53
WORKING PAPER PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari Ferry Syarifudin Retni Cristina S. 2014 WP/13/2014

PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA … BI No.13-2014... · 2 PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari, Ferry …

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA … BI No.13-2014... · 2 PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari, Ferry …

WORKING PAPER

PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI

INDONESIA

G.A. Diah Utari

Ferry Syarifudin

Retni Cristina S.

2014

WP/13/2014

Page 2: PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA … BI No.13-2014... · 2 PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari, Ferry …

1

Simpulan, pendapat, dan pandangan yang disampaikan oleh penulis dalam paper ini merupakan kesimpulan, pendapat, dan pandangan penulis dan bukan merupakan kesimpulan, pendapat, dan pandangan resmi Bank

Indonesia.

Page 3: PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA … BI No.13-2014... · 2 PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari, Ferry …

2

PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA

G.A. Diah Utari, Ferry Syarifuddin, dan Retni Cristina1

Abstrak

Keadaan pasar tenaga kerja dengan karakteristik kelebihan penawaran tenaga kerja di satu sisi dan produktivitas tenaga kerja yang rendah di sisi lain menyebabkan upah menjadi isu sentral dalam bidang ketenagakerjaan. Penelitian ini terutama bertujuan untuk (i) melakukan analisis apakah perkembangan kenaikan upah riil di sektor industri pengolahan masih sejalan dengan perkembangan produktivitas tenaga kerja, (ii) melakukan perhitungan atas besaran upah optimal di sektor industri pengolahan, dan (iii) melakukan analisis mengenai dampak perbedaan upah aktual dan upah optimal terhadap penyerapan tenaga kerja di sektor industri pengolahan. Metode yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian di atas masing-masing adalah metode panel kointegrasi Westerlund, metode panel data dengan metode fixed effect, serta model panel data dinamis. Data

yang digunakan adalah data statistik industri besar dan sedang dengan periode 1998–2009 untuk penghitungan fungsi produksi dan data panel provinsi sektor industri pengolahan dari tahun 2002–2012. Hasil empiris membuktikan bahwa tidak ditemukan adanya hubungan kointegrasi antara produktivitas tenaga kerja dan upah riil pekerja di sektor industri pengolahan. Dari hasil perhitungan upah optimal ditemukan bahwa selama periode pengamatan, sebagian besar provinsi di Indonesia (18–20 provinsi) membayarkan upah aktual kepada pekerja di sektor industri pengolahan lebih besar jika dibandingkan dengan upah optimal. Selanjutnya, hasil empiris membuktikan bahwa semakin besar selisih upah optimal terhadap upah aktual akan berdampak negatif terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri pengolahan. Selain itu, pertumbuhan output sektor manufaktur, serta average years of schooling pada tiap-tiap provinsi berpengaruh positif

terhadap peningkatan jumlah tenaga kerja di sektor industri pengolahan. Ketidakselarasan antara pertumbuhan upah riil dan produktivitas tenaga kerja perlu mendapat perhatian agar tidak memberikan dampak yang negatif terhadap perkembangan ekonomi makro.

Key words : tenaga kerja, upah, industri pengolahan

JEL Classification : E24, L6

1 Peneliti Ekonomi di Pusat Riset dan Edukasi Bank Sentral. Tulisan dalam paper ini

merupakan pandangan penulis dan tidak mencerminkan pendapat Bank Indonesia. Ucapan

terima kasih ditujukan kepada pimpinan PRES Bpk. Iskandar Simorangkir, Bpk. Wijoyo Santoso, dan rekan peneliti PRES serta departemen terkait atas masukan yang konstruktif.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bella Herwanda atas bantuan pengolahan

data. Peneliti dapat dihubungi di [email protected], ferry.s @bi.go.id, dan [email protected]

Page 4: PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA … BI No.13-2014... · 2 PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari, Ferry …

3

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kondisi dinamika ketenagakerjaan yang semakin kompleks, upah

masih tetap menjadi persoalan utama di negara berkembang seperti Indonesia.

Keadaan pasar tenaga kerja dengan karakteristik kelebihan penawaran tenaga kerja

di satu sisi dan mutu angkatan kerja rendah di sisi lain menyebabkan upah menjadi

isu sentral dalam bidang ketenagakerjaan. Realitas masih banyaknya pekerja

berpenghasilan rendah dan minimnya pelindungan sosial telah mendorong

pemerintah untuk menetapkan kebijakan upah minimum. Terdapat beberapa

alasan mengapa pemerintah perlu berperan dalam penetapan upah minimum, yaitu

untuk pemerataan hasil pembangunan dan menjaga daya beli masyarakat terhadap

risiko inflasi. Selain itu kebijakan upah minimum diharapkan dapat meningkatkan

produktivitas pekerja dan perusahaan. Sesuai dengan UU No. 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan, upah minimum ditetapkan oleh gubernur dengan

memperhatikan pemenuhan kebutuhan hidup layak, pertumbuhan ekonomi, dan

produktivitas.

Sumber: BPS

Grafik 1. Upah Minimum Nasional

dan Provinsi

Sumber: ILO dan CEIC, Diolah

Grafik 2. Pertumbuhan Upah Riil dan Produktivitas (2013)

Rata-rata kenaikan upah minimum nominal di Indonesia pada tahun 2013

cukup signifikan, yaitu 19% dari tahun sebelumnya (Grafik 1), tetapi secara riil

kenaikan tersebut lebih kecil. Kenaikan itu merupakan yang tertinggi dalam 8 tahun

terakhir. Kenaikan upah minimum di DKI Jakarta bahkan mencapai 43% dan

membawa pengaruh yang cukup luas, tidak hanya pada wilayah penyangga ibu

Page 5: PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA … BI No.13-2014... · 2 PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari, Ferry …

4

kota, tetapi juga ke wilayah lainnya seperti Riau Kepulauan, Kalimantan Timur, Bali,

dan Bengkulu yang kenaikannya lebih dari 20%. Anglingkusumo et al. (2013) yang

melakukan estimasi terhadap sektor pertanian, industri, dan perdagangan

menemukan bahwa dampak kebijakan upah minimum provinsi (UMP)

ditransmisikan ke upah aktual dalam tahun yang sama.

Walaupun sudah menjadi hak pekerja untuk mendapatkan remunerasi yang

setara dengan upah minimum, tingkat kerentanan dan informalitas yang tinggi di

pasar kerja serta kapasitas pengawasan ketenagakerjaan yang terbatas

menyebabkan sekitar sepertiga dari pekerja memperoleh upah di bawah upah

minimum provinsi2. Dengan penetapan upah minimum, pemerintah berupaya agar

upah yang diterima dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan pekerja dan

keluarganya secara wajar3. Namun, di sisi lain produktivitas tenaga kerja Indonesia

kurang dapat bersaing jika dibandingkan dengan tenaga kerja negara-negara di

ASEAN. Dari Grafik 3 terlihat kenaikan upah riil Indonesia cukup tinggi, sedangkan

produktivitas tenaga kerjanya kurang bersaing. Pada masa akan yang datang,

Indonesia akan terjepit antara negara low income yang masih bisa mengandalkan

ekspor berbasis buruh murah dengan negara high income yang menghasilkan

produk berbasis teknologi tinggi dan inovasi dengan produktivitas tinggi.

Keselarasan antara pertumbuhan upah riil dan produktivitas tenaga kerja

telah dipahami secara luas merupakan kondisi yang dibutuhkan untuk

menciptakan stabilitas makroekonomi. Kondisi tersebut membantu menjaga daya

saing perekonomian serta mencegah tekanan inflasi yang berlebihan. Dalam

kenyataannya peningkatan upah riil di negara-negara emerging market sering

melampaui peningkatan produktivitas. Adanya ketidakselarasan itu di antaranya

bersumber dari terbatasnya tenaga kerja terlatih serta kebijakan upah yang kurang

tepat (Mihaljek dan Saxena, 2010).

Tekanan akan kenaikan upah di satu sisi dapat dimaklumi karena inflasi

yang cukup tinggi telah menggerus pendapatan pekerja berpenghasilan rendah.

2 Berdasarkan laporan ILO, Desember 2013 “Tren Ketenagakerjaan dan Sosial di Indonesia

2013”. 3 Batas kewajaran tersebut dalam Kebijakan Upah Minimum dapat dinilai dan diukur

dengan Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) atau seringkali disebut dengan Kebutuhan

Hidup Layak (KHL). Hal ini diatur dalam Permenakertrans No. 01 Tahun 1999 tentang Upah Minimum Juncto Kepmenakertrans No. 226/MEN/2000 tentang perubahan

beberapa pasal dalam Permenaketrans No. 01 tahun 1999. Upah minimum ditetapkan

berdasarkan pada kebutuhan hidup layak buruh/pekerja lajang dengan masa kerja di

bawah satu tahun.

Page 6: PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA … BI No.13-2014... · 2 PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari, Ferry …

5

Namun, di sisi lain, penetapan kebijakan yang kurang fleksibel menimbulkan dilema

tersendiri bagi pengusaha, khususnya untuk industri padat karya yang upah

buruhnya mendominasi biaya produksi. Kondisi seperti itu dapat mengganggu

keberlangsungan perusahaan. Dari sisi makro, tekanan kenaikan upah yang tidak

diikuti peningkatan produkvitas akan membuat daya saing produk Indonesia

menjadi berkurang. Terlebih lagi dengan akan berlakunya Masyarakat Ekonomi

ASEAN (MEA) 2015 yang aliran jasa, khususnya tenaga kerja kerah putih, akan

diperkenankan untuk berkompetisi di masing-masing negara ASEAN, issue

peningkatan produktivitas menjadi sangat penting. Setelah 2015 bukan tidak

mungkin pasar tenaga kerja yang bebas (free labour market) akan mencakup semua

golongan pekerja.

Sejauh mana aspek produktivitas mempengaruhi kebijakan upah belum

banyak dibahas. Namun, kesadaran akan pentingnya memperhitungkan

produktivitas dalam penetapan upah telah diakomodasi oleh pemerintah. Melalui

Inpres No. 9 Tahun 2013 tentang Kebijakan Penetapan Upah Minimum dalam

Rangka Keberlangsungan Usaha dan Peningkatan Kesejahteraan Pekerja,

pemerintah menginstruksikan kebijakan upah minimum agar diselaraskan dengan

aspek produktivitas dan pertumbuhan ekonomi nasional untuk mewujudkan

keberlangsungan usaha dan meningkatkan kesejahteraan pekerja. Langkah

pemerintah memasukkan elemen produktivitas dalam sistem penghitungan upah

minimum merupakan langkah maju untuk menciptakan keadilan (fairness), baik

bagi pekerja maupun pengusaha. Dari sisi pekerja, sistem upah berbasis

produktivitas akan membuat mereka lebih dihargai dan produktif karena akan

mendapatkan imbalan yang lebih tinggi. Dari sisi perusahaan, upah berbasis

produktivitas akan meningkatkan daya saing produk dan meningkatkan

keuntungan perusahaan. Selanjutnya diharapkan iklim ketenagakerjaan dan

investasi juga semakin baik.

1.2 Perumusan Masalah dan Tujuan Penelitian

Teori ekonomi menyatakan bahwa pertumbuhan agregat upah riil ditentukan

oleh pertumbuhan produktivitas pekerja. Peningkatan upah riil yang tidak sejalan

dengan pertumbuhan produktivitas dalam jangka panjang akan menimbulkan

dampak yang serius, baik dari sisi mikro maupun makro. Dari sisi sektoral,

permasalahan UMP dan produktivitas di sektor industri pengolahan lebih

mendapatkan sorotan karena sektor ini memiliki pangsa terbesar dalam

Page 7: PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA … BI No.13-2014... · 2 PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari, Ferry …

6

perekonomian4 dan merupakan penyedia lapangan kerja terbesar ke-4. Sektor

industri pengolahan yang mampu berkompetisi dalam jaringan rantai produksi

global (global supply chain) akan dapat menjaga kesinambungan pertumbuhan

ekonomi domestik. Oleh karena itu, dalam penelitian ini analisis produktivitas dan

upah tenaga kerja mengacu pada data yang bersumber dari sektor industri

pengolahan.

Dengan perumusan masalah tersebut, pertanyaan penelitian yang ingin

dijawab dari kajian ini adalah sebagai berikut.

1) Bagaimana kondisi pasar tenaga kerja di Indonesia, khususnya sektor industri

pengolahan?

2) Apakah kenaikan upah riil saat ini masih sejalan dengan peningkatan

produktivitas tenaga kerja?

3) Berapakah tingkat upah optimal yang sesuai dengan produktivitas tenaga kerja

di sektor industri pengolahan ?

4) Bagaimana dampak perbedaan upah riil dan upah optimal terhadap penyerapan

tenaga kerja di sektor industri pengolahan?

Dari pertanyaan penelitian tersebut, tujuan penelitian ini dapat dijabarkan

sebagai berikut:

1) melakukan analisis terhadap karakteristik pasar tenaga kerja di Indonesia,

khususnya sektor industri pengolahan;

2) melakukan analisis apakah perkembangan kenaikan upah riil masih sejalan

dengan perkembangan produktivitas tenaga kerja;

3) melakukan perhitungan atas besaran upah optimal di sektor industri

pengolahan; dan

4) melakukan analisis mengenai dampak perbedaan upah aktual dan upah optimal

terhadap penyerapan tenaga kerja di sektor industri pengolahan.

II. STUDI LITERATUR

4 Walaupun dalam perekonomian masih yang terbesar, pangsa sektor manufaktur cenderung

mengalami penurunan dalam sepuluh tahun terakhir. Pada 2013 share sektor

manufaktur terhadap PDB adalah 25,5% menurun dari 26,8% pada 2008 dan 28% pada

2003.

Page 8: PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA … BI No.13-2014... · 2 PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari, Ferry …

7

2.1 Upah dan Produktivitas

Teori Walrasian mengenai keseimbangan pasar tenaga kerja menyatakan

bahwa dalam kondisi tanpa adanya friksi di pasar, pekerja akan menerima upah

sesuai dengan marginal productivity yang diukur dengan unit output. Prinsip yang

serupa juga diterangkan dalam kondisi Solow, yaitu dalam memaksimalkan profit,

perusahaan harus membayar upah riil yang elastisitas dari produktivitas terhadap

upah adalah 1. Jika upah masih di bawah produktivitas, perusahaan akan lebih

untung jika menambah pekerja. Dengan menganggap faktor lain konstan, output per

tenaga kerja yang semakin tinggi akan meningkatkan permintaan tenaga kerja dan

selanjutnya akan meningkatkan kompensasi untuk tenaga kerja sepanjang kurva

labor supply tidak elastis. Dengan berlakunya diminishing return, peningkatan

kompensasi untuk tenaga kerja akan berhenti ketika tidak terjadi lagi peningkatan

produktivitas tenaga kerja.

