36
Kromatografi adalah teknik pemisahan zat untuk analisis dan preparative dengan melarutkan campuran dalam fase gerak (cairan atau gas), yang mengalir melalui fase diam atau stasioner, zat zat yang hendak dipisahkan harus berinteraksi dengan fase stasioner dengan kuat yang berbeda beda , interaksi ini dapat bersifat adsorbs, partisi, pertukaran ion, dan interaksi lainnya. A. KROMATOGRAFI PENUKAR ION Pertukaran ion adalah salah satu metode yang efektif untuk pemisahan secara kuantitatif. Pemisahannya berdasarkan prinsip yang sama sekali berbeda dan hanya diterapkan pada senyawa yang berion. Dua seri paralel dari prosedur yang ada, terfokus pada pertukaran anion dan kation. Istilah penukar ion secara umum diartikan orang sebagai pertukaran dari ion-ion yang bertanda muatan (listrik) sama, antara suatu larutan dan suatu bahan yang padat serta sangat tak dapat larut, dimana larutan itu bersentuhan. Zat padat itu (penukaran ion) harus mengandung ion-ion miliknya sendiri. Dan agar pertukaran dapat berlangsung dengan cukup cepat dan ekstensif, zat padat itu harus mempunyai struktur molekuler yang terbuka dan permeabel, sehingga ion-ion dan molekul-molekul pelarut dapat bergerak keluar masuk dengan bebas. Penukar kation terdiri dari suatu anion polimerik dan kation-kation aktif, sementara suatu penukar anion adalah suatu kation polimerik dengan anion-anion aktif.

Prinsip Kromatografi Penukar Ion

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Prinsip Kromatografi Penukar Ion

Kromatografi adalah teknik pemisahan zat untuk analisis dan preparative dengan

melarutkan campuran dalam fase gerak (cairan atau gas), yang mengalir melalui fase diam

atau stasioner, zat zat yang hendak dipisahkan harus berinteraksi dengan fase stasioner

dengan kuat yang berbeda beda , interaksi ini dapat bersifat adsorbs, partisi, pertukaran

ion, dan interaksi lainnya.

A. KROMATOGRAFI PENUKAR ION

Pertukaran ion adalah salah satu metode yang efektif untuk pemisahan secara

kuantitatif. Pemisahannya berdasarkan prinsip yang sama sekali berbeda dan hanya

diterapkan pada senyawa yang berion. Dua seri paralel dari prosedur yang ada, terfokus

pada pertukaran anion dan kation.

Istilah penukar ion secara umum diartikan orang sebagai pertukaran dari ion-ion

yang bertanda muatan (listrik) sama, antara suatu larutan dan suatu bahan yang padat serta

sangat tak dapat larut, dimana larutan itu bersentuhan. Zat padat itu (penukaran ion) harus

mengandung ion-ion miliknya sendiri. Dan agar pertukaran dapat berlangsung dengan

cukup cepat dan ekstensif, zat padat itu harus mempunyai struktur molekuler yang terbuka

dan permeabel, sehingga ion-ion dan molekul-molekul pelarut dapat bergerak keluar

masuk dengan bebas. Penukar kation terdiri dari suatu anion polimerik dan kation-kation

aktif, sementara suatu penukar anion adalah suatu kation polimerik dengan anion-anion

aktif.

Resin penukar kation sebagai suatu polimer berbobot molekul tinggi, yang

terangkai silang yang mengandung gugus-gugus sulfonat, karboksilat, fenolat, dan

sebagainya sebagai suatu bagian integral dari resin itu serta sejumlah kation yang

Page 2: Prinsip Kromatografi Penukar Ion

ekuivalen. Suatu resin penukar anion adalah suatu polimer yang mengandung gugus-gugus

amino (ammonium kuartener) sebagai bagian-bagian integral dari kisi polimer itu dan

sejumlah ekuivalen anion-anion seperti ion klorida, hidroksil atau sulfat.

Syarat-syarat dasar bagi suatu resin yang berguna adalah:

1. Resin itu harus cukup terangkai silang, sehingga keterlarutannya yang dapat diabaikan.

2. Resin harus cukup hidrofilik untuk memungkinkan difusi ion-ion melalui strukturnya

dengan laju yang terukur dan berguna.

3. Resin harus menggunakan cukup banyak gugus penukar ion yang dapat dicapai, dan

harus stabil dalam hal kimiawinya.

4. Resin yang sedang mengembang, harus lebih besar rapatannya daripada air.

I. Aksi dari Resin Penukar Ion

Resin penukar kation mengandung kation – kation bebas yang dapat ditukar

dengan kation – kation dalam larutan (lar).

(Res. A)B+ + C+ (larutan) ↔ (Res. A)C+ + B+ (larutan)

Jika kondisi – kondisi eksperimen adalah sedemikian, sehingga kesetimbangan

telah sama sekali tergeser dari kiri ke kanan, ion C+ telah lengkap difiksasi (dilekatkan

tetap) pada penukaran kation. Satu contoh khas adalah penukaran ion natrium pada

suatu resin sufonat oleh ion kalsium:

Reaksi ini reversibel, dengan mengalirkan suatu larutan yang mengandung ion-

ion natrium melalui produk itu, ion-ion kalsium dapat dikeluarkan lagi dari resin, dan

bentuk natrium yang semula, teregenerasi (pulih seperti keadaan semula). Sama halnya

dengan mengalirkan suatu larutan garam netral melalui bentuk hidrogen suatu resin

sulfonat, dihasilkan sejumlah asam padanannya yang ekuivalen oleh reaksi khas

berikut:

Ukuran resin penukar kation yang asam kuat, seperti resin polistirena sulfonat

yang terangkai silang kapasitas tukar boleh dikatakan tak bergantung pada pH larutan.

Untuk penukar kation asam lemah, seperti yang mengandung gugus karboksilat,

ionisasi timbul samapi tingkat yang berarti hanya dalam larutan basa, yaitu dalam

bentuk garam-garam mereka, maka resin karboksilat hanya mempunyai sangat sedikit

Page 3: Prinsip Kromatografi Penukar Ion

aksi dalam larutan dibawah pH 7. Penukaran-penukaran ion karboksilat ini dalam

bentuk hidrogennya, akan menyerap basa kuat dari larutan:

Tetapi hanya memiliki sedikit aksi terhadap, misalnya NaCl, terjadi hidrolisis

pada bentuk garam dari resin itu sehingga basa tersebut mungkin tak dapat lengkap

diserap, bahkan sekalipun terdapat resin dengan berlebihan.

