82
PROBLEMATIKA/SEMINAR IPA SD A. KOMPETENSI GURU IPA SD Dalam konteks problematika /seminar IPA SD, kompetensi yang implementasinya memerlukan kegigihan dengan intensitas yang tinggi mencakup dua hal , yaitu kompetensi pedagogis, dan kompetensi profesional. Berikut matrik peta kompetensi guru IPA MATRIK PETA KOMPETENSI GURU IPA SD KOMPETENSI GURU TOPIK KOMPETENSI PANDUAN Tatap Muka Tugas Terstruktur Tugas Mandiri PEDAGOGIK 1.4 Mengidentifik asi kesulitan belajar peserta didik dalam mata pelajaran yang diampu 10.1 Melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan Identif ikasi Masalah Guru mampu mengidentif i kasi masalah yang dihadapi dalam pembelajara n IPA 1. Menyusun case study 2. Melakuka n analisis, klasifikasi dan merumuskan masalah dari case study 3. Membuat kajian kritis mengenai Memahami kembali materi yang berkaitan dengan identifikas i masalah 1

PROBLEMATIKA belajar

  • Upload
    hida

  • View
    57

  • Download
    2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

seminar

Citation preview

PROBLEMATIKA/SEMINAR IPA SDA. KOMPETENSI GURU IPA SD

Dalam konteks problematika /seminar IPA SD, kompetensi yang implementasinya memerlukan kegigihan dengan intensitas yang tinggi mencakup dua hal , yaitu kompetensi pedagogis, dan kompetensi profesional. Berikut matrik peta kompetensi guru IPA MATRIK PETA KOMPETENSI GURU IPA SDKOMPETENSI GURUTOPIKKOMPETENSI PANDUAN

Tatap MukaTugas TerstrukturTugas Mandiri

PEDAGOGIK

1.4 Mengidentifikasi kesulitan belajar peserta didik dalam mata pelajaran yang diampu

10.1 Melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan

10.2 Memanfaatkan hasil refleksi untuk perbaikan dan pengembangan lima mata pelajaran SD/MI Identifikasi MasalahGuru mampu mengidentifi kasi masalah yang dihadapi dalam pembelajaran IPA1. Menyusun case study

2. Melakukan analisis, klasifikasi dan merumuskan masalah dari case study

3. Membuat kajian kritis mengenai Problematika pembelajaran IPAMemahami kembali materi yang berkaitan dengan identifikasi masalah

2. 3.Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang diampuPerencanaan TindakanGuru mampu menyusun rencana tindakan perbaikan pembelajaran IPA dan menyusun instrumen pengumpulan data1. Menyusun perangkat pembelajaran sesuai masalah yang dipilih

2. Menyusun instrumen observasi yang akan digunakan pada saat pelaksanaan tindakan di kelasMenulis dalam laporan pelaksanaan, RPP, setting penelitian, teknis, jenis data, instrumen pengumpulan data yang akan digunakan dalam PTK, serta cara menganalisis data

8. Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidikPelaksa naan dan ObservasiGuru terampil melaksanakan rencana tindakan perbaikan pembelajaran dalam bentuk open class, mengobservasi pembelajaran untuk mengumpulkan data, dan melakukan diskusi refleksi.Berlatih menerapkan rencana pembelajaran yang telah dirancangnya dan meningkatkan kemampuan menginterpretasi data hasil pengamatan

9. Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaranAnalisis dan Interpretasi DataGuru mampu mengorganisir, menganalisis, dan menginterpretasikan data; serta mengenali kelebihan dan kekurangan yang harus diperbaiki dari hasil pelaksanaan pembelajaran IPAMembuat laporan hasil pengorganisasian data, analisis, dan interpretasi data hasil pembelajaran yang telah dilakukan sesuai dengan data hasil observasi.Mempelajari contoh-contoh pengorganisa-sian data

PROFESIONAL

21. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran IPA22. Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara efektifPerencanaan TindakanGuru mampu menyusun rencana tindakan perbaikan pembelajaran IPA dan menyusun instrumen pengumpulan data1. Menyusun perangkat pembelajaran sesuai masalah yang dipilih

2. Menyusun instrumen observasi yang akan digunakan pada saat pelaksanaan tindakan di kelasMenulis dalam laporan pelaksanaan, RPP, setting penelitian, teknis, jenis data, instrumen pengumpulan data yang akan digunakan dalam PTK, serta cara menganalisis data

23. Mengembang-kan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan refektifRefleksi dan Tindak LanjutGuru memiliki keterampilan untuk melakukan refleksi dan menentukan tindak lanjut dengan tepat, serta menyusun rencana tindakan untuk PTK siklus 2.1. Membuat refleksi dan tindak lanjut dari data yang ditemukan

2. Membuat rumusan rencana tindakan dan perangkat pembelajaran untuk siklus 2

3. Melaksanakan PTK siklus 21. Melakukan analisis dan interpretasi data siklus 2

2. Melakukan refleksi dan evaluasi pelaksanaan siklus 2

Penyusunan ProposalGuru mampu menyusun proposal penelitian tindakan kelasMenyusun proposal penelitian tindakan kelas berdasarkan pilihan masalah masing-masingMempelajari Sumber Belajar 1 sampai 7

Penyusunan Laporan Guru mampu menyusun laporan Penelitian Tindakan Kelas.Melanjutkan penyusunan laporan PTKMempelajari contoh-contoh laporan PTK

B. PERMASALAHAN PEMBELAJARAN

Proses pembelajaran pada hakekatnya merupakan suatu proses yang ditata dan diatur sedemikian rupa menurut langkah-langkah tertentu agar dalam pelaksanaaannya dapat mencapai hasil yang diharapkan dan kompetensi dasar dapat tercapai secara efektif.Oleh karena itu seorang guru yang profesional dituntut untuk mampu mengembangkan perencanaan pembelajaran yang didasarkan pertimbangan yang matang agar siswa memiliki pengalaman belajar yang bermakna. Sampai saat ini masih ada (banyak) guru yang membuat perencanaan pembelajaran sekedar untuk persaratan administratif. Hal tersebut tidak sepenuhnya salah, Namun guru profesional selalu menjadikan perencanaan pembelajaran sebagai acuan dalam pencapaian standar kompetensi, kompetensi dasar , dan indikator-indikatornya.

Agar kegiatan pembelajaran dapat berjalan efektif dan efisien, maka mengenali komponen-komponen pembelajaran merupakan pekerjaan penting. Oleh karena iru seorang guru seharusnya memiliki kemampuan menganalisis komponen-komponen yang bekerja dalam sistem pembelajaran. Sehingga kelemahan/permasalahan yang terjadi pada setiap komponen sistem pembelajaran dapat segera diantisipasi kemudian diatasi. Proses pembelajaran secara sistem dapat digambarkan sebagai berikut:

TUJUAN BELAJAR

STRATEGI PEMBELAJARAN

INPUT

OUTPUTKEMAMPUAN SISWA

PERUBAHAN

TINGKAH

LAKU SISWAPERMASALAHAN-PERMASALAHAN PEMBELAJARAN YANG BERSUMBER DARI KOMPONEN SISTEM PROSES PEMBELAJARAN

Komponen yang terdapat dalam sebuah kelas yang dapat menjadi sumber permasalahan adalah sebagai berikut.

1. Siswa, dapat dicermati obyeknya ketika siswa sedang mengikuti proses pembelajaran. Contoh permasalahan tentang siswa antara lain perilaku disiplin siswa, motivasi atau semangat belajar siswa, keterampilan berpikir kritis, kemampuan memecahkan masalah dan lain-lain.Contoh kasus:

a. Di kelas 5 Candra termasuk siswa yang cukup pandai. Nilainya selalu di atas rerata kelas. Walaupun demikian Candra selalu melakukan kesibukan sendiri ketika ibu Dina mengajarkan mata pelajaran IPA. Ketika ditanya masalah itu. Candra mengatakan bahwa pelajaran IPA tidak menarik. Selain itu, dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan Candra tidak bekerja dengan sunguguh-sungguh karena tugas terseb ut terlalu mudah bagi dia. Setelah selesai mengerjakan tugas yang diberikan, Candra Candra mengajak mengobrol teman sebangkunya yang asyik mengerjakan tugas.

b. Pak Adi sedang membahas topik Keluarga masyarakat, dan lingkungan Tampaknya semua siswa dengan cepat dapat memahaminya. Oleh karena itu, Pak Adi membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang tiap kelompoknya terdiri atas tiga sampai lima orang siswa untuk melakukan diskusi kelompok. Pada duapuluh menit pertama . kegiatan kelompok berjalan lancar, namun selanjutnya pak Adi melihat bahwa kelompok 4 yang terdiri atas Anna, Budi, dan Samsul , tidak melakukan kerja kelompok. Pak adi dapat melihat bahwa dalam kelompok tersebut terjadi perselisihan. Kemudian Beliau mendekati mereka dan berbicara dengan ketiganya. Pak Adi : Tampaknya kalian mengahadapi kesulitan. Apa yang menjadi masalah?

Budi

: Ini, Pak. Anna merasa bahwa dia mengetahui semuanya sehingga dia mengerjakan sendiri semua tugas yang diberikan.

Anna

: Paling tidak, saya tidak semalas kalian. Saya sudah mengerjakan semua tugas. Sementara kalian ngobrol tentang liburan kalian.

Pak Adi

: Tampaknya kalian harus belajar satu sama lain untuk mengetahui bagaimana kerjasama yang baik diantara kalian. Jika kalian tidak menemukan cara kerja sama yang baik diantara kalian, kalian tidak akan mendapat apa-apa dari kegiatan kelompok ini. Mungkin kalian dapat mengerjakan tugas tersebut secara individu. Kemudian, kalian diskusikan hasilnya. Bapak yakin kalian akan mendapatkan hasil yang terbaik.

c. Suasana belajar menegangkan, banyak siswa yang aktivitasnya rendah bahkan cenderung malas belajar

2. Guru, dapat dicermati ketika yang bersangkutan sedang mengajar atau membimbing siswa. Contoh permasalahan tentang guru antara lain penggunaan metode atau strategi pembelajaran, penggunaan pendekatan pembelajaran, dan sebagainya.Contoh:

a. Lakukan analisis mengenai altrnatif metode pembelajaran apa saja yang dapat dipilih dan tepat digunakan untuk mencapai kompetensi dasar dan indikator pada mata pelajaran . Anda dapat menggunakan matrik seperti berikut ini atau mengembangkan sendiri.

