Upload
trinhdiep
View
220
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
PENGALAMANPERAWAT DALAM PENANGANAN KERACUNAN
PESTISIDA DI RSUD KARANGANYAR
SKRIPSI
“Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan”
Oleh :
Hanim Rahmawati
NIM S11018
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul :
PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN KERACUNAN
PESTISIDA DI RSUD KARANGANYAR
Oleh :
Hanim Rahmawati
NIM. S11018
Telah dipertahankan di depan penguji pada tanggal 11 Agustus 2015 dan dinyatakan
telah memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Keperawatan
Pembimbing Pendamping,
Anissa Cindy Nurul Afni, S.Kep.,Ns.,M.Kep
NIK. 201188087
Pembimbing Utama,
Wahyuningsih Safitri, S.Kep.,Ns.,M.Kep
NIK. 200679022
Penguji,
Wahyu Rima Agustin, S.Kep.,Ns.,M.Kep
NIK.201279102
Surakarta, 11 Agustus 2015
Ketua Program Studi S-1 Keperawatan,
Wahyu Rima Agustin, S.Kep.,Ns.,M.Kep
NIK. 201279102
iii
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Hanim Rahmawati
Nim : S.11018
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar
akademik (sarjana), baik di STIKes Kusuma Husada Surakarta maupun
diperguruan tinggi lain.
2. Skripsi adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa
bantuan pihak lain,kecuali arahan Tim Pembimbing dan masukkan Tim
Penguji.
3. Dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau di
publikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan
sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan
dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat
penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh
karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku
diperguruan tinggi ini.
Surakarta, 28 Januari 2015
Yang membuat pernyataan
Hanim Rahmawati
NIM.S11018
iv
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas
rahmat dan karunia-Nya, akhirnya peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul “Pengalaman Perawat Dalam Penanganan Keracunan Pestisida Di Rumah
Sakit Daerah Karanganyar”. Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti banyak
mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada
kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada :
1. Dra. Agnes Sri Harti, M.Si selaku ketua STIKes Kusuma Husada
Surakarta.
2. Wahyu Rima Agustin, S.Kep.,Ns, M.Kep, selaku Penguji dan Ketua
program Studi S1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta.
3. Wahyuningsih Safitri, S.Kep.,Ns, M.Kep. selaku Pembimbing Utama
yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama proses pembuatan
proposal skripsi.
4. Anissa Cindy Nurul Afni, S.Kep.,Ns, M.Kep. selaku Pembimbing
Pendamping yang telah memberikan bimbingan, masukan dan saran dalam
proses penyusunan proposal skripsi.
5. Seluruh dosen dan staf akademik Program Studi S1 Keperawatan STIKes
Kusuma Husada Surakarta.
6. Direktur RSUD Karanganyar yang telah memberi izin agar institusinya
dijadikan tempat penelitian.
7. Perawat dan seluruh staf RSUD Karanganyar yang telah membantu dalam
proses penelitian ini.
v
8. Orang tua ku tercinta Bapak Suyamto, Ibu Samiyem dan keluarga besar
serta Kakak Dwi Ramlan Kurniawan, Romlah Setia Ningsih, kembar dan
ponakan tercinta peneliti, yang selalu tak henti – hentinya mendoakan dan
selalu memberikan motivasi serta dukungan terbesar kepada peneliti.
9. Sahabat tersayang, Laras Setio Anggraini, Suci Mustika Sari, Siti
Muyassaroh, Utari, yang selalu memberi motivasi, semangat selama ini.
10. Teman-teman angkatan 2011 / S11 tersayang, yang saling mendukung dan
membantu dalam proses pembuatan skripsi ini.
11. Adek – adek ku wiwin dan za’a yang selalu memberi semangat untuk
dapat menyelesaikan skripsi.
Semoga segala bantuan dan kebaikan, menjadi amal sholeh yang akan
mendapat balasan yang lebih baik dari Allah SWT.
Selanjutnya peneliti sangat mengharapkan masukan, saran dan kritik demi
perbaikan skripsi ini sehingga dapat digunakan untuk pengembangan ilmu dan
pelayanan keperawatan.
Surakarta, Januari 2015
Hanim Rahmawati
NIM.S11018
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
LEMBAR PERSEMBAHAN ........................................................................ ii
SURAT PERNYATAAN............................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................. iv
DAFTAR ISI ................................................................................................. vi
DAFTAR TABEL ......................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. ix
ABTRAK .......................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori ....................................................................... 6
2.1.1 Perawat ....................................................................... 6
2.1.2 Pengalaman ................................................................ 6
2.1.3 Pengetahuan ............................................................... 7
2.1.4 Perilaku ...................................................................... 10
2.1.5 Keracunan ................................................................. 13
2.2 Kerangka Teori ....................................................................... 21
2.3 Fokus Penelitian ..................................................................... 22
2.4 Keaslian Penelitian ................................................................. 22
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Dan Rancangan Penelitian ............................................ 24
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................ 24
3.3 Populasi dan Sampel .............................................................. 25
3.4 Instrumen dan Pengumpulan Data.......................................... 27
3.5 Analisa Data ........................................................................... 31
vii
3.6 Keabsahan Data ...................................................................... 32
3.7 Etika Penelitian ...................................................................... 33
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1. Karakteristik Partisipan ......................................................... 37
4.2. Hasil Penelitian ...................................................................... 38
BAB V PEMBAHASAN ........................................................................... 48
BAB VI PENUTUP
6.1. KESIMPULAN ...................................................................... 61
6.2. SARAN................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Judul Tabel Halaman
1.1 Keaslian Penelitian 22
ix
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar Keterangan
2.1 Kerangka Teori
2.2 Fokus Penelitian
x
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Lampiran Keterangan
1. F 01 Usulan Topik proposal
2. F 02 Pengajuan Persetujuan Judul
3. F 05 Lembar Oponent
4. F 06 Lembar Audience
5. Lembar Konsultasi
6. Surat Ijin Studi Pendahuluan
7. Surat Balasan Studi Pendahuluan
8. Data Demografi
9. Lembar Permohonan Menjadi Responden
10. Lembar Persetujuan Partisipan
11. Pedoman wawancara
12. Surat ijin Penelitian
13. Surat ijin kesbangpol
14. Surat ijin bappeda
15. Surat Balasan Ijin Penelitian
16. Hasil Transkrip
17. Analisa
18. Jadwal Peneliti
xi
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2015
Hanim Rahmawati
Pengalaman Perawat dalam Penanganan Keracunan Pestisida Di RSUD
Karanganyar.
Abstrak
Keracunan pestisida merupakan kondisi gawat darurat yang harus segera
ditangani.Keracunan dapat melalui kulit, udara, tertelan dan terhisap atau terhirup
melalui sistem pernafasan.Penanganan keracunan pestisida apabila tidak
dilakukan dengan cepat dan tepat dapat mengakibatkan kematian.Tujuan
penelitian untuk mengetahui pengalaman perawat dalam penanganan pestisida di
Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan desain
fenomenologismelalui pendekatan deskriptif fenomenologi.Sampel pada
penelitian iniyaitu sebanyak 3 partisipan dipilih menggunakan purposive
sampling.
Hasil penelitian yang dianalisa menggunakan metode collaizi diperoleh 9
tema yaitu 1) pengetahuan didapatkan tema (a) penyebab keracunan, (b)
mekanisme keracunan, (c) manifestasi klinik keracunan. 2)tindakan perawat
didapatkan tema (a) pengkajian, (b) penanganan keracunan. 3) alasan tindakan
diberikan didapatkan tema (a) menyelamatkan nyawa, (b) upaya pencegahan
penyebaran racun, 4) hambatan didapatkan tema (a) kurangnya pengetahuan
keluarga. 5) cara mengatasi hambatan didapatkan tema (a) pengetahuan tentang
tindakan, menunjukkan bahwa perawat harus lebih memprioritaskan tindakan
untuk keracunan pestisida dan lebih teliti dalam melakukan pengkajian agar dapat
melakukan rencana tindak lanjutnya perawat di RSUD Karangannyar .
Kesimpulan penelitian pengalaman perawat dalam penanganan pestisida di
Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar ialah mekanisme keracunan,
pengkajian, penanganan keracunan untuk mencegah penyebaran racun keseluruh
tubuh..
Kata Kunci : pengalaman, penanganan, keracunan pestisida.
Daftar Pustaka : 33 (2001-2014).
xii
BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE
KUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA
2015
Hanim Rahmawati
Nurse’s Experiences in Handling the Pesticide-Poisoned Patients at General
Hospital of Karanganyar
ABSTRACT
Pesticide poisoning is an emergency condition which must be solve
immediately. Toxication can happen through skin, air, digestive tracts, and
respiration. The management of pesticide poisoning must be appropriate and
quick as to prevent death. It can be done by giving crystalloid solution, anti-
muscarinic drug (atropine sulfate), gastric lavage with distilled water, antacids,
milk, iced water. The objective of this research is to investigate the nurse’s
experiences in handling the pesticide-poisoned patients at Local General Hospital
of Karanganyar.
This research used phenomenology qualitative method. This research used
purposive sampling technique to get samples which were consisted of 3
participants. The data were analyzed by using Colaizzi method.
The result of research shows that there were five themes, namely: (1)
knowledge i.e (a) toxication causes, (b) mechanism of toxication, and (c) clinical
manifestation of poisoning; (2) care intervention i.e. (a) assessment, and (b)
handling of toxication; (3) reason of intervention i.e (a) life saving and (b)
prevention of toxin’s spreading; (4) obstacles i.e. (a) lack of knowledge of family;
and 5) how to resolve the obstacles i.e. (a) knowledge of intervention, meaning
that the nurses had to put more priorities on the intervention to the pesticide
poisoned patients, and they had to be more accurate in the assessment as to be
able to conduct further interventions at Local General Hospital of Karanganyar.
Thus, the nurses’ experiences in handling the pesticide poisoned patients
at Local General Hospital of Karanganyar included mechanism, assessment,
toxication intervention to prevent toxin’s spreading to the entire body.
Keywords: experiences, treatment, pesticide poisoning.
References: 33 (2001-2014).
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Keracunan zat-zat kimia pada tubuh manusia dapat membahayakan
kesehatan. Keracunan zat kimia dapat merusak organ-organ didalam tubuh
meliputi: saluran pencernaan, saluran pernafasan, organ hati, organ ginjal. Karena
keracunan zat kimia akan merusak jaringan tubuh terpenting sehingga menggangu
atau menghentikan fungsinya. Beberapa jaringan tubuh yang rentan terhadap
keracunan diantaranya kulit, susunan syaraf, sumsum tulang, ginjal, hati, dan
organ pencernaan (Anggrawati & Riyadi, 2009).Pestisida merupakan zat, senyawa
kimia (zat pengatur tumbuh dan perangsang tumbuh), organisme renik, virus dan
zat lain-lain yang digunakan untuk melakukan perlindungan tanaman atau bagian
tanaman (Pedum Kajian Pestisida, 2012).
Dampak penggunaan pestisida sering ditemui keluhan antara lain muntah-
muntah, ludah terasa lebih banyak, mencret, gejala ini dianggap oleh petani
sebagai sakit biasa (Wudianto, 2008). Beberapa efek kronis akibat dari keracunan
pestisida adalah berat badan menurun, anorexia, anemia, tremor, sakit kepala,
pusing, gelisah, gangguan psikologis, sakit dada dan lekas marah.Pestisida
organofosfat yang masuk ke dalam tubuh manusia mempengaruhi fungsi syaraf
dengan jalan menghambat kerja enzim kholinesterase, suatu bahan kimia esensial
dalam menghantarkan impuls sepanjang serabut syaraf (Achmadi, 2005).
