Prinsip Akuntansi Syariah

Embed Size (px)

Citation preview

BAB III

PRINSIP-PRINSIP AKUNTANSI SYARIAH:

Suatu Alternatif Menjaga Akuntabilitas Laporan Keuangan

Oleh Nur Hidayat

Abstrak

Akuntansi syariah adalah wacana baru dalam bidang akuntansi, wacana ini baru muncul ketika bermunculannya lembaga-lembaga ekonomi syariah yang mulai berpraktik. Pencarian bentuk akuntansi yang sejalan dengan nilai-nilai syariah telah dilakukan oleh beberapa ilmuan dan peneliti, walaupun hasilnya belum dapat dikatakan memuaskan tetapi paling tidak suatu pencarian tersebut telah mendapatkan hasil berupa rumusan-rumusan normatif tentang bagaimana seharusnya sebuah laporan keuangan akuntansi syariah disajikan.

Ciri yang melekat dari akuntansi syariah adalah mengandalkan etika dan spiritualitas, sehingga dapat terjaga integritasnya dalam menciptakan rasa keadilan bagi semua pengguna laporannya, hal ini tentu menjadi sangat menarik bila dihubungkan dengan fenomena laporan keuangan saat ini yang semakin kehi-langan kepercayaan penggunanya, tentu saja prinsip-prinsip akuntansi syariah diharapkan mampu menjadi solusi menjaga akuntabilitas laporan keuangan.

Kata kunci: akuntansi syariah, prinsip-prinsip akuntansi syariah, etika dan spiritualitas, akuntabilitas, laporan keuangan

I. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang Masalah

Kewajiban melaksanakan pembukuan (akuntansi) yang tertuang dalam salah satu pernyataan Allah (QS, 2:282), menunjukkan betapa pentingnya akun-tansi bagi masyarakat Muslim, walapun ada yang berpendapat kewajiban tersebut lebih ditekankan dalam rangka menunaikan kewajiban zakat [membersihkan diri dari harta yang tidak halal (QS, 87:14)]. Tetapi apabila dilakukan penelusuran lebih jauh terhadap manfaat laporan keuangan bagi pelaku bisnis, akan terjawab bahwa betapa pentingnya laporan keuangan, karena akan menyangkut hak-hak para pemilik modal terhadap pembagian laba, hak-hak pekerja untuk memperoleh imbalan yang sesuai dengan konstribusi laba yang dihasilkan dari peran sertanya dalam perusahaan, dan lain sebagainya.

Fenomena akuntansi syariah diharapkan dapat mewakili kebutuhan akan laporan keuangan yang benar-benar jujur, adil, dan dapat dipercaya kerena laporan keuangan akuntansi syariah berbasiskan pada syariah, dan syariah sendiri memiliki tujuan mulia yakni menciptakan kemaslahatan bagi umat manusia. Dengan demikian, tepat kiranya bila prinsip-prinsip akuntansi syariah dapat dijadikan solusi alternatif dalam menjaga akuntantabilitas laporan keuangan.

Pengguna laporan keuangan sangat mengharapkan laporan keuangan yang dihasilkan oleh akuntansi benar-benar memberikan informasi yang andal, dapat dipercaya, dan dapat dipertanggungjawabkan, tetapi harapan itu tidak selamanya terpuaskan, bahkan yang terjadi bisa sebaliknya. Bila demikian, para akuntan haruslah bekerja keras untuk tetap menjaga keandalan dari laporan keuangan yang disajikan dengan mengacu pada prinsip-prinsip akuntansi, sayangnya normatif akuntansi yang kongkritnya dibuat dalam bentuk standar [di Indonesia SAK] masih sangat lemah dalam mendorong penegakan moral, padahal benteng terakhir dari kemurnian laporan keuangan adalah penegakan moral. Akuntansi syariah memasuki wilayah akuntansi dan penekanan pada nilai-nilai moral dan spiritual, bermodalkan pada dua hal tersebut diharapkan akuntansi syariah mampu menjawab kebutuhan pemakai laporan keuangan yang menuntut akuntabilitas laporan keuangan tetap terjaga.

1.2. Identifikasi Masalah

Dalam rangka menemukan suatu alternatif dalam menjaga akuntabilitas laporan keuangan, dilakukan penelitian terhadap prinsip-prinsip akuntansi syariah. Masalah ini dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Apakah ada perbedaan prinsip-prinsip akuntansi syariah dengan akuntansi konvensional.

2. Apakah prinsip-prinsip akuntansi syariah dapat dijadikan salah satu alternatif dalam menjaga akuntabilitas laporan keuangan.

1.3. Tujuan Penelitan

Berdasarkan pada identifikasi masalah di atas maka tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan prinsip-prinsip akuntansi syariah dengan akuntansi konvensional.

2. Untuk mengetahui apakah prinsip-prinsip akuntansi syariah dapat dijadikan salah satu alternatif dalam menjaga akuntabilitas laporan keuangan.

1.4. Kegunaan Penelitian

Dengan dilakukan analisis terhadap prinsip-prinsip akuntansi syariah sebagai salah satu alternatif dalam menjaga akuntabilitas alporan keuangan, diharapkan dapat memberikan manfaat dalam pengembangan ilmu dan guna laksananya:

1. Dalam pengembangan ilmu adalah memberi sumbangan bagi pengembangan akuntansi syariah, dan dapat menarik minat penelitian lanjutan dan penciptaan teori-teori baru untuk memperdalam studi akuntansi syariah.

2. Kegunaan bagi aspek guna laksana: sebagai bahan rujukan dalam praktek akuntansi syariah terutama dalam penyusunan laporan keuangan yang tidak menyimpang dari prinsip-prinsip syariah, dan sebagai bahan pertimbangan bagi lembaga profesi akuntan (Indonesia: Ikatan Akuntan Indonesia) dalam penyusunan dan penyempurnaan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) khusus [PSAK yang mengatur tentang Akuntansi Syariah (bagi praktek ekonomi yang menggunakan prinsip-prinsip syariah)].

1.5. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan basic atau fundamental research karena terutama bertujuan untuk memperoleh lebih banyak pengetahuan dan pemahaman mengenai fenomena-fenomena yang terjadi, secara umum diarahkan kepada usaha untuk mengembangkan dan penemuan teori sebagai dasar pengembangan ilmu pengetahuan (Teguh, 1999:17).

Penelitian ini dimaksudkan untuk menemukan rasionalitas dan kebenaran hakikat, pengetahuan dan praktik akuntansi, maka penelitian ini menggunakan kajian teori kritis, dan filosofis (Adnan, 1996:7; Muhammad, 2002:23)

1.5.1. Metode Penelitian yang Digunakan

Penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan metode penelitian deskriptif, data yang dikumpulkan disusun, dijelaskan, dan selanjutnya dilakukan analisa (Surakhmad, 1985:140) dengan pendekatan analisis perbandingan (komparatif) yang berusaha mencari pemecahan melalui penelitian pada faktor-faktor tertentu yang berhubungan dengan fenomena yang sedang diteliti dan membandingkan satu faktor dengan faktor lainnya (Surakhmad, 1985:141) juga dimaksudkan untuk mengetahui hakikat sesuatu, dengan pendekatan analisis proposisi yang mengungkap pernyataan tentang sifat dari realitas (Nazir, 1999:20). Menggunakan data ex post facto. Ex post facto artinya data yang dikumpulkan setelah semua kejadian berlangsung (Nazir, 1999:69)

1.5.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif yang berbentuk rumusan-rumusan normatif tentang prinsip-prinsip syariah, prinsip-prinsip ekonomi syariah dan prinsip-prinsip akuntansi syariah, aturan atau ketentuan-ketentuan penyajian laporan keuangan yang tidak dapat dinyatakan dalam angka-angka kuantitatif.

Sumber data diperoleh melalui: Standar Akuntansi Keuangan yang disusun oleh IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) sebagai acuan dalam praktik menjalankan akuntansi, literatur atau buku-buku akuntansi keuangan yang beraliran konvensional, dan format laporan keuangan yang dipergunakan oleh institusi ekonomi non syariah (konvensional); Accounting and Auditing for Islamic Financial Institution yang disusun oleh AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution) sebagai acuan dalam praktik akuntansi lembaga-lembaga keuangan syariah, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 59 tentang Perbankan Syariah, literatur atau buku-buku akuntansi keuangan yang berdasarkan ketentuan-ketentuan syariah, dan format laporan keuangan yang dipergunkan oleh institusi ekonomi syariah.

