47
i PREVALENSI DIARE PADA PASIEN BALITA RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT BHINEKA BAKTI HUSADA, TANGERANG SELATAN BULAN APRIL-JUNI 2010 Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN OLEH : KARINA ASTARI YULIANTO NIM. 107103001529 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H / 2010

PREVALENSI DIARE PADA PASIEN BALITA RAWAT JALAN DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26011/1/KARINA... · Laporan Penelitian berjudul PREVALENSI DIARE PADA PASIEN

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • i

    PREVALENSI DIARE PADA PASIEN BALITA RAWAT JALAN

    DI RUMAH SAKIT BHINEKA BAKTI HUSADA, TANGERANG

    SELATAN BULAN APRIL-JUNI 2010

    Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

    memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

    OLEH :

    KARINA ASTARI YULIANTO

    NIM. 107103001529

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    1431 H / 2010

  • ii

    LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

    Dengan ini saya menyatakan bahwa :

    1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

    salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai

    dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan

    hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    Jakarta, 20 September 2010

    Karina Astari Yulianto

  • iii

    LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

    PREVALENSI DIARE PADA PASIEN BALITA RAWAT JALAN DI

    RUMAH SAKIT BHINEKA BAKTI HUSADA, TANGERANG SELATAN

    BULAN APRIL-JUNI 2010

    Laporan Penelitian

    Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

    untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran (SKed)

    Oleh :

    Karina Astari Yulianto

    NIM : 107103001529

    Pembimbing

    Dr. Riva Auda, SpA, MKes

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

    1431/2010 M

  • iv

    PENGESAHAN PANITIA UJIAN

    Laporan Penelitian berjudul PREVALENSI DIARE PADA PASIEN BALITA RAWAT

    JALAN DI RUMAH SAKIT BHINEKA BAKTI HUSADA, TANGERANG SELATAN

    BULAN APRIL-JUNI 2010 yang diajukan oleh Karina Astari Yulianto ( NIM : 107103001529

    ), telah diujikan dalam siding di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif

    Hidayatullah Jakarta pada 07 Oktober 2010. Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah

    satu bukti syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (SKed) pada program Studi Pendidikan

    Dokter.

    Jakarta, 07 Oktober 2010

    DEWAN PENGUJI

    Ketua Sidang & Pembimbing Penguji

    Dr. Riva Auda, SpA, MKes dr, Yanti Susianti, SpA

    PIMPINAN FAKULTAS

    Dekan FKIK UIN Kaprodi PSPD FKIK UIN

    Prof. Dr (hc). dr. MK. Tadjudin, SpAnd DR. dr. Syarief Hasan Lutfie, SpRM

  • v

    KATA PENGANTAR

    Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas

    segala limpahan rahmat dan hidayah- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan

    penelitian yang berjudul “ Prevalensi diare pada pasien balita rawat jalan di Rumah Sakit

    Bhineka Bakti Husada, Tangerang Selatan bulan April-Juni tahun 2010 “ sebagai salah satu

    syarat dalam menyelesaikan jenjang program Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran dan

    Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

    Penulis menyadari tanpa bantuan, bimbingan, dan dorongan berbagai pihak, karya tulis

    ilmiah ini tidak akan terwujud. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

    terima kasih yang sebesar- besarnya kepada :

    1. Bapak Prof. Dr ( hc ). dr. M. K. Tadjudin, Sp. And selaku Dekan Fakultas Kedokteran

    dan Ilmu Kesehatan.

    2. Bapak Drs. H. Achmad Ghalib, MA selaku Pudek bidang administrasi umum FKIK

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    3. Ibu Dra. Farida Hamid, MPd selaku Pudek bidang kemahasiswaan FKIK UIN Syarif

    Hidayatullah Jakarta.

    4. Bapak DR. dr. Syarif Hasan Lutfie, Sp.RM selaku Ketua Program Studi Pendidikan

    Dokter.

    5. Ibu dr. Riva Auda, Sp.A, MKes selaku pembimbing penelitian ilmiah ini atas ilmu,

    bimbingan, dan kesabarannya dalam memberikan pengarahan guna penyelesaian

    laporan penelitian ini.

  • vi

    6. Ibu drg. Laifa Annisa Hendarmin, PhD selaku Penanggung jawab Riset Pendidikan

    Dokter Angkatan 2007.

    7. Bapak dan ibu dosen , beserta seluruh staf akademik , staf Tata Usaha dan seluruh

    staf karyawan di lingkungan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

    Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

    8. Direktur Rumah Sakit Bhineka Bakti Husada yang telah berkenan membantu dalam

    pengambilan sampel penelitian.

    9. Kedua orang tuaku Ibu dan Bapak tercinta, adikku Dedy atas segala doa, dukungan,

    perhatian, dan kasih sayangnya kepada penulis selama ini.

    10. Teman-teman kelompok Riset : Yurilla, Hilya, Lydia, Emillia, Nurhidayati,

    M.Ridwan atas pertemanan, semangat, dan dukungan yang telah diberikan kepada

    penulis.

    11. Teman-teman Program Studi Pendidikan Dokter Angkatan 2007 dan pihak-pihak

    yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu, memberi

    inspirasi dan pengalaman hidup.

    Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna, karena itu penulis

    menerima kritik dan saran demi kemajuan di masa mendatang. Penulis berharap semoga

    penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak.

    Jakarta, Januari 2010

    Penulis

  • vii

    ABSTRAK

    Nama : Karina Astari Yulianto

    Program studi : Pendidikan Dokter

    Judul : PREVALENSI DIARE PADA PASIEN BALITA RAWAT JALAN

    DI RUMAH SAKIT BHINEKA BAKTI HUSADA, TANGERANG

    SELATAN BULAN APRIL-JUNI 2010

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui angka kesakitan diare pada pasien balita rawat jalan di

    Rumah Sakit Bhineka Bakti Husada, Tangerang Selatan bulan April-Juni 2010. Penelitian ini

    menggunakan sampel sebanyak 67 orang yang diperoleh dari data rekam medic pasien dengan

    menggunakan desain deskriptif potong lintang, kemudian dilakukan analisis univariat. Hasil

    penelitian didapatkan bahwa semua sampel mengalami diare akut berjumlah 67 orang (100%),

    paling banyak yang menderita adalah laki-laki berjumlah 37 orang (55,2%), kelompok umur

    terbanyak 0-2 tahun berjumlah 42 orang (62,7%) dengan diare tanpa dehidrasi berjumlah 41

    orang (61,2%), dan berstatus gizi baik berjumlag 54 orang (80,6%). Perlu dilakukan penelitian

    lanjutan dengan jumlah sampel yang lebih besar.

    Kata kunci :

    Prevalensi diare, balita, rawat jalan

    ABSTRACT

    Name : Karina Astari Yulianto

    Study Program : Medical Education

    Title : PREVALENCE OF DIARRHEA IN TODDLER OUTPATIENT

    AT BHINEKA BAKTI HUSADA HOSPITAL, SOUTH OF

    TANGERANG APRIL-JUNE 2010

    The aim of this study was to determine the prevalence of diarrhea in toddler outpatient at

    Bhineka Bakti Husada Hospital, South of Tangerang in April-June 2010. This study was

    conducted on 67 children who obtained from medical record data using cross-sectional

    descriptive design, and then performed univariate analysis. The results obtained 67 children

    (100%) are suffering acute diarrhea, 37 children (55,2%) at most were male, 42 children

    (62,7%) the largest group 0-2 year, 41 children (61,2%) the degree of diarrhea without

    dehydration, and 54 children (80,6%) with well nourished. Further research needs to be done

    with larger sample.

    Keywords :

    The prevalence of diarrhea, toddler, outpatient

  • viii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL………………………………………………………………..

    HALAMAN PERNYATAAN……………………………………………………...

    HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………………..

    HALAMAN PENGESAHAN PANITIA UJIAN……………………....................

    KATA PENGANTAR……………………………………………………………...

    ABTRAK…………………………………………………………………………….

    DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………….

    i

    ii

    iii

    iv

    v

    vii

    xi

    BAB 1

    BAB 2

    BAB 3

    BAB 4

    PENDAHULUAN

    Latar belakang……………………………………………………..

    Rumusan masalah…………………………………………………

    Tujuan Penelitian………………………………………………….

    Hipotesis…………………………………………………………..

    Kegunaan penelitian………………………………………………

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Kajian Teori……………………………………………….

    1. Pertumbuhan & perkembangan……………………….

    2. Diare Pengertian diare……………………………………….

    Klasifikasi diare……………………………………….

    Etiologi diare…………………………………………..

    Patogenesis diare………………………………………

    Gejala klinis…………………………………………...

    Tatalaksana diare……………………………………...

    METODE PENELITIAN

    Desain penelitian…………………………………………………..

    Lokasi penelitian…………………………………………………..

    Variabel penelitian………………………………………………...

    Bahan dan alat penelitian………………………………………….

    Populasi dan sampel……………………………………………….

    Penarikan sampel………………………………………………….

    Jalannya penelitian………………………………………………...

    Pengolahan, analisis, dan penyajian data………………………….

    PEMBAHASAN

    Gambaran klasifikasi diare………………………………………..

    Gambaran data umur sampel……………………………………...

    Gambaran data jenis kelamin……………………………………...