Keterkaitan antara upah dan produktivitas salah satunya dijelaskan dalam

teori efficiency wage5. Hipotesis dasar dari teori efisiensi upah adalah bahwa

produktivitas pekerja berhubungan positif dengan upah yang diterima. Mankiw

(2003) menyatakan bahwa upah dapat digunakan sebagai pendorong produktivitas

serta motivasi dan memperkuat hubungan kerja antara pengusaha dan tenaga kerja

pada jangka panjang. Oleh karena itu, tingkat upah yang diterima perlu mencukupi

kebutuhan dan besarannya sesuai dengan harapan ekonomis. Jika hubungan

antara upah dan produktivitas ini terjadi, perusahaan akan lebih diuntungkan

dalam membayar upah yang melebihi nilai pasar. Hal itu dimungkinkan karena

upah yang meminimalkan biaya tenaga kerja, kemungkinan bukanlah upah yang

ditentukan pasar. Pengusaha akan keberatan untuk memotong upah meskipun

pada kondisi kelebihan penawaran tenaga kerja karena keuntungan yang didapat

dari pengurangan upah tidak sebanding dengan biaya yang terjadi karena

penurunan produktivitas. Implikasi dari uraian ini dapat dijelaskan pada Gambar

1. Garis ww merupakan tingkat upah yang ditetapkan perusahaan sesuai dengan

kondisi Solow. Pada tingkat upah tersebut jumlah pekerja yang optimal bagi

perusahaan adalah sebesar Nd. Sementara itu, jumlah suplai tenaga kerja pada

tingkat upah sebesar w adalah Ns. Oleh karena itu, terdapat ketidakseimbangan di

5 Teori efficiency wage diperkenalkan oleh Harvey Leibenstein pada 1960-an dan Joseph

Stiglitz pada tahun 1970-an. Ulasan dalam paper ini berdasarkan tulisan dari Katz (2006) dalam paper Efficiency Wage Theories: A Partial Evolution”

Page 9: PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA … BI No.13-2014... · 2 PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari, Ferry …

8

pasar tenaga kerja karena adanya pengangguran sebesar Ns-Nd. Pada kondisi

tersebut, perusahaan tidak memilih untuk menurunkan upah dengan pertimbangan

di atas. Namun, sebagai akibatnya akan mudah terjadi permanent unemployment.

S

W

D

Efficiency Wage

Nd Ns

D

S

Real Wage

Unemployment

Quantity of Labor

Employed

W

Grafik 3. Efficiency Wage

Selain pertimbangan untuk mencegah penurunan produktivitas, alternatif

rasionalisasi dari pembayaran upah di atas upah pasar adalah (i) meminimalkan

biaya turn over dan jumlah pekerja yang keluar dari pekerjaanya. Pada umumnya

besaran upah berkaitan dengan tingkat turn over. Perusahaan dengan upah yang

tinggi umumnya memiliki turn over pegawai yang rendah demikian pula sebaliknya;

(ii) berkompromi dengan keberadaan serikat pekerja guna menciptakan kondisi

berusaha yang lebih kondusif; dan (iii) ekspektasi untuk memperoleh pelamar kerja

yang berkualitas lebih tinggi. Jika kemampuan pekerja heterogen dan jika

kemampuan dan upah berkorelasi positif, perusahaan yang menawarkan upah lebih

tinggi akan menarik pelamar kerja yang berkualitas lebih tinggi. Dalam kondisi

perusahaan tidak bisa mengamati kualitas pelamar dan dilakukan perekrutan

secara acak, upah yang lebih tinggi meningkatkan kemampuan yang diharapkan

dari pekerja (Stiglitz 1976, Weiss 1980).

Adanya distorsi antara upah yang diterima pekerja dengan upah yang berlaku

di pasar juga diterangkan dalam teori insider versus outsider (Lindbeck dan Snower,

Page 10: PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA … BI No.13-2014... · 2 PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari, Ferry …

9

2001). Menurut teori itu pekerja di perusahaan yang disebut insider menggunakan

kekuatannya untuk mendorong upah di atas harga pasar, tetapi perusahaan tidak

berupaya untuk mengganti mereka dengan tenaga kerja baru (outsider) karena biaya

turn over pekerja yang dikeluarkan akan lebih tinggi. Teori insider ini didasarkan

atas beberapa asumsi, yaitu (i) perusahaan menanggung biaya turn over yang tidak

dapat seluruhnya dibebankan kepada pekerjanya, (ii) insider memiliki market power

yaitu support oleh serikat pekerja, (iii) pekerja baru yang bekerja cukup lama di

perusahaan akan berasosiasi dengan biaya turn over pekerja yang sama besarnya

dengan insider dan memiliki kesempatan untuk menegosiasikan kembali upahnya,

(iv) keputusan mengenai tenaga kerja dilakukan sepenuhnya oleh perusahaan. Oleh

karena itu, kebijakan pemerintah terkait exit policy dan peningkatan keahlian

pekerja akan membantu mengurangi kekuatan insider dan memperkuat posisi tawar

outsider.

Menurut Mankiw (2005), keterkaitan antara upah riil dan produktivitas perlu

dilihat dengan hati-hati dengan berdasarkan beberapa pertimbangan. Pertama,

pengukuran upah harus berdasarkan total kompensasi yang meliputi upah dalam

bentuk cash dan kompensasi yang intangible (fringe benefit.) Dalam situasi

kompensasi intangible, seperti dana pensiun dan asuransi kesehatan menjadi

bagian utama dari kompensasi, upah dalam bentuk cash umumnya tidak sejalan

dengan produktivitas. Kedua, pemilihan indeks harga sangat penting karena

produktivitas dihitung berdasarkan data output. Deflator yang tepat untuk

penghitungan adalah deflator harga yang terkait dengan ouput dan bukan deflator

yang terkait dengan konsumsi. Upah riil yang dihitung dengan indeks harga

konsumen (CPI) akan jatuh jika dibandingkan dengan produktivitas. Ketiga, adanya

heterogenitas pekerja. Produktivitas lebih mudah dihitung dengan menggunakan

rata-rata pekerja, yaitu total ouput dibagi dengan total jam kerja. Namun, tidak

semua tipe pekerja memiliki perubahan tingkat produktivitas yang sama dengan

rata-rata. Produktivitas rata-rata (average productivity) lebih sesuai jika

dibandingkan dengan upah riil rata-rata. Keempat, tenaga kerja bukan satu satunya

input faktor produksi, faktor produksi lainnya adalah kapital. Sesuai dengan teori,

pengukuran produktivitas yang tepat untuk menentukan upah riil adalah marginal

product of labor (MPL), yaitu jumlah tambahan output yang dapat dihasilkan dengan

adanya tambahan jumlah pekerja. Dengan standar fungsi produksi Cobb Douglas,

marginal productivity (dY/dL) telah proporsional dengan average productivity.

Page 11: PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA … BI No.13-2014... · 2 PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari, Ferry …

10

Teori ekonomi menyatakan hubungan antara upah riil, produktivitas tenaga

kerja, dan kaitannya dengan share tenaga kerja. Dalam suatu perekonomian yang

mengombinasikan faktor input kapital dan tenaga kerja, output dinyatakan dalam

fungsi Cobb Douglas (1960) sebagai berikut6

𝑌 = 𝐴𝐾𝛼𝐿1−𝛼 ..............................................................................................(1)

dan jika dinyatakan dalam persamaan logaritma dapat dituliskan sebagai

ln 𝑌 = ln 𝐴 + 𝛼𝑙𝑛 𝐾 + 𝛽 ln 𝐿, 𝛼 + 𝛽 = 1…………………………………...................(2)

Keterangan: Y = total output, L = input tenaga kerja, dan K = input kapital; A = indeks

agregat teknologi atau sering disebut dengan TFP (total factor productivity). 𝛼, 𝛽

adalah share dari kapital dan tenaga kerja terhadap output. Nilai 𝛼, 𝛽, dan A

merupakan estimasi statistik dari persamaan. Perubahan nilai A menunjukkan

adanya perubahan/shifting dari hubungan antara agregat output dan agregat input

yang disebabkan oleh perubahan teknologi (seperti perubahan efisiensi dan/atau

perubahan skala operasi perusahaan). Persamaan ini menggunakan asumsi sebagai

berikut.

i) Perubahan teknologi adalah eksogen artinya ditentukan di luar model. Jumlah

tenaga kerja dan kapital tidak memiliki dampak terhadap perubahan teknologi.

ii) Constant return to scale artinya peningkatan faktor produksi akan mendorong

peningkatan output dalam proporsi yang setara sehingga nilai 𝛼 berada dalam

rentang 0 dan 1.

iii) Adanya diminishing return pada faktor produksi. Dengan menganggap faktor lain

konstan, penambahan faktor produksi berakibat pada menurunnya marginal

product dari faktor yang digunakan. Penambahan faktor produksi (tenaga kerja)

pada titik tertentu hanya akan memberikan tambahan yang terbatas pada

peningkatan output. Dengan membuat turunan pertama dari persamaan (1)

terhadap tenaga kerja akan didapat persamaan (3). Dengan persamaan ini

peningkatan jumlah tenaga kerja akan menurunkan marginal product of labor.

𝜗𝑌

𝜗𝐿=

𝐴𝐾𝛼(1−𝛼)

𝐿𝛼 .............................................................................................(3)

iv) Perfect competition. Tenaga kerja dan kapital berkompetisi secara bebas dan

transaksi untuk peralihan keduanya tidak signifikan. Marginal revenue of product

6 Rumusan ini mengacu pada penurunan rumus yang terdapat dalam paper Sharpe et al.

(2008).

Page 12: PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA … BI No.13-2014... · 2 PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari, Ferry …

11

(marginal product of labor x harga output) untuk setiap faktor produksi sama

dengan kompensasinya. Setiap perusahan akan merekrut pekerja sampai pada

suatu titik, yaitu marginal product yang dihasilkan dari setiap tambahan jam

kerja akan sama dengan biaya yang dikeluarkan. Dengan menggunakan

persamaan (3), hubungan antara marginal product of labor (MPL) dengan upah

riil (𝑤𝑟) yang optimal adalah

𝜗𝑌

𝜗𝐿= 𝑀𝑃𝐿𝑎𝑏𝑜𝑟 = 𝑤𝑟 ...................................................................................(4)

Karena dalam perekonomian nyata perfect competition tidak atau jarang terjadi,

tenaga kerja tidak mendapatkan marginal product, tetapi mendapatkan marginal

revenue of product (MRP), yaitu tambahan revenue dari setiap tambahan jam kerja.

Dengan mengombinasikan persamaan (1) dengan harga output 𝑃𝑦, diperoleh nilai

output nominal sebagai berikut

𝑌𝑛𝑜𝑚 = 𝑃𝑦𝐴𝐾𝛼𝐿1−𝛼 .....................................................................................(5)

Output Y dinyatakan dalam nominal. Marginal revenue of product dinyatakan sebagai

𝜗𝑌𝑛𝑜𝑚

𝜗𝐿=

𝑃𝑦𝐴𝐾𝛼(1−𝛼)

𝐿𝛼 = 𝑀𝑅𝑃𝐿𝑎𝑏𝑜𝑟 = 𝑃𝑦 ∗ 𝑤𝑟 = 𝑊.................................................(6)

W adalah upah nominal yang dinyatakan dalam Rp/jam kerja, berbeda dengan upah

riil (𝑤𝑟) yang dinyatakan dalam unit output. Untuk mengonversi upah nominal

menjadi upah riil, nilai W dibagi dengan harga output menjadi

𝑊

𝑃𝑦= 𝑤𝑟.....................................................................................................(7)

Produktivitas tenaga kerja diukur dengan rata-rata produktivitas tenaga kerja

riil yang diperoleh dari output riil Y dibagi dengan L, jumlah waktu kerja pegawai.

𝐿𝑎𝑏𝑜𝑢𝑟 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑦 = 𝑌

𝐿............................................................................(8)

Dengan menyubstitusi persamaan (1) ke dalam persamaan (8) akan dihasilkan

𝐿𝑎𝑏𝑜𝑢𝑟 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑦 = 𝑌

𝐿=

𝐴𝐾𝛼𝐿1−𝛼

𝐿= 𝐴 (

𝐾𝛼𝐿

𝐿.𝐿𝛼)

𝐿𝑎𝑏𝑜𝑟 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑦 = 𝐴 (𝐾

𝐿)

𝛼= 𝛾 .............................................................(9)

Dengan asumsi bahwa perekonomian yang beroperasi menggunakan constant return

to scale dan menerapkan kerangka pasar tenaga kerja dengan menggunakan dasar

neo-classicial (Blanchard dan Katz, 1997), marginal product of labor sama dengan

average product of labor. Oleh karena itu, upah riil sama dengan labor productivity

Page 13: PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA … BI No.13-2014... · 2 PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari, Ferry …

12

𝑤𝑟 = 𝐴 (𝐾

𝐿)

𝛼...............................................................................................(10)

Selain itu, diketahui bahwa total kompensasi bagi Labor (𝑌𝑙) adalah upah nominal

per jam kerja (W) dikalikan dengan total waktu kerja (L)

𝑊 ∗ 𝐿 = 𝑌𝑙 ..............................................................................................(11)

𝐿𝑎𝑏𝑜𝑟 𝑠ℎ𝑎𝑟𝑒 = 𝑌𝑙

𝑌= 1 − 𝛼 = 𝜑 ...................................................................(12)

Dengan membagi pembilang dan penyebut pada persamaan (12) masing-masing

dengan perkalian harga output (𝑃𝑦) dan jumlah waktu kerja (L), 𝑌𝑙 = 𝑊 ∗ 𝐿 akan

menghasilkan

(𝑊∗𝐿

𝑃𝑦∗𝐿)

(𝑌

𝑃𝑦∗𝐿)

= 𝜑................................................................................................(13)

𝑊

𝑃𝑦= 𝜑 ∗ (

𝑌

𝑃𝑦∗𝐿).........................................................................................(14)

𝑟𝑒𝑎𝑙 𝑤𝑎𝑔𝑒 = 𝑙𝑎𝑏𝑜𝑟 𝑠ℎ𝑎𝑟𝑒 𝑥 𝑙𝑎𝑏𝑜𝑟 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑦 ..........................................(15)

Jika persamaan (14) dinyatakan dalam logaritma dan derivasi dari waktu, akan

diperoleh upah riil optimal sebagai berikut:

𝑙𝑛 𝑤𝑟 = ln (𝜑) + ln (𝑀𝑃𝐿) .........................................................................(16)

Uraian mengenai hubungan antara upah optimal dan produktivitas di atas

didasarkan atas share tenaga kerja yang diperoleh dari fungsi produksi dengan

menggunakan dua input, yaitu kapital (K) dan tenaga kerja (L). Penggunaan 4 jenis

faktor produksi yang meliputi kapital (K), tenaga kerja (L), energi (E), dan bahan

baku (M) dalam fungsi produksi untuk mengestimasi share keempat faktor produksi

di antaranya terdapat dalam paper Berndt dan Wood (1975). Keduanya

menggunakan pendekatan translog cost function. Lebih lanjut, fungsi produksi

diasumsikan constant return to scale dan setiap technical change yang

mempengaruhi K, L, E, dan M adalah Hicks-neutral7. Metode cost function

menggunakan pendekatan optimisasi biaya produksi. Perbedaan production function

dan cost function terletak pada asumsi yang digunakan. Pada pendekatan cost

function, biaya produksi dan jumlah input dianggap endogen sementara harga input

serta tingkat output adalah eksogen. Oleh karena itu, ketika tingkat ouput dan harga

input dianggap eksogen, umumnya penggunaan metode cost function yang

7 Hicks-neutral: setiap perubahan tidak mempengaruhi komposisi keseimbangan labor dan

kapital dalam fungsi produksi.

