Upload
chipit-imhoet-aspartame
View
172
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
1
RANCANGAN PENELITIAN
JUDUL PENELITIAN : UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI GEL
KLIKA MENGKUDU (Morinda citrifolia L.)
PADA KULIT PUNGGUNG KELINCI YANG
DIINFEKSI DENGAN Propionibacterium
acne
NAMA MAHASISWA : JUHRIATI
NOMOR STAMBUK : 09.031.014.025
PEMBIMBING UTAMA : Drs. H. Hasyim Bariun, M.Si., Apt
PEMBIMBING PERTAMA : Nur Ida, S.Si., M.Si., Apt
PEMBIMBING KEDUA : M.Rusdi, S.Si., M.Si., Apt
BAB I
PENDAHULUAN
Pengobatan tradisional tanaman mengkudu jarang digunakan
namun sangat bermanfaat yaitu klikanya. Klika mengkudu digunakan
sebagai tonikum, antiseptik pada pembengkakan kulit, borok dan luka .
Biasanya digunakan dengan cara ditumbuk kemudian dibalurkan pada
luka dianggap kurang efektif karena daya rekat obat dengan kulit hanya
sebentar sehingga penyerapan zat berkhasiatnya kurang sempurna. Oleh
karena itu perlu diformulasi dalam bentuk sediaan topikal yang lebih
praktis untuk digunakan seperti krim, salep, lotio, gel dan lain-lain (1).
2
Salah satu bentuk sedian topikal yang banyak digemari masyarakat
yaitu gel. Gel didefinisikan sebagai suatu sistem setengah padat yang
terdiri dari suatu dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik yang
kecil atau molekul organik yang terpenetrasi oleh cairan (2).
Penelitian sebelumnya oleh Sulastri Makbul (2012) tentang
formulasi gel antijerawat ekstrak etanol klika mengkudu (Morinda
Citrifolia L) serta pengujian daya hambatnya terhadap bakteri
Propionibacterium acne. Serta penelitian Eti Kurnila (2012) melakukan
penelitian Uji Kestabilan Gel Ekstrak Etanol Klika Mengkudu (Morinda
Citrifolia L) (17,18).
Maksud dari penelitian ini adalah untuk melakukan uji aktivitas
antibakteri gel klika mengkudu (Morinda Citrifolia L) pada hewan uji yang
diinfeksi dengan Propionibacterium acne.
Tujuan penelitian yaitu menentukan efektivitas antibakteri formula
gel ekstrak etanol klika mengkudu (Morinda citrifolia L.) pada kulit
punggung kelinci yang diinfeksi Propionibacterium acne.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1.Tanaman Mengkudu
II.1.1 Klasifikasi tanaman (4)
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Class : Dicotyledonae
Ordo : Rubiales
Famili : Rubiaceae
Genus : Morinda
Spesies : Morinda citrifolia L
II.1.2 Nama daerah Mengkudu (4)
Sulawesi : Wangkudu, baja, binkudu dan mangkudu
Jawa : Pace, kemudu, cengkudu dan kudu
Sumatra : Eudo, lengkudu, bangkudu, pamarai dan neteu
Kalimantan : Labanau, wangkudu dan mangkudu
II.2.3 Morfologi Tumbuhan
Pohon mengkudu tidak begitu besar, tingginya antara
4-6 m, batang bengkok-bengkok, berdahan kaku, kasar, dan
memiliki akar tunggang yang tertancap dalam. Kulit batang
cokelat keabu-abuan atau cokelat kekuning-kuningan, berbelah
dangkal, tidak berbulu, anak cabangnya bersegi empat.
4
Tajuknya selalu hijau sepanjang tahun. Kayu mengkudu mudah
sekali dibelah setelah dikeringkan (4).
II.2.5 Kandungan Kimia Klika Mengkudu
Klika mengkudu mengandung alizarin, glikosida
(antrakuinon) yang berkhasiat sebagai antibakteri, klororubin,
morindadiol, morindanigrin, morindin, morindon, zat resin,
rubiadin monometil eter, soranjidiol (1).
II.2.6 Kegunaan Tanaman
Kulit batang mengkudu digunakan sebagai tonikum,
antiseptik pada pembengkakan kulit, borok dan luka (6).
II.2 Gel
II.2.1 Pengertian Gel
Gel merupakan sistem semipadat yang terdiri dari
suspensi yang dibuat dari partikel anorganik kecil atau molekul
organik besar yang terpenetrasi oleh suatu cairan. Jika massa
gel terdiri dari jaringan partikel kecil yang terpisah, gel
digolongkan sebagai sistem dua fase misalnya gel aluminium
hidroksida sedangkan jika massa gel terdiri dari makromolekul
organik yang tersebar serba sama dalam suatu cairan sehingga
tidak terlihat adanya ikatan antara molekul makro yang
terdispersi dan cairan, gel digolongkan sebagai fase tunggal.
