31
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karbohidrat yang berasal dari makanan, dalam tubuh mengalami perubahan atau metabolisme. Hasil metabolisme karbohidrat antara lain glukosa yang terdapat dalam darah, sedangkan glikogen adalah karbohidrat yang disintesis dalam hati dan digunakan oleh sel-sel pada jaringan otot sebagai sumber energi. Jadi ada bermacam- macam senyawa yang termasuk dalam golongan karbohidrat, antara lain amilum atau pati, selulosa, glikogen, gula atau sukrosa, dan glukosa Pati merupakan sumber kalori yang sangat penting, karena sebagian karbohidrat dalam makanan terdapat dalam bentuk ini. Pati terutama banyak terdapat dalam umbi-umbian seperti ubi jalar, ketela pohon, dan kentang dan pada biji-bijian seperti beras, gandum, dan

Prinsip Laprak Gelatinisasi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

gelatinisasi pati

Citation preview

IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangKarbohidrat yang berasal dari makanan, dalam tubuh mengalami perubahan atau metabolisme. Hasil metabolisme karbohidrat antara lain glukosa yang terdapat dalam darah, sedangkan glikogen adalah karbohidrat yang disintesis dalam hati dan digunakan oleh sel-sel pada jaringan otot sebagai sumber energi. Jadi ada bermacam-macam senyawa yang termasuk dalam golongan karbohidrat, antara lain amilum atau pati, selulosa, glikogen, gula atau sukrosa, dan glukosa Pati merupakan sumber kalori yang sangat penting, karena sebagian karbohidrat dalam makanan terdapat dalam bentuk ini. Pati terutama banyak terdapat dalam umbi-umbian seperti ubi jalar, ketela pohon, dan kentang dan pada biji-bijian seperti beras, gandum, dan bulgur. Pada tumbuhan, fungsi pati hampir sama dengan fungsi glikogen dalam hati yang merupakan suatu bentuk cadangan glukosa untuk digunakan pada saatnya diperlukan. Pati dibentuk dari rantai glukosa melalui ikatan glikosida. Senyawa seperti ini hanya menghasilkan glukosa pada hidrolisis, oleh karena itu disebut glukan. Pati alam tidak larut dalam air dingin, membentuk warna biru dengan larutan iodium, jika pati dipanaskan dalam air, maka butir-butir tersbut akan menyerap air, membengkak, pecah dan pati akan menyebar. Pada akhirnya pati akan membentuk gel yang bersifat kental. Sifat kekentalan ini dapat digunakan untuk mengatur tekstur bahan pangan, sedangkan sifat gelnya dapat diubah oleh gula atau asam. Pati dalam jaringan tanaman mempunyai bentuk granula yang berbeda-beda. Dengan mikroskop jenis pati dapat dibedakan karena mempunyai bentuk, ukuran, dan letak hilum yang unik. Bila pati mentah dimasukkan ke dalam air dingin, granula patinya akan menyerap air dan membengkak. Praktikum gelatinisasi pati ini bertujuan untuk mengetahui suhu gelatinisasi pati dari berbagai macam sampel tepung, seperti tepung tapioka, tepung pati jagung (Maizena), dan pati hunkue.

1.2 Maksud dan Tujuan Mengetahui suhu gelatinisasi pati dari tepung tapioka. Mengetahui suhu gelatinisasi pati dari tepung jagung. Mengetahui suhu gelatinisasi pati dari tepung hunkue.