Page 14: PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA … BI No.13-2014... · 2 PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari, Ferry …

13

menggunakan harga input sebagai variabel regresi lebih disukai. Hasil empiris dari

penggunaan 4 faktor produksi dengan asumsi constant return to scale dalam paper

Berndt dan Wood adalah parameter 𝛼𝐾 , 𝛼𝐿 , 𝛼𝑀 , dan 𝛼𝐸8 masing-masing sebesar

0,0564, 0,2539, 0,6455, dan 0,0442.

Adanya deviasi upah riil dari marginal productivity of labor dalam jangka

pendek dapat berimplikasi pada profit margin perusahaan pada skala mikro.

Sementara itu, dalam skala makro, kondisi itu dapat berpengaruh pada

menurunnya penyerapan tenaga kerja dan penciptaan lapangan kerja (Klein, 2013).

Beberapa penelitian yang diuraikan di bawah ini menerangkan hubungan antara

produktivitas tenaga kerja dan upah riil.

Dritsakis (2001) melakukan analisis kausalitas multivariat antara upah riil,

CPI, produktivitas tenaga kerja, tingkat pengangguran, dan GDP berdasarkan model

VECM dengan menggunakan data periode 1960 sampai 2000 di Yunani. Dalam

penelitian itu ditemukan ada hubungan kausalitas yang kuat antara upah riil dan

produktvitias tenaga kerja dan tingkat pengangguran serta antara tingkat

pengangguran dan produktivitas tenaga kerja. Bildiricci (2008) melakukan

penelitian untuk melihat hubungan jangka panjang antara upah dan produktivitas

di Turki pada periode 1990–2007. Hasil empiris membuktikan bahwa hipotesis

adanya hubungan linier dalam jangka panjang antara produktivitas tenaga kerja

dan upah ditolak. Selanjutnya dengan menggunakan TAR cointegration approach

ditemukan hubungan jangka panjang yang tidak linier antara upah dan

produktivitas. Weber (2009) juga menemukan bahwa hubungan jangka panjang

antara upah riil dan produktivitas terbukti setelah dilakukan tes pengujian adanya

struktural break. Klein (2013) melakukan penelitian mengenai hubungan antara

upah riil dan produktivitas kerja dengan menggunakan analisis panel data antara

Afrika Selatan dan beberapa negara emerging dan negara maju9 pada periode 1996–

2009. Hasil empiris menunjukkan bahwa upah riil memiliki hubungan positif dan

signifikan terhadap produktivitas dalam jangka panjang walaupun elastisitas

keduanya di bawah 1 yang berarti peningkatan upah cenderung didorong oleh faktor

lain. Persamaan jangka pendek juga menemukan bahwa periode penyesuaian

deviasi terhadap titik keseimbangangannya cukup lama. Selain itu dalam analisis

8 𝛼𝐾 , 𝛼𝐿 , 𝛼𝑀, dan 𝛼𝐸 masing-masing adalah share untuk kapital, tenaga kerja, bahan baku,

dan energi. 9 Sampel negara yang digunakan adalah Argentina, Brazil, Chile, Cina, Colombia, Hungaria,

Indonesia, Israel, Korea, Malaysia, Mexico, Peru, Philippines, Polandia, Rusia, Thailand,

Turkey, Ukraina, dan India.

Page 15: PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA … BI No.13-2014... · 2 PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari, Ferry …

14

ditemukan adanya dampak negatif dari peningkatan upah riil terhadap sektor

informal yang terjadi proses subtitusi antara pekerja nonformal dan pekerja formal.

Goh dan Wong (2010) melakukan penelitian mengenai hubungan produktivitas,

upah, dan unemployment dengan data time series dari tahun 1970–2005 di Malaysia.

Hasil penelitian itu menunjukkan ada hubungan kointegrasi jangka panjang antara

upah riil dan produktivitas. Selanjutnya ditemukan elastisitas produktivitas upah

riil lebih besar dari 1 (upah riil sangat responsif terhadap perubahan produktivitas

tenaga kerja), yang menunjukkan adanya lag antara peningkatan produktivitas

pekerja dan kenaikan upah riil.

Penelitian yang mengunakan data sektor manufaktur untuk melihat

hubungan antara upah riil dan produktivitas tenaga kerja di antaranya dilakukan

oleh (i) Strauss dan Wohar (2004) untuk sektor manufaktur US, (ii) Tang (2012)

untuk sektor manufaktur Malaysia pada periode 1980–2009, dan (iii) Niyak dan

Patra (2013) untuk sektor manufaktur India pada periode 1999–2009. Strauss dan

Wohar menemukan adanya hubungan kointegrasi dalam jangka panjang antara

upah riil dan produktivitas tenaga kerja pada hampir sebagian besar subsektor

industri dan sebagian lainnya tidak memiliki hubungan tersebut. Penelitian dengan

data Malaysia menggunakan uji kointegrasi Johansen dan hasil empiris

mengindikasikan bahwa hubungan antara kedua variabel tersebut tidak bersifat

linier, tetapi menunjukkan hubungan kuadratik (inverted U-shaped curve). Oleh

karena itu, hubungan upah riil dan produktivitas tenaga kerja adalah non-

monotonic. Penelitian dengan data India menunjukkan hubungan korelasi positif di

antara kedua variabel tersebut.

2.2 Upah Minimum

Tujuan upah minimum secara umum adalah untuk aspek pemerataan

(distribusi), yaitu untuk meyakinkan bahwa golongan pekerja dengan keahlian

terbatas (low skill worker) dapat menerima kompensasi yang cukup untuk

memenuhi kebutuhan sehari hari. Namun, kebijakan upah minimum telah

mengundang banyak perdebatan. Kritik standar adalah bahwa kebijakan upah

minimum dapat menggusur tenaga kerja dengan keahlian terbatas (low skilled

worker) dari sektor pekerjaan formal sehingga kebijakan ini dapat menjadi

kontraproduktif terhadap upaya untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk

(Kauffman, 1986). Kebijakan upah minimum yang merupakan intervensi dari

pemerintah dapat menjadikan pasar tenaga kerja menjadi kurang fleksibel dan

Page 16: PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA … BI No.13-2014... · 2 PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari, Ferry …

15

dalam jangka panjang dapat memiliki efek pada berkurangnya penciptaan lapangan

kerja dan meningkatnya pengangguran.

Dampak upah minimum sejatinya bergantung pada karakteristik pasar

tenaga kerja apakah kompetitif atau nonkompetitif. Dalam pasar tenaga kerja yang

perfectly competitive, banyak perusahaan berkompetisi untuk mencari pekerja.

Perusahaan tidak memiliki kekuatan untuk menentukan upah, tetapi pasar yang

menentukan upah. Dalam kondisi ini, jika suatu perusahaan berdeviasi dari upah

yang ditetapkan pasar, perusahaan tersebut akan mengalami kerugian dalam

jangka panjang. Di sisi lain terdapat labor market yang nonkompetitif dan sering

disebut dengan monopsonic market. Dalam monopsonic market terdapat satu

perusahaan (major employer) yang memiliki kekuatan untuk mengatur upah tanpa

kuatir kehilangan pekerja dan kompetisi. Dampak upah minimum dalam kondisi

competitive dan monopsonistic labor market digambarkan dalam Grafik 4 dan Grafik

5 berikut.

Wa

ge

Labor demand Labor supply

N1 N*N

W*

W1

N2

Unemployment

Grafik 4. Competitive Labor Market

Wa

ge

Marginal product

of laborLabor supply

Nm N*N

Marginal cost

of labor

Wo

Wm

A

BW1

Grafik 5. Monopsonistic Labor Market

Perbedaan antara pasar tenaga kerja yang competitive dan monopsonic adalah

pada kurva supply tenaga kerja. Kurva supply untuk pasar tenaga kerja yang

kompetitif adalah perfectly elastic, yang berarti perusahaan dapat merekrut pekerja

sebanyak yang diinginkan pada harga pasar. Restaurant dan supermarket adalah

salah satu contoh competitive firm dalam labor market. Dalam pasar tenaga kerja

yang kompetitif, besaran upah sama dengan marginal product of labour (MPL). Dari

Grafik 4, upah keseimbangan dalam pasar yang kompetitif adalah pada w*. Pada

Page 17: PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA … BI No.13-2014... · 2 PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari, Ferry …

16

tingkat upah kurang dari w*, permintaan akan lebih tinggi daripada supply sehingga

akan mendorong upah bergerak menuju w*. Demikian pula halnya jika upah lebih

besar dari w*, upah akan bergerak menuju titik keseimbangannya. Apabila

pemerintah menerapkan kebijakan yang mewajibkan pemberian upah minimum

sebesar w1, pada kondisi upah yang lebih tinggi ini permintaan terhadap pekerja

akan menurun, yaitu dari N* ke N1, sedangkan supply pekerja meningkat dari N*

menjadi N2. Akibatnya terjadi ketidakseimbangan di pasar tenaga kerja. Pekerja

yang sangat membutuhkan pekerjaan akan bersedia untuk dibayar di bawah upah

minimum, tetapi tidak mendapatkan pekerjaan. Di lain pihak, perusahaan bersedia

untuk memberikan upah yang lebih rendah untuk pekerja, tetapi terkendala oleh

ketentuan pemerintah. Akibatnya kenaikan upah minimum akan meningkatkan

pengangguran.

Supply curve yang dihadapi perusahaan monopsonic adalah upward sloping.

Tingkat upah optimum bagi perusahaan monopsonic adalah Wo, yaitu marginal

product of labor = labor supply. Perusahaan dapat memaksimalkan profitnya ketika

biaya untuk merekrut tambahan pekerja (marginal cost of labour) sama dengan

tambahan output yang dihasilkan (MCL = MPL). Oleh karena itu, tingkat employment

yang ideal untuk perusahaan monopsonic adalah di Nm. Dengan karakteristik yang

monopsonic tersebut perusahaan dapat mengenakan tingkat upah sebesar Wm yang

lebih rendah dari upah kompetitif Wo atau upah W1. Jika akan merekrut lebih

banyak pekerja menjadi Nm, perusahaan akan mengurangi profit perusahaan.

Apabila pemerintah menetapkan kebijakan upah minimum misalnya sebesar Wo,

kurva marginal cost of labor akan menjadi lebih datar sehingga berpotongan dengan

kurva labor supply. Hal itu terjadi karena biaya untuk tambahan pekerja adalah

sebesar upah minimum (sepanjang perusahaan tidak ingin untuk merekrut pekerja

lebih dari jumlah yang bersedia bekerja pada atau di bawah upah minimum ini).

Dalam kondisi monopsonic ini kebijakan upah minimum akan berdampak positif,

yaitu meningkatkan employment dengan mengurangi efek negatif dari kekuatan

monopsonic.

Dampak kebijakan upah minimum dapat ditemukan dalam beberapa

literatur. Untuk kasus di negara maju, hasil empiris secara umum menyatakan

bahwa kebijakan upah minimum berdampak negatif terhadap penyerapan tenaga

Page 18: PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA … BI No.13-2014... · 2 PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari, Ferry …

17

kerja10. Dengan adanya tekanan kenaikan upah dan rigiditas ketentuan

perburuhan, perusahaan dapat (i) merekrut tenaga kerja dalam jumlah yang lebih

rendah, (ii) mengganti pekerja dengan mesin, (iii) mengurangi insentif, serta (iv)

merelokasi perusahaan ke tempat lain. Pihak yang paling dirugikan dari kebijakan

tersebut adalah tenaga kerja baru, wanita dengan pengalaman kerja minimal, serta

mereka yang produktivitasnya terlalu rendah untuk menyesuaikan dengan tuntutan

upah baru. Pihak lain yang juga dirugikan adalah konsumen karena kenaikan upah

akan mendorong kenaikan biaya produksi sehingga harga barang berpeluang untuk

meningkat, sedangkan pihak yang diuntungkan adalah pegawai dengan

produktivitas rendah yang sudah berada dalam perusahaan karena mendapatkan

proteksi dari kebijakan ini.

Dalam kasus Indonesia, Alatas (2008) meneliti dampak kebijakan upah

minimum pada industri garmen serta kulit skala besar dan kecil. Hasil penelitian

membuktikan tidak ada dampak negatif dari kebijakan itu terhadap penyerapan

tenaga kerja oleh industri dengan skala besar, tetapi kebijakan itu berdampak

signifikan pada industri kecil. Penelitian lainnya dilakukan oleh Carpio et al. (World

Bank, 2012). Dengan menggunakan data survei dari Statistik Industri untuk

rentang waktu 1993 s.d. 2006 ditemukan bahwa dampak upah minimum terhadap

penyerapan tenaga kerja adalah positif jika menggunakan data panel provinsi (fixed

effects perusahaan) dan negatif jika menggunakan data panel perusahaan (fixed

effects perusahaan). Adanya anomali hasil ini menurut Carpio karena adanya

permasalahan endogeneity bias dalam persamaan. Dengan menggunakan data

panel perusahaan diperoleh hasil bahwa kebijakan upah minimum berdampak

negatif terhadap penyerapan tenaga kerja, khususnya di perusahaan kecil dan

pekerja yang kurang berpendidikan. Pengaruh negatif itu lebih kuat terjadi pada

pekerja di divisi bukan produksi dan pada pekerja wanita.

