Upload
anna-rumaisyah
View
246
Download
7
Embed Size (px)
DESCRIPTION
jnioniojmomopm
Citation preview
PRESENTASI KASUS BANGSAL II
BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO
Dosen Pembimbing :
dr. Hernawan, Sp.S
Disusun oleh :
Anna Rumaisyah Abidin G4A014015
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
SMF. ILMU PENYAKIT SARAFRSUD. PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO
PURWOKERTO
2015
LEMBAR PERSETUJUAN
PRESENTASI KASUS BANGSAL II
BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
ujian kepaniteraan klinik SMF. Ilmu Penyakit Saraf
RSUD. Prof. dr. Margono Soekardjo
Purwokerto
Disusun oleh
Anna Rumaisyah Abidin G4A014015
Disetujui dan disahkan
Tanggal :..........................
Mengetahui,
Pembimbing
dr. Hernawan, Sp.S
BENIGNA PAROKSISMAL POSISIONAL VERTIGO
A. Definisi
Vertigo adalah suatu bentuk gangguan orientasi diruangan dimana perasaan
dirinya bergerak berputar ataupun bergelombang terhadap ruangan sekitarnya atau
ruangan sekitarnya bergerak terhadap dirinya. Bentuk yang paling umum dari vertigo
vestibular perifer adalah BPPV (benign paroksismal posisional vetigo), neuritis vestibular
dan Meniere’s disease (Sjahrir, 2008).
BPPV jenis didapati dimana dicetuskan oleh keadaan perubahan posisi kepala,
terutama pada sikap berbaring pada sisi telinga yang sakit berada di bawah (Sjahrir,
2008). BPPV ini merupakan gangguan yang paling sering ditemukan pada bagian sistem
vestibular telinga dalam. BPPV berarti jinak yang berarti gangguan ini tidak mengancam
jiwa maupun tidak bersifat progresif. BBPV dicetuskan dari sensasi berputar yang disebut
vertigo yang berarti paroksismal dan posisi, hal ini berarti terjadinya secara tiba-tiba dan
dengan perubahan posisi kepala ( Hain, 2010).
B. Etiologi
Pada sekitar 50% kasus, penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Beberapa kasus
BPPV dijumpai setelah mengalami jejas atau trauma kepala atau leher, infeksi telinga
tengah atau operasi stapedektomi dan proses degenerasi pada telinga dalam juga
merupakan penyebab BPPV sehingga insiden BPPV meningkat dengan bertambahnya
usia (Bashiruddin, 2007). Banyak BPPV yang timbul spontan, disebabkan oleh kelainan
di otokonial berupa deposit yang berada di kupula bejana semisirkularis posterior.
Deposit ini menyebabkan bejana menjadi sensitif terhadap perubahan gravitasi yang
menyertai keadaan posisi kepala yang berubah.
C. Jenis-jenis vertigo
Vertigo diklasifikasikan menjadi dua kategori berdasarkan saluran vestibular yang
mengalami kerusakan, yaitu vertigo periferal dan vertigo sentral. Saluran vestibular
adalah salah satu organ bagian dalam telinga yang senantiasa mengirimkan informasi
tentang posisi tubuh kotak untuk menjaga keseimbangan.
1. Vertigo Periferal
Vertigo periferal terjadi jika terdapat gangguan di saluran yang disebut kanalis
semisirkularis, yaitu telinga bagian tengah yang bertugas mengontrol keseimbangan.
Vertigo jenis ini biasanya diikuti gejala-gejala seperti
- pandangan gelap
- rasa lelah dan stamina menurun
- jantung berdebar
- hilang keseimbangan
- tidak mampu berkonsentrasi
- perasaan seperti mabuk
- otot terasa sakit
- mual dan muntah-muntah
- memori dan daya pikir menurun
- sensitif pada cahaya terang dan suara
- berkeringat
Gangguan kesehatan yang berhubungan dengan vertigo periferal antara lain penyakit-
penyakit seperti benign parozysmal positional vertigo (gangguan akibat kesalahan
pengiriman pesan), penyakit meniere (gangguan keseimbangan yang sering kali
menyebabkan hilang pendengaran) , vestibular neuritis (peradangan pada sel-sel saraf
keseimbangan) , dan labyrinthitis (radang di bagian dalam pendengaran) .