    Gambaran data derajat dehidrasi sampel………………………….

    1

    3

    3

    3

    4

    5

    5

    8

    8

    8

    9

    10

    11

    15

    22

    22

    22

    23

    23

    24

    24

    25

    26

    26

    27

    28

  • ix

    BAB 5

    Gambaran tatalaksana diare pada sampel…………………………

    Gambaran derajat dehidrasi menurut tatalaksana diare…………...

    Gambaran status gizi sampel……………………………………...

    SIMPULAN DAN SARAN

    Simpulan…………………………………………………………...

    Saran……………………………………………………………….

    28

    29

    31

    32

    33

    DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………. 34

    LAMPIRAN……………………………………………………………………….... 36

  • x

    DAFTAR TABEL

    Tabel 2.1.

    Tabel 2.2.

    Tabel 2.3.

    Tabel 4.1.

    Tabel 4.2.

    Tabel 4.3.

    Tabel 4.4.

    Tabel 4.5.

    Tabel 4.6.

    Tabel 4.7.

    Skor Maurice King………………………………………...

    Perkiraan kehilangan berat badan berdasarkan gejala

    klinis WHO 1995………………………………………….

    Komposisi oralit formula baru menurut WHO 2006……...

    Klasifikasi diare…………………………………………...

    Umur sampel penelitian…………………………………...

    Jenis kelamin sampel……………………………………...

    Derajat dehidrasi sampel…………………………………..

    Tatalaksana diare………………………………………….

    Derajat dehidrasi menurut tatalaksana diare………………

    Status gizi………………………………………………….

    13

    14

    17

    26

    26

    27

    28

    28

    29

    31

  • xi

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 : Hasil pengolahan data SPSS

  • xii

  • 1

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    A. Latar belakang masalah

    Sebagai negara yang sedang membangun, Indonesia masih banyak dihadapkan pada

    masalah kesehatan masyarakat. Sampai saat ini penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan

    dunia terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Besarnya masalah tersebut terlihat dari

    tingginya angka kesakitan dan kematian akibat diare terutama pada bayi dan balita, serta sering

    menimbulkan kejadian luar biasa (KLB). (Departemen Kesehatan RI (Depkes RI), 2006)

    Data dari Depkes tahun 2006 hasil survei Subdit Diare, angka kejadian diare di

    Indonesia masih cukup tinggi yaitu 423 per 1.000 penduduk pada semua umur. (Depkes, 2006)

    Menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menyebutkan angka kematian

    diare pada balita (bawah lima tahun) sebesar 75,3/100.000 balita, sementara angka kematian

    diare untuk semua umur sebesar 23,2/100.000 penduduk. Selama tahun 2006 sebanyak 41

    kabupaten di 16 provinsi melaporkan KLB diare di wilayahnya dan diare merupakan penyebab

    kematian nomor 2 pada balita dan nomor 3 bagi bayi serta nomor 5 bagi semua umur. (SKRT,

    2001)

    Episode penyakit diare pada balita sebanyak 1-2 kali setiap tahun dengan angka kematian

    mencapai 5 per 1000 balita atau 135.000 kematian tiap tahun yang berarti tiap 4 menit 1 balita

    meninggal dunia. (Sudarmo dan Subiyanto, 2001) Berdasarkan survey demografi kesehatan

    Indonesia 2002-2003 yang menderita diare laki-laki (10,8%) dan perempuan (11,2%). (Naulita

    N, 2008)

    Diare adalah defekasi atau buang air besar lebih dari 3 x sehari, dengan atau tanpa darah

    dan atau lendir dalam tinja. Penyakit diare merupakan salah satu gejala infeksi saluran

    pencernaan yang disebabkan oleh Escherichia coli patogen, Shigella, Vibriocholera, Salmonella,

    Rotavirus, dan Cysptosporodium. Penyakit ini menyebabkan usus tidak normal bekerja yang

    akibatnya lebih banyak air dan garam yang keluar melalui tinja pada akhirnya menyebabkan

    dehidrasi. Dehidrasi akibat diare merupakan komplikasi berat yang menimbulkan asidosis,

    hipokalemia, dan merupakan penyebab utama kematian. (Sudarmo S, 2001)

    Penatalaksanaan diare akut yang diutamakan adalah upaya rehidrasi oral (URO) berupa

    pemberian cairan elektrolit yang diikuti dengan meneruskan pemberian makanan yang baik.

  • 2

    (Minocha A, 2004) Untuk itu peran ibu sangat berpengaruh penting dalam penanganan diare, ibu

    adalah orang pertama yang melihat dan menghadapi anaknya yang sedang diare. Jika diare sudah

    menyebabkan komplikasi-komplikasi seperti dehidrasi maka masyarakat akan datang berobat ke

    layanan kesehatan masyarakat seperti Puskesmas, Rumah Sakit negeri, Rumah Sakit swasta dan

    praktek dokter mandiri. Oleh karena itu peneliti mengambil lokasi penelitian di Rumah Sakit

    swasta karena termasuk dalam layanan kesehatan masyarakat dan juga adanya pergeseran trend

    pengobatan, banyak pasien yang memilih berobat ke rumah sakit swasta dibanding Rumah Sakit

    pemerintah ataupun Puskesmas. RS Bhineka Bakti Husada juga termasuk dalam wilayah

    Tangerang Selatan dan diare termasuk dalam 10 penyakit terbanyak pada poli anak yang dapat

    menjadi gambaran angka kejadian diare pada balita di wilayah tersebut. Pada tahun 2009 angka

    kesakitan diare pada balita RS Bhineka Bakti Husada mencapai 727 kasus dengan angka

    kejadian diare pada bulan April-Juni 2009 mencapai 260 kasus. Pada tahun 2010 angka kejadian

    diare pada bulan April-Juni berjumlah 146 kasus. Angka kejadian ini menurun dibandingkan

    tahun yang lalu namun tidak dapat menjadi patokan pasti untuk angka kejadian dalam

    setahunnya. Selain itu faktor pengambilan rekam medis di Puskesmas yang belum terdata

    dengan baik dan pencatatannya yang kurang lengkap yang menjadikan salah satu pertimbangan

    penulis untuk melakukan penelitian di Rumah Sakit swasta.

    Banyak faktor risiko juga yang diduga menyebabkan terjadinya penyakit diare pada balita

    antara lain seperti dari faktor host yaitu usia penderita, jenis kelamin, status gizi, kelengkapan

    imunisasi serta faktor dari lingkungan berupa ketersediaan air bersih, perilaku hidup sehat, dan

    kebersihan lingkungan. Faktor pengetahuan ibu tentang penanganan diare, konsumsi susu

    formula oleh balita juga berperan dalam terjadinya diare pada balita. Oleh sebab itu, kesadaran

    masyarakat harus ditingkatkan tentang kejadian diare di wilayahnya agar kejadian diare di

    wilayahnya dan di Indonesia dapat teratasi dari tahun ke tahun. (Ngastiyah, 2005)

    B. Rumusan masalah

    Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka dapat dirumuskan

    masalah sebagai berikut : bagaimana angka kesakitan pada balita akibat diare pada RS Bhineka

    Bakti Husada, Tangerang Selatan ?

  • 3

    C. Tujuan penelitian

    Tujuan umum

    Meningkatkan kesadaran masyarakat terutama ibu tentang angka kejadian diare

    yang tinggi di Indonesia terutama balita serta upaya untuk mengatasinya.

    Tujuan khusus

    Mengetahui angka kesakitan pada balita akibat diare di RS Bhineka Bakti Husada,

    Tangerang Selatan.

    Mengetahui prevalensi diare pada balita rawat jalan RS Bhineka Bakti Husada,

    Tangerang Selatan berdasarkan umur.

    Mengetahui prevalensi diare pada balita rawat jalan RS Bhineka Bakti Husada,

    Tangerang Selatan berdasarkan jenis kelamin.

    Mengetahui prevalensi diare pada balita rawat jalan RS Bhineka Bakti Husada,

    Tangerang Selatan berdasarkan derajat dehidrasi.

    Mengetahui prevalensi diare pada balita rawat jalan RS Bhineka Bakti Husada,

    Tangerang Selatan berdasarkan status gizi.

    Mengetahui penatalaksanaan diare pada balita disesuaikan dengan teori.

    D. Hipotesis penelitian

    Angka kesakitan pada balita akibat diare di RS Bhineka Bakti Husada Tangerang Selatan

    tinggi.

    E. Kegunaan penelitian

    Bagi pengembangan ilmu :

    Diharapkan penelitian ini dapat memacu penelitian-penelitian lain yang lebih baik

    dan mendalam mengenai angka kejadian kesakitan pada balita akibat diare sehingga

    dapat menambah pengetahuan khususnya ilmu pengetahuan kedokteran dan kesehatan

    mengenai diare.

    Bagi aspek guna laksana :

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan bahan pertimbangan

    untuk semakin meningkatkan kesadaran masyarakat terutama ibu mengenai kejadian

    diare pada balita.

