13
ANGELIKA FILOVÁ. DEPARTMENT OF PLANT PHYSIOLOGY, SLOVAK UNIVERSITY OF AGRICULTURE IN NITRA, TR. A. HLINKU 2, 949 01 NITRA, SLOVAK REPUBLICE-MAIL: [email protected] Produksi Hasil Metabolisme Sekunder di Kultur Jaringan Tanaman Jurnal Riset Ilmu Pengetahuan Pertanian, 46(1), 2014 Hanifah Fuadi (132130016) 9/6/2016 Tugas Paper Kultur Sel dan Jaringan Teknik Industri Pertanian: Bioteknologi. Institut Teknologi Indonesia.

Produksi Hasil Metabolisme Sekunder di Kultur Jaringan Tanaman · Metabolisme Sekunder di Kultur Jaringan Tanaman Jurnal Riset Ilmu Pengetahuan Pertanian, 46(1), 2014 Hanifah Fuadi

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Produksi Hasil Metabolisme Sekunder di Kultur Jaringan Tanaman · Metabolisme Sekunder di Kultur Jaringan Tanaman Jurnal Riset Ilmu Pengetahuan Pertanian, 46(1), 2014 Hanifah Fuadi

ANGELIKA FILOVÁ. DEPARTMENT OF PLANT PHYSIOLOGY, SLOVAK UNIVERSITY OF AGRICULTURE IN NITRA, TR. A. HLINKU 2, 949 01 NITRA, SLOVAK REPUBLICE-MAIL:

[email protected]

Produksi Hasil Metabolisme Sekunder di Kultur Jaringan Tanaman

Jurnal Riset Ilmu Pengetahuan Pertanian, 46(1), 2014

Hanifah Fuadi (132130016)

9/6/2016

Tugas Paper Kultur Sel dan Jaringan Teknik Industri Pertanian: Bioteknologi. Institut Teknologi Indonesia.

Page 2: Produksi Hasil Metabolisme Sekunder di Kultur Jaringan Tanaman · Metabolisme Sekunder di Kultur Jaringan Tanaman Jurnal Riset Ilmu Pengetahuan Pertanian, 46(1), 2014 Hanifah Fuadi

Abstrak: Sel tumbuhan dan kultur jaringan memegang peranan penting yang menjanjikan untuk

mengontrol produksi puluhan ribu dari metabolisme sekunder bermanfaat. Dalam pencarian

alternatif produksi senyawa obat dari tumbuhan, teknik bioteknologi mendekatinya, kultur

spesifik jaringan tumbuhan, diketahui memiliki potensi sebagai suatu suplemen dari pertanian

tradisional di industri produksi dari metabolisme bioaktif tumbuhan. Eksplorasi dari

kemampuan biosintesis dari kultur sel yang bervariasi sudah diambil dari satu grup ilmuwan

tumbuhan dan ahli mikrobiologi di beberapa negara sepanjang dekade terakhir. Sejumlah obat-

obatan penting dari alkaloid, obat antikanker, protein rekombinan dan bahan tambahan pangan

diproduksi dalan kultur yang bervariasi dari sel tumbuhan dan jaringan. Perkembangan wilayah

kultur sel untuk produksi senyawa obat sudah memungkinkan produksi dalam varietas yang

lebih luas dari bidang farmasi seperti alkaloid, terpenoid, steroid, saponins, phenolics,

flavanoids dan asam amio. Beberapa dari ini sekarang tersedia secara komersil di pasaran

contohnya shikonin dan paclitaxel (Taxol). Hingga sekarang 20 protein rekombinan berbeda

sudah diproduksi di kultur sel tumbuhan, termasuk antibodi, enzim, dan vaksin yang dapat

dimakan, faktor pertumbuhan dan sitokinin. Dalam skala pendekatan yang lebih luas dan teknik

imobilisasi berkontribusi pada meningkatnya pertimbangan pada topik aplikasi dari sel kultur

tumbuhan untuk produksi senyawa dengan nilai tambahan yang tinggi. Beberapa dari produksi

sekunder tumbuhan diperoleh dari endapan kultur sel dari tumbuhan-tumbuhan yang bervariasi.

Sistem kultur endapan sel juga saat ini digunakan dalam kultur skala besar dari sel-sel

tumbuhan yang metabolisme sekundernya dapat diekstrak. Sebuah endapan kultur

dikembangkan dengan mentransfer beberapa porsi dari kalus ke dalam medium cair dan

merawatnya dibawah kundisi yang cocok dari segi aerasi, agitasi, cahaya, temperatur dan

parameter fisik lainnya. Kultur sel tidak hanya dihasilkan dengan fitokemikal standar dalam

volume yang besar tapi juga mengeliminasi presentasi senyawa pengganggu yang terjadi dalam

lapangan pertumbuhan tanaman. Pengembangan lebih jauh dari metode itu juga bisa

menyediakan secara khusus sebuah kontinuitas, sumber reliabel dari produk alami.

Perkenalan

Senyawa bioaktif yang diekstrak dari tumbuhan sudah digunakan secara luas. Habitat alami dari

sejumlah besar tumbuhan dimusnahkan dalam waktu singkat terutama keberadaan dari banyak

objek penting dan bahkan spesies endemik. Studi pada produksi metabolisme tumbuhan oleh

kalus dan endapan kultur sel sudah memunculkan peningkatan skala sejak akhir tahun 1950.

Prospek penggunaan semacam teknik kultur untuk mendapatkan metabolisme sekunder, seperti

senyawa aktif untuk industri farmasi dan kosmetik, hormon, enzim, protein, antigen, bahan

tambahan pangan dan pestisida alami dari pemanenan kultur sel atau jaringan (TERRIER et al.,

2007).

