71
PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN PENAMBAHAN GULA, BAP, DAN KITOSAN SECARA IN VITRO YEYEN NOVITASARI A24120127 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017

PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN

PENAMBAHAN GULA, BAP, DAN KITOSAN SECARA IN

VITRO

YEYEN NOVITASARI

A24120127

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2017

Page 2: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol
Page 3: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Produksi Steviosida dan

Rebaudiosida dengan Penambahan Gula, BAP, dan Kitosan secara In Vitro adalah

benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam

bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal

atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain

telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2017

Yeyen Novitasari

NIM A24120127

Page 4: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

ABSTRAK

YEYEN NOVITASARI. Produksi Steviosida dan Rebaudiosida dengan

Penambahan Gula, BAP, dan Kitosan secara In Vitro. Dibimbing oleh NI MADE

ARMINI WIENDI.

Tingginya konsumsi gula di Indonesia dan produksi gula yang belum dapat

memenuhi permintaan gula menyebabkan diperlukan alternatif substitusi gula di

Indonesia. Salah satu tanaman yang dapat dijadikan pemanis alami selain tebu

adalah tanaman stevia. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh

kombinasi antara Gula, BAP, dan Kitosan terhadap daya proliferasi tunas Stevia

rebaudiana Bertoni sehingga menghasilkan biomassa tinggi dengan produksi

metabolit sekunder yang tinggi secara in vitro, serta mendapatkan protokol yang

tepat untuk memproduksi metabolit sekunder dari tanaman stevia in vitro.

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan II dan Laboratorium

Ekofisiologi, Departemen Agronomi dan Hortultura, IPB, Badan Pengkajian dan

Penerapan Teknologi, dan Laboratorium Kimia Universitas Kristen Satya Wacana.

Penelitian berlangsung pada bulan Januari hingga Oktober 2016. Rancangan yang

digunakan pada penelitian ini adalah rancangan kelompok lengkap teracak tiga

faktor dengan tiga ulangan. Perlakuannya adalah konsentrasi Gula (30, 40, dan 50

g L-1), konsentrasi BAP (1, 2, dan 3 mg L-1), dan konsentrasi Kitosan (0, 1, dan 2

mg L-1) yang ditambahkan media dasar Murashige-Skoog. Dari hasil penelitian ini

diketahui bahwa peubah jumlah tunas, jumlah buku, jumlah daun, dan tinggi

tanaman nyata dipengaruhi oleh interaksi Gula, BAP, dan Kitosan. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa konsentrasi 50 g L-1 Gula, 3 mg L-1 BAP, dan 2 mg L-1 Kitosan

memberikan proliferasi tunas, buku, daun, dan tinggi tanaman tertinggi

dibandingkan perlakuan yang lainnya. Hasil analisis HPLC dengan buffer A

menunjukkan bahwa kandungan steviosida dan rebaudiosida A tertinggi diperoleh

dari perlakuan Gula 50 g L-1, BAP 3 mg L-1, dan tanpa Kitosan yaitu 2,232 mg g-1

(0,223%) untuk steviosida dan 0,965 mg g-1 (0,096%) untuk rebaudiosida A

sedangkan rebaudiosida C tertinggi didapatkan pada perlakuan Gula 40 g L-1, BAP

3 mg L-1, dan tanpa Kitosan yaitu 0,453 mg g-1 (0,045%). Analisis menggunakan

buffer B, perlakuan Gula 40 g L-1, BAP 3 mg L-1, dan tanpa Kitosan memberikan

hasil tertinggi yaitu 22,030 mg g-1 (2,203%) untuk steviosida dan 4,000 mg g-1

(0,400%) untuk rebaudiosida A. Tingginya bobot basah dan bobot kering yang

disertai kalus menurunkan kandungan metabolit sekunder stevia. Perlakuan Gula

50 g L-1, BAP 3 mg L-1, dan tanpa Kitosan pada buffer A menghasilkan kandungan

metabolit sekunder total tertinggi yaitu 0,32% sedangkan pada buffer B didapatkan

pada perlakuan Gula 40 g L-1, BAP 3 mg L-1, dan tanpa Kitosan yaitu 2,60%. Hasil

analisis menunjukkan bahwa kandungan metabolit yang dianalisis dengan HPLC

menggunakan buffer B memberikan hasil analisis hingga sepuluh kali lebih tinggi

untuk steviosida dan rebaudiosida A dibandingkan dengan buffer A.

Kata kunci: Benzilaminopurin, HPLC, IAA, Pemanis, Steviosida

Page 5: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

ABSTRACT

YEYEN NOVITASARI. In Vitro Production of Stevioside and Rebaudioside by

Addition of Sugar, BAP, and Chitosan. Supervised by NI MADE ARMINI

WIENDI.

Sugar demand in Indonesia is higher than the production, cause sugar

subtitutes are needed to fulfill the demand. Stevia is one of the sweetener plant that

can be used as a sugar substitution. This research was aimed to study the effect of

combination between Sugar, BAP, and Chitosan towards the shoots proliferation

of stevia thus yielding high biomass by in vitro production of secondary metabolites,

and obtain the proper protocol to produce secondary metabolites of stevia in vitro.

The research was conducted at Tissue Culture II Laboratory and Ecophysiology

Laboratory, Department of Agronomy and Horticulture, IPB. Secondary

metabolites analysis using HPLC was conducted at Agency for The Assessment and

Application of Technology and Chemistry Laboratory of Christian Satya Wacana

University from January until October 2016. The experiment was arranged in three

factors randomized complete block design with three replications. The first factor

is concentration of Sugar (30, 40, and 50 g L-1), the second factor is concentration

of BAP (1, 2, and 3 mg L-1), and the third factor is concentration of Chitosan (0, 1,

and 2 mg L-1) with Murashige-Skoog as basic media. From this research was

obtained that variable number of shoot, number of node, number of leaf, and plant

height were affected by interaction between Sugar, BAP, and Chitosan. The

research result shows that concentration of 50 g L-1 Sugar, 3 mg L-1 BAP, and 2 mg

L-1Chitosan give the highest growth of shoots, nodes, leaves, and plant height than

other treatments. The HPLC analysis result shows that the highest content of

stevioside and rebaudioside A obtained from the treatment of Sugar 50 g L-1, BAP

3 mg L-1, and without Chitosan in buffer A is 2,232 mg g-1 (0,223%) stevioside and

0,965 mg g-1 (0,096%) rebaudioside A while the highest rebaudioside C obtained

from the treatment of Sugar 40 g L-1, BAP 3 mg L-1, and without Chitosan i.e. 0,453

mg g-1 (0,045%). Analysis using buffer B, the treatment of Sugar 40 g L-1, BAP 3

mg L-1, and without Chitosan provides the highest content of stevioside is 22,030

mg g-1(2,203%) and 4,000 mg g-1 (0,400%) rebaudioside A. The high fresh wieght

and dry weight with callus in plant reduce secondary metabolites of stevia.

Treatment of Sugar 50 g L-1, BAP 3 mg L-1, and without Chitosan in buffer A

produce highest total secondary metabolites content i.e. 0,32% whereas in buffer B

is obtained at the treatment of Sugar 40 g L-1, BAP 3 mg L-1, and without Chitosan

i.e. 2,60%. Secondary metabolites analyzed with buffer B provides secondary

metabolites ten times higher for stevioside and rebaudioside A than buffer A.

Keywords: Benzilaminopurin, HPLC, IAA, Stevioside, Sweeteners

Page 6: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN

PENAMBAHAN GULA, BAP, DAN KITOSAN SECARA IN

VITRO

NAMA PENULIS

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2017

YEYEN NOVITASARI

A24120127

Page 7: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol
Page 8: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-

Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam

penelitian ini ialah kultur jaringan tanaman stevia, dengan judul Produksi

Steviosida dan Rebaudiosida dengan Penambahan Gula, BAP, dan Kitosan secara

In Vitro. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Oktober 2016.

Terima kasih penulis ucapkan kepada :

1. Ibu Dr. Ir. Ni Made Armini Wiendi, M.S. selaku pembimbing yang telah memberi

bimbingan, saran, dorongan, dan dana selama penelitian berlangsung.

2. Bapak Dr. Ir. Sugiyanta, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik yang telah

membimbing penulis selama menempuh studi di IPB.

3. Bapak Dr. Willy Bayuardi Suwarno, S.P., M.Si. yang telah membantu penulis

dalam memahami pengolahan data.

4. Keluarga tercinta, terutama almarhum Bapak Nasri Koto, Ibu Daimani, dan kakak-

kakak tercinta terutama Lina Afriana, dan Paman Edi Koto yang telah mendukung

baik moril maupun materi hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan studi di

IPB dengan baik.

5. Teman-teman Lotus Ngelab, kakak-kakak Geng lab, Gengs yang dirindukan, dan

Lotus AGH 49 atas bantuan dan dukungan selama melaksanakan penelitian.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2017

Yeyen Novitasari

Page 9: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 2

Hipotesis 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Tanaman Stevia (Stevia rebaudiana Bertoni) 3

Kultur Jaringan 4

Zat Pengatur Tumbuh 4

Kitosan 5

Metabolit Sekunder 6

Kultur Jaringan Stevia 8

Produksi Metabolit Sekunder Stevia In Vitro 8

METODE 10

Tempat dan Waktu Penelitian 10

Bahan dan Alat 10

Rancangan Percobaan 11

Prosedur Percobaan 12

Pengamatan Percobaan 17

Analisis Data 18

HASIL DAN PEMBAHASAN 18

Kondisi Umum 18

Pertumbuhan Eksplan Stevia secara In Vitro 18

Analisis Steviosida, Rebaudiosida A, dan Rebaudiosida C 40

KESIMPULAN 43

DAFTAR PUSTAKA 44

LAMPIRAN 47

RIWAYAT HIDUP 59

Page 10: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

DAFTAR TABEL

1 Struktur derivatif steviosida dan senyawa lainnya serta tingkat

kemanisannya dibandingkan gula tebu 6

2 Kombinasi perlakuan induksi proliferasi stevia (Stevia rebaudiana

Bertoni) dengan penambahan Gula, BAP, Kitosan dan untuk

meningkatkan produksi metabolit secara in vitro 11 3 Standar mix HPLC pada steviosida, rebaudiosida A, dan rebauidoisda C 16 4 Skoring dan jumlah akar planlet stevia pada 13 MSP 17

5 Rataan persentase eksplan stevia terkontaminasi, persentase eksplan

berkalus, dan persentase eksplan senescence pada 13 MSP 19 6 Pengaruh konsentrasi Gula, BAP, Kitosan terhadap peubah waktu

munculnya tunas stevia in vitro 22

7 Interaksi Gula, BAP, dan Kitosan terhadap jumlah tunas stevia in vitro

pada 13 MSP 23 8 Pengaruh konsentrasi Gula, BAP, Kitosan terhadap peubah jumlah tunas

stevia in vitro 25 9 Interaksi Gula, BAP, dan Kitosan terhadap jumlah buku stevia in vitro

pada 13 MSP 26 10 Pengaruh konsentrasi Gula, BAP, Kitosan terhadap peubah jumlah buku

stevia in vitro 28 11 Interaksi Gula, BAP, dan Kitosan terhadap jumlah daun stevia in vitro

pada 13 MSP 29 12 Pengaruh konsentrasi Gula, BAP, Kitosan terhadap peubah jumlah daun

per eksplan stevia in vitro 31 13 Pengaruh konsentrasi Gula, BAP, Kitosan terhadap peubah jumlah akar

per eksplan stevia in vitro pada 13 MSP 33

14 Interaksi Gula, BAP, dan Kitosan terhadap tinggi tanaman stevia in vitro

pada 13 MSP 34

15 Pengaruh konsentrasi Gula, BAP, Kitosan terhadap peubah tinggi

tanaman stevia in vitro pada 13 MSP 35 16 Pengaruh konsentrasi Gula, BAP, Kitosan terhadap peubah bobot basah,

bobot kering, dan kadar air stevia in vitro pada 13 MSP 39

17 Pengaruh konsentrasi Gula, BAP, dan Kitosan terhadap kandungan

metabolit sekunder pada stevia in vitro 40 18 Produksi metabolit total per eskplan berdasarkan bobot kering pada

stevia umur 13 MSP 42

Page 11: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

DAFTAR GAMBAR

1 Perbedaan struktur Kitin dan Kitosan 5 2 Planlet stevia yang ditanam pada media perbanyakan berumur 4 MST

(Minggu Setelah Tanam) 13 3 Inkubasi kultur stevia dilengkapi lampu LED 9 Watt dengan intensitas

cahaya ± 2298 lux 14 4 Kurva kromatografi analisis standar untuk steviosida 100 ppm dengan

HPLC 15

5 Kurva kromatografi analisis standar untuk rebaudiosida A 100 ppm

dengan HPLC 15 6 Kurva kromatografi analisis standar untuk rebaudiosida C 100 ppm

dengan HPLC 15 7 Kurva kromatografi sampel pada perlakuan 40 g L-1 Gula, 3 mg L-1 BAP,

dan tanpa Kitosan 16 8 Eksplan terkontaminasi oleh cendawan dan bakteri pada stevia umur 1

Minggu Setelah Perlakuan 20 9 Interaksi antara konsentrasi Gula (g L-1) dan konsentrasi BAP (mg L-1)

terhadap persentase eksplan berkalus pada 13 MSP 20 10 Interaksi antara konsentrasi Gula (g L-1) dan konsentrasi BAP (mg L-1)

terhadap persentase eksplan senescence pada 13 MSP 21 11 Senescence pada pucuk planlet di perlakuan Gula 50 g L-1, BAP 1 mg L-

1, dan Kitosan 1 mg L-1 pada 6 MSP 21 12 Interaksi antara konsentrasi Gula (g L-1) dan konsentrasi BAP (mg L-1)

terhadap jumlah tunas stevia in vitro pada 6 MSP 23 13 Interaksi antara konsentrasi Gula (g L-1) dan konsentrasi Kitosan (mg L-

1) terhadap jumlah tunas stevia in vitro pada 13 MSP 24 14 Interaksi antara konsentrasi BAP (mg L-1) dan konsentrasi Kitosan (mg

L-1) terhadap jumlah tunas stevia in vitro pada 13 MSP 24

15 Interaksi antara konsentrasi Gula (g L-1) dan konsentrasi BAP (mg L-1)

terhadap jumlah buku stevia in vitro pada 13 MSP 27 16 Interaksi antara konsentrasi BAP (mg L-1) dan konsentrasi Kitosan (mg

L-1) terhadap jumlah buku stevia in vitro pada 13 MSP 27 17 Interaksi antara konsentrasi Gula (g L-1) dan konsentrasi BAP (mg L-1)

terhadap jumlah daun stevia in vitro pada 9 MSP 29 18 Interaksi antara konsentrasi BAP (mg L-1) dan konsentrasi Kitosan (mg

L-1) terhadap jumlah buku stevia in vitro pada 9 MSP 30 19 Interaksi antara konsentrasi Gula (g L-1) dan konsentrasi BAP (mg L-1)

terhadap jumlah akar stevia in vitro pada 13 MSP 32

20 Interaksi antara konsentrasi BAP (mg L-1) dan konsentrasi Kitosan (mg

L-1) terhadap jumlah akar stevia in vitro pada 13 MSP 32

21 Interaksi antara konsentrasi Gula (g L-1) dan konsentrasi BAP (mg L-1)

terhadap tinggi tanaman stevia in vitro pada 13 MSP 34 22 Interaksi antara konsentrasi BAP (mg L-1) dan konsentrasi Kitosan (mg

L-1) terhadap tinggi tanaman stevia in vitro pada 13 MSP 35 23 Kultur planlet stevia umur 13 MSP 37 24 Interaksi antara konsentrasi Gula (g L-1) dan konsentrasi BAP (mg L-1)

terhadap bobot basah planlet stevia in vitro pada 13 MSP 37

Page 12: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

25 Interaksi antara konsentrasi Gula (g L-1) dan konsentrasi BAP (mg L-1)

terhadap bobot kering planlet stevia in vitro pada 13 MSP 38 26 Interaksi antara konsentrasi Gula (g L-1) dan konsentrasi BAP (mg L-1)

terhadap kadar air planlet stevia in vitro pada 13 MSP 38

DAFTAR LAMPIRAN

1 Komposisi media Murashige and Skoog yang telah dimodifikasi (1962) 49 2 Kultur planlet stevia umur 13 MSP setelah dikeringkan dengan oven pada

suhu 50 ºC selama 24 jam 50

3 Kurva kromatografi sampel perlakuan kontrol dengan HPLC (buffer A) 51

4 Kurva kromatografi sampel perlakuan Gula 30 g L-1, BAP 1 mg L-1, dan

Kitosan 0 mg L-1 dengan HPLC (buffer A) 51

5 Kurva kromatografi sampel perlakuan Gula 30 g L-1, BAP 1 mg L-1, dan

Kitosan 1 mg L-1 dengan HPLC (buffer A) 52

6 Kurva kromatografi sampel perlakuan Gula 30 g L-1, BAP 1 mg L-1, dan

Kitosan 2 mg L-1 dengan HPLC (buffer A) 52

7 Kurva kromatografi sampel perlakuan Gula 30 g L-1, BAP 2 mg L-1, dan

Kitosan 0 mg L-1 dengan HPLC (buffer A) 52

8 Kurva kromatografi sampel perlakuan Gula 30 g L-1, BAP 3 mg L-1, dan

Kitosan 0 mg L-1 dengan HPLC (buffer A) 53

9 Kurva kromatografi sampel perlakuan Gula 40 g L-1, BAP 1 mg L-1, dan

Kitosan 0 mg L-1 dengan HPLC (buffer A) 53

10 Kurva kromatografi sampel perlakuan Gula 40 g L-1, BAP 2 mg L-1, dan

Kitosan 0 mg L-1 dengan HPLC (buffer A) 53

11 Kurva kromatografi sampel perlakuan Gula 40 g L-1, BAP 3 mg L-1, dan

Kitosan 0 mg L-1 dengan HPLC (buffer A) 54

12 Kurva kromatografi sampel perlakuan Gula 50 g L-1, BAP 1 mg L-1, dan

Kitosan 0 mg L-1 dengan HPLC (buffer A) 54

13 Kurva kromatografi sampel perlakuan Gula 50 g L-1, BAP 2 mg L-1, dan

Kitosan 0 mg L-1 dengan HPLC (buffer A) 54

14 Kurva kromatografi sampel perlakuan Gula 50 g L-1, BAP 3 mg L-1, dan

Kitosan 0 mg L-1 dengan HPLC (buffer A) 55

15 Kurva kromatografi sampel perlakuan Gula 30 g L-1, BAP 1 mg L-1, dan

Kitosan 2 mg L-1 dengan HPLC (buffer B) 55

16 Kurva kromatografi sampel perlakuan Gula 30 g L-1, BAP 2 mg L-1, dan

Kitosan 0 mg L-1 dengan HPLC (buffer B) 55

17 Kurva kromatografi sampel perlakuan Gula 40 g L-1, BAP 2 mg L-1, dan

Kitosan 0 mg L-1 dengan HPLC (buffer B) 56

18 Kurva kromatografi sampel perlakuan Gula 40 g L-1, BAP 3 mg L-1, dan

Kitosan 0 mg L-1 dengan HPLC (buffer B) 56

19 Retention time dan area pada sampel analisis untuk steviosida 56

20 Retention time dan area pada sampel analisis untuk rebaudiosida A 57

21 Retention time dan area pada sampel analisis untuk rebaudiosida C 58

22 Pengaruh konsentrasi Gula, BAP, dan Kitosan terhadap kandungan

metabolit sekunder pada stevia in vitro 58

Page 13: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Konsumsi gula sebagai pemanis di Indonesia memiliki kecenderungan

selalu meningkat setiap tahun. Tingginya permintaan gula yang tidak diiringi oleh

kapasitas produksi yang cukup menyebabkan impor gula di Indonesia cukup tinggi.

Produksi gula pada tahun 2014 mencapai 2,58 juta ton sedangkan impornya 3,7 juta

ton, dengan kebutuhan gula domestik termasuk untuk industri adalah 5,7 juta ton.

