Upload
achas
View
1.270
Download
9
Embed Size (px)
Citation preview
Analisis kinerja, Fungsi Upah dan Fungsi PenawaranTenaga Kerja Dosen Perguruan Tinggi Negeri di Palu
A. Latar Belakang Masalah
Untuk mengantisipasi dampak globalisasi dalam era pasar bebas dan
teknologi baik antar kawasan Asean maupun antar Asia Pasifik. Lalu AFLA
(Asean Free Labor Area) akan menyusul, yakni era pasar bebas tenaga kerja
antar negara di kawasan Asean. Untuk itulah, mutu sumber daya manusia
harus semakin meningkat agar peranannya sebagai pelaku ekonomi dapat
mengikuti permintaan dan kebutuhan zaman yang terus menerus berkembang.
Berarti lembaga pendidikan tinggi tampaknya tidak hanya harus berbenah diri
pada aspek kualitas, tetapi juga secara bersamaan pada aspek kuantitas. Di
kota Palu saja (apalagi secara rasional), terdapat lebih dari 10 .Iembaga
pendidikan tinggi yakni 2 universitas negeri, 8 universitas swasta.
Maju mundurnya sebuah lembaga pendidikan formal sangat ditentukan
oleh manajemen pengelolaan dan mutu pengelola lembaga,tersebut. Tentu
saja tenaga edukatif (dosen) sebagai titik sentral di samping staf administrasi
dan lembaga-Iembaga kemahasiswaan. Kualitas dan komitmen tenaga
edukatif merupakan kunci utama keberhasilan sebuah Iembaga pendidikan
formal (Burki, 1999 Angrist 2001 b; Betts, 2001 dan Misnawati, 2004).
Dosen sebagai tenaga edukatif pada lembaga pendidikan tinggi,
merupakan kelompok pekerja yang menempati posisi mengemban misi tertentu
dalam dunia pengembangan sumberdaya manusia (SDM), dimana saja di
dunia ini termasuk di Indonesia dan terlebih lagi di Sulawesi Tengah Dalam
kaitan ini pula, mereka (dosen) terkadang disanjung dengan pujian yang
mungkin saja berbeda dengan apa yang mereka sebenarnya perlukan sebagai
salah satu pekerja yang positif
Di antara mereKa (dosen) mungkin terdapat sebagian yang ikhlas untuk
tidak memiliki batas jam kerja yang sewajarnya, dan sebagian pula larut
dengan perubahan globalisasi dunia. Akibatnya mungkin saja banyaK di antara
para dosen yang sementara atau pun kelak akan terjerat dengan kapitalisme
globa! di sela-sela idealisme inteleKtual mereKa sebagai pendidik.
1
Sesungguhnya dunia pekerja dosen berada dipersimpangan jalan.
Seolah berdiri pada posisi tarik menarik antara idealisme intelektual sebagai
pendidik dengan sebagai pekerja komersial, sebagaimana layaknya bentuk
profesi lainnya yang selalu menggeliat di tengah arus kapitalisme pada era
neo-liberalisme dewasa ini. Fenomena inipun mungkin menjadi berkah, atau
sebaliknya adalah bencana, seiring di Idonesia akan dicanangkan bahwa
semua lembaga pendidikan tinggi negeri seharusnya segera menjadi Badan
hukum Pendidikan (BHP). Layaknya menjadi sebuah lembaga pelayanan
publik yang dikelola secara profesional, mekipun tak terelakkan untuk terkesan
lebih komersial.
Sekarang, benarkah profesi dosen memiliki karakteristik tersendiri dan berbeda
dengan karakteristik para pekerja 'atau profesi lainnya?
Dosen sebagai pekerja profesional, khususnya yang berstatus pegawai sipil
(PNS), dituntut meningkatkan kinerjanya melalui empat aspek, yakni (1)
melaksanakan pendidikan dan pengajaran,(2) melaksanakan penelitian (3)
melaksanakan pengabdian pada masyarakat dan (4) unsur kegiatan penunjang
dosen (Iihat Keputusan Menteri Negara Koordinator bidang Pengawasan
Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 38/Kep/MK.
Waspan/8/1999, Lampiran 12). Di samping itu sebagai pegawai negeri sipil juga
dituntut loyalitas, tanggung jawab bersama, kepemimpinan dan lain-lain yang
ke semuanya tercermin dalam DP3 dosen yang dinilai setiap tahun. Hal ini
mungkin dapat menggambarkan bahwa tenaga kerja dosen relatif berbeda
dengan profesi lain, baik di lingkungan pegawai negeri sipil maupun di
lingkungan BUMN dan BUMD.
Dari keempat tuntutan kinerja dosen tersebut di atas, dosen dapat
melakukan pekerjaan sebagai tenaga edukatif, tenaga riset, tenaga konsultatif
dan tenaga atau pejabat struktural, bahkan jabatan politis jika mendapat izin
atau restu dari negara atau lembaga tempat mengabdi. Maka tidaklah
mengherankan bahwa menjadi dosen terkadang menjadi profesi idaman
dengan segala prospek dan impian yang menyertainya.
Dunia kerja dosen pun tidak berada pada lingkungan kerja yang steril
2
dan vakum karena terjaga dalam organisasi "menara gading" perguruan tinggi.
Virus budaya organisasi dan faktor budaya lainnya dapat menular dan bahkan
mewabah menembus sampai pada berbagai masalah.Mulai pada masalan
aktivitas rekruitmen dosen, nilai hasil ujian mahasiswa, norma, motivasi sampai
pada berbagai proses dan lingkungan kerja selalu muncul dengan intensitas
yang relatif sama dengan yang terjadi pada organisasi publik atau usaha
lainnya dan bahkan melebihinya
Kerenanya tenaga kerja dosen dengan kinerja organisasi (perguruan
tinggi) tidaklah terjamin untuk selalu mencapai tinggkat efisiensi yang secara
normatif diinginkan. Dunia kerja dosen pun dapat saja terperangkap pada
berbagai penyakit sosial yang dihadapi bangsa Indonesia dewasa ini, seperti
masalah KKN (Kolusi, Korupsi dan nepotisme), problem "princeple-agency atau
pun patront-client , dan lebih spesifik lagi, seperti umum dikenal aimana-mana
dengan adanya "god father’ mafia, dikotomi senior-yunior dan bahkan mal-
peraktek yang di kenal pada dunia kedokteran dewasa ini.
Salah satu bentuk implikasi kinerja dosen sebagai PNS yang mengambil
jalur tenaga fungsional adalah golongan dan kepangkatan diraihnya selama
diangkat menjadi pegawai negeri sipil. Bentuk kinerja dosen PNS rnelalui
kepangkatan/goIongan tersebut dapat di lihat pada Tabel 1. Nampak, bahwa
secara umum kinerja dosen PNS yang mengajar di Untad dan STAIN relatif
rendah, dimana mereka yang memiliki pangkat lektor dan lektor kepala
(golongan IVa) belum banyak, sementara yang berpangkat guru besar
(profesor} hanya sebesar 1,99 persen saja Dengan kata lain, di antara 100
orang dosen hanya terdapat 2 orang dosen yang pangkat Guru besar.Sebagai
referensinya adalah kinerja dosen pada Program Studi Iimu Ekonomi FE-
UNTAD, dimana guru besar yang masih aktif sebanyak 4 orang di antara 131
orang dosen pada proqram studi tersebut (daftar dosen dan karyawan FE-
UNTAD,2007).