Bioteknologi menawarkan kemungkinan mengeksploitasi sel, jaringan, organ atau seluruh

organisme dengan menumbuhkan mereka secara in vitro dan manipulasi genetik untuk

mendapatkan senyawa yang diinginkan (RAO and RAVISHANKAR, 2002). Metabolisme

sekunder bisa diproduksi dengan menggunakan pendekatan bioteknologi, seperti kultur kalus,

endapan sel kultur dan/atau kultur organ. Dalam sesi ini kami akan merieview secara singkat

teknik individu kultur in vitro dengan harapan penggunaannya untuk produksi metabolisme

sekunder. Sejak ia diobservasi, produksi metabolisme sekunder secara umum lebih tinggi pada

pendiferensasian jaringan tumbuhan, perlu untuk menumbuhkan seluruh organ tumbuhan, i.e.

Page 3: Produksi Hasil Metabolisme Sekunder di Kultur Jaringan Tanaman · Metabolisme Sekunder di Kultur Jaringan Tanaman Jurnal Riset Ilmu Pengetahuan Pertanian, 46(1), 2014 Hanifah Fuadi

pucukan atau akar di kondisi in vitro dengan tujuan utama untuk memproduksi senyawa obat-

obatan penting (BIONDI et al., 2002). Seperti dugaan, semacam kultur organ memproduksi

bagian yang mirip metabolisme sekunder sebagai tumbuhan utuh. Perkembangan lebih lanjut

dari penggunaan kultur organ adalah mereka secara relatif lebih stabil dalam memproduksi

metabolisme sekunder dari kultur dari sel-sel yang tidak terdiferensiasi, seperti sel-sel di kalus

atau endapan kultur (RAO dan RAVISHANKAR, 2002). Untuk produksi yang objektif dari

produksi produk sekunder tumbuhan, secara umum ada dua tipe dari kultur organ yang dapat

diperhitungkan, i.e. kultur akar dan kultur pucuk.

Produksi dari Metabolisme Sekunder di Kultur Organ

Kultur akar merupakan sumber yang penting dari senyawa obat-obatan (PENCE, 2011; LI et al.,

2002) banyak dari senyawa sekunder, contohnya, alkaloid tropane hyoscyamine dan scopolamine

diproduksi cukup baik di kultur akar (FAZILATUN et al., 2004). Sistem akar dari tanaman

tingkat tinggi, bagaimanapun, sebagian besar menunjukan pertumbuhan yang lambat dari kultur

yang berasal dari sel-sel tumbuhan yang tidak terdiferensiasi dan susah dipanen. Daripada itu,

metode alternatif untuk produksi senyawa sintesis pada akar tanaman masih diinvestigasi. Salah

satu yang paling menjanjikan dari mereka adalah penggunaan kultur rambut akar (PENCE,

2011). Sebagai akar, juga mungkin meningkatkan bagian area tumbuhan-pucuk-untuk produksi

dari metabolisme sekunder (BOURGAUD et al., 2001; NOGUERA dan ROMANO, 2002;

SMITH et al., 2002). Kultur pucuk biasanya digunakan untuk menunjukan penekanan dari

produksi komersil dari senyawa sekunder utama pada tanamana alami (KHANAM et al., 2000)

atau untuk menginduksi variasi somaklonal in vitro dan untuk memilih produk sekunder penting

yang dihasilkan klon (DHAWAN et al., 2003).

Masalah terbesar dari kultur organ adalah kultur dalam skala besar (KAIMOYO et al., 2008).

Tipe berbeda dari bioreaktor sudah digunakan untuk kultur dari akar tumbuhan dan/atau

pucukan(KAŠPAROVÁ, 2009; KIM et al., 2002). Dibandingkan dengan endapan sel kultur,

kultur organ secara umum menunjukan sensitifitas yang lebih rendah untuk menyebarkan

tekanan, tapi mereka menunjukan derajat yang tinggi dari heterogenitas spasial dalam produksi

biomassa. Masalah lain adalah harga yang tinggi dari sistem bioreaktor ini untuk skala besar

komersil dari metabolisme sekunder tumbuhan. Seperti mereka harus berkompetisi dengan

kultivasi dari seluruh tumbuhan, seperti sebuah proses di sebagian besar kasus tidak menunjang

secara ekonomi (ZHAO et al., 2010). Terbaru, hanya contoh komersil dari penggunaan kultur

organ untuk metabolisme sekunder adalah kultivasi dari akar gingseng (HIBINO dan

USHIYAMA, 1999).

Produksi dari metabolisme sekunder di kultur kalus

Kultur kalus adalah kultur pendiferensiasian induksi sel tumbuhan pada media, biasanya relatif

mengandung konsentrasi auxin yang tinggi dan sitokinin di kondisi in vitro. Kultur kalus bisa

menjadi embriologi atau non embriogenik. Kali embriogenik mengandung sifat-sifat diferensiasi

embriogenik sel-sel kompeten yang bisa meregenerasi secara lengkap tanaman sepanjang proses

yang disebut embriogenesis somatik (PTAK, 2013). Penggunaan utama embriogenesis somatik

termasuk propagasi klonal tanaman, regenerasi haploid atau transgenik Research Journal of

Agricultural Science, 46 (1), 2014 238 tanaman dan studi dasar dari proses embriogenesis pada

Page 4: Produksi Hasil Metabolisme Sekunder di Kultur Jaringan Tanaman · Metabolisme Sekunder di Kultur Jaringan Tanaman Jurnal Riset Ilmu Pengetahuan Pertanian, 46(1), 2014 Hanifah Fuadi

tanaman. Non-embriogenik kultur kalus, mengandung lebih atau sedikit rumpun sejenis dari sel-

sel yang berbeda, digunakan untuk produksi metabolisme sekunder. Secara kultur jaringan

artinya, pendekatan ini relatif sering digunakan untuk produksi flavonoid dengan kultur kalus.

