Upload
nurlaeli-hakim
View
112
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
5/13/2018 Proposal Lely - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-lely 1/24
1
A. Judul
Penerapan Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) dalam
Pembelajaran Fisika untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa SMP
B. Latarbelakang
³Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu´
(BSNP, 2006: 3). Tujuan tertentu yang dimaksud meliputi tujuan pendidikan nasional
serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan
peserta didik. Kurikulum yang sekarang berlaku di Indonesia adalah Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam KTSP, kurikulum disusun dan dilaksanakan oleh
satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan
kebutuhan dan potensi yang ada di daerah. Fisika merupakan salah satu mata pelajaran
yang tergabung dalam rumpun IPA. Berkaitan dengan IPA, KTSP menyatakan bahwa:
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang
alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi
juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA menekankan pada
pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa
mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPAdiarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk
memperoleh pemahaman yang mendalam tentang alam sekitar (Depdiknas, 2006 :
377).
Pada umumnya pembelajaran sains (IPA) di indonesia masih menekankan tingkat
hafalan dari sekian banyak materi atau pokok bahasan tanpa diikuti dengan pemahaman
yang dapat diterapkan siswa ketika berhadapan dengan situasi nyata dalam kehidupannya.
Pembelajaran sains masih di dominasi oleh penggunaan metode ceramah dan kegiatannya
lebih berpusat pada guru (teacher-centered). Aktivitas siswa dapat dikatakan hanya
mendengarkan penjelasan guru dan mencatat hal-hal yang dianggap penting (Firman
dalam Dhita, 2009). Taniredja (2011:45) juga menyatakan bahwa metode ceramah
merupakan metode yang paling banyak digunakan dalam proses pembelajaran. Harsanto
(2007:10) menegaskan bahwa proses pembelajaran selama ini mengarah pada penguasaan
hafalan konsep dan teori yang bersifat abstrak. Tidak sedikit siswa dalam segitiga
pendidikan (guru, orangtua, dan siswa atau anak) diperankan sebagai objek yang diatur,
bukan sebagai subjek yang disirami, dipupuk dan dipelihara, anak selalu disalahkan
(Musrofi, 2010:21).
5/13/2018 Proposal Lely - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-lely 2/24
2
Kondisi pembelajaran sains seperti itu kemungkinan menjadi penyebab dari hasil
penelitian literasi sains pada PISA Nasional 2006 yang menunjukan bahwa literasi peserta
didik indonesia masih berada pada tingkatan rendah. Dari analisis tes PISA Nasional 2006
yang dilakukan oleh Firman (dalam Dhita, 2009), dapat dikemukakan temuan bahwa
capaian literasi peserta didik rendah, dengan rata-rata sekitar 32% untuk keseluruhan
aspek, yang terdiri atas 29% untuk konten, 34% untuk proses, dan 32% untuk konteks.
Dari hasil temuan tersebut, terutama untuk aspek konteks aplikasi sains terbukti hampir
dapat dipastikan bahwa banyak peserta didik di indonesia tidak mampu mengaitkan
pengetahuan sains yang dipelajarinya dengan fenomena-fenomena yang terjadi di dunia,
karena mereka tidak memperoleh pengalaman untuk mengaitkannya.
Dari pemaparan di atas menunjukkan bahwa ternyata ada kaitan antara literasi sains
siswa dengan proses pembelajaran yang diterapkan. Untuk itu diperlukan model pembelajaran yang dapat membantu proses belajar siswa sesuai harapan KTSP sehingga
literasi sains siswa dapat meningkat. Salah satu model pembelajaran yang inovatif,
kontekstual, dan efisien yang dapat membantu proses pembelajaran sesuai harapan KTSP
dan diharapkan dapat berekspansi keluar dari sekedar mempelajari pengetahuan menuju
ke penggunaan pengetahuan dan keterampilan dalam menyelesaikan masalah-masalah
praktis yang dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-sehari adalah model pembelajaran
Sains Teknologi Masyarakat (STM). Sebagaimana diungkapkan oleh Poedjiaji
(2010:124) bahwa pembelajaran menggunakan pendekatan sains teknologi masyarakat
yang sekarang sudah merupakan model, mengembangkan kemampuan kognitif, afektif,
dan psikomotorik yang secara utuh dibentuk dalam diri individu sebagai peserta didik,
dengan harapan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Lebih lanjut lagi
Poedjiaji menyatakan bahwa tujuan model pembelajaran sains teknologi masyarakat ialah
untuk membentuk individu yang memiliki literasi sains dan teknologi serta memiliki
kepedulian terhadap masalah masyarakat dan lingkungannya.
Dengan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian penerapan model pembelajaran sains teknologi masyarakat pada
pembelajaran fisika untuk materi tata surya di jenjang SMP. Alasan pemilihan pokok
bahasan tersebut karena fenomenanya dapat dilihat secara langsung dalam kehidupan
sehari-hari dan erat kaitannya dengan alam sekitar.
5/13/2018 Proposal Lely - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-lely 3/24
3
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka penelitian ini diberi judul
³Penerapan Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat dalam Pembelajaran
Fisika untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa SMP´.
C. R umusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka
permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
³Bagaimana peningkatan literasi sains siswa setelah diterapkannya model pembelajaran
Sains Teknologi Masyarakat (STM) dalam pembelajaran fisika di SMP?´
Variabel Penelitian
Variabel pada penelitian ini adalah:
1. Variabel bebas, yaitu model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM).
2. Variabel terikat, yaitu literasi sains siswa.
D. Batasan Masalah
Dimensi literasi sains dalam penelitian ini meliputi konten sains, proses sains dan
konteks aplikasi sains. Peningkatan literasi sains dilihat dari nilai gain yang dinormalisasi
berdasarkan hasil tes literasi sains yang dilakukan sebelum ( preetest ) dan sesudah
kegiatan-kegiatan pembelajaran ( posttest ).