Produksi gula tebu pada tahun 2015 menurun menjadi 2,49 juta ton. Asosiasi Gula

Indonesia memperkirakan pada tahun 2016 produksi gula menurun menjadi

2,3 juta ton akibat adanya perubahan iklim (AGI, 2014; AGI, 2016). Kebutuhan

gula sebagai pemanis dalam negeri hingga saat ini masih belum dapat terpenuhi.

Selain itu, tingginya konsumsi gula di Indonesia menyebabkan masalah lain yaitu

pemanis yang berasal dari karbohidrat diduga dapat meningkatkan penderita

diabetes. Menurut IDF (2015), sebanyak 415 juta orang di dunia sebagai penderita

diabetes dan diperkirakan pada tahun 2040 penderita diabetes akan meningkat

menjadi 642 juta orang. Potensi bertambahnya penderita diabetes di Indonesia

sangat besar. Kesadaran masyarakat akan kesehatan menyebabkan pentingnya

alternatif pemanis alami yang aman dikonsumsi dan baik bagi kesehatan untuk

mensubstitusi gula tebu.

Stevia rebaudiana Bertoni merupakan tanaman herba tahunan penghasil

pemanis alami berupa steviosida yang memiliki beberapa keunggulan yaitu anti-

diabetic, mempunyai kandungan antioksidan, dan mempunyai sifat pelindung

ginjal (Shivanna et al., 2013). Tingkat kemanisan steviosida dalam tanaman stevia

cukup tinggi dan dapat mencapai 200-300 kali lipat dibandingkan dengan gula tebu

pada konsentrasi yang sama (Shock, 1982). Selain itu, tanaman stevia juga

menghasilkan rebaudiosida A yang memiliki tingkat kemanisan mencapai

250-450 kali dan rebaudiosida C mencapai 50-120 lipat dibandingkan dengan gula

tebu (Crammer dan Ikan, 1986).

Budidaya tanaman stevia secara alami di lapangan mengalami kendala

dalam hal penyediaan bibit, hama penyakit, dan kondisi lingkungan untuk produksi

steviosida. Tanaman stevia berasal dari Paraguay yang umumnya tumbuh secara

alami pada daerah subtropis (Shock, 1982). Hal ini menjadi kendala sehingga

rendemen steviosida dalam tanaman berfluktuasi karena bergantung kesesuaian

lingkungan tumbuh tanaman stevia. Salah satu alternatif penanaman tanaman stevia

adalah dengan kultur jaringan tanaman karena dapat diproduksi tanpa bergantung

musim dalam lingkungan terkontrol sehingga kualitas dan kuantitas metabolit yang

dihasilkan stabil.

Zat pengatur tumbuh diperlukan dalam proliferasi tunas in vitro khususnya

auksin dan sitokinin. Sitokinin, salah satunya 6-Benzylaminopurin (BAP) adalah

zat pengatur tumbuh yang berperan dalam memicu pertumbuhan tunas dan

mendorong pembelahan sel tetapi menghambat pembentukan akar

(Nisak et al., 2012). Hasil penelitian Azizi et al. (2012) melaporkan bahwa BAP

berpengaruh nyata terhadap waktu muncul tunas. Perlakuan terbaik untuk waktu

muncul tunas, jumlah buku, dan pertumbuhan akar planlet Mentha piperita adalah

media dasar MS dengan penambahan 1,5 mg L-1 BAP dan tanpa Kitosan. Selain

Page 14: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

2

BAP, bahan yang ditambahkan adalah Kitosan. Berdasarkan hasil penelitian yang

telah dilakukan oleh Azizi et al. (2012), Kitosan mampu meningkatkan persentase

bobot kering Mentha piperita pada konsentrasi 20 mg L-1. Peningkatan persentase

bobot kering tersebut diduga berkorelasi positif dengan kandungan menthol pada

Mentha piperita. Faktor lainnya yang dapat mempengaruhi proliferasi tunas adalah

konsentrasi gula. Gula berfungsi sebagai sumber utama energi karbon untuk kultur

in vitro. Sumber karbon ini pada media kultur in vitro berfungsi untuk

meningkatkan proliferasi sel dan regenarasi tunas (Nowak et al., 2004).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Rathore et al. (2013) pada dua

genotipe stevia (CIM Madhu dan CIM mithi), konsentrasi gula yang paling baik

untuk regenerasi dan inisiasi tunas adalah konsentrasi 4%. Adanya berbagai

kombinasi konsentrasi Gula, BAP, dan Kitosan diharapkan dapat meningkatkan

proliferasi tunas serta meningkatkan biomassa tanaman dan kandungan metabolit

steviosida dan rebaudiosida dapat meningkat secara signifikan.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh kombinasi antara Gula, BAP,

dan Kitosan terhadap daya proliferasi tunas Stevia rebaudiana Bertoni untuk

meningkatkan produksi biomassa dan produksi metabolit steviosida, rebaudiosida

A, dan rebaudiosida C secara in vitro. Dari penelitian ini diharapkan mendapatkan

protokol yang tepat untuk memproduksi metabolit sekunder dari stevia in vitro.

Dari penelitian ini juga diharapkan diperoleh metode untuk analisis kandungan

steviosida dan rebaudiosida dengan High Performance Liquid Chromatography

(HPLC).

Hipotesis

1. Terdapat interaksi yang nyata antara Gula, BAP, dan Kitosan terhadap daya

proliferasi tunas dan produksi metabolit sekunder dari Stevia rebaudiana Bertoni

secara in vitro.

2. Terdapat pengaruh yang nyata dari masing-masing perlakuan yaitu Gula, BAP,

dan Kitosan terhadap daya proliferasi tunas dan produksi metabolit sekunder dari

Stevia rebaudiana Bertoni secara in vitro.

Page 15: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

3

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Stevia (Stevia rebaudiana Bertoni)

Menurut klasifikasi dari Cronquist (1981), taksonomi tanaman stevia

sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Superdivision : Spermatophyta

Division : Magnoliophyta

Class : Magnoliopsida

Subclass : Asteridae

Order : Asterales

Family : Asteraceae

Genus : Stevia Cavanilles

Species : Stevia rebaudiana (Bertoni) Bertoni

Stevia rebaudiana Bertoni adalah tanaman terna dari famili Asteraceae

(Compositae) yang berasal dari Amerika Selatan (Paraguay dan Brasil) sehingga

sering disebut ramuan manis Paraguay (Geuns, 2003). Namun saat ini tanaman

stevia sudah tersebar di beberapa negara diantaranya Brazil, Korea, Meksiko,

Amerika Serikat, Indonesia, dan Tanzania, bahkan di Kanada sejak tahun 1990.

Kini pusat produksi stevia terdapat di negara China dan memiliki pasar terbesar di

Jepang (Kinghorn dan Soejarto, 1985).

Tanaman stevia secara botani merupakan tanaman yang ramping, tegak, dan

dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 50-120 cm. Stevia mempunyai rimpang yang

kuat, sistem akar dangkal dengan kerucut, akar tidak bercabang, batangnya semi

kayu. Letak daun berlawanan, subsessile, glabrescent, berbentuk spatulate-lanset,

berukuran 3-6,5 cm x 0,8-1,9 cm (Mohede dan Son, 1999). Stevia dapat

diperbanyak dengan benih atau stek. Namun perbanyakan tanaman stevia dengan

menggunakan benih sangat tidak efektif karena daya berkecambah rendah dan rata-

rata kurang dari 50%, sehingga perbanyakan secara vegetatif lebih efektif.

Propagasi klonal biasa dilakukan dalam produksi skala kecil, tetapi tidak ekonomis

untuk skala besar (Brandle et al., 1998).

Tanaman stevia tumbuh pada iklim subtropis dengan suhu rata-rata 24 °C

dan curah hujan rata-rata tahunan sebesar 1.400-1.600 mm. Stevia tidak menyukai

daerah tergenang air dan hujan berat yang berkepanjangan. Umumnya, tanaman

stevia secara alami tumbuh di tepi rawa atau di komunitas padang rumput hingga

700 m dpl, yang secara permanen lembab tetapi tidak mengalami genangan

berkepanjangan. Tanah yang cocok ditumbuhi tanaman ini adalah muka air dangkal,

terutama pada pasir asam yang subur dengan pH 4-5. Tanaman stevia juga tumbuh

dengan baik pada tanah netral dengan pH 6,5-7,5 (Mohede dan Son, 1999).

Tanaman stevia di Indonesia dapat tumbuh di dataran rendah dengan

ketinggian 250 m dpl, namun pertumbuhan optimum diperoleh pada daerah dengan

ketinggian tempat 800-2.000 m dpl dengan suhu optimum berkisar 20-30 °C. Di

dataran rendah, stevia berbunga lebih cepat sehingga produksi biomassa daunnya

rendah dan cepat mati apabila terlalu sering dipangkas (Sumaryono dan Sinta,

2016). Data produktivitas per tahun daun stevia kering di Indonesia berkisar

Page 16: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

4

2-2,2 ton ha-1 tahun-1 dengan panen sebanyak 6-7 kali dalam setahun (PPBBI, 2009).

Rendemen yang didapatkan dari daun basah stevia seberat 1 kg adalah 20-25%

menjadi daun kering atau berkisar 0,2 – 0,25 kg daun kering stevia. Daun kering ini

akan menjadi kristal steviosida dengan rendemen 1% (Rukmana, 2003).

Kultur Jaringan

Kultur jaringan merupakan suatu proses perbanyakan sel, jaringan, organ

atau protoplas dengan teknik steril (Nasir, 2002). Kultur jaringan atau

mikropropagasi juga merupakan suatu teknik memperbanyak tanaman dalam

lingkungan aseptik dan terkontrol untuk memproduksi klon suatu tanaman

(Akin-Idowu et al., 2009). Kultur jaringan tanaman berkembang dari teori

totipotensi sel oleh Morgan (1901) bahwa setiap sel mempunyai kemampuan untuk

berkembang menjadi suatu jasad hidup yang lengkap melalui proses regenerasi.

Kemampuan ini disebut totipotensi. Kultur in vitro tanaman memerlukan beberapa

komponen utama yaitu : bahan awal atau eksplan, media yang sesuai, dan tempat

kultivasi (Yuwono, 2006).

Eksplan yang baik untuk digunakan adalah eksplan dari jaringan muda

karena sifat jaringan muda meristematik dan masih aktif membelah, sehingga pada

lingkungan tumbuh yang cocok akan terjadi proliferasi maupun organogenesis.

Tanaman herba biasanya lebih mudah diregenerasikan dibanding tanaman berkayu

atau tanaman tahunan seperti cengkeh, pala, dan melinjo. Namun beberapa tanaman

tahunan tidak sulit diperbanyak secara in vitro, hal ini disebabkan faktor genetik

juga menentukan kemampuan regenerasi tunas (BB BIOGEN, 2012).

Zat Pengatur Tumbuh

Zat pengatur tumbuh (ZPT) merupakan zat atau bahan organik yang secara

alami terdapat didalam tanaman dan mempengaruhi proses fisiologi pada

konsentrasi yang rendah. ZPT mempengaruhi proses secara utama pada

pertumbuhan, diferensiasi, dan perkembangan tanaman, juga pada proses lainnya

seperti pergerakan stomata (Davies, 2004). ZPT berfungsi untuk mengontrol dan

memodulasi inisiasi dan perkembangan tunas dan akar pada eksplan dan embrio

pada media kultur semipadat atau media kultur cair. ZPT juga dapat merangsang

pembelahan dan pengembangan sel. Biasanya, tanaman autotrofik menghasilkan

ZPT untuk memenuhi kebutuhan tanaman, tetapi pada tanaman yang ditanam

secara in vitro ZPT harus ditambahkan pada media untuk pertumbuhan dan

perkembangan sel atau jaringan pada kultur in vitro. Zat Pengatur tumbuh penting

yang sering digunakan dalam kultur in vitro adalah auksin dan sitokinin

(Trigiano dan Gray, 2010).

Auksin yang banyak ditemukan di dalam tanaman adalah

Indol-3-acetic acid (IAA). Auksin disintesis dari triptofan atau indole terutama pada

daun primordia dan daun-daun muda serta pada benih yang sedang berkembang.

Fungsi auksin adalah merangsang pembesaran sel dan pertumbuhan batang,

merangsang pembelahan sel apabila dikombinasikan dengan sitokinin pada kultur

jaringan, merangsang diferensiasi pada xilem dan floem, dan merangsang

pembentukan akar. Sitokinin merupakan turunan adenin yang berfungsi untuk

menginduksi pembelahan sel dalam kultur jaringan yang dikombinasikan dengan

Page 17: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

5

auksin. Sitokinin yang umum di dalam tanaman berupa zeatin. Sitokinin disintesis

melalui proses modifikasi biokimia adenin yang terjadi di ujung akar dan pada

benih yang sedang berkembang. Selain berfungsi untuk pembelahan sel bersamaan

dengan auksin, sitokinin juga memiliki fungsi morfogenesis pada kultur jaringan,

dan meningkatkan pertumbuhan tunas lateral (Davies, 2004). Konsentrasi zat

pengatur tumbuh dapat bervariasi untuk setiap spesies tanaman dan bahkan dapat

bergantung pada sumber eksplan atau genotipe individu tanaman, umur, dan status

gizi. Kondisi kultur (suhu, media padat vs agar dipadatkan, dan cahaya) juga

penting dalam pembentukan dan pengembangan tanaman (Smith, 2013).

Keberhasilan produksi bibit secara vegetatif yang cepat dan banyak

ditentukan oleh pembentukan tunas in vitro. Semakin banyak tunas maka semakin

banyak bibit yang dihasilkan melalui kultur jaringan. Faktor multiplikasi tunas yang

tinggi dipicu oleh penambahan zat pengatur tumbuh berupa sitokinin. Penggunaan

sitokinin dapat memicu proliferasi tunas (Lestari, 2011).

Kitosan

Kitosan biasanya terdapat di alam dalam bentuk kitin. Kitosan diperoleh

dari proses deasetilasi kitin dalam kondisi basa, dan merupakan salah satu bahan

organik paling banyak. Kitosan merupakan produk kedua terbanyak yang

dihasilkan setiap tahun oleh biosintesis (Alves dan Mano, 2008). Kitin ditemukan

pada eksoskeleton antropoda, serangga, dan beberapa cendawan. Sumber komersial

kitin berasal dari cangkang limbah kepiting, udang, dan lobster (Sonia dan Sharma,

2011). Kitosan mengandung gugus amino primer di rantai utama. Kitosan adalah

polimer dari 2-amino-2 Deoksi-D-glukosa. Untuk membedakan polimer kitin dan

kitosan berdasarkan kandungan nitrogennya. Polimer kitin mempunyai kandungan

nitrogen kurang dari 7% dan kitosan mempunyai kandungan nitrogen lebih dari 7%.

Di alam kelompok kitin dan kitosan merupakan senyawa yang tidak dibatasi dengan

stoikiometri secara pasti.

Gambar 1. Perbedaan struktur Kitin dan Kitosan (Mahatmanti et al., 2010)

Penelitian pada kultur jaringan sudah menggunakan kitosan untuk tambahan

pada media tanam. Salah satu penelitian menggunakan kitosan pada tanaman

Mentha piperita. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Azizi et al.

Page 18: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

6

(2012) selama 2 bulan pada tanaman Mentha piperita, kitosan mampu

meningkatkan persentase bobot kering Mentha piperita pada konsentrasi

20 mg L-1. Peningkatan persentase bobot kering tersebut diduga berkorelasi positif

dengan kandungan menthol pada Mentha piperita.

Metabolit Sekunder

Tanaman stevia adalah tanaman penghasil senyawa steviol. Stevia memiliki

berbagai macam jenis kandungan pemanis glikosida diterpen. Steviosida

merupakan glikosida diterpen utama pada daun stevia. Selain steviosida, tanaman

stevia juga memiliki kandungan pemanis lainnya yang ditunjukkan pada Tabel 1.

Perbedaan diantara senyawa tersebut terdapat pada Tabel 1.

Tabel 1. Struktur derivatif steviosida dan senyawa lainnya serta tingat

kemanisannya dibandingkan dengan gula tebu (Crammer dan Ikan,

1986; Geuns, 2003; Ahmed et al., 2011; Rodenburg, et al., 2016)

Senyawa Rantai R1 Rantai R2 Tingkat

kemanisan

Steviosida Glcβ1− Glcβ(1-2)-Glcβ1− 300

Rubusosida Glcβ1− Glcβ− -

Steviol H H -

Steviolbiosida H Glcβ(1-2)−Glcβ1− 100-125

Rebaudiosida A Glcβ1− Glcβ(1-2)[Glcβ(1-

3)]−Glcβ1− 250-450

Rebaudiosida B H Glcβ(1-2)[Glcβ(1-

3)]−Glcβ1− 300-350

Rebaudiosida C Glcβ1− Rhaα(1-2)[Glcβ(1-

3)]−Glcβ1− 50-120

Rebaudiosida D Glcβ(1-2)−Glcβ1− Glcβ(1-2)[Glcβ(1-

3)]−Glcβ1− 250-450

Rebaudiosida E Glcβ(1-2)−Glcβ1− Glcβ(1-2)−Glcβ1 150-300

Rebaudiosida F Glcβ1− Xylβ(1-2)[Glcβ(1-

3)]−Glcβ1− -

Rebaudiosida M Glcβ(1-2)[Glcβ(1-

3)]−Glcβ1−

Glcβ(1-2)[Glcβ(1-

3)]−Glcβ1− -

Rebaudiosida N Rhaα(1-2)[Glcβ(1-

3)]−Glcβ1−

Glcβ(1-2)[Glcβ(1-

3)]−Glcβ1− -

Rebaudiosida O

Glcβ(1-3)Rhaα(1-

2)[Glcβ(1-

3)]−Glcβ−

Glcβ(1-2)[Glcβ(1-

3)]−Glcβ1− -

Dulkosida A Glcβ1− Rhaα(1-2)−Glcβ1− 50-120

Keterangan: - : belum diketahui

Senyawa metabolit sekunder utama yang dihasilkan pada stevia adalah

steviosida, rebaudiosida A, dan rebaudiosida C. Saat ini permintaan pemanis dari

senyawa rebaudiosida A lebih tinggi. Hal ini disebabkan tingkat kemanisan yang

dihasilkan pada rebaudiosida A tertinggi hingga 450 kali terhadap gula

Page 19: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

7

dibandingkan glikosida diterpen lainnya (Tabel 1). Rebaudiosida A juga lebih

disukai karena memiliki sedikit rasa pahit dan memiliki rasa manis yang dapat

diterima oleh konsumen (Crammer dan Ikan, 1986; Geuns, 2003; Adari et al.,

2016). Senyawa-senyawa tersebut adalah pemanis alami yang diekstrak dari daun

Stevia rebaudiana Bertoni. Metabolisme steviosida telah diteliti dalam kaitannya

dengan kemungkinan pembentukan steviol. Disimpulkan bahwa steviosida dan

rebaudiosida aman bila digunakan sebagai pemanis (Geuns, 2003). Tingkat

kemanisan pada larutan 0,4 % steviosida sekitar 300 kali lebih manis dari sukrosa

(Kennelly, 2002).

Daun yang lebih tua memiliki kandungan steviosida yang lebih tinggi.

Sintesis steviol dimulai di jalur asam mevalonat dan berkaitan erat dengan

biosintesis giberelin. Hal ini terjadi dalam kloroplas. Glycolysation dari steviol

dikontrol oleh enzim dan terjadi pada kloroplas luar. Glikosida disimpan dalam

vakuola (Mohede dan Son, 1999). Lintasan biosintesis steviol glikosida memiliki

16 tahap yang dikatalisasi oleh enzim-enzim yang berbeda. Tujuh tahap pertama

adalah sintesis isopentenyl difosfat (IPP) dan difosfat dimethylallyl (DMAPP)

bersama lintasan MEP yang disebut biosintesis isoprenoid. Kemudian 4 tahap

biosintesis selanjutnya melibatkan sintesis asam kaurenoic dari geranylgeranyl

difosfat (GGDP) yang memiliki kemiripan dengan lintasan biosintesis giberelin.

