Upload
haphuc
View
228
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PROFIL STATISTIK GENDER
KOTA DENPASAR
TAHUN 2018
PENULIS:
NI LUH ARJANI NI MADE WIASTI
DINAS PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN
ANAK,PENGENDALIAN PENDUDUK DAN KELUARGA BERENCANA KOTA DENPASAR
BEKERJASAMA DENGAN
PUSAT STUDI WANITA DAN PERLINDUNGAN ANAK
UNIVERSITAS UDAYANA
SAMBUTAN
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak,
Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana
Kota Denpasar
Om Swastyastu,
Pertama-tama kami panjatkan puji syukur ke hadapan Tuhan Yang Maha
Esa/Ida Sang Hyang Widi Wasa karena berkat asung kertha wara nugraha- Nya
penyusunan buku Profil Statistik Gender Kota Denpasar tahun 2018 dapat
diselesaikan sesuai jadwal yang telah ditentukan.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi persoalan
gender dan pemberdayaan perempuan, namun sampai saat ini ketimpangan gender
pada berbagai bidang pembangunan masih tampak cukup menonjol, seperti di
bidang ekonomi, pendidikan, dan politik. Oleh karena itu, hal penting yang perlu
dilakukan secara serius dan konsisten adalah penerapan strategi pengarusutamaan
gender (PUG). Sementara ini masih ada dugaan bahwa, salah satu penyebab sulitnya
mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender adalah karena belum maksimalnya
pengintegrasian gender dalam kebijakan, program, dan kegiatan-kegiatan
pembangunan sebagai akibat lemahnya kondisi data gender yang ada sehingga
kebijakan/program/kegiatan pembangunan yang dihasilkan belum sepenuhnya
berperspektif gender. Padahal data terpilah berdasarkan jenis kelamin atau yang
sering disebut data gender sangat penting artinya dalam setiap penyusunan
perencanaan kebijakan/program/kegiatan pembangunan. Data ini dapat dikatakan
sebagai dasar utama dalam menyusun perencanaan yang responsif gender karena
atas dasar inilah kita bisa mengidentifikasi isu-isu gender yang masih terjadi di
masyarakat.
Tersusunnya buku Profil Statistik Gender Kota Denpasar Tahun 2017, tidak
lepas dan adanya komitmen dari pemerintah Kota Denpasar untuk
mempublikasikan data terpilah berdasarkan jenis kelamin dalam berbagai aspek
pembangunan dan secara berkala memperbaharui data tersebut. Tujuan publikasi
ini adalah untuk menunjukkan secara lebih nyata tentang kesenjangan dan isu
gender yang masih terjadi pada berbagai aspek pembangunan yang pada gilirannya
dapat memberikan petunjuk secara lebih jelas kepada para penentu kebijakan dan
penyusun program/kegiatan sehingga penanganan isu gender dapat dilakukan
secara lebih cermat dan tepat.
Oleh Karena itu, melalui kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih
banyak kepada Bapak Walikota Denpasar serta semua pihak yang telah
memfasilitasi sampai terwujudnya buku ini. Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi
kepentingan pembangunan di Kota Denpasar.
Om, Shanti, Shanti, Shanti, Om
Denpasar, Juli 2018 Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak,
Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Denpasar
Ir. I Gusti Agung Laksmi Dharmayanti, M.Si. Pembina Utama Muda
NIP. 19600505 198603 2 025
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang …………………………………………………………………. 1
1.2 Tujuan …………………………………………………………………………… 5
1.3 Manfaat …………………………………………………………………………. 5
1.4 Jenis dan Sumber Data ………………………………………………………. 6
1.5 Analisis Data …………………………………………………………………… 6
BAB II DEFINISI BEBERAPA KONSEP 8
2.1 Statistik Gender ………………………………………………………………… 8
2.2 Konsep Gender ……………………………………………………………….. 9
2.3 Kesetaraan Gender (KG)……………………………………………………… 10
2.4 Pengarusutamaan Gender (PUG) …………………………………………… 11
BAB III GAMBARAN UMUM KOTA DENPASAR 14
3.1 Sejarah Ringkas Kota Denpasar …………………………………………….. 14
3.2 Penjelasan Lambang …………………………………………………………. 15
3.3 Visi dan Misi ……………………………………………………………………. 17
2.3.1 Visi ……………………………………………………………………….. 17
2.3.2 Misi ...................................................................................................... 17
3.4 Letak Geografis ………………………………………………………………… 17
3.5 Kondisi Demografi …………………………………………………………….. 20
3.5.1 Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelami …………….. 20
3.5.2 Penduduk menurut Status Perkawinan ………………………………. 22
3.5.3. Indek Pembangunan Gender (IPG) ................................................... 23
BAB IV PENDIDIKAN
4.1 APM Pada Jenjang Pendidikan ………………………………………………. 27
4.2 Angka Partisipasi Kasar (APK) ……………………………………………… 29
4.3 Jumlah Siswa …………………………..……………………………………… 31
4.4 Guru yang Tersertifikasi ……………………………………………………… 33
4.4.1 Jumlah Guru SD Yang Tersertifikasi ………………………………… 33
4.4.2 Jumlah Guru SMP Yang Tersertifikasi ……………………………… 34
4.4.3 Jumlah Guru SMA dan SMK Yang Tersertifikasi ……………………. 35
4.5 Jumlah Sekolah ………………………………………………………………… 37
ii
BAB V KESEHATAN 39
5.1 Pemberian ASI Ekslusif ……………………… ……………………………… 40
5.2 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) …………………………………………… 42
5.3 Status Gizi Balita ………………………………………………………………. 44
5.4 Peserta Keluarga Berencana (KB) …………………………………………… 45
5.5 Jumlah Tenaga Kesehatan ……………………………………………………. 46
5.5.1 Jumlah Dokter Umum ……………………………………………………. 47
5.5.2 Dokter Spesialis …………………………………………………………. 48
5.5.3 Dokter Gigi ……………………………………………………………… 50
BAB VI EKONOMI 53
6.1 Kegiatan Utama Penduduk …………………………………………………… 53
6.2 Juru Parkir ……………………………………………………………………… 55
6.3 Petugas Kebersihan ………………………………………………………….. 56
6.4 Tenaga Pertamanan ………………………………………………………….. 58
6.5 Pemilik Salon ………………………………………………………………….. 59
6.6 Tenaga Kerja di Bidang Usaha Fitnes ………………………………………. 62
6.7 Tenaga Kerja di Sektor Pariwisata .............................................................. 63
6.8 Pemilik Hotel …………………………………………………………………… 65
6.9 Tenaga Kerja Restoran/RM ....................................................................... 67
BAB VII SEKTOR PUBLIK 70
7.1 Legislatif ……………………………………………………………………… 72
7.1 Keanggotaan DPRD ……………………………………………………… 72
7.2 Pengurus Partai Politik ……………………………………………………… 75
7.3 Anggota Panitia Pemilihan …………………………………………………… 73
7.4 Anggota Panitia Pemungutan Suara ……………………………………… 80
7.5 Anggota KPU …………………………………………………………………… 82
7.6 Pegawai Negeri Sipil Menurut Golongan Kepangkatan ……………………. 84
7.7 Pejabat Berdasarkan Eselon …………………………………………………… 86
7.8 Yudikatif ………………………………………………………………………… 88
7.8.1 Jaksa ................................................................................................. 89
7.8.2 Hakim ............................................................................................... 90
7.8.3 Notaris ............................................................................................... 91
7.8.4 Advokat ............................................................................................. 92
7.8.5 Polisi ................................................................................................. 93
iii
BAB VIII LAIN-LAIN 96
8.1 Korban dan Pelaku Kekerasan……………………………………………….. 96
8.2 Gelandangan dan Pengemis (Gepeng) ……………………………………. 100
8.3 Penduduk Lanjut Usia (Lansia) …………………………………………….. 104
BAB IX PENUTUP 107
9.1 Simpulan………………………………………………………………………… 107
9.2 Rekomendasi…………………………………………………………………… 108
Daftar Pustaka ………………………………………………………………………… 109
iv
DAFTAR TABEL
Tabel : 3.1 Jumlah Desa, Jumlah Banjar dan Jumlah Rumahtangga Di Kota Denpasar Tahun 2017 ……………………………………………………………………..
18
Tabel : 3.2 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Dan Kelompok Umur Di Kota Denpasar 2016 dan 2017 ………………………………………………………..
21
Tabel : 3.3 Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun ke Atas menurut Karakteristik dan Status Perkawinan, 2017 ………………………………………
23
Tabel : 4.1 APM Menurut Jenjang Pendidikan di Kota Denpasar tahun 2015/2016 dan 2016/2017 ……………………………………………………………..
27
Tabel : 4.2 APK menurut Jenjang Pendidikan di Kota Denpasar ………………………..
29
Tabel : 4.3 Jumlah Siswa Berdasarkan Jenjang Pendididikan di Kota Denpasar, Tahun 2015/2016-2016/2017 ...............................................................
31
Tabel : 4.4 Jumlah Guru SD yang sudah tersertifikasi menurut Jenis Kelamin di Kota Denpasar Tahun 2015/2016- 2016/2017 ………………………………
34
Tabel : 4.5 Jumlah Guru SMP yang sudah Sertifikasi menurut Jenis Kelamin di Kota Denpasar ………………………………………………………………………………..
35
Tabel : 4.6 Jumlah Guru SMA dan SMK yang sudah tersertifikasi menurut Jenis Kelamin di Kota Denpasar ……………………………………………………………….
36
Tabel : 4.7 Jumlah Sekolah di Kota DenpasarTahun 015/2016 dan 2016/2017 ….
37
Tabel : 5.1 Persentase Pemberian ASI Eksklusif di Kota Denpasar Tahun 2016 dan 2017 ……………………………………………………………………………………………….
41
Tabel : 5.2 Bayi Berat Badan Lahir Rendah (Bblr) Menurut Jenis Kelamin Di Kota Denpasar Tahun 2017 ……………………………………………………………………..
43
Tabel : 5.3 Cakupan Balita Gizi Buruk di Kota Denpasar Tahun 2017 ………………..
44
Tabel : 5.4 Jumlah Peserta KB di Kota Denpasar Tahun 2016 dan 2017 ……………
46
Tabel : 5.5 Jumlah Dokter Umum yang ada di Kota Denpasar Tahun 2017 ……..
48
Tabel : 5.6 Jumlah Dokter Spesialis yang ada di Kota Denpasar Tahun 2016 dan 2017 ……………………………………………………………………………………………….
49
v
Tabel : 5.7 Jumlah Dokter Gigi yang ada di Kota Denpasar Tahun 2017 …………..
50
Tabel : 6.1 Jumlah Juru Parkir di Tepi Jalan Umum dan Pelataran menurut Jenis Kelamin di Kota Denpasar Tahun 2016 dan 2017 …………………………….
56
Tabel : 6.2 Jumlah Tenaga Kebersihan di Kota Denpasar menurut Jenis Kelamin Tahun 2016 dan 2017 …………………………………………………………………….
57
Tabel : 6.3 Jumlah Tenaga Pertamanan di Kota Denpasar menurut Jenis Kelamin Tahun 2017 ……………………………………………………………
59
Tabel : 6.4 Jumlah Pemilik Salon Menurut Jenis Kelamin di Kota
Denpasar Tahun 2016 dan 2017 …………………………………………………….
60
Tabel : 6.5
Tenaga Kerja yang di Serap pada Bidang Usaha Fitnes Menurut Jenis Kelamin di Kota Denpasar Tahun 2016 dan 2017 …………………………..
62
Tabel : 6.6 Jumlah Tenaga Kerja yang Terserap di Sektor Pariwisata di Kota Denpasar tahun 2015 dan 2017 .......................................................
64
Tabel : 6.7 Jumlah Pemilik Hotel di Kota Denpasar menurut Jenis Kelamin tahun 2016 dan 2017 ....................................................................................
66
Tabel : 6.8 Tenaga Kerja yang terserap pada Bidang Usaha Restoran dan Rumah Makan Menurut Jenis Kelamin ………………………………………………………..
68
Tabel : 7.1 Proporsi Keanggotaan DPRD menurut Partai dan Jenis Kelamin di Kota Denpasar Periode 2014 – 2019 ………………………………………………
74
Tabel : 7.2 Jumlah Anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) menurut Jenis Kelamin di Kota Denpasar Tahun 2014-2019 .....................................
79
Tabel : 7.3 Jumlah Anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS) menurut Jenis Kelamin di Kota Denpasar Tahun 2016 dan 2017 ……………………………
81
Tabel : 7.4 Jumlah PNS berdasarkan Jenis Kelamin dan unit Kerja di Kota Denpasar, 2017 ……………………………………………………………………………….
85
Tabel :7.5 Komposisi Pegawai Negeri Sipil menurut Golongan Kepangkatan di Kota Denpasar Tahun 2016 dan 2017 ……………………………………………..
86
Tabel : 7.6 Jumlah Pejabat berdasarkan Eselon dan Jenis Kelamin di Kota Denpasar Tahun 2017 .........................................................................
87
vi
Tabel : 8.1 Bentuk-Bentuk Kekerasan di Kota Denpasar menurut Jenis Kelamin Tahun 2016 dan 2017 ……………………………………………………………………..
98
Tabel : 8.2 Ciri – Ciri dan Pelaku Korban Kekerasan menurut Umur di Kota Denpasar. 2016 dan 2017 ………………………………………………………………….
99
Tabel : 8.3 Jumlah Gepeng Menurut Jenis Kelamin yang Telah di bina dan di Pulangkan di Kota Denpasar, Tahun 2016 dan 2017 ........................
104
Tabel : 8.4 Jumlah Lansia menurut Jenis Kelamin di Kota Denpasar Tahun 2017
105
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar : 3.1 Persentase Luas Wilayah Kota Denpasar Menurut Kecamatan Tahun 2017 …………………………………………………………………………….
1 19
Gambar : 3.2 Perkembangan IPG Kota Denpasar dan Bali Tahun 2014 dan 2015 ……………………………………………………………………………………….
24
Gambar : 4.1 Persentase Angka Partisipasi Murni SD-SMA dan jenis kelamin di Kota Denpasar Tahun 2016/2017 .............................................
28
Gambar : 4.2 Persentase Angka Partisipasi Kasar Menurut Jenjang Pendidikan dan jenis kelamin di Kota Denpasar Tahun 2016/2017 ..............
30
Gambar : 4.3 Persentase Siswa SD- SMA Menurut Jenis Kelamin di Kota Denpasar Tahun 2016/2017 …………………………………………………..
32
Grafik : 4.4 Persentase Guru SD, SMP, SMA dan SMK yang Telah Tersertivikasi menurut Jenis Kelamin, 2017 ................................
37
Gambar : 5.1 Persentase Dokter menurut jenis kelamin di Kota Denpasar Tahun 2017 …………………………………………………………………………….
51
Gambar : 6.1 Persentase Tenaga Kebersihan Menurut Jenis Kelamin Tahun 2016 dan 2017 ..............................................................................
58
Gambar : 6.2 Persentase Pemilik Salon Menurut Jenis Kelamin di Kota Denpasar Tahun 2016 dan 2017 …………………………………………..
61
Gambar : 6.3 Persentase Tenaga Kerja yang di Serap pada Bidang Usaha Salon Kecantikan Menurut Jenis Kelamin di Kota Denpasar Tahun 2011 dan 2012 ……………………………………………………………………….
63
Gambar : 6.4 Persentase Tenaga kerja Laki-laki dan Perempuan yang Terserap di Sektor Pariwisata di Kota Denpasar Th.2015 dan 2017 ...........................................................................................
65
Gambar : 6.5 Jumlah Pemilik Hotel di Kota Denpasar menurut Jenis Kelamin Th. 2017 ....................................................................
67
Gambar : 6.6 Persentase Tenaga Kerja yang terserap pada Bidang Usaha Restoran dan Rumah Makan Menurut Jenis Kelamin di Kota Denpasar Tahun 2015 dan 2017 ...........................................
69
viii
Gambar : 7.1 Persentase Keanggotaan DPRD menurut Jenis Kelamin di Kota Denpasar Periode 2014 – 2019 ................................................
75
Gambar : 7.2 Persentase Pengurus Partai Politik (Parpol) menurut Jenis Kelamin di Kota Denpasar Tahun 2017 ......................................
78
Gambar : 7.3 Jumlah Anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) menurut Jenis Kelamin di Kota Denpasar Tahun 2014- 2019 .....
80
Gambar : 7.4 Persentase Anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS) menurut Jenis Kelamin di Kota Denpasar Tahun 2016 dan 2017 …………
82
Gambar : 7.5 Persentase Anggota KPU Kota Denpasar Periode Tahun 2013-2018 ............................................................................................
83
Gambar : 7.6 Persentase Pegawai Negeri Sipil menurut Golongan Kepangkatan di Kota Denpasar Tahun 2017 ……………………………..
86
Gambar : 7.7 Persentase Pejabat berdasarkan Eselon dan Jenis Kelamin di Kota Denpasar Tahun 2017 .....................................................
88
Gambar : 7.7 Persentase Pejabat berdasarkan Eselon dan Jenis Kelamin di Kota Denpasar Tahun 2017 .....................................................
89
Gambar : 7.9 Persentase Hakim Menurut Jenis Kelamin, Tahun 2017 …………
90
Gambar :7.10 Persentase Notaris menurut Jenis Kelamin di Kota Denpasar Tahun 2017 ................................................................................
91
Gambar :7.11 Persentase Advokat menurut Jenis Kelamin di Kota Denpasar Tahun 2017 ................................................................
93
Gambar : 7.12 Persentase Polisi menurut jenis Kelamin di Kota Denpasar Tahun 2017 .................................................................................
94
Gambar : 7.13 Persentase Penegak Hukum Menurut Jenis Kelamin di Kota Denpasar Tahun 2017 ...............................................................
94
Gambar : 8.1 Persentase Korban kekerasan menurut Jenis kelamin di Kota Denpasar Tahun 2016 dan 2017 ……………………………………………..
100
Gambar : 8.2 Persentase Gepeng menurut Jenis Kelamin di Kota Denpasar, Tahun 2016 dan 2017 ................................................................
103
Gambar : 8.3 Persentase Penduduk Lansia menurut Kecamatan di Kota Denpasar Tahun 2017 ...............................................................
106
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap manusia yang hidup di dunia ini menginginkan kondisi
yang damai, aman dan sejahtera baik dalam keluarga maupun
masyarakat. Kondisi yang demikian ini juga menjadi tujuan
pembangunan jangka panjang tahun 2005-2025 yakni terwujudnya
bangsa yang maju, mandiri, dan adil sebagai landasan bagi tahap
pembangunan berikutnya menuju masyarakat adil dan makmur dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam
Lampiran Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (RPJP
Nasional 2005-2025) disebutkan bahwa salah satu indikator yang dapat
dijadikan sebagai ukuran tercapainya Indonesia maju, mandiri, dan adil
adalah tercapainya sasaran berupa terwujudnya bangsa yang berdaya
saing untuk mencapai masyarakat yang lebih makmur dan sejahtera
ditunjukkan oleh meningkatnya kualitas sumber daya manusia,
termasuk peran perempuan dalam pembangunan.
Meskipun secara normatif telah tersirat dan tersurat tujuan hidup
adil dan sejahtera, namun sampai saat ini persoalan gender dan
pemberdayaan perempuan masih belum menunjukkan kondisi yang
menggembirakan. Hal ini secara nyata tampak dari kondisi
ketimpangan gender yang masih terjadi pada berbagai indikator
pembangunan seperti di bidang pendidikan, ekonomi, sosial, budaya
dan bidang politik. Kondisi ini menggambarkan bahwa permasalahan
gender tetap menjadi isu strategis yang memerlukan penanganan
serius. Lebih-lebih saat ini permasalahan gender sudah menjadi isu
global dengan dimasukkannya dalam kesepakatan Millenium
Divelopment Gols (MDGs) yang dicanangkan oleh PBB dalam
Millenium Summit yang diselenggarakan pada bulan September tahun
2
2000. MDGs telah menyepakati 8 goals dan 17 target yang harus
dicapai oleh 191 negara anggota PBB pada tahun 2015. Salah satu
dari delapan goals tersebut yakni goals ke tiga adalah Kesetaraan
gender dan pemberdayaan perempuan. Hasil evaluasi dari target
MDGs tahun 2015 kesetaraan gender ternyata belum menunjukkan
hasil yang maksimal, maka target ini dilanjutkan ke Sustainable
Development Goals (SDGs) dengan target capaian di tahun 2030. Ini
berarti bahwa setiap negara yang ikut menandatangani kesepakatan
tersebut harus mampu mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender
serta pemberdayaan perempuan di tahun 2030. Ini menunjukkan
bahwa permasalahan gender dan pemberdayaan perempuan menjadi
tantangan global bagi semua elemen masyarakat baik pemerintah
maupun swasta.
Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk
mengatasi persoalan gender dan pemberdayaan perempuan sudah
lebih dari tiga dasa warsa. Perhatian terhadap isu gender ini sejalan
dengan pergeseran paradigma pembangunan dari pendekatan
keamanan dan kestabilan (security) menuju pendekatan kesejahteraan
dan keadilan (prosperity) atau dari pendekatan produksi ke pendekatan
kemanusiaan dalam suasana yang lebih demokratis dan terbuka.
Terjadinya perubahan paradigma pembangunan seperti ini, menjadi
dasar untuk mengatasi persoalan gender (KPP, 2005;4).
Berbagai strategi dan pendekatan telah dilakukan oleh
pemerintah untuk mengatasi persoalan gender di Indonesia. Secara
resmi penanganan masalah perempuan dan gander dilakukan sejak
didirikannya lembaga khusus pemberdayaan perempuan pada tahun
1978 yang saat itu bernama Menteri Muda Urusan Peranan Wanita
(Men.UPW). Melalui lembaga Negara ini pemerintah Indonesia
melaksanakan aksi penanggulangan permasalahan Perempuan dan
gender yang banyak terjadi di masyarakat.
Kuatnya komitmen Pemerintah Republik Indonesia untuk
mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender sudah tampak sejak
pemerintah meratifikasi konvensi ILO No. III melalui Undang-undang
Nomor 80 Tahun 1957. Payung hukum ini menggariskan pengupahan
3
yang sama antara laki-laki dan perempuan dalam jenis pekerjaan yang
sama nilainya. Kemudian pada tahun 1984 Pemerintah RI juga telah
meratifikasi Convention the Elimination of all Forms of Discrimination
Againt Women (CEDAW) dengan Undang-undang. Nomor 7 Tahun
1984 yang menghendaki penghapusan segala bentuk diskriminasi
terhadap perempuan. Berbagai kebijakan dan strategi pembangunan
juga telah ditempuh oleh pemerintah untuk mewujudkan kesetaraan
gender dalam kehidupan masyarakat, seperti Women in Development
(WID), Women and Development (WAD), Gender and Divelopment
(GAD) dan Gender Mainstreaming (GM). Pada tahun 2000 Presiden
Republik Indonesia mengeluarkan Inpres Nomor 9 Tahun 2000 tentang
Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional. Melalui
instrumen yuridis ini, Presiden Republik Indonesia menginstruksikan
kepada semua pejabat pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun
Daerah untuk melaksanakan pengarusutamaan gender (PUG) guna
terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan,
pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan
nasional yang berspektif gender sesuai bidang tugas dan fungsi, serta
kewenangan masing-masing.
Instruksi Persiden di atas kemudian mendapat respon yang
positif dari jajaran pemerintahan di daerah, termasuk di Provinsi Bali
khususnya pemerintah Kota Denpasar. Sebagai komitmen Pemerintah
Provinsi Bali dan Kota Denpasar dalam mendukung kebijakan
pemerintah dan program pemberdayaan perempuan, pada tahun 2001
di lingkungan Sekretariat Daerah Pemerintah Daerah Provinsi Bali
telah dibentuk lembaga khusus yang menangani masalah peningkatan
peranan perempuan, yaitu Biro Bina Kesejahtertaan dan
Pemberdayaan Perempuan (BKPP), yang dipimpin oleh seorang
Pejabat Eselon II. Sementara itu, di kota telah dibentuk pula lembaga
serupa setingkat eselon dua. Saat ini, lembaga yang menangani
masalah pemberdayaan perempuan di tingkat Provinsi Bali adalah
Badan Pemeberdayaan dan Perlindungan Perempuan dan
Perlindungan Anak (BP3A), dan untuk di Kota Denpasar urusan
pemberdayaan perempuan ditangani oleh Badan Keluarga Berencana
4
dan Pemberdayaan Perempuan (KBPP) yang sejak awal tahun 2017
telah berubah menjadi Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan
Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (PPPAPPKB).
Dengan adanya lembaga khusus yang menangani persoalan gender,
perempuan, dan anak maka akan lebih mudah dan lebih terfokus dalam
mengaplikasikan program-program dan strategi pengarusutamaan
gender, serta upaya-upaya lain dalam mengatasi persoalan gender dan
perempuan dan anak.
Meskipun berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk
mengatasi persoalan gender dan pemberdayaan perempuan serta
perlindungan anak, namun sampai saat ini ketimpangan gender pada
berbagai bidang pembangunan masih tampak cukup menonjol, seperti
di bidang ekonomi, pendidikan, dan politik. Oleh karena itu, hal penting
yang perlu dilakukan secara serius dan konsisten adalah penerapan
strategi pengarusutamaan gender (PUG). Sementara ini masih ada
dugaan bahwa, salah satu penyebab sulitnya mewujudkan kesetaraan
dan keadilan gender adalah karena belum maksimalnya
pengintegrasian gender dalam kebijakan, program, dan kegiatan-
kegiatan pembangunan sebagai akibat lemahnya kondisi data gender
yang ada sehingga kebijakan/program/kegiatan pembangunan yang
dihasilkan belum sepenuhnya berperspektif gender. Padahal data
terpilah berdasarkan jenis kelamin atau yang sering disebut data
gender sangat penting artinya dalam setiap penyusunan perencanaan
kebijakan/program/kegiatan pembangunan. Data ini dapat dikatakan
sebagai dasar utama dalam menyusun perencanaan yang responsif
gender karena atas dasar inilah kita bisa mengidentifikasi isu-isu
gender yang masih terjadi di masyarakat. Oleh karena itu, Pemerintah
Indonesia pada umumnya dan Provinsi Bali serta Kabupaten/kota, sejak
tahun 2001 mulai mempublikasikan data terpilah berdasarkan jenis
kelamin dalam berbagai aspek pembangunan dalam bentuk buku Profil
Statistik Gender, dan secara berkala memperbaharui data tersebut.
Tujuan publikasi ini adalah untuk menunjukkan secara lebih nyata
tentang kesenjangan dan isu gender yang masih terjadi pada berbagai
aspek pembangunan yang pada gilirannya dapat memberikan petunjuk
5
secara lebih jelas kepada para penentu kebijakan dan penyusun
program/kegiatan sehingga penanganan isu gender dapat dilakukan
secara lebih cermat dan tepat.
Selain itu, eksistensi buku yang mempublikasikan data gender
secara lengkap menjadi dasar untuk mendukung pengaplikasian
strategi pengarusutamaan gender dan teknik analisis gender. Tanpa
adanya data ini, analisis gender tidak bisa dilakukan. Oleh karena itu,
penyusunan profil statistik gender di Kota Denpasar menjadi sangat
penting terutama dalam membantu para perencana dalam menyusun
perencanaan yang responsif gender.
1.2 Tujuan
Seperti telah diuraikan di atas bahwa keberadaan buku statistik
gender memegang peranan penting dalam menyusun perencanaan
yang responsif gender. Oleh karena itu tujuan penyusunan buku
Statistik Gender ini adalah untuk menyajikan data statistik yang terpilah
berdasarkan jenis kelamin di berbagai aspek pembangunan, seperti
aspek pendidikan, kesehatan, kegiatan ekonomi, serta masalah sosial
lainnya. Penulisan Statistik Gender ini dibuat secara deskriptif, dan
sejauh mungkin memperlihatikan isu gender di setiap babnya.
