Yogyakarta