41
LAPORAN KASUS STROKE ISKEMIK BATANG OTAK Disusun oleh : VIA ARSITA DEWI 142.0221.119 Pembimbing : Dr. Jimmy Liman, Sp.S KEPANITERAAN KLINIK SMF SARAF

Presus Via

Embed Size (px)

DESCRIPTION

DDVShS

Citation preview

LAPORAN KASUS

STROKE ISKEMIK BATANG OTAK

Disusun oleh :VIA ARSITA DEWI142.0221.119

Pembimbing :Dr. Jimmy Liman, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK SMF SARAF RUMAH SAKIT UMUM PUSAT PERSAHABATAN

JAKARTA2015ii

iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .iDAFTAR ISI . ii

BAB I LAPORAN KASUSI.1. Identitas Pasien ......1I.2. Anamnesa .....1I.3. Pemeriksaan Fisik.2I.4. Pemeriksaan Penunjang 7I.5. Resume 8I.6. Diagnosis 9I.7. Terapi 10I.8. Prognosis 10

BAB II ANALISA KASUSII.1. Anamnesa .....11II.2. Pemeriksaan 12II.3. Diagnosis13II.4. Terapi..14II.5. Prognosis..16

BAB III STROKEIII.1. Definisi .....17III.2. Epidemiologi 18III.3. Klasifikasi18III.4. Faktor Risiko..19III.5. Patofisologi..20III.6. Gejala22III.7. Diagnosis..23III.8. Penanganan..23III.9. Prognosis..24

BAB IV KESIMPULAN26

DAFTAR PUSTAKA 27BAB ILAPORAN KASUS

I.1. Identitas PasienNama: Ny. HUmur: 59 tahunJenis Kelamin: PerempuanAgama: IslamPekerjaan: Ibu Rumah TanggaAlamat: Kp. Gempol, CakungMasuk RS: 5 Juni 2015Ruang perawatan: Cempaka AtasNo. RM: 183.46.26Tanggal Pemeriksaan: 12 Juni 2015

I.2. Anamnesis Keluhan utamaMasuk IGD rumah sakit dengan keluhan rasa sakit saat menelan dan tidak dapat menelan.Keluhan tambahanBatuk.Riwayat penyakit sekarang:Pagi hari saat menyiangi sayuran pada tanggal 4 Juni 2015 pasien mengeluhkan sakit kepala, berkeringat, dan lemah pada seluruh tubuh. Kemudian pasien pergi ke puskesmas untuk mengecekan keluhannya dan diberikan obat. Sore hari pada tanggal 4 Juni 2015 tiba-tiba pasien mengeluhkan sakit dan tidak dapat untuk menelan air dan ludah. Kemudian pasien mengecekan dirinya kembali ke sebuah Klinik dan mendapat rujukan ke RSUP Persahabatan.Seiring dengan keluhan tidak bisa menelan, pasien merasakan tenggorokannya terasa gatal, dan mulai timbul batuk dengan dahak berwarna putih.

Riwayat penyakit dahulu:Pada tahun 2010 pasien pernah masuk rumah sakit karena tekanan darah pasien mencapai 200/120 mmHg, namun pasien tidak mengalami gejala lemas pada anggota gerak, pasien hanya mengeluhkan sakit kepala pada saat itu. Pasien hanya mengontrol dan meminum obat anti hipertensi selama dirumah sakit hingga 3 hari pasca pulang dari rumah sakit, dengan alasan tekanan darahnya sudah normal kembali. Sejak saat itu pasien tidak pernah mengontrolkan tekanan darahnya atau meminum obat anti hipertensi (hipertensi tidak terkontrol +).Riwayat trauma sebelumnya, diabetes melitus, dan sakit jantung disangkal. Riwayat merokok dan konsumsi obat-obatan juga alkohol disangkal. Riwayat penyakit keluarga:Ayah dan Ibu pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, stroke, maupun penyakit jantung. Kakak kandung pasien memiliki riwayat hipertensi.

I.3. Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum: Tampak Sakit SedangKesadaran: Compos Mentis E4M6V5 GCS 15Gizi: BaikTanda vitalTD: 150/90 (Ka) 160/90 (Ki)Nadi: 80x/menitPernafasan: 20x/menitSuhu: 35,4Status internusKepala: NormocephalMata: Alis mata kanan dan kiri tidak simetris, alis mata kiri lebih terangkat Kelopak mata kiri leih cendrung untuk menutup Konjungtiva anemis (+), skelera ikterik (-)Leher: JVP 5-2 cm, tidak ada pembesaran KGBMulut: Erosi pada lidah (+)Thorax: Simetris Kiri dan Kanan Cor: S1 S2 reguler, gallop (-), murmur (-) Pulmo: Vesikuler (+/+), rhonki (-), wheezing (-)Abdomen: BU (+), Nyeri tekan pada semua regio (-) Hati dan limpa normal tidak teraba, ginjal normal nyeri ketok CVA(-)Ekstremitas: Pada tangan kanan dan kiri akral hangat, edem (-), cappilary refiil < 2 detik

Status neurologis Rangsang meningeal KananKiriKaku kuduk:(-)(-)Laseque:(-)(-)Kerniq:(-)(-)Brudzinsky I:(-)(-)Brudzinsky II:(-)(-)