10Rocheteau dan Murat Tasci (2007) dan Elgrably (2006). Dalam tulisan ini dirangkum

beberapa hasil studi empiris mengenai dampak kebijakan upah minimum di US dan

Kanada.

Page 19: PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA … BI No.13-2014... · 2 PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari, Ferry …

18

III. KONDISI KETENAGAKERJAAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN

Indonesia dengan jumlah penduduk yang tinggi memiliki pasar tenaga kerja

yang sangat besar. Jumlah penduduk Indonesia selama tahun 2000 hingga tahun

2013 mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 1,35 persen per tahun. Pada tahun

2013 jumlah penduduk mencapai 248 juta jiwa, tumbuh 23,64 persen dari jumlah

penduduk tahun 2000. Menurut Kemenakertrans11, secara struktural angkatan

kerja merupakan bagian dari penduduk usia kerja sehingga jumlah angkatan kerja

sangat tergantung pada jumlah penduduk usia kerja yang masuk ke dalam

angkatan kerja. Jumlah angkatan kerja setiap tahunnya terus mengalami

peningkatan sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk usia kerja.

Peningkatan angkatan kerja Indonesia yang mencapai 118,19 juta orang pada 2013,

tumbuh 23,57 persen dari jumlah angkatan kerja pada tahun 2000 atau sekitar

1,6% per tahun. Pertumbuhan angkatan kerja cenderung mengalami penurunan

dalam lima tahun terakhir (Grafik 6). Apabila ditinjau dari penyebarannya, sebagian

besar angkatan kerja berada di pulau Jawa, yaitu sekitar 59%, di pulau Sumatra

19%, dan sisanya tersebar di pulau-pulau lainnya. Selain itu tenaga kerja produktif

masih didominasi oleh kaum pria (Grafik 7).

Sumber: Sakernas

Grafik 6. Jumlah dan

Pertumbuhan Angkatan Kerja Produktif

Sumber: Sakernas

Grafik 7. Penyebaran Angkatan Kerja Produktif (2013)

Sektor industri pengolahan hampir sebagian besar berada di pulau Jawa

dengan komposisi terbesar berada Jawa Barat, diikuti Jawa Timur, dan DKI Jakarta

11 Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Page 20: PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA … BI No.13-2014... · 2 PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari, Ferry …

19

(Grafik 8). Hal itu tidak mengherankan karena selain faktor infrastruktur yang lebih

lengkap, Pulau Jawa juga menyediakan lebih banyak tenaga kerja produktif jika

dibandingkan dengan pulau lain. Sektor manufaktur merupakan sektor terbesar ke-

4 penyerap tenaga kerja setelah sektor pertanian, sektor perdagangan-hotel-

restoran dan sektor keuangan-sewa-jasa (Grafik 9) dengan rata-rata kisaran sebesar

12%–13%. Selanjutnya apabila ditinjau dari kualitas tenaga kerja, produktivitas

tenaga kerja sektor manufaktur sekitar 5–6 kali produktivitas sektor pertanian

(Grafik 10). Produktivitas tenaga kerja berdasarkan sektor ekonomi terbesar berada

pada sektor pertambangan, kemudian diikuti sektor keuangan-sewa-jasa, sektor

listrik-gas-air bersih, sektor transportasi dan komunikasi, serta sektor industri

pengolahan.

Sumber: Kementerian Perindustrian

Grafik 8. Penyebaran Perusahaan

Sektor Industri Pengolahan

Sumber: CEIC

Grafik 9. Penyerapan Tenaga Kerja

per Sektor Ekonomi

Sumber : CEIC

Grafik 10. Produktivitas Tenaga Kerja (Relatif terhadap Sektor

Pertanian)

Sumber : Sakernas

Grafik 11. Tingkat Pendidikan

Tenaga Kerja Sektoral

Page 21: PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA … BI No.13-2014... · 2 PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari, Ferry …

20

Tenaga kerja pada sektor industri pengolahan masih didominasi oleh pekerja

dengan tingkat pendidikan hingga SMA (Grafik 11). Tenaga kerja berpendidikan

tinggi lebih banyak terserap ke sektor jasa, keuangan, serta sektor perdagangan.

Tingkat pendidikan mempengaruhi besaran tingkat upah yang diterima oleh

pekerja. Dari Grafik 12 terlihat bahwa sektor yang didominasi pekerja dengan

tingkat pendidikan rendah umumnya memiliki tingkat upah yang lebih rendah.

Sektor pertanian memiliki tingkat upah terendah. Tingkat upah nominal pada sektor

industri pengolahan hampir setara dengan sektor perdagangan-hotel-restoran dan

sektor konstruksi, tetapi dalam dua tahun terakhir relatif lebih tinggi. Walaupun

sudah mengalami peningkatan, upah pada sektor industri pengolahan jauh lebih

kecil jika dibandingkan dengan sektor pertambangan, sektor keuangan, dan sektor

jasa.

Sumber : CEIC

Grafik 12. Upah Nominal Tenaga Kerja Sektoral

Sumber : CEIC

Grafik 13. Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Klasifikasi Industri

Sumber : BPS, diolah

Grafik 14. Unit Biaya Tenaga Kerja

Berdasarkan Klasifikasi Industri

Sumber : BPS, diolah

Grafik 15. Produktivitas Tenaga

Kerja Berdasarkan Klasifikasi Industri

Page 22: PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA … BI No.13-2014... · 2 PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari, Ferry …

21

Apabila dipilah dalam beberapa klasifikasi industri sesuai dengan

penggunaan standar ISIC12, sebagian besar tenaga kerja umumnya bekerja di sektor

industri jenis unskilled labor intensive dan paling sedikit berada di industri jenis

footloose capital intensive (Grafik 13). Industri yang tergolong unskilled labor

intensive adalah tekstil, pakaian jadi, furnitur, serta pencetakan, reproduksi media,

dan rekaman. Industri yang tergolong footloose capital intensive adalah barang logam

bukan mesin dan peralatannya, komputer, barang elektronik dan optik, serta mesin

dan perlengkapannya. Rata-rata biaya tenaga kerja pada kelompok industri yang

tergolong unskilled labor intensive merupakan yang paling rendah jika dibandingkan

dengan jenis industri lainnya (Grafik 14). Dalam data 4 tahun terakhir, yaitu sejak

tahun 2010 biaya tenaga kerja pada jenis resource based-labour intensive meningkat

cukup signifikan. Industri ini meliputi industri makanan, minuman, dan kayu. Hal

itu menunjukkan bahwa kompensasi untuk biaya tenaga kerja dipengaruhi oleh

kompetensi tenaga kerja. Rendahnya biaya tenaga kerja untuk sektor unskilled

labour intenstive sejalan dengan produktivitas tenaga kerja yang juga relatif rendah

jika dibandingkan dengan sektor lainnya. Produktivitas tenaga kerja tertinggi

dimiliki oleh sektor industri footloose capital intensive walaupun cenderung

menurun dalam tahun-tahun terakhir (Grafik 15).

Terkait dengan penerapan upah minimum, masih cukup banyak sektor

industri di daerah yang belum menerima upah di atas upah minimum provinsi yang

ditetapkan pada tahun 2012, yaitu Aceh, Sumut, Sumbar, Jambi, Sumsel,

Bengkulu, Lampung, Bali, NTB, NTT, Sulut, Sulsel, dan Sulteng (Grafik 16). Dalam

penelitian oleh Anglingkusumo (2012), upah minimum provinsi ditransmisikan

dalam tahun yang sama pada upah aktual di sektor provinsi. Hal ini terlihat dari

korelasi antara UMR dan upah aktual sektor manufaktur riil yang cenderung

meningkat dalam tiga tahun terakhir (Grafik 17).

12 Kelompok industri berdasarkan kategori ISIC (international standar industry classification)

dibedakan dalam lima kelompok, yaitu (i) unskilled labour intensive, (ii) resource based-labour intensive, (iii) resource based-capital intensive, (iv) electronics, and (v) footloose capital intensive.

Page 23: PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA … BI No.13-2014... · 2 PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari, Ferry …

22

Sumber : CEIC

Grafik 16. Penerapan Upah Minimum Regional di Sektor

Industri Pengolahan

Sumber : BPS

Grafik 17. Korelasi Antara Upah Aktual Sektor Industri Pengolahan

Riil dengan UMR riil

Page 24: PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA … BI No.13-2014... · 2 PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari, Ferry …

23

IV. METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Hubungan antara Upah Riil dan Produktivitas Pekerja

Untuk melihat hubungan jangka panjang antara upah riil dan produktivitas

pekerja, metodologi yang akan digunakan adalah panel cointegration. Prakondisi

yang dibutuhkan dalam estimasi dengan panel cointegration adalah variabel yang

digunakan memiliki unit root yang diuji dalam uji panel unit root. Terdapat beberapa

pendekatan untuk melakukan uji panel unit root, yaitu uji Levin and Lin (1992), Im,

Pesaran and Shin (1997), Harris and Tzavalis (1999), Madala and Wu (1999), Choi

(1999), serta Hadri (1999). Pemilihan metode bergantung pada karakteristik data

panel tersebut.

Panel Unit Root Test

Bentuk persamaan umum dari pengujian unit root untuk data panel

dikembangkan dari model autoregressive (Verbeek, 2008) yang dinyatakan dalam

persamaan berikut

𝑦𝑖,𝑡=𝛼𝑖 + 𝛾𝑖𝑦𝑖,𝑡−1 + 𝑢𝑖𝑡 …………………………………………...............................(17)

yang kemudian dapat dituliskan kembali menjadi

∆𝑦𝑖,𝑡=𝛼𝑖 + 𝜋𝑖𝑦𝑖,𝑡−1 + 𝑢𝑖𝑡 ...............................................................................(18)

Penjelasanya adalah 𝜋𝑖 = 𝛾𝑖 − 1 . Hipotesis nol adalah bahwa semua data memiliki

unit root yang dapat dituliskan dengan

𝐻0: 𝜋𝑖 = 0 untuk semua i.

Hipotesis alternatifnya di antaranya adalah bahwa semua data adalah stasioner

dengan parameter mean reversion yang sama yang dituliskan dengan

𝐻1: 𝜋𝑖 < 0 untuk setiap i.

Pendekatan ini digunakan dalam metode Levin dan Lin (1993), Quah(1994), Harris

dan Tzavalis (1999), dan Breitung (2000). Hipotesis alternatif lainnya yang

digunakan oleh Maddala dan Wu (1999), Choi(2001), dan Im, Pesaran dan Shim

(2003) adalah sekurangnya satu individu memiliki data stasioner yang dinyatakan

sebagai

𝐻1: 𝜋𝑖 < 0 untuk sekurangnya satu individu i

Page 25: PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA … BI No.13-2014... · 2 PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari, Ferry …

24

Pendekatan oleh Hadri (1999) menggunakan residual berdasarkan LM test untuk

menguji hipotesis null bahwa setiap data series i adalah stasioner di sekitar trend

deterministik. Hipotesis alternatifnya adalah adanya unit root di panel data.

Dalam penelitian ini uji panel root yang digunakan adalah metode Breitung dan

Hadri.

Panel Cointegration

Ketika suatu hubungan kointegrasi belum diketahui, yang merupakan kasus

pada umumnya, uji kointegrasi dilakukan dengan terlebih dahulu mengestimasi

persamaan kointegrasi. Untuk model dengan menggunakan dua variabel,

persamaan data panel dapat dinyatakan sebagai berikut.

𝑦𝑖𝑡 = 𝛼𝑖 + 𝛽𝑖𝑥𝑖𝑡 + 𝑢𝑖𝑡 .................................................................................(19)

Kedua variabel 𝑦𝑖𝑡 dan 𝑥𝑖𝑡 berintegrasi dengan ordo satu. Hubungan kointegrasi

menyatakan bahwa 𝑢𝑖𝑡 adalah stasioner untuk setiap i. Hubungan kointegrasi yang

bersifat homogen mengharuskan bahwa 𝛽𝑖 = 𝛽. Jika parameter kointegrasi

heterogen dan homogenitas diwajibkan, persamaan yang diestimasi menjadi

𝑦𝑖,𝑡 = 𝛼𝑖 + 𝛽𝑥𝑖𝑡 + [(𝛽𝑖 − 𝛽)𝑥𝑖𝑡 + 𝑢𝑖𝑡] .............................................................(20)

dan secara umum komposit error term berintegrasi di orde (I) walaupun 𝑢𝑖𝑡 adalah

stasioner.

Untuk menguji adanya hubungan kointegrasi dalam data panel, kami

menggunakan metode terbaru dari Westerlund (2007). Westerlund mengembangkan

empat uji panel kointegrasi yang cenderung didasarkan pada pendekatan struktural

daripada residual dinamis sehingga tidak menekankan pada restriksi common factor.

Ide yang dikembangkan adalah menguji hipotesis nol tidak ada kointegrasi dengan

menyimpulkan apakah error correction term dalam panel error correction kondisional

sama dengan nol. Tes terbaru yang digunakan terdistribusi normal dan dapat

mengakomodasi efek individu dinamis dalam jangka pendek, trend individu, slope

parameter, dan cross sectional dependence. Dua uji didesain untuk mendeteksi

apakah panel terkointegrasi secara keseluruhan (panel whole cointegration test),

sedangkan dua tes terakhir digunakan untuk melihat alternatif dalam panel

setidaknya ada satu unit yang terkointegrasi (group mean cointegration test).

Pengujian error correction pada panel data dapat ditulis dengan persamaan

sebagai berikut.