Beberapa contoh produksi flavonoid pada kultur kalus di tampilkan pada Tabel 1.

MADHAVI et al. (1998) mempelajari isolasi konstitusi bioaktif dari buah Vaccinium myrtillus

dan kultur sel. Buah dan kultur kalus diekstraksi dan di fraksikan. Sebagian besar fraksi

mengandung flavonoid, seperti cyanidin-3-galactoside, cyanidin-3-glucoside, cyanidin-3-

arabinoside dan proanthocyanidins. Akumulasi Anthocyanin di kalus lebih rendah (0.08 mg/g

berat kering sel; DCW(dry cell weight)) daripada buah (27.3 mg/g DCW). Kultur kalus

keduanya terakumulasi oligometrik (178 mg/g DCW) dan polymeric (436 mg/g DCW)

proanthocyanidins; proanthocyanidins tersedia di ekstrak buah (oligo- dan polymeric, 202 dan

1613 mg/g DCW, respektif).

DIAS et al. (1998) menerbitkan isolasi dari senyawa alami baru pembentukan 6-C-prenyl

luteolin, bersama dengan luteolin-5,3’-dimethyl ether, luteolin-5-glucoside dan luteolin-3’-

glucoside dari kalus perforatum var. angustifolium. Total konten flavonoid dari kalus, sekitar

0.005-0.7 mg/g (DCW), lebih rendah dari yang ditemukan di pertumbuhan liar tanaman H.

perforatum 14-70mg/g (DCW). FEDOREYEV et al. (2004) menstabilkan kultur kalus dari

bagian yang berbeda dari Maackia amurensis dan menganalisanya untuk isoflavonoid. Isoflavon

retuzin, genistein dan formononetin dan pterocarpans maakiain dan medicarpin ditemukan

diproduksi oleh kultur ini. Konten isoflavon dan pterocarpans secara esensial sama dalam kultur

yang dikembangkan dari petil daun, inflorescences dan meristem apikal pada tumbuhan. Hasil

maksimal dari isoflavon dan pterocarpans pada kalus adalah 20.8 mg/g (DCW), hampir empat

kali lebih tinggi dari konten di jantung kayu tanaman M. amurensis. Lebih jauh LI et al. (2002)

membuat enam kultur kalus dari spesies Genista dengan objektif untuk memproduksi isoflavon

dari aktifitas phytoestrogenic. Kultur dioptimasi untuk pertumbuhan mereka dan produksi

isoflavonoid dengan mengubah variasi media dalam keberadaan atau ketiadaan cahaya.

Pertumbuhan terbaik dan produksi isoflavon tertinggi diperoleh dibawah pengaturan cahaya pada

SH medium basal terkandung 22.6 μmol/L 2,4-dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D), 23.2 μmol/L

kinetin dan 3% (w/v) sukrosa.

Kultur kalus dari semua spesies diproduksi lebih pada isoflavon daripada induk herbal. Kultur in

vitro memiliki konten yang lebih rendah dari genistein esters dari herbal. Kalus dengan

kandungan isoflavon yang paling tinggi dihasilkan dari G. tinctoria, memproduksi 6586.5 mg

dari total isoflavon setiap 100 g DCW, sedang pada HPLC analisis diidentifikasi 3016.3 mg dari

genistin. Efek dari potensi yang ditimbulkan (membunuh sel Pseudomonas aeruginosa, asam

linoleic, chromium trichloride, asam jasminic, disubtitusi anilides dari asam pyrazine-2-

carboxylic dan asam iodoacetic) pada produksi dari flavonoid di kultur kalus pada Ononis

arvensis L. sudah diuji dengan TUMOVA dan teman sekerjanya (TUMOVA, 2010; TUMOVA

and TUMA, 2010). Semua hasil tes ditandai dengan meningkatnya produksi dari flavonoid

dalam perbandingan dengan kontrol.

Menstabilkan dan mengoptimalisasi kultur kalus adalah tahap logis pada fase pertama dari

produksi kultur sel dari metabolisme sekunder tanaman, i.e. menyiapkan inokulum untuk kultur

cairan suspensi. Produksi dari metabolisne sekunder pada kultur suspensi sel sudah secara luas

Page 5: Produksi Hasil Metabolisme Sekunder di Kultur Jaringan Tanaman · Metabolisme Sekunder di Kultur Jaringan Tanaman Jurnal Riset Ilmu Pengetahuan Pertanian, 46(1), 2014 Hanifah Fuadi

diterbitkan dan bertujuan sebagai sebuah teknologi yang memunculkan masalah dari kuantitas

variabel produk dan kualitas dari seluruh tanaman menghasilkan efek dari faktor lingkungan

yang berbeda, seperti klimaks, penyakit dan serangga (YAMAMOTO et al., 2002; ZHANG et

al., 2002; RAO dan RAVISHANKAR, 2002). Sepanjang dekade yang lalu, teknologi ini lebih

jauh menunjukan lebih banyak pada ketertarikan akademik dan industri. Pendekatan

menggunakan endapan sel tanaman Research Journal of Agricultural Science, 46 (1), 2014 239

kultur untuk metabolisme sekunder (termasuk flavonoid) produksinya berdasarkan konsep dari

biosintesis totipotensi dari sel-sel tanaman, yang berarti masing-masing sel dalam kultur

memegang informasi genetik lengkap untuk produksi kisaran senyawa yang ditemukan di

seluruh tanaman. Endapan kultur sel diinisiasi dari terbentuknya kultur kalus dengan

menginokulasi mereka ke dalam media cair. Kultur lalu dijaga di dalam gelas hangat dibawah

agitasi dalam berlanjut pada horizontal atau guncangan berputar dan akhirnya mereka bisa

ditransfer menjadi bioreaktor terspesialisasi (BOURGAUD et al., 2001).