Nervi CranialesN.I ( Olfaktorius)Daya penghidu: Kanan: NormosmiaKiri: NormosmiaN II (Opticus)Ketajaman penglihatan: Kanan : Baik Kiri : BaikPengenalan warna: Kanan : Baik Kiri : BaikLapang pandang: BaikFunduscopy: Tidak dilakukanN III, IV, VI (Oculamotorius,Trochlearis,Abducens)KananKiriPtosis:(-)(+)Strabismus:(-)(-)Nistagmus:(-)(-)Exophtalmus:(-)(-)Enophtalmus:(-)(-)Gerakan bola mata Lateral:(+)(+) Medial:(+)(+) Atas lateral:(+)(+) Atas medial:(+)(+) Bawah lateral:(+)(+) Bawah medial:(+)(+) Atas:(+)(+) Bawah:(+)(+)Pupil Ukuran pupil:3 mm3mm Bentuk pupil:bulatbulat Isokor/anisokor:isokor Posisi:sentralsentral Rf cahaya langsung:(+) (+) Rf cahaya tdk langsung :(+) (+)N V (Trigeminus)Menggigit: (+)Membuka mulut: SimetrisSensibilitasKananKiri V1: (+)(+) V2: (+)(+) V3: (+)(+)Rf maseter: BaikRf cornea: Tidak dilakukanN VII (Facialis)Mengerutkan dahi: kanan dan kiri terdapat kerutan dahiMenutup mata: mata kiri lebih cendrung menutupMeringis : sudut bibir sebelah kiri lebih datar dibandingkan kananDaya pengecapan lidah 2/3 depan : tidak dilakukanN. VIII (Vestibulo Koklearis)KananKiriMendengarkan suara gesekan jari tangan: (+)(+)Mendengar detik arloji : (+)(+)Tes Schawabach : tidak dilakukanTes Rinne : tidak dilakukanTes Weber: tidak dilakukanN. IX dan X (Glossopharyngeus dan Vagus)Arcus pharynk: Arcus pharynk sinistra tidak terangkatPosisi uvula: deviasi kearah kanan (kearah yang sehat)Daya pengecapan lidah 1/3 belakang : tidak dilakukanBersuara: normalMenelan: tidak dapat menelan bahkan menelan airRefleks muntah: negatifN. XI (Accesorius)Memalingkan kepala : normalSikap bahu: simetrisMengangkat bahu: dapat dilakukan, simetrisN.XII (Hipoglossus)Menjulurkan lidah: deviasi kearah sinistra (ringan)Atrofi lidah: tidak adaTremor lidah: tidak adaArtikulasi: jelas

Bebas da tahaaryngeus oto Cervical BebasBebas BebasMotorik Gerakan :

5 5 5 5 5 5 5 55 5 5 5 5 5 5 5 Kekuatan:

Tonus: normotonus pada keempat ekstremitasTrofi: eutrofi pada keempat ekstremitas

SensibilitasEksteroseptif kanankiri Nyeri: (+)(+) Suhu: tidak dilakukan Taktil: (+)(+)Propioseptif Vibrasi: tidak dilakukan Posisi: (+)(+) Tekan dalam: (+)(+)

Refleks fisiologisRefleks TendonKananKiri Refleks Biseps: (+)(+) Refleks Triseps: (+)(+) Refleks Patella:(+)(+) Refleks Archilles:(+)(+)Refleks Periosteum: tidak dilakukanRefleks Permukaan Dinding perut: tidak dilakukan Cremaster: tidak dilakukan Spinchter Anii: tidak dilakukan

Refleks patologiskanankiri Hoffmann Tromner: (-)(-) Babinzki: (-)(-) Chaddock:(-)(-) Oppenheim:(-)(-) Gordon:(-)(-) Schaefer:(-)(-) Rosolimo:(-)(-)

Koordinasi dan keseimbangan Tes romberg: Tidak dilakukan Tes Tandem: Tidak dilakukan Tes Fukuda: Tidak dilakukan Disdiadokenesis: Tidak dilakukan Rebound phenomen: Tidak dilakukan Dismetri: Tidak dilakukan Tes telunjuk hidung: Tidak dilakukan Tes telunjuk telunjuk: Tidak dilakukan Tes tumit lutut: Tidak dilakukan

Fungsi otonomMiksi Inkotinensia: Tidak ada Retensi: Tidak ada Anuria: Tidak adaDefekasi Inkotinensi: Tidak ada Retensi: Tidak ada

Fungsi luhur Fungsi bahasa: Baik Fungsi orientasi: Baik Fungsi memori: Baik Fungsi emosi: Baik Fungsi kognisi: Baik

I.4. Pemeriksaan PenunjangPx. Lab 7 Juni 2015 Ureum 14 mg/dl Kreatinin 0,6 mg/dl Trigliserida 248 mg/dl Kolesterol Total 251 mg/dl Kolesterol LDL 162,4 mg/dl Leukosit 12,59 ribu/mm3 Brain CT-Scan tanpa kontras 5 Juni 2015 Kesan: dalam batas normalEKG 7 Juni 2015 Ventrikular Ekstra Sistol pada lead V1, V2, dan V3Thorax Foto 8 Juni 2015 Kesan: gambaran elongatio aorta

I.5. Resume Pasien masuk ke IGD RSUP persahabatan dengan keluhan rasa sakit saat menelan dan tidak dapat menelan bahkan menelan ludah. Pasien pernah dirawat karena tekanan darahnya mencapai 200/120 mmHg pada tahun 2010, namun setelah obat dari rumah saki habis pasien tidak pernah mengecek tekanan darahnya lagidan tidak pernah meminum obat anti hipertensi lagi.Saat masuk ke IGD pasien mengeluhkan sakit kepala, namun tidak disertai rasa mual dan muntah. Pasien menyangkal memiliki riwayat penyakit jantung, diabetes mellitus, dan stroke. Orang tua pasien juga disangkal memiliki riwayat hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus, dan stroke, namun kakak kandung pasien memiliki riwayat hipertensi. Pasien juga tidak merokok dan minum minuman beralkohol.