3
Tabe! 1Distribusi Persentase Dosen PTN (Untad dan STAIN) Menurut
Karakteristik Kepanggkatan/Golongan
Pangkat/Golongan Jumlah (orang)Untad + STAIN
Persentase
1. Tenaga Pengajar2. Asisten ahli Madia3. Lektor4. Lektor Kepala5. Guru BesarTOTAL
161 275 349 395 241204
13,3722,8428,9932,81 1,99100
sumber: daftar nominatif Dosen Untad dan Stain
Karakteristik lain, adalah jam ke kerja dosen sebagai pegawai negeri
sipil.Nampak, bahwa profesi dosen dituntut untuk bekerja melebihi jam kerja.
dan berbeda dengan pegawai (negeri-swasta) lainnya. Sebagai contoh,
mengacu pada keputusan Mendiknas yang kemudian dituangkan dalam
Keputusan Rektor Untad, tentang pelaksanaan tugas dosen menyatakan,
bahwa setiap dosen wajib melaksanakan tugas institusional yaitu tridarma
perguruan tinggi (pengajaran, penelitian, pengabdian pada masyarakat dan
kegiatan penunjang kegiatan tridharma perguruan tinggi), sekurang-kurangnya
12 SKS atau setara dengan 38 jam per minggu, yaitu jam kerja wajib sesorang
pegawai negeri sipil, sebagaj imbalan terhadap gaji dan lain hak yang
diterimanya dari Negara.
Untuk pengajaran 1 SKS misalnya, dinilai sama dengan 1 jam tatap
muka di kelas ditambah.2 jam persiapan penyusunan bahan kuliah dan meng-
olah hasil perkuliahan per minggu. Jadi, misalkan seorang dosen yang hanya
mengajarkan 2,5 mata kuliah dalam suatu semester (dapat dibayangkan jika
seorang dosen mengajarkan sampai 10 mata kuliah), masing-masing mata
kuliah memiliki 3 SKS, maka dosen tersebut memiliki kerja per minggu untuk
pengajaran sebanyak 2,5 x 3 x 3 jam sama dengan 22,5 jam per minggu.
Untuk tugas wajib di luar pengajaran masih tersisa 15,5 jam per minggu yang
dapat digunakan untuk membimbing, menguji dan memeriksa hasil ujian
mahasiswa, serta meneliti dan pengabdian pada masyarakat.
4
Penggunaan sisa waktu tersebut, secara faktual sebenarnya jauh
melebihi angka 15,5 jam perminggu, dan terkadang tidak mengenal tempat dan
waktu; bisa dalam keadaan sibuk, santai, bahkan terkadang dalam cengkrama
keluarga, dan dalam istirahat pun sering dibangunkan oleh deringan telepon
oleh seorang mahasiswa, misalnya ingin minta waktu untuk konsultasi
dikampus atau di rumah.
Sementara itu berdasarkan data SUPAS-95, rata-rara jam kerja di sektor
formal, mereka yang berpendidikan SLTP ke bawah sebesar 44,52 jam per
minggu, sedangkan yang berpendidikan SLTA ke atas sebesar 40,72 jam per
minggu (Madris'1998).
Berdasarkan hasil perhitungan tugas mengajar dosen Untad pada
semester awal tahun akademik' 2004/2005, beban SKS (satuan kredit
semester) per dosen bergerak antara 1,0 SKS (3.SKS diajarkan. oleh 3 dosen)
sampai 6,0 Dari 6 sks tersebut bentuknya bervariasi, antara lain misalnya mata
kuliah (12 sks) diasuh oleh masing-masing 2 dosen dan atau 3 mata kuliah
(masing-masing 3 SKS), diasuh oleh masing-masing 1 dosen 1 mata kuliah
sendiri dan 2 mata kuliah berdua pada program strata satu (S1) reguler.
Berdasarkan jumlah sks beban mengajar dosen tersebut, dapat diprediksi
jumlah jam mengajar dosen per minggu, yakni bergerak dari 3 jam (1 SKS)
sampai 18 jam (6 sks). Secara statistik median jam mengajar dosen Untad
pada program S1 reguler sebesar 10;0 jam per minggu. Tentu saja jam
mengajar dosen tersebut tidak termasuk jam kerja membimbing mahasiswa,
menguji, meneliti, menulis karya ilmiah, seminar, rapat dosen, pengabdian
pada masyarakat, dan kegiatan-kegiatan ilmiah lainnya.
Karatristik tenaga dosen dilihat dari gaji pada pekerjaan pokok (gaji dan
tujangan fungsional) sebagai PNS pada universitas negeri yang ada di Palu
dapat dilihat pada Tabel 3 Berdasarkan data pada Tabel 3, maka rata-rata
gaji/tunjangan fungsional dosen tersebut sebesar Rp. 2,00 juta per bulan atau
Rp 500 000,- per minggu. Angka ini relatif cukup rendah dibandingkan dengan
rata-rata pendapatan bagi pekerja profesional lainnya, seperti para konsultan,
peneliti, pengacara, ahli medis, politisi dan lain-lain.
5
Tabel 3.Distribusi Persentase Dosen Perguruan Tinggi
Negeri (UNTAD dan STAIN) Menurut Kelompok Gaji/Tunjangan Fungsional Dosen Perbulan
Kelompok Gaji/Tunjangan
(juta Rp)
Jumlah (orang) Persentase
1,5 – 2,0
2,1 -2,5
2,6 – 3,0
436
744
24
36,21
61,79
1,99
Total 1204 100,00
Sumber : bendaharawan, Untad dan STAIN, 2004
Dari aspek kualitas sumber daya manusia nampak, bahwa mutuh
tenaga kerja secara umum di Sulawesi tengah relative rendah, yakni sekitar
95,0 persen pekerja mempunyai tingkat pendidikan SLTA ke bawah. Rata-rata
tingkat pendidikan di daerah pedesaan relatif lebih rendah disbanding dengan
perkotaan yakni masing-masing 97,0 persen dan 86,0 persen (BPS, 2000).
Tentu saja kondisi tenaga kerja secara umum tersebut di atas, sangat
kontras kualitasnya jika dibandingkan dengan mutu tenaga edukatif pada
universitas negeri di palu, yakni Unversitas Tadulako (Untad) dan Sekolah
Tinggi Agama Islam Negri (STAIN) berdasarkan data pada tahun 2004 secara
keseluruhan UNTAD dan STAIN, bahwa dari 1204 tenaga dosen terdapat
62,62 persen dintaranya berkulifikasi magister ke atas, sisanya hanya 37,38
persen yang berpendidikan sarjana S1 (Daftar Nominasi Dosen Untad dan
STAIN, 2004).
Mengamati kondisi diatas, maka amat berat tugas dan tanggung jawab
dosen sebagai tenaga profesional, yakni bukan saja mendidik dan mengajar,
tetapi juga dituntut untuk melakukan riset dan pengabdian pada mayarakat.
Sementara pemberian jasa oleh negara berupa gaji pokok dan gaji tunjangan,
relatif tidak berbeda dengan profesi (pekerjaan) lainnya dilingkungan pegawai
negeri sipil dan jauh di bawah standar gaji pegawai perushaan negara dan
daerah, terlebih lagi perusahaan swasta nasional dan asing serta tenaga
profesional lainnya.
6
Di sisi lain ada kecenderungan bahwa tingkat pendidikan yang
ditamatkan dosen PTN relatif tidak proposional dengan pemberian balas jasa
oleh negara, sementara secara teoretis dan empiris membuktikan bahwa mutu
modal manusia (pengetahuan dan keterampilan) menjadi hal yang sangat
penting dalam meningkatkan produktivitas kerja (kinerja) seseorang. Teori
Neoklasik mengemukakn bahwa pemberian balas jasa (wage) tenaga kerja
didasarkan pada nilai tambahan hasil marjinal (value marginal Product) dari
faktor produksi (Becker, 1993).