  • 4

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. KAJIAN TEORITIS

    1. Pertumbuhan dan perkembangan jasmani

    A. Pertumbuhan jasmani

    Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan

    interseluler berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau

    keseluruhan sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat. (Depkes RI, 2005)

    Seorang anak bukanlah miniatur orang dewasa, karena ia mempunyai sifat berlainan

    dari orang dewasa. Ia harus tumbuh dan berkembang sampai dewasa agar dapat

    berguna bagi masyarakat. Oleh karena itu semua orang yang mendapat tugas

    mengawasi anak harus mengerti persoalan anak yang sedang tumbuh dan berkembang,

    misalnya keperluan dan lingkungan anak pada waktu tertentu agar anak dapat tumbuh

    dan berkembang sebaik-baiknya. Bila lingkungan akibat sesuatu hal menjadi buruk,

    maka keadaan tersebut hendaknya segera diubah sedemikian rupa sehingga

    pertumbuhan dan perkembangan anak dapat berjalan sebaik-baiknya. (Hassan R dan

    Alatas H, 2007)

    Pertumbuhan dan perkembangan yang optimum diperlukan berbagai faktor

    misalnya makanan harus disesuaikan dengan keperluan anak yang sedang tumbuh.

    Penyakit infeksi akut maupun kronik seperti diare dapat menghambat pertumbuhan dan

    perkembangan anak, sehingga pencegahan penyakit tersebut penting untuk

    pertumbuhan dan perkembangan anak. (Hassan R dan Alatas H, 2007)

    Tahap pertumbuhan anak :

    1. Pertumbuhan yang cepat terjadi pada tahun pertama, yang kemudian berangsur-angsur

    berkurang sampai umur 3-4 tahun.

    2. Pertumbuhan berjalan lamban dan teratur sampai masa akil balik.

    3. Pertumbuhan cepat pada masa akil balik (12-16 tahun).

    4. Pertumbuhan kecepatannya berangsur-angsur berkurang sampai suatu waktu berhenti

    (kira-kira umur 18 tahun).

  • 5

    Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak :

    1. Faktor herediter

    Faktor herediter merupakan faktor yang dapat diturunkan sebagai dasar dalam mencapai

    tumbuh kembang anak, faktor herediter meliputi faktor bawaan, jenis kelamin, ras, dan

    suku bangsa.

    2. Faktor lingkungan, seperti : status sosial ekonomi, budaya, nutrisi, status kesehatan anak

    dapat mempengaruhi tumbuh kembangnya. (Hassan R dan Alatas H, 2007)

    B. Tahap Perkembangan

    Sigmaund Freud (Hassan R dan Alatas H, 2007) membagi beberapa fase perkembangan

    kepribadian dalam :

    1. Fase oral

    Fase ini dimulai dari saat bayi dilahirkan sampai dengan 1-2 tahun. Pada fase ini bayi

    merasa dipuaskan dengan makan dan menyusui dan terjadi kelekatan dan hubungan yang

    emosional antara anak dan ibu. Pada fase ini balita merasa puas bisa makan dan menyusui,

    sehingga kegagalan pada fase ini beberapa mengatakan bahwa pada saat anak yang

    mengalami gangguan pada fase ini akan sering mengalami stres dengan gejala gangguan pada

    lambung seperti maag atau gastritis. Pada fase ini sering terjadi penyakit infeksi seperti diare

    karena anak berusaha memasukkan sesuatu benda atau makanan ke dalam mulutnya sehingga

    potensi untuk terkena penyakit infeksi menular seperti diare akan semakin besar.

    2. Fase anal

    Fase ini berkembang pada saat balita menginjak umur 15 bulan sampai dengan umur 3

    tahun. Pada fase ini balita merasa puas dapat melakukan aktivitas buang air besar dan buang

    air kecil. Fase ini dikenal pula sebagai periode "toilet training". Pada fase ini seringkali

    orang tua merasa direpotkan dengan perilaku balita yang suka buang air sembarangan tanpa

    memperhatikan waktu dan tempat, sehingga penyakit-penyakit yang penularanannya melalui

    fekal-oral seperti diare juga banyak pada fase ini.

    3. Fase Phallic

    Disebut juga sebagai fase erotik, fase ini berkembang pada anak umur 3 sampai 6 tahun.

    Yang paling menonjol adalah pada anak laki-laki dimana anak ini suka memegangi

    penisnya. Freud juga mengemukakan pada fase ini tentang masalah Oediphus dan Electra

  • 6

    complex tentang kelekatan anak laki-laki kepada ibunya dan ini terjadi pada anak perempuan

    dimana anak perempuan ini akan dekat kepada bapaknya.

    4. Fase laten

    Fase ini adalah fase yang terpanjang, berlangsung pada saat umur 6 tahun sampai usia 12

    tahun atau usia pubertas. Pada saat ini seorang anak dipengaruhi oleh aktivitas sekolah,

    teman-teman dan hobinya. Kegagalan pada fase ini akan menyebabkan kepribadian yang

    kurang bersosialisasi dengan lingkungannya.

    5. Fase genital

    Fase ini berlangsung pada usia 12 tahun atau usia dimulainya pubertas sampai

    dengan umur 18 tahun, dimana anak mulai menyukai lawan jenis dan melakukan

    hubungan percintaan lewat berpacaran. Dan pada masa ini pula seorang anak akan mulai

    melepas diri dari orangtuanya dan belajar bertanggung jawab akan dirinya.

    Pertumbuhan dan perkembangan balita sangat mempengaruhi tingkat kejadian

    diare pada balita seperti status gizi mempengaruhi terhadap kekebalan tubuhnya terhadap

    infeksi, status gizi yang kurang ataupun rendah dapat memudahkan terjadinya infeksi

    karena kekebalan tubuhnya yang menurun. Pada umur balita juga melewati beberapa fase

    perkembangan seperti fase oral dan anal yang memungkinkan masuknya bakteri ke dalam

    saluran pencernaannya sehingga dapat menyebabkan diare. (Juffrie M dkk, 2010)

    2. Diare

    2.1. Definisi diare

    Diare adalah defekasi atau buang air besar lebih dari 3 x sehari, dengan atau tanpa darah

    dan atau lendir dalam tinja. (Asnil P dkk, 2003)

    Diare adalah buang air besar yang lembek atau cair bahkan dapat berupa air saja yang

    frekuensinya lebih sering, biasanya 3 kali atau lebih dalam sehari. (Depkes, 2001)

    Diare adalah keluarnya tinja yang lembek atau cair, biasanya terjadi paling sedikit tiga

    kali dalam rentang waktu 24 jam. Akan tetapi, konsistensi tinja lebih penting dibandingkan

    dengan frekuensi buang air besar. Pengeluaran tinja yang sering namun padat bukanlah diare.

    (WHO, 1995)

    Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang

    sebelumnya sehat terjadi kurang dari 14 hari. (Asnil P dkk, 2003)

  • 7

    2.2. Klasifikasi diare

    Diare dibagi menjadi tiga (Asnil P dkk, 2003) yaitu :

    1. Diare akut

    Diare akut didefinisikan sebagai diare yang terjadi dalam waktu kurang dari 14

    hari, berlangsung cepat umumnya berakhir dalam waktu 7 hari dengan konsistensi feses

    yang lebih lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya.

    Diare akut masih merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas

    pada balita. Kematian dapat disebabkan karena dehidrasi akut atau karena lingkaran

    sebab akibat dari diare-malnutrisi-infeksi.

    2. Diare persisten

    Diare persisten didefinisikan sebagai diare yang terjadi lebih dari 14 hari dan

    biasanya diasosiasikan dengan malabsorbsi, infeksi non-intestinal yang serius dan

    dehidrasi.

    Diare persisten tidak termasuk diare kronik atau diare berulang seperti penyakit

    sprue, gluten sensitive enteropathi, dan penyakit blind loop.

    3. Disentri

    Disentri yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri akan terjadi

    anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat. Buang air besar yang berulang-ulang

    yang menyebabkan penderita kehilangan banyak cairan dan darah. Penyebab umum

    disentri adalah infeksi parasit Entamoeba histolytica yang menyebabkan disentri amuba

    dan infeksi bakteri golongan Shigella yang menjadi penyebab disentri basiler.

    2.3. Etiologi

    Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor (Ngastiyah, 2005), yaitu:

    1. Faktor infeksi

    a. Infeksi enteral yaitu saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare

    pada anak.

  • 8

    Infeksi enteral meliputi :

    - Infeksi bakteri : Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia,

    Aeromonas, dan sebagainya.

    - Infeksi virus : Enterovirus (Virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis), Adenovirus,

    Rotavirus, Astrovirus, dan lain-lain.

    - Infeksi parasit : cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Strongyloides), protozoa

    (Entamoeba hitolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis), jamur (Candida

    albicans).

    - Infeksi sistemik yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan, seperti

    otitis media akut (OMA), tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis, dan

    sebagainya.

    2. Faktor malabsorbsi

    a) Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, sukrosa),

    monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa). Pada bayi dan anak

    yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktosa.

    b) Malabsorbsi lemak : disebabkan oleh lipase tidak ada atau kurang, mukosa usus

    halus (vili) atrofi atau rusak.

    c) Malabsorbsi protein : disebabkan oleh kekurangan enzim atau kerusakan mukosa

    usus.

    3. Faktor makanan : makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.

    4. Faktor psikologis : rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat menimbulkan diare

    terutama pada anak yang lebih besar.