Berdasarkan data-data yang ada dalam buku ini, para pembaca
khususnya para penentu kebijakan akan dapat menemukenali isu-isu
gender yang ada pada masing-nasing sektor pembangunan. Atas
dasar ini mereka nantinya akan dapat menyusun program/kegiatan
yang sesuai dengan isu yang ada sehingga pada gilirannya tujuan
pembangunan secara umum dan khususnya pembangunan
pemberdayaan perempuan menuju kesetaraan dan keadilan gender
dapat cepat terwujud. Dengan demikian diharapkan target SDGs bisa
tercapai pada tahun 2030.
1.3. Manfaat
Selama ini seringkali penyusunan perencanaan pembangunan
tanpa dilandasi data-data yang valid, dan kadangkala tanpa dasar data.
6
Hal ini dilakukan oleh para perencana atau penyusun program karena
tidak tersedianya data yang memadai. Kondisi ini pada gilirannya akan
menyebabkan program yang dilakukan kurang tepat sasaran. Oleh
karena itu, secara khusus manfaat dari penyusunan buku Statistik
Gender Kota Denpasar ini antara lain adalah dapat memberikan
petunjuk atau refrensi bagi para penentu kebijakan dan penyusun
program pada setiap organisasi perangkat daerah (OPD) terutama
dalam menyusun kegiatan pembangunan sehingga kegiatan yang
direncanakan dapat menghasilkan pembangunan yang tepat sasaran.
Ketersediaan data terpilah menurut jenis kelamin merupakan dasar
dalam melakukan analisis gender sehingga para perencana mampu
menyusun kebijakan/ program/ kegiatan pembangunan yang responsif
gender. Hal ini menjadi penting karena akan dapat mempercepat
pelaksanaan strategi pengarusutamaan gender (PUG) di segala bidang
pembangunan sehingga kesetaraan dan keadilan gender (KKG) dapat
cepat terwujud.
1.4 Jenis dan Sumber Data
Dalam penyusunan buku statistik gender ini, diperlukan data
sekunder maupun primer. Jenis data ada berbagai macam, diantaranya
adalah data kualitatif dan kuantitatif. Jenis data yang ditampilkan dalam
buku ini adalah data kuantitatif yang kemudian dianalisis secara
kualitatif. Data yang dipublikasikan ini sebagian besar berupa data
primer yang diambil dari hasil-hasil survey yang dilakukan Badan Pusat
Statistik (BPS) seperti Suvei Sosial Ekonomi (Susenas), Survei
Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), dan lain-lain. Selain dari BPS,
data juga bersumber dari berbagai instansi terkait seperti dari Dinas
pendidikan, Dinas kesehatan, Dinas Pariwisata, Dinas Sosisal, Dinas
Kebudayaan dan lain-lain.
1.5. Analisis Data
Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Seperti
telah diuraikan di atas bahwa sebagian besar data yang ada dalam
7
buku statistik gender ini adalah menampilkan data kuantitatif/ data
angka-angka yang diperoleh dari berbagai sumber. Data ini diaanalisis
secara mendalam dan selanjutnya akan diberikan penafsiran-
penafsiran sesuai dengan kondisi nyata dimasyarakat. Namun
penafsiran ini baru berupa dugaan sementara yang pada gilirannya
untuk menguji kebenarannya masih perlu dilakukan kajian lebih lanjut
sehingga apa yang ditafsirkan bisa mendapatkan jawaban yang jelas
dan nyata.
8
BAB II
DEFINISI BEBERAPA KONSEP
Definisi konsep yang dipakai dalam suatu karya tulis memegang
peranan penting, terutama untuk memperoleh persamaan persepsi.
Oleh karena itu sebelum sampai pada fokus pembahasan Statistik
Gender Kota Denpasar terlebih dahulu akan dijelaskan beberapa
konsep yang terkait dengan penyusunan buku statistik gender ini.
Adapun konsep yang dimaksud adalah sebagai berikut:
2.1 Statistik Gender
Untuk bisa mengimplementasikan strategi pengarusutamaan
gender secara cepat dan tepat maka keberadaan data statistic gender
menjadi sangat penting. Statistik Gender yang dimaksudkan dalam hal
ini adalah statistik yang mengandung isu gender, seperti terefleksikan
dari kesenjangan dan ketidaksetaraan antara perempuan dan laki-laki
dalam berbagai aspek kehidupan atau dalam isu yang spesifik. Statistik
Gender merupakan hasil analisa lebih lanjut dari Data Terpilah Menurut
Jenis Kelamin. Sementara PBB mendefinisikan bahwa Statistik Gender
adalah statistik yang mencerminkan perbedaan dan ketidaksetaraan
yang cukup berarti dalam situasi perempuan dan laki-laki disemua
aspek kehidupan ( PBB, 2006).
Data terpilah menurut jenis kelamin dan umur memberikan
gambaran umum tentang keadaan perempuan dan laki-laki disemua
kelompok umur dan diberbagai aspek kehidupan. Data terpilah menurut
jenis kelamin, tidak selalu mengandung isu gender. Akan tetapi data
terpilah menurut jenis kelamin merupakan unsur dasar yang harus ada
untuk mengungkapkan isu gender, yaitu suatu isu yang muncul karena
pemberlakuan ketidakadilan atas dasar jenis kelamin. Isu gender ini
selama ini kurang diperhitungkan dalam berbagai proses
pembangunan.
Statistik gender merupakan dasar analisis untuk menilai
perbedaan dalam situasi perempuan dan laki-laki dan bagaimana
kondisi mereka berubah atau tidak. Dengan cara ini, statistik gender
9
meningkatkan kesadaran dan memberikan dorongan untuk adanya
perubahan. Statistik gender juga diperlukan untuk penelitian untuk
mendukung pengembangan dan pengujian penjelasan dan teori-teori
untuk memahami lebih baik bagaimana gender beroperasi di
masyarakat. Semua manfaat ini membentuk dasar untuk
mengembangkan kebijakan untuk mendorong kesetaraan gender yang
lebih besar. Selain itu, statistik gender diperlukan untuk memantau dan
mengevaluasi efektivitas dan efisiensi pengembangan kebijakan
(https://www.kemenpppa.go.id/lib)
2.2 Konsep Gender
Sejak hampir tiga dasa warsa istilah gender di Indonesia mulai
diperbincangkan, sebelumnya istilah yang terkait dengan kesetaraan
laki-laki dan perempuan adalah istilah kemitrasejajaran. Berbicara
tentang gender berarti berbicara tentang laki-laki dan perempuan,
namun selama ini masih banyak yang mengartikan gender itu sama
dengan perempuan. Istilah gender sebenarnya bukanlah merupakan
hal yang baru, tetapi istilah ini sudah ada sejak mulai munculnya adam
dan hawa di dunia ini, namun demikian sampai saat ini masih banyak
masyarakat yang belum tahu dan paham tentang istilah tersebut. Oleh
karena itu, dalam hal ini penting dijelaskan definisi dari konsep gender
agar para pembaca dapat memahaminya. Istilah gender sebenarnya
berasal dari bahasa asing (inggris), yaitu gender . Dalam kamus bahasa
Inggris, gender diartikan sebagai jenis kelamin . Karena diadopsi dari
bahasa Inggris, dalam kamus bahasa Indonesia, gender sampai kini
juga masih diartikan sebagai jenis kelamin/seks (Depdikbud, 2001:353).
Pada dasarnya secara konseptual, istilah seks berbeda
dengan gender. Istilah gender diketengahkan oleh ilmuwan sosial untuk
menjelaskan mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat
bawaan sejak lahir sebagai ciptaan Tuhan dan mana yang merupakan
kontruksi budaya atau buatan masyarakat. Karena merupakan buatan
manusia, maka gender itu akan mempunyai sifat antara lain: berbeda
antar budaya, dapat berubah sesuai perkembangan jaman dan dapat
digantikan atau dipertukarkan.
10
Berbeda halnya dengan Seks atau jenis kelamin. Seks berarti
perbedaan laki-laki dan perempuan secara biologis. Setiap manusia
yang lahir pasti mempunyai jenis kelamin, kalau dia lahir laki-laki maka
ia akan dilengkapi dengan penis dan testis, sedangkan kalau ia lahir
perempuan maka akan dilengkapi dengan vagina. Jenis kelamin ini
merupakan anugrah Tuhan sehingga tidak bisa dipertukarkan
kepemilikannya dan bersifat abadi dan kodrati, universal dan statis.
Karena jenis kelamin laki-laki dan perempuan berbeda maka mereka
juga mempunyai fungsi kodrati yang berbeda. Kalau perempuan karena
ia memiliki alat reproduksi berupa rahim dan sel telur maka ia
mempunyai fungsi: menstruasi, mengandung, melahirkan, menyusui
dengan ASI dan menopause (5 M). Sementara laki-laki adalah manusia
yang memiliki penis, testis, sperma, yang berfungsi untuk alat
reproduksi sehingga secara kodrati mempunyai fungsi untuk membuahi
sel telur perempuan.
2.3 Kesetaraan Gender (KG)
Seperti diketahui bahwa Kesetaraan Gender (KG) merupakan
visi dari pembangunan pemberdayaan perempuan. Oleh karena itu
kesetaraan dan keadilan gender (KKG) menjadi tujuan utama yang
ingin dicapai dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. Meskipun
berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mewujudkan KKG,
namun sampai saat ini masih banyak terjadi ketidakadilan yang
mengakibatkan terjadinya kesenjangan gender di masyarakat. Bentuk-
bentuk ketidakadilan gender di masyarakat adalah marjinalisasi gender,
subordinasi gender, diskriminasi gender, kekerasan, dan beban berat.
Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang antara lain karena adanya
ideologi gender yang berkembang di masyarakat yang meletakkan
peran perempuan pada sektor domestik dan laki-laki pada sektor publik
yang kemudian diikuti adanya pelebelan terhadap laki-laki dan
perempuan seperti laki-laki kuat, perkasa dan lain-lain, sementara
perempuan lemah, lembut, tidak rasional dan lain-lain.
Budaya patriarkhi yang cenderung merugikan perempuan,
karena perempuan diletakkan pada posisi inferior sementara laki-laki
11
superior. Hal ini menyebabkan adanya anggapan bahwa perempuan
tidak perlu sekolah tinggi-tinggi karena pada akhirnya akan ke dapur
juga. Faktor geografis dan ekonomi juga bisa mempengaruhi
munculnya ketimpangan gender di bidang pendidikan. Bentuk-bentuk
ketidakadilan gender seperti ini tidak sesuai dengan hak asasi manusia,
sehingga Pemerintah Indonesia mengusahakan terwujudnya
kesetaraan dan keadilan gender melalui berbagai kebijakan, seperti
dinyatakan melalui Inpres Nomor 9 Tahun 2000 tentang
Pengarusutamaan Gender.
Kesetaraan Gender (KG) adalah suatu bentukan kata yang
mengandung satu konsep, yaitu kesetaraan gender. Kesetaraan gender
berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk
memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar
mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi,
sosial, budaya, dan keamanan nasional, dan kesamaan dalam
menikmati hasil pembangunan tersebut (Angka I.3 dan 4 Lampiran
Inpres No.9 Tahun 2000). Agar proses yang adil bagi perempuan dan
laki-laki terwujud, diperlukan langkah-langkah untuk menghentikan
berbagai hal yang secara sosial dan menurut sejarah telah
menghambat perempuan dan laki-laki untuk bisa berperan dan
menikmati hasil dari peran yang dimainkannya.
2.4 Pengarusutamaan Gender (PUG)
Untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender dalam
kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara diambil satu
strategi pengarusutamaan gender. Istilah Pengarusutamaan Gender
(PUG) ini mulai diwacanakan pada konfrensi Wanita Sedunia keempat
yang diselenggarakan di Beijing tahun 1995, istilah “Gender
Mainstreaming”(GM) tercantum di “Beijing Platform of Action”. Semua
negara peserta termasuk Indonesia dan organisasi yang hadir pada
konfrensi itu secara ekplisit menerima mandat untuk
mengimplementasikan GM ini di negara/tempat masing-masing. Di
Indonesia jauh sebelum strategi GM ini diwacanakan, upaya untuk
12
mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender telah dilakukan. Namun
secara normatif baru dituangkan dalam GBHN sejak tahun 1978.
Meskipun sudah lebih dari tiga dasa warsa pemerintah telah
melakukan berbagai upaya untuk mewujudkan kesetaraan gender di
masyarakat, namun sampai saat ini ketimpangan gender pada
beberapa aspek pembangunan di masyarakat kita masih tetap terjadi
seperti halnya di bidang pendidikan. Untuk mencapai kesetaraan
gender (KG), maka pemerintah Indonesia melalui GBHN tahun 1999
menyatakan bahwa Pengarusutamaan Gender merupakan kebijakan
nasional yang harus diemban oleh lembaga yang mampu mewujudkan
kesetaraan dan keadilan gender. Meskipun begitu usaha untuk
mencapai KG ternyata masih mengalami hambatan dan masih sulit
untuk dinikmati oleh seluruh masyarakat pada umumnya dan
khususnya oleh perempuan. Oleh karena itu akhirnya disepakati perlu
adanya strategi yang tepat agar dapat menjangkau keseluruh instansi
pemerintah, swasta, masyarakat kota, desa dan sebagainya. Strategi
tersebut dikenal dengan istilah “Pengarusutamaan Gender” (Gender
Mainstreaming). Strategi ini dicetuskan melalui Instruksi Presiden
(Inpres) No. 9 Tahun 2000.
Secara operasional, pengarusutamaan gender (PUG) diartikan
sebagai suatu strategi untuk mempercepat terwujudnya kesetaraan dan
keadilan gender melalui kebijakan dan program yang memperhatikan
pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan
laki-laki ke dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan
evaluasi atas seluruh kebijakan dan program diberbagai bidang
kehidupan dan sektor pembangunan. Jadi secara singkat PUG
merupakan upaya untuk memasukkan atau mengintegrasikan kebijakan
gender dalam program pembangunan mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi. Oleh karena itu komponen
kunci bagi keberhasilan PUG adalah mampunya para perencana atau
penentu kebijakan menyusun atau merumuskan kebijakan yang
responsif gender dalam artian dalam menyusun perencanaan/ program/
kegiatan, mampu mengakomodasi aspirasi, kebutuhan, pengalaman
dan permasalahan laki-laki dan perempuan. Dengan strategi
13
pengarusutamaan gender ini, program pembangunan yang akan
dilaksanakan akan menjadi lebih sensitiv atau responsif gender. Hal ini
pada gilirannya akan mampu menegakkan hak-hak laki-laki dan
perempuan atas kesempatan yang sama, pengakuan yang sama dan
penghargaan yang sama di masyarakat.
14
BAB III
GANBARAN UMUM KOTA DENPASAR
3.1 Sejarah Ringkas Kota Denpasar
Tidak ada wilayah pemerintahan yang muncul tanpa melalui
proses sejarah, demikian juga halnya Kota Denpasar pada awalnya
adalah merupakan pusat kerajaan Badung. Oleh karena itu, Kota
Denpasar merupakan perkembangan dari wilayah kerajaan yang saat
itu Puri Denpasar menjadi pusat pemerintahannya. Jika ditinjau dari arti
katanya, maka secara etimologis kata Denpasar berasal dari dua suku
kata yakni kata den dan pasar. Kata den berarti utara dan kata pasar
berarti pasar atau peken. Jadi Denpasar berarti di utara pasar yang
sekaligus juga menunjukkan lokasi puri yang saat itu menjadi pusat
orientasi penduduk berada di sebelah utara pasar (Salain dalam Wiasti,
2010; 52).
Dalam perkembangan selanjutnya wilayah Kota Denpasar
dijadikan pusat pemerintahan Kabupaten Daerah Tingkat II Badung,
dan selanjutnya pada tahun 1958 Kota Denpasar dijadikan pusat
pemerintahan Provinsi Bali sekaligus menjadi ibu kota. Pada awalnya
Kota Denpasar dijadikan sebagai kota Administratif dengan fokus
orientasi pada urusan administrasi pemerintahan. Selanjutnya dengan
dijadikannya sebagai pusat pemerintahan Daerah Tingkat II Badung
dan sebagai ibu kota Provinsi Bali, maka tidak bisa dipungkiri menjadi
pusat orientasi berbagai aspek kehidupan dari berbagai penjuru wilayah
pemerintahan sehingga secara pasti mengalami perkembangan yang
sangat cepat baik secara fisik, ekonomi, sosial dan budaya maupun
kependudukan/demografi.
Selain sebagai pusat pemerintahan, secara otomatis Kota
Denpasar juga menjadi pusat perdagangan, pusat pendidikan dan
pusat pariwisata yang pada awalnya secara keseluruhan wilayahnya di
bagi menjadi tiga kecamatan yakni: Kecamatan Denpasar Barat,
15
Denpasar Timur dan Denpasar Selatan. Melihat perkembangan kota
administratif ini dari berbagai sektor begitu pesat, maka tidak mungkin
ditangani oleh pemerintahan sebatas pemerintahan yang berstatus kota
administratif. Oleh karena itu, selanjutnya sesuai dengan
perkembangan kota serta berbagai pertimbangan antara provinsi Bali
dan Kabupaten Badung sepakat untuk meningkatkan status kota
administratif Denpasar menjadi Kota Denpasar. Akhirnya pada tanggal
15 Januari 1992 berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1992
tentang pembentukan Kota Denpasar lahir dan telah diresmikan oleh
Menteri Dalam Negeri pada tanggal 27 Febroari 1992. Berubahnya
status kota Denpasar dari kota administratif menjadi Kota Denpasar
berarti juga merupakan babak baru bagi penyelenggaraan
pemerintahan kota. Berlandaskan pada visi dan misi yang telah
dirumuskan, pemerintah menjalankan program-program pembangunan
perkotaan.
3.2 Penjelasan Lambang
Setiap daerah mempunyai lambang tersendiri, demikian juga
Kota Denpasar. Lambang daerah Kota Denpasar bebentuk segi lima
sama sisi dengan warna dasar biru laut dan garis pinggir warna hitam.
Motto “PURRADHIPA BHARA BHAVANA” artinya kewajiban
pemerintah adalah meningkatkan kemakmuran rakyat. Di dalam segi
lima sama sisi tersebut terdapat lukisan-lukisan yang merupakan unsur-
unsur lambang sebagai berikut.
1. Segi lima sama sisi
Dasar dengan bentuk segi lima sama sisi berarti bahwa dasar
Negara Republik Indonesia adalah Pancasila sebagai falsafah
hidup bangsa Indonesia.
Warna dasar biru laut melambangkan keagungan.
Garis pinggir berwarna putih melambangkan kesucian/budi
luhur, dan warna hitam melambiangkan kekuatan.
16
2. Padmasana Jagatnatha
Melambangkan alam semesta tempat suci untuk pemujaan Ida
Sanghyang Widhi Wasa.
Jagatnatha dapat pula diarikan sebagai tempat pemerintahan
atau penguasa. Jadi Jagatnatha dalam hal ini diartikan sebagai
Denpasar merupakan puat pemerintahan.
Warna kuning emas pada pura jagatnatha melambangkan
tempat suci untuk pemujaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
3. Keris
Melambangkan jiwa/melintas keperwiraan yang lazim disebut
jiwa keperwiraan.
Keris juga melambangkan bahwa Kota Denpasar sebagai kota
perjuangan.
Warna hitam dalam keris melambangkan ketegasan.
4. Candi Bentar
Melambangkan kebudayaan yakni Kota Denpasar memiliki
kebudayaan yang bersifat khas.
Candi bentar juga diartikan sebagai pintu gerbangnya Provinsi
Bali.
5. Tangga yang berjumlah tiga buah, melambangkan bahwa konsep
pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah Kota
Denpasar aselalu berlandaskan konsep TRI KAYA
PARISUDHA.
6. Lingkaran bunga teratai yang jumlahnya 8 (delapan) helai
melambangkan asta dala atau asta beratha.
7. Padi Kapas serta rantai (gelang) 2 (dua) buah, melambangkan
Padi yang berjumlah 27 (dua puluh tujuh) buah melambangkan
tanggal 27.
17
Rantai (gelang) berjumlah dua buah melambangkan bulan dua
(pebruari).
Kapas dengan bunga berjumlah 9 (sembilan) buah dan daun
dua helai melambangkan tahun 92. Dengan demikian, padi,
kapas, serta rantai sebagai pengikat padi kapas melambangkan
bahwa Kota Denpasar lahir pada tanggal 27 Pebruari 1992.
3.3 VISI dan MISI
3.3.1 VISI
Dalam upaya mengarahkan pembangunan Kota Denpasar,
maka pemerintah merumuskan Visi: Denpasar Kreatif Berwawasan
Budaya dalam Keseimbangan menuju Keharmonisan. Visi ini
selanjutnya dijabarkan menjadi 5 (lima) misi.
3.3.2 MISI
Adapun misi pembangunan Kota Denpasar adalah sebagai
berikut:
1. Penguatan jati diri masyarakat kota Denpasar berlandaskan
budaya Bali;
2. Memberdayakan masyarakat Kota Denpasar berlandaskan
kearifan lokal melalui budaya kreatif;
3. Mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance)
melalui penegakan supremasi hukum (law inforcement);
4. Meningkatkan pelayanan publik menuju kesejahteraan
masyarakat (welfare society);
5. Mempercepat pertumbuhan dan memperkuat ketahanan
ekonomi masyarakat melalui sistem ekonomi kerakyatan.
3.4 Letak Geografis
Secara geografis, Kota Denpasar berada di bagian selatan
Pulau Bali, tepatnya terletak di antara 08 35” 31” – 08 44” 49” Lintang
Selatan dan 115 10” 23’ – 115o 16” 27” Bujur Timur. Daerahnya
18
berbatasan masing-masing dengan Kabupaten Badung di sebelah
utara, di sebelah Timur Kabupaten Gianyar, di sebelah selatan Selat
Badung, dan di sebelah barat Kabupaten Badung. Secara administratif
wilayah Kota Denpasar memiliki 4 Kecamatan, dan 43 desa/kelurahan
serta 35 desa adat. Kecamatan Denpasar Selatan terdiri dari 10
desa/kelurahan dan 11 desa adat, Denpasar Timur 11 desa/kelurahan
dab 12 desa adat, Denpasar Barat 11 desa/kelurahan dan 2 desa adat,
dan Denpasar Utara 11 desa/kelurahan dan terbagi menjadi 10 desa
adat. Secara lengkap cakupan wilayah Kota Denpasar seperti
tergambar pada Tabel. 3.1 berikut ini.
Tabel: 3.1 Jumlah Desa, Jumlah Banjar dan Jumlah Rumahtangga
Di Kota Denpasar Tahun 2017
Kode Wilayah
Kecamatan
Jumlah Desa *) Jumlah
Banjar *) Jumlah Rumah Tangga
**)
Dinas Kelurahan Adat Dinas Adat
5171010 Denpasar Selatan
4 6 11
105 92 NA
5171020 Denpasar Timur
7 4 12
87 91 NA
5171030 Denpasar Barat
8 3 2
112 119 NA
5171031 Denpasar Utara
8 3 10
102 59 NA
Kota Denpasar
27 16 35 406 361 0
Sumber: *) BPS, Kota Denpasar Dalam Angka 2017
**) BPS, Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2017
Secara keseluruhan luas wilayah Kota Denpasar mencapai
127,78 Km2 atau 12.778 Ha (2,18 persen dari luas wilayah Provinsi
Bali), termasuk tambahan reklamasi Pantai Serangan seluas 380 Ha.
Berdasarkan tata guna tanah, luas tersebut meliputi tanah sawah 2.717
19
Ha, dan tanah kering 9.999 Ha. Tanah kering terdiri dari tanah
pekarangan 7.714 Ha, tanah tegalan 396 Ha, tanah tambak/kolam 9
Ha, tanah sementara tidak diusahakan 81 Ha, tanah hutan 613 Ha,
tanah perkebunan 35 Ha, dan tanah lainnya seluas 1.162 Ha. Luas ini
terbagi ke dalam 4 kecamatan, yakni Kecamatan Denpasar Selatan
seluas 49,99 Km2 atau 39,12 persen dari Kota Denpasar, 0,89 persen
dari luas Provinsi Bali, Denpasar Timur, seluas 22,54 Km2 (17,64
persen dari Kota Denpasar, dan 0,4 persen dari Provinsi Bali),
Denpasar Barat, seluas 24,13 Km2 (18,88 persen dari Kota Denpasar,
dan 0,43 persen dari Provinsi Bali), sedangkan Denpasar Utara seluas
31,12 Km2 (24,36 persen) dari Kota Denpasar, dan 0,55 persen dari
Provinsi Bali). Di antara empat kecamatan yang ada di wilayah Kota
Denpasar, tampaknya Denpasar Selatan mempunyai luas wilayah yang
paling besar, yaitu 49,99 Km2, dan Denpasar Timur dengan wilayah
yang paling sempit (22,54 Km2) kurang dari setengah luas wilayah
Kecamatan Denpasar Selatan. Secara lengkap hal ini tampak pada
gambar 3.1 berikut ini.
Gambar: 3.1 Persentase Luas Wilayah Kota Denpasar Menurut Kecamatan Tahun 2017
Densel, 39.12
Dentim, 17.64
Denbar, 18.88
Denut, 24.36
, 0, 0
, 0
, 0, 0
20
3.5 Kondisi Demografi
Sampai saat ini persoalan penduduk khususnya di wilayah
perkotaan masih belum bisa ditangani secara tuntas, terutama
persoalan penduduk pendatang. Kota Denpasar sebagai ibu kota
Provinsi Bali sepertinya juga menghadapi persoalan penduduk yang
masih perlu penanganan yang serius. Penduduk sebagai sumberdaya
manusia sekaligus menjadi sumberdaya pembangunan akan menjadi
aset pembangunan apabila dapat diberdayakan secara optimal,
sebaliknya penduduk akan menjadi beban pembangunan apabila
jumlah penduduk yang besar tidak disertai kualitas sumberdaya
manusia yang memadai. Tinggi rendahnya kualitas sumberdaya
manusia suatu daerah dapat dilihat dari beberapa indikator seperti
penduduk berdasarkan jenis kelamin dan sex rasio, umur, pendidikan,
dan lain-lainnya. Bagaimana profil kependudukan di Kota Denpasar?
Berikut akan diuraikan berdasarkan indikator kependudukan.
3.5.1 Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
Untuk melihat kondisi penduduk secara umum dapat digunakan
melalui penampilan beberapa indicator seperti halnya pengelompokan
berdasarkan umur dan jenis kelamin. Pengelompokan penduduk
berdasarkan umur dimaksudkan untuk mengetahui komposisi
penduduk usia anak-anak, remaja/usia produktif, dan usia lanjut
(lansia). Struktur umur mencerminkan perubahan yang terjadi pada
komponen demografi yaitu, kelahiran, kematian, dan migrasi pada satu
kurun waktu tertentu. Pada awal transisi demografi, kelahiran yang
tinggi menyebabkan proporsi penduduk usia muda cukup tinggi.
Apabila hal ini diikuti dengan angka kematian yang tinggi, maka mereka
yang bertahan hidup di usia di atasnya menjadi relatif berkurang. Teori
transisi demografi ini melalui empat (4) tahap. Pertama, angka kelahiran
dan kematian bergerak pada tingkatan yang tinggi. Artinya, pada satu
kurun waktu tertentu angka kelahiran yang tinggi dibarengi dengan
angka kematian yang tinggi pula. Kedua, angka kematian mulai
memperlihatkan kecenderungan menurun tetapi angka kelahiran masih
21
cukup tinggi. Ketiga, angka kelahiran dan kematian bergerak menurun
pada tingkat yang rendah. Keadaan penduduk berdasarkan kelompok
umur seperti tampak pada Tabel 3.2 berikut ini.