1.3 Waktu dan TempatWaktu :Tempat : Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.

IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 TepungTepung terdiri dari butir-butir granula. Tiap tepung memiliki bentuk granula yang berbeda-beda. Tepung biasanya terbuat dari padi-padian dan umbi-umbian yang melalui berbagai tahapan proses hingga menjadi tepung kering. Tepung memiliki sifat tidak larut air, sehingga akan mengendap jika dicampur dengan air, tetapi jika dicampur dengan air panas sambil diaduk tepung akan mengalami pengembangan dan kemudian mengental, peristiwa ini disebut dengan gelatinisasi. Tepung akan mengental pada suhu 64-72oC. Jika tepung tapioka, tepung kentang, tepung jagung dimasak dengan air maka tepung-tepung ini akan menjadi kental dan bening, dan lebih jernih dari bubur dan tepung beras atau tepung terigu (Tarwotjo, 1998).Tepung dan pati yang mengandung protein tinggi dapat menyebabkan turunnya nilai viskositas pati, karena protein dan pati membentuk kompleks dengan permukaan granula sehingga kekuatan gel menjadi rendah. Selain itu, kadar lemak di dalam pati dan tepung dapat mengganggu proses gelatinisasi karena lemak dapat membentuk kompleks dengan amilosa sehingga dapat menghambat keluarnya amilosa dari granula pati. Lemak juga akan diabsorbsi oleh permukaan granula hingga terbentuk lapisan lemak yang bersifat hidrofobik disekitar granula. Lapisan tersebut akan menghambat pengikatan air oleh granula pati, sehingga kekentalan dan kelekatan pati berkurang akibat jumlah air untuk terjadinya pengembangan granula berkurang (Richana dan Sunarti, 2004). Beberapa macam tepung pati seperti tepung tapioka, tepung jagung dan tepung hunkue.2.1.1 Tepung TapiokaTepung tapioka adalah pati yang diperoleh dari hasil ekstraksi ubi kayu, dimana pati itu terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan yang tidak terlarut disebut amilopektin akan mempengaruhi sifat kelarutan dan derajat gelatinisasi pati. Semakin kecil kandungan amilosa atau semakin tinggi kandungan amilopektinnya, maka pati cenderung menyerap air lebih banyak (Tjokroadikusoemo, 1986).2.1.2 Tepung JagungTepung jagung adalah bentuk hasil pengolahan bahan dengan cara penggilingan atau penepungan. Tepung jagung adalah produk setengah jadi dari biji jagung kering pipilan yang dihaluskan dengan cara penggilingan kemudian di ayak. Menurut SNI 01-3727-1995, tepung jagung adalah tepung yang diperoleh dengan cara menggiling biji jagung (Zea mays L.) yang bersih dan baik melalui proses pemisahan kulit, endosperm, lembaga, dan tip cap. Endosperm merupakan bagian biji jagung yang digiling menjadi tepung dan memiliki kadar karbohidrat yang tinggi. Kulit memiliki kandungan serat yang tinggi sehingga kulit harus dipisahkan dari endosperm karena dapat membuat tepung bertekstur kasar, sedangkan lembaga merupakan bagian biji jagung yang paling tinggi kandungan lemaknya sehingga harus dipisahkan karena lemak yang terkandung di dalam lembaga dapat membuat tepung tengik. 2.1.3Tepung HunkweTepung hunkwe merupakan tepung kacang hijau, masih tergolong gluten-free. Kalau di Indonesia biasa dipakai untuk kue tradisional seperti puding hunkwe, kue cantik manis, nagasari hunkwe sampai es cendol. Tepung Hunkwe diperoleh melalui proses ekstraksi basah pati kacang hijau, yaitu penumbukan biji supaya terbelah, perendaman dalam air selama tiga jam, penghilangan kulit, kemudian penggilingan (ekstraksi) dengan penambahan air (rasio kacang hijau : air = 1 : 3) dan penyaringan(Subandi 1998).