Resin penukar kation yang basa kuat, yaitu polistirena terangkai silang yang

mengandung gugus ammonium kuartener, sebagian besar akan terionisasi, baik yang

dalam bentuk hidroksida maupun yang dalam bentuk garamnya. Beberapa reaksi khas

mereka, dapat dinyatakan sebagai:

Aktivitas resin-resin ini serupa dengan resin penukar kation sulfonat, dan

aksinya sangat tak bergantung pada pH. Resin penukar ion yang basa lemah, hanya

mengandung sedikit bentuk hidroksida dalam larutan basa. Sebagai contoh,

kesetimbangan dari:

Terutama adalah ke sebelah kiri, dan resin ini sebagian besar berada dalam

bentuk amina. Ini dapat juga dinyatakan dengan kata-kata bahwa dalam larutan basa,

basa bebas Res.NHMe2OH sangat sedikit terionisasi. Namun, dalam larutan yang asam,

mereka berperilaku sebagai resin penukar ion basa kuat, yang menghasilkan bentuk

garam yang sangat terionisasi:

Mereka dapat digunakan dalam larutan asam untuk pertukaran anion, sebagai

contoh:

Resin yang bersifat basa, dalam bentuk garamnya, mudah diregenerasikan

dengan alkali.

Keseimbangan pertukaran ion

Proses pertukaran ion yang melibatkan penggantian ion-ion AR yang tertukarkan

dalam resin, dengan ion-ion yang bermuatan sama BS dari suatu larutan, boleh ditulis:

Page 4: Prinsip Kromatografi Penukar Ion

Proses ini reversibel. Sejauh mana satu ion lebih dipilih untuk diserap,

dibandingkan ion lain, memiliki arti penting yang mendasar, yaitu menentukan

seberapa mudahnya dua atau lebih zat yang menghasilkan ion-ion dengan muatan

serupa dapat dipisahkan dengan cara pertukaran ion dan juga menentukan seberapa

mudahnya ion-ion tersebut dapat selanjutnya dikeluarkan dari resin. Faktor-faktor yang

menetapkan distribusi ion-ion antara suatu larutan, meliputi:

1. Sifat ion-ion yang saling bertukaran

a. Pada konsentrasi-konsentrasi rendah dalam larutan air, dan pada suhu biasa,

tingkat pertukaran bertambah dengan bertambahnya valensi ion yang bertukar

itu, yaitu: Na+<Ca2+<Al3+<Th4+.

b. Pada kondisi yang serupa dan valensi yang konstan, untuk ion-ion univalen

(bervalensi 1) tingkat pertukaran bertambah dengan berkurangnya ukuran

kation terhidrasi: , sementara untuk ion divalen ukuran ion merupakan faktor

yang penting, tetapi ketidak lengkapan disosiasi garam-garam logam bivalen

(bervalensi 2) jugamemainkanperanan Cd2+<Be2+<Mn2+<Mg2+=Zn2+<Cu2+

=Ni2+ <Co2+<Ca2+<Sr2+<Pb2+<Ba2+.

c. Dengan resin penukar anion basa kuat, tingkat pertukaran bagi anion-anion

univalent, berbeda-beda menurut ukuran ion terhidrasinya dengan cara yang

sama seperti untuk kation. Dalam larutan encer, anion polivalen umumnya lebih

dipilih untuk diserap.

d. Bila sebuah kation dalam larutan sedang bertukar dengan sebuah ion yang

berbeda valensinya, afinitasnya relatif dari ion yang bervalensi lebih tinggi

(terhadap resin) bertambah dengan perbandingan lurus dengan bertambahnya

keenceran. Jadi, untuk menukar suatu ion bervalensi lebih tinggi yang berada

pada suatu penukar ion, dengan suatu ion bervalensi lebih rendah dalam larutan,

pertukaran akan lebih baik dengan menaikkan konsentrasi, sedangkan jika ion

bervalensi lebih rendah berada pada penukar ion, dan ion bervalensi lebih tinggi

berada dalam larutan, pertukaran akan lebih baik dengan keenceran yang lebih

tinggi.

2. Sifat resin penukar ion

Absorpsi ion-ion akan bergantung pada sifat gugus fungsional dalam resin.

Dan juga bergantung pada derajat rangkaian silang dengan naiknya derajat

Page 5: Prinsip Kromatografi Penukar Ion

rangkaian silang resin menjadi lebih selektif terhadap ion-ion yang berbeda-beda

ukurannya (volume ion dianggap meliputi air hidrasi), dimana ion dengan volume

terhidrasi yang lebih kecil, biasanya akan lebih dipilih untuk diserap.

Kapasitas pertukaran-ion

Kapasitas pertukaran ion total dari suatu resin bergantung pada jumlah total

gugus ugus aktif-ion per satuan bobot bahan itu dan semakin banyak jumlah ion-ion

itu, smeakin besarlah kapasitasnya. Kapasitas penukar-ion yang asam lemah dan yang

basa lemah, merupakan fungsi dari pH, dimana yang asam lemah mencapai nilai-nilai

agak konstan pada pH di atas sekitar 9, sedangkan yang basa lemah pada pH di bawah

sekitar 5.

II. Prinsip Kromatografi Pertukaran Ion

Kromatografi penukar ion merupakan kromatografi yang berdasarkan penukaran

ion-ion secara equivalen antara larutan dan gugusan fungsional resin yang mengandung

ion-ion yang dapat ditukar (Pudjaatmaka, 2002).

Jika suatu campuran dan dua atau lebih dari kation yang berbeda A, B, dan

sebagainya dialirkan melalui sebuah kolom penukar ion, dan jika kuantitas-kuantitas

ion-ion ini lebih kecil dibanding kapasitas total kolom untuk ion, maka mungkin untuk

memperoleh kembali ion-ion terserap itu, sendiri-sendiri dan berturut-turut dengan

menggunakan larutan regenerasi atau elusi yang sesuai. Jika kation A ditahan lebih

kuat oleh resin penukar dibandingkan kation B, semua B yang terdapat akan mengalir

Page 6: Prinsip Kromatografi Penukar Ion

keluar dari dasar kolom sebelum satupun A dibebaskan, asalkan kolom cukup panjang

dan faktor-faktor eksperimen lainnya menguntungkan bagi pemisahan khusus itu.

Teknik pemisahan ini disebut kromatografi pertukaran ion.

Jika suatu larutan berupa eluan yang sesuai, dialirkan melalui sebuah kolom

yang dimuati oleh suatu ion A, jalannya reaksi dapat diikuti dengan menganalisis

larutan efluen dengan kontinu. Jika konsentrasi A dalam porsi-porsi eluat yang

berturutan, dialirkan terhadap volume eluat, akan diperoleh sebuah kurva elusi seperti

diperlihatkan pada gambar:

Nampak, bahwa praktis semua A terkandung dalam volume cairan tertentu dan

juga bahwa konsentrasi A melalui suatu batas maksimum.

