37
PROPOSAL KULIAH KERJA LAPANGAN PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA SAMA SISTER CITY YANG DISELENGGARAKAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA DAN PEMERINTAH KOTA BUSAN (Studi di Pemerintah Kota Surabaya) Oleh: YANUAR NURUL FAHMI NIM. 115010107121023 KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS HUKUM

Proposal Kkl

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Hukum Internasional

Citation preview

Page 1: Proposal Kkl

PROPOSAL

KULIAH KERJA LAPANGAN

PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA SAMA SISTER CITY YANG

DISELENGGARAKAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA DAN

PEMERINTAH KOTA BUSAN

(Studi di Pemerintah Kota Surabaya)

Oleh:

YANUAR NURUL FAHMI

NIM. 115010107121023

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS HUKUM

2015

Page 2: Proposal Kkl

HALAMAN PERSETUJUAN

KULIAH KERJA LAPANGAN

PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA SAMA SISTER CITY YANG

DISELENGGARAKAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA DAN

PEMERINTAH KOTA BUSAN

(Studi di Pemerintah Kota Surabaya)

Oleh:

YANUAR NURUL FAHMI

NIM. 115010107121023

Tempat Penelitian : Bagian Kerjasama Pemerintah Kota Surabaya

Waktu Penelitian : 18 Agustus – 4 September 2015

Disetujui pada tanggal:

Ketua Bagian

Hukum Internasional, Dosen Pembimbing,

NURDIN, SH. M. Hum NURDIN, SH. M. Hum

NIP. 19561207198601 1 001 NIP. 19561207198601 1 001

Mengetahui:

Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya

Dr. RACHMAD SAFA’AT , SH. M .Si .

NIP. 196208051988021001

Page 3: Proposal Kkl

A. LATAR BELAKANG

Pasca berakhirnya perang dingin, diplomasi tradisional mulai kehilangan

relevansinya dalam dunia perpolitikkan global dan hubungan internasional.

Dimana hal ini menyebabkan isu-isu ekonomi, hak asasi manusia, lingkungan,

dan sosial budaya menjadi begitu sangat penting dibandingan dengan isu-isu

tradisional seperti politik dan keamanan. Sehingga secara langsung hal-hal

tersebut menyebabkan berubahnya pola-pola hubungan internasional dan wajah

politik global.

Perkembangan ini berpengaruh terhadap cara, prosedur, dan substansi

diplomasi. Sebagai konsekuensinya, diplomasi tidak semata-mata membiacarakan

kegiatan aktor-aktor diplomasi dari Eropa Barat, melainkan juga aktor-aktor yang

sebelumnya dikenal dengan istilah belahan dunia ketiga.1

Hubungan internasional merupakan suatu sistem hubungan antar negara

yang berdaulat dalam pergaulan internasional menjadikan kegiatan diplomasi

sebagai suatu elemen utama bagi suatu negara sebagai factor penentu eksistensi

sebuah negara dalam hubungan internasional. Diplomasi merupakan proses politik

untuk memelihara kebijakan luar negeri suatu pemerintah dalam mempengaruhi

kebijakan dan sikap pemerintah Negara lain.2 Diplomasi kekinian juga tidak

hanya menyangkut kegiatan politik saja tapi juga suatu senjata multi-dimensional

yang digunakan dalam situasi dan lingkungan apapun dalam hubungan

antarbangsa.3 Sehingga dapat dikatakan hubungan internasional saat ini ditandai

oleh aktivitas-aktivitas diplomasi yang sangat kompleks.

1 Sukawarsini Djelantik, 2008, Diplomasi antara Teori & Praktik, Graha Ilmu : Jakarta, Hal.602 Sumaryo Suryokusumo, 2004, Praktik Diplomasi, STIH IBLAM : Jakarta, Hal.13 Ibid. Hal.3

Page 4: Proposal Kkl

Globalisasi membawa pola-pola interaksi dalam hubungan internasional

yang berujung pada upaya agar dunia menjadi terintegrasi antara satu dengan yang

lainnya.