Lima tahap terakhir merupakan lintasan biosintesis spesifik steviol glikosida.

Kelima tahap dikatalisasi oleh KAH (kaurenoic acid-13-hydroxylase) dan 4 UGT

(UDP-glycosyltransferases) yang diketahui sebagai UGT85C2, UGT74G1,

UGT76G1, dan satu UGT belum diketahui. Gen-gen pada tanaman menyandikan

enzim-enzim penting dalam lintasan biosintesis steviol glikosida (Brandle dan

Telmer, 2007; Yadav dan Guleria, 2012; Guleria et al., 2011).

Metode analisis untuk mendapatkan kandungan metabolit sekunder

steviosida terdiri atas beberapa metode yaitu HPTLC (High Performance Thin

Layer Chromatography), Elektroforesis Kapiler, HPLC (High Performance Liquid

Chromatography), LC-MS/MS (Liquid Chromatography-Mass Spectrometry), dan

GCMS (Gass Liquid Chromatography–Mass Spectrometry). Metode analisis yang

lebih banyak digunakan adalah dengan HPLC. HPLC lebih banyak digunakan

karena sensitivitas, selektivitas, dan spesifisitas dalam pemisahan dan penentuan

steviol glikosida pada Stevia rebaudiana (Supriyadi et al., 2016; Siddique et al.,

2012).

Metode analisis yang digunakan oleh Ahmed et al. (1980) adalah HPLC.

Penelitian dilakukan pada daun utuh (ex vitro), daun in vitro, kalus, dan kultur

suspensi secara terpisah dikeringkan dalam oven dengan suhu 60° C selama 2 jam

untuk menghilangkan uap air. Sampel yang benar-benar kering dan menjadi bubuk

diambil untuk ekstraksi steviosida. Sampel ini dihilangkan lemaknya dengan

maserasi tiga kali dengan petroleum eter (30 ml). Setelah menjadi bubuk, sampel

direbus dengan aquadestilata (2 ml) lalu disaring dan diekstraksi lagi dengan

aquadestilata (25 ml) tiga kali. Filtrat dikumpulkan dan diberikan perlakuan dengan

menambahkan kalium hidroksida (5 ml). Campuran direfluks pada steam bath

selama 90 menit. Setelah itu diberikan asam (pH 5,0) dengan penambahan asam

asetat glasial dan diekstraksi tiga kali dengan kloroform: metanol (2:1 v/v) (6 ml

masing-masing). Ekstrak organik gabungan dikeringkan natrium sulfat anhidrat

untuk menghilangkan kelembaban dan kemudian filtrat diuapkan sampai kering.

Residu dilarutkan dalam metanol (10 ml) dan 0,01% metanol kalium hidroksida

Page 20: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

8

(pH 8,5). Campuran reaksi direfluks pada water bath pada 65° C selama 1 jam dan

diuapkan sampai kering. Residu dilarutkan dalam metanol untuk analisis HPLC.

Hasil penelitian ini dapat mengetahui bahwa daun stevia mengandung steviosida,

rebaudiosida C, A, E, dan D tetapi sedikit dulcosida-A dan rebaudiosida-B.

Kultur Jaringan Stevia

Penelitian mengenai tanaman stevia sudah cukup banyak dilakukan di

berbagai negara. Penelitian pada kultur in vitro stevia lebih banyak menggunakan

kultur kalus dan kultur suspensi sel. Mathur dan Shekhawat (2013), melakukan

penelitian stevia dengan induksi kalus dan pembentukan kultur suspensi sel.

Eksplan yang digunakan adalah daun stevia yang ditumbuhkan pada media MS

dengan penambahan BAP saja dan juga kombinasi dengan 2,2–22,2 μM NAA yang

digunakan pada induksi kalus serta ditambahkan 3% gula dan 8 g L-1 agar-agar.

Kultur suspensi sel stevia diinisiasi menggunakan kalus yang berumur 15 hari dan

kalusnya segar-remah dengan mentransfer 5-20 g L-1 kalus sebagai inokulum awal

untuk 150 ml labu Erlenmeyer yang berisi 50 ml medium cair MS yang

dimodifikasi, dilengkapi dengan BA (0,09-0,89 μM) saja atau dikombinasikan

dengan 2,4-D (0,07-0,45 μM); NAA (0,32-0,80 μM) dan asam askorbat

(0,03-0,06 μM). PH media telah disesuaikan untuk 5,8 sebelum autoklaf. Kultur

diinkubasi dalam gelap dengan agitasi secara kontinyu pada 110 rpm dalam orbital

shaker dan diinkubasi pada 24 ± 2 °C dan kelembaban relatif 60-65%. Setelah itu

proses dilanjutkan dengan analisis dengan HPLC (High Performance Liquid

Chromatography). Penelitian ini telah berhasil menjawab bahwa kultur suspensi sel

sebagai kultur efisien dalam produksi bioteknologi steviosida. Pertumbuhan kultur

sel bergantung pada jenis dan konsentrasi hara media kultur, zat pengatur tumbuh,

dan kepadatan inokulum. kultur suspensi sel stevia menghasilkan steviosida pada

konsentrasi yang berbeda selama siklus pertumbuhannya. Penelitian ini

menunjukkan kemungkinan produksi steviosida di bioreaktor skala besar

menggunakan kultur suspensi sel, tetapi dibutuhkan waktu yang cukup lama dan

melalui berbagai tahap kultur.

Hasil penelitian lainnya dilakukan oleh Laribi et al. (2012) menyebutkan

bahwa kombinasi BAP dan IAA adalah kombinasi terbaik untuk multiplikasi pucuk

tunas dari ekplan buku tanpa produksi kalus dibandingkan dengan kombinasi IBA

dan IAA. Konsentrasi kombinasi terbaik untuk jumlah tunas per eksplan adalah

1,0 mg L-1 BAP dan 0,25 mg L-1 IAA. Hasil penelitian lainnya yang dilakukan

Rathore et al. (2013) pada dua genotipe stevia (CIM Madhu dan CIM mithi) dengan

perlakuan konsentrasi gula 3%-6% terhadap regenerasi stevia. Penelitian tersebut

menghasilkan bahwa konsentrasi gula yang paling baik untuk regenerasi dan

inisiasi tunas adalah konsentrasi gula 4%.

Produksi Metabolit Sekunder Stevia In Vitro

Produksi metabolit sekunder stevia telah cukup banyak dilakukan dengan

berbagai metode baik secara in vitro maupun ex vitro. Penelitian mengenai

perbandingan produksi metabolit sekunder yang ditanam secara in vitro dengan

teknik berbeda yaitu organogenesis, kultur suspensi sel, dan kultur kalus telah

dilakukan oleh Bondarev et al. (2001). Klon yang digunakan pada penelitian

Page 21: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

9

tersebut ada tiga yaitu klon 1, klon 2, dan klon 3. Media yang digunakan dalam

perbanyakan in vitro adalah media Murashige-Skoog (MS) dengan intensitas

cahaya ± 2000 lux selama 16 jam per hari. Kultur kalus ditanam dengan

menggunakan eksplan daun dan batang. Kultur kalus dan kultur suspensi yang

diinkubasi didalam ruang gelap dengan suhu 25 ± 1º C dan kelembaban udara 70%

pada media padat dan media cair dengan komposisi media MS ditambahkan dengan

1 mg L-1 NAA dan 0,5 mg L-1 BAP. Ekstraksi sampel dimulai dengan

menghaluskan sampel 100-500 mg dari planlet dan dilarutkan dengan

menggunakan metanol 100% selama 1 jam. Sampel disentrifugasi selama 5 menit

dan supernatan sebanyak 10 μl diambil untuk dianalisis dengan menggunakan High

Performance Liquid Chromatography. Sampel dianalisis dengan menggunakan

column Ultra Pak (TSK-OH-120, 4.6×250 mm2 dengan ukuran partikel 5μm dan

menggunakan acetonitrile–air (85:15 (v/v)) dengan laju alir 0,5 ml min-1. Senyawa

metabolit sekunder yang dianalisis adalah steviosida, rebaudiosida A, dan

rebaudiosida C. Hasil penelitian pada kultur yang berumur 5 minggu adalah

kandungan metabolit tertinggi terdapat pada organ daun yaitu 3300 μg g-1

(0,0000033%) steviosida, 1900 μg g-1 (0,0000019%) rebaudiosida A, dan

700 μg g-1 (0,0000007%) rebaudiosida C. Kandungan metabolit pada organ batang

lebih rendah apabila dibandingkan dengan organ daun yaitu 800 μg g-1

(0,0000008%) steviosida, 600 μg g-1 (0,0000006%) rebaudiosida A, dan

100 μg g-1 (0,0000001%) rebaudiosida C. Sedangkan kandungan metabolit pada

kalus stevia tidak diketahui yaitu 0 μg g-1 (0%) dan kandungan metabolit pada

suspensi sel sangat kecil yaitu 15 μg g-1 bobot kering steviosida (0,000000015%),

sangat sedikit rebaudiosida A, dan 0 μg g-1 (0%) rebaudiosida C. Dari penelitian ini

diketahui bahwa pembentukan senyawa metabolit sekunder pada stevia terjadi pada

sel yang telah terdiferensiasi lanjut dan memiliki kloroplas yang sudah berkembang

baik dengan grana dan tilakoid. Sedangkan pada kalus stevia yang berasal dari

eksplan daun mengalami dediferensiasi sehingga semua kloroplas bereorganisasi

menjadi proplastid. Sel somatik yang terdediferensiasi biasanya hanya dapat

mensintesis steviol glikosida dalam jumlah sedikit karena kloroplas yang belum

berkembang dengan baik.

Page 22: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

10

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan II, Departemen

Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB. Pengeringan planlet stevia

menjadi simplisia dilaksanakan di Laboratorium Ekofisiologi, Departemen

Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB dan Pengujian kandungan

steviosida, rebaudiosida A, dan rebaudiosida C dilaksanakan di Laboratorium

Kimia Analitik dan Proses Hilir, Balai Bioteknologi, Badan Pengkajian dan

Penerapan Teknologi (BPPT) dan Laboratorium Kimia, Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW). Penelitian

dilaksanakan mulai dari Januari hingga Oktober 2016.

Bahan dan Alat

Eksplan yang digunakan dalam penelitian ini adalah stek buku tunggal yang

berasal dari planlet steril yang berumur 4 MST (Minggu Setelah Tanam). Media

yang digunakan dalam perbanyakan tanaman stevia yaitu media MS2 yaitu media

Murashige-Skoog dengan konsentrasi hara makro dua kali, konsentrasi hara mikro

satu kali, vitamin dan myo inositol serta 2 mg L-1 kalsium pantotenat (CaP) dan

media perlakuan yaitu media Murashige-Skoog (MS) dengan berbagai konsentrasi

Gula, Benzylaminopurin (BAP), Kitosan, dan 0,25 mg L-1 Indole Acetic Acid (IAA).

Pengaturan pH media menggunakan HCl 1N dan KOH 1N hingga media memiliki

pH 6. Bahan lainnya yang digunakan adalah gula pasir dan agar sebagai pemadat.

Bahan yang digunakan untuk analisis kandungan steviosida, rebaudiosida A, dan

rebaudiosida C adalah metanol, kertas saring, buffer A yaitu buffer fosfat 1,4 mM

pH 3 : Acetonitrile (70 : 30) dan menggunakan column Zorbax SB-C18 1,8 μm,

sedangkan buffer B yaitu H2O/MetOH (90:10 pH =3) : acetonitrile (65:35) : TFA

0,01% dan menggunakan column vertex, Eurospher 100-5 C18 (250 x 4,6 mm),

standar HPLC untuk steviosida, rebaudiosida A, dan rebaudiosida C.

Alat yang digunakan untuk sterilisasi alat dan media adalah autoklaf. Alat-

alat yang digunakan dalam pembuatan media perbanyakan dan perlakuan adalah

labu takar 500 ml, pipet volumetrik, magnetic stirrer, pengaduk kaca, botol kultur,

corong, timbangan analitik, pH meter, dan peralatan laboratorium pada umumnya.

Alat yang digunakan untuk menanam adalah Laminar Air Flow Cabinet (LAFC)

dan alat-alat diseksi. Alat-alat yang digunakan untuk penyimpanan adalah botol

kultur 300 ml dan rak kultur yang dilengkapi dengan lampu LED 9 Watt dengan

intensitas cahaya ± 2298 lux dan intensitas cahaya 24 jam/hari. Alat yang digunakan

untuk pengeringan planlet menjadi simplisia adalah oven dengan suhu 50 °C selama

24 jam. Alat yang digunakan untuk analisis kandungan steviosida, rebaudiosida A,

dan rebaudiosida C adalah timbangan analitik, erlenmeyer 100 ml, incubator shaker,

corong, labu evaporasi, sentrifugasi, dan High Performance Liquid

Chromatography (HPLC).

Page 23: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

11

Rancangan Percobaan

Percobaan dalam penelitian ini disusun menggunakan rancangan perlakuan

tiga faktor yang disusun dalam Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT)

tiga faktor. Faktor pertama adalah konsentrasi Gula (G) dengan tiga taraf yaitu

30 g L-1 (G3), 40 g L-1 (G4), dan 50 g L-1 (G5). Faktor kedua adalah konsentrasi

BAP (B) dengan tiga taraf yaitu 1 mg L-1 (B1), 2 mg L-1 (B2), dan 3 mg L-1 (B3).

Faktor ketiga adalah konsentrasi Kitosan (K) dengan tiga taraf 0 mg L-1 (K0),

1 mg L-1 (K1), dan 2 mg L-1 (K2), dan digunakan media MS2 + 2 mg L-1 CaP yaitu

media perbanyakan sebagai media kontrol.

Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga terdapat 81 satuan

percobaan. Setiap satuan percobaan terdapat 6 eksplan sebagai satuan amatan,

sehingga total satuan amatan adalah 486 eksplan. Setiap perlakuan dibandingkan

terhadap kontrol yaitu media MS + 2 mg L-1 CaP dengan konsentrasi Gula

30 g L-1. Kombinasi perlakuan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kombinasi perlakuan induksi proliferasi stevia (Stevia rebaudiana

Bertoni) dengan penambahan Gula, BAP, Kitosan dan untuk

meningkatkan produksi metabolit secara in vitro

Konsentrasi

Gula

(g L-1)

Konsentrasi

BAP

(mg L-1)

Konsentrasi Kitosan (mg L-1)

0

1

2

30 1 G3B1K0 G3B1K1 G3B1K2

2 G3B2K0 G3B2K1 G3B2K2

3 G3B3K0 G3B3K1 G3B3K2

40 1 G4B1K0 G4B1K1 G4B1K2

2 G4B2K0 G4B2K1 G4B2K2

3 G4B3K0 G4B3K1 G4B3K2

50 1 G5B1K0 G5B1K1 G5B1K2

2 G5B2K0 G5B2K1 G5B2K2

3 G5B3K0 G5B3K1 G5B3K2

Keterangan: G = Gula (Konsentrasi Gula), B = BAP (Konsentrasi BAP), K =

Kitosan (Konsentrasi Kitosan)

Penelitian ini disusun menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap

Teracak (RKLT) tiga faktor. Model Statistika untuk RKLT tiga faktor adalah

sebagai berikut (Gomez dan gomez, 1995) :

Yijk = µ + αi + βj + ɣk + (αβ)ij + (αɣ)ik + (βɣ)jk + (αβɣ)ijk + ρk + εijkl

Dimana : i (i = 1,2,3), j (j= 1,2,3), k (k= 1,2,3), dan l (l= 1,2,3),

Keterangan :

Yijk : Nilai pengamatan pada sampel yang dikulturkan pada media dengan

konsentrasi Gula ke-i, konsentrasi BAP ke-j, konsentrasi Kitosan ke-k,

dan ulangan ke-l

µ : Rataan umum

Page 24: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

12

αi : Pengaruh konsentrasi Gula ke-i

βj : Pengaruh konsentrasi BAP ke-j

ɣk : Pengaruh konsentrasi Kitosan ke-k

(αβ)ij : Pengaruh interaksi Gula ke-i dengan BAP ke-j

(αɣ)ik : Pengaruh interaksi Gula ke-i dengan Kitosan ke-k

(βɣ)jk : Pengaruh interaksi BAP ke-j dengan Kitosan ke-k

(αβɣ)ijk : Pengaruh interaksi Gula ke-i, BAP ke-j dengan Kitosan ke-k

ρk : Pengaruh aditif kelompok yang diasumsikan tidak ada interaksi dengan

pengaruh perlakuan

εijk : Pengaruh acak pada konsentrasi Gula ke-i, konsentrasi BAP ke-j, dan

Kitosan ke-k serta ulangan ke-l

Prosedur Percobaan

Sterilisasi Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan disterilisasi dengan menggunakan autoklaf selama

60 menit dengan suhu 121° C dan tekanan 0,1 bar. Sterilisasi juga dilakukan pada

saat subkultur dengan cara memanaskan alat tanam pada api bunsen sampai alat

tanam berwarna kemerahan. Media yang akan digunakan disterilisasi dengan

menggunakan autoklaf selama 20 menit dengan tekanan 0,1 bar dan suhu 121° C.

Pembuatan larutan Stok dan Media

Larutan stok dibuat sesuai dengan komposisi media MS yang telah

dimodifikasi (Lampiran 1). Pembuatan media stok bertujuan untuk memudahkan

dalam pembuatan media. Stok A, B, C, D, E, F, Myo-inositol, dan vitamin yang

telah dibuat disesuaikan dengan komposisi media MS dipipet masing-masing secara

berurutan adalah 20 ml L-1, 20 ml L-1, 5 ml L-1, 5 ml L-1, 5 ml L-1, 10 ml L-1, 10 ml

L-1, dan 10 ml L-1. Pembuatan media untuk perbanyakan, media MS2 dengan

konsentrasi hara makro (stok A, B, dan D) dua kali dan ditambahkan 2 mg L-1 CaP.

Media perlakuan dibuat dari media MS ditambah dengan konsentrasi Gula, BAP,

dan Kitosan sesuai perlakuan. Gula ditimbang sebanyak 30 g L-1 pada media

perbanyakan sedangkan pada media perlakuan gula ditimbang sesuai konsentrasi

yaitu 30 g L-1, 40 g L-1, dan 50 g L-1. Gula yang sudah ditimbang kemudian

dilarutkan dengan aquades dan dimasukkan ke dalam botol kultur, kemudian

larutan gula disaring dengan menggunakan kertas saring dan corong. Larutan MS

dan gula kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 1000 ml dan larutan

ditambahkan aquades hingga 1000 ml. Larutan dituang ke dalam gelas ukur dan

diaduk dengan menggunakan pengaduk atau magnetic stirrer kemudian larutan

diukur pH dengan menggunakan pH meter. Apabila pH larutan < 6 maka larutan

ditambahkan KOH 1N, sedangkan apabila pH larutan > 6, larutan ditambahkan HCl

1N hingga pH larutan 6. Larutan selanjutnya ditambahkan agar sebanyak 7 g L-1

kemudian dipanaskan sambil diaduk hingga mendidih. Media yang sudah mendidih

dimasukkan ke dalam gelas ukur dan dituang ke botol kultur 300 ml sebanyak

± 33 ml per botol kemudian ditutup menggunakan plastik dan karet. Media yang

Page 25: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

13

sudah ditutup tersebut kemudian disterilisasi dengan menggunakan autoklaf selama

20 menit dengan suhu 121 °C dan tekanan 0,1 bar.

Persiapan Eskplan

Eksplan yang digunakan berasal dari planlet stevia aseptik yang ditanam

pada media MS2 + 2 mg L-1 CaP. Perbanyakan dilakukan selama 1 bulan sebelum

disubkultur ke media perlakuan. Eksplan yang digunakan pada perbanyakan dan

subkultur perlakuan yaitu stek buku tunggal dengan satu mata tunas aksilar.

