20
PEMANFAATAN DAUN PANDAN WANGI ( Pandanus amaryllifolius Roxb ) UNTUK PEMBUATAN SABUN CAIR ANTIBAKTERI Nama : Fajar Asmara Nur alam Nim : 138921 Tingkat : III A Dosen pembimbing 1 : Dina yuspita S,.Si.Apt Dosen pembimbing 2 : Fadly S,.Farm,.Apt AKADEMI FARMASI YARSI PONTIANAK TAHUN AJARAN 2015 / 2016

Proposal Fajar

Embed Size (px)

DESCRIPTION

PROPOSAL FAJAR ASMARA NUR ALAM

Citation preview

Page 1: Proposal Fajar

PEMANFAATAN DAUN PANDAN WANGI ( Pandanus amaryllifolius Roxb )

UNTUK PEMBUATAN SABUN CAIR ANTIBAKTERI

Nama : Fajar Asmara Nur alam

Nim : 138921

Tingkat : III A

Dosen pembimbing 1 : Dina yuspita S,.Si.Apt

Dosen pembimbing 2 : Fadly S,.Farm,.Apt

AKADEMI FARMASI YARSI PONTIANAK

TAHUN AJARAN 2015 / 2016

Page 2: Proposal Fajar

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Produk sabun mandi telah berkembang menjadi kebutuhan primer di

masyarakat dunia saat ini. Produk tersebut dimanfaatkan setiap hari oleh

semua kalangan masyarakat, baik kelas atas, menengah, maupun bawah.

Industri sabun mandi pun berlomba-lomba menciptakan produk sabun

mandi yang inovatif dan bermanfaat, bervariasi baik dari segi bentuk,

warna, maupun aroma. ( Nurhadi, 2012 ).

Sabun mandi cair adalah sediaan berbentuk cair yang digunakan

untuk membersihkan kulit, dibuat dari bahan dasar sabun dengan

penambahan surfaktan, penstabil busa, pengawet, pewarna dan pewangi

yang diijinkan dan digunakan untuk mandi tanpa menimbulkan iritasi pada

kulit (SNI,1996).

Sabun yang ada dipasaran saat ini memiliki ragam bentuk

sediaannya seperti sabun batang, sabun cair, sabun gel. Masing-masing

memiliki kelebihannya tersendiri baik dari segi bentuk, aroma, ataupun

fungsinnya. Dibandingkan dengan produk sabun padat, produk sabun cair

lebih disukai oleh masyarakat saat ini, karena lebih praktis dibawa kemena-

mana, lebih higensis dalam penyimpanannya, tidak mudah terkontaminasi

dari suatu penyakit kulit oleh orang lain yang menggunakan sabun tersebut

yang sangat kita hindari, tidak mudah jatuh karena licin saat digenggam saat

Page 3: Proposal Fajar

digunakan yang menyebabkan sabun menjadi rusak atau kotor serta

penampilan kemasan yang ekslusif.

Salah satu tanaman yang memiliki khasiat sebagai antibakteri adalah

daun pandan. Selama ini masyarakat hanya memanfaatkan daunnya sebagai

bahan tambahan makanan umumya sebagai bahan pewarna hijau dan

pemberi aroma. Padahal daun pandan banyak mengandung zat-zat yang

berkhasiat seperti flavonoid, alkaloid, tanin, polifenol, dan saponin yang

bertindak sebagai antibakteri yang dapat membunuh bakteri Staphylococcus

aureus dan Escherichia Coli .

Daun pandan dapat dibuat menjadi ekstrak yang memiliki khasiat

sebagai antibakteri. Telah dilakukan penelitian uji aktivitas antibakteri pada

daun pandan yang dilakukan oleh Ana mardiyaningsih dkk ( 2014 ).

Penelitian ini membuktikan bahwa ekstrak kental etanol-etil asetat daun

pandan ( 1:1𝑣 𝑣⁄ ) pada konsentrasi 1.1 % dan 6,7 % dapat menghambat

pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureu. Daun pandan di ekstrak dengan

menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol-etil asetat 1:1 𝑣 𝑣⁄ .