Kondisi sebagaimana dimaksud, yang diciptakan oleh globalisasi,

menuntut adanya peningkatan hubungan luar negeri yang signifikan dan tidak

terbatas. Artinya hubungan kerjasama ekonomi internasional tidak harus selalu

berupa hubungan antar negara, melainkan dapat pula berupa hubungan kerjasama

antar kota/propinsi. Mengingat kenyataan bahwa kota-kota disetiap negara

memiliki peran yang penting dan cukup signifikan dalam kedudukannya sebagai

sumber ekonomi dan perdagangan, ilmu pengetahuan dan teknologi serta pusat

tenaga kerja potensial yang sangat mendukung jalannya proses globalisasi

tersebut.4

Sejalan dengan proses globalisasi tersebut, para pelaku hubungan

internasional juga meluas,5 tidak hanya melingkupi negara (state actors) saja,

namun telah meluas pada aktor-aktor selain negara (non-state actors) seperti

organisasi internasional, LSM, perusahaan multinasional (MNCs), media, daerah,

kelompok-kelompok minoritas, bahkan individu. Beragamnya aktor yang terlibat

dalam hubungan dan kerjasama luar negeri di samping membuat proses

pengambilan keputusan semakin kompleks juga membuka peluang bagi

pemantapan diplomasi Indonesia. Pemberdayaan seluruh aktor hubungan dan

kerjasama luar negeri diharapkan dapat mewujudkan suatu diplomasi yang

4 Jemmy Rumengan, “Perspektif Hukum dan Ekonomi atas Kerjasama Luar Negeri oleh Pemerintah Daerah”, Jurnal Hukum Internasional, Vol 6, No.2, 2009, Hal.2395 Malcolm N. Shaw, 2003, International Law, Cambridge University Press, Cambridge, Bab V.

Page 5: Proposal Kkl

memandang substansi permasalahan secara integratif dan melibatkan semua

komponen bangsa dalam suatu sinergi yang disebut Total Diplomacy.6

Kehadiran pemerintah local (local government) merupakan salah satu

aktor baru dalam arena internasional di tengah globalisasi saat ini. Ditandai

dengan banyaknya perjanjian-perjanjian internasional yang dilakukan antar

pemerintah-pemerintah local/daerah diberbagai negara didunia dimana satu sama

lain saling berhubungan. Berawal dari hal tersebut maka muncullah berbagai

jaringan-jaringan sister city diberbagai belahan dunia yang terus meningkat mulai

dari kota-kota, provinsi, diberbagai negara-negara maju, negara-negara

berkembang, bahkan negara-negara kecil.

Seperti yang dituliskan oleh Jemmy, dalam rangka mendukung

penyelenggaraan hubungan luar negeri yang lebih terarah, terpadu dan

berlandaskan kepastian hukum yang lebih kuat, Pemerintah Indonesia telah

memberlakukan dua perangkat hukum terkait, yakni Undang-Undang Nomor 37

Tahun 1999 tentang “Hubungan Luar Negeri” dan Undang-Undang Nomor 24

Tahun 2000 tentang “Perjanjian Internasional”. Kedua, perangkat hukum

dimaksud merupakan landasan hukum yang mengikat bagi Pemerintah Pusat dan

pelaku hubungan luar negeri lainnya termasuk unsurunsur daerah dalam

melaksanakan hubungan luar negeri.7 Dasar hukum dari pemaparan tersebut

adalah sebagai berikut :

1) UU No. 37/1999 tentang Hubungan Luar Negeri

Pasal 1 (1) : Hubungan Luar Negeri adalah setiap kegiatan yang menyangkut

aspek regional dan internasional yang dilakukan oleh Pemerintah di tingkat pusat

6 Ibid7 Jemmy Rumengan, Ibid, hal.239

Page 6: Proposal Kkl

dan daerah atau lembaga lembaganya, lembaga negara, badan usaha, organisasi

politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau warga negara;

2) UU.Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional

Pasal 5 : Lembaga negara dan lembaga pemerintah, baik departemen maupun

nondepartemen, ditingkat pusat dan daerah, yang mempunyai rencana untuk

membuat perjanjian internasional, terlebih dahulu melakukan konsultasi dan

koordinasi mengenai rencana tersebut dengan menteri.