Mata Pelajaran: IPA Kelas

: IVStandar Kompetensi; Memahami hubungan antara struktur organ tubuh manusia dengan fungsinya serta pemeliharaannya.Kompetensi DasarPermasalahan Alternatif PemecahannyaAlasan Penggunaannya

Mendiskripsikan hubungan antara struktur panca indera dg fungsinya

Lakukan hal yang sama media pembelajaran. Jika anda bisa melakukan latihan tersbut dengan baik, hal ini akan berguna sebagai salah satu cara dalam mengalisis metode pembelajaran yang tepat dan menganalisis kebutuhan (need analysis) akan media pembelajaran, khususnya disekolah anda.b. guru mendominasi kegiatan pebelajaran sementara siswa hanya duduk manis dan mencatat penjelasan guru

3. Materi pelajaran, dapat dicermati ketika guru sedang mengajar atau menyajikan materi pelajaran yang ditugaskan pada siswa. Contoh permasalahan tentang materi misalnya urutan dalam penyajian materi, pengorganisasian materi, integrasi materi, dan lain sebagainya. 4. Peralatan atau sarana pendidikan, dapat dicermati ketika guru sedang mengajar dangan menggunakan peralatan atau sarana pendidikan tertentu. Contoh permasalahan tentang peralatan atau sarana pendidikan antara lain pemanfaatan laboratorium, penggunaan media pembelajaran, dan penggunaan sumber belajar.

5. Hasil pembelajaran yang ditinjau dari tiga ranah (kognitif, afektif, psikomotorik), merupakan produk yang harus ditingkatkan. Hasil pembelajaran akan terkait dengan tindakan yang dilakukan serta unsur lain dalam proses pembelajaran seperti metode, media, guru, atau perilaku belajar siswa itu sendiri.6. Lingkungan, baik lingkungan siswa di kelas, sekolah, maupun yang lingkungan siswa di rumah. Apakah mereka belajar?

7. Pengelolaan, merupakan kegiatan dapat diatur/direkayasa dengan bentuk tindakan. Contoh permasalahan tentang pengelolaan antara lain pengelompokan siswa, pengaturan jadwal pelajaran, pengaturan tempat duduk siswa, penataan ruang kelas, dan lain sebagainya.

Karena makna "kelas" adalah sekelompok peserta didik yang sedang belajar serta guru yang sedang memfasilitasi kegiatan belajar, maka permasalahan pembelajaran cukup luas. Permasalahan tersebut di antaranya adalah sebagai berikut.

a. Masalah belajar siswa di sekolah, seperti misalnya permasalahan pembelajaran di kelas, kesalahan-kesalahan dalam pembelajaran, miskonsepsi, misstrategi, dan lain sebagainya.

b. Pengembangan profesionalisme guru dalam rangka peningkatan mutu perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi program dan hasil pembelajaran.

c. Pengelolaan dan pengendalian, misalnya pengenalan teknik modifikasi perilaku, teknik memotivasi, dan teknik pengembangan potensi diri.

d. Desain dan strategi pembelajaran di kelas, misalnya masalah pengelolaan dan prosedur pembelajaran, implementasi dan inovasi penggunaan metode pembelajaran (misalnya penggantian metode mengajar tradisional dengan metode mengajar baru), interaksi di dalam kelas (misalnya penggunaan stretegi pengajaran yang didasarkan pada pendekatan tertentu).

e. Penanaman dan pengembangan sikap serta nilai-nilai, misalnya pengembangan pola berpikir ilmiah dalam diri siswa.

f. Alat bantu, media dan sumber belajar, misalnya penggunaan media perpustakaan, dan sumber belajar di dalam/luar kelas.

g. Sistem assesment atau evaluasi proses dan hasil pembelajaran, seperti misalnya masalah evaluasi awal dan hasil pembelajaran, pengembangan instrumen penilaian berbasis kompetensi, atau penggunaan alat, metode evaluasi tertentu

h. Masalah kurikulum, misalnya implementasi KTSP, urutan penyajian meteri pokok, interaksi antara guru dengan siswa, interaksi antara siswa dengan materi pelajaran, atau interaksi antara siswa dengan lingkungan belajar.

Berdasarkan cakupan permasalannya, seorang guru akan dapat menemukan penyelesaian masalah yang terjadi di kelasnya melalui PTK. Hal ini dapat dilakukan dengan menerapkan berbagai ragam teori dan teknik pembelajaran yang relevan. Selain itu, PTK dilaksanakan secara bersamaan dangan pelaksanaan tugas utama guru yaitu mengajar di dalam kelas, tidak perlu harus meninggalkan siswa. Dengan demikian, PTK merupakan suatu bentuk penelitian yang melekat pada guru, yaitu mengangkat masalah-masalah aktual yang dialami oleh guru di lapangan. Dengan melaksanakan PTK, diharapkan guru memiliki peran ganda yaitu sebagai praktisi dan sekaligus peneliti.

C. PENGEMBANGAN BAHAN AJAR IPA BERBASIS LINGKUNGAN LOKALBerikut disajikan hasil penelitian model bahan ajar lingkungan hidup baerasis lokal dalam mata pelajaran IPA yang bisa diacu oleh guru guna pengembangan yang sama di daerahnya masing-masingPENGEMBANGAN MODEL BAHAN AJAR PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP BERBASIS LOKAL DALAM MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAMSyukri Hamzah1A. PENDAHULUAN

Dampak dan hasil "pendidikan lingkungan hidup" yang telah dilaksanakan di lembaga-lembaga pendidikan belum banyak terlihat, baik pada masyarakat maupun lingkungan. Sebaliknya, berbagai permasalahan lingkungan hidup yang berakar dari perilaku manusia masih kerap kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Kenyataan belum maksimalnya capaian hasil pendidikan ini diakui oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup Indonesia (2004:3) yang menyatakan bahwa "materi dan metode pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup tidak aplikatif, kurang mendukung penyelesaian permasalahan lingkungan hidup yang dihadapi di daerah masing-masing." Hal ini secara tidak langsung merupakan indikasi bahwa secara umum konsepsi pendidikan lingkungan hidup di sekolah lebih banyak pada tatanan ide dan instrumental, belum pada tatanan praksis. Oleh karena itu, pengkajian terhadap pelaksanaan pembelajaran pendidikan lingkungan hidup selama ini sangat perlu dilakukan, dalam arti bahwa kita perlu mengkaji strategi pembelajaran dan penyediaan pengalaman belajar pada peserta didik dalam rangka mencari alternatif bentuk model pembelajaran yang dianggap akan lebih efektif dari yang sebelumnya. Keharusan untuk meninjau kembali tentang pelaksananan pendidikan lingkungan hidup juga ditekankan oleh Soemarwoto (2001: 180-183) yang menyatakan bahwa pendidikan lingkungan hidup mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi perlu ditinjau kembali agar bahan pelajaran dapat diinternalkan dan melahirkan masyarakat yang bersikap dan berkelakuan ramah terhadap lingkungan hidup. Menurut beliau kelemahan selama ini adalah pelajaran lingkungan idup terlalu berat pada ekologi dan tidak memasukkan hal-hal praktis dari kehidupan sehari-hari.

Pemberlakuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan telah memberikan rambu-rambu ke arah perlunya pengkajian terhadap strategi pembelajaran untuk mempersiapkan suatu model pembelajaran, khususnya bahan ajar berbasis lokal yang ditandai dengan terbukanya pintu bagi penerapan desentralisasi pendidikan dalam bidang kurikulum. Namun, pengembangan suatu model bahan ajar pendidikan lingkungan hidup hendaknya sesuai dengan kebutuhan di daerah yang bersangkutan dengan tetap memperhatikan bahwa materi yang dikembangkan harus disesuaikan dengan perkembangan peserta didik, kemampuan, minat dan kebutuhannya. Sejalan dengan itu, maka pengembangan materi bahan ajar dan strategi pendidikan lingkungan hidup harus mengacu pada karakteristik daerah yang bersangkutan, baik yang berkenaan dengan kondisi bentang alam, sumber daya alam, maupun kondisi sosial ekonomi, serta budaya masyarakatnya. Masalah-masalah yang berkenaan dengan sumber daya hendaknya selalu digambarkan melalui praktek ekologis yang serasi.

Kondisi lain yang mendukung pentingnya bahan ajar yang relevan dengan kebutuhan siswa adalah kenyataan bahwa siswa berasal dari suatu kelompok masyarakat yang memiliki keanekaragaman sosial budaya, aspirasi politik, dan kondisi ekonomi tersendiri pula yang akan mewarnai skemata atau struktur mentalnya yang pada gilirannya akan berpengaruh pada proses pembelajaran dan hasil belajar yang ingin dicapai.

Pengkajian terhadap bahan ajar itu sendiri dalam suatu proses pembelajaran merupakan hal yang cukup penting, seperti dinyatakan oleh Cunningswort (1995) bahwa suatu bahan ajar sangat berpengaruh terhadap suasana suatu proses pembelajaran.

Atas dasar hal-hal yang dikemukakan di atas, maka pengembangan model bahan ajar Pendidikan Lingkungan Hidup berbasis lokal sangat perlu dilakukan.

1.Masalah

Rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah "Bagaimanakah model pengembangan bahan ajar Pendidikan Lingkungan berbasis lokal dalam mata pelajaran IPA untuk satuan pendidikan SD kelas IV yang sesuai dengan tuntutan kurikulum yang berlaku?" . Secara khusus masalah yang menjadi objek studi adalah sebagai berikut:

1. Materi-materi pokok apakah yang dibutuhkan sebagai bahan ajar Pendidikan Lingkungan dalam mata pelajaran IPA bagi murid SD di Lingkungan Masyarakat Adat Rejang?

2. Bagaimanakah model pengembangan bahan ajar Pendidikan Lingkungan dalam mata pelajaran IPA yang berbasis lokal bagi murid SD di lingkungan masyarakat adat Rejang yang dapat mewujudkan tujuan pendidikan lingkungan?

3. Apakah bahan ajar Pendidikan Lingkungan yang berbasis lokal cukup efektif digunakan dalam pembelajaran Pendidikan Lingkungan ?2.Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran empirik tentang:

1. Pokok-pokok materi Pendidikan Lingkungan yang dibutuhkan sebagai bahan ajar Pendidikan Lingkungan berbasis lokal pada murid SD di lingkungan masyarakat adat Rejang.