Jika kolom pertukaran ion memuat berbagai ion B, C dan sebagainya yang

bermuatan serupa, kurva-kurva elusi dapat diperoleh untuk masing-masing ion dengan

menggunakan eluan-eluan yang sesuai. Jika kurva-kurva elusi ini cukup jauh terpisah

seperti gambar dibawah, suatu pemisahan kuantitatif dimungkinkan jika kurva elusi itu

saling tindih, hanya akan diperoleh pemisahan yang tak lengkap. Idealnya, kurva harus

mendekati distribusi Gauss (distribusi normal). Penyimpangan yang terlalu besar dari

distribusi ini, mungkin menunjukkan teknik-teknik yang salah dan atau kondisi-kondisi

operasi yang salah.

Page 7: Prinsip Kromatografi Penukar Ion

III.Pertukaran-Ion Dalam Pelarut-pelarut Organik dan Air Organik

Penelitian-penelitian dalam sistem-sistem air telah menetapkan banyak prinsip-

prinsip dasar dari pertukaran ion, serta menghasilkan penetapan yang berguna. Namun,

lingkup dari proses pertukaran ion telah diperluas selama sekitar dekade terakhir ini

dengan menggunakan baik sistem pelarut organik, maupun sistem campuran pelarut

air-organik.

Pelarut organik yang umum digunakan adalah senyawa-senyawa okso dari tipe

alkohol, keton, dan karboksilat, yang umunya mempunyai tetapan dielektrik di bawah

40. Maka kation-kation, dan anion-anion tentunya akan berpasangan lebih kuat dalam

sistem-sistem pelarut demikian dibandingkan dalam air, dan faktor ini sendiri saja

dapat diharapkan akan mengubah selektivitas untuk resin. Selain mempengaruhi gaya-

gaya yang murni elektrostatik ini, adanya pelarut-pelarut organik dapat meningkatkan

kecenderungan suatu kation untuk membentuk kompleks dengan ligan lainnya, jadi

memodifikasi perilaku pertukaran ionnya. Dalam pelarut campuran air-organik,

besarnya efek-efek demikian jelas bergantung pada proporsi pelarut organik yang ada.

Seperti telah ditunjukkan, resin-resin penukar ion merupakan sistem-sistem

osmotik yang mengembang karena pelarut tertarik ke dalam resin. Dimana sistem

pelarut campuran digunakan, terjadi kemungkinan osmosis preferensial (osmosis yang

lebih dipilih), dan telah diperlihatkan bahwa fase resin-resin kation yang sangat asam

dan fase resin anion yang sangat basa, cenderung untuk secara dominan menyerap air

ke dalam struktur resin, sedangkan larutan yang mengambang di antara resin-resin,

secara dominan adalah pelarut organik. Efek ini (sorpsi air yang lebih dipilih

(preferensial) oleh resin) meningkat dengan menurunnya tetapan dielektrik dari pelarut

organik itu.

Suatu akibat yang menarik dari sorpsi selektif ini adalah bahwa kondisi-kondisi

untuk kromatografi (partition chromatography) muncul, yang dapat memperbaiki

faktor-faktor pemisahan pertukaran ion yang normal. Aspek ini telah dimanfaatkan

oleh Korkisch untuk pemisahan ion-ion anorganik dengan apa yang disebut ’Metode

Kombinasi Pertukaran Ion-Ekstraksi pelarut’ (CISE = Combined Ion Exchange-Solvent

Extraction).

Page 8: Prinsip Kromatografi Penukar Ion

IV. Resin-resin Penukar-Ion Pembentuk Sepit

Suatu sifat penting dari penukar ion penyempit adalah selektivitas mereka yang

lebih besar dibandingkan penukar-ion jenis konvensional. Afinitas suatu ion logam

tertentu terhadap suatu resin-penyempit tertentu, bergantung terutama pada sifat gugus

penyepit. Dan perilaku selektif dari resin, terutama didasarkan atas perbedaan-

perbedaan dalam kestabilan komplek-komplek logam yang berbentuk pada resin itu

pada berbagai kondisi pH.

Proses pertukaran ion dalam suatu resin-penyepit biasanya lebih lambat

ketimbang dalam penukar jenis biasa, dimana laju nampaknya dikendalikan oleh

mekanisme difusi partikel.

Menurut Gregor et al., sifat-sifat berikut diperlukan untuk suatu zat penyepit,

yang akan dimasukkan sebagai gugus fungsional ke dalam suatu resin penukar-ion.

1. zat penyepit itu harus, sendirian, atau bersama-sama sebuah zat perangkai-silang,

menghasilkan ke dalam suatu gel resin yang cukup stabil; atau ia sanggup

dimasukkan ke dalam suatu matriks polimer.

2. gugus penyepit itu harus memiliki kestabilan kimia yang cukup, sehingga selama

sintesis (pembentukan) resin itu, struktur fungsionalnya tak berubah oleh

polimerisasi atau reaksi apapun.

3. struktur ruang (sterik) dari gugus penyepit itu harus kompak, sehingga

pembentukan cincin sepit dengan kation, tak akan terintangi oleh matriks resin.

4. tata letak gugus-gugus ligan yang spesifik itu harus tetap terpelihara di dalam resin.

Ini terutama perlu karena zat-zat penyepit yang membentuk komplek yang stabil,

biasanya paling sedikit tridentat

Pertimbangan-pertimbangan ini menunjukkan bahwa banyak zat penyepit tak

dapat dimasukkan ke dalam suatu resin, tanpa kehilangan kemampuan-kemampun

mereka untuk membentuk kompleks yang selektif.

Bahan permulaan untuk sintesis resin penyepit ini adalah stirena-divinilbenzena

terklorometilasi yang mengalami reaksi aminasi dan laku diolah dengan asam mono-

klorasetat.

V. Penukar-Ion Cairan

Proses penukaran ion yang melibatkan resin penukar, terjadi antara fase padat

dengan fase cair, sementara dalam hal penukar ion cairan, proses berlangsung antara 2

Page 9: Prinsip Kromatografi Penukar Ion

larutan yang tidak saling tercampurkan. Penukar ion cairan terdiri dari asam dan basa

yang berbobot molekul tinggi, yang memiliki kelarutan yang rendah dalam air, tetapi

kelarutan yang tinggi dalam pelarut-pelarut yang tidak tercampurkan dengan air.

Begitulah, larutan suatu basa yang tidak larut dalam air, dalam pelarut yang tidak

tercampurkan dalam air, dapat digunakan sebagai penukar anion. Sama halnya dengan

asam yang tidak terlarutkan dalam air, dapat bertindak sebagai penukar kation untuk

ion-ion dalam larutan air.

