Upload
letuyen
View
224
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PROBLEMATIKA PELAKSANAAN WAKAF
DI NEGARA BAGIAN KEDAH MALAYSIA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
Oleh :
ALAWIYAH BINTI MOHD YATIM 106044103703
K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL AL- SYAKHSHIYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A 1429 H / 2008 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
Skripsi yang berjudul “PELAKSANAAN WAKAF DI NEGARA BAGIAN KEDAH,
MALAYSIA” telah diajukan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada tanggal 15 September 2008. Skripsi
ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Islam pada Program Studi Ahwal Syahkshiyah.
Jakarta, 15 September 2008 Mengesahkan Dekan,
PROF. DR. H. MUHAMMAD AMIN SUMA SH, MA, MM.
NIP : 150 210 422
PANITIA UJIAN UJIAN SKRIPSI
Ketua : Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA (............................................)
Nip: 150 169 422
Sakertaris : Kamarusdiana, S.Ag, MH (.............................................) Nip: 150 285 972
Pembimbing : Prof.Dr S.H A Sutarmadi (.............................................)
Nip: 150031177 Penguji I : Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma SH, MA, MM.
NIP : 150 210 422 (..............................................)
Penguji II : Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA (..............................................) Nip: 150 169 422
KATA PENGANTAR
بسم اهللا الرحمن الرحيمSegala puji bagi Allah Swt, Pencipta dan Penguasa alam semesta yang telah
melimpahkan taufiq dan hidayah-Nya kepada penulis terutamanya dalam rangka
penyelesaian skripsi ini. Selanjutnya shalawat dan salam untuk junjungan kita Nabi
Muhammad SAW yang telah menyelamatkan umat dari alam kegelapan kealam
terang benderang.
Skripsi ini ditulis dalam rangka melengkapi syarat-syarat guna memperoleh
gelar strata satu (S.1), pada program studi Ahwal-al-Syakhshiyyah, Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul: “PELAKSANAAN
WAKAF DI NEGARA BAGIAN KEDAH, MALAYSIA”
Untuk menyelesaikan skripsi ini penulis banyak mendapat petunjuk dari berbagai
pihak, baik secara langsung dan tidak langsung. Dalam hal ini penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. Bapak Prof. DR. Muhammad Amin Suma MA, SH, MM. Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
2. Drs. H.A Basiq Djalil, SH, MA dan Kamarusdiana S.Ag. MH, masing-masing
selaku ketua dan sekretaris Program Studi Ahwal-al- Syakhshiyyah.
3. Prof.Dr. H.A Sutarmadi, selaku dosen pembimbing skripsi.
iii
4. Seluruh staff pengajar (dosen) Program Studi Ahwal-al-Syakhshiyyah Fakultas
Syariah dan Hukum, serta kepada karyawan dan staff perpustakaan yang telah
memfasilitasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Teristimewa buat tatapan ayahanda Mohd Yatim Bin Abdullah dan Ibunda
Khatijah Binti Wahab yang amat saya sayangi lagi saya cintai, yang telah
memberikan semangat dan dukungan.
6. Teman seperjuangan Fatehah, Khaslaili, Saidah, k.Wani, k.Siti dan Abdul Barri.
Jutaan terima kasih diucapkan karena turut mendoakan keberhasilan, memberi
partisipasi dan semangat kepada penulis demi keberhasilan penulisan karya
ilmiah ini.
Akhirnya, semoga skripsi ini dapat memberikan masukan yang positif kepada
pembaca sekalian, semoga bantuan yang telah diberikan kepada penulis mendapat
imbalan dari yang Maha Kuasa.
-Amin Ya Rabbal A’lamin-
Jakarta : 23 Juni 2008 20 Jumadil Akhir 1429
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman
PERSETUJUAN PEMBIMBING ...............................................................i
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI............................................. ii
KATA PENGANTAR ................................................................................iii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………v
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................. 1
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah ............................. 4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................... 5
D. Metode Penelitian ........................................................... 5
E. Sistematika Penulisan ..................................................... 7
BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG WAKAF MENURUT FIQIH
A. Pengertian Wakaf ............................................................ 9
B. Rukun dan Syarat-syarat Wakaf...................................... 20
C. Macam-macam Wakaf ................................................... 24
BAB III : PERWAKAFAN DI NEGARA BAGIAN KEDAH
A. Sejarah Singkat Wakaf di Kedah .................................. 26
B. Pelaksanaan Wakaf ....................................................... 28
v
C. Keberadaan Nazhir dan Wewenangnya ........................ 33
D. Pengawasan Harta Wakaf ............................................. 36
BAB IV : ANALISIS TERHADAP PERMASALAHAN WAKAF DI
NEGARA BAGIAN KEDAH
A. Prosedur Pendaftaran dan Perubahan Status
Harta Wakaf ................................................................. 40
B. Hambatan Dalam Membangun Harta Wakaf............... 50
C. Analisa Penulis ............................................................ 52
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................. 58
B. Saran-saran .................................................................. 60
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 62
vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Wakaf dalam doktrin agama Islam merupakan salah satu bentuk ibadah yang
syarat nilai, karena selain mengandung dimensi vertikal, juga berdimensi horizontal,
yang dalam istilah bahasa yuridis formal dikatakan dengan kata-kata kepentingan
ibadah dan keperluan umum. Sebagaimana telah diatur dalam Undang-undang No.1
Akta Pentadbiran Undang-undang Islam (Wilayah-wilayah Persekutuan) 1993 (Akta
505) Bahagian 1 Sek. 2- Tafsiran menurut peraturan pemerintah bab amanah khairat
seksyen 61 wakaf dan nazar.
P.U (A) 352/85. Akta A585
“Wakaf “am” ertinya wakaf yang berkekalan atas modal dan pendapatan daripada harta bagi maksud-maksud agama atau khairat yang diiktiraf oleh Hukum Syarak dan heart yang diwakafkan sedemikian.”
“Wakaf khas” ertinya wakaf yang berkekalan atau bagi suatu tempoh terhad atas modal harta bagi maksud-maksud agama atau khairat yang diiktiraf oleh Hukum Syarak, dan harta yang diwakafkan sedemikian, yang berpendapatan daripadanya diberikan kepada orang-orang atau bagi maksud-maksud yang ditetapkan dalam wakaf itu.1
Maksud yang terkandung dari anak kalimat sesuai dengan tujuan wakaf
adalah apa yang sudah disebut diatas yakni kepentingan peribadatan dan keperluan 1 Undang-undang Malaysia, Perlembagaan Persekutuan, 2003.
umum lainnya. Dan agar wakaf itu berfungsi sebagaimana mestinya, maka
perlembagaannya haruslah untuk selama-lamanya. Dan agar benda wakaf itu dapat
tetap bermanfaat bagi peribadatan dan keperluan umum lainnya, maka itu harus
dikelola oleh sesuatu badan yang bertanggungjawab baik kepada wakif, masyarakat
mau pun Allah yang menjadi pemilik mutlak benda wakaf itu.
Di dalam Al-Quran tidak jelas dan tegas wakaf disebutkan, namun beberapa
ayat yang memerintahkan manusia berbuat baik untuk kebaikan masyarakat
dipandang oleh para ahli sebagai landasan perwakafan, yaitu:
☺
☺ ☺
☺
☺ ⌧
)267\2 :البقرة( ☺
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”
Allah memerintahkan manusia untuk membelanjakan (menyedekahkan)
hartanya yang baik.2
Namun demikian, sebagian umat Islam memandang persoalan wakaf semata-
mata diyakini sebagai aspek mengandung ibadah ansich sehingga menolak bentuk
yang mereka anggap formalistic yang biasanya tampil dalam upacara-upacara
seremonial belaka.
Sedangkan ditengah arus transformasi yang segala dinilai yang sedikit demi
sedikit mempengaruhi dan menggeser taat nilai yang sudah ada, segala sesuatu secara
De Facto dan De Jure dituntut keberadaannya yang kongkrit, sehingga kepastian
hukumnya dapat dijamin. Karena tanpa ini bisa saja terjadi bukan hanya
persengketaan yang sulit terselesaikan dan hal-hal lain yang tidak pernah terduga
sebelumnya. Namun akan kait mengait kepada yang lebih kompleks.
Bahwa setiap perbuatan hukum baru dianggap sah menurut hukum apabila
sudah memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh hukum. Perkara ini bukan semata
ketentuan birokrasi tetapi merupakan kewaspadaan terhadap kemungkinan perlunya
yang terjadi di masa depan. Maka salah satu persyaratan sahnya wakaf adalah harus
tercatat (adanya Akta Ikrar Wakaf)3 sebagai jaminan adanya kepastian hukum wakaf
sebagai suatu bentuk semangat ritual peribadatan. Maka kesadaran akan legalisasi
2 Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 2006, cet 1, hal 77.
3 Ahmad Sudirman Abbas, Wakaf Perspektif Ulama Mazhab Dan Hukum Positif. (PenerbitYayasan Nuansa Cendikia, 2006), hal 49.
wakaf pada instansi yang berwenang harus mendapat perhatian dan diberikan
legitimasi religius oleh pemerintah.
Maka dari itu penulis tertarik untuk meneliti masalah ini melalui penelitian
skripsi dengan judul “ Problematika Pelaksanaan Wakaf Di Negara Bagian
Kedah Malaysia.”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Untuk mempermudahkan penulis dalam pembahasan, penulis perlu kiranya
mengidentifikasi masalah sehingga jelas apa yang perlu dibahas. Masalah perwakafan
yang belakangan ini kurang diambil perhatian peranan dan kegunaannya dalam
masyarakat.
Pengelolaan benda wakaf ini, dikelola sepenuhnya oleh Mahkamah Syariah
dibawah Akta Pentadbiran Undang-undang (Wilayah Persekutuan) No. 505/1993
Bahagian Kewangan.4 Untuk mencapai sasaran yang diharapkan penulis, maka dalam
penyusunan skripsi ini penulis memandang perlu memberikan batasab masalah agar
tidak adanya pembahasan yang melebar sehingga menimbulkan kerancuan dan
kesalah fahaman.
4 Undang-undang Malaysia, Perlembagaan Persekutuan, Internasional Law Book Services (ILBS).2003.
Permasalahan wakaf negara bagian Kedah yang penulis paparkan ini
merupakan sebuah kerangka berfikir dalam rangka memahami konsep wakaf yang
diatur oleh Hukum Islam dan Hukum Positif. Guna lebih terarahnya skripsi ini maka
penulis membatasinya dalam penjelasan dibawah ini. Penulis akan membahas
pengertian wakaf, syarat-syarat dan rukun-rukun wakaf mengikut pengertian al-
Quran, Hadist, ijma’ ulama’ dan peraturan Undang-undang yang berlaku,
kemampuan masyarakat dan peranan kerajaan.
Berdasarkan pembatasan masalah seperti tersebut diatas, penulis merumuskan
permasalahan sebagai berikut; (( aturan-aturan tentang wakaf sudah ada dikeluarkan
oleh kerajaan atau badan yang berwenang yaitu dikelola sepenuhnya oleh Mahkamah
Syariah dibawah Akta Pentadbiran Undang-undang (Wilayah Persekutuan) No.
505/1993 Bagian Kewangan. Sedangkan kenyataannya masyarakat belum faham
ataupun yang sudah faham tidak melaksanakan aturan wakaf tersebut. Inilah yang
ingin penulis telusuri dalam penulisan skripsi ini. Rumusan tersebut dapat diuji dalam
bentuk pertanyaan yakni:
1. Apakah masyarakat sudah mengetahui peraturan berwakaf?
2. Apakah terdapat kemudahan dalam berwakaf?
3. Bagaimana kerajaan melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan?
C. Tujuan Penelitian
Sebagai penulis tentunya mempunyai tujuan penelitian. Tujuan yang menjadi
sasaran bagi penulis adalah:
1. Untuk mengetahui seberapa banyak peraturan wakaf yang diketahui oleh
masyarakat dalam melaksanakan wakaf di Negara Bagian Kedah.
2. Untuk mengetahui bagaimana pihak masyarakat mendapatkan kemudahan dalam
melaksanakan wakaf di Negara Bagian Kedah.
3. Untuk mengetahui sejauh manakah kerajaan melakukan sosialisasi peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Negara Bagian Kedah.
D. Metode Penelitian dan Teknis Penulisan
Adapun jenis metode yang digunakan peneliti adalah penelitian kualitatif.
Penelitian ini adalah dihasilkan melalui data-data deskriptif (pemaparan) yang
diperoleh dari pengamatan di lapangan dan tidak selalu berbentuk angka-angka,
namun demikian data-data diperlukan untuk mempertajam analisis.
Untuk mendapatkan data yang sesuai dengan pembahasan di atas, maka
penulis menggunakan penelitian kualitatif yang mengacu pada teknik pengumpulan
data yaitu dengan;
a. Interview/Wawancara
Wawancara adalah mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada
responden dengan wawancara terbuka. Secara sederhana wawancara diartikan
sebagai alat pengumpul data dengan cara mempergunakan tanya jawab antara
pencari informasi dengan sumber informasi.5
b. Dokumentasi
Adalah mengumpulkan data-data sekunder mengenai lahan penelitian yang
didapatkan dari berbagai sumber tertulis seperti arsip, dokumen resmi, foto, data
statistik dan sejenisnya yang diharapkan dapat mendukung analisis penelitian.
c. Dalil-dalil Al-Qur’an dan Hadits.
Dalil-dalil Al-Qur’an dan Hadits dari kitab-kitab suci, buku-buku dan peraturan
perundang-undangan yang terkait.