2. Mendapatkan model pengembangan bahan ajar Pendidikan Lingkungan berbasis lokal yang telah teruji.

3. Efektivitas bahan ajar Pendidikan Lingkungan berbasis lokal dalam pembelajaran Pendidikan Lingkungan.

3.Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian terbatas pada lingkungan wilayah tempat mayoritas komunitas masyarakat adat Rejang berdomisili karena materi pendidikan lingkungan yang dikaji juga berkaitan dengan kondisi masyarakat adat Rejang. Sedangkan produk bahan ajar yang diujicobakan dibatasi pada 3 pokok bahasan untuk kelas 4 yang tercakup pada empat standar kompetensi, yakni seperti terlihat dalam tabel berikut:

NoPOKOK BAHASANSUB POKOK BAHASAN

1Lingkungan AlamKenampakan alam dan gejala-gejala alam,

Keberadaan, pemanfaatan, dan pengelolaan Sumber Daya alam serta dampaknya

Keberadaan flora dan fauna serta pengelolaan dan pemanfaatannya

2Lingkungan Sosial BudayaKeluarga, masyarakat, dan lingkungan.

Keberadaan budaya lokal dan peranannya di masyarakat

Situs sejarah dan lingkungan

Macam teknologi produksi dan transportasi

Dampak teknologi terhadap kegiatan masyarakat dan lingkungan

3Lingkungan Sosial EkonomiBentuk-bentuk kegiatan ekonomi masyarakat

Dampak kegiatan ekonomi masyarakat terhadap lingkungan

Dampak kondisi alam terhadap kegiatan ekonomi di masyarakat

Sedangkan pada kelas 5 dan 6 karena tidak terdapat materi yang bersifat lokal, maka tidak menjadi bagian yang diujicobakan dalam penelitian ini.

4. Metode Penelitian

Untuk memenuhi tujuan penelitian, maka penelitian ini didesain dengan pendekatan "penelitian pengembangan" (Research & Development). Pendekatan ini mengacu pada pendapat Borg & Gall (1983: 772), yang menyatakan bahwa model penelitian pengembangan ialah suatu proses yang digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk-produk pendidikan, seperti materi pembelajaran, buku teks, metode pembelajaran, dan lain-lain yang dilakukan dalam suatu siklus penelitian dan pengembangan. Langkah-langkah penelitian pengembangan juga mengacu pada langkah-langkah yang dikemukakan oleh Borg & Gall (1983;773) yang meliputi: (1) penelitian pengumpulan informasi; (2) perencanaan; (3) membuat rancangan model awal; (4) uji coba pendahuluan; (5) revisi terhadap rancangan awal; (6) ujicoba produk utama; (7) revisi terhadap produk utama; (8) uji coba operasional; (9) revisi produk operasional; (10) diseminasi dan retribusi.Berikut Bagan langkah-langkah pengembangan modelB. KAJIAN TEORI

1. Hakikat Pendidikan Lingkungan Hidup

Pendidikan lingkungan hidup menurut konvensi UNESCO di Tbilisi 1997 merupakan suatu proses yang bertujuan untuk menciptakan suatu masyarakat dunia yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan dan masalah-masalah yang terkait di dalamnya serta memiliki pengetahuan, motivasi, komitmen, dan keterampilan untuk bekerja, baik secara perorangan maupun kolektif dalam mencari alternatif atau memberi solusi terhadap permasalahan lingkungan hidup yang ada sekarang dan untuk menghindari timbulnya masalah-masalah lingkungan hidup baru (Gyallay,2003:408).

Adapun tujuan umum pendidikan lingkungan hidup menurut konferensi Tbilisi 1997 adalah: (1) untuk membantu menjelaskan masalah kepedulian serta perhatian tentang saling keterkaitan antara ekonomi, sosial, politik, dan ekologi di kota maupun di wilayah pedesaan; (2) untuk memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk mengembangkan pengetahuan, nilai, sikap, komitmen, dan kemampuan yang dibutuhkan untuk melindungi dan memperbaiki lingkungan, dan (3) untuk menciptakan pola perilaku yang baru pada individu, kelompok, dan masyarakat sebagai suatu keseluruhan terhadap lingkungan (Gyallay, 2001: 409). Tujuan yang ingin dicapai tersebut meliputi aspek: (1) pengetahuan, (2) sikap, (3) kepedulian. (4) keterampilan, dan (5) partisipasi (Gyallay, 201: 409). Sedangkan Internasional Working Meeting On Environment Education Inschool Curriculum, dalam rekomendasinya mengenai pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup, menyatakan bahwa proses pembelajaran yang dilakukan hendaknya merupakan suatu proses mereorganisasi nilai dan memperjelas konsep-konsep untuk membina keterampilan dan sikap yang diperlukan untuk memahami dan menghargai antar hubungan manusia, kebudayaan, dan lingkungan fisiknya. Pendidikan lingkungan hidup harus juga diikuti dengan praktik pengambilan keputusan dan merumuskan sendiri ciri-ciri perilaku yang didasarkan pada isu-isu tentang kualitas lingkungan (Schmieder, 1977:25).

Dengan demikian, proses pembelajaran pendidikan lingkungan hidup yang dilakukan selain memperluas wawasan kognitif hendaknya juga menyentuh ranah keyakinan ilmiah, sikap, nilai, dan perilaku. Tillar (2000: 28) juga menekankan hal yang senada, yakni hakikat pendidikan adalah proses menumbuh-kembangkan eksistensi peserta didik yang memasyarakat membudaya, dalam tata kehidupan yang berdimensi lokal, nasional, dan global.

2. Hakikat Bahan Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup Berbasis Lokal

Belajar pada tingkat pendidikan dasar menurut Tillar (1999: 42-43), bukan sekedar transmisi ilmu pengetahuan sebagai fakta, tetapi lebih dari itu, yakni peserta didik mengolah dengan penalaran sebagai bekal dasar bagi setiap warganegara yang bertanggung jawab. Oleh karena itu, ia menekankan bahwa proses pembelajaran pada pendidikan dasar, menuntut integrasi dengan lingkungan.

Selanjutnya, kata "lokal" dalam konteks pengertian masalah yang dibahas di sini dimaksudkan sebagai lingkungan tempat peseta didik berdomisili, hidup, dan dibesarkan pada suatu kelompok masayarakat adat tertentu yang memilki suatu sistem nilai budaya tertentu pula. Sistem nilai budaya itu sendiri menurut Koentjaraningrat (187: 11), terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian warga masyarakat mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup. Hal ini bermakna bahwa sistem nilai yang ada di masayarakat tersebut akan termanifestasikan dalam perilaku kehidupan masyarakat tersebut sehari-hari, baik itu terwujud dalam bentuk kearifan-kearifan lokal maupun tradisi atau lainnya.

Hal-hal yang diungkap di atas menunjukkan bahwa suatu kelompok adat memiliki tata nilai yang unik, baik yang berkaitan dengan pengelolaan alam maupun yang berkaitan dengan perikehidupan lainnya. Tata nilai itu akan menjadi identitas masyarakat yang bersangkutan dan melahirkan kearifan dan pengetahuan yang unggul yang kondusif dan lestari, dan yang tak kalah pentingnya bahwa kelompok masyarakat tersebut berhak untuk mengoperasikan kearifan dan pengetahuannya itu menurut pertimbangan dan aspirasinya.

Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa materi bahan ajar pendidikan lingkungan hidup berbasis lokal adalah materi pelajaran yang bersumber dari kondisi lingkungan hidup dan kehidupan nyata serta fenomena yang ada di lingkungan peserta didik yang disusun secara sistematis yang di dalamnya termasuk lingkungan fisik, sosial (budaya dan ekonomi), pemahaman, keyakinan, dan wawasan lokal peserta didik itu sendiri.

Bahan ajar itu sendiri menurut Dick & Carey (1996: 229) merupakan seperangkat materi/substansi pelajaran (teaching material) yang disusun secara sistematis, menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Dalam kaitannya dengan bahan ajar pendidikan lingkungan hidup, Hines.dkk. (1993: 2), dalam tulisannya "Global Issues and Environment Education", mengidentifikasi empat elemen pokok yang harus ada dalam pendidikan lingkungan hidup, yaitu: (1) pengetahuan tentang isu-isu lingkungan; (2) pengetahuan tentang strategi tindakan yang khusus untuk diterapkan pada isu-isu lingkungan; (3) kemampuan untuk bertindak terhadap isu-isu lingkungan, dan (4) memiliki kualitas dalam menyikapi serta sikap personalitas yang baik.

Pada bahan ajar pendidikan lingkungan hidup yang berbasis lokal, tata nilai dan kearifan yang terpelihara di masyarakat dalam mengelola lingkungan, merupakan salah satu sumber materi pembelajaran pendidikan lingkungan hidup itu sendiri. Seperti dikemukakan oleh Tillar (1999: 42-43), bahwa lingkungan adalah sumber belajar (learning resources) yang pertama dan utama. Proses belajar mengajar yang tidak memperhatikan lingkungan, juga tidak akan membuahkan hasil belajar yang maksimal. Semiawan (1992: 14), berkaitan dengan hal ini menyatakan bahwa anak akan mudah memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak apabila dalam pembelajaran disertai dengan contoh-contoh yang kongkret, yaitu contoh yang wajar sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi.

Teori-teori belajar yang menjelaskan dan mendukung bagi kemungkinan kesesuaian bahan ajar yang disusun berdasarkan kondisi dan fenomena lokal antara lain teori perkembangan kognitif Piaget. Dalam hal ini, Piaget (dalam Ginn, 2001: 2) menjelaskan bahwa perkembangan kognitif itu sendiri merupakan suatu usaha penyesuaian diri terhadap lingkungan melalui proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan suatu tindakan pasif dalam membangun pengetahuan utama yang melibatkan penafsiran peristiwa dalam hubungannya dengan struktur kognitif yang ada. Sedangkan, akomodasi merupakan suatu pengetahuan yang baru yang mengacu pada perubahan struktur kognitif yang disebabkan oleh lingkungan. Dengan demikian, realita dan fenomena konkret yang ditemui peserta didik tesebut, akan menjadi referensi baginya dalam mempelajari materi pendidikan lingkungan hidup.