Gel fase tunggal dapat dibuat dari makromolekul sintetik
misalnya karbomer atau dari gom alam. Gel dapat digunakan
5
untuk obat yang diberikan secara topikal atau dimasukkan ke
dalam lubang tubuh (7).
Gel umumnya merupakan suatu sediaan semi padat
yang jernih dan tembus cahaya yang mengandung zat-zat aktif
dalam keadaan terlarut. Polimer - polimer yang biasa digunakan
untuk membuat gel-gel farmasetik meliputi gom alam
tragacanth, pektin, carrageen, agar, asam alginat, serta bahan-
bahan sintetis dan semi sintetis seperti metil selulosa,
hidroksietil selulosa, karboksimetil selulosa, dan carbopol yang
merupakan polimer vinil sintetis dengan gugus karboksil yang
terionisasi (2,8).
II.2.2 Klasifikasi Gel
Gel dikategorikan berdasarkan dua sistem klasifikasi,
yaitu :(9).
1. Inorganik gel dan organik gel
Inorganik gel merupakan sistem dua fase dan biasanya
menggunakan bentonit magma sebagai basis salep sekitar
10-25%, sedangkan organik gel merupakan sistem fase
tunggal dan mengandung bahan pembentuk gel seperti
karbomer dan tragakan.
2. Hidrogel dan Organol gel
Hidrogel mengandung bahan-bahan yang dapat terdispersi
sebagai koloid atau larut dalam air, termasuk hidrogel
6
organik, gum alam dan sintetik, hidrogel inorganik. Organel
gel merupakan tipe hidrokarbon, lemak nabati dan hewani,
sabun dengan basis berminyak, dan organel hidrofilik.
Bahan pembentuk gel yang digunakan petrolatum, minyak
mineral, polietilen glikol ointment.
II.2.3 Karakteristik Gel
Idealnya bahan pembentuk gel yang digunakan untuk
sediaan kosmetik dan farmasetik harus inert, aman digunakan
dan tidak bereaksi dengan komponen lainnya dalam formulasi.
Gel harus menunjukkan sedikit perubahan viskositas pada saat
penyimpanan maupun digunakan. Karena umumnya gel
merupakan polisakarida alam yang mana cocok untuk
mencegah kontaminasi mikroba. Selain itu gel untuk
penggunaan topikal tidak boleh terlalu encer. Konsentrasi yang
terlalu tinggi dari bahan pembentuk gel dapat menyebabkan gel
sulit untuk dikeluarkan saat hendak digunakan Adapun
karakteristik gel sebagai berikut (10):
1. Mengembang
Gel dapat mengembang dan menyerap air. Pelarut
berpenetrasi ke dalam matriks gel sehingga interaksi gel
dengan gel digantikan dengan interaksi antara gel pelarut.
2. Sineresis
7
Kebanyakan sistem gel mengalami kontraksi dibagian atas
kedudukannya. Cairan bagian dalam dikeluarkan dan
berkumpul pada permukaan gel. Proses ini disebut dengan
sineresis. Hal ini tidak terjadi hanya pada hidrogel organik,
tetapi juga terjadi pada organel dan hidrogel inorganik. Tep
atnya, sineresis terjadi ketika konsentrasi polimer menurun.
Mekanisme kontraksi berhubungan dengan relaksasi
dan peningkatan tegangan elastis selama penyimpanan gel.
Ketika tegangan dibentuk, permukaan intersial diturunkan,
melawan cairan.
3. Aliran
Larutan dari bahan pembentuk gel dan dispersi dari padatan
yang terflokulasi menunjukkan aliran pseudoplastik, yaitu
aliran non newtonian yang viskositasnya menurun dengan
peningkatan tekanan.
II.2.4 Pembuatan Gel
Gel dibuat dengan proses peleburan, atau diperlukan
suatu prosedur khusus berkenan dengan sifat mengembang
dari gel (11).
Sebagian besar dari gel dan larutan koloid digunakan
dalam bidang farmasi dalam bentuk sediaan berair. Bermacam-
macam sediaan yang terdiri dari dispersi koloid, dibuat tidak
menurut suatu metode yang umum, tetapi menurut cara terbaik
8
dan sesuai dengan masing-masing sediaannya. Beberapa
bahan akasia seperti disebut “koloid alam” (natural koloid)
karena akan menyebar sendiri begitu dtambahkan pada
medium pendispersi. Bahan lainnya yang memerlukan cara
yang khusus untuk membantu terjadinya pendispersi dinamakan
“koloid buatan” (artificial colloid) mungkin diperlukan pembuatan
serbuk yang sangat halus dari partikel-partikel kasar agar
menjadi seukuran dengan koloid atau suatu mesin koloid atau
mesin penggiling bubuk berukuran mikro (micropulvizer) atau
ukuran koloid dapat dibentuk oleh salah suatu reaksi kimia
dibawah kondisi yang diawasi secara ketat (11).
II.3 Kulit
II.3.1 Definisi kulit
Kulit merupakan organ tubuh yang paling besar yaitu
sekitar 15-20% dari berat badan. Kulit mempunyai tiga lapisan
yaitu epidermis, dermis dan subkutaneus (11).