Fenomena tersebut di atas dihipotesiskan menjadi pendorong dosen
PTN, sehingga mengalokasikan waktu luang (leisure time) yang tersisa dari
tugas pokok sebagai PNS untuk bekerja diluar jam kerja PNS sebagai
pekerjaan tambahan. Meskipun terkesan komersil, tetapi tetap menjaga mutu
pelayanan dan kinerja, baik sebagai tenaga edukatif, konsultatif, riset, maupun
sebagai pejabat struktural di kampus atau jabatan lain di luar kampus. Di
sinilah posisi tarik menarik dimulai yang tidak bisa tidak akan selalu
menggiurkan untuk menyeret para tenaga dosen selalu berdiri di samping jalan
antara idealisme dan dunia keserakahan.
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, timbul minat untuk
mengetahui lebih jauh, bagaimana karakteristik dosen sebagai tenaga edukatif
terutama dalam aspek kinerja, jam kerja dan penghasilan baik pada pekerjaan
pokok (utama) maupun pada pekerjaan tambahan di tengah dinamika
persaingan kerja global dewasa ini.
B. Perumusan Masalah
1. Sejauhmana pengaruh beban kerja pokok, gaji/tunjangan fungsional,
kesempatan menempuh pendidikan lanjutan dan retensi kerja pada
pekerjaan pokok terhadap kinerja dosen, baik secara langsung (direct effect)
maupun secara tidak langsung (indirect effect).
2. sejauhmana faktor produktivitas marjinal yang diproksi dengan kesempatan
menempuh pendidikan lanjutan retensi kerja dan kinerja dosen baik secara
langsung maupun sebagai dampak (impIementasi) dari beban kerja pokok
dan gaji/tunjangan fungsional terhadap upah kerja tambahan.
7
3. Sejauh mana pengaruh upah kerja tambahan, kinerja dosen, kesempatan
menempuh pendidikan lanjutan, retensi kerja, beban kerja pokok, dan
gaji/tunjangan fungsional terhadap penawaran tenaga kerja edukatif di luar
pekerjaan pokok (jam kerja tambahan), baik secara langsung (directneffect)
maupun secara tidak langsung (indirect effect).
Dari ketiga permasalahan pokok tersebut diatas melalui proposal
penelitian ini diharapkan, dapat memberi gambaran yang lebih komprehensif
tentang kinerja dosen, model pengubahan dan penawaran tenaga kerja di luar
pekerjaan pokok dosen sebagai PNS pada Perguruan Tinggi Negeri
(Universitas Negeri) di kota Palu.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk.mengetahui :
1. Karakteristik yang individu dosen universitas negeri berpendidikan S2 ke
atas dan memiliki pangkat/golongan lektor ke atas (IIIc) yang bekerja
(employment) selama dua semester terakhir, baik dalam pekerjaan pokok
PNS maupun di luar pekerjaan pokok PNS (pekerjaan tambahan),
menurut karakteristik individu seperti jenis kelamin, umur, jumlah anggota
rumah tangga, fakultas, pendidikan, retensi kerja PNS, dan pangkat
golongan.
2. Karakteristik dinamika dosen menurut peluang karir, stres, komitmen
organisasional, kepuasan kerja, beban kerja pokok gaji/tunjangan
fungsional, kinerja dosen, upah kerja tambahan, jam kerja tambahan, dan
gaji/tunjangan lainnya.
3. Nilai rata-rata peluang karir, stres, komitmen organisasional, kepuasan
Dosen retensi kerja, kesempatan menempuh pendidikan lanjutan beban
kerja pokok, dan gaji/tunjangan fungsional terhadap jam kerja tambahan.
4. Untuk mengetahui apakah pola penawaran tenaga kerja edukatif pada
pekerjaan tambahan (di luar pekerjaan pokok PNS) pada PTN mengikuti
pola penawaran yang berbentuk ’’backward bending supply curve” seperti
yang dijelaskan dalam teori ekonomi neoklasik.
8
2. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran yang lebih
komrehensif tentang kondisi tenaga kerja edukatif (dosen) pada perguruan
tinggi negeri di kota Palu yang diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan
informasi bagi pemerintah Dalam mengevaluasi kembali kebijakan yang
ditetapkan oleh pemerintah terkait dengan hak dan kewajiban yang harus
dilakukan dosen PNS pada PTN, baik oleh pihak Dikti (Direktorat Perguruan
Tinggi) maupun pihak PTN yang bersangkutan dan balas jasa yang diberikan
oleh negara. Informasi tentang alokasi jam kerja dosen pada pekerjaan utama
(beban kerja pokok), alokasi jam kerja tambahan dan informasi balasjasa
dosen, baik pada pekerjaan pokok, maupun pada pekerJaan tambahan.
Mengingat ke depan tersirat rencana pemerintah untuk menjadikan
Perguruan Tinggi Negeri (UNTAD misalnya) dikelola secara mandiri dalam
bentuk BHP (Badan Hukum Pendidikan), maka penelitian ini diharapkan dapat
menjadi bagian informasi yang cukup penting baik dalam pemberian tugas atau
beban kerja pokok, pemberian gaji/tunjangan, insentif dan sejenisnya maupun
pemberian penghargaan dosen dalam rangka peningkatan karir dan kinerja
dosen sebagai staf pengajar atau pejabat struktural di PTN tempat mereka
bekerja.
Selain itu, penelitlan ini juga diharapkan dapat dijadikan bahan kajian
dan referensi pada pengembangan ilmu pengetahuan ke depan, khususnya
pada pengukuran kinerja yang lebih obyektif ketimbang pengukuran kinerja
yang dilakukan selama ini yang relatif bersifat subyektif menggunakan metode
self-report, pengembangan model penawaran tenaga kerja yang secara
teoretis berbentuk 'backward bending supply curve" "dan model perngupahan
dosen, baik sebagai tenaga fungsional maupun sebagai tenaga struktural
D. Hasil Yang diharapkan
Bermanfaat bagi pengembangan khasanah pengetahuan ilmiah dan
kebijakan di bidang pengembangan sumber daya manusia, pengupahan dan
ketenaga kerjaan.
Untuk dosen dalam meningkatkan kesejahteraan melalui kenaikan
9
tingkat upah kerja tambahan tidak diharapkan selalu mengandalkan
pengalaman kerja dan golongan kepangkatan melalui perolehan kredit poin,
tetapi harus meningkatkan kompetensi diri melalui pendidikan lanjutan.
Untuk pengelola perguruan tinggi dan pemerintah dalam upaya
meningkatkan kinerja dosen diharapkan tidak selalu meningkatkan tugas pokok
dosen tanpa dibarengi upaya untuk meningkatkan kesejahteraan dosen melalui
peningkatan gaji/tunjangan fungsional. Sebab memang kenaikan tugas pokok
dosen akan langsung menaikkan pangkat (kinerja) dosen tetapi tidak ada
jaminan bahwa dosen akan loyal pada perguruan tinggi tempat kerjanya.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Secara teoritis, ekonomi ketenaga kerjaan dapat dilihat dari dua aspek.
Aspek pertama menggunakan pendekatan ekonomi mikro, sedangkan Aspek
kedua menggunakan pendekatan ekonomi makro (Mc Connell, 1986) oleh
karena penelitian ini membahas mengenai penawaran tenaga kerja secara
individu (individual labor supply), maka pendekatan yang digunakan adalah
teori ekonomi ketenagakerjaan dalam aspek mikro, khususnya dari sisi
penawaran (supply side).
Dari sisi penawaran tenaga kerja secara teoretis akan dibahas
mengenai keputusan individu, apakah memilih bekerja atau tidak (work leisure
decision). Jika individu tersebut memutuskan bekerja. maka berapa jumlah jam
kerja yang ditawarkan ke pasar kerja (participation rate).
Interaksi antara permintaan dengan penawaran tenaga kerja di pasar
kerja menciptakan tingkat upah (wage strukture). Tingkat upah merupakan
determinan utama dalam fungsi penawaran tenaga kerja, di samping
karateristik individu tenaga kerja (initial endowment).