Selanjutnya, teori lainnya adalah teori belajar kognitif. Teori belajar kognitif menjelaskan tentang fungsi intelektual otak dengan suatu analogi bagaimana computer beroperasi. Otak manusia menerima informasi, menyimpannya, dan kemudian mendapatkan kembali informasi tersebut ketika diperlukan. Teori kognitif ini berasumsi bahwa setiap orang telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan di dalam dirinya yang tertata dalam bentuk struktur mental atau skema. Skema itu sendiri merupakan struktur pengetahuan internal yang telah dimiliki seseorang. Skema tersebut terbentuk dari informasi yang diperolehnya secara empiris terhadap apa yang ada dan ia temui di lingkungannya (Soekamto dan Udin, 1997: 21-28). Teori belajar kognitif menyatakan proses belajar akan berjalan dengan baik apabila materi pembelajaran yang baru beradaptasi secara tepat dengan struktur kognitif yang telah dimiliki peserta didik. Sejalan dengan teori belajar kognitif yang dikemukakan di atas adalah teori belajar konstektual yang menyatakan bahwa belajar itu terjadi hanya ketika peserta didik memproses pengetahuan dan informasi baru sedemikian rupa, sehingga dapat dipertimbangkannya dalam kerangka acuan mereka sendiri (memori mereka sendiri, pengalaman, dan tanggapan), dan fokus belajar kontekstual itu sendiri adalah pada berbagai aspek yang ada di lingkungan belajar (Blanchard, 2001: 1).

Sedangkan, teori belajar konstruktif yang dikembangkan atas dasar premis bahwa kita membangun perspektif dunia kita sendiri melalui skema (struktur mental) dan pengalaman individu (Mergel, 1998: 9). Dalam hal ini, struktur pengetahuan yang dimiliki peserta didik akan memberikan makna dan mengorganisasi pengalaman-pengalaman serta memberikan jalan kepada individu untuk menyerap informasi baru yang diberikan. Oleh karena itu, pengetahuan perorangan adalah suatu fungsi dari pengalaman utama seseorang, struktur mental, dan kepercayaan yang digunakan untuk menginterpretasikan objek dan peristiwa. Apa yang diketahui seseorang adalah didasarkan pada persepsi fisik dan pengalaman sosial yang dipahami oleh pikirannya (Mergel, 1998: 10). Seperti juga dikemukakan oleh Bruner, salah seorang tokoh teori konstruktif bahwa belajar adalah sebuah proses aktif di mana peserta didik menyusun dan membangun ide-ide atau konsep berdasarkan struktur pengetahuan yang dimilikinya (Smith, 1996: 1). Dengan demikian, menurut teori konstruktif proses pembelajaran yang bermakna harus bermula dari pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik.

Teori lain yang mendukung adalah teori belajar behavior. Menurut teori behavior, lingkungan merupakan salah satu unsur yang menyediakan stimulus yang menyebabkan tanggapan individu berkembang. Atas dasar itu teori behavior menyatakan bahwa suatu perilaku itu dibentuk oleh lingkungan. Perubahan perilaku yang terjadi pada peserta didik merupakan hasil belajar (Smith, 1996: 1). Dengan demikian, perubahan perilaku juga merupakan hasil belajar seseorang terhadap lingkungannya.

Dari keseluruhan teori belajar yang diungkapkan di atas, dapat disimpulkan bahwa bahan ajar yang dapat mendesain terjadinya interaksi antara peserta didik dengan lingkungan dapat diharapkan cukup efektif dalam pembentukan pemahaman dan perilakunya terhadap lingkungan. Hal ini pula yang menjadi salah satu ciri dan dasar bagi pengembangan bahan ajar pendidikan lingkungan hidup berbasis lokal.

3. Teori Pengembangan Bahan Ajar

Bahan ajar yang efektif menurut Gerlach dan Ely sebagaimana dikutip oleh Karim (1980: 70) harus memenuhi syarat: (1) ketepatan kognitif (cognitive appropriateness); (2) tingkat berpikir (level of shopisication); (3) biaya (cost); (4) ketersediaan bahan (availability); dan (5) mutu teknis (technical quality).

Sedangkan dalam hal pengembangan bahan ajar, Dick dan Carey (1996: 228), mengajukan hal-hal berikut untuk diperhatikan, yakni: (1) memperhatikan motivasi belajar yang diinginkan, (2) kesesuaian materi yang diberikan , (3) mengikuti suatu urutan yang benar, (4) berisikan informasi yag dibutuhkan, dan (5) adanya latihan praktek, (6) dapat memberikan umpan balik, (7) tersedia tes yang sesuai dengan materi yang diberikan, (8) tersedia petunjuk untuk tindak lanjut ataupun kemajuan umum pembelajaran (9) tersedia petunjuk bagi peserta didik untuk tahap-tahap aktivitas yang dilakukan, dan (10) dapat diingat dan ditransfer. Romiszowski (1986: 22) mengenai pengembangan bahan ajar menyatakan bahwa pengembangan suatu bahan ajar hendaknya mempertimbangkan empat aspek, yaitu: (1) aspek akademik; (2) aspek sosial; (3) aspek rekreasi; dan (4) aspek pengembangan pribadi. Jolly dan Bolitho (dalam Tomsilon. ed, 1998: 96-97), mengajukan langkah-langkah pengembangan bahan ajar sebagai berikut: (1) mengidentifikasi kebutuhan materi yang perlu dibutuhkan (2) mengeksplorasi kondisi lingkungan wilayah tempat bahan ajar akan digunakan; (3) menentukan masalah atau topik yang sesuai dengan kenyataan yang ada di lingkungan peserta didik untuk diajarkan; dan (4) memilih pendekatan latihan dan aktivitas serta pendekatan prosedur pembelajaran, dan (5) menulis rancangan materi bahan ajar.

Atas dasar teori belajar dan pengembangan bahan ajar yang dikemukakan di atas, maka kerangka konseptual model pengembangan bahan ajar yang uji cobakan seperti digambarkan dengan bagan di bawah ini:

Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial SD, yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Nomor 22 tahun 2006 tentang tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah adalah agar peserta didik memiliki kemampuan

sebagai berikut:

1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya

2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial

3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan

4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

Sedangkan ruang lingkup mata pelajaran IPA meliputi aspek-aspek sebagai berikut.

1. Manusia, Tempat, dan Lingkungan

2. Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan

3. Sistem Sosial dan Budaya

4. Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan.

Tujuan dan ruang lingkup mata pelajaran IPS yang dikemukakan di atas, yang kemudian diturunkan dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ingin diwujudkan. Setelah ditelaah dengan seksama berdasarkan tujuan dan materi pendidikan lingkungan, dapat diidentifikasi butir-butir materi pembelajaran yang berkaitan dengan pendidikan lingkungan untuk kelas 1 sampai dengan kelas 4 sebagai berikut ini.

Tabel 1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran IPS Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Kelas 1, Semester 1

Standar KompetensiKompetensi Dasar

1. Memahami identitas diri dan keluarga, serta sikap saling menghormati dalam kemajemukan keluarga1.1Mengidentifikasi identitas diri, keluarga, dan kerabat

1.2Menunjukkan sikap hidup rukun dalam kemajemukankeluarga

Kelas 1, Semester 2

Standar KompetensiKompetensi Dasar

2. Mendeskripsikan lingkungan rumah2.1Mendeskripsikan letak rumah

2.2Menjelaskan lingkungan rumah sehat dan perilakudalam menjaga kebersihan rumah

Kelas II, Semester 2

Standar KompetensiKompetensi Dasar

2. Memahami kedudukan dan peran anggota dalam keluarga dan lingkungan tetangga2.1Mendeskripsikan kedudukan dan peran anggota keluarga

2.2Memberi contoh bentuk-bentuk kerjasama di lingkungantetangga

Standar kompetensi dan kompetensi dasar pada kelas 1 semester 1, kelas 2 semester 1, dan kelas 3 semester 2, setelah dikaji ternyata kompetensi yang ditentukan tidak berhubungan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pendidikan lingkungan.1. Validasi Kelayakan Bahan Ajar yang Dikembangkan

Kegiatan pengembangan bahan ajar mengacu langkah-langkah pada model pengembangan yang telah dikemukakan di atas (Gambar 1). Adapun prosedur pengembangan, validasi, hingga produk bahan ajar mengikuti langkah-langkah seperti terdapat dalam Lampiran 2.

Validasi terhadap bahan ajar yang dikembangkan dilakukan dengan (1) uji coba keterbacaan (readability) wacana bahan ajar dan (2) penilaian bahan ajar secara keseluruhan oleh pengguna sasaran, dan (3) uji terhadap capaian skor hasil belajar.

Wacana bahan ajar yang disusun dan dan diujicobakan meliputi:

1. Tuban; yang membahas tentang kondisi alam wilayah Tuban, flora dan fauna, dan persitiwa alam di wilayah yang bersangkutan

2. Kekayaan Alam Tuban; yang membahas tentang pengertian sumber daya alam, macam dan jenis sumber daya alam yang ada di wilayah itu, dan pemanfaatan sumber daya alam yang ramah lingkungan.

3. Lembaga Adat dan Tradisi Masyarakat Tuban; yang membahas tentang masyarakat adat Tubanng, lembaga adat, tradisi masyarakat adat, dan peran lembaga adat yang berkaitan dengan pemanfaatan dan pemeliharaan lingkungan.

4. Kegiatan ekonomi, teknologi, dan sarana transportasi; yang membahas tentang kegiatan ekonomi masyarakat, teknologi produksi, dan sarana transportasi yang dikaitkan dengan permasalahan lingkungan dan upaya pemeliharaannya.

Hasil uji coba yang dilakukan adalah seperti berikut ini, pertama, uji keterbacaan wacana bahan ajar yang dikembangkan dengan Teknik Cloze (Sadtono, 1979) menunjukkan tingkat keterbacaan masing-masing wacana sebagai berikut: (1) kategori keterbacaan wacana-1; sedang (61,81); (2) kategori keterbacaan wacana-2, sedang (67.05); (3) kategori keterbacaan wacana-3, sedang (69,21%); dan (4) kategori keterbacaan wacana-4, sedang (60,29). Dengan demikian, simpulan yang dapat diambil terhadap seluruh naskah wacana bahan ajar yang dikembangkan tersebut memenuhi syarat dan layak digunakan bagi peserta didik kelas IV SD.