Page 26: PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA … BI No.13-2014... · 2 PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari, Ferry …

25

𝛥𝑦𝑖,𝑡 = 𝛿𝑖′𝑑𝑡 + 𝛼𝑖(𝑦𝑖,𝑡−1 + 𝛽𝑖

′𝑥𝑖,𝑡−1) + ∑ 𝛼𝑖𝑗𝑝𝑖𝑗=1 𝛥𝑦𝑖,𝑡−𝑗 + ∑ 𝛾𝑖𝑗

𝑝𝑖𝑗=−𝑞𝑖

𝛥𝑥𝑖,𝑡−𝑗 + 𝑒𝑖𝑡 ............(21)

atau dapat ditransformasikan sebagai berikut (Westerlund, 2007)

𝛥𝑦𝑖,𝑡 = 𝛿𝑖′𝑑𝑡 + 𝛼𝑖𝑦𝑖,𝑡−1 + 𝜆𝑖

′𝑥𝑖,𝑡−1 + ∑ 𝛼𝑖𝑗𝑝𝑖𝑗=1 𝛥𝑦𝑖,𝑡−𝑗 + ∑ 𝛾𝑖𝑗

𝑝𝑖𝑗=−𝑞𝑖

𝛥𝑥𝑖,𝑡−𝑗 + 𝑒𝑖𝑡................(22)

Penjelasanya adalah 𝜆𝑖′ = −𝛼𝑖𝛽𝑖

′ . Parameter 𝛼𝑖 menentukan kecepatan koreksi error

correction menuju kembali ke keseimbangan 𝑦𝑖,𝑡−1 − 𝛽𝑖′𝑥𝑖,𝑡−1 setelah terjadi

goncangan (sudden shock). Jika 𝛼𝑖 < 0, terdapat error correction yang

mengindikasikan 𝑦𝑖,𝑡 dan 𝑥𝑖,𝑡 terkointegrasi. Apabila 𝛼𝑖 = 0, tidak terdapat error

correction yang mengindikasikan 𝑦𝑖,𝑡 dan 𝑥𝑖,𝑡 tidak terkointegrasi sehingga dapat

ditulis bahwa hipotesis nol untuk tidak adanya kointegrasi adalah 𝐻0: 𝛼𝑖 = 0 bagi

semua individu i. Alternatif hipotesis tergantung pada asumsi homogenitas dari 𝛼𝑖.

Dua test pertama dinamakan group mean test yang tidak mensyaratkan 𝛼𝑖𝑠 sama,

yang berarti 𝐻0 dites versus 𝐻1𝑔

: 𝛼𝑖 < 0 setidaknya untuk satu individu i. Dua tes

terakhir disebut panel test, yang mengasumsikan bahwa 𝛼𝑖 bernilai sama untuk

semua individu i sehingga desain 𝐻1𝑝

: 𝛼𝑖 = 𝛼 < 0 untuk semua individu i.

Adapun persamaan untuk pengujian hubungan jangka panjang dari upah riil

dan produktivitas adalah sebagai berikut

ln (𝑦𝑖,𝑡) = 𝜇𝑖 + 𝜏𝑖𝑡 + 𝛼𝑖ln (𝑥𝑖,𝑡) + 𝑒𝑖𝑡 ..............................................................(23)

Penjelasanya adalah y = upah riil dan x adalah produktivitas tenaga kerja.

Persamaan di atas akan diuji dengan menggunakan metode panel kointegrasi

Westerlund yang telah terdapat dalam software STATA, yaitu command xtwest. Data

yang digunakan adalah data panel dari sektor industri pengolahan di 26 provinsi

selama rentang waktu 2002–2012 dengan frekuensi tahunan.

Tabel 1. Data Pengujian Unit Root dan Panel Kointegrasi

Variabel Keterangan Sumber

Upah riil Upah riil sektor industri pengolahan di tiap-tiap provinsi. Upah riil dihitung menggunakan deflator sektor industri pengolahan.

BPS

Produktivitas Produktivitas tenaga kerja sektor industri pengolahan provinsi yaitu PDB sektor industri pengolahan/jumlah pekerja sektor industri pengolahan.

BPS

Page 27: PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA … BI No.13-2014... · 2 PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari, Ferry …

26

4.2 Estimasi Fungsi Produksi dan Penentuan Upah Optimal

Penentuan tingkat produktivitas tenaga kerja akan mengacu pada fungsi

produksi Cobb Douglas yang dinyatakan dalam persamaan berikut.

𝑌 = 𝐴𝐿𝛼𝐾1−𝛼 ............................................................................................(24)

atau dalam fungsi linier menjadi

ln(𝑌) = a + 𝛼 ln(𝐿) + (1 − 𝛼)ln (𝐾) ................................................................(25)

Y adalah ouput riil, K= kapital, dan L = Labor (tenaga kerja), 𝛼= share tenaga kerja

yang digunakan untuk produksi output dan (1 − 𝛼) = share kapital yang digunakan

dalam produksi output. Dengan melakukan penurunan fungsi output terhadap

tenaga kerja pada persamaan (24) akan dihasilkan elastisitas output terhadap tenaga

kerja yang dilambangkan dengan

𝛼 = (𝜕𝑌

𝜕𝐿) /(

𝑌

𝐿)............................................................................................(26)

Persamaan (26) dapat ditulis menjadi persamaan berikut

𝛼 = (𝜕𝑌

𝜕𝐿) 𝑥 (

𝐿

𝑌) ........................................................................................(27)

Berdasarkan asumsi teori neoklasik tentang factor pricing dan dalam

perfectly competitive long run equilibrium, suatu industri akan memaksimalkan profit

dengan mempekerjakan tenaga kerja sampai pada tingkat marginal product of labor

(MPL) sama dengan upah riil (𝑤𝑟) atau dengan kata lain 𝜕𝑌

𝜕𝐿= 𝑤𝑟. Dengan

menyubtitusikan teori tersebut pada persamaan (27), dapat diketahui bahwa

𝛼 = 𝑤𝑟 (𝐿

𝑌) .............................................................................................(28)

Penjelasanya adalah 𝑤𝑟 (𝐿

𝑌) sering disebut sebagai share tenaga kerja terhadap

output. Oleh karena itu, tingkat upah riil dapat ditentukan dengan persamaan

berikut

𝑤𝑟 = 𝛼. (𝑌

𝐿) ............................................................................................(29)

Dengan memasukkan teori yang menyatakan tingkat upah riil optimal akan

sama dengan marginal productivity of labor (produktivitas tenaga kerja), persamaan

(29) dapat ditulis sebagai berikut.

𝑀𝑃𝐿 = 𝑤𝑜𝑝𝑡 = 𝛼. (𝑌

𝐿) ................................................................................(30)

Page 28: PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA … BI No.13-2014... · 2 PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari, Ferry …

27

Penjelasanya adalah 𝛼 = share tenaga kerja dalam fungsi produksi dan (𝑌

𝐿) =

produktivitas tenaga kerja.

Dalam penelitian ini penentuan tingkat produktivitas tenaga kerja serta

tingkat upah optimal akan menggunakan persamaan (30). Adapun fungsi produksi

Cobb Douglas yang akan diestimasi adalah fungsi produksi sektor industri

pengolahan dengan fungsi pengembangan yang memasukkan faktor input material

serta bahan bakar energi yang dinyatakan dalam persamaan

𝑌 = 𝐴 𝐿𝑎1𝐾𝑎2𝑅𝑎3𝐸𝑎4.................................................................................(31)

atau dalam fungsi linier menjadi

ln(𝑌) = ln(𝐴) + 𝑎1 ln(𝐿) + 𝑎2ln (𝐾) + 𝑎3ln (𝑅) + 𝑎4ln (𝐸) ................................(32)

Penjelasannya adalah L = jumlah tenaga kerja (labor), K = kapital, R = input material

dan E = bahan bakar energi yang digunakan. 𝑎1, 𝑎2, 𝑎3, dan 𝑎4 masing-masing

merupakan share tenaga kerja, share kapital, share input material, dan share energi

yang digunakan untuk menghasilkan output.

Untuk mengestimasi persamaan (32), metode yang akan digunakan adalah

metode data panel. Data yang digunakan adalah data Statistik Industri yang

dikelompokkan berdasarkan 3 digit ISIC (47 subsektor) dari tahun 1998–2009

dengan frekuensi tahunan. Seluruh variabel dinyatakan dalam nilai riil yang

dihitung dengan menggunakan deflator sektor industri pengolahan. Spesifikasi data

dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Data Fungsi Produksi

Variabel Keterangan Sumber

Y Total output industri BPS – Statistik Industri

K Biaya sewa barang modal BPS – Statistik Industri

L Biaya pekerja BPS – Statistik Industri

R Biaya input bahan baku (raw material) yang digunakan

BPS – Statistik Industri

E Biaya energi (bahan bakar) yang digunakan

BPS – Statistik Industri

Dalam metode data panel terdapat dua pendekatan, yaitu fixed effect model

(FEM) dan random effect model (REM). Keduanya dibedakan berdasarkan ada atau

Page 29: PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA … BI No.13-2014... · 2 PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari, Ferry …

28

tidaknya korelasi antara komponen error dan peubah bebas. FEM muncul ketika

antara efek individu dan periode memiliki korelasi dengan Xit atau memiliki pola

yang sifatnya tidak acak. Asumsi ini membuat komponen error dari efek individu

dan waktu menjadi bagian dari intersep, yaitu

untuk one way error component: 𝑦𝑖𝑡 = 𝛼𝑖 + 𝜆𝑖𝛽 + 𝑋𝑖𝑡𝛽 + 𝑢𝑖................................(33)

untuk two way error component: 𝑦𝑖𝑡 = 𝛼𝑖 + 𝜆𝑖 + 𝜇𝑖 + 𝑋𝑖𝑡𝛽 + 𝑢𝑖 ...........................(34)

REM muncul ketika efek individu dan periode tidak berkorelasi dengan Xit atau

memiliki pola yang sifatnya acak. Asumsi ini membuat komponen error dari efek

individu dan waktu dimasukkan ke dalam error karena

untuk one way error component: 𝑦𝑖𝑡 = 𝛼𝑖 + 𝑋𝑖𝑡𝛽 + 𝑢𝑖𝑡 + 𝜆𝑖 ............................... (35)

untuk two way error component : 𝑦𝑖𝑡 = 𝛼𝑖 + 𝑋𝑖𝑡𝛽 + 𝑢𝑖𝑡 + 𝜆𝑖 ...............................(36)

Hal penting dalam melakukan pemilihan fixed atau random efek adalah

asumsi bahwa nilai harapan dari xit untuk setiap τi adalah 0, atau E(τi xit) = 0.

Pengujian dilakukan dengan menggunakan Hausman test. Hausman test dapat

secara langsung digunakan untuk memilih FEM atau REM dengan hipotesis sebagai

berikut.

𝐻0 = 𝐸(𝜏𝑖|𝑥𝑖𝑡) = 0, tidak ada korelasi antara komponen error dan peubah

bebas (REM)

𝐻0 = 𝐸(𝜏𝑖|𝑥𝑖𝑡) ≠ 0, komponen error memiliki korelasi dengan peubah bebas

(FEM)

Setelah mendapatkan model terbaik, langkah selanjutnya adalah melakukan

uji homoskedastisitas dan uji autokorelasi. Salah satu asumsi yang harus dipenuhi

dalam persamaan regresi adalah bahwa taksiran parameter dalam model regresi

bersifat BLUE (best linier unbiased estimate) sehingga var (ui) harus sama dengan σ2

(konstan) atau semua residual/error mempunyai varian yang sama. Panel

heterokedastisitas dapat diartikan bahwa varian error dalam kluster bernilai

konstan 𝐸(𝑒𝑖𝑡2 ) = 𝐸(𝑒𝑖𝑆

2 ) = Ơ𝑖2, tetapi bervariasi antar-unit 𝐸(𝑒𝑖𝑡

2 ) ≠ 𝐸(𝑒𝑗𝑡2 )

Autokorelasi adalah korelasi yang terjadi antar-observasi dalam satu peubah

atau korelasi antar-error masa yang lalu dengan error masa sekarang. Uji

autokorelasi yang dilakukan bergantung pada jenis data dan sifat model yang

digunakan. Autokorelasi dapat mempengaruhi efisiensi dari estimatornya. Korelasi

serial ditemukan jika error dari periode waktu yang berbeda saling berkorelasi.

Page 30: PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA … BI No.13-2014... · 2 PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari, Ferry …

29

Jika model data panel terbukti memiliki masalah heteroskedastisitas dan

autokorelasi, perlu dilakukan perhitungan dengan panel corrected standard error

(PCSE). PCSE mampu mengakomodasi masalah heterokedastisitas dan

contemporaneously correlated errors.

4.3 Dampak Deviasi Upah Optimal dan Upah Aktual terhadap

Penyerapan Tenaga Kerja

Untuk menguji dampak kebijakan upah minimum terhadap penyerapan tenaga

kerja digunakan persamaan berikut.

𝑒𝑚𝑝𝑙𝑜𝑦𝑖,𝑡 = 𝜇𝑖 + 𝛼 𝑒𝑚𝑝𝑙𝑜𝑦𝑖,𝑡−1 + 𝛽𝑥𝑖𝑡 + 𝛾𝑍𝑖𝑡 + 𝑢𝑖𝑡 , 𝑖 .......................................(37)

Penjelasanya adalah employ = employment, x adalah selisih antara upah optimal dan

upah aktual per propinsi, dan Z adalah variabel kontrol lainnya

Data yang akan digunakan dalam persamaan ini adalah data panel 26 provinsi

periode 2002–2012 dengan frekuensi tahunan.

Tabel 3. Data Dampak Deviasi Upah terhadap Penyerapan Tenaga Kerja

Variabel Keterangan Sumber

employ Employment sektor industri pengolahan provinsi.

BPS

selisih_upah riil Selisih upah optimal dengan upah aktual sektor industri pengolahan yang diterima untuk tiap-tiap provinsi.

BPS dan hasil hitungan

g_gdpsektor industri Pertumbuhan GDP sektor industri provinsi

BPS

schooling Average year of schooling provinsi BPS

Metode analisis data yang digunakan untuk mengestimasi persamaan (37)

adalah metode panel data dinamis dengan teknik estimasi yang menggunakan

pendekatan GMM (generalized method of moments) yang mengacu pada metodologi

Verbeek (2004). Hubungan dinamis dicirikan oleh keberadaan lag variabel dependen

di antara variabel-variabel regresor. Penggunaan metode panel dinamis dengan

pendekatan GMM bertujuan untuk mengontrol bias yang berkaitan dengan

simultanitas dan individual special effect setiap individu yang tidak bisa teramati.

Page 31: PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA … BI No.13-2014... · 2 PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari, Ferry …

30

Pendekatan GMM merupakan salah satu yang populer. Setidaknya ada dua

alasan yang mendasari. Pertama, GMM merupakan common estimator dan

memberikan kerangka yang lebih bermanfaat untuk perbandingan dan penilaian.

Kedua, GMM memberikan alternatif yang sederhana terhadap estimator lainnya,

terutama terhadap maximum likelihood..Namun, penduga GMM juga tidak terlepas

dari kelemahan, asymptotically efficient dalam ukuran contoh besar, tetapi kurang

efisien dalam ukuran contoh yang terbatas (finite); dan estimator ini terkadang

memerlukan sejumlah implementasi pemrograman sehingga dibutuhkan suatu

perangkat lunak (software) yang mendukung aplikasi pendekatan GMM. Adapun

jenis prosedur estimasi GMM yang umumnya digunakan untuk mengestimasi model

linear autoregresif adalah (i) first-difference GMM (FD-GMM atau AB-GMM) dan (ii)

system GMM (SYS-GMM)

Page 32: PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA … BI No.13-2014... · 2 PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari, Ferry …

31

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hubungan Jangka Panjang Antara Upah Riil dan Produktivitas

Untuk melihat hubungan jangka panjang antara tingkat upah dan

produktivitas dalam penelitian ini, digunakan metode panel kointegrasi yang

dikembangkan oleh Westerlund (2007). Sebelum menguji apakah terdapat

kointegrasi antara upah riil dan produktivitas, perlu dipastikan terlebih dahulu

bahwa semua data series terintegrasi pada orde atau derajat yang sama, yaitu I(1).