Selain kedua perangkat hukum tersebut, menyangkut hubungan kerjasama

luar negeri oleh Pemerintah Daerah telah pula berlaku Undang- Undang Nomor

22 Tahun 1999 tentang “Pemerintah Daerah” dimana salah satu ketentuannya

telah menimbulkan pandangan bahwa kerjasama luar negeri oleh Pemerintah

Daerah merupakan bagian dari otonomi daerah. Undang-Undang tersebut

kemudian digantikan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

“Pemerintah Daerah” yang ketentuannya telah menghapuskan pandangan seperti

dimaksud.8

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

mengisyaratkan perlu dilakukannya penyesuaian kewenangan pelaksanaan

hubungan dan kerjasama luar negeri yang sebelumnya diatur dalam Undang-

Undang No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah. Pada dasarnya

pelaksanaan politik luar negeri merupakan kewenangan pemerintah pusat. Namun

seiring dengan berlakunya undang-undang otonomi daerah tersebut, kebijakan

hubungan luar negeri dan diplomasi oleh pemerintah pusat antara lain juga

8 Op.cit, hal.239

Page 7: Proposal Kkl

diarahkan untuk memberdayakan dan mempromosikan potensi daerah, dalam

kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).9

Perubahan paradigma kerjasama luar negeri melalui undang-undang

otonomi daerah tersebut, maka pemerintah daerah akhir-akhir ini dengan leluasa

membuka akses kerjasama dengan pemerintah daerah yang ada di luar negeri,

baik melalui kerjasama sister city/province, dan lain sebagainya. Pada mulanya

kewenangan ini diatur secara eksplisit dalam ketentuan Pasal 18 UU No. 22

Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah. Namun karena dalam

perkembangannya, pelaksanaan Pasal 18 undang undang tersebut cenderung

mengarah kepada model pemerintah bagian, sebagaimana praktek dalam negara-

negara federal, maka kemudian dalam Undang Undang No.32 tahun 2004

kewenangan daerah tersebut tidak disebutkan secara eksplisit lagi.

Salah satu contoh pelaksanaan kerjasama sister city di Indonesia yang

terbilang sukses adalah sister city antara Kota Surabaya (Indonesia, Jawa Timur)

dengan Kota Busan (Korea Selatan). Kerjasama sister city Surabaya-Busan

diawali dengan ditanda tanganinya Memorandum of Understanding (MoU) yang

telah ditandatangani pada tanggal 10 Nopember 1994 (di Surabaya) dan tanggal

20 Nopember 2004 (di Busan). Berdasarkan analisis penulis kerjasama sister city

antara Kota Surabaya-Busan terbilang efektif dan efisien, hal ini mengingat status

administrasi kedua kota sebagai kota pelabuhan besar dimana salah satu poin

kerjasama MoU kedua kota tersebut adalah pengembangan pelabuhan. Sehingga

oleh Kementerian Dalam Negeri telah menetapkan Kota Surabaya sebagai kota

berprestasi dan sukses sebagai Best Practice Sister City di Indonesia, dan

selayaknya Surabaya dijadikan percontohan bagi kota lain di dalam negeri,

9 Malcolm N. Shaw Ibid

Page 8: Proposal Kkl

khususnya dalam perencanaan, prosedur, dan regulasi kerjasama dengan luar

negeri.10

Persamaan status kedudukan administrasi Kota Surabaya-Busan, menurut

penulis, mampu meminimalisasikan kesenjangan kepentingan antara dua kota

tersebut. Persamaan status kedudukan tersebut tentunya membawa kesamaan

untuk bersama-sama mengejar dan mencapai tujuan dan cita-cita bersama

sehingga kerjasama antar kedua kota tersebut terbilang efektif dan efisien.

Persamaan status kedudukan tersebut ternyata sesuai dengan prinsip-prinsip

kerjasama antar daerah kota, dimana harus didasarkan pada beberapa prinsip yang

telah dicantumkan dalam PP No. 50 Tahun 2007, pasal 2, yaitu: Efisiensi,

efektivitas (keefektifan), sinergi, saling menguntungkan, kesepakatan bersama,

itikad baik, mengutamakan kepentingan nasional dan keutuhan wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia, persamaan kedudukan, transparansi, keadilan, dan

kepastian hukum.

B. RUANG LINGKUP KEGIATAN

Penulis membatasi ruang lingkup kegiatan Kuliah Kerja Lapang

[selanjutnya: KKL] dengan mengidentifikasi beberapa hal guna tercapainya

maksimalisasi dari tujuan dan maksud penelitian dan penulisan. Identifikasi yang

dilakukan penulis antara lain:

1. Nama lembaga tempat dilaksanakannya KKL;

2. Sejarah Lembaga;

3. Fungsi dan Tugas Lembaga;

10 Executif Summary, “Kajian Evaluasi Pengelolaan Kerjasama Sister City antara Kota-Kota di Indonesia dengan Kota-Kota di Luar Negeri”, Jurnal Executif Summary, Halaman 1.

Page 9: Proposal Kkl

4. Visi dan Misi Lembaga;

5. Struktur Lembaga;

6. Peran Lembaga dalam turut andil dalam persiapan Indonesia pada saat ini;

7. Kendala yang dihadapi oleh Lembaga;

8. Analisis dan Rekomendasi yang diberikan oleh mahasiswa peserta Kuliah

Kerja Lapangan untuk alternatif pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh

Lembaga.