1.5.3. Teknik Pengumpulan Data

Sesuai dengan metode yang digunakan dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah berupa pernyataan-pernyataan para ahli yang relevan. Pe-ngumpulan data dengan teknik purposif sampling/data, yang selanjutnya didukung oleh teknik analisis isi (content analysis) (Adnan, 1996:10-11; Muhammad, 2002:27).

Penelitian kualitatif setidak-tidaknya memiliki tiga tahapan yang tepat dalam menganalisis, yaitu: data reduction, data display, dan conclution drawing (Miles dan Heberman, 1984; Sutopo, 1988, Syafiie, 1988 dalam Muhammad, 2002:27). Tiga komponen tersebut harus saling berkorelasi dan saling mendukung. Gaffikin (1989:119) menyarankan dalam menerapkan metodologis analisis paling tidak ada empat tahapan yang harus dilalui oleh peneliti, 1) logical, 2) environmental, 3) ideological, dan 4) linguistic. Keempat tahapan ini akan menjadikan satu rangkaian yang saling bertaut (koheren), sehingga akan menghasilkan suatu konstruksi teori.

Dalam penelitian ini dilakukan pengumpulan data dan informasi melalui studi kepustakaan, yaitu menganalisa isi buku (book survey) serta melakukan kritik interpretatif positif untuk menetapkan maksud pengarangnya. Menganalisa keadaan dan latar belakang buku tersebut serta verifikasi terhadap pernyataan dan pokok-pokok pikiran pengarangnya.

1.5.4. Analisis Data

Data-data yang telah ada sesuai dengan kebutuhan penelitian ini, diinventarisir dan dianalisis, sesuai dengan topik penelitian memperbandingkan antara dua fenomena, merujuk analisis data yang dikemukakan oleh Bisri (1998:61-62), sebagai berikut:

1. Mengadakan seleksi data yang telah terkumpul serta mencocokkan dengan data yang menunjang pada penelitian ini.

2. Mengklasifikasikan data, data yang telah diseleksi tersebut diklasifikasikan secara khusus yaitu yang menyangkut pada pembahasan dalam penelitian ini.

3. Penganalisaan data, data yang sudah diklasifikasikan tersebut kemudian dinalisa keabsahannya. Selanjutnya, dibandingkan untuk didapatkan unsur-unsur persamaan, dan unsur-unsur perbedaan substansi, metodologi, dan penyajian.

4. Mencari hubungan timbal-balik antara data-data yang diperbandingkan.

Dalam membangun teori sosial yang didalamnya juga termasuk teori akuntansi, maka proses analisis kritis dan rasional sangat dibutuhkan, dalam penelitian ini (perbandingan antara Akuntansi Konvensional dengan Akuntansi Syariah), pendekatan kritis merupakan salah satu pendekatan yang relevan dan dianjurkan untuk diterapkan. Untuk memahami praktik dan teori akuntansi yang sesuai dengan tujuan penelitian ini, Lodh (1996:3) merekomendasikan bahwa penelitian yang lebih tepat untuk digunakan adalah critical studies in accounting.

II. Landasar Teoritis

2.1. Prinsip-prinsip Akuntansi Syariah

Berdasarkan prinsip-prinsip syariah masalah akuntansi akan berkait pula dengan prinsip-prinsip syariah, karena syariah mencakup seluruh aspek kehidupan umat manusia, baik ekonomi, politik, sosial dan falsafah moral. Dengan demikian syariah berhubungan dengan seluruh aspek kehidupan manusia termasuk di dalam hal akuntansi (Muhammad, 2002:112). Wan Ismail Wan Yusoh (2001 dalam Harahap, 2001:212) mengemukakan beberapa syarat sebagai dasar-dasar akuntansi syariah, sebagai berikut: 1) benar (truth) dan sah (valid), 2) adil (justice), yang berarti menempatkan sesuatu sesuai dengan peruntukannya, diterapkan terhadap semua situasi dan tidak bias, harus dapat memenuhi kebutuhan minimum yang harus dimiliki oleh seseorang, 3) kebaikan (benevolence/ihsan), harus dapat melakukan hal-hal yang lebih baik dari standar dan kebiasaan. Sebenarnya prinsip-prinsip akuntansi konvensional telah mema-sukkan aspek-aspek seperti yang diutarakan di atas hanya saja prinsip conservatism yang selalu membela kepentingan pemilik modal menjadi tidak sejalan dengan prinsip-prinsip akuntansi syariah (Adnan, 1997 dalam Harahap, 2001:213).

Muhammad (2002:114-115) mencoba merumuskan prinsip-prinsip akun-tansi syariah dengan membagi dua bagian: 1) berdasarkan pengukuran dan penyingkapan, dan 2) berdasarkan pemegang kuasa dan pelaksana.

Prinsip akuntansi syariah berdasarkan pengukuran dan penyingkapannya terdiri dari, 1) Zakat: penilaian bagian-bagian yang dizakati diukur secara tepat, dibayarkan kepada mustahik sesuai yang dikehendaki oleh Al-Quran (delapan asnaf) atau zakat dapat pula disalurkan melalui lembaga zakat yang resmi. 2) Bebas bunga: Entitas harus menghindari adanya bunga dalam pembebanan-pembebanan dari transaksi yang dilakukan, menghindari hal ini akan lebih tepat bila entitas berbentuk bagi hasil atau bentuk lain yang sifatnya tidak memakai instrumen bunga. 3) Halal: menghindari bentuk bisnis yang berhubungan dengan hal-hal yang diharamkan oleh syariah, seperti perjudian, alkohol, prostitusi, atau produk yang haram lainnya. Menghindari transaksi yang bersifat spekulatif, seperti bai al-gharar; munabadh dan najash.

Prinsip akuntansi syariah berdasarkan pemegang kuasa dan pelaksana terdiri dari: 1) Ketaqwaan: mengakui bahwa Allah adalah penguasa tertinggi. Allah melihat setiap gerak yang akan diperhitungkan pada hari pembalasan. Dapat membedakan yang benar (al-haq) dan yang salah (al-bathil). Mendapatkan bimbingan dari Allah dalam pengambilan keputusan. Mencari ridha dan barakah Allah dalam menjalankan aktivitas. 2) Kebenaran: visi keberhasilan dan kegagalan yang meluas ke dunia mencapai maslahah. Menjaga dan memperbaiki hubungan baik dengan Allah (hablun min Allah) dan menjaga hubungan dengan sesama manusia (hablun min al-nas). 3) Pertanggungjawaban: Pertanggung-jawaban tertinggi adalah kepada Allah, berlaku amanah. Mengakui kerja adalah ibadah yang selalu dikaitkan dengan norma dan nilai syariah. Merealisasikan fungsi manusia sebagai khalifah di muka bumi dan bertanggung jawab atas perbuatannya. Berbuat adil kepada sesama ciptaan Allah, bukan hanya kepada manusia.

Merujuk dari investigasi yang dilakukan oleh Syahatah (2001:73-92) kaidah akuntansi yang terpenting berdasarkan hasil istimbath dari sumber-sumber hukum Islam (syariah), adalah sebagai berikut:

1. Independensi jaminan keuangan. Perusahaan hendaklah mempunyai sifat yang jelas dan terpisah dari pemilik perusahaan.

2. Kesinambungan aktivitas. Kaidah ini memandang bahwa aktivitas suatu per-usahaan itu mesti berkesinambungan (terus beraktivitas).

3. Hauliyah (pentahunan/penetapan periode). Sesuai dengan firman Allah dalam Al-Quran (9:36) sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan ... jadi periode akuntansi syariah lebih tepat memakai putaran tahun, karena hal tersebut juga berhubungan dengan nisab zakat yang menggunakan bilangan tahun.

4. Pembukuan langsung dan lengkap secara detail. Kaidah ini menghendaki pembukuan secara rinci dalam mencatat transaksi, dimuali dari tanggal, bulan, tahun, dan aktivitas-aktivitas yang dilakukan, hal ini disarkan perintah dalam Al-Quran (2:282) uktubuhu perintah mencatat kemudian ila ajalin musamma menunjukkan suatu tanggal kejadian tertentu.