Dalam hal ini dilakukan uji unit root dengan menggunakan metode Breitung dan

Hardi untuk melihat apakah tiap-tiap variabel yang diuji memiliki unit root

(nonstasioner) atau tidak memiliki unit root (stasioner).

Tabel 4. Hasil Uji Unit Root

Variabel

Metode Unit Root Test

1.Breitung

H0 : Panels contain unit roots

H1 : Panels are

stationer

2. Hadri

H0 : All panels are stationary

H1 : Some panels contain unit roots

P-Value P-Value

Upah Riil (level)

Produktivitas (level)

0,5538

0,2055

0,000

0,000

Upah Riil (first diff)

Produktivitas (first diff)

0,000

0,000

1,000

0,1157

Berdasarkan uji Breitung diperoleh bahwa p-value untuk variabel upah riil

dan produktivitas tenaga kerja adalah 0,5538 dan 0,2055 yang berarti hasil uji

statistik menunjukkan hasil yang tidak signifikan atau kedua variabel tersebut

memiliki unit root (tidak stasioner) pada level. Begitu juga dengan metode Hadri, uji

statistik menunjukkan upah riil dan produktivitas tenaga kerja (p-value = 0.000)

adalah tidak stasioner pada level. Kemudian, metode yang sama digunakan untuk

melihat stasioneritas dari kedua variabel pada first differenced. Berdasarkan hasil

uji Breitung dan Hadri diperoleh simpulan bahwa kedua variabel telah stasioner

pada first differenced, seperti yang ditampilkan pada Tabel 4. Oleh sebab itu, dapat

Page 33: PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA … BI No.13-2014... · 2 PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari, Ferry …

32

disimpulkan bahwa variabel upah riil dan produktivitas telah memiliki derajat

integrasi yang sama, yaitu pada I(1).

Setelah mengetahui bahwa variabel upah riil dan produktivitas memiliki

derajat integrasi yang sama, yaitu pada derajat satu I(1), metode panel kointegrasi

yang dikembangkan oleh Westerlund dapat digunakan. Adapun hasil uji kointegrasi

dengan metode Westerlund dapat disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil Uji Kointegrasi Metode Westerlund

Statistic Value Z-value P-value

Gt

Ga

Pt

Pa

-1,146

-1,888

-4,005

-1,676

-0,833

2,146

-1,201

-1,145

0,202

0,984

0,115

0,126

Dengan metode Westerlund dilakukan empat pengujian kointegrasi yang

dibagi dalam dua kelompok tes, yaitu uji panel kointegrasi group mean test (Gt dan

Ga) dan uji panel kointegrasi keseluruhan whole panel test (Pt dan Pa). Dari

pengujian tersebut tidak ditemukan hasil yang signifikan untuk membuktikan

bahwa terdapat kointegrasi linier dalam jangka panjang antara upah riil dan

produktivitas atau, dengan kata lain, tidak terdapat kointegrasi (tidak tolak H0:

terdapat kointegrasi).

Tidak adanya hubungan linier jangka panjang antara upah riil dan

produktivitas kurang sejalan dengan asumsi teori yang ada meskipun beberapa

penelitian juga menemukan hal serupa, di antaranya di Turki oleh Bildiricci (2008)

dan Strauss dan Wohar pada beberapa sektor industri di US. Mihaljek dan Saxena

(2010) juga mengemukakan fakta bahwa peningkatan upah riil di negara-negara

emerging market sering melampaui peningkatan produktivitas. Adanya

ketidakselarasan ini di antaranya bersumber dari terbatasnya tenaga kerja terlatih

serta kebijakan upah yang kurang tepat. Sebagaimana diketahui bahwa upah yang

berlaku saat ini, khususnya untuk medium to low skilled labour, cenderung

ditentukan oleh komponen standar biaya hidup minimal atau, dengan kata lain,

penentuan upah belum sepenuhnya memperhitungkan kinerja dan produktivitas

tenaga kerja. Tuntutan pekerja untuk kenaikan upah memaksa pemerintah

mengeluarkan besaran upah minimum yang dimungkinkan lebih tinggi

Page 34: PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA … BI No.13-2014... · 2 PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari, Ferry …

33

dibandingkan kenaikan produktivitas buruh. Hal itu berdampak pada

ketidakseimbangan antara biaya tenaga kerja yang dikeluarkan perusahaan dan

nilai tambah dari kegiatan produksi.

Ketidakterdeteksian hubungan kointegrasi tersebut terlihat pula dari

perbandingan antara pertumbuhan upah aktual dengan pertumbuhan

produktivitas tenaga kerja di sektor industri pengolahan relatif terhadap tahun

dasar 2001 yang dihitung secara riil (Grafik 18). Pertumbuhan produktivitas

terhadap tahun dasar cenderung stagnan, sedangkan pertumbuhan upah aktual

mengalami peningkatan yang signifikan. Gap yang semakin besar dapat

mengindikasikan hubungan antara upah dan produktivitas semakin tidak sejalan.

Adanya ketidakseimbangan antara produktivitas dan upah riil dalam jangka

panjang dapat memberikan implikasi negatif terhadap keseimbangan makro, di

antaranya pengurangan lapangan kerja di pasar tenaga kerja domestik dan

berkurangnya daya saing (competitiveness) produk Indonesia. Dalam jangka pendek

hal itu dapat berakibat pada berkurangnya profitabilitas perusahaan.

Sumber : BPS, diolah

Grafik 18. Pertumbuhan Upah dan Produktivitas Sektor Industri Pengolahan (Riil)13

13 Pertumbuhan upah aktual dan produktivitas (riil) dihitung relatif terhadap tahun dasar,

yaitu 2001.

Page 35: PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA … BI No.13-2014... · 2 PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari, Ferry …

34

5.2 Upah Optimal Sektor Industri Pengolahan Provinsi

Untuk menghitung tingkat upah optimal di sektor industri pengolahan,

terlebih dahulu dilakukan estimasi fungsi produksi industri untuk memperoleh nilai

koefisien share tenaga kerja. Nilai koefisien itu selanjutnya digunakan untuk

menghitung marginal product of labor (MPL) yang merupakan upah optimal. Estimasi

fungsi produksi dilakukan dengan menggunakan model panel statis terhadap 563

observasi yang terdiri atas 47 subsektor industri pengolahan. Jumlah 47 subsektor

itu merupakan subsektor industri ISIC tiga digit dari tahun 1998–2009. Sebelumnya,

dilakukan pengujian terlebih dahulu dengan menggunakan Hausman test untuk

memilih model yang tepat antara fixed effect atau random effect. Berdasarkan hasil

uji Hausman14, model yang dipilih adalah model fixed effect, selanjutnya dilakukan

uji asumsi, yaitu uji homoskedastisitas dan uji autokorelasi terhadap model tersebut.

Salah satu asumsi yang harus dipenuhi dalam persamaan regresi adalah

bahwa taksiran parameter dalam model regresi bersifat BLUE (best linier unbiased

estimate) sehingga var (ui) harus sama dengan σ2 (konstan), atau semua residual atau

error mempunyai varian yang sama. Kondisi itu disebut homoskedastisitas,

sedangkan apabila varian tidak konstan atau berubah-ubah disebut dengan

heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas, dilakukan

beberapa prosedur, yakni membandingkan hasil dengan generalized least square

(GLS) yang memasukkan opsi dengan heteroskedasticity dan tanpa

heteroskedasticity. Selanjutnya digunakan lrtest untuk membandingkan kedua

model tersebut. Berdasarkan uji yang dilakukan, terindikasi bahwa model yang

dibangun mengandung heterokedastisity. Hipotesis nol adalah model bersifat

homoskedastik. Dari hasil tes diketahui bahwa probabilitas dari chi square adalah

0,000 yang mengindikasikan model melanggar asumsi homoskedastisity. Untuk

melihat adanya autokorelasi dalam model, digunakan uji xtserial dalam STATA. Pada

STATA, H0 dari uji autokorelasi adalah tidak ada korelasi, artinya jika hasil

menunjukkan tolak H0, model yang dibangun memiliki masalah autokorelasi.

Berdasarkan uji yang dilakukan, diketahui bahwa p-value dari uji panel autokorelasi

bernilai 0,09 yang berarti tidak signifikan pada level 1% dan 5% sehinggga dapat

disimpulkan ada indikasi autokorelasi. Untuk mengatasi permasalahan

heteroskedastisitas dan autokorelasi, model panel yang dibangun diestimasi dengan

14 Hausman Test

H0 : Random Effect chi2 (4) = (b-B)’ [(V_b-V_B)^(-1)](b-B)

H1 : Fixed Effect = 16,49

Prob>chi2 = 0,0024

Page 36: PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA … BI No.13-2014... · 2 PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari, Ferry …

35

pendekatan panel-corrected standard errors (PCSE). Berdasarkan langkah-langkah

tersebut diperoleh gambaran fungsi produksi sektor manufaktur Indonesia tampak

seperti yang ditampilkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil Estimasi Fungsi Produksi

Dalam fungsi produksi, share tenaga kerja (labor share) merupakan koefisien

dari faktor produksi tenaga kerja dan dari Tabel 6 adalah sebesar 0,221. Nilai

koefisien dari faktor tenaga kerja, modal, energi, dan bahan baku yang diperoleh

dari hasil estimasi relatif mendekati hasil dalam paper Berndt dan Wood yang

menggunakan pendekatan cost function dan asumsi constant return to scale.15

Parameter 𝛼𝐾 , 𝛼𝐿 , 𝛼𝑀 , dan 𝛼𝐸16 masing-masing adalah sebesar 0,0564, 0,2539,

0,6455, dan 0,0442.

Sementara itu, labor productivity merupakan produktivitas tenaga kerja yang

diukur dari perbandingan antara output sektor industri terhadap total tenaga kerja

sektor industri pengolahan.

𝑟𝑒𝑎𝑙 𝑤𝑎𝑔𝑒 = 𝑙𝑎𝑏𝑜𝑟 𝑠ℎ𝑎𝑟𝑒 𝑥 𝑙𝑎𝑏𝑜𝑟 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑦.....................................................(38)

Hasil estimasi dari fungsi produksi tersebut akan dijadikan acuan besaran

share tenaga kerja sektor industri pengolahan di seluruh provinsi Indonesia. Dengan

15 untuk sektor manufaktur di US dari tahun 1947–1971 16 𝛼𝐾 , 𝛼𝐿 , 𝛼𝑀, dan 𝛼𝐸 masing-masing adalah share untuk kapital, tenaga kerja, bahan baku,

dan energi.

Ln_OutputEstimated

Coefficients

Robust Standard

ErrorP>IzI

Ln. Labor 0.221 0.024 0.000

Ln_Modal 0.029 0.014 0.040

Ln_Energi 0.052 0.012 0.000

Ln_Raw Material 0.708 0.023 0.000

Constanta 1.416 0.168 0.000

Rho 0.564

Uji Heterokedastis Lr chi2 (47) = 2965.36

H0 : Homokedastis Prob > chi2 = 0.000

H1 : Heterokedastis

Uji Autokorelasi F(1,46) = 2.975

H0 : No Autokorelasi Prob > F = 0.0913

H1 : Autokorelasi

Page 37: PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA … BI No.13-2014... · 2 PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari, Ferry …

36

demikian, upah optimal (riil) tenaga kerja di sektor industri pengolahan di setiap

provinsi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut.

𝑈𝑝𝑎ℎ 𝑜𝑝𝑡𝑖𝑚𝑎𝑙 = 𝑙𝑎𝑏𝑜𝑟 𝑠ℎ𝑎𝑟𝑒 ∗ (𝐺𝐷𝑃 𝑠𝑒𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑛𝑢𝑓𝑎𝑘𝑡𝑢𝑟

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑡𝑒𝑛𝑎𝑔𝑎 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑠𝑒𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑛𝑢𝑓𝑎𝑘𝑡𝑢𝑟)..............................(39)

𝑈𝑝𝑎ℎ 𝑜𝑝𝑡𝑖𝑚𝑎𝑙 = 0, 221 ∗ (𝐺𝐷𝑃 𝑠𝑒𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑛𝑢𝑓𝑎𝑘𝑡𝑢𝑟 𝑏𝑒𝑟𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟𝑘𝑎𝑛 ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑡𝑒𝑛𝑎𝑔𝑎 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑠𝑒𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑛𝑢𝑓𝑎𝑘𝑡𝑢𝑟).......................(40)

Dengan menggunakan rumus pada persamaan (40), dapat diperoleh

gambaran upah optimal pekerja sektor industri pengolahan pada tiap-tiap provinsi

seperti tampak pada Tabel 7. Upah optimal dan upah aktual dinyatakan dalam nilai

riil. Hasil analisis dalam tabel ini juga perlu dicermati dengan hati-hati, khususnya

untuk daerah-daerah kaya migas seperti Aceh, Sumatra Selatan, Kalimantan Timur,

dan Papua. Idealnya sektor manufaktur di keempat provinsi itu dipisahkan antara

nonmigas dan migas, tetapi terkendala dengan data jumlah tenaga kerja di sektor

manufaktur nonmigas. Oleh karena itu, kami tetap menggunakan data sektor

manufaktur total untuk provinsi-provinsi yang tercatat memiliki SDA migas besar.

Selain itu, mengingat data yang digunakan adalah sektor manufaktur, fakta

mengenai konsentrasi sektor manufaktur di Pulau Jawa yang sebesar 89% juga

perlu dipertimbangkan dalam melihat hasil dari analisis upah dari provinsi di luar

Jawa.

Page 38: PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA … BI No.13-2014... · 2 PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari, Ferry …

37

Tabel 7. Upah Optimal Sektor Manufaktur Per Provinsi

Sumber: CEIC dan hasil pengolahan data

Pada Tabel 7 periode pengamatan dibagi per lima tahun, yaitu 2002, 2007,

dan 2012. Jika dilihat secara keseluruhan, hampir semua pekerja pada sektor

industri pengolahan tiap-tiap provinsi menerima upah aktual yang lebih tinggi

daripada upah optimal, yaitu masing-masing 19, 18, dan 20 provinsi pada tahun

2002, 2007, dan 2012. Rata-rata selisih upah aktual dengan upah optimal

cenderung mengalami pelebaran, yaitu dari Rp289.772,00 pada tahun 2002 menjadi

Rp345.062,00 pada tahun 2007 dan menjadi Rp606.533,00 pada tahun 2012.