2.2 GelatinisasiGelatinisasi adalah peristiwa perkembangan granula pati sehingga granula pati tersebut tidak dapat kembali pada kondisi semula (Winarno, 1947). Pengembangan granula pati pada mulanya bersifat dapat balik, tetapi jika pemanasan mencapai suhu tertentu, pengembangan granula menjadi bersifat tidak dapat balik dan akan terjadi perubahan struktur granula. Menurut Shamekh (2002), gelatinisasi adalah proses transisi fisik bersifat endotermis yang merusak keteraturan molekuler granula dan melibatkan proses pembengkakan granula, pelelehan Kristal, hilangnya birefringence dan pelarutan pati. Secara sensori, proses gelatinisasi bisa diamati karena akan menyebabkan meningkatnya viskositas pati terdispersi. Hal ini terjadi karena absorbsi air oleh granula pati. Fenomena gelatinisasi pati diamati dengan menggunakan perubahan pola difraksi sinar-x, menggunakan mikroskop polarisasi cahaya dan dengan metode differential scanning calorimetry. Selama proses gelatinisasi, Kristal pati akan mengalami pelelehan yang ditandai dengan menurunnya intensitas difraksi sinar-x, hilangnya sifat birefringent melalui pengukuran dengan mikroskop polarisasi cahaya dan menurunnya refleksi sinar melalui pengukuran dengan differential scanning calorimetry .Suhu gelatinisasi adalah suhu dimana sifat birefringence dan pola difraksi sinar-X granula pati mulai hilang. Suhu gelatinisasi dapat ditandai saat terjadi pembengkakan pada granula pati di dalam air panas secara irreversible dan diakhiri granula pati telah kehilangan sifat kristalnya. Suhu gelatinisasi pati berbeda-beda, ini disebabkan karena perbedaan ukuran, bentuk, dan energi yang diperlukan untuk mengembang. Berdasarkan profil gelatinisasi pati dikelompokkan atas 4 jenis, yaitu profil tipe A merupakan pati yang memiliki kemampuan mengembang yang tinggi, yang ditunjukkan dengan tingginya viskositas maksimum serta terjadi penurunan selama pemanasan (mengalami breakdown). Profil tipe B mirip dengan pati tipe A, tetapi viskositas maksimum lebih rendah. Profil tipe C adalah pati yang telah mengalami proses pengembangan yang terbatas, yang ditandai dengan tidak adanya viskositas maksimum dan viskositas breakdown (menunjukkan ketahanan panas yang tinggi). Profil tipe D adalah pati yang mengalami proses pengembangan yang terbatas yang ditunjukkan dengan rendahnya profil viskositas (Kusnandar, 2011).Suhu merupakan salah satu faktor yang menentukan besarnya kelarutan, dimana semakin tinggi suhu maka akan semakin tinggi pula nilai kelarutannya. Kenaikan nilai swelling power dan kelarutan ditentukan oleh lamanya waktu dan suhu pemanasan yang menyebabkan terjadinya degradasi dari pati sehingga rantai pati tereduksi dan cenderung lebih pendek sehingga mudah menyerap air. Air yang terserap pada setiap granula menyebakan nilai swelling power meningkat, dikarenakan granula-granula yang terus membengkak dan saling berhimpitan (Hakiim dan Sistihapsari, 2011).Kandungan amilosa mempengaruhi tingkat pengembangan dan penyerapan air pati. Semakin tinggi kandungan amilosa, maka kemampuan pati untuk menyerap air dan mengembang menjadi lebih besar karena amilosa mempunyai kemampuan untuk membentuk ikatan hidrogen yang lebih besar daripada amilopektin. Semakin tinggi kadar amilosa pati maka kelarutannya di dalam air juga akan meningkat karena amilosa memiliki sifat polar (Juliano, 1994).Suhu gelatinisasi tepung campuran yang medium dalam proses pembentukan gel memerlukan waktu yang lama dan suhu yang cukup tinggi. Hal ini menandakan amilopektin yang terkandung pada tepung campuran cukup tinggi. Kandungan amilopektin yang cukup tinggi pada tepung campuran serta amilopektin yang memiliki ikatan cabang 1,6 glukosa mempunyai sifat sedikit menyerap air dan sukar larut di dalam air. Tingginya kandungan amilopektin pada tepung campuran sehingga pada saat pendinginan energi yang diperlukan untuk membentuk gel tidak cukup kuat untuk melawan kecenderungan molekul amilosa untuk menyatu kembali. Pada saat dilakukan proses pendinginan, pasta pati yang telah dipanaskan disertai dengan pangadukan, ini memperlihatkan terjadinya proses retrogradasi dari molekul-molekul amilosa dan amilopektin dan viskositas pasta meningkat kembali sedangkan suhu pasta menurun (Hasnelly, 2011). Setiap jenis pati mempunyai sifat yang berbeda tergantung dari panjang rantai C-nya, apakah bentuk rantai molekulnya lurus atau bercabang. Pati termasuk homopolimer glukosa dengan ikatan -glikosidik. Pati mempunyai dua fraksi yaitu fraksi yang larut dalam air panas namanya amilosa dan fraksi yang tidak larut dalam air panas namanya amilopektin.