    Faktor risiko terjadinya diare, yaitu :

    Faktor host : (1) umur, (2) jenis kelamin, (3) imunisasi, (4) status gizi, (5) pemberian

    ASI.

    Faktor lingkungan : (1) kebersihan lingkungan, (2) ketersediaan air bersih.

  • 9

    2.4. Patogenesis

    Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah:

    1. Gangguan osmotik

    Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan

    tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan

    elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang

    usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.

    2. Gangguan sekresi

    Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi

    peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul

    karena terdapat peningkatan rongga usus.

    3. Gangguan motilitas usus

    Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap

    makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan

    mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare

    pula. (Ngastiyah, 2005)

    Patogenesis diare akut :

    1. Masuknya jasad renik yang masih hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati

    rintangan asam lambung.

    2. Jasad renik tersebut berkembang biak (multiplikasi) di dalam usus halus.

    3. Oleh jasad renik dikeluarkan toksin (toksin diaregenik).

    4. Akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.

    (Hassan R dan Alatas H, 2007)

    2.5. Gejala klinis

    Pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau

    tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah.

    Warna tinja makin lama berubah kehijau-hijauan karena bercampur empedu. Anus dan

    daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan tinja makin lama makin asam

    sebagai akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak diabsorbsi

  • 10

    oleh usus selama diare. Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare dan dapat

    disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa

    dan elektrolit. Bila pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi

    mulai nampak; yaitu berat badan turun, turgor berkurang, mata dan ubun-ubun besar

    menjadi cekung (pada bayi), selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering.

    Berdasarkan cairan yang hilang dapat dibagi menjadi dehidrasi ringan, sedang, dan berat.

    Bila berdasarkan tonisitas plasma dibagi menjadi dehidrasi hipotonik, isotonik, dan

    hipertonik. (Ngastiyah, 2005)

    Pasien diare yang dirawat biasanya sudah dalam keadaan dehidrasi berat dengan rata-rata

    kehilangan cairan sebanyak 12,5 %. Pada dehidrasi berat, volume darah berkurang sehingga

    dapat terjadi renjatan hipovolemik dengan gejala denyut jantung menjadi cepat, nadi cepat

    dan kecil, tekanan darah menurun, pasien sangat lemah, kesadaran menurun. Akibat

    dehidrasi diuresis berkurang (oligouria sampai anuria). Bila sudah terjadi asidosis metabolik

    pasien akan tampak pucat dengan pernapasan yang cepat dan dalam (pernapasan Kussmaul).

    Asidosis metabolik terjadi karena (1) kehilangan NaHCO3 melalui tinja diare, (2) ketosis

    kelaparan, (3) produk-produk metabolik yang bersifat asam tidak dapat dikeluarkan (karena

    oligouria atau anuria), (4) berpindahnya ion Natrium dari cairan ektrasel ke cairan intrasel,

    (5) penimbunan asam laktat (anoksia jaringan). (Ngastiyah, 2005)

    2.6. Faktor yang mempengaruhi terjadinya diare

    a. Kuman penyebab diare

    b. Keadaan gizi

    c. Sanitasi dan higiene

    d. Sosial ekonomi

  • 11

    2.7. Akibat diare

    a. Dehidrasi (kehilangan cairan tubuh)

    Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak daripada pemasukan

    air (input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare.

    Tahapan dehidrasi :

    Dehidrasi ringan; berat badan menurun 3 - 5%, dengan volume cairan

    yang hilang kurang dari 50 ml/kg.

    Dehidrasi sedang; berat badan menurun 6 - 9%, dengan volume cairan

    yang hilang 50-90 ml/kg.

    Dehidrasi berat; berat badan menurun lebih dari 10%, dengan volume

    cairan yang hilang sama dengan atau lebih dari 100 ml/kg.

    (Aswhill dan Droske, 1997)

  • 12

    Tabel 2.1. Skor Maurice King

    Bagian tubuh

    yang diperiksa 0 1 2

    Keadaan umum Sehat Gelisah, cengeng, apatis, mengantuk

    Mengigau, koma

    atau syok

    Kekenyalan kulit Normal Sedikit kurang Sangat kurang

    Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung

    Ubun-ubun Normal Sedikit cekung Sangat cekung

    Mulut Normal Kering Kering & sianosis

    Denyut nadi/

    menit Kuat < 120 Sedang ( 120- 140 ) Lemah > 140

    Sumber : (Suharyono, 2008)

    Catatan :

    1. Untuk menentukan kekenyalan kulit, kulit perut dicubit antara ibu jari dan

    telunjuk kemudian dilepas. Jika kulit kembali normal dalam waktu :

    - 1 detik : turgor agak kurang (dehidrasi ringan)

    - 1-2 detik : turgor kurang (dehidrasi sedang)

    - 2 detik : turgor sangat kurang (dehidrasi berat)

    2. Berdasarkan skor yang didapat pada seorang penderita dapat ditentukan derajat

    dehidrasinya :

    - jika mendapat nilai 0-2 : dehidrasi ringan

    - jika mendapat nilai 3-6 : dehidrasi sedang

    - jika mendapat nilai 7-12 : dehidrasi berat

    3. Pada anak-anak yang suturanya sudah menutup, nilai untuk ubun-ubun diganti

    dengan banyaknya atau frekuensi buang air kecil.

  • 13

    Tabel 2.2. Perkiraan kehilangan berat badan berdasarkan gejala klinis

    Gejala (9% kehilangan

    berat badan )

    Mental status Compos mentis Lemas,gelisah Apatis,letargi, koma

    Nadi Normal Normal

    Meningkat

    Takikardi; bradikardi

    pada beberapa kasus

    Haus Normal Haus; masih ada

    kemauan untuk minum

    Tidak mau minum

    Kualitas nadi Normal Normal- perpanjangan

    nadi

    Lemah – tidak teraba

    Pernapasan Normal Normal- cepat Dalam

    Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung

    Air mata Masih terdapat air mata Menurun Tidak terdapat air

    mata

    Mukosa lidah

    dan mulut

    Lembab Kering Sangat Kering

    Turgor kulit Kembali dengan cepat Recoil < 2 detik Recoil > 2 detik

    Capillary refill Normal Memanjang Memanjang-

    minimal

    Ekstermitas Hangat Dingin Dingin,sianosis

    Volume Urin Normal – menurun Menurun Minimal

    Sumber : (WHO, 1995)

    b. Gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik)

    Metabolik asidosis terjadi karena :

    - Kehilangan Na-bikarbonat bersama tinja.

    - Adanya ketosis kelaparan. Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda keton

    tertimbun dalam tubuh.

    - Terjadi penimpunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan.

    - Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh

    ginjal (terjadi oligouria atau anuria).

    - Pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler. (Asnil P dkk,

    2003)

  • 14

    2.8. Tata laksana diare akut

    Departemen Kesehatan mulai melakukan sosialisasi Panduan Tata Laksana

    Pengobatan Diare pada balita yang baru didukung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia

    (IDAI), dengan merujuk pada tata laksana diare WHO tahun 2006. Tata laksana ini sudah

    diterapkan di Rumah Sakit-Rumah Sakit. Rehidrasi bukan satu-satunya strategi dalam

    penatalaksanaan diare. Memperbaiki kondisi usus dan menghentikan diare juga menjadi

    cara untuk mengobati pasien. Untuk itu, Depkes menerapkan lima pilar penatalaksanaan

    diare bagi semua kasus diare yang diderita anak balita baik yang dirawat di rumah

    maupun di Rumah Sakit, yaitu :

    1. Pemberian cairan rehidrasi oral

    Mengingat diare pada balita bila tidak segera diatasi akan menyebabkan dehidrasi

    yang dapat mengakibatkan kematian, maka tindakan yang paling tepat dengan terapi

    rehidrasi. Terapi rehidrasi artinya menggantikan cairan tubuh yang keluar akibat

    diare, salah satunya adalah melalui oral atau mulut. (Suriadi dan Yuliani R, 2006)

    Dasar fisiologis pemberian cairan rehidrasi oral yang mengandung natrium

    klorida dan glukosa adalah bahwa transport natrium dan transport glukosa dari

    rongga usus ke dinding usus halus terjadi bersama-sama. Glukosa berperan

    meningkatkan penyerapan air maupun larutan ke dalam dinding usus halus. Selain itu

    penyerapan glukosa akan membantu penyerapan natrium menjadi lebih baik.

    (Siregar MR, 1995)

    Indikasi rehidrasi oral :

    Dehidrasi yang disebabkan oleh diare atau diare yang disertai muntah.

    Anak yang kehilangan cairan (misalnya, peningkatan insesible water loss ,

    penurunan pemasukan cairan) tetapi setelah penyebab dari dehidrasi sudah

    ditegakkan. (Goepp J dan Hostetler M, 2001)

    Kontraindikasi rehidrasi oral :

    Dehidrasi berat yang disertai gejala renjatan dan penderita tidak dapat

    minum.

    Anuri atau oligouri yang melanjut.

  • 15

    Muntah hebat.

    Malabsorbsi glukosa yang diketahui dari bertambahnya atau kambuh

    kembali setelah rehidrasi oral.

    Diare profuse.

    Bayi prematur yang sangat kecil.