2. Vertigo Sentral
Vertigo sentral terjadi jika ada sesuatu yang tidak normal di dalam otak, khususnya di
bagian saraf keseimbangan, yaitu daerah percabangan otak dan serebelum (otak kecil).
Gejala vertigo sentral biasanya terjadi secara bertahap, penderita akan mengalami hal-
halseperti:
- penglihatan ganda
- sukar menelan
- kelumpuhan otot-otot wajah
- sakit kepala yang parah
- kesadaran terganggu
- tidak mampu berkata-kata
- hilangnya koordinasi
- mual dan muntah-muntah
- tubuh terasa lemah
Gangguan kesehatan yang berhubungan dengan vertigo sentral termasuk antara lain
stroke, multiple sclerosis (gangguan tulang belakang dan otak), tumor, trauma di
bagian kepala, migren, infeksi, kondisi peradangan, neurodegenerative illnesses
(penyakit akibat kemunduran fungsi saraf) yang menimbulkan dampak pada otak
kecil.
D. Penegakan diagnosis
1. Gejala klinis
Gejala utama dari BPPV muncul ketika perubahan posisi kepala dari gravitasi.
Biasanya penderita yang memiliki vertigo ada ketika bangun dari tempat tidur, ketika
ingin berbaring,melihat keatas dan belakang dan membungkuk. Banyak kasus, BPPV
dapat mereda sendiri namun berulang di kemudian hari. Bersamaan dengan perasaan
pusing berputar, pasien dapat mengalami mual dan muntah. Sensasi ini dapat timbul
lagi bila kepala dikembalikan ke posisi semula, namun arah nistagmus yang timbul
adalah sebaliknya (Dessai et al., 2015).
2. Pemeriksaan Fisik
Pasien memiliki pendengaran yang normal, tidak ada nistagmus spontan, dan pada
evaluasi neurologis normal. Pemeriksaan fisis standar untuk BPPV adalah :Dix-
Hallpik dan Tes kalori.
Dix-Hallpike. Cara melakukannya sebagai berikut:
a. Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur pemeriksaan, dan
vertigo mungkin akan timbul namun menghilang setelah beberapa detik.
b. Penderita didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa, sehingga ketika posisi
terlentang kepala ekstensi ke belakang 30o – 40o, penderita diminta tetap
membuka mata untuk melihat nistagmus yang muncul.
c. Kepala diputar menengok ke kanan 45o (kalau KSS posterior yang terlibat). Ini
akan menghasilkan kemungkinan bagi otolith untuk bergerak, kalau ia memang
sedang berada di KSS posterior.
d. Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala penderita, penderita direbahkan
sampai kepala tergantung pada ujung tempat periksa.
e. Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi tersebut
dipertahankan selama 10-15 detik.
f. Komponen cepat nistagmus harusnya “up-bet” (ke arah dahi) dan ipsilateral.
g. Kembalikan ke posisi duduk, nistagmus bisa terlihat dalam arah yang yang
berlawanan dan penderita mengeluhkan kamar berputar ke arah berlawanan.