Adapun teknis penulisan yang dipakai agar skripsi ini tersusun dengan lebih
sistematis dan lebih sempurna, penulis berpedoman sepenuhnya pada buku pedoman
penulisan skripsi Fakultas Syariah Dan Hukum, Universitas Islam Negeri
Hidayatullah Jakarta 2007. Sedangkan untuk menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an yang
menjadi dalil dalam skripsi ini, penulis menggunakan Al-Qur’an dan terjemahan
yang dikeluarkan oleh Departemen Agama Republik Indonesia.
E. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai materi yang menjadi
pokok penulisan dan memudahkan para pembaca dalam memahami penulisan skripsi
ini, maka penulis menyusun sistematika penulisan seperti berikut:
5 Hadar Nawawi, Metode Penelitian Sosial, Gadjah Mada University, Yogyakarta, 1993, h.111
BAB I: PENDAHULUAN, yang terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuandan manfaat penelitian, metode penelitian dan teknik
penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II: TINJAUAN UMUM TENTANG WAKAF MENURUT FIQIH, yang
terdiri dari pengertian wakaf, rukun dan syarat-syarat wakaf, macam-macam wakaf
dan proses wakaf.
Bab III: PERWAKAFAN DI NEGARA BAGIAN KEDAH, menerangkan sejarah
singkat wakaf, pelaksanaan wakaf dan tinjauan umum menurut Kanun Tanah Negara
dan Akta Pentadbiran Undang-undang Islam (Wilayah-wilayah Persekutuan)
505/1993.
Bab IV: ANALISIS TERHADAP PERMASALAHAN WAKAF DI NEGARA
BAGIAN KEDAH, menerangkan analisis permasalahan kiat-kiat wakaf masa kini
yang diatur oleh kewenangan Nazhir dan keberadaannya serta prosedur perubahan
status harta wakaf.
BabV: PENUTUP, merupakan bab yang terakhir meliputi kesimpulan dari
keseluruhan pembahasan disertakan dengan rekomendasi yang diharapkan agar dapat
menjadi satu komitmen yang berguna kepada agama, masyarakat dan negara.
BAB II
WAKAF DAN MACAM-MACAMNYA
A. Pengertian Wakaf
1. Wakaf Menurut Bahasa
Kata “wakaf” merupakan bentuk masdar berakar dan وقفا- يقف - وقف
kata al-wakfu semakna dengan al-habs bentuk masdar dari6 يحبس -حبس - احبس yang diartikan berdiri, berhenti, abadi, tertahan untuk didayagunakan dan yang
dimaksud adalah menahan harta yang kemudian mengalokasikannya kejalan Allah
SWT7.
Menurut terminologi atau istilah syara’ pengertian wakaf adalah
8 اهللايلبى س فهعافن مفرص واللم اسب حي اةرم الثيلبست ولصأل اسبح
Artinya:“Menahan benda asal (pokok) dan menjadikan buah atau hasilnya untuk sabilillah atau jalan kebaikan, yakni menahan benda atau harta dan menyalurkan hasilnya di jalan Allah SWT”. Benda yang tertahan atau dijadikan obyek wakaf disebut “al-Mauquf” baik
atas kepemilikan Allah SWT. dan yang dikehendaki dengan wakaf di sini ialah
6 Atabik Ali dan Muhdlor dkk, Kamus Kontemporer ‘Arab – Indonesia (Yogyakarta: Multi
Karya Grafik, 1998) h. 2034 7 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT. Lechtiar Baru Van Hoeve, 1994) Jilid 5
Cet Ke-3 h. 168. 8 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, ( Darul Fath : 2004) Jilid 4 h.368
menahan benda milik waqif di jalan Allah SWT untuk dimanfaatkan bagi kepentingan
orang banyak.
2. Wakaf Menurut Istilah
Para ahli fiqih, terutama para pengikut imam empat mazhab memiliki
perbedaan pandangan dalam menterjemah wakaf menurut istilah dan terletak pada
penekanan kelaziman yang berimplikasi kepada keharusan berwakaf atau bukan
merupakan keharusan. Perbedaan itu juga dapat terjadi akibat persepsi tentang
ketentuan waktu yang membatasi dan tidak ada ketentuan waktunya, dalam
pengertian berwakaf berarti melepas hak untuk selamanya.
Berkenaan dengan pengertian wakaf, para pengikut imam empat mazhab
mendefinisikan sebagai berikut:
Menurut ulama’ Malikiyah
9سحبلم ااهربا مةد مةغصب قحتسمل ةل غةرجاو بل ووكلم المةعنفم اللعج
Artinya:”Menjadikan manfaat benda yang dimiliki baik berupa sewa atau hasilnya untuk diserahkan kepada orang yang berhak dengan ikrar yang berjangka waktu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh orang yang mewakafkan”. Tetapi “hak” kepemilikan pewaqif terletak pada benda yang diwakafkan
(al-mauquf) sedangkan tindakan atau perbuatan berwakaf berarti melepaskan
kenikmatan atas hasil atau hak berbuat apa saja terhadap benda tersebut. Golongan
9 Muhammad Abu Zahra, Al-Waqf (Beirut: Dar al-Fikr, 1971), Cet.2, h.5
Malikiyah memahami kalimat بأجرة ولوالمملوك kepemilikan yang disewakan10,
dengan ilustrasi menyewakan rumah hak milik atau sebidang tanah dengan
tenggang waktu tertentu dengan “mewakafkan” nilai yang dihasilkan darinya kepada
orang lain selama kurun waktu tertentu itu.
Atas dasar pemikiran seperti ini tindakan berwakaf bagi waqif menyerupai
kepemilikan benda bagi seseorang yang masih berada di bawah pengampuan (al-
mahjur) karena idiot. Kepemilikan “al-mahjur” (seorang yang IQnya rendah) atas
sebuah benda dapat difungsikan atau didayagunakan melalui sewa atau
semacamnya11. Tindakan “menyewakan” bagi si idiot merupakan langkah preventif
terjadinya kemusnahan.
Apabila ‘al-mahjur” (si idiot) melakukan penyewaan atas benda yang
dimiliki, maka tindakan itu dapat dibenarkan dan dimaklumi. Akan tetapi, jika
tindakan tersebut mengarah kepada penjualan aset yang ada dan atau berkehendak
untuk menghibahkannya, maka dalam kasus seperti ini tidak patut dibenarkan12.
Ulama Hanafiyah mendefinisikan dengan ungkapan:
10 Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, Hukum Wakaf. Penterjemah Ahrul Sani
Faturrahman, (Dompet Dhuafa Republika Dan IIMAN, cet.1, 2004) h. 58. 11 Nor Naemah Rahman, Fatwa-fatwa Wakaf Di Malaysia:Analisis Khusus Di Negeri
Kelantan (Kuala Lumpur. Kovensyen Wakaf Kebengsaan. 2006) h. 12 12 Ibid. h 12
سبى ح أفرصوا أهتعفنم بقدصالت وفاقو الكل ملى عنيع السبا حعر شفقلوا لك اهللا تعالى مكل ملىا ال عهسبا حمهدن و عبحأ نا على مهتعفن ممك حلى عنيعال 13ريخ الةه على جةعفنلما بقدصالت وفاقالو
Artinya:“Wakaf menurut syara, adalah menahan benda yang menjadi hak milik pewakaf (waqif) dan menyedekahkan dari hasil-hasil dari benda tersebut. Atau dengan ungkapan lain menyalurkan kemanfaatan hasil-hasilnya kepada siapa saja yang dikehendaki waqif dan keduanya (waqif dan nazhir) berkewajiban menjaga barang tersebut untuk tujuan kebaikan.”
Definisi di atas memberi pengertian bahwa pemilikan benda wakaf tidak harus
berpindah kepada orang lain kecuali berdasarkan keputuasan hakim. Kelompok ini
memandang wakaf sebagai perbuatan mubah yang tidak menuntut keharusan seperti
halnya bentuk benda pinjaman (al-ariyah).
Pengertian semacam ini memperjelas juga tentang kedudukan benda wakaf
yang sewaktu-waktu dapat dipindahkan kembali kemanfaatnnya kepada waqif atau
ahli warisnya. Hal ini membuka peluang bebas bagi waqif untuk berbuat apa saja
terhadap benda wakaf miliknya, sebagaimana barang pinjaman oleh pemiliknya bebas
dipinjamkan kemanfaatannya untuk apa saja terhadap benda wakaf (al-mauquf) bagi
waqif termasuk juga kebebasan terbatas dengan waktu yang diberikan, sehingga ia
bisa menariknya kembali kapan saja ia berikan.
Ditemukan adanya golongan yang menyamakan kedudukan benda wakaf
dengan barang yang dipinjamkan dari sisi kepemilikan dan kemanfaatan.
Kepemilikan menurut mereka tidak dapat dipindahkan pemilikan dari waqif
13 Sayyid al-Fikqri, Al-Mu’amalatu al-Madiyatu, juz 2 (Mesir, Mustafa al-Bab, al-Halabi, 1938) h. 304
sebagaimana pemilik barang pinjaman sedang kemanfaatannya diperlukan kebaikan
terutama mereka yang menghajatkannya. Adapun terhadap benda wakaf yang tidak
bergerak dalam bentuk khusus seperti wakaf sebagian tanah untuk mendirikan masjid
dengan tujuan agar orang-orang dapat melakukan ibadah solat, maka bentuk wakaf
semacam ini menghendaki terlepasnya kepemilikan waqif.
Lebih lanjut lagi Abu Hanifah memandang bahwa wakaf tidak mengikat,
dimana waqif bisa saja mencabut sewaktu-waktu termasuk memperjualkannya. Jadi,
berwakaf tidak berarti meninggalkan hak milik secara mutlak. Menurutnya, aqad
wakaf yang bersifat mengikat oleh beberapa sebab antara lain14:
a. Terjadi sengketa antara Waqif dan Nazhir dan Hakim memutuskan bahwa harta
wakaf itu mengikat, dalam arti pelepasan hak milik.
b. Wakaf yang berupa masjid dan putusan Hakim terhadap benda wakaf tersebut
dikaitkan dengan kematian waqif.
Para ahli fikih mazhab Syafi’i mendefinisikan wakaf dengan beragam definisi
yang dapat penulis ringkaskan sebagai berikut:
“Menahan benda yang dimungkinkan dapat menghasilkan manfaat atau nilai
dengan tetap menjaga eksistensinya dengan tidak mengurangi substansi barang itu.
Dan pengawasan berada di tangan Waqif serta dialokasikan kepada kegiatan yang
dibenarkan”15.
14 Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, h. 32 15 Direktorat Pengembangan Zakat Dan Wakaf, Fiqih Wakaf, cet. 3 (Jakarta: Direktorat
Jenderal Bimbingan Masyarakat Dan Penyelenggaraan Haji 2005), h. 2
a. Imam Nawawi mendefinisikan wakaf dengan “Menahan harta yang dapat diambil
manfaatnya bukan untuk dirinya, sementara benda itu tetap ada dan digunakan
manfaatnya untuk kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah SWT16.
b. Al-Syarbini Al-Khatib dan Ramli Al-Kabir mendefinisikan wakaf dengan
“Menahan harta yang bisa diambil manfaatnya dengan menjaga keamanan benda
tersebut dan memutuskan kepemilikan barang tersebut dari pemiliknya untuk hal-
hal yang dibolehkan17.
Dari paparan definisi di atas, penulis bisa mengasumsikan bahwa titik
persamaan dari masing-masing definisi Syaikh Al-Qalyubi yang mengatakan bahwa
wakaf adalah “Menahan harta yang bisa diambil manfaatnya dengan menjaga bentuk
aslinya untuk disalurkan kepada jalan yang dibolehkan18.
Ada pun menurut jumhur, termasuk di dalamnya adalah dua sahabat Imam Abu
Hanifah yakni Abu Yusuf dan Muhammad bin al-Hasan, golongan Syafi’iyyah dan
golongan Hanabilah wakaf adalah menahan harta yang memungkinkan diambil
manfaatnya, tetap ‘ainnya (pokoknya) dibelanjakan untuk mendekatkan diri kepada
Allah SWT19.
16 Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, h. 40 17 Ibid, h. 44
18 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab, Jafari, Hanafi, Maliki, Syafi’I dan Hanbal: Penterjemah, Masykur A.B dk, cet-17 ( Jakarta: Lentera, 2006), h. 641
19 Sayyid Sabiq, h. 369, Lihat juga Ensiklopedi Hukum Islam, Cet, ke-1, 1997
Menurut istilah Perundang-undangan (A) 352/85. Akta A585, wakaf terbagi
kepada dua yakni Am dan Khas. Wakaf “am” ertinya wakaf yang berkekalan atas
modal dan pendapatan daripada harta bagi maksud-maksud agama atau khairat yang
diiktiraf oleh Hukum Syarak dan heart yang diwakafkan sedemikian. Wakaf “khas”
ertinya wakaf yang berkekalan atau bagi suatu tempoh terhad atas modal harta bagi
maksud-maksud agama atau khairat yang diiktiraf oleh Hukum Syarak, dan harta
yang diwakafkan sedemikian, yang berpendapatan daripadanya diberikan kepada
orang-orang atau bagi maksud-maksud yang ditetapkan dalam wakaf itu.20
Dengan diwakafkannya itu, harta keluar dari pemiliknya, yaitu si waqif.
Jadilah harta wakaf tersebut secara hukum milik Allah SWT. Bagi waqif yang
terhalang untuk memanfaatkannya maka wajib mendermakan hasilnya sesuai dengan
tujuan. Sebagaimana firman Allah S.W.T Al-Imran: 92
لن تنالوا البر حتى تنفقوا مما تحبون وما تنفقوا من شيء فإن الله به عليم Artinya: Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.