    Penggunaan cairan rehidrasi oral dimulai di rumah memberikan keuntungan, diantaranya

    dehidrasi disebabkan oleh diare dapat dicegah sedini mungkin, kunjungan ke Puskesmas

    atau Rumah Sakit akan berkurang. (Suharyono, 2008)

    a) Oralit

    Di Indonesia terapi atau pemberian cairan melalui mulut sudah lama

    diperkenalkan dengan berbagai macam cairan serta komposisi. Kemudian

    berbagai macam cairan tersebut disempurnakan dan diseragamkan, sehingga pada

    tahun 1976 muncul nama oralit yang dipatenkan di seluruh Indonesia.

    Kini para ahli diare mengembangkan formula baru oralit dengan tingkat

    osmolaritas yang lebih rendah yang dapat mengurangi risiko terjadinya

    hipernatremia. Oralit baru dengan osmolaritas rendah ini juga menurunkan

    kebutuhan suplementasi intravena maupun mengurangi pengeluaran tinja hingga

    20 % serta mengurangi kejadian muntah hingga 30 %. Selain itu oralit baru ini

    direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF untuk diare akut non-kolera pada

    anak. (Juffrie M dkk, 2010)

    Tabel 2.3. Komposisi oralit baru

    Oralit baru osmolaritas rendah Mmol/ liter

    Natrium 75

    Klorida 65

    Glukosa 75

    Kalium 20

    Sitrat 10

    Total osmolaritas 245

    Sumber : (WHO, 2006)

  • 16

    Ketentuan pemberian oralit formula baru :

    Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru.

    Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang untuk persediaan

    24 jam.

    Berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar (BAB) dengan

    ketentuan sebagai berikut :

    Untuk anak berumur < 2 tahun : berikan 50-100 ml tiap kali BAB

    Untuk anak 2 tahun atau lebih : berikan 100-200 ml tiap BAB

    Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, maka sisa

    larutan harus dibuang. (Juffrie M dkk, 2010)

    2. Pemberian tablet Zink

    Zink merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Lebih dari 90

    macam enzim membutuhkan zink sebagai kofaktornya, termasuk enzim superoksida

    dismutase. (Linder MC, 1999) Enzim ini berfungsi untuk metabolisme radikal bebas

    superoksida sehingga kadar radikal bebas di dalam tubuh berkurang. Pada proses

    inflamasi, kadar radikal bebas superoksida meningkat, sehingga dapat merusak

    jaringan, termasuk jaringan epitel usus. Zink juga berefek menghambat enzim iNOS

    (inducible nitric oxide synthase), ekspresi enzim ini meningkat pada saat diare dan

    mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zink juga berperan dalam epitelisasi dinding

    usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama sebagian besar kejadian

    diare. Kerusakan morfologi epitel usus antara lain terjadi pada diare karena rotavirus

    yag merupakan penyebab terbesar diare akut. (Wapnir RA, 2000)

    Pemberian zink selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat

    keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja,

    serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya. (Black RE,

    2003)

    Zink diberikan pada setiap diare akut dengan dosis, untuk anak di bawah 6 bulan

    diberikan 10 mg (½ tablet) zink per hari, sedangkan untuk anak di atas 6 bulan

    diberikan 1 tablet zink 20 mg. Pemberian zink diteruskan sampai 10 hari, walaupun

    diare sudah membaik. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah kejadian diare selama 3

    bulan ke depan. (Juffrie M dkk, 2010)

  • 17

    3. Pemberian ASI atau makanan

    Pemberian makanan selama diare berlangsung bertujuan untuk memberikan gizi

    pada penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah

    berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering diberi

    ASI. Anak yang minum susu formula diberikan lebih sering dari biasanya. Anak 6

    bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapat makanan padat harus diberikan

    makanan yang mudah dicerna sedikit-sedikit tetapi sering. Setelah diare berhenti,

    pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan

    berat badan anak.

    (Juffrie M dkk, 2010)

    4. Antibiotik jangan diberikan

    Antibiotik jangan diberikan kecuali ada indikasi misalnya diare berdarah atau

    kolera. Pemberian antibiotik yang tidak rasional justru akan memperpanjang lamanya

    diare karena akan menganggu keseimbangan flora usus dan Clostridium difficile yang

    akan tumbuh dan akan menyebabkan diare sulit disembuhkan. Selain itu, pemberian

    antibiotik yang tidak rasional akan mempercepat resistensi kuman terhadap antibiotik

    menambah biaya pengobatan yang tidak perlu.

    (Juffrie M dkk, 2010)

    5. Nasihat pada ibu atau pengasuh

    Segera kembali jika demam, tinja berdarah, berulang, makan atau minum sedikit,

    sangat haus, diare makin sering, atau belum membaik dalam tiga hari. Berikan

    penjelasan juga kepada ibu atau pengasuh di rumah agar mengamati jika sewaktu-

    waktu timbul gejala-gejala dehidrasi, seperti tidak ada air mata, mata tampak cekung,

    anak tampak mengalami penurunan kesadaran sehingga penanganan diare dapat

    segera dilakukan. (Juffrie M dkk, 2010)

    Probiotik

    Akhir-akhir ini banyak diteliti tentang peranan probiotik sebagai pencegahan

    diare. Probiotik diberi batas sebagai mikoroorganisme hidup dalam makanan yang

  • 18

    difermentasikan yang menunjang kesehatan melalui terciptanya keseimbangan

    mikroflora intestinal yang lebih baik. Pencegahan diare dapat dilakukan dengan

    pemberian probiotik dalam waktu jangka panjang terutama bayi yang tidak minum

    ASI. Saavedra, dkk (1994) melakukan penelitian dengan menggunakan susu formula

    yang disuplementasi dengan Bifidobacterium lactis dan Streptococcus thermophylus

    yang diberikan kepada bayi dan anak usia 5-24 bulan yang dirawat di Rumah Sakit.

    Susu formula yang disuplemetasi tersebut dapat menurunkan angka kejadian diare

    dari 31 % menjadi 7 %, infeksi rotavirus juga berkurang dari 39 % pada kelompok

    placebo menjadi 10 % pada kelompok probiotik.

    Oberhelman RA, dkk (2002) melaporkan penggunaan Lactobacillus GG di Peru

    pada komunitas dengan resiko tinggi diare dapat menurunkan episode diare terutama

    pada anak-anak usia 18-29 bulan dibandingkan dengan placebo (4,7 v 5,9 episode

    /anak/tahun dengan p = 0,0005). Kemungkinan mekanisme probiotik dalam

    pencegahan diare melalui : perubahan lingkungan mikro lumen usus (pH, oksigen),

    produksi bahan anti mikroba terhadap beberapa patogen usus, kompetisi nutrien,

    mencegah adhesi kuman patogen pada enterosit, modifikasi toksin atau reseptor efek

    trofik terhadap mukosa usus melalui penyediaan nutrien dan imunomodulasi. (Juffrie

    M dkk, 2010)

    Tata laksana diare berdasarkan derajat dehidrasi

    1. Pengobatan diare tanpa dehidrasi

    TRO (Terapi Rehidrasi Oral)

    Penderita diare tanpa dehidrasi harus segera diberi cairan rumah tangga untuk

    mencegah dehidrasi, seperti air tajin, larutan gula garam, dan sebagainya. Jumlah

    cairan yang diberikan adalah 10 ml/kgBB atau untuk usia < 1 tahun adalah 50 –

    100 ml, 1-5 tahun adalah 100 – 200 ml, 5 – 12 tahun adalah 200 – 300 ml dan

    dewasa adalah 300 – 400 ml setiap BAB. Untuk anak di bawah umur 2 tahun

    cairan harus diberikan dengan sendok dengan cara 1 sendok setiap 1 sampai 2

    menit. Bila terjadi muntah hentikan dulu selama 10 menit kemudian mulai lagi

    perlahan-lahan. Pemberian ini dilanjutkan sampai diare berhenti. Selain cairan

    rumah tangga, ASI dan makanan yang biasa dimakan tetap harus diberikan. Bila

  • 19

    dengan cara pengobatan ini diare tetap berlangsung atau bertambah berat dan

    keadaan anak bertambah berat serta jatuh dalam keadaan dehidrasi ringan-sedang,

    obati dengan cara pengobatan dehidrasi ringan-sedang. (Juffrie M dkk, 2010)

    2. Pengobatan diare dehidrasi ringan-sedang

    TRO (Terapi Rehidrasi Oral)

    Penderita diare dengan dehidarsi ringan-sedang harus dirawat di sarana

    kesehatan dan segera diberikan TRO dengan oralit. Jumlah oralit yang diberikan

    adalah 75 ml/kgBB dalam 3 jam pertama. Bila penderita masih haus dan masih

    ingin minum harus diberi lagi. Sebaliknya bila dengan volume di atas kelopak

    mata menjadi bengkak, pemberian oralit harus dihentikan sementara dan

    diberikan minum air putih atau air tawar. Bila edema kelopak mata sudah

    menghilang dapat diberikan lagi.