II.3.2 Epidermis
Epidermis adalah lapisan kulit yang tipis pada bagian
terluar kulit dan langsung berhubungan dengan dunia luar.
Tersusun atas sel-sel tanduk (keratonosit) dan sel melanosit.
Epidermis mempunyai lima lapisan dan empat tipe sel. Lima
lapisan epidermis meliputi lapisan paling luar adalah stratum
korneum, stratum lusidum, stratum granulosum, stratum malpigi
9
dan stratum germinativum sedangkan tipe selnya adalah
keratonosit, melanosit, merkel dan sel langerhans (11).
a. Lapisan-lapisan epidermis (11) :
1. Statum Korneum, merupakan lapisan paling luar yang
terdiri dari lapisan sel tanduk, gepeng, kering dan tidak
berinti. Pada lapisan ini terdapat sel-sel mati dan berganti
dengan yang baru atau desqumation
2. Stratum Lusidum, lapisan ini ditemukan pada kulit yang
tebal seperti pada telapak tangan dan telapak kaki. Pada
lapisan ini terdiri dari sel yang sangat gepeng dan bening.
Fungsinya sebagai bantalan dan proteksi trauma
3. Stratum Granulosum, merupakan lapisan-lapisan dengan
sel-sel yang bergranula keratohialin yang merupakan
prekursor pembentukan keratin. Keratin merupakan protein
keras, untuk melindungi terhadap kehilangan kelembaban
kulit. Fungsi lapisan ini adalah proteksi benda asing,
kuman, dan bahan kimia yang masuk dalam tubuh.
4. Stratum Spinosum, adalah lapisan sel spina atau tanduk,
karena sel-selnya dibentuk oleh tonjolan yang menyerupai
spina. Fungsi lapisan ini adalah menahan gesekan dan
tekanan dari luar.
5. Stratum Basale (Stratum Germinativum), lapisan ini
merupakan lapisan dasar pada epidermis dan lapisannya
10
mempunyai intisel sehingga dapat terjadi pembelahan sel
yang cepat dan sel-sel baru didorong masuk ke lapisan
berikutnya
Gambar 2. Struktur kulit (Robin graham Dermatologi 2005 )
b. Sel-sel epidermis
1. Keratinosit
Merupakan sel-sel tanduk dan penyusun terbesar dari
epidermis. Keratonosit menghasilkan keratin yang
merupakan lapisan barier terluar dari kulit untuk
melindungi dari kuman patogen, serta kehilangan cairan
tubuh. Kreatinin merupakan unsur penting dalam
pengerasan rambut dan kuku.
2. Melanosit
Melanosit merupakan pigemn epidermal yang
memeproduksi melanosom yang mengandung melanin
11
(pigmen pada kulit). Warna kulit dihasilkan oleh adanya
empat pigmen yaitu karotinoid untuk warna kuning,
melanin untuk warna coklat, oksigenasi hemoglobin pada
kapiler menimbulkan warna merah dan penurunan
hemoglobin pada venula menimbulkan biru
3. Sel merkel
Sel merker berada pada lapisan basal, merupakan
reseptor mekanik atau sentuh pada telapak tangan,
telapak kaki, mulut.
4. Sel langerhans
Merupakan sel yang berbentuk bintang, berada menyebar
diantara keratonosit di epidermal. Sel ini aslinya berasal
dari sumsum tulang kemudian bermigrasi ke epidermis.
Fungsi utama sel langerhans adalah berperan dalam
reaksi imun pada kulit.
II.3.3 Dermis
Lapisan dermis lebih tebal, sekitar 1-4 mm berada
dibawah epidermis. Lapisan dermis tersusun dari fibroblast,
makrofag, mast sel dan limfosit untuk meningkatkan
penyembuhan luka. Pada lapisan ini juga terdapat limfatik kulit,
vaskuler dan jaringan saraf (11).
Lapisan dermis dibagi menjadi dua bagian yaitu papilla
dermis dan retikular dermis. Lapisan papilla dermis
12
mengandung lebih banyak kolagen, pembuluh darah, kelenjar
keringat dan elastin yang berhubungan langsung dengan
epidermis. Sedangkan lapisan retikular mengandung jaringan
ikat yang lebih tebal, sel-sel fibrosa, sel histiosit, pembuluh
darah, pembuluh getah bening, saraf, kelenjar sebasea, sel
lemak dan otot penegak rambut. Pada lapisan ini membentuk
jaringan kompleks serabut sensori yang sensitive terhadap
nyeri, sentuhan dan suhu. Ada empat tipe utama dari sensasi
yaitu nyeri, sentuhan, panas dan dingin. Rasa nyeri dapat
disebabkan oleh fisik, kimia, stimulus mekanik
II.3.4 Subkutis
Merupakan lapisan khusus dari jaringan konektiv atau
disebut lapisan adipose karena mengadung lemak. Fungsi dari
jaringan subkutaneus adalah untuk simpanan lemak,
pencegahan trauma dan pengaturan suhu (11)
II.4 Jerawat
II.4.1 Pengertian jerawat
Jerawat merupakan penyakit peradangan yang terjadi
akibat penyumbatan yang ditandai dengan adanya komedo,
papul, postul, nodus dan kista pada daerah wajah, leher, lengan
atas, dada, dan punggung. Peradangan dipicu oleh bakteri
Propionibacterium acne, Staphylococcus epidermis dan
Staphylococcus aereus (3).