E. Definisi Operasional
1. Model pembelajaran Sains Teknologi dan masyarakat (STM) adalah pengindonesiaan
dari Science-Technology-Society (STS) yang pertama kali dikembangkan di Amerika
Serikat pada tahun 1980-an, dan selanjutnya berkembang di Inggris dan Australia.
National Science Teacher Association atau NSTA, mendefinisikan pendekatan ini
sebagai belajar/mengajar sains dan teknologi dalam konteks pengalaman manusia.
STM merupakan pendekatan pembelajaran yang kemudian menjadi model
pembelajran. Menurut Poedjiaji (2010:123), tujuan model pembelajaran STM untuk
membentuk individu yang memiliki literasi sains dan teknologi serta memiliki
kepedulian terhadap masalah masyarakat dan lingkungannya.
2. Literasi sains merupakan kemampuan menggunakan pengetahuan sains,
mengidentifikasi permasalahan dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti,
dalam rangka mengerti serta membuat keputusan tentang alam dan perubahan yang
terjadi pada alam sebagai aktivitas manusia (PISA-OECD 2006). Lierasi sains siswa
diukur dengan menggunakan tes berupa pilihan ganda.
5/13/2018 Proposal Lely - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-lely 4/24
4
3. Konten sains adalah salah satu dimensi dari literasi sains yang merujuk kepada konsep
dan teori fundamental yang diperlukan untuk memahami fenomena alam dan
perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia dalam konteks
perorangan, sosial dan global (PISA-OECD, 2006).
4. Proses sains adalah salah satu dimensi dari literasi sains, yang mengandang pengertian
proses mental yang terlibat ketika menjawab suatu pertanyaan atau memecahkan
masalah, seperti mengidentifikasi dan menginterpretasi bukti serta menarik
kesimpulan. (PISA-OECD, 2006). www.oecd.org/dataoecd/15/13/39725224.pdf
5. Konteks aplikasi sains merupakan salah satu dimensi dari literasi sains yang
menggambarkan literasi sains dengan kehidupan sehari-hari. Sains digunakan untuk
pengambilan keputusan/kebijakan yang berhubungan dengan kesehatan, penggunaan
sumber, kualitas lingkungan hidup, resiko dan kemajuan sains dan teknologi. (PISA-
OECD, 2006)
F. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan di awal, maka tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui peningkatan literasi sains siswa setelah diterapkannya
model pembelajaran sains teknologi masyarakat.
G. K egunaan Penelitian
Kegunaan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Siswa mampu meningkatkan literasi sains melalui model sains teknologi masyarakat
2) Guru mampu menerapkan model pembelajaran sains teknologi masyarakat.
3) Sebagai bahan referensi untuk mengembangkan model pembelajaran sains teknologi
masyarakat pada penelitian berikutnya.
H. Asumsi dan Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah adanya peningkatan literasi sains siswa pada mata
pelajaran fisika materi Tata Surya setelah diterapkankan model pembelajaran Sains
Teknologi Masyarakat (STM).
5/13/2018 Proposal Lely - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-lely 5/24
5
I. Tinjauan Teoritis
Hubungan Sains, Teknologi, dan Masyarakat
Kata sains adalah serapan dari kata bahasa Inggris science yang diambil dari kata
bahasa Latin sciencia yang berarti pengetahuan. Sains dapat diartikan ilmu yang
mempelajari alam atau ilmu pengetahuan alam, dan dapat berarti ilmu pada umumnya
(Poedjiadi, 2010:1). Lebih lanjut lagi Poedjiaji menyatakan bahwa teknologi adalah alat-
alat yang dapat digunakan untuk meningkatkan efesiensi dan memberikan kemudahan
bagi pelaksanaan pekerjaan manusia. Dengan demikian sains dan teknologi sama
pentingnya bagi kelangsungan hidup manusia. Penemuan teknologi baru atau
penyempurna alat-alat yang sudah ada dapat berdampak pada penemuan dan
pengembangan sains. Poedjiaji (2010:64) menjelaskan bahwa sains merupakan
komponen yang dapat membantu meningkatkan kesiapan pengetahuan masyarakat
tentang produk teknologi. Di samping itu sains juga dapat berperan dalam meningkatkan
pemahaman masyarakat tentang gejala alam dalam kehidupan sehari-hari mereka.
K ontruktivisme dan Pragmatisme
Menurut Poedjiaji (2010:69) aliran kontruktivisme dan pragmatisme terkait langsung
dengan model sains teknologi masyarakat dalam pembelajaran. Kontruktivisme dalam
bidang pendidikan dibidang dikembangkan oleh Jean Piaget dari swiss dan Vygotsky
dari Rusia.
Kontruktivisme yang dikembangkan oleh J. Piaget dalam bidang pendidikan dikenal
dengan nama kontruktivisme kognitif atau personal contruktivism. Kontruktivisme
personal ini dikembangkan melalui eksperimen yang dilakukan untuk mengetahui
perkembangan pengetahuan anak, dengan jalan melakukan wawancara dan
mengobservasi kegiatan serta tingkah laku anak. J. Piaget menekankan seseorang
membangun pengetahuannya melalui berbagai jalur, misalnya membaca, menelusuri,
melakukan eksperimen terhadap lingkungannya dan lain-lain. Adanya rekonstruksi
dalam pengetahuan seseorang juga ia yakini, karena selain berinteraksi dengan
lingkungan, kesiapan mental dan perkembangan kognitif ikut berperan dalam
mengkonstruksi ataupun merekonstruksi pengetahuan. Dari hasil penelitiannya ia
mengemukakan teori tentang perkembangan mental anak. Teori ini menyatakan ada
empat tahap dalam perkembangan mental anak, yakni tahap sensori motor (dari lahir
sampai 2 tahun, tahap praoperasi (2 sampai 7 tahun), tahap operasi konktrit (7 sampai 11
tahun), dan tahap operasi formal (11 sampai 15 tahun).