2
Penggunaan pestisida yang tidak terkendali akan berakibat pada kesehatan
petani itu sendiri dan lingkungan pada umumnya. Hingga tahun 2000 penelitian
terhadap para pekerja atau penduduk yang memiliki riwayat kontak pestisida,
banyak sekali dilakukan. Dari berbagai penelitian tersebut diperoleh gambaran
prevalensi keracunan tingkat sedang hingga berat disebabkan pekerjaan, yaitu
antara 8,5% sampai 50 % (Achmadi, 2005). World Health Organization (WHO)
memperkirakan setiap tahun terjadi 1 – 5 juta kasus keracunan pestisida pada
pekerja pertanian dengan tingkat kematian mencapai 220.000 korban jiwa.Sekitar
80 % keracunan pestisida dilaporkan terjadi di negara-negara berkembang
(Imelda, 2010).
Tahun 2006 di Kabupaten Magelang telah dilaksanakan pemeriksaan
aktifitas kholinesterase untuk mengetahuai keracunan pestisida pada petani
berlokasi di 7 Kecamatan dengan jumlah yang diperiksa sebanyak 550 orang
menunjukan keracunan sedang 72,73%. Pada tahun 2006 di Kecamatan Ngablak
telah dilaksanakan pemeriksaan aktifitas kholinesterase pada petani dengan
jumlah sampel yang diperiksa 50 orang menunjukan keracunan sedang 48%
akibat pestisida. Pada tahun 2008 hasil penelitian dengan jumlah sampel yang
diperiksa 68 orang menunjukkan kadar kholinesterase darah petani sayuran di
Desa Sumberejo yang mengalami keracunan sebesar 76,47% (Prihadi, 2008).
Bahan kimia dari kandungan pestisida dapat meracuni sel-sel tubuh atau
mempengaruhi organ tertentu yang mungkin berkaitan dengan sifat bahan kimia
atau berhubungan dengan tempat bahan kimia memasuki tubuh (Afriyanto,
2008).Penanganan keracunan pestisida yaitu perawatan resusitasi pasien dan
3
memberikan oksigen, antagonis muskarinik (biasanya atropin), cairan, dan
reactivatoracetylcholinesterase (sebuah oksim yang mengaktifkan kembali
acetylcholinesterase dengan penghilangan kelompok fosfat).Dekontaminasi atau
bilas lambung harus dipertimbangkan setelah diresusitasi dan stabil.Pasien harus
diobservasi terkait perubahan kebutuhan atropin, memburuknya fungsi pernafasan
karena sindrom menengah, dan fitur kolinergik berulang yang terjadi dengan
organofosfat yang larut dalam lemak (Michael et al, 2008).
Keracunan pestisida adalah kondisi gawat darurat yang harus segera
ditangani.Menurut Nurlaila dkk (2005) penatalaksanaan keracunan pestisida harus
sesuai dengan penatalaksanaan, jika tidak dilakukan dengan cepat dan tepat dapat
mengakibatkan kematian. Penanganan keracunan pestisida dengan memberikan
cairan kristaloid, antimuskarinik (atropine sulfat), bilas lambung dengan
aquadestilata, anatasida, susu, air es.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan di RSUD Karanganyar pada tahun
2013 jumlah keracunan zat kimia 45 orang, keracunan pestisida 56 orang.
Prevalensi dalam tiga bulan terakhir keracunan zat kimia 15 orang, keracunan
pestisida 25 orang. Berdasarkan hasil wawancara dengan 6 orang perawat yang
pernah menangani pasien dengan keracunan pestisida 4 diantaranya mengatakan
melakukan tindakan bilas lambung dengan Nacl 0,9 % dengan menggunakan spuit
10 cc sampai lambung bersih dari racun dan memasang O2 3iter/menit, 2
diantaranya mengatakan merangsang muntah dengan air putih dan susu.
Keracunan merupakan kegawatdaruratan yang harus ditangani dengan tepat,
karena dapat mengakibatkan kematian.
4
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti akan meneliti tentang bagaiman
“Pengalaman Perawat Dalam Penanganan Keracunan Pestisida Di Rumah Sakit
Daerah Karangananyar”
1.2. Rumusan Masalah
Keracunan zat-zat kimia pada tubuh manusia dapat membahayakan
kesehatan, terutama bila pertolongan pertama terlambat diberikan. Perawat
memiliki peranan penting saat pertama kali menanganipasien yang datang ke
IGD.Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana Pengalaman
Perawat Dalam Penanganan Keracunan Pestisidadi Rumah Sakit Umum Daerah
Karanganyar ?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengalaman perawat dalam penanganan
pestisida di Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengetahuan perawat tentang keracunan pestisida di
Rumah Sakit Umum Daerah Karangannyar.
2. Untuk mengetahui tindakan yang diberikan perawat dalam penanganan
keracunan pestisida di Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar.
3. Untuk mengetahui alasan tindakan yang diberikan perawatdi dalam
penanganan keracunan pestisidadi Rumah Sakit Umum Daerah
Karanganyar.
5
4. Untuk mengetahui hambatan penanganan keracunan pestisida di Rumah
Sakit Umum Daerah Karanganyar.
5. Untuk mengetahui cara mengatasi hambatan dalam penanganan
keracunan pestisida di Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat bagi rumah sakit
Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam meningkatkan
pelayanan di rumah sakit sehingga alat dan pelatihan untuk dapat
meningkatkan pengetahuan perawat tentang penanganan keracunan
pestisida sehingga pelayanan di rumah sakit.
1.4.2. Manfaat bagi institusi pendididkan
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan proses belajar
mengajar sehingga meningkatkan pengetahauan pelajar dalam penanganan
keracunan pestisida.
1.4.3. Manfaat bagi peneliti lain
Hasil penelitian ini berguna sebagai rujukan bagi penelitian lain
dan peneliti lain dapat meneliti faktor-faktor penyebab terjadinya
keracunan pestisida.
1.4.4. Manfaat bagi Peneliti
Menambah pengetahuan dan wawasan dalam penanganan
kegawatdaruratan keracunan pestisida.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Teori
2.1.1. Perawat
Undang-undang Kesehatan No 23, Tahun 1992 menyebutkan
bahwa perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan
kewenangan dalam melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu
yang dimiliki, yang diperoleh melalui pendidikan keperawatan
(Potter & Perry, 2005).
Perawat adalah orang yang dididik menjadi tenaga paramedis untuk
menyelenggarakan perawatan orang sakit atau secara khusus untuk
mendalami bidang perawatan tertentu.Keilmuan yang menjadi kemampuan
dasar seorang perawat terkait dengan bentuk pelayanan yang diberkati
seorang perawat yaitu terkait dengan aspek biospikosocialspiritual pasien
(Sudarma 2008).
2.1.2. Pengalaman
Pengalaman kata dasarnya ”alami” yang artinya mengalami,
melakoni, menempuh, menemui, mengarungi, menghadapi, menyeberangi,
menanggung, mendapat, menyelami, mengenyam, menikmati, dan
merasakan (Endarmoko, 2006). Pengalaman kerja merupakan masa kerja
atau pengalaman kerja adalah jangka waktu atau lamanya seseorang
bekerja pada suatu instansi, kantor atau sebagainya. Pengalaman
7
merupakan sumber pengetahuan (Alwi, 2001 : 717). Pengalaman kerja
adalah tingkat penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki
karyawan dalam bekerja yang dapat diukur dari masa kerja dan jenis
pekerjaan yang pernah dikerjakan karyawan selama periode
tertentu.pengalaman kerja didasarkan pada pengetahuan dan keterampilan
yang dimiliki karyawan (Robbins dan Timothy, 2008).
2.1.3. Pengetahuan
1. Pengertian Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2012) pengetahuan merupakan hasil
“tahu” dan ini terjadi setelah orang mengadakan penginderaan terhadap
suatu obyek. Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan,
dimana bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan
semakin luas pula pengetahuannya. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang (Ovent Behavior).
2. Tingkat Pengetahuan
Ada 6 tingkat pengetahuan seseorang menurut Notoatmodjo
(2012) yaitu :
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat memori yang telah ada
sebelumnya.
8
b. Memahami (Comprehention)
Memahami artinya suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat
menginterprestasikan secara benar.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi ataupun pada
kondisi riil (nyata).
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan
atau menyatakan materi atau suatu obyek kedalam komponen-
komponen tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut dan masih
ada kaitannya satu dengan yang lainnya .
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis adalah menunjukkan suatu kemampuan untuk
melaksanakan atau menghubungkan bagian-bagian dari keseluruhan
yang baru.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evalusi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu.
9
3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Faktor yang mempengaruhi pengetahuan antara lain :
a. Faktor Internal
Faktor internal dibagi menjadi 3, menurut Notoatmodjo
yaitu:
1) Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang
terhadap perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita
tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi
kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaanya.
Pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin
mudah menerima informasi.
2) Pekerjaan
Pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan
terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan
keluarganya. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan akan tetapi
lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang
membosankan, menyita waktu, berulang dan banyak tantangan.
3) Umur
Usia adalah umur individu yang terhitung saat lahir
sampai berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat
kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam
berfikir dan bekerja.
10
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal dibagi menjadi 2, menurut Notoatmodjo
yaitu:
1) Faktor Lingkungan
Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada
disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi
perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.
2) Sosial Budaya
Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat
mempengaruhi dari perilaku dalam menerima informasi.
2.1.4. Perilaku
1. Pengertian
Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri
yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan,
berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan
sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik
yang diamati langsung, maupun yang tidak langsung, maupun yang
tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2010). Perilaku
merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus/rangsangan
dari luar (Notoatmodjo, 2010).
Perilaku manusia terjadi melalui proses : Stimulus →
Organisme → Respon, sehingga teori oleh Skiner ini disebut teori “S-
11
O-R” (stimulus – organisme – respons). Selanjutnya teori ini
menjelaskan adanya dua jenis respons, yaitu :
a. Responden respon atau reflexive
Respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan
tertentu yang disebut eliciting stimulus, karena menimbulkan respon
- respon yang relatif tetap.
b. Operan respon atau instrumental respons
Respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh
stimulus atau forcing stimuli atau reinforcer, karena berfungsi untuk
memperkuat respon.
2. Klasifikasi Perilaku
Pengelompokkan perilaku manusia berdasarkan teori “S-O-R”
menjadi dua, yaitu :
a. Perilaku tertutup (convert behavior)
Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus
tersebut belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas.
Respon seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan,
persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang
bersangkutan.Bentuk “unobservable behavior” atau
“covert behavior” yang dapat diukur adalah pengetahuan dan sikap.
12
b. Perilaku terbuka (overt behavor)
Perilaku terbuka ini terjadi bila respon terhadap stimulus
tersebut sudah berupa tindakan atau praktik, sehingga dapat diamati
orang lain dari luar atau observable behavior
3. Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku
Menurut Green yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007), ada tiga
faktor yang merupakan penyebab perilaku yaitu :
a. faktor pendorong (predisposing)
Faktor-faktor predisposisi merupakan faktor yang
mempermudah terjadinya suatu perilaku seperti pengetahuan,
sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi dan lain-lain.
b. Faktor pendukung (enabling)
Faktor-faktor pemungkin nerupakan faktor-faktor yang
merupakan sarana dan prasarana untuk berlangsungya suatu
perilaku. Yang merupakan faktor pendukung misalnya lingkungan
fisik dan ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan setempat.
c. Faktor-faktor penguat (reinforcing)
Faktor-faktor penguat adalah faktor yang memperkuat
terjadinya suatu perilaku, Yang merupakan faktor penguat dalam
hal ini adalah sikap dan perilaku petugas kesehatan maupun
petugas yang lain dalam upaya mempromosikan perilaku
kesehatan.