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian formulasi sabun cair dari ekstrak kental etanol-etil

asetat daun pandan dengan konsentrasi 6,7 % sebagai sabun cair antibakteri.

Bahan dasar utama dalam pembuatan sabun khususnya sabun mandi

cair adalah minyak atau trigliserida yang terdiri dari beberapa kandungan

asam lemak. Minyak tersebut direaksikan dengan suatu basa alkali KOH

karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Crude palm oil (CPO) salah

satu sumber minyak yang diduga dapat digunakan dalam pembuatan sabun.

Page 4: Proposal Fajar

CPO atau minyak kelapa sawit mengandung karotenoid, tokoferol,

dan tokotrienol yang berfungsi sebagai antioksidan alami. Sabun yang

mengandung karotenoid baik untuk kulit. Selain itu kandungan tokoferol

yang tinggi dapat membantu mencegah pembentukan kerutan dan

mencegah kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh sinar ultraviolet pada

kulit. Sabun mandi berbasis CPO masih sangat jarang digunakan sehingga

peneliti ingin melakukan formulasi sabun cair dengan variasi KOH ( Kalium

Hidroksida ) dan CPO ( Crude Palm Oil ).

1.2 Perumusan Masalah

1. Apakah ekstrak kental etanol-etil asetat daun pandan ( Pandanus

amaryllifolius Roxb ) dapat dibuat sabun cair dengan variasi minyak sebagai

pembentuk base sabun ?

2. Berapakah konsentrasi CPO ( Crude Palm Oil ) dan KOH ( Kalium

Hidroksida ) yang baik untuk menghasilkan sifat fisikokimia sabun cair dari

ekstrak kental etanol-etil asetat daun pandan ?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui apakah ekstrak kental etanol-etil asetat daun pandan (

Pandanus amaryllifolius Roxb ) dapat dibuat sabun cair.

2. Untuk mengetahui berapakah konsentrasi CPO ( Crude Palm Oil ) dan KOH

( Kalium Hidroksida ) yang baik untuk menghasilkan sifat fisikokimia

sabun cair dari ekstrak kental etil asetat daun pandan.

Page 5: Proposal Fajar

1.4 Manfaat Penelitian

1. Meningkatkan nilai guna dan nilai ekonomis dari daun pandan.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi awal

untuk formulasi sabun cair dari ekstrak kental etanol-etil asetat

berdasarkan evaluasi uji pH, uji organoleptis, dan uji hedonik.

Page 6: Proposal Fajar

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tanaman Pandan

2.1.1 Klasifikasi Daun Pandan Wangi

Klasifikasi Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) menurut Van Steenis

(2008) adalah sebagai berikut:

Regnum : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Classis : Monocotyledonae

Ordo : Pandanales

Familia : Pandanaceae

Genus : Pandanus

Species : Pandanus amaryllifolius, Roxb.

Page 7: Proposal Fajar

2.1.2 Morfologi Daun Pandan Wangi

Pandan wangi adalah jenis tanaman monokotil dari famili

Pandanaceae. Daunnya merupakan komponen penting dalam tradisi

masakan Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Di beberapa

daerah, tanaman ini dikenal dengan berbagai nama antara lain: Pandan

Rampe, Pandan Wangi (Jawa); Seuke Bangu, Pandan Jau, Pandan Bebau,

Pandan Rempai (Sumatera); Pondang, Pondan, Ponda, Pondago (Sulawesi);

Kelamoni, Haomoni, Kekermoni, Ormon Foni, Pondak, Pondaki, Pudaka

(Maluku); Pandan Arrum (Bali), Bonak (Nusa Tenggara). Pandanus

umumnya merupakan pohon atau semak yang tegak, tinggi 3–7 meter,

bercabang, kadang-kadang batang berduri, dengan akar tunjang sekitar

pangkal batang. Daun umumnya besar, panjang 1–3 m, lebar 8–12cm; ujung

daun segitiga lancip-lancip; tepi daun dan ibu tulang daun bagian bawah

berduri, tekstur daun berlilin, berwarna hijau muda–hijau tua. Buah letaknya

Gambar 3 . Pandanus amaryllifolius ( R. ) ( Koleksi Pribadi, 2015 ) .