Pemeriksaan:Keadaan Umum: Tampak Sakit SedangKesadaran: Compos Mentis E4M6V5 GCS 15Gizi: BaikTanda vitalTD: 150/90 (Ka) 160/90 (Ki)Nadi: 80x/menitPernafasan: 20x/menitSuhu: 35,4Status internusKepala: NormocephalMata : Alis mata kanan dan kiri tidak simetris, alis mata kiri lebih terangkat kelopak mata kiri leih cendrung untuk menutupKonjungtiva anemis (+), skelera ikterik (-)Leher: JVP 5-2 cm, tidak ada pembesaran KGBMulut: Erosi pada lidah (+)Thorax: Simetris Kiri dan Kanan Cor: S1 S2 reguler, gallop (-), murmur (-) Pulmo: Vesikuler (+/+), rhonki (-), wheezing (-)Abdomen: BU (+), Nyeri tekan pada semua regio (-) Hati dan limpa normal tidak teraba, ginjal normal nyeri ketok CVA(-)Ekstremitas: Pada tangan kanan dan kiri akral hangat, edem (-), cappilary refiil < 2 detikStatus neurologisRangsangan meningeal: (-)Nervus kranialis: Parese N.III sinistra Ptosis Parese N.VII UMN Sinistra Parese N.IX dan X sinistra uvula deviasi ke kanan, arcus pharynk sinistra tidak terangkat, refkels muntah negative Parese N.XII sinistra deviasi ke kiri

Bebas BebasBebas 24n: Straight cervicalnyakit, BebasMotorik Gerakan :

5 5 5 5 5 5 5 55 5 5 5 5 5 5 5 Kekuatan:

Tonus: normotonus pada keempat ekstremitas Trofi: eutrofi pada keempat ekstremitasTes sensibilitas : BaikReflek fisiologi: Dalam batas normalRelek patologis: (-)Pemeriksaan PenunjangPx. Lab: Trigliserida 248 mg/dl Kolesterol Total 251 mg/dl Kolesterol LDL 162,4 mg/dl Brain CT-Scan: dalam batas normalEKG: Ventrikular Ekstra Sistol pada lead V1, V2, dan V3Thorax Foto: gambaran elongatio aorta

I.6. Diagnosis Diagnosis klinis: Ptosis Sinistra (Parese N.III sinistra) Disfagia dan Odinofagia (Parese N. IX dan X sinistra) Parese N.VII Sinistra UMN Parese N.XII Sinistra UMN Hipertensi Heart Disease Hiperkolesterolemia Diagnosis topis: Lesi di batang otak Diagnosis etiologis: Emboli Diagnosis patologis: Iskemik

I.7. TerapiMedikamentosa : Paracetamol 3 x 1000 mg (PO) bila perlu Amlodipin 1 x 10 mg (PO) Candesartan 1 x 8 mg (PO) Clopidogrel 1 x 75 mg (PO) Simvastatin 1 x 40 mg (PO) stop hari keempat digantikan atorvastatin Atorvastatin 1 x 20 mg (PO) ISDN 5 mg Citicholin 3 x 500 mg Ranitidin 2 x 50 mg stop hari keempat Ketorolax 30 mg stop hari kedua Alinamin F 1 x 2 ampul/ hari NaCl 0,09% / 12 jam Non medikamentosa : Bed rest Edukasi untuk minum obat secara teratur Latihan menelan dengan fisoterapis dengan teknik Mendelsohn Manuver

I.8. Prognosis Ad vitam: Dubia ad bonam Ad fungsionam: Dubia ad malam Ad sanationam: Dubia Ad cosmeticum: Dubia ad malam

1

3

BAB IIANALISA KASUS

II.1. AnamnesaPasien Ny. H dengan usia 59 tahun didiagnosa berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang:Diagnosis etiologis: Stroke Iskemik Batang OtakAnamnesis1. Menetapkan stroke sebagai penyebabKeluhan utama : rasa sakit saat menelan dan tidak dapat menelanRasa sakit saat menelan dan tidak dapat menelan pada keadaan tersebut kita dapat mencurigai gangguan pada jalur pencernaan bagian atas, salah satu yang berhubungan dengan menelan adalah faring dan bagian atas esofagus. Penyebab yang dapat menimbulkan gejala disfagia dan odinofagia yang diderita pasien dapat terjadi karena gangguan dibagian sarafnya ataupun karena peradangan didaerah tersebut. Pada kondisi akibat peradangan seharusnya pasien masih dapat menelan air ataupun ludah walaupun terasa sakit. Namun kondisi pasien sama sekali tidak dapat menelan bahkan menelan air ataupun ludah sehingga lebih curiga pada kelainan saraf. Faring dan bagian atas esophagus dipersarafi oleh N. IX dan X, diduga ada penyumbatan yang menyebabkan N. IX dan X pasien mengalami parese sehingga fungsi motoriknya untuk menelan menjadi terganggu. Kondisi tersebut sesuai dengan definisi stroke menerut WHO yaitu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak.2. Menentukan jenis strokePada pasien ini didapatkan, onset yang perlahan yang didahului dengan warning sign pada pagi harinya, onset juga terjadi saat pasien sedang tidak melakukan aktivitas yang memerlukan force yang tinggi. Pasien memang mengeluhkan adanya sakit kepala namun pasien menyangkal adanya mual dan muntah, saat kejadian berlangsung pasien juga dalam kondisi sadar. Hal tersebut serupa dengan tanda-tanda dari stroke infark.Dari anamnesa pasien memiliki faktor risiko dari stroke yaitu hipertensi yang tidak terkontrol. Hipertensi berperan penting untuk terjadinya iskemik dan perdarahan otak yang terjadi pada pembuluh darah kecil. Hipertensi membuat beban kerja miokard jantung meningkat sehingga menyebabkan terjadinya pembesaran jantung dan mempercepat aterosklerosis sehingga mudah terjadi oklusi atau emboli pada pembuluh darah besar. Maka dari anamnesis didapatkan kesimpulan bahwa tanda-tanda klinis tersebut mengarah pada terjadinya stroke iskemik karena terjadi secara perlahan pada saat istirahat dan didahului dengan waring sign.

