46
BAB I PRESENTASI KASUS A. ANAMNESIS 1. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. Suratinah Umur : 67 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Pekerjaan : Kader puskesmas Agama : Katholik Suku bangsa : Jawa/Indonesia Alamat : Karangwaru Lor TR 2/ 104 RT 01 RW 01 No. Rekam medis : 02.3427 Tanggal kunjungan ke Puskesmas terakhir : 10 Desember 2014 Tanggal Home visit I : 12 Desember 2014 Tanggal Home visit II : 15 Desember 2014 2. ANAMNESIS HOLISTIK a.Aspek klinis Keluhan utama : kedua lutut terasa nyeri terutama untuk berdiri dan berjalan, pasien juga kontrol rutin hipertensi. Riwayat penyakit sekarang Pasien datang ke Puskesmas Tegalrejo dengan keluhan nyeri pada kedua lututnya sejak 3 hari yang lalu. Untuk berjalan dirasa sangat nyeri. Lutut terasa kaku, jika sehabis duduk sulit untuk 1

Presus IKK

Embed Size (px)

DESCRIPTION

presentasi kasus IKK

Citation preview

Page 1: Presus IKK

BAB I

PRESENTASI KASUS

A. ANAMNESIS

1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. Suratinah

Umur : 67 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Kader puskesmas

Agama : Katholik

Suku bangsa : Jawa/Indonesia

Alamat : Karangwaru Lor TR 2/ 104 RT 01 RW 01

No. Rekam medis : 02.3427

Tanggal kunjungan ke Puskesmas terakhir : 10 Desember 2014

Tanggal Home visit I : 12 Desember 2014

Tanggal Home visit II : 15 Desember 2014

2. ANAMNESIS HOLISTIK

a. Aspek klinis

Keluhan utama : kedua lutut terasa nyeri terutama untuk berdiri dan

berjalan, pasien juga kontrol rutin hipertensi.

Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang ke Puskesmas Tegalrejo dengan keluhan nyeri pada kedua

lututnya sejak 3 hari yang lalu. Untuk berjalan dirasa sangat nyeri. Lutut

terasa kaku, jika sehabis duduk sulit untuk berdiri, jika tidak minum obat

nyeri dirasakan terus menerus, dan jika terlalu lama berdiri kaki

gemetaran. Nyeri sudah dirasakan sejak 2 tahun yang lalu. Pasien rajin

kontrol ke puskesmas setiap 1 minggu sekali karena penyakit

hipertensinya. Pasien mengaku penyakit hipertensi baru dialami selama 6

bulan.

Riwayat penyakit dahulu :

a. Pasien belum pernah di opname karena penyakitnya maupun penyakit

lain. Riwayat tensi tertinggi 145/100 mmHg 4 bulan yang lalu.

Riwayat DM (-), Asma (-), TBC (-), Jantung (-).

1

Page 2: Presus IKK

b. Aspek Resiko Internal

Riwayat penyakit keluarga : riwayat hipertensi dalam keluarga

disangkal. Ayah pasien memiliki penyakit asma dan meninggal

karena penyakit tersebut.

c. Aspek Resiko Eksternal

Riwayat Kebiasaan

Dulu sebelum didiagnosis dengan osteoartritis dan hipertensi

pasien sering tidak nafsu makan dan hanya mau makan semangka.

Pasien memiliki hobi memakan camilan berupa roti dan intip.

Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien tinggal hanya berdua bersama suaminya. Pasien memiliki 4

orang anak dan semuanya sudah tidak tinggal 1 rumah dengan

pasien. Hubungan pasien dengan anggota keluarganya baik.

Hubungan pasien dengan masyarakat dan lingkungan sekitar

harmonis. Pasien aktif sebagai kader Puskesmas Tegalrejo.

Keadaan ekonomi keluarga pasien menengah ke bawah. Sumber

pendapatan pasien diperoleh dari anak-anak pasien yang rutin

mengirimkan uang. Uang tersebut dirasakan pasien sudah cukup

untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

d. Aspek Personal

Alasan kedatangan

Pasien memeriksakan diri ke Puskesmas Tegalrejo karena kedua

lututnya terasa sakit dan kontrol rutin penyakit hipertensinya.

Persepsi pasien tentang penyakitnya

Menurut pasien penyakitnya ini dikarenakan faktor umur dan

kebiasaan pola makan pasien yang tidak baik bukan karena faktor

keturunan.

Harapan pasien

Pasien berharap dapat memiliki umur yang panjang.

e. Anamnesis Sistem

Penglihatan : gangguan penglihatan (-)

Pendengaran : telinga berdenging (-), sekret berbau (-)

Pencernaan : mual (-), muntah (-), nyeri perut (-)

2

Page 3: Presus IKK

Pernafasan : sesak napas (-), batuk (-)

Cardiovaskuler : palpitasi (-), nyeri dada (-)

Perkemihan : nyeri saat BAK (-), nyeri pinggang (-)

Reproduksi : kelainan di organ genital (-)

Muskuloskeletal : bahu sering terasa sakit

B. PEMERIKSAAN

1. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : baik, tidak terlihat kesakitan, kesan gizi berlebih

Kesadaran : compos mentis

Tanda vital :

Tekanan darah : 130/90 mmHg

Nadi : 72 kali/menit

Respirasi : 20 kali/menit

Suhu : 36,8◦ C

Status Gizi

Berat badan : 64 Kg

Tinggi badan : 151 cm

BMI = BB (Kg)/ TB (m)2 = 28,06

BMI < 18,5 : Underweight

BMI 18,5-24,9 : Normal weight

BMI 25-29,9 : Overweight

BMI ≥ 30 : Obesity

Status generalis

A. Pemeriksaan kepala

Mata : sklera ikterik (-/-)

Hidung : deformitas (-), massa (-), discharge (-/-)

Telinga : deformitas (-), tanda inflamasi (-), discharge (-/-)

Mulut : bibir kering (-), lidah kotor (-)

B. Pemeriksaan leher

Limfonodi tidak membesar, JVP tidak meningkat.

C. Pemeriksaan thorax

3

Page 4: Presus IKK

Cor : ictus cordis teraba di SIC V linea mid clavicula

sinistra, tidak ada pergesaran dari batas-batas jantung, bunyi jantung

S1 dan S2 reguler, bising (-), gallop (-).

Pulmo :

Inspeksi : dinding dada simetris, retraksi (-), ketinggalan

gerak (-).

