61
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan masalah kesehatan yang cukup tinggi dan merupakan tolak ukur untuk menilai keadaan pelayanan obstetrik. Jika Angka Kematian Ibu (AKI) masih tinggi berarti pelayanan obstetrik masih buruk sehingga memerlukan perbaikan. Angka Kematian Ibu (AKI) juga merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan perempuan dan dijadikan acuan juga dalam penggolongan suatu negara dikatakan negara maju atau negara berkembang (Depkes, 2012). Banyak faktor yang mempengaruhi Angka Kematian Ibu (AKI) terutama pada ibu hamil pada saat akan melahirkan, Salah satu komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu hamil adalah ketuban pecah dini. Ketuban Pecah Dini merupakan masalah yang masih kontroversial dalam kebidanan. Penanganan yang 1

Proposal Fera

Embed Size (px)

DESCRIPTION

proposal

Citation preview

Page 1: Proposal Fera

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan  masalah kesehatan yang

cukup tinggi dan merupakan tolak ukur untuk menilai keadaan pelayanan

obstetrik. Jika Angka Kematian Ibu (AKI) masih tinggi berarti pelayanan

obstetrik masih buruk sehingga memerlukan perbaikan. Angka Kematian Ibu

(AKI) juga merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan

perempuan dan dijadikan acuan juga dalam penggolongan suatu negara

dikatakan negara maju atau negara berkembang (Depkes, 2012).

Banyak faktor yang mempengaruhi Angka Kematian Ibu (AKI)

terutama pada ibu hamil pada saat akan melahirkan, Salah satu komplikasi

yang mungkin terjadi pada ibu hamil adalah ketuban pecah dini. Ketuban

Pecah Dini merupakan masalah yang masih kontroversial dalam kebidanan.

Penanganan yang optimal dan yang baku belum ada bahkan selalu berubah.

Ketuban Pecah Dini merupakan salah satu penyulit dalam kehamilan dan

persalinan yang berperan dalam meningkatkan kesakitan dan kematian

meternal-perinatal yang dapat disebabkan oleh adanya infeksi, yaitu dimana

selaput ketuban yang menjadi penghalang masuknya kuman penyebab infeksi

sudah tidak ada sehingga dapat membahayakan bagi ibu dan janinnya

(Manuaba, 2008).

1

Page 2: Proposal Fera

Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan salah satu resiko persalinan

yang menurut WHO mempunyai persentase yang tinggi yaitu menempati

angka 0,31% - 36,2%. Dari persentase angka yang sangat tinggi itulah perlu

dilakukan suatu tindakan yang dapat mengurangi resiko kematian Ketuban

Pecah Dini (KPD) yang semakin tinggi. Tindakan yang dilakukan untuk

mengurangi resiko tersebut adalah dengan melakukan tindakan Sectio

Caesarea (Jayanti, 2008).

Sectio Caesarea merupakan pembedahan untuk melahirkan janin

dengan membuka sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut.

Hal ini dilakukan untuk mengurangi resiko yang akan terjadi pada ibu dengan

indikasi ketuban pecah dini. Sectio Caesarea ini memberikan jalan keluar

bagi kesulitan yang timbul bila persalinan pervaginam tidak mungkin atau

berbahaya (Mochtar, 2012).

Peran perawat sangat penting dalam keberhasilan perawatan Post

Sectio Caesarea. Hal ini dikarenakan ibu dengan Post Sectio Caesarea

memiliki luka insisi di abdomen sehingga memerlukan perawatan yang

kompleks. Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam perawatan

Post Sectio Caesarea antara lain perawatan luka, nutrisi, mobilisasi yang

bermanfaat untuk mempercepat proses pemulihan sehingga ibu akan merasa

nyaman dan tercegah dari resiko setelah pembedahan. Fokus perawatan Post

Sectio Caesarea ini yaitu menekan jumlah kematian akibat Sectio Caesarea

(Reeder dkk., 2011).

2

Page 3: Proposal Fera

Post partum dengan Sectio Caesarea dapat menyebabkan

perubahan atau adaptasi fisiologis yang terdiri dari perubahan involusi,

lochea, fisiknya, perubahan pada periode post partum, proses menjadi orang

tua dan adaptasi psikologis. Selain itu juga terdapat luka post Sectio Caesarea

yang menimbulkan gangguan ketidaknyamanan nyeri dan resiko infeksi yang

dikarenakan terputusnya jaringan yang mengakibatkan jaringan terbuka

sehingga memudahkan kuman untuk masuk yang berakibat menjadi infeksi.

Upaya memberikan perawatan yang efektif dan aman bagi ibu resiko tinggi

membutuhkan usaha dari seluruh anggota tim kesehatan secara bersama-

sama, agar menghasilkan hasil akhir yang optimal bagi ibu dan bayi. Pasien

dengan Post Sectio Caesarea dengan Indikasi Ketuban Pecah Dini (KPD)

salah satu kasus yang memerlukan perawatan dari perawat yang terampil

untuk menjaga luka pasca-operasi tidak terjadi komplikasi (Mochtar, 2012).

Mengingat perawatan pasien dengan Post Sectio Caesarea

merupakan masalah yang rawan karena banyaknya komplikasi yang bisa

didapatkan baik pada ibu dan janin seperti aspirasi metabolisme pulmonary,

infeksi pada luka, hemorragic, infeksi saluran kemih, cedera bladder atau

bowel dan komplikasi akibat anestesi di antaranya adalah perubahan pola

nafas, bradikardi maupun kelemahan fisik, maka penulis tertarik untuk

menyusun Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada

Ny.X Dengan Post Sectio Caesarea Indikasi Ketuban Pecah Dini Hari Ke-1

Di Ruang Nusa Indah RSUD Dr.Soeselo Slawi Tahun 2014”.

B. TUJUAN PENULISAN

3

Page 4: Proposal Fera

1. Tujuan Umum

Dapat melaksanakan Asuhan Keperawatan dengan Post Sectio

Caesarea Indikasi Ketuban Pecah Dini (KPD).