Page 8: Proposal Fajar

terminal atau lateral, soliter atau berbentuk bulir atau malai yang besar

(Rahayu SE dan S Handayani, 2008).

2.1.3 Kandungan Kimia Daun Pandan Wangi

Pandan wangi memiliki aroma yang khas pada daunnya. Komponen

aroma dasar dari daun pandan wangi itu berasal dari senyawa kimia 2-

acetyl-1-pyrroline (ACPY) yang terdapat juga pada tanaman jasmin, hanya

saja konsentrasi ACPY pada pandan wangi lebih tinggi dibandingkan

dengan jasmin (Cheetangdee dan Sinee, 2006).

Pandan wangi memiliki senyawa metabolik sekunder yang

merupakan suatu senyawa kimia pertahanan yang dihasilkan oleh tumbuhan

di dalam jaringan tumbuhannya, senyawa tersebut bersifat toksik dan

berfungsi sebagai alat perlindungan diri dari gangguan pesaingnya (hama)

(Mardalena, 2009).

Daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius, Roxb.) mengandung

alkaloida, saponin, flavonoida (Dalimartha, 2009). Alkaloid pada serangga

bertindak sebagai racun perut serta dapat bekerja sebagai penghambat enzim

asetilkolinesterase sehingga mengganggu sistem kerja saraf pusat, dan dapat

mendegradasi membran sel telur untuk masuk ke dalam sel dan merusak sel

telur (Cania, 2013).

Selain itu, senyawa flavonoid juga memiliki sifat anti insektisida yaitu

dengan menimbulkan kelayuan syaraf pada beberapa organ vital serangga

yang dapat menyebabkan kematian, seperti pernapasan (Dinata, 2005).

Page 9: Proposal Fajar

Flavonoid yang bercampur dengan alkaloid, phenolic dan terpenoid

memilki aktivitas hormon juvenil sehingga memiliki pengaruh pada

perkembangan serangga (Elimam dkk., 2009).

Saponin juga merupakan entomotoxicity yang dapat menyebabkan

kerusakan dan kematian telur, gangguan reproduksi pada serangga betina

yang menyebabkan adanya gangguan fertilitas (Chaieb, 2010). Dalam

beberapa penelitian dilaporkan bahwa saponin konsentrasi rendah dapat

menyebabkan gangguan pengambilan makanan, penurunan pertumbuhan

dan kematian sedangkan dalam konsentrasi tinggi akan bersifat toksik

(Davidson, 2004). Selain itu, saponin juga diketahui mempunyai efek anti

jamur dan anti serangga (Ary dkk., 2009).

2.1.4 Penyebaran Daun Pandan Wangi

Tanaman pandan wangi dapat dengan mudah dijumpai di daerah

tropis dan banyak ditanam di halaman, di kebun, di pekarangan rumah

maupun tumbuh secara liar di tepi-tepi selokan yang teduh. Selain itu,

tumbuhan ini dapat tumbuh liar ditepi sungai, rawa, dan tempat-tempat lain

yang tanahnya agak lembab dan dapat tumbuh subur dari daerah pantai

sampai di daerah dengan ketinggian 500 meter dpl (di bawah permukaan

laut) (Dalimartha, 2009).

2.2 Kulit

2.2.1 Definisi Kulit

Kulit merupakan pembungkus yang elastis yang terletak paling luar

yang melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan hidup manusia dan

merupakan alat tubuh yang terberat dan terluas ukurannya, yaitu kirakira

15% dari berat tubuh dan luas kulit orang dewasa 1,5 m2. Kulit sangat

Page 10: Proposal Fajar

kompleks, elastis dan sensitif, serta sangat bervariasi pada keadaan iklim,

umur, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh serta memiliki

variasi mengenai lembut, tipis, dan tebalnya. Rata-rata tebal kulit 1-2m.