Penukar anion yang sekarang tersedia sebagian besar berdasarkan amino alifatik

primer, sekunder dan tersier, misalnya penukar ion Amberlite LA.1 [N-dodesenil

(trialkilmetil)amina] dan Amberlite LA.2 [N-lauril (trialkilmetil)amina], yang

keduanya adalah amin sekunder. Cairan penukar anion paling baik digunakan sebagai

larutan dan pelarut organik inert seperti benzena, toluena, petroleum eter, sikloheksena,

dan sebagainya.

Kerja penukar ion cairan melibatkan perpindahan selektif suatu zat terlarut

antara suatu fase air dan suatu fase organik yang tak tercampurkan yang mengandung

penukar cairan. Begitulah amina yang berbobot molekul tinggi, dalam larutan asam

menghasilkan kation-kation yang mampu membentuk spesi-spesi dengan berbagai

anion, yang dapat diekstraksi. Teknik yang digunakan untuk pemisahan dengan

penukar ion cairan identik dengan teknik yang digunakan dalam pemisahan dengan

ekstraksi pelarut, jadi penukar-penukar ini memberi banyak sifat-sifat yang

menguntungkan baik dari pertukaran ion maupun ekstraksi pelarut. Namun, ada

kesulitan dan kekurangan berkaitan dengan penggunaan mereka, dan ini penting

diperhatikan agar dapat menggunakan penukar ion cairan secara efektif.

B. APLIKASI KROMATOGRAFI PENUKAR ION

Kromatografi penukar ion (atau kromatografi ion) adalah sebuah proses yang

memberikan pemisahan ion-ion dan molekul polar berdasarkan their charge. Kromatografi

ini dapat digunakan untuk hampir semua jenis of charge molecule termasuk protein besar,

nukleotida kecil, dan asam amino. Larutan yang dimasukkan biasa disebut sampel, dan

pemisahan komponen-komponen secara sendiri-sendiri disebut analit. Kromatografi

penukar ion sering digunakan dalam pemurnian protein, analisis air, dan kontrol

kualitas.

Page 10: Prinsip Kromatografi Penukar Ion

Protein merupakan makromolekul yang tersusun dari building blok asam-asam

amino.Dalam setiap molekul dari setiap jenis protein tertentu mempunyai komposisi dan

deret asamamino, serta panjang rantai polipeptida yang tidak sama.

Salah satu tahap yang banyak digunakan untuk pemurnian protein adalah

pengendapan protein. Pengendapan ini dapat dilakukan dengan mengubah kekuatan ionic,

pH, pnambahan pelarut organik, polimer dan penambahan garam. Garam – garam yang

efektif digunakan pada proses pengendapan protein adalah garam yang multi anonik

seperti sulfat, fosfat, dansitrat (Scopes,1994).

Pemurnian Protein

Kromatografi pertukaran ion memisahkan protein berdasarkan pada muatan bersih

protein dan pada kekuatan relatif dari muatan bersih protein tersebut. Kromatografi

pertukaran ion memerlukan fase diam yang biasanya merupakan polimer terhidratasi yang

bersifat tidak larut seperti selulosa, dekstran dan agarosa. Gugus penukar ion

diimobilisasikan pada matrik. Beberapa gugus penukar anion yaitu aminoetil (AE-)

kuaternari aminoetil (QAE-) dan dietilaminoetil (DEAE-), sedangkan gugus penukar

kation yaitu sulfopropil (SP-), metil sulfonat dan karboksimetil (CM-). Penukar ion lemah

hanya dapat mempertahankan kondisi terionisasi pada rentang pH sempit dan kehilangan

muatannya pada pH tertentu, sedangkan penukar ion kuat dapat mempertahankan kondisi

terionisasi pada rentang pH yang luas. Misalnya gugus penukar anion lemah DEAE-

terionisasi sempurna dibawah pH 6.0 dan akan kehilangan muatannya pada pH 9.0. Gugus

penukar kation lemah CM- akan kehilangan muatannya dibawah pH 4.5. Gugus penukar

ion kuat Q (penukar anion kuat) dan SP- (penukar kation kuat) dapat mempertahankan

kondisi terionisasi pada rentang pH 1 – 10.

Dasar dari kromatografi pertukaran ion adalah ion bermuatan dapat dengan bebas

dipertukarkan dengan ion yang memiliki tipe muatan yang sama. Protein yang memiliki

muatan negatif dapat dipertukarkan dengan ion klorida. Mula-mula gugus fungsional

matrik yang bermuatan negatif mengikat ion dari bufer (misalnya Na+). Pada saat sampel

dimasukkan ke dalam kolom, maka protein yang bermuatan positif akan menggantikan ion

Na+ sedangkan protein yang bermuatan negatif atau netral tidak akan terikat. Protein yang

tidak terikat dibilas dengan menggunakan buffer (biasanya dengan konsentrasi 10-50 mM).

Proses selanjutnya adalah melepaskan ikatan protein yang terikat gugus fungsional matrik

dengan cara membilas kolom menggunakan bufer yang mengandung NaCl atau KCl.

Pembilasan dilakukan dengan meningkatkan konsentrasi NaCl atau KCl secara linier atau

Page 11: Prinsip Kromatografi Penukar Ion

bertahap sehingga protein yang memiliki ikatan lemah dengan matrik akan lepas terlebih

dahulu dan diikuti oleh protein yang memiliki ikatan lebih kuat.

Pemurnian protein dengan kromatrografi pertukaran ion

Pemilihan penukar ion tergantung pada muatan protein target. Muatan bersih

protein tergantung pada pH (protein semakin bermuatan positif dengan menurunkan pH

dan semakin negatif dengan menaikkan pH). Pada saat menentukan pH untuk

kromatografi, maka harus diperhatikan stabilitas protein target pada pH yang dipilih.

Apabila protein stabil pada pH diatas titik isoelektriknya (pI) maka digunakan penukar

anion (positif), tetapi bila protein stabil pada pH dibawah pI nya maka digunakan penukar

kation (negatif). Jika protein stabil pada rentang 1 unit diatas dan dibawah pI maka kedua

penukar ion dapat digunakan.

Matrik yang mengikat gugus fungsional menentukan sifat aliran, ion yang dapat

diikat, stabilitas mekanik dan kimia. Ada 3 kelompok matrik yang biasanya digunakan,

yaitu : 1. polistiren, poliakrilik atau polifenol; 2. selulosa; dan 3. Dekstran (Sephadex) atau

agarosa (sepharose). Matrik polistiren dan polifenolik lebih sering digunakan untuk

memisahkan molekul-molekul kecil seperti asam-asam amino, peptida kecil, nukleotida,

nukleotida siklik, asam-asam organik. Matrik selulosa biasanya digunakan untuk

memisahkan protein (termasuk enzim), polisakarida dan asam nukleat. DEAE-selulosa,

CM-selulosa dan fosfoselulosa paling sering digunakan. Matrik polidekstran dan agarosa

(misalnya DEAE-Sephadex, CMSephadex) digunakan untuk memisahkan protein, hormon,

tRNA dan polisakarida. Pada pemurnian xilanase, matrik selulosa biasanya tidak

Page 12: Prinsip Kromatografi Penukar Ion

digunakan karena beberapa xilanase tertentu memiliki cellulose binding domain

(Subramaniyan & Prema 2002) yang akan berinteraksi pada proses elusi normal.