2. Tujuan khusus

a. Melakukan pengkajian analisis data dan perumusan diagnosa

keperawatan klien deangan post sectio caesarea dengan indikasi

Ketuban Pecah Dini (KPD) .

b. Melakukan perencanaan keperawatan pada klien post sectio caesarea

atas indikasi Ketuban Pecah Dini (KPD) .

c. Melakukan pelaksaan rencana keperawatan pada klien post sectio

caesarea atas indikasi Ketuban Pecah Dini (KPD) .

d. Melakukan evaluasi pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien post

sectio caesarea atas indikasi Ketuban Pecah Dini (KPD).

e. Melakukan pendokumentasikan pelaksanaan asuhan keperawatan

pada klien post sectio caesarea atas indikasi Ketuban Pecah Dini

(KPD) dalam bentuk karya tulis ilmiah.

C. MANFAAT PENULISAN

1. Institusi Pendidikan

Dapat memberikan masukan yang positif dalam proses belajar mengajar

tentang asuhan keperawatan pada pasien post operasi Sectio Caesarea

dengan indikasi Ketuban Pecah Dini (KPD) yang dapat dijadikan sebagai

acuan bagi praktik mahasiswa keperawatan.

2. Institusi Rumah Sakit

4

Page 5: Proposal Fera

Sebagai bahan masukan dan evaluasi yang diperlukan dalam pelaksanaan

praktek layanan keperawatan khususnya pada pasien Post Sectio Caesarea

dengan Indikasi Ketuban Pecah Dini (KPD).

3. Bagi Penulis

Sebagai sarana dan alat dalam memperoleh pengetahuan dan pengalaman

khususnya dalam bidang Keperawatan Maternitas pada pasien Post Sectio

Caesarea Indikasi Ketuban Pecah Dini (KPD).

D. METODE PENULISAN

Menurut Sarwono (2008) metode yang digunakan dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini sebagai berikut :

1. Studi Kepustakaan

Mempelajari berbagai literatur yang ada relevansinya dengan ketuban

pecah dini antara lain : Membaca buku dari berbagai sumber, mengakses

data melalui internet, dan mempelajari karya tulis yang ada.

2. Studi Kasus

Dengan menggunakan metode pendekatan pemecahan masalah dalam

asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, merumuskan diagnosa /

masalah aktual maupun potensial, implementasi dan evaluasi serta

mendokumentasikan asuhan keperawatan yang telah diberikan pada klien

post sectio caesaria indikasi ketuban pecah dini. Untuk memperoleh data

yang akurat maka penulis menggunakan teknik :

a. Anamnese

5

Page 6: Proposal Fera

Penulis melakukan wawancara dengan klien dan keluaganya, di

ruang Nusa Indah RSUD Dr. Soeselo Slawi guna mendapatkan data

yang diperlukan untuk memberikan asuhan keperawatan pada klien.

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis mulai kepala sampai

kaki yang meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi.

c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium dan

pemeriksaan diagnostik lainnya seperti ultrasonografi (USG),

elektrokardiografi (EKG), foto rontgen dan lain lain.

3. Studi Dokumenter

Membaca dan mempelajari status kesehatan klien yang bersumber dari

catatan dokter, bidan, perawat, petugas laboratorium dan hasil

pemeriksaan penunjang lainya.

4. Diskusi

Mengadakan konsultasi dengan dokter, bidan dan perawat yang

menangani konsultasi langsung klien tersebut serta mengadakan diskusi

dengan pembibing karya tulis ilmiah mengenai masalah yang dialami

klien yaitu ketuban pecah dini.

Adapun model konseptual keperawatan yang penulis pilih adalah model

konseptual menurut Dorothea orem 1978. Hal ini di karenakan model ini

mengajarkan kemandirian pada pasien post Sectio Caesarea untuk melatih

mobilisasi fisik pada klien. Menurut OREM asuhan keperawatan dilakukan

6

Page 7: Proposal Fera

dengan keyakinan bahwa setiap orang mempelajari kemampuan untuk merawat

diri sendiri sehingga membantu individu memenuhi kebutuhan hidup, memelihara

kesehatan dan kesejahteraan.

Teori ini dikenal dengan TEORI SELF CARE (Perawatan Diri) Orang

dewasa dapat merawat diri mereka sendiri, sedangkan bayi, lansia dan orang sakit

membutuhkan bantuan untuk memenuhi aktivitas self care mereka. Orem

mengklasifikasikan self care dalam 3 syarat - Syarat universal : fisiologi dan

psikososial termasuk kebutuhan udara, air, makanan, eliminasi, aktivitas dan

istirahat, sosial, pencegahan bahaya.

Syarat pengembangan : untuk meningkatkan proses perkembangan

sepanjang siklus hidup. Penyimpangan kesehatan berhubungan dengan kerusakan

atau penyimpangan cara, struktur norma dan integritas yang dapat mengganggu

kemampuan seseorang untuk melakukan self care. Asuhan keperawatan mandiri

dilakukan dengan memperhatikan tingkat ketergantungan atau kebutuhan pasien

dan kemampuan pasien.

7

Page 8: Proposal Fera

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR NIFAS

1. Pengertian Nifas

Masa nifas adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai

sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra hamil, lama masa nifas 6-8

minggu (Ambarwati, 2009). Masa nifas disebut juga masa post partum yaitu

masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim

sampai 6 minggu (Suherni, 2009).

2. Periode Nifas

a. Puerperium dini, yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri

dan berjalan-jalan.

b. Puerperium intermedial, yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia

yang lamanya 6-8 minggu.

c. Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat

sempurna terutama bila selama hamil atau sewaktu persalinan

mempunyai komplikasi.

(Handayani, 2011).