13
4. Bentuk-bentuk Perubahan Perilaku
Menurut WHO yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007),
perubahan perilaku itu dikelompokkan menjadi tiga yaitu :
a. Perubahan alamiah
Sebagian perubahan alamiah disebabkan oleh perubahan
alam yang terjadi. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu
perubahan lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi, maka
anggota-anggota masyarakat di dalamnya juga akan mengalami
perubahan.
b. Perubahan terencana
Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan
sendiri oleh subjek
c. Kesediaan untuk berubah
Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program
pembangunan di dalam masyarakat, maka yang sering terjadi
adalah sebagian orang akan mengadopsi inovasi tersebut dengan
cepat dan sebagian mengadopsi secara lambat. Hal ini menegaskan
bahwa setiap orang di dalam suatu masyarakat mempunyai
kesediaan untuk berubah.
2.1.5. Keracunan
1. Pengertian
Racun adalah zat yang ketika tertelan dalam jumlah yang relatif
kecil menyebabkan cidera dari tubuh dengan adanya reaksi
14
kimia.Keracunan adalah masuknya suatu zat toksik kedalam tubuh
melalui sistem pencernaan baik kecelakaan maupun disengaja, yang
dapat mengganggu kesehatan bahkan dapat menimbulkan kematian.
Zat-zat yang dapat menimbulkan keracunan pencernaan dapat berupa
zat kimia (pestisida, baygon, alcohol, minyak tanah, bensin, botulisme,
intektisida, dll), makanan (jengkol, jamur, ikan,, dll), obat-obatan
(Krisanty, 2009). Sifat racun menurut Krisanty (2009) dapat dibagi
menjadi :
a. Korosif: asam basa kuat (asam klorida, asam sulfat, natrium
hidroksida).
b. Non korosif: makanan, obat-obatan.
2. Jenis-jenis keracunan
a. Keracunan makanan
Keracunan makanan adalah masuknya zat toxic (racun) dari
bahan yang kita makan kedalam tubuh baik dari saluran cerna, kulit,
inhalasi atau dengan cara lainnya yang menimbulkan tanda dan
gejala klinis. Gejala keracunan makanan yaitu sakit mendadak,
gejala tak sesuai dengan keadaan patologik tertentu, gejala
berkembang karna dosis besar, anamnese menunjukan keracunan.
Penatalaksanaan mengatasi penyebab terjadinya keracunan,
mengatasi efek yang ditimbul oleh racun (Hardisman, 2014).
15
b. Keracunan Botulisme
Botulisme adalah suatu bentuk keracunan yang spesifik,
akibat penyerapan toksin/racun yang dikeluarkan oleh kuman
clostridium botilinum. Toksin botulinum mempunyai efek yang
sangat spesifik, yaitu menghambat hantaran pada serabut saraf
kolinergik dan mengadakan sparing dengan serabut
adrenergic.Keracunan botulisme berasal dari makanan kaleng yang
sudah habis masa berlakunya. Gejala klinis, mual dan muntah, rasa
lemas dan pusing, rasa kering pada mulut dan tenggorokan, gejala
neurologis berupa gangguan penglihatan, disfagia, gangguan otot-
otot pernafasan. Penatalaksanaan menjaga jalan nafas, beri air garam
untuk reflek muntah, bilas lambung, beri susu dan air kelapa, dan
diberi antitoxin dari botulinum yang terdiri dari trivalent (A, B, C)
(Hardisman, 2014).
c. Keracunan insektisida
Insektisida digunakan untuk membasmi bermacam-macam
hama (tumbuhan maupun binatang) khususnya hama serangga yang
dijumpai dalam kehidupan manusia. Gejala klinis muncul dalam
waktu 2 jam setelah kontak, gejalanya antara lain nyeri kepala,
kekacauan mental, bronchokonstriksi, hipotensi, kejang dan
penurunan kesadaran. Penatalaksanaan cegah kontak selanjutnya
melepas pakaian, cuci kulit yang terkontaminasi, bilas lambung bila
racun tertelan, beri atropin, kontrol vital sign (Hardisman, 2014).
16
d. Keracunan minyak tanah
Minyak tanah (koresene) merupakan cairan jernih, tidak
berwarna, tidak larut dalam air, berbau, dan mudah terbakar
golongan petroleum terdistilasi hidrokarbon.Efek tosik minyak
tanah, kontak kulit (kering, dapat iritasi, menyebabkan rash),
absorbsi (jarang), kontak mata (iritasi, dapat menyebabkan
kerusakan permanen), inhalasi (iritasi, sakit kepala, pusing,
mengantuk, intoksikasi), ingesti (sakit kepala, pusing, mengantuk,
intoksikasi).Efek pada paparan kronis minyak tanah secara umum
kulit pecah-pecah, dermatitis, kerusakan hepar/kelenjar
adrenal/ginjal, dan abnormalitas eritrosit. Gejala yang timbul batuk,
tersedak, muntah,jumlah yang tertelan hanya sedikit. Sianosis
distress pernafasan, panas badan, dan batuk persisten.
Penatalaksanaan monitor sistem respirasi, inhalasi oksigen, jangan
muntahkan, nebulisasi dengan salbutamol, antibiotic, bilas lambung
(Hardisman, 2014).
e. Keracunan singkong
Keracunan singkong merupakan asam cyanide yang
terkandung didalamnya. Jenis singkong kadar asam cyanide berbeda-
beda. Tidak semua singkong beracun tergantung cara
pengolahannya. Gejala yang timbul yaitu, gangguan saluran
pencernaan seperti mual, muntah, dan diare.Sesak nafas, takikardi,
cyanosis dan hipotensi.Pusing, lemas, dan kesadaran menurun dari
17
apatis sampai koma, kejang dan syok. Penatalaksanaan reflek
muntah jika terdapat sisa makan dilambung, natrium thiosulfat 30%
(antidotum) sebanyak 10-30 ml secara intravena, sebelum diberi amil
nitrit secara inhalasi, bila timbul cyanosis diberi O2 (Hardisman,
2014).
f. Keracunan pestisida
Pestisida adalah subtansi yang digunakan untuk membunuh
atau mengendalikan berbagai hama (Sudarmono, 2007). Pestisida
dapat digolongkan menurut penggunaannya dan disubklasifikasi
menurut jenis bentuk kimianya.Golongan pestisida terdiri dari
organofosfat dan karbamat (Sudarmo, 2007).Keracunan pestisida
adalah kondisi gawat darurat yang harus segera ditangani.Menurut
Nurlaila dkk (2005) penatalaksanaan keracunan pestisida harus
sesuai dengan penatalaksanaan, jika tidak dilakukan dengan cepat
dan tepat dapat mengakibatkan kematian. Penanganan keracunan
pestisida dengan memberikan cairan kristaloid, antimuskarinik
(atropine sulfat), bilas lambung dengan aquadestilata, anatasida,
susu, air es.
1) Organofosfat
Pestisida yang termasuk ke dalam golongan organofosfat
antara lain seperti Azinophosmethyl, Chloryfos, Demeton Methyl,
Dichlorovos, Dimethoat, Disulfoton, Ethion, Palathion,
Malathion, Parathion, Diazinon, Chlorpyrifos (Sudarmo,
18
2007).Organofosfat adalah insektisida yang paling toksik di
antara jenis pestisida lainnya dan sering menyebabkan keracunan
pada manusia.Bila tertelan, meskipun hanya dalam jumlah sedikit,
dapat menyebabkan kematian pada manusia.Organofosfat
menghambat aksi pseudokholinesterase dalam plasma dan
kholinesterase dalam sel darah merah dan pada
sinapsisnya.Enzim tersebut secara normal
menghidrolisisacetylcholine menjadi asetat dan kholin.Pada saat
enzim dihambat, mengakibatkan jumlah acetylcholine meningkat
dan berikatan dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada
system saraf pusat dan perifer (Wudianto, 2008).
Gejala keracunan organofosfat sangat bervariasi.Setiap gejala
yang timbul sangat bergantung pada adanya stimulasi asetilkholin
persisten atau depresi yang diikuti oleh stimulasi saraf pusat
maupun perifer.Gejala awal seperti salivasi, lakrimasi, urinasi dan
diare terjadi pada keracunan organofosfat secara akut karena
terjadinya stimulasi reseptor muskarinik sehingga kandungan
asetil kholin dalam darah meningkat pada mata dan otot polos
(Sastroasmoro, 2002).
2) Karbamat
Insektisida karbamat berkembang setelah
organofosfat.Insektisida ini biasanya daya toksisitasnya rendah
terhadap mamalia dibandingkan dengan organofosfat, tetapi
19
sangat efektif untuk membunuh insekta.Pestisida golongan
karbamat ini menyebabkan karbamilasi dari enzim asetil
kholinesterase jaringan dan menimbulkan akumulasi asetil kholin
pada sambungan kholinergik neuroefektor dan padasambungan
acetal muscle myoneural dan dalam autonomic ganglion, racun
ini juga mengganggu sistem saraf pusat (Sudarmo, 2007).
Penanganan keracunan pestisida yaitu perawatan resusitasi
pasien dan memberikan oksigen, antagonis muskarinik (biasanya
atropin), cairan, dan reactivator acetylcholinesterase (sebuah
oksim yang mengaktifkan kembali acetylcholinesterase dengan
penghilangan kelompok fosfat). Dekontaminasi atau bilas
lambung harus dipertimbangkan setelah diresusitasi dan
stabil.Pasien harus diobservasi terkait perubahan kebutuhan
atropin, memburuknya fungsi pernafasan karena sindrom
menengah, dan fitur kolinergik berulang yang terjadi dengan
organofosfat yang larut dalam lemak (Michael et al, 2008).
Pengamanan pengelolaan pestisida adalah serangkaian
kegiatan yang ditujukan untuk mencegah dan menanggulangi
keracunan dan pencemaran pestisida terhadap manusia dan
lingkungannya. Perlengkapan pelindung pestisida terdiri dari
pelindung kepala (topi), pelindung mata (goggle), pelindung
pernapasan (repirator), pelindung badan (baju overall/apron),
pelindung tangan (glove), pelindung kaki (boot) (Irianto, 2007).
20
Persyaratan pembuangan dan pemusnahan limbah pestisida
adalah sebagai berikut :
1) Sampah pestisida sebelum dibuang harus
dirusak/dihancurkan terlebih dahulu sehingga tidak dapat
digunakan lagi.
2) Pembuangan sampah/limbah pestisida harus ditempat khusus
dan bukan di tempat pembuangan sampah umum.
3) Lokasi tempat pembuangan dan pemusnahan limbah pestisida
harus terletak pada jarak yang aman dari daerah pemukiman
dan badan air.
4) Pembuangan dan pemusnahan limbah pestisida harus
dilaksanakan melalui proses degradasi atau dekomposisi
biologis termal dan atau kimiawi (Wudianto, 2008).