Pemilihan penukar ion kuat atau lemah tergantung pada pH molekul target.

Molekul yang memerlukan pH sangat rendah atau sangat tinggi untuk dapat erionisasi atau

apabila molekul stabil pada pH ekstrim maka penukar ion kuat harus digunakan. Penukar

ion lemah akan memberikan hasil pemisahan yang lebih baik untuk protein-protein yang

memiliki muatan bersih yang berdekatan. Keuntungan kromatografi penukar ion

diantaranya adalah tidak merusak protein yang dimurnikan dan pada umumnya memiliki

kapasitas pengikatan yang tinggi. Kelemahannya adalah protein-protein yang memiliki

distribusi gugus bermuatan pada permukaannya atau memiliki pI yang sama atau mirip

akan sulit dipisahkan dengan cara kromatografi penukar ion. Selain itu larutan enzim hasil

kromatografi penukar ion mengandung kadar garam cukup tinggi yang harus dihilangkan

untuk proses pemurnian selanjutnya.

Page 13: Prinsip Kromatografi Penukar Ion

Proses penukar ion dapat dipisahkan menjadi 4 langkah yaitu:

1. Equilibrasi

2. Aplikasi sampel

3. Elusi

4. Regenerasi

1. Equilibrasi

Tahap I adalah kesetimbangan terhadap fase stasioner atau fase diam untuk

membuat kondisi awal yang diinginkan. Ketika terjadi kesetimbangan, semua bagian

dari gugus muatan pada fase stasioner berikatan dengan counter ion penukar, misalnya

Ion Klorida (Cl-) atau Sodium (Na+).

2. Aplikasi Sampel

Tahap II adalah aplikasi sampel dan pencucian. Tujuan pada tahap ini adalah

untuk mengikatkan molekul yang menjadi target dan mencuci semua material yang

tidak terikat dengan sampel buffer yang mempunyai pH dan kekuatan ionik sama,

seperti buffer awal agar supaya semua muatan protein berikatan dengan tepat.

3. Elusi

Dalam tahap ketiga ini adalah elusi, biomolekul dilepaskan dari penukar ion

dengan mengubah komposisi buffer, yang umum digunakan adalah peningkatan ionik

dengan NaCl atau gram sederhana lainnya agar supaya terjadi penurunan ikatan

Page 14: Prinsip Kromatografi Penukar Ion

protein. Deabsorbsi protein relatif terhadap jumlah gugus bermuatan pada

permukaanya.

4. Regenerasi

Tahap akhir adalah regenerasi, membuang semua molekul yang masih berikatan,

ini untuk memastikan bahwa kapasitas penuh dari fase stasioner untuk dapat digunakan

selanjutnya.

Enzim

Enzim adalah protein globular yang umumnya berfungsi sebagai biokatalis pada

semua proses kimia dalam makhluk hidup, sehingga disebut life is enzyme. Enzim mampu

meningkatkan reaksi kimia tetapi tidak diubah oleh reaksi yang dikatalisnya serta

tdak megubah kedudukan normal dari kesetimbangan kimia. Enzim mempunyai daya

katalisisspesifik yang lebih besar dari katalisator lainnya.

Enzim memegang peranan penting dalam berbagai reaksi di dalam sel. Sebagai

protein, enzim diproduksi dan digunakan oleh sel hidup untuk mengkatalisis reaksi antara

lain konversi energi dan metabolism pertahanan sel.

Untuk dapat memahami bagaimana aplikasi kromatografi penukar ion dalam

pemurnian protein, maka kami mengambil satu dari sekian banyak penelitian-penelitian

yang telah dilakukan mengenai isolasi dan pemurnian protein yaitu salah satunya enzim

xilanase. Aplikasi kromatografi penukar ion dalam pemurnian protein ini juga dapat

dikembangkan dalam bidang industri.

Page 15: Prinsip Kromatografi Penukar Ion

Aplikasi Kromatografi Penukar Ion Dalam Isolasi dan Karakterisasi Xilanase dari

Bacillus circulans

A. PENDAHULUAN

Perkembangan teknologi industri terus mengalami kemajuan terutama teknologi

yang berwawasan lingkungan. Saat ini telah dikembangkan proses bioteknologi dalam

industri pulp dan kertas. Salah satu upaya yang sedang dikembangkan adalah penggunaan

enzim pada beberapa proses pembuatan pulp dan kertas seperti pada pemasakan (cooking),

reduksi pitch, pemutihan (bleaching) dan deinking. Pemakaian enzim memiliki banyak

keunggulan seperti menghemat energi, mengurangi kebutuhan bahan kimia dan

meningkatkan kekuatan pulp dan kertas.

Salah satu enzim yang banyak dimanfaatkan dalam industri pulp dan kertas adalah

xilanase. Xilanase bisa digunakan untuk menghidrolisis xilan (hemiselulosa) menjadi gula

xilosa. Xilan banyak diperoleh dari limbah pertanian dan industri makanan. Pengembangan

proses hidrolisis secara enzimatis merupakan prospek baru untuk penanganan limbah

hemiselulosa. Penggunaan enzim xilanase diharapkan dapat mereduksi penggunaan bahan

kimia klorin yang bersifat berbahaya pada bagi lingkungan sehingga dengan menggunakan

enzim xilanase, proses pemutihan menjadi lebih ramah lingkungan. Proses pemutihan

adalah proses yang memisahkan serat kertas dari lignin (penyebab kertas berwarna kusam)

,yang selama ini memakai pemutih kimia. Xilanase digunakan untuk meningkatkan

ekstraksi lignin dan melepaskan kromofor dari pulp dalam tahapan awal pemutihan pulp.

Tujuan utama dari proses pemutihan adalah untuk meningkatkan derajat putih pulp,

sehingga pulp tersebut sesuai untuk dibuat kertas dengan jenis tertentu. Proses pemutihan

pulp tidak hanya membuat pulp menjadi lebih putih atau cerah, tetapi juga membuatnya

stabil sehingga tidak menguning atau kehilangan kekuatan dan derajat putih selama

penyimpanan.

Xilanase yang dibutuhkan dalam proses prapemutihan pulp diharapkan memiliki

beberapa karakteristik spesifik seperti tahan suhu tinggi (60-70oC), tahan pH alkali, berupa

endoxilanase dan bebas dari aktivitas selulase.