13
Gradasi peradangan, sebagai berikut (19):
1. Ringan bila :
- Beberapa lesi tak beradang pada 1 prediteksi
- Sedikit lesi tak beradang pada beberapa tempat prediteksi
- Sedikit lesi beradang pada 1 prediteksi
2. Sedang bila :
- Banyak lesi tak beradang pada 1 prediteksi
- Beberapa lesi tak beradang pada lebih dari 1 prediteksi
- Beberapa lesi beradang pada 1 prediteksi
- Sedikit lesi beradang pada lebih dari dari 1 prediteksi
3. Berat bila :
- Banyak lesi tak beradang pada lebih dari 1 prediteksi
- Banyak lebih beradang pada 1 atau lebih prediteksi
Catatan : sedikit <5, beberapa 5-10, banyak >10 lesi
II.4. Antimikroba
II.4.1 Pengertian antimikroba
Antimikroba adalah bahan-bahan atau obat-obat yang
digunakan untuk memberantas infeksi mikroba pada manusia
(12).
II.4.2 Mekanisme antimikroba
Antimikroba mempunyai mekanisme kerja utama ada
beberapa antara lain sebagai berikut (12) :
1. Penginaktifan enzim tertentu
14
Penginaktifan enzim tertentu adalah mekanisme umum dari
senyawa antiseptika dan disinfektan, seperti turunan
aldehida, amida, karbanilida, etilen-oksida, halogen,
senyawa-senyawa merkuri dan senyawa ammonium
kuartener
2. Denaturasi protein
Turunan alkohol, halogen dan halogenator, senyawa
merkuri, per-oksida, turunan fenol dan senyawa ammonium
kuartener bekerja sebagai antiseptika dan desinfektan
dengan cara denaturasi dan konyugasi protein sel bakteri.
3. Mengubah permeabilitas membrane sitoplasma bakteri
Cara ini adalah model kerja dari turunan amin dan
guanidine, turunan fenol dan senyawa ammonium kuartener.
Dengan mengubah permeabilitas membran sitoplasma
bakteri, senyawa-senyawa tersebut dapat menyebabkan
bocornya konstituen sel yang essensial, sehingga bakteri
mengalami kematian
4. Intekalasi ke dalam DNA
Beberapa zat warna seperti turunan trifenilamin dan turunan
akridin, bekerja sebagai antibakteri dengan mengikat secara
kuat asam nukleat, menghambat sintesis DNA dan
menyebabkan perubahan kerangka mutasi pada sintesis
protein.
15
5. Pembentukan khelat
Beberapa turunan fenol, seperti heksokloferon dan
oksikuinolon dapat membentuk khelat dengan ion Fe dan
Cu, kemudian bentuk khelat tersebut masuk ke dalam sel
bakteri. Kadar yang tinggi dari ion-ion logam di dalam sel
menyebabkan gangguan fungsi enzim-enzim, sehingga
mikroorganisme mengalami kematian.
6. Bersifat sebagai antimetabolit
Antimikroba bekerja memblok tahap metabolic spesifik
mikroba, seperti pada Sukfonamida dan Trimetoprin.
Sulfonamida menghambat pertumbuhan sel dengan
menghambat sintesis asam folat oleh bakteri. Sulfonamid
secara struktur mirip dengan asam folat, para amino benzoik
acid (PABA), dan bekerja secara kompetitif untuk enzim-
enzim yang langsung mempersatukan PABA dan sebagian
pteridin menjadi asam dihidropteroat.
Trimetoprin secara struktur analog pteridin yang dibagi oleh
enzim dihidrofolat reduktase dan bekerja sebagai
penghambat kompetitif enzim tersebut yang dapat
mengurangi dihidrofolat menjadi tetra-hidrofolat
7. Penghambatan terhadap sintesa dinding sel
Disini antimikroba menghambat sintesis atau menghambat
aktivitas enzim yang dapat merusak dinding sel
16
mikroorganisme. Yang termasuk kelompok ini antara lain:
penisilin, sefalosporin, vankomisin, sikloserin, basitrasin.
8. Penghambatan fungsi permeabilitas membran sel
Disini permeabilitas dipengaruhi dan menyebabkan
keluarnya senyawa intraseluler mikroorganisme (bakteri).