5. Pembukuan disertai dengan penjelasan atau penyaksian obyek. Kaidah ini menghendaki pembukuan semua aktivitas ekonomi keangan berdasarkan dokumen-dokumen yang mencakup segia bentuk dan isi secara keseluruhan. Dalam fikih Islam, bentuk ini disesbut pencatatan dengan kesaksian.

6. Pertambahan laba dalam produksi, serta keberadaannya dalam perdagangan. Dalam fikih islam, laba dianggap sebagai perkembangan pada harta pokok yang terjadi dalam masa haul (periode akuntansi), baik setelah harta itu diubah dari barang menjadi uang meupun belum berubah. Kaidah inilah yang dipakai dalam menghitung zakat mal.

7. Penilaian uang berdasarkan emas dan perak. Al-Quran telah mengisyaratkan bahwa emas dan perak adalah sebagai wadah sentral dalam penetapan harga (QS, 12:20, 3:75, 9:34)

8. Prinsip penilaian harga berdasarkan nilai tukar yang sedang berlaku. Implementasi kaidah ini untuk memelihara keselamatan dan keutuhan modal pokok untuk perusahaan dari segia tingginya volume proses penukaran barang dan kemampuan barang itu untuk berkembang dan menghasilkan laba.

9. Prinsip perbandingan dalam menentukan laba. Prinsip ini ditujukan untuk menghitung dan mengukur laba atau rugi pada perusahaan mudharabah yang kontinu, serta menentukan aktivitas-aktivitas ekonomi lainnya yang menghen-daki perbandingan antara beban-beban dan uang masuk selama periode tertentu.

10. Prinsip muwaamah (keserasian) antara pernyataan dan kemaslahatan. Catatan akuntansi harus menjelaskan keterangan-keterangan yang telah dipublikasikan secara wajar, yaitu sesuai dengan kesanggupan dan situasi serta metode yang digunakan yang dapat melindungi kemaslahatan serta tidak menimbulkan kemudharatan.

2.2. Tujuan Laporan Keuangan Akuntansi Syariah

Sesuai dengan tujuan syariah yang berusaha untuk menciptakan maslahah terhadap seluruh aktivitas manusia tidak terkecuali dalam aktivitas ekonomi yang didalamnya juga melingkupi aktivitas akuntansi, maka akuntansi yang direfleksikan dalam laporan keuangan memiliki tujuan yang tidak bertentangan dengan tujuan syariah. Untuk merealisasikan tujuan tersebut Harahap (1999:120) menyebutkan bahwa pemberian informasi akuntansi melalui laporan keuangan harus dapat menjamin kebenaran, kepastian, keterbukaan, keadilan diantara pihak-pihak yang mempunyai hubungan ekonomi hal ini sejalan dengan pernyataan Harahap (2001:120) inti prinsip ekonomi syariah menurut Al-Quran adalah: keadilan, kerjasama, keseimbangan larangan melakukan transaksi apapun yang bertentangan dengan syariah, eksploitasi dan segala bentuk kedhaliman (penganiayaan). Secara tegas Triyuwono (2000:25) menyampaikan bahwa tujuan akhir akuntansi syariah [laporan keuangan] adalah untuk mengikat para individu pada suatu jaringan etika dalam rangka menciptakan realitas sosial (menjalankan bisnis) yang mengandung nilai tauhid dan ketundukan kepada ketentuan Tuhan, yang merupakan rangkaian dari tujuan syariah yaitu mencapai maslahah (Hidayat, 2002b:431).

Tujuan akuntansi syariah sangat luas, namun demikian penekanannya adalah pada upaya untuk merealisasikan tegaknya syariah dalam kegiatan ekonomi yang dijalankan oleh manusia (Adnan, 1997, Triyowono, 2000 dalam Harahap, 2001:120). Selanjutnya Adnan (1996) untuk menspesifikkan tujuan akuntansi syariah membagi menjadi dua tingkatan yaitu 1) tingkatan ideal, dan 2) tingkatan pragmatis. Pada tataran ideal tujuan akuntansi syariah adalah sesuai dengan peran manusia dimuka bumi dan hakekat pemilik segalanya (QS, 2:30, 3:109, 5:17, 6:165), maka sudah semestinya yang menjadi tujuan ideal dari laporan keuangan adalah pertang-gungjawaban muamalah kepada Tuhan Sang Pemilik Hakiki, Allah swt. Namun karena sifat Allah Yang Maha Tahu segalanya, tujuan ini bisa dipahami dan ditransformasikan dalam bentuk pengamalan apa yang menjadi perintah syariah. Dengan kata lain, akuntansi [laporan keuangan] terutama harus berfungsi sebagai media penghitungan zakat, karena zakat merupakan bentuk manifestasi kepatuhan seseorang hamba atas perintah Tuhan. Tujuan pragmatis dari Akuntansi Syariah [laporan keuangan] diarahkan pada upaya menyediakan informasi kepada stakeholder dalam mengambil keputusan (Adnan, 1999:4 dalam Asudi dan Triyuwono, 2001:87).

Khan (1992) mengidentifikasi tujuan laporan keuangan akuntansi syariah, sebagai berikut:

1. Penentuan laba-rugi yang tepat. Kehati-hatian harus dilaksanakan dalam menyiapkan laporan keuangan agar dapat mencapai hasil yang sesuai dengan syariah, dan konsisten dalam pemilihan metode yang digunakan sehingga dapat menjamin kepentingan semua pihak (pengguna laporan keuangan). Penentuan laba rugi yang tepat juga sangat urgen dalam rangka menghitung kewajiban zakat, bagi hasil, dan pembagian laba kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

2. Meningkatkan dan menilai efisiensi kepemimpinan. Sistem akuntansi harus mampu memberikan standar untuk menjamin bahwa manajemen mengikuti kebijakan-kebijakan yang sehat.

3. Ketaatan pada hukum syariah. Setiap aktivitas yang dijalankan oleh entitas usaha harus dapat dinilai hukum halal-haramnya.

4. Keterikatan pada keadilan. Dalam rangka mewujudkan tujuan utama dari syariah adalah menciptakan maslahah, dan keadilan adalah bagian yang terpenting dalam mencapai maslahah, maka penegakan keadilan adalah mutlak adanya.

5. Melaporkan dengan benar. Entitas usaha selain bertanggung jawab terhadap pemilik juga harus bertanggung jawab kepada masyarakat secara keseluruhan. Dengan demikian berarti pula bahwa entitas usaha memiliki tanggung jawab sosial yang melekat. Informasi harus berada dalam posisi yang terbaik untuk melaporkan hal ini.

6. Adaptable terhadap perubahan. Peranan akuntansi yang sangat luas menuntut akuntansi agar peka terhadap tuntutan kebutuhan, agar akuntansi senantiasa dapat difungsikan oleh masyarakat sesuai tuntutan kebutuhannya.

Dalam merealisasikan tujuan Harahap (2001:120) membagi fungsi Akuntansi Syariah sebagai berikut: 1) untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, 2) untuk memberikan informasi, 3) untuk melakukan pencatatan, dan 4) untuk memberikan pertanggungjawaban.

Dalam pendekatan sumber-sumber fikih Islam dan riset ilmiah Akuntansi Syariah, Syahatah (2001:44) membagi tujuan Akuntansi Syariah [laporan keuangan] dalam 1) hifzul amwal (memelihara uang), para ahli tafsir menafsirkan kata faktubuhu (QS,2:282) yang berarti tuliskanlah perintah tersebut adalah untuk menuliskan satuan uang (nilai dari harta), 2) bukti tertulis [pencatatan] ketika terjadi perselisihan, Ibnu Abidin dalam kitabnya al-amwal yang dikutip (Syahatah, 2001:46) si penjual, kasir, dan agen adalah dalil (hujjah yang dapat dijadikan bukti) menurut kebiasaan yang berlaku, diperkuat dengan firman Allah (2:282) ... [pencatatan itu] lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak [menimbulkan] keraguanmu ..., 3) dapat membantu dalam pengambilan keputusan, salah satu fungsi pencatatan adalah menghilangkan keragu-raguan yang berarti pula bahwa dengan dasar catatan yang dapat dipercaya akan dapat menghasilkan keputusan yang lebih baik, dan 4) menentukan besarnya peng-hasilan yang wajib dizakati, pada periode awal akuntansi tujuan laporan keuangan lebih ditekankan pada pemenuhan kewajiban zakat.