C. TUJUAN KEGIATAN

Penulis membagi dua tujuan dari dilaksanakannya penelitian dan KKL ini, yaitu:

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari dilaksanakannya KKL ini bagi penulis adalah:

a. Untuk melaksanakan kurikulum yang berlaku pada Program Studi

Sarjana Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, guna

menyelesaikan persyaratan jenjang pendidikan Strata-1 Fakultas

Hukum Universitas Brawijaya;

b. Untuk meningkatkan kemampuan profesionalisme dan kemampuan

adaptasi dalam dunia kerja, dan kemampuan berhubungan baik dengan

rekan kerja;

c. Untuk mengembangkan pola pikir serta pengembangan analisis terkait

dengan isu hukum yang sedang berkembang;

d. Untuk menghimpun pemikiran-pemikiran dalam strategi

pengembangan daya saing nasional; dan

Page 10: Proposal Kkl

e. Untuk mewujudkan implementasi kepedulian terhadap pendidikan di

Indonesia.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari dilaksanakannya KKL ini bagi penulis adalah:

a. Untuk mengidentifikasi fungsi dan tugas Pemerintah Kota Surabaya

dalam pembentukan kerjasama sister city;

b. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi oleh Pemerintah Kota

Surabaya dalam kerjasama sister city; dan

c. Untuk memberikan alternatif pemecahan permasalahan yang dihadapi

oleh Pemerintah Kota Surabaya dalam perannya dalam kerjasama

sister city.

D. MANFAAT KEGIATAN

Penulis mengharapkan manfaat yang dapat dihasilkan dari penelitian dan KKL

ini, yaitu:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian yang penulis lakukan diharapkan dapat memberikan manfaat

pada perkembangan teoritis dalam bidang Hukum, secara khusus Hukum

Internasional yang berkaitan dengan perjanjian sister city.

2. Manfaat Praktis

1. Bagi Mahasiswa

a. Sebagai masa orientasi serta masa peralihan dari dunia kampus ke

dunia kerja yang sesungguhnya, sehingga pengalaman tersebut

Page 11: Proposal Kkl

dapat dipakai untuk mempersiapkan mahasiswa dari segi mental dan

maupun kemampuan menghadapi pasar kerja yang akan datang.

b. Menjalin hubungan mutualistis dengan pihak Pemerintah Kota

Surabaya.

2. Bagi Lembaga

a. Sebagai sarana pengabdian masyarakat serta negara, khususnya di

bidang pendidikan dalam rangka mencerdaskan bangsa.

b. Memperoleh sumber daya manusia sementara dengan kualifikasi

yang sesuai dengan tuntutan di bidangnya.

c. Memperoleh masukan objektif yang dapat dipertanggungjawabkan

secara akademis, guna meningkatkan produktivitas Pemerintah Kota

Surabaya.

3. Bagi Perguruan Tinggi

a. Merupakan salah satu evaluasi dari pencapaian materi yang

telah dikuasai oleh mahasiswa.

b. Dapat menjalin hubungan dengan pihak Pemerintah Kota

Surabaya.

c. Mewakili eksistensi program studi.

d. Memperoleh informasi dari industri atau perusahaan tentang

peluang lapangan kerja serta kualifikasi tenaga kerja yang

dibutuhkan.

4. Bagi Masyarakat

Page 12: Proposal Kkl

a. Memberikan pengetahuan mengenai adanya kerjasama sister

city.

b. Mempersiapkan masyarakat dalam menghadapi arus pasar

global.

D. METODE KEGIATAN

Metode kegiatan yang dalam pelaksanaan KKL yang mahasiswa lakukan

menggunakan metode:

a) Metode partisipatif

Mahasiswa peserta KKL terlibat dalam proses kegiatan yang

dilakukan oleh lembaga tempat KKL dilaksanakan.

Sedangkan, untuk mengumpulkan data terkait penelitian yang dilakukan

dalam pelaksanaan KKL nya, mahasiswa menggunakan metode:

b) Metode wawancara

Mahasiswa peserta KKL mencari informasi terkait penelitian yang

dilakukan melalui informan yang ada di lembaga tempat KKL

dilaksanakan.

c) Metode studi dokumentasi

Mahasiswa peserta KKL mencari informasi terkait penelitian yang

dilakukan melalui penelusuran pustaka dan perundang-undangan.

E. TAHAPAN KEGIATAN

Tahapan pelaksanaan kegiatan KKL terdiri dari tiga tahap, yaitu:

a. Tahap persiapan

Page 13: Proposal Kkl

b. Tahap pelaksanaan

c. Tahap evaluasi

Bentuk Tahapan Kegiatan:

No Tahap Kegiatan Bentuk Kegiatan

1.

2.