8

Page 9: Proposal Fera

3. Perubahan Fisiologis Masa Nifas

Menurut Handayani (2011), perubahan fisiologis masa nifas yaitu :

1. Sistem Reproduksi

a. Uterus

Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah

melahirkan disebut involusi. Proses ini dimulai segera setelah plasenta

keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Pada akhir tahap ketiga

persalinan, uterus berada di tengah garis, kira-kira 2 cm di bawah

umbilicus dengan bagian fundus bersandar. Dalam waktu 12 jam tinggi

fundus uteri kurang lebih 1 cm di atas umbilicus, fundus turun kira-kira

1-2 cm setiap 24 jam. Pada hari ke-6 pasca partum fundus norm dan

simfisis pubis. Pada hari ke-9 uterus tidak dapat dipalpasi pada

abdomen. Uterus pada waktu penuh beratnya 11 kali berat sebelum

hamil.

b. Kontraksi

Selama 1-2 jam pertama pasca partum intensitas kontraksi uterus bisa

berkurang dan menjadi tidak teratur, karena penting untuk

mempertahankan kontraksi uterus selama ini.

c. Afterpains

Rasa nyeri setelah melahirkan ini lebih nyata setelah ibu melahirkan, di

tempat uterus terlalu teregang (pada bayi besar, kembar) menyusui dan

oksitosin tambahan biasanya meningkatkan nyeri ini karena keduanya

merangsang kontraksi uterus.

9

Page 10: Proposal Fera

d. Tempat plasenta

Setelah plasenta lahir dan ketuban dikeluarkan kontraksi vascular dan

trombosis menurun tempat plasenta ke satu area yang meninggi dan

tidak teratur. Proses penyembuhan ini memerlukan endometrium

menjalankan siklusnya dan memungkinkan implantasi plasenta untuk

kehamilan di masa yang akan datang.

e. Lochea

1). Lochea Rubra

Mengandung darah setelah 3 sampai 4 hari.

2). Lochea Serosa

Terdiri dari darah lama (Old blood), leukosit dan debris jaringan

sekitar 10 hari setelah bayi lahir.

3). Lochea Alba

Mengandung leukosit, sel epitel, mukus, serum dan bakteri. Lochea

alba bisa bertahan selama 2 sampai 6 minggu setelah bayi lahir.

f. Serviks

Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. Serviks

memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan kembali ke

bentuk semula sekitar 18 jam setelah melahirkan. Pada hari ke-4

sampai 6 setelah melahirkan dua jari mungkin masih dapat

dimasukkan ke dalam muara serviks. Pada akhir minggu ke-2 hanya

tangki kuret kecil yang dapat dimasukkan.

10

Page 11: Proposal Fera

g. Vagina dan Perineum

Terjadi penipisan mukosa dan tidak ditemukan adanya penonjolan

rugae. Rugae atau tonjolan pada vagina akan kembali setelah 4 minggu

persalinan, sedangkan vagina dan perineum akan pulih setelah 6-8

minggu.

h. Topangan otot panggul

Jaringan penopang dasar panggul yang terobek atau teregang saat ibu

melahirkan memerlukan waktu sampai 6 bulan untuk kembali tonus

semula yang disebut relaksasi panggul.

i. Sistem Endokrin

Beberapa perubahan terjadi pada sistem endokrin selama masa

puerperium yaitu hormon plasenta menurun dengan cepat setelah

persalinan. Keadaan hormon plasenta lactogen (HPL) mencapai

keadaan yang tidak terdeteksi dalam 24 jam. Kadar estrogen dan

progesterone menurun secara mencolok setelah plasenta keluar, kadar

terendahnya dicapai kira-kira satu minggu post partum penurunan

kadar estrogen berkaitan dengan pembengkakan payudara dan di

uterus cairan ekstraseluler berlebih yang terakumulasi selama masa

hamil.

Pada wanita yang tidak menyusui kadar estrogen mulai

meningkat pada minggu kedua setelah melahirkan dan lebih tinggi

daripada wanita yang menyusui pada pasca partum hari ke-17. Pada

hormon pituitary keadaan prolaktin pada darah meningkat dengan

11

Page 12: Proposal Fera

cepat selama kehamilan. Pada waktu menyusui kadar prolaktin tetap

meningkat sampai minggu ke enam setelah melahirkan. Pada wanita

yang tidak menyusui mengalami penurunan kadar prolaktin mencapai

rentang sebelum hamil dalam dua minggu.

j. Sistem Urinaria

Kandung kemih merupakan hasil filtrasi ginjal, terjadi penekanan oleh

uterus yang membesar selama kehamilan dan akan kembali normal

setelah beberapa bulan.

k. Sistem Gastro Intestinal

Secara khas penurunan tonus dan motilitas otot tractus cerna menetap

selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Efek dari analgesia dan

anestesi bisa memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke

keadaan normal. Buang air besar bisa tertunda dua sampai tiga hari

setelah ibu melahirkan, keadaan ini disebabkan karena tonus otot usus

menurun selama proses persalinan dan pada awal masa postpartum.

Pada anestesi general dalam pembedahan berakibat pada penurunan

kerja tonus otot saluran pencernaan, sehingga motilitas makanan lebih

lama berada di saluran pencernaan akibat pembesaran rahim. Pada

umumnya terjadi gangguan nutrisi pada 24 jam pertama setelah

persalinan.

l. Payudara

Sekresi dan ekresi kolustrum berlangsung hari ke-2 dan ke-3 setelah

persalinan. Payudara menjadi penuh, tegang dan kadang nyeri, tetapi

12

Page 13: Proposal Fera

setelah proses laktasi maka perawatan payudara akan terasa lebih

nyaman.

m. Sistem Kardiovaskuler

Pada post operasi volume darah cenderung mengalami penurunan dan

kadang diikuti peningkatan suhu selama 24 jam pertama. Pada 6-8 jam

pertama biasanya terjadi bradikardi dan perubahan pola napas akibat

efek anestesi.