5/13/2018 Proposal Lely - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-lely 6/24
6
Adapun yang dikembangkan oleh Vygotsky dinamakan kontruktivisme sosial karena
menitikberatkan pada interaksi antara individu dengan lingkungan sosialnya. Melalui
interaksi dengan lingkungan misalnya melalui diskusi dalam belajar kelompok dapat
terjadi rekonstruksi pengetahuan seseorang. Perubahan konsepsi anak dari prakonsepsi,
yaitu konsepsi yang diperoleh dari pengalaman sehari-hari, teman atau orangtua, juga
dapat direkonstruksi setelah ia menjalani proses belajar melalui guru pada pendidikan
formal. Sebagai contoh pandangan anak bahwa matahari mengelilingi bumi dapat
direkonstruksi setelah memperoleh pelajaran fisika di sekolah.
Pragmatisme berpandangan bahwa pengetahuan yang diperoleh hendaknya
dimanfaatkan untuk mengerti permasalahan yang ada di masyarakat. Selanjutnya
tindakan apa yang dapat dilakukan untuk kebaikan, peningkatan dan kemajuan
masyarakat dan dunia. Dalam menilai gagasan, ide-ide, dan teori yang dipentingkan
adalah dapat atau tidaknya gagasan itu dilaksanakan hingga membuahkan hasil yang
positif. Kaum pragmatis memmandang bahwa teori-teori itu diperlukan untuk
membimbing tingkah laku manusia dan perencanaan untuk melakukan tindakan hingga
berdampak positif, menghasilkan kemajuan dan bermanfaat bagi kehidupan.
Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat
Pada dasarnya pendekatan sains teknologi masyarakat dalam pembelajaran, baik
pembelajaran sains maupun bidang studi sosial, dilaksanakan oleh guru melalui topik
yang dibahas dengan jalan menghubungkan antara sains dan teknologi yang terkait
dengan kegunaannya di masyarakat. Tujuannya antara lain adalah untuk meningkatkan
motivasi dan prestasi belajar di samping memperluas wawasan peserta didik. Dari
wawancara terhadap guru dilapangan diketahui bahwa pada umumnya guru merasa telah
melaksanakan tugas mengajarnya dengan baik, apabila telah mengantarkan peserta didik
menguasai konsep-konsep dalam bidang studi yang diajarkannya meskipun belum tentu
ia telah mengaitkan konsep-konsep sains dengan kepentingan masyarakat.
Dari sejarahnya, sains yang dihubungkan dengan teknologi serta kegunaannya bagi
masyarakat sebenarnya merupakan kehendak masyarakat di Amerika. Dengan
mengaitkan pembelajaran sains dengan teknologi serta kegunaan dan kebutuhan
masyarakat, konsep-konsep yang telah dipelajari dan dikuasai peserta didik diharapkan
dapat bermanfaat bagi dirinya dan dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapinya maupun masalah lingkungan sosialnya. Untuk mencapai hal itu, diharapkan
guru di samping membekali peserta didik dengan penguasan konsep dan proses sains,
5/13/2018 Proposal Lely - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-lely 7/24
7
juga membekaliya dengan kreativitas, kemampuan berpikir kritis, peduli terhadap
lingkungan sehingga mau melakukan tindakan nyata apabila ada masalah yang dihadapi
di luar kelas.
Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat
Pada dasarnya belajar itu mempunyai tujuan agar peserta didik dapat meningkatkan
kualitas hidupnya sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial (Poedjiaji, 2010:9).
Ini berarti bahwa proses belajar harus dilalui oleh seseorang dengan mendapatkan
konsep-konsep yang ada manfaatnya bagi diri sendiri, lingkungan alam dan masyarakat
hingga memperoleh tujuan yang diharapkan. Perkembangan teknologi dapat merubah
kualitas hidup manusia. Teknologi juga berdampak pada perkembangan sains. Sains dan
teknologi sangat berpengaruh dalam kehidupan masyarakat.
Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk melaksanakan pembelajaran
dalam konteks masyarakat adalah pendekatan sains teknologi masyarakat. Istilah sains
teknologi masyarakat diterjemahkan dari bahasa inggris ³ science technology society ,
yang pada awalnya dikemukakan oleh John Ziman (Poedjiaji, 2010:99) dalam bukunya
Teaching and Learning about Science and Society yang menyatakan bahwa
pembelajaran science technology society berarti menggunakan teknologi sebagai
penghubung antara sains dan masyarakat.
Program STS di Amerika terutama berkembang di Lowa State dengan University of
Lowa sebagai intinya. Tokoh yang mengembangkan STS adalah Robert Yager yang
sejak tahun 1985 telah membimbing disertasi mahasiswa dalam bidang STS.
Kebanyakan dari para mahasiswa meneliti domain atau ranah konsep, proses, aplikasi,
kreativitas, pandangan dunia dan sikap sebelum dan sesudah pembelajaran. Adapun
ranah-ranah tersebut dapat dilihat pada gambar 1.