YAMAMOTO et al. (2002) menunjukan efek dari polisakarida pada produksi dari prenylated

flavanones (sophoraflavanone G dan lehmanin) di Sophora flavescens kultur kalus. Produksi dari

flavon ini menstimulasi hingga 5 kali dengan penambahan 2 mg/mL ekstrak ragi. Lebih jauh,

produksi dari prenylated flavanones juga bisa meningkat hingga 2-5 kali dengan penambahan

kepingan gabus. Efek dari yang berbeda dari yang dihasilkan, seperti membunuh sel

Pseudomonas aeruginosa, chromium trichloride, asam jasminic, substituted anilides of asam

pyrazine-2-carboxylic dan asam iodoacetic, pada produksi dari flavonoid pada endapan sel kultur

pada Ononis arvensis L. sudah dieliminasi dengan TUMOVA et al. (2002). Mereka menunjukan

suatu peningkatan penanda pada produksi flavonoid dalam perbandimgan dengan kontrol semua

hasil yang dites. MONACHE et al. (1995) mengisolasi flavonoid dari kalus dan kultur sel dari

Maclura pomifera. Antara flavonoid, flavones dan flavones diproduksi lebih disukai dengan sel-

sel suspensi, tapi dengan substituen prenyl exslusif pada cincin A, ketika isoflavon tidak

menunjukan bagian substitusi 3`, 4`-dihydroxyl ditemukan pada produk yang diisolasi dari buah.

Endapan kultur sel M. pomifera menunjukan level terbaik dari akumulasi metabolit (0.91%) dari

stem (0.26%), daun (0.32%) dan buah (0.08%) dari tanaman induk. ZHANG et al. (2002)

mempelajari efek temperatur antara 15-35°C. Maksimum produksi antosianin dihasilkan pada

20°C. Produksi Antosianin pada 270 mg/L pada hari ke 9 meningkat 1.8, 3 dan 4-keatas lebihnya

kultur pada 20, 25 dan 30°C, respektif.

Pada penambahan, ZHAO et al. (2010) melaporkan juga akumulasi antosianin pada suspensi

kultur sel dari Vitis vinifera. Mengikuti, selain adisi asam jasmonik atau irradiasi cahaya,

biosintesis antosianin sudah dikembangkan, dimana pertumbuhan sel dihambat. Akumulasi

antosianin maksimum pada 13.8 CV (color value, petunjuk warna)/g FCW (fresh cell weight,

berat segar sel) terjadi pada hari ke 7 ketika asam jasmonik ditambahkan pada kultur pada

sebuah konsentrasi final 20 μM pada hari ke 0. Ini merepresentasikan pada 8.5-adukan

meningkat dibandingkan dengan kultur kontrol di bagian gelap. Berdasarkan iradiasi

pencahayaan kontinu pada 8000-8300 lux, maksimum akumulasi antosianin mencapai 6.8 CV/g

FCW pada hari ke 10, dimana 4.8-adukan pada kontrol. Sebuah proses, yang mengkombinasikan

asam jasmonik perawatan dan irradiasi cahaya, menghasilkan suatu peningkatan sinergitas

signifikan pada akumulasi antosianin hingga 22.62 CV/g FCW pada hari ke 7. Petunjuk ini

adalah 13.9-adukan pada kontrol. Sebagai hasil, maksimum produksi antosianin dari 2200 CV/ L

diperoleh pada hari ke 10, merepresentasikan suatu peningkatan 5.8-adukan dibandingkan

Page 6: Produksi Hasil Metabolisme Sekunder di Kultur Jaringan Tanaman · Metabolisme Sekunder di Kultur Jaringan Tanaman Jurnal Riset Ilmu Pengetahuan Pertanian, 46(1), 2014 Hanifah Fuadi

dengan kontrol. Lebih jauh, PARK et al. (1995) mempelajari kultur sel dari Pueraria lobata

untuk induksi-ekstrak enzimatik dan aktifasi genetik dari produksi isoflavonoid. Penambahan

ekstrak yeast pada kultur sel menstimulasi akumulasi dari isoflavon dan daidzein dimers.

Produktifitas kultur adalah kritis pada aplikasi praktikal dari teknologi kultur endapan sel untuk

memproduksi flavonoid. Hingga sekarang, variasi strategis sudah dikembangkan untuk

mengimprovisasi produksi metabolisme sekunder dalam kultur in vitro, seperti manipulasi

parameter dari lingkungan dan medium, memilih hasil klon sel yang dihasilkan, makanan

prekusor dan hasil ekstrak (review pada COLLIN, 2001; RAO dan RAVISHANKAR, 2002;

TUMOVÁ et al., 2010).