II.2. Pemeriksaan 1. Status internusPada pemeriksaan pasien tampak sakit sedang dengan kesadaran compos mentis (E4M6V5) membuktikan tidak adanya gangguan kesadaran pada pasien. Tekanan darah pasien saat masuk RS tinggi yaitu 180/100 mmHg yang termasuk dalam hipertensi derajat II (JNC VII) yang merupakan salah satu faktor risiko dari stroke. Alis mata kanan dan kiri tidak simetris, alis mata kiri lebih terangkat, hal ini menandakan adanya parese pada nervus fasialis sebelah kiri. Kelopak mata kiri leih cendrung untuk menutup hal ini disebut dengan ptosis dan merupakan tanda dari parese nervus okulomotorius. 2. Status neurologis Ditemukan adanya ptosis yang menandakan terdapat parese N.III sehingga menyebabkan m. levator palpebra tidak dapat berkontraksi untuk membuka mata. Mata pasien yang masih dapat membuka disebabkan karena adanya bantuan dari m. frontalis. Pada saat menyeringai sudut bibir sebelah kiri lebih datar menandakan adanya parese N.VII. Disaat disuruh mengangkat alis masih terdapat kerutan di dahinya menandakan pasien mengalami parese N.VII yang UMN, karena pada lesi LMN pasien tidak dapat mengangkat alis dan tidak ditemukan kerutan pada dahinya. Pada saat pasien membuka mulut ditemukan uvula terdeviasi ke kanan (kearah yang sehat) dan arcus pharynk sinistra tidak terangkat saat pasien disuruh mengatakan aaaaa, reflex muntah juga negative sehingga hal ini menandakan adanya parese pada N. IX dan X. Pada saat pasien menjulurkan lidahnya terdapat gamabran lidar berdeviasi kearah sinistra walaupun sedikit dan tidak ditemukan adanya atrofi maupun fasikulasi pada lidah bagian kiri yang manandakan terdapat parese pada N.XII sinistra tipe UMN.Untuk membedakan stroke hemoragik atau non hemoragik, dilakukan penilaian berdasar skor strokeBerdasarkan Siriraj Stroke ScoreKesadaran compos mentis: 0 x 2,5 = 0Muntah (-) : 0 x 2 = 0TD diastolic : 100 x 10% = 10Ateroma (ada) : -3 x 1 = -3Total score: 7 12 = -3Kesan: Stroke Iskemik3. Pemeriksaan penunjangPx. Lab Trigliserida 248 mg/dl Kolesterol Total 251 mg/dl Kolesterol LDL 162,4 mg/dl Menandakan adanya kondisi hiperkolesterolemia yang merupakan salah satu risiko dari stroke.EKG Ventrikular Ekstra Sistol pada lead V1, V2, dan V3Thorax Foto gambaran elongatio aortaEKG dan Thorax foto menggambarkan terjadinya hipertensi heart disease, yang disebabkan karena hipertensi sehingga beban kerja miokard menjadi bertambah dan menimbulkan terjadinya hipertrofi ventrikel kiri. Keadaan tersebut juga merupakan faktor risiko dari terjadinya stroke yang disebabkan karena embolus dari jantung.

II.3 DiagnosisDari anamnesis, pemeriksaaan kinis dan neurologis serta diperkuat oleh pemeriksaan penunjang maka ditegakan : Diagnosis klinis: Ptosis Sinistra (Parese N.III sinistra) Disfagia dan Odinofagia (Parese N. IX dan X sinistra) Parese N.VII Sinistra UMN Parese N.XII Sinistra UMN Hipertensi Heart Disease Hiperkolesterolemia Diagnosis topis: Lesi di batang otak Diagnosis etiologis: Emboli Diagnosis patologis: Iskemik