IIIALAT, BAHAN DAN PROSEDUR KERJA

3.1 Alat Beker gelas 100 mililiter, Timbangan, Termometer, Pipet 10 mililiter, Stopwatch, Pengaduk3.2 Bahan Tepung jagung (merk Maizena), Tepung tapioka, Tepung hunkue, Akuades, Air suhu 60oC, 70oC, 80oC, dan 90oC yang dibiarkan turun suhunya hingga 70oC, 50oC, dan 30oC.3.3 Prosedur Kerja Tepung jagung (merk Maizena), tepung tapioka, dan tepung hunkue ditimbang sebanyak 5 gram. Masing-masing tepung dimasukkan ke dalam beker gelas 100 mililiter, kemudian ditambahkan tetes demi tetes akuades sambil diaduk sampai terbentuk pasta kental. Selanjutnya untuk setiap jenis tepung ditambahkan 50 mililiter air dengan suhu berbeda, yaitu 60oC, 70oC, 80oC, dan 90oC yang dibiarkan turun suhunya hingga 70oC, 50oC, dan 30oC. Setelah tercampur, ambil campuran tepung dan air tersebut dengan pipet sebanyak 10 mililiter, kemudian keluarkan dari pipet dan hitung waktu pada saat pengeluarannya. Khusus untuk tepung yang dicampurkan dengan air bersuhu 90oC, setelah air dimasukan ke dalam beker gelas dibiarkan sekitar 5-8 menit hingga suhunya turun menjadi 70oC, kemudian diambil sebanyak 10 mililiter menggunakan pipet dan dikeluarkan. Setelah itu campuran tepung dan air suhu 70oC dibiarkan hingga suhunya turun menjadi 50oC dan dilakukan hal yang sama. Begitu pula pada campuran tepung dan air dengan suhu 30oC.

IVHASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil PengamatanTabel 1. Pengamatan Gelatinisasi Pati60oC70oC80oC90oC

70oC50oC30oC

Hunkue16,3314,6416,615,715,616,1

Tapioka15,1018,7611,2711,26247325

Maizena25,1622,2813,4012,6112,5513,69

*) angka dalam tabel merupakan waktu penetesan (detik) yang diperlukan untuk mengeluarkan 10 mililiter campuran tepung dan air dari pipet