5/13/2018 Proposal Lely - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-lely 8/24
8
Gambar 1
Enam ranah dalam Sains Teknologi Masyarakat (Yager dalam Poedjiaji, 2010:105)
Ranah konsep meliputi konsep-konsep, fakta, hukum, dan teori yang digunakan oleh
para ilmuwan. Ranah proses meliputi hal-hal yang berhubungan dengan cara
memperoleh ilmu atau produk sains, seperti melakukan observasi. Ranah kreativitas
meliputi kombinasi objek dan ide atau gagasan dengan cara yang baru. Ranah sikap
meliputi sikap positif terhadap ilmu dan para ilmuwan. Ranah aplikasi dan
keterkaitannya meliputi menunjukan contoh-contoh konsep-konsep ilmiah dalam
kehidupan. Pandangan dunia cara pandang masyarakat dunia yang komprehensif tentang
kehidupan dan alam semesta yang dari pandangan tersebut seseorang dapat menjelaskan
dan/atau membuat struktur hubungan serta aktivitasnya.
Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat
Istilah sains teknologi masyarakat diterjemahkan dari bahasa inggris ³ science
technology society´, yang pada awalnya dikemukakan oleh John Ziman (dalam Poedjiaji,
2010:99) dalam bukunya Teaching and Learning about Science and Society yang
menyatakan bahwa pembelajaran science technology society berarti menggunakan
teknologi sebagai penghubung antara sains dan masyarakat.
MASYARAKAT PANDANGAN DUNIA
PANDANGAN DUNIA SISWA
APLIKASI
KREATIVITAS
SIKAP
KONSEP
PROSES
5/13/2018 Proposal Lely - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-lely 9/24
9
Tujuan pembelajaran sains teknologi masyarakat secara umum sebagaimana
diungkapkan oleh Rusymansyah (2006:3) bahwa:
Agar peserta didik mempunyai bekal pengetahuan yang cukup sehingga ia mampu
mengambil keputusan yang penting tentang masalah-masalah dalam masyarakat dan
sekaligus dapat mengambil tindakan sehubungan dengan keputusan yang telah
diambilnya.Dengan demikian tujuan model pembelajaran sains teknologi masyarakat adalah
membentuk peserta didik agar mempunyai pengetahuan sains yang utuh dan dapat
digunakan dalam menyelesaikan masalah-masalah yang ada di masyarakat.
Secara operasional ³ N ational Science Teachers Association´ menyusun langkah
pembelajaran sains dengan model Sains Teknologi Masyarakat (STM) , dalam tahap-
tahap, yaitu: a) tahap invitasi, b) tahap pembentukan konsep, c) tahap aplikasi, dan d)
tahap pemantapan konsep dan e) tahap evaluasi. Lebih jelas dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a. Tahap invitasi, inisiasi, apersepsi atau eksplorasi
Pada tahap ini dapat dipilih salah satu dari alternatif, guru mengemukakan masalah
aktual yang sedang berkembang di masyarakat sekitar yang dapat diamati/dipahami
oleh peserta didik serta dapat merangsang siswa untuk bisa ikut mengatasinya. Jika
tidak ditemukan isu atau permasalahan yang sedang berkembang maka guru bisa
mengajukan suatu permasalahan yang pernah dialami oleh siswa yang berhubungan
dengan materi yang akan dipelajari sehingga diharapkan terbentuk suatu opini yang
berbeda yang ditangkap oleh setiap siswa yang nantinya dijadikan masalah yang
perlu diuji kebenarannya, apakah konsep awal yang terbentuk dalam diri siswa
sesuai dengan konsep yang sebenarnya.
b. Tahap pembentukan konsep:
Tahap ini dilakukan melalui kegiatan pembelajaran yang dapat menggunakan
metode diskusi, eksperimen, observasi atau demonstrasi.
c. Tahap aplikasi
Pada tahap ini siswa mengaplikasikan konsep yang telah terbentuk untuk
menyelesaikan atau menganalisis suatu permasalahan yang telah diungkapkan.
d. Tahap Pemantapan Konsep
Tahap pementapan konsep merupakan langkah pemantapan kembali konsep-konsep
yang telah diserap oleh siswa guna menghindari adanya miskonsepsi.
e. Tahap Evaluasi
5/13/2018 Proposal Lely - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-lely 10/24
10
Tahap ini mencakup berbagai aspek, yaitu pemahaman konsep, keterampilan proses,
aplikasi konsep, kreativitas, dan sikap kepedulian yang diharapkan dapat
menghasilkan tindakan nyata. Tetapi untuk evaluasi ini lebih ditekankan pada
pengetahuan dan kurang memperhatikan sikap, proses, dan kreatif.
Penilaian Literasi Sains
Literasi sains atau scientific literacy didefinisikan PISA (dala Hafis Mu¶addab:
http://blog-indonesia.com/blog-archive-13203-14.html) sebagai kapasitas untuk
menggunakan pengetahuan ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan-pertanyaan dan untuk
menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti agar dapat memahami dan membantu
membuat keputusan tentang dunia alami dan interaksi manusia dengan alam.