Palpasi : vocal fremitus normal

Perkusi : sonor

Auskultasi : suara dasar vesikular, wheezing (-/-), ronkhi

(-/-)

D. Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi : sedikit cembung, benjolan (-), venektasi (-), spidernevi

(-)

Auskultasi : peristaltik (+) normal

Perkusi : timpani, pekak beralih (-), undulasi (-)

Palpasi : supel, nyeri tekan (-)

E. Pemeriksaan ekstremitas

Akral hangat, edema (-/-), turgor baik, CRT < 2 detik

F. Pemeriksaan penunjang :

Trigliserid : 115

Cholestrol total : 166

Asam urat : 4,6

C. DIAGNOSIS SEMENTARA

Hipertensi grade 2 terkontrol dengan osteoartritis

D. TERAPI

Amlodipine : 1 x 5 mg (pagi)

Kalium diklofenak : 2 x 25 mg

Vit B complex : 1 x 1 tab

E. FAMILY ASSESSMENT TOOLS

1. Genogram keluarga

Keluarga Bapak Kasono (nuclear family)

4

Page 5: Presus IKK

Keterangan :

Laki-laki

Perempuan

Tinggal 1 rumah

Pasien

2. Family Map

3. Family Life Line

Tahun Kejadian dalam hidup Severity of illness

1971 Menikah

5

Page 6: Presus IKK

1973 Anak pertama lahir

1975 Anak kedua lahir

1979 Anak ketiga lahir

1981 Anak keempat lahir

1985 Ayah meninggal ++++

2005 Ibu meninggal +++

4. Nilai APGAR keluarga

komponen indikator

Hampir

tidak

pernah

(0)

Kadang

kadang

(1)

Hampir

selalu

(2)

Adaptation Saya puas dengan anggota keluarga saya karena

masing-masing anggota keluarga sudah

menjalankan kewajiban sesuai dengan seharusnya

V

Partnership Saya puas dengan keluarga saya karena dapat

membantu memberikan solusi terhadap

permasalahan yang saya hadapi

V

Growth Saya puas dengan kebebasan yang diberikan

keluarga saya untuk mengembangkan kemampuan

yang saya miliki

V

Affection Saya puas dengan kehangatan/ kasih sayang yang

diberikan keluarga sayaV

Resolve Saya puas dengan waktu yang disediakan keluarga

untuk menjalin kebersamaanV

Skor total 10

Klasifikasi : 8-10 : fungsi keluarga sehat 4-7 : fungsi keluarga kurang sehat

0-3 : fungsi keluarga sakit

5. Family SCREEM

Aspek Sumber daya Patologis

Sosial Hubungan pasien dengan keluarga harmonis, pasien merupakan

6

Page 7: Presus IKK

kader puskesmas.

Cultural Pasien meyakini bahwa penyakitnya bukan karena hal gaib

Religius Pasien beragama kristen dan rajin ke gereja

Ekonomi Pasien merasa uang yang diberikan anak-anak cukup untuk

kehidupan sehari-hari

Edukasi Pemahaman pasien tentang penyakitnya sudah baik

Medical Pasien memili Jamkesda karena sebagai kader puskesmas

6. PHBS

No Indikator PHBS Ya Tidak

1. Persalinan ditolong tenaga kesehatan V

2. Pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 2-6 bulan V

3. Menimbang berat badan balita tiap bulan V

4. Menggunakan air bersih yang memenuhi syarat kesehatan V

5. Menggunakan jamban sehat V

6. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun V

7. Melakukan pmberantasan sarang nyamuk di rumah dan

lingkungan

V

8. Mengkonsumsi sayuran dan buah setiap hari V

9. Melakukan aktivitas fisik/olahraga V

10. Tidak merokok V

F. DIAGNOSA HOLISTIK

Hipertensi grade II terkontrol dan osteoartritis pada perempuan overweight paruh baya

usia 67 tahun tanpa kekhawatiran dan fungsi keluarga sehat dengan PHBS baik.

G. MANAJEMEN KOMPREHENSIF

1. Promotif

Edukasi kepada pasien dan anggota keluarga (melibatkan minimal 1 anggota

keluarga) tentang :

Penyakitnya meliputi penyebab, gejala, komplikasi, dan pengelolaannya

Pentingnya modifikasi gaya hidup dalam mengelola penyakitnya

7

Page 8: Presus IKK

Monitoring tekanan darah secara rutin ke Puskesmas dan minum obat rutin

sesuai dengan obat yang diresepkan dokter

Perlunya support keluarga pada pasien dalam menghadapi penyakitnya dan

mendukung pengobatan yang dijalani pasien.

2. Preventif

Pengaturan pola makan yaitu dengan menghindari makanan yang mengandung

garam tinggi, berlemak, dan bersantan

Melakukan aktivitas fisik/olahraga teratur yaitu aerobik/ berjalan (minimal 30

menit per hari dan 4-5 kali seminggu)

Istirahat yang cukup yaitu 6-8 jam sehari

Mengontrol rutin tekanan darah setiap 2 minggu sekali di pelayanan kesehatan

Screening anggota keluarga untuk penyakit hipertensi

3. Kuratif

Pada pasien ini diberikan amlodipine untuk hipertensi dan kalium diklofenak

untuk osteo artritis

4. Rehabilitatif

Pasien perlu dikonsulkan ke fisioterapi terkait penyakit osteoartritis

8

Page 9: Presus IKK

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit Hipertensi

A. DEFINISI HIPERTENSI

Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan

tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg (Wilson LM, 1995). Tekanan darah diukur

dengan spygmomanometer yang telah dikalibrasi dengan tepat (80% dari ukuran

manset menutupi lengan) setelah pasien beristirahat nyaman, posisi duduk punggung

tegak atau telentang paling sedikit selama lima menit sampai tiga puluh menit setelah

merokok atau minum kopi. Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya

didefinisikan sebagai hipertensi esensial. Beberapa penulis lebih memilih istilah

hipertensi primer untuk membedakannya dengan hipertensi lain yang sekunder karena

sebab-sebab yang diketahui. Menurut The Seventh Report of The Joint National

Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood

Pressure (JNC VII) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi

kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 (Yogiantoro M,

2006).

B. EPIDEMIOLOGI

Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala

yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke untuk otak, penyakit jantung

koroner untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung. Penyakit ini telah

9

Page 10: Presus IKK

menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia maupun

di beberapa negara yang ada di dunia. Semakin meningkatnya populasi usia lanjut

maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan bertambah.

Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan kasus hipertensi terutama di negara berkembang

tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, di perkirakan menjadi 1,15

milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi

saat ini dan pertambahan penduduk saat ini (Armilawati et al, 2007). Angka-angka

prevalensi hipertensi di Indonesia telah banyak dikumpulkan dan menunjukkan di

daerah pedesaan masih banyak penderita yang belum terjangkau oleh pelayanan

kesehatan. Baik dari segi case finding maupun penatalaksanaan pengobatannya.