Dalam ini antimikroba dapat: (1) berinteraksi dengan sterol
membran sitoplasma pada sel jamur seperti Amfoterisin B
dan Nistatin, (2) merusak membran sel bakteri gram negatif,
misalnya polimiksin dan kolistin
9. Penghambatan sintesis protein
Antimikroba disini mempengaruhi fungsi ribosom pada
mikroorganisme yang menyebabkan sintesa protein
terhambat. Dalam hal ini antimikroba dapat :
a. Berinteraksi dengan ribosam 30S, termasuk kelompok ini
adalah Aminoglikosida, Tetrasiklin, dan lain-lain.
Aminoglikosida yang menyebabkan akumulasi sintesis
protein awal yang kompleks. Salah dalam
menterjemahkan tanda mRNA dan menghasilkan
polipeptida yang abnormal. Tetrasiklin bekerja
menghambat ikatan aminoasil-tRNA dengan ribosom
mRNA kompleks.
b. Berinteraksi dengan ribosom 50 S, misalnya pada
kloramfenikol, linkomisin, klindamisin, eritromisin
17
10.Penghambatan asam nukleat
Dalam hal ini antimikroba mempengaruhi metabolisme asam
nukleat. Sebagai contoh Rifampisin, mengikat dan
menghambat DNA-dependent RNA polymerase yang ada
pada bakteri. Kuinolon menghambat DNA girase dan
Metronidazol menghambat sintesis DNA.
II.5 Kultur Mikroba
Bakteri di alam terdapat dalam keadaan tidak murni melainkan
bercampur jenis bakteri lain. Kerap kali bakteri patogen hidup
bersama-sama dengan spora. Oleh karena itu untuk mempelajari
sifat-sifat dari bakteri termasuk sifat pertumbuhan, morfologi dan
fisiologi harus dipisahkan satu sama lainnya sehingga terbentuk suatu
kultur murni bakteri yaitu suatu biakan yang terdiri atas sel-sel dari
suatu spesies atau galur bakteri. Untuk tujuan ini digunakan media
yang telah disterilkan baik cair maupun media padat dan
pengerjaannya dilakukan secara aseptis (13).
a. Kultur cair
Cara ini paling sederhana yaitu menyimpan kultur mikroba
dengan menambahkan ke dalam media cair pada suhu dan waktu
inkubasi tertentu yang tergantung pada jenis mikroba yang
diinginkan. Media yang digunakan adalah media yang dapat
memacu pertumbuhan mikroba dalam media cair dapat dilihat
dalam bentuk kekeruhan, pertumbuhan pada permukaan dan
18
sedimen kultur cair dapat disimpan dengan cara dibekukan atau
dikeringkan .
b. Biakan murni miring dan agar tegak
Agar miring merupakan satu bentuk medium yang digunakan
untuk membiakkan mikroba, terutama yang bersifat aerob fakulatif.
Pada biakan ini bentuk pertumbuhan dan pembentukan warna
mudah diamati. Inokulasi bakteri pada agar miring dengan cara
menggoreskan jarum ose cara zig-zag sedangkan pada agar tegak
dengan cara menusukkan loop pada bagian tegak tabung .
c. Biakan agar cawan
Kultur mikroba dapat dibiakkan dengan cara menginokulasi
pada agar cawan, kemudian penyebaran kultur adalah
memindahlan sel-sel mikroba satu dengan yang lainnya, sehingga
setelah inkubasi pada suhu dan waktu tertentu masing-masing sel
akan tumbuh dan berkembang biak membentuk kumpulan sel atau
koloni yang terlihat oleh mata.
II.6 Propionibacterium acne
II.6.1 Klasifikasi (14)
Kingdom : Bacteria
Phylum : Actinobacteria
Class : Actinobacteridae
Order : Actinomycetales
Family : Propionibacteriaceae
19
Genus : Propionibacterium
Spesies : Propionibacterium acne
II.6.2 Morfologi dan Sifat Propionibacterium acne
Propionibacterium acnes termasuk bakteri yang tumbuh
relatif lambat. Bakteri ini tipikal bakteri anaerob gram positif yang
toleran terhadap udara. Genome dari bakteri ini telah dirangkai dan
sebuah penelitian menunjukkan beberapa gen yang dapat
menghasilkan enzim untuk meluruhkan kulit dan protein, yang
mungkin immunogenik (mengaktifkan sistem kekebalan tubuh) (14).
Ciri-ciri penting dari bakteri Propionibacterium acne adalah
berbentuk batang tak teratur yang terlihat pada pewarnaan gram
positif. Bakteri ini dapat tumbuh diudara dan tidak menghasilkan
endospora. Bakteri ini dapat berbentuk filament bercabang atau
campuran antara bentuk batang/filamen dengan bentuk koloid.
Propionibacterium acnes memerlukan oksigen mulai dari aerob atau
anaerob fakultatif sampai ke mikroerofilik atau anaerob. Beberapa
bersifat patogen untuk hewan dan tanaman (14).