Kultur sel dari Taxus sp. Menyediakan sumber alternatif potensial dari taxol dan penggunaan

terkait taxanas pada komoterapi kanker. Kualifikasi dan distribusi dari taxol dalam kultur kalus

explants dari kemotipe terseleksi dari Taxus baccata, Taxus canadensis, Taxus brevifolia dan

Taxus cuspidate dipelajari FILOVÁ (2011). Kemotipe terseleksi dari Taxus sp. Dikultivasi dari

modifikasi medium Westvaco WV dengan auksin 2,4-D (1, 2 a 5 mg.l-1) untuk induksi kalus.

Kultur kalus dari T. canadensis diproduksi dalam jumlah besar pada taxol di hari ke-56 kultivasi.

Kultur kalus dari T. baccata diproduksi pada setengah jumlah taxol T. canadensis.

Menumbuhkan biomassa dan memproduksi metabolisme sekunder dari karakter taxanes pada

beberapanya tergantung pada tipe kultur exsplan, dari konsentrasi auksin pada medium, dari

kemotipe dan waktu kultivasi.

Page 7: Produksi Hasil Metabolisme Sekunder di Kultur Jaringan Tanaman · Metabolisme Sekunder di Kultur Jaringan Tanaman Jurnal Riset Ilmu Pengetahuan Pertanian, 46(1), 2014 Hanifah Fuadi

Produksi Metabolisme Sekunder dari Rambut Akar

Rambut akar tumbuh cepat, menunjukan pertumbuhan plagiotropic, dan sangat bercabang pada

medium bebas phytohormone (HU AND DU, 2006). Agrobacterium rhizogenes-

mengembangkan rambut akar dan tanaman memiliki aplikasi pada banyak area berbeda. Kultur

rambut akar sudah dites secara ekstensif pada riset nodul akar, untuk produksi metabolisme

sekunder tanaman. Transformasi akar sudah secara luas dipelajari pada produksi in vitro dari

metabolisme sekunder pada banyak spesies tanaman dan produksi awal tiruan. Kultur rambut

akar memproduksi metabolisme sekunder sepanjang keberhasilan generasi tanpa kehilangan

genetik atau stabilitas biosintesis (GIRI VE NARASU, 2000). Banyak aspek dari biosintesis

metabolisme sekunder tanaman sudah dipelajari menggunakan transformasi rambut akar

(KUZOVKINA AND SCHNEIDER, 2006). Korelasi yang kuat antara produksi metabolisme

sekunder dan perbedaan morfologi memberikan lebih banyak momen pada aplikasi dari

mengorganisasikan kultur sel pada produksi skala yang lebih luas dari fotokemikal. Intergenerik

kerjasama kultur pada transformasi genetik rambut akar dan teratoma pucuk adalah efektif untuk

mengimprovisasi jaringan spesifik metabolisme sekunder.

Mimik situasi ini diobservasi pada seluruh tanaman dimana suatu lokasi sintesis metabolit di

translokasi sejauh organ untuk biokonversi lebih jauh (GIRI AND NARASU, 2000). Juga

produksi dari dua metabolisme skunder berbeda memungkinkan stimultan berkelanjutan dengan

penambahan kerjasama kultur akar (WU et al., 2008). Ini merupakan potensi yang sangat besar

dari kultur rambut akar (CETIN et al. 2005) sebagai sumber stabil dari senyawa kimia aktif

biologis yang disediakan dengan mengeksploitasi pada sistem in vitro sepanjang skala pada kisah

bioreaktor (MEHROTRA et al., 2008). Kultur rambut akar dari Lithospermum erythrorhizon,

Harpagophytum procumbens (LUDWIG-MULLER et al., 2008) dan penambahan akar-akar dari

Panax ginseng (JEONG et al., 2008) dan Scopolia parviflora (MIN et al., 2007) dipelajari dalam

volume yang bervariasi dai kolom gelembung bioreaktor untuk menghasilkan , harpagide,

ginsenosides dan alkoloids respectively. Ginsenoside juga diproduksi pada 5 L tank berputar

biorekator menggunakan penambahan kultur akar (JEONG et al., 2008). Kultur rambut akar dari

Stizolobium hassjo untuk menghasilkan 3,4-dihydroxyphenylalanine sudah dilaporkan

menggunakan uap bioreaktor. Diktat skala teknologi yang tersedia adalah menggunakan tank

stainless steel untuk penumbuhan sel-sel tanaman pada skala industri. Penggunaan peralatan

bioreaktor dengan penggantung spesial dalam wadah dilaporkan. Kultur rambut akar berlanjut

pada perilaku menarik sebagia sumber potensial pada produksi skala besar dari senyawa penting

komersil.

Page 8: Produksi Hasil Metabolisme Sekunder di Kultur Jaringan Tanaman · Metabolisme Sekunder di Kultur Jaringan Tanaman Jurnal Riset Ilmu Pengetahuan Pertanian, 46(1), 2014 Hanifah Fuadi

Aplikasi Bioteknologi pada Penelitian Rambut Akar

Figure 1: Aplikasi Bioteknologi pada Penelitian rambut akar

Page 9: Produksi Hasil Metabolisme Sekunder di Kultur Jaringan Tanaman · Metabolisme Sekunder di Kultur Jaringan Tanaman Jurnal Riset Ilmu Pengetahuan Pertanian, 46(1), 2014 Hanifah Fuadi

Kesimpulan

Review ini merupakan rangkuman dari kemungkinan sumber metabolisme sekunder bagi

persepektif mereka pada produksi bioteknologi. Teknik kultur jaringan tanaman sudah mencoba

untuk memproduksi dalam skala besar metabolisme sekunder pada spesies tanaman yang

memberikan kepentingan medis atau hal itu secara umum sulit untuk dikultivasi. Seluruh potensi

bioteknologi dari metabolisme sekunder belum dieksploitasi. Teknologi dari kultur jaringan

tanaman berawal pada abad 21 pertengahan, dengan pekerja pioneer, seperti Haberlandt,

Research Journal of Agricultural Science, 46 (1), 2014 243 White, Nobécourt dan Gautheret.