Jangkauan masih sangat terbatas dan sebagian besar penderita hipertensi tidak

mempunyai keluhan. Prevalensi terbanyak berkisar antara 6 sampai dengan 15%,

tetapi angka prevalensi yang rendah terdapat di Ungaran, Jawa Tengah sebesar 1,8%

dan Lembah Balim Pegunungan Jaya Wijaya, Irian Jaya sebesar 0,6% sedangkan

angka prevalensi tertinggi di Talang Sumatera Barat 17,8% (Wade, 2003).

C. ETIOLOGI

Sampai saat ini penyebab hipertensi esensial tidak diketahui dengan pasti.

Hipertensi primer tidak disebabkan oleh faktor tunggal dan khusus. Hipertensi ini

disebabkan berbagai faktor yang saling berkaitan. Hipertensi sekunder disebabkan

oleh faktor primer yang diketahui yaitu seperti kerusakan ginjal, gangguan obat

tertentu, stres akut, kerusakan vaskuler dan lain-lain. Adapun penyebab paling umum

pada penderita hipertensi maligna adalah hipertensi yang tidak terobati. Risiko relatif

hipertensi tergantung pada jumlah dan keparahan dari faktor risiko yang dapat

dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor-faktor yang tidak dapat

dimodifikasi antara lain faktor genetik, umur, jenis kelamin, dan etnis. Sedangkan

faktor yang dapat dimodifikasi meliputi stres, obesitas dan nutrisi (Yogiantoro M,

2006).

D. KLASIFIKASI

Tekanan darah diklasifikasikan berdasarkan pada pengukuran rata-rata dua kali

atau lebih pengukuran pada dua kali atau lebih kunjungan. Klasifikasi tekanan darah

menurut JNC VIII

Kategori Tekanan sistolik Tekanan diastolik

10

Page 11: Presus IKK

Optimal < 120 mmHg < 80 mmHg

Normal < 130 mmHg < 85 mmHg

Normal tinggi 130 - 139 mmHg 85 – 89 mmHg

Hipertensi Stage I 140 – 159 mmHg 90 – 99 mmHg

Hipertensi Stage II 160 – 179 mmHg 100 – 109 mmHg

Hipertensi Stage III ≥ 180 mmHg ≥ 110 mmHg

E. PATOFISIOLOGI

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari

angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang peran

fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Selanjutnya oleh hormon, renin

(diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat

di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang

memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama. Aksi

pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus.

ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk

mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit

urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan

tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan

ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume

darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.

Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.

Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal.

Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi

NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi

NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler

yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah. Patogenesis dari

hipertensi esensial merupakan multifaktorial dan sangat komplek. Faktor-faktor

11

Page 12: Presus IKK

tersebut merubah fungsi tekanan darah terhadap perfusi jaringan yang adekuat

meliputi mediator hormon, aktivitas vaskuler, volume sirkulasi darah, kaliber

vaskuler, viskositas darah, curah jantung, elastisitas pembuluh darah dan stimulasi

neural. Patogenesis hipertensi esensial dapat dipicu oleh beberapa faktor meliputi

faktor genetik, asupan garam dalam diet, tingkat stress dapat berinteraksi untuk

memunculkan gejala hipertensi. Perjalanan penyakit hipertensi esensial berkembang

dari hipertensi yang kadangkadang muncul menjadi hipertensi yang persisten. Setelah

periode asimtomatik yang lama, hipertensi persisten berkembang menjadi hipertensi

dengan komplikasi, dimana kerusakan organ target di aorta dan arteri kecil, jantung,

ginjal, retina dan susunan saraf pusat.

Progresifitas hipertensi dimulai dari prehipertensi pada pasien umur 10-30 tahun

(dengan meningkatnya curah jantung) kemudian menjadi hipertensi dini pada pasien

umur 20-40 tahun (dimana tahanan perifer meningkat) kemudian menjadi hipertensi

pada umur 30-50 tahun dan akhirnya menjadi hipertensi dengan komplikasi pada usia

40-60 tahun(Menurut Sharma S et al, 2008 dalam Anggreini AD et al, 2009).

F. KOMPLIKASI

Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit jantung,

gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit ginjal. Hipertensi

yang tidak diobati akan mempengaruhi semua sistem organ dan akhirnya

memperpendek harapan hidup sebesar 10-20 tahun. Dengan pendekatan sistem organ

dapat diketahui komplikasi yang mungkin terjadi akibat hipertensi, yaitu :

Sistem organ komplikasi Komplikasi Hipertensi

Jantung

Gagal jantung kongestif

Angina pectoris

Infark miokard

Sistem syaraf pusat Ensefalopati hipertensi

Ginjal Gagal ginjal kronis

Mata Retinopati hipertensi

Pembuluh darah perifer Penyakit pembuluh darah perifer

12

Page 13: Presus IKK

Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang mengenai mata, ginjal,

jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina, gangguan penglihatan sampai

dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang sering ditemukan pada

hipertensi berat selain kelainan koroner dan miokard. Pada otak sering terjadi

perdarahan yang disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma yang dapat

mengakibakan kematian. Kelainan lain yang dapat terjadi adalah proses tromboemboli

dan serangan iskemia otak sementara (Transient Ischemic Attack/TIA) (Anggreini

AD et al, 2009).

G. PENATALAKSANAAN

Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah:

1. Target tekanan darah yatiu <140/90 mmHg dan untuk individu berisiko tinggi

seperti diabetes melitus, gagal ginjal target tekanan darah adalah <130/80 mmHg.

2. Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler.

3. Menghambat laju penyakit ginjal.

Terapi dari hipertensi terdiri dari terapi non farmakologis dan farmakologis seperti

penjelasan dibawah ini.

1. Terapi Non Farmakologis

a. Menurunkan berat badan bila status gizi berlebih.

Peningkatan berat badan di usia dewasa sangat berpengaruh terhadap tekanan

darahnya. Oleh karena itu, manajemen berat badan sangat penting dalam prevensi dan

kontrol hipertensi.

b. Meningkatkan aktifitas fisik.

Orang yang aktivitasnya rendah berisiko terkena hipertensi 30-50% daripada yang

aktif. Oleh karena itu, aktivitas fisik antara 30-45 menit sebanyak >3x/hari penting

sebagai pencegahan primer dari hipertensi.

c. Mengurangi asupan natrium.

Apabila diet tidak membantu dalam 6 bulan, maka perlu pemberian obat anti

hipertensi oleh dokter.

d. Menurunkan konsumsi kafein dan alkohol

13

Page 14: Presus IKK

Kafein dapat memacu jantung bekerja lebih cepat, sehingga mengalirkan lebih banyak

cairan pada setiap detiknya. Sementara konsumsi alkohol lebih dari 2-3 gelas/hari

dapat meningkatkan risiko hipertensi.