h. Berikutnya maneuver tersebut diulang dengan kepala menoleh ke sisi kiri 45o dan
seterusnya
Gambar 5. Pemeriksaan Dix-Hapllike ( Fife et al., 2008)
Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke belakang,
namun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus. Pada pasien
BPPV setelah provokasi ditemukan nistagmus yang timbulnya lambat, ± 40 detik,
kemudian nistagmus menghilang kurang dari satu menit bila sebabnya kanalitiasis,
pada kupulolitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari satu menit, biasanya serangan
vertigo berat dan timbul bersamaan dengan nistagmus.(4)
Tes kalori, Tes kalori ini dianjurkan oleh Dick dan Hallpike. Pada cara ini dipakai 2
macam air, dingin dan panas. Suhu air dingin adalah 30 derajat C, sedangkan suhu
air panas adalah 44 derajat C. volume air yang dialirkan kedalam liang telinga
masing-masing 250 ml, dalam waktu 40 detik. Setelah air dialirkan, dicatat lama
nistagmus yang timbul. Setelah telinga kiri diperiksa dengan air dingin, diperiksa
telinga kanan dengan air dingin juga. Kemudian telinga kiri dialirkan air panas, lalu
telinga dalam. Pada tiap-tiap selesai pemeriksaan (telinga kiri atau kanan atau air
dingin atau air panas) pasien diistirahatkan selama 5 menit ( untuk menghilangkan
pusingnya).
E. Patofisiologi
Pada telinga dalam terdapat 3 kanalis semisirkularis. Ketiga kanalis semisirkularis
tersebut terletak pada bidang yang saling tegak lurus satu sama lain. Pada pangkal setiap
kanalis semisirkularis terdapat bagian yang melebar yakni ampula. Di dalam ampula
terdapat kupula, yakni alat untuk mendeteksi gerakan cairan dalam kanalis semisirkularis
akibat gerakan kepala. Sebagai contoh, bila seseorang menolehkan kepalanya ke arah
kanan, maka cairan dalam kanalis semisirkularis kanan akan tertinggal sehingga kupula
akan mengalami defleksi ke arah ampula. Defleksi ini diterjemahkan dalam sinyal yang
diteruskan ke otak sehingga timbul sensasi kepala menoleh ke kanan. Adanya partikel
atau debris dalam kanalis semisirkularis akan mengurangi atau bahkan menimbulkan
defleksi kupula ke arah sebaliknya dari arah gerakan kepala yang sebenarnya. Hal ini
menimbulkan sinyal yang tidak sesuai dengan arah gerakan kepala, sehingga timbul
sensasi berupa vertigo.
Terdapat 2 teori yang menjelaskan patofisiologi BPPV, yakni teori kupulolitiasis dan
kanalolitiasis (Li, 2009 ; Riyanto, 2004 ; Hain, 2010) :
Teori Kupulolitiasis
Pada tahun 1962, Schuknecht mengajukan teori kupulolitiasis untuk
menjelaskan patofisiologi BPPV. Kupulolitiasis adalah adanya partikel yang melekat
pada kupula krista ampularis. Schuknecht menemukan partikel basofilik yang melekat
pada kupula melalui pemeriksaan fotomikrografi. Dengan adanya partikel ini maka
kanalis semisirkularis menjadi lebih sensitif terhadap gravitasi. Teori ini dapat
dianalogikan sebagai adanya suatu benda berat yang melekat pada puncak sebuah tiang.
Karena berat benda tersebut, maka posisi tiang menjadi sulit untuk tetap dipertahankan
pada posisi netral. Tiang tersebut akan lebih mengarah ke sisi benda yang melekat. Oleh
karena itu kupula sulit untuk kembali ke posisi netral. Akibatnya timbul nistagmus dan
pening (dizziness).
Teori Kanalitiasis
Teori ini dikemukakan olleh Epley pada tahun 1980. Menurutnya gejala BPPV
disebabkan oleh adanya partikel yang bebas bergerak (canalith) di dalam kanalis
semisirkularis. Misalnya terdapat kanalit pada kanalis semisirkularis posterior. Bila
kepala dalam posisi duduk tegak, maka kanalit terletak pada posisi terendah dalam
kanalis semisirkularis posterior. Ketika kepala direbahkan hingga posisi supinasi, terjadi
perubahan posisi sejauh 90°. Setelah beberapa saat, gravitasi menarik kanalit hingga
posisi terendah. Hal ini menyebabkan endolimfa dalam kanalis semisirkularis menjauhi
ampula sehingga terjadi defleksi kupula. Defleksi kupula ini menyebabkan terjadinya
nistagmus. Bila posisi kepala dikembalikan ke awal, maka terjadi gerakan sebaliknya dan
timbul pula nistagmus pada arah yang berlawanan.