PISA (dalam Firman: 2007) menilai pemahaman siswa terhadap karakteristik sains
sebagai penyelidikan ilmiah, kesadaran akan betapa sains dan teknologi membentuk
lingkungan material, intelektual, dan budaya serta keinginan untuk terlibat dalam isu-isu
terkait sains, sebagai menusia yang reflektif. Sesuai dengan pandangan di atas, penilaian
literasi sains dalam PISA tidak semata-mata berupa pengukuran tingkat pemahaman
terhadap pengetahuan sains, tetapi juga pemahaman terhadap berbagai aspek proses
sains, serta kemampuan mengaplikasikan pengetahuan pengetahhuan dan proses sains
dalam situasi nyata yang dihadapi siswa, baik sebagai individu, anggota masyarakat serta
warga dunia. PISA menetapkan tiga dimensi besar dalam pengukurannya, yakni aspek
konten, proses, dan konteks aplikasi sains.
a. Aspek konten Sains
Firman (2007) menyatakan bahwa konten sains merujuk pada konsep-konsep kunci
dari sains yang diperlukan untuk memahami alam dalam perubahan yang dilakukan
terhadap alam melalui aktivitas manusia. Dalam kaitan ini PISA tidak secara khusus
membatasi cakupan konten sains hanya pada pengetahuan yang menjadi materi
kurikulum sains sekolah, namun pengetahuan yang diperoleh melalui sumber-sumber
informasi lain yang tersedia.
PISA bertujuan mendeskripsikan siswa mampu mengaplikasikan pengetahuan dalam
konteks yang terkait dengan kehidupannya dan soal-sola PISA hanya mencakup
sampel pengetahuan sains, maka PISA menentukan kriteria pemilihan konten sains
sebagai berikut: (1) relevan dengan situasi kehidupan nyata, (2) merupakan
pengetahuan penting sehingga penggunaannya berjangka panjang, (3) sesuai untuk
tingkatan perkembangan anak 15 tahun (Firman, 2007).
5/13/2018 Proposal Lely - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-lely 11/24
11
b. Aspek Proses Sains
PISA (dalam Firman, 2007) memandang pendidikan sains berfungsi untuk
mempersiapkan warganegara masa depan, yakni warganegara yang mampu
berpartisipasi dalam masyarakat yang semakin terpengaruh oleh kemajuan sains dan
teknologi. Pendidikan sains perlu mengembangkan kemampuan peserta didik
memahami hakekat sains, prosedur sains serta kekuatan limitasi sains. Peserta didik
perlu memahami bagaimana ilmuwan sains mengambil data dan mengusulkan
penjelasan-penjelasan terhadap fenomena alam, mengenal karakteristik utama
penyelidikan ilmiah, serta tipe jawaban yang dapat diharapkan dari sains.
PISA menjadikan proses sains ini sebagai salah satu domain penilaiannya. PISA
memilih ³kompetensi sains´ sebagai penggantii proses sains. Proses sains merujuk
pada proses mental yang terlibat ketika menjawab suatu pertanyaan atau memecahkan
masalah, seperti mengidentifikasi dan menginterpretasikan bukti serta menerangkan
kesimpulan. Termasuk mengenal jenis pertanyaan yang dapat dan tidak dapat dijawab
oleh sains, mengenal kesimpulan yang sesuai dengan bukti yang tersedia (Firman,
2007).
PISA menetapkan tiga aspek dari komponen proses/kompetensi sains berikut dalam
penilaian literasi sains, yakni mengidentifikasi pertanyaan ilmiah, menjelaskan
fenomena secara ilmiah, dan menggunakan bukti ilmiah. Alasan utama PISA dari tiga
aspek tersebut, yakni pertama bahwa sejumlah proses kognitif/deduktif, berpikir kritis
dan terpadu, mengubah representasi (dari data ke grafik dan tabel), mengkonstruksi
penjelasan berdasarkan data, dan menggunakan matematika (Firman, 2007)
c. Aspek K onteks Aplikasi Sains
PISA (dalam Firman, 2007) menilai pengetahuan sains relevan dengan kurikulum
sains di negara partisipan tanpa membatasi diri pada aspek-aspek umum kurikulum
nasional setiap negara. Penilaian PISA dibingkai dalam situasi kehidupan umum yang
lebih luas dan tidak terbatas pada kehidupan di sekolah saja. Butir-butir soal PISA
pada penilaian berfokus pada situasi yang terkait dengan diri individu, keluarga dan
kelompok pertemuan, terkait pada komunitas, serta terkait pada kehidupan lintas
negara.
Konteks PISA Nasional 2006 konsisten ditetapkan PISA sejak tahun 2000 dalam
menilai literasi sains, disertai dengan tema-tema konteks yang dimana dalam butir-
5/13/2018 Proposal Lely - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-lely 12/24
12
butir soal PISA Nasional 2006, mencakup bidang-bidang aplikasi sains adalah: (1)
kesehatan, (2) sumber daya alam, (3) mutu lingkungan, (4) bahaya, (5) perkembangan
mutakhir sains dan teknologi. Bidang-bidang tersebut yang didalamnya literasi sains
mempunyai nilai penting bagi individu dan masyarakat dalam peningkatan kualitas
hidup secara berkelanjutan, serta dalam pengembangan kebijakan publik. PISA tidak
menilai konteks melainkan pengetahuan, kompetensi (termasuk kecakapan berpikir
kritis), dan sikap yang terkait dengan konteks yang dipilih.
K eterkaitan Model pembelajaran STM dengan Literasi Sains
Sesuai dengan rumusan yang telah di paparkan pada penelitian ini yang menjadi
fokus penelitian adalah Literasi Sains Siswa. Berikut hubungan sintaks model
pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) dengan Literasi Sains Siswa.
No. Fase
Pembelajaran STM
K egiatan
Pembelajaran
Aspek Literasi Sains
1 Invitasi Siswa di dorong agar
mengemukakan pengetahuan awalnya
tentang konsep yang akan
dibahas.
Aspek Konten
2 Pembentukan
Konsep
Siswa melakukan observasi
untuk menemukan konsep
yang sesuai dengan
permasalahan yang dibahas
Aspek Proses
3 Aplikasi Guru berusaha menciptakan
iklim pembelajaran yang
memungkinkan siswa dapat
mengaplikasikan
pemahaman konseptualnya.