    Apabila oleh karena sesuatu hal pemberian oralit tidak dapat diberikan secara

    oral, oralit dapat diberikan melalui nasogastrik dengan volume yang sama dengan

    kecepatan 20 ml/kgBB/jam. Setelah 3 jam pasien dievaluasi, apakah membaik,

    tetap, atau memburuk. Bila keadaan penderita membaik dan dehidrasi teratasi

    pengobatan dapat dilanjutkan di rumah dengan oralit dan makanan dengan cara

    pengobatan diare tanpa dehidrasi. Bila memburuk dan pasien jatuh dalam derajat

    dehidrasi berat maka diberikan cairan parenteral. (Juffrie M dkk, 2010)

    3. Pengobatan diare dehidrasi berat

    TRP (Terapi Rehidrasi Parenteral)

    Penderita diare dehidrasi berat harus dirawat di Puskesmas atau Rumah

    Sakit. Pasien yang masih dapat minum meskipun hanya sedikit harus diberi oralit

    sampai cairan infus terpasang. Di samping itu, semua anak harus diberi oralit

    selama pemberian cairan IV (kurang lebih 5 ml/kgBB/jam), apabila dapat minum

    dengan baik biasanya dalam 3-4 jam (untuk bayi) atau 1-2 jam (untuk anak yang

    lebih besar). Untuk rehidrasi parenteral digunakan cairan Ringer Laktat dengan

    dosis 100 ml/kgBB. Cara pemberiannya untuk < 1 tahun 1 jam pertama 30

    ml/kgBB dilanjutkan 5 jam berikutnya 70 ml/kgBB. Di atas 1 tahun, ½ jam

  • 20

    pertama 30 ml/kgBB dilanjutkan 2 ½ jam berikutnya 70 ml/kgBB. Lakukan

    evaluasi tiap jam. Bila dehidrasi tidak membaik, tetesan IV dapat dipercepat.

    Setelah 6 jam pada bayi atau 3 jam pada anak lebih besar, lakukan evaluasi.

    (Juffrie M dkk, 2010)

  • 21

    BAB 3

    METODE PENELITIAN

    3.1 Desain Penelitian

    Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif survey dengan jenis penelitian

    potong lintang atau cross sectional yang menunjukkan bahwa seluruh pengamatan dan

    pemeriksaan variabel penelitian dilakukan hanya satu kali.

    Penelitian menggunakan data sekunder/ “medical record” (MR) Rumah sakit

    Bhineka Bakti Husada, Tangerang Selatan untuk mengetahui gambaran angka kesakitan

    diare pada balita di wilayah Tangerang Selatan.

    3.2 Tempat dan Waktu penelitian

    Penelitian ini akan dilaksanakan sejak bulan April hingga Juni 2010. Pengambilan

    sampel akan dilaksanakan di RS Bhineka Bakti Husada, Tangerang Selatan karena RS

    Bhineka Bakti Husada merupakan salah satu Rumah Sakit besar di wilayah Tangerang

    Selatan, masih dalam wilayah cakupan peneliti, dan penyakit diare termasuk dalam 10

    penyakit yang banyak menyebabkan angka kesakitan pada balita tinggi pada Rumah

    Sakit tersebut.

    3.3 Variabel Penelitian

    Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah :

    A. Variabel bebas

    - Umur pasien

    - Tata laksana

    - Jenis kelamin

    - Status gizi

    - Derajat dehidrasi

    B. Variabel tergantung

    Angka kejadian diare akut

  • 22

    3.4 Bahan dan Alat Penelitian

    Alat penelitian yang digunakan adalah data sekunder status pasien yang diperoleh dari

    RS Bhineka Bakti Husada Tangerang Selatan.

    3.5 Populasi dan Sampel

    1. Populasi

    Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia, benda,

    hewan, tumbuhan, gejala, nilai tes atau peristiwa sebagai sumber data yang memiliki

    karakteristik tertentu di dalam suatu penelitian (Nawawi H, 1995). Pada penelitian ini

    yang dimaksud populasi adalah seluruh pasien balita rawat jalan penderita diare yang

    melakukan pemeriksaan di RS Bhineka Bakti Husada pada bulan April sampai Juni

    2010.

    2. Sampel

    Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti, yang digunakan dalam

    penelitian ini adalah pasien balita rawat jalan penderita diare di RS Bhineka Bakti

    Husada bulan April – Juni 2010 sebanyak 67 orang .

    3. Kriteria Inklusi

    Kriteria inklusi meliputi : 1) Pasien terdiagnosis diare ; 2) Pasien berumur kurang

    atau sama dengan lima tahun ; 3) Dengan tanpa dehidrasi maupun disertai dehidrasi

    ringan-sedang atau dehidrasi berat ; 4) merupakan pasien rawat jalan.

    4. Kriteria Ekslusi

    Kriteria ekslusi meliputi : 1) Pasien rawat inap ; 2) Pasien berumur lebih dari

    lima tahun.

    3.6 Penarikan Sampel

    1. Teknik Pengambilan Sampel

    Pada penelitian ini responden diambil secara concecutive sampling yaitu teknik

    pengambilan sampel dengan cara setiap pasien yang memenuhi kriteria penelitian

  • 23

    dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu, sehingga jumlah pasien yang

    diperlukan terpenuhi. (Notoatmodjo S, 2002)

    2. Ukuran Sampel

    Karena jumlah populasi tidak diketahui, maka jumlah responden (n) pengunjung

    sebagai sampel, RS Bhineka Bakti Husada adalah minimal 96 orang sesuai dengan rumus

    persamaan (Nawawi H, 1995) :

    n p . q

    b

    z 2/1. 2

    Keterangan :

    n = jumlah sampel minimal

    p = proporsi populasi sebesar 0,5

    q = proporsi sisa di dalam (1,0 – p) sebesar 0,5

    z ½ = derajat kepercayaan pada 95% sebesar 1,96

    b = persentase perkiraan kemungkinan membuat kekeliruan sebesar 10%

    n 0,5 . 0,5

    1,0

    96,1 2

    n 0,25 . 384,16

    n 96,04

    Jumlah sampel yang digunakan adalah 96 responden.

    Namun karena keterbatasan waktu penelitian, peneliti hanya mendapatkan sampel

    sebanyak 67 orang.

    3.7 Jalannya Penelitian

    Penelitian dimulai dengan mengambil data sekunder di RS Bhineka Bakti Husada

    Tangerang Selatan. Semua balita yang menderita diare pada rawat jalan di RS Bhineka

    Bakti Husada Tangerang Selatan, Banten dari bulan April 2010 sampai Juni 2010 yang

    memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dipilih sebagai sampel penelitian.

    Pasien yang datang berobat di RS Bhineka Bakti Husada Tangerang Selatan

    dengan diagnosis diare peneliti mengambil data status pasien meliputi data pasien (nama,

    umur, jenis kelamin, status gizi), bulan kejadian diare, dan tata laksana penyakit diare

    tersebut.

  • 24

    3.8 Pengolahan, Analisis dan Penyajian Data

    Semua data dicatat dalam status penelitian, dikumpulkan dan kemudian diolah

    dengan menggunakan program SPSS for window. Langkah awal dimulai dengan editing,

    coding, data entry, dan dilanjutkan dengan tabulasi. Untuk mengetahui gambaran

    distribusi frekuensi dan proporsi dari tiap variabel yang diteliti, yaitu variabel dependen

    dan independen, akan digunakan analisis univariat. Hasil penelitian disajikan dalam

    bentuk tekstular dan tabular.

  • 25

    BAB 4

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Gambaran hasil penelitian

    Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 67 orang. Data diperoleh dengan

    cara mengambil data sekunder (rekam medik) di RS Bhineka Bakti Husada Tangerang Selatan

    selama bulan April-Juni 2010 yang memenuhi kriteria inklusi penelitian ini yaitu pasien diare

    balita rawat jalan .

    Semua data sampel yang diperoleh kemudian diolah dan gambaran sampel penelitian

    dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

    Tabel 4.1. Klasifikasi diare

    Klasifikasi diare Jumlah Persentase (%)

    Diare akut 67 100 %

    Diare kronik 0 0 %

    Total 67 100 %

    Tabel 4.2. Umur sampel penelitian

    Kelompok umur

    ( tahun )

    Jumlah

    Persentase (%)

    0-2 42 62,7 %

    2-3 14 20,9 %

    3-5 11 16,4 %

    Total 67 100 %

    Terlihat dari tabel 4.2. bahwa diare ditemukan pada semua kelompok umur.

    Prevalensi paling banyak adalah berumur antara 0-2 tahun berjumlah 42 orang (62,7%)

    selanjutnya sampel yang berumur antara 2-3 tahun berjumlah 14 orang (20,9%), dan yang

    paling sedikit umur 3-5 tahun berjumlah 11 orang (16,4%). Hasil penelitian ini sesuai

    dengan teori Sigmaund Freud yaitu pada umur 0-2 tahun terdapat fase oral dimana balita

    mulai berusaha memasukkan makanan ke dalam mulutnya sehingga memudahkan

    masuknya bakteri ke dalam saluran pencernaanya kemudian menyebabkan infeksi. Pada

    umur 6 bulan pemberian ASI sudah dianjurkan dengan makanan pendamping ASI

    (MPASI) yang makin memudahkan bakteri masuk ke dalam saluran pencernaan balita.