Gambar 2. Planlet stevia yang ditanam pada media perbanyakan berumur 4 MST

(Minggu Setelah Tanam)

Persiapan Ruang Tanam

Laminar Air Flow Cabinet (LAFC) dinyalakan sehari sebelum menanam

dan ruangan disemprot alkohol 70% agar ruangan steril. LAFC yang akan

digunakan disemprot terlebih dahulu di bagian dalamnya menggunakan alkohol

70% kemudian dikeringkan dengan menggunakan tisu kemudian lampu neon dan

blower dinyalakan.

Penanaman Eksplan

Penanaman dilakukan dengan menanam lima eksplan per botol pada media

perbanyakan sedangkan pada perlakuan, eksplan yang ditanam sebanyak 2 eksplan

per botol.

Inkubasi Kultur

Eksplan yang sudah ditanam di dalam media perlakuan kemudian

diinkubasi didalam ruang kultur. Suhu ruang kultur yaitu 22 ± 2 °C dengan RH

42 ± 1%. Botol-botol kultur diletakkan pada rak tertutup menggunakan plastik

untuk meminimalisasi terjadinya kontaminasi. Rak kultur dilengkapi lampu LED

9 W dengan intensitas cahaya ± 2298 lux, lama penyinaran yang digunakan yaitu

24 jam/hari (Gambar 3).

Page 26: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

14

Gambar 3. Inkubasi kultur stevia dilengkapi lampu LED 9 Watt dengan intensitas

cahaya ± 2298 lux

Panen Planlet Stevia

Planlet yang sudah berumur 13 Minggu Setelah Perlakuan (MSP) dipanen,

diukur, dan dihitung tinggi tanaman, jumlah tunas, jumlah buku, jumlah daun,

jumlah akar, bobot basah, dan bobot kering. Planlet yang akan dipanen dikeluarkan

dari botol dan dicuci dari agar yang menempel pada akar planlet kemudian

dikeringkan dengan menggunakan tisu. Planlet yang sudah kering kemudian

diamati tinggi tanaman, jumlah akar, jumlah tunas, jumlah buku, dan jumlah daun.

Lalu ditimbang bobot basahnya dan dimasukkan ke dalam amplop yang

sebelumnya sudah ditimbang bobotnya. Planlet kemudian di oven selama 24 jam

dengan suhu 50° C (Aman et al., 2013). Setelah dikeringkan kemudian planlet

ditimbang bobot keringnya. Simplisia planlet stevia kemudian disimpan didalam

box dengan silica gel didalamnya agar kadar air simplisia tidak berubah.

Analisis Kandungan Steviosida, Rebaudiosida A, dan Rebaudiosida C

Planlet yang sudah kering dihaluskan menjadi serbuk kemudian ditimbang

dengan menggunakan timbangan analitik sebesar ± 1 gram masing-masing sampel.

Sampel halus yang sudah ditimbang kemudian diekstrak dengan menggunakan

buffer A yaitu buffer fosfat 1,4 mM pH 3 : Acetonitrile (70 : 30) pada fase gerak

dengan menggunakan column Zorbax SB-C18 1,8 μm dengan laju alir

0,5 ml min-1 dan detector UV @ 202 nm. Setelah itu larutan metanol ditampung,

residu diekstrak dua kali dengan 40 ml metanol. Kemudian hasil ekstrak disaring

dengan kertas saring whatman no 1 dan ditampung dalam labu evaporasi 100 ml.

Kertas saring dicuci tiga kali dengan metanol 10 ml. Larutan hasil ekstrak

dipekatkan hingga 4ml lalu di sentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan

15000 rpm. Kemudian supernatannya diambil sebanyak 10 μl dan dianalisis dengan

menggunakan HPLC. Sedangkan pada buffer B, analisis dilakukan dengan

menggunakan HPLC Knauer dengan Smarline Manajer Pump dan Smartline UV

Detector sistem 2500. HPLC dikendalikan oleh Chromgate (versi 3.11) perangkat

lunak dari Knauer, Jerman. Analisis dilakukan dengan menggunakan Eurosphere

C-18 column (250 × 4,6 mm i.d, 5 m, 100 ȧ) dengan pre-column.

KrisbowUlstrasonic DSA50-GI2 digunakan untuk menghomogenkan campuran

fase gerak dan ekstraksi sampel. Daun kering tanaman Stevia dihaluskan. Sampel

yang sudah halus sebanyak 0,50 g diekstrak dengan 25 ml etanol 60%. Ekstraksi

dilakukan dalam ultrasonik dengan suhu 40 οC selama 15 menit. Ekstraksi diulang

tiga kali dan volume akhir filtrat disesuaikan untuk 100 mL etanol menggunakan

Page 27: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

15

60% dalam labu volumetrik. Ekstrak diencerkan dan disaring oleh filter mikro

0,45 µm sebelum diinjeksikan pada HPLC sistem. Analisis pada buffer B

menggunakan H2O/MetOH (90:10 pH =3) : acetonitrile (65:35) : TFA 0,01% untuk

fase gerak dengan laju alir 0,6 ml min-1 (Martono et al., 2016).

Gambar berikut merupakan kromatogram standar yang digunakan pada

analisis dengan menggunakan buffer A. Standar HPLC untuk steviosida memiliki

retention time yaitu 6,562 menit dengan area 1027263, sedangkan standar HPLC

untuk rebaudiosida A memiliki retention time 6,261 menit dengan area 849781, dan

standar HPLC untuk rebaudiosida C memiliki retention time 8,499 menit dengan

area 779846.

Gambar 4. Kurva kromatografi analisis standar untuk steviosida 100 ppm dengan

HPLC

Gambar 5. Kurva kromatografi analisis standar untuk rebaudiosida A 100 ppm

dengan HPLC

Gambar 6. Kurva kromatografi analisis standar untuk rebaudiosida C 100 ppm

dengan HPLC

Page 28: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

16

Gambar 7 merupakan kromatogram sampel dengan menggunakan buffer B.

Gambar 7. Kurva kromatografi sampel pada perlakuan 40 g L-1 Gula, 3 mg L-1 BAP,

dan tanpa Kitosan

Dari hasil kromatogram pada Gambar 7 didapatkan retention time untuk

rebaudiosida A 11,20 menit dengan area 24267 dan retention time untuk steviosida

12,217 menit dengan area 78286. Identifikasi dan kuantifikasi kandungan

steviosida, rebaudiosida A, dan rebaudiosida C dalam sampel tanaman dilakukan

dengan membandingkan retention time dan daerah puncak sampel dengan standar.

Tabel 3. Standar mix HPLC pada steviosida, rebaudiosida A, dan rebaudiosida C

pada buffer A

Metabolit ppm Retention

time (min) Area

Persamaan

kurva kalibrasi

R2

Steviosida 0 - 0 y = 10315x –

28809

0,9993

50 6,565 424655

100 6,568 975137

200 6,598 2066158

300 6,605 3126813

400 6,612 4124762

500 6,745 5068543

Rebaudiosida

A 0 - 0

y = 8778,2x –

12217

0,9992

50 6,232 377642

100 6,234 841978

200 6,261 1776753

300 6,264 2683878

400 6,268 3528054

500 6,391 4312460

Rebaudiosida

C 0 - 0

y = 9433,6x –

16280

0,9988

20 8,516 134819

40 8,518 355536

80 8,536 755543

120 8,524 1136644

160 8,516 1509656

200 8,700 1842647

Page 29: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

17

Pengamatan Percobaan

Pengamatan dalam penelitian dilakukan selama 13 MSP. Pengamatan

meliputi :

1. Persentase eksplan terkontaminasi

Pengamatan persentase eksplan terkontaminasi dilakukan mulai dari 1

HSP (Hari Setelah Perlakuan) hingga 13 MSP (Minggu Setelah

Perlakuan). Perhitungan eksplan terkontaminasi dihitung dengan rumus :

% kontaminasi pada eksplan = jumlah eksplan terkontaminasi

jumlah total eskplan yang ditanam × 100%

2. Waktu munculnya tunas

Pengamatan munculnya tunas dilakukan pada setiap eksplan pada

1-2 minggu setelah perlakuan.

3. Jumlah tunas per eksplan

Jumlah tunas diamati dengan menghitung jumlah tunas pada setiap

eksplan. Pengamatan dilakukan setiap minggu mulai dari 1 MSP hingga

13 MSP.

4. Jumlah buku

Peubah ini diamati dengan menghitung jumlah buku (tidak termasuk

pucuk). Pengamatan dilakukan setiap minggu pada setiap eksplan

mulai dari 1 MSP hingga 13 MSP.

5. Jumlah daun

Daun yang dihitung dan diamati adalah daun yang telah membuka

sempurna. Pengamatan dilakukan setiap minggu pada setiap eksplan

mulai dari 1 MSP hingga 13 MSP.

6. Skoring jumlah akar

Jumlah akar diamati dan dihitung berdasarkan skoring yang telah dibuat.

Skoring bertujuan untuk memudahkan perhitungan akar tanaman stevia

yang sulit untuk dihitung dengan mengacu pada penelitian Azizi et al.

(2012) dengan modifikasi.

Tabel 4. Skoring untuk jumlah akar planlet stevia pada 13 MSP

Skoring Akar Jumlah Akar

1 1-5

2 6-10

3 11-15

4 16-20

5 21-25

7. Tinggi planlet

Peubah ini diukur menggunakan penggaris dari pangkal batang

hingga titik tumbuh. Pengamatan tinggi planlet dilakukan pada setiap

Page 30: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

18

eksplan dan planlet yang diukur tingginya dikeluarkan dari botol ketika

panen.

8. Bobot basah, bobot kering, dan kadar air

Bobot basah dan kering diukur dengan menggunakan timbangan digital

yang sebelumnya telah di tera terlebih dahulu. Kadar air dihitung dengan

menggunakan rumus :

Kadar air = bobot basah−bobot kering

bobot basah × 100%

Analisis Data

Data yang diperoleh diolah dan dianalisis menggunakan microsoft excel dan

program SAS (Statistical Analysis System) versi 9.1.3 dengan melakukan uji F pada

taraf 5% untuk mengetahui pengaruh dari perlakuan. Apabila terdapat perlakuan

yang berpengaruh nyata terhadap perlakuan lainnya diuji lanjut dengan Duncan’s

Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5% dan uji lanjut t-dunnet untuk

membandingkan nilai tengah semua perlakuan terhadap nilai kontrol. Pemilihan

sampel untuk analisis kandungan metabolit didasarkan pada data hasil analisis

dengan menggunakan uji F dan uji lanjut DMRT dengan mempertimbangkan bobot

kering sampel yang mencukupi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Secara umum kondisi planlet stevia in vitro yang dikulturkan tumbuh

dengan baik, dengan persentase eksplan terkontaminasi secara keseluruhan adalah

13,77%. Suhu ruang inkubasi yaitu 22 ± 2º C dengan RH 42 ±1 % serta intensitas

cahaya dari lampu fluoresence ± 2298 lux dan lama penyinaran 24 jam/hari.

Pertumbuhan Eksplan Stevia secara In Vitro

Eksplan yang ditumbuhkan pada media perlakuan masih ada yang

terkontaminasi. Kontaminan terdeteksi mulai pada minggu pertama setelah tanam.

Kontaminasi yang terjadi pada penelitian ada yang terjadi pada media dan juga pada

eksplan. Eksplan yang ditanam pada media 2 mg L-1 BAP menunjukkan persentase

eksplan terkontaminasi terendah dibandingkan perlakuan lainnya yaitu sebesar

4,17% sedangkan eksplan yang ditanam pada media 3 mg L-1 BAP memberikan

hasil eksplan terkontaminasi tertinggi yaitu 19,91% (Tabel 5). Kontaminasi pada

eksplan dapat disebabkan oleh berbagai faktor yaitu sumber eksplan yang

digunakan, kebersihan individu yang menanam dan teknik menanam, laminar air

flow cabinet, media yang digunakan, ada atau tidaknya serangga atau organisme

lain di dalam ruangan, alat-alat yang kurang steril ketika menanam, dan kondisi

Page 31: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

19

udara di dalam ruang tanam. Eksplan yang akan digunakan harus dipastikan steril

dari kontaminan. Planlet sebagai sumber eksplan dapat menjadi sumber kontaminan

utama apabila eksplan yang digunakan memiliki kontaminasi mikroba internal yang

sulit untuk disterilisasi. Media yang digunakan juga harus bebas dari kontaminan.

Media yang akan digunakan disterilisasi dengan menggunakan autoklaf selama 15

menit pada suhu 121º C dan tekanan 21 Psi (Smith, 2013). Semua faktor tersebut

harus terpenuhi untuk meminimalkan kontaminasi pada kultur tanaman.

Kontaminasi pada penelitian stevia disebabkan oleh cendawan dan bakteri.

Tabel 5. Rataan persentase eksplan stevia terkontaminasi, persentase eksplan

berkalus, dan persentase eksplan senescence pada 13 MSP

Perlakuan

Persentase

eksplan

terkontaminasi

(%)

Persentase

eksplan

berkalus

(%)

Persentase

eksplan

senescence

(%)t

Kontrol 12,50 0 100

Konsentrasi Gula (g L-1) (G)

30 13,89 98,76a+ 16,22b-

40 16,67 75,06b+ 36,57a-

50 12,04 67,62b+ 38,82a-

BAP (mg L-1) (B)

1 18,52 98,77a+ 31,17-

2 4,17 91,81a+ 28,33-

3 19,91 50,86b+ 32,11-

Kitosan (mg L-1) (K)

0 13,89 78,87+ 30,55-

1 14,81 79,15+ 28,31-

2 14,35 83,42+ 32,75-

Interaksi

GXB ** *

GXK tn tn

BXK tn tn

GXBXK tn tn

KK DMRT (%) 18,96 32,55

KK t-Dunnet (%) 19,30 33,82 Keterangan: tn: tidak berpengaruh nyata, *: berpengaruh nyata pada taraf 5%, **:

berpengaruh sangat nyata pada taraf 1 %, MSP: Minggu Setelah

Perlakuan, t :data diolah ditransformasi ke (x + 1,0)1/2, angka - angka

yang diikuti huruf yang sama pada perlakuan dan peubah yang sama tidak

berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%. Angka yang diikuti tanda (+) atau

(-) menunjukkan berbeda nyata lebih besar atau lebih kecil dibanding dengan

kontrol berdasarkan uji t-Dunnet dengan taraf 5%.

Berdasarkan data pada Tabel 5, interaksi tiga faktor antara Gula, BAP, dan

Kitosan tidak berpengaruh nyata terhadap persentase eksplan berkalus dan

presentase eksplan senescence. Interaksi dua faktor antara Gula dan Kitosan serta

BAP dan Kitosan juga tidak mempengaruhi persentase eksplan berkalus dan

presentase eksplan senescence. Peningkatan konsentrasi gula pada media ternyata

menghambat pembentukan kalus pada eksplan menjadi 67,62% dan peningkatan

Page 32: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

20

konsentrasi BAP hingga 3 mg L-1 dapat menurunkan persentase eksplan

membentuk kalus menjadi 50,86%. Adanya penambahan Kitosan pada media

hingga konsentrasi 2 mg L-1 tidak memberikan hasil yang berbeda pada persentase

eksplan membentuk kalus. Apabila dibandingkan dengan kontrol, adanya perlakuan

Gula, BAP, dan Kitosan meningkatkan persentase eksplan membentuk kalus dan

menurunkan persentase eksplan senescence.

(a) (b) (c)

a. Kultur terkontaminasi oleh cendawan

b. Kultur terkontaminasi oleh bakteri

c. Kultur terkontaminasi oleh cendawan dan bakteri

Gambar 8. Eksplan terkontaminasi oleh cendawan dan bakteri pada kultur stevia umur 1

Minggu Setelah Perlakuan (MSP)

Keterangan: Angka - angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada

uji DMRT taraf 5 %, KK = 19,58 %.

Gambar 9. Interaksi antara konsentrasi Gula (g L-1) dan konsentrasi BAP (mg L-1) terhadap

persentase eksplan berkalus pada 13 MSP.

Interaksi antara Gula dan BAP berpengaruh terhadap persentase eksplan

membentuk kalus. Gambar 9 menunjukkan bahwa pada konsentrasi Gula 30 g L-1,

peningkatan konsentrasi BAP tidak mempengaruhi persentase eksplan membentuk

kalus, sedangkan pada perlakuaan kosentrasi Gula 40 g L-1 dan 50 g L-1, adanya

penambahan konsentrasi BAP sampai 3 mg L-1 menurunkan persentase eksplan

membentuk kalus hingga 15,56%. Kombinasi konsentrasi BAP dan penambahan

0,25 mg L-1 IAA memberikan respon pertumbuhan eksplan yang berbeda.

6-benzylaminopurin (BAP) adalah sitokinin sintetik yang memiliki fungsi dalam

pembelahan sel (sitokinesis) sehingga apabila ditambahkan IAA maka eksplan akan

membentuk kalus dalam waktu singkat (Wattimena, 1988). Selain berfungsi untuk

pembelahan sel bersamaan dengan auksin, sitokinin juga memiliki fungsi

96,29a

100a 100a100a

88,13a 87,30a

100a

37,04b

15,56c

0

20

40

60

80

100

120

30 40 50 Gula (g L-1)

1 mg L-1 BAP

2 mg L-1 BAP

3 mg L-1 BAP

Per

sen

tase

ek

spla

n

ber

kalu

s (%

)

Page 33: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

21

morfogenesis pada kultur jaringan, dan meningkatkan pertumbuhan tunas lateral

(Davies, 2004).

Senescence merupakan proses yang sangat diatur secara kompleks yang

membutuhkan ekspresi gen baru dan melibatkan interaksi dari banyak lintasan

biosintesis. Ciri utama tanaman mengalami senescence adalah warna daun

menguning akibat degradasi klorofil dan lama-kelamaan bagian tanaman yang

mengalami senescence atau penuaan akan mati. Tanaman tidak mengalami penuaan

secara langsung, namun biasanya diawali pada bagian pucuk dan tepi daun

(Wollaston, 2007). Eksplan stevia mulai mengalami senescence pada 6 Minggu

Setelah Perlakuan (MSP) dan bagian eksplan yang mulai mengalami senescence

adalah bagian pucuk. Data pada Tabel 5 menunjukkan bahwa peningkatan

konsentrasi gula dapat meningkatkan persentase ekplan senescence hingga 38,82%

pada konsentrasi Gula 50 g L-1. Peningkatan konsentrasi BAP dan penambahan

Kitosan pada media tidak mempengaruhi persentase eksplan senescence. Interaksi

antara Gula dan BAP memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase

eksplan senescence (Gambar 10).

Keterangan: Angka - angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada

uji DMRT taraf 5 %, data diolah ditransformasi ke (x + 1,0)1/2, KK =

31,65%.

Gambar 10. Interaksi antara konsentrasi Gula (g L-1) dan konsentrasi BAP (mg L-1)

terhadap persentase eksplan senescence pada 13 MSP.

Interaksi antara pemberian Gula dengan BAP berpengaruh nyata terhadap

tunas yang mengalami senescence. Perlakuan BAP dengan konsentrasi 3 mg L-1,

peningkatan konsentrasi Gula hingga 40 g L-1 meningkatkan tunas senescense, dan

turun pada konsentrasi Gula 50 g L-1. Namun, pada konsentrasi BAP 1 mg L-1 dan

2 mg L-1, peningkatan konsentrasi Gula hingga 50 g L-1 meningkatkan tunas

senescense.

Gambar 11. Senescence pada pucuk planlet di perlakuan Gula 50 g L-1, BAP 1 mg L-1, dan

Kitosan 1 mg L-1 pada 6 MSP

25,93bc 30,56abc

37,04ab

5,66d

32,50abc

46,83a

17,06cd

46,67a

32,59abc

0

20

40

60

30 40 50 Gula (g L-1)

1 mg L-1 BAP2 mg L-1 BAP3 mg L-1 BAP

Per

sen

tase

ek

spla

n

sen

esce

nce

(%)

Page 34: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

22

Tingginya intensitas cahaya yang digunakan dan lamanya penyinaran

selama 24 jam/hari diduga menjadi salah satu penyebab tanaman cepat mengalami

senescence. Menurut Wollaston (2007), senescence dapat disebabkan oleh

perubahan lingkungan seperti cahaya dan suhu. Gambar 11 menunjukkan salah satu

planlet mengalami senescence pada 6 MSP.