Teori ini lebih menjelaskan adanya masa laten antara perubahan posisi kepala dengan
timbulnya nistagmus. Parnes dan McClure pada tahun 1991 memperkuat teori ini dengan
menemukan adanya partikel bebas dalam kanalis semisirkularis poster. Saat melakukan
operasi kanalis tersebut.
Bila terjadi trauma pada bagian kepala, misalnya, setelah benturan keras, otokonia yang
terdapat pda utikulus dan sakulus terlepas. Otokonia yang terlepas ini kemudian
memasuki kanalis semisirkularis sebagai kanalit. Adanya kanalit didalam kanalis
semisirkularis ini akan memnyebabkan timbulnya keluhan vertigo pada BPPV. Hal inilah
yang mendasari BPPV pasca trauma kepala.
Gambar 2: Patofisiologi
F. Tata Laksana
BPPV dengan mudah diobati. Partikel dengan sederhana perlu dikeluarkan dari kanal
semisirkular posterior dan mengembalikannya ke tempat yang tidak menimbulkan gejala
(Johnson,2004).
Beberapa manuver yang dapat dilakukan, antara lain
1. Canalith Reposisi Prosedur (CRT)/Epley manuver :
CRP adalah pengobatan non-invasif untuk penyebab paling umum dari vertigo, terutama
BPPV, CRP pertama kali digambarkan sebagai pengobatan untuk BPPV di tahun 1992. Saat ini
CRP atau maneuver Epley telah digunakan sebagai terapi BPPV karena dapat mengurangi gejala
BPPV pada 88% kasus. CRP membimbing pasien melalui serangkaian posisi yang menyebabkan
pergerakan canalit dari daerah di mana dapat menyebabkan gejala (yaitu, saluran setengah
lingkaran dalam ruang cairan telinga dalam) ke daerah telinga bagian dalam dimana canalit tidak
menyebabkan gejala (yaitu, ruang depan). Canalit biasanya berada pada organ telinga bagian
dalam yang disebut organ otolith, partikel kristal ini dapat bebas dari organ otolith dan kemudian
menjadi mengambang bebas di dalam ruang telinga dalam (Johnson,2004).
Dalam kebanyakan kasus BPPV canalit bergerak di kanal ketika posisi kepala berubah
sehubungan dengan gravitasi, dan gerakan dalam kanal menyebabkan defleksi dari saraf berakhir
dalam kanal (cupula itu). Ketika saraf berhenti dirangsang, pasien mengalami serangan tiba-tiba
vertigo (Johnson,2004).
Berdasarkan penelitian meta analisis acak terkendali CRP memiliki tingkat efektivitas
yang sangat tinggi. CRP telah diuji dalam berbagai percobaan terkontrol, dalam studi ini, 61-
80% dari pasien yang diobati dengan CRP memiliki resolusi BPPV dibandingkan dengan hanya
10-20% dari pasien dalam kelompok kontrol. Berdasarkan temuan dari tinjauan sistematis
literatur, American Academy of Neurology menyimpulkan bahwa CRP adalah "merupakan
terapi yang efektif dan aman yang ditetapkan yang harus ditawarkan untuk pasien dari segala
usia dengan BPPV kanal posterior (Level rekomendasi A)". Selain itu, American Academy of
Otolaryngology - Bedah Kepala dan Leher Foundation, membuat rekomendasi bahwa "dokter
harus memperlakukan pasien dengan BPPV kanal posterior dengan Manuver reposisi partikel"
(Johnson,2004).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yoon Kyung Kim dan teman-teman
ditunjukkan bahwa untuk mengontrol gejala BPPV maka diperlukan pelaksanaan maneuver
Epley 1,97 kali. Hal ini membuktikan bahwa maneuver Epley marupakan maneuver yang paling
efektif pada BPPV (Johnson,2004).