II.7 Uraian Bahan
1. Alkohol ( 15,16)
Nama Resmi : Aethanolum
Nama Lain : Alkohol, Etanol
Rumus Molekul : C2H6O
Berat molekul : 46,07
20
Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, mudah
menguap dan mudah bergerak, bau khas,
rasa panas. Mudah terbakar dan memberikan
nyala biru yang tidak berasap.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, dalam kloroform P dan
dalam eter P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Incompabilitas : Dalam kondisi asam, larutan etanol bisa
bereaksi dahsyat dengan bahan oksidasi.
Kegunaan : Pelarut/cairan penyari
2. Propilenglikol ( 16 )
Nama Resmi : Propilenglikol
Nama Lain : Metil etilen glikol, metil glikol
Rumus Molekul : C3H8O6
Berat molekul : 76,1
Pemerian : Jernih, tidak berwarna, kental, praktis, cairan
tidak berbau dengan rasa manis, rasa kurang
pedas menyerupai gliserin.
Kelarutan : Tidak larut dengan aseton, kloroform, etanol
95%, gliserin, dengan air larut 1 bagian,
21
dalam 6 bagian eter, tidak kurang larut
dengan minyak mineral atau campuarn
minyak tapi akan larut dengan beberapa
minyak essensial.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari
cahaya, dalam tempat sejuk dan kering.
Incompabilitas : Tdak bercampur dengan bahan pengoksidasi
seperti potassium permanganat.
Kegunaan : Cosolven
3. Metil paraben ( 16 )
Nama Resmi : Metil parabenum, metylis parahydroxy
benzoas
Nama Lain : Nipagin
Rumus Molekul : C8H8O3
Rumus Bangun : O
C OCH3
OH
Berat molekul : 152,15
Pemerian : Serbuk hablur halus, putih, serbuk banyak,
tidak berbau dan rasa agak panas
22
Kelarutan : Larut dalam 0,25 bagian air, 59 bagian
metanol, 22 bagian PEG, 1,7 bgaian gliserol,
0,5 bagian minyak kacang dan 25 bagian eter
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, di tempat sejuk
dan kering.
Incompabilitas : Incom dengan beberapa zat kimia seperti
bentonit, magnesium trisilikat, talkum,
tragakan, natrium alginat, minyak esensial,
sorbitol dan atropin
Kegunaan : Pengawet
4. Gliserin (16)
Nama Resmi : Glyserolum
Nama Lain : Gliserin
Rumus Molekul : C3H8O3
Rumus Bangun : CH2 - OH
CH - OH
CH2 - OH
Berat Molekul : 92,09
Pemerian : Cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna,
rasa manis, berbau khas lemah (tajam/tidak
enak).
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
23
Incompabilitas : Bahan pengoksida seperti chromium
trioksida, potassium klorat, KMnO4, ZnO dan
besi bismuth nitrat serta kehadiran besi.
Kegunaan : Humektan
5. Hidroksil etil selulosa (16)
Nama Resmi : Hydroxyethylcellulosum
Nama Lain : Cellosize HEC; cellulose hydroxyethyl ether,
HEC.
Rumus molekul : [—CH2CH2O—]mH
Pemerian : Krim bubuk, higroskopis, berwarna putih,
tidak berbau dan tidak berasa.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari
cahaya.
Inkompabilitas : Hidroksi etil selulosa sangat mudah larut
dalam pelarut organik. Hidroksi etil selulosa
tidak cocok dengan zein dan sebagian
cocok dengan beberapa senyawa larut
air : kasein, gelatin, metilselulosa, polivinil
alkohol dan pati. Hidroksi etil selulosa dapat
digunakan dengan berbagai pengawet
antimikroba larut air. Namun Natrium
pentakloropenate menghasilkan peningkatan
24
viskositas ketika ditambahkan kelarutan
hidroksi etil selulosa.
Kegunaan : Peningkat viskositas.
6. Air suling (16)
Nama Resmi : Aqua destillata
Nama Lain : Air suling, aquadest
Rumus Molekul : H2O
Berat Molekul : 18,02
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau
dan tidak berasa
Kegunaan : Pelarut
7. Natrium CMC (16)
Nama resmi : Carboxymethylselulosa sodium
Nama lain : Natrium CMC
Rumus molekul : CH3CH(OH)CH3
Pemerian : Serbuk atau granul berwarna putih sampai
krem, higroskopik
Kelarutan : Mudah terdispersi dalam air membentuk larutan
koloidal, tidak larut dalam etanol, dalam eter P
dan dalam pelarut organic
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Inkompabilitas : Dengan larutan-larutan asam kuat dan dengan
garam-garam larut dari besi dan beberapa
25
logam seperti aluminium, merkuri dan eter dan
alkohol 95%.