II.4 TerapiPengelolaan umum1. Breathing : perhatikan kelancaran jalan nafas. Pada kasus ini pasien dengan GCS 15 dan dapat bernafas spontan, sehingga pemberian oksigen hanya bila pasien merasa sesak.2. Blood : pada pasien ini diberikan obat penurun tekanan darah tinggi yaitu amlodipin dan candesartan dilakukan pemantauan tekanan darah untuk menghindari peningkatan tekanan darah yang tinggi secara tiba-tiba. Pasien juga diberikan clopidogrel yang berfungsi sebagai trombolisis, diharapkan embolus yang ada dapat lisis dan tidak menyumbat lagi. 3. Brain : diberikan citicolin sebagai neuroprotektif.4. Bladder : hindari infeksi saluran kemih dan perhatikan keseimbangan cairan input dan output.5. Bowel : perhatikan kebutuhan cairan dan kalori.Pengelolaan khusus stroke iskemikMedikamentosa1. Proteksi neuronal : citicholine 3 x 500 mg (Inj) diberikan sebagai neuroproteksi. Mekanisme utama kerja citicholine adalah meningkatkan choline dan menghambat pengerusakan phosphatydicholine. Pada metabolism neuron meningkatkan ambilan glukosa, menurunkan asam laktak, mempercepat pembentukan asetilkolin dan menghambat radikalisasi asam asam laktat dalam keadaan iskemia. Pada level vascular meningkatkan aliran darah ke otak.2. Anti hipertensi : Amlodipin 1 x 10 mg (PO) dan Candesartan 1 x 8 mg (PO) Amlodipin adalah antagonis kalsium golongan dihidropiridin (antagonis ion kalsium) yang menghambat influks (masuknya) ion kalsium melalui membran ke dalam otot polos vaskular dan otot jantung sehingga mempengaruhi kontraksi otot polos vaskular dan otot jantung. Amlodipine menghambat influks ion kalsium secara selektif, di mana sebagian besar mempunyai efek pada sel otot polos vaskular dibandingkan sel otot jantung. Efek antihipertensi amlodipine adalah dengan bekerja langsung sebagai vasodilator arteri perifer yang dapat menyebabkan penurunan resistensi vaskular serta penurunan tekanan darah. Candesartan merupakan jenis ARB yang memodulasi sistem RAS dengan cara menginhibisi ikatan angiotensin II dengan reseptornya, yaitu pada reseptor AT1 secara spesifik. Angiotensin II berfungsi sebagai hormon yang meningkatkan tekanan darah dan volume darah dalam beberapa cara. Angiotensin II merangsang tubula proksimal nefron untuk menyerap kembali NaCl dan air. Hal tersebut akan jumlah mengurangi garam dan air yang diekskresikan dalam urin dan akibatnya adalah peningkatan volume darah dan tekanan darah.3. Antiplatelet : Clopidogrel 1 x 75 mg (PO) Clopidogrel secara selektif menghambat ikatan adenosine diphospat (ADP) oada reseptor ADP di platelet, dengan demikian menghambat aktivasi kompleks glikoprotein GPIIb/IIIa yang dimediasi ADP yang menimbulkan penhambatan terhadap agregasi platelet.4. Anti Hiperlipidemia : Simvastatin 1 x 40 mg (PO) stop hari keempat digantikan atorvastatin dan Atorvastatin 1 x 20 mg (PO) Mekanisme kerja dari metabolit aktif simvastatin maunpun atorvastatin adalah dengan cara menghambat kerja 3-Hidroksi-3-metilglutaril koenzim A reduktase (HMG Co-A reduktase), dimana enzim ini mengkatalisa perubahan HMG Co-A menjadi asam mevalonat yang merupakan langkah awal dari sintesa kolesterol.Penghambat HMG Co-A reduktase menghambat sintesis kolesterol di hati dan hal ini akan menurunkan kadar LDL plasma. Menurunnya kadar kolesterol akan menimbulkan perubahan-perubahan yang berkaitan dengan potensial obat ini. Kolesterol menekan transkripsi tiga jenis gen yang mengatur sintesis HMG Co-A sintase, HMG Co-A reduktase dan reseptor LDL. Menurunnya sintesis kolesterol oleh penghambat HMG Co-A reduktase akan menghilangkan hambatan ekspresi tiga jenis gen tersebut di atas, sehingga aktivitas sintesis kolesterol meningkat secara kompensatoir. Hal ini menyebabkan penurunan sintesis kolesterol. 5. Antinyeri (untuk sakit kepala) : Paracetamol 3 x 1000 mg (PO) efek analgesic paracetamol serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang.Keduanya menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral seperti salisilat.Efek anti inflamasinya sangat lemah, oleh karena itu paracetamol tidak digunakan sebagai antireumatik.Paracetamol merupakan penghambat biosintesis prostaglandin yang lemah.Efek iritasi, erosi dan pendarahan lambung tidak terlihat pada kedua obat ini, demikian juga gangguan pernapasan dan keseimbangan asam basa.6. Vasodilator : Isosorbide dinitrat (ISDN) 5 mg akan membentuk kompleks nitrosoheme denganguanilat siklase menstimulasi enzim ini sehingga kadar cGMP meningkat. Selanjutnya cGMP akan menyebabkan defosforilasi myosin, sehingga terjadirelaksasi otot polos. Efek vasodilatasi pertama ini, bersifat non endotelium-dependent.7. Neurotropik : Neurobion 1x1 ampul diberikan untuk member nutrisi neuron agar tidak mudah rusak atau mengalami gangguan.8. Neurotropik : Alinamin F 1 x 2 ampul/ hari diberikan untuk member nutrisi neuron agar tidak mudah rusak atau mengalami gangguan.

II.5 Prognosis1. Ad vitam : dubia ad bonam karena tanda vital yang stabil, keadaan umum yang cukup baik, dan secara keseluruhan dapat dinilai baik.2. Ad fungsional : dubia ad malam karena pada pasien ini belum ditemukan adanya perbaikan dari gejala stroke dan belum dapat berfungsi seperti sebelumnya.3. Ad sanationam : dubia karena tergantung kepatuhan pasien dalam mengikuti terapi untuk mengurangi atau menghilangkan gejala sisa dan menurunkan faktor risiko.4. Ad cosmeticum : dubia ad malam karena stroke pada pasien meninggalkan gejala sisa berupa alis kiri yang tetap terangkat dan mata kiri yang mengecil karena kelopak yang cendrung menutup.