n. Sistem Muskuluskeletal

Hilangnya tonus otot disebabkan karena adanya peregangan otot-otot

dinding abdomen selama kehamilan. Setelah trimester tiga rectus

abdominalis menjadi terpisah yang menyebabkan isi abdomen

menonjol pada garis tengahnya. Umbilikus menjadi datar bahkan

menonjol setelah kelahiran, otot-otot tersebut secara berangsur-angsur

kembali seperti semula.

o. Sistem Neurologi

Rasa tidak nyaman neurologis yang di induksi kehamilan akan

menghilang setelah wanita melahirkan.

p. Sistem Integumen

Hiperpigmentasi di areola dan linea nigra tidak menghilang seluruhnya

setelah bayi lahir.

q. Tanda Vital

Peningkatan kecil sementara baik peningkatan tekanan darah systole

maupun diastole dapat timbul dan berlangsung sekitar empat hari

13

Page 14: Proposal Fera

setelah melahirkan. Fungsi pernapasan kembali normal seperti sebelum

hamil pada bulan keenam setelah melahirkan.

4. Perubahan Psikologis Masa Nifas

Menurut Ambarwati (2009), perubahan psikologis masa nifas yaitu :

a. Fase Taking in

Fase ini merupakan periode ketergantungan yang berlangsung dari hari

pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada fase ini, ibu berfokus

terutama pada dirinya sendiri dan menceritakan proses persalinan yang

dialaminya dari awal sampai akhir. Ketidaknyamanan fisik yang di alami

ibu pada fase ini seperti rasa lemes, pusing, kurang tidur, nyeri pada

jahitan, kelelahan.

b. Fase Taking Hold

Fase ini merupakan periode yang berlangsung antara 3-10 hari setelah

melahirkan. Pada fase ini ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan

rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Oleh karena itu ibu

memerlukan dukungan karena saat ini merupakan kesempatan yang baik

untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya

sehingga tumbuh rasa percaya diri.

c. Fase Letting Go

Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya

yang berlangsung 10 hari setelah melahirkan, ibu sudah mulai

14

Page 15: Proposal Fera

menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Keinginan untuk

merawat diri dan bayinya meningkat pada fase ini.

B. SECTIO CAESAREA

1. Definisi Sectio Caesarea

Sectio Caesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi

dengan berat di atas 500 g, melalui sayatan pada dinding uterus yang

masih utuh. (Sarwono, 2008). Sedangkan menurut Mochtar (2012),

Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat

sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut.

2. Jenis-Jenis Sectio Caesarea

Menurut Mochtar (2012), jenis-jenis Sectio Caesarea yaitu :

a. Sectio Caesarea Abdominalis

1). Sectio Caesarea Transperitonealis

(a). Sectio Caesarea klasik (korporal) dengan insisi memanjang

pada korpus uteri. Dilakukan dengan membuat sayatan

memanjang pada korpus uteri kira-kira sepanjang 10 cm.

Kelebihan :

(1). Pengeluaran janin lebih cepat.

(2). Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih.

(3). Sayatan bisa diperpanjang ke proksimal.

15

Page 16: Proposal Fera

Kekurangan :

(1). Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena

tidak ada reperitonealisasi yang baik.

(2). Pada persalinan berikutnya lebih terjadi ruptur uteri

spontan.

(b). Sectio Caesarea ismika atau profunda dengan insisi pada

segmen bawah rahim. Dilakukan dengan membuat

sayatan melintang pada segmen bawah rahim kira-kira

sepanjang 10 cm.

Kelebihan :

(1). Penjahitan luka lebih mudah.

(2). Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik.

(3). Tumpang tindih dari peritoneal untuk menahan

penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum.

(4). Perdarahan kurang.

(5). Dibandingkan dengan cara klasik, kemungkinan

rupture uteri spontan lebih kecil.

Kekurangan :

(1). Luka dapat melebar ke kiri, kanan, dan bawah,

sehingga dapat menyebabkan perdarahan yang

banyak.

(2). Tingginya keluhan pada kandung kemih setelah

pembedahan.

16

Page 17: Proposal Fera

(c). Sectio Caesarea Ekstraperitonealis, yaitu tanpa membuka

peritonium dengan demikian tidak membuka kavum

abdominal.

b. Sectio Caesarea Vaginalis

Menurut arah sayatan pada rahim, Sectio Caesarea dapat dilakukan

sebagai berikut :

1). Sayatan memanjang (longitudinal).

2). Sayatan melintang (transversal).

3). Sayatan huruf T.

3. Indikasi Sectio Caesarea

Menurut Mochtar ( 2012), indikasi Sectio Caesarea yaitu :

a. Plasenta previa.

b. Panggul sempit.

c. Disproporsi sefalopelvik.

d. Ruptura uteri.

e. Partus lama.

f. Partus tak maju.

g. Distosia serviks.

h. Pre-eklamsia dan hipertensi.

i. Malpresentasi janin.

17

Page 18: Proposal Fera

4. Komplikasi

Menurut Mochtar (2012), komplikasi pada Sectio Caesarea yaitu :

a. Infeksi puerperal (nifas)

1). Ringan, dengan kenaikan suhu beberapa hari saja.

2). Sedang, dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai

dehidrasi dan perut sedikit kembung.

3). Berat, infeksi berat sering kita jumpai pada partus terlantar,

sebelum timbul infeksi nifas, telah menjadi infeksi intra partum

karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.

b. Perdarahan

1). Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka.

2). Atonia uteri..

c. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih

bila reperitonialisasi terlalu tinggi.

d. Kemungkinan ruptur uteri spontan pada kehamilan mendatang.

5. Perawatan Praoperasi dan Pasca Sectio Casarea

Menurut Liu (2008), perawatan dibagi menjadi dua yaitu

perawatan pra-operasi dan perawatan pasca-operasi sebagai berikut :

a. Perawatan Pra-operasi

1) Pastikan alasan untuk pembedahan adalah valid.