Xilanase dapat diproduksi oleh beberapa organisme seperti bakteri, alga, jamur,

aktinomisetes, ragi, protozoa, gastropoda dan artropoda. Beberapa jenis bakteri dan jamur

diketahui mampu menghasilkan xilanase ekstraseluler yang dapat menghidrolisis

hemiselulosa menjadi xilosa. Selain itu beberapa mikroorganisme yang terdapat pada

Page 16: Prinsip Kromatografi Penukar Ion

ruminansia diketahui berpotensial sebagai penghasil xilanase karena hewan ruminansia

tersebut mengkonsumsi hemiselulosa dalam jumlah besar.

Genus Bacillus diketahui sebagai penghasil xilanase yang aktif pada suhu 50 °C –

60 °C, dengan pH 7 - 9, sehingga enzim dari bakteri ini diharapkan dapat diproduksi dan

digunakan pada proses awal pemutihan pulp di industri pulp dan kertas. Hasil penelitian

terdahulu menunjukkan Bacillus circulans diketahui mampu menghasilkan xilanase

dengan aktivitas selulase terendah. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan

penelitian mengenai isolasi dan karakterisasi xilanase dari Bacillus circulans. Diharapkan

dengan penelitian ini dapat mengatasi permasalahan ketersediaan enzim yang spesifik dan

kendala yang dihadapi dalam aplikasinya di industri pulp dan kertas. Pengembangan

produksi dalam skala komersial diharapkan dapat menciptakan kewirausahaan baru dan

juga mendukung perkembangan industri pulp dan kertas yang berwawasan lingkungan.

B. BAHAN dan METODA

Bahan dan Alat

Peralatan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah rotary shaker, kantung

dialisis berbahan dasar selulosa (SIGMA CHEMICAL) dengan ukuran pori yang dapat

memisahkan protein minimal 12 kDa., refrigerated centrifuge, pengaduk magnetik, kolom

kromatografi, avometer, spektrofotometer, waterbath, elektroforesis Mini Protean IIxI.

Bakteri yang digunakan dalam penelitian ini adalah B. circulans yang berasal dari

laboratorium Mikrobiologi, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, ITB, Bandung. Bahan

utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah ammonium sulfat, NaHCO3, Na2CO3,

matriks DEAE-Toyopearl 650 M (Tosoh Corp, Tokyo, Jepang), NaCl, xilosa, K3FeCN6,

Bovine serum albumin (BSA, Fraksi V, Merck), Tris base, glisin, NaOH, poliakriamida,

gliserol, bromofenol biru, Congo Red, asam asetat. Medium xilan terdiri dari pepton 0,5%,

ekstrak ragi 0,5%, K2HPO4 0,1%, MgSO4.7H2O 0,02%, xilan oat spelt 0,5% (Sigma

Chemical), pH medium diatur 10,5 dengan Na2CO3 1%.

Metoda

1. Isolasi Xilanase

Untuk mengetahui waktu bakteri menghasilkan xilanase dan umur inokulum kultur

yang digunakan maka dilakukan pembuatan kurva tumbuh dan kurva aktivitas xilanase

dari B. circulans. Isolat ditumbuhkan pada medium xilan kemudian diinkubasi selama 80

Page 17: Prinsip Kromatografi Penukar Ion

jam. Untuk mengetahui pola pertumbuhan dan aktivitas xilanase, diambil sampel sejumlah

3 mL setiap dua jam sekali sampai dengan jam ke-24, kemudian setiap enam jam sekali

sampai jam ke-60, dan 12 jam sekali sampai kultur berumur 80 jam. Seluruh sampel yang

diperoleh dihitung jumlah koloninya dan aktivitas xilanasenya. Berdasarkan kurva

pertumbuhan dan kurva aktivitas xilanase yang telah dibuat, dilakukan produksi xilanase.

Kultur B. circulans diinokulasikan ke dalam medium xilan kemudian diinkubasi pada suhu

37◦C dengan pengadukan 200 rpm selama 18 jam. Inokulum yang digunakan adalah 10%

(v/v). Ekstrak kasar enzim diperoleh dengan mensentrifugasi kultur bakteri dengan

kecepatan 8.000 rpmselama 10 menit pada suhu 4oC.

2. Pemurnian Parsial Xilanase

Seluruh tahapan pemurnian dilakukan pada suhu 4oC dengan diagram alir seperti dibawah

ini:

a. Fraksinasi Bertingkat dan Dialisis

Ekstrak kasar enzim xilanase dari hasil isolasi difraksinasi bertingkat dengan

menggunakan garam ammonium sulfat ((NH4)2SO4) sehingga diperoleh persen saturasi 0-

20, 20-40, 40-60, 60-80, dan 80-100. Larutan kemudian diaduk dan disentrifugasi dengan

kecepatan 12.000 rpm selama 25 menit. Endapan yang diperoleh dilarutkan dalam buffer

Page 18: Prinsip Kromatografi Penukar Ion

NaHCO3-Na2CO3 25 mM pH 9,3. Hasil fraksinasi kemudian didialisis dalam 4,8 L buffer

NaHCO3-Na2CO3 selama 24 jam.

b. Kromatografi Penukar Ion

Filtrat hasil dialisis kemudian dimurnikan lebih lanjut dengan kromatografi kolom.

Kromatografi dilakukan dengan menggunakan bahan pendukung DEAE-Toyopearl 650 M

yang telah disetimbangkan dengan buffer NaHCO3-Na2CO3. Filtrat hasil dialisis kemudian

dialirkan ke dalam kolom dan dielusi secara bertahap dengan menggunakan larutan NaCl

(0-450 mM) dalam buffer NaHCO3-Na2CO3 sehingga diperoleh fraksi-fraksi. Setiap fraksi

yang diperoleh diuji aktivitas xilanase dan kadar proteinnya. Uji aktivitas xilanase dan

pengukuran protein dilakukan menggunakan metode sebagai berikut:

3. Uji Aktivitas Xilanase

Aktivitas xilanase diuji dengan mengukur jumlah gula pereduksi dari substrat xilan

dengan menggunakan metode Ferisianida Alkali (Walker dan Harmon, 1996). Mula-mula

ekstrak enzim sejumlah 50 μL ditambahkan ke dalam substrat xilan oat spelt 1-3%

sejumlah 150 μL dalam buffer Na2CO3-NaHCO3 25-100 mM (pH 10,5). Campuran

tersebut kemudian diinkubasi pada suhu 39oC selama 30 menit. Aktivitas enzim dihentikan

dengan menambahkan ferisianida alkali sejumlah 600 μL dan dididihkan selama 10 menit.

