81
KONSEP T ÂGHÛT DALAM AL-QURAN (Sebuah Analisis Makna T âghût Dalam al-Quran Serta Korelasinya Terhadap Berbagai Penyimpangan Akidah Dalam Realitas Sosial) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Persyaratan Memperoleh Gelar SarjanaTeologi Islam (S. Th. I) Oleh : Andriansyah 1040 3400 1158 PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432H/2010 M

program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

KONSEP TÂGHÛT DALAM AL-QURAN

(Sebuah Analisis Makna Tâghût Dalam al-Quran Serta Korelasinya Terhadap Berbagai Penyimpangan Akidah Dalam Realitas Sosial)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Persyaratan Memperoleh

Gelar SarjanaTeologi Islam (S. Th. I)

Oleh :

Andriansyah 1040 3400 1158

PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432H/2010 M

Page 2: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

KONSEP TÂGHÛT DALAM AL-QURAN

Sebuah Analisis Makna Tâghût Dalam al-Quran Serta Korelasinya Terhadap Berbagai Penyimpangan Akidah Dalam

Realitas Sosial

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Persyaratan Memperoleh Gelar

SarjanaTeologi Islam (S. Th. I)

Oleh :

Andriansyah

NIM: 1040 3400 1158

Dibawah Bimbingan:

Dr. Ahsin Sakho, MA. NIP. 1956 0221 199603 1001

PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432H/2010 M

Page 3: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

i

KATA PENGANTAR

بسم اهللا الرحمن الرحیم

Segala puji dan syukur kepada Allah swt. yang senantiasa melimpahkan

rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada penyusun sehingga hanya karena limpahan

nikmat-nikmat itu penyusun dapat menyelesaikan skripsi ini, meskipun dengan

tertatih-tatih dan sangat sederhana. Salawat dan salam kami persembahkan kepada

junjungan Nabi Muhammad saw yang membawa umatnya dari alam kegelapan

karena kebodohan kepada alam yang terang benderang karena bertaburan ilmu

pengetahuan.

Selanjutnya, sehubungan dengan telah selesainya penyusunan skripsi ini kami

mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu,

penulis banyak berhutang jasa kepada berbagai pihak yang begitu tulus membantu,

baik berupa motivasi, saran, kritik, gagasan, finansial, dan tenaga kepada penulis

pada masa kuliah dan penyelesaian skripsi ini. Kepada mereka, penulis mengucapkan

rasa terima kasih yang mendalam.

Oleh karena itu, tiada kata seindah doa dan ucapan terima kasih penulis

sampaikan teruntuk:

1. Kepada Prof. Dr.Zainul Kamaluddin. F., MA Dekan Fakultas Ushuluddin.

Page 4: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

ii

2. Dr.Bustamin, M.Si. Ketua Jurusan dan Muslim, S.Th.I Sekertaris Jurusan

Tafsir Hadis, yang telah memberi saran dan informasi akademik serta yang

telah memfasilitasi penulis hingga skripsi ini dapat diselesaikan.

3. Dr. Ahsin Sakho, MA Pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan

saran dan kritik. Terima kasih yang sebesar-besarnya atas bimbingan dan

saran-sarannya yang dengan penuh kesabaran dan di tengah padatnya agenda

kegiatan, beliau masih sempat menyisakan waktu untuk membimbing penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Seluruh Staf Pengajar Fakultas Ushuludddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang telah membimbing dan memberikan ilmunya kepada penulis.

5. Segenap petugas Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ushuluddin.

Terima kasih atas segala bantuannya yang memfasilitasi penulis dalam

mencari data-data, baik dalam tugas akademik keseharian terlebih saat

penyelesaian skripsi ini.

6. Rasa Ta’zim dan terima kasih yang mendalam Kepada kedua orang tua

Ayahanda Dirham Syah dan Ibunda Kusti’ah atas dukungan moril dan

materil, kesabaran, keikhlasan, perhatian serta cinta dan kasih sayang yang tak

pernah habis bahkan doa munajatnya yang tak henti-hentinya kepada Allah

swt, senantiasa agar penulis mendapatkan kesuksesan dalam belajar, juga atas

dan pengorbanan yang luar biasa mendidik dan mengajarkan arti kehidupan.

Penulis persembahkan skripsi ini

Page 5: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

iii

7. Demikian pula kakak-adik tercinta a adi, iwan, dzulkarnain, yang selalu

memberikan semangat, terutama khusus buat teteh ku (teh cindy) yang paling

baik, perhatian dikeluarga, supaya adik-adiknya sukses, dan selalu

memberikan motivasi, dorongan, semangat, Karena merekalah penulis

memutuskan kembali ke Jakarta untuk menyelesaikan akhir studi ke kampus

tercinta, yang lambat-laun semakin asing, karena perubahan yang begitu

drastis dalam waktu hanya setahun saya tinggalkan.

8. Tidak lupa juga buat teman-teman kosan seperjuangan dalam mencari ilmu. ijonk,

(yang lagi mencari cinta sejati nya), onta, iwan susanto, mukhlas,dan anca, penulis

ucapkan banyak terima kasih atas dukungan dan do’a, mudah-mudahan amal

kebaikan kalian semua di terima Allah swt.

9. Terakhir, untuk teman-teman angkatan 2004 Jurusan Tafsir Hadis Fakultas

Ushuluddin: abdul mohay, anas, ardie,otoy, baehaqi, Aang Setiawan, abang agung,

terutama buat bang ubay yang selalu memberikan wejangan agar penulis lebih serius

dalam menyusun skripsi. Dan tak lupa pula kepada: “TH-B” yang ghoib dan tidak

dapat penulis sebut namanya satu per satu dan semoga hubungan persahabatan (tali

silaturrahmi) tidak akan terputus sampai kapanpun.

Mengakhiri kata pengantar ini, semoga amal dan jasa baik yang telah

diberikan kepada penulis dapat diterima oleh Allah swt dengan pahala yang

berlimpah ganda.dan menjadikan amal saleh mereka.

Dengan segala kelemahan, kekurangan dan kelebihan yang ada semoga Allah

swt senantiasa meridhoi setiap langkah kita amin.skripsi ini dapat bermanfaat bagi

Page 6: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

iv

penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya. penulis berharap semoga

keberadaan skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada pribadi dan pembaca pada

umumnya.

Jakarta, 25 Nopember 2010

Penulis

Page 7: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

viii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………..…... i

PEDOMAN TRANSLITERASI………………………………………………….....v

DAFTAR ISI……………………………………………………………………… viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah………………….……………………………..1

B. Indentifikasi Pembatasan dan Perumusan Masalah..................................4

C. Tujuan Penelitian…………………………..…………………………....4

D. Tinjauan Pustaka…………………………….………………………….5

E. Metodologi Penelitian……………………….……………………….....6

F. Sistematika Penulisan……………………….………………………......7

BAB II TÂGHÛT DALAM AL-QURAN

A. Definisi Tâghût

1.1 Menurut Bahasa................................................................................9

1.2 Menurut Istilah................................................................................11

B. Ragam Bentuk Kata Tâghût Dalam Al-Quran Menurut Para Mufassir

1.3 Sayyid Quthb..................................................................................12

1.4 M.Quraish Shihab...........................................................................12

1.5 Hamka.............................................................................................15

BAB III KONSEP TÂGHÛT MENURUT PARA MUFASSIR

A. Ibn Katsir dan Sayyid Quthb………………………………………....18

B. M. Quraish Shihab dan Hamka…………………………………… ...24

Page 8: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

ix

C. Macam-Macam Tâghût

a. Yang Tidak Berhukum Kepada Al-Quran...............................29

b. Para Pendeta dan Pastur...........................................................37

c. Kefanatikan Terhadap Ulama Islam…………………………43

d. Dukun dan Tukang Sihir……………………………………..47

D. Faktor Penyimpangan Akidah Serta Analisa Tâghût Dalam Realitas

Sosial....................................................................................................56

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan…………………………………………………………………..67

B. Saran-saran…………………………………………………………………..68

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………....69

Page 9: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

v

PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi kata-kata Arab yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini

berpedoman pada buku pedoman Akademik Fakultas Ushuluddin dan Filsafat

Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2005/2006.

Padanan Aksara

Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

Tidak dilambangkan ا

B be ب

T te ت

Ts te dan es ث

J Je ج

H h dengan garis bawah ح

Kh ka dan ha خ

D De د

Dz de da zet ذ

R Er ر

Z Zet ز

S Es س

Sy es dan ye ش

S es dengan garis di bawah ص

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

Page 10: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

vi

D de dengan garis di bawah ض

T te dengan garis di bawah ط

Z zet dengan garis di bawah ظ

Koma terbalik di atas hadap kanan ‘ ع

Gh ge dan ha غ

F ef ف

Q ki ق

K ka ك

L el ل

M em م

N en ن

W we و

H ha ھ

apostrop ' ء

Y ye ي

Vokal Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

— a fathah

— i kasrah

— u dammah

Page 11: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

vii

Vokal Rangkap Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ai a dan i ______ي

au a dan u ______و

Vokal Panjang Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

â a dengan topi di atas ــا

î i dengan topi di atas ـي

û u dengan topi di atas ــو

Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu

.dialihkan menjadi huruf /I/, baik diikuti huruf syamsiyyah maupun huruf qamariyyah , ال

Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân bukan ad- dîwân.

Syaddah (Tasydid)

Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan

sebuah tanda, dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan

menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika

huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh

huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya: kata الضرورة tidak ditulis ad-darûrah melainkan al-

darûrah, demikian seterusnya.

Page 12: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Quran merupakan firman Allah yang diturunkan kepada Nabi

Muhammad saw. sebagai pedoman bagi manusia dalam menata kehidupan demi

mencapai kebahagiaan lahir dan batin, baik di dunia maupun di akhirat. Konsep-

konsep yang dibawa al-Quran selalu relevan dengan problema yang dihadapi

manusia, karena itu ia turun untuk mengajak manusia berdialog dengan penafsiran

sekaligus memberikan solusi terhadap problema kemanusiaan di manapun mereka

berada.

Di antara kemurahan Allah terhadap manusia bahwa dia tidak saja

memberikan sifat yang bersih yang dapat membimbing dan memberi petunjuk

kepada mereka ke arah kebaikan, tetapi juga dari waktu ke waktu Dia mengutus

seorang rasul kepada umat manusia dengan membawa al-Kitab dari Allah dan

menyuruh mereka beribadah hanya kepada Allah saja,(tidak menyekutukanya)

menyampaikan kabar gembira dan memberikan peringatan.1

Di era globalisasi ini begitu sering mencuatkan persoalan yang bersifat

pragmatis. Agama dipandang sebagai pemicu pemberontakan, sumber

ketegangan, akar dari konflik permusuhan. Oleh karenanya, agama semakin

dijauhi. Modernisasi hanya menjadi fasilitas menuju panggung matrealisme

sehingga menggersangkan aspek spiritual. Atas dasar itulah sebagian manusia

1 Manna khalil al-Qattan ’Studi ilmu-ilmu al-Qur’an’(Jakarta, Lentera AntarNusa),Thn 2006, cet.9, h.10

Page 13: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

2

modern lebih memilih ikatan spiritual tanpa harus terikat secara agama.

Bersama kecenderungan ini dengan menjadikan kemajuan tekhnologi

sebagai keyakinannya, pengaruh agama semakin terbatas dan kepercayaan

terhadap Tuhan bagitu statis. Semuanya tenggelam dalam bentuk intensitas yang

baru yang barangkali sudah keluar dari batas-batas Ketuhanan.2

Suatu keyakinan di dunia ini apalagi keyakinan tentang Allah, Tauhid

selalu menemukan sisi perlawanannya. Konsep Allah sebagai Tuhan Yang Satu

secara berangsur-angsur dan tanpa di sadari beralih kepada Tuhan yang banyak

dalam batang tubuh keyakinan ummat Islam sendiri, terutama apabila

menyaksikan betapa masih kuatnya pengaruh singkritisme bercokol pada akar

keyakinan masyarakat Jawa. Atau yang paling berbahaya melanda keyakinan-

Tauhid masyarakat Islam yang masih awam yang pondasi keimanan mereka

belum kuat menjadi sasaran empuk penyimpangan akidah serta masuk ke dalam

definisi kemusyrikan.

Jika penyimpangan keyakinan yang diyakini sebagai perbuatan syirik itu

pada masa klasik digambarkan dengan menuhankan berhala, pohon-pohon dan

tempat-tempat keramat tertentu, maka bentuk penyimpangan itu pada masa

modern ini mengambil bentuk-bentuk yang baru. Berhala-berhala itu tampil dalam

bentuk kepercayaan dan keyakinan kepada ramalan dukun yang sedang laris di

televisi, prediksi tentang nasib dan masa depan, jodoh, rezeki, pesugihan atau

kesuksesan seseorang. Dalam hal ini, seolah-olah Tuhan baru telah muncul yang

mampu memprediksikan segala sesuatu dalam keyakinan, padahal mereka

2. Gilles Kepel, Pembalasan Tuhan, (Pustaka Hidayah, Jakarta,1997), h. 9

Page 14: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

3

hanyalah manusia biasa.

Berbagai macam penyimpangan ini sebetulnya telah membawa manusia

kepada paham syirik, dimana masyarakat modern termasuk orang Islam sendiri

ada yang percaya dengan ramalan Mama Laurence, Ki Joko Bodo atau

paranormal-paranormal lainnya yang sebenarnya berpotensi menyesatkan.

Dalam konsep Tauhid, bila dijumpai suatu keyakinan yang meyakini

sesuatu selain Allah, maka itu dinamakan tâghût. 3 Tâghût diyakini sebagai

sesuatu yang melampaui kesadaran, melanggar kebenaran dan melampaui batas

yang telah ditetapkan Allah bagi hamba-hamba-Nya. Tidak berpedoman kepada

Akidah dan syariat Allah. Tâghût juga termasuk ke dalam tatanan dan sistem yang

tidak berpijak kepada peraturan Allah.4

Berdasarkan pandangan ini, penulis meyakini bahwa telah terjadi

penyimpangan keyakinan yaitu dengan meyakini konsep tâghût sebagai sesuatu

yang diyakini selain Allah. Tâghût yang sekarang ini berupa keyakinan dan

kepercayaan baru terhadap paranormal-paranormal itu yang notabene mereka

memperdagangkan angan-angan serta prediksi mereka dalam rangka memperoleh

keuntungan.

Ketika penyimpangan akidah yang secara inheren ini menggurita dalam

keyakinan umat Islam, maka berbagai, paradigma, prinsip, sistem dan dasar-dasar

keyakinan tidak mustahil memasuki definisi syirik. Maka dari itu, pemahaman

tentang makna tâghût dalam konteks terkini perlu dipertegas kembali untuk

3 Al-Raghib Asfahaniy, Al-Mu’jam Mufradât Alfâz al-Quran, Jilid 1, (Beirût: Dâr al-

Fikr, tt), h. 115-116 4 Muhammad Yusuf Abu Hayyan, Tafsîr al-Bahru al-Muhît, jilid 2, ( Beirût:Dâr al-Fikr,

1992), h. 617

Page 15: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

4

mrngukuhkan pondasi tauhid. Karena tauhid adalah wilayah atau area yang extra

hati-hati dalam aplikasi dan implementasinya. Representasi serta aktualisasi nilai

tauhid harusnya nyata dalam kehidupan sehari-hari sehingga keyakinan manusia

tidak ternodai oleh unsur tâghût.

Penulis memilih makna tâghût sebagai objek pembahasan karena selain

terjadi banyak penyimpangan dalam realitas sosial, definisi tentang taghût perlu

dilahirkan kembali sebagai jaringan atau sistem yang sangat kontra dengan tauhid.

B. Indentifikasi Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang penulis deskripsikan di atas, maka

penulis akan membatasi permasalahan skripsi ini pada dua Konsep taghût masa

klasik dan modern dalam perspektif al-Quran, serta budaya penyimpangan yang

telah terjadi di masyarakat. Oleh karena itu, penulis merumuskan sebagai berikut:

-Bagaimana Konsep Taghût dalam Al-Quran dengan Penyimpangan

Akidah di Realitas Sosial?

Sedangkan batasan masalah hanya pada pemaknaan taghût dengan ayat al-

Quran yang disertai tafsir, adapun ayat lainnya bisa digunakan sebagai data

pelengkap pembahasan. Taghût dalam al-Quran dianggap sebagai sesuatu yang

menyimpang dan masuk ke dalam prilaku syirik akan dibahas secara proporsional

sehingga batasan penyimpangan itu dapat diketahui..

C. Tujuan Penelitian

Kegiatan penelitian merupakan bagian yang tak terpisahkan dari hakikat

keilmuan. Penelitian dalam dunia keilmuan bertujuan memperkaya tubuh

pengetahuan teoritis keilmuan dilegkapi dengan metode pemecahan masalah yang

Page 16: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

5

dihadapi manusia. Adapun tujuan penelitian yang hedak dicapai dalam penulisan

skripsi ini adalah sebagai berkut:

a. Untuk menemukan dan menjelaskan makna taghût dalam al-Quran dalam

konteks terkini beserta konsekuensinya.

b. Sebagai kontribusi pemikiran dalam rangka menggali dan memperluas

definisi taghût beserta implikasinya yang berupa penyimpangan-

penyimpangan yang masih samar-samar.

c. Untuk mengingatkan opini masyarakat bahwa taghût tidak hanya berhenti

pada aspek keluar dari garis yang ditetapkan Allah atau menyembah

berhala saja . Akan tetapi lebih dari itu, taghût juga memiliki pengertian

yang lebih luas dan mendasar yaitu mempercayai prediksi dan ramalan

paranormal ketimbang kepercayaan dan keyakinan yang teguh kepada

Allah.

d. Untuk memenuhi tugas akademik yang merupakan syarat dalam

menyelesaikan studi untuk mendapatkan gelar sarjana Strata ( S 1 ) UIN

SYARIF HIDAYATULLAH.