2) Riwayat obstetrik dan riwayat medis harus ditinjau ulang.

3) Diskusikan jenis anesthesia dengan dokter anesthesia dan ibu.

18

Page 19: Proposal Fera

4) Pasien telah dijelaskan tentang prosedur operasi.

a) Informed consent telah ditandatangani oleh pihak keluarga pasien.

b) Perawat memberi support kepada pasien.

5) Mencukur daerah yang akan diinsisi dan telah dibersihkan.

6) Pemeriksaan tanda-tanda vital (TTV).

7) Pemeriksaan laboratorium (darah, urine) dan USG.

8) Pasien puasa selama 6 jam sebelum dilakukan operasi.

b. Perawatan Pasca Sectio Caesarea

Setelah dari ruang operasi, pasien akan dibawa ke ruang

pemulihan. Berbagai pemeriksaan akan dilakukan. Persalinan yang

dilakukan dengan operasi membutuhkan rawat inap yang lebih

lama di rumah sakit. Hal ini tergantung dari cepat lambatnya

kesembuhan ibu akibat proses pembedahan hal ini membutuhkan

waktu sekitar 3-5 hari setelah operasi. Di bawah ini merupakan

tindakan atau pemeriksaan yang dilakukan selama perawatan di

rumah sakit di antaranya yaitu :

1). Tanda-tanda Vital

Tanda-tanda vital harus diperiksa dengan interval teratur 15

menit sekali, perhatikan tekanan darah, nadi jumlah urine serta

jumlah darah yang hilang dan keadaan fundus harus diperiksa.

Pengukuran denyut jantung dan tekanan darah. Pengukuran ini

bisa dilakukan beberapa kali dalam sehari, mengukur suhu

19

Page 20: Proposal Fera

tubuh apabila suhu tubuh mencapai 380C atau lebih maka harus

dicari penyebabnya. Kemungkinan terjadi infeksi dalam tubuh.

2). Lihat tinggi fundus

Adanya perdarahan dari luka dan jumlah lochea. Hal ini

khususnya penting jika persalinan berlangsung lama, jika

uterus telah mengembang oleh polihidramnion atau kehamilan

multiple dan jika terdapat ancaman defek koagulasi, contohnya

setelah perdarahan antepartum dan toxsemia preeklamsi.

3). Vesika Urinarius

Pemakaian kateter dibutuhkan pada prosedur bedah. Semakin

cepat melepas kateter akan lebih baik mencegah kemungkinan

infeksi dan ibu semakin cepat melakukan mobilisasi. Kateter

untuk membuang air kecil akan terus digunakan sampai sekitar

12-24 jam pascabedah.

4). Defekasi

Pada umumnya kebanyakan ibu akan susah buang air besar

setelah persalinan karena sejumlah besar cairan hilang dari

tubuh, sedangkan dubur menyerap air sebanyak mungkin dari

tinja agar cairan tubuh seimbang. Keadaan ini biasanya terjadi

pada hari-hari pertama sampai hari kelima setelah sectio

caesarea. Oleh karena itu, kalau mengalami kesukaran

melakukan buang air besar, ibu bisa minta obat pencahar.

6). Minum dan makan

20

Page 21: Proposal Fera

Nutrisi atau gizi adalah zat yang diperlukan oleh tubuh untuk

keperluan metabolismenya. Kebutuhan gizi pada masa nifas

meningkat 25 % dari kebutuhan biasa karena berguna untuk

proses kesembuhan sehabis melahirkan dan untuk

memproduksi air susu yang cukup. Makanan yang dikonsumsi

harus bermutu tinggi dan cukup kalori, cukup protein, banyak

cairan serta banyak buah-buahan dan sayuran karena ibu

setelah melahirkan mengalami hemokosentrasi.

7). Ambulasi

Gerak tubuh ini akan membantu ibu memperoleh kembali

kekuatan dengan cepat dan memudahkan kerja usus besar dan

kandung kemih, paling tidak sampai ibu bisa buang gas.

Aktivitas ini juga akan membantu mempercepat organ-organ

tubuh kembali bekerja seperti semula.

8). Perawatan Payudara

Perawatan payudara adalah suatu tindakan untuk merawat

payudara terutama pada masa nifas (masa menyusui) untuk

melancarkan pengeluaran ASI. Perawatan payudara pasca

persalinan merupakan kelanjutan perawatan payudara semasa

hamil.

9). Istirahat

21

Page 22: Proposal Fera

Dokter akan menganjurkan beristirahat di tempat tidur dan

memberi suntikan untuk mengurangi nyeri sehingga lebih

mudah beristirahat karena kegairahan dan ketegangan

persalinan.

10). Rasa Nyeri

Pada hari pertama, rasa sakit atau perih di bagian perut mulai

terasa setelah efek bius sudah habis. Beberapa dokter akan

memberi obat mengurangi rasa sakit ini. Namun, rasa sakit

tersebut biasanya agak berkurang pada keesokan harinya. Rasa

sakit yang dirasakan itu berasal dari luka yang terdapat pada

perut. Adapun bekas potongan yang dilakukan pada otot-otot

perut dilapisan sebelah dalam. Sebenarnya mati rasa atau kebal

karena ujung-ujung saraf yang terrdapat di lapisan-lapisan otot-

otot perut ikut terpotong pada saat pembedahan.

11). Lochea

Lochea yang mencakup darah, jaringan desidua dan hasil

pembuahan yang masih tertahan, harus diobservasi dua kali

sehari. Jumlah dan warna lochea akan berkurang secara

progresif sampai hari ke-14 dimana pada saat itu, dari vagina

hanya keluar sedikit sekret yang berwarna putih atau hampir

tidak berwarna.

12). Laboratorium

22

Page 23: Proposal Fera

Secara rutin hematokrit diukur pada pagi setelah operasi

hematokrit tersebut harus segera dicek kembali bila terdapat

kehilangan darah yang tidak biasa atau keadaan lain yang

menunjukkan hipovolemia.