Ayat di atas tidak memfokuskan tentang wakaf, akan tetapi kata-kata “al-
Birra” yang berarti kebajikan (yang sempurna) sudah menunjukkan bagaimana
seseorang itu boleh melakukan kebajikan dalam pelbagai aspek termasuk juga
berwakaf.
20 Undang-undang Malaysia, Perlembagaan Persekutuan, 2003.
Dalam hal ini Jumhur Ulama’ memberikan dalil dengan hadits Ibn Umar yang
diriwayatkan Imam Muslim:
حدثنا يحيى بن يحيى التميمي أخبرنا سليم بن أخضر عن ابن عون عن نافع عن ستأمره أصاب عمر أرضا بخيبر فأتى النبي صلى الله عليه وسلم ي ابن عمر قال
فيها فقال يا رسول الله إني أصبت أرضا بخيبر لم أصب مالا قط هو أنفس عندي منه فما تأمرني به قال إن شئت حبست أصلها وتصدقت بها قال فتصدق بها عمر
لا يباع أصلها ولا يبتاع ولا يورث ولا يوهب قال فتصدق عمر في الفقراء وفي أنهالقربى وفي الرقاب وفي سبيل الله وابن السبيل والضيف لا جناح على من وليها
)رواه امام مسلم(.21معروف أو يطعم صديقا غير متمول فيهأن يأآل منها بال
Artinya:“Dari Ibnu Umar ra. Berkata bahwa sahabat Umar ra. memperoleh sebidang tanah di Khaibar, kemudian menghadap kepada Rasulullah untuk memohon petunjuk. Umar berkata: “Ya Rasulullah, saya mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, saya belum pernah mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan kepadaku?” Rasulullah menjawab: “Bila kamu suka, kamu tahan pokoknya tanah itu dan kamu sedekahkan hasilnya.” Kemudian Umar melakukan sedekah, tidak dijual, tidak dihibahkan dan tidak juga diwariskan. Berkata Ibnu Umar: “Umar menyedekahkannya kepada orang-orang fakir, kaum kerabat, budak belian, sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dan tidak mengapa atau tidak dilarang bagi yang menguasai tanah wakaf itu (pengurusnya) makan dari hasilnya dengan cara baik (sepantasnya) atau makan dengan tidak bermaksud menumpuk harta”. Dari definisi-definisi yang sudah disebutkan di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa sebagian besar ulama berpendapat bahwa dengan terjadinya wakaf, sifat
kepemilikan benda yang diwakafkan menjadi lepas dari si waqif dan secara hukum
harta wakaf tersebut menjadi milik Allah SWT.
Akan tetapi, ada di antara para ulama juga berpendapat bahwa kepemilikan
harta yang diwakafkan itu tidak harus lepas dari si waqif, karena mereka (sebahagian
21 Shahih Muslim, Kitab Wasiat, Bab Wakaf hadits no. 1632, h. 1255.
golongan Hanafiyyah dan golongan Malikiyyah) berpendapat bahwa yang
diwakafkan itu manfaatnya, sedangkan pemilikan tetap ada pada si waqif. Hal yang
terputus bagi waqif hanyalah hak-hak untuk membelanjakannya. Sungguhpun
demikian, tidak berarti bahwa waqif bebas memanfaatkan harta diwakafkan22.
Menurut Kamus Ilmu Usul Fikih mendefinisikan wakaf adalah memberikan
harta kekayaan dengan ikhlas atau suatu pemberian yang berlaku abadi untuk
kepentingan pemerintah Islam, kepentingan agama dan untuk kepentingan umum.
Dana tersebut digunakan untuk memelihara dan kepentingan masjid. Pemberian ini
biasanya tidak dapat ditarik kembali oleh pihak yang memberikan wakaf. Ciri-ciri
pemberian wakaf adalah bahwa pemberian tersebut adalah untuk selama-lamanya23.
Menurut Akta Pentadbiran Undang-Undang Islam (Wilayah-Wilayah
Persekutuan) 1993 (Akta 505) mentafsirkan Wakaf “Am” dan “Khas” sebagai24:
‘‘Wakaf Am’’ ertinya wakaf harta modal dan pendapatan yang kekal
daripada mana-mana harta bagi maksud agama atau khairat yang diakui sah oleh
hukum syarak dan harta yang diwakafkan sedemikian.
“Wakaf Khas” ertinya wakaf yang berkekalan atau bagi suatu tempoh terhad
atas modal harta bagi maksud-maksud agama atau khairat yang diiktiraf oleh hukum
syarak dan harta yang diwakafkan sedemikian, yang berpendapatan daripadanya
22Ahmad Sudirman Abbas, “Wakaf Perspektif Ulama Mazhab Dan Hukum Positif”. Cet.1,
Yayasan Nuansa Cendikia, 2006. h 38
23 Totok Jumantoro, Kamus Ilmu Ushul Fikih, cet-1( Jakarata: Amzah, 2005) h. 358.
24 Akta Pentadbiran Undang-Undang Islam (Wilayah-Wilayah Persekutuan 1993) (Akta 505) h. 58
diberikan kepada orang-orang atau maksud-maksud yang ditetapkan dalam wakaf
itu.
Melihat kepada realitas dan perkembangan yang berlaku di Kedah ini, penulis
berpandangan bahwa tafsiran bagi definisi wakaf hendaklah dibuat secara umum
tanpa mengunakan perkataan “kekal” atau “bertempoh”. Ini karena dapat memberi
dorongan kepada masyarakat untuk berwakaf meskipun mereka tidak memiliki harta
yang tidak berbentuk kekal.
Definisi wakaf menurut undang-undang di Indonesia seperti berikut:
1. Menurut Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 1977 tentang Pengertian Perwakafan
Tanah Milik menurut pasal.1 (1) .
“Wakaf adalah suatu perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang
memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan
melembagakannya untuk selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau
kepentingan umum lainnya”.
2. Kompilasi Hukum Islam, buku III, Hukum Perwakafan, Bab I tentang ketentuan
Umum, pasal 215, poin (1); berbunyi25:
“Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan
hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakan untuk
selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan lainnya sesuai dengan
ajaran Islam”
25 Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, hukum perwakafan (Bandung: Homaniora Utama
Press, 1991) h.1
3. Dan pengertian wakaf menurut Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang
Wakaf Bab 1 Ketentuan Umum pasal 1 poin (1)26.
“Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau
menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau
untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan
ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah”.
Dari tiga pengertian wakaf menurut undang-undang di Indonesia ada
persamaan pengertian yaitu jika menurut Peraturan Pemerintah No.28 tahun 1977 dan
Kompilasi Hukum Islam “dilembagakan untuk selama-lamanya”, maka harta wakaf
tersebut harus diwakafkan buat selama-lamanya yang telah ditentukan mengikut
hukun syarak. Sedangkan Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf Bab 1
Ketentuan Umum menyatakan “dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu
tertentu sesuai dengan kepentingannya”. Menurut undang-undang ini harta wakaf
boleh saja jangka waktu dan tidak semestinya untuk selamanya ini karena sesuai
dengan kepentingannya (Harta Wakaf) guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan
umum menurut syariah.
Dari beberapa pengertian wakaf di atas dapat ditarik cakupan wakaf, meliputi:
1. Harta benda milik seseorang atau sekelompok orang.
2. Harta benda tersebut bersifat kekal zatnya, tidak habis apabila dipakai.
3. Harta tersebut dilepas kepemilikannya oleh pemilik.
26 Undang-undang No. 41 Tahun 2004., h 3.
4. Harta yang dilepas kepemilikannya tersebut tidak bisa dihibahkan, diwariskan
atau diperjualbelikan.
5. Manfaat dari harta benda tersebut untuk kepentingan umum sesuai dengan ajaran
Islam
Namun, perbedaan yang ada hanya dalam hal-hal yang sekundar (cabang)
bukan primer (prinsip). Dalam hal-hal yang pokok, ada ukuran-ukuran yang
disepakati oleh sebagian besar ulama. Sah atau tidaknya wakaf, jelas erat kaitannya
dengan syarat dan rukun wakaf27.
B. Rukun Dan Syarat-syarat Wakaf
Rukun adalah sesuatu yang merupakan sendi utama dan unsur pokok dalam
pembentukan sesuatu hal. Wakaf sebagai suatu lembaga Islam mempunyai beberapa
rukun atau unsur-unsur pembentuknya. Adanya suatu wakaf harus dipenuhi empat
unsur yaitu:
1. Orang yang berwakaf (Waqif) yakni pemilik harta benda yang melakukan
tindakan hukum.
Wakaf dapat dilaksanakan apabila waqif mempunyai kecekapan untuk melakukan
“tabarru” yaitu melepaskan hak milik tanpa mengharapkan imbalan material.
Orang yang dikatakan mempunyai kecakapan melakukan “tabarru” ialah apabila
orang tersebut merdeka, pemilik harta yang diwakafkan, sehat akal, baligh dan 27 Siti Mashitoh Mahmood, “Perundangan Wakaf Dan Isu-isu Berbangkit”. (Kuala Lumpur: Kovensyen Wakaf Kebangsaan, 2006). h. 9
rasyid (cerdas atau kematangan bertindak)28. Karena wakaf merupakan pelepasan
benda dari pemiliknya untuk kepentingan umum. Oleh karena itu syarat waqif
yang amat penting adalah kecakapan bertindak. Orang itu telah mampu
mempertimbangkan baik-buruknya perbuatan yang dilakukannya dan benar-benar
menjadi pemilik harta yang diwakafkan itu.
2. Tempat berwakaf atau harta yang diwakafkan (Mauquf bih) sebagai obyek
perbuatan hukum.
Semua harta benda yang akan diwakafkan menjadi sah apabila memenuhi syarat-
syarat tertentu. Adapun syarat-syarat itu adalah sebagai berikut29:
a. Benda yang diwakafkan itu harus mutaqawwim (barang yang dimiliki) dan
“aqar (tidak bergerak) dapat dikatakan bahwa harta yang diwakafkan tersebut
harus mempunyai nilai ekonomis, halal, tetap zatnya dan dapat dimanfaatkan
terus menerus.
b. Benda yang diwakafkan harus jelas wujudnya dan pasti batas-batasnya adalah
syarat mutlak yang tidak dapat diabaikan.
c. Harta yang diwakafkan itu harus benar-benar kepunyaan waqif secara
sempurna (bebas dari segala beban) dan dapat juga diartikan bahwa harta yang
dimiliki bersama dan harta tersebut tidak dapat dibagi-bagi, tidak dapat
diwakafkan oleh sebagian pemiliknya tanpa seizin pemilik lainnya.
28 Muhammad Akram Laldin, Moqasid Dalam Pelaksanaan Wakaf (Kuala Lumpur:
Kovensyen Wakaf Kebangsaan 2006), h. 4 29 Ibid. h. 5
d. Benda yang diwakafkan harus kekal berupa benda tidak bergerak dan dapat
berupa benda bergerak seperti buku-buku, surat-surat berharga, tanah,
bangunan dan sebagainya.
3. Tujuan wakaf (Mauquf ‘alaih) atau yang berhak menerima wakaf.
Tujuan wakaf yaitu untuk kepentingan umum dalam upaya mencari keridhaan
Allah SWT, misalnya untuk kepentingan ibadah, dakwah, rumah sakit dan amal-
amal sosial lainnya. Menurut Sayyid Sabiq wakaf itu ada dua macam, yakni
wakaf ahli (zurri) dan wakaf khairi (kebajikan). Wakaf ahli adalah wakaf yang
diperuntukkan bagi anak cucu atau kaum kerabat atau para fakir miskin.
Sedangkan wakaf khairi adalah wakaf yang ditunjukan untuk kepentingan
umum30.
4. Pernyataan (sighat) waqif atau ikrar wakaf.
Sighat wakaf ialah segala ucapan, tulisan atau isyarat dari orang yang berakad
untuk menyatakan kehendak dan menjelaskan apa yang diinginkannya. Namum
sighat wakaf cukup dengan ijab saja dari waqif tanpa memerlukan qabul dari
maauquf ‘alaih. Begitu juga qabul tidak menjadi syarat sahnya wakaf dan juga
tidak menjadi syarat untuk berhaknya mauquf ‘alaih memperoleh manfaat harta
wakaf31.
30 Sayyid Sabiq, h. 425
31 Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqhu al-Islami wa Abdillatuhu (Damaskus, dar al-Fikri al- Mu’ashir, tt) h. 102
Satu pernyataan ijab dari pewaqif bagi mewujudkan wakaf dan pernyataan
penerimaan (qabul). Akad wakaf bisa berlaku dalam dua hal:
a. Jelas (soreh) yaitu lafaz yang satu maksud secara langsung. Misalnya32:
بسم اهللا الرحمن الرحيم
Saya Alawiyah Mohd Yatim No. Kad Pengenalan 830323-02-5062 dengan ini
mewakafkan Tanah seperti yang tersebut di atas, kepada Majlis Agama Islam
Kedah yang beralamat di Bangunan Wan Mat Saman, 05000 Alor Setar
Kedah sebagai ‘Wakaf Khas’ / ‘‘Wakaf Am’’. Ia bertujuan untuk Pembinaan
Masjid.
Sekian terima kasih. Tarikh: 26 Februari 1981.
b. Kinayah yaitu tiada lafaz wakaf tetapi bisa membawa banyak maksud yang
bisa memberi arti wakaf, termasuk lafaz dalam bentuk tulisan, isyarat dan
sighah kinayah, misalnya33:
Seseorang mengatakan “Hartaku adalah menjadi sedekah kapada fakir miskin
atau saya serahkan ia kepada mereka selama-lamanya”.