2. Terapi Farmakologis

Terapi farmakologis yaitu obat antihipertensi yang dianjurkan oleh JNC VII yaitu

diuretika, terutama jenis thiazide (Thiaz) atau aldosteron antagonis, beta blocker,

calcium chanel blocker atau calcium antagonist, Angiotensin Converting Enzyme

Inhibitor (ACEI), Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor antagonist/

blocker (ARB).

Penyakit Osteoartritis

A. DEFINISI

Osteoartitis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif, dimana keseluruhan

struktur dari sendi mengalami perubahan patologis. Ditandai dengan kerusakan tulang

rawan (kartilago) hyalin sendi, meningkatnya ketebalan serta sklerosis dari lempeng

tulang, pertumbuhan osteofit pada tepian sendi, meregangnya kapsula sendi,

timbulnya peradangan, dan melemahnya otot–otot yang menghubungkan sendi.

(Felson, 2008).

B. EPIDEMIOLOGI

Osteoartritis merupakan penyakit sendi pada orang dewasa yang paling umum di

dunia. Felson (2008) melaporkan bahwa satu dari tiga orang dewasa memiliki tanda-

tanda radiologis terhadap OA. OA pada lutut merupakan tipe OA yang paling umum

dijumpai pada orang dewasa. Penelitian epidemiologi dari Joern et al (2010)

menemukan bahwa orang dewasa dengan kelompok umur 60-64 tahun sebanyak 22%.

Pada pria dengan kelompok umur yang sama, dijumpai 23% menderita OA. pada lutut

kanan, sementara 16,3% sisanya didapati menderita OA pada lutut kiri. Berbeda

halnya pada wanita yang terdistribusi merata, dengan insiden OA pada lutut kanan

sebanyak 24,2% dan pada lutut kiri sebanyak 24,7.

C. PATOGENESIS

Berdasarkan penyebabnya, OA dibedakan menjadi dua yaitu OA primer dan

14

Page 15: Presus IKK

OA sekunder. OA primer, atau dapat disebut OA idiopatik, tidak memiliki penyebab

yang pasti ( tidak diketahui ) dan tidak disebabkan oleh penyakit sistemik maupun

proses perubahan lokal pada sendi. OA sekunder, berbeda dengan OA primer,

merupakan OA yang disebabkan oleh inflamasi, kelainan sistem endokrin, metabolik,

pertumbuhan, faktor keturunan (herediter), dan immobilisasi yang terlalu lama. Kasus

OA primer lebih sering dijumpai pada praktik sehari-hari dibandingkan dengan OA

sekunder ( Soeroso, 2006 ).

Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari proses penuaan dan tidak

dapat dihindari. Namun telah diketahui bahwa OA merupakan gangguan

keseimbangan dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur yang

penyebabnya masih belum jelas diketahui ( Soeroso, 2006 ). Kerusakan tersebut

diawali oleh kegagalan mekanisme perlindungan sendi serta diikuti oleh beberapa

mekanisme lain sehingga pada akhirnya menimbulkan cedera ( Felson, 2008 ).

Mekanisme pertahanan sendi diperankan oleh pelindung sendi yaitu : Kapsula

dan ligamen sendi, otot-otot, saraf sensori aferen dan tulang di dasarnya . Kapsula dan

ligamen-ligamen sendi memberikan batasan pada rentang gerak (Range of motion)

sendi (Felson, 2008).

Cairan sendi (sinovial) mengurangi gesekan antar kartilago pada permukaan sendi

sehingga mencegah terjadinya keletihan kartilago akibat gesekan. Protein yang

disebut dengan lubricin merupakan protein pada cairan sendi yang berfungsi sebagai

pelumas. Protein ini akan berhenti disekresikan apabila terjadi cedera dan peradangan

pada sendi (Felson, 2008).

Ligamen, bersama dengan kulit dan tendon, mengandung suatu mekanoreseptor

yang tersebar di sepanjang rentang gerak sendi. Umpan balik yang dikirimkannya

memungkinkan otot dan tendon mampu untuk memberikan tegangan yang cukup pada

titik-titik tertentu ketika sendi bergerak (Felson, 2008).

Otot-otot dan tendon yang menghubungkan sendi adalah inti dari pelindung

sendi. Kontraksi otot yang terjadi ketika pergerakan sendi memberikan tenaga dan

akselerasi yang cukup pada anggota gerak untuk menyelesaikan tugasnya. Kontraksi

otot tersebut turut meringankan stres yang terjadi pada sendi dengan cara melakukan

deselerasi sebelum terjadi tumbukan (impact). Tumbukan yang diterima akan

didistribusikan ke seluruh permukaan sendi sehingga meringankan dampak yang

diterima. Tulang di balik kartilago memiliki fungsi untuk menyerap goncangan yang

diterima (Felson, 2008).

15

Page 16: Presus IKK

Kartilago berfungsi sebagai pelindung sendi. Kartilago dilumasi oleh cairan sendi

sehingga mampu menghilangkan gesekan antar tulang yang terjadi ketika bergerak.

Kekakuan kartilago yang dapat dimampatkan berfungsi sebagai penyerap tumbukan

yang diterima sendi. Perubahan pada sendi sebelum timbulnya OA dapat terlihat pada

kartilago sehingga penting untuk mengetahui lebih lanjut tentang kartilago (Felson,

2008).

Terdapat dua jenis makromolekul utama pada kartilago, yaitu Kolagen tipe dua

dan Aggrekan. Kolagen tipe dua terjalin dengan ketat, membatasi molekul – molekul

aggrekan di antara jalinan-jalinan kolagen. Aggrekan adalah molekul proteoglikan

yang berikatan dengan asam hialuronat dan memberikan kepadatan pada kartilago

(Felson, 2008).

Kondrosit, sel yang terdapat di jaringan avaskular, mensintesis seluruhan elemen

yang terdapat pada matriks kartilago. Kondrosit menghasilkan enzim pemecah

matriks, sitokin { Interleukin-1 (IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF)}, dan faktor

pertumbuhan. Umpan balik yang diberikan enzim tersebut akan merangsang kondrosit

untuk melakukan sintesis dan membentuk molekul-molekul matriks yang baru.

Pembentukan dan pemecahan ini dijaga keseimbangannya oleh sitokin faktor

pertumbuhan, dan faktor lingkungan (Felson, 2008).

Kondrosit mensintesis metaloproteinase matriks (MPM) untuk memecah kolagen

tipe dua dan aggrekan. MPM memiliki tempat kerja di matriks yang dikelilingi oleh

kondrosit. Namun, pada fase awal OA, aktivitas serta efek dari MPM menyebar

hingga ke bagian permukaan (superficial) dari kartilago (Felson,2008).