Paling tebal (6 mm) terdapat di telapak tangan dan kaki dan paling tipis (0,5

mm) terdapat di penis. Kulit merupakan organ yang vital dan esensial serta

merupakan cermin kesehatan dan kehidupan (Djuanda, 2007).

2.2.2 Srtuktur Lapisan Kulit

Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama, yaitu

(Djuanda, 2007) :

2.2.2.1 Epidermis

Lapisan epidermis terdiri atas :

a. Lapisan basal atau stratum germinativum. Lapisan basal merupakan

lapisan epidermis paling bawah dan berbatas dengan dermis. Dalam

lapisan basal terdapat melanosit.

Melanosit adalah sel dendritik yang membentuk melanin. Melanin

berfungsi melindungi kulit terhadap sinar matahari.

b. Lapisan malpighi atau stratum spinosum. Lapisan malpighi atau disebut

juga prickle cell layer (lapisan akanta) merupakan lapisan epidermis

yang paling kuat dan tebal. Terdiri dari beberapa lapis sel yang

berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda akibat adanya mitosis

serta sel ini makin dekat ke permukaan makin gepeng bentuknya. Pada

lapisan ini banyak mengandung glikogen.

Lapisan granular atau stratum granulosum (Lapisan Keratohialin).

Lapisan granular terdiri dari 2 atau 3 lapis sel gepeng, berisi butir-butir

Page 11: Proposal Fajar

(granul) keratohialin yang basofilik. Stratum granulosum juga tampak

jelas di telapak tangan dan kaki.

c. Lapisan lusidum atau stratum lusidum. Lapisan lusidum terletak tepat di

bawah lapisan korneum. Terdiri dari selsel gepeng tanpa inti dengan

protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut eleidin.

d. Lapisan tanduk atau stratum korneum. Lapisan tanduk merupakan

lapisan terluar yang terdiri dari beberapa lapis sel-sel gepeng yang mati,

tidak berinti, dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin. Pada

permukaan lapisan ini sel-sel mati terus menerus mengelupas tanpa

terlihat.

2.2.2.2 Dermis

Lapisan dermis adalah lapisan dibawah epidermis yang jauh lebih

tebal daripada epidermis. Terdiri dari lapisan elastis dan fibrosa padat

dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi

menjadi dua bagian yakni:

a. Pars papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis dan berisi ujung

serabut saraf dan pembuluh darah.

b. Pars retikulaare, yaitu bagian di bawahnya yang menonjol ke arah

subkutan. Bagian ini terdiri atas serabut-serabut penunjang seperti

serabut kolagen, elastin, dan retikulin. Lapisan ini mengandung

pembuluh darah, saraf, rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea.

2.2.2.3 Lapisan subkutis

Lapisan ini merupakan lanjutan dermis, tidak ada garis tegas yang

memisahkan dermis dan subkutis. Terdiri dari jaringan ikat longgar berisi

Page 12: Proposal Fajar

sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan

inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Jaringan

subkutan mengandung syaraf, pembuluh darah dan limfe, kantung rambut,

dan di lapisan atas jaringan subkutan terdapat kelenjar keringat. Fungsi

jaringan subkutan adalah penyekat panas, bantalan terhadap trauma, dan

tempat penumpukan energi.

2.3 Ekstraksi Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan pelarut

dengan perendaman dan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada

temperatur ruangan (kamar). Cairan penyari akan menembus dinding sel

dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif yang akan larut,

karena adanya perbedaan kosentrasi larutan zat aktif didalam sel dan diluar

sel maka larutan terpekat didesak keluar. Proses ini berulang sehingga

terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan didalam dan diluar sel.

Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, metanol, etanol-air

atau pelarut lainnya. Remaserasi berarti dilakukan penambahan pelarut

setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya.

Remaserasi berarti dilakukan penambahan pelarut setelah dilakukan

penyaringan maserat pertama, dan seterusnya.

Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara

pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana yang mudah

diusahakan.