C. Macam-macam Wakaf
Jenis wakaf atau macamnya yang dikerjakan oleh Rasulullah SAW dan para
sahabat serta orang-orang setelahnya terbagi dua macam, Yaitu “ahli dan Khairi”.
32 Jabatan Wakaf, Zakat dan Haji Jabatan Perdana Menteri. Manual Pengurusan Tanah
Wakaf, (Kuala Lumpur 2006). h. 11 33 Ibid. h. 11.
Istilah al-khairi atau al-dzurri tidak terdapat pada Rasulullah SAW. Wakaf pada
periode awal lebih dikenal dengan istilah shadaqah, seperti shadaqah Umar dan
sebagainya. Sungguhpun demikian, aplikasi shadaqah pada masanya telah
menampakkan karakteristik sebagai al-khairi atau al-durri seperti berikut34:
1. Wakaf al-dzurri atau Ahli (Khusus)
Yang dimaksud wakaf ahli (dzurri) adalah wakaf keluarga yaitu wakaf yang
diperuntukkan bagi orang-orang tertentu, seseorang atau lebih, baik keluarga si
waqif atau orang lain. Wakaf keluarga sudah lama dikenal ditengah-tengah
masyarakat baik yang berupa wakaf tanah pertanian, kuburan, tempat ibadah dan
lain-lain.
Seiring dengan semakin pesatnya pembangunan di berbagai daerah, sering
kita jumpai perubahan-perubahan status tanah wakaf berubah fungsi menjadi
bangunan lain. Hal ini karena wakaf keluarga tersebut kurang kejelasan
pengurusan dan pengelolaannya, maka setelah waqif meninggal dunia, tanah
tersebut menjadi sengketa.
2. Wakaf Khairi atau Wakaf Umum
34 Munzir Qahar, Manajemen Wakaf Pruduktif: Terjemah: Mas Rida, Muhyiddin (Jakarta:
Khalifa, 2006) h. 166.
Yang dimaksud dengan wakaf umum adalah wakaf yang diperuntukkan bagi
kepentingan umum atau bagi segala amal kebajikan masyarakat dapat dinikmati
manfaatnya.
BAB III
PERWAKAFAN DI NEGARA BAGIAN KEDAH
E. Sejarah Singkat Wakaf Di Kedah
Pada awal Islam, pemahaman tentang wakaf sedikit demi sedikit berkembang
dan telah mencakup beberapa benda seperti tanah dan perkebunan yang hasilnya
dimanfaatkan untuk kepentingan tempat peribadatan dan kegiatan keagamaan, serta
diberikan kepada fakir miskin. Seperti yang kita ketahui, kerajaan Romawi bah
mewakafkan harta untuk kepentingan perpustakaan dan kegiatan ilmiah lainnya.
Perkembangan wakaf yang paling menonjol terjadi setelah datangnya risalah
kenabian Muhammad SAW yang menyebarkan agama Islam dikalangan masyarakat
muslim atau yang kita sebut sekarang Negara Timur Tengah khususnya.
Perkembangan dan penyebaran wakaf terus berlanjut hingga masa penjajahan oleh
bangsa Eropa terhadap Arab dan ekspansi militer besar-besaran. Dengan kata lain,
pengelolaan wakaf tidak berhenti karena sebab-sebab yang nanti akan kita sebutkan,
sekalipun penjajahan tersebut telah mengakibatkan masyarakat muslim menjadi
tertinggal.
Wakaf Islam banyak tambah dan berkembang dizaman sahabat, khususnya
setelah pembebasan kawasan arab, seperti wakaf tanah dan perkebunan yang banyak
tersebar di Madinah, Makkah, Khaibar, Syam, Iraq, Mesir dan Negara arab lainnya.
Sejak saat itu wakaf berkembang sangat pesat dan mencapai puncaknya pada masa
Pemerintah Abbasiah, dimana masyarakatnya banyak yang kaya dan berlimpah harta.
26
Di Malaysia pelaksanaan wakaf telah dilakukan sejak kedatangan Islam dan
telah menjadi pelaksanaan biasa bagi masyarakat Islam. Dari hasil penelitian
lapangan yaitu interview langsung kepada Majlis Agama Islam Kedah dibagian
Eksekutif Unit Projek Dan Wakaf, menyatakan bahwa, belum ada kajian terperinci
yang pernah dibuat, berhubungan dengan kapan wakaf dilaksanakan, tetapi wakaf
senantiasa dilakukan oleh umat Islam Kedah sebagai aktivitas keagamaan yang terus
diamalkan35.
Pada awalnya, wakaf dikelola oleh orang-orang yang mewakafkan sendiri
harta mereka (pewaqif) atau berada ditangan pemimpin masyarakat setempat, yang
terlibat secara langsung dengan aktivitas agama seperti imam, ketua RT, Penghulu
atau jawatan kuasa masjid yang dilantik oleh masyarakat. Misalnya Masjid Negeri
Kedah yang dibangun pada tahun 1847 oleh keluarga Datu’ Patinggi Ali yaitu Kepala
Orang Melayu Kedah yang telah mewakafkan tanah sebesar 10 ekar. Di sekitar
masjid ini, dijadikan tanah perkuburan orang-orang Islam di sekitar Kedah. Tanah
wakaf ini tidak pernah di daftarkan di Majlis Agama Islam Kedah pada masa itu,
sehingga pemerintah Kedah mengambilalih pengurusan tanah dan masjid tersebut
pada 196836.
Pada masa kini amanah pengelolaan harta wakaf dikelola oleh Tabung Baitul
Mal Kedah (TBK) yaitu pemerintah setempat. Tabung Baitul Mal Kedah telah
35 Wawancara Pribadi Dengan Nurul Hidayah Binti Hj. Salleh, Alor Setar, Kedah 10 April
2008. 36 Wawancara Pribadi Dengan Nizam Bin Ahmad, Alor Setar, 10 April 2008.
melantik seorang pegawai yang bertanggungjawab untuk mengurus pentadbiran
wakaf. Bagaimana pun pegawai tersebut ditugaskan untuk mengurus Hal Ehwal
Masjid, musolla, dan Baitul Mal. Tidak ada pegawai khusus untuk menjaga
kepentingan pentadbiran dan pengelolaan wakaf 37.
F. Pelaksanaan Wakaf
Wakaf adalah salah satu dari institusi pembangunan sosial dan ekonomi
paling awal dalam Islam. Wakaf juga merupakan sumber pendapatan negara Islam
selain dari zakat, kharaj, jizyah, sumber galian dan lain-lain sumber ekonomis di
Kedah.
Di Kedah, wakaf di laksanakan oleh Tabung Baitul Mal Kedah (TBK). TBK
sendiri di bawah wewenang Majlis Agama Islam Kedah. Menyadari hal ini, Tabung
Baitul Mal Kedah sedang berusaha untuk merancang dan membangunkan harta wakaf
serta mencoba untuk mengatasi masalah yang dihadapi, terutamanya kekurangan
karyawan yang terlatih di Bahagian Wakaf di Tabung Baitul Mal Kedah38.
Malaysia memiliki tanah wakaf yang amat luas dan jika dikelola boleh
memberi dampak kepada pembangunan ekonomi umat Islam khasnya dan Negara
amnya. Keluasan tanah wakaf di Malaysia ialah sebanyak 20,735.61 hektar dimana
sebanyak 14,815.787 hektar adalah wakaf khas dan 5,919.83. Negara bagian Kedah
37 Wawancara Pribadi. Zulhazmi Bohari. Kedah. 13 April 2008. 38 Wawancara Pribadi Dengan Nurul Hidayah Binti Hj. Salleh, Alor Setar, 10 April 2008.
memiliki tanah wakaf sebanyak 420 hektar adalah wakaf khas dan tanah wakaf am
sebanyak 423.34 hektar melebihi wakaf khas. Jabatan Kemajuan Islam Malaysia
(JAKIM) mencatatkan jumlah tanah wakaf di Malaysia seperti berikut39:
TABEL TANAH WAKAF DI MALAYSIA PADA TAHUN 2007
wakaf No Negeri Khas Am
Jumlah Ekar (e)
1 Kelantan 171.54 E 133.12 E 304.66 2 Wilayah Persekutuan 5.47 22.07 27.54 3 Terengganu 204.43 E 43.01 E 247.44 4 Sarawak 93.9168 hektar +
0.240 E + 19489.2sq. metres
= 236. 929 E
236.929
5 Pahang 3984 A 4.14 R 4.08P
3985
6 Sabah 4.178 E 25.42 E 29.598 7 Johor 1951A. 2R.23.01P 3976A. 5928 8 Perlis 218.69E 8.75E 227.44 9 Melaka 773.39E 69.97E 843.34/ 10 Kedah 420E 423.34E 843.34 11 Negeri Sembilan 1727.35E 61.25E 1788.60 12 Selangor 621.10E 442.15E 1063.25 13 Perak 4474 3R 30.02P 647E 1R
7P 5122
14 Pulau Pinang 22.21E 67.05E 89.26 Jumlah 14,815.787 5919.83 20,735.61
Untuk membantu Tabung Baitul Mal Kedah mengatasi masalah dan
membangun institusi wakaf dan mengelola harta wakaf (baik harta alih atau harta
39 Artikel ini diakses pada 14 April 2008 http://ilmuone.wordpress.com/2007/02/22/wakaf-
dan-peranannya-dalam-pembangunan-ummah/
benda bergerak atau benda tidak bergerak), pemerintah Malaysia telah mendirikan
Jabatan (Departemen) Wakaf, Zakat Dan Haji (JWZH) pada 27 Maret 200440.
Selain mengelola tanah-tanah wakaf, Departemen ini juga diamanahkan untuk
memperkenalkan produk-produk baru wakaf selaras dengan perubahan semasa.
Pelaksanaan-pelaksanaan terbaik perlu dikenal pasti dan dijadikan pemicu bagi
membangunkan institusi-institusi wakaf agar terus berperan meningkatkan ekonomi
umat dan menyelesaikan masalah tanah wakaf masyarakat41.
Secara umum pelaksanaan wakaf di Malaysia dapat dibahagikan kepada dua
bahagian, yaitu:
1. Pelaksanaan Wakaf secara Tradisi
Pelaksanaan wakaf secara tradisi boleh dirujuk kepada kebiasaan pelaksanaan
berwakaf yang dilakukan oleh masyarakat Islam di Negara Bagian Kedah, yaitu
digunakan untuk perkuburan orang-orang Islam dan tempat-tempat pengajian
madrasah dan Sekolah Agama Rakyat42. Selain itu dibangun juga:
a. Pembangunan permis-permis perniagaan.
b. Pembangunan rumah-rumah perlindungan seperti rumah orang-orang
miskin, rumah-rumah janda, rumah anak-anak cacat.
c. Pembangunan proyek-proyek perumahan.
d. Pembangunan proyek-proyek perladangan dan pertanian.
40 Safiah Muhammad, “Kearah Pelaksanaan Sistem Perakaunan Wakaf Yang Piawai”. Kovensyen Wakaf Kebangsaan 2006. h. 5.
41 Ibid., h. 5 42 Safiah. Muhammad, “Kearah Pelaksanaan Sistem Perakaunan Wakaf Yang Piawai”. h. 4
2. Pelaksanaan Wakaf dengan Sistem Baru (Moderen)
Pelaksanaan wakaf secara moderen telah diperkenalkan pada awal tahun1980.
Waktu itu bermula setelah terhasilnya cetusan pemikiran oleh Mufti Johor dalam
perbentangan Kertas Kerja yang berjudul “Saham Wakaf dan Gantian” di Majlis
Fatwa Kebangsaan pada tahun 198143. Cetusan pemikiran tersebut telah
menghasilkan beberapa produk wakaf baru yang amat sesuai dengan
perkembangan zaman. Di antara produk wakaf secara moderen yaitu:
a. Saham Wakaf
Saham wakaf merupakan produk baru dan pelaksanaannya berdasarkan
kepada keputusan yang di buat oleh Majlis Fatwa Kebangsaan pada tahun
1981. Ia adalah satu cara untuk berwakaf melalui uang tunai dengan cara
membeli unit-unit saham yang ditawarkan oleh Majlis Agama Islam Negeri-
negeri dan mewakafkan saham-saham tersebut kepada Majlis sebagai
pemegang amanah. Bagi Tabung Baitul Mal Kedah harga minimum
satusaham adalah RM 10.00 (Rp. 25.000) dan tidak ada batasan maksimal.