Stimulasi dari sitokin terhadap cedera matriks adalah menstimulasi pergantian

matriks, namun stimulaso IL-1 yang berlebih malah memicu proses degradasi matriks.

TNF menginduksi kondrosit untuk mensintesis prostaglandin (PG), oksida nitrit (NO),

dan protein lainnya yang memiliki efek terhadap sintesis dan degradasi matriks. TNF

yang berlebihan mempercepat proses pembentukan tersebut. NO yang dihasilkan akan

menghambat sintesis aggrekan dan meningkatkan proses pemecahan protein pada

jaringan. Hal ini berlangsung pada proses awal timbulnya OA (Felson, 2008).

Kartilago memiliki metabolisme yang lamban, dengan pergantian matriks yang

lambat dan keseimbangan yang teratur antara sintesis dengan degradasi. Namun, pada

fase awal perkembangan OA kartilago sendi memiliki metabolisme yang sangat aktif

(Felson, 2008).

16

Page 17: Presus IKK

Pada proses timbulnya OA, kondrosit yang terstimulasi akan melepaskan

aggrekan dan kolagen tipe dua yang tidak adekuat ke kartilago dan cairan sendi.

Aggrekan pada kartilago akan sering habis serta jalinan-jalinan kolagen akan mudah

mengendur (Felson, 2008).

Kegagalan dari mekanisme pertahanan oleh komponen pertahanan sendi akan

meningkatkan kemungkinan timbulnya OA pada sendi (Felson, 2008).

D. DIAGNOSIS

Diagnosis OA didasarkan pada gambaran klinis yang dijumpai dan hasil radiografis

( Soeroso, 2006 ).

E. TANDA DAN GEJALA KLINIS

Pada umumnya, pasien OA mengatakan bahwa keluhan-keluhan yang

dirasakannya telah berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan Berikut

adalah keluhan yang dapat dijumpai pada pasien OA :

a. Nyeri sendi

Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya bertambah dengan

gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan dan tertentu

terkadang dapat menimbulkan rasa nyeri yang melebihi gerakan lain. Perubahan ini

dapat ditemukan meski OA masih tergolong dini ( secara radiologis ). Umumnya

bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit sampai sendi hanya bisa

digoyangkan dan menjadi kontraktur, Hambatan gerak dapat konsentris ( seluruh arah

gerakan ) maupun eksentris ( salah satu arah gerakan saja ) ( Soeroso, 2006 ).

Kartilago tidak mengandung serabut saraf dan kehilangan kartilago pada sendi

tidak diikuti dengan timbulnya nyeri. Sehingga dapat diasumsikan bahwa nyeri yang

timbul pada OA berasal dari luar kartilago (Felson, 2008).

Pada penelitian dengan menggunakan MRI, didapat bahwa sumber dari nyeri

yang timbul diduga berasal dari peradangan sendi ( sinovitis ), efusi sendi, dan edema

sumsum tulang ( Felson, 2008).

Osteofit merupakan salah satu penyebab timbulnya nyeri. Ketika osteofit tumbuh,

inervasi neurovaskular menembusi bagian dasar tulang hingga ke kartilago dan

menuju ke osteofit yang sedang berkembang Hal ini menimbulkan nyeri (Felson,

2008).

Nyeri dapat timbul dari bagian di luar sendi, termasuk bursae di dekat sendi.

Sumber nyeri yang umum di lutut adalah aakibat dari anserine bursitis dan sindrom

iliotibial band (Felson, 2008).

17

Page 18: Presus IKK

b. Hambatan gerakan sendi

Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan sejalan dengan

pertambahan rasa nyeri ( Soeroso, 2006 ).

c. Kaku pagi

Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau tidak

melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang

cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi hari( Soeroso,2006 ).

d. Krepitasi

Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit. Gejala ini

umum dijumpai pada pasien OA lutut. Pada awalnya hanya berupa perasaan akan

adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang memeriksa.

Seiring dengan perkembangan penyakit, krepitasi dapat terdengar hingga jarak

tertentu ( Soeroso, 2006 )..

e. Pembesaran sendi ( deformitas )

Sendi yang terkena secara perlahan dapat membesar ( Soeroso, 2006 ).

f. Pembengkakan sendi yang asimetris

Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada sendi yang

biasanya tidak banyak ( < 100 cc ) atau karena adanya osteofit, sehingga bentuk

permukaan sendi berubah ( Soeroso, 2006 ).

g. Tanda – tanda peradangan

Tanda – tanda adanya peradangan pada sendi ( nyeri tekan, gangguan gerak, rasa

hangat yang merata, dan warna kemerahan ) dapat dijumpai pada OA karena adanya

synovitis. Biasanya tanda – tanda ini tidak menonjol dan timbul pada perkembangan

penyakit yang lebih jauh. Gejala ini sering dijumpai pada OA lutut ( Soeroso, 2006 ).

h. Perubahan gaya berjalan

Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan merupakan ancaman

yang besar untuk kemandirian pasien OA, terlebih pada pasien lanjut usia. Keadaan

ini selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat badan terutama

pada OA lutut ( Soeroso, 2006 ).

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pada penderita OA, dilakukannya pemeriksaan radiografi pada sendi yang terkena

sudah cukup untuk memberikan suatu gambaran diagnostik ( Soeroso,2006 ).

Gambaran Radiografi sendi yang menyokong diagnosis OA adalah :

18

Page 19: Presus IKK

a. Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris ( lebih berat pada bagian

yang menanggung beban seperti lutut ).

b. Peningkatan densitas tulang subkondral ( sklerosis ).

c. Kista pada tulang

d. Osteofit pada pinggir sendi

e. Perubahan struktur anatomi sendi.

Berdasarkan temuan-temuan radiografis diatas, maka OA dapat diberikan suatu

derajat. Kriteria OA berdasarkan temuan radiografis dikenal sebagai kriteria Kellgren

dan Lawrence yang membagi OA dimulai dari tingkat ringan hingga tingkat berat.

Perlu diingat bahwa pada awal penyakit, gambaran radiografis sendi masih terlihat

normal ( Felson, 2006 ).

G. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tidak banyak berguna.

Pemeriksaan darah tepi masih dalam batas – batas normal. Pemeriksaan imunologi

masih dalam batas – batas normal. Pada OA yang disertai peradangan sendi dapat

dijumpai peningkatan ringan sel peradangan ( < 8000 / m ) dan peningkatan nilai

protein ( Soeroso, 2006 ).