Waktu Munculnya Tunas

Pemberian Gula, BAP, dan Kitosan tidak berpengaruh nyata terhadap

kecepatan pembentukan tunas aksilar. Interaksi antara 2 perlakuan (Gula dengan

BAP, Gula dengan Kitosan, dan BAP dengan Kitosan) dan interaksi faktor

ketiganya tidak mempengaruhi secara nyata terhadap waktu muncul tunas (Tabel

6).

Tabel 6. Pengaruh konsentrasi Gula, BAP, Kitosan terhadap peubah waktu

munculnya tunas stevia in vitro

Perlakuan Waktu muncul tunas (MSP)

Kontrol 2,08

Konsentrasi Gula (g L-1) (G) 30 1,76

40 1,91

50 1,84

BAP (mg L-1) (B) 1 1,70

2 1,82

3 1,99

Kitosan (mg L-1) (K) 0 1,82

1 1,85

2 1,84

Interaksi GXB tn

GXK tn

BXK tn

GXBXK tn

KK (%) 25,16 Keterangan: tn: tidak berpengaruh nyata pada taraf 5%, MSP: Minggu Setelah Perlakuan,

angka - angka yang diikuti huruf yang sama pada perlakuan dan peubah yang

sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.

Eksplan yang ditanam pada media perlakuan tidak berbeda nyata dengan

eksplan yang ditanam pada media kontrol jika dilihat dari peubah waktu munculnya

tunas. Hasil pada Tabel 6 menunjukkan bahwa pemberian perlakuan tidak

Page 35: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

23

mempengaruhi waktu munculnya tunas. Tunas mulai muncul pada 1,70-1,99 MSP

sedangkan pada kontrol tunas muncul pada 2,08 MSP.

Jumlah Tunas

Jumlah tunas yang terbentuk dari proses proliferasi tunas aksilar sangat

nyata dipengaruhi oleh interaksi antara Gula, BAP dengan Kitosan dalam media

perlakuan (Tabel 7). Perlakuan Gula 50 g L-1, BAP 3 mg L-1, dan Kitosan 2 mg L-1

memberikan hasil terbaik pada pertumbuhan jumlah tunas yaitu 27,67 tunas

dibandingkan kombinasi perlakuan yang lainnya pada 13 MSP (Minggu Setelah

Perlakuan).

Tabel 7. Interaksi Gula, BAP, dan Kitosan terhadap jumlah tunas stevia in vitro

pada 13 MSP

Konsentrasi

Gula

(g L-1)

Konsentrasi

BAP

(mg L-1)

Konsentrasi Kitosan (mg L-1)

0

1

2

30 1 12,67cdefghi 14,67bcdefg 17,67bc

2 10,00fghi 15,33bcdef 11,67defghi

3 13,00bcdefghi 14,00bcdefghi 12,67cdefghi

40 1 8,67hi 15,67bcdef 16,00bcde

2 11,00efghi 18,67b 9,33ghi

3 14,67bcdefghi 14,00bcdefghi 15,33bcdef

50 1 8,33i 14,00bcdefghi 17,00bcd

2 18,00bc 11,33defghi 10,33efghi

3 14,33bcdefgh 12,33cdefghi 27,67a Keterangan: KK = 21,40%, angka - angka yang diikuti huruf yang sama pada perlakuan

dan peubah yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %.

Grafik interaksi antara konsentrasi Gula dan BAP terhadap peubah jumlah tunas

disajikan pada Gambar 12.

Keterangan: Angka - angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada

uji DMRT taraf 5 %, data diolah ditransformasi ke (x + 0,5)1/2, KK = 16,58

%.

Gambar 12. Interaksi antara konsentrasi Gula (g L-1) dan konsentrasi BAP (mg L-1)

terhadap jumlah tunas stevia in vitro pada 6 MSP.

4,56b

4,56b

5,22ab4,22b 4,67b

3,89b4,22b

5,56ab

6,78a

0

2

4

6

8

30 40 50 Gula (g L-1)

1 mg L-1 BAP

2 mg L-1 BAP

3 mg L-1 BAP

Ju

mla

h t

un

as

Page 36: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

24

Grafik pada Gambar 12 menunjukkan bahwa pada konsentrasi Gula

30 g L-1, adanya penambahan BAP tidak mempengaruhi secara nyata peubah

jumlah tunas, akan tetapi semakin bertambahnya konsentrasi Gula semakin

mempengaruhi jumlah tunas pada 6 MSP. Konsentrasi Gula 50 g L-1 dengan

penambahan BAP 3 mg L-1 memiliki nilai jumlah tunas tertinggi dibandingkan

interaksi Gula dan BAP lainnya. Grafik interaksi antara konsentrasi Gula dan

Kitosan terhadap peubah jumlah tunas disajikan pada Gambar 13.

Keterangan: Angka - angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada

uji DMRT taraf 5 %, data diolah ditransformasi ke (x + 0,5)1/2, KK = 14,99

%.

Gambar 13. Interaksi antara konsentrasi Gula (g L-1) dan konsentrasi Kitosan (mg L-1)

terhadap jumlah tunas stevia in vitro pada 13 MSP.

Gambar 13 menunjukkan bahwa pada perlakuan konsentrasi Gula 30 g L-1,

adanya penambahan Kitosan tidak memberikan jumlah tunas yang berbeda.

Semakin meningkatnya konsentrasi Gula semakin mempengaruhi pengaruh

konsentrasi Kitosan yang ditambahkan. Adanya penambahan Kitosan cenderung

meningkatkan jumlah tunas. Perlakuan konsentrasi Gula 50 g L-1 dengan

penambahan 2 mg L-1 Kitosan memberikan hasil terbaik pada peubah jumlah tunas

yaitu sebesar 18,33. Grafik interaksi antara konsentrasi BAP dan Kitosan terhadap

peubah jumlah tunas disajikan pada Gambar 14.

Keterangan: Angka - angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada

uji DMRT taraf 5 %, KK = 28,23 %.

Gambar 14. Interaksi antara konsentrasi BAP (mg L-1) dan konsentrasi Kitosan (mg L-1)

terhadap jumlah tunas stevia in vitro pada 13 MSP.

11,89b 11,44b

13,56b14,67ab 16,11ab

12,56b14,00ab

13,56b

18,33a

0

5

10

15

20

30 40 50 Gula (g L-1)

0 mg L-1

Kitosan1 mg L-1

Kitosan2 mg L-1

Kitosan

9,89c

13,00bc14,00bc

14,78ab

15,11ab

13,44bc

16,89ab

10,44c

18,56a

0

5

10

15

20

1 2 3 BAP (mg L-1)

0 mg L-1

Kitosan

1 mg L-1

Kitosan

2 mg L-1

Kitosan

Ju

mla

h t

un

as

Ju

mla

h t

un

as

Page 37: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

25

Gambar 14 menunjukkan bahwa pemberian Kitosan dan meningkatnya

konsentrasi BAP berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas. Perlakuan tanpa

Kitosan menghasilkan jumlah tunas terendah pada konsentrasi 1 mg L-1 BAP.

Sedangkan pada konsentrasi 2 mg L-1 BAP, pemberian Kitosan 2 mg L-1

memberikan jumlah tunas terendah. Konsentrasi 3 mg L-1 BAP dan penambahan

2 mg L-1 Kitosan memberikan jumlah tunas tertinggi diantara semua perlakuan yaitu

sebesar 18,56 tunas.

Tabel 8. Pengaruh konsentrasi Gula, BAP, Kitosan terhadap peubah jumlah tunas

stevia in vitro

Perlakuan 4 MSPt 8 MSP 13 MSP

Kontrol 1,67 3,00 3,00

Konsentrasi Gula (g L-1) (G)

30 2,07b 6,19b+ 13,52+

40 2,52a 6,89a+ 13,70+

50 2,81a+ 7,22a+ 14,81+

BAP (mg L-1) (B)

1 2,48 6,70b+ 13,85ab+

2 2,37 6,11b+ 12,85b+

3 2,56 7,48a+ 15,33a+

Kitosan (mg L-1) (K)

0 2,22b 5,63b+ 12,30b+

1 2,85a+ 7,52a+ 14,44a+

2 2,33b 7,15a+ 15,29a+

Interaksi

GXB tn ** *

GXK tn ** **

BXK * ** **

GXBXK * ** **

KK DMRT (%) 14,34 17,05 21,40

KK t-Dunnet (%) 14,23 17,81 21,67 Keterangan: tn: tidak berpengaruh nyata, *: berpengaruh nyata pada taraf 5 %, **:

berpengaruh sangat nyata pada taraf 1 %, t :data diolah ditransformasi

ke (x + 0,5)1/2, angka - angka yang diikuti huruf yang sama pada perlakuan

dan peubah yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %. Angka

yang diikuti tanda (+) atau (-) menunjukkan berbeda nyata lebih besar atau

lebih kecil dibanding dengan kontrol berdasarkan uji t-Dunnet dengan taraf

5%.

Jumlah tunas yang terbentuk nyata dipengaruhi oleh pemberian Gula sampai

minggu ke-8, namun tidak nyata pada minggu ke-13. Peningkatan konsentrasi Gula

hingga 50 g L-1 dapat meningkatkan jumlah tunas. Adanya penambahan BAP

berpengaruh nyata pada peubah jumlah tunas dari minggu ke-8 hingga minggu ke

13. Peningkatan konsentrasi BAP hingga 3 mg L-1 nyata meningkatkan jumlah

tunas. Penambahan Kitosan pada media perlakuan nyata mempengaruhi peubah

jumlah tunas. Peningkatan konsentrasi Kitosan hingga 2 mg L-1 cenderung

menurunkan jumlah tunas (Tabel 8). Penambahan Kitosan pada konsentrasi tinggi

Page 38: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

26

dapat menghambat pertumbuhan planlet Mentha piperita. Penelitian menunjukkan

bahwa pemberian Kitosan pada konsentrasi 10 dan 20 mg L-1 pada Mentha piperita

menurunkan jumlah tunas per eksplan hingga 20% pada planlet berumur 8 minggu

setelah tanam (MST) (Azizi et al., 2012).

Apabila melihat pertumbuhan jumlah tunas pada media perlakuan

dibandingkan dengan kontrol, Tabel 8 menunjukkan bahwa peningkatan

konsentrasi Gula meningkatkan jumlah tunas dibandingkan dengan kontrol pada

minggu ke-4 hingga minggu ke-13. Pemberian BAP tidak memberikan hasil yang

berbeda dengan kontrol pada 4 minggu setelah perlakuan (MSP), sedangkan pada

minggu ke-8 hingga minggu ke-13, pemberian BAP pada media perlakuan

meningkatkan jumlah tunas dibandingkan dengan kontrol. Penambahan Kitosan

meningkatkan jumlah tunas pada konsentrasi 1 mg L-1 dan tidak berbeda pada

penambahan konsentrasi Kitosan 2 mg L-1 dibandingkan dengan kontrol pada

minggu ke-4. Sedangkan pada minggu ke-8 hingga minggu ke-13, penambahan

Kitosan meningkatkan jumlah tunas dibandingkan dengan kontrol

Jumlah Buku

Jumlah buku menjadi peubah penting dalam proliferasi tanaman. Jumlah

buku yang tinggi diharapkan dapat meningkatkan jumlah daun. Hal ini berkaitan

dengan kandungan steviosida pada tanaman stevia tertinggi pada bagian daun. Hasil

penelitian menunjukkan secara kuantitif kandungan steviosida dari ekstrak daun 1,2

lebih tinggi dibandingkan steviosida dari ekstrak batang (Kumari dan Chandra,

2015).

Tabel 9. Interaksi Gula, BAP, dan Kitosan terhadap jumlah buku stevia in vitro pada

13 MSP

Konsentrasi

Gula

(g L-1)

Konsentrasi

BAP

(mg L-1)

Konsentrasi Kitosan (mg L-1)

0

1

2

30 1 17,00defghij 26,33abcd 30,00ab

2 21,00bcdefgh 23,33bcdef 13,00fghij

3 17,00defghij 10,67ij 15,00efghij

40 1 8,00ij 12,67ghij 8,33ij

2 9,67ij 23,33bcdef 13,00fghij

3 22,00bcdefg 21,33bcdefgh 23,67bcde

50 1 7,33j 16,00defghij 17,00defghij

2 18,00cdefghi 8,67ij 11,33hij

3 34,67a 24,67bcde 27,67abc

Keterangan: KK = 29,62%, angka - angka yang diikuti huruf yang sama pada perlakuan

dan peubah yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %.

Page 39: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

27

Jumlah buku nyata dipengaruhi oleh Gula, BAP, dan Kitosan (Tabel 9).

Interaksi antara Gula, BAP, dan Kitosan menunjukkan bahwa perlakuan Gula

50 g L-1, BAP 3 mg L-1, dan tanpa Kitosan memberikan hasil terbaik pada peubah

jumlah buku yaitu sebesar 34,67 dibandingkan kombinasi perlakuan yang lainnya

pada 13 MSP. Grafik interaksi antara konsentrasi Gula dan BAP terhadap peubah

jumlah buku disajikan pada Gambar 15.

Keterangan: Angka - angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada

uji DMRT taraf 5 %, data diolah ditransformasi ke (x + 0,5)1/2, KK = 17,55

%.

Gambar 15. Interaksi antara konsentrasi Gula (g L-1) dan konsentrasi BAP (mg L-1)

terhadap jumlah buku stevia in vitro pada 13 MSP.

Grafik pada Gambar 15 menunjukkan interaksi antara Gula dan BAP

memberikan hasil yang berbeda antar perlakuan. Peningkatan konsentrasi BAP

pada perlakuan Gula 30 g L-1 menurunkan jumlah buku, Sedangkan pada

konsentrasi Gula pada 40 g L-1 dan 50 g L-1, penambahan konsentrasi BAP

3 mg L-1 pada media meningkatkan jumlah buku dan menghasilkan jumlah buku

tertinggi. Interaksi antara konsentrasi BAP dan Kitosan terhadap peubah jumlah

buku disajikan pada Gambar 16.

Keterangan: Angka - angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada

uji DMRT taraf 5 %, KK = 21,78 %.

Gambar 16. Interaksi antara konsentrasi BAP (mg L-1) dan konsentrasi Kitosan (mg L-1)

terhadap jumlah buku stevia in vitro pada 13 MSP.

24,44ab

9,67d

13,44cd

19,11bc

15,33cd

12,67cd14,22cd

22,33b

29,00a

0

10

20

30

40

30 40 50 Gula (g L-1)

1 mg L-1 BAP

2 mg L-1 BAP

3 mg L-1 BAP

10,78b

16,22ab

24,56a

18,33ab

18,44ab

18,89ab

18,44ab

12,44b

22,11a

0

10

20

30

1 2 3 BAP (mg L-1)

0 mg L-1

Kitosan

1 mg L-1

Kitosan

2 mg L-1

Kitosan

Ju

mla

h b

uk

u

Ju

mla

h b

uk

u

Page 40: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

28

Gambar 16 menunjukkan bahwa pada perlakuan tanpa Kitosan, peningkatan

konsentrasi BAP meningkatkan jumlah buku. Sedangkan pada pemberian Kitosan

1 mg L-1, peningkatan konsentrasi BAP tidak memberikan jumlah buku berbeda

dan pada penambahan Kitosan 2 mg L-1, peningkatan konsentrasi BAP menurun

pada perlakuan BAP 2 mg L-1 serta meningkat pada konsentrasi BAP 3 mg L-1.

Jumlah buku nyata dipengaruhi oleh pemberian Gula pada minggu ke-8

sampai minggu ke-13 sedangkan peningkatan konsentrasi Gula tidak berbeda nyata

pada minggu ke-4. Peningkatan konsentrasi Gula hingga 50 g L-1 cenderung

meningkatkan jumah buku. Adanya penambahan BAP pada media nyata

mempengaruhi jumlah buku. Peningkatan konsentrasi BAP hingga 3 mg L-1

meningkatkan jumlah buku. Pemberian Kitosan pada media tidak mempengaruhi

jumlah tunas (Tabel 10).

Tabel 10. Pengaruh konsentrasi Gula, BAP, Kitosan terhadap peubah jumlah buku

stevia in vitro

Perlakuan 4 MSPt 8 MSP 13 MSP

Kontrol 3,33 5,00 5,33

Konsentrasi Gula (g L-1) (G)

30 0,52- 5,81b 19,26a+

40 0,81- 6,13b 15,78b+

50 1,00- 7,52a+ 18,37ab+

BAP (mg L-1) (B)

1 0,74b- 4,74c 15,85b+

2 0,22c- 5,33b 15,70b+

3 1,37a- 9,41a+ 21,85a+

Kitosan (mg L-1) (K)

0 0,70- 6,52+ 17,19+

1 0,85- 6,22 18,56+

2 0,79- 6,74+ 17,67+

Interaksi

GXB ** ** **

GXK tn ** tn

BXK tn ** **

GXBXK tn ** tn

KK DMRT (%) 27,89 15,05 29,62

KK t-Dunnet (%) 26,64 15,26 29,84 Keterangan: tn: tidak berpengaruh nyata, *: berpengaruh nyata pada taraf 5 %, **:

berpengaruh sangat nyata pada taraf 1 %, t :data diolah ditransformasi

ke (x + 0,5)1/2, angka - angka yang diikuti huruf yang sama pada perlakuan

dan peubah yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %. Angka

yang diikuti tanda (+) atau (-) menunjukkan berbeda nyata lebih besar atau

lebih kecil dibanding dengan kontrol berdasarkan uji t-Dunnet dengan taraf

5%.

Tabel 10 menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi Gula hingga

50 g L-1 nyata meningkatkan jumlah buku dibandingkan kontrol pada minggu ke-8

dan minggu ke-13. Penambahan BAP pada media perlakuan memberikan hasil yang

Page 41: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

29

berbeda dibandingkan dengan kontrol pada minggu ke-4 hingga minggu ke-13.

BAP nyata meningkatkan jumlah buku pada minggu ke-8 dan minggu ke-13.

Penambahan Kitosan pada media perlakuan nyata meningkatkan jumlah buku

dibandingkan dengan kontrol pada minggu ke-8 dan minggu ke-13.

Jumlah Daun

Jumlah daun merupakan salah satu peubah penting dalam proliferasi

tanaman stevia karena kandungan metabolit steviosida tertinggi terdapat pada daun.

Jumlah daun nyata dipengaruhi oleh interaksi antara Gula, BAP, dengan Kitosan.

Tabel 11 menunjukkan bahwa interaksi perlakuan Gula 50 g L-1, BAP 3 mg L-1, dan

Kitosan 2 mg L-1 memberikan hasil jumlah daun tertinggi.

Tabel 11. Interaksi Gula, BAP, dan Kitosan terhadap jumlah daun stevia in vitro

pada 13 MSP

Konsentrasi

Gula

(g L-1)

Konsentrasi

BAP

(mg L-1)

Konsentrasi Kitosan (mg L-1)

0

1

2

30 1 28,00cdef 51,33ab 55,67a

2 45,33abcde 40,67abcdef 26,67def

3 23,67f 22,33f 25,00ef

40 1 24,00f 33,00bcdef 21,33f

2 21,33f 45,33abcde 26,00ef

3 38,00abcdef 39,33abcdef 47,67abc

50 1 20,00f 27,67cdef 34,00bcdef

2 35,33bcdef 23,00f 30,67cdef

3 52,00ab 47,00abcd 57,00a Keterangan: KK = 29,88 %, angka - angka yang diikuti huruf yang sama pada perlakuan

dan peubah yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %, MSP :

Minggu Setelah Perlakuan.

Grafik interaksi antara konsentrasi Gula dan BAP terhadap peubah jumlah

daun disajikan pada Gambar 17.

Keterangan: Angka - angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada

uji DMRT taraf 5 %, data diolah ditransformasi ke (x + 0,5)1/2, KK = 15,44

%.