3. Standar operasional penanganan keracunan pestisida :
a. Hentikan paparan dengan memindahkan korban dari sumber
paparan
b. Lepaskan pakaian korban
c. Bersihkan korban atau mandikan korban
d. Jika terjadi kesulitan pernafasan maka korban diberikan pernafasan
buatan
e. korban segera dibwa ke rumah sakit terdekat atau dokter terdekat
f. Berikan informasi kepada tenaga medih tentang pestisida serta
membawa labelnya (Raini, 2007).
21
2.2. Kerangka Teori
Gambar 2.1 kerangka teori
(Notoatmodjo, 2012, Michael et al, 2008)
Pengetahuan Tentang
Keracunan pestisida
Pengalaman Perawat Dalam
Penanganan Keracunan pestisida
Tindakan penanganan keracunan :
1. perawatan resusitasi pasien
2. memberikan oksigen,
3. antagonis muskarinik
(biasanya atropine),
4. cairan, reactivator
acetylcholinesterase,
5. dekomtaminasi atau bilas
lambung.
Jenis-jenis
keracunan :
a. Keracunan
makanan
b. Keracunan
botulisme
c. Keracunan
minyak
tanah
d. Keracunan
pestisida
Perilaku
Faktor yang mempengaruhi
prilaku:
1. Faktor Predisposisi
2. Faktor Pendukung
3. Faktor Pendorong
Faktor Yang
Mempengaruhi
pengetahuan:
a. Umur
b. Pendidikan
c. Pekerjaan
d. Lingkungan
e. Sosial
f. Budaya
22
2.3. Fokus Penelitian
2.4. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
N
o
Nama
Peneliti
Judul Metode Hasil
1 Michael
Eddleston
, Nick A
Buckley,
Peter
Eyer,
Endrew H
Dawson
Management Of
Acute
Organophosphoru
s Pesticide
Poisoning
Penelitian ini adalah
penelitian deskriptif
korelatif dengan
pendekatan cross
sectional
Hasil penelitian adalah
Penanganan
keracunan pestisida
yaitu perawatan
resusitasi pasien dan
memberikan oksigen,
antagonis muskarinik
(biasanya atropin),
cairan, dan reactivator
acetylcholinesterase
(sebuah oksim yang
mengaktifkan kembali
acetylcholinesterase
dengan penghilangan
kelompok fosfat).
Dukungan pernapasan
diberikan
seperlunya.Dekontami
nasi atau bilas
lambung harus
dipertimbangkan
hanya setelah pasien
telah sepenuhnya
Penanganan keracunan
pestisida
Hambatan dalam
penanganan
Cara mengatasi
hambatan
penanganan
Pengetahuan
tentang
keracunan
pestisida
Pengalaman
Gambar 2.2 Fokus Penelitian
23
diresusitasi dan
stabil.Pasien harus
hati-hati diamati
setelah stabilisasi
untuk perubahan
kebutuhan atropin,
memburuknya fungsi
pernafasan karena
sindrom menengah,
dan fitur kolinergik
berulang yang terjadi
dengan organofosfat
yang larut dalam
lemak
2 Nurlaila,
Imono
Argo
Donatus
Dan Edy
Meiyanto
Evaluasi
Penatalaksanaan
Terapi Keracunan
Pestisida Pasien
Rawat Inap Di
Rumah Sakit A
Yogyakarta Periode
Januari 2001
Sampai Dengan
Desember 2002
Penelitian ini
menggunakan
rancangan deskriptif
observasional.
Metode restropektif
Hasil dari penelitian
ini adalah
penatalaksanaan terapi
keracunan pestisida di
rumah sakit A dapat
dikatakan
mendapatkan
penatalaksanaan yang
relative cukup baik,
karena dapat sembuh
100%, walaupun
beberapa kasus
penatalaksanaannya
kurang tepat. Apabila
ditinjau dari
penatalaksanaan awal,
data laboratorium, dan
terapi antidotnya,
penatalaksanaan terapi
keracunan pestisida
masih perlu ditinjau
lagi.
24
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan deskriptif
fenomenologis.Saryono & Anggraeni (2010) penelitian kualitatif efektif
digunakan untuk memperoleh informasi yang spesifik mengenali nilai, opini,
perilaku dan konteks sosial menurut keterangan populasi.Studi fenomenologi
merupakan suatu pendekatan yang essensial terkait dengan pengalaman alamiah
manusia sepanjang hidupnya dan memberikan gambaran suatu fenomena yang
diteliti melalui hasil daya titik yang mendalam dari peneliti, diperoleh dari data-
data hasil wawancara, tulisan serta pengamatan suatu fenomena yang diteliti (Polit
& Beck, 2006).Cara fenomenologis menekankan pada berbagai aspek subyektif
dari perilaku manusia supaya dapat memahami tentang bagaimana dan apa makna
yang mereka bentuk dari berbagai peristiwa didalam kehidupan partisipan sehari
harinya (Sutopo, 2006). Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk
mengetahui pengalaman perawat penanganan keracunan pestisida di RS
Karanganyar.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
3.2.1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah
Karanganyar.
25
3.2.2. Waktu penelitian
Penelitian inidilakukan pada bulan April - Mei 2015 (jadwal
terlampir).
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi adalah subyek yang memenuhi kriteria yang
ditetapkan.Populasi merupakan keseluruhan subyek penelitian atau obyek
yang diteliti (Saryono dan Anggreni, 2010).Populasi dalam penelitian ini
yaitu 17 perawat yang bekerja diruang instalasi gawat darurat RSUD
Karanganyar.
3.3.2. Sampel
Sampel pada penelitian kualitatif adalah unit sampel yang dapat
berupa orang, suatu konsep atau program suatu prilaku atau budaya atau
suatu kasus yang dibatasi waktu atau sistem.Sampel pada penelitian ini
adalah partisipan yang memenuhi kriteria inklusi (batasan ciri atau
karakter umum pada subyek penelitian).Sampel dalam penelitian kualitatif
bukan dinamakan responden tetapi sebagai narasumber, atau pertisipan,
informan, teman dan guru dalam penelitian (Sugiyono, 2012).
26
1. Teknik pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel dilakukan menggunakan metode
purposive sampling (teknik sampel bertujuan) yaitu pengambilan
sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti
sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi
(Saryono dan Anggraeni, 2010).
2. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian dapat
mewakili dalam sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai
sampel (Notoatmjdo, 2010). Dalam penelitian ini kriteria inklusi sendiri
adalah:
a. Perawat di IGD RSUD Karanganyar pernah melakukan tindakan
penanganan keracunan pestisida.
b. Partisipan kooperatif dalam berdiskusi atau berkomunikasi
c. Masa jabatan 2 tahun atau lebih.
d. Bersedia menjadi partisipan.
Pengambilan sampel dihentikan oleh peneliti ketika semua
jawaban dari partisipan sudah mencapai saturasi. Jumlah sampel dalam
penelitian ini adalah 3 partisipan yang telah memenuhi kriteria peneliti.
Saturasi adalah ketika semua jawaban sudah dikatakan benar sama atau
jenuh (Sutopo, 2006).
27
3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data
3.4.1. Instrumen
Instrumen merupakan alat yang digunakan untuk melakukan
sesuatu sedangkan penelitian memiliki arti pemeriksaan, penyelidikan,
kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis dan penyajian data secar
sistematis dan objektif (Nursalam, 2008). Pada penelitian ini digunakan
dua instrumen yaitu instrumen inti dan alat bantu peneliti sebagai berikut:
1. Instrumen inti
Peneliti merupakan instrumen inti pada penelitian ini.Peneliti
sebagai instrumen inti berusaha untuk meningkatkan kemampuan diri
dalam melakukan wawancara.Usaha yang dilakukan berlatih
wawancara terlebih dahulu sebelum pengambilan data kepada
partisipan.Pada saat latihan wawancara peneliti berusaha responsif dan
mahir dalam berkomunikasi. Keterampilan wawancara kemudian terus
diperbaiki seiring dengan seringnya melakukan wawancara pada
partisipan berikutnya (Sugiyono, 2006).
2. Instrumen Penunjang
Intrumen penunjang dalam penelitian ini yaitu:
a. Data demografi
Data demografi meliputi: kode partisipan, usia, jenis kelamin,
pendidikan terakhir, pengalaman kerja di IGD, pelatihan yang
pernah diikuti.
28
b. Alat tulis meliputi
Alat tulis yang digunakan buku dan bolpoin.
c. Alat perekam
Alat perekam atausmartphone yang dilengkapi dengan
program voice recorder yang mempermudah peneliti membuat
transkrip wawancara. Program tersebut telah dilakukan uji coba
sebelumnya dan mampu merekam suara selama 30-60 menit. File
rekaman dapat disimpan dalam bentuk file MP3. Alat perekam diisi
daya penuh sebelum digunakan dan menggunakan fight mode on
agar tidak terganggu pada saat proses wawancara.
d. Pedoman wawancara
Pedoman wawancara terstruktur yang terdiri dari 10
pertanyaan mengenai keracunan pestisida sehingga mempermudah
peneliti dalam melakukan wawancara dengan partisipan.
e. Lembar catatan lapangan/observasi
Lembar catatan lapangan/observasi digunakan untuk
mengetahui tindakan yang dilakukan oleh perawat.
3.4.2. Prosedur pengumpulan data
1. Fase pra interaksi
Pengumpulan data dimulai setelah peneliti menyelesaikan ujian
proposal dan diperbolehkan melakukan pengambilan data dilapangan.
Peneliti mengurus surat ijin pengambilan data yang dikeluarkan oleh
29
Program studi S1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
kepada Direktur Badan Kesatuan Bangsa dan Politik. Pengurusan surat
ijin kebagian BAPPEDA, Dinkes dan direktur RSUD Karangannyar
untuk mendapatkan ijin penelitian dilakukan pada tanggal 26 Februari
2014 selama 2 minggu ijin yang diberikan oleh direktur rumah sakit
selanjutnya dipergunakan peneliti sebagai entery point pengambilan
data penelitian.
Partisipan yang memenuhi kriteria inklusi kemudian diberikan
penjelasan dan memberikan inform consent untuk menjadi partisipan
penelitian terkait (Sugiyono, 2012).
2. Fase pelaksanaan
a) Pra wawancara
Peneliti melakukan orientasi diruangan partisipan Instalasi Gawat
Darurat RSUD Karanganyar selanjutnya kontrak waktu dengan
partisipan selama ± 30 menit.
b) Wawancara mendalam
Sumber data yang sangat penting dalam penelitian kualitatif
adalah berupa manusia yang dalam posisi sebagai narasumber atau
partisipan. Informasi dari sumber dataii dikumpulkan dengan tekni
wawancara. Dalam penelitian kualitatif khususnya dilakukan dalam
bentuk yang disebut wawancara mendalam (in-depth interview)
yaitu wawancara yang dilakukan untuk menemukan permasalahan
secara lebih terbuka dimana partisipan yang diwawancara diminta
30
pendapat dan ide-idenya, peneliti mencatat apa yang dikemukakan
oleh partisipan (Sugiyono, 2013). Pedoman wawancara
pengalaman perawat 11 pertanyaan selama ± 30 menit di RSUD
Karanganyar.
Wawancara dihentikan oleh peneliti ketika semua jawaban
dari partisipan jenuh atau saturasi data (Sutopo, 2006). Wawancara
dilakukan pada 3 patisipan yang bersedia menjadi partisipan pada
penelitian ini. Sebelum melakukan wawancara pada 3 partisipan
kontrak waktu dan tempat terlebih dahulu untuk melakukan
wawancara, waktu dan tempat berbeda partisipan satu dengan yang
lain. Partisipan kemudian diberi inisial masing-masing dengan “P”.