D. Tinjauan Pustaka

Adapun kajian tentang konsep taghût secara umum, penulis menemukan

pada sebuah skripsi yang berjudul “Kriteria Thaghut dan Bughat dalam al-Quran”

(Tafsir Tematik atas upaya penyelesaian penyimpangan kekuasaan di Indonesia)

yang ditulis oleh Rafikul Ihsan. Dalam skripsi yang disebutkan di atas, analisis

makna thaghut difokuskan terhadap penyimpangan kekuasaan politik di

Indonesia.

Page 17: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

6

Sedangkan dalam skripsi yang akan dibahas oleh penulis adalah analisis

makna taghût dalam al-Quran menurut kacamata akidah. Jika diteliti lebih jauh,

penyimpangan akidah atau masalah iman mempunyai dampak serius kepada

beragam bentuk penyimpangan di tubuh realita sosial. Karena masalah Iman dan

Akidah mempunyai hubungan erat dengan realitas sosial. Maka dari itu, skripsi ini

membahas bagaimana makna atau konsep thaghut dalam al-Quran serta kaitannya

dengan berbagai penyimpangan dalam realita sosial.

Dengan demikian, dapat dikatakan, penelitian pada dasarnya merupakan

penelitian dalam rangka mengeksplorasi ayat-ayat al-Quran yang berkenaan

dengan konsep taghût secara utuh dan terperinci. Kemudian secara khusus

memfokuskan kajian secara mendalam pada berbagai macam penyimpangan

akidah dalam kehidupan sehari-hari.

E. Metodologi Penelitian

1. Metode Pengumpulan Data

Prosedur penelitian yang digunakan oleh penulis adalah tehnik

pengumpulan data, baik primer maupun sekunder yang dilengkapi dengan

analisis data. Metode pengumpulan data pada penelitian ini penulis menggunakan

penelitian pustaka (Library research). Data primer yang dimaksud di sini adalah

al-Qur’an, dan data-data diambil dari tulisan tokoh yang diangkat baik yang

terdokumentasikan dalam bentuk buku, makalah-makalah seminar, dan artikel-

artikel jurnal dan majalah. Data ini, merupakan sumber primer yang dijadikan

rujukan utama dalam penulisan skripsi ini.

Adapun data-data skunder adalah data yang berupa buku-buku lain, jurnal,

Page 18: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

7

ensiklopedi dan sebagainya yang mempunyai relevansi dengan maksud uraian

skripsi ini merupakan sumber sekunder yang menjadi penunjang sumber primer

yang bertujuan untuk memperkaya perolehan data guna memperkuat analisa

dalam penelitian ini. Sehingga dapat diperoleh pemahaman yang memadai

mengenai taghût dalam al-Quran.

2. Metode Pembahasan

Metode pembahasan dalam penulisan ini adalah metode deskriptif-

analisis-kritis sebagai eksplorasi untuk mencermati pemikiran Hamka dan Quraish

Shihab yang akan diteliti dengan merujuk pada data-data yang ada (baik primer

maupun sekunder) kemudian menganalisisnya secara proporsional dan

komprehensif sehingga akan tampak jelas perincian jawaban atas persoalan yang

berhubungan dengan pokok permasalahan dan akan menghasilkan pengetahuan

yang valid.

3. Metode Penulisan

Adapun teknik penulisan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini,

penulis menggunakan buku Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi yang

diterbitkan oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2004/2005.

F. Sistematika Penulisan

Mengacu pada penelitian di atas, pembahasan dalam penelitian ini dapat

disistematikan sebagai berikut:

Page 19: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

8

BAB I : Pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, indentifikasi

pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka dan

metodologi penelitian yang digunakan dalam skripsi ini.

BAB II : Berisi tentang tâghût dalam al-Quran yang menjelaskan tentang

pengertian tâghût menurut bahasa, Istilah, serta ragam bentuk kata tâghût dalam

al-Quran menurut para mufassir.

BAB III : Menjelaskan tentang konsep tâghût dalam pandangan beberapa

mufassir, di antaranya menurut Ibn Katsir,Sayyid Qutb, dan M. Quraish Shihab.

Macam-macam tâghût,Penyimpangan akidah serta analisanya.

BAB IV : Penutup, yang berisi kesimpulan dan saran-saran.

Page 20: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

9

BAB II

TÂGHÛT DALAM AL-QURAN

A. Definisi Tâghût

1. 1 Asal-usul kata Tâghût Menurut Ahli Bahasa

Menurut madzhab Sibaweh bahwa tâghût (طاغوت) adalah isim

Mudzakar Mufrad (Kata benda yang menunjukan nama yang berjenis laki-laki

dan berbentuk tunggal) seakan-akan nama untuk semua jenis, baik sedikit maupun

banyak.1

Imam Thabary berpendapat, bahwa tâghût (طاغوت) itu bentuk muannats

dari kata-kata “taghâ-yatghû” (یطغى -طغى) atau ‘taghâ-yatghû (طغى-

yang artinya melampaui batas, wazannya adalah fa’alût.2 (یطغو

Sedangkan madzhab Abu ‘Aly mengatakan, tâghût ( غوتاط ) itu isim

masdar yang asalnya taghwût (طغووت) seperti kata ‘rahabût’ (رھبوت) dan

“jabarût’ (جبروت), yaitu yang menjadi sifat untuk jenis tunggal ataupun jamak.

Lam fi’il lapadz taghâ yang asalnya berbentuk “thawagha” (طوغ) berubah

kepada ain fi’il diganti dan ditukar menduduki lam Fi’il yaitu “tawagha” (طوغ)

1 Syaikh Ahmad Al-Qathan, Muhammad Zein, Thaghut, (Jakarta : Pustaka Kautsar, 1993), Cet ke III, h, 19

2 Kamus Arab-Indonesia, al-Munawwir, (Jakarta: al-Kautsar Press,2003), Cet.IV, h.467.

Page 21: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

10

menjadi ‘taghawa” (طوغ) dan akhirnya menjadi “taghâ” (طغى) karena ia

berharakat dan huruf sebelumnya pun berharakat, sehingga menjadi “taghût”

( غوتطا ) 3

Menurut pendapat Imam Bahr, tâghût (طاغوت) dalam bahasa diambil

dari kata “tughyân” (طغیان), pendapat ini senada dengan pendapat Sayyid

Quthb, yang pengertiannya menyampaikan, tanpa isytiqââq (Tanpa menggunakan

kata pecahan dari suatu kata dasar) seperti dikatakan untuk kata-kata : ‘aalu’ (ال)

dan kata “Lu`lu`” (لؤلؤ )

Imam Mubarrid bertutur, kata-kata “tâghût ” (طاغوت) itu adalah bentuk

jamak, tetapi pendapat ini ditentang oleh Ibnu Athiyyah.

Ada pula yang mengatakan bahwa “ tâghût” (طاغوت) adalah isim

‘ajami seperti kata-kata “hârût” (ھاروت ) dan “Mârût” ( ماروت ) kata

“taghût” tersebut dijadikan bahasa arab yang berlaku untuk tunggal ataupun

jamak.4

Dari penjelasan yang di atas penulis telah paparkan setelah mencari

sejumlah ayat yang berkaitan dengan kalimat tagha (طاغى ), taghût (طاغوت)

3 Imam Abu hayyan al-Andalusi, Tafsir an-Nahru al-Madd, (Beirut: Dar al-Hail, 1995), h. 373 4 Muhammad Zein, Thaghut, h. 19-20

Page 22: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

11

dan tughyân (طغیان) penulis lebih sependapat dengan uraian yang disebutkan

oleh Imam Abu Ali dan nantinya penulis mencoba saling mengaitkan ayat-ayat

tersebut satu sama lain.

I.2. Kata tâghût Menurut Istilah

Bahwasanya definisi tâghût (طاغوت) ialah sebuah sifat yang

menggambarkan penyembahan kepada selain kepada Allah dalam berbagai bentuk

karena katanya berbentuk sifat untuk jenis tunggal ataupun jamak sebagaimana

diterangkan Abu Ali di atas yang pada akhirnya tidak menutup kemungkinan

bahwa bentuk tâghût itu sendiri menjadi beragam seperti lebih percaya

(mendewakan), manusia kepada manusia (dukun atau paranormal), benda dalam

hal ini uang, hawa nafsu (kekuasaan, jabatan).5

B. Ragam Bentuk Kata Tâghût Dalam Al-Quran Menurut Para Mufassir

Dalam beberapa literatur, penulis banyak menjumpai pengertian tâghût,

yang secara umum kata tâghût diartikan sebagai sesuatu yang disembah selain

Allah.6 Sedangkan Dlohhak, Qotadah, Mujahid, Syi’biy mengartikan tâghût

dengan syaithan dan Imam Ibn Sirin mengartikan dengan tukang sihir, dan Imam

Jabir, Ibn Jabir, Rofi, serta Ibn Jarih mengartikan dengan dukun.7

5 Imam Abu Hayyan al-Andalusi, Tafsir an-Nahru al-Madd, (Dar al-Hail, Th. 1995), h.373.

6 Ibn Katsir, Tafsir al-Quran al-Azim, (Beirut: Dar al-Fikr, tth.), h. 115-116

7 Ibnu Hayyan, al-Bahru al- Muhith, juz : 2, h. 617

Page 23: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

12

1.3 Sayyid Quthb

Dalam pandangan Sayyid Quthb, Kata tâghût (طاغوت) adalah variasi

bentuk kata dari “thughyân”(طغیان) yang berarti segala sesuatu yang melampaui

kesadaran, melanggar kebenaran, dan melampaui batas yang telah ditetapkan

Allah bagi hamba-hamba-Nya. Tidak berpedoman kepada akidah Allah, tidak

berpedoman pada syariat yang ditetapkan Allah. Lebih jauh menurut beliau

termasuk dalam kategori tâghût (طاغوت) adalah juga setiap manhaj

tatanan,system yang tidak berpijak pada peraturan Allah. Begitu juga setiap

pandangan, perundang-undangan, peraturan, kesopanan, atau tradisi yang tidak

berpijak pada peraturan dan syariat Allah.8

1.4 M. Quraish Shihab

Menurut Quraish Shihab tâghût (طاغوت) terambil dari akar kata yang

berarti melampaui batas biasanya digunakan untuk yang melampaui batas dalam

keburukan. Setan, Dajjal,Penyihir. Yang menetapkan hukum bertentangan dengan

ketentuan ilahi, tirani, semuanya digelari dengan tâghût (طاغوت). Kata thagha

dalamberbagai bentuknya ditemukan dalam al-Qur’an sebanyak 39 kali.9 Kata ini

pada mulanya digunakan dalam arti meluapnya air sehingga mencapai tingkat

kritis atau membahayakan. Pengertian ini digunakan pula oleh al-Qur’an, antara

lain pada surat al-Haqqah (69) ayat 11 : 8 Sayyid Quthb,tafsir fi Zhilalil Qur’an (terj),Gema Insani Press,Jakarta.2000,cet 1, h. 220-221

9 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Qur’an AlKarim, Pustaka Hidayah, Bandung, 1997, Bandung,1997, h.104

Page 24: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

13

”sesungguhnya, ketika air telah mencapai tingkat membahayakan, Kami

mengangkut nenek moyang kamu keatas bahtera”.

Kata thagha ( طغى ) dalam berbagai bentuknya kemudian digunakan dalam

arti yang lebih umum, yakni segala sikap yang melampaui batas, seperti

kekufuran kepada Tuhan, pelanggaran, kesewenang-wenangan terhadap manusia

dan tentunya juga tetap berlaku untuk makna asli yang disebut di atas yakni

melimpahnya air, menurut bint As-Syathi, kata thagha dalam al-Qur’an selain

digunakan dalam pengertian asalnya juga berarti perbuatan melampaui batas,

seperti kedurhakaan kepada Tuhan, sebagaimana tercantum dalam surat al-

Baqarah ayat 15, al- Maidah ayat 67, al-An’am ayat 115, dan lain-lain sedang

kata thagha dalam berbagai bentuknya dalam konteks pembicaraan tentang

Fir’aun kesemuanya dalam arti kesewenang-wenangan danperlakuan kejam

terhadap manusia tanpa menafikan hal ihwal kedurhakaannnya kepada Tuhan,

yang dapat dipahami dari ayat lain10

Dengan demikian kata thagha ( طغى ) menerangkan sikap kesewenang-

wenangan atau kejam terhadap sesama manusia seperti yang diungkapkan oleh

sekian banyak ulama tafsir.

10 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Qur’an Al-Karim, h. 105.

Page 25: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

14

Dalam surat al-Baqarah ayat 52, menurut Quraish Shihab, menerangkan

bahwa yang dimaksud tâghût (طاغوت) adalah berhala al-Lat dan al-Uzza yang

disembah, oleh kaum musyrikin Mekkah dan juga setan serta segala macam

berhala. Demikian al-Biqai menafsirkannya.Sedangkan menurut al-Maraghi,

bahwa tâghût yaitu melanggar hak, keadilan, dan kebaikan untuk melakukan

kebatilan, kezaliman dan kejahatan.11

Sedangkan dalam surat an-Nisa ayat 60, yang dimaksud dengan tâghût

-adalah dua tokoh yahudi, yaitu Huyay ibn Akhtab dan Ka’ab ibn al (طاغوت)

Asyaraf, yang memimpin rombongan orang yahudi menuju ke Mekkah untuk

menjalin kerja sama dengan penduduk Mekkah memerangi Nabi Muhammad saw,

Mereka disambut baik oleh tokoh-tokoh kaum musyrik Mekkah ketika itu, yakni

Abu Sufyan. Tokoh-tokoh Mekkah meragukan keikhlasan orang yahudi sambil

berkata, ”kalian,wahai orang Yahudi,adalah pemilik kitab suci, Muhammad juga

demikian juga demikian,maka kami meragukan kalian, bila ingin kami melawan

Muhammad bersama kalian, aku sujudlah terlebih dahulu kepada kedua berhala

kami dan percayalah kepadanya”.

Orang-orang yahudi itu mengikuti permintaan kaum musyrik Mekkah

kemudian mereka memilih masing-masing tiga-puluh orang dari kelompok

Yahudi dan Musyrik Mekkah dan bersama-sama menuju Ka’bah untuk mengikuti

janji setia memerangi Nabi Muhammad saw, Setelah Abu Sufyan bertanya kepada

Ka’ab, ”engkau mmembaca dan mengetahui Kitab suci, kami tidak demikian.

11 M. Quraish shihab, Tafsir Al-Mishbah, Vol 2. Lentera Hati, Jakarta, 2000.h. 450.

Page 26: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

15

Siapakah yang lebih tepat jalannya dan lebih benar jalannya daripada

Muhammad dan sahabat-sahabatnya”.12

Sedangkan menurut suatu riwayat yang lain yaitu Ka’ab ibn al-Asyaraf,

dimana salah seorang munafik yang berselisih dengan seorang Yahudi enggan

merujuk kepada Nabi Muhammad saw. Untuk menyelesaikan perselisihannya,

walau lawannya yang Yahudi itu telah menerima. Sang munafik justru

mengusulkan agar yang menjadi hakim adalah Ka’ab ibn al-Asyarf.Ada lagi yang

memahami kata tâghût dalam arti hukum-hukum yang berlaku pada masa

jahiliyyah, yang telah dibatalkan dengan kehadiran islam.13

1.5 Hamka

Sedangkan menurut Prof Dr.Hamka, secara ringkas beliau menyimpulkan

tentang tâghût adalah pelanggar, sesuai dengan tafsirannya pada surat al-Baqarah

256 yaitu ”akan tetapi orang-orang yang tidak mau percaya, pemimpin mereka

adalah pelanggar-pelanggar batas” yaitu segala pimpinan yang bukan berdasar

atas iman kepada Tuhan, baik raja, atau pemimpin, dukun, syaithan, berhala,

atau orang-orang yang diberhalakan, didewa-dewakan, semuanya itu termasuk

dalam kalimat tâghût.14.Demikian juga manusia yang menjual jiwanya kepada

tâghût yakni setengah menyembah kubur. Setengahnya menyembah orang-orang

menggantungkan nasib kepadanya.15

Kata tâghût (طاغوت) dalam al-Quran seringkali di sebutkan dalam

bentuk isim dan jika dilihat dari segi akar bahasa maka akan lebih banyak lagi,

12 M. Quraish shihab, Tafsir Al-Mishbah, h. 451. 13 M. Quraish shihab, Tafsir Al-Mishbah, h. 465 14 Prof.Dr. Hamka, Tafsir Al-Azhar,(Jakarta :Pustaka Panjimas, 1982), h.26. 15 Prof.Dr. Hamka, Tafsir Al-Azhar, h.29.

Page 27: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

16

baik kita jumpai dalam bentuk fi’il madi maupun isim masdar. Dalam kitab

Mu’jam al-Mufahrâs, kata tâghût yang penulis jumpai dalam al-Quran terdapat 12

kali disebutkan.