13). Perawatan Luka

Luka insisi di inspeksi setiap hari karena dikhawatirkan terjadi

perdarahan atau infeksi pada bekas luka tersebut, pembalut

luka yang alternatif lembut, ringan tanpa banyak plester sangat

menguntungkan. Kasa perut harus dilihat satu hari pasca bedah,

apabila basah dan berdarah harus dibuka dan diganti.

Umumnya kasa perut atau balutan dapat diganti hari ke 3-4

pasca operasi sebelum pulang dan seterusnya pasien

menggantinya setiap hari.

14). Memulangkan Pasien Dari Rumah Sakit

Seorang pasien yang baru melahirkan mungkin lebih aman bila

diperbolehkan pulang dari rumah sakit pada hari ke empat dan

ke lima post operasi, aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi

hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan orang lain.

C. KETUBAN PECAH DINI

23

Page 24: Proposal Fera

1. Definisi Ketuban Pecah Dini (KPD)

Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum

waktunya melahirkan atau sebelum inpartu, pada pembukaan < 4cm (Fase

Laten) (Nugroho, 2012). Sedangkan menurut Sarwono (2008), ketuban

dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan berlangsung.

2. Etiologi

Menurut Nugroho (2012), penyebab Ketuban Pecah Dini (KPD) belum

diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa faktor-faktor

yang dapat menyebabkan Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah :

a. Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun dari

vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya

ketuban pecah dini.

b. Servik Inkompetensia, serviks yang selalu terbuka oleh karena

kelainan pada servik uteri akibat persalinan dan curettage.

c. Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan,

misalnya trauma, hidramnion, gameli.

d. Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah

yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi

tekanan terhadap membrane bagian bawah.

3. Tanda dan Gejala

24

Page 25: Proposal Fera

Menurut Nugroho (2012), tanda dan gejala Ketuban Pecah Dini (KPD)

yaitu :

a. Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban yang merembes

melalui vagina.

b. Aroma air ketuban berbau dan tidak seperti bau amoniak, mungkin

cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan cirri pucat dan

bergaris warna darah.

c. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus di produksi

sampai kelahiran.

d. Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin

bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi.

4. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium

1). Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa warna, konsentrasi,

dan bau.

2). Cairan yang keluar dari vagina ada kemungkinan air ketuban ,

urine, atau secret vagina.

3). Secret vagina ibu hamil pH : 4-5, dengan kertas nitrazin tidak

berubah warna, tetap kuning.

4). Tes lakmus, jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru

menunjukkan adanya air ketuban.

25

Page 26: Proposal Fera

5). Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada

gelas objek dan di biarkan kering.

(Nugroho, 2012).

b. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban

dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban

yang sedikit (Nugroho, 2012).

26

Page 27: Proposal Fera

5. Pathway

(Sarwono,2008)

27

Kanalis Servikalis

Kelainan letak janin (sungsang)

Infeksi Genetalia

Serviks inkompeten

Tekanan intra uteri

Ketuban Pecah Dini / keluar terlalu banyak

Mudahnya pengeluaran

Tidak ada bagian terendah yang menutupi PAP

Selaput ketuban

mudah pecah

Selaput ketuban Menonjol & mudah pecah

Serviks tidak bisa menahan tekanan

Sectio Caesarea

Prosedur pembedahan

Gangguan rasa nyaman nyeri

Luka Insisi

Resiko Infeksi

Intoleransi aktifitas

Kelemahan fisik

Ansietas

Kurang informasi

Page 28: Proposal Fera

D. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1. Konsep Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian Keperawatan

Menurut Bobak, (2005) :

1). Aktivitas / istirahat

(a). Melaporkan kelebihan, kurang energi.

(b) Letargi, mengantung akibat anestesi.

2). Sirkulasi

(a).Tekanan Darah (TD) dapat meningkat.

(b).Kehilangan darah pada tindakan sectio caesaria mencapai

kurang lebih 600-800 ml.

(c). Perdarahan vagina mungkin ada.

3). Eliminasi

(a). Distensi usus atau kandung kemih mungkin ada.

(b). Kateter urinarius mungkin terpasang.

4). Integritas ego

(a). Mungkin sangat cemas dan ketakutan.

(b). Dapat menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan

sampai ketakutan, marah dan menarik diri.

(c).Mungkin mengekspresikan ketidakmampuan untuk menghadapi

situasi baru.

28

Page 29: Proposal Fera

5). Nyeri / ketidaknyamanan

Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dari berbagai sumber,

misalnya trauma bedah / insisi, nyeri menyertai, distensi kandung

kemih / adomen, efek-efek anestesi.

6). Keamanan

Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda atau kering dan utuh.

7). Makanan atau cairan

Dapat mengeluh lapar, haus, nyeri pada epigastrik (pengaruh

anestesi).

8). Seksualitas

(a). Kehamilan multiple atau gestasi, melahirkan secara Caesarea

sebelumnya.

(b). Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus.

9). Pemeriksaan penunjang

(a). Hitung sel darah lengkap.

(b). Pemeriksaan pembekuan (termasuk waktu perdarahan, PT,

PTT, dan fibrinogen).

(c). Pemeriksaan silang darah dan enzim hati.

(d). Urinalisa yaitu protein, total protein serum dan albumen

biasanya normal atau menurun.

(e). Pemeriksaan silang darah dan enzim hati.

29

Page 30: Proposal Fera

b. Diagnosa Keperawatan

Menurut Bobak, (2005) :

1). Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya

kontinuitas jaringan sekunder akibat pembedahan.

2). Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan tubuh

terhadap bakteri sekunder pembedahan.

3). Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah

dalam pembedahan.

4). Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya insisi pembedahan

dan nyeri.

5). Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.

6). Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang

perawatan pasca persalinan.