Gambar 17. Interaksi antara konsentrasi Gula (g L-1) dan konsentrasi BAP (mg L-1)

terhadap jumlah daun stevia in vitro pada 9 MSP.

12,44b

7,89c

10,44bc11,78bc10,67bc

8,00bc8,22bc

24,67a 25,56a

0

10

20

30

30 40 50 Gula (g L-1)

1 mg L-1 BAP

2 mg L-1 BAP

3 mg L-1 BAP

Ju

mla

h d

au

n

Page 42: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

30

Grafik pada Gambar 17 menunjukkan bahwa interaksi antara Gula dan BAP

memberikan pengaruh berbeda pada jumlah daun, pada penambahan BAP

1 mg L-1 dan 2 mg L-1, peningkatan konsentrasi Gula hingga 50 g L-1 memberikan

jumlah daun yang tidak berbeda. Sedangkan pada pemberian BAP 3 mg L-1,

peningkatan konsentrasi Gula hingga 50 g L-1 meningkatkan jumlah daun dan

tertinggi pada perlakuan Gula 50 g L-1 dan BAP 3 mg L-1. Grafik interaksi antara

konsentrasi BAP dan Kitosan terhadap peubah jumlah daun disajikan pada Gambar

18.

Keterangan: Angka - angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada

uji DMRT taraf 5 %, data diolah ditransformasi ke (x + 0,5)1/2, KK = 22,84

%.

Gambar 18. Interaksi antara konsentrasi BAP (mg L-1) dan konsentrasi Kitosan (mg L-1)

terhadap jumlah buku stevia in vitro pada 9 MSP.

Grafik interaksi BAP dan Kitosan pada Gambar 18 menunjukkan bahwa

pada perlakuan tanpa Kitosan dan pemberian Kitosan 1 mg L-1, peningkatan

konsentrasi BAP meningkatkan jumlah daun. Sedangkan pada penambahan

2 mg L-1 Kitosan, pemberian 2 mg L-1 BAP menurunkan jumlah daun dan

meningkat pada pemberian 3 mg L-1 BAP.

Jumlah daun nyata dipengaruhi oleh konsentrasi Gula pada minggu ke-5

hingga minggu ke-9 dan tidak berbeda pada minggu ke-4 dan minggu ke-13.

Peningkatan konsentrasi Gula hingga 50 g L-1 meningkatkan jumlah daun pada

minggu ke-8. Adanya pemberian BAP pada media berpengaruh nyata terhadap

jumlah daun. Peningkatan konsentrasi BAP hingga 3 mg L-1 meningkatkan jumlah

daun dan menghasilkan jumlah daun tertinggi pada minggu ke-4 hingga minggu ke-

13. Adanya pemberian Kitosan meningkatkan jumlah daun pada minggu ke-8.

Pemberian Kitosan hingga 2 mg L-1 nyata menigkatkan jumlah daun pada minggu

ke-8 (Tabel 12).

Peningkatan konsentrasi Gula hingga 50 g L-1 nyata meningkatkan jumlah

daun dibandingkan dengan kontrol pada minggu ke-8 dan minggu ke-13. Pemberian

BAP memberikan hasil yang berbeda dengan kontrol pada minggu ke-4 hingga

minggu ke-13. Pemberian Kitosan pada media perlakuan nyata meningkatkan

jumlah daun dibandingkan dengan kontrol pada minggu ke-13, sedangkan jumlah

daun tidak berbeda dengan kontrol pada minggu ke-8 (Tabel 12).

7,89c9,33c

19,67a

9,78c

12,11bc 17,44ab13,11bc

9,00c

21,33a

0

5

10

15

20

25

1 2 3 BAP (mg L-1)

0 mg L-1 Kitosan

1 mg L-1 Kitosan

2 mg L-1 Kitosan

Ju

mla

h d

au

n

Page 43: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

31

Tabel 12. Pengaruh konsentrasi Gula, BAP, Kitosan terhadap peubah jumlah daun

per eksplan stevia in vitro

Perlakuan 4 MSPttt 8 MSP 13 MSP

Kontrol 5,00 10,00 10,00

Konsentrasi Gula (g L-1) (G)

30 0,63- 7,81c- 35,41+

40 1,74- 11,00b 32,89+

50 1,19- 12,29a+ 36,30+

BAP (mg L-1) (B)

1 1,00b- 7,33b- 32,78b+

2 0,41b- 7,74b- 32,70b+

3 2,15a- 16,04a+ 39,11a+

Kitosan (mg L-1) (K)

0 1,11- 9,44c 31,96+

1 1,15- 10,37b 36,63+

2 1,30- 11,15a 36,00+

Interaksi

GXB ** ** **

GXK tn ** tn

BXK tn ** *

GXBXK tn ** tn

KK DMRT (%) 27,48 12,61 29,88

KK t-Dunnet (%) 26,81 12,56 13,52

Keterangan: tn: tidak berpengaruh nyata, *: berpengaruh nyata pada taraf 5 %, **:

berpengaruh sangat nyata pada taraf 1 %, ttt: data diolah ditransformasi

ke (x + 1,5)1/2, angka - angka yang diikuti huruf yang sama pada perlakuan

dan peubah yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %. Angka

yang diikuti tanda (+) atau (-) menunjukkan berbeda nyata lebih besar atau

lebih kecil dibanding dengan kontrol berdasarkan uji t-Dunnet dengan taraf

5%.

Jumlah Akar

Jumlah akar merupakan salah satu peubah penting pada planlet stevia.

Adanya akar pada tanaman in vitro menyebabkan unsur hara yang terdapat didalam

media lebih cepat diserap. Interaksi Gula, BAP, dengan Kitosan tidak berpengaruh

nyata terhadap jumlah akar. Interaksi antara Gula dengan Kitosan tidak

mempengaruhi secara nyata terhadap jumlah akar (Tabel 13).

Grafik interaksi antara konsentrasi Gula dan BAP terhadap peubah jumlah

akar disajikan pada Gambar 19.

Page 44: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

32

Keterangan: Angka - angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada

uji DMRT taraf 5 %, data diolah ditransformasi ke (x + 0,5)1/2, KK = 19,43

%.

Gambar 19. Interaksi antara konsentrasi Gula (g L-1) dan konsentrasi BAP (mg L-1)

terhadap jumlah akar stevia in vitro pada 13 MSP.

Grafik pada Gambar 19 menunjukkan bahwa pada konsentrasi BAP

1 mg L-1 dan 2 mg L-1, peningkatan konsentrasi Gula hingga 50 g L-1 tidak

memberikan hasil berbeda pada jumlah akar, sedangkan pada konsentrasi BAP

3 mg L-1, peningkatan konsentrasi Gula hingga 50 g L-1 meningkatkan jumlah akar.

Grafik interaksi antara konsentrasi BAP dan Kitosan terhadap peubah jumlah akar

disajikan pada Gambar 20.

Keterangan: Angka - angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada

uji DMRT taraf 5 %, data diolah ditransformasi ke (x + 0,5)1/2, KK =

26,99%.

Gambar 20. Interaksi antara konsentrasi BAP (mg L-1) dan konsentrasi Kitosan (mg L-1)

terhadap jumlah akar stevia in vitro pada 13 MSP.

Grafik interaksi pada Gambar 20 menunjukkan bahwa pada perlakuan tanpa

Kitosan, peningkatan konsentrasi BAP hingga 3 mg L-1 meningkatkan jumlah akar.

Sedangkan pada pemberian Kitosan 1 mg L-1 dan 2 mg L-1, pemberian konsentrasi

BAP 2 mg L-1 menurunkan jumlah akar, dan peningkatan konsentrasi BAP hingga

3 mg L-1 meningkatkan jumlah akar.

Jumlah akar yang terbentuk nyata dipengaruhi oleh pemberian gula.

Peningkatan konsentrasi Gula hingga 50 g L-1, meningkatkan jumlah akar.

Pemberian BAP pada media mempengaruhi secara nyata jumlah akar. Peningkatan

konsentrasi BAP hingga 3 mg L-1 meningkatkan jumlah akar. Adanya penambahan

Kitosan pada media tidak mempengaruhi jumlah akar (Tabel 13). Tabel 13

menunjukkan bahwa eksplan yang ditanam pada media kontrol tidak memiliki akar,

sedangkan eksplan yang ditanam pada media perlakuan memiliki rata-rata skor 1-2

(Tabel 4). Tidak adanya akar pada eksplan yang ditanam pada media kontrol dapat

1,22c0,89cd

1,33c

0,22d

0,78cd 0,78cd0,22d

2,22b2,89a

0

2

4

30 40 50 Gula (g L-1)

1 mg L-1 BAP2 mg L-1 BAP3 mg L-1 BAP

0,78bc 0,78bc

1,67ab1,44ab

0,78bc1,56ab

1,22ab

0,22c

2,11a

0

1

2

3

1 2 3 BAP (mg L-1)

0 mg L-1

Kitosan1 mg L-1

Kitosan2 mg L-1

Kitosan

Ju

mla

h a

kar

Ju

mla

h a

kar

Page 45: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

33

disebabkan oleh tidak adanya auksin (IAA) pada media sehingga eksplan tidak

menginisiasi pembentukan akar. Pembentukan akar pada tanaman in vitro

dipengaruhi oleh fitohormon dan zat pengatur tumbuh yang ditambahkan seperti

auksin (IAA). Auksin pada tanaman disintesis dari indole atau triptofan yang

umumnya terdapat pada daun primordia, daun muda, dan benih yang sedang

berkembang. Auksin secara umum berfungsi dalam pembesaran sel, pembelahan

sel, inisiasi akar, dan menghambat pertumbuhan tunas samping. Auksin

merangsang pembentukan akar pada stek buku dan juga perkembangan cabang akar

serta diferensiasi akar pada tanaman in vitro (Davies, 2004).

Tabel 13. Pengaruh konsentrasi Gula, BAP, Kitosan terhadap peubah jumlah akar

per eksplan stevia in vitro pada 13 MSP

Perlakuan Akar (Skoring)t

Kontrol 0,00

Konsentrasi Gula (g L-1) (G)

30 0,56c

40 1,30b+

50 1,67a+

BAP (mg L-1) (B)

1 1,15b+

2 0,59c

3 1,78a+

Kitosan (mg L-1) (K)

0 1,07+

1 1,26+

2 1,19+

Interaksi

GXB **

GXK tn

BXK *

GXBXK tn

KK DMRT (%) 15,81

KK t-Dunnet (%) 15,73 Keterangan: tn: tidak berpengaruh nyata, *: berpengaruh nyata pada taraf 5 %, **:

berpengaruh sangat nyata pada taraf 1 %, t :data diolah ditransformasi

ke (x + 0,5)1/2, angka - angka yang diikuti huruf yang sama pada perlakuan

dan peubah yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %. Angka

yang diikuti tanda (+) atau (-) menunjukkan berbeda nyata lebih besar atau

lebih kecil dibanding dengan kontrol berdasarkan uji t-Dunnet dengan taraf

5%.

Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman nyata dipengaruhi oleh interaksi antara Gula, BAP, dengan

Kitosan. Tabel 14 menunjukkan bahwa interaksi perlakuan Gula 50 g L-1, BAP

3 mg L-1, dan Kitosan 2 mg L-1 memberikan tinggi tanaman tertinggi.

Page 46: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

34

Tabel 14. Interaksi Gula, BAP, dan Kitosan terhadap tinggi tanaman stevia in vitro

pada 13 MSP

Konsentrasi

Gula

(g L-1)

Konsentrasi

BAP

(mg L-1)

Konsentrasi Kitosan (mg L-1)

0

1

2

30 1 6,30defgh 6,40defgh 8,40bcde

2 4,08fghi 8,15bcdefg 4,41efghi

3 6,60cdefgh 3,01hi 4,43efghi

40 1 3,70hi 7,15cdefgh 3,09hi

2 6,12defghi 10,23abcd 3,31hi

3 7,10cdefgh 8,32bcdef 11,27ab

50 1 1,95i 5,12efghi 6,14defghi

2 5,37efghi 3,91ghi 5,17efghi

3 10,55abc 11,58ab 13,76a Keterangan: KK = 13,79 %, angka - angka yang diikuti huruf yang sama pada perlakuan

dan peubah yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %, data

diolah ditransformasi ke (x + 0,5)1/2.

Grafik interaksi antara konsentrasi Gula dan BAP terhadap peubah tinggi tanaman

disajikan pada Gambar 21.

Keterangan : Angka - angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada

uji DMRT taraf 5 %, data diolah ditransformasi ke (x + 0,5)1/2, KK = 19,20

%.

Gambar 21. Interaksi antara konsentrasi Gula (g L-1) dan konsentrasi BAP (mg L-1)

terhadap tinggi tanaman stevia in vitro pada 13 MSP.

Grafik interaksi pada Gambar 21 menunjukkan bahwa pada konsentrasi

BAP 1 mg L-1 dan 2 mg L-1, peningkatan konsentrasi Gula tidak memberikan hasil

berbeda pada peubah tinggi tanaman. Sedangkan pada konsentrasi BAP 3 mg L-1,

peningkatan konsentrasi Gula hingga 50 g L-1 meningkatkan tinggi tanaman. Grafik

interaksi antara konsentrasi BAP dan Kitosan terhadap peubah tinggi tanaman

stevia disajikan pada Gambar 22.

7,04bc

4,65c 4,41c

5,55c 6,55bc

4,82c4,68c

8,89b

11,96a

0

5

10

15

30 40 50 Gula (g L-1)

1 mg L-1 BAP

2 mg L-1 BAP

3 mg L-1 BAP

Tin

ggi

(cm

)

Page 47: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

35

Keterangan: Angka - angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada

uji DMRT taraf 5 %, data diolah ditransformasi ke (x + 0,5)1/2, KK =

22,21%.

Gambar 22. Interaksi antara konsentrasi BAP (mg L-1) dan konsentrasi Kitosan (mg L-1)

terhadap tinggi tanaman stevia in vitro pada 13 MSP.

Grafik interaksi pada Gambar 22 menunjukkan bahwa pada perlakuan tanpa

Kitosan dan Kitosan 2 mg L-1, peningkatan konsentrasi BAP hingga 3 mg L-1

meningkatkan tinggi tanaman. Sedangkan pada konsentrasi Kitosan 1 mg L-1,

peningkatan konsentrasi BAP tidak memberikan hasil berbeda pada tinggi tanaman.

Tabel 15. Pengaruh konsentrasi Gula, BAP, Kitosan terhadap peubah tinggi

tanaman stevia in vitro pada 13 MSP

Perlakuan Tinggi+ (cm)

Kontrol 2,47

Konsentrasi Gula (g L-1) (G)

30 5,76+

40 6,70+

50 7,06+

BAP (mg L-1) (B)

1 5,36b

2 5,64b+

3 8,51a+

Kitosan (mg L-1) (K)

0 5,75+

1 7,10+

2 6,66+

Interaksi

GXB **

GXK *

BXK **

GXBXK *

KK DMRT (%) 14,92

KK t-Dunnet (%) 15,97 Keterangan: tn: tidak berpengaruh nyata, *: berpengaruh nyata pada taraf 5 %, **:

berpengaruh sangat nyata pada taraf 1 %, + :data diolah ditransformasi

ke (x + 0,5)1/2, angka - angka yang diikuti huruf yang sama pada perlakuan

dan peubah yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %. Angka

yang diikuti tanda (+) atau (-) menunjukkan berbeda nyata lebih besar atau

lebih kecil dibanding dengan kontrol berdasarkan uji t-Dunnet dengan taraf

5%.

3,99d

5,19bcd8,08ab6,23bcd 7,43abc

7,64ab5,88bcd

4,30c

9,82a

0

10

20

1 2 3 BAP (mg L-1)

0 mg L-1

Kitosan1 mg L-1

Kitosan2 mg L-1

KitosanTin

ggi

(cm

)

Page 48: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

36

Tinggi tanaman tidak dipengaruhi oleh pemberian Gula dan Kitosan. Adanya

BAP pada media mempengaruhi tinggi tanaman. Peningkatan konsentrasi BAP

hingga 3 mg L-1 meningkatkan tinggi tanaman (Tabel 15). BAP atau

6-Benzilaminopurin merupakan sitokinin sintetik yang secara umum memiliki

fungsi dalam pembelahan sel dan pembesaran sel dan organ. Semakin tinggi

penambahan sitokinin pada eksplan semakin menginisiasi pembelahan dan

pembesaran sel sehingga eksplan yang diberikan sitokinin 3 mg L-1 memiliki tinggi

tanaman tertinggi diantara perlakuan lainnya (Davies, 2004).

Apabila dibandingkan dengan kontrol pada Tabel 15, adanya peningkatan

konsentrasi Gula hingga 50 g L-1, meningkatkan tinggi tanaman dibandingkan

dengan kontrol. Penambahan konsentrasi BAP 2 mg L-1 dan 3 mg L-1 meningkatkan

tinggi tanaman dibandingkan dengan kontrol. Pemberian Kitosan juga

meningkatkan tinggi tanaman dibandingkan dengan kontrol.

Page 49: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

37

Gambar 23. Kultur planlet stevia umur 13 MSP. (Konsentrasi Gula G3 = 30 g L-1, G4 =

40 g L-1, G5 = 50 g L-1; konsentrasi BAP B1 = 1 mg L-1, B2 = 2 mg L-1, B3 =

3 mg L-1, dan konsentrasi Kitosan K0 = 0 mg L-1, K1 = 1 mg L-1, K2 =

2 mg L-1).

.Bobot Basah dan Bobot Kering

Peubah bobot basah dan bobot kering merupakan salah satu peubah penting

yang dapat menentukan tinggi atau rendahnya kandungan metabolit sekunder pada

stevia. Penelitian Azizi et al. (2012) menunjukkan bahwa penambahan Kitosan

20 mg L-1 pada media perlakuan dapat meningkatkan persentase bobot kering

Mentha piperita hingga 10,87%. Hasil yang berbeda ditunjukkan pada tanaman

stevia pada (Tabel 16). Bobot basah, bobot kering, dan kadar air tidak nyata

dipengaruhi oleh interaksi antara Gula, BAP, dengan Kitosan. Interaksi antara Gula

dengan Kitosan dan BAP dengan Kitosan tidak mempengaruhi secara nyata bobot

basah, bobot kering, dan kadar air. Grafik interaksi antara konsentrasi Gula dan

BAP terhadap peubah bobot basah planlet disajikan pada Gambar 24.

Keterangan: Angka - angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada

uji DMRT taraf 5 %, KK = 26,67 %.

Gambar 24. Interaksi antara konsentrasi Gula (g L-1) dan konsentrasi BAP (mg L-1)

terhadap bobot basah planlet stevia in vitro pada 13 MSP.

3,23a

2,27b

3,01a3,23a3,25a

2,83ab3,08a

1,05c 1,09c

0

1

2

3

4

30 40 50 Gula (g L-1)

1 mg L-1 BAP

2 mg L-1 BAP

3 mg L-1 BAP

Bob

ot

Basa

h (

g)

Page 50: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

38

Grafik pada Gambar 24 menunjukkan bahwa pada konsentrasi BAP

1 mg L-1, peningkatan konsentrasi Gula hingga 40 g L-1 menurunkan bobot basah,

tetapi pemberian Gula 50 g L-1 tidak berbeda dengan Gula 30 g L-1. Pada

konsentrasi BAP 2 mg L-1, peningkatan konsentrasi Gula hingga 50 g L-1 tidak

memberikan bobot basah berbeda. Sedangkan pada konsentrasi BAP 3 mg L-1,

peningkatan konsentrasi Gula hingga 40 g L-1 menurunkan bobot basah, namun

tidak berbeda dengan konsentrasi Gula 50 g L-1. Grafik interaksi antara konsentrasi

Gula dan BAP terhadap peubah bobot kering planlet disajikan pada Gambar 25.

Keterangan: Angka - angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada

uji DMRT taraf 5 %, data diolah ditransformasi ke (x + 0,5)1/2, KK =

12,76 %.