Kutipan dari sumbangan saham wakaf dan harta wakaf dikumpul dalam satu
Kumpulan Uang Wakaf44. Kumpulan uang ini disalurkan untuk melaksanakan
pelbagai aktivitas pembangunan yang berbentuk kekal ‘ainnya. Ia dibuat
dalam bentuk pembangunan harta tanah wakaf dan untuk pembangunan sosio-
43 Nooh Gadot, Pelaksanaan Wakaf Johor. (Kovensyen Wakaf Kebangsaan 2006) h. 10. 44 Ibid. h. 16
ekonomi umat Islam termasuk membeli tanah hak orang Islam supaya tidak
terjatuh ke tangan orang bukan Islam.
b. Dana Wakaf
Dana wakaf ini adalah merujuk kepada satu tabung yang dibentuk bagi
mendapatkan dana sebanyak mungkin dengan tujuan untuk membangun dan
memajukan tanah-tanah wakaf45.
c. Takaful Wakaf
Hanya satu institusi yang memperkenalkan Takaful Wakaf yaitu Takaful
Malaysia. Takaful Wakaf akan menerima perwakafan dalam satu jumlah
tertentu untuk tempoh masa sempurna. Sekiranya pewakaf tersebut meninggal
dunia lebih awal dari tempoh masa tertentu (dalam tempoh masa yang dipilih)
waqif, maka niat waqif itu akan disempurnakan oleh pihak Syarikat Takaful
walaupun si waqif tidak sempat membayar kesemua bayaran di bawah
tanggungan Takaful Wakaf yang di ikutinya46. Sekiranya si pewaqif masih
hidup sampai waktu sempurna, maka jumlah uang yang diwakafkan itu akan
dibayar kepada institusi seperti mana yang diniatkan oleh si waqif.
d. Wakaf Kaki
Wakaf kaki adalah merujuk kepada pembelian harta tanah mengikut ukuran
atau kaki persegi dan kemudian akan mewakafkan kembali saiz atau ukuran
45 Ibid. h. 17 46 Mustaffa Mohd Fauzi, “Peranan Takaful Dalam Penjanaan Wakaf Tunai Sebagai Produk
Baru Wakaf”. (Kovensyen Wakaf Kebangsaan 2006) h. 2.
tertentu yang dibeli melalui pemegang amanah wakaf tersebut. Wakaf ini juga
dikenal dengan nama wakaf petak atau wakaf lantai47.
Dari uraian di atas, produk wakaf moderen ini telah dilaksanakan dan
mendapat sambutan baik dari kalangan pewakaf dan pemerintah karena
mendatangkan manfaat kepada masyarakat terutamanya golongan yang memerlukan
bantuan.
C. Keberadaan Nazdir Dan Wewenangnya
Nazhir berasal dari kata kerja bahasa Arab ا نظر– ينظر –نظر mempunyai
arti, “menjaga, memelihara, mengelola dan mengawasi”48. Adapun nazhir adalah isim
fa’il dari kata “nazhara” yang dapat diartikan ke dalam bahasa Indonesia dengan
pengawas (penjaga) dan dalam bahasa Melayu ialah pengurus (pengelola). Sedangkan nazhir wakaf adalah orang yang diberi tugas untuk mengelola
wakaf. Pengertian ini kemudian di Negara bagian dikembangkan menjadi kelompok
orang atau badan hukum yang diserahi tugas untuk memelihara dan mengurus benda
wakaf. Dengan demikian, nazhir berarti orang yang berhak untuk bertindak atas harta
wakaf, baik untuk mengurusnya, memeliharanya, dan mendistribusikan hasil wakaf
kepada orang yang berhak menerimanya49.
47 Awang, Che Omar. “Pelaksanaan Wakaf Pelaksanaan Di Malaysia”. h. 7 48 Sais Agil Husin Al-Munawar, “Hukum Islam dan Pluralitas Sosial”.(Jakarta: Penamadani,
2004) h.151. 49 Wawancara Pribadi Dengan Zulhazmi Bohari, Kedah 14 April 2008.
Pada dasarnya siapa pun dapat manjadi nazhir asalkan ia dapat melakukan
tindakan hukum. Akan tetapi, karena tugas nazhir menyangkut harta benda dan
pemanfaatannya harus diberikan kepada pihak yang berhak menerimanya dan mampu
sebagai pengelola. Itulah sebabnya Jabatan nazhir harus dipercayakan oleh orang
yang mampu menjalankannya50.
Mengingat salah satu tujuan wakaf ialah menjadikannya sebagai sumber dana
yang produktif, tentu memerlukan nazhir yang mampu melaksanakan tugas-tugasnya
secara professional dan bertanggung jawab. Syarat moral yang harus ada pada nazhir
adalah paham tentang hukum wakaf, baik dalam tinjauan syari’ah maupun
perundang-undangan negara, jujur, amanah dan adil sehingga dapat dipercaya dalam
proses pengelolaan dan pentasharrufan kepada sasaran wakaf serta punya kecerdasan
baik emosional maupun spiritual51.
Syarat manajemen pada nazhir pula ialah mempunyai kapasitas dan
kapabilitas yang baik dalam leadership, visioner, mempunyai kecerdasan yang baik
secara intelektual dan pemberdayaan serta professional dalam bidang pengelolaan
harta. Dan yang terakhir syarat bisnis ialah harus mempunyai sifat keinginan,
pengalaman atau siap untuk dimagangkan dan punya ketajaman melihat peluang
usaha sebagaimana layaknya entrepreneur52.
50 Ibid. h. 62 51 Ibid. h 153. 52 Munzir Qahaf, Edisi Indonesia:“Manajemen Wakaf Produktif” (Jakarta, Pustaka al-Kaustar
Grup, 2007, Cet. Ketiga) h. 167.
Meskipun demikian, tidak berarti bahwa nazhir mempunyai kekuasaan mutlak
terhadap harta yang diamanatkan kepadanya53 seperti tidak boleh menjual,
menggadaikan atau menyewakan harta wakaf, kecuali diizinkan oleh pengadilan.
Ketentuan ini sesuai dengan masalah kewarisan dalam kekuasaan kehakiman yang
memiliki wewenang untuk mengontrol kegiatan nazhir54.
Hal ini menunjukkan bahwa wewenang nazhir dibatasi oleh ketentuan-
ketentuan yang telah ditetapkan oleh waqif maupun hakim. Sebagai contoh, masalah
sewa-menyewa harta wakaf ini diperbolehkan jika dapat mengembangkan harta
wakaf. Hanya saja, sewa-menyewa tersebut harus mendapatkan izin dari waqif,
Tabung Baitul Mal Kedah (TBK) dan Majlis Agama Islam Kedah (MAIK)55.
Adapun tugas-tugas nazhir antara lain sebagai berikut56:
1. Pengurusan pendaftaran tanah wakaf dan perkara yang berkaitan dengan
pendaftaran seperti menyerahkan seterpikat/surat bukti pemilikan tanah
permohonan kepada waqif.
2. Membuat perencanaan ke kawasan tanah dan menentukan batasannya yang
hendak diwakafkan.
53 Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddiqi, Pengantar Fiqh Muamalat cet-2 (Semarang: PT
Pustaka Rizki Putra, 2001) h. 20. 54 Ahmad Zaki Abdul Latif, “Pengurusan Harta Wakaf Dan Potensinya Kearah Kemajuan
Pendidikan Umat Islam Di Malaysia”. (Kovensyen Wakaf Kebangsaan 2006) h. 4. 55 Wawancara pribadi dengan Zulhazmi Bin Bohari, Kedah, 14 April 2008. 56 Jabatan Wakaf, Zakat Dan Haji Jabatan Perdana Menteri, Manual Pengurusan Tanah
Wakaf. h. 46.
3. Sekiranya prosedur mendapatkan hak bagi tanah-tanah wakaf yang diketahui
berdasarkan dokumen luar atau dalam yang nama pemiliknya tidak dapat
diketemukan (telah meninggal dunia atau lain-lain) maka pihak nazhir harus
membuat maklumat mengenai tanah wakaf daripada mana-mana pihak, seperti
maklumat masyarakat setempat, kantor tanah dan maklumat dalam instansi lain
seperti mendapatkan Surat Ikatan Amanah dari kantor Pejabat Tanah Daerah.
4. Menyewakan tanah (benda wakaf) itu kepada pihak lain untuk diperoleh manfaat
dari harta wakaf itu.
5. Memelihara harta wakaf dapat diambilkan dari harta wakaf yang dimaksud atau
diambil dari sumber lainnya kecuali harta wakaf sebelumnya pernah tidak
membayar pajak sebelum diserahkan kepada Tabung Baitul Mal Kedah. Maka
pajak harus dilunasi oleh pewakif terlebih dulu.
6. Membagikan hasil harta wakaf kepada pihak yang berhak menerimanya.
Di samping itu nazhir juga berkewajiban mengawasi, memperbaiki (jika
rusak), mengembangkan dan mempertahankan wakaf berdasarkan pada ketentuan-
ketentuan yang berlaku di tempat nazhir itu bertugas.
D. Pengawasan Harta Wakaf
Semua hukum wakaf merupakan hasil ijtihad dan ditetapkan atas dasar bahwa
nazhir adalah wakil atau wali yang menguruskan wakaf dan harus tunduk pada
peraturan pengawasan. Sekalipun banyak hadist yang memperbolehkan nazhir
melakukan sesuatu dan di sisi lain melarangnya serta memperpanjang masa kerjanya
menurut mazhab Hambali, akan tetapi itu semua tertanggung pada kemaslahatan
sesuai dengan kondisi dan pengalaman yang telah dilakukan oleh orang lain
sebelumnya57.
Dalam perbahasan ini juga penulis mencoba mengetengahkan sebagian
konsep perundang-undangan kontemporer dalam mengawasi kinerja nazhir dari pihak
Kementerian yang berkompeten sebagai ganti dari hakim dan perbandingannya
dengan metode pengelolaan perusahaan saham yang banyak dilakukan di Asia
Tengah dan pengalaman di Barat telah terbukti berhasil. Antara perkara yang perlu
diambil kira dalam pengawasan wakaf ialah58:
1. Kementerian Wakaf mengawasi semua nazhir wakaf Islam, karena itu dalam
kementerian ini perlu dibentuk lembaga pengawasan wakaf Islam.
2. Lembaga pengawas wakaf berhak mengoreksi kinerja para nazhir wakaf dan
membuat peraturan serta memantau pengurusannya, keuangannya dan meminta
kepada mereka laporan secara berkala dan lain sebagainya. Lebih dari itu lembaga
pengawas wakaf juga berhak mengeluarkan panduan pelaksanaan khusus
menyangkut hak itu semua. Lembaga pengawas wakaf juga berhak menolak
tindakan nazhir dan disertai alasan yang jelas.
3. Apabila pendapatan wakaf produktif berkurang dari semestinya selama tiga bulan
yang lewat secara berturut-turut maka lembaga pengawas wakaf berhak
memanggil nazhir dan mengadakan pemantauan apakah berkurangnya
57 Ibid, Sais Agil Husin Al-Munawar, “Hukum Islam dan Pluralitas Sosial”.h 159 58 Hishamuddin Mohd Ali, “Pelaburan Wakaf: Strategi Dan Rangka Kerja Perundangan
Islam”. (Kovensyen Wakaf Kebangsaan 2006) h. 8.
pendapatan itu disebabkan oleh kesalahan manajemen, kelengahan atau tindakan
yang ceroboh59. Jika disebabkan oleh salah satu di antara tiga sebab di atas, maka
nazhir dapat diberhentikan dengan mengeluarkan surat pemberhentian disertai
alasan-alasan yang jelas.
4. Semua harta milik wakaf sosial harus dibebaskan dari pajak; baik wakaf yang
bersifat wakaf khusus atau wakaf am. Pembebasan pajak ini meliputi pajak
produksi, pajak penjualan, pajak ekspor dan impor dan semua jenis pajak
langsung maupun tidak langsung60.
5. Harta wakaf berhak mendapatkan perlindungan dan perawatan sebagaimana harta
umum. Karena itu, harta wakaf tidak boleh dipindah tangankan atau dimiliki
secara pribadi dan kepada yang merusaknya diberikan hukuman sebagaimana
hukuman yang diberikan kepada mereka yang merusak harta umum61.
6. Nazhir wakaf boleh mencari dana yang layak untuk membangun tanah wakaf dan
mengembangkan asetnya dari berbagai sumber di dalam negeri atau luar negeri
dengan syarat pencarian dana tersebut dilakukan sesuai dengan cara yang
diperbolehkan oleh syariat Islam62.
59 Ibid, Jabatan Wakaf, Zakat Dan Haji Jabatan Perdana Menteri. “Manual Pengurusan Tanah
Wakaf” (Kuala Lumpur 2006) h. 49. 60 Megat Mohd. Ghazali Megat Abd. Rahman, , “Pembangunan Tanah Wakaf: Isu, Prospek
Dan Strategi”. (Konvensyen Wakaf Kebangsaan 2006) h. 12. 61 Satria Effendi M. Zen, “Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, Analisis
Yurisprudensi Dengan Pendekatan Ushuliyah”. Jakarta, Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Jakarta, cet, 1, 2004) h. 470.
62 Ibid. h, 471.
Sebenarnya kebanyakan bentuk pengembangan wakaf harus mendapat
perhatian berdasarkan tujuan syariat dalam menjaga harta wakaf dan
pengembangannya, untuk meningkatkan amal kebaikan di tengah-tengah masyarakat
dan menjaga hak-hak wakif yang ada perannya. Sebab hanya dengan meningkatnya
manfaat wakafnya, pahala wakif dapat ditingkatkan dengan izin Allah S.W.T.
BAB IV
ANALISIS TERHADAP PERMASALAHAN WAKAF
DI NEGARA BAGIAN KEDAH
D. Prosedur Pendaftaran Wakaf Dan Perubahan Status Harta Wakaf.
Peraturan sudah ada, tetapi masyarakat tidak mengetahui bagaimana cara
menggunakannya, seperti dijelaskan dalam prosedur ini, pendaftaran tanah yang
diwakafkan oleh individu (orang Perorangan), syarikat dan Pihak Berkuasa Negeri
supaya menepati kaedah syarak dan sesuai dengan peruntukan Kanun Tanah Negara.