Kultur jaringan tanaman dianjurkan pada pertaman kalinya untuk produksi fitokemikal pada

awal 1956. Sejak itu, pengembangan jaringan tumbuhan berdasarkan sistem kultur, sebagai

sebuah alternatif untuk seluruh tanaman konvensional atau produk sintesis, menjadi suatu

perubahan untuk riset ilmuwan di seluruh dunia. Meskipun progres yang baik pada sintesis

organik dari banyak metabolisme sekunder tanaman dan senyawa berkaitan, ekstraksi

metabolisme sekunder tanaman masih dibutuhkan secara komersil dan aktual. Lebih dari itu,

sebagian besar dari senyawa ini sangat sulit untuk disintesis secara kimiawi. Mengambil kedalam

preferensi akun konsumen makanan, senyawa alami lebih baik diterima sintesis secara umum.

Fakta ini memimpin pada pengembangan prosedur untuk menumbuhkan jaringan tanaman dan

sel-sel yang secara umum mirip untuk digunakan oleh mikroorganisme, i.e, dibawah kontrol

kondisi dalam wadah kultur dan manfaat pada jumlah besar produksi kultur pada skala industri.

Kultur jaringan tanaman memungkinkan transformasi alami dan senyawa sintesis menggunakan

potensi dari enzim mereka pada proses semacam hidrogenasi, dehidrogenasi, isomerasi,

glikosilasi, hidroksilasi pada transfer dari tulang belakang karbon. Produksi dari metabolisme

sekunder lewat teknik kultur jaringan sudah dilaporkan pada kedua kalus dan endapan kultur.

Spektrum dari produksi senyawa dan yang mereka hasilkan tergantung pada seleksi yang benar

pada spesies tanaman, tipe exsplan dan kondisi kultur.

BIBLIOGRAPHY

1. BASU, P., CHAND, S. (1996): Anthocyanin accumulation in Hyoscyamus muticus L. tissue cultures. J. Biotechnol., 52(2): 151-159.

2. BIONDI, S., SCARAMAGLI, S., OKSMAN-CALDENTEY, K. M., POLI, F. (2002):

Secondary metabolism in root and caallus cultures of Hyoscyamus muticus L: the relationship

between morphological organization and response to methyl jasmonate. In: Plant Sci., 163: 563–

569.

3. BOURGAUD, F., GRAVOT, A., MILESI, S., GONTIER, E. (2001): Production of plant secondary metabolities: A historical perspective. In: Plant Sci., 161: 839–851.

4. BUDZIANOWSKI, J., BUDZIANOWSKA, A., KROMER,K. (2002): Naphthalene glucoside

and other phenolics from the shoot and callus cultures of Drosophyllum lusitanicum. Phytochemistry, 61: 421–425.

5. CACHO, M., MORAN, M., CORCHETE, P., FERNANDEZ-TARRAGO, J. (1999):

Influence of medium composition on the accumulation of flavonolignans in cultured cells of Silybum marianum (L.).Gaertn. Plant Sci., 144: 63-68.

6. CETIN, B., GUREL, A., BEDIR, E., AKKAYA, M., AY, G. (2005): Formation of

Agrobacterium rhizogenes-mediated Transformed Hairy Root Cultures of Rubia tinctorum L.

and Analysis of Secondary Metabolites. XIV. National Biotechnology Congress, August 31-

September 2: 40-44, Eskisehir/Turkey.

Page 10: Produksi Hasil Metabolisme Sekunder di Kultur Jaringan Tanaman · Metabolisme Sekunder di Kultur Jaringan Tanaman Jurnal Riset Ilmu Pengetahuan Pertanian, 46(1), 2014 Hanifah Fuadi

7. COLLIN, H. A. (2001): Secondary product formativ in plant tissue cultures. In: Plant Growth Regul., 34: 119–34.

8. DHAWAN, S., SHASANY, A.K., NAQVI, A.A., KUMAR, S., KHANUJA, S.P.S. (2003):

Menthol tolerant clones of Mentha arvensis: approach for in vitro selection of menthol rich genotypes. In: Plant Cell Tissue and Organ Culture, 75: 87-94

9. DIAS, A.C.P., TOMAS-BARBERAN, F.A., FERNANDES-FERREIRA, M., FERRERES, F.

(1998): Unusual flavonoids produced by callus of Hypericum perforatum. In: Phytochemistry, 48: 1165-1168.

10. FAZILATUN, N., NORNISAH, M., ZHARI, I. (2004): Superoxide radical scavenging

properties of extracts and flavonoids isolated from the leaves of Blumea balsamifera. In: Pharm. Biol., 42: 404-408.

11. FEDOREYEV, S. A., KULESH, N. I., GLEBKO, L. I., POKUSHALOVA, T. V.,

VESELOVA, M. V., SARATIKOV, A. S.; VENGEROVSKII, A. I.; CHUCHALIN,V. S.

(2004): Maksar: a preparation based on Amur Maackia. In: Pharm. Chem. J., 38: 605–610.

Research Journal of Agricultural Science, 46 (1), 2014 244

12. FILOVÁ, A., ROVNÁ, K. (2011): Explantate culture of yew (Taxus sp.) as alternative

production systems for taxane metabolites. Acta horticulturae et regiotecturae, 14 (1): 19-23.