Provinsi

Jawa 2002 2007 2012 2002 2007 2012

1. Jakarta - - - (389,526) (160,163) (59,631)

2. Jawa Barat V V V 10,434 9,168 519,492

3. Jawa Tengah V V V 142,725 187,154 290,615

4. Yogyakarta V V V 192,493 397,058 669,270

5. Jawa Timur V V V 50,496 120,604 266,711

Sumatera 2002 2007 2012 2002 2007 2012

1. Aceh - - V (2,292,702) (296,900) 380,369

2. Sumatera Utara - - - (456,677) (204,883) (119,469)

3. Sumatera Barat - V V (34,424) 277,515 352,200

4. Riau V - V 237,132 (215,215) 140,082

5. Jambi V V - 170,715 36,280 (371,724)

6. Sumatera Selatan - - - (198,604) (383,511) (167,916)

7. Bengkulu V V V 256,164 568,059 457,085

8. Lampung V V V 38,893 227,965 576,576

BalNusTra 2002 2007 2012 2002 2007 2012

1. Bali V V V 297,191 528,179 746,554

2. Nusa Tenggara Barat V V V 846,691 448,792 846,691

3. Nusa Tenggara Timur V V V 476,555 846,607 653,432

Kalimantan 2002 2007 2012 2,002 2007 2012

1. Kalimantan Barat V - - 60,901 (304,635) (7,653)

2. Kalimantan Tengah V V V 459,055 102,681 493,637

3. Kalimantan Selatan V V V 313,947 336,180 1,864,069

4. Kalimantan Timur - - - (2,819,077) (5,985,025) (3,310,157)

Sulampua 2002 2007 2012 2002 2007 2012

1. Sulawesi Utara V V V 370,213 343,927 523,441

2. Sulawesi Tengah V V V 118,352 160,657 525,421

3. Sulawesi Selatan - - V (26,459) (19,068) 48,952

4. Sulawesi Tenggara V V V 178,566 153,833 277,760

5. Maluku V V V 438,612 625,077 1,064,177

6. Papua V V V 548,750 841,381 1,434,126

Jml Propinsi dgan upah aktual >

upah nominal19 18 20

Rata-Rata selisih upah aktual

thd upah nominal 289,772 345,062 606,533

Upah Aktual Riil yang diterima

> Upah Optimal Riil (√)

Selisih Upah Aktual – Upah

Optimal (Rp)

Page 39: PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA … BI No.13-2014... · 2 PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari, Ferry …

38

Dari Tabel 7 terlihat beberapa provinsi yang konsisten menerima upah aktual

lebih rendah dari upah optimal selama tiga kurun tersebut, yaitu Jakarta, Sumatera

Utara, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Timur. Namun, selisih upah tersebut

mengalami penurunan dari waktu ke waktu, kecuali untuk Kalimantan Timur.

Sebagai contoh untuk Jakarta penurunan selisih upah adalah dari Rp389.526,00

pada tahun 2002, Rp160.163,00 pada tahun 2007, dan Rp59.631,00 pada tahun

2012. Provinsi lain yang tercatat menerima upah aktual lebih rendah dari upah

optimal pada tahun 2007 s.d. 2012 adalah Kalimantan Barat meskipun selisih

tersebut relatif kecil pada tahun 2012.

Beberapa provinsi yang tercatat memiliki selisih upah aktual terhadap upah

optimal yang cukup besar (di atas rata-rata nasional) selama waktu pengamatan

(2002, 2007, dan 2012) adalah Balnustra, Kaltim, Maluku, dan Papua, sedangkan

selisih upah aktual di Yogyakarta hanya terjadi pada tahun 2007 dan tahun 2012.

Gambaran selengkapnya dari pergerakan upah aktual dan upah optimal dari

tiap-tiap provinsi selama 2002–2012 disajikan dalam Grafik 19–24. Dari grafik

tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar provinsi dalam setiap tahun pada

periode tersebut menerima upah aktual yang lebih besar daripada upah optimal.

Apabila ditelisik lebih dalam, terdapat beberapa provinsi yang mengalami pelebaran

selisih upah riil terhadap upah optimal, khususnya pada tahun 2008–2012 yaitu

Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Sumatera

Barat, Bengkulu, Lampung, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi

Utara, Sulawesi Tengah, Maluku, dan Papua.

Provinsi DKI Jakarta

Provinsi Jawa Barat

Page 40: PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA … BI No.13-2014... · 2 PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari, Ferry …

39

Provinsi Jawa Tengah

Provinsi DI Yogyakarta

Provinsi Jawa Timur

Grafik 19. Upah Aktual dan Upah Optimal Industri Pengolahan di Jawa

Berdasarkan Grafik 19–24 tersebut dapat ditemukan pula provinsi yang

semula menerima upah aktual riil di bawah upah optimal, kemudian sejak tahun

2008 upah optimalnya di atas upah aktual yaitu provinsi DKI Jakarta, Aceh,

Sumatera Utara, Riau, dan Kalimantan Barat. Namun, terdapat juga beberapa

provinsi yang secara konsisten selalu menerima upah aktual di atas upah optimal

yang seharusnya diterima. Provinsi tersebut antara lain adalah Jawa Tengah,

Yogyakarta, Bali, NTB, NTT, Bengkulu, Sulawesi Utara, Kalimantan Selatan, dan

Maluku. Selama periode 2002–2012 provinsi yang sebagian besar periodenya

menerima upah aktual di bawah upah optimal adalah Sumatra Selatan, Kalimantan

Timur, dan Kalimantan Barat. Dari grafik per provinsi terdapat pula temuan yang

cukup menarik, yaitu terdapat beberapa provinsi yang memiliki pola yang sangat

dinamis setiap tahunnya karena upah yang diterima terkadang berada di bawah

upah optimal dan sebaliknya. Adapun provinsi tersebut adalah Jambi, Sumatera

Barat, dan Sulawesi Tengah, terutama sebelum tahun 2009.

Page 41: PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA … BI No.13-2014... · 2 PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari, Ferry …

40

Provinsi Bali

Provinsi NTB

Provinsi NTT

Grafik 20. Upah Aktual dan Upah Optimal Industri Pengolahan di Balnustra

Provinsi Aceh

Provinsi Sumatera Utara

Provinsi Sumatra Barat

Provinsi Riau

Page 42: PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA … BI No.13-2014... · 2 PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari, Ferry …

41

Provinsi Jambi

Provinsi Sumatera Selatan

Provinsi Bengkulu

Provinsi Lampung

Grafik 21. Upah Aktual dan Upah Optimal Industri Pengolahan di Sumatra

Provinsi Kalimantan Barat

Provinsi Kalimantan Tengah

Provinsi Kalimantan Selatan

Provinsi Kalimantan Timur

Grafik 22. Upah Aktual dan Upah Optimal Industri Pengolahan di Kalimantan

Page 43: PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA … BI No.13-2014... · 2 PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari, Ferry …

42

Provinsi Sulawesi Utara

Provinsi Sulawesi Tengah

Provinsi Sulawesi Selatan

Provinsi Sulawesi Tenggara

Grafik 23. Upah Aktual dan Upah Optimal Industri Pengolahan di Sulawesi

Provinsi Maluku

Provinsi Papua

Grafik 24. Upah Aktual dan Upah Optimal Industri Pengolahan di Sulawesi

Kecenderungan semakin melebarnya selisih antara upah aktual dan upah

optimal yang mencerminkan produktivitas di berbagai provinsi sejalan dengan

penelitian Mihaljek dan Saxena (2010) karena peningkatan upah riil di negara-

negara emerging market sering melampaui peningkatan produktivitas. Adanya

ketidakselarasan itu di antaranya bersumber dari terbatasnya tenaga kerja terlatih

serta kebijakan upah yang kurang tepat. Tekanan akan kenaikan upah, khususnya

di Jawa, juga diperkuat oleh besarnya peran serikat pekerja untuk

mempertahankan kondisi eksisting. Sebagaimana diterangkan dengan teori insider

Page 44: PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA … BI No.13-2014... · 2 PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari, Ferry …

43

versus outsider (Lindbeck dan Snower, 2001), pekerja di perusahaan yang disebut

insider menggunakan kekuatannya untuk mendorong upah berada di atas harga

pasar, tetapi perusahaan tidak berupaya untuk mengganti mereka dengan tenaga

kerja baru (outsider) karena biaya turn over pekerja yang dikeluarkan akan lebih

tinggi. Terlebih lagi dengan ketentuan kompensasi pemutusan hubungan kerja yang

cukup berat.

Dari gambaran pergerakan upah aktual yang dibandingkan dengan upah

optimal, selanjutnya dapat dipetakan hubungan antara selisih upah optimal

terhadap upah aktual sektor manufaktur dan tingkat produktivitas pekerja pada

tiap-tiap provinsi seperti yang digambarkan pada Grafik 25–27. Pada grafik tersebut,

hubungan antara selisih upah dan produktivitas dibagi ke dalam empat kuadran

sebagaimana terdapat dalam gambaran berikut.

Kuadran 4

Upah optimal < Upah Aktual

Produktivitas TK > Nasional

Kuadran 1

Upah optimal > Upah Aktual

Produktivitas TK > Nasional

Kuadran 3

Upah optimal <Upah Aktual

Produktivitas TK < Nasional

Kuadran 2

Upah optimal > Upah Aktual

Produktivitas TK < Nasional

Grafik 25–27 secara berurutan menunjukkan hubungan selisih upah optimal

dan upah aktual yang dikaitkan dengan tingkat produktivitas yang dibagi ke dalam

tiga periode waktu, yaitu periode 2002, 2007, dan 2012. Hal yang perlu dicermati

adalah posisi di kuadran 1 dan kuadran 3. Kedua kuadran menunjukkan kondisi

ketidaksesuaian antara upah dan produktivitas tenaga kerja yang signifikan. Pada

tahun 2002 Provinsi Aceh, Jakarta, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan

merupakan provinsi yang berada pada kuadran 1. Dengan demikian, dapat

dikatakan bahwa pada tahun tersebut, dengan tingkat produktivitas tenaga kerja di

atas rata-rata nasional, upah aktual pekerja sektor industri pengolahan pada

keempat provinsi tersebut masih berada di bawah upah optimal yang seharusnya

diterima. Untuk kategori kuadran tiga, pada tahun 2002 terdapat delapan belas

provinsi yang termasuk kategori tersebut, yaitu Provinsi Jambi, Bengkulu,

Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT,

Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara,

Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Maluku, dan Papua. Dengan demikian, dapat

Page 45: PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA … BI No.13-2014... · 2 PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari, Ferry …

44

disimpulkan bahwa hampir 70% provinsi di Indonesia menerima upah aktual di atas

upah optimal meskipun produktivitas tenaga kerjanya termasuk ke dalam kategori

rendah (di bawah rata-rata nasional).

Grafik 25. Tingkat Produktivitas Tenaga Kerja dan Deviasi Upah Provinsi

(2002)

Setelah lima tahun yaitu pada tahun 2007, terjadi pergeseran yang cukup

signifikan daripada tahun 2002. Untuk kuadran 1 terdapat penambahan jumlah

provinsi, dari yang semula hanya Jakarta, Sumatera Selatan, dan Sumatera Utara

bertambah menjadi Jakarta, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Riau, Aceh, dan

Kalimantan Barat. Riau yang semula masuk ke dalam kuadran empat, pada tahun

2007 bergeser menuju kuadran satu. Sementara itu, Aceh dan Kalimantan Barat

yang semula berada pada kuadran tiga, pada tahun 2007 masuk ke dalam kategori

kuadran 1 sehingga dapat dikatakan bahwa pada tahun 2007 terjadi peningkatan

jumlah provinsi yang menerima upah aktual di bawah upah optimal. Selain itu,

produktivitas juga semakin meningkat pula jika dibandingkan dengan rata-rata 5

tahun sebelumnya, sedangkan untuk kuadran 3 meskipun jumlah provinsi yang

masuk ke dalam kategori ini tetap sama, yaitu 18 provinsi atau setara 70% nasional,

tetapi terjadi perubahan nama provinsi yang masuk ke dalam kategori ini. Provinsi

tersebut, antara lain, adalah Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Lampung, Jawa

Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Kalimantan Tengah,

Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Maluku,

dan Papua.

Page 46: PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA … BI No.13-2014... · 2 PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari, Ferry …

45

Grafik 26. Tingkat Produktivitas Tenaga Kerja dan Deviasi Upah Provinsi (2007)

Pada tahun 2012 provinsi yang termasuk dalam kuadran 1 adalah Jakarta,

Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jambi, dan Kalimantan Barat berada dalam

kuadran 1. Dari kelima provinsi tersebut empat di antaranya selalu berada pada

kuadran satu sejak periode 2002, 2007, dan 2012, hanya Provinsi Jambi yang

mengalami pergeseran yang signifikan dari kuadran tiga menuju kuadran satu.

Untuk kuadran 3 terdapat 17 provinsi yang masuk ke dalam kategori tersebut, yaitu

Provinsi Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah,

Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara,

Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, dan Papua. Pada

tahun 2012 pekerja sektor industri pengolahan di ketujuh belas provinsi tersebut

menerima selisih upah aktual di atas upah optimal meskipun produktivitas tenaga

kerjanya cenderung rendah di bawah rata-rata nasional.

Page 47: PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA … BI No.13-2014... · 2 PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari, Ferry …

46

Grafik 27. Tingkat Produktivitas Tenaga Kerja dan Deviasi Upah Provinsi

(2012)

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa selama periode

2002, 2007, dan 2012 sebagian besar provinsi Indonesia memberikan upah aktual

di atas upah optimal kepada tenaga kerja pada sektor industri pengolahan.

Sementara itu, upah aktual yang tinggi tersebut tidak didukung oleh produktivitas

tenaga kerja yang tinggi pula. Secara kontinu hampir seluruh provinsi di Pulau

Jawa, Bali, Nusa Tenggara, serta sebagian Sulawesi dan Sumatera masuk ke dalam

kategori tersebut. Di sisi lain Provinsi Jakarta, Sumatera Utara, Sumatera Selatan,

dan Kalimantan Barat secara kontinu menjadi provinsi yang menerima upah aktual

di bawah upah optimal yang seharusnya diterima, sedangkan produktivitas tenaga

kerja sektor industri pengolahan di provinsi tersebut lebih tinggi jika dibandingkan

dengan rata-rata produktivitas nasional. Meskipun begitu, selisih upah aktual yang

berada di bawah upah optimal tersebut tidak berada dalam kisaran yang signifikan,

hanya berkisar antara Rp30.000,00–Rp300.000,00, sedangkan untuk kondisi

kuadran 3, selisih upah aktual yang terjadi jauh berada di atas upah optimal yang

seharusnya diterima dengan rentang selisih yang cukup besar.