7). Konstipasi berhubungan dengan imobilisasi

8). Resiko ASI tidak efektif berhubungan dengan produksi ASI yang

tidak adekuat.

c. Rencana Keperawatan

Menurut Bobak, (2005) :

1). Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya

kontinuitas jaringan sekunder akibat pembedahan.

(a). Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang.

30

Page 31: Proposal Fera

(b). Kriteria Hasil :

(1). Klien merasa nyeri berkurang/hilang.

(2). Klien tampak rileks, ekspresi wajah tenang.

(c). Intervensi :

(1). Tentukan karakteristik dan lokasi nyeri.

Rasional : Membedakan karakteristik khusus dari nyeri,

membedakan nyeri pasca operasi dan terjadinya komplikasi

(misal : ileus, retensi kandung kemih).

(2). Monitor tekanan darah dan nadi.

Rasional : Nyeri dapat menyebabkan gelisah serta TD dan

nadi meningkat.

(3). Anjurkan penggunaan tehknik nafas dalam, relaksasi dan

distraksi.

Rasional : Merilekskan otot dan mengalihkan perhatian dan

sensori nyaman.

(4). Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.

Rasional : Meningkatkan kenyamanan.

2). Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan tubuh

terhadap bakteri sekunder pembedahan.

(a). Tujuan : Tidak terjadi infeksi.

(b). Kriteria hasil :

(1). Tidak ada tanda-tanda infeksi (kemerahan, panas, nyeri,

adanya pembengkakkan, kehilangan fungsi jaringan kulit).

31

Page 32: Proposal Fera

(2). Tanda-tanda vital (TTV) normal terutama suhu (36-37ºC).

(c). Intervensi :

(1). Monitor TTV.

Rasional : Suhu yang meningkat dapat menunjukkan terjadi

infeksi.

(2). Kaji luka pada abdomen dan balutan.

Rasional : Mengidentifikasi apakah ada tanda-tanda infeksi

adanya pus.

(3). Menjaga kebersihan sekitar luka dan lingkungan pasien,

teknik rawat luka dengan antisep dan antiseptik.

Rasional : Mencegah kontaminasi silang/penyebaran

organism infeksius.

(4). Catat / pantau kadar Hemoglobin (Hb) dan Hematokrit

(Ht).

Rasional : Resiko infeksi post partum dan penyembuhan

buruk meningkat bila kadar Hb rendah dan kehilangan

darah berlebihan.

(5). Kolaborasi pemberian antibiotik.

Rasional : Antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi.

32

Page 33: Proposal Fera

3). Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah

dalam pembedahan.

(a). Tujuan : Tidak terjadi defisit volume cairan, meminimalkan

defisit volume cairan.

(b). Kriteria hasil : Membran mukosa lembab, kulit tidak kering,

Hb 12 gr/dl.

(c). Intervensi :

(1). Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran.

Rasional : Dokumentasi yang akurat akan membantu

dalam mengidentifikasi pengeluaran cairan/kebutuhan

pengganti dan menunjang intervensi.

(2). Berikan bantuan berkemih sesuai kebutuhan, misal privasi,

posisi duduk, air mengalir dalam bak, mengalirkan air

hangat di atas perineum.

Rasional : Meningkatkan relaksasi otot perineal dan

memudahkan upaya pengosongan.

(3). Catat munculnya mual dan muntah.

Rasional : Masa post operasi, semakin lama durasi anestesi

semakin besar resiko untuk muncul. Mual yang lebih dari

3 hari post operasi mungkin dihubungkan untuk

mengontrol rasa sakit.

33

Page 34: Proposal Fera

(4). Periksa pembalut, banyaknya perdarahan.

Rasional : Pendarahan yang berlebihan dapat mengacu

pada hemoragi.

(5). Kolaborasi pemberian cairan infus yang telah hilang.

Rasional : Untuk menggantikan cairan yang hilang.

4). Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya insisi

pembedahan dan nyeri.

(a). Tujuan : Klien dapat meningkatkan dan melakukan aktivitas

sesuai kemampuan tanpa disertai nyeri.

(b). Kriteria hasil : Klien dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang

menurunkan toleransi aktivitas.

(c). Intervensi :

(1). Kaji respon pasien terhadap aktivitas.

Rasional : Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada

klien dalam keluhan kelemahan, keletihan yang

berkenaan dengan aktifitas.

(2). Catat tipe anestesi yang diberikan pada saat intra partus

pada waktu klien sadar.

Rasional : Pengaruh anestesi yang berlebihan.

(3). Anjurkan klien untuk istirahat.

Rasional : Dengan istirahat dapat mempercepat

pemulihan tenaga untuk beraktifitas, klien dapat rileks.

34

Page 35: Proposal Fera

(4). Bantu dalam pemeriksaan aktivitas sehari-hari sesuai

kebutuhan.

Rasional : Dapat memberikan rasa aman dan tenang pada

klien karena kebutuhan aktifitas sehari-hari dapat

terpenuhi dengan bantuan keluarga dan perawat.

(5). Tingkatkan aktivitas secara bertahap.

Rasional : Aktifitas sedikit demi sedikit dapat dilakukan

klien sesuai yang diinginkan, meningkatkan proses

penyembuhan dan kemampuan koping emosional.

5). Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.

(a). Tujuan : Defisit keperawatan tidak terjadi.

(b). Kriteria hasil :

(1). Klien mendemonstrasikan teknik-teknik untuk memenuhi

kebutuhan perawatan diri.

(2). Klien mengidentifikasi/menggunakan sumber-sumber

yang ada.

(c). Intervensi :

(1). Pastikan berat/durasi ketidaknyamanan.

Rasional : Nyeri dapat mempengaruhi respon emosi dan

perilaku, sehingga klien mungkin tidak mampu berfokus

pada perawatan diri sampai kebutuhan fisik.

35

Page 36: Proposal Fera

(2). Tentukan posisi yang tepat

Rasional : Menjaga supaya jahitan pasca-operasi tetap utuh

sampai luka kering/sembuh.