Campuran ditambahkan air sejumlah 4 mL kemudian diukur pada A420. Satu unit (U)

aktivitas xilanase didefinisikan sebagai jumlah enzim yang dapat menghasilkan 1 μmol

gula pereduksi (xilosa) per menit dengan xilan sebagai substrat.

4. Pengukuran Kadar Protein

Kadar protein diukur dengan menggunakan metoda Bradford (1976) dengan

menggunakan bovine serum albumin (BSA,Fraksi V; Merck) sebagai standar.

5. Karakterisasi Xilanase

a. Penentuan pH dan Suhu Optimum

Penentuan pH optimum dilakukan dengan menguji aktivitas xilanase pada rentang

pH 8–10 dengan rentang pH 0,5. Untuk penentuan pH optimum xilanase digunakan dua

jenis buffer yaitu buffer Tris-Cl untuk pH 8, dan buffer Glisin-NaOH untuk pH 8,5-10.

Penyesuaian pH enzim dilakukan dengan cara mengencerkan enzim sejumlah 10-100x

pada berbagai pH sehingga konsentrasi akhir buffer pada reaksi 100 mM. Penentuan suhu

Page 19: Prinsip Kromatografi Penukar Ion

optimum dilakukan dengan menguji aktivitas enzim xilanase pada rentang suhu 30-90oC

selama 30 menit dengan rentang 10oC pada pH optimum yang diperoleh.

b. Analisis Zimogram

Sampel enzim dielektroforesis dengan native gel poliakrilamida 10 % selama 4-5

jam dengan kondisi dingin (4-8oC). Mula-mula enzim dicampur dengan sampel buffer 5x

yang mengandung Tris-Cl 312,5 mM pH 6,8, gliserol 50% (v/v) dan Bromofenol biru

0,05%. Sampel sejumlah 10-36 μL dimasukkan ke dalam sumur kemudian dielektroforesis

dengan arus sebesar 24 mA pada double strength running buffer (pH 9). Gel

dielektroforesis pada Mini Protean IixI (Bio Rad) dengan tanki elektroforesis vertikal. Gel

kemudian direndam di dalam buffer Glisin-NaOH 100 mM pH 8,5 dengan substrat xilan

0,1% pada suhu 50oC selama 20-30 menit. Gel kemudian diwarnai menggunakan Congo

Red 0,1% selama 15 menit pada suhu ruangan. Gel tersebut kemudian dibilas dengan

menggunakan larutan NaCl 1 M sampai kelebihan warna pada pita hilang. Gel lalu dibilas

kembali menggunakan asam asetat 0,5% sehingga akan diperoleh zona bening yang

menunjukkan adanya aktivitas enzim xilanase dengan latar belakang biru gelap.

C. PEMBAHASAN

1. Isolasi B. circulans

Hasil skrining menunjukkan bahwa isolate B. circulans dapat menghasilkan

xilanase dengan memiliki aktivitas selusase rendah yaitu 0.232 U/mL yang lebih rendah

jika dibandingkan dengan isolate Bacillus lainnya sehingga sesuai digunakan untuk

industry pulp dan kertas.

Kondisi fermentasi yang digunakan untuk menghasilkan ilanase adalah suhu 37o C,

pH medium 10.5 dengan pengadukan 200 rpm selama 18 jam dengan jumlah inokulum

bakteri yang digunakan adalah 10% (v/v). kurva aktivitas xilanase yang tertinggi diperoleh

pada jam ke 18 dan jam ke 36 (0.378 U/mL enzim). Berdasarkan kurva tersebut, maka

waktu bakteri yang digunakan untuk percobaan selanjutnya adalah 18 jam karena pada

waktu tersebut xilanase mempunyai aktivitas tertinggi dan memiliki waktu fermentasi yang

singkat. Ekstrak kasar enzim yang diperoleh dan fermentasi dengan menggunakan 100 mL

medium adalah 100 mL berarti xilanase yang dihasilkan pada kondisi tersebut dapat

mencapai rendemen 100%.

Page 20: Prinsip Kromatografi Penukar Ion

2. Pemurnian parsial xilanase

Pemurnian dilakukan secara parsial karena pada penelitian ini tidak bisa didapat

enzim yang benar2 murni. Tingkat kemurnian suatu enzim diketahui dari aktifitas enzim

tersebut dan berdasarkan kelipatan pemurnian enzim yang diperoleh. Cara mengetahui

aktifitas enzim dengan membagi aktifitas enzim hasil pemurnian dengan aktifitas enzim

awal ekstrak kasar enzim.

Ekstrak kasar xilanase difraksinasi bertingkat sehingga didapat 5 fraksi. Dengan

adanya garam ammonium sulfat pada konsentrasi tertentu berpengaruh terhadap kelarutan

suatu protein. Jika konsentrasi garam tinggi maka kelarutan protein akan menurun

sehingga protein akan menurun sehingga protein dapat mengendap dengan sempurna,

tetapi jika konsentrasi garam rendah maka akan terjadi sebaliknya.

Hasil fraksinasi menunjukkan xilanase dapat mengendap pada seluruh tingkatan

fraksinasi yang digunakan karena pada seluruh fraksi yang diperoleh menunjukkan adanya

aktivitas xilanase. Xilanase mulai dapat mengendap pada konsentrasi garam dengan persen

saturasi 0 – 20%. Pengendapan protein semakin meningkat dengan peningkatan jumlah

garam yang ditambahkan dalam sampel protein yang ditandai dengan meningkatnya

jumlah endapan. Lalu fraksi tersebut didialisis untuk menghilangkan garam ammonium

sulfat dan molekul kecil berberat molekul rendah.

Berdasarkan hasil uji aktivitas spesifik, aktivitas xilanase fraksi dengan saturasi 20–

40% menunjukkan peningkatan aktivitas spesifik tertinggi yaitu sebesar 585.12 U/mg,

maka sampel fraksi 20 – 40% digunakan untuk proses pemurnian dengan kolom

kromatografi.

Enzim hasil fraksinasi 20 – 40 % yang telah didialisis dialirkan dalam kolom

penukar ion lalu dielusi secara bertahap dengan menggunakan NaCl (0 – 450 mM) dalam

buffer NaHCO3-Na2CO3 25 mM, pH 9.3 sehingga diperoleh 40 fraksi. Prinsip kolom

penukar ion adalah protein dengan ikatan elektrostatis yang lebih rendah dengan matriks

akan dielusi terlebih dahulu dan diikuti protein dengan ikatan elektrostatik yang lebih

tinggi. Hasil pemisahan protein dengan kolom penukar anion menunjukkan puncak

aktivitas xilanase tertinggi diperoleh pada fraksi ke 14 dengan aktivitas spesifik 805.48

U/mg.