Dari beberapa pendapat mengenai tujuan akuntansi syariah [laporan keuangan] yang memiliki dua titik tekan, tekanan ideal adalah pemenuhan kewajiban yang langsung berhubungan kepada Allah seperti pemenuhan kewajiban zakat, dan tekanan praktis adalah memperoleh informasi dari aktivitas usaha yang diperlukan oleh pemilik (stakeholder) dan tujuan penting lainnya adalah mewujudkan hubungan sosial yang harmonis tanpa sengketa dan perselisihan.

Karakteristik penting yang harus dimiliki oleh organisasi [syariah] dalam melaksanakan akuntansinya menurut Widodo dan Kustiawan (2001:28) adalah sebagai berikut:

1. Ketaatan pada prinsip-prinsip dan ketentuan syariah Islam.

2. Keterikatan pada keadilan.

3. Menghasilkan pelaporan yang berkualitas (dapat dipahami, relevan, andal, keterbandingan, dapat diuji kebenarannya.

Menurut Hidayat (2002b:431) dalam bentuk konkritnya akuntansi syariah harus dapat menyajikan laporan keuangan yang berlandaskan pada keadilan, kejujuran, dan kebenaran sebagai bentuk pelaksanaan tanggungjawab kepada sesama manusia dan pelaksanaan perintah (kewajiban) dari Tuhan, sehingga dapat dijadikan dasar dalam memperhitungkan kewajiban zakat secara benar dalam tinjauan syariah, juga tidak menimbulkan kerugian pihak-pihak yang terkait dengan informasi laporan keuangan [akuntansi syariah]. Untuk mewujudkan hal ini keterikatan kepada syariah adalah hal yang utama walaupun disisi lain akuntansi syariah juga harus memenuhi Standar Akuntansi Syariah yang berlaku akan tetapi penekanan kebenaran bukan hanya sekedar memenuhi (tidak menyimpang) dari standar tetapi benar secara hakikat syariah (substantif).

2.3. Pengungkapan Aspek-aspek Syariah

Hal mendasar dalam penyajian laporan keuangan akuntansi syariah adalah kewajiban untuk mengungkapkan aspek-aspek syariah, yang dimaksudkan adalah agar laporan keuangan benar-benar dapat mematuhi ketentuan syariah sehingga tidak menyimpang dari prinsip-prinsip syariah, prinsip-prinsip ekonomi syariah, dan prinsip-prinsip akuntansi syariah.

Menurut yang direkomendasikan oleh Accounting and Auditing for Islamic Financial Institution (1998) laporan keuangan yang disampaikan oleh perusahaan harus dapat mengungkapkan (memberikan informasi-informasi) mengenai (1) Ketaatan perusahaan terhadap ketentuan syariah dan informasi mengenai pendapatan dan pengeluaran yang tidak diperbolehkan ketentuan syariah bila terjadi serta bagaimana cara penyalurannya (2) Sumber daya ekonomi perusaha-an serta kewajiban yang berkaitan dengan sumber daya tersebut, dan pengaruh transaksi atau situasi tertentu terhadap sumber daya perusahaan serta kewajiban yang berkaitan dengan sumber daya tersebut. Informasi ini bermanfaat untuk membantu pengguna informasi mengevaluasi kecukupan modal perusahaan untuk mengantisipasi kerugian dan resiko bisnis, memperkirakan resiko yang melekat dengan investasi yang dilakukan, dan mengevaluasi tingkat likuiditas kekayaaan perusahaan, serta likuiditas yang diperlukan untuk menutup kewajibannya. (3) Informasi yang membantu pihak yang berkepentingan dalam menentukan dana zakat perusahaan serta cara pendistribusiannya. (4) Informasi yang membantu untuk melakukan estimasi arus kas yang mungkin diperoleh, waktu perolehan arus kas tersebut, serta resiko yang berkaitan dengan realisasi arus kas tersebut. Informasi ini bermanfaat untuk membantu pengguna informasi mengevaluasi kemampuan pertusahaan menghasilkan laba dan mengubahnya menjadi arus kas serta kecukupan arus kas tersebut untuk didistribusikan sebagai profit. (5) Informasi yang membantu mengevaluasi pelaksanaan tanggungjawab yang diemban untuk mengamankan dana dan meng-investasikan dana tersebut ke dalam investasi yang layak, serta memberikan informasi mengenai tingkat pengembalian yang dihasilkan bagi seluruh jenis dana yang menjadi tanggung jawab perusahaan. (6) Pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan, termasuk kewajiban membayar pajak (Widodo, et. al., 1999).

III. Pembahasan

3.1. Perbedaan Akuntansi Syariah dengan Akuntansi Konvensional

Menurut Hidayat (2002a:88) perbedaan yang terjadi antara akuntansi konvensional dengan akuntansi syariah karena kemungkinan informasi akuntansi syariah (laporan keuangan syariah) adalah suatu bentuk tujuan dan konsep akuntansi yang disusun berda-sarkan pada pencapain tujuan syariah, tujuan ekonomi Islam serta tujuan lingkungan sosial masyarakat Islam. Hal itu akan menuntut perbedaan kebutuhan dari Islamic user dengan non Islamic user (Harahap, 2001:216). Lebih lanjut Harahap (2001:216) menggambarkan salah satu perbedaan akuntansi syariah dengan akuntansi konvensional adalah pada karakter dan praktik bisnis, dalam hal ini kecenderungan bisnis Islam adalah mudharabah, musyarakah ataupun kontrak syariah lainnya, sehingga konsep akuntansi syariah cenderung menggunakan current value dan bentuk laporan keuangannya menyajikan laporan yang sesuai dengan sifat-sifat dari transaksi bisnis dalam konsep syariah tersebut.

Secara prinsip terjadi beberapa perbedaan yang mendasar, akuntansi kon-vensional lebih memberi kelonggaran penilaian laporan keuangan dengan menilai hanya terbatas pada kewajaran (kebenaran relatif) yang merujuk pada standar yang berlaku, sedangkan akuntansi syariah tuntutannya adalah kebenaran hakiki (al-haq) atau kebenaran moral yang harus dipertanggungjawabkan dihadapan Allah, walaupun di satu sisi akuntansi syariah juga harus merujuk pada standar tetapi standar tidak dimaksudkan sebagai pembenaran, artinya laporan yang dibuat sesuai dengan standar tidak selalu benar menurut syariah, bila secara substansi laporan menyimpang dari prinsip-prinsip syariah (Hidayat, 2002a:88-89).

Akuntansi konvensional lebih pada pemenuhan ketentuan standar-standar yang dibuat oleh manusia, sedangkan akuntansi syariah, mencoba menemukan apa yang seharusnya dibuat sesuai dengan anjuran Tuhan (wahyu), dalam tataran ini akuntansi syariah tidak hanya diikat agar berada pada koridor standar akun-tansi tetapi diikat pula dengan pertanggungjawaban dihadapan Tuhan (normatif religius).

Dari segi tujuan, antara akuntansi konvensioanal dengan akuntansi syariah memiliki kemiripan yang hampir sepadan, karena beberapa poin tujuan memang sama, seperti dalam hal laporan keuangan sebagai pemasok informasi, hanya pada titik tekan tertentu akuntansi konvensional memberikan laporan kinerja historis yang memberikan informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan sebagai alat dalam pengambilan keputusan bisnis, sedangkan akuntansi syariah bukanlah merupakan tujuan, tetapi sarana untuk mencapai tujuan yakni pemenuhan kewajiban zakat secara benar, hal ini menjadikan akuntansi syariah memiliki titik tekan tujuan pada pertanggungjawaban (akuntabilitas) dihadapan Tuhan. Dengan kata lain laporan keuangan akuntansi konvensional titik tekan tujuan pada pemberian informasi, sedangkan laporan keuangan akuntansi syariah titik tekannya pada pertanggungjawaban (akuntabilitas).