P1 laki – laki pendidikan terakhir S1 berusia 54 tahun berkerja
selama 12 tahun pernah mengikuti pelatihan BTCLS dan PPGD
wawancara dilakukan pada tanggal 22 April 2015 waktu 11.15 –
11.45 WIB, P2 perempuan pendidikan terakhir D3 berusia 36
tahun berkerja selama 7 tahun pernah mengikuti pelatihan BTCLS
wawancara dilakukan diruang perawat tanggal 27 April 2015 waktu
10.00 – 10.30 WIB, P3 perempuan pendidikan terakhir D3 usia 32
tahun berkerja selama 5 tahun pernah mengikuti pelatihan BTCLS
wawancara pada tanggal 4 Mei 2015 waktu 10.25 – 11.30 WIB.
3. Fase Terminasi
Tahap terakhir dalam pengumpulan data dilakukan terminasi,
peneliti akan melakukan validasi terhadap data yang ditemukan kepada
31
partisipan. Peneliti memperlihatkan hasil transkrip wawancara dan
interpretasi peneliti kepada partisipan (Sugiyono, 2012). Semua
partisipan mengatakan bahwa apa yang ditulis peneliti telah sesuai
dengan apa yang dimaksud partisipan. Setelah semua data divalidasi
dan sesuai dengan apa yang dimaksud dengan partisiapan, maka
dilakukan terminasi dengan pemberian reward sebagai ucapan terima
kasih karena telah bersedia berpartisipasi dalam penelitian dan
menyampaikan bahwa proses penelitian telah selesai.
3.5. Analisa data
Analisa data dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif
fenomenologi dengan metode Colaizzi (Polit &Beck 2006), adapun langkah–
langkah analisa data adalah sebagai berikut :
1. Peneliti mendengarkan hasil rekaman dan membaca seluruh hasil penelitian
(transkrip) untuk memahami maksud dari setiap pernyataan partisipan.
2. Peneliti mengumpulkan gambaran fenomena partisipan. Membaca ulang dan
mendapatkan kata kunci.
3. Peneliti membaca semua protokol atau transkrip. Mencari arti atau makna dari
setiap kunci dari perasaan yang sesuai dari partisipan. Kemudian
mengidentifikasi pernyataan partisipan yang relevan. Serta membaca transkrip
secara berulang – ulang hingga ditemukan kata kunci dari pernyataan –
pernyataan.
4. Kemudian peneliti mencari makna dan dirumuskan kedalam tema.
32
a. Mengumpulkan kata-kata kunci yang memiliki makna yang sama kedalam
sebuah tema atau sub tema.
b. Mengelompokkam sub tema, yang sama kedalam suatu tema.
5. Peneliti mengintepretasikan tema yang didapat kedalam fenomena yang
diteliti.
6. Merumuskan gambaran hubungan antara tema dan sesuai dengan fenomena
yang diteliti.
7. Memvalidasi tema data yang diperoleh partisipan.
3.6.Keabsahan data
Keabsaan data menurut Afiyanti dan Rachmawati (2014) antara lain
sebagai berikut :
3.6.1. Credibility (validitas internal)
Merupakan ukuran tentang kebenaran data yang diperoleh dengan
instrumen, yakni apakah instrumen itu sungguh-sungguh mengukur
variabel yang sesungguhnya. Bila ternyata instrumen tidak mengukur apa
yang seharusnya diukur maka data yang diperoleh tidak sesuai dengan
kebenaran, sehingga hasil penelitiannya juga tidak dapat dipercaya, atau
dengan kata lain tidak memenuhi syarat validitas. Pada penelitian ini
kretibilitas dicapai dengan melakukan validasi kembali hasil wawancara
kepada partisipan.Peneliti memperlihatkan data dan interpretasi peneliti
yang telah ditulis dalam bentuk transkrip wawancara dan catatan lapangan
untuk dilihat dan dibaca partisipan apakah ada diantara ungkapan dan
33
pertanyaan yang tidak sesuai dengan maksud partisipan.Partisipan juga
diberi kesempatan untuk memberikan tambahan informasi untuk lebih
menyempurnakan dalam memberikan gambaran yang sebenarnya
dirasakan oleh partisipan.Peneliti juga berkonsultasi dengan pembimbing
dan penguji terkait dengan hasil pengumpulan data yang diperoleh.Prinsip
ini untuk mengetahui apakah kebenaran hasil penelitian kualitatif dapat
dipercaya dalam mengungkapkan kenyataan yang sesungguhnya
(kesesuaian antara konsep peneliti dan konsep partisipan).
3.6.2. Transferability (validitas eksternal)
Berkenaan dengan masalah generalisasi, yakni sampai dimanakah
generalisasi yang dirumuskan juga berlaku bagi kasus-kasus lain diluar
penelitian. Dalam penelitian kualitatif, peneliti tidak dapat menjamin
keberlakuan hasil peneliti pada subyek lain. Hal ini disebabkan karena
penelitian kualitatif tidak bertujuan untuk menggeneralisir, karena dalam
penelitian kualitatif tidak menggunakan sampling acak, atau senantiasa
bersifat purposive sampling.Penelitian melibatkan pembimbing dalam
penulisan dan pelaporan hasil agar mudah dipahami oleh pembaca, selain
itu peneliti membuat uraian yang teliti dan secermat mungkin sehingga
menghasilkan deskripsi yang padat dan dapat digunakan pada setting lain
dengan konsep dan karakteristik yang sama (Afiyanti dan Rachmawati,
2014).
34
3.6.3. Dependability (dependabilitas)
Merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana alat pengukur
dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Reliabilitas menunjukkan sejauh
mana hasil pengukuran tetap konsisten bila dilakukan ulang terhadap
gejala yang sama dengan alat pengukur yang sama. Untuk dapat mencapai
tingkat rebilitas dalam penelitian ini, maka dilakukan dengan teknik ulang
atau check recheck. Peneliti sebagai instrumen kunci dapat membuat
kesalahan dalam mengintreprestasikan data sehingga timbul ketidak
percayaan pada peneliti.Agar peneliti ini dapat dipertanggung jawabkan
secara ilmiah, peneliti melibatkan seseorang yang berkompeten
dibidangnya yaitu selalu melibatkan pembimbing dan penguji selama
penelitian, analisa data dan penulisan hasil penelitian untuk menjaga
dependabilitas hasil penelitian (Afiyanti dan Rachmawati, 2014).
3.6.4. Confirmability (konfirmabilitas)
Peneliti harus berusaha sedapat mungkin memperkecil faktor
subyektifitas. Penelitian akan dikatakan obyektif bila dibenarkan atau di
“confirm” oleh peneliti lain. Maka obyektifitas diidentikkan dengan
istilah “confirmability”.Aspek comfirmabiliti dipenuhi peneliti dengan
melakukan konfirmasi kembali terhadap hasil interprestasi kepada
partisipan dan pembimbing serta menginterprestasikan dengan catatan
lapangan dan hasil observasi (Afiyanti dan Rachmawati, 2014).
35
3.7.Etika penelitian
Dalam melakukan penelitian seorang peneliti harus menerapkan etika
penelitian (Hidayat, 2011).
3.1.1. Persetujuan Riset (informed concent)
Informed concent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti
dengan partisipan penelitian dengan memberikan lembar
persetujuan.Tujuannya agar partisipan mengerti maksud dan tujuan
penelitian, jika partisipan bersedia maka mereka harus menandatangani
lembar persetujuan dan jika partisipan tidak bersedia maka peneliti harus
menghormati hak partisipan.
3.1.2. Kerahasiaan (confidentiality)
Masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan hasil
penelitian, baik informasi maupun masalah lainnya, semua informasi yang
telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti hanya kelompok
data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.
3.1.3. Tanpa Nama (Anonimity)
Merahasiakan atau tidak mencantumkan nama responden pada
lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan
data atau penelitian yang akan disajikan. Kode yang digunakan adalah p1
untuk partisipan 1, p2 untuk partisipan 2, p3 untuk partisipan 3. Data yang
sudah didapat juga disimpan peneliti dalam bentuk ffile didalam CD
dengan nama folder yang hanya diketahui oleh peneliti.
36
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Dalam bab 4 ini dijelaskan mengenai hasil penelitian yang
didapatkan terkait pengalaman perawat dalam penanganan keracunan
pestisida di RSUD Karanganyar. Tema-tema yang didapatkan dari
penelitian ini diperoleh berdasarkan hasil dari wawancara yang dilakukan
pada 3 perawat yang pernah menangani keracunan pestisida. Tema yang
didapat meliputi 9 tema antara lain penyebab keracunan, mekanisme
keracunan, manifestasi keracunan, pengkajian, penanganan keracunan,
menyelamatkan nyawa, upaya pencegahan penyebaran racun, minimnya
pengetahuan keluarga dan pengetahuan tentang tindakan. Berikut uraian
dari diskripsi tempat penelitian dan serta hasil analisi tema yang muncul.
4.1.Karakteristik partisipan
Karakteristik ketiga partisipan yang bersedia dilakukan wawancara
antara lain sebagai berikut : partisipan satu (P1) adalah laki-laki berusia 5
tahun pendidikan S1 keperawatan dan lama berkerja dirumah sakit 12
tahun. Partisipan kedua (P2) perempuan usia 36 tahun pendidikan terakhir
D3 keperawatan dan sudah bekerja 7 tahun. Partisipan ketiga (P3)
perempuan usia 32 tahun pendidikan terakhir D3 keperawatan dan sudah
bekerja selama 5 tahun.
37
4.2.Hasil penelitian
Hasil dari pengalaman perawat dalam penanganan keracunan
pestisida di RSUD Karanganyar diperoleh dari hasil wawancara dari ketiga
partisipan dari perawat yang bekerja di IGD yang memiliki pengalaman
penanganan keracunan pestisida berdasarkan panduan wawancara
terstruktur yang telah dibuat sebelumnya. Wawancara dilakukan selama
kurang lebih 20-30 menit, waktu dan tempat diruang jaga perawat IGD
yang sudah disepakati oleh partisipan sebelumnya dan saat wawancara
dipilih tempat yang jauh dari keramaian supaya partisipan dapat
mengungkapkan jawaban yang diberikan oleh sipeneliti secara mendalam
dan terbuka mengenai pengalaman perawat dalam menangani keracunan
pestisida.
Penelitian ini menghasilkan 9 tema berdasarkan hasil analisis
tematik yang dilakukan. Analisis tema disusun mulai dari pencarian kata
kunci, pengelompokan kategori-kategori yang kemudian menjadi tema
yang sudah dihasilkan dari penelitian. Penelitian ini menemukan penyebab
keracunan, mekanisme keracunan, manifestasi klinik, pengkajian,
penanganan keracuanan, menyelamatkan nyawa, upaya pencegahan
penyebaran racun, minimnya pengetahuan keluarga dan pengetahuan
tentang tindakan. Berikut akan dijelaskan tema-tema yang ditemukan.
38
1. Tujuan khusus 1 : Untuk mengetahui pengetahuan perawat dalam
keracunan pestisida.