Kegunaan : Peningkat viskositas
26
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1 Alat dan Bahan yang Digunakan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah autoklaf
(all amerika), oven (fisher), inkubator (Memmert), rotary evaporator
(hahnshin), laminary air flo (envirco), timbangan analitik (chyo), mistar
geser (rusfreig), cawan petri, tabung reaksi, ose bulat, labu
erlenmeyer 100 ml, spoit 5 ml, bunsen, pingset, batang pengaduk,
pisau cukur, kompor listrik, lumpang, porselen, sudip, sendok tanduk,
dan wadah gel.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah klika
mengkudu (Morinda citrifolia L), Propionibacterium acnes, Fluid
Thioglycollata Medium (FTM), agar, kertas cakram, etanol 96%, etanol
70%, gliserin, karbopol, Na. CMC, HEC, trietanolamin, propilenglikol,
metil paraben, air suling, dan kapas.
III.2 Sterilisasi Alat
Alat-alat yang terbuat dari gelas disterilakan dengan
menggunakan oven 1800C selama 2 jam. Alat- alat plastik yang tidak
tahan terhadap pemanasan tinggi dan alat-alat gelas berskala
disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 1210C selama 10-15 menit.
Alat berupa ose, pinset disterilkan dengan pemijaran di atas api
secara langsung sesaat sebelum digunakan.
27
III.3 Penyiapan Sampel
III.3.1 Pengambilan sampel
Sampel klika mengkudu diperoleh dari Batuaraya,
Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Sampel klika mengkudu
yang berumur sudah cukup tua diambil menjelang musim
kemarau pada batang utama atau cabang dengan ukuran
tertentu dengan mengambil bagian korteks/kulit pertama yang
tersusun dari laisan sel yang berdinding tipis.
III.2.2 Pengolahan Sampel
Klika mengkudu dicuci bersih, kemudian dipotong-
potong kecil. Dikeringkan dengan cara diangin-anginkan pada
tempat yang tidak terkena cahaya matahari langsung
kemudian disortasi kering. Setelah kering diekstraksi dengan
metode refluks. Ditimbang kulit batang mengkudu 50 g,
ditambahkan 500 mL cairan penyari etanol 96% dan dilakukan
metode maserasi. Sampel kemudian disaring dan ditampung
sehingga diperoleh ekstrak cair etanol kulit batang mengkudu
selanjutnya diuapkan pelarutnya hingga diperoleh ekstrak
kental.
28
III.3 Formula Gel
Gel ekstrak klika mengkudu terdiri atas ektsrak klika
mengkudu 6% sebagai zat aktif , Na CMC 2% sebagai peningkat
viskositas, gliserin 10% sebagai humektan, metil paraben 0,2%
sebagai pengawet, propilenglikol 10% sebagai cosolven dan air
suling ad 100% sebagai pelarut (17).
Dari bahan-bahan diatas, gel dibuat dengan cara metil
paraben dilarutkan dengan air suling sambil dipanaskan hingga suhu
70oC, selanjutnya ditambahkan peningkat viskositas gel yaitu Na
CMC kemudian diaduk hingga mengembang dan membentuk gel,
dimana metode yang digunakan yaitu metode mixer, kemudian
ditambahkan gliserin. Ekstrak etanol klika mengkudu didispersikan
dalam propilenglikol selanjutnya ditambahkan ke dalam basis gel
yang telah terbentu, diaduk hingga homogen. Diulangi prosedur yang
sama tanpa menambahkan ekstrak etanol klika mengkudu.
III.4 Pembuatan Suspensi Bakteri
Pembuatan suspensi bakteri dari biakan murni : Bakteri uji
Propionibacterium acne berumur 24 jam pada Nutrient agar yang
berupa biakan murni dimasukan kedalam tabung media yang berisi
media Fluid Thioglycollata Medium (FTM) menggunakan ose bulat
secara aseptis kemudian disetarakan dengan Larutan Mc. Farland
yang setara dengan 758 juta bakteri Propionibacterium acne dan
diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam.
29
III.5 Pemilihan dan Penyiapan Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan adalah kelinci (Oryctolagus
cuniculus) yang sehat dan tidak cacat kulit. Berumur 5 sampai 10
bulan dengan bobot badan 1,5 sampai 2,0 kilogram. Kelinci
diadaptasikan dengan lingkungannya selama 1 minggu. Daerah
punggung kelinci dibagi menjadi 4 sisi yaitu sisi kanan atas (KaA),
sisi kanan bawah (KaB), sisi kiri atas (KiA) dan sisi kiri bawah (KiB).
Tiap sisi diberi perlakuan yang berbeda, sisi kanan atas sebagai
kontrol negatif (K(-)), sisi kanan bawah diinfeksi dengan bakteri
Propionibacterium acne (K(+)), sisi kiri atas diinfeksi dengan bakteri
Propionibacterium acne kemudian diberi gel ekstrak klika mengkudu
(KiGE), serta sisi kiri bawah diinfeksi dengan bakteri
Propionibacterium acne kemudian diberi gel tanpa mengandung
ekstrak klika mengkudu (KiG). Rambut kelinci masing-masing dicukur
dengan diameter ukuran 3 cm. Pada penelitian ini digunakan metode
triplo yaitu menggunakan 3 kelinci yang mendapatkan perlakuan
yang sama.