Laporan keuangan pokok akuntansi konvensional yang terdiri dari neraca, laporan laba-rugi, dan laporan arus kas, sedangkan pada akuntansi syariah masih ditambah lagi laporan keuangan lainnya yang harus disampaikan yaitu laporan zakat. Bahkan ada beberapa laporan keuangan yang dibutuhkan oleh bank syariah antara lain laporan investasi tidak bebas penggunaan, laporan sumber dan penggunaan dana qardh (Media Akuntansi, 2000:21).

Perbedaan secara umum antara Akuntansi Konvensional dan Akuntansi Syariah dapat dilihat dalam gambar 3.1.

Gambar 3.1

Perbedaan Akuntansi Konvensional dengan Akuntansi Syariah

(Laporan Keuangan)

Menurut Haniffa dan Hudaib (2001); Muhammad (2002:16) Perbedaan Postulat antara akuntansi konvensional dengan akuntansi syariah, yang meliputi: (1) Entitas, akuntansi konvensional mengakui adanya pemisahan antara entitas bisnis dan pemilik, dalam akuntansi syariah entitas tidak memiliki kewajiban yang terpisah dari pemilik. (2) Going concern, bisnis terus beroperasi sampai dengan tujuan tercapai (akuntansi konvensional), kelangsungan usaha tergantung pada kontrak dan kesepakatan yang didasari oleh saling ridha (akuntansi syariah). (3) Periode akuntansi, meskipun ada kesamaan dalam menentukan periode akuntansi selama 12 bulan (satu tahun) namun akuntansi konvensional periode dimaksudkan mengukur kesuksesan kegiatan perusahaan, sedangkan dalam akuntansi syariah periodisasi bertujuan untuk penghitungan kewajiban zakat. (4) Unit pengukuran, akuntansi konvensional menggunakan unit moneter sebagai unit pengukuran, akuntansi syariah menggunakan harga pasar untuk barang persediaan, dan emas sebagai alat ukur dalam penghitungan zakat. (5) Pengungkapan penuh (menye-luruh), pengungkapan ini ditujukan sebagai alat dalam pengambilan keputusan, dalam akuntansi syariah pengungkapan penuh ditujukan untuk memenuhi kewajiban kepada Allah swt., kewajiban sosial, dan kewajiban individu. (6) Obyektivitas, bebas dari bias subyektif, dalam akuntansi syariah obyektivitas dimaknai dengan konsep ketakwaan, yaitu pengeluaran materi maupun non-materi untuk memenuhi kewajiban, (7) Meterialitas, ukuran materialitas dihubungkan dengan kepentingan relatif mengenai informasi terhadap pengambilan keputusan, sedangkan akuntansi syariah mengakui materialitas berkaitan dengan pengu-kuran yang adil dan pemenuhan kewajiban kepada Allah, sosial, dan individu. (8) Konsistensi, yang dimaksudkan adalah pencatatan dan pelaporan secara konsisten sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang diterima oleh umum, dalam akuntansi syariah konsistensi dimaknai dengan pencatatan dan pelaporan secara konsisten sesuai dengan prinsip syariah. (9) Konservatisme, akuntansi konvensional memilih teknik akuntansi yang paling memberikan pengaruh kecil terhadap pemilik, sedangkan akuntansi syariah memilih teknik akuntansi yang paling mengun-tungkan (berdampak posistif) bagi masyarakat. Secara jelas perbandingan dapat diamati dalam tabel 3.1.

Tabel 3.1

Perbedaan Postulat antara Akuntansi Konvensional

dengan Akuntansi Syari'ah

No.PostulatAkuntansi KonvensionalAkuntansi Syari'ah

1EntitasPemisahan antara entitas bisnis Entitas didasarkan pembagian laba

dan pemilikEntitas tidak memiliki kewajiban

terpisah dari pemilik.

2Going Concern (Kesi-Bisnis terus beroperasi sampai ter-Kelangsungan usaha tergantung pa-

nambungan)capai tujuan dan semua asset ter-da kontrak persetujuan anatar pihak

jual.yang terlibat dalam kegaiatan bagi

hasil.

3Periode AkuntansiAkuntansi tidak dapat menungguTahun hijriyah untuk perhitungan

sampai akhir kehidupan perusahaanzakat, kecuali untuk sektor pertani-

untuk mengukur sukses-tidaknyaan berdasarkan musim panen

kegiatan perusahan

4Unit PengukuranPengukuran nilai moneterKuantitas atau harga pasar untuk

ternak, barang pertanian, dan emas

untuk memenuhi kewajiban zakat.

5Pengungkapan PenuhUntuk tujuan pengambilan keputu-Untuk menunjukkan pemenuhan

(Menyeluruh)san.kewajiban kepada Allah, kewajiban

sosial, dan kewajiban individu.

6ObyektivitasKepercayan terhadap pengukuranBerhubungan erat dengan konsep

yaitu bebas dari bias subyektifketaqwaan, yaitu pengeluaran mate-

ri maupun non-materi untuk meme-

nuhi kewajiban.

7MaterialitasDihubungkan dengan kepentingan Berkaitan dengan pengukuran yang

relatif mengenai informasi terhadapadil dan pemenuhan kewajiban ke-

pengambilan keputusanpada Allah, sosial, dan individu.

8KonsistensiDicatat dan dilaporkan secara kon-Dicatat dan dilaporkan secara kon-

sisten sesuai GAAPsisten sesuai dengan prinsip syari'ah

9KonservatismeMemilih teknik akuntansi yang palingMemilih teknik akuntansi yang paling

memberikan pengaruh kecil terhadap menguntungkan (dampak posistif)

Pemilikbagi masyarakat.

Haniffa dan Hudaib (2001); Harahap (2001:226); Muhammad (2002:116)

Perbedaan postulat akuntansi syariah tersebut di atas karena secara karakteristik antara akuntansi konvensional dengan akuntansi syariah juga memiliki perbedaan. Menurut Baydoun dan Willet (1994:82) memetakan perbe-daan karakteristik akuntansi konvensional dengan akuntansi syariah sebagai berikut: (1) Sistem akuntansi, akuntansi konvensioanal berdasarkan ekonomi yang rasional, sedangkan akuntansi syariah berdasarkan pada ketauhidan. (2) Prinsip, prinsip akuntansi konvensional yang sekuler, individualis, memaksimalkan keuntungan, dan penekanan pada proses, akuntansi syariah berdasarkan pada prinsip syariah, kepentingan umat, keuntungan yang wajar, persamaan, dan rahmatan li al-alamin. (3) Kriteria, akuntansi konvensional berdasarkan pada hukum perdagangan masyarakat kapitalis modern, penyajian informasi yang sangat terbatas, informasi yang diajukan atau pertanggungjawaban kepada pemilik, dalam akuntansi syariah kriteria berdasarkan pada etika yang bersumber pada hukum Al-Quran dan Sunnah, pengungkapan yang menyeluruh (full disclosure) untuk memenuhi kebutuhan informasi keuangan yang sesuai dengan syariah dan memenuhi kebutuhan Islamic Finance Report User, pertanggungjawaban kepada umat (masyarakat luas) [khususnya dalam memanfaatkan sumber daya] (lihat tabel 3.2).

Tabel 3.2

Perbedaan Karakteristik Akuntansi Konvensional dengan Akuntansi Syari'ah

No.Karakteristik Akuntansi KonvensionalAkuntansi Syari'ah

1Sistem AkuntansiEkonomi yang rasionalKetauhiddan (unity of God)

2Prinsip AkuntansiSekulerSyari'ah

IndividualisKepentingan umat

Memaksimalkan keuntunganKeuntungan yang wajar

Survival of the fittestPersamaan

Penekanan pada prosesRahmatan li al-'alamin

3KriteriaBerdasarkan pada hukum perdaga-Berdasarkan pada etika yang ber-

ngan masyarakat kapitalis modernsumber pda hukum Al-Qur'an dan

Sunnah

Penyajian informasi yang sangat Full disclosure untuk memenuhi

Terbatasketuhan informasi keuangan yang

sesuai dengan syari'ah dan memenuhi kebutuhan Islamic

Financial Report User

Informasi yang ditujukan pada per-Pertanggungjawaban kepada umat/

tanggungjawaban kepada pemilikmasyarakat luas (khususnya da-

modal lam memanfaatkan sumberdaya).