Dalam posisi atau bentuk isim masdar yaitu tughyân, disebutkan 16 kali

dalam bentuk fi’il ditemukan 39 kali. Secara umum kata tersebut terdistribusikan

sebagai berikut:

a. Bentuk tâghût (طاغوت ) surat al-Baqarah (2) ayat 256 dan 257, surat al-

Nisa (4) ayat 51,60, 76,surat al-Maidah (5) ayat 60, surat al-Nahl (16) ayat

36, surat al-Zumar (39)ayat 17.16

b. Sedangkan dalam bentuk “tughyân” (طغیان) ada dalam surat al-Baqarah

(2) ayat 15, al-Maidah (5) 64,68,72, Surat al-An’am (6) ayat 110, surat al-

A’raf (7) ayat 186,surat Yunus (10) ayat 11,surat al-Isra, (17) ayat 60. al-

Kahfi (18) ayat 80, surat al-Mu’minun (23) ayat 75.

c. Dalam bentuk ‘taghwu” (طغو) isim masdar, tertera dalam surat al-Syams

(91) ayat 11 (طغى) fiil madhi, surat al-Haqqah 969) ayat 11, surat Thaaha

(20) ayat 24, 43, surat al-Najm (53) ayat 17 dan surat al-Naziat (79) ayat

17 dan 37,surat al-Fazr ayat 11.

d. Dalam bentuk “Tathgâw-yatgha-athgha’ (طغىا -یطغو- تطغو ) fi’il

mudhari,surat Thaha (20) ayat 24,45 dan 81, surat al-Rahman (55) ayat 8,,

16 Al-Haj Khan Bahdur Altaf Ahmad Kheirie, R.A.S Index Cum Concordance For The

Holy Qur;an (New Delhi : Kitab Bavhan, th. 1993). h. 953

Page 28: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

17

surat Hud (11) ayat 112, surat Qaaf (50) ayat 27, surat al-Nazm (53) ayat

52, surat al-‘Alaq ayat 6.

e. Dalam bentuk Taghin (طاغ), isi Fail yaitu : surat Shaffat (24) ayat 30,

surat Shad (38) ayat 56, surat 56,surat al-Dzariyat (51) ayat 53, surat al-

Thur (52) ayat 32, surat al-Qalam (68) ayat 31,al-Haqqah (69) ayat 5, surat

al-Naba (78) ayat 22.17

17 Al- raghib Asfhanniy, Al-Mu’zam Mufradat Alfâz Al-Qur’an, Jilid 2, (Beirut : Dar al- Fikr, tt.), h. 136-138

Page 29: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

18

BAB III

KONSEP TÂGHÛT MENURUT PARA MUFASSIR

A. Ibnu Katsir dan Sayyid Quthb

Pandangan beberapa para mufassir dalam menafsirkan konsep tâghût secara

global mempunyai kemiripan pandangan akan tetapi dalam ciri khasnya

mempunyai perbedaan yang mendasar dari mulai menafsirkan gaya bahasa,

struktural profesi, dengan mufradatnya, sampai kebudayaan sosial waktu itu.

Sebagaimana dalam pandangan Ibnu Katsir menyikapi surat al-Qur’an dibawah

ini:

ĈǼLjȪLjȥ ĈȼƋȲȱǠĈǣ ŃȸĈȵŃǘłɅŁȿ ĈǧɀNJȡǠƋȖȱǠĈǣ ŃȀNJȦǐȮŁɅ ŃȸŁȶLjȥ ōɄŁȢǐȱǟ ŁȸĈȵ łǼŃȉŊȀȱǟ ŁȸʼnɆŁǤŁǩ ŃǼLjȩ ĈȸɅōǼȱǟ ɄĈȥ ŁȻǟŁȀǐȭĈǙ ǠLjȱǠŁȾLjȱ ŁȳǠŁȎĈȦŃȹǟ ǠLjȱ ɂLjȪǐǭłɀǐȱǟ ĈǥŁȿŃȀłȞǐȱǠĈǣ ŁȬŁȆŃȶŁǪŃȅǟŅȴɆĈȲŁȝ ŅȜɆĈȶŁȅ łȼƋȲȱǟŁȿ

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Tâghût dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. ” (al-Baqarah : 256)

Allah Ta'ala berfirman, “Tidak ada paksaan dalam agama.” Maksudnya,

kamu memaksa seorang pun untuk memasuki agama Islam, karena Islam itu

sudah jelas dan terang. Dalil-dalil dan argumentasinya sudah nyata hingga

seseorang tidak perlu dipaksa supaya masuk agama Islam. Namun, orang yang

ditunjukkan kepada Islam, dilapangkan hatinya, dan disinari mata hatinya oleh

Allah, maka ia akan masuk ke dalamnya secara terang benderang. Adapun orang

Page 30: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

19

yang hatinya dibutakan Allah, pendengaran, dan penglihatannya.1 dikunci mati

oleh Allah, maka tidaklah berguna memaksanya untuk memasuki Islam.

Diceritakan bahwa ayat ini turun karena ada seorang wanita Anshar

berjanji kepada dirinya bahwa apabila putranya hidup, maka dia akan

menjadikannya yahudi tatkala Bani Nadhir diusir dan di antara mereka ada anak-

anak kaum Anshar, maka kaum Anshar berkata, “Kami tidak akan membiarkan

anak kami jadi Yahudi.” Maka Allah menurunkan ayat, “Tidak ada paksaan dalam

agama. “Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir dari Ibnu Abbas.

Cerita senada diriwayatkan pula oleh Abu Daud dan Nasa'i dari Bandar,

diriwayatkan oleh Abu Hatim dan Ibnu Hibban dari hadis Syu'bah. demikian pula

Mujahid dan yang lainnya mengatakan bahwa ayat di atas diturunkan karena

kejadian tersebut. Muhammad bin Ishak mengatakan dari Ibnu Abbas bahwa ayat

itu diturunkan berkenaan dengan seorang laki-laki dari Bani Salim bin Auf yang

bernama al-Husaini. Dia menasranikan kedua putranya yang telah memeluk

agama Islam. Maka dia berkata kepada Nabi Muhammad saw, “Apakah saya

dianggap memaksa keduanya” padahal keduanya telah menolak agama kecuali

agama Nasrani?” Maka Allah menurunkan ayat di atas berkaitan dengan itu.

Ayat ini telah dinasakh dengan ayat mengenai perang, “Kamu akan diajak

untuk (memerangi) kaum yang mempunyai kekuatan yang besar, kamu akan

memerangi mereka atau mereka menyerah (masuk Islam).” (al-Fath: 16) Allah

berfirman,

1 Al-Qur’an al-Karim Surat “(al-Lail :5-10)"

Page 31: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

20

ƋȷLjǕ ǟɀłȶLjȲŃȝǟŁȿ DŽǦLjȚǐȲĈȡ ŃȴNJȮɆĈȥ ǟȿłǼĈDzŁɆǐȱŁȿ ĈǿǠƋȦNJȮǐȱǟ ŁȸĈȵ ŃȴNJȮŁȹɀNJȲŁɅ ŁȸɅĈǾƋȱǟ ǟɀNJȲĈǩǠLjȩ ǟɀłȺŁȵǟĆǒ ŁȸɅĈǾƋȱǟ ǠŁȾŊɅLjǕǠŁɅŁȜŁȵ ŁȼƋȲȱǟŁƙĈȪʼnǪłȶǐȱǟ

"Wahai Nabi, berjihadlah melawan kaum kafir dan munafik serta bersikap

keraslah terhadap mereka." Dan Allah Ta'ala berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka mendapat kekerasan dari kamu, dan ketahuilah bahwa Allah bersama orang-orang yang bertakwa." (al-Taubah: 123)

Berdasarkan hal itu, maka seluruh umat wajib diseru untuk memasuki

agama Islam. Apabila ada yang menolak masuk Islam atau tidak membayar

jizyah, maka dibunuh hingga mati. Inilah makna memaksa. Dalam kitab sahih

dikatakan (409), “Tuhanmu heran kepada kaum yang digiring ke dalam surga

dengan dibelenggu.” Maksudnya, para tawanan yang dibawa ke negara Islam

dalam keadaan diikat dan dibelenggu, kemudian mereka masuk Islam,

memperbaiki amal-amalnya dan sikap hatinya sehingga mereka menjadi penghuni

surga.

Firman Allah, "Barang siapa yang ingkar kepada tâghût,2 dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya dia telah berpegang pada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."

Artinya, barang siapa yang menjauhkan diri dari sekutu, berhala-berhala,

dan apa-apa yang diserukan setan supaya perkara selain Allah yang disembah,

serta mentauhidkan Allah, menyembah-Nya, mengesakan-Nya, dan

2 Di sini, kekafiran kepada tâghût didahulukan daripada keimanan kepada Allah. Perbuatan demikian mengandung isyarat yang halus bahwa yang pertama kali harus dilakukan ialah membersihkan kalbu dan membuang kepercayaan kepada tâghût yang ada dalam kalbu. Jika kalbu telah kosong dan bersih, maka dapat diisi dengan keimanan kepada Allah. Dengan demikian, keimanan dalam dapat meresap di dalam kalbu. Keimanan tidak akan melekat kecuali jika Allah sebagai pemeliharanya. Maka, tidak ada seorang pun yang mampu mencabut keimanan yang mengakar ke kalbu dan yang memegang teguh tali yang kokoh.

Page 32: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

21

mempersaksikan bahwa tidak ada tuhan melainkan Allah, maka sesungguhnya dia

telah berpegang pada tali yang amat kokoh. Tâghût ialah 'setan'. Istilah tâghût

mencakup segala kejahatan yang dilakukan kaum jahiliah, seperti menyembah,

berhakim, dan meminta tolong kepada berhala.

Firman Allah, “Maka sesungguhnya dia telah berpegang pada buhul tali

yang amat kuat yang tidak akan putus.”Yakni, sesungguhnya dia telah memegang

teguh agama dengan sarana yang paling kuat. Kondisi itu diserupakan dengan tali

yang teguh yang tidak akan putus sebab jati diri tali itu stabil, kokoh, dan kuat,

serta ikatannya sangat keras. Tali yang kuat itu ialah iman dan Islam. Tidak ada

kontradiksi antara orang yang berpendapat bahwa tali itu ialah “tidak ada tuhan

melainkan Allah”, ia adalah al-Qur'an, ia adalah cinta karena Allah dan benda

karena Allah pula. Semuanya benar. Berkaitan dengan firman Allah “tidak rapuh”,

Mu'adz bin Jabal berkata, “Ayat itu berarti 'tidak masuk surga'.”

Imam Ahmad meriwayatkan dari Muhammad bin Qais bin Ubadah, dia

berkata (410) “Aku sedang berada di masjid. Tiba-tiba datanglah seseorang yang

di wajahnya ada tanda kekhusyuan. Dia shalat dua rakaat secara singkat. Orang-

orang berkata, “Orang ini ahli surga.” Setelah dia keluar, maka saya mengikutinya

sampai di rumahnya, lalu aku ikut masuk ke rumahnya. Kami mengobrol, dan

setelah akrab aku bertanya, 'Ketika engkau masuk masjid, orang-orang

mengatakan bahwa engkau adalah ahli surga.' Dia menanggapi, 'Maha suci Allah.

Tidak selayaknya seseorang mengatakan sesuatu yang tidak diketahuinya. Saya

akan bercerita kepadamu mengapa saya demikian.

Page 33: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

22

Sesungguhnya aku bermimpi seolah-olah aku berada di taman nan

hijau.”Ibnu Aun berkata: “Orang itu menceritakan kehijauan dan keluasan taman.

Di tengah-tengah taman ada tiang besi. Bagian bawahnya menancap ke bumi dan

bagian atasnya menjulang ke langit. Pada bagian tengahnya ada tali. Tiba-tiba

dikatakan kepadaku, 'Naiklah!' Maka aku menjawab, 'Aku tidak bisa.' Kemudian

datanglah pelayan.” Ibnu Aun berkata, “Pelayan itu seorang pemuda. Pelayan

menyingsingkan bajuku dari belakang seraya berkata, “Naiklah”! Maka aku pun

naik hingga berhasil memegang tali. Dia berkata, 'peganglah tali itu.' Maka aku

terbangun dan tali itu benar-benar ada di tanganku. Kemudian aku menemui

Rasulullah saw. dan menceritakan kejadian itu kepada beliau.

Maka beliau bersabda, 'Taman itu melambangkan taman Islam, tiang itu

melambangkan tiang Islam, dan tali itu adalah tali yang kokoh. Kamu akan

senantiasa memeluk Islam hingga mati.” Hadis ini dikemukakan dalam sahîhain.

Orang itu adalah Abdullah bin Salam r.a.

łȴłȽłǗǠŁɆĈȱŃȿLjǕ ǟȿłȀLjȦLjȭ ŁȸɅĈǾƋȱǟŁȿ ĈǿɀŊȺȱǟ ɂLjȱĈǙ ĈǧǠŁȶNJȲƌȚȱǟ ŁȸĈȵ ŃȴłȾłDZĈȀŃǺłɅ ǟɀłȺŁȵǟĆǒ ŁȸɅĈǾƋȱǟ ŊɄĈȱŁȿ łȼƋȲȱǟ ǠŁȾɆĈȥ ŃȴłȽ ĈǿǠʼnȺȱǟ łǡǠŁǶŃȍLjǕ ŁȬĈǞLjȱȿNJǕ ĈǧǠŁȶNJȲƌȚȱǟ ɂLjȱĈǙ ĈǿɀŊȺȱǟ ŁȸĈȵ ŃȴłȾŁȹɀłDZĈȀŃǺłɅ łǧɀNJȡǠƋȖȱǟ

LjȷȿłǼĈȱǠŁǹ

“Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya” (al-Baqarah : 257)

Page 34: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

23

Allah Ta’ala memberitahukan bahwa Dia menunjukkan orang yang

mengikuti keridhaan-Nya sebagai jalan keselamatan. Kemudian Dia

mengeluarkan hamba-hamba yang beriman dari kegelapan, kekafiran,

kegamangan., dan keraguan, kepada cahaya kebenaran yang jelas, terang, dan

mudah, dan bahwa orang-orang kafir memiliki para pelindung, yakni setan yang

menjadikan kebodohan dan kesesatan itu indah dalam pandangan mereka serta

mengeluarkan dan menyimpangkan mereka dari jalan kebenaran kepada kekafiran

dan keingkaran. "Mereka itulah para penghuni neraka, sedang mereka kekal di

dalam-nya.” Oleh karena itu, Allah menjadikan kata al-Nûr tunggal dan kata al-

Zulumât jamak, karena kebenaran itu satu dan kekafiran itu memiliki banyak

jenisnya dan semuanya batil. Sebagaimana Allah berfirman, “Dan bahwa (yang

kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan

janganlah kamu mengikuti jalan-jalan yang lain, karena jalan itu mencerai-

beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu

agar kamu bertakwa." (al-An'am: 153).3

Sedangkan menurut Sayyid Quthb konsep Tâghût (طاغوت) adalah variasi

bentuk kata dari “tughyân” (طغیان ), yang berarti segala sesuatu yang melampaui

batas yang melampaui kesadaran, melanggar kebenaran, dan melampaui batas

yang telah ditetapkan Allah bagi hamba-Nya, tidak berpedoman kepada akidah

Allah, tidak berpedoman pada syariat yang ditetapkan Allah, lebih jauh menurut

beliau yang termasuk dalam kategori tâghût (طاغوت) adalah juga setiap manhaj

3 Tafsir Ibnu Katsir “Taisuri al-Aliyyul Qadir li Ikhtisari” (Jakarta, Penerbit: Gema Insani Press) 1999 M, Cet, Pertama,H.426-420

Page 35: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

24

tatanan, sistem yang tidak berpijak pada peraturan Allah. Begitu juga setiap

pandangan, perundangan-undangan, peraturan, kesopanan, atau tradisi yang tidak

berpijak pada peraturan dan syariat Allah.4

B. M. Quraish Shihab dan Hamka

ĈǼLjȪLjȥ ĈȼƋȲȱǠĈǣ ŃȸĈȵŃǘłɅŁȿ ĈǧɀNJȡǠƋȖȱǠĈǣ ŃȀNJȦǐȮŁɅ ŃȸŁȶLjȥ ōɄŁȢǐȱǟ ŁȸĈȵ łǼŃȉŊȀȱǟ ŁȸʼnɆŁǤŁǩ ŃǼLjȩ ĈȸɅōǼȱǟ ɄĈȥ ŁȻǟŁȀǐȭĈǙ ǠLjȱŅȴɆĈȲŁȝ ŅȜɆĈȶŁȅ łȼƋȲȱǟŁȿ ǠŁȾLjȱ ŁȳǠŁȎĈȦŃȹǟ ǠLjȱ ɂLjȪǐǭłɀǐȱǟ ĈǥŁȿŃȀłȞǐȱǠĈǣ ŁȬŁȆŃȶŁǪŃȅǟ

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. ” (Al-Baqarah : 256)

łȴłȽłǗǠŁɆĈȱŃȿLjǕ ǟȿłȀLjȦLjȭ ŁȸɅĈǾƋȱǟŁȿ ĈǿɀŊȺȱǟ ɂLjȱĈǙ ĈǧǠŁȶNJȲƌȚȱǟ ŁȸĈȵ ŃȴłȾłDZĈȀŃǺłɅ ǟɀłȺŁȵǟĆǒ ŁȸɅĈǾƋȱǟ ŊɄĈȱŁȿ łȼƋȲȱǟȱǟ ŁȸĈȵ ŃȴłȾŁȹɀłDZĈȀŃǺłɅ łǧɀNJȡǠƋȖȱǟLjȷȿłǼĈȱǠŁǹ ǠŁȾɆĈȥ ŃȴłȽ ĈǿǠʼnȺȱǟ łǡǠŁǶŃȍLjǕ ŁȬĈǞLjȱȿNJǕ ĈǧǠŁȶNJȲƌȚȱǟ ɂLjȱĈǙ ĈǿɀŊȺ

“Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya” (Al-aqarah : 257)

Sedang orang-orang musyrik penyembah berhala dan mereka yang tidak

punya agama selain kemusyrikan dan kekafiran, mereka itu diperangi sampai

mereka masuk Islam demi menyelamatkan mereka dan kebodohan, kekafiran dan

kesesatan serta kecelakaan yang ada pada mereka.