Kedua, hasil penilaian kelayakan naskah model bahan ajar yang dilakukan oleh praktisi (guru), hampir keseluruhannya menyatakan bahwa model bahan ajar yang dikembangkan layak digunakan dalam proses pembelajaran pendidikan lingkungan hidup pada peserta didik kelas IV SD di wilayah Rejang Lebong ( 45 % sangat layak dan 48,82 % layak, dan 6,18 tidak layak).2. Hasil Uji terhadap Skor Hasil Belajar

Pengujian terhadap capaian skor hasil belajar dilakukan dengan membandingkan antara model bahan ajar yang berbasis lokal dengan yang tidak berbasis lokal melalui eksperimen dengan Model Solomon empat Group untuk setiap pokok bahasan. Pengujian dilakukan pada kelompok subjek penelitian yang secara teoritis dikategorikan setara dan homogen. Perlakuan pada masing-masing kelompok dilakukan secara simultan.

Deskripsi rata-rata hasil belajar dan standar deviasi untuk setiap pokok bahasan pada masing masing kelompok - seperti terlihat dalam Tabel 1 berikut

Data statistik dalam Tabel 1 di atas, menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar bagi seluruh group eksperimen yang diberi perlakuan dengan bahan ajar berbasis lokal (Group A dan C), memiliki hasil belajar lebih tinggi dibandingkan dengan group kontrol (B dan D). Secara kasar, efek perlakuan tersebut (pembelajaran dengan bahan ajar berbasis lokal) dapat diketahui dengan membandingkan angka rata-rata postes yang dicapai oleh masing-masing group eksperimen (group A dan C) dan group kontrol (gorup B dan group D). Perhitungan dengan ANAVA dua jalur terhadap capaian hasil belajar masing-masing pokok bahasan adalah seperti berikut ini.

a. Perhitungan ANAVA terhadap Skor Hasil Belajar Pokok Bahasan Pertama

Rumusan hipotesis yang diajukan untuk kepentingan uji dengan ANAVA dua jalur tersebut, adalah sebagai berikut "Hasil belajar peserta didik yang diajar dengan bahan ajar pendidikan lingkungan berbasis lokal lebih tinggi daripada hasil belajar peserta didik yang tidak diajar dengan bahan ajar pendidikan lingkungan berbasis lokal."

Rangkuman hasil analisis varians hasil belajar pokok bahasan pertama dengan formula ANAVA seperti pada tabel 2 di bawah ini.

TABEL 3 RANGKUMAN HASIL ANAVA DUA JALUR TERHADAP SKOR HASIL BELAJAR POKOK BAHASAN PERTAMA

Sumber VariansJKDkRJKFhitungFtabel

a=0,05a=0,01

Antar Kelompok51655,17317218,39100,59**2,683,94

(AK)

Dalam Kelompok23280,4136171,17941

(DK)

Antar kolom (k)41762,31141762,314,42*3,926.84

Antar Baris (b)9446,42919446,42955,1844**

Total74935,57139

Keterangan

** = sangat signifikan *= signifikan

Hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa harga Fhitung> Ftabel(^05; yaitu 100,59 > 2,68 dan 3,94 pada sumber varians antar kelompok. Oleh karena itu, hipotesis nol ditolak. Hal ini bermakna bahwa terdapat perbedaan capaian rata-rata hasil belajar antar group yang sangat signifikan. Sedangkan, Fh untuk sumber varians antar kolom (efek pembelajaran) lebih besar dari pada Ft(o^5x yakni 4,42 > 3,92. Hal ini berarti bahwa terdapat pengaruh intervensi model bahan ajar berbasis lokal terhadap rata-rata hasil belajar pada taraf signifikansi a=0,05, Dengan demikian, secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa skor hasil belajar dengan bahan ajar pendidikan lingkungan berbasis lokal lebih tinggi daripada yang tidak diajar dengan bahan ajar pendidikan lingkungan yang berbasis lokal.

b. Perhitungan ANAVA terhadap Skor Hasil Belajar Pokok Bahasan

Kedua

Rumusan hipotesis yang diajukan untuk kepentingan uji dengan ANAVA dua jalur tersebut, adalah sebagai berikut: "Hasil belajar peserta didik yang diajar dengan bahan ajar pendidikan lingkungan berbasis lokal lebih tinggi daripada hasil belajar peserta didik yang tidak diajar dengan bahan ajar pendidikan lingkungan berbasis lokal."

Rangkuman hasil analisis hasil belajar pokok bahasan kedua dengan formula ANAVA seperti pada tabel 3 di bawah ini.

TABEL 4 RANGKUMAN HASIL ANAVA DUA JALUR TERHADAP SKOR HASIL BELAJAR POKOK BAHASAN KEDUA

Sumber VariansJKDkRJKFhitungFtabel

a=0,05a=0,05

Antar Kelompok (AK)

Dalam Kelompok (DK)29502,76 371579,93

1369834,25333 2732,205153,60*2,68=3,94

Antar kolom (k) Antar Baris (b)28371,78 941,20711 128371,78 941,207130,14** 0,3445 ns3,92=6,84

Total401082,66139

Keterangan

** = sangat signifikan *= signifikanns = tidak signifikan

Hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa harga Fhitung > Ftabel(0^5;^01) yaitu 3,60 > 2,68 dan 3,94 pada sumber varians antar kelompok. Oleh karena itu Ho ditolak, yang bermakna bahwa terdapat perbedaan capaian rata-rata hasil belajar antar group yang sangat signifikan baik pada taraf signifikansi a=0,05 maupun a=0,01. Sedangkan, Fh untuk sumber varians antar kolom (efek pembelajaran) lebih besar dari pada Ft(0^5;^01) yakni 30,14> 3,92 dan 6,84. Hal ini bermakna bahwa terdapat pengaruh intervensi perlakuan model bahan ajar berbasis lokal terhadap capaian rata-rata hasil belajar. Sedangkan Fhitung antara baris menunjukkan Ftabel(0^5;^01) yaitu 58,6 > 2,69 dan 3,94 pada sumber varians antar kelompok. Jadi, dalam hal

ini Hq ditolak yang bermakna bahwa terdapat perbedaan capaian rata-rata hasil belajar antar group yang sangat signifikan. Sedangkan, Fh untuk sumber varians antar kolom (efek pembelajaran) lebih besar dari pada F^os^oi). yakni 12,76 > 3,92 dan 6,84. Hal ini bermakna bahwa terdapat pengaruh intervensi perlakuan model bahan ajar berbasis lokal terhadap rata-rata hasil belajar. Dengan demikian, dari perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa: secara keseluruhan skor hasil belajar dengan bahan ajar pendidikan lingkungan berbasis lokal lebih tinggi daripada yang tidak diajar dengan bahan ajar pendidikan lingkungan yang berbasis lokal.

d. Perhitungan ANAVA terhadap Skor Hasil Belajar Pokok Bahasan Keempat

Rumusan hipotesis yang diajukan untuk kepentingan uji dengan ANAVA dua jalur tersebut adalah sebagai berikut:"Hasil belajar peserta didik yang diajar dengan bahan ajar pendidikan lingkungan berbasis lokal lebih tinggi daripada hasil belajar peserta didik yang tidak diajar dengan bahan ajar pendidikan lingkungan berbasis lokal."

Rangkuman hasil analisis hasil belajar pokok bahasan keempat dengan formula ANAVA seperti pada tabel s di bawah ini.

TABEL 6 RANGKUMAN HASIL ANAVA DUA JALUR TERHADAP SKOR HASIL BELAJAR POKOK BAHASAN KEEMPAT

Sumber VariansJKDkRJKFhitungFtabel

a=0,05a=0,01

Antar Kelompok (AK)

Dalam Kelompok (DK)25976,56 11991,073

1368658,8533 88,169698,21**2,683,94

Antar kolom (k) Antar Baris (b)23465,4 2260,0451 123465,4 2260,04510,38** 25,6329**3,926,84

Total37967,63139

Keterangan

** = sangat signifikan * = signifikan ns = tidak signifikan

Hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa pada sumber varians antar kelompo hargaFhitung > Ftabel(o,os; o,oi), yaitu 98,21 > 2,69 dan 3,94. Dengan

demikian, Ho ditolak yang bermakna bahwa terdapat perbedaan capaian rata-rata hasil belajar antar group yang sangat signifikan. Sedangkan, Fh untuk sumber varians antar kolom (efek pembelajaran) juga menunjukkan harga lebih besar dari pada Ft(0 05;^01), yaitu 10,38 > 392 dan 6,84. Hal ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh intervensi perlakuan bahan ajar Pendidikan Lingkungan berbasis lokal terhadap rata-rata hasil belajar yang sangat signifikan. Dengan demikian, dari perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan skor hasil belajar dengan bahan ajar pendidikan lingkungan berbasis lokal lebih tinggi daripada yang tidak diajar dengan bahan ajar pendidikan lingkungan yang berbasis lokal.

3. Pembahasan

Hasil perhitungan dengan ANAVA dua jalur terhadap keseluruhan skor hasil belajar pada setiap pokok bahasan di atas menunjukkan adanya perbedaan capaian rata-rata hasil belajar yang signifikan, yakni capaian rata-rata skor hasil belajar group eksperimen (A dan C) lebih tinggi dibandingkan dengan group kontrol (B dan D). Hal ini menggambarkan bahwa model bahan ajar berbasis lokal cukup efektif bila dipakai dalam proses pembelajaran pendidikan lingkungan hidup di wilayah Rejang Lebong. Temuan ini pada dasarnya memberikan gambaran bahwa model bahan ajar berbasis lokal yang dicobakan cukup efektif digunakan dalam proses pembelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup guna mencapai tujuan Pendidikan lingkungan hidup walaupun penelitian ini belum mengamati komponen-komponen lain yang terlibat dalam proses pembelajaran, seperti metode, alat bantu, dan keterampilan guru. Atas dasar kenyataan ini, maka model pengembangan bahan ajar berbasis lokal sebagaimana yang telah diujicobakan dalam penelitian ini sangat mungkin untuk diacu dan dikembangkan lebih lanjut dalam rangka penyusunan bahan ajar Pendidikan Lingkungan Hidup Berbasis Lokal di wilayah lain.

Selain itu, hasil analisis terhadap keseluruhan data yang diperoleh bahwa fenomena alam dan sosial di lingkungan lokal merupakan salah satu sumber belajar yang perlu dimanfaatkan secara optimal, terlebih dengan keleluasaan yang telah diberikan kepada pihak sekolah untuk mengembangkan kurikulum sendiri.