Hasil pemurnian enzim xilanase menggunakan kromatografi penukar anion

menunjukkan peningkatan aktivitas enzim spesifik menjadi 805.48 U/mg dengan tingkat

kemurnian 46.8 kali dibanding dengan ekstrak kasarnya.

Page 21: Prinsip Kromatografi Penukar Ion

3. Karakterisasi enzim xilanase

Karakterisasi enzim xilanase dilakukan menggunakan enzim hasil pemurnian

parsial dengan parameter pH dan suhu. Juga menggunakan zimogram untuk mengetahui

keragaman xilanase dari setiap tahapan pemurnian yang dilakukan.

Xilanase memiliki aktivitas optimum pada pH 9.5 dan suhu 75o – 80o C. interaksi

kimia menyebabkan perubahan konformasi protein yang berpengaruh terhadap stabilitas

dan aktivitas protein yang dipengaruhi oleh keadaan lingkungan mikro protein dan

distribusi asam amino bermuatan pada permukaan protein.

Adanya modifikasi pada protein tersebut dapat meningkatkan interaksi pada protein

tersebut sehingga protein tersebut menjadi lebih rigid dan stabil pada suhu dan pH tinggi,

sehingga enzim tidak terdenaturasi.

4. Keragaman Xilanase

Keragaman xilanase dapat dianalisis menggunakan metode zimogram. Analisis ini

perlu dilakukan untuk mengetahui keragaman xilanase pada saat tahap pemurnian.

Keragaman enzim dapat terjadi karena adanya isoenzim. Isoenzim dihasilkan oleh bakteri

dengan tujuan agar bakteri tersebut dapat menghidrolisis substrat xilane dengan sempurna.

Dari hasil zimogram diatas diketahui bahwa terdapat dua jenis xilanase, maka kita

dapat menjelaskan adanya dua puncak aktivitas saat penentuan suhu optimum. karena

memiliki BM yang berbeda tetapi memiliki titik isoelektrik yang sama. Kedua xilanase ini

kemungkinan adalah isoenzim, karena dilihat dari BM yang berbeda tetapi memiliki titik

Page 22: Prinsip Kromatografi Penukar Ion

isoelektrik yang sama, karena kedunya mengendapa pada fraksi yang sama yaitu fraksi

saturasi 20-40%. Titik isoelektrik (TI) adalah daerah pH tertentu dimana protein tidak

mempunyai selisih muatan atau jumlah muatan positif dan negatifnya sama, sehingga tidak

bergerak ketika diletakkan dalam medan listrik pada pH isoelektrik (pI), suatu protein

sangat mudah diendapakan karena pada saat itu muatan listriknya nol. Sehingga jika kita

hubungkan dengan pH optimum xilanase yang telah didapat (pH 9,5), ada kemungkinan

bahwa pH kedua xilanase B. circulans pada fraksi 14 mendekati nilai pI, akibatnya kedua

protein tersebut dapat mengendap pada fraksi yang sama.

5. Kemungkinan Penggunaan Xilanase di Industri Pulp dan Kertas

Penggunaan xilanase dengan karateristik spesifik seperti tahan alkali dan suhu tinggi akan

memiliki beberapa keunggulan jika dilihat dari sisi teknis, ekonomi dan lingkungan.

a. Aspek Teknis

Jika kita menggunakan xilanase yang tahan alkali dan suhu tinggi akan memudahkan

penggunaan enzim pada tahapan pra-pemutihan, karena tidak perlu lagi dilakukan

proses netralisasi dan pendinginan pulp.

Penggunaan xilanase pada tahap pemutihan dapat meningkatkan fibrilasi pulp dan

retensi air, mereduksi waktu penggilingan pulp virgin, meningkatkan derajat giling

dari serat daur ulang, meningkatkan derajat putih dan menurunkan bilangan kappa.

Penggunaan xilanase juga dapat meningkatkan kualitas kertas karena xilanase dapat

meningkatkan viskositas pulp, yaitu dengan menurunkan konsumsi senyawa klorin

sampai dengan 20% dan dapat diperoleh derajat putih yang sama dengan kontrol

(tanpa menggunakan xilanase) pada tahapan pemutihan CEH (chlorinasi, extraction,

dan hipoklorit).

b. Aspek Ekonomi

Enzim merupakan metode alternatif dengan biaya rendah sehingga dapat digunakan

untuk mereduksi penggunaan klorin dan bahan bahan kimia pemutihan lainnya.

Penggunaan xilanase pada tahap pra-pemutihan ini dapat mereduksi penggunaan

bahan kimia berbahan dasar klorin/ bahan pengoksidasi yang bersifat toksik sejumlah

20-40%.

Digunakannya xilanase yang sesuai dengan karakteristik untuk proses pra pemutihan

maka ketergantungan ketersediaan enzim untuk industri pulp dan kertas dari impor

Page 23: Prinsip Kromatografi Penukar Ion

dapat berkurang. Selain itu terjadinya penurunan aktivitas enzim selama proses

penyimpanan dapat dikurangi karena pengadaan enzim yang kontinyu.

c. Aspek Lingkungan

Telah kita ketahui bahwa penggunaan xilanase pada tahap pra-pemutihan pulp

dapat mereduksi penggunaan bahan kimia berbahan dasar klorin atau bahan pengoksidasi

yang bersifat toksik sejumlah 20-40%. Dengan menurunnya senyawa klorin yang

digunakan pada proses pemutihan maka secara teoritis diharapkan kandungan bahan

berbahaya seperti senyara organik terklorinasi (AOX) dan dioksin pada air limbah industri

pulp dan kertas dapat direduksi.

Page 24: Prinsip Kromatografi Penukar Ion

DAFTAR PUSTAKA

Lehninger, A.L., 1994, Dasar-dasar Biokimia, diterjemahkan oleh Maggy

Thenawidjaya.Erlangga, Jakarta

Pudjaatmaka, H., 2002, Kamus Kimia, 434 – 435, Balai Pustaka, Jakarta

Richana, Nur, 2002, Produksi dan Prospek Enzim Xilanase dalam Pengembangan

Bioindustri di Indonesia, Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik

Pertanian, Bogor

Scopes, R.K., 1994, Protein Purification: Principles and Practice, Springer Veriag, NewYork

Toha, H.A., 2005, Deoxyribo Nucleic Acid : Keanekaragaman, Ekspresi, Rekayasa &

Efek Pemanfaatannya, Alfabeta, Bandung

Vogel, 1994, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik, ed. 4,220-231, EGC, Jakarta

Widhyastuti, N., 2007, Purifikasi dan Karakterisasi Xilanase Ekstraseluler Streptomyces

sp. SKKI-8 Asal Sukabumi, IPB Press, Bogor

http://en.wikibooks.org/wiki/Proteomics/Protein_Separations_-_Chromatography/

Ion_exchange