Tabel . 3.2 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Dan Kelompok Umur Di Kota Denpasar 2016 dan 2017
No KELOMPOK UMUR (TAHUN)
Jumlah Penduduk 2016 RASIO JENIS
KELAMIN
Jumlah Penduduk 2017 RASIO JENIS
KELAMIN
L P L + P L P L + P
1 0 - 4 38,932 37,481 76,413 104.02 39,200 37,800 77,000 103.70
2 5 - 9 37,454 35,212 72,666 106.17 37,200 35,200 72,400 105.68
3 10 - 14 34,531 33,193 67,724 106.08 35,000 33,900 68,900 103.24
4 15 - 19 35,130 36,993 72,123 105.38 36,400 38,300 74,700 95.04
5 20 - 24 48,276 48,617 96,893 102.75 48,500 48,700 97,200 99.59
6 25 - 29 49,260 46,091 95,351 105.02 50,200 47,500 97,700 105.68
7 30 - 34 43,582 40,545 84,127 102.95 44,400 40,900 85,300 108.56
8 35 - 39 39,518 38,279 77,797 100.67 39,700 38,500 78,200 103.12
9 40 - 44 38,953 35,751 74,704 101.57 39,300 36,200 75,500 108.56
10 45 - 49 31,530 28,479 60,009 101.53 32,400 29,200 61,600 110.96
11 50 - 54 23,040 20,488 43,528 100.38 24,500 21,800 46,300 112.39
12 55 - 59 15,823 14,693 30,516 97.91 16,700 15,500 32,200 107.74
13 60 - 64 9,787 8,919 18,706 96.76 10,300 9,500 19,800 108.42
14 65 - 69 6,003 6,131 12,134 90.67 6,300 6,300 12,600 100.00
15 70 - 74 3,339 3,693 7,032 85.88 3,500 3,800 7,300 92.11
16 75+ 3,119 4,453 7,572 75.66 3,100 4,500 7,600 68.89
JUMLAH 458,277 439,018 897,295 101.43
4466,70
0
447,600 914,300 104.27
Sumber : Statistik Kesejahteraan Rakyat Kota Denpasar 2017
Dari Tabel 3.2 tampak bahwa penduduk kota Denpasar dilihat
dari kelompok umur persentase penduduk yang berumur 20 – 29 tahun
teryata paling tiggi dibandingkan dengan kelompok umur yang lainnya.
Ini berarti bahwa penduduk Kota Denpasar didomonasi oleh penduduk
usia produktif. Dilihat jumlah penduduk yang tergolong usia anak-anak
yakni usia 0 – 18 tahun menurut definisi anak sesuai UU perlindungan
Anak, persentasenya juga relative tinggi. Hanya saja dalam
pengelompokan umur ini tergolong juga penduduk usia 19 tahun.
Sementara itu penduduk yang sudah tergolong lanjut usia yakni 60
22
tahun ke atas persentasenya tidak terlalu tinggi dan dapat dikatakan
paling rendah dibandingkan kelompok umur lainnya. Meskipun
persentase penduduk lansia kecil dibandingkan jumlah penduduk
produktif, namun mereka ini perlu mendapat perhatian khusus dari
pihak pemerintah karena mereka ini adalah kelompok penduduk yang
tergolong rentan.
Bila dilihat dari perbandingan sex ratio dari penduduk Kota
Denpasar nampak bahwa, secara umum seluruh jumlah penduduk laki-
laki lebih banyak dibanding perempuan. Jika dilihat perkembangan
jumlah penduduk dua tahun terakhir tampak bahwa jumlah penduduk
Kota Denpasar mengalami peningkatan yang cukup signifikan yakni
dari 897,295 pada tahun 2016 menjadi 914,300 tahun 2017. Demikian
juga rasio jenis kelamin tampak mengalami peningkatan dari 101.43
menjadi 104.27. Realitas ini menggambarkan bahwa Kota Denpasar
selalu menjadi tujuan penduduk luar untuk mengadu nasib di Kota
Denpasar baik untuk mencari kerja ataupun untuk tujuan pendidikan.
Oleh karena itu upaya untuk pengendalian penduduk perlu digalakkan
sehingga jumlah penduduk bisa ditekan.
3.5.2 Penduduk menurut Status Perkawinan
Jika dilihat dari status perkawinannya, tampak bahwa separuh
dari penduduk Kota Denpasar sudah berstatus menikah. Hal ini seperti
tampak pada Tabel 3.3 berikut ini. Dari table ini tampak bahwa 58,71 %
penduduk laki-laki sudah berstatus kawin, diantara yang sudah menikah
ini ada yang sudah berstatus duda baik karena cerai hidup maupun
karena cerai mati. Demikian juga bagi penduduk perempuan. Dari
59,90% yang sudah berstatus kawin, 1,33% berstatus janda karena
cerai hidup, dan 4,65% janda karena cerai mati. Dari data ini tampak
bahwa jumlah penduduk yang berstatus janda jauh lebih tinggi
jumlahnya dibandingkan yang berstatus duda. Hal ini dapat diduga
bahwa jika laki-laki ditinggal oleh istrinya baik karena meninggal atau
karena cerai hidup biasanya mereka akan tidak tahan berlama-lama
menduda. Laki-laki secara umum kurang bisa hidup mandiri tanpa
23
pendamping atau tanpa istri. Oleh karena itu jika laki-laki ditinggal oleh
istrinya akan lebih cepat menikah lagi dibandingkan dengan jika
perempuan ditinggal oleh suaminya. Apalagi jika perempuan yang
sudah mempunyai anak, biasanya mereka akan memilih bertahan hidup
menjanda dengan anaknya.
Tabel 3.3 Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun ke Atas
menurut Karakteristik dan Status Perkawinan, 2017
Karakteristik Belum Kawin
Status Perkawinan
Jumlah Kawin
Cerai Hidup
Cerai Mati
Laki-laki 38,34 58,71 1,02 1,92 100,00
Perempuan 34,12 59,90 1,33 4,65 100,00
Sumber : Statistik Kesejahteraan Rakyat Kota Denpasar 2017
Dari table 3.3 tampak bahwa jumlah penduduk yang menjanda
lebih besar dibandingkan yang menduda. Mereka yang menjanda lebih
banyak karena cerai mati.Kondisi ini menggambarkan bahwa jika
perempuan ditinggal oleh suaminya baik karena cerai mati maupun
karena cerai hidup lebih bertahan hidup menjanda dibandingkan
mereka harus kawin lagi. Sementara kalau laki-laki yang ditinggal istri
baik karena cerai hidup atau cerai mati akan cepat menikah kembali
karena mereka kurang bertahan hidup sendiri.
3.5.3. Indek Pembangunan Gender (IPG)
Salah satu indikator yang dapat dipakai untuk mengukur
keberhasilan pembangunan menuju kesetaraan gender adalah indek
pembangunan gender (IPG). Semakin tinggi angka IPG suatu daerah
menunjukkan bahwa kesetaraan gender dari daerah tersebut semakin
bagus. Jika dilihat dari definisinya Indek Pembangunan Gender (IPG)
merupakan indeks pencapaian kemampuan dasar pembangunan
manusia yang sama seperti IPM dengan memperhatikan ketimpangan
gender. IPG digunakan untuk mengukur pencapaian dalam dimensi
yang sama dan menggunakan indikator yang sama dengan IPM,
24
namun lebih diarahkan untuk mengungkapkan ketimpangan antara laki-
laki dan perempuan.
IPG sebagai indek komposit juga memiliki komponen-komponen
pembentuk yang turut menentukan nilai dari IPG itu sendiri. Komponen
pembentuk tersebut sama dengan yang digunakan dalam pengukuran
IPM, yakni angka harapan hidup (mewakili dimensi kesehatan), angka
melek huruf dan rata-rata lama sekolah (mewakili dimensi pendidikan),
serta sumbangan pendapatan (mewakili dimensi ekonomi) yang
disajikan menurut jenis kelamin. Dengan kata lain, dinamika IPG dari
waktu ke waktu sangat dipengaruhi oleh perubahan dari tiga komponen
tersebut. Oleh karena itu, pada gambar berikut akan disajikan
perkembangan IPG di Kota Denpasar dan perbandingan dengan Bali
selama dua tahun.
Gambar: 3.2 Perkembangan IPG Kota Denpasar dan Bali Tahun
2014 dan 2015
90
91
92
93
94
95
96
97
Denpasar Bali
96.55
93.32
96.07
92.71 2014
2015
Sumber: https://denpasarkota.bps.go.id.
Dari data pada gambar 3.2 di atas tampak bahwa angka IPG
Kota Denpasar tahun 2015 turun 0,48 poin dibandingkan tahun 2014.
Hal ini menandakan bahwa ketimpangan gender di beberapa aspek
yang terkait dengan indicator IPG seperti kesehatan, pendidikan dan
ekonomi disparitas gendernya semakin besar. Untuk mengetahui
25
jawaban yang pasti entah indikator mana yang mempengaruhinya tentu
perlu dilakukan kajian lebih jauh. Meskipun demikian jika dibandingkan
dengan kmondisi IPG Provinsi Bali, IPG Denpasar masih berada di atas
IPG Bali. Ini menandakan kondisi kesetaraan gender di Denpasar
masih lebih bagus dibandingkan Bali secara keseluruhan. Dinamika
IPG dari waktu ke waktu sangat dipengaruhi oleh perubahan dari tiga
komponen tersebut.
Membangun kesetaraan dan keadilan gender tidak dapat
dilakukan dalam waktu yang relatif singkat. Terdapat beberapa kendala
yang bersumber dari legitimasi konstruksi budaya yang cenderung
patriarki, ketidaktepatan interpretasi ajaran agama, dan kebijakan
politik. Kesetaraan dan keadilan gender pada prakteknya merujuk pada
tidak adanya perbedaan hak dan kewajiban antara laki-laki dan
perempuan yang dijamin oleh perundangundangan yang dihasilkan
oleh negara maupun lingkungan bermasyarakat. Jaminan tidak adanya
perbedaan dalam status dan kedudukan perempuan dan laki-laki dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara meliputi partisipasi dalam program
pembangunan terutama dalam peningkatan kualitas hidup melalui
program peningkatan kapabilitas atau kemampuan dasar. Program
tersebut mencakup berbagai pelayanan dasar kesehatan, pendidikan,
dan ekonomi.
26
BAB IV
PENDIDIKAN
Pada bab ini akan diuraikan mengenai masalah pendidikan.
Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu usaha mengadakan
perubahan perilaku (pengetahuan, keterampilan dan sikap) manusia
secara teratur sejak lahir sampai mati. Dalam kaitannya dengan belajar,
pendidikan dapat pula diartikan sebagai usaha mengubah perilaku
orang lain, sedangkan belajar diartikan sebagai usaha aktif seseorang
untuk mengubah perilakunya sendiri. Pengertian tersebut
menggambarkan bahwa pendidikan dan belajar merupakan dua
komponen yang tidak dapat dipisahkan. Dengan demikian maka sudah
dipastikan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas tinggi itu
dapat dicapai melalui mekanisme pendidikan tersebut.
Sebagaimana dijelaskan UU No. 2 Tahun 1985 yang berbunyi
bahwa tujuan pendidikan yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia yang seutuhnya yaitu yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur,
memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan bangsa.
Akselerasi pembangunan di berbagai bidang (ekonomi, sosial,
budaya, politik, pertahanan dan keamanan) terus menerus dilakukan. Di
Indonesia umumnya dan di Denpasar khususnya, diperlukan Sumber
Daya Manusia (SDM) yang berkualitas tinggi. Menurut Sinaga dan Sri
Hadiati (2001), Sumber Daya Manusia dapat diartikan sebagai suatu
daya yang bersumber dari manusia. Daya yang bersumber dari
manusia ini dapat pula disebut tenaga atau kekuatan (energi atau
power) yang melekat pada manusia, dalam arti mempunyai kompetensi,
yang mencakup pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan
sikap (attitude).
Lebih lanjut dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945 Pasal 31 Ayat (1) diamanatkan bahwa setiap warga negara
berhak mendapat pendidikan. Amanat ini mengandung makna bahwa
27
setiap warga Negara Kesatuan Republik Indonesia, baik laki-laki
maupun perempuan, baik anak-anak maupun dewasa memiliki hak dan
kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan. Sejalan
dengan hal tersebut, di dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.
20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab III Pasal 4
Ayat (1) juga dinyatakan bahwa pendidikan diadakan secara demokratis
dan berkeadilan serta tidak diskriminasi dengan menjunjung tinggi hak
asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan
bangsa. Pada Bab IV Pasal 5 Ayat (1) dinyatakan bahwa setiap warga
negara mempunyai hak yang sama dalam memperoleh pendidikan
yang bermutu.
Berikut ini akan dibahas mengenai keadaan pendidikan, dilihat
dari analisis gender terhadap beberapa indikator pendidikan di Kota
Denpasar.
4.1. APM Pada Jenjang Pendidikan
Untuk mengetahui tingkat kualitas penduduk, terutama anak-
anak sekolah, maka APM adalah salah satu indikator yang penting
untuk diungkapkan, karena hal ini dapat dipakai untuk melihat apakah
anak-anak yang masuk SD, SMP, dan SMA sudah sesuai dengan
usianya atau tidak. APM di Kota Denpasar tahun 2016-2017 secara
rinci dipaparkan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 APM Menurut Jenjang Pendidikan di Kota Denpasar
tahun 2015/2016 dan 2016/2017
Tingkatan
Sekolah
2015/2016 2016/2017
L P L p
SD/MI 89,74 89,10 87,32 86,46
SMP/MTs 55,89 104,82 79,58 74,73
SMA/MA 80.26 67,90 80,26 71,56
Sumber: Disdikpora Kota Denpasar, 2018
Dari Tabel 4.1 ini terungkap bahwa secara umum APM di semua
jenjang pendidikan, baik laki-laki maupun perempuan selama 2 tahun
terakhir (2015/2016-2016/2017) relatif berfluktuasi. Pada jenjang
28
pendidikan SD/MI APM laki-laki dan perempuan sama-sama mengalami
penurunan, berbeda dengan APM jenjang pendidikan SMP/MTs
tampaknya mengalami peningkatan cukup signifikan yakni 23.69%
pada APM laki-laki, sebaliknya APM perempuan justru mengalami
penurunan drastis yakni sebanyak 30.09%. Selanjutnya pada jenjang
pendidikan SMA/MA tampak APM siswa laki-laki cukup stagnan, tetapi
APM perempuan sedikit mengalami kenaikan yakni sebanyak 3.66%.
Jika dilihat dari perspektif gender, tampaknya APM pada jenjang
SD/MI adalah yang paling berimbang atau paling setara gender.
Sedangkan APM jenjang pendidikan SMP/MTs adalah yang paling
ekstrim, terutama tahun 2015/2016 dimana APM perempuan hampir 2
kali lipat jumlahnya dibandingka dengan APM laki-laki, yakni 104.82 P :
55.89% L, berbeda dengan tahun berikutnya (2016/2017) APK
perempuan tampak mendominasi. Hal ini tentu saja menimbulkan tanda
tanya besar dan sangat penting untuk dilakukan pendalaman melalui
penelitian, agar bisa ditentukan solusinya.
Gambaran umum kondisi APM tingkat SD, SMP, dan SMA di
Kota Denpasar dapat dilihat pada grafik berikut.
Gambar: 4.1 Persentase Angka Partisipasi Murni SD-SMA dan
jenis kelamin di Kota Denpasar Tahun 2016/2017
-15
5
25
45
65
85
105
125
SD SMP SMA
87.3279.58 80.26
86.4674.73
71.56
LK-LK
PRP
Sumber: Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kota Denpasar, 2018
29
Berdasarkan data yang tercantum pada gambar 4.1 dapat
dipahami sebagai berikut APM di Kota Denpasar pada jenjang
pendidikan SD, SMP, dan SMA masih di bawah 100%. Rata-rata
APM yang masih di bawah 100 pada semua jenjang pendidikan pada
masing-masing kecamatan di Kota Denpasar, perlu dikaji secara lebih
mendalam mengenai penyebab rendahnya APM tersebut. Berdasarkan
hasil kajian itu, sangat dimungkinkan untuk merumuskan alternatif
pemecahannya secara lebih tepat, sehingga dapat memberikan hasil
secara lebih baik.
Dari segi perspektif gender, tampak masih dijumpai perbedaan
atau kesenjangan gender pada semua jenjang pendidikan.
Kesenjangan gender APM yang paling tipis atau cukup berimbang
terjadi di tingkat SD. Sedangkan APM tingkat SMP dan SMA tampak
APM perempuan persentasenya lebih rendah dibandingkan laki-laki.
4.2 Angka Partisipasi Kasar (APK)
Indikator lain yang dipakai untuk mengukur partisipasi penduduk
di bidang pendidikan adalah angka partisipasi kasar (APK). APK
biasanya digunakan untuk melihat gambaran mengenai kondisi
siswa/murid pada suatu jenjang pendidikan tertentu, tanpa
memperhatikan usia mereka. APK tingkat SD sebagai contoh, dihitung
dengan rumus jumlah penduduk yang bersekolah di SD dibagi dengan
jumlah penduduk usia 7 s.d 12 tahun dikalikan 100. APK pada berbagai
jenjang pendidikan di Kota Denpasar, akan diuraikan sebagai berikut.
Tabel 4.2 APK menurut Jenjang Pendidikan di Kota Denpasar
Tingkatan
Sekolah
2015/2016 2016/2017
L P L P
SD/MI 100,94 100,43 98,03 96,88
SMP/MTs 75,75 140,27 107,72 103,03
SMA/MA 111,58 98,38 110,92 99,40
Sumber: Disdikpora Kota Denpasar, 2018
Secara umum APK pada semua jenjang pendidikan selama dua
tahun terakhir (2015/2016-2016/2017), kecuali di tingkat SMP/MTS
terutama APK laki-laki (2015/2016) menunjukkan kondisi yang cukup
30
menggembirakan karena mencapai angka di atas 100%, bahkan pada .
APK tertinggi ada pada tingkat SMP/MTs perempuan yakni (140,27%)
tahun 2015/2016 dan SMA/MA (110,92%) tahun 2016/2017.
Sedangkan APK terendah juga terjadi pada jenjang pendidikan
SMP/MTs perempuan (75,75%) tahun 2015/2016 dan terendah pada
tingkat SD/MI perempuan juga (102,42%) tahun 2016/2017.
Dari perspektif gender, tampak masih dijumpai perbedaan atau
kesenjangan gender pada semua jenjang pendidikan. Kesenjangan
gender APM yang paling tipis terjadi di tingkat SD. Sedangkan
kesenjangan gender yang paling tinggi terjadi pada APK tingkat
SMP/MTs, terutama tahun 2015/2016 didominasi APK perempuan
dengan perbandingan 75,75 L: 140,27 P. Dapat disimpulkan bahwa
secara keseluruhan pada semua jenjang pendidikan APK perempuan
masih lebih rendah dibandingkan dengan APK laki-laki. Bisa diduga
ada dua hal yang menjadi penyebabnya, yakni karena memang jumlah
penduduk perempuan lebih sedikit daripada penduduk laki-laki atau
karena faktor lain yang perlu didalami melalui penelitian untuk
kemudian ditentukan solusinya.
Jika digambarkan secara umum perbandingan APK anak laki-
laki dan perempuan berdasarkan jenjang pendidikan pada tahun
2016/2017 dapat dilihat seperti pada grafik berikut ini.
Gambar: 4.2 Persentase Angka Partisipasi Kasar Menurut Jenjang
Pendidikan dan jenis kelamin di Kota Denpasar Tahun
2016/2017
0
20
40
60
80
100
120
SD SMP SMA
98.03 107.72
110.92
96.88103.03
99.4
LK-LK
PRP
Sumber: Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kota Denpasar, 2018
31
Dari data yang tertuang pada gambar 4.2 dapat diketahui
beberapa hal penting sebagai berikut. APK tingkat SD tahun 2017
sudah mencapai angka di atas 90% baik untuk laki-laki maupun
perempuan. Dalam hal ini kesenjangan gender tidak terlalu menonjol.
Kesenjangan gender agak menonjol tampak pada jenjang pendidikan
SMA.
4.3 Jumlah Siswa
Siswa adalah anak usia sekolah yang berpartisipasi aktif
mengikuti pendidikan formal pada tiap-tiap sekolaah sesuai dengan
penjenjangan yang diberlakukan oleh pemerintah. Jumlah siswa di Kota
Denpasar tahun 2015/2016-2016/2017 menurut jenjang pendidikannya
dapat dilihat pada tabel 4. berikut ini.
Tabel 4.3 Jumlah Siswa Berdasarkan Jenjang Pendididikan di
Kota Denpasar, Tahun 2015/2016-2016/2017
Jenjang Pendidikan
2015/2016 2016/2017 L P Jumlah L P Jumlah
SD 44.105 40.750 84.855 45,500 42,047 87,547
SMP 13.598 24.931 38.529 20,906 19,402 40,308
SMA 9.183 9.700 18.883 9,371 9,922 19,293
Jumlah 66.886 75.381 142.267 75,777 71,371 147,148
Sumber: Disdikpora Kota Denpasar, 2018
Jika dicermati tabel 4.3 di atas secara umum tampak jumlah
siswa pada semua jenjang pendidikan selama dua tahun terakhir
2015/2016-2016/2017 sedikit mengalami kenaikan yakni sebanyak
4.881 orang (14,14%). Jumlah siswa terbanyak ada pada jenjang
pendidikan dasar atau tingkat SD sebanyak 87.547 orang terdiri atas
laki-laki 45.500 orang dan perempuan 42.047 orang dan yang terendah
ada di tingkat SMA yakni 18.883 orang dengan perbandingan laki-laki
9.13 orang dan perempuan 9.700 orang. Kenyataan ini tampaknya
sangat wajar jika dikaitkan dengan program pemerintah di bidang
32
pendidikan khususnya wajib belajar 12 tahun bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Dari perspektif gender secara secara keseluruhan masih tampak
terjadi ketimpangan pada semua jenjang paendidikan. Ketimpangan
gender tidak terlalu menonjol terjadi pada jenjang pendidikan SD dan
SMA, sedangkan di SMP tampak kesenjangan gender sangat tinggi
terutama di tahun 2015/2016 sangat disominasi oleh siswa perempuan.
Ini berarti siswa SD perempuan jauh lebih banyak melanjutka ke SMP
dibandingan dengan siswa laki-laki, mengingat jumlah siswa SD cukup
berimbang antara laki-laki dan perempuan.
Secara umum perbandingan persentase siswa laki-laki dan
perempuan dari jenjang pendidikan SD – SMA seperti terlihat pada
gambar berikut.
Gambar: 4.3 Persentase Siswa SD- SMA Menurut Jenis Kelamin di Kota Denpasar Tahun 2016/2017
0
10
20
30
40
50
60
70
SD SMP SMA
51.97 51.86 48.5748.03 48.14 51.43
LK-LK
PRP
Sumber: Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kota Denpasar, 2018
Dari gambar di atas tampak bahwa kesenjangan gender di dunia
pendidikan terutama pada akses dan pemerataan hanya kelihatan agak
menonjol pada jenjang pendidikan SMA. Sementara pada jenjang
pendidikan lainnya hampir sudah menunjukkan kesetaraan.
33
4.4 Guru yang Tersertifikasi
Untuk mendapatkan kualitas pendidikan yang baik dan bermutu
kualifikasi guru sangat penting. Guru yang baik adalah guru yang
memenuhi persyaratan kemampuan profesional, baik sebagai pendidik
maupun sebagai pengajar atau pelatih. Di sinilah arti pentingnya
standar mutu profesional guru untuk menjamin proses pembelajaran
yang baik dan hasil yang bermutu dari proses tersebut. Dalam kaitan
ini, Undang-Undang No. 15 Tahun 2006 Tentang Guru dan Dosen
mengamanatkan, guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi,
sertifikat pendidik dan sehat jasmani dalam upaya mewujudkan tujuan
pendidikan nasional.
Berdasarkan pemikiran yang terkandung di dalam amanat
tersebut, setiap guru profesional harus memiliki sertifikat pendidik.
Sertifikat pendidik, hanya diberikan kepada guru yang memenuhi
persyaratan tertentu yang telah digariskan dalam undang-undang
tersebut. Sampai dengan tahun 2015/2016 dan 2016/2017, jumlah guru
yang tersertifikasi pada beragam jenjang pendidikan di Kota Denpasar
dapat diketahui pada penjelasan berikut.
4.4.1 Jumlah Guru SD Yang Tersertifikasi
Untuk memahami jumlah guru SD yang sudah tersertifikasi tentu
harus dikaitkan dengan jumlah guru sebagaimana yang tertuang dalam
tabel 4.4 di atas. Secara rinci data guru SD yang tersertifikasi di Kota
Denpasar tahun 2015/ 2016 dan 2016/2017 diuraikan pada tabel 4.4
berikut.
34
Tabel 4.4 Jumlah Guru SD yang sudah tersertifikasi menurut
Jenis Kelamin di Kota Denpasar Tahun 2015/2016-
2016/2017
NO
Kecamatan 2015/2016
2016/2017
L P Jlh L P Jlh
1 Kec. Denpasar Barat 300/26.45 827/27.51 1,127 144/25.35 405/27.44 549
2 Kec. Denpasar Selatan 320/28.22 758/25.22 1,078 162/28.52 366/24.80 528
3 Kec. Denpasar Timur 239/21.07 649/21.59 888 136/23,94 332/22.49 468
4 Kec. Denpasar Utara 275/24.25 772/25.68 1,047 126/22,19 373/25.27 499
Jumlah
1.134 3.006 4.140 568/27.79 1476/27.21 2044
Sumber : Disdikpora Kota Denpasar, 2018
Berdasarkan data pada Tabel 4.4 dapat diungkapkan bahwa
secara keseluruhan jumlah guru SD yang tersertifikasi selama dua
tahun terakhir (2015/2016-2016/2017) di Kota Denpasar mengalami
penurunan signifikan yakni dari 4.140 orang (2016) menjadi 2.044
(2017). Data kecamatan menunjukkan guru yang tersertifikasi tersebut
berada di seluruh kecamatan di Kota Denpasar, guru di Kecamatan
Denpasar Barat adalah yang tertinggi (1.127 orang) tersertifikasi (2016),
dan (549 orang) tahun 2017. Sedangkan terendah (888 orang) tahun
2016 dan (468) tahun 2017 berada di Kecamatan Denpasar Timur.
Dari perspektif gender tampak terjadi ketimpangan yang cukup
menonjol pada guru laki-laki yakni dengan perbandingan 1.134 L:
3.006P (2016), dan 568 P:1.476 L (2017. Tentu saja hal ini di perlu di
dalami untk dicari faktor penyebabnya.
4.4.2 Jumlah Guru SMP Yang Tersertifikasi
Sesuai dengan data yang ditampilkan pada tabel 4.4.2 di bawah
dapat dikatakan bahwa secara keseluruhan jumlah guru SMP di Kota
Denpasar yang tersertifikasi selama 2 tahun terakhir mengalami
penurunan tajam. Pada periode 2015/2016 jumlah guru SMP yang
tersertifikasi sebanyak 2.256 orang, periode 2016/2017 menurun
menjadi 966 orang. Data kecamatan menunjukkan di Kecamatan
Denpasar Utara terdapat guru yang tertinggi (2.256 orang) yang
tersertifikasi (2016), dan (966 orang) tahun 2017. Sedangkan terendah
35
(316 orang) tahun 2016 dan (166) tahun 2017 masih sama berada di
Kecamatan Denpasar Timur. Secara rinci hal ini ditampilkan pada table
4.5 berikut.
Tabel :4.5 Jumlah Guru SMP yang sudah Sertifikasi menurut Jenis
Kelamin di Kota Denpasar
NO
Kecamatan 2015/2016
2016/2017
L P Jumlah L P Jlh
1 Denpasar Barat 178 273 451
84 146 230
2 Denpasar Selatan 274 406 680
122 70 192
3 Denpasar Timur 115 201 316
67 99 166
4 Denpasar Utara 363 446 809
155 223 378
Jumlah 930 1.326 2.256 428 538 966
Sumber : Disdikpora Kota Denpasar, 2018
Dari perspektif gender tampak terjadi ketimpangan yang cukup
menjolok pada guru SMP laki-laki dan hal ini terjadi, baik pada tahun
2016, maupun 2017. Sebagaimana diketahui untuk bisa lolos sertifikasi
seorang guru harus memenuhi persyaratan tertentu, apakah karena
persyaratan ini guru laki-laki menjadi lebih lambat tersertifikasi
dibandingkan dengan guru perempuan atau karena sebab lain, tentu
harus dilakukan pendalaman melalui penelitian.
4.4.3 Jumlah Guru SMA dan SMK Yang Tersertifikasi
Kondisi yang tidak jauh berbeda tampaknya juga terjadi pada
keberadaan guru SMA dan SMK yang tersertifikasi di Kota Denpasar
pada tahun 2015/2016 dan 2016/2017. Hal ini tampak jelas pada tabel
4.6 berikut.