Hasil-hasil penelitian yang diperoleh juga menunjukkan kebenaran beberapa teori belajar yang dijadikan acuan dalam penelitian ini, seperti teori perkembangan kognitif Piaget, teori kognitif, teori behavior, teori belajar kontekstual, dan teori Pengembangan bahan ajar.

D. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil survei dengan pengguna bahan ajar dan eksperimen penggunaan bahan ajar dalam rangka pengujian model pengembangan bahan ajar yang diajukan, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

Pertama, materi pokok yang butuhkan sebagai bahan ajar Pendidikan Lingkungan Hidup di wilayah Rejang Lebong memiliki kesesuaian dengan tuntutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang telah diberlakukan. Namun dalam hal ini, muatan materi yang diangkat dari realitas kondisi lokal dapat lebih diutamakan, karena selain lebih mudah dipahami juga dapat memupuk rasa tanggung jawab dan bangga terhadap identitas lokal yang melekat pada materi itu. Misalnya yang berkenaan dengan adat dan tradisi masyarakat setempat.

Kedua , Model pengembangan bahan ajar Pendidikan Lingkungan Hidup berbasis lokal yang dujicobakan ternyata cukup efektif digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup. Hal ini karena muatan materi yang bersumber dari realitas dan fenomena lokal lebih memudahkan peserta didik dalam memahami masalah-masalah lingkungan yang diajarkan. Bagi guru sendiri, hal ini lebih membantunya dalam mempersiapkan dan menyampaikan materi Pendidikan Lingkungan Hidup kepada peserta didik karena kepraktisan isi materi serta substansi materi tersebut lebih bersifat kontekstual.

Ketiga, hasil uji terhadap capaian hasil belajar dengan bahan ajar yang dikembangkan melalui eksperimen empat group Solomon terhadap empat pokok bahasan, menunjukkan bahwa daya serap peserta didik terhadap materi bahan ajar Pendidikan Lingkungan Hidup berbasis lokal yang dikembangkan cukup baik dibandingkan dengan yang tidak diajar dengan bahan ajar yang berbasis lokal. Atas dasar temuan ini, maka model pengembangan bahan ajar Pendidikan Lingkungan Hidup berbasis lokal sebagaimana diajukan dalam penelitian ini dimungkinkan untuk digunakan sebagai acuan dalam pengembangan materi pembelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup di daerah lain.

SARAN

Mengacu pada temuan hasil penelitian yang dikemukakan di atas serta keterbatasan yang ada dalam penelitian ini, beberapa saran yang diajukan kepada guru dan pihak terkait, serta para peneliti lainnya adalah sebagai berikut:

Pertama, kepiawaian guru sangat dituntut dalam melaksanakan proses pembelajaran. Sehubungan dengan itu, guru hendaknya lebih kreatif dalam mengembangkan model-model pembelajaran yang juga sekaligus merupakan upaya meningkatkan kompetensi profesionalnya. Karena itu, ketika merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran tidak hanya terpaku pada buku-buku paket atau pada buku-buku teks yang ada, tetapi hendaknya secara kreatif dan bervariasi memanfaatkan hal-hal yang ada di lingkungan peserta didik sebagai sumber belajar dan bahan ajar bagi peserta didiknya.

Kedua, para guru hendaknya senantiasa meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan dan wawasannya, baik yang terkait dengan pelaksanaan tugas-tugas fungsional dan profesionalnya maupun yang berhubungan dengan materi pembelajaran. Dalam hal ini diharapkan guru tidak bersikap pasif atau menunggu ketersediaan kelengkapan sarana belajar untuk melaksanakan suatu proses pembelajaran secara lebih efektif, tetapi guru hendaknya dengan kemampuan yang dimilikinya selalu berupaya mengembangkan suatu proses pembelajaran yang efektif guna mewujudkan tujuan pelajaran yang ingin dicapai.

Ketiga, Pendidikan Lingkungan Hidup sudah saatnya untuk mendapatkan perhatian yang lebih baik lagi. Program pelatihan tentang Pendidikan Lingkungan Hidup terhadap para guru hendaknya dapat dilakukan secara khusus, terutama guru SD yang menggunakan sistem guru kelas, sehingga pengetahuan dan wawasan para guru tentang Pendidikan Lingkungan Hidup dapat lebih meningkat dan lebih baik lagi sesuai dengan tanggung jawab profesionalnya.

REKOMENDASI

selanjutnya berkaitan dengan hasil temuan penelitian yang dikemukakan terdahulu, berikut rekomendasi yang diajukan peneliti berkenaan dengan proses pembelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup adalah sebagai berikut ini.

1. Upaya Mengefektifkan Pembelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup

Hasil penelitian yang dilaksanakan ini menunjukkan bahwa bahan ajar yang dikembangkan berdasarkan realitas lokal ternyata dapat memfasilitasi proses pembelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup dengan baik, karena materi yang disajikan dapat dilihat dan diamati secara langsung oleh peserta didik, sehingga mampu memberikan pemahaman yang lebih baik pada peserta didik. Saat ini, Pendidikan Lingkungan Hidup yang dilaksanakan terintegrasi dalam mata pelajaran tertentu, bukan merupakan materi pembelajaran yang berdiri sendiri. Oleh karena itu, tidak jarang penyajian materi sangat terbatas dilihat dari segi keluasan dan kedalamannya. Di samping itu, dari segi kemampuan dan kepedulian guru sendiri terhadap masalah lingkungan hidup, boleh jadi masih sangat kurang, sehingga kegiatan pembelajaran yang dilakukan belum mampu memenuhi harapan ataupun menjangkau tujuan Pendidikan Lingkungan Hidup seperti yang diinginkan. Hal lain yang juga mempengaruhi capaian hasil belajar adalah waktu yang tersedia pada pembelajaran di kelas yang sangat minim dan alat bantu yang tersedia umumnya masih jauh dari kebutuhan yang harus dipenuhi. Atas dasar kenyataan ini, diperlukan upaya kreatif dan terarah dari pihak terkait untuk menyusun program pengembangan materi Pendidikan Lingkungan Hidup yang berbasis lokal agar kegiatan pembelajaran dan capaian hasil belajar dapat lebih ditingkatkan lagi. Untuk itu, model pengembangan bahan ajar yang dihasilkan dari penelitian ini merupakan salah satu alternatif yang dapat diacu untuk maksud tersebut.

2. Upaya untuk Lebih Meningkatkan Kepedulian terhadap Pendidikan Lingkungan Hidup

Pendidikan Lingkungan Hidup yang dilaksanakan selama ini masih berdasarkan apa adanya, dalam arti semampu dan sepengetahuan guru saja, terlebih pada SD yang menggunakan sistem guru kelas. Di samping itu, kepedulian serta perhatian terhadap pentingnya Pendidikan Lingkungan Hidup dirasakan masih belum cukup memadai. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk menciptakan suatu kondisi yang kondusif dalam kegiatan pembelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup. Khusus terhadap guru dan pengawas perlu diprogramkan suatu pelatihan tersendiri tentang pembelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup. Dengan cara ini diharapkan pengetahuan dan wawasan para guru dan para pengawas tentang lingkungan serta kepeduliannya terhadap Pendidikan Lingkungan Hidup dapat lebih meningkat lagi.DAFTAR PUSTAKA

Borg, Walter R, dan Meredith D. Gall. Educational Research An Introduction. New York: Longman, 1983.

Blanchard. Alan. What is Contextual Learning and Teaching. 2004 (http// www.Besteducationalservice.com/ contextual.pdf, 2001)

Cunningsworth, Alan. Choosing Your Course Book. Oxford: Heinemann, 1995.

Departemen Pendidikan Nasional. Kurikulum Berbasis Kompetensi, Pendidikan Prasekolah, Dasar, Menengah: Ketentuan Umum. Jakarta:, 2003.

. Kurikulum 2004, Pengetahuan Sosial Sekolah Dasar dan Madrasah

Ibtidayah. Jakarta: 2003.

. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22,23, dan 24.

Jakarta: 2006 (http//www.depdiknas.go.id)

Dick, Walter dan Lou Carey. The Systematic Design of Instruction. New York: Longman, 1996

Ginn, Wanda Y. Jean Piaget-Intellectual Development. Available at (http// www.sk.com.br/skpiaget.html), 2001.

Gyallay, Peter. Environment: PAP-ETAP Reference Guide Book, Chapter 13. 2004 (http//www.un.org.kh/fae/pdfs/ section4/chapterxxx3/33.pdf).

Hines,et.al. "Global Issues and Environment Education". 2004 (http//www. eriese.org/erie/digest/digest-05/ html. June, 1993).

Karim, Mariana. Pemilihan Bahan Pengajaran. Jakarta: Penlok P3G, 1980.

Kementerian Lingkungan Hidup. Kebijakan Pendidikan Lingkungan Hidup. Jakarta,

2004

Koentjaraningrat. Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia, 1987.

Mergel, Instructional Design and Learning Theory. 2004 (http/www. usask.ca/ education/ 802papers/ brenda/ mergel.htm; Mei 1998).

Romiszowski. Developing Auto Instructional Materials. Philedelphia: Nicolas Publishing, 1986

Sadtono. "Teknik Cloze: Sebagai Alat Pengukur Dalam Bahasa". Pengajaran Bahasa dan Sastra, Tahun II, No.6, 1979

Schmieder, Allen A. "The Nature and Philosophy of Evironmental Education: Goal and Objectives", Trends in Environmental Education. (UNES-CO), 1977.

Semiawan, Conny. Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta: PT Gramedia, 1992.

Smith, Mark K The Behaviorist Orientation of Learning. 2004 (http//www. infed. org/biblio/learning_behaviorist.htm, Juli, 1996).

. The Cognitive Orientation to Learning. 2004 (http//www. infed.

org/biblio/learning_cognitive. htm,Juli, 1996).

Soekamto, Toeti dan Udin Saripudin Winataputra. Teori Belajar dan Model-Model Pembelajaran. Jakarta: P2T Universitas Terbuka, 1997.

Soemarwoto, Otto. Atur Diri Sendiri: Paradigma Baru Pengelolaan Lingkungan Hidup. Yogyakarta: Gadjah-mada University Press, 2001.

Tilaar, HAR. Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000.

. Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

1999.

Tomlison, Brian (ed). Material Development in Language teaching. Cambridge: Cambridege University, 1998.