Terdapat sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ronald dengan menggunakan subyek
sebanyak 40 pasien dengan BPPV dirawat dengan menggunakan prosedur reposisi canalith
(maneuver Epley) dibandingkan dengan pembiasaan latihan vestibular untuk menentukan
pendekatan pengobatan yang paling efektif. Dua puluh pasien tambahan dengan BPPV tidak
diobati dan menjadi kelompok kontrol. Intensitas dan durasi gejala dimonitor selama periode 3
bulan. Semua pasien telah menunjukkan pengurangan gejala-gejala di kelompok perlakuan.
Prosedur reposisi canalith tampaknya memberikan resolusi gejala dengan perlakuan yang lebih
sedikit, tetapi hasil jangka panjangnya bagus, efektif dalam mengurangi BPPV. Sejumlah besar
pasien dalam kelompok kontrol (75%) terus punya vertigo (Johnson,2004).
Indikasi Canalith Reposisi Prosedur (CRT)/Epley manuver :
1. Episode berulang pusing dipicu BPPV.
2. Positif menemukan gejala dan nistagmus dengan pengujian posisi (misalnya, uji Dix-
Hallpike).
Gambar 1. Manuver Epley
- Pertama posisi duduk, kepala menoleh ke kiri ( pada gangguan keseimbangan / vertigo telinga
kiri ) (1)
- Kemudian langsung tidur sampai kepala menggantung di pinggir tempat tidur (2), tunggu jika
terasa berputar / vertigo sampai hilang, kemudian putar kepala ke arah kanan (sebaliknya)
perlahan sampai muka menghadap ke lantai (3), tunggu sampai hilang rasa vertigo.
- Kemudian duduk dengan kepala tetap pada posisi menoleh ke kanan dan kemudian ke arah lantai
(4), masing-masing gerakan ditunggu lebih kurang 30 – 60 detik.
- Dapat dilakukan juga untuk sisi yang lain berulang kali sampai terasa vertigo hilang
(Johnson,2004).
Ada beberapa masalah yang timbul dengan metode lakukan sendiri, antara lain :
a. Jika diagnosis BPPV belum dikonfirmasi, metode ini tidak berhasil dan dapat menunda
penanganan penyakit yang tepat.
b. Komplikasi seperti perubahan ke kanal lain dapat terjadi selama maneuver Epley, yang
lebih baik ditangani oleh dokter daripada di rumah.
c. Selama maneuver Epley sering terjadi gejala neurologis dipicu oleh kompresi pada arteri
vertebralis (Johnson,2004).
Operasi dilakukan pada sedikit kasus pada pasien dengan BPPV berat. Pasien ini gagal
berespon dengan manuver yang diberikan dan tidak terdapat kelainan patologi intrakranial pada
pemeriksaan radiologi. Gangguan BPPV disebabkan oleh respon stimulasi kanalis semisirkuler
posterior, nervus ampullaris, nervus vestibuler superior, atau cabang utama nervus vestibuler.
Oleh karena itu, terapi bedah tradisional dilakukan dengan transeksi langsung nervus vestibuler
dari fossa posterior atau fossa medialis dengan menjaga fungsi pendengaran (Johnson,2004).
Prognosis setelah dilakukan CRP (canalith repositioning procedure) biasanya bagus.
Remisi dapat terjadi spontan dalam 6 minggu, meskipun beberapa kasus tidak terjadi. Dengan
sekali pengobatan tingkat rekurensi sekitar 10-25%. CRP/Epley maneuver terbukti efektif dalam
mengontrol gejala BPPV dalam waktu lama (Johnson,2004).
Dari beberapa latihan, umumnya yang dilakukan pertama adalah CRT atau Semont
Liberatory, jika masih terasa ada sisa baru dilakukan Brand-Darroff exercise. Pada sebuah
penelitian disebutkan bahwa dalam setelah pelaksanaan maneuver-manuver terapi BPPV tidak
perlu dilakukan pembatasan terhadap gerak tubuh maupun kepala. Epley maneuver sangat
sederhana, mudah dilakukan, hasil yang diharapkan untuk mengurangi gejala cepat muncul,
efektif, tidak ada komplikasi, dan dapat diulang beberapa kali setelah mencoba pertama kali
sehingga sangat dianjurkan kepada orang yang menderita BPPV (Johnson,2004).