Aspek Konteks
Aplikasi
4 Pemantapan Konsep Siswa memberikan
penjelasan dan solusi yang
didasarkan pada hasil
observasinya ditambah
dengan penguatan dari guru
untuk menghindari adanya
miskonsepsi.
Aspek Konten
5 Evaluasi Siswa memberikan
penjelasan mengenaikonsep yang dibahas secara
komprehensif.
Aspek Konten
5/13/2018 Proposal Lely - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-lely 13/24
13
J. Metode Penelitian
³Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan
data penelitiannya´ (Arikunto, 2006:160). Lebih lanjut Sudjana (2009: 16)
mengemukakan bahwa ³metode dalam suatu penelitian menyangkut prosedur dan cara
melakukan perifikasi data yang diperlukan untuk memecahkan atau menjawab masalah
penelitian termasuk untuk menguji hipotesis´. Dari kedua kutipan di atas, dapat
disimpulkan bahwa metode penelitian adalah cara yang digunakan untuk mengumpulkan
data penelitian untuk menjawab masalah penelitian dengan menggunakan cara dan alat
tertentu.
Berdasarkan tujuan penelitian dan rumusan masalah yang telah dipaparkan dan sesuai
dengan kutipan di atas, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
eksperimen semu (quasi eksperiment ). Jika kita akan menerapkan model pembelajarankepada sampel penelitian, maka kita tidak mengetahui apa yang akan terjadi pada sampel
penelitian. Sehingga kita hanya membutuhkan kelas eksperimen tanpa memerlukan
adanya pembanding atau kelas kontrol. Dalam metode penelitian eksperimen semu ini,
keberhasilan suatu model pembelajaran yang diujikan dapat dilihat berdasarkan nilai tes
kelompok eksperimen sebelum diberi perlakuan ( pretest ) dan nilai tes setelah diberi
perlakuan ( posttest ), yaitu berupa penerapan model pembelajaran Sains Teknologi
Masyarakat. Instrumen yang digunakan untuk pretest dan posttest merupakan instrumen
yang sama, dimaksudkan supaya tidak ada pengaruh perbedaan kualitas instrumenterhadap perubahan pengetahuan dan pemahaman yang terjadi.
K . Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah one group pre test-post
test. Penelitian ini terkait dengan tes di bagian awal sebelum diberi perlakuan dan bagian
akhir setelah diberi perlakuan.
Desain Penelitian One pre test-post test
Pretest (T) Treatment (X) Posttest (T¶)
T1 X1 T2
5/13/2018 Proposal Lely - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-lely 14/24
14
Keterangan:
T1 : tes awal ( pretest ) sebelum perlakuan pembelajaran
T2 : tes akhir ( posttest ) sesudah perlakuan pembelajaran
Instrumen yang digunakan pada pretest dan posttest dalam penelitian ini merupakan
instrumen untuk mengukur keterampilan proses sains yang telah diujicobakan terlebih
dahulu.
L. Instrumen Penelitian
Instrumen adalah alat pada waktu penelitian menggunakan suatu metode (Suharsimi,
2006:149). Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tes
Keterampilan Proses Sains dan lembar observasi.
a. Tes K eterampilan Proses Sains
Menurut Arikuto (2006:30), ³tes adalah penilaian yang komprehensif terhadap
seorang individu atau keseluruhan usaha evaluasi program´. Dalam penelitian ini,
instrumen tes yang digunakan adalah tes tertulis ( paper and pencil test ) yaitu berupa tes
Keterampilan Proses Sains (KPS) pilihan ganda dalam bentuk pretest dan posttest . Soal
yang digunakan dalam penelitian dibuat dan disesuaikan dengan indikator pembelajaran.
b. Observasi
Dalam penelitian lembar observasi digunakan untuk mengetahui keterlaksanaan
keterampilan proses sains siswa yang dilatihkan pada saat pembelajaran berlangsung dan
menngetahui keterlaksanaan model pembelajaran sains teknologi masyarakat yang
dilakukan oleh guru.
M. Lokasi dan Sampel Penelitian
Lokasi dan sampel penelitian yang direncanakan adalah di SMPN 26 Bandung yang
berlokasi di Bandung kelas IX-A.
N. Prosedur Penelitian
Prosedur Penelitian adalah langkah-langkah dalam penelitian
5/13/2018 Proposal Lely - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-lely 15/24
15
Bagan Alur Penelitian
Studi Lapangan
Merumuskan Masalah
Studi Literatur
Menyusun Perangkat Pembelajaran Mengembangkan Instrumen Penelitian
Validasi Instrumen
Pretest
Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM)Observasi
Posttest
Mengolah Data
Analisis Data
Kesimpulan
5/13/2018 Proposal Lely - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-lely 16/24
16
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu:
1. Tahap Persiapan
1) Melakukan studi lapangan / studi pendahuluan.
2) Merumuskan masalah penelitian.
3) Melakukan studi literatur.
4) Telaah kurikulum mengenai pokok bahasan yang dijadikan materi pembelajaran
dalam penelitian, hal ini dilakukan untuk mengetahui tujuan/kompetensi dasar yang
hendak dicapai
5) Membuat dan menyusun perangkat pembelajaran serta instrumen penelitian.
6) Mengkonsultasikan dan judgment instrumen penelitian kepada dua dosen dan guru
mata pelajaran fisika yang berada di sekolah tempat penelitian akan dilaksanakan.
7) Mengujicobakan instrumen penelitian yang telah di judgment .