Mengetahui pengetahuan perawat dalam penanganan keracunan
pestisida didapatkan 3 tema yaitu penyebab keracunan, mekanisme
keracunan dan manifestasi klinikdari tema diatas didapatkan dari
analisa terhadap katagori-katagori yang didapat dari ungkapan
keseluruhan dari partisipan.Berikut penjelasan mengenai beberapa tema
tersebut :
a. Penyebab keracunan
Penyebab keracunan dikategorikan dalam dua kategori yaitu
zat toksik dan zat kimia. Penyebab keracunanan adalah zat toksik
dan zat kimia diungkapkan oleh tiga partisipan seperti berikut :
“keracunan adalah masuknya zat toksik...” (P1, P2)
“keracunan adalah masuknya zat kimia ...”( P3)
Pernyataan partisipan menggungkapkan bahwa pengertian
keracunan adalah zat toksik dan zat kimia yang tertelan dan
terhirup yang mengakibabtkan kematian pada pasien.
b. Mekanisme keracunan
Mekanisme keracunan dihasilkan dari beberapa katagori
yaitu masuknya ke dalam tubuh dan proses masuknya racun.
Mekanisme keracunan masuknya zat tosik ke dalam tubuh
melalui udara, terhirup dan tertelan untuk proses masuknya racun.
39
Diungkap oleh partisipan mengenai masuknya ke dalam tubuh
seperti berikut :
“…ya yang masuk kedalam tubuh mbak…”(P1, P2)
Pernyataan partisipan diatas menggungkapkan bahwa
keracuna pestisida masuknya zat toksik atau zat racun ke dalam
tubuh manusia sehingga pasien mengalami keracunan.
Berikut ungkapan dari partisipan mengenai proses masuknya
racun :
“…masuk melalui udara, tertelan dan terhirup..”
(P1, P2, P3)
“..dapat masuk melalui kulit…” (P3)
Partisipan mengatakan bahwa racun masuk ke dalam
tubuh dapat melalui udara, terhirup, tertelan dan melalui kulit
yang dapat membahayakan keselamatan pasien jika tidak segera
ditanggani.
c. Manfestasi klinik keracunan
Manifestasi klinik keracunan didapat dari katagori gejala
keracunan. Diungkapkan oleh partisipan mengenai gejala
keracunan :
“…ya biasanya pusing, sakit kepala, lemas,
lama kelamaan kebiruan dan sesak nafas mbak..”
(P1, P 2, P3)
“…biasanya pupil mengecil mbak …” (P2)
“..keringat dingin, produksi air liur yang asin
banyak dan mualmuntah….” (P3)
40
Pernyataan dari ketiga partisipan di atas mengungkapkan
bahwa keracunan adalah masuknya zat toksik ke dalam tubuh
melalui udara, terhirup, tertelan dan melalui kulit yang dapat
menyebabkan keracunan,
2. Tujuan khusus 2 Untuk mengetahui tindakan yang diberikan perawat
dalam penanganan keracunan pestisida.
Mengetahui tindakan yang diberikan perawat dalam penanganan
keracuan pestisida didapatkan hasil tema pengkajian dan penanganan
keracuanan.Pengkajian dikategorikan ke dalam kategori
sadar,anamnesa, dilihat, pemeriksaan TTV dan pemeriksaan
fisik.Penanganan keracunan kategori pertolongan perawat.
a. Pengkajian
Dikategorikan ke dalam kategori sadar, anamnesa, dilihat,
pemeriksaan TTV dan pemeriksaan fisik Katagori sadar
diungkapkan oleh partisipan sebagai berikut :
“..pasien dalam keadaan sadar mbak..” (P1)
Ungkapan partisipan diatas menunjukan bahwa pasien sadar
saat dilakukan pengkajian sehingga dapat mempermudah saat
melakukan pengkajian.
Katagorianamnesa, yang diungkapkan oleh 1 partisipan
sebagai berikut :
“... ditanya dulu dianamnesa..”(P1)
41
Ungkapan partisipan diatas menunjukan bahwa pasien
dalam keadaan sadar dapat ditanya dan dianamnesa saat pengkajian
untuk mengetahui jenis keracunan apa yang dialami oleh pasien
sehingga dapat menentukan tindakan yang akan dilakukan
selanjutnya.
Kategori dilihatjuga diungkapakan oleh 1 partisipan sebagai berikut
:
“...kitalihat dulu tandanya itu seperti apa…”(P3)
Ungkapan partisipan diatas menunjukan bahwa perawat
harus mengetahui terlebih dulu atau melihat tandanya keracunan
melalui apa saat melakukan pengkajian.
Kategori pemeriksaan TTV juga diungkapkan oleh 3
partisipan sebagai barikut :
“.ukur tekanan darah, ukur nadi, dan
pernafasanya.” (P1, P2, P3)
Ungkapan diatas menandakan bahwa pemeriksaan TTV
sangat penting saat pengkajian agar dapat menentukan tindakan
selanjutnya dan memprioritaskan kegawatan yang dialami oleh
pasien keracunan.
Kategori pemeriksaan fisik juga diungkapkan oleh 1
partisipan sebagai berikut :
“pengecilan pupil mata...”(P3)
42
Pernyataan dari partisipan di atas bahwa penanda keracunan
juga bisa dilihat dari mengecilnya pupil mata sehinnga dapat segera
mengetahui tindakan apa yang harus segera dilakukan.
b. Penanganan keracunan
Penanganan keracunan didapatkan dari kategori
pertolongan perawat ditentukan berdasarkan ungkapan oleh 3
partisipan sebagai berikut:
“…kita memberikan cairan cristaloid…”(P1,
P2, P3)
“...jika pasien jelek lakukan cuci lambung..”(P1,
P2)
“…kalau tertelan itu nanti kita pasang NGT
nantidibilas lambung…”(P3)
Pernyataan partisipan di atas mengungkapkan bahwa
perawat melakukan tindakan bilas lambung untuk mengeluarkan
racun dari dalam tubuh agar tidak menyebar keseluruh tubuh.
3. Tujuan khusus 3 : Untuk mengetahui alasan tindakan yang diberikan
perawat dalam penanganan keracunan pestisida.
Menengetahui alasan tindakan yang diberikan perawat dalam
penanganan keracunan pestisida diIGD didapat 2 tema yaitu
menyelamatkan nyawa dan upaya pencegahan penyebaran racun.tema
tersebut dibangun oleh beberapa katagori berikut :
43
a. Tema menyelamatkan nyawa
Menyelamatkan nyawa didapatkan dari katagori
menyelamatkan pasien diungkap oleh 3 partisipan sebagai berikut :
“..ya agar pasien dapat tertolong mbak...” (P1, P2)
“..untuk pasien yang sadar dirangsang muntah
untuk pasien tidak sadar dibuka jalan nafasnya”
(P3)
Pernyataan partisipan di atas adalah prioritas dalam
melakukan tindakan itu untuk menolong dan menyelamatkan
pasien sehingga perawat sesegera mungkin melakukan tindakan
merangsang muntah jika pasien sadar jika tidak sadar makan
dilakukan pembukaan jalan nafas guna menyelamatkan pasien.
b. Tema upaya pencegahan penyebaran racun
Upaya pencegahan penyebaran racun didapat dari katagori
racun tidak menyebar diungkap oleh 1 partisipan sebagai berikut :
“ agarracun tidak menyebar keseluruh tubuh” (P2)
Ungkapan di atas merupakan upaya pencegahan racun tidak
menyebar keseluruh tubuh dengan melakukan bilas lambung.
Katagori observasi diungkap oleh 1 partisipan sebagai berikut:
“…dikasih obat terus nanti diobservasi selama
beberapa jam…” (P3)
Pernyataan partisipan di atas bahwa untuk mengobservasi
pasien untuk memastikan bahwa racun yang ada di dalam tubuh
sudah keluar semua dan untuk memberika terapi selanjutnya.
44
4. Tujuan khusus 4 : Untuk mengetahui hambatan penanganan keracunan
pestisida.
Menengetahui hambatan perawat dalam penanganan keracunan
pestisida diIGD didapat 1 tema yaitu kurangnya pengetahuan
keluarga.tema tersebut dibangun oleh beberapa katagori berikut :
a. Tema kurangnya pengetahuan keluarga
Kurangnya pengetahuan keluarga didapat dari Katagori
minimnya pengetahuan keluarga diungkap oleh 2 partisipan
sebagai berikut :
“…kendala dari keluarga pasien yang belum tau
apa tindakan yang akan dilakukan..” (P2)
“…jadi kendalanya keluarga kadang menolak
tinadakan
karnatidak mengetahui…” (P3)
Pernyataan partisipan di atas bahwa terkadang keluarga
masih belum mengetahui tindakan yang dilakukan untuk
mengeluarkan racun sehingga dapat menghambat pertolongan yang
akan diberikan oleh perawat dan penolakan tindakan yang
dilakukan oleh keluarga karena takut jika nanti membahayakan
nyawa pasien.
45
5. Tujuan khusus 5 : untuk mengetahui cara mengatasi hambatan dalam
penanganan keracunan pestisida.
Menengetahui hambatan perawat dalam penanganan keracunan
pestisida diIGD didapat 1 tema yaitu pengetahuan tentang
tindakan.tema tersebut dibangun oleh beberapa katagori berikut :
a. Tema pengetahuan tentang tindakan
Pengetahuan tindakan didapat dari katagori memberikan
edukasi, memberikan informasi dan diberikan perawatan. Katagori
memberikan edukasi diungkap oleh 1 partisipan sebagai berikut:
“…kita beri edukasi atau memberikan
informasi tentang tindakan yang akan
diberikan…” (P2)
Ungkapan di atas merupakan upaya untuk mengatasi
hambatan tindakan yang akan dilakukan oleh perawat untuk
menolong pasien, sehingga harus memberikan edukasi kepada
keluarga agar dapat mengerti tindakan yang akan dilakukan
perawat itu untuk mengeluarkan racun dan tidah membahayakan
pasien.
Katagori diberikan perawatan diungkap oleh 1 partisipan
sebagai berikut:
“…jika tertelan sampai keserap sampai saluran
cerna terus harus diobservasi lebih lama
mungkinmembutuhkan perawatan…”(P3)
Ungkapan di atas merupakan upaya perawat agar keluarga
dapat mengerti tindakan yang akan dilakukan oleh perawat untuk
46
melakukan penanganan keracunan dan untuk mengatasi hambatan
penanganan keracunan.
47
BAB V
PEMBAHASAN
5.1.Pengetahuan Perawat Tentang Keracunan Pestisida
5.1.1 Penyebab keracunan
Hasil penelitian menyatakan bahwa penyebab keracunan
merupakan zat toksik atau zat kimia yang masuk kedalam tubuh
disengaja maupun tidak sengaja. Zat toksik ataupun zat kimia
merupakan senyawa dari pestisida, penguapan dan paparan pestisida
menyebabkan keracunan dan dampaknya bisa fatal sampai kematian.
Definisi keracunan merupakan masuknya suatu zat toksik ke
dalam tubuh melalui sistem pencernaan baik kecelakaan maupun
disengaja, yang dapat mengganggu kesehatan bahkan dapat
menimbulkan kematian. Zat-zat yang dapat menimbulkan keracunan
pencernaan dapat berupa zat kimia (pestisida, baygon, alcohol,
minyak tanah, bensin, botulisme, intektisida), makanan (jengkol,
jamur, ikan), obat-obatan (Krisanty, 2009). Menurut Donatus (2001)
keracunan pada manusia yang berdampak buruk terhadap kesehatan.
Manusia akan mengalami keracunan baik akut maupun kronis yang
berdampak pada kematian.