13. GIRI, A., NARASU, M., (2000): Transgenic Hairy Roots: Recent Trends and Application. Biotechnology Advances, 18: 1-22.

14. HIBINO, K., USHIYAMA, K. (1999): Commercial production of Ginseng by plant cell

culture technology, pp. 215–224. In: FU, T. J., SINGH, G. & CURTIS, W. R. (eds) Plant Cell

and Tissue Culture for the Production of Food Ingredients, Kluwer Academic Publishers,

Dordrecht.

15. HOU, D. X. (2003): Potential mechanisms of cancer chemoprevention by anthocyanins. Curr. Mol. Med., 3:149–59.

16. HU, Z-B., DU, M. (2006): Hairy root and its application in plant genetic engineering. Journal

of Integrative Plant Biology, 48, (2): 121-127.

17. JEONG, C-S., MURTHY, H., N., HAHN, E-J., PAEK, K-Y. (2008): Improved production of

ginsenosides in suspension cultures of ginseng by medium replenishment strategy. Journal of

Bioscience and Bioengineering, 105, (3): 288-291.

18. KHANAM, N., KHOO, C. , KHAN, A.G. (2000): Effects of cytokinin/auxin combinations

on organogenesis, shoot regeneration and tropane alkaloid production in Duboisia myoporoides.

Plant Cell Tissue Organ Cult., 62: 125–133.

19. KAIMOYO, E., FARAG, M.A., SUMNER, L.W., WASMANN, C., CUELLO, J.L.,

VANETTEN, H. (2008): Sub-lethal levels of electric current elicit the biosynthesis of plant

secondary metabolites. Biotechnology Progress, 24(2):377–384.

20. KAŠPAROVÁ, M., SIATKA, T., DUŠEK, J. (2009): Production of isoflavonoids in the Trifolium pratense L. suspension culture. Ceska a Slovenska Farmacie, 58(2):67–70.

21. KIM, Y., WYSLOUZIL, B.E., WEATHERS, P.J. (2002): Secondary metabolism of hairy

roots in bioreaktors. In Vitro Cell. Dev. Biol. Plant, 38: 1–10.

22. KUZOVKINA, I. N., SCHNEIDER, B. (2006): Genetically transformed root cultures – Generation, Properties and Application in Plant Sciences. Progress in Botany, 67: 275-324.

23. LI, W., KOIKE, K., ASADA, Y., HIROTANI, M. RUI, H., YOSHIKAWA, T., NIKAIDO,

T. (2002): Flavonoids from Glycyrrhiza pallidiflora hairy root cultures. Phytochemistry, 60: 351–355.

Page 11: Produksi Hasil Metabolisme Sekunder di Kultur Jaringan Tanaman · Metabolisme Sekunder di Kultur Jaringan Tanaman Jurnal Riset Ilmu Pengetahuan Pertanian, 46(1), 2014 Hanifah Fuadi

24. LUDWIG-MULLER, J., GEORGIEV, M., BLEY, T. (2008): Metabolite and hormonal status

of hairy root cultures of Devail’s claw (Harpagophytum procumbens) in flaks and in a bubble

column bioreaktor. Process Biochemistry, 43: 15-23.

25. MADHAVI, D. L., BOMSER, J., SMITH, M. A. L., SINGLETARY, K. (1998): Isolation of

bioactive constituents from Vaccinium myrtillus (bilberry) fruits and cell cultures. Plant Sci.,

131: 95–103.

26. MEHROTRA, S., KUKREJA, S., KHANUJA, B., MISHRA, N. (2008): Genetic

transformation studies and scale up of hairy root culture of Glycyrrhiza glabra in bioreaktor.

Electronic Journal of Biotechnology, 11: (2).

27. MIN, J., Y., JUNG, H., Y., KANG, S., M., KIM, Y., D., KANG, Y., M., PARK, D., J.,

PRASAD, D., T., CHOI, M., S. (2007): Production of tropane alkaloids by small-scale bubble

column bioreaktor cultures of Scopolia parviflora adventitious roots. Bioresource Technology, 98: 1748-1753.

28. MONACHE, G. D., DE ROSA, M.C., SCURRIA, R., VITALI,A., CUTERI, A.,

MONACELLI, B., PASQUA,G., BOTTA. B. (1995): Comparison between metabolite

productions in cell culture and in whole plant of Maclura pomifera. Phytochemistry, 39: 575–

580.

29. NOGUEIRA, J. M. F., ROMANO, A. (2002): Essential oils from micropropagated plants of Lavandula viridis. Phytochem. Anal., 13: 4–7.

30. PARK, H. H., HAKAMATSUKA, T., SANKAWA, U., EBIZUKA, Y. (1995): Rapid

metabolism of isoflavonoids in elicitor‐treated cell suspension cultures of Pueraria lobata.

Phytochemistry, 38: 373–380.

31. PENCE, V.C. (2011): Evaluating costs for the in vitro propagation and preservation of

endangered plants. In Vitro Cellular and Developmental Biology—Plant., 47(1):176–187.

Research Journal of Agricultural Science, 46 (1), 2014 245

32. PTAK, A., EL TAHCHY, A., SKRZYPEK, E., WOJTOWICZ, T., LAURAIN-MATTAR,

D. (2013): Influence of auxins on somatic embryogenesis and alkaloid accumulation in

Leucojum aestivum callus. Central European Journal of Biology, 8(6): 591-599.