8) Menganalisis hasil uji coba instrumen penelitian, kemudian menentukan soal yang
layak untuk dijadikan insrumen penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan
1) Memberikan tes awal ( pretest ) kepada sampel penelitian untuk mengetahui
kemampuan awal siswa.
2) Memberikan perlakuan kepada sampel berupa pembelajaran dengan menggunakan
model pembelajaran konstruktivisme.
3) Memberikan tes akhir ( posttest ) kepada sampel penelitian untuk mengetahui prestasi
belajar siswa.
3. Tahap Akhir
1) Mengolah dan menganalisis data penelitian
2) Memberikan kesimpulan dan saran berdasarkan hasil yang diperoleh dari pengolahan
data.
5/13/2018 Proposal Lely - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-lely 17/24
17
O. Teknik Pengumpulan Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri dari data kuantitatif dan data kualitatif.
1. Data K uantitatif
Data kuantitatif dalam penelitian diperoleh melalui kegiatan tes Keterampilan
Proses Sains untuk mengetahui keterampilan Proses Sains siswa. Tes ini
dilaksanakan sebanyak dua kali yaitu tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest).
2. Data kualitatif
Data kualitatif dalam penelitian diperoleh melalui lembar observasi yang
bertujuan untuk mengukur keterlaksanaan keterampilan proses sains siswa yang
dilatihkan pada saat proses pembelajaran berlangsung dan untuk mengukur
keterlaksanaan model pembelajaran sains teknologi masyarakat yang dilakukan olehguru. Pengisian lembar observasi ini dilakukan oleh observer pada saat pembelajaran
berlangsung.
P. Analisis Instrumen Penelitian
Analisis instrumen penelitian yang diperoleh dari hasil uji coba dilakukan dengan
teknik-teknik berikut:
1. Validitas Instrumen
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau
kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu
mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang
diteliti secara tepat. Uji validitas tes ini dilakukan dengan menggunakan teknik
korelasi product momen yang dikemukakan oleh Pearson ( Pearson Product Moment ),
yaitu sebagai berikut:
2222Y Y N X X N
Y X XY N r xy
§§§§
!
§ §§(Arikunto,2010 :213)
5/13/2018 Proposal Lely - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-lely 18/24
18
Keterangan :
r xy = koefisien korelasi antara variabel X dan Y, dua variabel yang dikorelasikan.
X = skor tiap butir soal.
Y = skor total tiap butir soal.
N = jumlah siswa.
Dengan kategori validitas sebagai berikut :
Tabel Interpretasi Validitas
K oefisienK orelasi K riteria validitas
0,80 < r e 1,00 sangat tinggi
0,60 < r e 0,80 Tinggi
0,40 < r e 0,60 Cukup
0,20 < r e 0,40 Rendah
0,00 < r e 0,20 sangat rendah
2. R eliabilitas Instrumen
Realibilitas tes adalah tingkat keajegan (konsistensi) suatu tes, yakni sejauh
mana suatu tes dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang ajeg/konsisten (tidak
berubah-ubah). Arikunto (2010) menyatakan bahwa reliabilitas menunjukkan tingkat
keterandalan suatu tes. Suatu tes dapat mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi
apabila tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap. Nilai reliabilitas dapat
ditentukan dengan menentukan koefisien reliabilitas. Teknik yang digunakan untuk
menentukan reliabilitas tes dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode
belah dua ( split-half method ), pembelahan dapat dilakukan dengan ganjil-genap atau
awal-akhir. Untuk mengetahui reliabilitas seluruh tes harus digunakan rumus Spear-
Brown sebagai berikut:
5/13/2018 Proposal Lely - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-lely 19/24
19
r 11 =)1(
2
21
21
21
21
r
r
(Arikunto, 2010 : 223)
Keterangan :
r 11 = reliabilitas instrumen
r 2
12
1 = korelasi antara skor-skor setiap belahan tes
Untuk meginterpretasikan nilai reliabilitas tes yang diperoleh dari perhitungan
di atas, digunakan kriteria reliabilitas tes seperti berikut:
Tabel Interpretasi R eliabilitas
K oefisienK orelasi K riteria reliabilitas
0,81 e r e 1,00 sangat tinggi
0,61 e r e 0,80 Tinggi
0,41 e r e 0,60 Cukup
0,21 e r e 0,40 Rendah
0,00 e r e 0,21 sangat rendah
(Arikunto, 2005 : 75)
3. Taraf K emudahan Butir Soal
Taraf kemudahan suatu butir soal adalah proporsi dari keseluruhan siswa yang
dapat menjawab soal dengan benat pada butir soal tersebut. Taraf kemudahan dihitung
dengan rumus:
P = J S
B(Arikunto, 2009 : 208)
Keterangan:
P = indeks kemudahan.
B = banyak siswa yang menjawab soal itu dengan benar
5/13/2018 Proposal Lely - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-lely 20/24
20
JS = jumlah seluruh siswa peserta tes
Tolak ukur yang digunakan untuk menginterpretasikan taraf kemudahan butir soal
yang diperoleh dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel Interpretasi K emudahan Butir Soal
Taraf K emudahan Nilai TK
Sukar 0,00-0,30
Sedang 0,31-0,70
Mudah 0,71-1,00
(Arikunto, 2005 : 210)
4. Daya Pembeda
Daya pembeda adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa
yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh (berkemampuan
rendah). Rumus yang digunakan untuk menentukan daya pembeda soal uraian sama
dengan soal pilihan ganda yaitu : B
B
A
A
J
B
J
B DP !