Tahap persiapan

Tahap pelaksanaan

1) Pengajuan proposal KKL ke Kepala

Bagian Hukum Internasional Fakultas

Hukum Universitas Brawijaya

2) Melakukan konsultasi dengan dosen

pembimbing terkait dengan proposal

pelaksanaan kegiatan KKL

3) Mengurus surat pengantar dari Dekan

Fakultas Hukum Universitas Brawijaya

di Bagian Akademik yang ditujukan

kepada lembaga tempat KKL

dilaksanakan yaitu Bagian Kerjasama

Pemerintah Kota Surabaya

4) Menyampaikan surat izin survey dari

Fakultas Hukum Universitas Brawijaya

kepada Bagian Kerjasama Pemerintah

Kota Surabaya

5) Melakukan kegiatan KKL dengan

menggunakan metode partisipatif dan

Page 14: Proposal Kkl

3. Tahap evaluasi

mengumpulkan data penelitian secara

wawancara dan studi dokumentasi di

Bagian Kerjasama Pemerintah Kota

Surabaya

6) Melakukan konsultasi dengan dosen

pembimbing terkait pelaksanaan

kegiatan KKL dan pembuatan laporan

7) Evaluasi pelaksanaan KKL

8) Evaluasi penyusunan laporan kegiatan

KKL

F. KAJIAN PUSTAKA

a. Perjanjian Internasional yang Dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah

Page 15: Proposal Kkl

Secara umum bentuk kerjasama yang dilakukan Pemda terbagi

menjadi dua model, yaitu Pemda dengan Swasta Asing dan Pemda dengan

Pemda Asing. Model kerjasama dalam bentuk yang pertama lebih bersifat

kontrak-kontrak keperdataan yang pengaturannya merujuk kepada

ketentuan hukum kontrak dalam lingkup perdata internasional.

a) Kerjasama Pemda dengan Pemda Asing

Adapun yang tergolong ke dalam kelompok kedua, yaitu

kerjasama Pemda dengan Pemda Luar Negeri (Government to

Government) mencakup segala bentuk kerjasama yang dilakukan

antara Pemda dengan Pemda di luar negeri. Kerjasama yang

tergolong ke dalam kelompok yang kedua ini sebagian besar

ditujukan sebagai jalan pembuka bagi dilaksanakannya kerjasama

lebih lanjut. Misalnya, sebagai jalan pembuka bagi dilakukannya

kerjasama antar masyarakat di kedua daerah seperti dalam bidang-

bidang perniagaan dan kegiatan-kegiatan bisnis lainnya. Instrumen

hukum yang digunakan dalam model kerjasama semacam ini

adalah MoU (Memorandom of Understanding) atau Letter of Intent

(LoI) diantara kedua belah pihak (Pemda dan Pemda Asing).

Selain berfungsi sebagai instrumen payung MoU yang

dibuat oleh Pemda dengan Pemda luar negeri tersebut, di antaranya

ada juga yang dituangkan dalam bentuk kerjasama sister city (Kota

Bersaudara), dan Kesepakatan Bersama (LOI). Prosedur kerjasama

sister city yang dilakukan oleh Pemda Jabar antara lain dengan

Pemda negara bagian Australia Selatan. Prosedur kerjasama model

Page 16: Proposal Kkl

sister city ini dilakukan dengan tata cara yang telah ditentukan

dalam Peraturan Menteri Luar Negeri RI Nomor:

09/A/KP/XII/2006/01 Tentang Panduan Umum Tata Cara

Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri yang secara detail dibahas

pada bagian lain dalam laporan penelitian ini.

Adapun prosedur kerjasama dengan pihak luar negeri

tersebut, diuraikan secara rinci dalam buku panduan umum tata

cara hubungan dan kerjasama luar negeri yang diterbitkan

Departemen Luar Negeri,19 sebagai berikut: (a) dilakukan dengan

negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia dan

dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI); (b)

sesuai dengan bidang kewenangan pemerintah daerah sebagaimana

diatur dalam peraturan perundangundangan nasional Republik

Indonesia; (c) mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah (DPRD); (d) tidak mengganggu stabilitas politik

dan keamanan dalam negeri; (e) tidak mengarah pada campur

tangan urusan dalam negeri masing-masing negara; (f) berdasarkan

asas persamaan hak dan tidak saling memaksakan kehendak; (g)

memperhatikan prinsip persamaan kedudukan, memberikan

manfaat dan saling menguntungkan bagi pemerintah daerah dan

masyarakat; (h) mendukung penyelenggaraan pemerintahan,

pembangunan nasional dan daerah serta pemberdayaan masyarakat.

Apabila terjadi tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan

kepentingan nasional atau bertentangan dengan kebijakan politik

Page 17: Proposal Kkl

luar negeri RI, perundang-undangan nasional serta hukum dan

kebiasaan internasional, Menteri Luar Negeri RI dapat mengambil

langkah-langkah yang dipandang perlu demi dipatuhinya ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 1999

tentang Hubungan Luar Negeri dan Undang-Undang No. 24 Tahun

2000 tentang Perjanjian Internasional.