D. CARA MENGORGANISASI

Diadopsi dari Bagian Dua Buku Ivor K. Davies,(1986) Pengelolaan Belajar Pusat antar Universitas di UT,Jakarta Rajawali .( 14 laman dimulai dari fungsi guru merangkap manajer dalam pengorganisasian)Muatan materi mencakup Memilih teknik mengajar yang tepat. E.PENILAIAN GAYA BELAJAR

Menurut DePorter, Rteardon, dan Singer Nouri(1999)gaya belajar dapat dipilah menjadi visual, auditorial, dan khinestetik. Ciri-ciri gaya belajar tersebut(yang mereka sebut sebagai V-A-K Visual-auditorial-khinestetik) adalah:

Visual:

1. Teratur, memperhatikan segala sesuatu, menjaga penampilan,2. Mengingat dengan gambar,lebih suka membaca daripada dibacakan,3. Membutuhkan gambar dan tujuan menyeluruh serta menangkap detil, mengingat apa yang dilihat.Auditorial:

1. Perhatiannya mudah terpecah,2. Berbicara dengan pola berirama,3. Belajar dengan cara mendengarkan, menggerakkan bibir/bersuara pada saat membaca,4. Berdialog secara internal dan ekternal.Khinestetik:

1. Menyentuh orang yang berdiri berdekatan, banyak bergerak,2. Belajar dengan melakukan, menunjuk tulisan saat membaca,menanggapi secara fisik, dan3. Mengingat sambil berjalan atau melihat.

Ketidak tepatan guru dalam memilih strategi, pendekatan, metode, teknik, trik, dan media pembelajaran pada dasarnya dilatari oleh kurangnya pengetahuan guru tentang gaya belajar siswa. Kelas yang siswanya dominan memiliki gaya belajar visual, maka metode dan media yang sesuai dengan gaya belajar visual dipilih sebagai alternatif utama sedangkan metode lainya sebagai variasi. Demikian juga jika siswa dengan gaya belajar audio atau khinestetik yang dominan, maka harus dipilih metode dan media yang sesuai sebagai alternatif utama.

Untuk membedakan gaya belajar masing-masing siswa perlu dilakukanpenilaian dengan alat penilai gaya belajar sebagai berikut:

PENILAIAN GAYA BELAJARNama

:---------------------

Kelas

:---------------------Beri tanda cek (V) pada kolom yang telah disediakan; setiap pertanyaan hendaknya hanya diisi satu tanda cek atau s atu jawabanGaya belajar dan indikatornyaSeringKadang-kadangJarang

Visual

1. Apakah anda selalu rapi dan teratur

2. Apakah anda berbicara dengan cepat

3. Apakah anda merencanakan dan mengatur diri sendiri untuk masa depan

4. Apakah anda suka mengeja kata-kata sulit

5. Apakah anda lebih ingat apa yang dilihat daripada yang didengar

6. Apakah anda menghafal dengan membayangkan hal-hal yang pernah anda lihat

7. Apakah anda sulit mengingat perintah lisan kecuali perintah tersebut ditulis, dan apakah anda sering meminta orang mengulangi ucapannya

8. Apakah anda lebih suka membaca daripada dibacakan

9. Apakah anda suka mencoret-coret tembok, buku, atau aspa yang anda hadapi10. Apakah anda lebih suka melakukan demo atau pameran daripada berpidato11. Apakah anda lebih menyukai seni daripada musik12. Apakah anda tahu apa yang harus dikatakan, tetapi belum tahu apa yang hatrus digunakan

Audio1. Apakah anda berbicara dengan diri sendiri saat bekerja atau belajar2. Apakah anda mudah terganggu oleh keributan3. Apakah anda menggerakkan Bibir pada saat membaca4. Apakah anda suka membaca keras-keras dan mendengarkannya5. Apakah anda mengulang dan menirukan nada6. Apakah anda merasa lebih mudah berceritera daripada menulis7. Apakah anda berbicara dengan gaya berirama8. Apakah anda tergolong pembicara yang fasih9. Apakah anda lebih menyukai musik daripada seni10. Apakah anda belajar dan mengingat dengan cara mendengarkan daripada dengasn cara melihat11. Apakah anda suka berdiskusi dan menjelaskansesuatu kepada orang lain12. Apakah andalebih suka mengucapkan keras kepada orang lain daripada harus menuliskan

Khinestetik

1. Apakah anda suka berbicara dengan lambat2. Apakah anda sering menyentuh oranmg lainagar memperhatikan anda3. Apakah anda suka berdiri dekat orang yang anda ajak berbicara

4. Apakah anda banyak bergerak5. Apakah anda lebih banyak belajar dengasn praktek6. Apakah anda menghafal sambil berjalan dan melihat7. Apakah anda menggunakan jari untuk menujuk saat membaca

8. Apakah anda sukla menggunakan anggota badan untuk memberi isarat9. Apakah anda tidak dap[at dudukl tenang dalam waktu yang lama10. Apakah anda membuat keputusan berdasarkan perasaan11. Apakah anda suka memainkan jari, pensil, atau menggerakkan kaki saat mendengarkan12. Apakah anda meluangkan banyak waktu untuk berolahraga

Untuk menentukan apakah siswa tergolong gaya belajar visual, audiotorial, atau khinestetik digunakan cara sebagai berikut: (1) setiap jawaban (V) sering mendapat skor 2, (2) setiap jawaban (V) kadang-kadang Mendapat skor 1, dan (3) setiap jawaban (V) jarang mendapat skor 0. Dengan demikian, skor tertinggi yang diperoleh dalam satu kelompok pertanyaan (12 butir) adalah 24. Apabilaseorang siswa mendapatkan skor tertinggi pada pertanyaan visual dibandingkan pada kelompok pertanyaan audfitorial dan khinestetik, maka ia dianggap bergaya belajar visual, dan demikian seterusnya. Sebagai contoh jika Ani mendapat skor visual 20, skor auditorial 14, dan skor khinestetik 16,maka ia tergolong bergaya visual.E. CIRI-CIRI PEMBELAJARAN YANG BAIK DAN TDAK BAIKBerikut disajikan format amatan ciri-ciri guru yang baik dan tidak baik dalam proses pembelajaran. Pengembangan format amatan didasarkan pada komponen komponen sistem pembelajaran.

Format amatan ciri-ciri pembe lajaran yang baik(+) dan tidak baik (-)NoKomponen sistem pembelajaran dan indikatorNilai

1Sikap selama mengajar

a. Berdiri membelakangi papan tulis

b. Duduk di atas meja (siswa)

c. Berdiri terpaku pada satu tempat

d. Bersandar pada jendela

e. Sering melihat keluar+

-

-

-

-

2Tingkah laku selama mengajara. Mengajak tertawa Pada beberapa siswa

b. Mengajak tertawa pada seluruh kelas

c. Sering tersenyum tanda persetujuan

d. Me3mbunyikan jari untuk menarik perhatian

e. Memeriksa pekerjaan waktu para siswa bekerja

f. Berbicara kurang jelas-

++

++

___

3.Motivasia. Tidak atau sedikit memanfaatkan motivasi

b. Mengetengahkan kegunaan pelajaran

c. Memikirkan masalah dan kegiatan berguna

d. Memanfaatkan pengalaman anak-anak sebagai penambah bahan

e. Melakukan pendekatan-pendekatan bervariasi terhadap berbagai pelajaran

f. Mempergunakan media yang tidak/kurang huubungannya dengan bahan yang sedang di bahas__+++

+

+

_

4Pemanfaatan Perbedaan Perorangana. Tidak memperhatikan perbedaan psikis

b. Tidak atau sedikit sekali memberi pertolongan individual

c. Selalu menolong anak-anak didiknyaad. Menyediakan tugas khusus untuk anak-anak yang berkelainan

e. Menyediakan daftar bacaanuntuk kegiatan ekstra kurikuler

f. Menyesuaikan cara evaluasi dengan keadaan anak-anak_

__+

+++

+

5Pengadaan Bahan Pelajarana. Mengikuti dengan cermat buku pelajaran

b. Bahan hanya dari buku tersebut

c. Bahan sama sekali sama dengan buku sehingga para siswa tidak merasakan perlunya membaca

d. Mengadakan penyimpangan dari buku tersebutuntuk disesuaikan dengan keadaan tempat dan waktu

e. Menyediakan soal-soal dan suruhan-suruhan yang mengikuti hanya garis besarnya sajaz dari apa yang ditetapkan di buku____

__

+

+

6.Alat pembantu komunikasi (AVA dsb.)a. Menggunakan segala alat bantu yang mungkin)iadakan

b. Anak-anak dianjurkan mengadakan sendiri

c. Hemat dengan alat-alat peraga

d. Membuat suruhan yang memberi kemungkinan kepada anak-anak duntuk mengadakannya (alat)e. Mengadakan karya wisata yang menunjang++

+

_

+

+

7Tugas untuk anak-anaka. Diambil melulu dari buku saja

b. Memberikan suruhan lisan yang terbatas

c. Memberikan suruhan dengan disertai petunjuk tertulis

d. Hanya memberikan penjelasan lisan saja

e. Sering lupa memberikan tugas__+++___

8Pertanyaan-pertanyaan yang diajukannyaa. Hanya menanyakan fakta saja

b. Yang jawabannya hanya satu atau dua kata saja

c. Pertanyaan pikiran yang memerlukan kesimpulan dan sebagainyad. Yang jawabannya tidak ada dalam buku

e. Contoh-contoh dari pengalaman anak-anak

f. Pertanyaan pikiran tetapi tidak memberi waktu yang cukup___

+++++

_

9Penguasaan bahan pelajaran

a. Memberi keterangan yang jelas

b. Menggunakan contoh yang tidak relevanc. Selalu mengulangi apa yang diajarkan disebabkan kelebihan waktud. Biasanya dapat menjawab pertanyaan anak-anake. Ragu-ragu disebabkan kurang persiapan

+__

__

+__

10Komentar terhadap jawaban siswaa. Mengulangi jawaban siswa

b. Hanya mengatakan betul atau salah saja

c. Menyuruh siswa lain membetulkan kesalahan

d. Membimbing anak-anak membetulkan klesalahan

e. Melengkapi jawaban siswa dengan contoh-contoh lain____++++

11Disiplina. Ruangan kelas tidak teratur

b. Bisikan yang terus menerus

c. Gaduh tidak karuand. Simpang siur tak bertujuan

e. Tak ada perhatianf. Masing-masing membereskan bagianya

g. Kelas tidak sepi, tapi hidup disebabkan kegiatanh. Hukuman diberikan seketika

i. Ancaman hukuman tidak dilaksanakan

j. Kelas sepi sekali tak ada yang berani buka mulut

_________++++___

12Evaluasi

a. Memberikan ulangan-ulangan singkat yang teratur dan sering

b. Mempergunakan hasil tes untuk apersepsi dan pembahasan pelajaran yang akan datang

c. Item tes tidak melulu fakta saja

d. Sering terlambat mengembalikan hasil tes/ulangan

e. Setiap anak memiliki kartu kemajuan

f. Mengembalikan pekerjaan dengan komentar

g. Membiarkan anak-anak menyontek

+++

+

__

+

++

__

REFLEKSI AWAL

1.a. Merasakan adanya masalah :

Berdasarkan hasil kunjungan kelas yang telah dilakukan sebelumnya, identifikasi dan tuliskan bukti temuan masalah tersebut.