2.4 Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan

mengekstraksikan zat aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan

Page 13: Proposal Fajar

pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan

dan masa atau serbuk yang tersisa diperlakukan demikian sehingga

memenuhi baku yang telah ditetapkan ( Syamsuni, 2006 ). Berdasarkan atas

sifat ekstrak dapat dikelompokan menadi ( Voigt, 1995 ).

2.4.1 Ekstrak Cair ( Extractum fluidum )

Ekstrak cair yang dapat dibuat sedemikian rupa sehingga 1q bagian

simplisa menghasilkan 2 bagian ekstrak cair.

2.4.2 Ekstrak Kental ( Extractum spissum )

Ekstrak dengan bentuk liat dalam keadaan dingin dan tidak dapat

dituang, kandungan airnya berjumlah sampai 30%.

2.4.3 Ekstrak Kering ( Ekstractum siccum )

Ekstrak yang memiliki konsistensi kering dan mudah digosokan.

Ekstrak ini diperoleh dari penguapan cairan pengekstraksi yang sebaiknya

memiliki kandungan lembab tidak lebih dari 5%.

2.5 Sabun Cair

Sabun merupakan garam lokal alkali (biasanya garam Kalium) dari

asam lemak, terutama mengandung garam C16 (asam palmitat) dan C18

(asam stearat) namun juga dapat mengandung beberapa karboksilat dengan

bobot atom lebih rendah (Fessenden, 1994 dan Ketaren, 1986). Alkali yang

digunakan adalah larutan KOH/NaOH yang dapat membuat sabun menjadi

cair. Sabun dihasilkan dari proses saponifikasi, yaitu hirolisis lemak

menjadi asam lemak dan gliserol dalam KOH /NaOH (minyak dipanaskan

dengan KOH/NaOH) sampai terhidrolisis sempurna. Asam lemak yang

berikatan dengan Kalium/Natrium ini dinamakan sabun.

Page 14: Proposal Fajar

Bahan utama sabun cair merupakan golongan surfaktan. Sifat dari

larutan surfaktan adalah berbusa, agen pembasah, pengelmusi dan

pendispersi. Keunggulan dari surfaktan antara lain busa yang dihasilkan

banyak, agen pembasah yang baik pengelmusi dan pengadsorbsi yang baik

sertaketahanannya terhadap air sadah baik.

Sabun berfungsi untuk memindahkan kotoran dari permukaan

seperti kulit, lantai, atau kain. Kotoran biasanya merupakan campuran dari

bahan berlemak dan partikel padat. Lemak dapat berupa sabun yang

dihasilkan oleh kulit, dan bertindak sebagai pengikat kotoran yang baik,

misalnya terhadap debu (Parasuram, KS. 1995). Sabun mandi adalah

senyawa natrium dan kalium dengan asam lemak dari minyak nabati dan

atau lemak hewani berbentuk padat, lunak atau cair, berbusa digunakan

sebagai pembersih, dengan menambahkan zat pewangi dan bahan lainnya

yang tidak membahayakan kesehatan (BSN, 1994).

2.6 Formulasi Sabun Cair

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memformulasi sabun yaitu

karakteristik pembusaan yang baik, tidak menyebabkan iritasi pada mata, membran

mukosa dan kulit, mempunyai daya bersih optimal dan tidak memberikan efek

merusak kulit dan memiliki parfum yang bersih, segar dan menarik ( Suryani dkk,

2000 ).

Tabel 2.6 Formulasi sabun cair

Bahan

Formula

A B C

Ekstrak Daun Pandan 6,7% 6,7% 6,7%

Page 15: Proposal Fajar

CPO ( Crude palm oil ) 10,422% 11,922% 12,672%

KOH ( Kalium hidroksida ) 5,36% 3,86% 3,11%

Asam sitrat 2% 2% 2%

Asam oleat 2,5% 2,5% 2,5%

Butil Hidroksi Toluen 0,02% 0,02% 0,02%

Aquadest Ad 100 ml Ad 100 ml Ad 100 ml

2.7 Uraian Bahan

2.7.1 CPO ( Crude palm oil )

Minyak kelapa sawit (CPO) mempunyai karakteristik yang khas

dibandingkan dengan minyak nabati lainnya seperti minyak kacang kedelai, minyak

biji kapas, minyak jagung dan minyak biji bunga matahari. Dengan kandungan

asam lemak tidak jenuh yang tinggi 50,2 %.(choo, dkk.,1987) .