Dalam hal daerah memerlukan informasi, konsultasi dan

koordinasi yang berkaitan dengan hubungan dan kerjasama luar

negeri dan pelaksanaan politik luar negeri, dapat menghubungi

Departemen Luar Negeri, c.q. Direktorat Jenderal Hukum dan

Perjanjian Internasional (Ditjen HPI).

b) Kerjasama Pemda dengan Swasta Asing

Secara konseptual kerjasama yang melibatkan pemerintah

daerah dengan pihak swasta dalam konteks internasional dikenal

dengan sebutan Public Private Partnerships (PPP) atau kerjasama

pemerintah dengan swasta. Konsep Public Private Partnership

(PPP) atau Kemitraan Pemerintah Swasta (KPS) menunjukkan

suatu kondisi yang sangat beragam dan tergantung dari subjek

variasi interpretasinya. Banyak definisi yang menjelaskan, namun

yang umum dikenal adalah definisi yang diberikan UK

Commission on Public Private Partnership, yaitu: “Public Private

Partnership is a risk-sharing relationship between the public and

Page 18: Proposal Kkl

private sectors based upon a shared aspiration to bring about a

desired public policy outcome”.11

Munculnya Public Private Partnership (PPP) sebenarnya

dilatarbelakangi karena kegagalan pasar dalam menciptakan

akuntabilitas mutual dan kesamaan dalam transaksi antara

pemerintah dan swasta melalui kegiatan kerjasama. Gagasan PPP

pada dasarnya diarahkan pada perolehan yang saling

menguntungkan. Peran pemerintah tidak hanya sekedar

memberikan pelayanan tetapi juga memonitor pasar, serta kerangka

peraturan yang baik, meningkatkan keuntungan bagi pemerintah

melalui penjaminan kerjasama yang berjalan secara efisien dan

optimum terhadap sumberdaya sesuai dengan sasaran kebijakan. Di

lain pihak akan memberikan jaminan kepada sektor swasta baik

dari sistem regulasi terhadap pengambilalihan, kesewenangan

perselisihan komersial, menghargai perjanjian dan pembagian cost

and benefit yang proporsional terhadap suatu resiko.12

Adapun implikasi hukumnya adalah timbulnya hak dan

kewajiban pada masing-masing pihak sesuai dengan ketentuan

hukum kontrak pada bidang hukum keperdataan internasional.

Ruang lingkup kerjasama dan prosedur-prosedur penyelesaian

sengketa yang terjadi pada model kerjasama yang pertama ini

dituangkan secara jelas dalam ketentuan kontrak kerjasama yang

11 Patrick Boeuf 2003, Public-Private Partnerships For Transport Infrastructure Projects. Seminar on Transport Infrastructure Development For A Wider Europe. Paris, 27- 28 November, hlm. 312 Pongsiri, N. Regulation And Public Private Partnerships. The International Journal of Public Sector Management, Vol. 15 No. 6, 2002, hlm. 487-495. Dima Jamali, 2004. Success and failure mechanisms of public private partnerships (PPPs) in developing countries Insights from the Lebanese context, The International Journal of Public Sector Management Vol. 17 No. 5, 2004, hlm. 414-430.

Page 19: Proposal Kkl

telah dibuat dan disepakati oleh kedua belah pihak. Satu prinsip

umum yang dijadikan asas dalam kerjasama seperti ini adalah asas

pacta sun servanda, yang menekankan bahwa perjanjian yang

dibuat oleh para pihak mengikat kepada para pihak tersebut.

c) Kerjasama Pemda dengan LSM Asing

Bentuk kerjasama yang ketiga adalah antara pemerintah

daerah dengan lembaga swadaya masyarakat asing. Dalam

kelompok kerjasama yang ketiga ini sifatnya adalah pemberdayaan

masyarakat (community development). Di antara kegiatannya

adalah pelatihan, penelitian dan pendampingan dalam peningkatan

manajemen, seperti pendidikan dan tata pemerintahan yang sesuai

dengan perkembangan mutakhir.13

b. Sister City

Lahirnya kebijakan kerjasama internasional antar kota diberbagai

negara didunia yang dalam hal ini salah satunya diistilahkan dengan istilah

Sister City yang dilakukan oleh kedua pemerintah kota tersebut. Aspek

historis dari berlangsungnya hubungan kerjasama luar negeri oleh

Pemerintah Daerah adalah berawal dari lahirnya Municipal International

Cooperation (MIC). Menurut Asosiasi Pemerintah Daerah Belanda bahwa

MIC adalah suatu hubungan kerjasama antara dua atau lebih komunitas.