    Perkembangan saluran cernanya dan enzim-enzim pencernaan seperti amilase, lipase,

  • 26

    laktase juga belum sepenuhnya terbentuk sehingga menyebabkan gangguan absorbsi

    bahan makanan seperti karbohidrat, protein, dan lemak. Sedangkan semakin bertambah

    umur sistem pencernaan balita akan semakin sempurna dan mampu beradapatasi terhadap

    lingkungan dan makanan yang masuk ke dalam pencernaannya sehingga kejadian diare

    pada kelompok umur 3-5 tahun kejadiannya paling sedikit dibanding kelompok umur lain

    yang hanya berjumlah 11 orang (16,4%).

    Gambaran jenis kelamin sampel penelitian

    Tabel 4.3. Jenis kelamin sampel penelitian

    Jenis kelamin Jumlah Persentase (%)

    Laki-laki 37 55,2 %

    Perempuan 30 44,8 %

    Total 67 100 %

    Pada tabel 4.3. di atas terlihat sampel penelitian laki-laki lebih banyak menderita

    diare dibandingkan dengan perempuan dengan presentase adalah laki-laki berjumlah 37

    orang (55,2%) dan perempuan berjumlah 30 orang (44,8%).

    Hasil penelitian di atas tidak sejalan dengan teori atau penelitian yang sudah

    dilakukan sebelumnya yaitu berdasarkan survey demografi kesehatan Indonesia 2002-

    2003 yang menderita diare laki-laki (10,8 %) dan perempuan (11,2 %). Ini menunjukkan

    tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat kejadian diare dengan jenis kelamin.

    Gambaran derajat dehidrasi

    Tabel 4.4. Derajat dehidrasi sampel penelitian

    Derajat

    dehidrasi

    Jumlah

    Persentase (%)

    Tanpa dehirasi 41 61,2 %

    Ringan-sedang 24 35,8 %

    Berat 2 3 %

    Total 67 100 %

    Terlihat dari tabel 4.4. di atas sampel paling banyak tidak mengalami dehidrasi berjumlah

    41 orang (61,2%), kemudian dengan derajat dehidrasi ringan sedang berjumlah 24 orang (35,8%)

    dan paling sedikit dengan derajat dehidrasi berat berjumlah 2 orang (3%). Dua orang pasien yang

  • 27

    mengalami diare dengan dehidrasi berat di atas dirujuk ke RS Pemerintah (RS Fatmawati). Dari

    hasil penelitian di atas sesuai dengan indikasi bahwa diare dengan dehidrasi ringan atau tanpa

    dehidrasi tidak perlu dilakukan observasi rawat inap (dilakukan rawat jalan saja). Natasha

    (2008) melakukan penelitian pada 100 pasien poli anak rawat jalan RS Siti Hajar Medan, 66

    pasien (66%) mengalami diare tanpa dehidrasi, 34 orang (34%) mengalami diare dengan

    dehidrasi ringan-sedang, dan tidak ada yang mengalami diare dengan dehidrasi berat.

    Gambaran tata laksana diare

    Tabel 4.5. Tata laksana diare

    Terapi Jumlah Persentase (%)

    Zink 14 20,9 %

    Probiotik 10 14,9 %

    Zink dan probiotik 15 22,4 %

    ORS, probiotik, dan zink 25 37,3 %

    Parenteral, probiotik, dan zink 3 4,5 %

    Total 67 100 %

    Tabel 4.6. Derajat dehidrasi menurut tata laksana diare

    Terapi Derajat dehidrasi

    Tanpa dehidrasi

    % Ringan sedang % Berat % Total

    Zink 14 20,9% 14

    Probiotik 10 14,9% 10

    Zink &

    probiotik

    15 22,4 % 15

    ORS*,

    probiotik, &

    zink

    1 1,5% 24 35,8% 25

    Parenteral,

    probiotik, &

    zink

    3 4,5 % 3

    Jumlah 40 59,7% 24 35,8% 3 4,5% 67 *ORS : Oral Rehidration Solution

    Terlihat dari tabel 4.5. di atas bahwa paling banyak terapi yang diberikan adalah

    kombinasi ORS, probiotik, dan zink berjumlah 25 orang (37,3%), kemudian kombinasi zink dan

    probiotik berjumlah 15 orang (22,4%), zink saja berjumlah 14 orang (20,9%), probiotik saja

    berjumlah 10 orang (14,9%), dan yang paling sedikit kombinasi parenteral, probiotik, dan zink

  • 28

    berjumlah 3 orang (4,5%). Dari hasil penelitian di atas bahwa pemberian terapi yang tidak

    disertai dengan pemberian terapi rehidrasi oralit (pemberian zink saja, probiotik saja, atau zink

    dan probiotik) sebanyak 39 orang (58,2%), ini sesuai dengan tabel tingkat dehidrasi bahwa

    paling banyak pasien tanpa dehidrasi. Sesuai dengan teori tentang tata laksana diare akut

    berdasarkan tingkat dehidrasi yang dikeluarkan oleh WHO tahun 2006 bahwa diare tanpa

    dehidrasi tidak perlu diberikan ORS oralit dan pemberian tablet zink sudah termasuk dalam

    protap pengobatan Depkes bahwa tablet zink diberikan pada diare tanpa dehidrasi dan semua

    tingkat dehidrasi. Pasien dengan diare tanpa dehidrasi hanya diberi cairan rumah tangga seperti

    air tajin, larutan gula garam yang digunakan untuk mencegah terjadinya dehidrasi dan

    pengobatan dapat dilakukan di rumah oleh keluarga, namun pemberian oralit boleh diberikan

    pada diare tanpa dehidrasi jika anak tidak mau minum ASI atau telah menjalani terapi untuk

    diare dengan dehidrasi ringan-sedang atau berat.

    Menurut penelitian Gregorio GV, dkk (2007) yang dilakukan pada subjek berusia 2-59

    bulan dengan diare kurang dari 7 hari dan tidak mendapat rehidrasi oral mengungkapkan 60

    pasien yang diberikan zink dan ORS dan 57 pasien yang diberi ORS saja. Rata-rata durasi diare

    yang diberikan zink 17 jam lebih pendek dibandingkan dengan yang hanya diberikan ORS saja

    (tanpa zink). Penggunaan probiotik menurut penelitian Guarino, et al (1997) yang meneliti

    terhadap 100 anak diare yang menerima rehidrasi oral atau yang ditambahkan Lactobacillus GG

    didapatkan bahwa lamanya diare berkurang dari 6 hari menjadi 3 hari pada anak yang

    mendapatkan Lactobacillus GG dibanding kontrol. Isolauri, et al (1991) mendapatkan bahwa

    rehidrasi oral yang diberikan bersamaan dengan strain L.casei mempercepat penyembuhan diare

    akut pada anak yang banyak disebabkan oleh infeksi Rotavirus.

    Guarino, et al (1997) meneliti tentang anak usia 1 bulan hingga 3 tahun yang mengalami

    diare akut, kelompok A (144 orang) diberikan rehidrasi oral dan plasebo sedangkan kelompok B

    (147 orang) diberikan rehidrasi oral ditambah dengan Lactobacillus GG (sedikitnya 1010

    CFU/250ml) selama 4-6 jam. Didapatkan bahwa lamanya diare dan masa rawat inap kelompok A

    lebih lama dibanding kelompok B. Van Niel, dkk (2002) menyatakan Lactobacillus GG aman

    dan efektif dalam pengobatan diare akut infeksi pada anak, menurunkan lamanya diare kira-kira

    2/3 lamanya diare, dan menurunkan frekuensi diare pada hari kedua pemberian sebanyak 1-2

    kali.

  • 29

    Gambaran derajat status gizi

    Status gizi balita diukur berdasarkan umur dan berat badan (BB). Berat badan anak

    ditimbang dengan timbangan yang memiliki presisi 0,1 kg. Variabel gizi anak ini disajikan

    dalam indikator antropometri, yaitu: berat badan menurut umur (BB/U). Indikator BB/U

    merupakan indikator yang lemah dibandingkan dengan indikator status gizi yang lain yaitu :

    tinggi badan dibanding umur (TB/U) dan berat badan dibanding tinggi badan (BB/TB), namun

    karena keterbatasan penelitian bahwa data yang tersedia kurang lengkap pencatatannya hanya

    menyajikan berat badan, maka peneliti menggunakan indikator BB/U untuk menentukan status

    gizi.

    Pemberian kriteria gizi berdasarkan indikator BB/U sebagai berikut :

    Gizi baik : 80-100 %

    Gizi kurang : 60-79 %

    Gizi buruk : < 60 %

    Tabel 4.7. Tabel status gizi

    Status gizi Jumlah Persentase (%)

    Gizi baik 54 80,6 %

    Gizi kurang 13 19,4 %

    Gizi buruk 0 0 %

    Total 67 100 %

    Dari tabel 4.7. di atas menunjukkan bahwa pada pasien diare rawat jalan status gizi

    hampir sebagian besar termasuk gizi baik berjumlah 54 orang (80,5%) sedangkan sisanya

    termasuk gizi kurang berjumlah 13 orang (19,4%), dan tidak ditemukan pasien dengan gizi

    buruk. Ini sesuai bahwa faktor status gizi host berpengaruh terhadap angka kejadian diare, dan

    tingkat keparahan diare, sehingga tidak diperlukan adanya perawatan inap. Indikator berat badan

    dibanding umur ini termasuk indikator yang lemah untuk menjadi patokan status gizi anak,

    karena sangat fluktuatif tergantung pada kondisi kesehatan anak misalnya terdapat asites atau

    sedang mengalami diare, ini dapat menyebabkan kenaikan atau penurunan berat badan.