III.6 Uji Efek Antibakteri terhadap Kelinci (Orytolagus cuniculus)
1. Kelinci jantang yang telah dibagi menjadi menjadi 4 sisi diberi
perlakuan, dimana sisi KaA dibiarkan begitu saja tanpa perlakuan
apapun. Sisi KaB, KiA dan kiB diinfeksi dengan bakteri
Propionibacterium acne dengan cara (apa namax i2 say dipake u
bakteri???) dicelukan dalam suspensi bakteri kemudian dioleskan
30
pada ketiga sisi tersebut selama 10 detik dan dibiarkan selama 1
x 24 jam dan diamati (terjadinya infeksi ditandai dengan adanya
gejala lesi atau peradangan). Selanjutnya sisi KiA diolesi gel
yang mengandung ekstrak klika mengkudu, dan sisi KiB diolesi
gel yang tidak mengandung ekstrak kilika mengkudu. Frekuensi
pengolesan satu kali sehari secara tipis dan merata sebanyak 0,5
g pada diameter 1 cm dari masing-masing sisi. Setelah dioleskan
ditutup dengan plester hipoalergi kemudian badan kelinci
dibungkus dengan perban agar plester tidak lepas dan dibiarkan
sehari semalam.
2. Setelah 24 jam perban dan plester dibuka kemuadian diamati.
3. Setelah 48 jam, tempat yang telah dioleskan sediaan ditutup
kembali dengan plester yang sama dan dibiarkan selama satu
hari sebelum diamati.
4. Dengan cara yang ama, dilakukan pengamatan kembali setelah
72 jam.
5. Dilakukan hal yang sama untuk kelinci II dan kelinci III. Pengolesan
krim dilakukan dengan menggunakan sarung tangan. Pengamatan
terjadinya infeksi dilakukan setiap hari.
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Endjo. D dan Rosihan. R., 2010, Status Perkembangan Teknologi Tanaman Mengkudu. http://balittro.litbang.deptan.go.id/ind/images/stories/edsus/vol19no1/2mengkudu.pdf diakses 19 Januari 2013.
2. Ansel , H. C., 2005, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi IV. UI. Press, Jakarta. 391.
3. Mitsui, Ted, 1997, New Cosmetic Science, Elsevier, Tokyo. 224
4. Dewi, Nurfita., 2012, Budidaya, Khasiat dan Cara Olah Mengkudu, Pustaka Baru Press, Yogyakarta.1,2,4,7.
5. Indriyani, 2004. Skripsi “Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit
Batang Mengkudu (Morinda citrifolia L) Terhadap Staphylococcus
aureus dan Escherichia coli” http ://etd.eprints.ums .ac.id /10090 / 1 /
K 100060122.pdf diakses 19 Januari 2013.
6. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1995.
Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.8,413.
7. Leon Lachman dkk., 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri II” Edisi Ketiga, UI-Press, Jakarta. 1119.
8. Allen, V Loyd,Jr, 1998. The Art, Science, and Technology of
Pharmaceutical Componding. American Pharmaceutical Assosiation,
Washington D.C.301-310.
32
9. Lieberman, H. A, 1996. Pharmaceutical Dosage Forms, Volume II,
Marc Dekker Inc, New York, 400,495-496.
10. Howard, A.C, 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi
Keempat, UI Press, Jakarta.393.
11. Wartonah, dkk, 2009. Fisiologi Tubuh Manusia, Trans Info Media,
Jakarta Timur. 214-217.
12. Djide, M.N. & Sartini, 2008. Dasar-Dasar Mikrobiologi Farmasi,
Lembaga Penerbit Unhas, Makassar, 339, 342.
13. Log, B.W, 1994. Analisis Mikrobiologi di Laboratorium, Raja Grafindo,
Jakarta. 31-34.
14. Tri,A.P.2007. Propionibacterium acnes. http://digilib.itb.ac.id/gdl.pdf.
diakses 19 Januari 2013.
15. Kibbe, H, Arthur., 2000, Handbook Of Pharmaceutical Excipients, Third Edition, American Pharmaceutical Asociation, Washington.
16. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan., 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. 358, 509,413.
17. Makbul, Sulastri., 2012, “Uji Daya Hambat Formula Gel Anti Jerawat Ekstrak Etanol Klika Mengkudu (Morinda citrifolia L.) terhadap Propionibacterium acne“, Universitas Islam Makassar, Makassar.
33
LAMPIRAN
Skema Kerja
Sediaan gel ekstrak etanolklika mengkudu
Uji aktivitas antibakteri
Kelinci I Kelinci II Kelinci III
Dinfeksi Bakteri P.acne
24 jam
Kulit punggung kanan atas
Kulit punggung kanan atas
Kulit punggung kanan atas
Kulit punggung kanan atas
Kontrol (-) Kontrol (+)Gel ekstrak
klika mengkudu Gel tanpa
ekstrak
Pengamatan
Pengolahan Data
Pembahasan
Kesimpulan