36
Tabel 4.6 Jumlah Guru SMA dan SMK yang sudah tersertifikasi
menurut Jenis Kelamin di Kota Denpasar
Sumber : Disdikpora Kota Denpasar, 2018
Tabel 4.6 menunjukkan bahwa secara umum tetap terjadi
penurunan jumlah guru SMA yang tersertifikasi selama 2 tahun terakhir
di Kota Denpasar, yakni dari jumlah 2.665 orang (2016) menjadi 1.311
orang (2017). Persebaran guru SMA tersertifikasi tertinggi (275 orang)
masih tetap tertinggi berada di Kecamatan Denpasar Utara, dan
terendah di Kecamatan Denpasar Barat. Dari perspektif gender tampak
guru SMA dan SMK yang tersertifikasi tampak sedikit kurang berimbang
tetapi selisihnya sangat tipis, dan ini bisa diartikan telah terjadi
keseimbangan gender, baik pada tahun 2016, maupun 2017.
Bila dipersentasekan, maka perbandingan guru laki-laki dan
perempuan yang sudah tersertifikasi berdasarkan jenjang pendidikan
tampak seperti grafik berikut ini.
NO
Kecamatan 2015/2016
2016/2017
L P Jumlah L P Jumlah
1 Denpasar Barat 180 183 363 62 60 122
2 Denpasar Selatan 364 400 764 178 230 408
3 Denpasar Timur 326 380 706 85 111 196
4 Denpasar Utara 517 415 932 329 258 587
Jumlah 1.387 1.298 2.685 654 659 1313
37
Grafik: 4.4 Persentase Guru SD, SMP, SMA dan SMK yang Telah
Tersertivikasi menurut Jenis Kelamin, 2017
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
SD SMP SMA/SMK
27.79
44.3149.81
72.21
55.69
50.19
LAKI
PEREMPUAN
Sumber Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kota Denpasar, 2018
4.4 Jumlah Sekolah
Berbagai aspek dibutuhkan agar tercapai sistem pendidikan
yang berkualitas. Selain keberadaan tenaga pengajar, ketersedaiaan
sarana dan prasarana juga sangat penting..Salah satu komponen
penting dalam penyelenggaraan sistem pendidikan adalah gedung
sekolah. Di Kota Denpasar jumlah sekolah di semua jenjang
pendidikan selama dua tahun terakhir secara rinci dijelaskan pada
table 4.7 berikut.
Tabel 4.7 Jumlah Sekolah di Kota DenpasarTahun 2015/2016 dan 2016/2017
Jenjang Pendidikan 2015/2016 2016/2017
TK 294 294
SD/Sederajat 230 232
SLTP/Sederajat 66 66
SLTA/Sederajat 34 35
SMK 32 32
Sumber: Disdikpora Kota Denpasar, 2018
38
Jika dicermati tabel 4.7 di atas tampak jelas jumlah sekolah pada
semua jenjang pendidikan di Kota Denpasar tidak terlalu banyak
mengalami perubahan. Hanya pada sekolah SD/Sederajat dan
SLTA/Sederajat yang mengalami sedikit penambahan yaitu 2 gedung
SD/Sederajat dan 1 gedung SLTA/Sederajat. Jumlah gedung sekolah
SD adalah yang terbanyak, dan gedung SMK paling sedikit. Kondisi
stagnan yang terjadi pada jumlah sekolah di semua jenjang pendidikan
di Kota Denpasar ini menegaskan bahwa jumlah penduduk usia
sekolah juga tidak mengalami kenaikan selama dua tahun terakhir
karena sesungguhnya ada korelasi positif antara jumlah siswa dengan
jumlah sekolah.
39
BAB V
KESEHATAN
Pembanguan di bidang kesehatan bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
Serta mampu menjawab tantangan pembangunan kesehatan yang
berkelanjutan termasuk konsistensi kebijakan, keterlibatan, lintas
sector, serta berdasarkan perkembangan ilmu kesehatan masyarakat
yang mutakhir.
Berdasarkan tujuan di atas, maka dirumuskalah paradigma
sehat yang merupakan upaya untuk lebih meningkatan kesehatan
bangsa yang bersifat proaktif. Adapun rumusan paradigma sehat
tersebut telah tertuang di dalam visi “Indonesia Sehat 2010”. Visi yang
tertuang di dalam paradigma sehat adalah visi jangka menengah,tentu
saja visi jangka menengah itu telah tercapai akan ditindaklanjuti dengan
visi jangka menengah selanjutnya yang kualitas indikatornya lebih
tinggi. Begitu seterusnya, sehingga pembangunan kesehatan bisa
berkelanjutan dan konsisten untuk menciptakan Indonesia Sehat.
Agar tercapai kondisi tersebut berbagai usaha telah dilakukan.
Bahkan Negara pun telah menjamin melalui kebijakan yang dituangkan
dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009, Tentang Kesehatan, di
antaranya dinyatakan bahwa tujuan pembangunan kesehatan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
Dalam upaya meningkatkan taraf kesehatan masyarakat tersebut,
pembangunan kesehatan dilakukan dengan sistem kesehatan nasional.
Sistem kesehatan ini dilaksanakan dengan cara meningkatkan
partisipasi aktif masyarakat dan terutama diarahkan pada lapisan
masyarakat bawah (masyarakat berpenghasilan rendah).
40
Berkenaan dengan tujuan pembangunan kesehatan tersebut,
telah dirumuskan program Panca Karsa Husada yang meliputi (1)
peningkatan kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya sendiri di
bidang kesehatan; (2) perbaikan lingkungan hidup masyarakat yang
dapat menjamin kesehatan; (3) peningkatan status gizi masyarakat; (4)
pengurangan kesakitan dan kematian; dan (5) pengembangan keluarga
sehat sejahtera dengan semakin diterimanya norma keluarga kecil
bahagia dan sejahtera.
Terkait dengan pembangunan kesehatan di Kota Denpasar, hal-
hal yang akan dibahas berikut ini sesuai dengan data yang tersedia,
yaitu sekitar pemberian ASI eksklusif, berat badan lahir rendah (BBLR),
peserta KB, dan tenaga kesehatan.
5.1 Pemberian ASI Eksklusif
Pemberian air susu ibu (ASI ) eksklusif merupakan tindakan
terbaik bagi bayi. Karena, ASI mengandung nutrisi yang dapat
memberikan kekebalan tubuh bayi, meningkatkan kualitas kesehatan
dan dapat memberikan pertumbuhan bayi secara normal. Selain itu,
secara ekonomi pemberian ASI jauh lebih praktis dan murah dari pada
susu formula. Sebab harga susu formula relatif mahal bagi sebagian
warga masyarakat. ASI eksklusif adalah pemberian ASI kepada bayi
mulai dari lahir sampai berumur enam bulan, tanpa diberikan makanan
tambahan apapun, karena sampai umur tersebut kebutuhan zat gizi
bayi dapat dipenuhi dari ASI saja. Dengan memberikan ASI secara
eksklusif diharapkan kebutuhan gisi bayi akan dapat terpenuhi.
Secara rinci data mengenai bayi yang diberikan ASI eksklusif di
Kota Denpasar tahun 2016-2017, tertuang pada Tabel 5.1.
41
Tabel 5.1 Persentase Pemberian ASI Eksklusif di Kota Denpasar
Tahun 2016 dan 2017
No Kecamat
an
Puskesmas Jumlah Bayi Yang Diberi Asi Eksklusif
Usia 0--6 Bulan 2016 2017
L P L +P L P L +P
1. Denpasar
Utara
Puskesmas I
Denut 72.1 71.1 71.6 65.04 65.71 65.36
Puskesmas II
Denut 45.8 44.9 45.4 54.73 50.72 52.80
Puskesmas
III Denut 34.0 33.8 33.9 41.15 43.44 42.33
44.2 43.7 44.0 60.92 159.88 160.48 2. Denpasar
Timur
Puskesmas I
Dentim 66.3 65.9 66.1 56.64 37.61 47.30
Puskesmas II
Dentim 39.1 39.4 39.2 40.98 47.09 44.09
52.1 52.0 52.0 97.62 84.70 91.38
3. Denpasar
Selatan
Puskesmas I
Densel 41.2 41.9 41.5 46.67 47.87 47.31
Puskesmas II
Densel 38.2 38.3 38.2 40.31 42.66 41.47
Puskesmas
III Densel. 42.2 41.9 42.1 48.08 45.38 46.64
Puskesmas
IV Densel 42.9 39.1 41.2 48.94 41.94 46.15
39.8 39.8 39.8 183.99 177.85 181.57
4. Denpasar
Barat
Puskesmas I
Denbar 41.7 24.1 33.8 46.30 34.57 41.27
Puskesmas II
Denbar 55.0 91.8 71.6 52.00 48.48 50.35
45.8 45.2 45.6 98.30 83.05 91.62
Total Kota Denpasar
44.0 43.7 43.9 68.66 91.04 95.30
Sumber: Dinas Kesehatan Kota Denpasar, 2018
Berdasarkan data pada tabel 5.1, dapat digambarkan sebagai
berikut. Secara keseluruhan persentase bayi di Kota Denpasar tahun
2016 yang mendapat ASI ekklusif sebanyak 43,9%, dan meningkat
tajam menjadi 95,30% tahun 2017. Pemberian ASI eksklusif ini dapat
42
dikatakan tergolong cukup bagus dan menggembirakan karena
mencapai persentase relative tinggi.
Dilihat dari perspektif gender pemberian ASI eksklusif
menunjukkan persentase lebih tinggi pada bayi perempuan, baik tahun
2016 maupun tahun 2017. Apakah hal ini bisa diartikan terjadi
ketimpangan gender, belum tentu karena mungkin saja jumlah bayi
laki-laki memang lebih tinggi daripada bayi perempuan. Karenanya
penting diketahui jumlah bayi laki-laki dan perempan di Kota Denpasar
tahun 2016 dan 2017. Data Kecamatan menunjukkan bahwa jumlah
bayi yang mendapat ASI eksklusif tertinggi ada di Kecamatan Denpasar
selatan yakni 181.57%, dan terendah di Kecamatan Barat sebanyak
91.62%.
Berkenaan dengan kondisi tersebut, tampaknya pemberian ASI
eksklusif di Kota Denpasa tahub 2016 dan 2017 sudah cukup baik dan
menggembirakan. Untuk itu tentu sangat penting melakukan usaha-
usaha agar bisa mempertahankan bahkan meningkatkan pemberian
ASI eksklusif ini kepada bayi.
5.2 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Berat Badan Lahir Rendah yang selanjutnya disingakat menjadi
BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500
gram, yang ditimbang pada saat lahir sampai dengan 24 jam pertama
setelah lahir. Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) yaitu bayi baru
lahir yang berat badannya 2500 gram atau lebih rendah
tanpa memandang masa gestasi. Dalam definisi ini tidak termasuk bayi-
bayi dengan berat badan kurang daripada 1000 gram. Berat lahir
adalah berat bayi yang ditimbang dalam satu jam setelah lahir. Ada
berbagai hal yang menyebababkan terbanyak terjadinya BBLR adalah
yaitu: (1) kelahiran premature, faktor ibu yang lain adalah umur, paritas,
dan lain-lain, (2) faktor plasenta seperti penyakit vaskuler, kehamilan
kembar/ganda, dan (3) faktor janin juga merupakan penyebab
terjadinya BBLR ( https://idtesis.com/pengertian-berat-badan-lahir-
rendah/). Secara rinci data mengenai Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR) di Kota Denpasar tahun 2016-2017, tertuang pada Tabel 5.2.
43
Tabel 5.2 Bayi Berat Badan Lahir Rendah (Bblr) Menurut Jenis Kelamin
Di Kota Denpasar Tahun 2017
No Kecamatan Puskesmas
BAYI BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR)
L P L + P
JLH % JLH % JLH %
1 DENPASAR UTARA
PUSKESMAS I 4 0.59 7 1.05 11 0.82
PUSKESMAS II 6 0.84 6 0.86 12 0.85
PUSKESMAS III 11 1.65 9 1.48 20 1.57
2 DENPASAR TIMUR
PUSKESMAS I 12 1.23 20 2.17 32 1.69
PUSKESMAS II 6 0.81 4 0.56 10 0.69
3 DENPASAR SELATAN
PUSKESMAS I 22 2.53 15 1.91 37 2.24
PUSKESMAS II 0 0.00 0 0.00 0 0.00
PUSKESMAS III 2 0.57 8 2.62 10 1.53
PUSKESMAS IV 9 3.54 9 3.57 18 3.56
4 DENPASAR BARAT
PUSKESMAS I 12 0.99 15 1.24 27 1.12
PUSKESMAS II 11 0.62 15 0.83 26 0.73
JUMLAH (KAB/KOTA)
95 1.09 108 1.25 203 1.17
Sumber: Bidang Kesehatan Masyarakat Dikes Kota Denpasar
Tabel 5.2 di atas menunjukkan bahwa secara keseluruhan bayi
mengalami berat badan lahir rendah (BBLR) di Kota Denpasar pada
tahun 2017 sebanyak 203 orang (1.17%). Bayi yang mengalami BBLR
ini tersebar di seluruh kecamatan di Kota Denpasar, dan yang
terbanyak ditemukan di Puskesmas I di Kecamatan Denpasar Selatan
yakni sebanyak 37 bayi (2.24%), dan yang terendah bahkan nihil (0%)
juga terdapat di Kecamatan Denpasar Selatan berdasarkan data yang
terekam di Puskesma II. Kondisi ini masih tergolong cukup baik karena
jauh lebih rendah juka dibandingkan dengan jumlah bayi berat lahir
44
rendah (BBLR) di Indonesia yang masih cukup tinggi. Data WHO
mencatat Indonesia berada di peringkat sembilan dunia dengan
persentase BBLR lebih dari 15.5 persen dari kelahiran bayi setiap
tahunnya. Jika ditinjau dari perspektif gender bayi dengan status BBLR
didominasi oleh laki-laki yakni sebanyak 108 orang (1.25%) lebih tinggi
daripada perempuan sebanyak 95 orang (1.09%).
5.3 Status Gisi Balita
Berbagai upaya untuk mewujudkan masyarakat yang sehat
telah dilakukan oleh pemerintah Kota Denpasar, namun demikian pada
kenyataannya masih ada balita yang menyandang kasus gizi buruk. Hal
ini seperti terlihat pada Tabel 5.3 berikut ini. Meskipun jumlahnya tidak
terlalu banyak namun hal ini perlu ditanggulangi sehingga tidak ada lagi
anak yang berstatus gizi buruk.
Tabel . 5.3 Cakupan Balita Gizi Buruk di Kota Denpasar Tahun 2017
KECAMATAN
Kasus Balita Gizi Buruk
Jumlah Ditemukan
L P L+P
Denpasar Utara 0 3 3
Denpasar Timur 0 0 0
Denpasar Selatan 0 1 1
Denpasar Barat 1 0 1
Jumlah 1 4 5
Sumber: Dinas Kesehatan Kota Denpasar, 2018.
Dari tabel di atas tampak bahwa di Kota Denpasar masih ada
anak yang berstatus gizi buruk sebanyak 5 orang. Dari ke lima ini paling
banyak (3) orang anak ada di Kecamatan Denpasar Utara, satu orang
ada di Denpasar Selatan dan satu orang lagi ada di Denpasar Barat.
Kecamatan Denpasar Timur aman dari anak yang berstatus gizi buruk..
45
5.3 Peserta Keluarga Berencana (KB)
Keluarga Berencana (KB) bertujuan untuk mewujudkan keluarga
kecil, bahagia dan sejahtera yang menjadi dasar bagi terwujudnya
masyarakat yang sejahtera melalui pengendalian kelahiran dan
pertumbuhan penduduk. Sejalan dengan itu, KB adalah usaha untuk
mengukur jumlah dan jarak anak yang diinginkan. Dalam upaya
mencapai hal tersebut, dibuatlah beberapa cara untuk mencegah atau
menunda kehamilan. Cara-cara tersebut termasuk pemilihan
kontrasepsi atau pencegahan kehamilan dan perencanaan keluarga.
Data mengenai peserta KB di Kota Denpasar pada tahun 2016
dan 2017, dapat dilihat pada Tabel 5.4. Data pada Tabel 5.3
menunjukkan, bahwa secara keseluruhan jumlah PUS di Kota
Denpasar pada tahun 2016 masing-masing sebanyak 86.175 orang dan
peserta KB aktif sebanyak 69,686 orang (80,9%). Sedangkan tahun
2018 mengalami sedikit penurunan yakni jumlah PUS sebanyak 79,064
orang dan peserta KB aktif sebanyak 60,363 orang (76,3%). Jumlah
peserta KB yang paling banyak terdapat di Kecamatan Denpasar
Selatan, yaitu 83.9 %, yang terdapat pada data Puskesmas I.
Sebaliknya, jumlah peserta KB yang paling sedikit terdapat di
Kecamatan Denpasar Barat yakni 71,4% yang diperoleh dari data
Puskesmas I. Demikian pula PUS, jumlah yang paling banyak dijumpai
di Kecamatan Denpasar Barat, yakni 11.098 orang berdasarkan data
dari Puskesmas II sedangkan jumlah PUS yang paling kecil dijumpai di
Kecamatan Denpasar Barat (Puskesmas I), yaitu 2,264 orang. Secara
rinci data perserta KB di Kota Denpasar tahun 2016-2017 disajikan
pada tabel berikut.
46
Tabel 5.4 Jumlah Peserta KB di Kota Denpasar Tahun 2016 dan
2017
Kecamat
an Puskesmas
Jumlah PUS
2016
Jlh PUS
2017
Peserta KB Aktif Peserta KB
Aktif
Jumlah % Jlh %
Denpasar Selatan
Puskesmas I 10.133 8.467 83,6 5,077 3,718 73.2
Puskesmas II 5.287 4.412 83,4 7,513 5,389 71.7
Puskesmas III 3.368 2.748 81,6 7,535 5,552 73.7
Puskesmas IV 2.099 1,831 87,2 7,854 6,185 78.7
Denpasar Timur
Puskesmas I 8.319 6.856 82,4 8,433 7,079 83.9
Puskesmas II 10.585 8.312 78,5 10,08 8,335 82.7
Denpasar Barat
Puskesmas I 11.784 9,961 84,5 5,261 3,758 71.4
Puskesmas II 12.347 9,795 79,3
3,347 2,735 81.7
Denpasar Utara
Puskesmas I 6.095 4,343 71,3 2,264 1,890 83.5
Puskesmas I I 8.238 6,557 79,6 11,08 7,801 70.3
Puskesmas III 7.920 6,404 80,9 10,64 7,921 74.7
Jumlah
86.175 69,686 80,9 79,04 60,33 76.3
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Denpasar
5.4 Jumlah Tenaga Kesehatan
Dalam UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang
dimaksud tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan
diri dalam bidang kesehatan, memiliki pengetahuan dan atau
keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang memerlukan
kewenangan dalam menjalankan pelayanan kesehatan.
47
Tenaga kesehatan yang diatur dalam Pasal 2 ayat (2) sampai
dengan ayat (8) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang
Tenaga Kesehatan, antara lain terdiri dari dokter, dokter spesialis dan
dokter gigi. Berikut akan dibahas tenaga kesehatan di Kota Denpasar
periode tahun 2016 dan 2017.
5.4.1 Jumlah Dokter Umum
Dokter merupakan perangkat lunak yang paling penting dalam
akselerasi pembangunan kesehatan. Oleh karena itu keberadaan
tenaga medis ini perlu tersedia dalam jumlah dan mutu yang memadai.
Dengan demikian, masyarakat dapat menikmati pelayanan kesehatan
secara terjangkau dan bermutu.
Sejatinya, dokter merupakan seorang cendekiawan yang dalam
menjalankan profesinya langsung berhadapan atau berada di tengah-
tengah masyarakat, dibekali nilai profesi yang menjadi pedoman dalam
segala tindakannya. Nilai profesi itu meliputi kemanusiaan (humanism),
etika (ethics) dan kompetensi (competence). Apabila nilai profesi ini
dapat diimplementasikan dengan baik, maka semua warga masyarakat
yang membutuhkan, akan mendapat pelayanan kesehatan yang baik
pula, dalam arti terjangkau dan berkualitas tinggi. Denpasar sebagai
pusat pemerintahan, pusat industri, perdagangan dan pariwisata, maka
keberadaan dokter memegang peranan yang sangat penting guna
mendukung pembangunan di bidang kesehatan. Terkait dengan
keberadaan dokter umum di Kota Denpasar secara rinci ditampilkan
pada tabel 5.5 berikut ini.
48
Tabel: 5.5 Jumlah Dokter Umum yang ada di Kota Denpasar
Tahun 2017
No Kecamatan Dokter Umum
L P L+P
1. Denpasar Timur 1 5 6
2. Denpasar Selatan 5 9 14
3. Denpasar Barat 1 7 8
4. Denpasar Utara 1 9 10
Jumlah 8 30 38
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Denpasar, 2017
Dari Tabel 5.5 tersebut di atas tampak bahwa pada tahun 2017
jumlah dokter umum di Kota Denpasar sebanyak 38 orang, terdiri atas
laki-laki sebanyak 8 orang dan perempuan sebanyak 30 orang. Dokter
ini tersebar di seluruh kecamatan, dan terbanyak terdapat di
Kecamatan Denpasar Selatan (14 orang), serta terkecil (6 orang)
ditemukan di Kecamatan Denpasar Data ini menunjukkan, bahwa
tenaga dokter umum di Kota Denpasar didominasi oleh dokter
perempuan, yang berarti terjadi ketimpangan gender. Dalam hal ini
yang perlu dilakukakn adalah mendorong kaum laki-laki untuk menjadi
dokter umum.
5.4.2 Dokter Spesialis
Dokter spesialis adalah dokter yang mengkhususkan diri dalam
suatu bidang ilmu kedokteran tertentu. Seorang dokter harus menjalani
pendidikan profesi dokter pasca sarjana(spesialisi) untuk dapat menjadi
dokter spesialis. Pendidikan dokter spesialis merupakan program
pendidikan profesi lanjutan dari program pendidikan dokter dan dokter
gigi setelah dokter umum dan dokter gigi menyelesaikan wajib kerja
sarjananya dan atau langsung setelah menyelesaikan
pendidikan dokter atau dokter gigi. Secara rinci dokter spesialis di Kota
Denpasar tahun 2016-2017 yang tersebar di berbagai rumah sakit
ditampilkan pada tabel 5.6 berikut
49
Tabel 5.6 Jumlah Dokter Spesialis yang ada di Kota Denpasar Tahun 2016 dan 2017
Tempat Tugas
2016 Jlh
2017 Jlh Dokter
spesialis Dokter
spesialis
L P L P
RS Tk II Udayana 7 2 9 11 2 13
RS Polda Bali 17 3 20 17 4 21
RSUP Sanglah 128 58 186 128 62 190
RS Puri Raharja 51 16 67 55 18 73
RS Dharma Yadnya 3 1 4 27 4 31
RS Kasih Ibu Denpasar 53 22 75 51 22 73
RS Bakti Rahayu 19 8 27 31 12 43
RS Bali Med 78 36 114 4 - 4
RS Surya Husada Ubung 20 9 29 16 15 31
RS BROS 79 17 96 68 32 100
RS Puri Bunda 27 16 43 33 17 50
RSUD Wangaya 0 0 0 35 13 48
RSU Daerah Bali Mandara 0 0 0 24 21 45
Total 482 188 670 500 222 722
Sumber: Dinas Kesehatan Kota Denpasar, 2017
Dari Tabel 5.6 tersebut di atas tampak bahwa secara jumlah
dokter di Kota Denpasar mengalami sedikit kenaikan yakni sebanyak
52 orang dari tahun 2016 ke 2017. Dokter spesialis ini tersebar di
seluruh rumah sakit negeri dan swasta di Kota Denpasar, dan
terbanyak bekerja di RSPU Sanglah (190 orang), dan terkecil di RS Bali
Med (4 orang). Dari perspektif gender keberadaan dokter spesialis ini
berbanding terbalik dengan dokter umum yakni yang didominasi oleh
dokter spesialis laki-laki, yang berarti terjadi ketimpangan gender pada
perempuan. Untuk itu sangat penting mengupayakan agar perempuan
lebih tertarik lagi untuk menjadi dokter spesialis.
50
5.4.3 Dokter Gigi
Selain dokter umum keberadaan dokter gigi juga sangat penting,
hal ini mengingat masyarakat juga tidak bisa mengabaikan kesehatan
gigi. Saat ini pemerintah menaruh perhatian besar terhadap
keberadaan dokter gigi ini, terbukti dengan dibukanya fakultas
kedokteran gigi baik di perguruan tinggi swasta maupun perguruan
tinggi negeri yang ada di Bali. Pemerintah Kota Denpasar nampaknya
sangat perhatian pada kesehatan gigi masyarakatnya, hal ini terbukti di
setiap puskesmas yang ada sudah dilengkapi dengan dokter gigi.
Secara rinci data tentang keberadaan dokter gigi di Kota
Denpasar pada tahun 2017 seperti tampak pada Tabel 5.7.
Tabel 5.7 Jumlah Dokter Gigi yang ada di Kota Denpasar Tahun
2017
No Kecamatan Dokter Gigi
L P L+P
1. Denpasar Timur 1 7 8
2. Denpasar Selatan 1 11 12
3. Denpasar Barat 3 7 10
4. Denpasa Utara 4 6 10
Jumlah 9 31 40
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Denpasar, 2017
Dari Tabel 5.7 tampak bahwa jumlah dokter gigi di Kota
Denpasar pada tahun 2017 berjumlah 40 orang yang terdiri dari 9
dokter gigi laki-laki dan 31 orang dokter gigi perempuan. Dokter gigi ini
tersebar di seluruh kecamatan di Kota Denpasar, terbanyak ditemukan
di Kecamatan Denpasar Selatan sebanyak 12 0rang dan paling sedikit
(8 orang ) ada di Denpasar Timur.
Jika dilihat dari perspektif gender, sama halnya dengan
keberadaan dokter umum yang jumlahnya lebih banyak perempuan.
Hal ini menunjukkan bahwa akses perempuan untuk menjadi dokter gigi
51
sudah terbuka lebar, namun demikian dipandang perlu juga mendorong
laki-laki untuk menjadi dokter gigi.
Jika data tersebut di atas ditampilkan dalam persentase maka
perbandingan jumlah dokter laki-laki dan perempuan akan tampak
seperti gambar berikut ini.
Gambar: 5.1 Persentase Dokter menurut jenis kelamin di Kota Denpasar Tahun 2017
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
dr.umum dr spesialis dr. Gigi
21.05
69.25
22.5
78.95
30.75
77.5
L
P
Sumber : Dinas kesehatan Kota Denpasar, 2017
.
52
BAB VI
EKONOMI
Ekonomi merupakan aktivitas manusia yang berhubungan
dengan produksi, distribusi, dan konsumsi terhadap barang dan jasa.
Istilah "ekonomi" sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu (oikos) yang
berarti "keluarga, rumah tangga" dan (nomos) yang berarti "peraturan,
aturan, hukum". Secara garis besar, ekonomi diartikan sebagai "aturan
rumah tangga" atau "manajemen rumah tangga. Indonesia memiliki
ekonomi berbasis-pasar di mana pemerintah memainkan peranan
penting.
Untuk mengetahui tingkat kesejahteraan suatu masyarakat
antara lain bisa dilihat melalui petumbauhan ekonomi. Oleh karena itu
pembangunan sektor ekonomi menjadi begitu penting karena sangat
terkait dengan sumber daya manusia dan sumber daya alam. Alam
dengan berbagai potensinya dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh
dan untuk kesejahteraan ekonomi manusia. Jadi, kegiatan atau
pembangunan ekonomi sangat ditentukan oleh sumber daya manusia
sebagai penggeraknya.Terkait dengan masalah tersebut, beberapa hal
yang menyangkut sumber daya manusia terutama yang berkaitan
masalah perkerjaan sangat penting untuk mendapat perhatian. Adapun
masalah-masalah tersebut adalah: angkatan kerja, pekerja dan jenis
pekerjaan, lapanagn pekerjaan dan lain sebagainya.