Terdapat beberapa pendekatan yang dapat digunakan oleh Majlis Agama Islam
Negeri (MAIN) sebagai panduan untuk Tabung Baitul Mal Kedah antaranya ialah:
1. Proses Permohonan Mendaftarkan tanah wakaf individu dan cara yang perlu
diambil oleh Majlis Agama Islam Negeri Kedah/Tabung Baitul Mal Kedah seperti
berikut63 :
a. Permohonan mendaftarkan tanah wakaf boleh dilakukan oleh pewakaf dengan
menggunakan “Borang Berwakaf” Tabung Baitul mal Kedah (Majlis Agama
Islam Kedah) sebagaimana dilampirkan. Maklumat yang diperlukan adalah
seperti berikut.
1) Surat Permohonan/ kebenaran daripada pewakaf dan mereka yang berkaitan
dengan benda (ain) wakaf.
63 Jabatan Wakaf, Zakat Dan Haji Jabatan Perdana Menteri. “Manual Pengurusan Tanah
Wakaf” (Kuala Lumpur 2006) h. 15-21.
2) Salinan Kad Pengenalan (Kartu Tanda Pengenalan) pewakaf dan mereka yang
berkaitan
3) Salinan Geran/ surat hak milik (seterpikat tanah)
4) Salinan cukai tanah terbaru (Pajak tanah)
5) Salinan pelan tanah yang menunjukkan luas kawasan dan lokasi tanah wakaf
yang dicadangkan.
6) Lain-lain dokumen berkaitan (jika ada)
Seperti mana yang terkandung dalam IV Seksyen 416C- Peruntukan-
peruntukan mengenai hak-hak dalam keseluruhan atau sebahagian tanah berimilik
yang terletak hak (memberi/pewaqif) pada penerima pindahan64.
1. Jika sekiranya keseluruhan atau sebahagian mana-mana tanah bermilik yang
dipegang oleh pemindah diduduki, digunakan, dikawal atau diuruskan oleh
penerima pindahan di bawah apa-apa hak atau kelayakan (entitlement) yang
diperolehi dengan cara derma (donation), hadiah (gift), warisan (bequest),
kebenaran (permission), persetujuan (consent), atau apa-apa cara yang lain, dari
pemindah atau mana-mana pendahulu dalam hak milik pemindah untuk apa-apa
maksud statutori berkuatkuasa, hak penerima pindahan kepada pendudukan,
pengunaan, kawalan atau pengurusan tersebut hendaklah, atas permohonan secara
bertulis olehnya kepada pendaftar, diendorskan atas dokumen hakmilik daftaran
kepada tanah, jika Pendaftar berpuas hati bahawa peletakkan statutori tentang
hak atau kelayakan tersebut pada penerima pindahan telah dikuatkuasakan.
64 Dalam Kanun Tanah Negara (Akta No. 56 Tahun 1965) Bab 81 (Kedah)
2. Hak yang diendroskan di atas dokumen hakmilik daftaran di bawah kanun (1)
hendaklah berkuatkuasa dari tarikh bilamana peletakkan statutori itu berkuatkuasa
dan akan kekal pada seluruh tempoh hakmilik itu dan hendaklah mengikat setiap
tuan punya tanah yang kemudian.
Pada seksyen65 ini pihak Tabung Baitulmal Kedah (TBK) selaku pihak yang
menguruskan segala tanah wakaf berdasarkan peruntukan Undang-undang
Pentadbiran Agama Islam bisa memohon supaya posisi (memberi/pewaqif) yang
berkanun di bawah seksyen 416 C Kanun Tanah Negara (KTN) digunakan bagi
mendaftar semua tanah wakaf sebagaimana yang dinyatakan dalam Pekeliling Ketua
Pengarah Tanah Dan Galian Persekutuan Bil. 8/1999.
1. Pengelola harta wakaf yaitu pegawai Tabung Baitul Mal Kedah yang
bertanggungjawab tentang wakaf menseleksi dan membuat siasatan ke atas
kesahihan permohonan wakaf berdasarkan formulir yang terlampir66.
2. Pengurus wakaf menyerahkan surat tanda terima permohonan wakaf kepada
pewakaf dan mengambil tindakan seperti berikut67:
a. Membuat rencana menerusi pencarian di Kantor Tanah daerah/Kantor
Pengarah Tanah dan Galian bagi mendapat kepastian maklumat tanah dan
status hak pewakaf ke atas tanah yang hendak diwakafkan, serta membuat
pemeriksaan kawasan yang hendak diwakafkan untuk memastikan kedudukan
65 Istilah Seksyen dimaksudkan dengan pasal, seperti yang ada pada Undang-undang di
Indonesia atau dalam bahasa Indonesia “statuta”. 66 Ibid, Jabatan Wakaf, Zakat Dan Haji Jabatan Perdana Menteri. “Manual Pengurusan Tanah
Wakaf”. h. 17 67 Ibid. h 19
tanah. Sekiranya terdapat halangan dalam dokumen hakmilik, baik karena ada
batasan kepentingan ataupun halangan urusan berusaha (seperti ada larangan
dan atau perintah dari pengadilan) atau digadaikan atau mempunyai
tunggakan pajak tanah, maka kesemua ini perlu diselesaikan pewakaf terlebih
dulu.
b. Sekiranya permohonan wakaf mendapat kelulusan daripada Pihak Berwenang
Tabung Baitulmal Kedah (TBK), pengurus wakaf perlu mengambil langkah-
langkah sebagai berikut:
1) Menetapkan surat cara dan menyempurnakannya serta Blanko Berwakaf
seperti yang dilampirkan.
2) Urusan Pindah milik menerusi peletakhakan berkanun menggunakan
Formulir G “Kanun Tanah Kedah” (Bab 81 Kedah)68.
a) Jika sekiranya keseluruhan atau sebahagian mana-mana tanah bermilik yang
dipengang oleh pemindah diduduki, digunakan, dikawal atau diuruskan oleh
penerima pindahan di bawah apa-apa hak atau kelayakan (entitlement) yang
diperolehi dengan cara derma (donation), hadiah (gift), warisan (bequest),
kebenaran (permission), persetujuan (consent), atau apa-apa cara yang lain, dari
pemindah atau mana-mana pendahulu dalam hak milik pemindah untuk apa-apa
maksud statutori berkuatkuasa, hak penerima pindahan kepada pendudukan,
pengunaan, kawalan atau pengurusan tersebut hendaklah, atas permohonan secara
bertulis olehnya kepada pendaftar, diendorskan atas dokumen hakmilik daftaran
68 Kanun Tanah Negara. G. Kedah. h. 53.
kepadda tanah, jika Pendaftar berpuas hati behawa peletakkan statutori tentang
hak atau kelayakan tersebut pada penerima pindahan telah dikuatkuasakan.
b) Hak yang diendroskan di atas dokumen hakmilik daftaran di bawah kanun,
hendaklah berkuatkuasa dari tarikh bilamana peletakhakan statutori itu
berkuatkuasa dan akan kekal pada seluruh tempoh hakmilik itu dan hendaklah
mengikat setiap tuan punya tanah yang kemudian.
Tabung Baitulmal Kedah selaku pihak yang menguruskan segala tanah wakaf
berdasarkan peruntukan Undang-undang Pentadbiran Agama Islam boleh memohon
supaya peletakkan (pengurusan) berkanun di bawah seksyen 416C Kanun Tanah
Negara (KTN) digunakan bagi mendaftar semua tanah wakaf sebagaimana yang
dinyatakan dalam Pekeliling Ketua Pengarah Tanah Dan Galian Persekutuan
Bil.8/1999 (seperti di lampiran)69
Prosedur Perubahan Status Harta Wakaf
Jika melihat kepada maqsad/tujuan disyariatkan, perubahan harta wakaf
dengan cara menjual dalam bentuk badal (ganti) untuk membeli harta yang lebih
ekonomis adalah satu yang sesuai dengan maqsad/tujuan selama mana adanya
maslahah atau kebaikan kepada semua pihak. Ada pelbagai panduan yang digariskan
oleh para ulama tetapi menjurus kepada persoalan sejauh mana ia mencapai maslahah
yang dikehendaki daripada pensyariatan wakaf70. Sebagai contoh untuk
69 Ibid. Kanun Tanah Negara. h. 60 70 “Prasarana Pelaksanaan Wakaf”. Utusan Kedah, 8 April 2008.
membolehkan wakaf ditukar atau diganti, Mazhab Hanbali hanya mensyaratkan
wujudnya hajat atau kebutuhan penukaran tersebut. Sedangkan Mazhab Hanafi
mensyaratkan yaitu harta asal yang diwakafkan tidak dapat dimanfaatkan dan
hendaklah diganti dengan harta bukan uang. Bagaimana pun hal itu adalah masalah
ijtihad, setiap masalah perlu diteliti posisi hukum sesuatu maslahah, mungkin
berbeda dengan maslahah yang lain71.
Harta wakaf terbagi dalam dua bagian: Yang pertama adalah barang-barang
atau tanah yang dijadikan wakaf oleh pengelola wakaf dari hasil wakaf itu sendiri72.
Misalnya masjid yang diwakafkan itu mempunyai ladang (kebun), lalu pengurus
wakaf menyewakannya dan dari hasilnya dia membeli atau membangun toko yang
manfaatnya digunakan untuk kepentingan wakaf tadi atau diperoleh toko sebagai
sumbangan dari para dermawan. Jika barang-barang tersebut termasuk dalam kategori
ini, maka barang-barang tersebut boleh dijual atau ditukar, sepanjang dalam hal
tersebut terdapat kemaslahatan.
Barang-barang tersebut pada hakikatnya bukan wakaf, melainkan hasil atau
kekayaan barang wakaf, maka pengelola wakaf berhak menggunakannya demi
kemaslahatan, sama seperti haknya menggunakannya hasil kebun masjid demi
kemaslahatan masjid, kecuali bila hakim syar’i yang langsung menangani pewakafan
71 Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, “Hukum Wakaf”. Penterjemah Ahrul Sani
Faturrahman, (Dompet Dhuafa Republika Dan IIMaN, cet.1, 2004.) h.479. 72 Muhammad Akram Laldin, “Maqasid Syariah Dalam PelaksanaanWaqaf” (Konvensyen
Wakaf Kebangsaan 2006) h. 12.
barang yang dibeli oleh pengelola. Dalam kasus seperti itu, barang tersebut tidak
boleh dijual kecuali karena adanya alasan-alasan yang membolehkannya73.
Jenis yang kedua adalah barang-barang yang diwakafkan oleh kaum
dermawan demi kemaslahatan masjid atau madrasah. Misalnya ada seorang yang
mewasiatkan rumah, toko atau tanahnya agar dijadikan wakaf bagi masjid atau
madrasah, atau ia sendiri yang langsung mewakafkan barang-barang tersebut.
Barang-barang seperti ini diberi hukum sebagai barang-barang wakaf khusus,
yang boleh dijual karena adanya alasan-alasan yang membolehkannya, misalnya
rusak atau hasil sangat kecil dan nyaris tidak ada sama sekali. Tanpa alasan-alasan
tersebut, barang-barang itu tidak boleh dijual. Misalnya kalau masjid tersebut runtuh
atau ditinggalkan dan harta wakaf masjid itu tidak manfaat lagi, maka barang-barang
wakaf yang dikhususkan untuk masjid itu dapat digunakan untuk kebajikan-
kebajikan, tetapi lebih utama bila ia dimanfaatkan untuk masjid lain74.
Tanah wakaf yang ditukar status wakafnya bagi kegunaan yang lain oleh
Tabung Baitul Mal Kedah harus mendapatkan ada keperluan untuk menukar status
wakaf ke atas salah satu tanah wakaf atas sebab berikut75:
a. Niat waqif tidak boleh dilaksanakan karena keadaan permukaan tanah yang tidak
baik untuk diusahakan.
73 Ibid, h. 14. 74 Ziswaf, Goh Chok Tong Kepicut Wakaf, Republika. 20 april 2008. 75 Mahmood Zuhdi Abd Majid, Konsep, Objektif Dan Amalan Wakaf Dalam Islam (Seminar
Wakaf Negeri Kedah, Alor Setar Kedah, 2006) h. 30.
b. Maslahat umum umat Islam seperti pembinaan rumah untuk korban bencana dan
pembinaan sekolah atau masjid.
c. Perlu diambil Pemerintah bagi maksud manfaat khusus.
Perkara yang harus dilakukan oleh Tabung Baitul Mal Kedah untuk proses
penukaran atau perubahan tanah wakaf adalah seperti berikut76:
a. Pengurus wakaf perlu membuat rencana ke atas tanah yang hendak ditukar.
b. Pengurus wakaf harus mendapatkan penilaian daripada Jabatan Penilaian Dan
Perkhidmatan Harta (JPPH).
c. Pengurus wakaf menyediakan laporan atas maksud menukar status wakaf
berdasarkan kriteria berikut:
1) Nilai tanah baru yang sama atau lebih baik.
2) Luas tanah baru yang sama atau lebih luas.
3) Tanah yang digantikan hendaklah memenuhi syarat asal tanah yang
diwakafkan
4) Penggunaan tanah yang sama mengikut wakaf asal. (walau bagaimanapun
pertimbangan sesuatu pertimbangan sesuatu kriteria tunduk kepada
keputusan Jawatankuasa Fatwa)
d. Pengurus wakaf menyediakan kertas kerja mengandung urusan di atas dan dibawa
ke Jawatankuasa Fatwa.
e. Pengurus wakaf mengangkat hasil musyawarah bagi mendapat Perkenan Duli
Yang Maha Mulia Sultan (DYMM)/Seri Paduka Baginda Yang Dipertuan Agong/
76 Ibid h.34.
Tuan Yang Terutama (Negeri yang tidak mempunyai sultan yaitu Sabah,
Sarawak, Pulau Pinang dan Melaka).
f. Pengurus wakaf melaksanakan aktivitas seperti yang berikut:
1) Menjual tanah wakaf asal yang telah diputuskan untuk digantikan77.
a) Pengurus wakaf mengenal pasti agensi/individu dan membuat tawaran
kepada yang berminat.
b) Menguruskan proses pindah milik tanah wakaf asal setelah
dikenal pasti pembelinya.
c) Menerima bayaran hasil jualan dan memasukkan ke dalam akaun istibdal
untuk membeli tanah baru yang lebih baik atau harta wakaf yang lebih
manfaat kepada masyarakat.