33. RAO, S. M., RAVISHANKAR, G. A. (2002): Plant cell cultures: chemical factories of

secondary metabolities. Biotechnol. Adv., 20: 101–153.

34. SMITH, M. A. L., KOBAYASHI, H., GAWIENOWSKI, M., BRISKIN, D. P. (2002): An in

vitro approach to investigate medicinal chemical synthesis by three herbal plants. Plant Cell

Tissue Organ Cult., 70: 105–111.

35. TERRIER, B., COURTOIS, D., HENAULT, N., CUVIER, A., BASTIN, M., AKNIN,

A.,DUBREUIL, J., PETIARD, V. (2007). Two new disposable bioreaktors for plant cellculture:

The wave and undertow bioreaktor and the slug bubble bioreaktor. Biotechnology and

Bioengineering, 96, (5): 914-923.

36. TUMOVA, L., OSTROZLIK, P. (2002): Ononis arvensis in vitro. Abiotic elicitation. Ces.

Slov. Farm., 51(1): 173-176.

37. TŮMOVÁ, L., TŮMA, J., DOLEŽAL, M., DANIELOVÁ, B. (2010): Pyrazinecarboxylic

acid derivatives as effective abiotic elicitors of isoflavonoids production. Ceska a Slovenska

Farmacie, 59(3):117–122.

38. TŮMOVÁ, L., TŮMA, J., MEGUŠAR, K., DOLEŽAL, M. (2010): Substituted

pyrazinecarboxamides as abiotic elicitors of flavolignan production in Silybum marianum (L.)

gaertn cultures in Vitro. Molecules, 15(1):331–340.

Page 12: Produksi Hasil Metabolisme Sekunder di Kultur Jaringan Tanaman · Metabolisme Sekunder di Kultur Jaringan Tanaman Jurnal Riset Ilmu Pengetahuan Pertanian, 46(1), 2014 Hanifah Fuadi

39. WU, C-H., MURTY, H. N., HAHN, E-J., PAEK, K., Y. (2008): Establishment of

adventitious root co-culture of Ginseng and Echinacea for the production of secondary

metabolites. Acta Physiologiae Plantarum, 30: 891-896.

40. YAMAMOTO, H., ZHAO, P., INOUE, K. (2002): Origin of two isoprenoid units in a

lavandulyl moiety of sophoraflavanone G from Sophora flavescens cultured cells.

Phytochemistry, 60: 263–267.

41. ZHANG, W., SEKI, M., FURUSAKI, S. (2002): Effect of temperature and its shift on

growth and anthocyanin production in suspension cultures of strawberry cells. Plant Sci., 127:

207–214.

42. ZHAO, J.L., ZHOU, L.G., WU, J.Y. (2010): Effects of biotic and abiotic elicitors on cell

growth and tanshinone accumulation in Salvia miltiorrhiza cell cultures. Applied Microbiology

and Biotechnology, 87(1):137–144.

ACKNOWLEDGEMENT This study was supported by project: Vybudovanie výskumného centra ,,AgroBioTech―, ITMS

kód: 26220220180.

Pendapat Sendiri.

- Kalau bisa menghasilkan senyawa metabolit sekunder dalam jumlah besar melalui proses

kultur jaringan. Mungkin jika diberi tambahan bakteri yang merangsang produksi hormon

akan memberikan hasil yang lebih signifikan.

- Jika exsplan diradiasi dengan variasi dosis dan perlakuan yang berbeda mungkin bisa

menghasilkan produk yang lebih banyak.

- Tidak hanya radiasi, penambahan senyawa kimia tertentu juga bisa menambah hasil

produksi metabolit sekunder.

- Bisa terdapat kekhawatiran terjadinya ketidakseimbangan ekosistem akibat penggunaan

kutur jaringan demi memperoleh varietas unggul penghasil metabolit sekunder. Misalnya

suatu habitat yang asalnya ditumbuhi tumbuhan endemik setelah dipakai sebagai

lapangan hasil percobaan kultur jaringan, tanaman endemik tersebut perlahan-lahan

punah karena kalah bersaing.

- Hasil dari metabolit sekunder tidak hanya obat, bisa juga racun yang berbahaya. Apalagi

setelah diradiasi, mungkin sisa radiasi masih terkandung dalam tanaman dan bisa

meracuni manusia.

- Jika ditambah variasi sampel exsplannya, mungkin akan dihasilkan senyawa flavonoid

yang lebih banyak atau bervariasi.

- Mungkin selain senyawa yang berkhasiat obat bisa juga dihasilkan antivirus atau

interferon.

- Kurangnya penjelasan atas istilah-istilah senyawa kimia seperti: chromium trichloride,

asam jasminic, substituted anilides of asam pyrazine-2-carboxylic dan asam iodoacetic.

Orang awam tidak tahu senyawa apa itu. Padahal jurnal yang baik adalah jurnal yang

mudah dimengerti.

- Gaya bahasa yang susah dimengerti, sangat banyak istilah dan referensi sehingga seolah

yang menulis jurnal sangat pintar.

- Selain rambut akar, bagian daun, bunga, buah, dan umbi bisa juga dipelajari.

- Senyawa bioaktif yang bisa dihasikan melalui proses kultur jaringan perlu diteliti lebih

jauh terutama dari segi potensinya sebagai obat.

Page 13: Produksi Hasil Metabolisme Sekunder di Kultur Jaringan Tanaman · Metabolisme Sekunder di Kultur Jaringan Tanaman Jurnal Riset Ilmu Pengetahuan Pertanian, 46(1), 2014 Hanifah Fuadi