H. PENATALAKSANAAN

Pengeloaan OA berdasarkan atas sendi yang terkena dan berat ringannya OA yang

diderita ( Soeroso, 2006 ). Penatalaksanaan OA terbagi atas 3 hal, yaitu :

1. Terapi Non Farmakologis

a. Edukasi

Edukasi atau penjelasan kepada pasien perlu dilakukan agar pasien dapat

mengetahui serta memahami tentang penyakit yang dideritanya, bagaimana agar

penyakitnya tidak bertambah semakin parah, dan agar persendiaanya tetap terpakai

( Soeroso, 2006 ).

b. Terapi fisik atau rehabilitasi

Pasien dapat mengalami kesulitan berjalan akibat rasa sakit. Terapi ini dilakukan

untuk melatih pasien agar persendianya tetap dapat dipakai dan melatih pasien untuk

melindungi sendi yang sakit. ( Soeroso, 2006 ).

c. Penurunan berat badan

Berat badan yang berlebih merupakan faktor yang memperberat OA. Oleh karena

itu, berat badan harus dapat dijaga agar tidak berlebih dan diupayakan untuk

melakukan penurunan berat badan apabila berat badan berlebih ( Soeroso, 2006 ).

19

Page 20: Presus IKK

2. Terapi Farmakologis

Penanganan terapi farmakologi melingkupi penurunan rasa nyeri yang timbul,

mengoreksi gangguan yang timbul dan mengidentifikasi manifestasi klinis dari

ketidakstabilan sendi ( Felson, 2006 ).

a. Obat Antiinflamasi Nonsteroid ( AINS ), Inhibitor Siklooksigenase-2

(COX-2), dan Asetaminofen

Untuk mengobati rasa nyeri yang timbul pada OA lutut, penggunaan obat AINS

dan Inhibitor COX-2 dinilai lebih efektif daripada penggunaan asetaminofen.

Namun karena risiko toksisitas obat AINS lebih tinggi daripada asetaminofen,

asetaminofen tetap menjadi obat pilihan pertama dalam penanganan rasa nyeri pada

OA. Cara lain untuk mengurangi dampak toksisitas dari obat AINS adalah dengan

cara mengombinasikannnya dengan menggunakan inhibitor COX-2 ( Felson, 2006 ).

b. Chondroprotective Agent

Chondroprotective Agent adalah obat – obatan yang dapat menjaga atau

merangsang perbaikan dari kartilago pada pasien OA. Obat – obatan yang termasuk

dalam kelompok obat ini adalah : tetrasiklin, asam hialuronat, kondroitin sulfat,

glikosaminoglikan, vitamin C, dan sebagainya ( Felson,2006 ).

3. Terapi Pembedahan

Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis tidak berhasil untuk mengurangi

rasa sakit dan juga untuk melakukan koreksi apabila terjadi deformitas sendi yang

mengganggu aktivitas sehari – hari.

I. Berat Badan dan Osteoartritis

Berat badan sering dihubungkan dengan berbagai macam penyakit, termasuk OA.

Berat badan yang berlebih ternyata berkaitan dengan meningkatnya risiko seseorang

menderita OA pada kemudian hari, baik wanita maupun pria (Soeroso, 2006).

Menurut penelitian dari Grotle (2008), selain umur, berat badan yang berlebih

terutama obesitas turut berperan dalam patogenesis dan patofisiologi dari OA, lutut

terutama dalam perkembangan penyakit ke derajat yang lebih tinggi. Peran faktor

metabolik dan hormonal pada kaitannya antara OA dan obesitas juga disokong dengan

adanya kaitan antara OA dengan penyakit jantung koroner, diabetes mellitus dan

hipertensi ( Soeroso, 2006 ).

20

Page 21: Presus IKK

Untuk mendeteksi kelebihan berat badan yang diderita seseorang, ada dua cara

sederhana yang dapat dilakukan yaitu dengan cara mengukur Indeks Massa Tubuh

( BMI ) (WHO, 2005) dan mengukur Waist-hip ratio (Vasquez, 2007). BMI dapat

diukur dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

BMI = BB (Kg)

TB (m)2

Klasifikasi BMI :

BMI < 18,5 : Underweight

BMI 18,5-24,9 : Normal weight

BMI 25-29,9 : Overweight

BMI ≥ 30 : Obesity

Untuk menilai Waist-hip ratio, terlebih dahulu ukurlah lingkar pinggang pada

titik tersempit, lalu ukurlah lingkar panggul secara pada titik terlebarnya. Selanjutnya

hasil ukur yang didapat dimasukkan ke dalam rumus berikut ini (Frank, 2005) :

Waist Hip Ratio : Lingkar pinggang tersempit (cm)

Lingkar panggul terbesar (cm)

Hasil yang didapat lalu dibandingkan dengan nilai yang terdapat pada tabel

berikut ini :

Nilai waist hip ratio Klasifikasi

0,74 atau lebih rendah Non obese

0,75 – 0,85 Obese

>0,85 Obese sentral

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita dan orang gemuk cenderung

lebih sering mengeluh tentang besarnya rasa nyeri yang dialami pada lutut mereka

dibandingkan dengan orang lain yang kurang gemuk (Soeroso,2006). Berdasarkan

penelitian lain yang dilakukanThumboo (2002) didapati bahwa pasien OA lutut

dengan obesitas mengalami peningkatan rasa nyeri yang pada daerah persendian lutut

dibandingkan dengan pasien yang kurang obesitas. Berdasarkan dua hal tersebut dapat

dikatakan bahwa obesitas merupakan salah satu faktor yang meningkatkan intensitas

rasa nyeri yang dirasakan pada lutut pasien OA.

21

Page 22: Presus IKK

BAB III

PEMBAHASAN KASUS

A. Analisis Kasus

Pasien datang ke Puskesmas Tegalrejo dengan keluhan nyeri pada kedua lututnya

sejak 3 hari yang lalu. Untuk berjalan dirasa sangat nyeri. Lutut terasa kaku, jika

sehabis duduk sulit untuk berdiri, jika tidak minum obat nyeri dirasakan terus

menerus, dan jika terlalu lama berdiri kaki gemetaran. Nyeri sudah dirasakan sejak 2

tahun yang lalu. Pasien rajin kontrol ke puskesmas setiap 1 minggu sekali karena

penyakit hipertensinya. Pasien mengaku penyakit hipertensi baru dialami selama 6

bulan. Tekanan darah tertinggi adalah 145/100 mmHg 4 bulan yang lalu. Dari hasil

pemeriksaan fisik tidak didapatkan adanya tanda-tanda peradangan pada sendi,

deformitas, maupun krepitasi. Hasil pemeriksaan laboratorium juga didapatkan

normal.

Sesuai hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien di atas maka pasien

dapat didiagnosis dengan hipertensi stage 2 sesuai dengan kriteria dari JNC VIII.

22

Page 23: Presus IKK

Diagnosis osteoartritis didapatkan dari keluhan utama pasien yaitu nyeri pada sendi

yang sudah berlangsung selama 2 tahun.