Disamping membahas tentang fungsi penawaran juga membahas
tentang fungsi upah (penghasilan). Upah secara teoretis dapat di artikan
sebagai nilai balas jasa yang diberikan oleh pengusaha terhadap pekerja.
Upah di sisi pekerja dipandang sebagai penghasilan (earning) pekerja
penghasilan pekerja dapat diterjemahkan sebagai output pekerja. output tak
lain merupakan proksi (proxi) dari jumlah output yang dihasilkan dari suatu
10
fungsi produksi yang ada pada diri pekerja tersebut. Output tidak bersifat
moneter. Output pekerja ditentukan oleh seberapa besar investasi dalam
model manusia (human kapital).
Analisis lain adalah analisis kinerja tenaga edukatif (dosen). Analisis ini
dimaksudkan untuk melihat sejauh mana pengaruh masing-masing beban kerja
pokok, gaji/tunjangan fungsional, retensi kerja dan pendidikan lanjutan
terhadap kinerja dosen.
Berdasarkan latar belakang teoretis tersebut, maka ruang lingkup
penelitian ini dibatasi pada analisis penawaran tenaga kerja secara individu
(individual labor supply), yakni berapa jumlah jam kerja yang ditawarkan Ke
pasar kerja pada tingkat upah tertentu secara individu, serta bagaimana
kinerja dosen dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, baik
sebagai tenaga fungsional, maupun sebagai tenaga struktural pada PTN
tempat mereka mengabdi sebagai pegawai negeri sipil.
Oleh karena itu, unit analisisnya adalah individu (dosen), yakni tenaga
kerja edukatif yang bekerja pada PTN berpendidikan magister ke atas memiliki
masa kerja dengan pangkat/golongan lektor (IIlc) ke atas yang bekerja selama
dua semester terahir, baik pada pekerjaan pokok sebagai PNS maupun pada
pekerjaan tambahan. Jadi bukan penawaran tenaga Kerja dalam aspek makro
(aggregate labor supply). Dimana unit analisisnya jumlah orang yang bekerja
atau hari orang kerja (HOK) pada sebuah unit perusahaan (firm), regional atau
nasional.
Titik fokus penelitian ini, pertama bagaimana model kinerja dosen yang diukur
secara obyektif melalui indikator utama, yakni pendidikan dan pengajaran,
penelitian dan karya ilmiah, pengabdian pada masyarakat dan kegiatan lain
penunjang karir dosen dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya,
baik sebagai pekerja profesional maupun struktural.
Kedua Untuk mengetahui model fungsi upah (labor income) dosen di
luar pekerjaan pokok dan model fungsi penawaran tenaga kerja pada
pekerjaan tambahan.
Ketiga adalah bagaimana hubungan antara upah dan jam kerja
11
mengikuti bentuk hubungan secara teoretis, yaitu pada awalnya hubungannya
positif namun setelah mencapai titik maksimum hubungannya berubah menjadi
negatif (backward bending"'supply corve).
Walaupun penelitian ini mempunyai ruang lingkup yang cukup terbatas
namun hasil yang diharapkan kiranya tetap masih relevan dengan
permasalahan tenaga kerja dosen khususnya, dan dapat menjadi informasi
ketenaga kerjaan yang lebih komprehensif di masa datang.
F. Kajian Teori dan Kerangka Konseptual
1. Penawaran Tenaga Kerja
Teori penawaran tenaga kerja didasarkan pada dua literatur utama,
merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Literatur pertama difokuskan
pada teori ekonomi rumah tangga (New-homes economics) dalam
pengambilan keputusan (bekerja atau tidal bekerja). Analisis semacam ini kini
lebih dikenal sebagai teori Household economics. Teori ini banyak diterapkan
untuk analisis tingkah laku fertilitas, tetapi dapat juga menganalisis tingkah laku
fertilitas, tetapi dapat juga untuk menganalisis hampir semua tingkah laku
manusia yang bersangkut paut dengan pilih memllih Salah satu penerapan
teori tersebut dan menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah dalam bidang
penawaran terhadap pekerja.
kegiatan lainnya, seperti mengurus rumah tangga, berolah raga, belajar,
beribadah dan sebagainya. Makin banyak waktu yang disediakan untuk
berbagai kegiatan leisure, maka makin sedikit waktu yang tersedia untuk
bekerja (Becker, 1976).
Teori penawaran tenaga kerja individu ini didasarkan pada feori
Household economics, oleh karena itu pembahasan teori ini di posisikan
mendahului pembahasan teori penawaran tenaga keja.
a. Kontribusi Teori House hold Economics dalam Model Penawaran
Tenaga Kerja .
Teori household economics di perkenalkan oleh Gerry S. Becker
bersama-sama ekonomi Chicago lainnya pada tahun 1960-an ke atas .ciri
ekonominya selalu memasukkan utility. Fungsi utility-nya menyangkut masalat,
12
anak, konsufnsi komoditi masalah perkawinan, masalah anak, konsumsi
komoditi, masalah bekerja dan masalah leisure. Fungsi utility tersebut sering
disebut sering disebut fungsi urility Chicago atau model Chicago
Becker (1976) mengungkapkan, bahwa ada tiga elemen penting dalam
teori Household Economics. Pertama, sehubungan dengan usaha
memaksimalkan utility. Kalau dalam teori ekonomi konvensional yang
dimaksud adalah komoditi yang biasa dijual di pasar, maka dalam teori
household economics, komoditi yang dibicarakan tidak terbatas pada komoditi
tersebut, tetapi mencakup juga komoditi abstrak yang di produksi dalam rumah
tangga, seperti kenikmatan menonton, kegembiraan bermain dengan anak-
anak kenikmatan membaca novel sebagainnya.istilah rumah tangga mengacu
pada kegiatan bukan pasar. Kegiatan pasar yang dimaksud adalah kegiatan
yang menghasilkan uang sebaliknya kegiatan bukan pasar (kegiatan rumah
tangga) adalah suatu kegiatan yang tidak menghasilkan uang.
Kedua adalah teknologi produksi rumah tangga dapat digambarkan
beberapa fungsi produksi. Input dalam produksi rumah tangga adalah komoditi
pasar dan waktu. Dalam teori ekonomi . konvensional, komodifi pasar dapat
langsung memberikan kepuasan kepada individu (konsumen) sebab komoditi
pasar tersebut merupakan produk akhir (final goods). Tetapi dalam teori
Household economics komoditi pasar tidak dapat langsung memberikan
kepuasan pada individu.komoditi.pasar harus diolah dulu bersama input rumah
tangga antara lain waktu, sebab komoditi pasar tersebut belum merupakan
produk akhir.
Sebagai contoh adalah bola. Bola itu sendiri tidal dapat dikonsumsi
(dinikmati) langsung,(direct .consumption) oleh Si individu. (konsumen). Untuk
dapat memberikan kepuasan, maka bola itu antara lain harus dimainkan. Untuk
bermain bola antara lain diperlukan waktu. Kombinasi antara bola dengan
waktu yang disediakan untuk bermain bola akan menghasilkan atau
memproduksi utility berupa kenikmatan bermain bola tersebut, disebut
Household commodity (komoditi rumah tangga) Antara individu yang berbeda
dapat saja memiliki tingkat kenikmatan bermain bola yang sama. Hal ini
13
tergantung pada usaha individu dalam mentransformasikan waktu dan bola
(termasuk semua input yang tidak bersifat moneter, seperti kondisi fisik, teman
main, suporter dan lain-lain) yang ada untuk menghasilkan household
commodity tersebut. Usaha individu dalam mentransformasikan semua input
tersebut di atas sehingga menghasilkan kenikmatan bermain bola disebut
Hausehold production function (fungsi produksi komoditi rumah tangga),
sedangkan output yang dihasilkan dan memberi suatu kegunaan atau
kepuasan bermain bola disebut utiliity
Konsep utility sangat erat kaitannya dengan masalah selera. Teori
ekonomi konvensional, menempatkan masalah selera sebagai suatu hal yang
sifatnya given dan kurang mendapat perhatian untuk dijelaskan lebih jauh.