4 Sayyid Qutb, Tafsir fi Zilal al-Qur’an, terj, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), h. 220-221

Page 36: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

25

Kemudian Allah Ta'ala memberitahukan bahwa dengan diturunkan al-

Quran, dan diutusnya Rasulullah serta ditolongnya orang-orang yang dekat

dengan Allah, maka menjadi jelaslah antara petunjuk dengan kesesatan, dan

antara kebenaran dengan kebatilan. Dengan demikian, orang yang tidak percaya

kepada tâghût yaitu setan yang membujuk orang untuk menyembah berhala, lalu

dia beriman kepada Allah Ta'ala lalu bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah

dan Muhammad itu utusan Allah, maka berarti dia telah berpegang pada agama

Islam dengan tali yang terkuat. Dan orang yang bersikeras dengan kekafirannya

kepada Allah dan percaya kepada tâghût, maka ia berpegang pada tali yang lebih

rapuh dari pada sarang laba-laba.

Allah mendengar kata-kata hamba-Nya, mengetahui mata mereka dan

perbuatan-perbuatan rahasia mereka, dan akan membalas masing-masing sesuai

dengan perbuatannya. Kemudian Allah membeitahukan bahwa Dia adalah

penolong hamba-hamba yang beriman, Dialah yang telah mengeluarkan mereka

dari gelapnya.5 kekafiran dan kebodohan menuju terangnya cahaya ilmu dan iman,

sehingga mereka menjadi sempurna, dan bahagia. Sedangkan orang-orang kafir,

penolong mereka adalah tâghût yang terdiri dari jin setan dan manusia yang

membujuk mereka berbuat kebatilan dan keburukan, dan merangsang mereka

berbuat kufur, fasik, dan maksiat. Dengan demikian, tâghût telah mengeluarkan

mereka dan cahaya kepada kegelapan dan menyiapkan mereka masuk neraka

untuk selama-lamanya.

5 Allah Ta’ala Menggunakan Kata Nûr Dalam Bentuk Mufrad (Singulair) Dan Kata-Kata Zulumât Dalam Bentuk Jama’ (Plural) Karena Kebenaran Itu hanya Satu, Sedang Kekafiran Itu bermacam-macam dan semuanya bathil Atau salah.

Page 37: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

26

Konsep Tâghût (طاغوت ) Menurut Quraish Shihab terambil dari akar kata

yang berarti melampaui batas, biasanya digunakan untuk yang melampaui batas

dalam keburukan. Setan, Dajjal, Penyihir (pesulap, termasuk didalamnya Dukun

atau paranormal, yang menetapkan hukum (pemerintah atau para hakim, jaksa dan

pengacara) bertentangan dengan ketentuan ilahi,tirani, semuanya digelari dengan

tâghût (طاغوت ) Kata taghâ dalam berbagai bentuknya ditemukan dalam al-

Qur’an sebanyak 39 kali.6 Kata ini pada mulanya digunakan dalam arti meluapnya

air sehingga mencapai tingkat kritis atau membahayakan. Pengertian ini di

gunakan pula oleh al-Qur’an antara lain pada surat al-Haqqah (69)ayat 11:

ĈǦŁɅĈǿǠŁDzǐȱǟ ɄĈȥ ŃȴNJȭǠŁȺǐȲŁȶŁǵ ćǒǠŁȶǐȱǟ ɂŁȢLjȕ ǠʼnȶLjȱ ǠʼnȹĈǙ

“Sesungguhnya kami, tatkala air Telah naik (sampai ke gunung) kami bawa (nenek moyang) kamu, ke dalam bahtera”.

Kata taghâ (طغى) dalam berbagai bentuknya kemudian digunakan dalam

arti yang lebih umum, yakni segala sikap yang melampaui batas, seperti kekufuran

kepada tuhan, pelanggaran, kesewenang-wenangan terhadap manusia dan

tentunya juga tetap berlaku untuk makna asli yang disebut di atas yakni

melimpahnya air, menurut binti al-Syathi, kata taghâ dalam al-Quran selain

digunakan dalam pengertian asalnya juga berarti perbuatan melampaui batas,

seperti kedurhakaan kepada Tuhan, sebagaimana tercantum dalam surat al-

6 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Qur’an al-Karim, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1997), h. 104

Page 38: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

27

Baqarah ayat 15, al-Maidah ayat 67, al-An’am ayat 115, dan lain-lain sedang kata

taghâ dalam berbagai bentuknya dalam konteks pembicaraan tentang fir’aun

kesemuanya dalam arti kesewenang-wenangan dan perlakuan kejam terhadap

manusia tanpa menafikan hal ihwal kedurhakaannya kepada Tuhan, yang dapat

diambil dari ayat lain.7

Dengan demikian kata taghâ (طغى) menerangkan sikap kesewenang-

wenangan atau kejam terhadap sesama manusia seperti yang diungkapkan oleh

sekian banyak ulama tafsir.

Dalam surat al-Baqarah ayat 52, menurut Quraish Shihab, menerangkan

bahwa yang dimaksud tâghût (طاغوت) adalah berhala al-Lat dan al-Uzza yang

disembah, oleh kaum musyrikin Makkah dan juga syaitan serta segala macam

berhala. Demikian al-Biqai menafsirkanya. Sedangkan menurut al-Maraghi,

bahwa tâghût yaitu melanggar yang hak, keadilan, dan kebaikan untuk melakukan

kebatilan, kezaliman dan kejahatan.8

Sedangkan dalam surat al-Nisa ayat 60, yang dimaksud dengan tâghût

-adalah dua tokoh Yahudi, yaitu Huyay ibn Akhtab dan Ka’ab ibn al (طاغوت)

Asyaraf, yang memimpin rombongan orang Yahudi menuju Mekah untuk

menjalin kerja sama dengan penduduk Makkah memerangi Nabi Muhammad

saw., mereka disambut baik oleh tokoh kaum musyrik Makkah ketika itu, yakni

Abu Sufyan, tokoh-tokoh Makkah meragukan keikhlasan orang Yahudi sambil

berkata, “kalian, wahai orang Yahudi, adalah pemilik kitab suci, Muhammad juga

7 Quraish Shihab, Tafsir al-Qur’an, h. 105 8 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2000), Vol 2, h. 450

Page 39: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

28

demikian maka kami meragukan kalian, Bila ingin kami melawan Muhammad

bersama kalian, akan sujudlah terlebih dahulu kepada kedua berhala kami dan

percayalah kepadanya”.

Orang-orang Yahudi itu mengikuti permintaan kaum musyrik Makkah

kemudian mereka memilih masing-masing tiga puluh orang dari kelompok

Yahudi dan Musyrik Makkah dan bersama-sama menuju Ka’bah untuk mengikuti

janji setia memerangi nabi Muhammad saw, setelah Abu Sufyan bertanya kepada

Ka’ab, ‘Engkau membaca dan mengetahui Kitab suci, kami tidak demikian,

siapakah yang lebih tepat jalannya dan lebih benar jalannya dari pada Muhammad

dan sahabat-sahabatnya’.9

Sedangkan menurut suatu riwayat yang lain yaitu Ka’ab ibn al-Asyraf,

dimana salah seorang munafik yang berselisih dengan seorang Yahudi enggan

merujuk kepada nabi Muhammad saw, untuk menyelesaikan perselisihanya,

walau lawannya orang Yahudi itu telah menerima. Sang munafik, Ada lagi yang

memahami kata tâghût dalam arti hukum-hukum yang berlaku pada masa

jahiliyah, yang telah dibatalkan dengan kehadiran Islam.10

sedangkan Hamka menyimpulkan secara ringkas tentang konsep tâghût

adalah pelanggar batas norma kebenaran hakiki, sesuai dengan tafsirannya pada

surat al-Baqarah 256 yaitu “akan tetapi orang-orang yang tidak mau percaya,

pemimpin mereka adalah pelanggar-pelanggar batas” yaitu segala pimpinan yang

bukan berdasar atas iman kepada Tuhan, baik raja, pemimpin (presiden, DPR dll),

dukun atau paranormal, syaitan, juga berhala, dengan makna lain orang-orang

9 Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, h. 451 10 Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, h. 465

Page 40: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

29

yang diberhalakan, didewa-dewakan, semuanya itu termasuk dalam kalimat

tâghût.11 Demikian juga manusia yang menjual jiwanya kepada tâghût yakni

setengah menyembah berhala, setengah menyembah kubur, setengahnya

menyembah orang-orang hidup, yang dipandang sebagai pahlawan, lalu orang

menggantungkan nasib kepadanya.12

Pelajaran Yang dapat diambil dari Ayat 256-257

1. Ahl al-Kitab (Yahudi dan Nasrani) dan orang-orang yang termasuk dalam

kategori mereka, seperti orang-orang Majusi dan Shabi'ah tidak boleh dipaksa

masuk Islam kecuali atas pilihan dan kemauan mereka sendiri dan harus

membayar jizyah (pajak) dan mereka tetap dalam agamanya.

2. Islam itu seluruhnya adalah petunjuk (hudan) sedang lainnya adalah sesat dan

salah.

3. Meninggalkan keburukan itu diprioritaskan dan didahulukan daripada berbuat

keutamaan.

4. Makna Lâ ilâha illallâh adalah beriman kepada Allah dan kafir pada tâghût.

5. Kedekatan dengan Allah dapat dicapai dengan iman dan takwa.

6. Pertolongan dan perhatian Allah diberikan kepada orang-orang yang dekat

kepada-Nya.13

C. Macam-Macam Taghût

a. Yang Tidak Berhukum Kepada Al-Quran

11 Hamka, Tafsir al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982), h. 26 12 Hamka, Tafsir al-Azhar, h. 29 13 Abu Bakar Jabir Al-Jazairi “Tafsir al-Kautsar” (Jakarta: Darus Sunnah Press, 1996), Cet, Pertama, h. 430-433

Page 41: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

30

Allah melukiskan orang yang tidak berhukum dengan apa-apa yang dia

turunkan seperti orang-orang kafir dia menyakini bahwa hukum selain Allah lebih

baik sebagaimana Firman-Nya :

Dalam Surat Al-Maidah ayat 44, 45, dan 47:14

…LjȷȿłȀĈȥǠLjȮǐȱǟ łȴłȽ ŁȬĈǞLjȱȿNJǖLjȥ łȼƋȲȱǟ LjȯŁȂŃȹLjǕ ǠŁȶĈǣ ŃȴNJȮŃǶŁɅ ŃȴLjȱ ŃȸŁȵŁȿ.

“…Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.

… ŁȬĈǞLjȱȿNJǖLjȥ łȼƋȲȱǟ LjȯŁȂŃȹLjǕ ǠŁȶĈǣ ŃȴNJȮŃǶŁɅ ŃȴLjȱ ŃȸŁȵŁȿLjȷɀłȶĈȱǠƋȚȱǟ łȴłȽ .

“…Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.

…LjȷɀNJȪĈȅǠLjȦǐȱǟ łȴłȽ ŁȬĈǞLjȱȿNJǖLjȥ łȼƋȲȱǟ LjȯŁȂŃȹLjǕ ǠŁȶĈǣ ŃȴNJȮŃǶŁɅ ŃȴLjȱ ŃȸŁȵŁȿ .

“…Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.

ǐȷLjǕ LjȷȿłǼɅĈȀłɅ ŁȬĈȲŃǤLjȩ ŃȸĈȵ LjȯĈȂŃȹNJǕ ǠŁȵŁȿ ŁȬŃɆLjȱĈǙ LjȯĈȂŃȹNJǕ ǠŁȶĈǣ ǟɀłȺŁȵǟĆǒ ŃȴłȾʼnȹLjǕ LjȷɀłȶłȝŃȂŁɅ ŁȸɅĈǾƋȱǟ ɂLjȱĈǙ ŁȀŁǩ ŃȴLjȱLjǕŃǼLjȩŁȿ ĈǧɀNJȡǠƋȖȱǟ ɂLjȱĈǙ ǟɀłȶLjȭǠŁǶŁǪŁɅ ǠDŽȱǠLjȲŁȑ ŃȴłȾƋȲĈȒłɅ ǐȷLjǕ NJȷǠLjȖŃɆʼnȊȱǟ łǼɅĈȀłɅŁȿ ĈȼĈǣ ǟȿłȀNJȦǐȮŁɅ ǐȷLjǕ ǟȿłȀĈȵNJǕ

ǟńǼɆĈȞŁǣ .

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya”.(an-Nisa :4/60)

14 Muhammad Zain, Thâghût h. 102.

Page 42: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

31

ȿNJǕ ŁȸɅĈǾƋȱǟ ɂLjȱĈǙ ŁȀŁǩ ŃȴLjȱLjǕ ŁȸɅĈǾƋȲĈȱ LjȷɀNJȱɀNJȪŁɅŁȿ ĈǧɀNJȡǠƋȖȱǟŁȿ ĈǨŃǤĈDzǐȱǠĈǣ LjȷɀłȺĈȵŃǘłɅ ĈǡǠŁǪĈȮǐȱǟ ŁȸĈȵ ǠńǤɆĈȎŁȹ ǟɀłǩǠDŽȲɆĈǤŁȅ ǟɀłȺŁȵǟĆǒ ŁȸɅĈǾƋȱǟ ŁȸĈȵ ɁŁǼŃȽLjǕ ĈǒǠLjȱłǘŁȽ ǟȿłȀLjȦLjȭ .

Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bahagian dari Al Kitab? Mereka percaya kepada jibt dan thaghut, dan mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik Mekah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman(an-Nisa:4/51).

Imam Qurthubi, menukil dari Ibnu Abbas dan Mujahid, ia berkata

mengomentari arti ayat di atas, “ Yaitu barang siapa yang berhukum kepada selain

apa-apa yang diturunkan Allah, dengan cara menolak al-Quran dan membangkang

terhadap sunnah Rasul saw. Berarti ia kafir. Ayat tersebut bersifat umum

mencakup ayat di atas.15

Ibnu Mas’ud dan Hasan Bashri mengatakan, “ayat di atas mencakup setiap

orang yang berhukum kepada apa-apa yang di turunkan Allah, baik ia muslim,

Yahudi, dan Kafir, yaitu dengan beri’tikad dan menganggap bolehnya bersikap

seperti itu tetapi ia sadar dan merasa bahwa perbuatannya tersebut haram, ia

termasuk fasik. Urusannya di tangan Allah, apakah Dia mau menyiksa atau

mengampuni.

Dalam suatu riwayat, Ibnu Abbas berkata, “ Barang siapa yang tidak

berhukum kepada apa-apa yang di turunkan Allah, berarti ia betul-betul

melakukan suatu perbuatan yang menyerupai orang-orang kafir.”

Imam Zamahsyari berkata :” Barang siapa yang tidak berhukum kepada

apa-apa yang di turunkan Allah dalam artian ia meremehkannya, berarti ia

15 Al-Qurthubi, (Al-Jami’ Li Ahkami Quran) juz :6 , h. 330

Page 43: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

32

termasuk golongan orang-orang kafir, fasik, dan zhalim. Mereka pantas untuk

disifati dengan sifat keangkuhan dan kesombongan dalam kekufuran mereka

ketika mereka zalim terhadap ayat-ayat Allah dengan menghina dan meremehkan

dan bersikeras untuk berhukum kepada undang-undang selain al-Quran.16

Imam Abu Hayyan berkata, ayat di atas walaupun secara lahiriyah

ditujukan kepada orang Yahudi, tetapi ia bersifat umum mencakup Yahudi dan

yang lainnya.17

Al-syahid Sayyid Quthb berkomentar, “Ia merupakan suatu masalah

hukum, syariat dan perundang-undangan, yang dibaliknya yang terkandung

masalah ke-ulûhiyyah-an, tauhid dan keimanan, dan masalah yang tersimpul di

dalamnya merupakan jawaban atas pertanyaan :

Adakah okum, undang-undang dan syariat sesuai dengan perjanjian

dengan Allah, sesuai dengan ikatan kita dengan-Nya dan syariatnya yang

dengannya terpelihara semua penganut agama-agama samawi, antara satu dengan

yang lain dan itu diwajibkan kepada para Rasul dan orang-orang yang diberi

kekuasaan yang hidup sesudah mereka berjalan di atas hidayah para Rasul

tersebut. Atau hukum, undang-undang dan syariat tersebut di adakan berdasarkan

hawa nafsu yang bergejolak dan kemaslahatan yang tidak kembali kepada pokok

pangkal yang teguh berakar berupa syariat Allah, serta hukum tradisi yang di

pertahankan oleh sebuah generasi atau beberapa angkatan.

Dengan kata lain : Adakah ke-Ulûhiyyah-an dan ke-Rubûbiyyah-an serta

prinsip-prinsip dasar itu milik Allah di dalam kehidupan manusia di bumi ini.

16 Al-Kasysyaf juz, 1, h. 496 17 Ibnu Hayyan al-Bahru al- Muhith, h. 492

Page 44: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

33

Atau ke-ulûhiyyah-an, Ke-rubûbiyyah-an dan prinsip-prinsip dasar itu milik

manusia (seseorang), sehingga membuat suatu syariat dan undang-undangan

untuk manusia tanpa seizin Allah.