4.2PembahasanMenurut Winarno (1984), gelatinisasi adalah peristiwa perkembangan granula pati sehingga granula pati tersebut tidak dapat kembali pada kondisi semula. Pada pati terdapat fraksi terlarut yang disebut amilosa dan ada pula fraksi yang tidak terlarut disebut dengan amilopektin. Perbandingan amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat kelarutan dan derajat gelatinisasi pati. Semakin kecil kandungan amilosa atau semakin tinggi kandungan amilopektinnya, maka pati cenderung menyerap lebih banyak air (Tjokroadikusoemo, 1986).Pati dengan kandungan amilopektin yang tinggi akan membentuk gel yang tidak kaku, sedangkan pati dengan kandungan amilopektin rendah akan membentuk gel yang kaku (Matz, 1984).Mekanisme gelatinisasi pati secara ringkas dan skematis diuraikan oleh Harper (1981) sebagai berikut:1.Tahap pertama. Granula pati masih dalam keadaaan normal, belum berinteraksi dengan apapun. Ketika granula mulai berinteraksi dengan molekul disertai dengan peningkatan suhu suspensi terjadilah pemutusan sebagian besar ikatan intermolekular pada kristal amilosa, akibatnya granula akan mengembang.2.Tahap kedua. Molekul-molekul amilosa mulai berdifusi keluar granula akibat meningkatnya aplikasi panas dan air yang berlebihan yang menyebabkan granula mengembang lebih lanjut.3.Tahap ketiga. Proses gelatinisasi berlanjut hingga seluruh mol amilosa berdifusi keluar. Hingga tinggal molekul amilopektin yang berada di dalam granula. Keadaan ini pun tidak bertahan lama karena dinding granula akan segera pecah sehingga akhirnya terbentuk matriks 3 dimensi yang tersusun oleh molekul-molekul amilosa dan amilopektin.Pada praktikum gelatinisasi pati ini, tepung yang digunakan adalah tepung pati jagung (Maizena), tepung tapioka dan pati hunkue. Masing-masing tepung yang digunakan sebanyak 5 gram. Pemberian air dengan suhu 60oC, 70oC, 80oC, dan 90oC yang dibiarkan turun suhunya hingga 70oC, 50oC, dan 30oC pada tepung yang mengandung granula pati bertujuan untuk mengetahui besarnya pembengkakan granula pati dan juga untuk mengetahui suhu gelatinisasi dari masing-masing pati. Penambahan panas akan menyebabkan granula pati mengalami peningkatan volume menjadi lebih besar.Penambahan air pada pati akan membentuk suatu sistem dispersi pati dengan air, karena pati mengandung amilosa dan amilopektin yang mempunyai gugus hidroksil yang reduktif. Gugus hidroksil akan bereaksi dengan hidrogen dari air. Dalam keadaan dingin viskositas sistem dispersi pati air hanya berbeda sedikit dengan viskositas air, karena ikatan patinya masih cukup kuat sehingga air belum masuk ke dalam granula pati. Setelah dipanaskan ikatan hidrogen antara amilosa dan amilopektin mulai melemah sehingga air semakin mudah masuk ke dalam susunan amilosa dan amilopektin dan terjadi pembengkakan granula. Apabila pemanasan dilanjutkan dalam jangka waktu tertentu kemudian dilakukan pendinginan maka perubahan viskositas pati akan membentuk profil yang berbeda-beda tergantung pada jenis pati.Perlakuan penetesan pati dari pipet untuk masing-masing tepung dengan campuran air pada suhu tertentu bertujuan untuk mengukur viskositas masing-masing pati dari tepung pati jagung, tepung tapioka, dan pati hunkue.Dari tabel dan kurva hasil pengamatan dapat terlihat perbedaan waktu penetesan masing-masing tepung dengan suhu yang berbeda pula. Pati hunkue dengan pencampuran air pada suhu 70oC, waktu penetesannya tercatat 14,64 detik, sementara pencampuran dengan air pada suhu 80oC, waktu penetesannya 16,6 detik. Terjadi kenaikan waktu penetesan. Sementara, untuk tepung pati jagung (Maizena) dengan pencampuran air pada suhu 70oC, waktu penetesannya tercatat 22,28 detik, dan pencampuran dengan air pada suhu 80oC, waktu penetesannya 13,40 detik. Terjadi penurunan waktu penetesan dan berbanding terbalik dengan waktu penetesan pati hunkue pada suhu yang sama.Viskositas dan suspensi pati hunkue lebih tinggi tiga kali daripada pati jagung dan menunjukkan tidak adanya penurunan (Budiyati, 2010). Akan tetapi, dari teori yang telah disebutkan tidak sama dengan hasil yang didapatkan pada praktikum kali ini. Secara umum pati hunkue termasuk pati yang memiliki kandungan amilosa beesar (25-30%) (Muchtadi et al, 1987). Pada dasarnya amilosa akan lebih berperan saat proses gelatinisasi dan lebih menentukan karakter dari pasta pati. Suhu gelatinisasi pati hunkue berkisar antara 71-72oC (Thitipraphunkul, 2003). Sedangkan, menurut Fennema (1996), suhu gelatinisasi pati jagung adalah 62-80oC, dan kandungan amilosanya sekitar 25%. Kandungan amilosa yang tinggi menyebabkan pati lebih banyak menyerap air, sehingga pembengkakan granula pati terjadi pada suhu yang lebih rendah. Dari hasil pengamatan, lamanya waktu penetesan akan menentukan viskositas. Semakin lama waktu penetesannya, maka viskositasnya semakin tinggi (semakin kental). Selama pemanasan, viskositas meningkat, selanjutnya menurun setelah melewati suhu gelatinisasi.Berdasarkan teori yang telah disebutkan sebelumnya, disebutkan bahwa suhu gelatinisasi pati jagung adalah 62-80oC, dan untuk pati hunkue berkisar anatar 71-72oC. Maka, suhu gelatinisasi pati jagung berdasarkan teori lebih rendah daripada suhu gelatinisasi pati hunkue. Adanya perbedaan suhu gelatinisasi ini dapat disebabkan karena perbedaan ukuran dan sebaran granula dari masing-masing pati serta kandungan amilosanya.Hasil pengamatan yang dibandingkan antara pati hunkue dan pati jagung pada suhu 70oC dan 80oC menyatakan bahwa waktu penetesan pati hunkue mengalami kenaikan, sementara pati jagung mengalami penurunan. Hal tersebut menandakan bahwa viskositas pati hunkue pada suhu 80oC lebih tinggi dari pati jagung pada suhu yang sama. Sebelumnya telah disebutkan bahwa viskositas akan menurun setelah melewati suhu gelatinisasi. Pati jagung yang mengalami penurunan waktu penetesan menandakan bahwa pati telah mengalami gelatinisasi pada suhu sekitar 70oC. pati hunkue yang mengalami kenaikan waktu pentesan dari suhu 70oC ke 80oC menandakan viskositas juga meningkat dan belum mengalami gelatinisasi pati, karena granula pati masih mengembang.Pati hunkue dan tepung pati jagung (Maizena) sama-sama mengalami kenaikan waktu penetesan saat pencampuran dengan air pada suhu 90oC yang dibiarkan turun hingga 50oC dan 30oC. Pati hunkue, pada suhu 50oC waktu penetesannya 15,6 detik, sementara pada suhu 30oC, waktu penetesannya 16,1 detik. Tepung pati jagung (Maizena), pada suhu 50oC waktu penetesannya 12,55 detik, sementara pada suhu 30oC, waktu penetesannya 13,69 detik.Pati yang telah dicampurkan dengan air bersuhu 90oC dibiarkan dingin hingga suhunya mencapai 70oC, 50oC dan 30oC. Pada suhu 90oC, diperkirakan bahwa pati telah melewati suhu gelatinisasinya. Sesuai dengan teori yang telah disebutkan sebelumnya, suhu gelatinisasi pati hunkue dan pati jagung dibawah 90oC. Campuran pati yang dibiarkan dingin dan turun suhunya akan kembali mengalami kenaikan viskositas. Dari hasil pengamatan terlihat bahwa pati jagung maupun pati hunkue mengalami peningkatan waktu penetesan dari suhu 50oC ke 30oC. Dengan meningkatnya waktu penetesan, maka viskositas juga meningkat. Pati jagung dan pati hunkue pada suhu 50oC memiliki waktu penetesan paling rendah setelah pencampuran dengan air pada suhu 90oC. Kedua jenis pati tersebut dapat dikatakan mengalami breakdown viscosity. Breakdown viscosity adalah penurunan viskositas yang terjadi dari viskositas maksimum menuju viskositas terendah ketika suhu dipanaskan pada suhu 90oC (Utami, 2009). Nilai breakdown viscosity yang rendah menunjukkan tingkat kehancuran granula yang cukup tinggi. Pada viskositas terendah ini granula akan hancur sempurna dan komponen amilosa dan amilopektin terpisah.