48
Pestisida adalah subtansi yang digunakan untuk membunuh
atau mengendalikan berbagai hama. Pestisida dapat digolongkan
menurut penggunaannya dan disubklasifikasi menurut jenis bentuk
kimianya. Golongan pestisida terdiri dari organofosfat dan karbamat.
Keracunan pestisida adalah kondisi gawat darurat yang harus segera
ditangani (Sudarmono, 2007).
Berdasarkan pernyataan dari hasil penelitian mengenai
penyebab keracunan yang diungkapkan oleh partisipan sesuai dengan
pernyataan yang telah ada pada teori yaitu mengungkapkan bahwa
penyebab keracunan adalah zat toksik atau zat kimia yang masuk
kedalam tubuh manusia sehingga menyebabkan keracunan. Hasil
penelitian lain definisi keracunan merupakan masuknya suatu zat
toksik ke dalam tubuh melalui sistem pencernaan baik kecelakaan
maupun disengaja, yang dapat mengganggu kesehatan bahkan dapat
menimbulkan kematian (Krisanty, 2009).
5.1.2 Mekanisme keracunan
Hasil penelitian menyatakan bahwa mekanisme keracunan
meliputi masuk ke dalam tubuh berupa zat toksik atau zat kimia
melalui kulit, udara, terhirup dan tertelan. Dalam kasus penelitian
perawat mengatakan bahwa mekanisme keracunan merupakan zat
toksik yang masuk melalui kulit, udara, terirup dan tertelan yang dapat
membahayakan pasien. Situasinya biasanya pada saat menyemprok
49
terlalu lama terpapar oleh zat pestisida tersebut sehingga
menyebabkan keracunan.
Mekanisme keracunan menurut penelitian Djojosumarto
(2006), Pestisida bisa masuk ke dalam tubuh manusia terutama
melalui 2 cara, yaitu kontaminasi lewat kulit pestisida yang menempel
di permukaan kulit bisa meresap masuk ke dalam tubuh dan
menimbulkan keracunan. Kejadian kontaminasi lewat kulit merupakan
kontaminasi yang paling sering terjadi, meskipun tidak seluruhnya
berakhir dengan keracunan akut. Lebih dari 90% kasus keracunan di
seluruh dunia disebabkan oleh kontaminasi lewat kulit. Mekanisme
keracunan yang lain adalah terhisap lewat hidung keracunan karena
partikel pestisida atau butiran semprot yang terhisap lewat hidung
merupakan kasus terbanyak kedua setelah kontaminasi kulit. Partikel
pestisida yang masuk ke dalam paru-paru bisa menimbulkan gangguan
fungsi paru-paru. Partikel pestisida yang menempel di selaput lendir
hidung dan kerongkongan akan masuk ke dalam tubuh lewat kulit
hidung dan mulut bagian dalam dan atau menimbulkan gangguan pada
selaput lendir itu sendiri (iritasi) (Djojosumarto, 2006).
Menurut Sartono (2001) dibedakan antara LD50 oral (lewat
mulut) dan LD50 dermal (lewat kulit). LD50 oral adalah potensi
kematian yang terjadi pada hewan uji jika senyawa kimia tersebut
termakan, sedangkan LD50 dermal adalah potensi kematian jika
hewan uji kontak langsung lewat kulit dengan racun tersebut.
50
Berdasarkan pernyataan dari hasil penelitian tentang
mekanisme keracunan sesuai dengan teori yang ada mekanisme racun
masuk kedalam tubuh melalui udara, terhirup, tertelan dan melalui
kulit baik disengaja maupun tidak sengaja.
5.1.3 Manifestasi klinik
Hasil penelitian mengatakan bahwa gejala keracunan adalah
pusing, mual muntah, keringat dingin, air liur banyak, kebiruan,
sessak nafas, pupil mata mengecil, lemas dan tidak sadar. Beberapa
partisipan menyatakan bahwa gejalanya itu mengeluarkan air liur
banyak dan keringat dingin. Kejadian ini dapat menyebabkan
dehidrasi karna banyak mengeluarkan cairan sehingga dapat
mengakibatkan kematian.
Gejala klinik baru akan timbul bila aktivitas kolinesterase 50%
dari normal atau lebih rendah. Akan tetapi gejala dan tanda keracunan
organofosfat juga tidak selamanya spesifik bahkan cenderung
menyerupai gejala penyakit biasa (Prihadi, 2007). Menurut Sartono
(2001) keracunan pada manusia yang berdampak buruk terhadap
kesehatan. Manusia akan mengalami keracunan baik akut maupun
kronis yang berdampak pada kematian.
Keracunan pestisida adalah bahwa gejala dan tanda keracunan
khususnya pestisida dari golongan organofosfat umumnya tidak
spesifik bahkan cenderung menyerupai gejala penyakit biasa seperti
51
pusing, mual, dan lemah sehingga oleh masyarakat dianggap sebagai
suatu penyakit yang tidak memerlukan terapi khusus (Prihadi, 2007).
Pada masyarakat yang terkena pestisida organofosfat, tanda
dan gejala keracunannya adalah timbulnya gerakan-gerakan otot
tertentu, pupil atau iris mata menyempit menyebabkan penglihatan
kabur, mata berair, mulut berbusa dan berair liur banyak, sakit kepala,
pusing, keringat banyak, detak jantung sangat cepat, mual, muntah-
muntah, kejang perut, mencret, sukar bernafas, otot tidak dapat
digerakkan atau lumpuh dan pingsan (Sartono, 2001).
Berdasarkan pernyatan dari hasil penelitian tentang manifestasi
klinik yang diungkapkan oleh partisipan sesuai dengan teori yang ada
yaitu mengungkapkan gejala keracunan pupil mengecil, sakit kepala,
pusing, air liur banyak, keringat dingin, lemas, sesak dan kebiruan.
5.2. Tindakan yang Diberikan Perawat dalam Penanganan Keracunan
Pestisida
5.2.1 Pengkajian
Hasil penelitian mengenai perawat dalam pengkajian keluhan
yang dialami pasien. Dari pernyataan partisipan pengkajian meliputi
anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan TTV. Hal ini sesuai
dengan penelitian Triyoga, dkk (2012) menyatakan bahwa pengkajian
pasien dengan keracunan antara lain adalah pengkajian data dasar
keracunan dapat menyerang semua hjenis kulit dan usia. Pengkajian
52
primer yaitu keluhan yang dialami pasien yaitu pusing, mual muntah,
keringat dingin, air liur banyak, dan sakit kepala. Pengkajian sekunder
didapatkan dari pemeriksaan pupil mata yang mengecil, sesak nafas,
tekanan darah, nadi dan pernafasan.
Pemeriksaan laboratorium sudah cukup memadai, walaupun
pemeriksaan spesifik yang sebaiknya dilakukan pada pasien
keracunan pestisida khususnya insektisida karbamat yaitu
pemeriksaan enzim kholinesterase hanya dilakukan pada 8,82%
pasien. Untuk di Indonesia hal seperti ini dapat terjadi karena ada
hubungannya dengan faktor biaya (Nurlaila, 2005). Initial assesment
adalah proses evaluasi secara cepat pada penderita gawat darurat yang
langsung diikuti dengan tindakkan resusitasi (Suryono dkk, 2008 ).
Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secara
keseluruhan atau hanya bagian tertentu yang dianggap perlu, untuk
memperoleh data yang sistematif dan komprehensif,
memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah dan
merencanakan tindakan keperawatan yang tepat bagi klien. (Lynn ,
2008). Berdasarkan pernyataan dari partisipan hasil penelitian dengan
teori sama saat melakukan pengkajian pada pasien keracunan yaitu
dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan TTV dan anamnesa.
53
5.2.2 Penanganan keracunan
Hasil penelitian menyatakan bahwa penanganan keracunan
meliputi pertolongan perawat. Dari hasil penelitian saat menolong
keracunan adalah memberikan cairan christaloid atau merangsang
muntah dan pengalaman perawat dalam penanganan pasien keracunan
merangsang muntah atau memberikan terapi obat muskarinik.
Pertolongan pertama merupakan pemberian pertolongan segera
kepada penderita sakit atau kecelakaan yang memerlukan pertolongan
medis dasar (Ade, 2011).
Penanganan keracunan pestisida yaitu perawatan resusitasi
pasien dan memberikan oksigen, antagonis muskarinik (biasanya
atropin), cairan, dan reactivator acetylcholinesterase (sebuah oksim
yang mengaktifkan kembali acetylcholinesterase dengan
penghilangan kelompok fosfat). Dekontaminasi atau bilas lambung
harus dipertimbangkan setelah diresusitasi dan stabil.Pasien harus
diobservasi terkait perubahan kebutuhan atropin, memburuknya
fungsi pernafasan karena sindrom menengah, dan fitur kolinergik
berulang yang terjadi dengan organofosfat yang larut dalam lemak
(Michael et al, 2008).
Penatalaksanaan menjaga jalan nafas, beri air garam untuk
reflek muntah, bilas lambung, beri susu dan air kelapa, dan diberi
antitoxin dari botulinum yang terdiri dari trivalent (A, B, C)
(Hardisman, 2014). Perawatan awal yang dilakukan terhadap pasien
54
keracunan pestisida di rumah sakit A secara umum sudah mengikuti
pedoman penatalaksanaan terapi keracunan pestisida. Cairan kristaloid
diberikan pada semua pasien keracunan, bahkan ada yang
mendapatkan lebih dari satu macam. Hal seperti ini sebetulnya tidak
perlu terjadi, tetapi kadang-kadang memang diperlukan kalau
pemberian yang pertama ternyata kurang tepat, maka harus ditambah
atau diganti (Nurlaila, 2005).
Obat anti muskarinik juga diberikan pada 26 orang pasien
(76,47 %) keracunan propoksur. Bilas lambung dilakukan pada 30
orang pasien (88,23%), 25 pasien dengan aquadestilata, 1 orang
ditambah antasida 50 ml, 1 orang dengan susu, 1 orang dengan larutan
fisiologis dan 3 orang dengan air es. Sama halnya dengan tindakan
awal yang dilakukan, pemeriksaan laboratorium secara umum juga
sudah sesuai dengan pedoman penatalaksanaan terapi. Pemeriksaan
laboratorium sudah cukup memadai, walaupun pemeriksaan spesifik
yang sebaiknya dilakukan pada pasien keracunan pestisida khususnya
insektisida karbamat yaitu pemeriksaan enzim kholinesterase hanya
dilakukan pada 8,82% pasien. Untuk di Indonesia hal seperti ini dapat
terjadi karena ada hubungannya dengan faktor biaya (Nurlaila, 2005).
Berdasarkan pernyataan dari partisipan hasil penelitian dengan
teori sama saat menangani pasien dengan keracunan yaitu
memberikan cairan cristaloid untuk mencegah dehidrasi dan
memberikan terapi obat anti muskarinik.
55
5.3. Alasan Tindakan yang Diberikan Perawat dalam Penanganan
Keracunan Pestisida
5.3.1 Menyelamatkan nyawa
Hasil penelitian menunjukan bahwa perawat menolong nyawa
pasien dengan melakukan tindakan pemberian cairan, pembebasan
jalan nafas jika pasien tidak sadar dengan mengunakan teknik triase
untuk mempertahankan jalan nafas. Dari hasil penelitian saat
menolong pasien harus mengetahui penyebab keracunan dan proses
masuknya racun untuk menentukan tindakan yang akan dilakukan
agar pasien dapat tertolong.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia menyelamatkan
adalah pertolongan yang bertujuan untuk menyelamatkan dalam
penanganan medis (KBBI, 2005). Pertolongan merupakan pemberian
pertolongan segera pada kecelakaan yang memerlukan pertolongan
medis (Ade, 2011).