Allah swt. Menyatakan, bahwa Dia adalah yang tidak ada tuhan selain Dia,

syariat-Nya yang ia berlakukan untuk umat manusia sesuai dengan tuntunan

ulûhiyyah-Nya dan penghambaan mereka kepada-Nya ia adakan perjanjian

dengan mereka untuk menjalankan syariat-Nya, yaitu suatu syariat yang wajib

ditegakkan di muka bumi ini. Suatu syariat yang harus di amalkan oleh manusia

dan dijadikan hakim (pemutus) oleh para nabi dan orang sesudahnya yang diberi

kekuasaan.

Allah swt. Menegaskan bahwa tidak ada kompromi dalam masalah ini,

tidak ada tawar-menawar dan tidak ada satu perubahan dari satu segi, walaupun

itu dianggap masalah kecil oleh manusia.

Allah menegaskan, bahwa masalah ini adalah masalah iman dan kufur,

Islam atau jahiliyyah, masalah syariat atau hawa nafsu, yang tidak ada kompromi

dan damai. Yang dinamakan orang-orang mukmin adalah orang-orang yang

berhukum kepada al-Quran dan tidak merubahnya walau satu huruf pun atau

menggantinya dengan sesuatu yang lain. Sedang orang-orang kafir, zhalim dan

fasik ialah orang-orang yang tidak berhukum kepada al-Quran. Hanya ada dua

golongan yaitu para pemimpin yang mempraktekkan syariat Allah secara

sempurna, dan mereka masuk ke dalam lingkaran iman, atau orang-orang yang

menerapkan syariat lain yang dilarang oleh Allah, yang berarti mereka kafir,

fasik, dan zhalim.

Page 45: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

34

Begitu juga ummat, bila mereka menerima hukum dan undang-undangan

Allah yang dijalankan oleh para hakim dan Qadhi dalam segala urusan, berarti

mereka beriman, atau jika tidak mau menerima, maka mereka bukan mukminin.

Dan tidak ada jalan tengah antara keduanya. Tidak ada okum atau dalih, dan tidak

ada istilah demi kemaslahatan. Allahlah, Tuhan seluruh umat manusia, yang

mengetahui apa-apa yang berguna buat mereka. Ia turunkan syariat-Nya untuk

kemaslahatan yang hakiki kepada manusia yang melebihi hukum Allah, Tidak ada

okum atau undang-undang bikinan manusia yang melebihi hukum Allah, Tidak

ada pula seorang Manusia yang berkata : “Aku tolak hukum Allah”.atau ia

mengatakan, “Aku lebih tahu tentang kemaslahatan untuk manusia daripada

Allah.” Bila ada orang yang mengucapkan kata-kata tersebut baik melalui

lisannya, atau perbuatannya, maka nyata-nyata ia keluar dari Islam (kafir).

Bahwa masalah pokok yang pertama kali masuk hitungan ialah masalah

ini, yaitu masalah ikrar terhadap ke-Ulûhiyyah-an Allah dan ke-rubûbiyah-an-

Nya, serta tegaknya ikrar ini ditengah masyarakat tanpa ada yang menyekutui,atau

tanpa ada penolakan terhadapnya. Dari sini lahir masalah kufur atau iman,

Jahiliyah atau Islam. Sementara al-Quran keseluruhanya memberikan penjelasan

hakekat masalah ini.

Sesungguhnya Allah itu Maha pencipta, pencipta jagat raya ini. Ia

menciptakan manusia dan menundukkan segala apa yang ada di langit dan di

bumi untuk manusia, Dialah Allah swt. Maha Tunggal dalam pencipta-Nya.

Tidak ada sekutu bagi-Nya, baik dalam ciptaan-Nya yang paling kecil, sedikit

Page 46: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

35

maupun yang besar.Sesungguhnya Allah adalah Raja, karena dia adalah pencipta

segala-galanya.

Iman itu ikrar kepada Allah swt, dengan sifat-sifat-Nya, yang sfesifik

tersebut,yaitu Ulûhiyyah, Mulkiyah, dan Assultân (Kuasa dan Kuat). Tidak ada

suatu apapun yang menyekutui-Nya, Adapun Islam itu pasrah dan taat terhadap

tuntunan-tuntunan sifat-Nya tersebut, yaitu mengesakan Allah dalam Ulûhiyyah,

Rubûbiyyah, dan adanya di atas segala yang ada ini. Juga mengakui akan

kekuasaan Allah yang terkandung dalam kudrat-Nya dan terjelma dalam syariat-

Nya. Maka arti istislâm (pasrah) kepada syariat Allah sebelum yang lainnya

adalah mengakui akan ke-Ulûhiyyah-an Allah, Rubûbiyyah dan eksistensi-Nya

serta ke Maha kuasaan-Nya. Sedang arti menentang (tidak pasrah) terhadap

syariat ini dan menjadikan hukum yang lain dalam satu aspek dari aspek-aspek

kehidupan berarti menolak untuk mengakui ke-ulûhiyyah-an Allah (Zat yang hak

disembah) dan menolak ke-rubûbiyyah-an-Nya (Zat pemelihara dan Pencipta

segala). Juga berarti menolak eksistensi-Nya dan Maha kekuasaan-Nya.Sama saja,

baik ia menolak dengan lisannya ataupun melalui perbuatannya.Dari sini timbul

permasalahan kufur atau iman, Jahiliyah atau Islam.

Yang masuk ke dalam pokok kita yang kedua adalah keyakinan

(anggapan) tentang lebih utamanya syariat Allah dengan pasti dari pada syariat

(undang-undang) buatan Manusia. Hal ini ditunjukkan oleh ayat terakhir dalam

pembahasan ini;

…LjȷɀłȺĈȩɀłɅ ąȳŃɀLjȪĈȱ ǠńȶǐȮłǵ ĈȼƋȲȱǟ ŁȸĈȵ łȸŁȆŃǵLjǕ ŃȸŁȵŁȿ .

Page 47: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

36

“ Dan siapakah yang lebih baik hukumnya dari pada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin “. ( al-Maidah : 50)

Pengakuan secara mutlak bahwa syariat Allah lebih utama dan unggul dari

syariat yang lain dalam setiap kurun masyarakat dan dalam setiap situasi dan

kondisi, adalah juga merupakan masalah yang berhubungan dengan kufur dan

iman. Maka seseorang tidak berhak dan tidak boleh mengakui bahwa syariat

buatan manusia itu melebihi (menandingi) syariat Allah dalam setiap keadaan dan

dalam setiap generasi, kemudian setelah itu ia mengaku beriman.

Dengan pemisahan yang tegas amat membedakan ini (yaitu antara hukum

Allah dan hukum buatan Manusia) dan dengan memakai kata-kata “man” ( من )

yang merupakan bentuk kata-kata syartiyyah (dalam ilmu nahwu) yang

menunjukan kepada pen-ta’miman (mencakup siapa saja) ditambah dengan

kalimat jawab dari “man’ tersebut, berarti mencakup siapa saja, tanpa kecuali,

tidak dibatasi oleh waktu dan ras, yang tidak berhukum kepada apa-apa yang di

turunkan oleh Allah, Begitulah pengertian ayat itu, Siapa saja yang tidak

berhukum kepada al-Quran berarti (kafir). Seperti yang telah kami sebutkan

karena orang yang tidak berhukum kepada al-Quran (apa-apa yang telah di

turunkan Allah), tidak lain ia menolak ke ulûhiyyah-an Allah padahal sifat ke-

ulûhiyyah-an-Nya tersebut salah satu sifat-Nya yang sfesifik dan khas yang

menuntut supaya syariat-Nya dijadikan hukum (undang-undang).masa dan

bergantinya generasi demi generasi, patung ini pada akhirnya berubah menjadi

sesembahan, kendatipun pada mulanya tak ada kepercayaan seperti itu yang

Page 48: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

37

menyertai pembuatannya dahulu. Adakalanya tokoh itu adalah seorang kepala

keluarga yang pada masa hidupnya, menikmati penghormatan dan pengagungan.18

b. Para Pendeta dan Pastur

Para pendeta dan pastur disebut Tâghût karena mereka menentang syareat Allah.

Mereka merubah hukum, menghalalkan yang haram dan menghalalkan yang halal

sehingga kaumnya mengikuti mereka. Maka mereka itu para Taghût. Iman

Qurthuby dalam tafsirnya meriwayatkan dari Imam A 'masy dan Sufyan Tsauri

ra. dari Habib bin Abi Tsabit dan dari Abi Al Bukhturry berkata: “Sahabat

Hudzaifah ra. pernah di tanya tentang ayat Taubah ayat 31:

ŁȹǠŁǤŃȽłǿŁȿ ŃȴłȽŁǿǠŁǤŃǵLjǕ ǟȿNJǾŁǺʼnǩǟ ǟȿłǼłǤŃȞŁɆĈȱ ǠƋȱĈǙ ǟȿłȀĈȵNJǕ ǠŁȵŁȿ ŁȴŁɅŃȀŁȵ ŁȸŃǣǟ ŁǴɆĈȆŁȶǐȱǟŁȿ ĈȼƋȲȱǟ Ĉȷȿłǻ ŃȸĈȵ ǠńǣǠŁǣŃǿLjǕ ŃȴłȾLjȷɀNJȭĈȀŃȊłɅ ǠʼnȶŁȝ łȼŁȹǠŁǶŃǤłȅ ŁɀłȽ ǠƋȱĈǙ ŁȼLjȱĈǙ ǠLjȱ ǟńǼĈǵǟŁȿ ǠńȾLjȱĈǙ .

Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai

tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.

“Apakah mereka menyembahnya..?” la menjawab, “Tidak, mereka tidak

menyembahnya tetapi mereka menghalalkan yang haram dan mengharamkan

yang halal, lalu diikuti oleh kaumnya”.19

Pada ayat di atas ada lanjutannya tentang penjelasan yang dapat

menghilangkan kesalah fahaman dan kesamaran bahwa mereka adalah ahl al-

Kitab, Ayat ini menerangkan bahwa mereka tidak murtad, dari agama Allah

18 Muhammad Zein, Thaghut, h.107

19 Muhammad Zein “Thaghut”, h. 150

Page 49: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

38

dengan pengakuannya yang dibuktikan dengan praktek setelah terlebih dahulu

persaksiannya dalam I’tikad dan keyakinan, dan bahwa mereka diperintah untuk

mengabdi kepada Allah saja yang Esa. Namun mereka kemudian menjadikan para

pendeta dan Pastur (alim ulama) sebagai tuhan selain Allah sebagaimana mereka

menjadikan Isa bin Maryam sebagai tuhan. Ini namanya syirik, Allah Maha

Agung dan amat jauh dari penyekutuan seperti ini. Dengan demikian mereka

bukan lagi orang yang beriman kepada Allah baik dalam I’tikad keyakinan

maupun dalam perbuatan. Mereka tidak lagi beragama yang hak secara amal dan

realita.20

Sesungguhnya nash al-Qur'an menyamakan sifat syirik dan menjadikan

tuhan-tuhan selain Allah, antara orang-orang yahudi yang menerima syariat

(hukum) dari para pastur mereka dan kaum nasrani yang menyatakan ke-uluhiyah-

an nabi Isa dalam keyakinan dan dalam praktek. Keduanya ini sama dianggap

musyrik, keluar dari barisan mukminin.Sesungguhnya syirik (menyekutukan

Allah) itu terrealisir hanya dengan semata mata memberikan hak membuat hukum

dan undang-undang kepada manusia. Walaupun tidak dibarengi dengan iman

akan ke-uluhiyah-annya dan mengejawantahkannya lewat upacara ibadah khusus

ini sudah jelas. Tapi disini kami ingin menambah bahwa begitupun maksud yang

pertama kali dari pemaparan masalah ini dalam rangka mengkonter kekeliruan

dan kesangsian kaum muslimin (dalam masalah ini) ketika itu dimana mereka

menjadi takut berperang menghadapi bangsa romawi dan dalam rangka

20 Muhammad Zein “Thaghut”, h. 107

Page 50: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

39

menghilangkan anggapan bahwa mereka itu beriman kepada Allah karena mereka

ahl al-Kitâb.

Walaupun dalam rangka itu, tapi hakikat masalah yang dipaparkan ini juga

menjangkau lebih luas kepada pernyataan hakekat agama secara umum. Bahwa

agama yang hak yang diterima oleh Allah hanyalah Islam. Agama ini tidak

berbicara melainkan menyuruh supaya manusia tunduk secara lotalitas kepada

Allah dalam menjalankan hukum setelah tentu saja beriman terlebih dahulu

kepada ke-ulûhiyyah-an-Nya yang realisir lewat upacara ibadah. Bila ada manusia

yang tunduk kepada selain hukum Allah, dia berhak diberi gelar "musyrik" dan

"kafir" sebagaimana orang Yahudi dan Nasrani bagaimana pun pengakuannya dia

beriman. Karena hanya dengan sekedar dia "ikut" kepada hukum buatan manusia

dia berarti melakukan syirik, tanpa dia ingkar kepada mereka (manusia tersebut)

untuk menyatakan bahwa mereka itu diikuti karena mereka memaksanya

sehingga tak mampu mengelak.

Syaikhul Islam Ibnu Taymiyyah bertutur dalam kitabnya: al-Îmân,"

Mereka orang-orang yang menjadikan para pendeta dan pasturnya sebagai Tuhan

yaitu mereka ikut dalam menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal

ada beberapa golongan.

Mereka tahu bahwa para pendeta mereka mengganti Dien Allah tetapi

mereka mengikutinya dan taat kepadanya, dan mereka punya keyakinan

menghalalkan apa-apa yang diharamkan Allah dan mengharamkan apa-apa yang

dihalalkan Allah, padahal mereka tahu bahwa hal itu bertentangan dengan ajaran

para Rasul, sementara Allah dan Rasul-Nya pun menganggap bahwa perbuatan

Page 51: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

40

tersebut adalah syirik, walaupun mereka tidak shalat dan sujud kepada mereka,

dengan demikian orang yang mengikuti orang lain yang nyata-nyata menyimpang

dari agama dan ia mengetahuinya serta ia meyakini ucapannya yang juga

bertentangan dengan firman Allah dan sabda Rasul-Nya berarti ia musyrik sama

seperti Bani Israil.

Dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan : Imam Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu

Jarir melalui berbagai jalur riwayat telah meriwayatkan dari Adi bin Hatim ra,

bahwa ketika da'wah Rasulullah saw. sampai kepadanya, Ia lari ke Syam. Dahulu

pada zaman jahiliyah ia beragama Nasrani, sedang saudara perempuannya beserta

beberapa orang kaumnya terbawa. Maka ia menebusnya kepada Rasulullah saw.

Setelah saudara perempuannya itu ia tebus dan diserahkan kepadanya, ia disuruh

datang kepada Rasulullah saw. untuk memeluk Islam. Maka ia pun pergi ke

Madinah. Sebagai kepala suku Thay dan ayahnya yang juga berdarah Thay yang

cukup masyhur dan terhormat, maka kedatangannya kepada Rasulullah tersebut

menjadi buah bibir mereka. Dia menghadap Rasulullah dengan berkalung salib

dari perak di lehernya. Ketika itu beliau sedang membaca Ayat di atas:(Taubah 3l)

Ady bin Hatim berkata, “Maka aku berkata kepada beliau: Mereka tidak

menyembah para pendeta dan pastur itu”.

Tentu saja, Tetapi mereka mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang

haram. Lalu mereka itu mengikutinya, Begitulah ibadah mereka.21

Mentaati para pendeta dan pastur (alim ulama) dalam bermaksiat kepada

Allah adalah berarti ibadah kepada mereka, dan itu adalah syirik paling besar yang

21 Muhammad Zein “Thaghut”, h. 107

Page 52: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

41

tidak akan diampuni oleh Allah swt, sesuai dengan Firman Allah dalam Surat al-

Taubah ayat 31: 22

“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib(pendeta) mereka sebagai Tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) al-Masih putera Maryam, Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan”.

Yang senada dengan ayat diatas adalah:

ŃȴĈȾĈǝǠŁɆĈȱŃȿLjǕ ɂLjȱĈǙ LjȷɀłǵɀłɆLjȱ ŁƙĈȕǠŁɆʼnȊȱǟ ƋȷĈǙŁȿ ŅȨŃȆĈȦLjȱ łȼʼnȹĈǙŁȿ ĈȼŃɆLjȲŁȝ ĈȼƋȲȱǟ łȴŃȅǟ ĈȀLjȭǐǾłɅ ŃȴLjȱ ǠʼnȶĈȵ ǟɀNJȲNJȭǐǖŁǩ ǠLjȱŁȿLjȷɀNJȭĈȀŃȊłȶLjȱ ŃȴNJȮʼnȹĈǙ ŃȴłȽɀłȶłǪŃȞLjȕLjǕ ǐȷĈǙŁȿ ŃȴNJȭɀNJȱĈǻǠŁDzłɆĈȱ.