Berbagai usaha telah dilakukan oleh pemerintah terkait dengan
sector ekonomi, satu diantaranya adalah dengan melakukan sensus
ekonomi. Sensus ekonomi bertujuan untuk mengumpulkan data
mengenai kegiatan ekonomi angkatan kerja, yaitu tentang lapangan
kerja, jenis pekerjaan, dan status pekerjaan penduduk yang bekerja.
Variabel tersebut seringkali dikaitkan dengan variabel ekonomi seperti
tingkat dan laju pertumbuhan GNP (Gross National Product/Produk
Nasional Bruto) per kapita dan alokasi GNP per sektor untuk
menggambarkan pengaruh pembangunan ekonomi terhadap
penyerapan tenaga kerja, produktivitas, dan pendapatan penduduk
53
yang bekerja. Khususnya alokasi angkatan kerja menurut lapangan
pekerjaan terutama persentase penduduk yang bekerja di sektor
pertanian, industrri (manufaktur), dan jasa dianggap sebagai salah satu
indikator penting unntuk mengukur tingkat pembangunan suatu daerah.
Situasi dan kondisi suatu masyarakat sangat beragam sifatnya.
Hal ini ditunjukkan oleh sistem sosial budaya masyarakat seperti
adanya perbedaan kesempatan kerja, peluang kerja, dan jenis
pekerjaan yang diberikan antara laki-laki dan perempuan kemudian
mengakibatkan perbedaan indikator ketenagakerjaan antara kedua
jenis kelamin tersebut. Idealnya, setiap pekerjaan dapat diberikan
secara terbuka kepada kedua jenis kelamin asalkan mereka mau dan
mampu atau sanggup mengerjakannya, kecuali jenis pekerjaan yang
secara mendasar memang harus dilakukan oleh salah satu jenis
kelamin tertentu. Dilihat dari perspektif gender hal yang penting dikaji
adalah mengkritisi relasi penduduk laki-laki dan perempuan di bidang
ekonomi, termasuk memastikan apakah masing-masing jenis kelamin
terutama perempuan mampu bersaing untuk merebut peluang dan
kesempatan kerja di pasar tenaga kerja.
Secara konseptual dunia kerja di Indonesia mengakui bahwa
penduduk yang tergolong angkatan kerja dan sebagai pekerja adalah
mereka yang berusia di atas 10 tahun. Berdasarkan data sensus/survei
indikator ketenagakerjaan menyangkut hal-hal seperti tenaga kerja
asing, kegiatan utama yang dilakukan penduduk, tingkat partisipasi
angkatan kerja (TPAK), lapangan kerja dan status pekerjaan, tingkat
upah, dan sebagainya.
Seperti juga Bali umumnya, yang mejadi prioritas utama
pembangunan Kota Denpasar khususnya hingga saat ini adalah
pembangunan di bidang ekonomi. Hal ini mengingat pembangunan
ekonomi menjadi indikator utama dalam mengukur kesejahteraan
rakyat. Berbicara masalah pembangunan ekonomi, ini berarti
pembicaraan tidak dapat dilepaskan dengan sumber daya manusia
yang merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk
diperhatikan. Sumber daya manusia mempunyai peran yang sentral,
terutama dalam pembangunan ekonomi di Indonesia dimana
54
kesejahteraan manusia dijadikan tujuan pokok dalam masyarakat. Atas
dasar kenyataan tersebut, maka masalah sumber daya manusia, dalam
hal ini yang dimaksud adalah penduduk dan angkatan kerja, baik yang
secara kuantitatif maupun kualitatif wajib mendapat prioritas perhatian,
agar kesejahteraan masyarakat dapat terwujud. Bagaimana kondisi
penduduk Kota Denpasar terkait dengan sektor ekonomi? Berikut akan
dibahas beberapa indikator sesuai dengan data yang tersedia.
6.1 Kegiatan Utama Penduduk
Kota Denpasar sebagai pusat pemerintahan dan pusat
pariwisata Bali dengan gaya tariknya tersendiri menjadi orientasi atau
tujuan bagi banyak orang untuk mengadu nasib mencari pekerjaan di
kota ini. Orang-orang yang datang ke Denpasar tidak saja berasal dari
Bali tetapi banyak juga dari luar Bali bahkan dari luar Indonesia. Karena
itu okupasi penduduknya pun menjadi sangat heterogin. Tantangan
kemajuan dan globalisasi mau tidak mau menuntut kebutuhan ekonomi
semakin meningkat. Kondisi ini menuntut semua individu baik laki-laki
maupun perempuan untuk berpartisipasi untuk mencari nafkah guna
memenuhi kebutuhan hidupnya saherí-hari. Dalam konteks ini,
perempuan harus dilihat sebagai pribadi mandiri dalam kebersamaan
dan sumber daya manusia yang mempunyai hak, kewajiban, dan
kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk mengembangkan
potensi dan mencerdaskan diri. Dalam kaitan ini perlu diamati dari
berbagai kegiatan utama penduduk secara menyeluruh. Walaupun
data secara terpilah belum dapat dihimpun, akan tetapi dapat diduga
bahwa penduduk Kota denpasar mempunyai okupasi yang beraneka
ragam. Data mengenai kegiatan utama penduduk Kota Denpasar
berdasarkan lapangan pekerjaan dan jenis kelamin belum bisa
diperoleh. Namun demikian dapat diduga bahwa jenis pekerjaan yang
ditekuni oleh penduduk dapat dipastikan beraneka ragam seperti
pegawai negeri maupun swasta, pedagang, wirausaha, jasa dan lain-
lainnya.
Jika dilihat tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) penduduk
terutama berdasarkan jenis kelamin secara umum sepertinya TPAK
55
perempuan masih lebih rendah dari laki-laki. Data terkait TPAK tahun
2017 juga belum dapat dihimpun.
6.2 Juru Parkir
Di Bali umumnya dan Kota Denpasar khususnya dewasa ini
cukup sulit mencari pekerjaan, apalagi yang tidak mempunyai latar
belakang pendidikan yang cukup memadai atau tinggi. Namun
demikian tidak setiap pekerjaan membutuhkan latar belakang
pendidikan tinggi, tetapi lebih diutamakan ketekunan bagi pekejaanya
misalnya menjadi juru parkir. Pekerjaan juru parkir identik dengan tugas
laki-laki, karena pekerjaan juru parkir dianggap sebagai pekerjaan yang
berisiko tinggi. Di samping itu, mereka yang bekerja sebagai juru parkir
sebagian besar adalah mereka yang berpendidikan rendah. Tingkat
pendidikan yang rendah merupakan ciri umum dari angkatan kerja
terutama yang bekerja sebagai juru parkir. Rendahnya pendidikan
menyebabkan terbatasnya akses ke pekerjaan yang lebih baik
terutama pekerjaan di sektor formal. Dengan pendidikan rendah yang
mereka miliki maka pekerjan yang bisa dilakoni adalah menjadi juru
parkir. Pekerjaan juru parkir umumnya dilakoni oleh laki-laki namun
tidak menutup perempuan menjadi juru parkir.
Adanya pemerataan kesempatan kerja di setiap sektor dan di
setiap wilayah, menjadi salah satu acuan kebijakan pemerintah
pemerataan pendapatan penduduk, sehingga nantinya dapat
menciptakan kesejahteraan. Sektor jasa merupakan salah satu sektor
usaha yang menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup besar
seperti jasa parkir ini. Juru parkir adalah salah satu sektor jasa yang
ada di kota Denpasar. Fakta menunjukan bahwa jumlah tenaga kerja
yang bergerak di bidang usaha parkir menurut jenis kelamin di Kota
Denpasar pada taun 2012 dapat dilihat dalam bentuk Tabel 6.1 berikut.
56
Tabel. 6.1 Jumlah Juru Parkir di Tepi Jalan Umum dan Pelataran
menurut Jenis Kelamin di Kota Denpasar Tahun 2016
dan 2017
Kecamatan 2016 2017
L P Jmlh L P Jmlh
Denpasar Selatan 82 1 83 86 2 88
Denpasar Timur 89 2 91 99 3 102
Denpasar Barat 78 2 80 75 2 77
Denpasar Utara 95 0 95 91 0 91
Total 344 5 349 351 7 358
Sumber: Kantor PD Parkir Kota Denpasar, 2018
Dari Tabel 6.1 tersebut di atas tampak bahwa pekerjaan sebagai
juru parkir didominasi oleh laki-laki, baik di tahun 2016 maupun tahun
2017. Hal ini menggambarkan bahwa masih ada anggapan bahwa
pekerjaan ini lebih pantas ditekuni oleh laki-laki dibandingkan
perempuan. Disamping itu kemungkinan juga perempuan yang
berminat sebagai juru parkir juga tidak banyak karena pekerjaan ini
memerlukan fisik yang kuat dan harus bekerja di tempat yang panas.
Jika dilihat perkembangan tenaga kerja ini, rupanya secara kuantitatif
tidak terlalu banyak mengalami perubahan dibandingkan tahun
sebelumnya (2016), kalau tahun 2016 secara total juru parkir berjumlah
349, sedangkan tahun 2017 jumlahnya naik menjadi 358, jadi
mengalami kenaikan 9 orang.
6.3 Petugas Kebersihan
Kebersihan pada hakekatnya merupakan syarat utama dari
sebuah ibu kota provinsi seperti Denpasar apalagi Kota Denpasar
sebagai kota pariwisata yang berwawasan budaya. Sebagai kota
pariwisata dan berwawasan budaya, masalah kebersihan menjadi
prioritas utama untuk diperhatikan. Masalah kebersihan akan membawa
citra baik di mata masyarakat kota maupun wisatawan yang datang ke
kota ini. Untuk menciptakan kota bersih dan asri harus didukung oleh
petugas kebersihan dan oleh karena itu petugas kebersihan
mempunyai peranan yang sangat penting untuk terciptanya citra bersih
tersebut. Pada umumnya jenis pekerjaan yang dilakukan pada usaha
57
jasa petugas kebersihan tidak memerlukan persyaratan tingkat
pendidikan dan keahlian khusus. Namun yang dituntut adalah
keterampilan dari mereka yang bekerja di bidang ini. Keterampilan yang
diharapkan sesuai dengan jenis pekerjaan biasanya diberikan pada
saat seseorang sudah diterima sebagai karyawan. Kondisi yang sama
juga terjadi pada lembaga jasa kebersihan dan pertamanan yang
dimiliki oleh Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup Kota Denpasar.
Dalam melaksanakan tugasnya, petugas kebersihan dipilah-pilah
menjadi 32 sektor pekerjaan yang secara rinci jumlah petugas
kebersihan di Kota Denpasar dapat dilihat pada tabel 6.2 berikut.
Tabel 6.2 Jumlah Tenaga Kebersihan di Kota Denpasar menurut
Jenis Kelamin Tahun 2016 dan 2017
Jenis Kelamin
Tahun
2016 2017
Laki-laki 1.117 805
Perempuan 462 528
Total 1.579 1.333
Sumber : Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup Kota Denpasar, 2018
Jika mencermati tabel 6.2 tersebut di atas dapat dijelaskan
bahwa dari tahun 2016 ke tahun 2017 terjadi penurunan jumlah yang
cukup drastis yakni berkurang 246 orang. Apakah penurunan ini karena
purna tugas atau karena pemutusan hubungan kerja?.Untuk
mendapatkan jawaban yang pasti masih perlu dilakukan kajian. Jika
dilihat dari perspektif gender tampak dengan jelas bahwa petugas
kebersihan didominasi oleh laki-laki.
Dilihat dari rincian tugasnya tampak sebagai berikut: sektor
angkutan, tugas ini dilakukan oleh laki-laki, Satgas, juga semuanya laki-
laki atau nihil petugas perempuan. Untuk petugas bengkel semuanya
laki-laki. Sementara pada sektor cikar semua laki-laki, Petugas
komposting ada petugas perempuan tapi tidak sebanding dengan laki-
laki. Pada sektor Depo dan Kontener semuanya laki-laki demikian juga
tugas operator alat berat semuanya laki-laki.
58
Sementara pada Pasukan Bengang, Pasukan Elang, Pasukan
gelatik, Pada Pasukan Perabasan, Pasukan Serbaguna, Pasukan
service, dan Pasukan Suka Dukan semuanya laki-laki. Pada sektor
Penyapuan dan jumali dikerjakan oleh laki-laki dan perempuan.
Berdasarkan fakta tersebut di atas secara keseluruhan tenaga
dinas kebersihan dan lingkungan hidup Kota Denpasar tahun 2017
menunjukan adanya ketimpangan gender yang cukup tajam hampir di
semua sektor. Secara persentase tenaga laki-laki dan perempuan pada
tahun 2015 - 2017 seperti tampak pada gambar berikut.
Gambar: 6.1 Persentase Tenaga Kebersihan Menurut Jenis Kelamin Tahun 2016 dan 2017.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
2016 2017
70.760.4
29.3
39.6
laki
Prp
Sumber: Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup Kota Denpasar, 2018
6.4 Tenaga Pertamanan
Sebagai ibu kota provinsi dan daerah destinasi wisata tentu
sangat diperlukan situasi yang bersih dan asri. Untuk mewujudkan
keindahan dan keasrian kota maka diperlukan adanya tenaga khusus
yang menangani pertamanan kota. Terkait dengan pertamanan kota
Dinas terkait telah menugaskan petugas pertamanan di masing-masing
sektor atau wilayah. Tabel berikut memaparkan data tenaga
pertamanan sesuai sector dan jenis kelamin.
59
Tabel 6.3 Jumlah Tenaga Pertamanan di Kota Denpasar menurut
Jenis Kelamin Tahun 2017
No
Uraian
Jenis Kelamin
Jumlah
L P
1. Sektor Puputan Badung 13 1 14
2. Sektor Perawatan 71 1 72
3. Sektor Penyiraman 26 0 26
4. Tenaga Taman Koridor
Gatsu
3 2 5
5. Tenaga Keamanan Youth
Park
2 0 2
6. Pengawas pakan Burung 1 0 1
Jumlah 117 4 121
Sumber : Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman dan Pertamanan
Kota Denpasar.2018.
Dari tabel di atas tampak bahwa pada tahun 2017 terdapat 121
tenaga pertamanan di Kota Denpasar yang terdiri dari 117 laki-laki dan
4 orang perempuan. Sama halnya dengan petugas kebersihan, tenaga
pertamanan juga masih didomonasi oleh tenaga laki-laki, hal ini
kemungkinan disebabkan karena pekerjaan ini identik dengan urusan
luar yang memerlukan tenaga kuat sehingga dianggap lebih pantas
ditekuni oleh laki-laki. Jadi pada dasarnya ketimpangan gender dalam
hal ini masih tampak dengan jelas. Dari 6 sektor yang membutuhkan
tenaga pertamanan, sektor penyiraman yang paling banyak
membutuhkan tenaga, sementara untuk pengawasan pakan burung
hany ada 1 orang.
6.5 Pemilik Salon
Di era sekarang hal yang paling penting bagi seseorang agar
bisa lebih gampang memasuki pasaran kerja adalah memiliki skill.
Secara umum pendidikan dapat melahirkan ketrampilan atau skill.
Antara pendidikan dan keterampilan adalah dua hal yang sangat terkait.
Pendidikan dan keterampilan yang dimiliki seseorang sangat
menentukan jenis pekerjaan yang diperolehnya, karena bagi seseorang
keahlian dan ketrampilan sangat dibutuhkan setidaknya sebagai
60
penunjang dalam melakukan suatu pekerjaan. Di samping pendidikan
formal, banyak juga orang mengikuti pendidikan non formal seperti
melalui kursus untuk meningkatkan keahlian dan ketrampilannya
sehingga dengan keahlian dan ketrampilan yang dimiliki seseorang
dapat hidup mandiri, berwirausaha dengan menciptakan lapangan kerja
untuk dirinya dan bahkan untuk orang lain. Di Kota Denpasar banyak
dijumpai usaha-usaha mandiri, salah satunya adalah dalam usaha jasa
yaitu salon kecantikan, seperti yang terlihat pada tabel 6.4 berikut.
Tabel 6.4 Jumlah Pemilik Salon Menurut Jenis Kelamin di Kota Denpasar Tahun 2016 dan 2017
Kecamatan Tahun 2016 Tahun 2017
Lk-lk Pr Jmh Lk-lk Pr Jmh
(Or) (Or) (Or) (Or) (Or) (Or)
Denpasar Utara 8 67 75 10 72 82
Denpasar Timur 35 119 154 35 122 157
Denpasar Selatan 33 160 193 36 166 202
Denpasar Barat 55 207 262 57 212 269
Jumlah 131 553 684 138 572 710
Sumber : Dinas Perijinan Kota Denpasar,2017
Jika memperhatikan tabel 6.4 tersebut di atas dapat dijelaskan
bahwa di Kota Denpasar sesuai dengan data yang diperoleh terdapat
684 orang pengusaha salon kecantikan pada tahun 2016 yang terdiri
dari 131 atas nama laki-laki dan 553 atas nama perempuan yang
tersebar di 4 Kecamatan yang ada di Kota Denpasar. Pada tahun 2017
terjadi sedikit peningkatan jumlah pengusaha salon kecantikan. Hal ini
menunjukkan bahwa UMKM di Kota Denpasar cukup mengalami
perkembangan. Hal ini menggambarkan semakin banyak orang yang
mampu berwirausaha tanpa harus bergantung pada orang lain untuk
bekerja, ini juga berarti membuka peluang kerja di sektor swasta. Jika
dilihat perkecamatan ternyata Kecamatan Denpasar Barat jumlah
pengusaha salon paling banyak jumlahnya, dan di Denpasar Utara
jumlahnya paling sedikit.
Jika dilihat dari analisis gender ternyana pengusaha bidang
usaha salon kecantikan jauh lebih banyak dilakoni oleh tenaga kerja
61
perempuan dibandingkan dengan tenaga kerja laki-laki. Kuat dugaan
hal itu terjadi, karena pada bidang usaha salon kecantikan lebih
membutuhkan tenaga yang lemah lembut dan hal itu secara umum
dimiliki tenaga kerja perempuan. Disamping itu juga masih ada
anggapan bahwa usaha salon yang pada intinya merupakan urusan
kecantikan dianggap pantas dilakoni oleh perempuan. Namun
anggapan ini lambat laun sudah mulai memudar terbukti dari semakin
banyaknya laki-laki yang mau membuka usaha salon kecantikan.
Kondisi ini nantinya akan mampu mewujudkan kesetaraan gender pada
usaha ini. Jika dilihat persentase perbandingan pemilik usaha salon
menurut jenis kelamin di Kota Denpasar tahun 2016 dan 2017 seperti
tampak pada gambar berikut ini.
Gambar: 6.2 Persentase Pemilik Salon Menurut Jenis Kelamin di Kota Denpasar Tahun 2016 dan 2017
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
2016 2017
19.2 19.4
80.8 80.6
laki
Prp
Sumber : Dinas Perijinan Kota Denpasar,2018
Dari gambar di atas tampak bahwa baik tahun 2016 maupun
tahun 2017 pemilik salon di Kota Denpasar sebagian besar perempuan.
Namun demikian data di atas sudah cukup menggambarkan terjadinya
suatu perubahan nilai gender karena ternyata saat ini kaum laki-laki
sudah mau menggeluti usaha ini meskipun secara ideologi pada
awalnya usaha ini dianggap sebagai ranahnya kaum hawa.
62
6.6 Tenaga Kerja di Bidang Usaha Fitnes
Setiap orang ingin hidup sehat dan bugar. Untuk mewujudkan
kesehatan diri serta menjaga kebugaran tubuh bisa dilakukan melalui
berbagai cara, salah satunya adalah dengan cara olah raga fitnes.
Bisnis ini mempunyai prospek atau cukup menjanjikan dan memberikan
peluang bagi pengusaha khususnya di daerah perkotaan seperti di Kota
Denpasar. Usaha fitnes adalah merupakan salah satu usaha jasa yang
dewasa ini cukup banyak diminati oleh masyarakat, dalam upaya
kebugaran dan kesehatan diri. Bidang usaha ini termasuk salah satu
bidang usaha yang dapat menyerap tenaga kerja yang tidak membutuh
latar belakang pendidikan tinggi, di samping itu dapat juga menjadi
penunjang pariwisata di Kota Denpasar. Tenaga kerja yang terserap di
bidang usaha fitnes pada 2016 dan 2017 dapat dilihat pada Tabel 6.5
berikut.
Tabel 6.5 Tenaga Kerja yang di Serap pada Bidang Usaha
Fitnes Menurut Jenis Kelamin di Kota Denpasar
Tahun 2016 dan 2017
Kecamatan
2016 2017
Lk-lk Pr Jml Lk-lk Pr Jml
Denpasar Utara 15 20 35 18 23 41
Denpasar Timur 25 28 53 27 31 58
Den. Selatan 31 38 69 29 40 69
Denpasar Barat 34 42 76 37 39 76
Jumlah 105 128 233 111 133 244
Sumber : Dinas Tenaga Kerja Kota Denpasar, 2018.
Mencermati tabel 6.5 tersebut di atas dapat diketahui bahwa
pada tahun 2016 tenaga kerja yang terserap di bidang usaha fitnes
berjumlah 233 orang yang terdiri dari tenaga kerja laki-laki sebanyak
105 orang dan tenaga kerja perempuan sebanyak 128 orang yang
tersebar di semua kecamatan yang ada di Kota Denpasar. Tahun 2017
terjadi sedikit kenaikan jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor ini.
Jika dilihat dari segi analisis gender tampak sedikit lebih banyak tenaga
perempuan yang terserap di usaha fitnes, ini kemungkinan disebabkan
63
karena sat ini banyak bermunculan usaha senam kebugaran yang
pelanggannya banyak perempuan baik yang sudah berstatus ibu rumah
tangga maupun remaja yang ingin menjaga bentuk tubuh agar tetap
langsing. Tempat-tempat ini yang banyak menampung tenaga kerja
perempuan. Jika dilihat secara persentase maka perbandingan tenaga
kerja laki-laki dan peempuan yang terserap di usaha fitnes akan tampak
seperti pada gambar berikut ini.
Gambar: 6.3 Persentase Tenaga Kerja yang di Serap pada Bidang Usaha Salon Kecantikan Menurut Jenis Kelamin di Kota Denpasar Tahun 2011 dan 2012
0
10
20
30
40
50
60
2016 2017
45.1 45.5
54.9 54.5
laki
Prp
Sumber : Dinas Tenaga Kerja Kota Denpasar, 2018.
6.7 Tenaga Kerja di Sektor Pariwisata
Perkembangan pariwisata di Bali umumnya dan di Kota
Denpasar kususnya sebagai tidak dapat dipungkiri lagi telah mampu
membuka peluang kerja bagi masyarakat baik lokal maupun
masyarakat luar Bali. Hal itu sudah mendapat pengakuan dari berbagai
organisasi internasional antara lain PBB, Bank Dunia dan World
Tourism Organization (WTO). Pariwisata merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari kehidupan masyarakat terutama menyangkut kegiatan
sosial dan ekonomi. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak akhir
tahun 1997, merupakan pengalaman yang sangat berharga bagi
masyarakat pariwisata Indonesia untuk melakukan re-positioning
64
sekaligus re-vitalization kegiatan pariwisata Indonesia
(http://kolom.pacific.net.id/ ind/setyanto). Sektor pariwisata adalah
merupakan salah satu sektor yang sangat penting di Kota Denpasar,
meskipun dapat mengalami gangguan dengan adanya bom Bali tahun
2002 yang menyebabkan turunnya kunjungan wisatawan ke Bali
umumnya dan ke Kota Denpasar Khususnya. Turunnya kunjungan
wisatawan ke Bali, berdampak juga terhadap menurunnya penyerapan
tenaga kerja di bidang usaha pariwisata seperti hotel baik berbintang
maupun hotel non bintang, restoran dan lain-lainnya. Untuk lebih
jelasnya mengenai hal tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 6.6 Jumlah Tenaga Kerja yang Terserap di Sektor Pariwisata di Kota Denpasar tahun 2015 dan 2017
Jenis Usaha
2015 2017
L P Jumlah L P Jumlah
Hotel Berbintang 3.076 1.077 4.135 3.161 1.108 4.281
Hotel Melati 1.735 877 2.612 1.735 877 2.612
Pondok Wisata 231 126 357 231 126 357
Panti Pijat 34 211 245 53 211 264
Karaoke 509 127 636 215 33 248
Total 5.585 2.408 7.993
5.395
2.355
7.750
Sumber: Dinas Pariwisata Kota Denpasar, 2018
Memperhatikan tabel 6.6 tersebut di atas dapat dijelaskan
bahwa tenaga kerja yang terserap didominasi oleh jenis usaha yang
bergerak di bidang usaha hotel berbintang dan hotel melati dan pondok
wisata. kemudian disusul bidang usaha karaoke. Pada tahun 2017
tenaga kerja yang terserap di usaha ini terutama di hotel berbintang
tampak mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2015. Sementara
untuk hotel melati dan pondok wisata kondisi tenaga kerjanya masih
sama seperti tahun sebelumnya artinya tidak tampak terjadi
peningkatan. Usaha yang mengalami penurunan tenaga kerja adalah
usaha karaoke, hal ini mungkin disebabkan belakangan ini ada
65
beberapa karaoke telah dicabut ijin operasinya oleh pemerintah karena
kasus narkoba dan lain-lain.
Jika dilihat secara umum tampaknya terjadi penurunan jumlah
tenaga kerja di bidang pariwisata dari tahun 2015 ke 2017, apakah hal
ini disebabkan karena beralih ke pekerjaan lain atau karena faktor lain.
Untuk mengetahui jawabannya tentu perlu dikaji lebih jauh. Jika dilihat
dari perspektif gender, maka perbandingan persentase tenaga kerja
laki-laki dan perempuan tampak seperti pada gambar berikut ini.
Gambar 6.4 Persentase Tenaga kerja Laki-laki dan Perempuan yang Terserap di Sektor Pariwisata di Kota Denpasar Th.2015 dan 2017
-5
5
15
25
35
45
55
65
75
2015 2017
69.9 69.6
30.1 30.4
laki
Prp
Sumber: Dinas Pariwisata Kota Denpasar, 2018
6.8 Pemilik Hotel Seperti telah disinggung di atas bahwa Denpasar sebagai ibu
kota provinsi dan sebagai daerah destinasi wisata tentu memerlukan
sarana pendukung pariwisata yang memadai terutama sarana
akomodasi berupa penginapan atau hotel. Di Kota Denpasar cukup
banyak tersedia fasilitas akomodasi baik berupa hotel berbintang
maupun non bintang, namun jika dilihat pemilik dari sarana ini
tampaknya banyak yang dimiliki oleh investor dari luar Denpasar entah
mereka berasal dari Indonesia maupun luar negeri. Jika dilihat dari
perspektif gender, tampaknya pemilik hotel kebanyakan dimiliki atau
66
atas nama laki-laki. Hal ini terbukti dari data yang diperoleh seperti
tampak pada tabel berikut ini.
Tabel. 6.7 Jumlah Pemilik Hotel di Kota Denpasar menurut Jenis
Kelamin Th. 2016 dan 2017
Kecamatan
Tahun 2016 2017
Lk-lk Pr Jmh Lk-lk Pr Jmh
Denpasar Selatan 93 17 110 93 17 110
Denpasar Timur 22 7 29 22 7 29
Denpasar Barat 41 6 47 41 6 47
Denpasar Utara 38 9 47 38 9 47
Jumlah 194 39 233 194 39 233 Sumber : Dinas Pariwisata Kota Denpasar
Dari tabel di atas tampak bahwa pemilik hotel di kota Denpasar
didominasi oleh kaum laki-laki, hal ini tidak bisa dipungkiri karena
memeang budaya patriarkhi telah menggariskan laki-laki sebagai
pemegang kuas dalam keluarga, termasuk penguasaan terhadap harta
kekayaan. Budaya ini telah membatasi akses perempuan terhadap
kepemilikan harta kekayaan dalam keluarga. Namun tampaknya
belakangan ini sejak gerakan kesetaraan gender dikumandangkan oleh
pemerintah kelihatannya sudah terjadi sedikit perubahan dimana kaum
perempuan sudah mulai mendapat kesempatan untuk menjadi pemilik
hotel meskipun masih dalam jumlah yang terbatas jika dibandingkan
dengan laki-laki seperti tampak pada table 6.8. Dari 233 hotel yang ada
di Denpasar, hanya 39 dimiliki oleh perempuan dalam hal ini adalah
atas nama perempuan. Kepemilikan ini apakah karena memang atas
usaha sendiri atau karena tidak ada suami. Untuk mendapatkan
jawaban yang pasti masih perlu dilakukan kajian lebih lanjut. Jika
dipresentasekan kepemilikan hotel berdasarkan jenis kelamin tampak
seperti gambar berikut ini.