Berbeda dengan teori household Economy, dimana dalam teori ini faktor selera
justru mendapat perhatian yang serius.
Sebagai contoh, mengapa seseorang yang memiliki pendapatan yang
sama dan tingkat harga yang sama untuk suatu komoditi tertentu, tetapi jumlah
komoditi yang diminta menjadi berbeda. Pertanyaan lain misalnya, mengapa
seseorang lebih suka belanja di toko X daripada di toko Y, pada hal keduanya
memiliki kualitas barang dan harga yang sama, mungkin tinggkat harga di toko
Y sedikit lebih mahal daripada di toko X untuk komoditi yang sama. Pertanyaan
di atas dengan menggunakan teori konvensional hanya akan menjawab,karena
selera tiap individu berbeda. Sementara dengan teori household economics
yang menempatkan rumah tangga sebagai satu kesatuan ekonomi yang identik
dengan suatu perusahaan, maka adanya perbedaan jumlah komoditi yang
diminta dan atau adanya seseorang lebih menyukai belanja di toko Y di atas,
disebabkan oleh adanya perbedaan Household Production Function tiap
individu.
Kemudian dalamteori Household economics komoditi yang produksi di
dalam rumah tangga, dapat dipandang sebagai produsen sekaligus sebagai
konsumen secara bersamaan. Dengan kata lain ketika individu tersebut
bertindak. sebagai produsen, maka pada saat yang sama juga sebagai
konsumen. Sementara dalam teori ekonomi konvensional dimana teori
14
konsumsi dibahas secara terpisah dengan teori produksi. Elemen terakhir,
adalah keterbatasan atau kendala yang dihadapi rumah tangga dalam
membuat keputasan atau memaksimalkan utility-nya.
Berkaitan dengan elemen tesebut diatas, maka yang menjadi
pertanyaan adalah bagaimana rumah tangga memaksimumkan utility-nya.
Secara matematis rumah tangga yang memproduksi household komoditi
mempergunakan berbagai input, seperti market goods, waktu dan input-input
lainnya dapat membentuk suatu fungsi produksi (Becker, 1971) sebagai berikut
:Zt = z (X1, X2, ...... Xt ; T1, T2, ....Tk, R) (1)
Dimana Zt : komoditi rumah tangga yang diproduksi
Z : fungsi produksi komoditi Z
X1....Xt : input dalam berbagai bentuk barang pasar (market Goods)
T1,...Tk: input dalam berbagai jangka waktu
R :variabel input lain, seperti teknologi.
b. Teori Penawaran Tenaga Kerja individual
Ada tiga kontribusi paling penting dari teori ekonomi neoklasik yang
berkaitan dengan perkembangan studi tentang pasar kerja, yaitu teori
penawaran tenaga kerja (the theory of labor supply), teori mutu modal manusia
(the theory of human capital) dan search theory. Teori penawaran pekerja
membahas hubungan antara jumlah jam kerja yang tersedia dipasarkan pada
berbagai tingkat upah dalam pasar kerja. Teori ini didasarkan pada tingkah
laku individu atau rumah tangga terutama di dalam mengkonsumsi dan
memproduksi barang dan jasa. Dalam teori penawaran tenaga kerja dijelaskan
bagaimana pekerja menentukan sejumlah jam kerja yang optimal pada tingkat
upah dan referensi tertentu.
Analisis tentang tingkah laku penawaran tenaga kerja secara teoretis
dapat dianalogikan dengan teori tingkah laku konsumen konvensional. Dalam
teori tersebut, keputusan tentang apakah bekerja atau tidak, demikian juga
berapa jam kerja yang dibutuhkan, hal tersebut ditentukan oleh kondisi
optimum, yakni persinggungan antara kendala pendapatan (budget constraint)
dengan kurva indiferen seseorang. Pada titik optimum tersebut, menunjukkan
15
kombinasi dua macam barang yang dikonsusi oleh konsumen (komoditi pasar
dengan leisure), sehingga mendapatkan utility maksimum. Dalam kaitan ini,
bila dikaitkan dengan teori penawaran tenaga kerja, maka jasa tenaga kerja
yang disediakan (ditawarkan) di pasar kerja ditentukan oleh harga jasa (upah)
tenaga kerja tersebut. Peningkatan perkiraan upah cenderung meningkatkan
penyediaan waktu di pasar kerja, demikian juga sebaliknya.
1. Fungsi Utility
Para pelaku ekonomi sebelum tahun 1970-an banyak beranggapan,
bahwa dalam teori ekonomi bertujuan untuk memaksimi-sasi keuntungan (profit
maximization) belaka (Stigner, 1966 dan Ferguson, 1969). Nanti setelah tahun
1970-an, setelah semakin populernya model Utility Chicago oleh Becker dan
kawan-kawan, baru para pelaku ekonomi (bahkan para mahasiswa ekonomi)
semakin sadar, bahwa pelaku ekonomi tidak seharusnya mengejar keuntungan
yang sebesar-besarnya, melainkan yang harus dikejar adalah me-
memaksimisasi kepuasan (utility maximization) individu maupun rumah tangga.
2. Efek Pendapatan dan Efek Subtitusi
Teori penawaran tenaga kerja membahas tentang berapa banyak jasa
tenaga kerja yang disediakan di pasar tenaga kerja yang berkaitan dengan
tingkat harga jasa (upah atau penghasilan) tenaga kerja tersebut. Ini berarti, jas
tenaga kerja yang disediakan di pasar ditentukan oleh harga jasa tersebut.
Dalam teori ini dijelaskan bagaimana tenaga kerja menentukan sejumlah jam
kerja yang optimal pada tingkat upah dan preferensi tertentu.
Ehrenberg, (1988) mengemukakan bahwa ada dua mekanisme yang
dapat mempengaruhi jumlah jam kerja yang ditawarkan oleh tenaga kerja.
Mekanisme pertama melalui perubahan pendapatan, asumsi cateris paribus.
Dengan asumsi bahwa leisure merupakan komoditi normal, peningkatan
pendapatan tersebut akan menaikkan permintaan terhadap leisure, yang
berarti penurunan penyediaan waktu untuk bekerja (jam kerja), demikian
sebaliknya. Dengan kata lain, dari mekanisme pertama ini, kenaikan upah
cenderung diikuti penurunan satuan waktu yang disediakan untuk bekerja.
16
Mekanisme ini disebut efek pendapatan (income effect). Secara matematis
dapat ditulis:
Income Effect (IE): ΔH/ΔY I w < 0 (2)
Mekanisme kedua, melalui perubahan harga jasa (upah) tenaga kerja,
asumsi cateries paribus. Peningkatan harga jasa tenaga kerja berarti
peningkatan biaya alternatif untuk mengkonsumsi leisure (tidak bekerja). Biaya
alternatif untuk mengkonsumsi leisure yang lebih tinggi cenderung
menyebabkan permintaan terhadap leisure berkurang. Penurunan permintaan
terhadap leisure berarti peningkatan penyediaan waktu ke pasar kerja,
demikian sebaliknya. Dengan kata lain, melalui mekanisme ini, peningkatan
upah cenderung meningkatkan penyediaan waktu untuk bekerja. Mekanisme
ini sering disebut efek subtitusi (subtitution effect). Secara matematis dapat
ditulis:
Subtitution Effect (SE): ΔH/ΔW I Y > 0 (3)
Singkatnya, efek pendapatan memperlihatkan penawaran tenaga
kerja (jumlah jam kerja) yang menurun karena leisure merupakan barang
normal, sedangkan efek subtitusi memperlihatkan peningkatan jumlah jam
kerja karena leisure menjadi lebih mahal. Meningkatnya harga leisure
diakibatkan karena tingkat upah per satuan waktu meningkat.