“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, Sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik”. (al-An’am 121)

Hal seperi ini telah terjadi pada banyak orang beserta mereka yang ikut-

ikutan kepadanya. Karena mereka tidak mempunyai anggapan terhadap suatu dalil

bila bertentangan dengan yang mengikuti itu adalah termasuk syirik seperti yang

tersebut. Diantara mereka ada yang berlebihan dalam masalah ini dan punya

keyakinan bahwa mengambil dalil dan kondisi seperti itu adalah makruh atau

haram. sehingga fitrah yang menimpa agama lebih besar. Dia berkata: “Mereka itu

lebih tahu dari pada kita tentang dalil-dalil dimana tidak akan diambil kecuali

hanya oleh seorang Mujtahid. Malah barangkali mereka mencela orang yang

22 Muhammad Zein “Thaghut”, h. 1149

Page 53: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

42

mengamalkan dalil tersebut. Kalau sudah begini, maka tidak syah lagi, itu

menunjukkan bahwa Islam itu asing bagi mereka, sebagaimana yang diucapkan

oleh Syeikh Abdul Wahhab dalam beberapa masalah, “Maka berubahlah segala

keadaan kembalilah keadaan tersebut kepada tujuan di atas, sehingga ibadah dan

penyembahan kepada para pendeta adalah amalan yang paling afdhal menurut

mereka, yang mereka namakan "wilayah".23 Sedang ibadah dan penyembahan

kepada para Pastur adalah ilmu dan fikih. Dari sini akan berubahlah suatu keadaan

kepada hal yang lebih jauh dari itu, yaitu disembahnya pula orang-orang dungu

dan jahil.24

Para pendeta dan pastur tersebut membuang hukum Allah bagaikan

keledai yang memanggul kitab (buku-buku), tak mengerti apa isinya. Maka

mulailah mereka membuat hukum (undang-undang) untuk ummat manusia

berdasarkan hawa nafsu dan keserakahannya hingga keadaanya sampai kepada

dimana mereka menjual syurga dengan uang chek berupa ampunan kepada orang

yang mau membayar lebih besar. Maka gereja-gereja dan negara-negara Eropa

adalah penghalang dan penghambat ilmu pengetahuan dan peradaban, padahal

mereka punya areal tanah begitu luas. Gereja-gereja tersebut menjajah bangsa-

bangsa dengan penjajahan paling keji dan buruk. itu tidak lain karena undang

undang (Hukum) yang dibuat oleh para pendeta dari pastur mereka yang

bersumber dari hawa nafsu dan syetan. Mereka pantas mendapat julukan

“Tåghût”.

23 Makna “wilayah” maksudnya adalah mereka membuat hukum-hukum juga undang undang untuk manusia berdasarkan hawa nafsu juga keserakahannya. 24 Kitab Fathul-Majid Syarah Kitab at-Tauhid, h. 400

Page 54: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

43

c. Kefanatikan Terhadap Ulama Islam

Sebagaimana firman Allah swt dalam surat al-A’râf:7/175-176 dan al-

Isrâ:17/36 :

LjȮLjȥ NJȷǠLjȖŃɆʼnȊȱǟ łȼŁȞŁǤŃǩLjǖLjȥ ǠŁȾŃȺĈȵ ŁǸLjȲŁȆŃȹǠLjȥ ǠŁȺĈǩǠŁɅǟĆǒ łȻǠŁȺŃɆŁǩǟĆǒ ɃĈǾƋȱǟ LjǖŁǤŁȹ ŃȴĈȾŃɆLjȲŁȝ NJȰŃǩǟŁȿŁȸɅĈȿǠŁȢǐȱǟ ŁȸĈȵ LjȷǠ .

“Dan bacakanlah kepada mereka berita yang mengagumkan tepatnya berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat kami, kemudian dia berpantang mempercayainya, lalu dia dihubungi rapat oleh setan untuk menggodanya. Sehingga ia menjadi sesat.” (Q.S. Al-A’râf:175).

ǐȰĈȶŃǶŁǩ ǐȷĈǙ ĈǢǐȲLjȮǐȱǟ ĈȰLjǮŁȶLjȭ łȼNJȲLjǮŁȶLjȥ łȻǟŁɀŁȽ ŁȜŁǤʼnǩǟŁȿ ĈȏŃǿLjǖǐȱǟ ɂLjȱĈǙ ŁǼLjȲŃǹLjǕ łȼʼnȺĈȮLjȱŁȿ ǠŁȾĈǣ łȻǠŁȺŃȞLjȥŁȀLjȱ ǠŁȺǐǞĈȉ ŃɀLjȱŁȿƋǾLjȭ ŁȸɅĈǾƋȱǟ ĈȳŃɀLjȪǐȱǟ NJȰLjǮŁȵ ŁȬĈȱLjǽ ǐǬŁȾǐȲŁɅ łȼǐȭłȀŃǪŁǩ ŃȿLjǕ ǐǬŁȾǐȲŁɅ ĈȼŃɆLjȲŁȝ ŁȌŁȎLjȪǐȱǟ ĈȌłȎǐȩǠLjȥ ǠŁȺĈǩǠŁɅǔĈǣ ǟɀłǣ

LjȷȿłȀƋȮLjȦŁǪŁɅ ŃȴłȾƋȲŁȞLjȱ .

“Jika Kami kehendaki, tentu Kami dapat mengangkat derajatnya. Namun dia ketagihan kesenangan dunia, dan mengikuti hawa nafsunya yang rendah. Maka perumpamaannya seperti anjing. Bila kamu halau, dia menjulurkan lidahnya, atau jika kamu biarkan iapun mengeluarkan lidahnya juga. Demikianlah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Ceritakanlah cerita ini, semoga mereka berpikir.” (Q.S. al- A’râf:176)

ŃɆLjȱ ǠŁȵ łȤǐȪŁǩ ǠĆLjȱȿǠDŽȱɀNJǞŃȆŁȵ łȼŃȺŁȝ LjȷǠLjȭ ŁȬĈǞLjȱȿNJǕ ƌȰNJȭ ŁǻǟŁǘNJȦǐȱǟŁȿ ŁȀŁȎŁǤǐȱǟŁȿ ŁȜŃȶʼnȆȱǟ ƋȷĈǙ ŅȴǐȲĈȝ ĈȼĈǣ ŁȬLjȱ ŁȄ

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. ( al-Isrâ:17/36)

Bahwa Ulama-ulama Islam itu adalah pewaris para nabi Allah swt. telah

mengadakan perjanjian dengan mereka supaya mereka menyampaikan kebenaran

kepada ummat manusia, dan Dia jadikan mereka para pemimpin yang mendapat

hidayah dan teladan yang patut dicontoh, Allah menjadikan mereka ada pada

urutan ketiga dalam syahadat tentang keesaan-Nya, akan tetapi jangan sampai

Page 55: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

44

manusia menghambakan mereka dengan hawa nafsu, bahkan sampai bertaklid

buta tanpa keilmuan yang berdasarkan al-Qur’an dan hadits Nabi saw.

Para ulama ummat ini mengharap sangat dan berusaha keras untuk

meneladani jejak Rasulullah dalam segala hal. Mereka mengeluarkan fatwa dan

hukum bersumberkan Kitâbullâh dan sunnah Rasulullah saw. Mereka membuka

pintu ijtihad dalam rangka mencari kebenaran, karena ijtihad merupakan jalan

untuk memperbaharui kondisi kehidupan ummat manusia. Telah berapa banyak

mereka berhasil dengan gemilang dalam bidang ini, menyumbangkan jasa sangat

besar terhadap Islam dengan cara tekun menulis tentang akidah atau pun syariah

dan mengupasnya sebagai suatu karya gemilang dan punya manfaat amat besar.

Mereka memang para pewaris Nabi yang mendapat hidayah di dunia maupun di

Akhirat.

Dalam hal ini, Ijtihad dalam syareat (hukum) islam itu tidak berlaku pada

hal-hal (perkara) besar dan pokok yang wajib dan telah jelas diketahui oleh semua

orang seperti wajibnya puasa, shalat ataupun tentang haji. Atau seperti hokum

pokok yang berhubungan dengan akidah maupun masalah-masalah yang berkaitan

dengan ilmu tauhid.

Hukum tentang masalah-masalah diatas ada jelas dalam al-Qur’an secara

Muhkâmât (ayat yang jelas tidak perlu ta’wil) yang tidak mungkin mengundang

perselisihan pendapat. Karena Allah swt ingin supaya masalah-masalah tersebut

tetap, tidak berubah oleh perputaran zaman.

Adapun masalah-masalah yang membutuhkan Ijtihad mengikuti

perkembangan zaman, al-Qur’an pun telah menjelaskannya secara global. Inilah

Page 56: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

45

masalah-masalah yang menjadi ajang pertentangan pendapat antara para mujtahid,

tetapi bukan penyebab berpecah belah.

Ijtihad itu harus bersumberkan al-Qur’an dan Sunnah bahkan pendapat-

pendapat yang disandarkan kepada ijma atau Qiyas serta sumber-sumber hukum

islam lainya harus dikembalikan kepada kedua dasar hukum tersebut.

Atas dasar ini maka tak ada pendapat pada ulama Islam, karena pendapat

dan kefanatikan serta pengagungan hanya kepada kedua sumber ijtihad tadi (al-

Qur'an dan Sunnah) bukan kepada si Mujtahid. Oleh karena itu, kaum muslimin

menolak setiap pendapat yang tidak berdasar kepada keduanya dari siapapun

datangnya. Kami tidak pernah menemukan seorang ulama pun yang

berkecimpung dalam dunia fiqih Islam dan dia terkenal sebagai seorang Mujtahid,

ia tidak berpegang kepada dalil-dalil syara dalam mengistinbath (menentukan

suatu hukum). Sungguh para ulama Islam adalah orang-orang pilihan dari ummat

ini yang jauh berbeda dengan ummat-ummat terdahulu yang ulamanya terdiri dari

orang orang jahat. (Karena Ulama kita pengganti para Rasul). Mereka

menghidupkan kembali sunnah nya yang nyaris padam. Dengan sebab mereka

tegaklah kembali Kitabullah dan dengan Kitabullah mereka pun menjadi tegak

dan bangkit.

Dengan sebab mereka al-Qur'an bisa bicara, dan dengan al-Qur'an mereka

juga bisa bicara. Tak ada seorang ulama atau Imam pun dari para Imam yang

berkaliber dunia yang hasil pikirannya menjangkau seluruh ummat muslimin yang

tidak berpegang teguh dan bersandar kepada al-Qur'an dan Sunnah, baik sedikit

maupun banyak, baik masalah yang kecil maupun yang besar. Mereka sepakat

Page 57: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

46

bulat dengan yakin, bahwa mengikuti teladan sunnah itu wajib, dan setiap

pendapat manusia boleh diambil dan boleh dibuang, kecuali ucapan Rasulullah

saw. Dan apabila ada seorang Ulama yang ternyata pendapatnya (hasil

Ijitihadnya) bertentangan dengan al-Qur’an dan hadis Nabi saw, maka ia wajib

menarik pendapatnya atau meninggalkannya dan mengambil hadis tersebut.

Di sana juga ada kesepakatan pandangan bagi ummat ini, bahwa para

Ulama dalam ijtihad dan fatwanya tidak bersandar kepada apa-apa yang

bertentangan dengan teladan Rasulullah saw. Tak ada seorang pun dari mereka

yang keluar dari nash. Bila salah dalam Ijtihadnya, ia tetap seorang Mujtahid,

mendapat pahala satu. Bila benar, ia mendapat pahala dua. Orang-orang yang

mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram, jika ia seorang

mujtahid yang tujuanya meneladani Rasulullah, tetapi tersembunyi baginya

kebenaran dalam masalah tersebut, sementara dia juga betul-betul bertakwa

kepada Allah sesuai dengan kemampuanya, ia tidak akan disiksa oleh Allah

karena kesalahanya tersebut, ia tidak berdosa bahkan mendapat pahala atas hasil

ijtihadnya.

Karena keputusannya yang berpijak di atas hasil ijtihadnya dengan

motivasi baik, bahwa apa-apa yang ia perbuat tersebut semata-mata untuk

menghidmat kepada agama dan bukan karena pengaruh hawanafsunya, melainkan

semata-mata mencari ridha Allah.

Adapun yang termasuk dosa atau maksiat dalam masalah ini adalah

apabila seorang Ulama tingkatan mujtahid ia berijtihad dan ia tahu bahwa hasil

Page 58: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

47

ijtihadnya itu salah dan bertentangan dengan al-Qur’an dan sunnah, tetapi dia

tetap mempertahankan pendapatnya, tidak mau rujuk kepada keduanya.

Imam ibnu taymiyyah, berkata; dan ia tahu bahwa hal ini salah, tetapi ia

tetap mempertahankannya, tidak mau kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah,

maka dia mendapat celaan dari Allah berupa Syirik, lebih-lebih jika hal itu

didorong oleh hawa nafsunya dan ia pertahankan dengan argumentasi-

argumentasi palsu dari mulutnya atau dengan tangannya sama lainya ia disebut

thâghût.25

Oleh karena itu para ulama berkonsensus bahwa jika seorang ulama

mengetahui yang hak,ia tidak boleh taqlid kepada orang lain yang bertentangan

denganya. Para ulama ini hanya mengambil dalil, walaupun dia tidak mampu

untuk berijtihad mengeluarkan hukum dari dalil yang diketahuinya. Ini adalah

seperti seorang yang ada ditengah ummat Nasrani, tetapi ia tahu bahwa agama

islam adalah hak.

d. Dukun dan Tukang Sihir

Disebut “sihir”, karena pekerjaan tersebut tersembunyi, halus, licik dan

semata mata bersandar kepada makar dan tipu daya setan.

Sihir terbagi 2 :

Pertama: yang berupa khayalan dan bukan sebenarnya sihir jenis ini bersandar

kepada ilmu dan kepandaian serta ringannya gerakan. Yaitu si tukang sihir

menyulap sesuatu menjadi sesuatu yang lain dimana orang banyak

25Muhammad Zein, “Thâghût, h. 161

Page 59: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

48

menyaksikannya. Sebagaimana orang melihat fatamorgana dari kejauhan lalu ia

sangka ia air.

Allah berfirman:

Berkata Musa: "Silakan kamu sekalian melemparkan". Maka tiba-tiba tali-tali dan tongkat-tongkat mereka, terbayang kepada Musa seakan-akan ia merayap cepat, lantaran sihir mereka. (Thaha :66)

Kedua: Sihir yang hakiki dengan sihir ini si tukang sihir berhasil menimpakan

bahaya dan bencana kepada seseorang dengan istrinya. Sihir jenis ini terkadang

mengandalkan ajimat-ajimat, mantera dan buhul-buhul yang dapat mempengaruhi

harta, dan badan seseorang sampai jatuh sakit bahkan mati disamping juga dapat

meruntuhkan rumah tangga orang.

Allah Ta'ala berfirman:

“…Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya”. (al-baqarah: 102).

“Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul”(al-Falaq:4)

Sihir ini sihir yang sebenarnya (hakiki) yang memang ada, yang kita harus

berlindung kepada Allah darinya. Kejahatan sihir ini tidak hanya terbatas

Page 60: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

49

menimpa orang-orang awam (kebanyakan) tetapi juga adakalanya menimpa para

ulama (Wali Allah) dan orang-orang shaleh, bahkan juga para Nabi. Hanya kalau

Nabi tidak sampai terpengaruh akal dan hatinya. Ia hanya menjadi satu penyakit

seperti biasa lainnya.26

Allah Swt , menyatakan bahwa tukang sihir dan orang yang mempelajari

sihir itu kafir.

“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir". Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada

26 Halimuddin, Kembali Kepada Akidah Yang Benar, (Jakarta,Penerbit: Rineka Cipta, 1988) Cet, pertama, h.16

Page 61: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

50

seorangpun kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui”.(al-baqarah 102).

Dari ayat ini dapat kita ambil beberapa hukum, bahwa :

1. Allah swt. menyatakan bahwa orang-orang yang mempelajari sihir itu

berarti membuang Kitabullah dan mendustakan Rasulullah saw. Allah swt

berfirman:

“…dan setelah datang kepada mereka seorang Rasul dari sisi Allah yang membenarkan apa (kitab) yang ada pada mereka, sebahagian dari orang-orang yang diberi Kitab (Taurat) melemparkan Kitab Allah ke belakang (punggung) nya seolah-olah mereka tidak mengetahui (bahwa itu adalah Kitab Allah)” (Al-baqarah: 102)

Imam Suddy berkomentar, “Mereka itu membuang Kitab Taurat dan

mengambil kitabnya Asif dan sihirnya Harut dan Marut” 27

Cukuplah bagi kita gambaran diatas bahwa, orang yang belajar sihir adalah

orang yang membuang Kitabullah dan menjauhinya serta mendustakan nabi yang

membawa kitab tersebut.

27 Tafsir Qurthuby, juz,1, h. 41

Page 62: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

51

2. Orang yang mempelajari sihir itu tidak lain mempelajari apa apa yang

memberi bencana bualnya yang sama sekali tidak ada manfaatnya. Firman

Allah:

… "…dan mereka mempelajari apa-apa yang memudaratkan mereka dan

tidak memberi manfaat !" (Al-Baqarah: 102)

Bahaya Sihir ini terbukti nampak di dunia dan akan ada pula di akhirat

nanti.

Allah swt berfirman:

"Sesungguhnya mereka itu telah tahu, siapa yang membeli sihir (mengerjakannya) tidak adanya baginya bagian di akherat !”

“Sesungguhnya orang-orang yang menjual dirinya dengan sihir jika mereka mengetahui" (Al-Baqarah: 102).

3. Orang-orang yang mengerjakan sihir dan menyakiti orang lain menyakiti

suami dengan istrinya adalah perbuatan syetan.

4. "Maka mereka mempelajari dari keduanya apa-apa yang akan

menceraikan suami dengan istrinya." (Al-Baqarah: 102).

Karena syetan itu berbahagia dan senang jika suatu ummat mengikuti atau

bertahkim kepada tâghût.