BAB IIISTROKEIII.1 DefinisiSuatu ganguan fungsional otak yg terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik fokal maupun global yg berlangsung lebih dari 24 jam, yang dapat menimbulkan kematian ataupun kecacatan yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak. ( WHO 1995). Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau global, dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (Kelompok Studi Serebrovaskuler dan Neurogeriatri Perdossi,1999).Stroke merupakan jejas otak yang disebabkan oleh dua jenis gangguan vaskular, yaitu: iskemia (pasokan darah yang kurang) atau hemoragi (bocornya darah dari pembuluh darah intrakranial). Pada stroke iskemik, yang disebut juga sebagai stroke non-hemoragik, aliran darah ke sebagian jaringan otak berkurang atau terhenti. Hal ini dapat disebabkan, misalnya oleh sumbatan trombus atau embolus atau kelainan pada jantung yang mengakibatkan curah jantung berkurang atau oleh tekanan perfusi yang menurun. Dari model eksperimen stroke diketahui bahwa terdapat berbagai ambang iskemia untuk disfungsi serta kematian sel-sel di otak. Sel otak yang paling peka terhadap iskemia ialah sel neuron, diikuti oleh dengan kepekaan yang menurun sel oligodendroglia, astrosit dan sel endotelial. Antar sel-sel neuron juga terdapat perbedaan dalam kepekaan terhadap iskemia. Dan kepekaan dipengaruhi pula oleh lokasi. Dari hewan percobaan, model stroke tikus, diketahui bahwa lokasi juga mempengaruhi stroke terhadap iskemia. Hipokampus merupakan daerah yang paling peka, diikuti oleh serebelum, striatum dan neokorteks. Aliran darah otak (CBF = cerebral blood flow) yang normal ialah sekitar 50 55 ml/100 g otak/menit. Ambang bagi gagal transmisi di sinaps ialah kira-kira 18 ml/100 g otak/menit. Bila neuron terpapar pada tingkat CBF yang kurang, ia tidak dapat berfungsi secara normal, namun masih mempunyai potensi untuk pulih sempurna. Ambang bagi gagalnya pompa membran terjadi bila CBF antara 8 18 ml/100 g/menit merupakan daerah yang dapat kembali normal atau dapat melanjut ke kematian neuronal. Didaerah ini dinamai penumbra iskemik. Walaupun signal elektroensefalografik sudah menghilang dan potensial cetusan absen di penumbra iskemik, tingkat adenosinetrifosfat dan ion K ekstraselular hampir normal. Jika daerah ini ingin diselamatkan, penting memulihkan CBF (aliran darah di otak) dalam beberapa jam.

III. 2 Epidemiologi Insiden stroke bervariasi di berbagai negara di Eropa, diperkirakan terdapat 100-200 kasus stroke baru per 10.000 penduduk per tahun (Hacke dkk, 2003). Di Amerika diperkirakan terdapat lebih dari 700.000 insiden stroke per tahun, yang menyebabkan lebih dari 160.000 kematian per tahun, dengan 4.8 juta penderita stroke yang bertahan hidup. (Goldstein dkk, 2006). Rasio insiden pria dan wanita adalah 1.25 pada kelompok usia 55-64 tahun, 1.50 pada kelompok usia 65-74 tahun, 1.07 pada kelompok usia 75-84 tahun dan 0.76 pada kelompok usia diatas 85 tahun (Lloyd dkk, 2009).Stroke paling banyak menyebabkan orang cacat pada kelompok usia diatas 45 tahun. Banyak penderitanya yang cacat, tidak mampu lagi mencari nafkah seperti sediakala, menjadi tergantung kepada orang lain, dan tidak jarang menjadi beban bagi keluarganya. Stroke dapat terjadi pada setiap usia, dari bayi baru lahir sampai usia sangat lanjut. Clifford Rose dari Inggris memperkirakan insidens stroke dikebanyakan negara adalah sebesar 200 per 100.000 populasi per tahun. Insidens infark otak dan perdarahan intraserebral meningkat sesuai dengan pertambahan umur, sedang perdarahan subarakhnoidal lebih banyak terdapat di kalangan usia muda.Di negara industri penyakit stroke umumnya merupakan penyebab kematian No 3 pada kelompok usia lanjut setelah penyakit jantung dan kanker. Di Indonesia stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan neurologis yang utama.

III. 3 KlasifikasiDikenal bermacam-macam klasifikasi stroke berdasarkan atas patologi anatomi (lesi) dan stadium (Misbach, 1999). 1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya: a. Stroke iskemik Transient Ischemic Attack (TIA) Trombosis Embolib. Stroke hemoragik Perdarahan intraserebral Perdarahan Subarachnoid2. Berdasarkan stadium: a. TIAdidefinisikan sebagai episode singkat disfungsi neurologis yang disebabkan gangguan setempat pada otak atau iskemi yang terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam, tanpa adanya infark, serta meningkatkan resiko terjadinya stroke di masa depan.b. RINDDefisit neurologis lebih dari 24 jam namun kurang dari 72 jamc. Stroke in evolutiond. Complete stroke