Peningkatan upah dapat berpengaruh positif terhadap penawaran tenaga kerja,
dan juga dapat berpengaruh negatif terhadap penawaran tenaga kerja. Apakah
peningkatan upah akhirnya mengakibatkan peningkatan atau penurunan dalam
penawaran tenaga kerja, tergantung pada besarnya efek pendapatan
dibanding dengan efek subtitusi.
3. Kurva Backward Bending supply Tenaga Kerja Individual
McConnell (1986) mengemukakan bahwa dalam konsep penawaran
tenaga kerja individu ada dua hal yang diputuskan oleh individu yaitu :
Pertama, keputusan untuk berpartisipasi dalam pasar kerja yaitu ikut serta
dalam kegiatan pasar atau tidak ikut serta dalam kegiatan pasar.
Kedua, keputusan untuk menentukan berapa banyak waktu yang disediakan
untuk kegiatan pasar (jumlah jam kerja) bila memutuskan berpartisipasi dalam
17
pasar tenaga kerja. Sesorang mungkin saja memutuskan tidak ikut sert dalam
kegiatan pasar sama sekali, dengan kata lain dia menggunakan seluruh
waktunya untuk kegiatan rumah tangga atau jam kerja nol.
Jika Wr (reservation wage) lebih besar W (market wage atau shadow wage),
maka individu memutuskan untuk, tidak ikut dalam kegiatan pasar kerja.
Tenaga kerja yang mempunyai Wr tinggi adalah tenaga kerja yang nonlabor
income-nya tinggi. Pleh karena itu tenaga kerja yang bertahan menganggur
adalah induvidu yang mempunyai Wr >W yang ada di pasar kerja.
Kepuasan maksimum (utility maximum) dapat diterima oleh konsumen
(pekeja), ketika mengalokasikan sejumlah leisure time (normal goods) yang
dimiliki secara optimum. Pilihan-pilihan konsumen terhadap leisure time I yang
memiliki utility maksimum tersebut, membentuk kurva penawaran tenaga
kerja yang berbentuk backward bending supply curve.
Hubungan antara jam kerja dengan upah, layaknya hubungan antara
tingkat harga barang dengan jumlah barang yang ditawarkan, sehingga fungsi
penawaran tenaga kerja dapat ditulis H = f(W); jam kerja (H) merupakan fungsi
dari Upah (W).
Model penawaran tenaga kerja kini telah mengalami beberapa
perkembangan dalam berbagai dimensi. Beberapa perkembangan itu antara
lain dengan dikaitkannya masalah penawaran kerja dengan isu, misalnya
tentang keluarga dan kemampuan istri dan suami dalam melakukan subtitusi
waktu mereka didalam pasar dan non pasar, pola daur hidup (life cycle) salam
alokasi waktu, keterkaitan antara life cycle decision terhadap akumulasi modal
manusia (human capital) dan konsumsi dri barang pasar market goods) dan
leusure; uncertainty, sampai pada masalah-masalah sehubungan dengan
konsep corner solution.
Secara umum, perkembangan studi empiris untuk mengestimasi para
meter labor supply tersebut masih menggunakn Ols. Beberapa prototype dari
fungsi labor supply dapat dituliskan sebagai berikut (Lihat Hanoch, 1980b:
Heckman, 1980; dan Cagon, 1980b):
Pertama : Hi = ai + bi Wj + ci Vi + εl (4)
18
Kedua : Hi = ai + ΣbijWj + ci Vi + Σdij Ej + εl (5)
Ketiga : Hi = ai + biWj + ci (Vi + ΣWjHj) + ΣdijEj + εl (6)
Berdasarkan model dasar penawaran tenaga kerja individual
tersebut di atas, akan dikembangkan model empiris untuk mengetimasi
penawaran tenaga kerja dosen perguruan tinggi negeri di luar jam kerja
sebagai PNS.
4. Mekanisme Penetapan Upah di Indonesia
Sistem pengupahan merupakan konsep bagaimana upah diatur dan
ditetapkan. Sistem pengupahan di Indonesia pada umumnya di dasarkan pada
tiga fungsi upah (Simanjuntak, 1985) yaitu :
a. Menjamin kehidup yang layak bagi pekerja dan keluarganya
b. Mencerminkan imbalan atas hasil kerja seseorang
c. Menyediakan insentif untuk mendorong peningkatan produktivitas kerja.
Penghasilan atau imbalan yang diterima sesorang pekerja sehubungan
dengan pekerjaannya dapat digolongkan ke dalam empat bentuk yaitu.
a. Upah atau gaji (dalam bentuk uang)
b. Tunjangan dalam bentuk natura
c. Fringe benefits
d. Kondisi lingkungan kerja
Sistem penggjian di Indonesia pada umumnya mempergunakan
gaji pokok yang didasarkan pada kepangkatan dan masa kerja. Pangkat
seseorang umumnya di dasarkan pada tingkat pendidikan, pengalman kerja
dan kinerja atau posisi dan prestasi kerja seseorang. Penentuan gaji
pokokdidasarkan pada prinsip-prinsip dari teori human capital, yaitu gaji atu
upah seseorang diberikan sebanding dengan tingkat pendidikan dan
latihan/kursus yang dicapainya.
Disamping gaji pokok tersebut biasanya diberikan gaji tunjangan,
seperti tunjngan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan keluarga, tunjanagn
dalam bentuk natura.
19
Di samping tunjangan, juga diberi frige benefits seperti asuransi
kesehatan, upah yang dibayarkan pada hari libur, sakit, cuti, kendaraan
dinas,rumh dinas, bensin dan lain-lain.
Bagi pekerja atau karyawan yang dianggap sebagai gaji adalah gaji
bersih (take home pay). Sebalikya bagi pengusaha adalah keseluruhan biaya
yang dikeluarkan dengan mempekerjakan seseorang karyawan (lebor kost).
Oleh karena itu konsep produktivitas marginal tidak sepenuhnya
digunakan dalam masalah penentuan upah karyawan di Indonesia. Selama ini
di Indonesia yang diberikan adalah penentuan upah minimun berdasarkan
sektor industri oleh pemerintah. Penetapan upah di Indonesia biasanya
disesuaikan dengan pendekatan, yakni : (1) pendekatan laju inflasi atau indeks
harga konsumen (IHK). (2) Pendekatan Kebutuhan Fisik Minimun (KFM).
Komponen kebutuhan fisik minimun tersebut, meliputi (a) kelompok makanan
dan minuman (b) kelompok bahan-bahan dan penerangan, (c) kelompok
perumahan dan peralatan, (d) kelompok pakaian, (e) kelompok lain-lain, seperti
transportasi, rekreasi, pendidikan, obat-obatan dan lain-lain. (3) Pendekatan
produktivitas tenaga kerja. (4) Pertumbuhan ekonomi daerah (provinsi)
setemapat.
Keempat pendekatan ini dimaksudkan untuk pencapaian distribusi
pendapatan yang lebih merata, atas pertimbangan standar hidup masyarakat,
produktivitas tenaga kerja dan pertumbuhan dan pertumbuhan ekonomi
(Simanjuntak, 1985).
Untuk gaji pegawai negeri sipil (PNS), penetapan gaji pokok didasarkan
pada tingkat pendidikan formal yang ditamatkan (infestment in human capital)
dan pengalaman kerja atau masa kerja yang telah dilalui, yang kemudian
diproksi dengan kepangkatan/golongan. Penetapan ini didasarkan pada
pandangan neoklasik (varian, 1984), bahwa upah adalah penghasilan kerja
yang diterjemahkan sebagai output pekerja.