2) Membeli tanah baru dari uang pampasan bagi mengantikan tanah
wakaf (asal)78.
a) Pengurus wakaf mengenal pasti tanah wakaf baru yang sesuai bertepatan
dengan kaedah syara’.
b) Mendaftarkan pindahmilik tanah wakaf atas nama Tabung Baitul Mal Kedah
dan merekodkan harta wakaf baru dalam buku Daftar Tanah Wakaf.
Walaupun bertentangan dengan Seksyen IV Bab 81 Kedah yaitu “….dengan
syarat harta berkenaan tidak boleh dijual, diberikan kepada orang lain dan diwarisi”
tetapi karena maslahah khusus dari Pemerintah untuk kegunaan rakyat umum dan
77 Ibid, , Mhammad Akram Laldin, “Maqasid Syariah Dalam PelaksanaanWaqaf”. h. 13. 78 Ibid. h, 14
telah mendapat keputusan dari Jawatankuasa Fatwa setelah meneliti maslahah
tersebut79.
1. Walaupun sudah ada peraturan berwakaf tetapi masyarakat tetap tidak mengetahui
cara dan bagaimana harus berwakaf, karena mereka lebih suka berwakaf
mengikut cara tersendiri atau sebelumnya dengan kehadiran kepala desa atau
saksi-saksi yang bertempat tinggal dikawasan itu. Dengan ini sekiranya terjadi
sesuatu perkara yang tidak diingini seperti perebutan tanah sebagai contoh,
kemudian melibatkan yang berwenang, maka akan membebankan pihak yang
berwenang karena peraturan sudah disediakan tetapi masyarakat tidak tahu
bagaimana prosedur berwakaf.
2. Dengan banyaknya peraturan yang disediakan, masih lagi terdapat masyarakat
yang mengalami kesulitan bila hendak berwakaf karena bagi masyarakat yang
tinggal dikawasan pendalaman amat sukar untuk mengetahui lebih banyak
prosedur berwakaf disebabkan tidak terdapat kemudahan-kemudahan seperti
internet, sosialisasi antara orang luar dan sebagainya.
3. Kerajaan sudah menyediakan berbagai cara seperti mengadakan sosialisasi bagi
menggalakkan orang ramai melakukan ibadah wakaf selaras dengan kehendak
semasa, menyelaras rekod tanah Wakaf, mengurus sewaan tanah Wakaf,
menerima dan menyelaras hasil-hasil Wakaf, mengurus permohonan penggunaan
hasil Wakaf, menjalankan rencana terhadap maukuf yang hendak mewakafkan
79 Noor Naemah Abd. Rahman, “Fatwa-fatwa Wakaf Di Malaysia : Analisa Khusus Di Negeri
Kelantan. ( Konvensyen Wakaf Kebangsaan, Kuala Lumpur, 2006) h. 6.
tanah, menyusun perancangan pembangunan tanah Wakaf, mengurus proses
pengambilan pada peringkat Majlis, mengawal aktiviti pencerobohan ke atas
tanah Wakaf dan menyediakan laporan tahunan dan kemajuan Wakaf. Akan tetapi
masyarakat lebih suka menggunakan cara tersendiri karena menurut mereka
mengikut prosedur hanya akan melambatkan proses.
E. Hambatan Dalam Membangun Harta Wakaf
Pelaksanaan wakaf untuk Negara Bagian Kedah tidaklah semudah yang
dicadangkan. Ini karena umat Islam di Kedah kurang mewarisi tanah atau harta
pemilikan seperti yang ada pada negara Islam yang lain. Oleh itu cabaran yang
terbesar adalah untuk meujudkan wakaf tersebut. Mewujudkan wakaf adalah dengan
berusaha untuk memiliki sesuatu harta yang mana ia dapat menjadi sesuatu yang
boleh memberi manfaat kepada masyarakat secara berkekalan. Dalam merancang dan
menguruskan pembangunan wakaf, pelbagai pengalaman dalam pengelolaan dan
pengurusan harta wakaf. Seperti sumber manusia, struktur organisasi, sistem dan
prosedur, kepimpinan, kemahiran dan sumber keuangan. Antara hambatan-hambatan
yang dihadapi dalam membangunkan harta wakaf ialah80:
1. Kurang karyawan professional yang kompeten untuk mengurus, membangun dan
memajukan harta-harta wakaf.
80 Wawancara Pribadi Dengan Nurul Hidayah Hj. Salleh, Alor Setar, Kedah, 10 April 2008.
2. Prosedur pengurusan dan pengelolaan harta wakaf yang kurang jelas peraturan
dan proses-proses dalam pewakafan menyulitkan orang ramai yang hendak
berwakaf.
3. Undang-undang wakaf antar propinsi-propinsi di Malaysia tidak selaras dan
mengwujudkan perbedaan dalam pengertian, tafsiran, tatacara mengeluar fatwa
dan hukum. Tidak ada peraturan khusus berkaitan pengurusan dan pentadbiran
wakaf, menyebabkan pencerobohan tanah wakaf dan kegagalan tanah wakaf ini
dibangunkan karena tidak jelas kedudukannya.
4. Keadaan tanah wakaf yang berantakan dan saiznya yang kecil serta tidak
sesuai/ekonomis untuk dibangunkan (termasuk tanah-tanah yang perkongsian
bersama ahli keluarga)
5. Kurang sumber keuangan untuk membangun proyek-proyek yang boleh memberi
manfaat kepada masyarakat seperti proyek perumahan, tempat perniagaan dan
sekolah karena peruntukan perbelanjaan Majlis yang terhad.
6. Kurang kefahaman dari masyarakat tentang pembangunan umat melalui Institusi
Wakaf.
Table 4.1
Persentase Pengetahuan Masyarakat Kedah Terhadap Pelaksanaan Wakaf yang
dilaksanakan oleh Kerajaan Kedah.
TAHUN PERSENTASE
2003 10%
2004 15%
2005 30%
2006 30.7%
2007 35%
2008 40%
Sumber data: dari Tabung Baitul Mal Majlis Agama Islam Kedah.
C. Analisa Penulis
Sebagaimana yang diterangkan pada bab awal, definisi yang dibuat di negeri-
negeri bagian Malaysia yaitu hanya mentafsirkan wakaf “am” dan wakaf “khas”
sedangkan pengertian wakaf itu sendiri mengikut pendapat imam mazhab
terutamanya Imam Syafi’i. Tidak ada istilah khusus dalam undang-undang Kanun
Tanah Negara mau pun Akta Pentadbiran Undang-undang Islam (Wilayah-wilayah
Persekutuan).
Meneliti kepada realitas dan perkembangan semasa yang berlaku di Kedah,
penulis berpandangan bahwa tafsiran bagi definisi wakaf hendaklah dibuat secara
umum tanpa menyatakan “kekal” atau “bertempoh”. Penulis mengutip pandangan
Imam Syafi’i tentang tempoh wakaf, justeru apabila sesuatu wakaf dibuat kepada
orang miskin ataupun kepada masjid untuk satu tempoh masa tertentu seperti setahun
dan lainnya, maka ia batal dan tidak sah. Begitu juga sebagian fuqaha yang lain
berpandangan elemen kekal merupakan syarat untuk mewujudkan suatu wakaf yang
sah di sisi undang-undang Islam. Ini karena sesuatu transaksi dalam sadokah berlaku
secara kekal.
Justeru, sesuatu perwakafan perlu memasukkan tujuan ataupun benefisiari
yang tidak mungkin terputus. Pengalaman penulis meneliti Kitab Undang-undang
Negara Indonesia berkenaan definisi wakaf diatur dalam Kompilasi Hukum Islam,
Buku III, Hukum Perwakafan, bab I pasal 215 menyatakan “Wakaf adalah perbuatan
hukum yang memisahkan seseorang atau kelompok orang atau hukum yang
memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-
lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran
Islam”81. Juga dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, bab I
pasal 1 menyatakan “ Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan /
atau menyerahkan sebagian atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
81 Ibid. Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, Hukum Perwakafan., h.1
kepentingannya guna keperluan ibadah dan / atau kesejahteraan umum menurut
syariah.82
Dengan definisi yang tidak bertempoh dan ada persamaan di negeri bagian di
Malaysia, dapat menggalakkan kepada masyarakat untuk berwakaf walaupun mereka
mempunyai harta yang tidak berbentuk kekal.
Perwakafan tanah selain untuk tujuan mendekatkan diri kepada Allah S.W.T
(ibadah) juga berkaitan dengan penataan tanah atau kota. Hal ini dimaksudkan agar
kelak tanah wakaf tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak
bertanggungjawab. Pendaftaran harta wakaf harus dilakukan dan diletakkan
tanggungjawab kepada Pemerintah yang di wakilkan oleh Tabung Baitul Mal Kedah.
Sebagaimana dalam Kanun Tanah Negara (Akta No. 56 Tahun 1965) Bab 81
(Kedah), menyatakan dalam Seksyen:
1. Jika sekiranya keseluruhan atau sebahagian mana-mana tanah bermilik yang
dipengang oleh pemindah diduduki, digunakan, dikawal atau diuruskan oleh
penerima pindahan di bawah apa-apa hak atau kelayakan (entitlement) yang
diperolehi dengan cara derma (donation), hadiah (gift), warisan (bequest),
kebenaran (permission), persetujuan (consent), atau apa-apa cara yang lain, dari
pemindah atau mana-mana pendahulu dalam hak milik pemindah untuk apa-apa
maksud statutori berkuatkuasa, hak penerima pindahan kepada pendudukan,
pengunaan, kawalan atau pengurusan tersebut hendaklah, atas permohonan secara
82 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf dan Peraturan Pemerintah Nomor
42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanannya, (Departemen Agama RI 2006). h 3
bertulis olehnya kepada pendaftar, diendorskan atas dokumen hakmilik daftaran
kepada tanah, jika Pendaftar berpuas hati bahawa peletakhakan statutory tentang
hak atau kelayakan tersebut pada penerima pindahan telah dikuatkuasakan83.
Proses Permohonan Mendaftarkan tanah wakaf individu dan cara yang perlu
diambil oleh Majlis Agama Islam Negeri Kedah/Tabung Baitul Mal Kedah seperti
berikut:
1. Permohonan mendaftar tanah wakaf boleh dilakukan oleh pewakaf dengan
menggunakan “Formulir Berwakaf” Tabung Baitulmal Kedah (Majlis Islam
Kedah) sebagaimana dilampirkan.
2. Pihak Tabung Baitul Mal Kedah membuat sisatan keatas tanah yang diwakafkan.
3. Proses kelulusan tanah sama ada berhak untuk diwakaf atau tidak atas faktor-
faktor tertentu menurut penilaian nazhir.
4. Ikrar wakaf dilakukan di hadapan nazhir dan disaksikan oleh seorang saksi.
5. Dilakukan pencatatan tanah wakaf.
Selain itu salinan pelan tanah yang menunjukkan luas kawasan dan lokasi
tanah wakaf yang dicadangkan. Proses pendaftaran harta wakaf dimungkin memakan
masa satu bulan sehingga tiga bulan, ini di karenakan tujuan penyiasatan. Terkadang
harta wakaf mungkin milik orang lain atau harta sengketa.
Jika melihat kondisi realita masa kini, penulis berpendapat nazhir harus
memainkan peran yang penting bagi memastikan harta wakaf dikelola agar harta itu
tumbuh dengan baik dan kekal serta dapat berfungsi sebagaimana mestinya dan dapat
83 Ibid, kanun tanah Negara., h. 48
berlangsung terus-menerus, maka harta itu harus dijaga, dipelihara dan jika mungkin
dikembangkan untuk kemaslahatan masyarakat umum. Harta wakaf tidak semestinya
tanah semata-mata, akan tetapi perlu mengikut arus perubahan zaman agar wakaf
lebih produktif seperti adanya wakaf saham, Takaful wakaf dan dana wakaf.
Menurut penulis, hambatan dalam pelaksanaan wakaf memang wajar, ini
dikarenakan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang wakaf dan menilai harta
wakaf hanya untuk tempat peribadatan semata. Akan tetapi wakaf boleh
dipelbagaikan seperti wakaf saham, Takaful wakaf dan sebagainya guna untuk
memajukan ekonomi umat islam khususnya.
Apa yang terdapat ditabel 4.1, dari tahun 2003-2008 hanya 40% masyarakat
yang mengerti dalam berwakaf menurut peraturan undang-undang yang ditetapkan.
Dan masih tersisa 60% masyarakat yang belum mengetahui atau belum mengerti
bagaimana cara atau prosedur untuk menggunakan peraturan undang-undang yang
ditetapkan dalam berwakaf.
Keterangan dari masyarakat sendiri bahwa, mereka merasa amat sulit sekali
untuk berwakaf disebabkan kebanyakan peraturan undang-undang yang terdapat
dalam prosedur wakaf, maka akhirnya mereka menggunakan cara sendiri dengan
menghadirkan kepala desa sebagai saksi atau bahan bukti jika terjadi suatu perkara.