Tabel 2.7 Sifat fisika-kimia dari minyak kelapa sawit (CPO)

Sifat Minyak Kelapa Sawit (CPO)

Bobot jenis pada suhu kamar 0,9

Indeks bias 40oC 1,4565 – 1,4585

Bilangan Iod 48 – 56

Bilangan penyabunan 196 – 205

Titik leleh 25 – 50 oC

Sumber : Krischenbauer (1960)

Page 16: Proposal Fajar

2.7.2 KOH ( Kalium hidroksida )

Kalium hidroksida (KOH) merupakan senyawa umum yang

digunakan dalam formulasi untuk mengontrol pH dan juga biasa dalam

sediaan dermatologis. KOH juga dikenal sebagai alkalizing agen

(Fadillah,2014). Berupa kristal padat berwarna putih atau hampir putih,

higroskopik, merupakan garam alkali dan mudah sekali menyerap air dan

CO2 untuk membentuk kalium karbonat, sangat mudah larut dalam air (1

bagian dalam 0.9 bagia air) (Rowe dkk, 2009). KOH berperan dalam proses

penyabunan bila terlalu banyak dapat memberikan pengaruh negatif, yaitu

iritasi kulit. Sedangkan bila terlalu sedikit maka sabun yang dihasilkan akan

mengandung asam lemak bebas tinggi yang menggangu proses emulsi

sabun dan kotoran (Kurniadi, 2010). Jumlah KOH yang digunakan

mengikuti jumlah minyak yang digunakan dan disesuaikan dengan bilangan

penyabunan miyak trsebut (Fadillah, 2014).

2.7.3 Asam sitrat ( C6H807H2O

Gambar 2.2 Struktur Asam sitrat

Sumber ( Farmakope Indonesia Edisi III, hal 50)

Asam sitrat berupa hablur tak berwarna atau serbuk putih, rasa asam

kuat, agak higroskopis merapuh dalam udara kering dan panas, larut dalam

kurang dari 1 bagian air dan dalam 1,5 bagian etanol (95%) P, sukar larut

dalam eter P, disimpan dalam wadah tertutup baik

Page 17: Proposal Fajar

2.7.4 Asam Oleat (C17H33COOH, C18:1)

Asam oleat adalah asam lemak cair yang terutama terdiri dari

C18H34O2, dapat dibuat dengan menghidrolisa lemak atau minyak lemak,

dipisahkan dengan cara pemerasan (Ditjen POM, 1979).

Asam oleat (C17H33COOH, C18:1) merupakan asam lemak tidak

jenuh yang mempunyai satu ikatan rangkap dan mempunyai jumlah atom

karbon 18 dengan satu ikatan rangkap diantara atom C ke-9 dan ke-10. Pada

temperatur kamar asam oleat berupa cairan seperti minyak yang tidak

berwarna yang secara perlahan-lahan menjadi coklat oleh udara dan berbau

tengik. Asam oleat tidak dapat bercampur dengan air, tapi dapat bercampur

dengan eter dan alkohol dalam semua perbandingan (Holleman, 1970).

Berupa cairan kental kekuningan sampai coklat muda, bau dan rasa khas,

titik lebur 14, titik didih 2860 dan kelarutan praktis tidak larut dalam air;

mudah larut dalam etanol, kloroform, eter,eter minyak tanah (Ditjen POM,

1979).