Gambar 25. Interaksi antara konsentrasi Gula (g L-1) dan konsentrasi BAP (mg L-1)

terhadap bobot kering planlet stevia in vitro pada 13 MSP.

Grafik pada Gambar 25 menunjukkan bahwa pada konsentrasi BAP

1 mg L-1 dan 2 mg L-1, peningkatan konsentrasi Gula hingga 50 g L-1 menghasilkan

bobot kering yang tidak berbeda. Sedangkan pada konsentrasi BAP 3 mg L-1,

peningkatan konsentrasi Gula hingga 50 g L-1 menurunkan bobot kering. Grafik

interaksi antara konsentrasi Gula dan BAP terhadap peubah kadar air planlet stevia

disajikan pada Gambar 26.

Keterangan: Angka - angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada

uji DMRT taraf 5 %, data diolah ditransformasi ke (x + 0,5)1/2, KK = 6,30

%.

Gambar 26. Interaksi antara konsentrasi Gula (g L-1) dan konsentrasi BAP (mg L-1)

terhadap kadar air planlet stevia in vitro pada 13 MSP.

Grafik pada Gambar 26 menunjukkan bahwa pada konsentrasi BAP

1 mg L-1 dan 2 mg L-1, peningkatan konsentrasi Gula hingga 50 g L-1 menghasilkan

kadar air yang tidak berbeda. Sedangkan pada konsentrasi BAP 3 mg L-1,

peningkatan konsentrasi Gula hingga 50 g L-1 menurunkan kadar air. Bobot basah,

bobot kering, dan kadar air nyata dipengaruhi oleh pemberian Gula. Peningkatan

1,40a

1,19a 1,29a1,39a

1,25a 1,38a

1,38a

0,20b 0,16b0

1

2

30 40 50 Gula (g L-1)

1 mg L-1 BAP2 mg L-1 BAP3 mg L-1 BAP

0,430ab

0,53a

0,42ab0,44ab

0,39b

0,50ab0,45ab

0,18c 0,14c

0

0,5

1

30 40 50 Gula (g L-1)

1 mg L-1 BAP

2 mg L-1 BAP

3 mg L-1 BAP

Bob

ot

ker

ing (

g)

K

ad

ar

air

(x

100%

)

Page 51: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

39

konsentrasi Gula hingga 50 g L-1 menurunkan bobot basah, bobot kering, dan kadar

air. Adanya pemberian BAP pada media berpengaruh sangat nyata terhadap bobot

basah, bobot kering, dan kadar air. Peningkatan pemberian BAP pada media hingga

3 mg L-1 menurunkan bobot basah, bobot kering, dan kadar air. Adanya pemberian

Kitosan pada media tidak mempengaruhi bobot basah dan bobot kering, namun

berpengaruh sangat nyata pada kadar air (Tabel 16).

Tabel 16 menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi Gula hingga

50 g L-1 meningkatkan bobot basah, bobot kering, dan kadar air bila dibandingkan

dengan kontrol. Penambahan BAP hingga konsentrasi 2 mg L-1 pada media

perlakuan meningkatkan bobot basah, bobot kering, dan kadar air dibandingkan

dengan kontrol dan pada pemberian BAP 3 mg L-1 bobot kering dan kadar air tidak

berbeda dibandingkan kontrol. Adanya penambahan Kitosan meningkatkan bobot

basah, bobot kering, dan kadar air dibandingkan dengan kontrol. Kultur planlet

stevia umur 13 MSP yang sudah dikeringkan disajikan pada Lampiran 2.

Tabel 16. Pengaruh konsentrasi Gula, BAP, Kitosan terhadap peubah bobot basah,

bobot kering, dan kadar air per eksplan stevia in vitro pada 13 MSP

Perlakuan Bobot

Basah (g)

Bobot

Keringt (g) Kadar Air

Kontrol 0,15 0,03 0,16

Konsentrasi Gula (g L-1) (G)

30 3,18a+ 1,39a+ 0,44a+

40 2,19b+ 0,88b+ 0,37b+

50 2,31b+ 0,94b+ 0,35b+

BAP (mg L-1) (B)

1 2,83a+ 1,29a+ 0,46a+

2 3,11a+ 1,34a+ 0,44a+

3 1,74b+ 0,58b 0,25b

Kitosan (mg L-1) (K)

0 2,42+ 1,04+ 0,40a+

1 2,79+ 1,00+ 0,33b+

2 2,48+ 1,18+ 0,43a+

Interaksi

GXB ** ** **

GXK tn tn tn

BXK tn tn tn

GXBXK tn tn tn

KK DMRT (%) 25,75 12,96 28,73

KK t-Dunnet 26,16 12,95 6,33

Keterangan: tn: tidak berpengaruh nyata, *: berpengaruh nyata pada taraf 5 %, **:

berpengaruh sangat nyata pada taraf 1 %, t :data diolah ditransformasi

ke (x + 0,5)1/2, angka - angka yang diikuti huruf yang sama pada perlakuan

dan peubah yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %. Angka

yang diikuti tanda (+) atau (-) menunjukkan berbeda nyata lebih besar atau

lebih kecil dibanding dengan kontrol berdasarkan uji t-Dunnet dengan taraf

5%.

Page 52: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

40

Analisis Steviosida, Rebaudiosida A, dan Rebaudiosida C

Hasil analisis kandungan metabolit sekunder pada stevia menjadi indikator

terpenting dari semua peubah. Hasil analisis stevia yang ditanam pada media

kontrol menghasilkan kandungan metabolit sekunder yang cukup tinggi, tetapi

tidak lebih tinggi dibandingkan perlakuan 50 g L-1 Gula, 3 mg L-1 BAP, dan tanpa

Kitosan. Perlakuan tersebut menghasilkan kandungan steviosida dan rebaudiosida

A tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya, sedangkan perlakuan 40 g L-1 Gula, 3

mg L-1 BAP, dan tanpa Kitosan menghasilkan kandungan rebaudiosida C tertinggi.

Tabel 17 menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi Gula pada media perlakuan

juga meningkatkan kandungan steviosida dan rebaudiosida A, akan tetapi

cenderung menurun pada kandungan rebaudiosida C. Peningkatan konsentrasi Gula

pada media hingga 40 g L-1 meningkatkan kandungan rebaudiosida C dan menurun

apabila konsentrasi ditingkatkan hingga 50 g L-1. Hal ini didukung oleh penelitian

mengenai pengaruh sukrosa terhadap biosintesis steviol glikosida pada stevia yang

telah dilakukan pada tahun 2011 di India. Percobaan pada penelitian tersebut adalah

perlakuan konsentrasi sukrosa 10, 30, dan 50 g L-1. Hasil penelitian pada percobaan

tersebut menunjukkan bahwa tanaman yang ditanam pada media 10 dan 30 g L-1

sukrosa menghasilkan steviol glikosida yang hampir sama yaitu 165 ng mL-1

sedangkan pada tanaman yang diberikan perlakuan 50 g L-1 sukrosa menunjukkan

kandungan steviol glikosida tertinggi yaitu 750 ng mL-1. Peningkatan konsentrasi

sukrosa hingga 50 g L-1 juga meningkatkan pemicu transkripsi yang juga akan

meningkatkan kandungan steviol glikosida. Peningkatan penambahan konsentrasi

sukrosa pada media secara signifikan meningkatkan gen khusus dalam biosintesis

steviol glikosida (Guleria et al., 2011).

Tabel 17. Pengaruh konsentrasi Gula, BAP, dan Kitosan terhadap kandungan

metabolit sekunder pada stevia in vitro

Perlakuan Steviosida

(%)

Rebaudiosida

A

(%)

Rebaudiosida

C

(%)

Gula

(g L-1)

BAP

(mg L-1)

Kitosan

(mg L-1)

Buffer

A

Buffer

B

Buffer

A

Buffer

B

Buffer

A

30 1 0 0,034 - 0,038 - 0,033

1 1 0,039 - 0,046 - 0,019

1 2 0,047 1,012 0,036 0,177 0,014

2 0 0,038 0,090 0,039 0 0,015

3 0 0,045 - 0,068 - 0,008

40 1 0 0,024 - 0,062 - 0,018

2 0 0,043 0,652 0,039 0,236 0,016

3 0 0,176 2,203 0,093 0,400 0,045

50 1 0 0,047 - 0,037 - 0,011

2 0 0,147 - 0,073 - 0,026

3 0 0,223 - 0,097 - 0,034

Kontrol 0,088 - 0,050 - 0,020 Keterangan: - : sampel tidak dianalisis

Page 53: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

41

Peningkatan konsentrasi BAP meningkatkan kandungan steviosida,

rebaudiosida A, dan rebaudiosida C. Penambahan konsentrasi BAP cenderung

meningkatkan kandungan rebaudiosida A tetapi pada konsentrasi 2 mg L-1 BAP

kandungan rebaudiosida A dan C menurun. Peningkatan konsentrasi BAP

menyebabkan meningkatnya jumlah tunas, jumlah buku, dan jumlah daun.

Tingginya peubah-peubah tersebut berbanding lurus dengan kandungan metabolit

steviosida, rebaudiosida A, dan rebaudiosida C. Semakin tinggi jumlah tunas, buku,

dan daun pada stevia maka kandungan metabolit sekunder pun semakin tinggi.

Adanya penambahan Kitosan meningkatkan kandungan steviosida dan

rebaudiosida A. Penambahan Kitosan 1 mg L-1 dapat meningkatkan kandungan

rebaudiosida A sedangkan penambahan Kitosan 2 mg L-1 dapat menurunkan

kandungan rebaudiosida A. Adanya penambahan Kitosan menurunkan kandungan

rebaudiosida C. Kitosan mampu meningkatkan kandungan steviosida dan

rebaudiosida A. Kitosan merupakan bahan organik kedua terbanyak yang

dihasilkan setiap tahun oleh biosintesis (Alves dan Mano, 2008). Kitosan

mengandung gugus amino primer pada rantai utama. Kitosan adalah polimer dari

2-amino-2 Deoksi-D-glukosa. Kitosan mempunyai kandungan nitrogen lebih dari

7% (Mahatmanti et al., 2010). Adanya gugus amino dan glukosa dapat berguna bagi

enzim-enzim pada biosintesis steviol glikosida. Steviol glikosida pada stevia

disintesis dari kaurene melalui lintasan mevalonate. Lintasan biosintesis steviol

glikosida memiliki 16 tahap yang dikatalisasi oleh enzim-enzim yang berbeda.

Tujuh tahap pertama adalah sintesis isopentenyl difosfat (IPP) dan difosfat

dimethylallyl (DMAPP) bersama lintasan MEP yang disebut biosintesis isoprenoid.

Kemudian 4 tahap biosintesis selanjutnya melibatkan sintesis asam kaurenoic dari

geranylgeranyl difosfat (GGDP) yang memiliki kemiripan dengan lintasan

biosintesis giberelin. Lima tahap terakhir merupakan lintasan biosintesis spesifik

steviol glikosida. Kelima tahap dikatalisasi oleh KAH (kaurenoic acid-13-

hydroxylase) dan 4 UGT (UDP-glycosyltransferases) yang diketahui sebagai

UGT85C2, UGT74G1, UGT76G1, dan satu UGT belum diketahui. Gen-gen pada

tanaman menyandikan enzim-enzim penting dalam lintasan biosintesis steviol

glikosida (Brandle dan Telmer, 2007; Yadav dan Guleria, 2012; Guleria et al.,

2011).

Perbedaan penggunaan column dan pelarut untuk analisis steviosida dan

rebaudiosida memberikan hasil analisis yang berbeda (Tabel 17). Hasil pada Tabel

17 menunjukkan bahwa sampel yang dianalisis dengan menggunakan buffer B

memberikan hasil lebih tinggi hingga sepuluh kali lipat dibandingkan dengan

menggunakan buffer A. Perbedaan penggunaan column juga menyebabkan

perbedaan pada retention time. Retention time adalah waktu yang diperlukan oleh

sebuah molekul senyawa yang dianalisis untuk melintasi column sepanjang x.

Retention time untuk steviosida pada column vertex berkisar pada menit ke 12,067-

12,217 dan retention time rebaudiosida A berkisar pada menit 10,883-11,200.

Sedangkan retention time untuk steviosida pada column zorbax berkisar pada menit

ke 6,460-6,584 dan retention time rebaudiosida A berkisar pada menit ke 6,075-

6,226 (Lampiran 19-21). Adanya Trifluoroacetic acid (TFA) pada buffer B pada

tingkat 0,01% dapat meningkatkan resolusi accesulfame, sakarin, kafein, aspartam,

neotame, asam benzoat, asam sorbic, asam dehydroacetic dan steviosida secara

bersamaan. TFA pada tingkat yang sesuai dapat meningkatkan bentuk puncak

Page 54: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

42

menjadi lebih tajam sehingga adanya TFA dapat meningkatkan efisiensi analisis

(Martono et al., 2016).

Tabel 18. Produksi metabolit total per eskplan berdasarkan bobot kering pada stevia

umur 13 MSP

Perlakuan

Bobot

Basah

(g)

Bobot

Kering

(g)

Metabolit

Sekunder Total

(%)

Produksi

Metabolit Total

(%) Gula BAP Kitosan

(g L-1) (mg

L-1)

(mg

L-1)

Buffer

A

Buffer

B

Buffer

A

Buffer

B

30 1 0 3,18 1,58 0,07 - 0,11 -

1 1 3,69 1,25 0,09 - 0,11 -

1 2 2,82 1,37 0,08 1,19 0,07 1,63

2 0 2,95 1,40 0,08 0,09 0,11 0,13

3 0 3,28 1,32 0,11 - 0,15 -

40 1 0 1,61 0,95 0,09 - 0,09 -

2 0 3,01 1,07 0,08 0,89 0,09 0,95

3 0 0,73 0,13 0,27 2,60 0,04 0,34

50 1 0 2,82 1,20 0,08 - 0,10 -

2 0 3,15 1,49 0,22 - 0,33 -

3 0 1,00 0,17 0,32 - 0,05 -

Kontrol 0,15 0,05 0,14 - 0,01 - Keterangan: Metabolit sekunder total: (Steviosida + Rebaudiosida A) dan produksi

metabolit total : (Bobot kering per eksplan x metabolit sekunder total), - :

sampel tidak dianalisis

Tabel 18 memperlihatkan pengaruh bobot basah dan bobot kering terhadap

kandungan metabolit stevia. Hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan

metabolit total tertinggi didapatkan pada perlakuan Gula 50 g L-1, BAP 3 mg L-1,

dan tanpa Kitosan yaitu 0,32% pada buffer A sedangkan pada buffer B didapatkan

pada perlakuan Gula 40 g L-1, BAP 3 mg L-1, dan tanpa Kitosan yaitu 2,60% dengan

biomassa terendah tetapi menghasilkan metabolit total tertinggi. Tingginya bobot

basah dan bobot kering menurunkan kandungan metabolit sekunder stevia. Bobot

basah dan bobot kering yang tinggi disebabkan adanya kalus pada bagian bawah

planlet. Kalus merupakan sel yang mengalami dediferensiasi. Hasil penelitian yang

dilakukan oleh Bondarev et al. (2001) pada kultur stevia yang berumur 5 minggu

adalah kandungan metabolit tertinggi terdapat pada organ daun yaitu 3300 μg g-1

(0,0000033%) steviosida, 1900 μg g-1 (0,0000019%) rebaudiosida A, dan 700 μg g-

1 (0,0000007%) rebaudiosida C. Kandungan metabolit pada organ batang lebih

rendah apabila dibandingkan dengan organ daun yaitu 800 μg g-1 (0,0000008%)

steviosida, 600 μg g-1 (0,0000006%) rebaudiosida A, dan 100 μg g-1 (0,0000001%)

rebaudiosida C. Sedangkan kandungan metabolit pada kalus stevia tidak diketahui

yaitu 0 μg g-1 (0%) dan kandungan metabolit pada suspensi sel sangat kecil yaitu

15 μg g-1 bobot kering steviosida (0,000000015%), sangat sedikit rebaudiosida A,

dan 0 μg g-1 (0%) rebaudiosida C. Dari penelitian ini diketahui bahwa pembentukan

senyawa metabolit sekunder pada stevia terjadi pada sel yang telah terdiferensiasi

lanjut dan memiliki kloroplas yang sudah berkembang baik dengan grana dan

tilakoid. Sedangkan pada kalus stevia yang berasal dari eksplan daun mengalami

Page 55: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

43

dediferensiasi sehingga semua kloroplas bereorganisasi menjadi proplastid. Sel

somatik yang terdediferensiasi biasanya hanya dapat mensintesis steviol glikosida

dalam jumlah sedikit karena kloroplas yang belum berkembang dengan baik.

KESIMPULAN

Peubah jumlah tunas, jumlah buku, jumlah daun, dan tinggi tanaman nyata

dipengaruhi oleh interaksi Gula, BAP, dan Kitosan. Perlakuan konsentrasi Gula

50 g L-1, BAP 3 mg L-1, dan Kitosan 2 mg L-1 menghasilkan pertumbuhan eksplan

terbaik berdasarkan pada peubah jumlah tunas, jumlah buku, jumlah daun, dan

tinggi tanaman. Hasil analisis kandungan metabolit pada stevia berbanding lurus

dengan daya proliferasi tunas. Semakin tinggi daya proliferasi stevia maka

kandungan metabolitnya juga akan tinggi.

Adanya penambahan Gula, BAP, dan Kitosan nyata mempengaruhi daya

proliferasi berdasarkan peubah jumlah tunas, jumlah buku, jumlah daun, dan tinggi

tanaman dan juga meningkatkan kandungan steviosida dan rebaudiosida.

Kandungan steviosida dan rebaudiosida A tertinggi diperoleh dari perlakuan

Gula 50 g L-1, BAP 3 mg L-1, dan tanpa Kitosan dengan HPLC buffer A yaitu

2,232 mg g-1 (0,223%) untuk steviosida dan 0,965 mg g-1 (0,097%) untuk

rebaudiosida A, dan rebaudiosida C tertinggi didapatkan pada perlakuan Gula 40 g

L-1, BAP 3 mg L-1, dan tanpa Kitosan yaitu 0,453 mg g-1 (0,045%) sedangkan pada

buffer B, perlakuan Gula 40 g L-1, BAP 3 mg L-1, dan tanpa Kitosan memberikan

hasil tertinggi yaitu 22,030 mg g-1 (2,203 %) untuk steviosida dan 4,000 mg g-1

(0,4 %) untuk rebaudiosida A.

Tingginya bobot basah dan bobot kering disertai kalus akan menurunkan

kandungan metabolit sekunder stevia. Perlakuan Gula 50 g L-1, BAP 3 mg L-1, dan

tanpa Kitosan pada buffer A menghasilkan kandungan metabolit sekunder total

tertinggi yaitu 0,32% sedangkan pada buffer B didapatkan pada perlakuan Gula 40

g L-1, BAP 3 mg L-1, dan tanpa Kitosan yaitu 2,60% dengan biomassa terendah

tetapi menghasilkan metabolit total tertinggi. Hasil analisis menunjukkan bahwa

kandungan metabolit yang dianalisis dengan HPLC menggunakan column vertex,

Eurospher 100-5 C18 (250 x 4,6 mm) dan pelarut H2O/MetOH (90:10 pH =3) :

acetonitrile (65:35) : TFA 0,01% (buffer B) memberikan hasil analisis hingga

sepuluh kali lebih tinggi untuk steviosida dan rebaudiosida A dibandingkan dengan

hasil analisis dengan menggunakan column zorbax SB-C18 1,8 μm (100 x 4,6 mm)

dan pelarut buffer phosphat 1,4 mM pH 3 : acetonitrile (70:30) (buffer A).

Page 56: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

44

DAFTAR PUSTAKA

Adari B.R., Alavala S., George S.A., Meshram H.M., Tiwari A.K. and Sarma

A.V.S. 2016. Synthesis of rebaudioside-A by enzymatic transglycosylation

of stevioside present in the leaves of Stevia rebaudiana Bertoni. Food

Chemistry Journal. 200: 154–158.