Ini karena kerajaan masih belum aktif dalam memberikan informasi tentang
peraturan undang-undang berwakaf seperti berapa bagian peraturan undang-undang
ditetapkan, siapa yang bertanggungjawab dalam pengurusan ini, harus diajukan
kemana, dan sebagainya. Dengan adanya informasi begini, memungkinkan
masyarakat akan mendapat informasi yang lebih banyak dan mengetahui tatacara
berwakaf dan juga kerajaan harus memantapkan lagi prosedur berorganisasi dengan
jumlah dan gred jabatan yang boleh mendukung pengurusan wakaf untuk
memberikan keyakinan pada masyarakat.
BAB V
PENUTUP
C. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah penulis bahas dalam bab-bab yang terdahulu,
penulis mengambil kesimpulan dari skripsi ini sebagai berikut:
1. Bermacam prosedur peraturan telah disediakan atau sudah ada, tetapi masyarakat
masih lagi tidak mengetahui cara bagaimana hendak berwakaf, seperti yang kita
tahu diantaranya, wakaf merupakan perbuatan hukum seseorang atau badan
hukum yang memisahkan sebagian hartanya dan melembagakannya untuk
selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau kepentingan umum lainnya sesuai
dengan ajaran Islam. Efektifitasnya dapat dirasakan baik sebagai manfaat sosial-
ekonomi yang mensejahterakan masyarakat maupun sebagai amal jariyah yang
tidak ada putus pahalanya bagi yang melakukannya. Wakaf sebagai usaha
pembentukan watak dan kepribadian seorang muslim untuk melepaskan sebagian
hartanya untuk kepentingan orang banyak, sekaligus merupakan infestasi modal
pembangunan yang bernilai tinggi, dengan tidak memperhitungkan jangka waktu
dan keuntungan material.
2. Bagi masyarakat yang mengerti peraturan perundangan tentang wakaf tidak akan
menjadi masalah untuk berwakaf, seperti terdapat pada table 4.1 yang
menyatakan hanya 40% saja yang mengerti, sisanya 60% tidak mengerti karena
bagi mereka amat sulit jika berwakaf mengikut peraturan perundangan yang harus
menggunakan berbagai prosedur. Dalam rangka menjamin agar harta wakaf
berfungsi sesuai dengan tujuan wakaf, diperlukan pengelolaan dan kepengurusan
yang baik. Oleh sebab itu, nadzir haruslah benar-benar orang yang mempunyai
komitmen, wawasan dan tanggungjawab yang tinggi serta mempunyai inovatif.
Nadzir akan membuat siasatan terhadap harta yang hendak diwakafkan. Setelah
disiasat akan keberadaan harta wakaf itu, nadzir akan menyerahkan surat
pernyataan serah terima harta wakaf tersebut, maka harta yang diwakafkan itu
akan dikelola oleh pihak Tabung Baitulmal Kedah sebagai nazhir wakaf. Dengan
keberadaan nadzir yang bertanggungjawab memungkinkan masyarakat yang
merasa sulit untuk berwakaf mempunyai pemikiran dan keyakinan penuh untuk
menggunakan prosedur peraturan perundangan yang ditetapkan.
3. Lahirnya peraturan-peraturan tentang perwakafan merupakan langkah yang maju
dalam mengatur persoalan perwakafan dinegara kita. Dalam kontak ini, kerajaan
bertanggungjawab penuh untuk melakukan apa saja aktifitas,jika adanya
sosialisasi yang lebih mendalam kepada masyarakat tentang peraturan perwakafan
supaya timbulnya kesadaran masyarakat untuk mendaftarkan serta melaporkan
setiap kejadian suatu transaksi wakaf. Seperti masih banyak tanah wakaf
terdahulu yang tidak mempunyai sertifikat bahkan surat-surat keterangan saksi.
Dalam era pembangunan saat ini, perlu adanya peningkatan manfaat harta wakaf
demi kesejahteraan umat serta pembangunan bangsa. Pemanfaatan tersebut tidak
saja dalam bentuk wakaf yang dikonsumsikan seperti membangun sarana-sarana
ibadah, pendidikan dan lain-lain, sebagaimana yang dilakukan saat ini, akan tetapi
lebih mengarah kepada pemanfaatan harta wakaf yang bersifat produktif dan
ekonomis.
D. Saran-saran
Pendekatan yang strategis perlu diwujudkan dalam pengurusan wakaf untuk
mencapai kecemerlangan. Jabatan (Departemen) Wakaf, Zakat dan Haji dan Tabung
Baitul Mal Kedah perlu bekerjasama mencari idea-idea baru untuk memantapkannya.
Cara-cara yang strategis perlu digariskan dengan jelas dan difahami. Antara langkah-
langkah tersebut dapat dilaksanakan menerusi strategis-strategis berikut :
1. Masyarakat disarankan agar mempelajari tentang undang-undang perwakafan
karena dengan mempelajari lalu mengetahui. Perlu juga bersosialisasi melalui
kemudahan-kemudahan yang telah disediakan oleh kerajaan seperti internet,
televisi, koran dan lainnya. Ini untuk mempermudahkan lagi masyarakat untuk
melaksanakan wakaf.
2. Dengan mempelajari undang-undang perwakafan, masyarakat tidak segan-segan
berhubungan dengan kerajaan terus melalui Majlis Agama Islam Kedah atau
ustaz-ustaz, jika ingin berwakaf, karena sudah mengerti bagaimana prosedur
wakaf dan juga telah dipelajari sebelumnya melalui kemudahan-kemudahan yang
telah disediakan, supaya masyarakat tidak lagi mengalami kesulitan apabila
hendak berwakaf.
3. Kerajaan harus lebih aktif lagi dalam melaksanakan undang-undang perwakafan
agar masyarakat lebih tertarik dan berminat untuk berwakaf dengan menggunakan
peraturan perundangan yang telah disediakan, seperti merancang dan menyelaras
usaha-usaha untuk meningkatkan kesedaran pewakaf menerusi
internet,televisi,koran, ceramah, taklimat, khutbah jum’at, penyebaran risalah,
melalui diskusi-diskusi, dialog, mesyuarat dan bengkel yang boleh menyatukan
idea-idea untuk membangun dan memantapkan pengurusan wakaf.
DAFTAR PUSTAKA
Abang Mohd. Naillie, Abang Mohd. Shibilie. Prasarana Pelaksanaan Wakaf, Utusan Kedah ( Alor Setar), 8 April 2008.
Abbas, Ahmad Sudirman. “Wakaf Persektif Ulama Mazhab Dan Hukum Positif”.
Cet.I, Yayasan Nuansa Cendikia, 2006. Abdul Latif, Ahmad Zaki. “Pengurusan Harta Wakaf Dan Potensinya Kearah
Kemajuan Pendidikan Umat Islam Di Malaysia”. Kuala Lumpur: Konvensyen Wakaf Kebangsaan, 2006.
Abdul Majid, Mahmood Zuhdi. Konsep, Objektif Dan Amalan Wakaf Dalam Islam.
Alor Setar: Seminar Wakaf Negeri Kedah, 2006. Abdul Rahman, Noor Naemah. “Fatwa-Fatwa Wakaf Di Malaysia”: “Analisa
Khusus Di Negeri Kelantan”, Kuala Lumpur: Konvensyen Wakaf Kebangsaan, 2006.
Abdullah, Al-Kabisi Muhammad Abid. “Hukum Wakaf”. Penterjemah Ahrul Sani
Faturrahman. dkk (Dompet Dhuafa Republika dan IIMaN), cet.I, 2004. Abu Zahra, Muhammad. Al-Waqf , Beirut: Dar al-Fikr, 1971. Cet.2. Akta Pentadbiran Undang-Undang Islam, Akta No. 505 (Wilayah Persekutuan), 1993. Ali, Atabik dan Muhdlor, dkk. “Kamus Kontemporer ‘Arab-Indonesia”. Yogyakarta
:Multi Karya Grafik,1998. Al-Munawar, Said Agil Husin. “Hukum Islam dan Pluralitas Sosial”. Jakarta:
Penamadani, 2004. Artikel ini diakses pada 14 April 2008 http://ilmuone.wordpress.com/2007/02/22/wakaf-dan-peranannya-dalam pembangunan-ummah/ Awang, Che Omar. “Perlaksanaan Wakaf Amalan Di Malaysia”. Kuala Lumpur:
Seminar Wakaf Kebangsaan Di Kedah, 19 April 2008. Dahlan, Abdul Aziz. “Ensiklopedi Islam”, Jakarta: PT. Lechtiar Baru Van Hoeve,
1994, Jilid 5.
Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam.
“Fiqih Wakaf”. Jakarta, 2005. Direktorat Pengembangan Zakat Dan Wakaf, “Fiqih Wakaf”, cet.3, Jakarta:
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Dan Penyelenggaraan Haji, 2005. Gadot, Nooh. “Amalan Wakaf Johor”. Kuala Lumpur: Kovensyen Wakaf
Kebangsaan 2006. Hujjaaj Abu al –Hassan al-Qusyairiy al-Naisaburiy, Muslim. Shahih Muslim. Bab
Wakaf, Beirut: Dar Ihhya’i al-Turas, Tt. Juz III. Istilah Agama Islam, ed.2, cet.I, Kuala Lumpur: Percetakan Dewan Bahasa dan
Pustaka, 1986. Jabatan Wakaf, Zakat Dan Haji Jabatan Perdana Menteri. “Manual Pengurusan
Tanah Wakaf” , Kuala Lumpur, 2006. Kanun Tanah Negara (Kedah) Akta No. 56 Tahun 1965. Laldin, Muhammad Akram. “Maqasid Syariah Dalam Perlaksanaan Waqaf”. Kuala
Lumpur : Konvensyen Wakaf Kebangsaan, 2006. Mahamood, Siti Mashitoh, “Perundangan Wakaf Dan Isu-isu Berbangkit”. Kuala
Lumpur: Kovensyen Wakaf Kebangsaan, 2006. Marthon, Said Sa’ad. “Ekonomi Islam Di Tengah Krisis Global”. Cet.I, Terbitan
Maktabah Ar-Riyadh, Saudi Arabia, 2001. Mas’ud, Ibnu dan Abidin, Zainal. Fiqih Mazhab Syafi’i. Jakarta: CV Pustaka Setia,
2000. Megat Mohd Ghazali, Megat Abdul Rahman. “Pembangunan Tanah Wakaf: Isu,
Prospek Dan Strategi”. Kuala Lumpur: Konvensyen Wakaf Kebangsaan, 2006.
Mohammad, Safiah. “Kearah Pelaksanaan Sistem Perakaunan Wakaf Yang Piawai”.
Kuala Lumpur : Kovensyen Wakaf Kebangsaan, 2006. Mohd Ali, Hishamuddin. “Pelaburan Wakaf: Strategi Dan Rangka Kerja
Perundangan Islam”. Kuala Lumpur: Kovensyen Wakaf Kebangsaan, 2006.
Mohd Fauzi, Mustaffa. “Peranan Takaful Dalam Penjanaan Wakaf Tunai Sebagai Produk Baru Wakaf”. Kuala Lumpur: Kovensyen Wakaf Kebangsaan, 2006.
Mohd Zen, Satria Effendi. “Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer,
Analisis Yurisprudensi Dengan Pendekatan Ushuliyah”. Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004.
Mughniyah, Muhammad Jawad, Fiqh Lima Mazhab: Ja’fari, Hanafi, Maliki, Syafi’I,
Hambali., Penerjemah, Masykur A.B., Afif Muhammad, Idrus Al-Kaff; Penyunting Faisal Abudan Umar Shahab, Cet -17 Jakarta: Lentera, 2006.
Nawawi, Hadar. Metode Penelitian Sosial, Gadjah Mada University, Yogyakarta,
1993 Normaz, Wana Ismail. “Ekonomi Asas” Ed.2, Malaysia: Prentice Hall Pearson, 2004. ORDINAN ACARA MAL SYARIAH KEDAH NO. 7/1991 Qahaf Munzir, Edisi Indonesia: “Manajemen Wakaf Produktif”. Cet-3, Jakarta:
Pustaka al-Kaustar Grup, 2007. Ramli, Abdul Halim dan Sulaiman, Kamarulzaman. “Pembangunan Harta Wakaf:
Pengalaman Negara-negara Islam”. Kuala Lumpur: Kovensyen Wakaf Malaysia, 2006.
Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunah, Darul Fath, 2004, Jilid 4. Sayyid al-Fikqri, “Al-Mu’amalatu al-Madiyatu”, juz 2, Mesir, Mustafa al-Bab, al-
Halabi, 1938. Sohaimi, Mohd Salleh. “Serasi Urus Aset Wakaf Umat Islam.” Berita Harian, Kuala
Lumpur, 2 April 2008. Totok Jumantoro. “Kamus Ilmu Ushul Fikih”, cet-1. Jakarta: Amzah, 2005. Undang-Undang Malaysia, Perlembagaan Persekutuan. International Law Book
Services (ILBS ), 2003 Undang-undang No. 41 Tahun 2004 Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqhu al-Islami wa Abdillatuhu (Damaskus, dar al-Fikri al- Mu’ashir, tt)
Wawancara Pribadi Dengan Nazam Bin Ahmad, Alor Setar, 10 April 2008. Wawancara Pribadi Dengan Nurul Hidayah Binti Hj. Salleh, Alor Setar, Kedah, 10
April 2008. Wawancara Pribadi dengan Zulhazmi Bin Bohari, Kedah, 13 April 2008. LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skipsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syafif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya
bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri
Syafif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 15 September 2008
Alawiyah binti
Mohd Yatim