Pada pasien didapatkan BMI 28,06 dimana termasuk dalam kategori overweight.

Hal ini dapat memperberat penyakit osteoartritis pasien dikarenakan salah satu

penyebab terjadinya osteoartritis adalah berat badan yang berlebih.

Pasien tinggal di rumah hanya berdua dengan suami. Rumah pasien terdiri dari 1

ruang tamu, 4 kamar tidur, ruang makan/ ruang keluarga, dapur, 1 kamar mandi, 2

lahan berisi ternak ayam dan burung. Lantai rumah sebagian besar terbuat dari

keramik yang cukup terjaga kebersihannya. Lantai dapur terbuat dari semen.

Pencahayaan di rumah pasien sudah cukup. Ventilasi untuk pertukaran udara baik

karena banyak terdapat jendela dan jendela dibuka di siang hari.

Diagnosis holistik pada pasien ini adalah Hipertensi grade II terkontrol dan

osteoartritis pada perempuan overweight paruh baya usia 67 tahun tanpa kekhawatiran

dan fungsi keluarga sehat dengan PHBS baik.

Penyakit pada pasien di atas merupakan penyakit yang komplek sehingga

dibutuhkan dukungan dari pihak keluarga untuk penanganannya.

B. Analisi Kunjungan Rumah

Kunjungan rumah dilakukan pada tanggal 12 Desember 2014 dan 15 Desember 2014

a. Keadaan pasien : kondisi pasien baik. Tidak tampak tanda-tanda kecemasan.

b. Lokasi : pasien tinggal di Karangwaru Lor TR2/104 RT 01 RW 01. Rumah pasien

terletak di pemukiman penduduk yang tidak begitu padat. Dari jalan utama

menuju rumah pasien melalui gang yang dapat dilalui oleh mobil. Jarak dari satu

rumah ke rumah lain tidak terlalu dekat. Pasien tinggal hanya berdua dengan

suami.

c. Kondisi rumah : rumah terbuat dari tembok dan sekat kamar beberapa terbuat dari

triplek, kokoh, tidak bertingkat, lantai terbuat dari keramik dan lantai dapur

terbuat dari semen, atap terbuat dari genteng.

d. Pembagian ruang : ruang terdiri dari 4 bagian : 1 ruang tamu, 4 kamar tidur, 1

ruang makan/ ruang keluarga, 1 dapur, dan 1 kamar mandi.

e. Ventilasi : terdapat jendela dan ventilasi yang cukup karena jendela terbuka di

siang hari.

f. Pencahayaan : pencahayaan di dalam rumah cukup.

23

Page 24: Presus IKK

g. Kebersihan : kebersihan di dalam rumah cukup, dengan tata letak barang-barang

yang cukup rapi.

h. Sanitasi dasar :

Sumber air bersih : sumber air dari PAM

Jamban keluarga : terdapat 1 buah kamar mandi dengan 1 jamban jongkok

dengan model leher angsa dan bak mandi dari keramik dengan lantai

keramik. Kesan kamar mandi cukup bersih, terawat, dan tidak bau.

Saluran pembuangan air limbah : limbah rumah tangga dialirkan ke saluran

pembuangan.

Tempat pembuangan sampah : sampah diletakkan di bak penampungan

sampah oleh pasien.

Halaman : terdapat halaman depan dan samping

Kandang : terdapat 2 kandang ternak ayam dan burung di samping rumah

dengan kesan kandang terawat, tertata rapi, dan cukup bersih.

C. Identifikasi Fungsi Keluarga

1. Fungsi Biologis

Pasien sudah tidak dalam masa produktif.

2. Fungsi Afektif

Hubungan pasien dengan suami : baik

Hubungan pasien dengan anak : baik

3. Fungsi Sosial dan Budaya

Pasien cukup berperan di lingkungannya dan aktif dengan berbagai kegiatan yang

ada karena pasien merupakan kader Puskesmas. Pasien tidka terlalu mempercayai

mitos-mitos yang ada dalam masyarakat.

4. Fungsi Pendidikan

Pendidikan terakhir pasien adalah SMP

5. Fungsi Ekonomi

Pasien dan suami sudah tidak bekerja. Untuk kebutuhan sehari-hari pasien

didapat dari kiriman rutin oleh anak-anaknya. Uang tersebut dirasakan pasien

sudah cukup untuk kebutuhan sehari-hari.

6. Fungsi Religius

Pasien beragama katholik dan rajin beribadah ke gereja setiap hari minggu.

24

Page 25: Presus IKK

D. Identifikasi Pengetahuan, Sikap, Perilaku Kesehatan Keluarga

1. Penggunaan pelayanan kesehatan

Pasien rajin kontrol 1 minggu sekali ke Puskesmas untuk penyakit

hipertensinya. Kesadaran pasien untuk kontrol rutin tinggi.

2. Perencanaan dan pemanfaatan fasilitas pembiayaan kesehatan

Pasien memiliki JAMKESDA

E. Pelaksanaan Program

Waktu Kegiatan Hasil

10 Desember 2014 Anamnesis dan

pemeriksaan fisik

Keluhan utama : nyeri pada kedua lutut,

kontrol untuk hipertensi

12 Desember 2014 Anamnesis holistik

identifikasi

masalah

Pasien tinggal bersama suami. Pasien

sudah tidak bekerja dan aktif sebagai

kader Puskesmas. Suami pasien juga

sudah tidak bekerja. Untuk memenuhi

kebutuhan sehari-hari pasien dikirimi

uang oleh anak-anaknya.

15 Desember 2014 Edukasi tentang

penyakit pasien.

Konseling pasien

dan keluarga

mengenai penyakit

pasien dan

pentingnya

pengaturan pola

makan.

Pasien lebih paham tentang penyakitnya

dan juga paham dengan diet yang harus

dijalani serta exercise yang harus

dilakukan.

Suami pasien sudah paham tentang

penyakit pasien dan tidak merasa khawatir

dengan penyakit pasien karena pasien

rajin kontrol ke puskesmas.

F. Diagnosis Kesehatan Keluarga

Bentuk keluarga : Nuclear Family

Fungsi yang terganggu : Aktivitas yang sedikit terganggu karena penyakitnya

Faktor yang mempengaruhi : BMI pasien yang masuk dalam kategori overweight

sehingga memperberat penyakit.

25

Page 26: Presus IKK

Diagnostik Holistik : Hipertensi grade II terkontrol dan osteoartritis pada

perempuan overweight paruh baya usia 67 tahun tanpa kekhawatiran dan fungsi

keluarga sehat dengan PHBS baik.

G. Identifikasi Masalah dan Penyelesaian

No.