[AGI] Asosiasi Gula Indonesia. 2014. Kebutuhan Konsumsi Gula 2,9 Juta Ton Per

Tahun. http://asosiasigulaindonesia.org/. [08 Maret 2015].

[AGI] Asosiasi Gula Indonesia. 2016. Produksi Gula Tahun 2016 Sebanyak 2,3 Juta

Ton http://asosiasigulaindonesia.org/ [2 November 2016].

Ahmed B., Hossain M., Islam R., Saha A.K. and Mandal A. 2011. A review on

natural sweetener plant – stevia having medicinal and commercial

importance. Agronomski glasnik 1-2 : 75-92.

Ahmed M.S., Dobberstein R.H. and Farnsworth N.R. 1980. Use of p-

bromophenacyl bromide to enhance ultraviolet detection ofwater-soluble

organic acids (Stevioside and Rebaudioside-B) High performance liquid

chromatography analysis. J. Chromatogra.192: 387–393.

Akin-Idowu, P.E., Ibitoye D.O. and Ademoyegun O.E. 2009. Tissue culture as a

plant production technique for horticulture crops. Afr. J. Biotechnol. 8(16) :

3782-3788.

Alves N.M. and Mano J.F. 2008. Chitosan derivatives obtained by chemical

modifications for biomedical and environmental applications. International

Journal of Biological Macromolecules. 43: 401–414.

Aman N., Hadi F., Fazal S. A., Khalil R., Zamir and Ahmad N. 2013. Efficient

regeneration for enhanced steviol glycosides production in Stevia

rebaudiana (Bertoni). C. R. Biologies. 336 : 486–492.

Azizi A.A.A., Purwito A. dan Wiendi N.M.A. 2012. Induksi proliferasi tunas in

vitro Mentha piperita melalui penambahan BAP dan chitosan hal. 317-322.

Prosiding Simposium dan Seminar Bersama PERAGI-PERHORTI-

PERIPI-HIGI Mendukung Kedaulatan Pangan dan Energi yang

Berkelanjutan; Bogor, 1-2 Mei 2012.

[BB BIOGEN] Balai Besar Litbang Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik

Pertanian. 2012. Regenerasi tanaman secara in vitro dan faktor-faktor yang

mempengaruhi. http://biogen.litbang.pertanian.go.id/. [26 Juni 2015].

Bondarev N., Reshetnyak O. and Nosov A. 2001. Peculiarities of diterpenoid

steviol glycoside production in in vitro cultures of Stevia rebaudiana

Bertoni. J. Plant Sci. 161 :155– 163.

Brandle J.E., Starratt A.N. and Gijzen M. 1998. Stevia rebaudiana: its agricultural,

biological, and chemical properties. Can. J. Plant Sci. 79:527-536.

Brandle J.E. and Telmer P.G. 2007. Steviol glycoside biosynthesis. Phytochemistry.

68: 1855-1863.

Crammer B. and Ikan R. 1986. Sweet glycosides from the stevia plant. Chem Br.

22(10): 915-917

Cronquist A. 1981. Integrated System of Classification of Flowering Plants.

Columbia Univ. Press, USA.

Davies P.J. 2004. Plant Hormones Biosynthesis, Signal Transduction, Action. Publ.

Kluwe Academic Publishers, USA.

Page 57: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

45

Geuns J.M.C. 2003. Molecules of interest: stevioside. J. Phytochem. 64:913-921.

Gomez K.A. dan Gomez, A.A. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian.

UI press, Jakarta.

Guleria P., Kumar V. and Yadav S.K. 2011. Effect of sucrose on steviol glycoside

biosynthesis pathway in Stevia rebaudiana. Asian Journal of Plant Sciences.

10: 401-407.

[IDF] International Diabetes Federation. 2015. Diabetes Facts and Figures.

http://www.idf.org/about-diabetes/facts-figures [2 November 2016].

Kennelly E.J. 2002. Sweet and nonsweet contents of Stevia rebaudiana Bertoni. In.

Kinghorn, AD (Ed.), Stevia, The genus Stevia. Med. Aromat. Plants

Ind. Profiles. 19: 68-85.

Kinghorn A.D. and Soejarto, D. D. 1985. Current status of stevioside as a

sweetening agent for human use. Pages 1–52 in H.Wagner, H. Hikino, and

N. R. Farnsworth, eds. Economic and medicinal plant research. Academic

Press Inc., London, UK.

Kumari M. and Chandra S. 2015. Phytochemical studies and estimation of major

steviol glycocides in varied parts of Stevia rebaudiana. In J. Pharm Pharm

Sci. 7(7) : 62-65.

Laribi B., Rouatbi N., Kouki K. and Bettaieb T. 2012. In vitro propagation of Stevia

rebaudiana (Bert.) – A non caloric antidiabetic medicinal plant.

International Journal of Medicinal and Aromatic Plants. 2(2) : 333-339.

Lestari E.G. 2011. Peranan zat pengatur tumbuh dalam perbanyakan tanaman

melalui kultur jaringan. J. Agrobiogen. 7(1):63-68.

Mahatmanti F.W., Sugiyo W. dan Sunarno W. 2010. Sintesis kitosan dan

pemanfaatannya sebagai anti mikrobia ikan segar. J. Sainteknol. 8(2) : 101-

111.

Martono Y., Riyanto S., Rohman A. and Martono S. 2016. Effect of mobile phase

composition, organic modifier and flow rate on selectivity and retention of

stevioside and rebaudioside A on isocratic RP-HPLC analysis. International

J. of Pharm and Clinical Research. 8(5) : 397-402.

Mathur S. and Shekhawat G.S. 2013. Establishment and characterization of Stevia

rebaudiana (Bertoni) cell suspension culture: an in vitro approach for

production of stevioside. Acta Physiol Plant. 35:931–939.

Mohede J. and Son R.T.M.V. 1999. Stevia rebaudiana (Bertoni) Bertoni [Internet]

Record from Proseabase. de Guzman, C.C. and Siemonsma, J.S. (Editors).

PROSEA (Plant Resources of South-East Asia)

Foundation. http://www.proseanet.org. [15 Maret 2015].

Nasir M. 2002. Bioteknologi Potensi dan Keberhasilannya dalam Bidang Pertanian.

Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Nisak K., Nurhidayati T. dan Purwani K.I. 2012. Pengaruh kombinasi ZPT NAA

dan BAP pada kultur jaringan tembakau Nicotiana tabacum var. Prancak 95.

J. Sains dan Seni Pomits. 1(1) : 1-6.

Nowak B.K., Miczynski K. and Hudy L. 2004. Sugar uptake and utilization

during adventitious bud differentiation on in vitro leaf explant of

wegierka zwykla plum (Prunus domestica). Plant cell Tissue Org.Cult.

76: 255-260.

Page 58: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

46

[PPBBI] Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia. 2009. Stevia.

https://www.iribb.org/index.php?option=com_content&view=article&id=1

31&Itemid=51[26 Desember 2016].

Rathore S., Singh N. and Singh S.K. 2013. Role of sucrose and season on rapid in

vitro regeneration for two stevia genotipes. G.J.B.B. 2 (2): 150-153.

Rodenburg D.L., Alves K., Perera W.H., Ramsaroop T., Carvalho R. and

McChesney J.D. 2016. Development of HPLC analytical techniques for

diterpene glycosides from Stevia rebaudiana(Bertoni) Bertoni: strategies to

scale-up. J. Braz. Chem. Soc. 27(8): 1406-1412.

Rukmana R. 2003. Budi Daya Stevia. Kanisius, Yogyakarta.

Shivanna N., Naika M., Khanum F. and Kaul V. K. 2013. Antioxidant, anti-diabetic,

and renal protective properties of Stevia rebaudiana. Journal of Diabetes

and Its Complications. 27 : 103-113.

Shock C.C. 1982. Experimental cultivation of rebaudi’s stevia in California. Agron.

Prog. Rep. 122 :1-9.

Smith R. H. 2013. Plant Tissue Culture: Techniques and Experiments Third Edition.

Elvesier Inc., Publ. elvesierdirect.com, USA.

Sonia T.A. and Sharma C.P. 2011. Chitosan and its derivatives for drug delivery

perspective. Adv. Polym Sci. 243:23-54.

Sumaryono dan Sinta M.M. 2016. Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Stevia.

Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia.

Supriyadi, Siswandono and Yuwono M. 2016. Method development and validation

for the simultaneous determination of stevioside, rebaudioside-A,

rebaudioside C and dulcoside A contained in Stevia rebaudiana bertoni

using HPLC-ELSD. Int J Pharm Pharm Sci. 8(9): 1-5.

Siddique A.B., Rahman S.M.M. and Hossain M.A. 2012. Chemical composition

of essential oil by different extraction methods and fatty acid analysis of

the leaves of Stevia rebaudiana Bertoni. Arabian J of Chem. 9: 1185–

1189.

Trigiano R.N. and Gray D.J. 2010. Plant Tissue Culture, Development, and

Biotechnology. Taylor & Francis Inc. Publ. CRC Press, USA.

Wattimena G.A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Pusat Antar Universitas

Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Wollaston V.B. 2007. Senescence in plants. Encyclopedia of life science. John

Wiley & Sons, Ltd. www.els.net, UK.

Yadav S.K. and Guleria P. 2012. Steviol glycosides from Stevia: biosynthesis

pathway review and their application in foods and medicine. Critical

Reviews in Food Science and Nutrition. 52:988–998.

Yuwono T. 2006. Bioteknologi Pertanian. Gajah Mada University Press,

Yogyakarta.

Page 59: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

47

LAMPIRAN

Page 60: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

48

Page 61: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

49

Lampiran 1. Komposisi media Murashige and Skoog yang telah dimodifikasi

(1962)

Stok Bahan

Konsentrasi

larutan

(g L-1)

Volume larutan

stok/liter

media (ml)

Konsentrasi

dalam media

(mg L-1)

A NH4NO3 82,500 20 1,650

B KNO3 95,000 20 1.900,000

C H3BO3 1,240

5

6,200

KH2PO4 34,000 170,000

Na2MoO42H2O 0,050 0,250

KI 0,166 0,830

CoCl26H2O 0,005 0,025

D CaCl24H2O4 88,000 5 440,000

E MgSO47H2O 74,000

5

370,000

ZnSO47H2O 1,720 8,600

CuSO45H2O 0,005 0,025

MnSO44H2O 4,460 22,300

F

Na2EDTA

2H2O 3,730 10 37,300

FeSO47H2O 2,780 27,800

Vitamin Thiamin 0,010

10

0,100

Niacin 0,050 0,500

Pyridoxin 0,050 0,500

Glycine 0,200 2,000

Myo Myo Inositol 10,000 10 100,000

Page 62: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

50

Lampiran 2. Kultur planlet stevia umur 13 MSP setelah dikeringkan dengan oven

pada suhu 50 ºC selama 24 jam (konsentrasi Gula G3 = 30 g L-1, G4

= 40 g L-1, G5 = 50 g L-1; konsentrasi BAP B1 = 1 mg L-1, B2 =

2 mg L-1, B3 = 3 mg L-1, dan konsentrasi Kitosan K0 = 0 mg L-1, K1

= 1 mg L-1, K2 = 2 mg L-1).

Page 63: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

51

Lampiran 3. Kurva kromatografi sampel perlakuan kontrol dengan HPLC (buffer

A)

Lampiran 4. Kurva kromatografi sampel perlakuan Gula 30 g L-1, BAP 1 mg L-1,

dan Kitosan 0 mg L-1 dengan HPLC (buffer A)

Page 64: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

52

Lampiran 5. Kurva kromatografi sampel perlakuan Gula 30 g L-1, BAP 1 mg L-1,

dan Kitosan 1 mg L-1 dengan HPLC (buffer A)

Lampiran 6. Kurva kromatografi sampel perlakuan Gula 30 g L-1, BAP 1 mg L-1,

dan Kitosan 2 mg L-1 dengan HPLC (buffer A)

Lampiran 7. Kurva kromatografi sampel perlakuan Gula 30 g L-1, BAP 2 mg L-1,

dan Kitosan 0 mg L-1 dengan HPLC (buffer A)

Page 65: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

53

Lampiran 8. Kurva kromatografi sampel perlakuan Gula 30 g L-1, BAP 3 mg L-1,

dan Kitosan 0 mg L-1 dengan HPLC (buffer A)

Lampiran 9. Kurva kromatografi sampel perlakuan Gula 40 g L-1, BAP 1 mg L-1,

dan Kitosan 0 mg L-1 dengan HPLC (buffer A)

Lampiran 10. Kurva kromatografi sampel perlakuan Gula 40 g L-1, BAP 2 mg L-1,

dan Kitosan 0 mg L-1 dengan HPLC (buffer A)

Page 66: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

54

Lampiran 11. Kurva kromatografi sampel perlakuan Gula 40 g L-1, BAP 3 mg L-1,

dan Kitosan 0 mg L-1 dengan HPLC (buffer A)

Lampiran 12. Kurva kromatografi sampel perlakuan Gula 50 g L-1, BAP 1 mg L-1,

dan Kitosan 0 mg L-1 dengan HPLC (buffer A)

Lampiran 13. Kurva kromatografi sampel perlakuan Gula 50 g L-1, BAP 2 mg L-1,

dan Kitosan 0 mg L-1 dengan HPLC (buffer A)

Page 67: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

55

Lampiran 14. Kurva kromatografi sampel perlakuan Gula 50 g L-1, BAP 3 mg L-1,

dan Kitosan 0 mg L-1 dengan HPLC (buffer A)

Lampiran 15. Kurva kromatografi sampel perlakuan Gula 30 g L-1, BAP 1 mg L-1,

dan Kitosan 2 mg L-1 dengan HPLC (buffer B)

Lampiran 16. Kurva kromatografi sampel perlakuan Gula 30 g L-1, BAP 2 mg L-1,

dan Kitosan 0 mg L-1 dengan HPLC (buffer B)

Page 68: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

56

Lampiran 17. Kurva kromatografi sampel perlakuan Gula 40 g L-1, BAP 2 mg L-1,

dan Kitosan 0 mg L-1 dengan HPLC (buffer B)

Lampiran 18. Kurva kromatografi sampel perlakuan Gula 40 g L-1, BAP 3 mg L-1,

dan Kitosan 0 mg L-1 dengan HPLC (buffer B)

Lampiran 19. Retention time dan area pada sampel analisis untuk steviosida

Steviosida Buffer A

Perlakuan Retention time

(menit) Area

Gula (g L-1) BAP (mg L-1) Kitosan (mg L-1)

30 1 0 6,52 861077

1 1 6,518 973185

1 2 6,509 1179440

2 0 6,483 965834

3 0 6,46 1173256

40 1 0 6,496 602149

2 0 6,48 1095183

3 0 6,578 2261806

50 1 0 6,584 1185431

2 0 6,517 3810598

3 0 6,54 5775467

Kontrol 6,557 2269952

Page 69: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

57

Steviosida Buffer B

Perlakuan Retention time

(menit) Area

Gula (g L-1) BAP (mg L-1) Kitosan (mg L-1)

30 1 0 12,067 32846 2 0 12,167 6554

40 2 0 12,2 25338 3 0 12,217 78286

Lampiran 20. Retention time dan area pada sampel analisis untuk rebaudiosida A

Rebaudiosida A Buffer A

Perlakuan Retention time

(menit) Area

Gula (g L-1) BAP (mg L-1) Kitosan (mg L-1)

30 1 0 6,075 822717

1 1 6,121 997523

1 2 6,128 784055

2 0 6,109 849288

3 0 6,144 1536310

40 1 0 6,076 1359538

2 0 6,138 862624

3 0 6,226 1016324

50 1 0 6,081 806773

2 0 6,152 1619082

3 0 6,154 2122940

Kontrol 6,21 1100381

Rebaudiosida A Buffer B

Perlakuan Retention time

(menit) Area

Gula (g L-1) BAP (mg L-1) Kitosan (mg L-1)

30 1 0 11,05 4107 2 0 10,883 8862

40 2 0 11,183 5824 3 0 11,2 24267

Page 70: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

58

Lampiran 21. Retention time dan area pada sampel analisis untuk rebaudiosida C

Rebaudiosida C Buffer A

Perlakuan Retention time

(menit) Area Gula

(g L-1)

BAP

(mg L-1)

Kitosan

(mg L-1)

30 1 0 7,727 771457

1 1 7,681 439542

1 2 8,361 317809

2 0 8,428 328752

3 0 8,48 178326

40 1 0 8,425 397362

2 0 8,432 377854

3 0 8,491 523895

50 1 0 8,473 245473

2 0 8,367 606567

3 0 8,367 780438

Kontrol 8,468 460326

Lampiran 22. Pengaruh konsentrasi Gula, BAP, dan Kitosan terhadap kandungan

metabolit sekunder pada stevia in vitro

Perlakuan Steviosida

(mg g-1)

Rebaudiosida

A

(mg g-1)

Rebaudiosida

C

(mg g-1)

Gula

(g L-1)

BAP

(mg L-1)

Kitosan

(mg L-1)

Buffer

A

Buffer

B

Buffer

A

Buffer

B

Buffer

A

30 1 0 0,344 - 0,379 - 0,332

1 1 0,385 - 0,456 - 0,191

1 2 0,468 10,12 0,363 1,77 0,142

2 0 0,381 0,90 0,388 0 0,145

3 0 0,449 - 0,679 - 0,079

40 1 0 0,244 - 0,624 - 0,175

2 0 0,429 6,52 0,393 2,36 0,164

3 0 1,756 22,03 0,926 4,00 0,453

50 1 0 0,469 - 0,372 - 0,111

2 0 1,466 - 0,732 - 0,260

3 0 2,232 - 0,965 - 0,335

Kontrol 0,884 - 0,503 - 0,200

Page 71: PRODUKSI STEVIOSIDA DAN REBAUDIOSIDA DENGAN … · benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada ... serta mendapatkan protokol

59

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Indramayu pada tanggal 20 November 1993 dari

almarhum Bapak Nasri Koto dan Ibu Daimani. Penulis anak ke lima dari lima

bersaudara. Penulis adalah lulusan dari SMA Negeri 1 Sindang Indramayu tahun

2011 dan lulus di Program Studi Agronomi dan Hortikultura Institut Petanian Bogor

melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri tertulis tahun 2012.

Selama mengikuti perkuliahan di IPB, penulis aktif mengikuti organisasi

sebagai Sekretaris Himpunan Mahasiswa Agronomi dan Hortikultura (Himagron)

IPB periode 2013/2014 dan sebagai staf divisi komunikasi dan informasi Rohis

Kurma AGH pada tahun 2013. Penulis juga aktif mengikuti kepanitiaan acara

kampus baik di tingkat Departemen AGH, nasional, maupun internasional seperti

Agrosportment V sebagai staf divisi acara, Masa Perkenalan Departemen 50

sebagai staf divisi humas, Musyawarah Nasional Ikatan Mahasiswa Muslim

Pertanian Indonesia 2014 sebagai staf divisi konsumsi, Festival Bunga dan Buah

Nusantara 2014 dan 2015 sebagai staf divisi ekspo dan bursa, dan Agria Youth

Program 2015 sebagai sekretaris. Adapun prestasi akademik yang pernah diraih

yaitu menjadi delegasi IPB pada 2015 Asia Pacific Undergraduate Student Project

Competition di National Pingtung University of Science and Technology, Pingtung,

Taiwan dan meraih Best Oral Presentation Award serta juara ketiga pada event

tersebut yang diikuti oleh peserta dari Indonesia, Taiwan, Thailand, dan Vietnam.

Penulis mengikuti seleksi menjadi volunteer dan mendapatkan Best of Solution for

Nation Essay Pemuda Mendunia pada event Pemuda Mendunia Chapter Malaysia

pada tahun 2017. Penulis juga menjadi asisten praktikum Dasar Bioteknologi

Tanaman strata sarjana pada tahun ajaran 2015/2016 dan tahun ajaran 2016/2017,

asisten praktikum Bioteknologi Tanaman strata pascasarjana pada tahun ajaran

2015/2016, dan asisten praktikum Pembiakan Tanaman strata sarjana pada tahun

ajaran 2015/2016.