67
Gambar: 6.5 Jumlah Pemilik Hotel di Kota Denpasar menurut Jenis
Kelamin Th. 2017
83.3
16.7
LK-LK
PR
6.9 Tenaga Kerja Restoran/RM
Sebagai salah satu sarana pendukunng perkembangan
pariwisata, restoran atau rumah makan mempunyai peranan yang
sangat penting. Restoran atau rumah makan di Provinsi Bali pada
umumnya dan di Kota Denpasar khususnya, merupakan bidang usaha
yang banyak diminati oleh pengusaha atau pemilik modal untuk
menanamkan modalnya. Bali yang merupakan pusat pariwisata
Indonesia, menjadi tujuan para wisatawan sehingga untuk memenuhi
kebutuhan akomodasi kedatangan wisatawan baik mancanegara
maupun domestik sangat membutuhkan jasa boga ini. Untuk memenuhi
kebutuhan tersebut dibutuhkan tenaga kerja yang mempunyai
kemampuan atau keahlian di bidang itu. Tenaga kerja yang terserap di
bidang atau sektor restoran atau rumah makan di Kota Denpasar dapat
dilihat pada tabel berikut.
68
Tabel . 6.8 Tenaga Kerja yang terserap pada Bidang Usaha
Restoran dan Rumah Makan Menurut Jenis Kelamin
Kecamatan
2015 2017
Lk-lk Pr Jml Lk-lk Pr Jml
Denpasar Selatan 1.439 1.365 2.804 1.439 1.358 2.797
Denpasar Timur 670 674 1.344 640 674 1.314
Denpasar Barat 678 658 1.336 670 658 1.328
Denpasar Utara 256 321 577 256 321 577
Jumlah 3.043 3.018 6061 3.005 3.011 6.016
Sumber : Dinas Pariwisata Kota Denpasar, 2018
Berdasarkan Tabel 6.8 tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa
dari 4 kecamatan yang ada di Kota Denpasar tenaga kerja yang
terserap tahun 2015 sebanyak 6.061 orang yang terdiri dari 3.043
orang laki-laki dan 3.018 orang perempuan. Tenaga kerja yang terserap
berdasarkan jenis kelamin yang paling banyak di Kecamatan Denpasar
Selatan dan yang paling sedikit adalah di Denpasar Utara. Dilihat dari 4
kecamatan sebagai mana tersebut di atas tenaga kerja yang terserap
berdasarkan jenis kelamin tampak di 2 kecamatan yakni di Kecamatan
Denpasar Selatan dan di Kecamatan Denpasar Barat didominasi oleh
tenaga kerja laki-laki sementara di 2 kecamatan lagi yakni Kecamatan
Denpasar Timur dan Kecamatan Denpasar Utara tenaga kerja sedikit
lebih banyak perempuan. Jadi apabila dilihat secara keseluruhan
tenaga kerja yang terserap di restoran dan rumah makan tampak
masih terjadi ketimpangan gender namun tidak terlalu menonjol. Bila
dilihat perbandingan tenaga kerja yang terserap di restoran dan rumah
makan selama dua tahun terakhir secara umum tampak terjadi sedikit
penurunan baik untuk tenaga kerja laki-laki maupun perempuan. Bila
dilihat secara persentase perbandingan tenaga kerja laki-laki dan
perempuan pada periode dua tahun terakhir tampak seperti gambar
berikut ini.
69
Gambar; 6.6 Persentase Tenaga Kerja yang terserap pada Bidang Usaha Restoran dan Rumah Makan Menurut Jenis Kelamin di Kota Denpasar Tahun 2015 dan 2017
laki
Prp
-5
5
15
25
35
45
55
65
75
2015 2017
50.2 49.9
49.8 50.1
laki
Prp
Sumber : Dinas Pariwisata Kota Denpasar, 2018
70
BAB VII
SEKTOR PUBLIK
Gerakan untuk mendobrak budaya patriarkhi saat ini sudah
mulai menggema di masyarakat, hal ini seiring dengan visi dan misi
pembangunan pemberdayaan perempuan dengan goalnya tercapainya
kesetaraan gender dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan
Negara. Melalui berbagai strategi yang digalakkan oleh pemerintah
untuk mencapai tujuan inipun mulai menunjukkan hasil. Ideologi gender
yang menempatkan perempuan di ranah domestik dan laki-laki di ranah
public tampaknya secara berangsur-angsur mulai berubah, hal ini
terbukti dari eksistensi perempuan saat ini sudah memasuki dunia
public dengan memerankan diri sebagai pekerja nafkah.
Kondisi ini menggambarkan bahwa dewasa ini perempuan di
Indonesia secara aktif telah memberikan kontribusi terhadap
perekonomian nasional maupun rumah tangga melalui kerja produktif
dan reproduktif mereka. Namun demikian tidak dipungkiri bahwa dalam
kenyataannya masih banyak kaum perempuan yang kurang dilibatkan
dalam berbagai struktur dan proses pengambilan keputusan baik di
keluarga maupun dimasyarakat bahkan ditingkat negara. Di tingkat
negara menunjukan kurangnya keterwakilan perempuan dalam posisi-
posisi strategis yakni dalam pengambilan keputusan di sektor publik,
dan hal ini telah berujung pada pembangunan kebijakan ekonomi dan
sosial yang memberikan keistimewaan pada perspektif dan kepentingan
kaum laki-laki, serta investasi sumber-sumber daya nasional dengan
mempertimbangkan keuntungan bagi kaum laki-laki. Kondisi semacam
ini sebenarnya tidak dapat dipisahkan dengan nilai sosial budaya yang
berkembang dalam suatu masyarakat yang sangat kuat mengikat dan
membelenggu.
Secara umum pada setiap masyarakat terdapat nilai-nilai atau
norma yang berbeda-beda dimana hal ini biasanya dijadikan acuan
untuk bertingkah laku. Pada masyarakat yang masih tradisional, ada
kecenderungan masih bepergang kuat pada pandangan bahwa
perempuan tidak mempunyai peran dalam pengambilan keputusan baik
71
di dalam keluarga maupun di masyarakat. Dalam kaitan itu,
memininjam kerangka pikir Rosaldo tentang hubungan antara
perempuan, kebudayaan dan masyarakat, yang secara tegas
membedakan pola kegiatan masyarakat menjadi dua. Pertama,
kegiatan di sektor domestik adalah untuk perempuan, yaitu kegiatan di
lingkungan rumah tangga saja. Kedua, kegiatan di sektor publik, adalah
bidang untuk pria, yaitu kegiatan di luar rumah tangga sebagi pencari
nafkah untuk keluarganya. Dikotomi atau perberdaan seperti itu sampai
saat ini masih begitu kental berlaku di masyarakat Bali umumnya dan
Kota Denpasar khususnya sehingga menimbulkan ketidakadilan gender
di berbagai aspek kehidupan seperti pada aspek politik, pemerintahan,
ekonomi, dan lain sebagainya. Hal ini berimplikasi pada keadaan yang
tidak menguntungkan bagi kaum perempuan terutama berkaitan
dengan partisipasinya pada di sektor publik.
Sampai saat ini secara normative tidak ada pembedaan
perlakuan berdasarkan jenis kelamin bagi setiap warga negara untuk
berpartisipasi pada sektor publik. Hal tersebut dapat diketahui dari
peraturan perundang-undangan dan berbagai kebijakan pemerintah
yang tidak membedakan akses antara perempuan dan laki-laki untuk
berperan di sektor publik. Hal tersebut dapat dilihat dari ketentuan
Pasal 27 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
Pasal 27 ayat 1 berbunyi sebagai berikut: segala warga negara
bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan
wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya. Ayat 2 berbunyi sebagai berikut: tiap-tiap warga negara
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Mencermati ketentuan Pasal 27 tersebut, maka konstitusi
memberi kedudukan yang sama bagi setiap warga negara di depan
hukum dan pemerintahan dan memberi hak yang sama pula dalam
upaya pembelaan negara. Ini berarti tidak mmbedakan antara laki-laki
dan perempuan .Ratifikasi Pemerintah Republik Indonesia atas
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Penghapusan
Segala bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan. (Convention on the
Elimination of All Forms of Discrimination Against Woman) pada tahun
72
1984. Hal ini menunjukan komitmen yang serius dari Pemerintah
Republik Indonesia untuk menghapus segala bentuk perbedaan antara
laki-laki dan perempuan termasuk dalam kesempatan berperan aktif
dalam sektor publik.
Untuk memahami bagaimana keterlibatan laki-laki dan
perempuan pada sektor publik pada saat ini. Terkait hal ini maka dalam
tulisan ini akan dibahas secara rinci peran perempuan pada masing-
masing sector publik antara lain melingkupi keanggotaan DPRD,
Pengurus Partai Politik, Anggota Panitia Pemilihan, Anggota Panitia
Pemungutan Suara, anggota KPU, Pegawai Negeri Sipil, Pejabat
Berdasarkan Eselon, Yudikatif. Semua indicator ini dapat digolongkan
dalam indicator politik yang sampai saat ini peran perempuan masih
cenderung minim.
Berbicara tentang politik selalu digambarkan sebagai sesuatu
yang menyangkut kekuasan dan dunia yang sangat keras dan kotor.
Anggapan seperti ini berujung pada kepantasan seseorang masuk
dunia politik, dalam konteks ini yang dianggap pantas dan cocok
memasuki dunia ini adalah kaum laki-laki, sedangkan perempuan
dianggap kurang cocok.. Seiring dengan kemajuan peradaban manusia
dibarengi dengan adanya kesadaran semua pihak akan kesetaraan
antara laki-laki dan perempuan membuat perempuan mulai
terakomodasi dalam memasuki dunia politik. Di Kota Denpasar
keterlibatan perempuan di bidang politik sudah tampak pada berbagai
bidang baik legislative, eksekutif maupun yudikatif seperti terpapar
berikut ini.
7.1 Legislatif
7.1.1 Keanggotaan DPRD
Sebagai salah satu lembaga negara, lembaga kegislatif adalah
sebuah lembaga yang mempunyai peranan penting dalam
kelangsungan suatu negara. Lembaga legislatif adalah dimana para
anggota terdiri dari laki-laki dan perempuan. Fakta menunujukan bahwa
masih terjadi kesenjangan gender di kehidupan publik dan politik. Hal
tersebut merupakan sebuah tantangan global yang terus dihadapi oleh
73
masyarakat dunia pada abad ke 21. Meskipun telah ada berbagai
konvensi, komitmen internasional, dan komitmen nasional namun
kenyataannya secara rata-rata jumlah perempuan yang terlibat di dunia
politik masih jauh lebih rendah dibandingkan laki-laki. Di Kota Denpasar
gambaran tentang kiprah perempuan dan laki-laki di dunia politik dapat
dilihat pada salah satu lembaga politik yakni sebagai anggota legislatif.
Secara umum hasil pemilu legislatif tahun 2009, anggota
legislatif (DPRD di Kota Denpasar didominasi oleh laki-laki. Fakta
menunujkan bahwa terjadi ketimpangan gender yang sangat signifikan
dengan proporsi laki-laki 42 orang, dan perempuan 3 orang. Tiga
orang anggota legislatif perempuan ini adalah hasil dari daerah
pemilihan (DAPIL), yaitu Dapil 1 dan Dapil 2 sedangkan untuk Dapil 3
yakni Daerah pemilihan Denpasar Selatan tidak menghasilkan anggota
legislatif perempuan. Keadaan yang sangat tragis adalah hasil pemilu
legislatif 2009.
Fakta menunjukan bahwa proporsi jumlah anggota legislatif laki-
laki 44 orang dan perempuan 1 orang. Dikatakan demikian karena tidak
saja terjadi ketimpangan gender yang signifikan, tetapi juga justru
berkurangnya jumlah anggota legislatif perempuan dibandingkan
dengan periode sebelumnya yakni tahun 2004. Yang sangat
menyedihkan adalah dimana Dapil 1 dan Dapil 2 yang pada pemilu
legislatif tahun 2004 mqmpu menghasilkan dua dan satu orang anggota
lelislatif perempuan, namun pada pemilu legislatif pada tahun 2009
sama sekali tidak mampu menghasilkan 1 orangpun anggota legislatif
perempuan. Malahan justru sebaliknya terjadi di Dapil 3, yaitu hasil
pemilu legislatif tahun 2004 menghasilkan anggota legislatif 13 orang
dan seluruhnya laki-laki. Maksudnya sama sekali tidak menghasilkan
anggota legislatif perempuan, akan tetapi pada pemilu legislatif tahun
2009 mampu melahirkan seorang anggota legislatif perempuan dan 10
orang anggota legislatif laki-laki. Hal ini merupakan suatu prestasi dari
perjuangan yang tidak mudah yang dilalui oleh perempuan.
Ketimpangan gender dalam keanggotaan legislatif (DPRD) Kota
Denpasar, berdasarkan fakta bahwa jumlah perempuan yang duduk
dalam keanggotaan legislatif amat kecil. Kondisi tersebut penting untuk
74
dicermati dan dilakukan upaya agar jumlah perempuan yang duduk
dalam lembaga legislatif dapat ditingkatkan. Pekerjaan ini tentu tidak
mudah untuk dilakukan, oleh karena itu diperlukan kemauan,
kemampuan, dan perjuangan yang tidak ringan. Sebab untuk dapat
masuk menjadi calon legislatif harus melalui proses politik yang cukup
panjan, komlek, dan rumit. Berdasarkan pada peraturan perundang-
undangan yang berlaku di Indonesia ditentukan bahwa untuk menjadi
calon legislatif harus melalui parai politik. Oleh karena itu dukungan dari
partai politik mutlak dibutuhkan. Maksudnya apabila seseorang ingin
menjadi anggota legislatif harus mempunyai tempat untung berjuang,
maka orang yang bersangkutan harus masuk pada suatu partai politik
tertentu sebagai wadah ia bernaung, Tentunya hal itu tidak mudah,
melainkan melalui perjuangan yang penuh tantangan dan hambatan
yang tidak ringan agar ia diterima dan terlibat dalam kepengurusan
partai politik peserta pemilu kemudian setelah dicalonkan oleh partai
politik tempatnya bernaung baru berjuang untuk dapat merebut satu
kursi pada pemilu legislatif. Perjuangan untuk merebut satu kursi bagi
perempuan jelas tidak mudan melainkan membutuhkan pengorbanan
pemikiran, tenaga waktu, dan biaya yang tidak sedikit jumlahnya.
Perjuangan yang harus ditempuh tersebut adalah sangat berat
terutama bagi perempuan. Untuk lebih jelasnya proporsi keanggotaan
legistatif (DPRD) di Kota Denpasar seperti terpapar pada tabel di
bawah ini.
Tabel 7.1 Proporsi Keanggotaan DPRD menurut Partai dan Jenis Kelamin di Kota Denpasar Periode 2014 – 2019
Partai
Periode 2014 – 2019 (orang)
Lk-lk Pr Jlh
Pdip 18 0 18
Golkar 8 1 8
Demokrat 6 0 6
Gerindra 5 0 5
Hanura 4 0 4
Pks 3 0 3
Nasdem 1 0 1
Jumlah 44
1 45
Sumber: KPU Kota Denpasar, 2018
75
Mencermati tabel tersebut di atas, maka jelas tampak bahwa
partisipasi perempuan di dibang politik praktis sangat kecil terutama
pada lembaga legislatif. Hal itu memperkuat anggapan yang
berkembang di masyarakat, seolah-olah membenarkan pandangan
bahwa dunia politik itu adalah dunia yang keras, kejam, kotor, dan
kasar sehingga tidak cocok dan tidak pantas untuk perempuan.
Akibatnya apabila perempuan memasuki dunia politik, maka siap
dengan beaya sosial (ejekan, cemohan, dan lain-lain), dan yang paling
penting adalah harus mempunyai kemampuan suber daya pribadi
untuk bersaing masuk pada dunia politik praktis.
Jika data tersebut di atas dipersentasekan maka akan tampak
seperti gambar berikut ini.
Gambar: 7.1 Persentase Keanggotaan DPRD menurut Jenis Kelamin di Kota Denpasar Periode 2014 - 2019
97.9
2.1
LK-LK
PR
7.2 Pengurus Partai Politik
Partisipasi perempuan dalam politik praktis masih sangat minim
dibandingkan dengan laki-laki. Untuk dapat meningkatkan partisipasi
perempuan harus masuk dalam salah satu partai politik. Partai politik
adalah salah satu pilar demokrasi dan institusi strategis yang bisa
dijadikan alat untuk meningkatkan keterwakilan politik perempuan.
Intervensi kebijakan affirmative action atau tindakan khusus sementara
76
yang menyeluruh dalam Undang-Undang tentang partai politik dan
pemilihan umum adalah suatu keniscayaan untuk mencapai tujuan di
atas .Secara normatif meskipun peraturan perundang-undangan sudah
mencantumkan afirmasi berupa kuota 30 % perempuan di
kepengurusan partai politik,namun dalam empiriknya tidak sesuai
dengan apa yang ditentukan secara normatif. Itu berarti tidak banyak
membawa kemajuan terhadap perempuan di bidang politik. Hal ini
dapat dilihat dalam bidang kepengurusan partai politik.
Untuk lebih jelasnya mengenai partisipasi laki-laki dan
perempuan dalam kepemimpinan partai politik di Kota Denpasar,
disajikan dalam tabel di bawah ini.
No. Nama Partai Politik
Jumlah Laki-Laki Perempuan (orang)
(orang) (orang)
1 Partai Hati Nurani Rakyat (HANURA) 3 0 3
2 Partai Karya Perduli Bangsa (PKPB) 3 0 3
3 Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia (PPPI) 2 1 3
4 Partai Perduli Rakyat Nasional (PPRN) 3 0 3
5 Partai Gerakan Indonesia Raya (GERINDRA) 3 0 3
6 Partai Barisan Nasional (PBN) 3 0 3
7 Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) 2 1 3
8 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 0 3
9 Partai Amanat Nasional (PAN) 3 0 3
10 Partai Perjuangan Indonesia Baru (PIB) 3 0 3
11 Partai Kedaulatan 1 2 3
12 Partai Persatuan Daerah 3 0 3
13 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 3 0 3
14 Partai Pemuda Indonesia(PPI) 2 1 3
15 Partai Nasional Indonesia Marhaenisme (PNIM) 3 0 3
16 Partai Demokrasi Pembaruan (PDP) 3 0 3
17 Partai Karya Perjuangan (PKP) 3 0 3
18 Partai Matahari Bangsa (PMB) 3 0 3
19 Partai Penegak Demokrasi Indonesia (PPDI) 3 0 3
20 Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK) 2 1 3
21 Partai Republika Nusantara (PRN) 2 1 3
22 Partai Pelopor 3 0 3
77
23 Partai Golongan Karya (Golkar) 3 0 3
24 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 3 0 3
25 Partai Damai Sejahtera (PDS) 2 0 2
26 (PNBK) 3 0 3
27 Partai Bulan Bintang (PBB) 2 1 3
28 Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) 2 1 3
29 Partai Patriot 2 1 3
30 Partai Demokrat 3 0 3
Jumlah 79 9 88
Sumber: Kantor KPU, Kota Denpasar, 2017
Di kota Denpasar pada tahun 2017 masih tercatat 30 partai
politik dengan jumlah pimpinan sebanyak 88 orang. Data jumlah partai
politik beserta kepengurusannya tampaknya masih belum menunjukkan
perubahan dari tahun sebelumnya (2016). Dari jumlah pimpinan partai
tersebut, terdapat pimpinan laki-laki sebanyak 79 orang dan
perempuan 9 orang. Fakta ini menunjukan bahwa terjadi dominasi laki-
laki dalam pimpinan partai politik. Dominasi laki-laki terjadi hampir di
semua partai politik yang ada di Kota Denpasar. Hanya beberapa partai
politik yang menempatkan perempuan sebagai pengurus. Dari jumlah
partai yang tidak mempunyai pimpinan perempuan tersebut, sangat
disayangkan dimana partai besar dan berkuasa di Bali tidak
mempunyai pimpinan perempuan seperti GOLKAR. Ini betul-betul
kondisi yang sangat memprihatikan dimana perempuan tidak dapat
menempatkan diri sebagai pimpinan pada partai besar tersebut, hal ini
betul-betul pincang dalam kehidupan partai. Di samping itu ada satu
partai politik yang dipimpin oleh 2 orang perempuan yaitu Partai
Kedaulatan, dimana pada kepengurusan partai ini, yang dipimpin oleh 3
orang yang terdiri dari 2 orang pemimpin perempuan sementara
pemimpin laki-laki hanya satu orang. Secara umum persentase
pengurus partai politik dilihat dari perspektif gender seperti tampak
pada gambar berikut ini.
78
Gambar: 7.2 Persentase Pengurus Partai Politik (Parpol) menurut Jenis Kelamin di Kota Denpasar Tahun 2017
89.8
10.2
Lk-lk
Pr
Sumber: Kantor KPU, Kota Denpasar, 2017
7.3 Anggota Panitia Pemilihan
Sebagai sebuah lembaga, partai politik tidak ada ketentuan
yang melarang terkerlibatan perempuan untuk berpartisipasi aktif dalam
kepengurusan partai. Walaupun demikian posisi perempuan dalam
memperjuangkan hak politiknya di pemerintahan sampai saat ini masih
menghadapi cukup banyak tantangan dan hambatan. Selain karena
keterwakilannya yang masih jauh di bawah ideal yang ditentukan oleh
undang-undang partai politik, namun sejumlah tantangan lainnya pun
menjadi persoalah yang tak mudah untuk dihadapi. Untuk
memperjuangkan hak-hak politik perempuan tidak hanya dituntut
sekedar berpartisipasi saja, melainkan hendaknya memiliki posisi
strategis dalam kepengurusan partai misalnya posisi sebagai
pengambil keputusan terkait dengan kepentingan lembaga, dalam hal
ini duduk dalam kepengurusan partai.
Yang perlu dicermati adalah apakah sebuah lembaga partai
politik dalam kepengurusannya memberi kesempatan kepada
perempuan untuk menjadi anggota atau pimpinan partai?. Memang ada
beberapa partai politik yang seolah-olah tidak membedakan antara laki-
laki dan perempuan dalam kepengurusan, namun sejatinya posisi yang
ditempati perempuan hanya dalam posisi yang tidak menentukan
kehidupan partai dan hanya cocok dijabat oleh perempuan, seperti
hanya sebagai bendahara, seksi konsumsi, dan seksi-seksi lainnya dan
79
posisi-posisi itu sangat jarang dijabat oleh laki-laki. Sementara posisi
yang strategis dijabat oleh laki-laki seperti jabatan ketua, wakil ketua,
sekretaris. Posisi dalam kepengurusan di suatu lembaga partai tersebut
sangat menentukan keputusan-keputusan yang diambil oleh lembaga
tersebut. Jadi posisi kepengurusan lembaga partai masih bersifat
steriotipe.
Sementara itu dalam pelaksanaan Pemilu baik Pemilu legislatif,
Pilpres maupun Pilkada sangat dibutuhkan terbentuknya panitia
pemilihan. Secara normatif tidak ada pembatasan bagi laki-laki maupun
perempuan untuk ikut menjadi anggota panitia pemilihan. Namun pada
kenyataannya anggota panitia pemilihan ini selalu didominasi oleh laki-
laki hal ini tampak dari data yang terpapar pada Tabel berikut ini.
Tabel: 7.2 Jumlah Anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) menurut
Jenis Kelamin di Kota Denpasar Tahun 2014-2019
Kecamatan
Pilkada (orang)
Laki-Laki Perempuan Jumlah
Denpasar Utara 3 2 5
Denpasar Timur 5 0 5
Denpasar Selatan 5 0 5
Denpasar Barat 4 1 5
Jumlah 17 3 20
Sumber: Kantor KPU, Kota Denpasar 2017
Mencermati tabel 7.2 tentang anggota panitia pemilihan
kecamatan (PPK) tersebut di atas, fakta menunjukan adanya
ketimpangan gender. Dari 4 kecamatan di Kota Denpasar yaitu
Kecamatan Denpasar Utara, Kecamatan Denpasar Timur, Kecamatn
Denpasar Selatan, dan Kecamatan Denpasar Barat hanya di dua
Kecamatan yang ada anggota PPK perempuan yaitu di Kecamatan
Denpasar Utara dan Kecamatan Denpasar Barat. Keseluruhan anggota
PPK di Kota Denpasar berjumlah 20 orang dan dari 20 orang tersebut
17 orang laki-laki dan 3 orang perempuan. Kondisi ini mencerminkan
masih terdapat kesenjangan gender dalam anggota PPK di Kota
Denpasar. Jika dipersentasekan maka perbandingan anggota PPK laki-
80
laki dan perempuan di Kota Denpasar tampak seperti gambar berikut
ini.
Gambar: 7.3 Jumlah Anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) menurut Jenis Kelamin di Kota Denpasar Tahun 2014- 2019
Sumber: Kantor KPU, Kota Denpasar
7.4 Anggota Panitia Pemungutan Suara
Laki-laki dan perempuan mempunyai kedudukan yang sama
dalam hukum dan pemerintan (Pasal 27) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia 1945. Banyak bentuk lembaga politik
tempat perempuan mengaktualisasikan dirinya telah tersedia. Selain
menduduki posisi penting di dalam kepengurusan lembaga partai politik
tersebut di atas, partisipasi laki-laki dan perempuan di bidang politik
juga dapat dilihat pada keanggotaannya dalam Panitia Pemungutan
Suara (PPS), seperti tampak pada tabel 7.3 berikut.
81
Tabel: 7.3 Jumlah Anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS)
menurut Jenis Kelamin di Kota Denpasar Tahun 2016
dan 2017
Kecamatan
Tahun 2016 (orang) Tahun 2017 (orang)
L P Jumlah L P Jumlah
Denpasar Utara 30 0 30 30 0 30
Denpasar Timur 33 0 33 33 0 33
Denpasar Selatan 31 2 33 31 2 33
Denpasar Barat 33 0 33 33 0 33
Jumlah 127 2 129 127 2 129
Sumber : Kantor KPU,Kota Denpasar Tahun 2017 Mencermati tabel 7.3 tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa terjadi
ketimpangan gender dalam Panitia Pemungutan Suara (PPS) di Kota
Denpasar. Dari 4 Kecamatan yang ada di Kota Denpasar yakni
Kecamatan Denpasar Utara, Kecamatan Denpasar Timur, Kecamatan
Denpasar Selatan, dan Kecamatan Denpasar Barat. Dari 4 Kecamatan
tersebut ternyata ada 1 Kecamatan yang nihil anggota PPS perempuan
yaitu di Kecamatan Denpasar Timur. Jumlah anggota PPS di
Kecamatan Denpasar Timur adalah 33 orang dan semuanya dijabat
oleh laki-laki. Sementara di 3 Kecamatan lainnya terdapat 4 orang
anggota PPS perempuan yaitu 2 orang di Kecamatan Denpasar Utara,
1 orang di Kecamatan Denpasar Selatan, dan 1 orang di Kecamatan
Denpasar Barat. Jumlah anggota PPS di Kecamatan Denpasar Utara
adalah 33 orang, 2 orang perempuan dan 31 orang laki-laki, di
Kecamatan Denpasar Selatan jumlah anggota PPS adalah 30 orang
dan hanya 1 orang dijabat oleh perempuan dan 29 orang dijabat oleh
laki-laki, dan di Kecamatan Denpasar Barat jumlah anggota Jumlah
PPS di Kecamatan Denpasar Utara adalah 33 orang, 2 orang
perempuan dan 31 orang laki-laki, di Kecamatan Denpasar Selatan
jumlah anggota PPS adalah 30 orang dan hanya 1 orang dijabat oleh
perempuan dan 29 orang dijabat oleh laki-laki, dan di Kecamatan
Denpasar Barat jumlah anggota PPS adalah 33 orang dan hanya 1
orang dijabat oleh perempuan dan 32 orang dijabat oleh laki-laki.