III. 4 Faktor RisikoFaktor resiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan kemungkinannya untuk dimodifikasi atau tidak (nonmodifiable, modifiable, atau potentially modifiable) dan bukti yang kuat (well documented atau less well documented) (Goldstein,2006). 1. Non modifiable risk factors : a. Usia b. Jenis kelamin c. Berat badan lahir rendah d. Ras/etnis e. genetik 2. Modifiable risk factors a. Well-documented and modifiable risk factors Hipertensi Paparan asap rokok Diabetes Atrial fibrilasi dan beberapa kondisi jantung tertentu Dislipidemia Stenosis arteri karotis Sickle cell disease Terapi hormonal pasca menopause Diet yang buruk Inaktivitas fisik Obesitas b. Less well-documented and modifiable risk factors Sindroma metabolik Penyalahgunaan alkohol Penggunaan kontrasepsi oral Sleep-disordered breathing Nyeri kepala migren Hiperhomosisteinemia Peningkatan lipoprotein (a) Peningkatan lipoprotein-associated phospholipase Hypercoagulability Inflamasi Infeksi

III. 5 PatofisiologiStroke IskemikIskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara bertahap (Sjahrir,2003) Tahap 1 : a. Penurunan aliran darah b. Pengurangan O2 c. Kegagalan energi d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion Tahap 2 : a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion c. Spreading depressiond. Tahap 3 : Inflamasi e. Tahap 4 : Apoptosis Proses patofisiologi pada cedera SSP akut sangat kompleks dan melibatkan permeabilitas patologis dari sawar darah otak, kegagalan energi, hilangnya homeostasis ion sel, asidosis, peningkatan kalsium ekstraseluler, eksitotoksisitas dan toksisitas yang diperantarai oleh radikal bebas. (Sherki dkk,2002)

Patofisiologi HemoragikPerdarahan intrakranial meliputi perdarahan di parenkim otak dan perdarahan subarachnoid. Insidens perdarahan intrakranial kurang lebih 20 % adalah stroke hemoragik, dimana masing-masing 10% adalah perdarahan subarachnoid dan perdarahan intraserebral (Caplan, 2000). Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma (Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini paling sering terjadi di daerah subkortikal, serebelum, dan batang otak. Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola berdiameter 100 400 mikrometer mengalami perubahan patologi pada dinding pembuluh darah tersebut berupa lipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Pada kebanyakan pasien, peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba menyebabkan rupturnya penetrating arteri yang kecil. Keluarnya darah dari pembuluh darah kecil membuat efek penekanan pada arteriole dan pembuluh kapiler yang akhirnya membuat pembuluh ini pecah juga. Hal ini mengakibatkan volume perdarahan semakin besar (Caplan, 2000). Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di dearah yang terkena darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Gejala neurologik timbul karena ekstravasasi darah ke jaringan otak yang menyebabkan nekrosis (Caplan, 2000). Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah disekitar permukaan otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang subarachnoid. Perdarahan subarachnoid umumnya disebabkan oleh rupturnya aneurisma sakular atau perdarahan dari arteriovenous malformation (AVM).

III. 6 Gejala Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat dan menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke). Kemudian stroke menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2 hari akibat bertambah luasnya jaringan otak yang mati (stroke in evolution). Perkembangan penyakit biasanya (tetapi tidak selalu) diselingi dengan periode stabil, dimana perluasan jaringan yang mati berhenti sementara atau terjadi beberapa perbaikan. Gejala stroke yang muncul pun tergantung dari bagian otak yang terkena.Membaca isyarat stroke dapat dilakukan dengan mengamati beberapa gejala stroke berikut: 1. Kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh.2. Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran.3. Penglihatan ganda.4. Pusing.5. Bicara tidak jelas (pelo). 6. Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat.7. Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh.8. Pergerakan yang tidak biasa.9. Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.10. Ketidakseimbangan dan terjatuh.11. Pingsan.Kelainan neurologis yang terjadi akibat serangan stroke bisa lebih berat atau lebih luas, berhubungan dengan koma atau stupor dan sifatnya menetap. Selain itu, stroke bisa menyebabkan depresi atau ketidakmampuan untuk mengendalikan emosi.Stroke juga bisa menyebabkan edema atau pembengkakan otak. Hal ini berbahaya karena ruang dalam tengkorak sangat terbatas. Tekanan yang timbul bisa lebih jauh merusak jaringan otak dan memperburuk kelainan neurologis, meskipun strokenya sendiri tidak bertambah luas.

III. 7 DiagnosisDiagnosis stroke adalah secara klinis beserta pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain CT scan kepala, MRI. Untuk menilai kesadaran penderita stroke dapat digunakan Skala Koma Glasgow. Untuk membedakan jenis stroke dapat digunakan berbagai sistem skor, seperti Skor Strok Siriraj, Algoritma Stroke Gajah Mada, atau Algoritma JunaediDiagnosis stroke biasanya ditegakkan berdasarkan perjalanan penyakit dan hasil pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik dapat membantu menentukan lokasi kerusakan pada otak. Ada dua jenis teknik pemeriksaan imaging (pencitraan) untuk mengevaluasi kasus stroke atau penyakit pembuluh darah otak (Cerebrovascular Disease/CVD), yaitu Computed Tomography (CT scan) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI).CT scan diketahui sebagai pendeteksi imaging yang paling mudah, cepat dan relatif murah untuk kasus stroke. Namun dalam beberapa hal, CT scan kurang sensitif dibanding dengan MRI, misalnya pada kasus stroke hiperakut.Untuk memperkuat diagnosis biasanya dilakukan pemeriksaan CT scan atau MRI. Kedua pemeriksaan tersebut juga bisa membantu menentukan penyebab dari stroke, apakah perdarahan atau tumor otak. Kadang dilakukan angiografi yaitu penentuan susunan pembuluh darah/getah bening melalui kapilaroskopi atau fluoroskopi.