VKESIMPULAN

Dari hasil pengujian penambahan air dengan suhu 60oC, 70oC, 80oC, dan 90oC pada tepung pati jagung (Maizena), tepung tapioka dan pati hunkue, dapat disimpulkan:1. Suhu gelatinisasi dari tiap pati berbeda, dapat tergantung dari kadar amilosa yang terkandung di dalamnya, perbedaan ukuran maupun sebaran granula pati tersebut.2. Suhu gelatinisasi untuk pati jagung sekitar 70oC yang ditandai dengan menurunnya waktu penetesan pada suhu 70oC dan suhu 80oC. Sementara suhu gelatinisasi untuk pati ganyong sekitar 80oC yang ditandai dengan meningkatnya waktu penetesan pada suhu 70oC dan suhu 80oC. Suhu gelatinisasi untuk tepung tapioka (pati singkong) sekitar 70oC yang ditandai dengan menurunnya waktu penetesan pada suhu 70oC dan suhu 80oC

DAFTAR PUSTAKABudiyati, Rina. 2010. Formulasi Tepung Komposit Berbasis Pati Ganyong (Canna edulis Kerr.) Termodifikasi Heat Moisture Treatment dan Tepung Kacang Tunggak (Vigna unguiculata) pada Pembuatan Mi Kering, Skripsi, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.Dewan Standar Nasional. 1995. Tepung Jagung. Menteri Pertanian. JakartaFennema, Owen R. 1996. Food Chemistry. New York: Marcel Dekker, Inc.Greenwood, C. T. 1979. Observation on The Structure of The Starch Granule. Di dalam J. M. V. Blanshard dan J. R. Mitchel (eds). Polisacharides in food. Butter Worth London.Harper, J.M. 1981. Extrusion of Food Vol II. Florida: CRC Press Inc. Boca Raton.Matz, S.A. 1984. Food Texture. New York: The AVI Publ. Co.Poedjiadji, A. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: UI-Press.Shamekh, SS. 2002. Effects of Lipids, Heating and Enyzmatic Treatment on Starches. Finland: Technical Research Center of Finland.Subandi Inu G dan Hermanto. 1998. Jagung Teknologi produksi dan Pascapanen. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.Sultanry dan Kaseger. 1985. Kimia Pangan. Makassar: Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Bagian Timur.Tjokroadikoesoemo, P. S. 1986. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. Jakarta: PT. Gramedia.Utami, Putri Yudi. 2009. Peningkatan Mutu Pati Ganyong (Canna edulis Ker) Melalui Perbaikan Proses Produksi, Skripsi, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.Winarno, F.G. 1984. Kimia Pangan. Jakarta: PT. Gramedia.