Baydoun dan Willet (1994:82); Harahap (2001:216)

Menurut Syahatah (2001:94-95) segi-segi perbedaan antara akuntansi konvensional dengan akuntansi syariah dalam menyajikan laporan keuangan dapat diidentifikasi sebagai berikut: (1) Akuntansi konvensional menganut sistem penilaian aktiva dan modal dengan prinsip historical cost, sedangkan akuntansi syariah lebih menghendaki konsep penilaian berdasarkan nilai tukar yang berlaku (current value), hal ini didasari oleh keinginan melindungi modal pokok yang hakiki dari kemampuan produksi di masa akan datang dalam ruang lingkup perusahaan dan kontinuitas. (2) Akuntansi konvensional membagi modal (aktiva) dalam dua golongan yakni, aktiva lancar (modal yang beredar) dan aktiva tetap (modal tetap). akuntansi syariah membedakan modal yang terdiri dari harta berupa uang tunai (cash), dan harta berupa barang, harta dalam bentuk barang ini kemudian dibagi lagi menjadi barang milik dan barang dagangan. (3) Konsep akuntansi syariah menilai mata uang seperti emas, perak, dan barang-barang lain yang sama kedudukannya, bukanlah merupakan tujuan, melainkan hanya sebagai alat tukar, perantara untuk pengukuran dan penentuan nilai. (4) Konsep akuntansi konvensioanal mempraktikkan teori pencadangan dan ketelitian dari menanggung semua kerugian (conservatisme), dan mengabaikan laba-laba yang belum direalisasi. Perbedaannya akuntansi syariah sangat memperhatikan hal-hal cara menentukan harga dengan berdasarkan pada nilai tukar yang berlaku serta membentuk cadangan untuk kemungkinan-kemungkinan bahaya dan risiko. (5) Akuntansi konvensional menerapkan laba secara menyeluruh, yang terdiri dari laba usaha, laba dari modal pokok, dan lain sebagainya. Konsep akuntansi syariah membedakan antara laba dari aktivitas pokok dan laba yang berasal dari modal. Juga wajib memberikan penjelasan pendapatan-pendatan yang diperoleh yang tidak sesuai dengan syariah laba dari aktivitas ini tidak boleh dibagikan kepada mudharib dan musyarik (stakeholder) atau dicampurkan pada modal pokok. (6) Konsep akuntansi konvensional menerapkan prinsip bahwa laba itu hanya ada ketika adanya jual-beli (aktivitas usaha berjalan), sedangkan konsep akuntansi syariah mengakui laba apabila nilai barang mengalami perkembangan atau pertambahan, baik hal itu terjadi karena adanya proses jual-beli maupun tidak. Akan tetapi, jual-beli adalah suatu keharusan untuk menyatakan laba dan laba itu tidak boleh dibagi kecuali setelah nyata laba itu diperoleh.

Adanya perbedaan-perbedaan dalam kaidah dan prinsip-prinsip antara akuntansi syariah dengan akuntansi konvensional sangat menyentuh pada aspek-aspek pokok dan inti dari persoalan akuntansi, artinya meskipun perbedaan tersebut dilihat dari luarnya hampir tidak tampak namun dari substansi perbedaan ini jauh lebih berarti, karena menyangkut masalah-masalah pokok dan inti.

3.2. Relevansi Prinsip-Prinsip Akuntansi Syariah dalam Menjaga Akun-tabilitas Laporan Keuangan

Menurut Tuanakotta (1986b:251) salah satu tujuan akuntansi [laporan keuangan] adalah untuk mengkomunikasikan informasi-informasi yang timbul dari transaksi-transaksi perusahaan. Pada dasarnya transaski perusahaan ini terdiri dari pertukaran barang-barang dan pertukaran jasa-jasa antara entitas yang satu dengan lainnya. Namun demikian, bila dikaji lebih mendalam hal ini jelas mengan-dung beberapa kelemahan dan kekurangan, seperti berikut ini: (1) Akuntansi kon-vensional tidak mengakui pertukaran atau perubahan-perubahan modal manusia (human capital). (2) Akuntansi konvensional tidak mengakui atau tidak memperhi-tungkan pertukaran anatara entitas perusahaan dengan lingkungan kemasyara-katan (sosial environment). (3) Transaksi yang diakui adalah transaksi yang telah lewat, sedangkan keadaan keuangan dan hasil usaha dikemudian hari tidak dicer-minkan dalam ikhtisar keuangan. (4) Akuntansi konvensional mengakui adanya biaya bunga utang (cost of debt) tetapi tidak mengakui biaya modal (cost of capital). (5) Meluasnya penyebaran perusahaan lintas negara dan lintas benua menghendaki adanya suatu prinsip akuntansi yang berlaku secara universal (lihat pula Belkaoui, 1981:338).

Tuntutan perubahan-perubahan terhadap beberapa hal dalam praktik akuntansi yang selama ini telah menjadi konvensi berkembang sesuai dengan tuntutan penggunanya, serta manfaat yang diharapkan dari informasi yang disaji-kan oleh akuntansi.

Maraknya perkembangan ekonomi Islam (ekonomi syariah) menuntut ada-nya suatu sistem akuntansi yang sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi syariah, karena syariah berfungsi sebagai sebuah referensi etik yang menuntun penilaian dan pemilihan praktek akuntansi (Triyuwono, 2000:322-323). Menurut Harahap (1999:11) mempelajari [akuntansi syariah] merupakan suatu keharusan dalam menjalankan ekonomi yang semakin mengglobal. Dengan demikian, menjadi sangat signifikan mendalami akuntansi syariah, maka tidak berlebihan bila kecenderungan akuntansi masa depan akan mempertimbangkan pula aspek-aspek yang berkait dengan ketentuan syariah. Alam (1991 dalam Triyuwono, 2000:317) berpendapat bahwa dengan adanya perubahan dalam norma dan keyakinan masyarakat, standar-standar dan konvensi-konvensi perlu disesuaikan agar dapat memenuhi kebutuhan. Sebagai konsekuensi praktik Ekonomi Islam yang mempunyai pengaruh langsung pada kebijakan dan prosedur akuntansi seperti sistem bebas bunga, pelaksanaan zakat, ketaatan pada etika bisnis tertentu, akantansi akan memainkan peranan tertentu untuk mendukung agar praktik ini berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip dasar syariah yang dianut. Hal ini dapat pula diartikan bahwa kebutuhan untuk merekonstruksi akuntansi agar memenuhi aktivitas bisnis yang didasarkan oleh nilai-nilai syariah sangat diperlukan (Triyuwono, 2000:317).

Secara normatif Al-Quran telah berpesan dalam surat (2:282) yang me-wajibkan adanya pembukuan dalam muamalah [transaksi ekonomi] hal ini meru-pakan benang merah yang menguhubungkan perlunya informasi baik dalam ekonomi konvensional maupun dalam praktik ekonomi yang dijalankan dengan menggunakan prinsip-prinsip syariah. Kalau Al-Quran berbicara akuntansi bukanlah hal yang aneh karena Allah telah menyatakan beberapa kali bahwa Al-Quran merupakan petunjuk bagi manusia, diantaranya terdapat dalam Al-Quran (2:2) dan dalam surat lain Allah menegaskan diturunkannya Al-Quran adalah untuk menjelaskan segala urusan [permasalahan] (QS, 16:89). Implementasi dalam praktiknya untuk menjalankan sesuai dengan apa yang dimaksud oleh Tuhan. Ternyata Nabi Muhammad saw. telah menaruh perhatian [terhadap akuntansi], perhatian tersebut didasari dengan keinginan membersihkan muamalah maliah (keuangan) dari unsur-unsur riba dan dari segala bentuk penipuan (ketidakjujuran), pembodohan, pemerasan, dan segala usaha untuk mengambil harta orang lain secara batil. Perhatian tersebut diwujudkan dengan mendidik secara khusus beberapa orang sahabat untuk menangani profesi (akuntansi) dan diberi sebutan khusus hafazhul al-amwal (Syahatah, 2001:20).