III. 8 PenangananPenderita stroke biasanya diberikan oksigen, dipasang infus untuk memasukkan cairan dan zat makanan, diberikan manitol atau kortikosteroid untuk mengurangi pembengkakan dan tekanan di dalam otak pada penderita stroke akutJika mengalami serangan stroke, segera dilakukan pemeriksaan untuk menentukan apakah penyebabnya bekuan darah atau perdarahan yang tidak bisa diatasi dengan obat penghancur bekuan darah.Penelitian terakhir menunjukkan bahwa kelumpuhan dan gejala lainnya bisa dicegah atau dipulihkan jika recombinant tissue plasminogen activator (RTPA) atau streptokinase yang berfungsi menghancurkan bekuan darah diberikan dalam waktu 3 jam setelah timbulnya stroke.Antikoagulan juga biasanya tidak diberikan kepada penderita tekanan darah tinggi dan tidak pernah diberikan kepada penderita dengan perdarahan otak karena akan menambah risiko terjadinya perdarahan ke dalam otak.Penderita stroke biasanya diberikan oksigen dan dipasang infus untuk memasukkan cairan dan zat makanan. Pada stroke in evolution diberikan antikoagulan (misalnya heparin), tetapi obat ini tidak diberikan jika telah terjadi completed stroke.Pada completed stroke, beberapa jaringan otak telah mati. Memperbaiki aliran darah ke daerah tersebut tidak akan dapat mengembalikan fungsinya. Karena itu biasanya tidak dilakukan pembedahan.Pengangkatan sumbatan pembuluh darah yang dilakukan setelah stroke ringan atau transient ischemic attack, ternyata bisa mengurangi risiko terjadinya stroke di masa yang akan datang. Sekitar 24,5% pasien mengalami stroke berulang.Untuk mengurangi pembengkakan dan tekanan di dalam otak pada penderita stroke akut, biasanya diberikan manitol atau kortikosteroid. Penderita stroke yang sangat berat mungkin memerlukan respirator (alat bantu bernapas) untuk mempertahankan pernafasan yang adekuat. Di samping itu, perlu perhatian khusus kepada fungsi kandung kemih, saluran pencernaan dan kulit (untuk mencegah timbulnya luka di kulit karena penekanan).Stroke biasanya tidak berdiri sendiri, sehingga bila ada kelainan fisiologis yang menyertai harus diobati misalnya gagal jantung, irama jantung yang tidak teratur, tekanan darah tinggi dan infeksi paru-paru. Setelah serangan stroke, biasanya terjadi perubahan suasana hati (terutama depresi), yang bisa diatasi dengan obat-obatan atau terapi psikis.

III. 9 PrognosisAda sekitar 30%-40% penderita stroke yang masih dapat sembuh secara sempurna asalkan ditangani dalam jangka waktu 6 jam atau kurang dari itu. Hal ini penting agar penderita tidak mengalami kecacatan. Kalaupun ada gejala sisa seperti jalannya pincang atau berbicaranya pelo, namun gejala sisa ini masih bisa disembuhkan.Sayangnya, sebagian besar penderita stroke baru datang ke rumah sakit 48-72 jam setelah terjadinya serangan. Bila demikian, tindakan yang perlu dilakukan adalah pemulihan. Tindakan pemulihan ini penting untuk mengurangi komplikasi akibat stroke dan berupaya mengembalikan keadaan penderita kembali normal seperti sebelum serangan stroke.Upaya untuk memulihkan kondisi kesehatan penderita stroke sebaiknya dilakukan secepat mungkin, idealnya dimulai 4-5 hari setelah kondisi pasien stabil. Tiap pasien membutuhkan penanganan yang berbeda-beda, tergantung dari kebutuhan pasien. Proses ini membutuhkan waktu sekitar 6-12 bulan.

BAB IVKESIMPULANStroke adalah penyebab kematian terbesaar ketiga pada orang dewasa di Indonesia setelah penyakit infeksi dan jantung koroner. Stroke iskemik yaitu stroke yang disebabkan oleh sumbatan pembuluh darah sehingga menyebabkan sel neuron kekurangan oksigen sehingga menyebabkan kematian. Salah satu faktor risiko stroke iskemik adalah tekanan darah yang tinggi dan tidak terkontrol selain itu adanya pembesaran jantung juga meningkatkan terjadinya embolus yang dapat mengakibatkan penyumbatan dipembuluh darah otak, sehingga mengakibatkan terjadinya deficit neurologis.Penatalaksanaan stroke berupa perawatan umum dan mengatasi komplikasi sistemik, yang pada giliran selanjutnya diharapkan dapat mencegah perluasan kerusakan jaringan otak. Mengendalikan atau menghilangkan faktor resiko hipertensi maupun penyakit jantung yang ada merupakan hal yang penting. Upaya rehabilitasi harus segera dikerjakan sedini mungkin apabila keadaan pasien sudah stabil.

DAFTAR PUSTAKA

1. Arifputera dkk. 2014. Stroke: Kapita Selekta Edisi IV jilid II, Jakarta: Media Aesculapius, hal. 975 - 981. 2. Mardjono, Mahar, Prof., DR., Prof. Dr. Priguna Sidharta (2009). Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat 3. Price, Sylvia.A dan Wilson, Lorraine A. (2005). Patofisilogi : Konsep Klinis, Proses-Proses Penyakit Volume 2 Edisi 64. Lumbantobing, SM. 2012. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental, Jakarta: Badan Penerbit FK UI.