(Arikunto, 2005 : 213)
Keterangan :
DP = Indeks daya pembeda satu butir soal tertentu
B A
= Banyaknya kelompok atas yang menjawab soal dengan benar
B B
= Banyaknya kelompok bawah yang menjawab dengan benar
J A = Banyaknya peserta kelompok atas
J B
= Banyaknya peserta kelompok bawah
Adapun tolak ukur yang digunakan untuk menginterpretasikan indeks daya
pembeda yang telah diperoleh, digunakan tabel berikut:
5/13/2018 Proposal Lely - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-lely 21/24
21
Tabel Interpretasi Tingkat K esukaran
Indeks Daya Pembeda K riteria Daya Pembeda
Negatif Sangat buruk, harus dibuang
0,00 ± 0,20 Buruk ( poor), sebaiknya dibuang
0,20 ± 0,40 Cukup ( satisfactory)
0,40 ± 0,70 Baik ( good)
0,70 ± 1,00 Baik sekali ( excellent)
(Arikunto, 2005 : 218)
Q. Teknik Pengolahan Data
1. Penskoran
Skor yang diberikan untuk jawaban benar adalah 1, sedangkan untuk jawaban
salah adalah 0. Skor total dihitung dari banyaknya jawaban yang cocok dengan kunci
jawaban.
2. Menghitung rata-rata (mean) skor pretest dan posttest
Nilai rata-rata (mean) dari skor tes baik pretest maupun posttest dihitung dengan
menggunakan rumus berikut:
Dengan :
= nilai rata-rata skor pretest maupun posttest
X = skor tes yang diperoleh setiap siswa
N = banyaknya data
3. Menghitung rerata skor gain yang dinormalisasi.
Setelah data pretest dan posttest diperoleh, data tersebut diolah untuk menentukan
rerata skor gain yang dinormalisasi. Besarnya skor gain yang dinormalisasi ditentukan
dengan rumus (Hake, 1998) sebagai berikut:
5/13/2018 Proposal Lely - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-lely 22/24
22
Dengan:
<g> = Rerata skor gain yang dinormalisasi
Sf = Skor posttest
Si = Skor pretest
Skor gain yang dinormalisasi ini diinterpretasikan untuk menyatakan kategori
peningkatan prestasi belajar yang terjadi untuk setiap pertemuaanya. Kriteria yang
digunakan diadopsi dari Richard R. Hake (1998).
Tabel 3.8
Kategori Skor Gain yang Dinormalisasi
R entang <g> K ategori
0.7 < (<g>)1,0 Tinggi
0.3 < (<g>) 0.7 Sedang
(<g>) 0.3 Rendah
4. Analisis Keterlaksanaan Model Pembelajaran
Keterlaksanaan model yang dikembangkan dari hasil lembar observasi yang telah
diisi oleh observer. Setiap indikator pada fase pembelajaran muncul terlaksana/muncul
diberikan skor satu, dan jika tidak muncul diberikan skor nol. Data yang diperoleh dari
lembar observasi diolah dari banyaknya skor dari masing-masing observer dan hasilnya
dinyatakan dalam bentuk persentase. Adapun persentase data lembar observasi tersebut
dihitung dengan menggunakan rumus:
5/13/2018 Proposal Lely - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-lely 23/24
23
100%kegiatan
aterlaksanyangkegiatanmodelnaanketerlaksa(%) v!
§§
Setelah data dari lembar observasi tersebut diolah, kemudian dinterpretasikan
dengan mengadopsi kriteria persentase angket seperti pada Tabel 3.9 (Budiarti dalam
Yudiana: 2009).
Tabel 3.9
Kriteria Persentase Keterlaksanaan Model Pembelajaran
K M (%) K riteria
KM = 0 Tak satu kegiatan pun terlaksana
0 < KM < 25 Sebagian kecil kegiatan terlaksana
25 < KM < 50 Hampir setengah kegiatan terlaksana
KM = 50 Setengah kegiatan terlaksana
50 < KM < 75 Sebagian besar kegiatan terlaksana
75 < KM < 100 Hampir seluruh kegiatan terlaksana
KM = 100 Seluruh kegiatan terlaksana
Keterangan:
KM = persentase keterlaksanaan model
5/13/2018 Proposal Lely - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-lely 24/24
24
DAFTAR PUSTAK A
Poedjiaji, Anna. (2010). Sains Teknologi Masyarakat . Bandung: Remaja Rosdakarya
Arikunto, Suharsimi. (2005). Prosedur Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta
Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta
Arikunto, Suharsimi. (2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Rismayani P, Dhita. (2009). Pembelajaran IPA terpadu pada topik perubahan materi untuk
meningkatkan literasi sains siswa SMP. Tidak diterbitkan
- Firman 2007
- BSNP 2006
- Depdiknas, 2006 : 377- Dhita Rismayani Priatna, 2009 TESIS. Pembelajaran IPA terpadu pada topik
perubahan materi untuk meningkatkan literasi sains siswa SMP. Tidak diterbitkan
- http://repository.upi.edu/operator/upload/s_d045_040206_chapter3.pdf
- Taniredja Tukiran dkk. (2011:45). Model-model Pembelajaran Inovatif.
Bandung:Alfabeta
- Radno harsanto. 2007. Pengelolaan Kelas yang Dinamis. Yogyakarta: Kanisius
- M.Musrofi. 2010. Melesetkan Prestasi Akademik Siswa. Yogyakarta: Pustaka Insan
Madani
- www.oecd.org/dataoecd/15/13/39725224.pdf (PISA-OECD 2006)
- Rusymansyah (2006:3) - http://blog-indonesia.com/blog-archive-13203-14.html
- Arikunto 2006,
- Luhut 2009
- Arikunto,2010 :213)
- Arikunto, 2005 : 75), reabilitas