NoAspek yang diobservasiMasalahBukti

AdaTidak ada

1.b Identifikasi masalah

Silahkan anda sekalian secara kelompok menetapkan masalah yang akan dipecahkan, dengan cara menuliskan masalah pembelajaran di kelas yang telah diidentifikasi dan tentukan akar masalahnya . Tetapkan akar p[ermasalahannya dengan jalan memilih satu diantara masalah di atas yang mendesak untuk segera dicari solusinya.

Tabel identifikasi masalah

MasalahAkar masalahFaktor penyebabAlternatif pemecahan masalah

Masalah berkaitan dengan perencanaan:

1.

2.

3.

5.

Masalah berkaitan dengan pembelajaran:

1.

2.

3.

4.

5.

Masalah berkaitan dengaan pengelolaan kelas:

1.

2.

3.

4.

5.

Masalah berkaitan dengan Penilaian:

1.

2.

3.

4.

5.

1.c Perumusan Masalah

Setelah menetapkan masalah dan menganalisisnya, kegiatan selanjutnya adalah merumuskan masalah secara jelas, spesifik, operasional, dan dapat dipecahkan.Masalah pembelajaran yang mendeswak untuk dicari solusinya merupakan titik awal sebuah proses Penelitian Tindakan Kelas. Tidak akan ada PTK tanpa adanya masalah yang dapat diidentifikasi, dan dirumuskan dengan jelas.Masalah biasanya dirumuskan dengan kalimaqt tanya atau kalimat negatif.

1.d Perumusan hipotesis tindakan

Setelah masalah dirumuskan, kegiatan berikutnya adalah merumuskan hipotesis tindakan dengan cara merumuskan dan memilih alternatif tindakanyang telah dirumuskan. Hipotesis dikembangkan berdasarkan masalah yang telah dirumuskan.Hipotesis yang baik harus dapat diuji secara empiris artinya : Dampak tindakanyang dilakukan dapat diukur, baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif

Rumusan Hipotesis tindakan inilah yang kemudian diangkat menjadi topik/judul Penelitian Tindakan Kelas.

STUDI KASUD PEMBELAJARAN PKn

(diadopsi dari TAP FKIP UT hal. 91-95 sebagaimana terlampir)

DAFTAR PUSTAKAAnitah Sri W., 2008, Strategi Pembelajaran di SD,Jakarta, Penerbit Universitas Terbuka.Balnadi Sutadipura, 1982, Aneka Problem Keguruan, Bandung, AngkasaBorg, Walter R, dan Meredith D. Gall. Educational Research An Introduction. New York: Longman, 1983.

Blanchard. Alan. What is Contextual Learning and Teaching. 2004 (http// www.Besteducationalservice.com/ contextual.pdf, 2001)

Cunningsworth, Alan. Choosing Your Course Book. Oxford: Heinemann, 1995.

Departemen Pendidikan Nasional. Kurikulum Berbasis Kompetensi, Pendidikan Prasekolah, Dasar, Menengah: Ketentuan Umum. Jakarta:, 2003.

. Kurikulum 2004, Pengetahuan Sosial Sekolah Dasar dan Madrasah

Ibtidayah. Jakarta: 2003.

. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22,23, dan 24.

Jakarta: 2006 (http//www.depdiknas.go.id)

Dick, Walter dan Lou Carey. The Systematic Design of Instruction. New York: Longman, 1996

Ginn, Wanda Y. Jean Piaget-Intellectual Development. Available at (http// www.sk.com.br/skpiaget.html), 2001.

Gyallay, Peter. Environment: PAP-ETAP Reference Guide Book, Chapter 13. 2004 (http//www.un.org.kh/fae/pdfs/ section4/chapterxxx3/33.pdf).

Hines,et.al. "Global Issues and Environment Education". 2004 (http//www. eriese.org/erie/digest/digest-05/ html. June, 1993).Ivor K. Davies, 1970, Pengelolaan Belajar, Jakarta, CV Rajawali bekerjasama dengan Universitas Terbuka.Karim, Mariana. Pemilihan Bahan Pengajaran. Jakarta: Penlok P3G, 1980.

Kementerian Lingkungan Hidup. Kebijakan Pendidikan Lingkungan Hidup. Jakarta,

2004

Koentjaraningrat. Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia, 1987.

Mergel, Instructional Design and Learning Theory. 2004 (http/www. usask.ca/ education/ 802papers/ brenda/ mergel.htm; Mei 1998).Purwanto Edy, 2005, Evaluasi Proses dan Hasil dalam Pembelajaran, Malang, UM Press

PurwaNTO Edy, 2007, Strategi Belajar Mengajar, Malang, UM PressRomiszowski. Developing Auto Instructional Materials. Philedelphia: Nicolas Publishing, 1986

Sadtono. "Teknik Cloze: Sebagai Alat Pengukur Dalam Bahasa". Pengajaran Bahasa dan Sastra, Tahun II, No.6, 1979

Schmieder, Allen A. "The Nature and Philosophy of Evironmental Education: Goal and Objectives", Trends in Environmental Education. (UNES-CO), 1977.

Semiawan, Conny. Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta: PT Gramedia, 1992.

Smith, Mark K The Behaviorist Orientation of Learning. 2004 (http//www. infed. org/biblio/learning_behaviorist.htm, Juli, 1996).

. The Cognitive Orientation to Learning. 2004 (http//www. infed.

org/biblio/learning_cognitive. htm,Juli, 1996).

Soekamto, Toeti dan Udin Saripudin Winataputra. Teori Belajar dan Model-Model Pembelajaran. Jakarta: P2T Universitas Terbuka, 1997.

Soemarwoto, Otto. Atur Diri Sendiri: Paradigma Baru Pengelolaan Lingkungan Hidup. Yogyakarta: Gadjah-mada University Press, 2001.

Tilaar, HAR. Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000.

. Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

1999.Tim TAP FKIP UT, 2007, Panduan Tugas Askhir Program, Jakarta Penerbit UTTomlison, Brian (ed). Material Development in Language teaching. Cambridge: Cambridege University, 1998.

MEDIA PEMBELAJARAN

METODE PEMBELAJARAN

PROSES PEMBELAJARAN

ALAT EVALUASI

BAHAN AJAR

Sebuah gambar tidak bernilai ribuan kata namun 3kali lebih efektifdaripada hanya kata-kata saja.bahkan waktu yang digunakan untuk menyampaikan konsep bisa berkurang hingga 40% ketika visual melengkapi presentasi verbal.

Belajar dengan menggunakan visual bisa menaikkan ingatan dari 14% menjadi 38% (Pike 1989 )

Apakah kondisi tempat duduk mudah disesuaikan dengan kebutuhan belajar

Apakah siswa dikelompokkan sesuai dengan kebutuhan belajar

Gambar 1 Bagan model pengembangan bahan ajar pendididkan lingkungan hidup berbasis lokal

Standar KompetensiKompetensi Dasar1. Memahami lingkungan dan melaksanakan kerjasama di sekitar rumah dan sekolah1.1Menceritakan lingkungan alam dan buatan di sekitarrumah dan sekolah

1.2Memelihara lingkungan alam dan buatan di sekitar rumah

1.3Membuat denah dan peta lingkungan rumah dan sekolah

1.4Melakukan kerjasama di lingkungan rumah, sekolah, dankelurahan/desaKelas IV, Semester 1Standar KompetensiKompetensi Dasar1. Memahami sejarah, kenampakan alam, dan keragaman suku bangsa di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi1.1.Mendeskripsikan kenampakan alam di lingkungan

kabupaten/kota dan provinsi serta hubungannya dengan keragaman sosial dan budaya

1.2.Menunjukkan jenis dan persebaran sumber daya alam

serta pemanfaatannya untuk kegiatan ekonomi di lingkungan setempat

1.3.Menghargai keragaman suku bangsa dan budaya

setempat (kabupaten/kota, provinsi)

1.4.Menghargai berbagai peninggalan sejarah di

lingkungan setempat (kabupaten/kota, provinsi) dan menjaga kelestariannyaKelas IV, Semester 2Standar KompetensiKompetensi Dasar2. Mengenal sumber daya alam, kegiatan ekonomi, dan kemajuan teknologi di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi2.1Mengenal aktivitas ekonomi yang berkaitan dengansumber daya alam dan potensi lain di daerahnya

2.2Mengenal perkembangan teknologi produksi,komunikasi, dan transportasi serta pengalamanmenggunakannya

2.3Mengenal permasalahan sosial di daerahnya

Kelas III, Semester 1

Group ExperimenPokok Bahasan 1Pokok Bahasan 2Pokok Bahasan 3Pokok Bahasan 4

MeanSDMeanSDMeanSDMeanSDPretes (A)82,4910,0164.921,2865,79,7965,77,64Non-Pretes(C)62,4916,8062,014,6262,28,4360,38.29KontrolPretes (B)44,3714,7338,810,8446,811,8342,510,59Non-pretes (D)31,519,2431,214,7238,29,5431,710,65

TABEL 2 DESKRIPSI STATISTIK SKOR HASIL BELAJAR SETIAP POKOK BAHASAN

Keterangan:

A = Group yang diberikan prestes, perlakuan, dan postes. B = Group yang diberikan prestes, dan postes saja. C = Group yang diberi perlakuan dan postes saja. D = Group yang hanya diberikan postes saja.

Lembar Kegiatan 1

Rumusan Masalah

1.

2.

3.

4.

5.

HIPOTESIS TINDAKAN

1.

2.

3.

4.

3.

4.

5.

Lembar kegiatan 2

6