    Penelitian ini memiliki kelemahan yaitu mendapatkan data dari rekam medis yang pencatatannya

    kurang lengkap dan status gizi hanya didapatkan berdasarkan BB/U. Status gizi pada tabel 4.7.

    hanya dapat menggambarkan status gizi anak saat datang ke Rumah Sakit Bhineka Bakti Husada

    saja.

  • 30

    BAB 5

    SIMPULAN & SARAN

    SIMPULAN

    1. Angka kejadian diare rawat jalan RS Bhineka Bakti Husada sebanyak 67 orang dengan

    anak laki-laki berjumlah 37 orang (55,2%) dan perempuan berjumlah 30 orang (44,8%).

    2. Semua sampel penelitian mengalami diare akut berjumlah 67 orang (100%)

    3. Kelompok umur 0-2 tahun paling banyak menderita diare berjumlah 42 orang (62,7%),

    kelompok umur 2-3 tahun berjumlah 14 orang (20,9%) dan kelompok umur 3-5 tahun

    berjumlah 11 orang (16,4%).

    4. Klasifikasi diare : diare tanpa dehidrasi berjumlah 41 orang (61,2%), diare dengan

    dehidrasi ringan-sedang berjumlah 24 orang (35,8%), dan diare dengan dehidrasi berat

    berjumlah 3 orang (3%).

    5. Tata laksana diare:

    a. Diare tanpa oralit (zink saja, probiotik saja, atau zink dan probiotik) berjumlah 39

    orang (58,2%).

    b. Diare dengan menggunakan oralit, probiotik, dan zink berjumlah 25 orang (37,3%).

    c. Diare dengan terapi rehidrasi parenteral, probiotik, dan zink berjumlah 3 orang

    (4,5%).

    6. Derajat dehidrasi menurut tata laksana diare :

    a. Diare tanpa dehidrasi dengan terapi zink berjumlah 14 orang (20,8%).

    b. Diare tanpa dehidrasi dengan terapi probiotik berjumlah 10 orang (14,9%).

    c. Diare tanpa dehidrasi dengan terapi zink dan probiotik berjumlah 15 orang (22,3%).

    d. Diare tanpa dehidrasi dengan terapi oralit, probiotik, dan zink berjumlah 1 orang

    (1,4%).

    e. Diare dehidrasi ringan-sedang dengan terapi oralit, probiotik, dan zink berjumlah 24

    orang (35,8%).

    f. Diare dehidrasi berat dengan terapi parenteral, probiotik, dan zink berjumlah 3 orang

    (4,4%).

  • 31

    7. Status gizi berdasarkan indikator berat badan dibanding umur (BB/U) adalah status gizi

    baik berjumlah 54 orang (80,6%), status gizi kurang berjumlah 13 orang (19,4%), dan

    tidak ada yang berstatus gizi buruk.

    8. Sebagian besar pasien rawat jalan sudah sesuai indikasi rawat jalan yaitu diare dengan

    dehidrasi ringan atau tanpa dehidrasi.

    9. Pemberian tata laksana diare sudah sesuai dengan protap yang dikeluarkan oleh WHO

    yaitu pemberian tablet zink, probiotik, dan cairan rehidrasi sesuai dengan derajat

    dehidrasinya.

    SARAN

    1. RS Bhineka Bakti Husada dapat memberikan penyuluhan kepada warga di sekitarnya

    agar angka kejadian diare dapat menurun.

    2. Dapat meningkatkan pelayanannya agar menjadi lebih baik lagi sehingga dapat dijadikan

    Rumah Sakit teladan bagi lingkungan di sekitarnya dan membantu peningkatan kualitas

    kesehatan masyarakat kabupaten Tangerang Selatan.

    3. Dilakukan pengukuran tinggi badan (TB) dan pengukuran lingkar lengan atas (LLA) agar

    dapat digunakan sebagai indikator yang akurat terhadap status gizi anak.

  • 32

    DAFTAR PUSTAKA

    Asnil P, Noerasid H, dan Suraatmadja S. Gastroenteritis Akut. Dalam : Suharyono,

    Boediarso Aswitha, Halimun Em . Gatroenterologi Anak Praktis. Balai Penerbit FKUI:

    Jakarta. 2003. 51-69

    Aswhill dan Droske. Rehidration Terapy. Mosby: USA. 1997. p304

    Black RE. Zinc deficiency, infectious disease and mortality in the developing country.

    GGS Book Services: USA. 2003. p1485

    Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Perencanaan dan Pengelolaan

    Obat. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Departemen Kesehatan

    Republik Indonesia: Jakarta.1991

    Departemen Kesehatan RI. Tatalaksana Penderita Diare. Departemen Kesehatan RI:

    Jakarta. 2008

    Direktorat Jendral PPM dan PLP. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare.

    Direktorat Jendral PPM dan PLP: Jakarta. 2002.1-58

    Goepp J dan Hostetler M. Procedure for Primary Care Pediatricians . Mosby Inc: USA.

    2001. p305

    Guarino A, dkk. Oral bacterial therapy reduces the duration of symptoms and off viral

    excretion in children with mild diarrhea. J Pediatr Gastroenterol Nutr. p25; 516-9. 1997

    Gregorio GV, dkk. Suplementasi Zink Menurunkan Biaya dan Lamanya Diare pada

    Anak-anak. J Clin Epidemiol Jun. 60(6):560-566. 2007

    Hassan R, dan Alatas H. Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 1. FKUI: Jakarta. 2007. 283

    Isolauri E, dkk. A human Lactobacillus strain (Lactobacillus casei sp strain GG)

    promotes recovery from acute diarrhea in children. Pediatrics. p88;90-7. 1991.

    John M, and Hassan S. Kamus Inggris Indonesia. PT Gramedia: Jakarta. 1995

    Juffrie M, dkk. Buku ajar Gastroenterologi-Hepatologi. Jilid 1. Balai penerbit IDAI:

    Jakarta. 2010. 105-16

    Linder MC. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme ( terjemahan ). UI Press: Jakarta. 1999

    Minocha A. Handbook of Digestive Diseases. Slack Inc: USA. 2004. p42

    Naulita N. Efektivitas pemberian sinbiotik dibandingkan plasebo pada anak penderita

    diare akut. USU press: Medan. 2008

  • 33

    Nawawi H. Metode Penelitian Bidang Sosial. Gadjah Mada University: Yogyakarta.

    2003. 63

    Notoatmodjo S . Metodologi Penelitian Kesehatan . Rineka Cipta: Jakarta. 2002

    Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit . Edisi 2 . EGC: Jakarta. 2005. 223-33

    Siregar MR. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. EGC: Jakarta. 1995

    Sudarmo S. Epidemiologi penyakit infeksi. Rineka Cipta: Jakarta. 2001. 59

    Suharyono. Diare Akut : klinik dan laboratorik. Cet 2 . Rineka Cipta: Jakarta. 2008. 67

    Suriadi dan Yulianni R. Asuhan Keperawatan pada Anak. Ed.2. Sagung Seto: Jakarta.

    2006. 81

    Van Niel, et al. Lactobacillus Therapy for Acute Infectious Diarrhea Children : A.Meta-

    analysis Pediatrics. 109;678-84. 2002.

    Wapnir RA. Zinc deficiency, malnutrition and the gastrointestinal tract. GGS Book

    Services: USA. 2000. p1388

  • 34

    LAMPIRAN

    Gambaran data SPSS umur sampel

    Umur

    Frequency Percent

    Valid

    Percent

    Cumulative

    Percent

    Valid 0-2 tahun 42 62.7 62.7 62.7

    2-3 tahun 14 20.9 20.9 83.6

    3-5 tahun 11 16.4 16.4 100.0

    Total 67 100.0 100.0

    Gambaran data SPSS jenis kelamin sampel

    Jeniskelamin

    Frequency Percent Valid Percent

    Cumulative

    Percent

    Valid laki-laki 37 55.2 55.2 55.2

    perempuan 30 44.8 44.8 100.0

    Total 67 100.0 100.0

    Gambaran derajat dehidrasi

    Dehidrasi

    Frequency Percent Valid Percent

    Cumulative

    Percent

    Valid tanpa dehirasi 41 61.2 61.2 61.2

    Ringan 24 35.8 35.8 97.0

    Berat 2 3.0 3.0 100.0

    Total 67 100.0 100.0

  • 35

    Gambaran status gizi

    Statusgizi

    Frequency Percent

    Valid

    Percent

    Cumulative

    Percent

    Valid gizi baik 54 80.6 80.6 80.6

    gizi kurang 13 19.4 19.4 100.0

    Total 67 100.0 100.0

    Gambaran tata laksana diare

    tatalaksana

    Frequency Percent

    Valid

    Percent

    Cumulative

    Percent

    Valid Zink 14 20.9 20.9 20.9

    Probiotik 10 14.9 14.9 35.8

    zink&probiotik 15 22.4 22.4 58.2

    ORS,probiotik,& zink 25 37.3 37.3 95.5

    parenteral,probiotik, &

    zink 3 4.5 4.5 100.0

    Total 67 100.0 100.0