Di jalan inilah Tukang Sihir dan syetan bekerjasama sampai mereka betul-

betul-betul menyesatkan manusia ke jalan yang sesat. Namun demikian, Tukang

sihir dan syetan tersebut tidak punya daya dan kemampuan kecuali dengan izin

Allah. Bila Dia menghendaki, hal itu akan terjadi. Bila tidak, maka tidak akan

terjadi. Lanjutan Ayat diatas ialah :

Page 63: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

52

"Mereka itu tiada memberi ma'dharat dan bencana kepada seorang jua pun kecuali dengan izin Allah." (Al-Baqarah : 102).

Diantara sunnatullah di alam ini, yaitu membakar itu harus dengan api.

Memotong harus dengan pisau. Dan bencana itu bisa terjadi dengan sihir.

Begitulah sunnatullah berlaku. Tetapi Allah swt. Maha Kuasa untuk tidak

memperlakukan Sunnah-Nya tersebut, bila Dia menghendaki sebagai bukti, Dia

telah mencegah api membakar Nabi-Nya, Ibrahim sebagaimana pula Dia telah

menumpulkan pisau sehingga tidak mempan menyembelih putranya, Ismail as.

Demikianlah bila Allah menghendakinya.

Dukun tidak berbeda dengan Tukang Sihir. Hanya dia mengaku-ngaku

dengan kedustaanya bahwa dia mengetahui yang ghaib dan keadaan yang akan

datang. Itulah makanya, orang-orang bodoh dan lemah imannya datang kepadanya

untuk menanyakan nasib,jodoh,kematian dan perkara perkara yang ghaib yang

akan terjadi di masa yang akan datang atau yang sejenisnya.

Imam Ibnu al-Qayyim bertutur, Para dukun itu adalah utusan-utusan

syetan dimana orang-orang musyrik berdatangan kepadanya untuk menanyakan

perkara-perkara besar dan penting. Dan mereka mempercayai kata-katanya.

Menjadikannya hakim pemutus suatu perkara. Kepercayaannya ini penuh dan

teguh sebagaimana kepercayaan para pengikut Rasul kepada Rasul-Nya. Orang-

orang musyrik itu berkeyakinan bahwa para dukun itu mengetahui perkara ghaib.

Para dukun tersebut dalam pandangan mereka tidak ubahnya seperti Rasul.

Jadi seperti kami sebutkan diatas, bahwa para dukun itu adalah utusan

Syetan yang diutus kepada golongannya yang terdiri dari orang-orang Musyrik,

Page 64: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

53

dan ia serupakan mereka seperti Rasul-rasul Allah yang jujur dan benar agar

orang-orang Musyrik tersebut mempercayainya. Juga ia jadikan para dukun

tersebut seakan-akan orang-orang yang jujur yang mengetahui yang ghaib.

Sehubungan dengan perbedaan amat kontras kedua kelompok ini (Tukang

Nujum/dukun dan para Rasul Allah).

Rasulullah saw. bersabda:

ŃȸŁȵ ɂŁǩLjǟ ǠLjȭ ǠńȺĈȽ ʼnǼŁȎLjȥ łȼLjȩ ǠŁȶĈǣ NJȯŃɀNJȪŁɅ ŃǼLjȪLjȥ ŁȀLjȦLjȭ ǠŁȶĈǣ LjȯĈȂŃȹNJǟ ɂLjȲŁȝ ąǼʼnȶŁǶłȵ

Barang siapa yang datang ke Dukun, lalu dia percaya kepadanya, berarti ia Kafir terhadap Al-Qur’an”.

Manusia itu terbagi dua kelompok:

(1) pengikut para dukun, dan

(2) pengikut para Rasul

Tidak mungkin seseorang berada pada kedua-duanya. Sebatas jarak jauh

dekatnya kepada dukun sebatas itulah jarak jauh dekatnya kepada Allah. Dan ia

akan mendustakan Allah sesuai dengan kadar kepercayaannya kepada dukun.28

Jelaslah, para dukun itu adalah Tâghût yang didatangi syetan-syetan untuk

memberikan berita dan kabar. Atau kalau tidak, maka para dukun itu bersandar

kepada firasat dan pengalaman. Sehingga para dukun itu berkata dengan kata-kata

yang bersifat umum, yang disangka oleh si empunya hajat, karena ia amat butuh

kepadanya dan penasaran ingin tahu ditambah oleh kelemahan imannya bahwa si

28 Ibnu al-Qayyim, Dalam Kitab: “ Ighatsatu Allahfaan Min Makaid Assyaithan” hal 266

Page 65: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

54

dukun tersebut benar ucapannya dan tepat sehingga ia mempercayainya dan kafir

kepada al-Qur'an.

Sahabat Jabir bin Abdullah al-Anshary berkata, “Taghût-taghût itu adalah

para dukun yang kepadanya syetan turun, yaitu pada setiap orang satu syetan”.

Para dukun itu telah menjadi tempat mengadu orang-orang ketika

berselisih pendapat bahkan bagi semua persoalan. Mereka punya pengaruh besar

terhadap ummat manusia, dan Islam sesungguhnya telah menghancurkan

kedudukan mereka dan menyingkirkannya dari alam kehidupan ini. Tetapi bintang

mereka kembali naik tatkala Iman yang berada pada pribadi-pribadi manusia

menjadi layu dan lemah. Ketika agama dikalahkan oleh gelimang kehidupan

materialis. Pada saat manusia jauh tersesat dari Allah. Mereka para dukun itu

bermunculan di berbagai negeri dan di banyak pelosok. Maka manusia itu

berbondong-bondong datang kepada mereka mengajukan berbagai perkara.

Akibatnya timbullah perselisihan dan permusuhan sesama manusia. itu tidak lain

buah dari kepercayaan mereka terhadap kedustaan para dukun itu dengan

mengatakan, yang mencuri golongan ini adalah golongan itu, atau ia menuduh

dengan mengatakan misalnya: "Kau dibenci oleh si pulan dan sebagainya”.

Para dukun itu pada zaman kita sekarang mempunyai organisasi dan

yayasan-yayasan yang dilindungi oleh negara dan dijamin keamananya. Mereka

punya kepala yang bisa diangkat dan diberhentikan. Di beberapa surat kabar, saya

pernah membaca iklan besar yang dipasang oleh salah seorang dari mereka bahwa

dia akan membuat sebuah markas besar di Paris. Ia menyebutkan, bahwa para

wakilnya tersebar hanya bertugas menyebarkan gambar-gambar mereka, alamat

Page 66: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

55

dan umur mereka. Selain mereka tidak ada hubungan dengan yayasan-yayasan

atau perkumpulannya. Dan diantara keberanian nya, ia berkata, “Kami tidak akan

menuntut apa-apa dari pelanggan kami sebelum berita dan apa-apa yang

diucapkannya terbukti (ter realisir) dengan benar”.

Yang lebih hebat lagi dari itu, bahwa surat kabar dunia setiap tahun

menyebarkan berita-berita mereka dan memuat ramalan-ramalan mereka tentang

akan berakhirnya kehidupan dunia ini. Sebagian dari mereka ada yang khusus

menyebutkan para tokoh, pembesar, orang-orang top baik bintang-bintang film

maupun para penulis atau pengarang. Sehingga jadilah mereka idola yang top

dimana orang-orang dari Eropa maupun Amerika datang kepadanya. Sebab yang

pokok adalah karena mereka (orang-orang Barat) itu kehilangan agama. kosong

rohaninya sedang kaum muslimin sendiri lemah akidahnya.

Bahwa agama Islam menolak keras praduga dan anggapan serta sangkaan

dusta Islam memerangi pada Dajjal yang mengaku-ngaku mengetahui yang ghaib

seperti para dukun-dukun dan tukang ramal itu. Karena yang mengetahui yang

ghaib itu hanyalah Allah semata. Tak seorang pun yang mengetahuinya baik para

wali ataupun para Nabi, termasuk juga Rasul al-Musthafa.

Allah swt berfirman:

“Katakanlah hai Muhammad: "Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah"(al-Naml: 65).

Page 67: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

56

D. Faktor Penyimpangan Akidah Serta Analisa Tâghût Dalam Realitas

Sosial.

Akidah atau tauhid merupakan benteng pertahanan dasar yang harus

dipegang oleh seorang Muslim, bahkan beberapa Ulama mengatakan, ilmu yang

paling mulia adalah ushuluddin. Diutusnya para Rasul ke muka bumi ini dengan

satu tujuan yaitu memperkuat, dan meluruskan akidah dan tauhid umat ketika

penyembahan terhadap berhala dan praktik kemusyrikan sudah merajalela.

Keberhalaan secara langsung masih ada bahkan makin marak semenjak

nabi Ibrahim menancapkan pondasi akidah dan tauhid yang kuat, namun secara

tidak langsung keberhalaan masih saja terjadi di era modern ini, apalagi era

postmodernisme benar-benar menjadi pertanda hancurnya akidah tauhid.

Tidak begitu mudah memberikan uraian tentang akar-akar keberhalaan

asal mula penyimpangan akidah ini, serta pertumbuhannya di tengah-tengah

manusia. Apalagi, mengingat bahwa persoalan keberhalaan ini bukan hanya

terbatas pada satu atau dua bangsa, tidak pula dalam satu atau dua bentuk, ataupun

satu atau dua daerah.Hal ini tentunya membuat sulitnya mengajukan pendapat

yang pasti tentanganya atau terang pertumbuhannya.

Keberhalaan (watsaniyah) di kalangan bangsa arab Jahiliyyah,

misalnya,berbeda dengan keberhalaan di kalangan bangsa India. Keberhalaan di

kalangan penganut agama Budha berbeda dengan yang di anut oleh pengikut

Hindu. Kepercayaan-kepercayaan dalam agama-agama dan bangsa-bangsa ini,

Page 68: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

57

yang berkaitan dengan kemusyrikan, sangat berbeda sedemikian, sehingga sulit

menggambarkan kadar yang dimiliki bersama oleh masing-masing dari mereka.29

Suku-suku Arab yang telah punah, seperti jaman jahiliyah waktu dulu

ketika jaman Sulaiman sampai nabi Muhammad, mereka itu hidup diantara para

penyembah berhala atau matahari.30,Kepercayaan-kepercayaan dan cara-cara

berpikir mereka banyak disebut dalam al-Quran al-Karim. Bangsa Arab dari

keturunan nabi Ismail, untuk masa-masa tertentu, adalah kaum yang bertauhid dan

mengikuti ajaran-ajaran nabi Ibrahim dan nabi Ismail, akan tetapi lama kelamaan,

akibat pergaulan dengan suku-suku penyembah berhala dalam masyarakat Arab

jahiliyyah, secara berangsur-angsur timbul pula kepercayaan keberhalaan sebagai

ganti akidah tauhid.31

Demikian itulah keadaan bangsa Arab yang hidup di daerah-daerah

tersebut. Sedangkan mereka yang hidup di Makkah dan sekitarnya, pada masa

menjelang kedatangan Rasulullah saw, mulai berkenalan dengan keberhalaan

melalui seorang yang bernama ‘Amr bin Luhai, sebagaimana dinyatakan oleh para

ahli sejarah. Pada perjalanannya ke daerah-daerah Syam, ‘Amr bertemu dengan

orang-orang yang menyembah berhala, lalu ia bertanya kepada mereka tentang

perbuatan tersebut.

“Patung-patung apakah ini yang kalian sembah?”

29 Al-Busthani, Ensiklopedia, Kepercayaan-Kepercayaan Tentang Yang Di Anut Oleh Bangsa-Bangsa Di Asia (Jakarta: Pustaka Akbar, 1996), Cet ke III, h. 225 30 Firman Allah :

“Telah Kudapati ia (Yakni Ratu Saba ) dan Kaumnya Menyembah Matahari Di Samping Menyembah Allah.” (QS 24:27) (lih asy-Syaikh Ja’far ubhan, Al-Tauhid wa Syrik fil Qur’an al-Karim, h. 32.)

31 Ibn Hisyam, as-Sirah, Watsaniyahn Atau Paganisme Telah Berakar Di Tengah-tengah Musyrikin Arab Jahiliyah, (Jakarta : Pustaka Media Etika Sarana) Jilid 1, h. 82

Page 69: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

58

“Ini adalah patung-patung yang kami sembah, agar bila kami memohon

hujan, patung-patung ini memberikan hujan, dan bila kami mengharapkan

pertolongan, patung-patung ini memberikan nya kepada kami.”

“Maukah kalian menghadiahkan untukku beberapa darinya? Saya akan

membawanya ke negeri Arab, agar mereka menyembahnya.”

Demikianlah,’Amr bin Luhai tertarik kepada perbuatan mereka. Ia pulang

ke Mekkah dengan membawa sebuah patung besar bernama Hubal. Patung ini

diletakkan di atas bangunan ka’bah kemudian ia mengajak orang-orang lain agar

menyembahnya.” 32

Ada riwayat yang menyatakan bahwa pada malam peristiwa Hudaibiyah,

turun hujan lebat di atas perkemahan kaum muslimin, sehingga Rasulullah saw.

memerintahkan seseorang berseru. “Laksanakanlah shalatmu di kemah-kemah

kamu masing-masing!” Pada pagi harinya, ketika mengimami salat Subuh

bersama mereka, beliau bersabda: “Tahukah kalian apa yang dikatakan oleh

Tuhan-mu?” Mereka menjawab Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Dan

beliaupun berkata, “ Di antara hamba-hambaku di pagi hari ini, ada yang mukmin

dan ada pula yang kafir. Siapa di antara mereka berkata, ‘Kami peroleh hujan

dengan rahmat dan karunia Allah,’ maka dia itulah yang beriman kepada Allah

dan kufur kepada bintang-bintang. Dan siapa di antara mereka berkata, “ Kami

peroleh hujan dengan ramalan bintang. Maka dia itulah yang beriman kepada

bintang-bintang dan kufur kepada-Ku”.33

32 Al-Allamah al-Syaikh Ja’far Subhani, al-Tauhid wa Syirk fi al-Qur’an al-Karim, terj. Muhammad al-Baqir, (Bandung: Penerbit Mizan) Cet, Pertama,1987,H. 79 33 Ja’far Subhani, al-Tauhid wa Syirk. h. 79

Page 70: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

59

Kedua nash historis ini sekaligus menunjukkan bahwa sebagian orang

Arab jahiliyyah, atau semuanya, adalah musyrikin dalam hal rubûbiyyah, yakni

dalam sifat-sifat Allah sebagai Sang pemelihara dan Pengatur alam semesta.

Mereka percaya bahwa turunnya hujan adalah wewenang berhala-berhala itu

benar-benar memberi mereka hujan.

Keterangan di atas amat penting dalam kaitannya dengan uraian-uraian

selanjutnya. Di samping itu beberapa peneliti berpendapat bahwa keberhalaan

tumbuh akibat penghormatan dan ta’zim berlebih-lebihan serta keinginan untuk

mengabadikan kenangan terhadap tokoh-tokoh besar. Setiap kali seorang tokoh

besar meninggal dunia, mereka memahat patung untuk menghidupkan kenangan

kepadanya dalam diri mereka. Namun dengan berlalunya cukup besar, sehingga

ketika ia mati, keluarganya membuat patung yang menyerupainya, lalu mulai

menyembahnya. Pada masyarakat Yunani dan Romawi kuno, kepala keluarga di

puja oleh keluarganya, dan bila ia mati, mereka pun menyembah patungnya.

Faktor-faktor penyebab penyimpangannya adalah:34

Minimnya pengetahuan seseorang tentang akidah dan syari’at yang benar.

Hal ini disebabkan karena keengganan mereka untuk mempelajarinya.

Begitu juga kurangnya perhatian mereka terhadap akidah, akibatnya

tumbuhlah generasi yang tidak mengerti akidah yang benar dan mana

aqidah yang sesat. Sehingga mereka pun meyakini yang hak (benar) itu

sebagai sesuatu yang batil dan yang batil itu dianggap sebagai yang hak.

Sebagaimana Umar bin khattab ra. Berkata:

34Nabhani Idris Hidayatullah Nawawi”THAGUT” , (Jakarta:Pustaka al-Kaustar,1999),

cet. I, h. 94-98.

Page 71: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

60

“Sesungguhnya ikatan Islam akan terlepas/ hancur satu demi satu, apabila di dalam Islam tumbuh orang yang tidak mengenal kejahiliyahan.”

Ta’ashshub (fanatik) kepada sesuatu yang diwarisi dari orang tua dan

nenek moyangnya, meskipun hal itu batil dan mencampakkan apa yang

menyalahinya, sekalipun hal itu adalah benar.

Sebagaimana yang difirmankan Allah subhanahu wata’ala, Artinya:

”Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab, “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa telah kami dapati dari (perbuatan) nenek-moyang kami.” (Apakah mereka akan mengikuti juga), walau pun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?” (QS. al-Baqarah: 170).

Taqlid35 buta (ikut-ikutan secara buta) tanpa ada keilmuan yang

melandasinya. Yaitu dengan mengambil pendapat manusia sebagai hujjah

dan sumber dalam masalah akidah tanpa mengetahui dalilnya dan tanpa

meneliti seberapa jauh kebenarannya.

Sebagaimana fenomena yang terjadi saat ini banyak kaum muslimin yang

bertaqlid kepada para ulama sesat, sehingga mereka pun menjadi sesat dan

menyimpang dari aqidah yang shahih (benar).