Masalah

yang

dihadapi

Target Sasaran Pembinaan

Kolaborasi

(Profesi

yang

menangani)

1. Nyeri lutut

yang terus

menerus

Nyeri

berkurang

dan tidak

tergantung

kepada

obat

penghilang

nyeri

Pasien Penatalaksanaan

farmakoterapi : kalium

diklofenak 2 x 25 mg

Non Farmakoterapi :

konseling gizi tentang

diet yang tepat untuk

mengurangi berat

badan dengan low

calory diet dan

pemilihan makanan

yang tepat. Edukasi

tentang olahraga apa

saja yang dapat

membantu

meringankan gejala

penyakit pasien.

Dokter

umum, Ahli

Gizi

2. Hipertensi Hipertensi

terkontrol

Pasien Farmakoterapi :

Amlodipine 1 x 5 mg

Non Farmakoterapi :

pasien sudah baik

dalam menjaga agar

hipertensinya

terkontrol. Pemilihan

Dokter

umum

26

Page 27: Presus IKK

Suami

pasien

makanan sudah cukup

tepat dan perlu

ditingkatkan lagi.

Edukasi kepada suami

tentang kemungkinan

menderita penyakit

yang sama dan

mengajak suami pasien

untuk kontrol rutin ke

puskesmas, tetapi

kesadaran suami pasien

untuk rajin ke

puskesmas masih

rendah. Suami pasien

beranggapan kalau ke

Puskesmas hanya

ketika sakit.

H. Penerapan Prinsip Kedokteran Keluarga

1. Primary Care

Prinsip ini sudah diterapkan pada pasien ini, dimana pasien datang periksa ke

layanan primer terlebih dahulu yaitu ke Puskesmas. Pasien mendapat obat yaitu

Amlodipine 1 x 5 mg, Kalium Diklofenak 2 x 25 mg, dan Vit B complex 1 x 1.

2. Person Center Care

Pelayanan yang diberikan memberikan kenyamanan pada pasien.

3. Holistik Care

Saat menegakkan diagnosis, memandang pasien pada kasus ini tidak hanya dari

segi klinisnya saja tetapi juga menanyakan dari segi psikis adakah masalah atau

beban pikiran, selain itu dari segi ekonomi apakah penghasilan yang didapat cukup

untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, pengetahuan pasien tentang penyakitnya,

keluarga pasien apakah peduli dengan keadaan pasien dan sosial budaya pasien

sendiri.

4. Comprehensive Care

27

Page 28: Presus IKK

Dalam menangani kasus pada pasien ini, dilakukan penatalaksanaan secara

menyeluruh :

Promotif yaitu bertujuan memberi edukasi pasien tentang penyakitnya sehingga

pasien bisa lebih memahami tentang penyakitnya.

Preventif diberikan edukasi tentang pentingnya diet dan exercise yang tepat

serta pentingnya memeriksakan diri dengan rutin untuk mencegah progresivitas

penyakitnya.

Kuratif diberikan obat-obatan untuk mengurangi gejala dan menekan

progresivitas penyakit.

Rehabilitatif diberikan fisioterapi untuk mengurangi rasa nyeri serta mencegah

adanya kerusakan fungsi.

5. Continuing Care

Dilakukan home visit pada tanggal 12 Desember 2014 dan 15 Desember 2014

untuk memonitor keadaan pasien di lingkungan rumah dan didapati pasien tinggal

hanya berdua dengan suami, fungsi keluarga sehat dan pasien menerapkan PHBS.

Perekonomian keluarga cukup untuk kebutuhan sehari-hari.

Penulis juga mengingatkan pentingnya kontrol ke Puskesmas untuk memantau

perkembangan dari penyakit pasien, serta pentingnya pengaturan pola makan dan

exercise untuk mengurangi dampak dari penyakit serta menghindari penyakit

menjadi lebih progresif.

6. Collaborative and coordinative care

Dilakukan kolaborasi dengan ahli gizi untuk mengatur asupan makanan yang

dibutuhkan pasien.

7. Patient centered, Family focus and Community Centered Care

Penyakit yang diderita pasien kemungkinan dapat diturunkan kepada anak cucu

pasien sehingga perlu skrining pada anggota keluarga lainnya guna mencegah

terkena penyakit yang sama.

8. Quality Care & Cost Effective

Penyakit pasien termasuk ke dalam kompetensi dokter umum dan sebagi dokter

layanan primer harus dapat mengobati penyakit tersebut. Dengan obat-obatan yang

tersedia di pelayanan primer, pasien tidak perlu membayar lebih mahal untuk ke

dokter spesialis setiap kali kontrol. Karena pelayanan yang berkualitas pun dapat

diberikan di layanan primer dengan biaya yang lebih terjangkau.

28

Page 29: Presus IKK

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil kunjungan ke rumah pasien penderita penyakit Hipertensi dan

Osteoartritis di wilayah kerja Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut :

1. Pasien tinggal hanya berdua dengan suami. Keempat anak pasien sudah tidak

tinggal 1 rumah dengan pasien. Walau pasien hanya tamatan SMP tetapi

pemahaman pasien akan penyakitnya sudah cukup baik. Pasien sangat menerima

kondisi penyakitnya dan tidak ada kecemasan yang dirasakan pasien tentang

penyakitnya. Pendapatan keluarga berasal dari uang pemberian anak-anak pasien

setiap bulan. Pendapatan tersebut dirasa pasien sudah cukup untuk memenuhi

kebutuhan sehari-hari.

2. Dokter keluarga melalui institusi Puskesmas dapat menjadi salah satu sektor yang

berperan dalam menangani kasus penyakit hipertensi dan osteoartritis yang

mencakup promotif, preventif, kuratif sampai rehabilitatif dan merujuk ke pusat

pelayanan kesehatan yang berkompeten dalam menangani kasus.

29

Page 30: Presus IKK

3. Kerjasama antara petugas kesehatan, pasien, dan keluarga menentukan

keberhasilan terapi.

B. Saran

1. Bagi mahasiswa

Berusaha lebih mendalami, aktif, kreatif, dan variatif dalam menganalisa

permasalahan kesehatan, baik pada keluarga maupun lingkungannya.

Meningkatkan profesionalisme sebelum terjun ke masyarakat.

2. Bagi Puskesmas

Hendaknya terus melakukan pendekatan kepada masyarakat dengan usaha

promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

DAFTAR PUSTAKA

Fauci. 2008. Harrison’s Principle of internal Medicine. 17th Edition. McGraw Hill Company:

USA.

Guyton (1995). Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. EGC:287-305

http://www.nhlbi.nih.gov/health/educational/lose_wt/BMI/bmicalc.htm

Soeroso, J., Isbagio, H., Kalim, H., Et al. 2009.Osteoartritis. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Intern Publishing: Jakarta.

Yogiantoro. 2009.Hipertensi Esensial. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Intern

Publishing: Jakarta.

30