5.3 Dampak Perbedaan Upah Optimal dan Upah Aktual terhadap

Penyerapan Tenaga Kerja

Pada bagian ini akan dianalisis bagaimana dampak perbedaan upah tersebut

terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri pengolahan pada tiap-tiap

provinsi serta bagaimana melihat faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi

Page 48: PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA … BI No.13-2014... · 2 PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari, Ferry …

47

penyerapan tenaga kerja pada sektor tersebut. Sebagai tahap awal dilakukan uji

untuk melihat apakah terjadi permasalahan endogenity antara selisih upah dan

tingkat penyerapan tenaga kerja. Untuk mengetahui hal tersebut, tes yang

dilakukan adalah tes yang dikembangkan oleh Hausman dengan hipotesis nol, yaitu

variabel bersifat exogenous. Berdasarkan uji Hausman17 yang dilakukan, diperoleh

hasil bahwa nilai p-value-nya sebesar 0,395 sehingga dapat disimpulkan bahwa

selisih upah tersebut bersifat exogenus. Setelah memastikan tidak terdapat

permasalahan endogeneity dalam model, estimasi panel dinamis dapat dilakukan

sesuai dengan model yang telah dibangun. Selanjutnya, model panel dinamis yang

digunakan adalah two step GMM-system (GMM-SYS) yang telah memenuhi kriteria

model terbaik untuk panel dinamis seperti yang ditampilkan pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil Estimasi Panel Dinamis

Ln. Employment

Estimated

Coefficients Standard Error P>|z|

L1. Lnemployment

Ln. Selisih upah*

Growth Ymanufaktur

Ln. Schooling

Constanta

0,7949

-0,1521

0,0091

0,4607

1,4277

0,0266

0,0269

0,0014

0,1138

0,3317

0,000

0,000

0,000 0,000

0,000

Arellano Bond Test

Order 1

Order 2

H0: no autocorrelation

z Prob > z

-2,6855 0,0072

-0,3968 0,6915

Sargan Test

H0: Overidentfying restriction are valid

chi2(17) = 22,64098

Prob > chi2 = 0,1613

Ket: * = selisih upah optimal – upah aktual

Secara umum metode estimasi dalam model data panel dinamis

menunjukkan hasil estimasi yang baik. Hal itu terlihat dari tingkat signifikansi dan

17 Hausman Test for Endogeneity

H0 : ln selisih upah dalam model exogenous chi2 (3) = (b-B)’ [(V_b-V_B)^(-1)](b-B)

H1 : ln selisih upah dalam model endogeneous = 2,98

Prob>chi2 = 0,3953

Page 49: PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA … BI No.13-2014... · 2 PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari, Ferry …

48

tanda koefisien estimasi pada model yang sesuai dengan harapan teoretis. Selain

itu, metode panel dinamis dengan pendekatan GMM yang digunakan telah

memenuhi kriteria model terbaik secara statistik. Kriteria model panel dinamis

dengan pendekatan GMM terbaik adalah konsistensi dan validitas instrumen. Pada

model yang dibangun, kedua kriteria tersebut terpenuhi dengan baik sehingga

disimpulkan bahwa model dinamis yang dibangun adalah model terbaik.

Pada model pertama, konsistensi estimasi yang ditunjukkan oleh hasil

Arellano-Bond (AB) dengan nilai statistik order 1 (-2,6855) dan peluang 0,007

menunjukkan signifikansi pada taraf nyata 1%, 5%, dan 10%, sedangkan nilai

statistik m2 (-0,3968) dan peluang 0,6915 menunjukkan nilai yang tidak signifikan

pada taraf nyata 1%, 5%, dan 10%. Oleh karena itu, berdasarkan uji ini penduga

dikatakan konsisten dan tidak ditemukan adanya autokorelasi. Kriteria

kesempurnaan model dinamis pada estimasi ini juga dilihat dari uji Sargan yang

dilakukan dengan nilai statistik sebesar 22,6409 dan peluang 0,1613 yang tidak

signifikan pada taraf nyata 1%, 5%, dan 10%. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada

korelasi antarresidu dan over-identifying restrictions sehingga bisa dikatakan tidak

ada masalah dengan validitas instrumen.

Hasil empiris membuktikan bahwa semakin besar selisih upah optimal

terhadap upah aktual akan berdampak negatif terhadap penyerapan tenaga kerja

pada sektor industri di seluruh provinsi dengan nilai koefisien sebesar 0,15. Hasil

itu sejalan dengan penelitian yang dilakukan di antaranya oleh Elgin dan Kuzubas

(2013), untuk kasus Turki, yang menunjukkan bahwa upah yang tidak sejalan

dengan produktivitas berdampak pada peningkatan tingkat pengangguran.

Sementara itu, pertumbuhan output sektor manufaktur serta average years of

schooling pada tiap-tiap provinsi berdasarkan hasil estimasi diduga berpengaruh

positif terhadap peningkatan jumlah tenaga kerja pada sektor industri pengolahan

dengan nilai koefisien berturut-turut sebesar 0,009 dan 0,46. Hal itu menunjukkan

semakin tinggi pertumbuhan output sektor industri pengolahan akan berdampak

pada peningkatan penyerapan jumlah tenaga kerja pada sektor tersebut. Begitu pula

dengan faktor average years of schooling, semakin tinggi rata-rata lama pendidikan

penduduk pada masing-masing provinsi akan berdampak pada peningkatan jumlah

penyerapan tenaga kerja pada sektor industri pengolahan.

Hasil pada penelitian ini mendukung temuan sebelumnya, misalnya,

Suryadarma et al. (2007) menemukan hubungan positif antara pertumbuhan

ekonomi dan pertumbuhan penyerapan tenaga kerja, baik di perdesaan maupun di

Page 50: PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA … BI No.13-2014... · 2 PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari, Ferry …

49

perkotaan. Secara keseluruhan, seluruh variabel pertumbuhan PDB (pertanian,

industri, dan jasa di perkotaan dan perdesaan) memiliki hubungan positif dan

signifikan terhadap pertumbuhan tenaga kerja. Rizwanul Islam (2004) juga

menemukan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi menunjukkan kapasitas

produksi yang meningkat dan, karena itu, terdapat peningkatan kesempatan kerja

dengan produktivitas yang meningkat. Pertumbuhan ekonomi mengakibatkan

tingkat penyerapan tenaga kerja yang meningkat dengan upah riil yang lebih baik

sebagai akibat dari peningkatan produktivitas. Sementara itu, Mohammad Ikhsan

(2005) menemukan bahwa dampak pertumbuhan ekonomi terhadap kesempatan

kerja sangat tergantung pada harga relatif tenaga kerja dan modal serta tahapan

pembangunan Indonesia. Distorsi dalam harga tenaga kerja, baik dalam bentuk

rigiditas pasar tenaga kerja maupun kebijakan upah minimum akan meningkatkan

harga relatif tenaga kerja dan mengurangi penciptaan lapangan kerja karena

pengusaha cenderung akan menggunakan teknologi yang menggunakan intensitas

modal yang lebih tinggi.

VI. SIMPULAN DAN SARAN

Page 51: PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA … BI No.13-2014... · 2 PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari, Ferry …

50

5.1 Simpulan

1. Berdasarkan pengujian panel kointegrasi dengan metode Westerlund tidak

ditemukan hasil yang signifikan untuk membuktikan adanya hubungan

kointegrasi linier dalam jangka panjang antara upah riil dan produktivitas.

Adanya ketidakselarasan itu di antaranya dapat bersumber dari kebijakan

pengupahan yang masih belum sepenuhnya memperhitungkan kinerja dan

produktivitas tenaga kerja. Sebagaimana diketahui upah yang berlaku saat ini

khususnya untuk medium to low skilled labour lebih ditentukan oleh komponen

standar biaya hidup minimal. Tidak terdeteksinya hubungan kointegrasi

tersebut terlihat pula dari perbandingan antara pertumbuhan upah aktual dan

pertumbuhan produktivitas tenaga kerja di sektor industri pengolahan relatif

terhadap tahun dasar 2001 yang tidak sejalan. Pertumbuhan produktivitas

terhadap tahun dasar cenderung stagnan, sedangkan pertumbuhan upah

aktual mengalami peningkatan yang signifikan.

2. Sebagian besar sektor industri pengolahan provinsi tercatat memberikan upah

aktual yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan upah optimal. Deviasi antara

upah optimal dan upah aktual pada tiap-tiap daerah cukup variatif, tetapi

terdapat beberapa provinsi yang mengalami pelebaran selisih upah aktual

terhadap upah optimal selama tahun 2008–2012, yaitu Jawa Barat, Jawa

Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Sumatera Barat, Bengkulu,

Lampung, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi

Tengah, Maluku, dan Papua.

3. Jika upah tenaga kerja dikaitkan dengan produktivitas rata-rata sektor industri

pengolahan, selama periode 2002, 2007, dan 2012 hampir sebagian besar

provinsi Indonesia (sekitar 18–20 ) memberikan upah aktual di atas upah

optimal. Di lain pihak upah aktual yang tinggi tersebut tidak didukung oleh

produktivitas tenaga kerja yang tinggi (produktivitasnya berada di bawah rata-

rata produktivitas nasional). Provinsi yang secara kontinu berada dalam kategori

tersebut adalah hampir seluruh provinsi di Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara,

serta sebagian Sulawesi dan Sumatera.

4. Beberapa provinsi, yaitu DKI Jakarta, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan

Kalimantan Barat secara kontinu menerima upah aktual di bawah upah optimal

yang seharusnya diterima, sedangkan produktivitas tenaga kerja pada sektor

Page 52: PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA … BI No.13-2014... · 2 PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari, Ferry …

51

industri pengolahan lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata

produktivitas nasional. Meskipun begitu, selisih upah aktual yang berada di

bawah upah optimal tersebut tidak berada dalam kisaran yang signifikan.

5. Semakin besar selisih upah optimal terhadap upah aktual akan berdampak

negatif terhadap penyerapan tenaga kerja pada sektor manufaktur di seluruh

provinsi. Selain itu, penyerapan tenaga kerja pada sektor industri pengolahan

dipengaruhi secara positif oleh pertumbuhan output sektor industri pengolahan

serta average years of schooling pada tiap-tiap provinsi.

5.2 Saran

Deviasi antara upah optimal dan upah aktual pada sektor industri

pengolahan perlu mendapat perhatian yang serius karena dalam jangka pendek

dapat berimplikasi pada profit margin perusahaan pada skala mikro. Sementara itu,

dalam skala makro, kondisi tersebut dapat berpengaruh pada menurunnya

penyerapan tenaga kerja serta daya saing produk sektor industri pengolahan

Indonesia. Oleh karena itu, penerapan kebijakan upah minimum perlu lebih

memperhatikan tingkat produktivitas tenaga kerja. Sementara itu, di lain pihak

upaya peningkatan produktivitas tenaga kerja melalui peningkatan keahlian harus

terus diaktifkan.

DAFTAR PUSTAKA

Page 53: PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA … BI No.13-2014... · 2 PRODUKTIVITAS DAN UPAH OPTIMAL TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA G.A. Diah Utari, Ferry …

52

Alatas, Vivi & Cameron, Lisa A. “ The Impact of Minimum Wages on Employment in a Low-Income Country: A Quasi Natural Experiment in Indonesia”. Dalam ILR Review Vol. 61 No. 2 Cornell University.

Anglingkusumo, Reza et al. (2013). “Dampak Upah terhadap Produktivitas dan Inflasi” DKEM Working Paper No. WP/6/2013.

Berndt, Ernst & Wood, David (1975).”Technology, Prices, and the Derived Demand for Energy”. Dalam The Review of Economics and Statistics, Vol. 57, No. 3 (Aug., 1975), pp. 259–268,The MIT.

Carpio, Ximena D., Nguyen, Ha. & Wang, Liang C (2012).”Does the Minimum Wage Affect Employment?” World Bank Policy Research Working Paper 6147

Elgin, Cyhun & Kuzubas, Tolga U. (2013).” Wage-Productivity Gap in OECD Economies”. http://www.economics-ejournal.org/economics/journalarticles /2013-21

Kaufman, Bruce E. (2001) “The Economics of Labor Markets and Labor Relations”, The Dryden Press.

Klein, Nir (2012).” Real Wage, Labor Productivity, and Employment Trens in south Africa: A Closer Look”, IMF Working Paper No. 12/92

Kumar, Saten., Webber, Don., Perry, Geoff (2009).”Real Wages, Inflation & Labour Productivity in Australia”. Department of Busines Economics, Auckland University of Technology, New Zealand. https://ideas.repec.org/p/uwe/ wpaper/0921.html

Mankiw, Gregory (2003).Macro Economics. Fourth Edition. Worth Publisher

Mihaljek, Dubravko & Saxena, Sweta (2010).”Wages, Productivity & Structural Inflation in Emerging Market Economies”. BIS Paper http://www.bis.org/publ/bppdf/bispap49d.pdf

Nayak, Satya R. & Patra, Sudhakar (2013).” Wage-Labour Productivity Relationship in Manufacturing Sector of Odisha: An Observed Analysis”. Dalam International Journal of Engineering Science Invention. Volume 2 Issue 3.

Rocheteau, Guillaume & Tasci, Murat (2007),”The Minimum Wage and The Labor Market”. Federal Reserves Bank of Cleveleland.

Strauss, Jack & Wohar, Mark E. (2004).”The Linkage between Prices, Wages and Labor Productivity: A Panel Study of Manufacturing Industries”. Dalam Southern Economic Journal Vol 70 No. 4 (Apr., 2004, pp 920–941).

Sharpe, Andrew et al (2008), “The Relationship Between Labour Productivity and Real Wage Growth in Canada and OECD Countries” CSLS Research Report No. 2008-8

Tang, Chor Foon (2012).”The Non–Monotonic Effect of Real Wages on Labour Productivity: New Evidence From the Manufacturing Sector in Malaysia”. Dalam International Journal of Social Economics Volume 39 Issue 6.

Verbeek, Marno (2004).”A Guide to Modern Econometrics” Third Edition. John Wiley& Sons.

Westerlund, Joakim & Perysn, Damiaan (2008).“Error Correction Based Cointegration Test for Panel Data”. The Stata Journal 8 Numer 2, pp 232–241.