2.7.5 Butil Hidrosil Toluen

Butil hidroksi toluen merupakan antioksidan sintetik yang biasa

digunakan untuk memperlambat atau mencegah reaksi oksidatif pada

minyak dan lemak (ketengikan) (Fadillah, 2014). Terjadi sebagai putih atau

hampir putih berupa bubuk kristal atau lilin berwarna putih kekuningan

yang solid dengan samar, karakteristik bau aromatik. Kelaruta praktis tidak

larut dalam dalam air, larut dalam metanol. Bebas larut dalam etanol 550%,

propilen glikol, klorfoform, eter, heksana, minyak biji kapas, minyak

kacang, minyak kedelai, gliserin mono oleat, lemak babi dan dalam larutan

Page 18: Proposal Fajar

alkali hidroksida. Stabilitas dan penyimpanan kondisi paparan cahaya

menyebabkan perubahan warna dan hilangnya aktivitas. Butylate hydroksy

toluen harus disimpan dalam wadah yang tertutup, terlindung dari cahaya,

ditempat yang sejuk dan kering. Penggunaan antioksidan konsentrasi (%) b-

Carotene 0,01, minyak atsiri dan agen penyedap 0,02-0,5, formulasi topikal

0,005-0,02%. Hal ini digunakan dalam berbagai kosmetik, kegiatan terbesar

adalah terhadap jamur dan bakteri gram positif, dengan aktivitas kurang

terhadap bakteri gram negatif alkali (Rowe dkk, 2009).

2.7.6 Air (Aquadest)

Aquadest atau air suling adalah air hasil penyulingan (dijadikan uap

dan disejukan kembali). Berupa cairan jernih, tidak berwarna, tidak berasa,

dan tidak berbau. Larut dalam etanol dan gliserol. Digunakan sebagai

pelarut (Depkes RI, 1979).

2.8 Evaluasi Sabun Cair

2.8.1 Uji Organoleptis

Uji organoleptis terdiri dari bentuk, bau, warna dari sabun cair yang

dibuat(SNI, 1996). Tujuan pengujian ini adalah untuk melihat apakah ada

perbedaan fisik yang signifikan pada sabun mandi cair dari variasi CPO

(Crude palm oil) dan Kalium hidroksida (KOH).

2.8.2 Uji pH

Nilai pH menunjukkan derajat keasaman atau kebasaan suatu bahan.

pH sabun cair diukur dengan menggunakan pH meter. pH sabun cair yang

sesuai dengan SNI adalah 8-11. pH kulit normal atau pH seimbang ialah

Page 19: Proposal Fajar

4,2-6,3. Bila dibawah 4,2 maka akan sangat asam. Sedangkan jika diatas

6,2,maka akan bersifat alkali (Widyanstuti, 2013).

2.8.3 Uji Viskositas

Uji Viskositas sabun cair diukur dengan menggunakan Viscotester

VT-04E. Sampel uji ditempatka dalam wadah dengan nomor yang

disesuiakan dengan nomor pada rotor. Rotor yang digunakan disesuaikan

dengan batas viskositas yang dapat diukur. Rotor no. 1 memiliki redntang

pengukuran 3-150 dPa.s, Rotor no.3 memilki rentang pedngukuran

viskositas 0,3-13 dP.s, viskositas langsung pada skala alat.

2.8.4 Uji Hedonik

Uji Hedonik juga disebut dengan uji kesukaan, pada uji ini dilakukan

pengamatan kesukaan pengguna sabun cair terhadap bau dan warna dari

sabun cair yang dibuat.

2.7.5 Uji Tipe Emulsi

Emulsi adalah suatu campuran yang tidak stabil secara

termodinamika yang terdiri dari 2 fase cairan yang tidak stabil bercampur.

Emulsi merupakan suatu sistem polifase dari 2 fase cairan minyak dan air

yang tidak saling becampur. Salah satunya tersuspensi dengan bantuan

emulgator keseluruhan partikel lainnya (Lachman, 1994). Pengujian tipe

emulsi denga cara pengenceran ini bertujuan untuk mengetahui apakah

sabun cair masuk dalam fase minyak dalam air (M/A) ataukah fase air dalam

minyak (A/M). Pengujian ini dilakukan dengan cara mencampurkan sediaan

sabun cair kedalam air untuk melihat kelarutannya dan mencucinya setelah

digunakan ketangan.

Page 20: Proposal Fajar