Dimana setidaktidaknya satu dari pelaku utamanya adalah pemerintah

kota, distrik, provinsi dan negara bagian.14

13 Jawahir Thontoei, JURNAL HUKUM NO. 2 VOL. 16 APRIL 2009, Kewenangan Daerah Dalam Melaksanakan Hubungan Luar Negeri (Studi Kasus di Propinsi Jawa Barat dan DIY , Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta14 Jemmy Rumengan, “Perspektif Hukum dan Ekonomi atas Kerjasama Luar Negeri oleh Pemerintah Daerah”, Jurnal Hukum Internasional, Vol 6, No.2, 2009, Hal.241

Page 20: Proposal Kkl

MIC mula-mula muncul sebagai suatu fenomena penting diakhir

dasawarsa 1940-an yang terwujud dalam bentuk kota kembar di negara-

negara Eropa Barat. Pasca perang dunia kedua hubungan kerjasama yang

menyangkut masalah rekonsiliasi, persahabatan, dan perdamaian menjadi

agenda penting. Untuk daerah Eropa kota kembar tadi dikenal dengan

sebutan jumelages yang berarti penyatuan entitasentitas yang terpisah yang

masing-masing mencerminkan citra sama. Selanjutnya Jean Brata (salah

seorang pendiri dewan pemerintahan kota Eropa dan Kawasan)

mengartikan jumelages sebagai pasangan permanen antara dua atau lebih

kota/daerah yang mempromosikan pertukaran ilmu pengetahuan dan

pengalaman serta melibatkan entitas masyarakat yang berbeda.15

Sejarah panjang perjalanan sister city berkembang atas dasar dari

ide Presiden Eisenhower pada tahun 1960-an yang terjadi pada saat itu di

Amerika Serikat. Ide tersebut bertujuan untuk meningkatkan diplomasi

antara masyarakat atau people to people diplomacy.16 Hal ini

mengakibatkan terbukanya pintu bagi masyarakat internasional secara

lebar untuk menjalin hubungan terhadap masyarakat dalam sebuah negara.

Sehingga mengakibatkan berinteraksinya entitas-entitas masyarakat yang

berbeda-beda antara satu sama lain.

Sebuah sister city atau sister province adalah , kemitraan jangka

panjang berbasis luas antara dua masyarakat dari pemerintah daerah dua

negara. Sister city atau sister province secara resmi diakui setelah

15 Jemmy Rumengan, Ibid, hal. 24116 https://www.sistercities.org/mission-and-history diakses pada 11 Agustus 2015

Page 21: Proposal Kkl

diresmikan atau ditandatangani oleh perwakilan tertinggi dari masing-

masing pihak17.

Berubahnya sistim sentralisasi pemerintahan di Indonesia menuju

desentralisasi membawa harapan baru bagi pembangunan di negara ini.

Ditandai dengan runtuhnya orde baru dan derasnya gelombang reformasi

sehingga menciptakan „kebebasan‟ yang disambut baik oleh semua

Pemerintah-Pemerintah Daerah di Indonesia yakni otonomi daerah.

Lahirnya otonomi daerah yang memberikan wewenang bagi Pemerintah

Daerah untuk mengelola dan membangun daerahnya dengan segala

sumber daya yang dimiliki namun tetap dalam pengawasan pemerintah

pusat.

Melalui otonomi daerah, pemerintah-pemerintah daerah di

Indonesia seakan berlomba untuk mengejar ketertinggalan pembangunan

didaerahnya tentu dengan mengerahkan segala sumber daya yang dimiliki

masing-masing daerah. Daerah-daerah di Indonesia seolah bersaing untuk

membuktikan diri dan keberhasilan pembangunan dimata pemerintah

pusat. Penghargaan demi penghargaan18 diberikan oleh pemerintah pusat

sebagai bentuk reward dan apresiasi Pemerintah Pusat kepada daerah-

daerah yang membawa peningkatan dan kemajuan dalam

pembangunannya.

Kemandirian Pemerintah Daerah yang ditanamkan dalam otonomi

daerah serta semangat mengejar ketertinggalan pembangunan dari daerah-

daerah lain di Indonesia mampu mengerahkan segala sumber daya yang

17 https://www.sister-cities.org/what-sister-city diakses pada 11 Agustus 201518 Salah satu penghargaan yang diterima oleh Pemerintah-Pemerintah Daerah oleh Kementrian Dalam Negeri adalah Bintang-bintang Otonomi Daerah;

Page 22: Proposal Kkl

ada. Tidak sedikit Pemerintah Daerah di Indonesia yang melihat sebuah

peluang dari iklim globalisasi yang begitu menggeliat saat ini, bagi jamur

di musim hujan dengan menawarkan dan menjual potensi-potensi daerah

yang dimiliki ke dunia internasional. Hal ini berguna untuk mendapatkan

dukungan dan bantuan dari dunia internasional yang diyakini dapat

memberikan sumbangsih yang signifikan bagi pembangunan di daerahnya.