Menurut Mannan (1992:21) individu [termasuk perusahaan, karena di dalam perusahaan melibatkan para individu] harus memperhitungkan perintah [syariah] kitab suci (Al-Quran dan Sunnah) dalam melaksanakan aktivitasnya [termasuk aktivitas ekonomi]. Apa yang dikatakan oleh Mannan di atas sangat relevan dengan pernyataan Allah dalam Al-Quran (3:109) hanya kepada Allahlah dikembalikan segala urusan [termasuk urusan ekonomi/akuntansi]. Maka individu [Muslim] sudah sepatutnya menaati perintah membayar zakat (lihat, QS, 2:43) atas harta (kekayaan) yang dimiliki oleh seorang Muslim. Hal ini kemudian berkait dengan bagaimana menghitung dan memberikan informasi tentang harta, utang, modal, perhitungan laba-rugi dan perhitungan kewajiban zakat, yang kesemuanya ini menuntut adanya akuntansi.

Perkembangan bisnis yang menggunakan prinsip-prinsip syariah meru-pakan fenomena baru dalam kancah perekonomian Indonesia, pada awal paradigma ekonomi Islam ditawarkan di Timur Tengah sekitar tahun 1970-an oleh beberapa cendikia Muslim yang konsen terhadap ekonomi semisal MA. Mannan, Yusuf al-Qardhawi, dan yang lainnya, di Indonesia boleh dicatat adanya nama yang cukup populer dalam perkembangan ekonomi Islam antara lain, Syafii Antonio dan Dawam Rahardjo, langkah berikutnya berdiri beberapa entitas bisnis bank dan nonbank perkembangan ini menuntut adanya piranti-piranti dan sistem-sistem yang dapat mendukungnya, akuntansi sebagai bagian yang tak terpisahkan dari aktivitas ekonomi menjadi tuntutan untuk dapat memenuhi kebutuhan adanya sistem ekonomi baru (yang disebut ekonomi syariah), sehingga apabila ekonomi syariah telah menjadi hal yang menyatu dengan aktivitas ekonomi masyarakat maka selayaknya konvensi akuntansi dapat memenuhi kebutuhan pemakainya, walaupun hingga saat ini konvensi masih memberikan proteksi adanya format laporan akuntansi yang berbeda dengan yang telah ada.

Menurut Mott (1999:5) adanya standar akuntansi adalah bertujuan untuk memperketat peraturan dan menekan penggunaan akuntansi kreatif. Namun lebih lanjut Mott (1999:5) menyatakan standar tersebut akan menambah atau pada beberapa segi akan diganti sepenuhnya standar praktik akuntansi yang lama.

Karim (1990, dalam Triyuwono, 2000:314) berpendapat bahwa akuntansi [konvensional] yang sudah diadopsi dan diaplikasikan dalam bank Islam [lembaga-lembaga ekonomi syariah] mempunyai komitmen untuk menyesuaikan diri dengan ide-ide pokok syariah, mempertegas bahwa konvensi akuntansi dapat diaplika-sikan sesuai dengan kebutuhan.

Adanya indikasi bahwa kecenderungan akuntansi masa depan (creative accounting) akan mempertimbangkan untuk memasukkan aspek-aspek lainnya dari aspek-aspek yang telah menjadi konvensi (kesepakatan) [mis. aspek syariah] bukanlah hal yang mustahil. Bahkan perubahan sistem akuntansi sangat diperlukan dalam waktu yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Muslim (Alam 1991 dalam Triyuwono, 2000:319). Dewan Standar Akuntansi telah mnegesahkan PSAK No. 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah pada tanggal 1 Mei 2002 dan wajib digunakan secara resmi pada tanggal 1 Januari 2003, ini membuktikan bahwa konvensi telah menyadari kebutuhan terhadap standar akuntansi dalam menjalankan ekonomi dengan prinsip-prinsip syariah dan membuktikan betapa akuntansi syariah juga turut menjadi perhatian dari berbagai kalangan, termasuk kalangan profesi dan pemerintah.

Gambar 3.2

Pengaruh Akuntansi Syariah dalam Standar Akuntansi

Beberapa hal yang disampaikan oleh Belkaoui (1981) dan Tuanakotta (1986b) mengenai tuntutan informasi akuntansi masa akan datang memiliki relevansi yang tinggi bila dihubungkan dengan penuturan Karim (1990), Alam (1991), Triyuwono (2000), dalam hal kebutuhan laporan keuangan akuntansi yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah [prinsip-prinsip ekonomi syariah dan prinsip-prinsip akuntansi syariah], dan relevan pula dengan apa yang dikatakan oleh Mott (1999) bahwa sesuai dengan tuntutan penggunanya standar-standar akan berubah menyesuaikan dengan kebutuhan. Hal ini akan semakin terang adanya, dengan telah disyahkannya Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 59 Akuntansi Perbankan Syariah pada tahun 2001. Pengembangan standar akuntansi keuangan bank syariah di tingkat Ianternasional telah dimulai sejak tahun 1987. Sedikitnya lima valume telah terkumpul dan tersimpan di perpustakaan Islamic Research and Training Institute, Islamic Development Bank (IDB). Studi ini telah mendorong pembentukan Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (Organisasi Akuntansi Keuangan untuk Bank dan Lembaga Keuangan Islam) yang didaftarkan sebagai organisasi nirlaba di Bahrain pada tahun 1411 H./1991 (Antonio, 2002:199-200).

Dengan memadukan prediksi Belkaoui (1981); Tuanakotta (1986b) tentang kebutuhan akuntansi [laporan keuangan] masa akan datang, dan konsep-konsep pemikiran tentang akuntansi syariah dalam penyajian laporan keuangan, akan mengarah pada bentuk laporan keuangan yang berisi tentang pertanggungjawaban (akuntabilitas) sosial, juga pertanggungjawaban (akuntabilitas) kepada Tuhan sesuai dengan tuntutan syariah. Menurut Harahap (2001:217-218) untuk memfa-silitasi pertanggungjawaban tersebut maka beberapa kemungkinan bentuk dan jenis laporan keuangan akuntansi masa akan datang [syariah] adalah sebagai berikut: (1) Neraca yang memuat juga informasi tentang karyawan, dan akuntansi SDM, serta disajikan dengan current value. (2) Laporan nilai tambah sebagai pengganti laporan laba-rugi. (3) Laporan arus kas. (4) Socio economic atau Laporan pertanggungjawaban sosial. (5) Catatan penyelesaian laporan keuangan yang dapat berisi (a) laporan pengungkapan lebih luas tentang laporan keuangan yang disajikan, (b) laporan tentang berbagai nilai dan kegiatan yang tidak sesuai dengan syariat Islam, dan (c) menyajikan informasi tentang efisiensi, good governance, dan laporan produktivitas.

Beberapa prediksi dan analisis tentang adanya format laporan keuangan dan standar akuntansi yang berbeda untuk digunakan pada masa akan datang kebenarannya telah dirasakan saat ini, terbukti tuntutan masyarakat [praktik ekonomi syariah] yang membutuhkan laporan keuangan akuntansi syariah, selanjutnya laporan keuangan akuntansi syariah baru akan dapat disusun dengan baik dan dapat diukur dengan baik apabila terdapat standar yang mengatur hal ini. Dengan demikian standar yang tidak atau belum mengatur pelaporan akuntansi syariah perlu diubah atau ditambahkan sesuai dengan kebutuhan.

Dengan demikian, tepat kiranya apabila laporan keuangan yang dibutuhkan pada masa akan datang, akan dapat menyajikan aspek-aspek syariah yang lengkap dan jelas, dan standar/konvensi akuntansi masa akan datang juga akan mengatur bagaimana seharusnya menyajikan laporan keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

Penerapan full disclousure yang dikehendaki oleh akuntansi syariah adalah keinginan memurnikan laporan keuangan dari unsur-unsur ketidakbenaran, kebohongan, dan manipulasi, baik manipulasi yang kasar dan kasat mata maupun manipulasi yang halus dan sistematis, karena syariah tidak saja dimaksudkan memenuhi tuntutan formal tetapi lebih dari itu syariah diharapkan mampu menyuguhkan kebenaran hakikat (substansial). Dengan demikian, dengan sendirinya menutup celah rekayasa dan berbagai bentuk manipulasi laporan keuangan. Hal ini tidak saja akan menyuguhkan informasi yang dapat dipercaya bagi pihak-pihak yang membutuhkan laporan keuangan tetapi berbagai pihak akan dapat diuntungkan dengan informasi ini, tidak terkecuali bagi dunia bisnis yang selalu mengandalkan laporan keuangan yang merupakan hasil dari pekerjaan akuntansi (sistem informasi akuntansi).