Ghuluw (berlebihan) dalam mencintai para wali dan orang-orang shalih,

dan mengangkat mereka di atas derajat yang semestinya dengan meyakini

pada diri mereka terdapat sesuatu yang tidak mampu dilakukan kecuali

oleh Allah swt, seperti mampu mendatangkan kemanfaatan dan menolak

kemudharatan (malapetaka).

35Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Fatwa Tentang Akidah, Yogyakarta: Titian

Ilahi Press, cet. I, h. 73.

Page 72: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

61

Serta menjadikan mereka sebagai perantara antara Allah subhanahu

wata’ala dan makhluk-Nya, sehingga mereka pun akhirnya menyembah

para wali/ orang-orang shalih tersebut selain Allah subhanahu wata’ala.

Dan mendekatkan diri (taqarrub) kepada kuburan mereka dengan

menyembelih hewan qurban, nadzar, do’a, dan meminta pertolongan atau

petunjuk kepada dukun atau peramal di sana. Sebagaimana yang terjadi

pada para penyembah kuburan di berbagai negeri sekarang ini. (Lihat: Az-

Zumar: 3)

Ghaflah36 (lalai) dalam merenungi ayat-ayat Allah subhanahu wata’ala

yang terhampar di jagat raya ini (ayat-ayat kauniyah) dan ayat-ayat Allah

subhanahu wata’ala yang terdapat dalam Al-Qur’an (ayat-ayat

Qur’aniyah).

Dan terbuai dalam pengagungan terhadap teknologi dan kebudayaan,

sampai-sampai mengira bahwa itu semua adalah hasil kreasi dan jerih

payah manusia semata. Mereka lupa dan tidak berpikir siapa yang telah

menciptakan mereka dan yang telah memberikan mereka keahlian dan

kecerdasan sehingga mampu berkreasi ini dan sebagainya. Sebagaimana

kesombongan Qarun yang dikisahkan Allah subhanahu wata’ala di dalam

firman-Nya, artinya, “Sesungguhnya aku hanya dikaruniai harta itu,

karena ilmu (kecerdasan) yang ada padaku.” (QS. al-Qashash: 78). Dan

sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala yang lainnya, artinya,

36 Abdul Aziz bin Shaleh al-Ubaid, Syetan VS Manusia, (Jakarta: Pustaka Azzam,2002),

Cet. I h. 35.

Page 73: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

62

“Padahal Allah lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat

itu.” (QS. ash-Shaffat: 96). Dan firman Allah subhanahu wata’ala, artinya:

“Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala yang diciptakan Allah.” (QS. al-A’raf: 185).

Orang tua yang menyimpang dari Akidah yang benar.37

Sehingga anak-anak mereka pun terdidik dan terbimbing dalam

pendidikan dan bimbingan yang menyimpang pula. Dan akhirnya mereka

tumbuh menjadi anak-anak yang tidak mengerti aqidah yang benar. Ini

menunjukkan betapa besarnya peranan orang tua dalam meluruskan jalan

hidup anak-anaknya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Setiap bayi itu dilahirkan atas dasar fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang (kemudian) membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. al-Bukhari).

Kurangnya perhatian Media/ sarana informasi dan pendidikan terhadap

pendidikan agama Islam khususnya dalam masalah penanaman akidah

yang benar dan pelurusan moral manusia serta memerangi pemikiran-

pemikiran/ aliran-aliran yang menyimpang.

Bahkan sebagian besar tidak peduli sama sekali. Yang tampak saat ini

kontribusi yang diberikan adalah sebagai sarana perusak dan penghancur

moral dan akidah umat Islam.

Penyimpangan dari akidah yg benar adalah kehancuran dan kesesatan. Karena

akidah yang benar merupakan motivator utama bagi amal yang bermanfaat. Tanpa

37Ikhwanul Wa’ie, Luruskah Akidah Anda,(Bogor: Pustaka Thariqul Izah, 2003), cet. III,

h. 14.

Page 74: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

63

akidah yang benar seseorang akan menjadi mangsa bagi persangkaan dan keragu-

raguan yang lama-kelamaan mungkin menumpuk dan menghalangi dari

pandangan yang benar terhadap jalan hidup kebahagiaan.

Keberhalaan yang terjadi pada masyarakat modern tumbuh akibat ekspresi

berlebihan terhadap diri sendiri, tekhnologi, struktur sosial, akibatnya kepercayaan

kepada Allah memudar, sebagai gantinya, lahirlah kepercayaan terhadap orang-

orang yang dianggap suci, memiliki kemampuan indrawi yang lebih atau sesuatu

yang dikeramatkan, sehingga keyakinan terhadap Allah semakin hilang. Di sinilah

asal mulanya keberhalaan dan kemusyrikan dalam makna baru mengambil

relevansinya dalam makna tâghût.

Mengapa Allah menegaskan dalam Fiman-Nya ini bahwa nabi yang membawa

wahyu Allah bukanlah seorang tenung atau peramal, karena tukang tenung atau

peramal berbeda dengan utusan Allah.seorang utusan Allah selalu dibekali Allah

dengan mukjizat-mukjizat yang dapat membuktikan kerasulannya sesuai dengan

situasi kondisi pada masa itu.

Adapun pandangan ulama terhadap tâghût yang berupa peramal dan

sejenisnya seperti dijelaskan dalam surat al-Baqarah ayat 165 yang berbunyi:

والذین ءامنوا ومن الناس من یتخذ من دون اللھ أندادا یحبونھم كحب اللھ حبا للھ ولو یرى الذین ظلموا إذ یرون العذاب أن القوة للھ جمیعا أشد

وأن اللھ شدید العذاب

Page 75: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

64

''Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah, mereka mencintai sebagaimana mereka dicintai Allah. Adapun orang-orang beriman amat sangat cintanya kepada Allah...'''38

Sebagian ahli tafsir menjelaskan bahwa yang dimaksud mensederajatkan

makhluk dengan Allah yaitu meminta sesuatu pada selain Allah yang sebenarnya

tidak dapat dilakukan kecuali oleh Allah semata. Artinya, permintaan manusia

tersebut hanya menjadi kekuasaan Allah untuk mengabulkanya atau hanya

kekuasaan Allah semata-mata yang dapat melakukannya.Namun si manusia

tersebut malah memohon bantuan kepada makhluk lain yang sama-sama

diciptakan oleh Allah, sampai makhluk tersebut amat dipuja dan dijadikan tempat

bersandar untuk bertanya mengenai segala sesuatu sampai pada masalah ghaib

yang sebenarnya tidak diketahui pula oleh makhluk itu.dukun ataupun peramal

yang melakukan ini juga menjadi musyrik.39

Ibn al-Qayyim dalam bukunya al-Igasah: 1/271, mengatakan:

''Dukun adalah utusan-utusan setan, karena orang-orang musyrik bergegas

kepada mereka, minta tolong kepada mereka dalam urusan-urusan besar, percaya

kepada mereka, berperkara kepada mereka, dan menyukai keputusan mereka,

sebagaimana yang dikerjakan pengikut-pengikut rasul terhadap rasul-rasul.

Mereka menurut orang-orang musyrik laksana rasul-rasul.40

Pendapat Ibn al-Qayyim yang mengatakan orang-orang musyrik menganggap

para dukun atau peramal adalah rasul-rasul bagi mereka disini adalah kurang

tepat, karena bukan hanya orang-orang musyrik saja yang menganggap demikian,

38 Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur'an.Al-Qur'an dan Terjemahnya (Semarang: CV. Toha Putra Semarang.1989) h.41. 39 M.Thalib,100 Karakter Musyrik dan Jahiliyah. (Solo:Ramadhan. 1994). H. 263 40 Seperti dikutip Umar Sulaiman al-Asyqar dalam bukunya Alam Makhluk Supernatyral. (Jakarta: Firdaus. 1999). H. 131

Page 76: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

65

tetapi selain mereka pun banyak yang menganggap demikian, seperti orang-orang

muslim yang selalu menanyakan perkara-perkara kepada para dukun, juga banyak.

Sedangkan menurut para ulama orang-orang yang mendatangi dukun atau

peramal itu sendiri ada tiga golongan.

Pertama, mereka yang datang dan memanfaatkan jasa dukun atau peramal dan

percaya dengan apa yang dikatakannya.

Kedua, mereka yang datang kepada dukun atau peramal tapi tidak

mempercayainya.

Ketiga, mereka yang tidak mempercayai apa yang dikatakan dukun dan datang

kepada dukun atau peramal dengan maksud dengan menyuruh kepada yang

makruf, mencegah dari yang mungkar, dan meminta untuk meninggalkan

perbuatannya.

Menurut penulis, hal ini dapat dilakukan bagi orang yang ingin

memberitahukan orang lain yang belum mengetahui perihal dukun atau peramal

dan masih menganggapnya mengetahui akan yang ghaib, bahwa perkataan dukun

atau peramal itu tidak dapat dijadikan pegangan. Akan tetapi hal ini tidak perlu

dilakukan bagi seorang yang datang seorang diri, sebab kalau ia telah tahu bahwa

seseorang itu adalah seorang dukun atau para normal, tak perlu didatangi untuk

menguji atau mengetesnya, kecuali dilakukan bersama orang lain yang belum

mengetahuinya.

Mengenai orang yang mendatangi dukun ataupun peramal, ada dua pendapat

yang diriwayatkan dari Imam Ahmad. Pertama, pelakunya dinyatakan kafir

dengan tingkat kafir kecil. Agaknya inilah pendapat yang kuat. Kedua, tâwâqqûp,

Page 77: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

66

maksudnya menamai pelakunya dengan nama yang diberikan oleh Rasulullah

Saw. Jadi tawaqqup disini adalah hukum bukan nama. Maka tidak boleh

mengatakan dia telah keluar dari islam.41

41 Al-Buraikan.Pengantar Studi Aqidah Islam. (Jakarta: Robbani Press. 1998). H. 260

Page 78: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

67

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penafsiran tentang tâghût yang mencakup tentang korelasinya terhadap

berbagai penyimpangan akidah dalam realita sosial atau lebih dikenal dengan

percaya kepada peramal, perdukunan (ahli nujum), sihir, pastur, atau para normal

yang suka meramal-ramal perkara ghaib sepeti di jaman modern ini, pekejaan

dukun atau peramal ini tidak diperkenankan dalam islam, sebab perkara ghaib

adalah hak Allah yang hanya diketahui oleh-Nya.dari penafsiran-penafsiran dan

firman Allah yang telah dibahas ada beberapa hal penting yang dapat penulis

simpulkan yaitu:

1. Konsep thâghût dalam al-Qur’an adalah salah satu penyimpangan dalam

realita sosial sering kali Allah singgung dalam al-Qur’an, tercatat ada 8

kali kata thâghût, yang secara umum di artikan sebagai sesuatu yang

disembah selain Allah baik berupa syaithan, berhala, tukang sihir,

paranormal, dukun, pastur, ataupun segala manhaj yang mengajak kepada

kekufuran.

2. Konsep thâghût itu umumnya diartikan berhala saja, padahal dalam

perkembangan di zaman modern ini banyak macamnya, maka kaum yang

beriman di beri peringatan agar menjauh dari thâghût itu sendiri, apalagi

sampai disembah-sembah. Untuk itu kembalilah kejalan yang diridoi Allah

Page 79: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

68

swt, kita tidak akan kuat menjauhi thâghût, kalau kita tidak bertekad

kembali kepada Allah.

B. Saran-saran

Sejalan dengan beberapa hal yang penulis bahas dalam skripsi ini, maka

penulis menyimpulkan saran-saran sebagai berikut:

1. .Masalah-masalah thâghût, termasuk perdukunan ataupun

percaya dengan paranormal yang menyimpang dalam realita

sosial,dijaman modern sangat marak dinegeri ini, bahkan di

dunia hendaknya institusi respon dengan hal-hal yang sedang

aktual untuk kemudian dapat mengangkatnya kedalam

kurikulum perkuliahan, khususnya bagi mata kuliah tafsir

hadits, karena hal ini akan sangat bermanfaat,agar keimanan

kita bisa bertambah.

2. Para mahasiswa islam hendaknya lebih bisa memahami

secara mendalam agama dan sumber ajaranya, yaitu al-

Qur’an dan hadits, agar terhindar dari hal-hal yang dapat

menjerumuskan kedalam perbuatan yang tidak diper

bolehkan, dan dapat lebih memahami secara mendalam

aspek-aspek keilmuan yang berhubungan kedua aspek-aspek

tersebut.

Page 80: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

69

DAFTAR PUSTAKA

Asfahaniy, Al-Raghib, Al-Mu’jam Mufradât Alfâz al-Quran, Beirût: Dâr al-Fikr, Tt, Jilid 1.

Ahmad Kheirie, R.A.S, Al-Haj Khan Bahdur Altaf Index Cum Concordance For The Holy Qur;an, New Delhi : Kitab Bavhan, th. 1993, Cet. I

Abu Hayyan, Muhammad Yusuf, Tafsîr al-Bahru al-Muhît, jilid 2, ( Beirût:Dâr al-Fikr, 1992).

al-Andalusi, Imam Abu hayyan, Tafsir an-Nahru al-Madd, Beirut: Dar al-Hail, 1995,

cet. I.

al-Busthani, Ensiklopedia, Kepercayaan-Kepercayaan Tentang Yang Di Anut Oleh Bangsa-Bangsa Di Asia, Jakarta: Pustaka Akbar, 1996, Cet ke III.

al-Buraikan, Pengantar Studi Aqidah Islam, Jakarta: Robbani Press. 1998, Cet IV. Faiz, Fakhruddin, Hermeneutika Qur'ani Pustaka Filsafat Yogyakarta 2001, Cet I. Hamka, Tafsir al-Azhar, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982, Cet III. Hidayat, Komaruddin, Psikologi Kematian, Jakarta , Mizan Hikmah, 2005, cet.I. Halimuddin, Kembali Kepada Akidah Yang Benar, Jakarta: Rineka Cipta, 1988

Cet. I.

Ibn 'Alawi Al-Maliki, Muhammad, Samudra Ilmu-ilmu Al-Qur’an, Bandung: Mizan 1 Oktober 2003. cet. II.

Ibn Katsir, Tafsir Quran al al-Azim, - Beirut: Dar al-Fikr, tth., cet I ................,“Taisuri al-Aliyyul Qadir li Ikhtisari” Jakarta, Penerbit: Gema Insani

Press, 1999 M, Cet, I.

Idris Hidayatullah Namawi, Nabhani ''THAGUT''Jakarta : Pustaka Al-Kautsar 1989. Cet I.

Ibn Hisyam, as-Sirah, Watsaniyahn Atau Paganisme Telah Berakar Di Tengah-tengah Musyrikin Arab Jahiliyah, Jakarta : Pustaka Media Etika Sarana, Jilid 1.

Iskandar, Perspektif Aksiologi Qur'ani, Jakarta: Rabbani Press, Februari 2007, cet I. Ja’far Subhani, Al-Allamah al-Syaikh, al-Tauhid wa Syirk fi al-Qur’an al-Karim, terj.

Muhammad al-Baqir, Bandung: Penerbit Mizan, 1987 Cet. I.

Page 81: program studi tafsir hadis fakultas ushuluddin universitas islam

70

Jabir Al-Jazairi, Abu Bakar “Tafsir al-Kautsar” , Jakarta: Darus Sunnah Press, 1996, Cet. I.

Kepel, Gilles, Pembalasan Tuhan, Pustaka Hidayah, Jakarta, 1997, cet I. M.Thalib,100 Karakter Musyrik dan Jahiliyah, Solo: Ramadhan. 1994, Cet. IV. Nawawi, Rif’at Syauqi, Rasionalitas Tafsir Muhammad ’Abduh Kajian Masalah Akidah

dan Ibadah Jakarta: Paramadina, 2002, cet I.

Sayyid Qutb, Tafsir fi Zilal al-Qur’an, terj, Jakarta: Gema Insani Press, 2000, cet III. Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Qur’an al-Karim, Bandung: Pustaka Hidayah, 1997, cet.

IV. ………………….., Tafsir al-Mishbah, Jakarta: Lentera Hati, 2000, Vol 2. Putro, Suadi, Muhammad Arkoun tentang Islam dan Modernitas, Paramadina, Jakarta,

1998, cet II.

Wa’ie, Ikhwanul, Luruskah Akidah Anda, Bogor: Pustaka Thariqul Izah, 2003, Cet. III. al-Qathan, Syaikh Ahmad, Muhammad Zein, Thaghut, Jakarta : Pustaka Kautsar,1993,

Cet ke III.

al-Qaradlawi, Yusuf.''Tauhidullah dan Fenomena Kemusyrikan''. Surabaya: Pustaka Progressif. 2002, Cet IV.

al-Qur’an al-Karim dan Terjemahnya, Depag RI 2005. al-Qusyairî al-Naisaburî, Muslim bin Hajjâj, Shahih Muslim, Semarang: Toha

Putra, t.t, Juz IV.

al-Qattan, Manna khalil’Studi ilmu-ilmu al-Qur’an’, Jakarta : Lentera AntarNusa,Thn 2006, cet.IX.

yusuf Abu hayyan, Muhammad, Tafsîr al-Bahru al-Muhît, jilid 2, Beirût:Dâr al-Fikr,

1992, cet.III.

Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur'an.Al-Qur'an dan Terjemahnya, Semarang: CV. Toha Putra Semarang.1989, cet III.

Umar Sulaiman al-Asyqar Alam Makhluk Supernatyral, Jakarta: Firdaus. 1999, Cet. V.

al-Ubaid, Abdul Aziz bin Shaleh, Syetan VS Manusia, (Jakarta: Pustaka Azzam,2002), Cet. I.