Secara keseluruhan jumlah anggota PPS di Kota Denpasar adalah 129
82
orang yang terdiri dari 125 orang laki-laki (96,8%) dan 4 orang
perempuan (3,1%). Jumlah anggota PPS tahun 2016 dqn tahun 2018
memang belum ada perubahan atau masih sama. Kondisi ini
mencerminkan bahwa anggota PPS di Kota Denpasar perlu mendapat
perhatian yang serius agar anggota PPS perempuan ke depannya
dapat ditingkatkan jumlahnya. Memang hal itu tidak mudah karena
masih melekatnya pandangan bahwa dunia politik adalah ranahnya
para laki-laki, walaupun pandangan yang demikian sulit dihillangkan,
akan tetapi kalau kaum perempuan dapat menunjukan sumber daya
pribadinya, niscaya dimasa yang akan datang anggota PPS
perempuan akan naik dan dapat mengimbangi kaum laki-laki.
Jika data tersebut di atas dibandingkan dalam bentuk
presentase maka akan tampak seperti gambar berikut ini.
Gambar: 7.4 Persentase Anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS) menurut Jenis Kelamin di Kota Denpasar Tahun 2016 dan 2017
0
20
40
60
80
100
2016 2017
93.8 96.8
6.23.2
laki
Prp
Sumber : Kantor KPU,Kota Denpasar Tahun 2017
7.5 Anggota KPU
Perempuan sebagai insan warga negara masih belum dapat
memposisikan diri dalam segala aspek kehidupan, oleh karena itu
perempuan semestinya memperbaiki sumber daya pribadinya agar
mampu mensejajarkan diri dengan kaum laki-laki. Perempuan di
samping sebagai anggota pengurus partai politik, dan anggota panitia
pemungutan suara, juga dapat menunjukan partisipasinya dalam
bidang politik lainnya yakni sebagai anggota Komisi Pemilihan Umum
83
(KPU). Melalui lembaga KPU perempuan dapat menunjukan dirinya
dapat berpartisipasi aktif dalam proses pembangunan bangsa dan
negara. Dalam kaitan itu di Kota Denpasar posisi perempuan di dalam
keanggotaan KPU dapat diketahui pada gambar 7.5 berikut ini.
Gambar 7.5 Persentase Anggota KPU Kota Denpasar Periode Tahun 2013-2018.
80
20
Lk-lk
Pr
Sumber : Kantor KPU,Kota Denpasar Tahun 2018
Pada gambar 7.5 mengenai jumlah anggota KPU di Kota
Denpasar pada tahun 2017 menunjukan bahwa terdapat 5 (lima) orang
anggota KPU. Dari jumlah lima orang anggota KPU tersebut, 4 (empat)
orang laki-laki dan 1 (satu) orang perempuan. Memperhatikan proporsi
yang demikian, menarik untuk dicermati karena suatu fakta
menunjukan adanya keseimbangan dalam keanggotaan KPU. Kondisi
tersebut sangat mengembirakan manakala dilihat dari analisis gender
karena ketimpangan gender yang signifikan seperti yang terjadi pada
keanggotaan lembaga-lembaga politik lainnya. Kondisi tersebut perlu
dicermati dimana perempuan cukum mampu bersaing untuk
memperebutkan posisi di dalam keanggotaan KPU. Strategi ini tidak
menutup kemungkinan dapat juga diterapkan pada lembaga-lembaga
politik lainnya sehingga ketimpangan gender dapat teratasi, tidak lagi
seperti sebelumnya.
84
Di bidang publik, aktivitas perempuan selain dapat diamati
melalui peran serta aktifnya di bidang politik juga dapat diamati di
bidang pemerintahan sebagaimana akan dipaparkan dalam beberapa
aspek berikut ini.
7.6 Pegawai Negeri Sipil Menurut Golongan Kepangkatan
Konstitusi tidak membedakan hak-hak setiap warga negara baik
hak-hak laki-laki dan perempuan dalam segala aspek kehidupan, dan
sebagai komitmen Pemerintah Indonesia sudah mengeluarkan
berbagai peraturan yang menjunjung tinggi hak-hak perempuan. Oleh
karena itu, peran perempuan menjadi semakin kelihatan di sektor
publik, kini perempuan menikmati pendidikan yang sama dengan laki-
laki dan juga merupakan bagian yang cukup penting di bidang
ketenagakerjaan. Perempuan yang bekerja di sektor publik hampir
menyentuh setengahnya, dan bahkan sekarang jumlah perempaun
yang duduk diparlemen justru lebih banyak dari laki-laki mana kala
dibandingkan dari periode-periode sebelumnya, ini menunjukan bahwa
perempuan sudah mampu meningkatkan sumber daya pribadinya.
Perempuan, walaupun mampu bersaing di parlemen, namun
faktanya ketimpangan gender masih tetap ada hampir disemua
lembaga, baik yang terkait dengan kegiatan politik maupun di dalam
lembaga pemerintahan. Ketimpangan gender tersebut dapat dilihat
pada tabel 7.5 dan 7.6 yang menyajikan komposisi pegawai negeri sipil
berdasarkan golongan kepangkatan pada tahun 2017. Secara
keseluruhan pegawai negeri sipil (PNS) di Kota Denpasar berjumlah
6.031 orang. Dari jumlah tersebut, dimana pegawai negeri sipil laki-laki
berjumlah 2.567 orang dan pegawai negeri sipil perempuan berjumlah
3.464 orang. Pegawai negeri ini tersebar di berbagai lembaga, namun
yang terbanyak (59,01%) adalah sebagai karyawan di organisasi
perangkat daerah (OPD) Kota Denpasar. Selebihnya adalah sebagai
guru dari tingkat TK sampai SMP. Kesenjangan gender yang sangat
menonjol terjadi pada guru TK dimana laki-laki yang menjadi guru TK
hanya satu orang dari 97 guru TK yang ada di Kota Denpasar. Kondisi
ini terjadi tentu karena masih adanya anggapan bahwa yang pantas
85
menjadi guru TK adalah perempuan karena identik dengan pengasuhan
anak-anak yang secara ideology menjadi ranahnya perempuan.
Demikian juga di sekolah dasar keberadaan guru perempuan jauh lebih
banyak dibandingkan guru laki-laki.
Tabel. 7.4 Jumlah PNS berdasarkan Jenis Kelamin dan unit Kerja
di Kota Denpasar, 2017
No Unit Kerja Jenis Kelamin
Jlh.
% L P
1. SKPD Pemerintah Kota Denpasar 1.802 1.757 3.559 59,01
2. Taman Kanak-Kanak 1 96 97 1.61
3. Sekolah Dasar 561 1.234 1.795 29.76
4. Sekolah Menengah Pertamana 203 377 580 9.62
Jumlah 2.567 3.464 6.031 100,00
Sumber: Kantor BKD Kota Denpasar, 2018.
Apabila dirinci berdasarkan kepangkatannya, tampaknya
kepangkatan hanya pada golongan I dan II jumlah pegawai negeri sipil
perempuan lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah pegawai negeri
sipil laki-laki. Sementara pada golongan kepangkatan yakni golongan
III, dan golongan IV, jumlah PNS perempuan justru berbanding terbalik
yaitu lebih banyak dibandingkan dengan jumlah PNS laki-laki. Secara
rinci yaitu pada golongan III, PNS perempuan berjumlah 1.522 orang,
sementara PNS laki-laki berjumlah 956 orang. Pada kepangkatan
golongan IV, PNS perempuan lebih banyak dibandingkan dengan PNS
laki-laki, yaitu PNS perempuan jumlahnya jauh lebih banyak yaitu
berjumlah 1.401 orang, sementara PNS laki-laki berjumlah 741 orang.
Data ini menunjukan bahwa pastisipasi perempuan sebagai pegawai
negeri sipil sangat tinggi, namun mereka lebih banyak menduduki posisi
atau golongan yang rendah. Untuk lebih terinci komposisi PNS di Kota
Denpasar berdasarkan golongan kepangkatan dapat dilihat pada Tabel
7.5 berikut ini.
86
Tabel:7.5 Komposisi Pegawai Negeri Sipil menurut Golongan Kepangkatan di Kota Denpasar Tahun 2016 dan 2017
Sumber: Laporan Data Pegawai Kota Denpasar, 2017
Jika dilihat perbandingan jumlah pegawai negeri sipil Kota Denpasar
tahun 2016 dan tahun 2017 tampak terjadi penurunan jumlah yang
cukup signifikan, hal ini kemungkinan disebabkan karena banyak
pegawai yang memasuki masa purna bakti atau pensiun, sementara
penerimaan pegawai baru khususnya PNS belum pernah dilakukan.
Secara umum perbandingan persentase PNS laki-laki dan perempuan
berdasarkan golongan pada tahun 2017 seperti tampak pada gambar
berikut.
Gambar: 7.6 Persentase Pegawai Negeri Sipil menurut Golongan Kepangkatan di Kota Denpasar Tahun 2017
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Gol.I Gol.II Gol.III Gol.IV
62.3 61.2
38.5
34.637.7 38.8
61.5 65.4
LAKI
PEREMPUAN
Sumber: BKD Kota Denpasar, 2018
7.7 Pejabat Berdasarkan Eselon
Berdasarkan golongan kepangkatan, jumlah PNS perempuan
jauh lebih tinggi dari pada jumlah PNS laki-laki pada golongan
Gol
2016 2017 (Per 30 September)
Jenis Kelamin Jenis Kelamin
L P Jlh % L P Jlh %
I 124 70 194 2,61 91 55 146 2.42
II 902 647 1.549 20,85 779 486 1.265 20,97
III 1.067 1.627 2.694 36,26 956 1.522 2.478 41,09
IV 1.158 1.835 2.993 40,28 741 1.401 2.142 35,52
Jmh 3.251 4.179 7.430 100,00 2.567 3.464 6.142 100,00
87
kepangkatan III dan terutama golongan kepangkatan IV maka secara
logika PNS perempuan memiliki peluang lebih banyak untuk menduduki
jabatan eselon dibandingkan PNS laki-laki, tetapi realitasnya hal ini
tidak sesuai dengan kenyataan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 7.6
berikut.
Tabel 7.6 Jumlah Pejabat berdasarkan Eselon dan Jenis Kelamin di Kota Denpasar Tahun 2017
Eselon
2016
%
2017
% L P
Jlh L P Jlh
II 30 4 34 4,09 25 3 28 3,47
III 127 46 173 20,85 122 50 172 21,29
IV 309 303 612 73,73 293 312 605 74,88
V 6 5 11 1,33 2 1 3 0,37
Jumlah 472 358 830 100,00 442 366 808 100,00
Sumber: Laporan Data Pegawai Kota Denpasar, 2017
Secara keseluruhan jumlah pegawai negeri sipil di Kota
Denpasar yang memiliki jabatan eselon (II s/d V) tahun 2016 sebanyak
830 orang terdiri atas laki-laki 472 orang dan perempuan 358 orang.
Pada tahun 2017 jumlah ini mengalami penurunan menjadi 808 orang
yang artinya turun sebanyak 22 orang. Hal ini kemungkinan karena
sudah banyak yang mengalami masa purna bakti atau pensiun. Yang
berkurang cukup banyak adalah eselon II dan eselon V.
Mencermati tabel 7.6, apabila dirinci, tampak bahwa PNS
perempuan yang menduduki jabatan eselon II jumlahnya lebih sedikit
dibandingkan PNS laki-laki. Hal ini menggambarkan bahwa perempuan
lebih sulit untuk mengakses jabatan kepala dinas/badan setaraf eselon
II, apakah hal ini karena memang perempuan dianggap tidak mampu
atau karena penentu kebijakan kebanyakan laki-laki sehingga mereka
selalu mendiskriminasikan perempuan untuk menduduki jabatan kepala
OPD. Sementara itu, pegawai perempuan yang menduduki jabatan
eselon III, IV dan V jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan
pegawai laki-laki. Disini tampak juga adanya ketidakwajaran karena
88
sesungguhnya jumlah pegawai perempuan dengan golongan
kepangkatan III dan IV jumlahnya jauh lebih banyak dibandingkan
dengan pegawai laki-laki. Oleh karena itu kalau merujuk pada
golongan kepangkatan semestinya perempuan yang menduduki
jabatan eselon juga paling tidak seimbang dengan laki-laki.
Kondisi ini dengan jelas menggambarkan masih terjadi
kesenjangan gender yang sangat menonjol terutama pada jabatan
eselon II dan III. Oleh karena itu demi terwujudnya kesetaraan gender
di bidang eksekutif maka para penentu kebijakan perlu memperhatikan
partisipasi PNS perempuan untuk menduduki jabatan yang strategis
seperti halnya eselon II. Selama periode dua tahun terakhir secara
umum tidak terlalu banyak terjadi perubahan terhadap PNS perempuan
khususnya yang menduduki jabatan eselon. Untuk lebih jelasnya,
persentase PNS yang menduduki jabatan eselon berdasarkan jenis
kelamin pada tahun 2017 dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar: 7.7 Persentase Pejabat berdasarkan Eselon dan Jenis Kelamin di Kota Denpasar Tahun 2017
0
20
40
60
80
100
Eslon II Eslon III Eslon IV Eslon V
89.3
70.9
48.4
66.7
10.7
29.1
51.6
33.3
LAKI
PEREMPUAN
Sumber: BKD Kota Denpasar, 2018
7.8 Yudikatif
Di era reformasi saat ini yang diwarnai dengan beraneka
persoalan hukum seperti korupsi, narkoba, penyelewengan kekuasaan
dan lain-lain problem sosial, maka peran penegak hukum menjadi
sangat penting. Para penegak hukum ini secara umum dikelompokkan
89
dalam satu lembaga yang dinamakan lembaga yudikatif. Lembaga
yudikatif adalah lembaga yang berkaitan dengan penegakan hukum
yang meliputi; jaksa, hakim, pengacara, dan kepolisian. Dalam kaitan
lembaga yudikatif, jika diperhatikan kondisi PNS pada bidang-bidang
yang terkait dengan penegakan hukum atau bidang yudikatif
proporsinya tampak variatif. Secara rinci keberadaan penegak hukum di
Kota Denpasar akan diuraikan sebagai berikut:
7.8.1 Jaksa
Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-
undang untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
(Pasal 1 Angka 6 Huruf a UU Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum
Acara Pidana). (http://penelitihukum.org). Dengan demikian jelas pada
saat ini keberadaan jaksa menjadi sangat penting karena saat ini
banyak terjadi kasus-kasus hukum yang harus diselesaikan secara
cepat. Terkait dengan keberadaan jaksa di Kota Denpasar tampaknya
tidak terlalu menunjukkan kesenjangan gender. Tahun 2017 di
Denpasar terdapat 48 jaksa yang terdiri dari 28 laki-laki dan 20
perempuan. Jumlah ini mengalami penambahan jika dibandingkan
jumlah pada tahun 2016 yang berjumlah 46 orang. Kalau digambarkan
dalam persentase, maka perbandingan jumlah jaksa laki-laki dan
perempuan pada tahun 2016 tampak sebagai berikut ini.
Gambar: 7.8 Persentase Jaksa berdasarkan jenis Kelamin di Kota
Denpasar Tahun 2017
58.3
42.7
Lk-lk
Pr
90
Dari gambar ini tampak bahwa jumlah jaksa laki-laki dan
perempuan yang ada di Kota Denpasar tidak terlalu jauh berbeda. Hal
ini menunjukkan bahwa akses perempuan untuk menjadi jaksa sudah
tidak terlalu terhalang oleh budaya maupun stereotipe yang
berkembang di masyarakat. Selain jaksa penegak hukum lainnya
adalah hakim. Keberadaan hakim di Kota Denpasar seperti terpapar
berikut ini.
7.8.2 Hakim
Di era kekinian dimana semakin maraknya kasus-kasus
kejahatan dan kasus lainnya, maka keberadaan hakim menjadi semakin
penting. Dalam pengertian yang sederhana Hakim dapat diartikan
sebagai pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-
undang untuk mengadili. (Pasal 1 Angka 8 UU Nomor 8 Tahun 1981
Tentang Hukum Acara Pidana) (http://penelitihukum.org). Tidak banyak
orang yang bisa mengemban profesi ini karena untuk menjadi hakim
sangat diperlukan suatu skill terutama dalam berbicara, berargumen,
dan yang pasti harus pintar berbicara. Disamping itu mereka yang
berprofesi sebagai hakim juga harus bersedia sering mengalami mutasi
dari satu daerah ke daerah lain, karena dalam menjalankan tugasnya
seorang hakim harus netral, obyektif, dan jujur. Terkait dengan
eksistensi hakim di Kota Denpasar berikut disajikan persentase hakim
berdasarkan jenis kelamin.
Gambar: 7.9 Persentase Hakim Menurut Jenis Kelamin, Tahun 2017.
Sumber: Kantor Pengadilan Negeri Denpasar, 2018
78.3
21.7
Laki-laki
91
Dari gambar 7.9 menunjukkan bahwa di Kota Denpasar profesi
sebagai hakim sebagian besar (78,3%) dilakoni oleh laki-laki. Hal ini
kemungkinan dipengaruhi oleh berbagai persyaratan untuk menjadi
seorang hakim yang diantaranya adalah bersedia ditempatkan
diseluruh wilayah Indonesia, dan bersedia sering dipindah dari satu
daerah ke daerah lain. Seorang perempuan kalau harus berpindah-
pindah tempat tugas tentu tidak setega dan semudah kaum laki-laki
karena seorang perempuan PNS dalam aturan kepegawaian bisa
berpindah mengikuti suami, namun tidak ada aturan suami ikut istri.
Disinilah aturan itu bersifat bias gender. Oleh karena itu, seorang hakim
perempuan kalau dia harus berpindah-pindah tugas harus
mempertimbangkan banyak hal seperti ijin suami, ijin anak-anak dan
pertimbangan lain-lain.
7.8.3 Notaris
Lebih lanjut pada bidang-bidang yang terkait dengan profesi,
keterlibatan perempuan adalah profesi sebagai notaris. Keterlibatan
perempuan di bidang ini cukup tinggi walaupun belum menunjukan
kesetaraan gender. Sama halnya dengan profesi yudikatif lainnya,
bidang kenotariatan masih lebih banyak ditekuni oleh laki-laki. Dari 111
notaris yang tercatat di ikatan notaris Indonesia, 44 orang (39,6%)
perempuan dan 67 orang (60,4%) laki-laki. Eksistensi laki-laki dan
perempuan di bidang ini seperti tampak pada gambar berikut ini.
Gambar; 7.10 Persentase Notaris menurut Jenis Kelamin di Kota
Denpasar Tahun 2017.
60.439.6
Laki-laki
Sumber: Ikatan Notaris Indonesia Cabang Bali dan Persatuan Advokat Indonesia
92
Meskipun bidang ini tidak begitu mudah untuk dimasuki oleh
perempuan, tetapi fakta menunjukan bahwa minat perempuan cukup
tinggi untuk memasuki bidang profesi ini, dan dari data di atas
menggambarkan bahwa perempuan juga mempunyai kemampuan
untuk menjadi notaris. Selain notaris, bidang Advokat juga banyak
ditekuni oleh perempuan. Secara rinci keterlibatan perempuan sebagai
advokat akan dibahas berikut ini.
7.8.4 Advokat
Dengan diberlakukannya UU No. 18 Tahun 2003 tentang
Advokat, LN Tahun 2003 Nomor 49, TLN Nomor 4255, maka profesi
advokat di Indonesia memasuki era baru. Suatu era yang dalam
konteks ini diartikan sebagai pemacu bagi seorang calon
advokat/advokat untuk lebih baik dalam memberi pelayanan hukum
kepada masyarakat. Jika dilihat dari definisinya, maka
pengertian advokat menurut Pasal 1 ayat (1) UU Advokat adalah orang
yang berprofesi memberi jasa hukum, baik didalam maupun di luar
pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan undang-undang
ini. Selanjutnya dalam UU Advokat dinyatakan bahwa advokat adalah
penegak hukum yang memiliki kedudukan setara dengan penegak
hukum lainnya (hakim, jaksa, dan polisi). Namun demikian, meskipun
sama-sama sebagai penegak hukum, peran dan fungsi para penegak
hukum ini berbeda satu sama lain
(http://pengertiandefinisiarti.blogspot.com).
Di setiap kota besar keberadaan advokat relatif banyak karena
kota besar seperti Denpasar biasanya menjadi ranah mereka untuk
menjalankan tugas dan fungsinya. Biasanya di kota=kota besar banyak
kasus yang memerlukan keberadaannya. Profesi ini cukup banyak
ditekuni oleh kaum perempuan, hal ini tampak dari data yang tercatat
dimana jumlah perempuan yang menjadi advokat mencapai 127 orang
atau 35,2%, dan laki-laki sebanyak 233 orang (64,8%) seperti tampak
pada gambar berikut.
93
Gambar: 7.11 Persentase Advokat menurut Jenis Kelamin di Kota
Denpasar Tahun 2017.
64.835.2
Laki-laki
Sumber: Persatuan Pengacara Indonesia Cabang Bali , 2017
Dari gambar di atas tampak sebagian besar pengacara dilakoni oleh
laki-laki. Hal ini menggambarkan bahwa di bidang ini masih terjadi
ketimpangan gender yang relatif menonjol. Mengapa hal ini terjadi,
apakah karena perempuan yang kurang meminati profesi ini atau
karena adanya kebijakan yang bias gender. Untuk memperoleh
jawaban yang pasti tentu masih memelukan kajian lebih jauh.
7.8.5 Polisi
Denpasar sebagai pusat pemerintahan dan pariwisata
tampaknya tidak bisa lepas dari persoalan sosial yang dihadapinya, hal
ini mengingat dinamika penduduk sangat tinggi. Persoalan
kependudukan, kriminal seperti pencurian, narkoba, dan kejahatan
lainnya menjadi fenomena yang tidak bisa dihindari. Oleh karena itu
dalam konteks ini peran polisi menjadi sangat penting. Eksistensi polisi
di setiap lapisan masyarakat mulai dari tingkat kecamatan, kabupaten
dan provinsi menjadi sangat penting. Selama ini polisi tampaknya
menjadi garda terdepan dalam mengatasi persoalan sosial di
masyarakat terutama di wilayah perkotaan yang rawan akan kejadian
kriminalitas. Oleh karena itu jumlah polisi yang tercatat di Polresta
Denpasar relatif banyak yakni mencapai 1.905 personil yang terdiri dari
1795 polisi laki-laki dan 110 polisi perempuan (Polwan). Hal ini seperti
terlihat pada gambar berikut ini.
94
Gambar: 7.12 Persentase Polisi menurut jenis Kelamin di Kota Denpasar Tahun 2017,
94.2
5.8
Laki-laki
Perempuan
Sumber: Polresta Denpasar, 2018.
Jika gambar di atas dicermati lebih jauh tampak bahwa jumlah
polwan jauh lebih kecil dari polisi laki-laki. Kondisi ini kemungkinan
disebabkan karena profesi ini kurang diminati oleh perempuan
mengingat tugas-tugas polisi identik dengan tugas yang penuh
tantangan, berat dan berisiko tinggi. Perempuan yang secara stereotip
gender dianggap sebagai lemah lembut dan perlu dilindungi dianggap
kurang pantas menekuni profesi ini. Namun demikian tidak berarti
perempuan harus tunduk dan menyerah pada stereotip itu, buktinya
cukup banyak perempuan yang mampu dan mau berperan sebagai
polisi yang selama ini dianggap sebagai ranahnya laki-laki.
Jika dilihat secara umum perbandingan partisipasi laki-laki dan
perempuan di bidang yudikatif akan tampak seperti gambar berikut ini.
Gambar: 7.13 Persentase Penegak Hukum Menurut Jenis
Kelamin di Kota Denpasar Tahun 2017.
10
30
50
70
90
55
.3
78
.3
60
.4
64
.8
94
.2
42
.7
21
.7
39
.6
35
.2
5.8
LAKI
PRP
Sumber: Kantor Kehakiman, Kejaksaan, Polresta, PPI, 2018
95
Dari gambar di atas menunjukkan bahwa hampir di setiap profesi
penegak hukum masih terjadi ketimpangan gender, dimana partisipasi
perempuan masih lebih rendah dari laki-laki. Kondisi ini memerlukan
perhatian bagi penentu kebijakan untuk mendorong partisipasi
perempuan di bidang ini.
96
BAB VIII
LAIN-LAIN
Bab delapan ini ditampilkan untuk melengkapi data dari
beberapa indikator yang belum diuraikan pada bab-bab di atas namun
sangat penting untuk mendapatkan perhatian dari semua pihak.
Dengan demikian maka akan diperoleh gambaran tentang Profil
Statistik Gender Kota Denpasar secara komprehensif. Beberapa hal
tersebut mencakup antara lain: pelaku kekerasan, gepeng dan akte
kelahiran, dan penyandang cacat. Indikator ini akan diuraikan secara
rinci sebagai berikut.
8.1 Korban dan Pelaku Kekerasan
Sebenarnya masalah kekerasan sudah ada sejak dahulu dan
persisnya tidak ada sumber yang pasti, namun sekarang kekerasan
menjadi isu hangat dan menjadi perhatian serius dari berbagai pihak.
Begitu pentingnya masalah kekerasan sampai pemerintah mengaturnya
dalam sebuah undang-undang, yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Pada
Pasal 5 Undang-Undang tersebut ditegaskan bahwa kekerasan dapat
digolongan ke dalam empat bentuk yaitu fisik, kekerasan psikis,
kekerasan seksual dan kekerasan penelantaran rumah tangga.
Kekerasan adalah tindakan atau prilaku yang dilakukan oleh
seseorang atau lebih yang dapat berakibat penderitaan atau sakit (fisik,
psikis, seksual dan ekonomi) pada orang lain. Dalam batas-batas
tertentu kekerasan terhadap binatang dapat dikatagorikan sebagai
kekerasan tergantung pada situasi dan nilai-nilai sosial masyarakat
terkait dengan kekejaman terhadap binatang. Kekerasan juga
mengandung kecendrungan agresif untuk berprilaku merusak. Merusak
dapat dilakukan terhadap manusia dan benda, dari dua obyek itu
kekerasan terhadap manusia yang paling patal karena dapat terkait
pada pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Kekerasan pada
dasarnya dapat digolongakan menjadi dua bentuk yaitu kekerasan
97
sembarang, yang tercakup dalam skala kecil atau kekerasan yang
tidak direncanakan dan kekerasan yang dilakukan secara
terkoodinir,yaitu kekerasan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok
baik yang diberi hak maupun tidak seperti yang terjadi dalam perang
yakni kekerasan antar masyarakat atau antar negara dan terorisme dan
lain sebagainya.
Suatu kejadian pasti ada penyebabnya atau latar belakangnya.
Demikian juga dalam kekerasan,kekersan bisa terjadi sudah tentu ada
latar belakangnya. Kekerasan yang ditekankan disini adalah kekerasan
yang berbasis pada ketimpangan gender yaitu kekerasan yang dilatar
belakangi oleh adanya perbedaan jenis kelamin. Korban kekerasan
berbasis gender pada umumnya terjadi pada perempuan. Secara
umum kekerasan terhadap perempuan dapat dikelaskan bahwa setiap
tindakan atau berbuatan yang berakibat penderitaan atau
kesengsaraan pada perempuan secara fisik taupun non fisik (psikis)
baik yang terjadi di tempat umum maupun yang terjadi dalam
lingkungan pribadi dan rumah tangga. Kekerasan fisik yang
dimaksudkan adalah tindakan yang bertujuan melukai, menyiksa atau
menganiaya orang lain. Pelaku dalam melakukan tidakan tersebut
dapat menggunakan tangan, kaki dan atau mulut (menggigit) serta bisa
pakai benda, bahkan tindak kekerasan yang dilakukan benda dapat
berakibat lebih patal. Sementara yang dimaksud tindak kekerasan non-
fisik adalah tindakan yang dilakukan untuk merendahkan atau
melecehkan kepercayaan diri seseorang, yang dalam hal ini adalah
perempuan dengan mengucapakan kata-kata kasar atau perkataan
yang tidak menyenangkan orang lain (korban), sedangkan kekerasan
psikologis adalah tidakan atau perbuatan yang bertujuan untuk
mengganggu atau menekan emosi korban, sehingga secara kejiwaan,
korban menjadi tidak mempunyai keberanian untuk mengungkapkan
pendapat. Dalam kondisi demikian korban menjadi penurut, dan pada
akhirnya menjadi bergantung pada orang lain (misalnya istri bergantung
pada suami) dalam segala hal terutama pada masalah keuangan.