Kasus penelitian menunjukan bahwa perawat mengutamakan
keselamatan pasien atau menolong nyawa pasien, perawat mengatakan
bahwa saat melakukan tindakan tujuannya untuk menolong pasien.
56
5.3.2 Upaya pencegahan penyebaran racun
Hasil penelitian mengatakan bahwa untuk mencegah racun
menyebar keseluruh tubuh adalah bilas lambung, tapi bilas lambung
tidak dibolehkan jika racun sudah tertelam lama. Pemberian terapi
obat anti muskarinik dapat dijadikan penanganan untuk mencegah
terjadinya penyebaran racun. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Hardianti (2008) bahwa pencegahan penyebaran racun dapat dicegah
dengan pemberian terapi obat anti muskarinik, keracunan yang
tertelan tidak disarankan untuk bilas lambung jika tertelan lebih dari
waktu menelan zat pestisida tersebut karna dapat membehayakan
keselamatan pasien, bilas lambung dilakukan jika zat toksik baru
tertelan atau bisa juga merangsang muntah agar racun keluar dari
dalam tubuh. Pemberian obat juga bisa menjadi terapi utama untuk
pencegahan penyebaran racun (Hardianti, 2008).
5.4. Hambatan dalam Penanganan Keracunan Pestisida
5.4.1 Kurangnya pengetahuan keluarga
Hasil penelitian menunjukan bahwa pengetahuan keluarga
kurang atau minimnya pengetahuan keluarga sehingga menghambat
dalam penanganan pasien. Partisipan mengatakan bahwa kendala dari
keluarga yang belum tahu apa tindakan yang akan dilakukan dan
kadang menolak untuk dilakukan tindakan.
57
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting bagi
terbentuknya suatu tindakan atau perilaku yang menguntungkan bagi
seseorang, khususnya dalam pengambilan keputusan pengobatan.
Pengetahuan pada manusia bertujuan untuk dapat menjawab masalah
kehidupan manusia, pengetahuan diibaratkan sebagai suatu alat yang
dipakai manusia dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapi.
Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental secara langsung
atau tidak langsung turut memperkaya kehidupan kita. Setiap
pengetahuan mempunyai ciri-ciri yang spesifik mengenai apa
(ontologi), bagaimana (epistologi), dan untuk siapa (aksiologi) (desnia
dkk, 2011). Hasil penelitin ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Rosita (2003) menunjukkan adanya hubungan yang
bermakna antara pengetahuan dengan pengambilan keputusan
pengobatan.
Berdasarkan pernyataan dari hasil penelitian tentang
kurangnya pengetahuan keluarga penelitian yang ada minimnya
pengetahuan keluarga karena kurangnya pendidikan kesehatan pada
masyarakat. Kejadian penolakan tindakan karena tidak mengetahui
tindakan yang diberikan.
58
5.5. Cara mengatasi hambatan dalam penanganan keracunan pestisida.
5.5.1 Pengetahuan tentang tindakan
Hasil penelitian menunjukan bahwa keluarga belum
mengetahui tindakan yang akan dilakukan dan takut membahayakan
pasien. Sehingga perawat harus memberikan edukasi atau pemberian
informasi terlebih dahulu untuk melakukan tindakan.
Pengetahuan ialah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi
setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu : indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
(Notoadmodjo, 2003). Pengetahuan adalah segala sesuatu yang
diketahui, segala sesuatu yang diketahui berkenaan dengan hal (mata
pelajaran) (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002).
Berdasarkan hasil penelitian Yuantari dkk (2013) bahwa
pengetahuan petani masih kurang baik karena masih banyak
pengetahuan petani yang menganggap boleh mencampur beberapa
macam pestisida tanpa membaca bahan aktif dan label yang terdapat
dikemasan. Meningkatnya pengetahuan petani setelah diberi
pendidikan kesehatan dan sebagian besar tingkat pengetahuan petani
dalam menggunakan alat pelindung diri sudah “tahu” apa yang harus
digunakan dilahan petani (Salameh, et al, 2003; Oluwole, 2009)
59
Kasus penelitian yang dilakukan menunjukan pengetahuan
tentang tindakan yang akan diberikan kepada keluarga untuk
meningkatkan pengetahuan keluarga bahwa tindakan tersebut sangat
dibutuhkan oleh pasien, jika tidak makan pasien tidak dapat tertolong.
60
BAB VI
PENUTUP
6.1.Kesimpulan
Berdasarkan analisa dari kata kunci yang telah didapat 9 tema sesuai dengan
tujuan dalam penelitian ini. Maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
6.1.1 Pengetahuan perawat tentang penanganan keracunan meliputi
penyebab keracunan, mekanisme keracunan dan manifestasi klinis.
6.1.2 Tindakan perawat yang diberikan dalam penanganan keracunan
meliputi pengkajian dan penanganan keracunan.
6.1.3 Alasan perawat memberikan tindakan penanganan keracunan meliputi
menyelamatkan nyawa dan upaya pencegahan penyebaran racun.
6.1.4 Hambatan perawat dalam penanganan keracunan pestisida meliputi
kurangnya pengetahuan keluarga karena keluarga tidak mengetahui
tindakan yang akan diberikan oleh perawat.
6.1.5 Cara mengatasi hambatan dalam penanganan keracunan pestisida
pengetahuan tentang tindakan. Pemberian edukasi atau informasi
tentang tindakan – tindakan yang akan dilakukan oleh perawat.
61
6.2.Saran
6.2.1 Bagi rumah sakit
Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam memberikan
informasi ke rumah sakit tentang hasil penelitian sehingga
managemen rumah sakit akan mengadakan program pelatihan
kegawatdaruratan untuk dapat meningkatkan pengetahuan perawat
tentang penanganan keracunan pestisida sehingga pelayanan di rumah
sakit.
6.2.2 Bagi institusi pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan proses belajar
mengajar sehingga meningkatkan pengetahauan mahasiswa/mahasiswi
dalam penanganan keracunan pestisida.
6.2.3 Bagi penelitian lain
Hasil penelitian ini berguna sebagai rujukan bagi penelitian
lain dan peneliti lain dapat meneliti tindakan atau penanganan
keracunan pestisida yang lebih signifikan.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad R. (2004). Kimia Lingkungan. Yogyakarta : Andi.
Achmadi, UF. (2005). Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah.Jakarta : Kompas.
Alwi, Syafaruddin. (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia Strategi
Keunggulan Kompetitif, BPFE, Yogyakarta.
Bickley, Lynn S.(2008). Buku Saku Pemeriksaan Fisik Dan Riwayat Kesehatan
Bates. Jakarta. ECG.
Desni dkk. (2011), Hubungan Pengetahuan, Sikap, Perilaku Kepala Keluarga
Dengan Pengambilan Keputusan Pengobatan Tradisional Di Desa
Rambah Tengah Hilir Kecamatan Rambah Kabupaten Rokan Hulu, Riau.
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta.
Djojosumarto, P. (2008) Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian.Yogyakarta :
Kanisius.
Donatus I.A. 2001, Toksikologi Dasar, Laboratorium Farmakologi dan
Toksikologi, Fakultas Farmasi, UGM, Yogyakarta, 193 - 196.
Guy’s and St Thomas’ Hospital Trust. (2010) .Keracunan parakuat; pedoman
praktis untuk diagnosis, pertolongan pertama dan perawatan di rumah
sakit. London: Syngenta.
Hardianti.(2008). Keperawatan Gawat Darurat. Jurnal Kesehatan. http://www.
Gawat Darurat.com/index.
Hardisman.( 2014). Gawat Darurat Medis Praktis Pustaka Baru. Yogyakarta.
Hidayat, A, A. (2007).Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisis Data,
Jakarta : Salemba Medika.
Indira A. Hundekari et al. (2012). Acute Poisoning with Organophosphorus
Pesticide: patients Admitted to A Hospital in Bijapur, Karnataka. Journal
of Krishna Institute of Medical Sciences University.
Iserson.Kenneth V. (2005).Ethical Considerations in Emergency Care.Israeli
Journal of Emergency.
Krisanty P, dkk. ( 2009). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat, Jakarta : Trans
Info Media.
MG Catur Yuantari, Budi Widiarnako, Henna Rya Sunoko. (2013). Tingkat
Pengetahuan Petani Dalam Menggunakan Pestisida: Studi Kasus di Desa
Curut Kecamatan Penawangan Kabupaten Grobokan. Universitas
Diponegoro. Semarang .
Michael eddleston et al. (2008).Management of Acute Organophosphorus
Pesticide Poisoning.Journal management nursing vol 371.
Musliha, (2010).Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta : Nuha Medika.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Promosi Kesehatan : Teori dan Aplikasi (Edisi
Revisi 2010), Jakarta : Rineka Cipta.
Nurlaila dkk, (2005).Evaluasi Penatalaksanaan Terapi Keracunan Pestisida
Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit A Yogyakarta Periode Januari 2001
Sampai Dengan Desember 2002.Majalah Farmasi Indonesia, 16 (3).
Oluwole, Oluwafemi, Cheke, Robert a, (2009).Health And Enviromental Impact
Of Pesticide Use Practices: A Case Study Of Farmers In Ekiti State.
Nigeria. International Journal Of Agricultural Sustainability Volume.7 ,
No. 3; pp 153-163.
Potter, PA & Perry, Ag.(2005). Fundamentalof Nursing concept, Processand
Practice, 4thedition, Mosby Company, StLouis.
Prihadi. (2008) Faktor-faktor Yang Berhubungan dengan Efek Kronis Keracunan
Pestisida Organofosfat Pada Petani Sayuran di Kecamatan Ngablak
Kabupaten Magelang, PPs Universitas Diponegoro, Semarang
Raini, M. (2007).Toksikologi Pestisida Dan Penanganan Akibat Keracunan
Pestisida, Media Litbang Kesehatan Volume XVII Nomor 3.
Robbins, Stephen P. dan Timothy A. Judge. (2008). Perilaku Organisasi Edisi
(12 ed). Jakarta : Salemba Empat.
Salameh Pascale R. Isabelle Baldi, Patrick Brochard, and Bernadette Abi Saleh,
(2004).Pesticide in libanon: a knowledge, attitude, and practice study,
Environmental Research 94,1-6, available online at www.sciencediret.com
Sartono. (2001). Racun dan Keracunan. Widya Medika. Jakarta.
Saryono & Anggraeni. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif Dalam Bidang
Kesehatan, Yogyakarta: Nuha Medika.
Sastroasmoro, S. (2002).Dasar–dasar Metodologi Klinis, CV. Jakarta : Sugeng
Seto.
Sudarma, Momon. (2008). Sosiologi Untuk Kesehatan,Jakarta : Salemba Medika.
Sudarmo S. (2007). Pestisida.Yogyakarta : Kanisius.
Sutopo.(2006). Metodologi Dasar Teoridan Terapannya Dalam Penelitian,
Universitas Negeri Sebelas Maret, Surakarta.
Wentzel, D., Brysiewicz, P. (2014). The consequence of caring too much:
compassion fatigue and the trauma nurse. Journal of emergency nursing
Wudianto R. (2008). Petunjuk Penggunaan Pestisida. Jakarta : Swadaya