2. Latihan Semont Liberatory :
Gambar 2. Manuver Semont Liberatory
Keterangan Gambar :
- Pertama posisi duduk (1), untuk gangguan vertigo telinga kanan, kepala menoleh ke kiri.
- Kemudian langsung bergerak ke kanan sampai menyentuh tempat tidur (2) dengan posisi kepala
tetap, tunggu sampai vertigo hilang (30-6- detik)
- Kemudian tanpa merubah posisi kepala berbalik arah ke sisi kiri (3), tunggu 30-60 detik, baru
kembali ke posisi semula. Hal ini dapat dilakukan dari arah sebaliknya, berulang kali.
Latihan ini dikontraindikasikan pada pasien ortopedi dengan kasus fraktur tulang panggul
ataupun replacement panggul (Johnson,2004).
3. Latihan Brandt Daroff
Latihan Brand Daroff merupakan suatu metode untuk mengobati BPPV, biasanya
digunakan jika penanganan di praktek dokter gagal. Latihan ini 95% lebih berhasil dari pada
penatalaksanaan di tempat praktek. Latihan ini dilakukan dalam 3 set perhari selama 2 minggu.
Pada tiap-tiap set, sekali melakukan manuver dibuat dalam 5 kali. Satu pengulangan yaitu
manuver dilakukan pada masing-masing sisi berbeda (membutuhkan waktu 2 menit)
(Johnson,2004).
Cara latihan Brand-Darroff :
Gambar 3. Manuver Brand-Darroff
Hampir sama dengan Semont Liberatory, hanya posisi kepala berbeda, pertama posisi
duduk, arahkan kepala ke kiri, jatuhkan badan ke posisi kanan, kemudian balik posisi duduk,
arahkan kepala ke kanan lalu jatuhkan badan ke sisi kiri, masing-masing gerakan ditunggu kira-
kira 1 menit, dapat dilakukan berulang kali, pertama cukup 1-2 kali kiri kanan, besoknya makin
bertambah (Johnson,2004).
Manuver Rolling / Barbeque
Lima sampai 10% BPPV disebabkan oleh varian semisirkular horizontal. Manuver ini
merupakan salah satu cara yang efektif untuk BPPV. Untuk Rolling/Barbeque maneuver,
dilakukan dengan cara berguling sampai 360o, mula-mula posisi tiduran kepala menghadap ke
atas, jika vertigo kiri, mulai berguling ke kiri ( kepala dan badan ) secara perlahan-lahan, jika
timbul vertigo, berhenti dulu tapi jangan balik lagi, sampai hilang, setelah hilang berguling
diteruskan, sampai akhirnya kembali ke posisi semula (Johnson,2004).
Pengobatan lain yang dapat diberikan adalah :
1. Betahistine merupakan obat golongan analog histamine dengan efek agonistic lemah pada
reseptor histamine H1 dan efek antagonistic lebih poten pada reseptor histamine H3.
Betahistine bekerja sebagai dilator pembuluh darah di telinga tengah yang dapat mengurangi
tekanan berlebih dari cairan endolimfe. Betahistine memiliki dua jenis cara kerja. Pertama,
menstimulasi resptor H1 yang terletak di pembuluh darah telinga dalam. Efek ini akan
menyebabkan vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas sehingga dapat mengurangi
masalah hidrops endolimfatik. Kedua, betahistine memiliki efek kuat sebagai antagonisi
reseptor H3, sehingga mengingkatkan jumlah neurotransmitter yang dikeluarkan saraf perifer.
Jumlah neurotransmitter yang meningkat akan menambah efek vasodilatasi di telinga dalam
(Botta at al.,2008).