Berdasarkan data tahun 2017, pada umumnya yang menjadi
korban dalam berbagai kekerasan yang terjadi di Kota Denpasar adalah
98
perempuan. Namun demikian bukan berarti tidak ada korban laki-laki,
hanya saja korban laki-laki lebih sedikit. Pada intinya korban kekerasan
mayoritas dialami oleh perempuan. Data kekerasan di Kota Denpasar
dapat dilihat dalam Tabel 8.1. berikut ini.
Tabel: 8.1 Bentuk-Bentuk Kekerasan di Kota Denpasar menurut
Jenis Kelamin Tahun 2016 dan 2017
Bentuk kekerasan 2016 2017
Jenis Kelamin Jenis Kelamin
L P L + P L P L + P
Fisik 1 12 13 5 7 12
Psikis 3 12 15 0 20 20
Seksual 1 19 20 4 5 9
Penelantaran 1 15 16 1 11 12
Pencuarian 19 0 19 - - -
Perdagangan Orang 0 0 0 0 0 0
Eksploitasi 0 0 0 14 2 16
Lainnya 17 22 39 9 12 21
T o t a l 42 80 122 33 57 90
Sumber:P2TP2A Kota Denpasar, 2017
Mencermati tabel 8.1 tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa laporan
jumlah kasus kekerasan di Kota Denpasar pada Tahun 2017
mengalami penurunan dibandingkan tahun 2016. Ini adalah jumlah
kasus yang terlaporkan di P2TP2A Kota Denpasar. Kemungkinan
masih banyak kasus yang tidak terlaporkan karena kasus kekerasan
diibaratkan seperti fenomena gunung es yang kelihatannya kecil
dipermukaan. Secara umum korban kekerasan lebih banyak dialami
oleh perempuan baik pada tahun 2016 maupun tahun 2017. Jika dilihat
bentuk-bentuk kekerasan yang terjadi meliputi kekerasan fisik,
kekerasan psikis dan kekerasan seksual, namun kekerasan yang paling
banyak terjadi adalah kekerasan psikis.
Secara konseptual, kekerasan dalam berbagai bentuknya
merupakan indikasi adanya penyalahgunaan kekuasaan,
ketidaksetaraan, dan dominasi. Kekerasan adalah penyalahgunaan
kekuasaan-ketika kekuasaan yang dimiliki seseorang dipakai untuk
memaksa atau membohongi orang lain dan berdampak pada
99
pelanggaran integritas dan kepercayaan orang yang menjadi korban
penyalahgunaan kekuasaan. Penyalahgunaan kekuasaan tersebut
dimungkinkan oleh adanya ketidaksetaraan status antar-individu, antar-
kelompok, atau antar-negara (Sadli, 2002). Oleh karena itu, tidak
dipungkiri bahwa dalam kehidupan masyarakat Kota Denpasar yang
sangat patriarkhis, maka perempuan dan anak-anak yang nota bene
berposisi subordinat lebih banyak yang menjadi korban kekerasan. Jika
dilihat ciri-ciri dari pelaku dan korban kekerasan yang terjadi di
Denpasar seperti tampak pada tabel berikut ini.
Tabel. 8.2 Ciri – Ciri dan Pelaku Korban Kekerasan menurut Umur
di Kota Denpasar. 2016 dan 2017
Umur Usia
2016 2017
Ciri - Ciri Pelaku Ciri-Ciri Korban Ciri - Ciri Pelaku Ciri-Ciri Korban
Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jenis Kelamin
L P L + P L P L + P L P L + P L P L + P
0 – 17 Th 34 2 36 9 38 47 37 2 39 39 14 53
18 – 24 Th 7 0 7 1 4 5 0 0 0 0 0 0
25 – 59 Th 49 12 61 0 26 26 38 5 43 1 35 36
60 + 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 6 6
Sumber:P2TP2A Kota Denpasar, 2017
Dari Tabel 8.2 di atas tampak bahwa pelaku kekerasan kebanyakan
laki-laki yang berumur 25-59 tahun, dengan umur yang demikian ini
diperkirakan mereka ini sudah menikah. Pelaku yang berumur 0-17
tahun juga cukup banyak, mereka ini kemungkinan melakukan
kekerasan antar remaja. Sementara itu cirri-ciri korbannya sebagian
besar adalah perempuan, kondisi yang hampir sama juga terjadi pada
tahun 2017.
Jika ditampilkan dalam bentuk persentase, maka perbandingan
korban kekerasan berdasarkan jenis kelamin akan tampak seperti pada
gambar berikut.
100
Gambar: 8.1 Persentase Korban kekerasan menurut Jenis kelamin
di Kota Denpasar Tahun 2016 dan 2017
0
10
20
30
40
50
60
70
2016 2017
34.436.6
65.6 63.4
laki
Prp
Sumber: Polresta dan BP3A Provinsi Bali. Tahun 2012
8.2. Gelandangan dan pengemis (Gepeng)
Fenomena gelandangan dan pengemis (gepeng) merupakan
salah satu fenomena sosial terutama di perkotaan yang belum pernah
bisa diatasi secara tuntas. Berbagai upaya telah dilakukan oleh
pemerintah untuk mengatasinya seperti penangkapan namun mereka
ini tidak pernah jera. Setelah dikembalikan ke daerah asalnya, akhirnya
mereka akan kembali lagi gentayangan di tempat-tempat yang
dianggapnya strategis untuk menengadahkan tangan seperti di traffick
light, pasar, dan tempat-tempat lainnya. Instansi yang berkopeten
dalam menangani gepeng seperti Dinas Sosial dan Tenaga kerja,
Satpol PP sepertinya sudah kehabisan akal untuk memberantas para
gepeng. Pada musism-musim tertentu seperti menjelang hari raya
keberadaan gepeng semakin banyak jumlahnya, karena pada saat-saat
seperti ini dimanfaatkan untuk mendapatkan penghasilan untuk
kepentingan hari raya.
Setiap orang ingin hidup layak, sejahtera, aman dan lain-
lainnya, tetapi kenyataannya tidak semua orang dapat hidup layak.
Oleh karena itu banyak warga yang hidup dari menggepeng
(gelandangan dan pengemis). Gelandangan adalah orang-orang yang
hidup dalam keadaan yang tidak layak atau tidak sesuai dengan norma
kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat, tidak mempunyai
101
tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap serta hidup berpindah-pindah
ditempat-tempat umum. Sementara pengemis adalah orang-orang yang
mendapatkan penghasilan dengan cara meminta-minta baik yang
dilakukan ditempat-tempat umum maupun di rumah-rumah penduduk
dengan berbagai cara dan alasan untuk mendapat belas kasihan dari
orang lain. Oleh karena itu pengemis tidak mempunyai tempat tinggal
tetap atau tinggalnya berpindah-pindah dari tempat yang satu ke
tempat yang lainnya misalnya di emper-emper pertokoan, stasiun
kerata api, terminal atau berbagai fasilitas umum lainnya untuk
menjalani kehidupannya.
Kota Denpasar sebagai daerah pawisata mempunyai daya tarik
tersendiri yang menyebabkan banyak orang datang (urbanisasi) ke kota
ini dibandingkan dengan daerah-daerah lannya. Di sisi lain,
kesempatan kerja yang tersedia dan peluang berusaha di Kota
Denpasar tidak mampu menampung para urban karena tidak memiliki
ketrampilan yang dibutuhkan. Dengan tidak memiliki ketrampilan, dapat
merupakan salah satu penyebab terjadinya gelandang dan pengemis
dari para urban tersebut.
Sebenarnya Pemerintah Kota Denpasar telah berupaya secara
maksimal untuk menangani gepeng tersebut yakni dengan penjaringan
gepeng yang berkeliaran di seputaran kota. Berdasarkan fakta dari
Dinas Transmigrasi, Sosial dan Tenaga Kerja di Kota Denpasar pada
tahun 2012 gepeng yang terjaring sebanyak 289 orang. Dari jumlah
tersebut sebanyak 105 orang laki-laki (36,33 %) dan sebanyak 184
orang perempuan (63,67 %). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam
Tabel 8.3 berikut.
102
Tabel .8.3 Jumlah Gepeng Menurut Jenis Kelamin yang Telah di Bina dan di Pulangkan di Kota Denpasar, Tahun 2016 dan 2017
Kelompok Umur ( tahun)
2016
2017
L P Jlh L P Jlh
0 - 4 tahun 7 7 14 3 0 3
5 - 9 tahun 2 5 7 2 0 2
10 - 14 tahun 2 6 8 0 0 0
15 - 18 tahun - 1 1 2 0 2
19 tahun ke atas 41 70 111 31 75 106
Jumlah 52 89 141 38 75 113
Sumber : Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar, 2018
Tabel 8.3 di atas menggambarkan bahwa jumlah gepeng yang
terjaring di Kota Denpasar sebagian besar berusia 19 tahun ke atas
dan usia 0- 9 tahun baik untuk tahun 2016 maupun 2017. Hal ini jelas
mengindikasikan bahwa mereka yang sebagian besar kaum perempuan
ibu rumah tangga melakukan aksinya dengan membawa anak sebagai
modal sosial untuk meraih modal ekonomi, artinya anak-anak dipakai
untuk menarik belas kasihan orang lain. Pada tahun 2017 tampak
terjadi penurunan jumlah gepeng yang terjaring, ini artinya beberapa
upaya yang telah dilakukan oleh pihak terkait sudah berhasil
mengurangi keberadaan gepeng di Denpasar. Jika dilihat secara
persentase, maka keberadaan gepeng menurut jenis kelamin seperti
tampak pada gambar 8.2 berikut.
103
Gambar: 8.2 Persentase Gepeng menurut Jenis Kelamin di
Kota Denpasar, Tahun 2016 dan 2017
-5
5
15
25
35
45
55
65
75
2016 2017
36.9 33.6
63.166.4
laki
Prp
Gepeng yang telah terjaring biasanya ditampung pada salah
satu penampungan yang ada di jalan Prof. I.B Mantra, dan selanjutnya
mereka diberi pembinaan oleh berbagai pihak seperti dari kepolisian,
dan dari unsur agama. Pembinaan ini dilakukan dengan tujuan untuk
menyadarkan mereka bahwa apa yang mereka lakukan atau perilaku
menggepeng merupakan perilaku yang kurang terpuji. Jika mereka ini
sudah menyadari perbuatan mereka tidak baik diharapkan agar mereka
tidak balik lagi menggepeng. Selanjutnya jika sudah diberikan
pembinaan maka mereka akan dikembalikan ke daerah asalnya
masing-masing. Selama tahun 2017 Kantor Dinas Sosial dan tenaga
kerja Kota Denpasar telah melakukan pembinaan terhadap 113
gepeng. Ini artinya semua gepeng yang terjaring sudah mendapatkan
pembinaan.
Masalah gelandang dan pengemis sebagai masalah sosial
merupakan akumulasi dan interaksi dari berbagai permasalahan yang
ada dalam masyarakat seperti kemiskinan, rendahnya pendidikan,
minimnya keterampilan (skill) kerja yang dimiliki, lingkungan, sosial
budaya, kesehatan dan lain sebagainya. Hal-hal tersebut sebagai faktor
atau penyebab terjadinya gelandangan dan pengemis di Kota
104
Denpasar. Untuk itu diharapkan semua pihak dapat berpartisipasi
dalam mencegah eksistensi gepeng antara lain masyarakat diharapkan
tidak memberikan uang kepada gepeng. Dengan tidak adanya yang
memberikan uang maka mereka akan kapok untuk melakukan aktivitas
mengemis.
8.3 Penduduk Lanjut Usia ( Lansia).
Lanjut usia adalah periode penutup dalam rentang hidup
seseorang. Masa ini dimulai dari umur enam puluh tahun sampai
meninggal, yang ditandai dengan adanya perubahan yang bersifat fisik
dan psikologis yang semakin menurun. Proses menua (lansia) adalah
proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis
maupun sosial yang saling berinteraksi ..
Berikut beberapa pendapat mengenai pengertian masa tua :
Menurut Hurlock (2002), tahap terakhir dalam perkembangan ini
dibagi menjadi usia lanjut dini yang berkisar antara usia enampuluh
sampai tujuh puluh tahun dan usia lanjut yang dimulai pada usia tujuh
puluh tahun hingga akhir kehidupan seseorang. Orangtua muda atau
usia tua (usia 65 hingga 74 tahun) dan orangtua yang tua atau usia tua
akhir (75 tahun atau lebih) (Baltes, Smith&Staudinger,
Charness&Bosmann) dan orang tua lanjut (85 tahun atau lebih) dari
orang-orang dewasa lanjut yang lebih muda (Johnson&Perlin).
- Menurut J.W. Santrock (J.W.Santrock, 2002, h.190), ada dua
pandangan tentang definisi orang lanjut usia atau lansia, yaitu menurut
pandangan orang barat dan orang Indonesia. Pandangan orang barat
yang tergolong orang lanjut usia atau lansia adalah orang yang sudah
berumur 65 tahun keatas, dimana usia ini akan membedakan
seseorang masih dewasa atau sudah lanjut. Sedangkan pandangan
orang Indonesia, lansia adalah orang yang berumur lebih dari 60 tahun.
Lebih dari 60 tahun karena pada umunya di Indonesia dipakai sebagai
usia maksimal kerja dan mulai tampaknya ciri-ciri ketuaan.
- Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia
yang menunjukkan proses penuaan yang berlangsung secara nyata
dan seseorang telah disebut lanjut usia ( http://chirpstory.com/li/79452).
105
Dalam tulisan ini yang digolongkan lansia adalah penduduk yang
berumur 60 tahun ke atas. Jumlah lansia yang ada di Kota denpasar
seperti tampak pada Tabel 8.4 berikut ini.
Tabel .8.4 Jumlah Lansia menurut Jenis Kelamin di Kota Denpasar
Tahun 2017
NO KECAMATAN
Usia 60 Tahun
Total
L P
1 Denpasar Utara 1.472 1.786 3.255
2 Denpasar Timur 1.792 1.754 3.546
3 Denpasar Selatan 1.517 1.842 3.359
4 Denpasar Barat 2.658 2.553 5.211
Jumlah 7.439 7.935 15.371 Sumber: Dinas Kesehatan Kota Denpasar, 2018
Dari Tabel 8.4 di atas tampak bahwa jumlah lansia perempuan lebih
banyak dibandingkan jumlah lansia laki-laki. Hal ini menandakan bahwa
angka harapan hidup perempuan lebih tinggi dibandingkan angka
harapan hidup laki-laki.
Penduduk yang sudah memasuki usia 60 tahun ke atas atau
lanjut usia secara fisik sudah rentan terhadap berbagai penyakit baik
pisik maupun psikis, oleh karena itu pada usia-usia ini sangat
diperlukan adanya perhatian serius terhadap kesehatan tubuh.
Disamping itu pada usia-usia ini jika tidak mempunyai aktivitas
kadangkala penduduk lansia akan mengalami stres atau depresi karena
mereka selalu merasa tergantung pada orang lain. Terkait dengan
persoalan ini maka saat ini pemerintah Kota Denpasar tidak hanya
menaruh perhatian besar terhadap persoalan anak-anak, namun
perhatian khusus juga diberikan pada penduduk lanjut usia (lansia). Hal
ini tampak dari berbagai program yang telah diluncurkan untuk
mepentingan kesejahteraan lansia. Program yang telah diluncurkan
untuk lansia seperti senam sehat lewat program Posyandu Paripurna,
pelayanan kesehatan, dan lain-lain.
106
Untuk memacu semangat hidup, menghindari stress dan
menjaga kesehatan para lansia di Kota Denpasar, tim penggerak PKK
Kota juga seringkali melakukan lomba berbagai kegiatan seperti nari
pendet, lomba joged, senam lansia dan mengajak penduduk lanjut usia
refresing dengan mengajak mereka sembahyang mengunjungi pura-
pura tertentu (metirta yatra) di berbagai tempat seperti ke pura Tirta
Empul dan Pura-pura lainya. Jika digambarkan dalam bentuk grafik,
presentase lansia akan tampak seperti gambar berikut ini.
Gambar: 8.3 Persentase Penduduk Lansia menurut Kecamatan di Kota Denpasar Tahun 2017
-5
5
15
25
35
45
55
65
75
Densel Dentim Denbar Denut
45.1650.54 51.01
45.22
54.84
49.46 48.9954.78
L
P
Sumber: Dinas PPPAPPKB Kota Denpasar, 2018.
Dari gambar di atas tampak dengan jelas bahwa di Kecamatan
Denpasar Selatan dan Denpasar Utara persentase jumlah lansia
perempuan lebih banyak dibandingkan jumlah lansia laki-laki,
sementara untuk Kecamatan Denpasar Timur dan Denpasar Barat
jumlahnya hampir seimbang.
107
BAB IX
PENUTUP
9.1 Simpulan
Mengacu pada uraian yang telah dipaparkan pada bab-bab di
atas tampaknya masih ada beberapa isu gender yang perlu mendapat
penanganan serius. Secara umum dapat diambil beberapa simpulan
sebagai berikut:
Pertama, masih terjadi kesenjangan gender pada beberapa
indikator pendidikan seperti pada angka partisipasi murni (APM),dan
Angka Partisipasi Kasar (APK). Kesenjangan gender pada APM dan
APK terutama lebih tampak menonjol pada jenjang pendidikan SMP
dan SMA. Sedangkan untuk di tingkat SD hampir tidak tampak
kesenjangannya.
Kedua, di bidang kesehatan, tampak pemberian ASI ekslusif
sudah mencapai persentase yang relatif tinggi yakni telah mencapai
angka 95,3%.. Keberadaan dokter baik dokter umum maupun dokter
gigi didominasi oleh kaum perempuan, sedangkan dokter spesialis
didominasi oleh laki-laki. Masih ada balita yang berstatus gizi buruk
namun jumlahnya hanya 5 orang.
Ketiga, kesenjangan gender di bidang ekonomi tampak pada
pekerjaan sebagai petugas parkir, petugas kebersihan, petugas
pertamanan, pegawai fitnes dan karyawan hotel didominasi oleh laki-
laki. Sementara pekerja salon, rumah makan dan restoran didominasi
oleh perempuan.
Keempat, di sektor publik terutama di bidang politik,
kesenjangan gender tampak masih sangat menjolok, baik di legislatif,
eksekutif maupun yudikatif. Di legislatif tampak dari keanggotaan DPRD
yang didominasi oleh laki-laki. Di eksekutif tampak dari jumlah PNS
terutama dalam eselonisasi masih terjadi kesenjangan yang sangat
108
menjolok. Di kelompok yudikatif, kesenjangan tampak pada keberadaan
jaksa, hakim, notaris dan advokat yang masih didominasi oleh laki-laki.
Kelima, kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga umumnya
masih menyasar kaum perempuan, demikian juga persoalan gepeng
sampai saat ini masih belum bisa diatasi. Para gepeng yang berkeliaran
di Kota Denpasar sebagian besar adalah perempuan ibu rumah tangga
dan anak-anaknya.
9.2 Rekomendasi
Berkaitan dengan pembangunan bidang pendidikan di Kota
Denpasar, dapat disarankan sebagai berikut.
(1) Ketimpangan gender yang terjadi pada beragam aspek dan jenjang
pendidikan, perlu mendapat perhatian secara lebih intensif dari
semua pihak terkait. Dengan demikian, diharapkan pada masa yang
akan datang ketimpangan gender paling tidak dapat diminimalkan.
(2) Untuk meningkatkan partisipasi perempuan di bidang politik, penting
dilakukan pendidikan politik bagi kaum perempuan, baik melalui
kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah daerah maupun partai
politik yang ada di Kota Denpasar.
(3) Untuk mempercepat terwujudnya kesetaraan gender diberbagai
bidang pembangunan, maka pelatihan penyusunan perencanaan
yang responsive gender (PPRG) dan penganggaran yang
responsive gender (ARG) perlu dilakukan secara
berkesinambungan oleh OPD yang berkopeten.
(4) Penyusunan statistik dan analisis gender perlu dilakukan secara
berkelanjutan sehingga isu-isu gender yang ada bisa diidentifikasi.
Selanjutnya isu yang muncul diharapkan dapat ditindaklanjuti
dengan mengimplementasikan strategi pengarusutamaan gender
secara berkesinambungan sehingga kesetaraan gender bisa
terwujud.
109
Daftar Pustaka
Abdullah, Irwan. 1997. Sangkan Paran Gender. Jogyakarta: Pustaka Pelajar.
Atmadja, Nengah Bawa, Astiti, TIP,, Arjani, Ni Luh dan Sudarta, Wayan, 2009. Gender dalam Perspektif Budaya Bali.
Denpasar: Swasta Nulus Badan Pusat Statistik. 2017. Denpasar Dalam Angka. Denpasar: Bappeda. Bachtiar, Harsja W. 1977. “Pengamatan sebagai suatu Metode
Penelitian” dalam Koentjaraningrat (ed.). Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia.
Bhasin, K. 1996. Menggugat Patriarkhi, Pengantar Tentang persoalan Dominasi Terhadap Kaum Perempuan (Nug Kantjasungkana, penterjemah). Yogyakarta:Bentang Budaya.
Budiman, Arief. 1985. Pembagian Kerja Secara Seksual, Sebuah Pembahasan Sosiologis tentang Peran Wanita di dalam Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia
Eja Yuarsi, Susi. 1997. ”Wanita dan Akar Kultural Ketimpangan Gender” dalam Irwan Abdullah (ed.). Sangkan Paran Gender. Jogyakarta: Pustaka Pelajar.
Fakih, Mansur. 1966. Menggeser Konsepsi Gender dan Transformasi Sosial. Jogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hafidz,Wardah. 1995. “Pola Relasi Gender dan Permasalahannya” paper disampaikan pada diskusi Gender Suatu Tinjauan Multidimensi. Yogyakarta. 29 April.
Handayani, Trisakti dan Sugiarti. 2002. Konsep dan Teknik Penelitian Gender. Surya Dharma (ed.). Malang: UMM Press.
Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan RI. 2005. “Panduan dan Bunga Rampai Pembelajaran Pengarusutamaan Gender”. Jakarta: KPP, BKKBN dan UNFPA.
Nugroho, Riant. 2008. Gender dan Strategi Pengarusutamaan Gender
di Indonesia. Jogjakarta: Pustaka Pelajar.
WALIKOTA DENPASAR
KEPUTUSAN WALIKOTA DENPASAR
NOMOR 188.45 / 481 / HK / 2018
TENTANG
PEMBENTUKAN FORUM DATA KOTA DENPASAR
WALIKOTA DENPASAR,
Menimbang
Mengingat
:
:
a. bahwa dalam siklus pembangunan daerah mutlak
menggunakan data baik kwantitatif maupun kwalitatif sebagai dasar penyusunan perencanaan program dan kegiatan;
b. bahwa dalam rangka mewujudkan hal sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, maka perlu dibentuk forum yang mengakomodir kebutuhan pentingnya data sebagai pijakan dalam perencanaan kebijakan, program dan kegiatan yang
renponsif gender;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Walikota tentang Pembentukan Forum Data Kota Denpasar;
1. Undang Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan
( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3372);
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1992 tentang Pembentukan
Kotamadya Daerah Tingkat II Denpasar ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 9, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3465 ); 3. Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3886);
Menetapkan
KESATU
:
:
4. Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587 ), sebagaimana diubah
beberapa kali, terakhir dengan Undang–Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5679);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana
telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun
2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 310);
7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008
tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2011
tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan
Pengarusutamaan Gender di Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 927);
8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun
2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 517); 9. Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 8 Tahun 2016 tentang
Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Kota Denpasar Tahun 2016, Tambahan Lembaran
Daerah Kota Denpasar Nomor 8);
10. Peraturan Walikota Denpasar Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pelimpahan Wewenang Penandatanganan Keputusan Walikota Kepada Kepala Perangkat Daerah (Berita Daerah Kota
Denpasar Tahun 2017 Nomor 7);
MEMUTUSKAN :
Membentuk Forum Data Kota Denpasar dengan susunan
keanggotaan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.
KEDUA
KETIGA
:
:
Tugas dan Fungsi Forum Data sebagaimana dimaksud pada Diktum Kesatu adalah sebagai berikut:
Tugas :
1. menyusun rencana kerja; 2. meningkatkan kerjasama lintas sektor ; 3. melakukan koordinasi dan sinkronisasi data yang dibutuhkan;
4. menjamin kesinambungan dan ketersediaan data yang bersumber dari berbagai sektor;
5. menjaga dan meningkatkan kwalitas data yang dihasilkan oleh setiap sektor;
6. melakukan review kegiatan forum data di tingkat Kota.
Fungsi :
1. sebagai forum komunikasi dan media dialog seluruh anggota forum;
2. merupakan jembatan untuk mengkoordinasikan dan menyamakan persepsi;
3. media diseminasi data dan informasi;
4. merupakan forum yang merekomendasikan dan memfasilitasi kebutuhan peningkatan kwalitas data.
an. Walikota Denpasar, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana
Kota Denpasar,
Ir. I Gusti Agung Laksmi Dharmayanti, M.Si
Pembina Utama Muda NIP. 1960505 198603 2 025
Tembusan disampaikan kepada : Yth. 1. Walikota Denpasar
2. Ketua DPRD Kota Denpasar 3. Kepala Bappeda Kota Denpasar 4. Inspektur Kota Denpasar
5. Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kota Denpasar 6. Kepala Bagian Hukum dan HAM Sekretariat Daerah Kota Denpasar
7. A r s i p.
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Denpasar Pada tanggal 1 Maret 2018
LAMPIRAN : KEPUTUSAN WALIKOTA DENPASAR TANGGAL : 1 MARET 2018
NOMOR : 188.45 / 481 / HK / 2018 TENTANG : PEMBENTUKAN FORUM DATA KOTA DENPASAR
SUSUNAN KEANGGOTAAN FORUM DATA KOTA DENPASAR
Penasehat : Walikota Denpasar
Pembina : 1. Sekretaris Daerah Kota Denpasar
2. Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretaris Daerah Kota Denpasar
Ketua :
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Kota Denpasar
Sekretaris
: Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Denpasar
Bendahara : Bendahara Pengeluaran Dinas Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Denpasar
Anggota
: 1. Kepala Perangkat Daerah di Lingkungan Pemerintah Kota Denpasar.
2. Kepala Kantor Kementrian Agama Kota Denpasar.
3. Kepala Kepolisian Resort Kota Denpasar.
4. Kepala Pengadilan Negeri Denpasar. 5. Kepala Kejaksaan Negeri Denpasar.
6. Ketua PHDI Kota Denpasar. 7. Ketua KPU Kota Denpasar.
8. Ketua Organisasi Sosial se- Kota Denpasar. 9. Ketua Organisasi Perempuan se - Kota
Denpasar.
10. Ketua Pelaksana Harian P2TP2A Kota Denpasar.
11. Ketua Forum Anak Kota Denpasar. 12. Ketua Majelis Madya Kota Denpasar.
13. Forum OSIS SMP dan SMA se-Kota Denpasar. 14. Camat se - Kota Denpasar. 15. Kepala Desa / Lurah se - Kota Denpasar.
16. Kepala Bidang Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak,
Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Denpasar
Staf Administrasi
:
Staf pada Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan
Keluarga Berencana Kota Denpasar sebanyak 11 (sebelas) orang
Ditetapkan di Denpasar pada tanggal 2018
an. Walikota Denpasar,
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian
Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Denpasar,
Ir. I Gusti Agung Laksmi Dharmayanti, M.Si Pembina Utama Muda
NIP. 1960505 198603 2 025
Ditetapkan di Denpasar
Pada tanggal 1 Maret 2018