Kebutuhan akan investasi, pertukaran informasi dan komunikasi,

ilmu pengetahuan, teknologi, pengelolahan sumber daya alam,

peningkatan perekonomian, peningkatan kesejahteraan sosial, serta

pemecahan masalahmasalah perkotaan lainnya dilihat sebagai alasan

Pemerintah Daerah untuk melakukan langkah-langkah kerjasama dan

menjalin hubungan dengan negara-negara didunia. Adanya kebutuhan dan

ketergantungan dan saling melengkapi kedua belah pihak antara kota-kota

didunia yang saling melakukan kerjasama sehingga melahirkan kerjasama

dalam bentuk G to G (Government to Government). Kerjasama G to G

yang tercipta perlahan membuat hubungan kerjasama tersebut menjelma

menjadi kerjasama sister city.

Sister city merupakan sebuah istilah yang akrab digunakan untuk

menyebut kerjasama-kerjasama antar kota di Indonesia dengan kota-kota

di negara lain, dimana istilah ini sesungguhnya dalam bahasa Indonesia

disebut kota kembar atau twining city, kerjasama ini dilakukan baik itu

berupa antar kota luar negeri maupun dalam negeri dimana kerjasama

tersebut bersifat luas, disepakati secara resmi dan bersifat jangka panjang.

Page 23: Proposal Kkl

Terdapat perbedaan-perbedaan dalam penyebutan dan pemaknaan

istilah sister city dibeberapa negara didunia, sebut saja Moskow (Russia)

yang hanya menyandingkan istilah sister city dengan kota-kota bekas

Negara-negara pecahan Uni Soviet. Hal ini menurut negara-negara

tersebut, Terminologi sister city hanya boleh dipergunakan untuk

kerjasama antar dua kota yang sebelumnya memiliki hubungan darah

(heritage) atau hubungan emosional yang kuat.19 Sehingga istilah lain yang

diberlakukan selain istilah sister city adalah partnertship city, friendship

city, twin cities, jumelage, partnertstald.

Terkhusus menyangkut penamaan dan penggunaan istilah sister

city di Indonesia oleh Pemerintah Pusat berdasarkan Surat Edaran Menteri

Dalam Negeri No. 193/1652/PUOD resmi menggunakan istilah sister city

dan sister province dalam menyebut bentuk-bentuk kerjasama antar kota-

kota di Indonesia baik itu dalam ranah lokal maupun internasional. Istilah

tersebut resmi dikeluarkan oleh kementrian terkait yakni Kementrian Luar

Negeri bekerjasama dengan Kementiran Dalam Negeri untuk mencegah

terjadinya kesalahpahaman dan kekeliruan kedepannya. Disisi lain, hal

tersebut menjadi simbol, kontrol dan pengawasan dibawah kendali

Pemerintah Pusat yang memantau kerjasama-kerjasama Internasional yang

dilakukan daerah-daerah di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

19 Jemmy Rumengan, Op.cit

Page 24: Proposal Kkl

Djelantik, Sukawarsini, 2008, Diplomasi antara Teori & Praktik, Graha Ilmu : Jakarta.

Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional , 2012, Panduan Umum Tata Cara dan Kerjasama Luar Negeri oleh Pemerintah Daerah, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.

Shaw, Malcolm N., 2003, International Law, Cambridge University Press, Cambridge, Bab V.

Suryokusumo, Sumaryo, 2004, Praktik Diplomasi, STIH IBLAM : Jakarta.

JurnalBoeuf, Patrick, Public-Private Partnerships For Transport Infrastructure Projects.

Seminar on Transport Infrastructure Development For A Wider Europe. Paris, 27- 28 November 2003.

Executif Summary, “Kajian Evaluasi Pengelolaan Kerjasama Sister City antara Kota-Kota di Indonesia dengan Kota-Kota di Luar Negeri”, Jurnal Executif Summary.

Pongsiri, N. Regulation And Public Private Partnerships. The International Journal of Public Sector Management, Vol. 15 No. 6

Rumengan, Jemmy, “Perspektif Hukum dan Ekonomi atas Kerjasama Luar Negeri oleh Pemerintah Daerah”, Jurnal Hukum Internasional, Vol 6, No.2, 2009.

Thontoei, Jawahir, JURNAL HUKUM NO. 2 VOL. 16 APRIL 2009, Kewenangan Daerah Dalam Melaksanakan Hubungan Luar Negeri (Studi Kasus di Propinsi Jawa Barat dan DIY , Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

Internethttps://www.sistercities.org/mission-and-history diakses pada 11 Agustus 2015https://www.sister-cities.org/what-sister-city diakses pada 11 Agustus 2015