(3). Ubah posisi klien setiap 1-2 jam.

Rasional : Membantu mencegah komplikasi bedah seperti

flebitis.

(4). Berikan bantuan sesuai kebutuhan (perawatan mulut,

mandi, gosokan punggung dan perawatan perineal).

Rasional : Meningkatkan harga diri, meningkatkan

perasaan kesejahteraan.

(5). Berikan pilihan bila mungkin (jadwal mandi, jarak selama

ambulasi).

Rasional : Mengizinkan beberapa otonomi meskipun

tergantung pada bantuan professional.

(6). Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi.

Rasional : Menurunkan ketidaknyamanan yang dapat

mempengaruhi kemampuan untuk melaksanakan

perawatan diri.

6). Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang

perawatan pasca persalinan.

(a). Tujuan : Klien dapat mengerti dan memahami cara perawatan

pasca persalinan.

36

Page 37: Proposal Fera

(b).Kriteria hasil : Klien dapat belajar dan menyerap informasi

yang diberikan, dapat melakukan perawatan post partum.

(c). Intervensi :

(1). Kaji kesiapan dan motivasi untuk belajar.

Rasional : Penyuluhan diberikan untuk membantu

mengembangkan pertumbuhan ibu, maturasi dan

kompetensi.

(2). Kaji keadaan fisik klien.

Rasional : Ketidaknyamanan dapat mempengaruhi

konsentrasi dalam menerima penyuluhan.

(3).Berikan informasi tentang perubahan fisiologis dan

psikologis yang normal.

Rasional : Membantu untuk mengenali perubahan normal.

(4). Diskusikan program latihan yang tepat sesuai kemampuan.

Rasional : Program latihan dapat membantu tonus otot-otot,

meningkatkan sirkulasi, menghasilkan gambaran

keseimbangan tubuh dan meningkatkan perasaan sejahtera.

(5). Demonstrasikan tehknik-tehknik perawatan diri.

Rasional : Membantu orang tua penguasaan tugas-tugas

baru.

37

Page 38: Proposal Fera

7). Konstipasi berhubungan dengan imobilisasi.

(a). Tujuan : Konstipasi tidak terjadi.

(b). Kriteria hasil :

(1). Klien dapat mengerti penyebab konstipasi.

(2). Klien dapat BAB, BAB tidak keras.

(c). Intervensi :

(1). Auskultasi terhadap adanya bising usus pada kuadran ke-4.

Rasional : Menentukan kesiapan terhadap pemberian per

oral

(2). Palpasi abdomen perhatikan distensi/ketidaknyamanan.

Rasional : Menentukan pembentukan gas dan akumulasi

atau kemungkinan ileus paralitik.

(3). Anjurkan cairan oral adekuat (6-8 gelas/hari), peningkatan

diet makanan serat.

Rasional : Cairan dan makanan serat (buah-buahan dan

sayuran) dapat merangsang eliminasi dan mencegah

konstipasi.

(4). Kolaborasi pemberian obat pelunak feses (suppositoria).

Rasional : Melunakkan feses, merangsang peristaltik dan

membantu mengembalikan fungsi usus.

8). Resiko ASI tidak efektif berhubungan dengan produksi ASI yang

tidak adekuat.

(a). Tujuan : ASI dapat keluar secara lancar.

38

Page 39: Proposal Fera

(b). Kriteria hasil : Ibu merasa senang bayi tidak rewel lagi, tidur

nyenyak dan ASI dapat keluar.

(c). Intervensi :

(1). Kaji isapan bayi, jika ada lecet pada putting.

Rasional : Menentukan untuk memberikan perawatan

yang tepat.

(2). Ajarkan tekhnik breast care menyusui yang efektif.

Rasional : Memperlancar laktasi.

(3). Anjurkan pada klien untuk memberikan ASI ekslusif.

Rasional : ASI dapat memenuhi kebutuhan nutrisi bagi

bayi secara optimal.

(4). Berikan informasi untuk rawat gabung.

Rasional : Menjaga, meminimalkan tidak efektifnya

laktasi.

(5).Ajarkan bagaimana cara memeras, menangani,

menyimpan dan memberikan ASI dengan aman.

Rasional : Menjaga agar ASI tetap bisa digunakan dan

tetap hygienis bagi bayi.

39

Page 40: Proposal Fera

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati. 2009. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta : Mitra Cendikia Press.

Bobak. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas edisi 4. Jakarta : EGC.

Depkes. 2012. Angka Kematian Ibu (AKI). (On Line), (http://www.depkes.go.id/downloads/BUKU_PANDUAN_HKN_48_TAHUN_2012_SUDAH_OKE.pdf, diakses tanggal 30 Januari 2014, 15.00 WIB).

Handayani. 2011. Keperawatan Maternitas. Yogyakarta : Gosyen

Publishing.

Jayanti. 2008. Ketuban Pecah Dini (KPD). (On Line), (https://sites.google.com/site/etrijayantidagomez/kti-ketuban-pecah-dini-etri-jayanti_dagomez, 30 Januari 2014, jam 16.00 WIB).

Liu, David T. Y. 2008. Manual Persalinan (Labour ward Manual). Edisi :

3. Jakarta : EGC.

Manuaba I.B.G. 2008 Gawat Darurat, Obstetri Ginekologi dan Obstetri Ginekologi Sosial untuk profesi bidan, Penerbit buku kedokteran, EGC, Jakarta.

Mochtar, R. 2012. Sinopsis Obstetri Fisiologi dan Obstetri Patologi.

Jakarta : EGC.

Nugroho. 2012. OBSGYN : Obstetri & Ginekologi. Yogyakarta : Nuha Medika.

Reeder,dkk. 2011. Keperawatan Maternitas: Kesehatan Wanita, Bayi &

Keluarga. Jakarta: EGC

Sarwono,P. 2008. Ilmu kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.

40

Page 41: Proposal Fera

Suherni. 2009. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta : Fitramaya.

41