Adanya pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dan melakukan memanipulasi laporan keuangan sesungguhnya akan dapat teratasi apabila laporan keuangan mengacu pada prinsip-prinsip akuntansi syariah dalam menyajikan laporan keuangannya, karena dalam akuntansi syariah penekanan kebenaran (objective) dan pengungkapan secara menyeluruh (full disclousure) adalah menjadi komponen yang mutlak adanya. Dengan demikian laporan keuangan akan senantiasa dapat dijaga akuntanbilitasnya.

IV. Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan, sebagai berikut:

1. Akuntansi syariah tuntutannya adalah kebenaran hakiki (al-haq) atau kebenaran moral yang harus dipertanggungjawabkan dihadapan Allah, walaupun di satu sisi akuntansi syariah juga harus merujuk pada standar tetapi standar tidak dimaksudkan sebagai pembenaran, artinya laporan yang dibuat sesuai dengan standar tidak selalu benar menurut syariah, bila secara substansi laporan menyimpang dari prinsip-prinsip syariah. Akuntansi syariah, mencoba menemukan apa yang seharusnya dibuat sesuai dengan anjuran Tuhan (wahyu), dalam tataran ini akuntansi syariah tidak hanya diikat agar berada pada koridor standar akun-tansi tetapi diikat pula dengan pertanggungjawaban dihadapan Tuhan (normatif religius).

2. Tujuan mulia syariah menciptakan kemaslahatan adalah rujukan utama dalam perumusan prinsip-prinsip akuntansi syariah, dan buah dari akuntansi syariah adalah laporan keuangannya. Bila kemudian laporan ini dijadikan dasar dalam transaksi bisnis akan sangat terjaga akuntabilitasnya. Apabila prinsip-prinsip akuntansi syariah dapat diadopsi dalam menyajikan laporan keuangan, tentu saja harapannya adalah menjaga eksistensi laporan keuangan agar tetap dapat dijadikan rujukan utama dalam pengambilan keputusan bisnis.

Daftar Pustaka

Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution, (1998),

Accounting and Auditing Standard for Islamic Financial Institutions, Bahrain

Adnan, Muhammad Akhyar, (1996). An Investigation of Accounting Concepts

and Practices in Islamic Bank, Disertasi Doktor, (tidak dipublikasikan)

________, (1997) The Shariah, Islamic Bank and Accounting Concept, Jurnal

Akuntansi dan Auditing Indonesia [JAAI], vol. 1 No. 1 Mei hal. 47-80,

Yogyakarta: UII

Alam, K.Firoz, (1991). Shariah Financial Dealing and Accounting Practice: South East Asia University Accounting Teacher Conference

Al-QuranAntonio, Muhammad Syafii, (2002). Bank Syariah dari Teori sampai Praktek,

Jakarta: GIP

Baydoun, N dan Willet, Roger, (1994). Islamic Accounting Theory, The AAANZ

Annual Conference, 3-4 Juli 1994, Australia: University of Wollongong

Belkauoi, Ahmed, (1981). Accounting Theory , New York: Harcourt Jovanovich,

Bisri, Cik Hasan, (1998). Penuntun Penyusunan Rencana Penelitian dan Pe-

nulisan Skripsi, Bandung: Logos

Gaffikin, M.J.R., (1989). Accounting Methodology and The Work of R.J.

Chambers, New York: Garland Publishing, Inc.

Haniffa, Ross, dan Hudaib, (2001). A Conceptual Framework for Islamic Account-

ting: The Syariah Paradigme, The Accounting, Commerce, and Finance: The Islamic Perspective, International conference IV, 12-14 Pebruari 2001, New Zealand: Massey University

Harahap, Sofyan Syafri, (1999). Akuntansi Islam, Jakarta: Bumi Aksara

________, (2001). Menuju Suatu Teori Akuntansi Islam, Jakarta: Pustaka Quantum

Hidayat, Nur, (2002a). Urgensi Laporan Keuangan (Akuntansi Syariah) dalam Praktek Ekonomi Islam, Simposium Nasional I Sistem Ekonomi Islami, 13-14 Maret 2002, Yogyakarta: P3EI FE UII

________, (2002b). Analisis Antara Akuntansi Konvesnional dengan Akun-

tansi Syariah dalam Penyajian Laporan Keuangan, Tesis Magister, Bandung: IAIN Sunan Gunung Djati

________, (2003). Laporan Keuangan Akuntansi Syariah: Solusi Manipulasi Lapo-

ran Pajak Jurnal Perpajakan Indonesia, Vol. 2 No.6 Januari 2003, hal. 18-24 Jakarta: Salemba Empat

IAI, (1994). Standar Akuntansi Keuangan, Buku Satu-Buku Dua, Jakarta: Salemba Empat

________, (2002). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.59 Perbankan Syariah

Karim, Rifaat A.A, (1990). Standard Setting for the Financial Reporting or Religi-ous Business Organization: The Case of Islamic Banks, Accounting andBusiness Research, 20(80) hal. 299-305

Khan, Muhammad Akaram, (1992). An Introduction to Islamic Economics,

Islamabad: International Institute of Islamic Thought and Institute of Policy Studies

Lodh, Sudhir C., (1985). Critical Studies in Accounting Research, Rationality

and Hubermas: A Methodological Reflection. The Fourth CPA Confere-

ce, 26-28 April 1985, New York

Mannan, Muhammad Abdul, (1993). Islamic Economics, Theory and Practice, (terjemahan), Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf

Media Akuntansi, (2000). Akuntansi Bank Syariah: Ditunggu Kehadirannya,

No.15/Th.VII/November-Desember, hal. 21

Mott, Graham, (1999). Accounting for Managers, Jakarta: Elekmedia Kompu-tindo

Muhammad, (2002). Pengantar Akuntansi Syariah, Jakarta: Salemba Empat

Nazir, Mohammad, (1999). Metode Penelitian, Jakarta: Galia Indonesia

Surakhmad, Winarno, (1985). Pengantar Penelitan Ilmiah: Dasar, Metode, dan Teknik, Bandung: Tarsito

Syahatah, Husein, (2001). Usul al-Fikr al-Muhasab al-Islami (terjemahan), Ja-karta: Akbar Media Sarana

Teguh, Muhammad, (1999). Metode Penelitian Ekonomi, Jakarta: RajaGrafindo Persada

Triyuwono, Iwan, (2000). Organisasi dan Akuntansi Syariah, Yogyakarta: LKiS

Triyuwono, Iwan dan Asudi, Moh.(2001). Akuntansi Syariah Memformulasikan

Konsep Laba dalam Konteks Metafora Amanah, Jakarta: Salemba Empat

Tuanakotta, Teodorus M., (1998). Teori Akuntansi, Buku Dua, Jakarta: Lembaga

Penerbit FEUI

Wan Yusoh, Wan Ismail, (2001). Islamic accounting, Paper: International Confe-

rence on Islamic Banking and Finance, LAP dan EKABA FE Univer-sitasTrisakti, Jakarta: 11-12 Juni 2001

Widodo, Hertanto, et.al., (1999). Pedoman Akuntansi Syariah, Bandung: Mizan

Widodo, Hertanto, dan Kustiawan, Teten, (2001). Akuntansi dan Manajemen Keuangan untuk Organisasi Pengelola Zakat, Jakarta: Institut Manajemen Zakat

Paper ini sengaja ditulis sebagai partisipasi dalam Simposium Nasional Akuntansi VII yang akan diselenggarakan di Fakultas Ekonomi Universitas Udayana Denpasar, 2-3 Desember 2004

Nur Hidayat, SE., MEI., Ak. adalah alumni Program Magister Ekonomi Islam IAIN Bandung, alumni Program Pendidikan Profesi Akuntansi (PPA) STIE Tridharma Bandung, Konsultan Akuntansi pada MAP Consultant Bandung dan Pengajar Akuntansi pada PAAP FE Universitas Padjadjaran (UNPAD) Bandung.

PAGE 1

_1096128139.vsd

_1096124985.vsd