20
2. Beberapa Hasil Studi Empiris tentang Kinerja, Fungsi Upah dan
Penawaran Tenaga Kerja
Berikut ini akan dikemukakan beberapa hasil studi empiris yang pernah
dilakukan baik di Indonesia maupun di luar negeri yang menggunakan model
yang relatif sama dengan penelitian ini. Secara berturut-turut akan
dikemukakan melalui dari hasil studi tentang kinerja tenaga kerja dan kaitannya
dengan variabel-variabel sebagai faktor determinasi dari kenerja. Kemudian
akan disusul pemaparan hasil-hasil penelitian tentang fungsi upah dan
penawaran retenaga kerja.
a. Kinerja Individu
Seperti yang telah dikemukakan secara teoretis di atas, bahwa faktor
yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan
faktor motivasi (motivation). Motivasi berbentuk dari sikap (uttitude) dalam
menghadapi situasi (sitution) kerja. Motivasi kerja dapat terbentuk dengan
adanya peluang karir yang jelas, rasa stres yang rendah sehingga menciptakan
kepuasan kerja dan komitmen organisasional yang tinggi. Beban kerja yang
tinggi cenderung akan menurunkan motivasi kerja dan pada akhirnya akan
berdampak negatif terhadap kinerja individu.
Temuan Bhagat (Haerani, 2003) mengemukakan bahwa individu
dengan tingkat kompetensi yang berbeda memberi respon yang berbeda pula
terhadap suatu hal. Misalnya stres yang tinggi karena beban kerja yang tinggi
akan memberi kepuasan kerja yang tinggi pula bagi individu yang memiliki
kompetensi tinggi tinggi. Sebaliknya, pada individu dengan tingkat kompetensi
yang rendah, akan merasan kepuasan kerja yang rendah ketika stres yang
dialaminya tinggi. Hal ini memberi indikasi, bahwa bagi pekerja yang memiliki
kompetensi tinggi beban kerja yang tinggi akan memiliki kinerja yang relatif
tinggi dibanding dengan pekerja yang memiki kompetensi rendah. Dengan kata
lain beban kerja dapat berpengaruh positif atau negatif terhadap kinerja
individu, tergantung tingkat kompetensi yang dimiliki seseorang.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Zulkifli (1996) diperoleh
informasi bahwa pemberian gaji dan peluang promosi secara simultan
21
mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja buruh. Lebih jauh
ditemukan bahwa secara persialpemberian gaji dan peluang promosi memiliki
pengaruh yang cukup berat terhadap kinerja buruh pemetik teh.
Baik penelitian yang dilakukan oleh Howard(1996) menemukan bahwa
pekerja yang mempersepsiksn bahwa dirinya masih memiliki peluang karir
akan merasakan kepuasan kerja yang tinggi.penelitian lainnya dilakukan oleh
inverson (1994) berhasil membuktikan adanya pengaruh komitmen
organisasional terhadap kepuasan kerja karyawan.
Kembali pada hasil penelitian Haerani (2003), menemukan bahwa
komitmen organisasional berpengaruh positif dan signifikan secara langsung
terhadap kinerja karyawan. Dengan kata lain semakin kuat komitmen
organisasional seseorang akan mendorong seseorang untuk meningkatkan
kinerjanya. Namun, pengaruh komitmen organisasional terhadap kinerja
karyawan melalui kepuasan kerja nampakberpengaruh negatif dan juga
signifikan.
Temuan lain Djawahir (2002) dan Davidhizar (1996), menyatakan bahwa
karyawan yang memiliki lomitmen tinggi terhadap organisasinya akan
cenderung berkinerja melampaui batas kinerja yang diisyaratkan, sebab
komitmen orgsnisasional akan memberi kekuatan emosional yanglebih besar
serta rasa bahagia melaksanakan pekerjaannya sehingga kinerja. Pada
individu yang memiliki kompetensi tinggi, pengruh bebn kerja terhadap kinerja
censderung berhubungan positif. Sebaliknya pada individu yang memiliki
kompetensi rendah,maka pengaruh beban kerja terhadap kinerja cenderung
berhubungan negatif.
b. Upah/Penghasilan
Belzil (2000) menggunakan data The Data Base for Market Research
(The IDA Date Set, 1981) dengan jumlah sample 2 993, menemukan bahwa
pengalamn kerja (experience) dan pendidikan (education attaiment)tenaga
kerja berpengaruh poositif dan signifikan terhadap tingkat baik pada laki-laki
maupun pada perempuan. Namun untuk variabelpengalamn kerja nampak,
bahwa pada tingkat pengalaman kerja tertentu pengaruh pengalaman kerja
22
terhadap upah (penghasilan) menjadi negative. Hal ini mengindikasikan bahwa
pada usia tertentu semakin tinggi usia seseorang semakin rendah tingkat
produktivitasnya. Ditemukan pula, bahwa produktivitas marginal laki-laki relatif
lebih tinggi dibandingkan perempuan, baik melalui pengalaman kerja maupun
melalui pendidikan.
Hal yang sama juga ditemukan oleh Wheeler(2001) menggunakan data :
The Counties and Metropolitan Area of The United State, 1990 dengan total
sample 312 625. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan dan
pengalaman kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat upah
pada pekerja yang bermukim di daerah pusat perkotaan Amerika Serikat. Juga
menemukan bahwa pada awalnya pengalaman kerja berpengaruh positif
terhadap tingkat upah, tetapi pada kondisi tertentu pangalaman kerja justru
berpengaruh negatif (esperince squared, negative) terhadap tingkat upah
(hourly wage).
Kemudian Wals (1999) menemukan bahwa tingkat pendidikan
berpengaruh positif terhadap tingkat upah. Ada perbedaan yang menarik
antara tingkat pendidikan dengan pengalaman kerja (keduanya variabel human
kapital) dalam penelitian ini. Kalau pengalaman kerja pada awalnya
berpengaruh positif dan kemudian pada suatu saat tertentu akan berpengaruh
negatif (experience squared, negatif) terhadap upah (pendapatan), maka untuk
variabel pendidikan tidak demikian halnya dimana tingkat pendidikan selalu
berpengaruh positif terhadap pendapatan (education squared, positif).
Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 11 147 dari sebuah survei, yakni
current PopulationSurvy (CPS), 1988.
Berbeda dengan hasil penelitian yang ditemukan oleh Belzil (2000) dan
Wheeler (2001) menemukan bahwa pada tingkat pendidikan menengah
kebawah (High scool or Less) pengalaman kerja berpengaruh negatif terhadap
tingkat upah, sementara pada tingkat pendidikan tinggi kke atas (college or
more) justru berpengaruh positif terhadap tingkat upah. Penelitian ini
menggunakan data Metropolitan Statistical Areas (MSAs), 1980-1990, U.S.
wage
23
Addison (1998) menggunakan data Current Population Survey (CPS),
1984 menemukan cenderungan bahwa pada umur muda (15-35) terjadi
kenaikan upah/pendapatan searah dengan kenaikan umur, tetapi setelah
mencapai umur (36-65) tahun upah/pendapatan relative mengalami penurunan
seirama kenaikan umur pekerja. Kemudian dalampenelitian ini juga
menemukan, bahwa tenaga kerja yang tidak memiliki keterampilan (unskilled)
mempunyai tungkat upah/pendapatan (-0,060 %) relatif lebih rendah daripada
pekerja yang memiliki keterampilan tertentu.
Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Hellerstain (1999)
menggunakan data Census of population U.S. tentang pekerja, 1990
menemukan bahwa ada perbedaan upah dan pendapatan (wage and salaries)
antara pekerja yang berumur masing-masing (35-54) tahun dan yang berumur
55 tahun ke atas terhadap pekeja yang berusia lebih muda (15-34) tahun.
Nampak bahwa semakin tinggi umur semakin tinggi pendapatan kerja, namun
pada umur tua 55 thun ke atas pendapatan mulai menurun sedikit lebih rendah
dari pekerja yang berumur (35-54) tahun tetapi masih lebih tinggi daripada
pekerja yang berumur (15-34) tahun. Variabel umur dalam penelitian ini
merupakan proxi dari variabelpengalaman kerja (experince), sebab data
sensus tersebut tidak tersedia data pengalaman kerja.
Bloeman (2001), menggunaka data : the Socio-Economic Panel, (SEP,
1987-1990) Netherland, menemukan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan,
maka semakin tinggi tingkat upah yang diingingkan (reservation-wage) baik
untuk kepala rumah tangga maupun pasangannya (suami atau istri).
c. Penawaran Tenaga Kerja
Telah dikemukakan dengan teoretis, bahwa penawaran tenaga kerja
individu mengikuti pola backward bending supply, yaitu pola hubungan antara
jam kerja dengan upah pada awalnya hubungannya positif, kemudian setelah
mencapai titik ekstrim (titik balik maksimum) hubungan tersebut berubah
menjadi negatif. Artinya, pada awalnya semakin tinggi upah cenderung
semakin tinggi jam kerja, kemudian setelah mencapai titik balik, maka semakin
tinggi upah cenderung semakin rendah jam kerja. Namun dalam dunia empiris,
24
kadang-kadang terjadi keadaan sebaliknya, yaitu hubungan antara upah
dengan jam kerja pada awalnya justru mempunyai hubungan negatif dan
setelah mencapai (titik balik minimum)berubah menjadi positif (forward bending
supply curve).
Selanjutnya, Nurland (1993) dalam penelitian penggunaan waktu luang
wanita (isteri) yang bekerja pada rumah tangga nelayan di Sulawesi Selatan
menemukan, bahwa penggunaan waktu luang untuk bekerja dipengaruhi oleh
tingkat upah, jumlah anggota keluarga yang bekerja, pendapatan suami, anak
laki-laki dan perempuan dan jumlah tanggungan keluarga.
Kemudian Madris (1998) memperkuat penelitian Nurland (1993),
menemukan bahwa tingkat ketergantungan (dependency ratio) mempunyai
pengaruh positif dan signifikan terhadap alokasi jam kerja di Sulawesi Selatan.
3. Kerangka Konseptual
Di era semakin tingginya persaingan di pasar kerja, dimana semakin
dibutuhkannya tenaga kerja yang memiliki pengetahuan (knowledge) dan
keterampilan (skill) yang tinggi, sehingga pendidikan tinggi dan pelatihan
menjadi sangat signifikan untuk lebih berkembang.
Di sisi lain, dengan meningkatnya jumlah penduduk usia sekolah/kuliah
akan mendorong permintaan di bidang pendidikan dan pelatihan, sehingga
mendorong pihak investor (pemerintah dan swasta) untuk melakukan investasi
di bidang tersebut (Ahmed, 1989).
Bertolak dari fenomena tersebut di atas, secara teoretis memungkinkan
terciptanya perluasn kesempatan kerja di sektor tersebut sehingga dalam
model penawaran tenaga kerja edukatif diasumsikan bahwa permintaan tenaga
kerja di luar pekerjaan pokok sebagai tugas PNS relatif cukup tersedia,
terutama bagi dosen yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang cukup,
seperti mereka yang berpendidikan magister ke atas dan memiliki
pangkat/golongan fungsional lektor ke atas. Asumsi ketersediaan lapngan kerja
dosen di luar pekerjaan utama (pekerjaan tambahan) tersebut antara lain
disebabkan berkembangnya dunia pendidikan tinggidi Sulawesi Tengah baik
25
yang dikelola swasta maupun negeri (Tabel 2), belum termasuk pekerjaan lain,
seperti meneliti dan pengabdian pada masyarakat.
Hasil penelitian Bhagat (Haerani, 2003) dapat di tarik kesimpulan bahwa
pada individu yang memiliki kompetensirendah, pengaruh beban kerja
terhadap kinerja cenderung berhubungan negatif. Tetapi, sebaliknya pada
individu yang memiliki kompetensi tinggi, maka pengaruh beban kerja terhadap
kinerja cenderung berhubungan positif.
Oleh karena dosen merupakan tenaga profesional di bidangnya maka
diasumsikan memiliki kompetensiyang cukup tinggi (memiliki tingkat pendidikan
magister ke atas dengan pangkat terendahgolongan lllc), sehingga pengaruh
beban kerja terhadap kinerja adalah positif. Di sisi lain, oleh karena tugas dan
tanggung jawab dosen sebagai PNS merupakan bentuk pelayanan publik
(public service), maka beban kerja pokok akan berdampak positif terhadap
produktivitas (prestasi) kerja, sehingga beban kerja pokok akan berdampak
positif terhadap kinerja dosen. Hal tersebut direkomendir oleh Kepmen
Koordinator Bidang Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur
negara, Nomor : 38/Kep/MK.WASPAN/8/1999; tentang Rincian Kegiatan
Dosen dan Angka Kreditnya dan Kepmen Pemberdayaan Aparatur negara,
Nomor : Kep/25/M.PAN/2/2004; tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks
Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah.
Kemudian perubahan gaji/tunjangan fungsional dosen sebagai PNS
berimplikasi pada perubahan alokasi waktu luang dan leisure time ke working
time diluar pekerjaan utam sebagai PNS. Gaji/tunjangan fungsional dosen
akan berpengaruh negatif terhadap penawaran tenaga kerja (jam kerja
tambahan), sebab gaj/tunjangan fungsional dosen dianggap sebagai non labor
income jika jam kerja tambahan (jam kerja diluar tugas sebagai PNS. Dalam
Mc. Connell (1986) mengatakan bahwa semakin tinggi pendapatan akan
berpengaruh negatif terhadap jam kerja, asumsi tingkat upah tetap. Untuk lebih
jelasnya kerangka konsepsional dapat dilihat pada skema kerangka pikir
gambar 1.
26
Kerangka pikir
Model struktural : Kinerja dosen, fungsi upah dan
Penawaran tenaga kerja Edukatif
27
G. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pikir di atas, maka dirumuskan hipotesis sebagai
berikut :
1. Model Kinerja Tenaga edukatif (dosen)
a. Beban kerja pokok mempunyai pengaruh negatif terhadap retensi kerja
dan kesempatan menempuh pendidikan lanjutan, tetapi berpengaruh
positif terhadap kinerja dosen
b. Gaji/tunjangan fungsional mempunyai pengaruh positif terhadap retensi
kerja, kesempatan menempuh pendidikan lanjutan dan kinerja dosen.
c. Retensi kerja mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja dosen.
d. Kesempatan menempuh pendidikan lanjutan mempunyai pengaruh
positif terhadap kinerja dosen.
2. Model Fungsi Upah Tambahan (Penghasilan)
a. Retensi kerja berpengaruh positif terhadap upah kerja tambahan.
b. Kesempatan menempuh pendidikan lanjutan berpengaruh positif
terhadap upah kerja tambahan.
c. Kinerja dosen berpengaruh positif terhadap upah kerja tambahan
3. Model fungsi penawaran tenaga kerja Edukatif
a. Beban kerja pokok mempunyai pengaruh negatif terhadap jam kerja
tambahan.
b. Gaji/Tunjangan fungsional dosen mempunyai pengaruh negatif terhadap
jam kerja tambahan.
c. Retensi kerja mempunyai pengaruh positigf terhadap jam kerja
tambahan.
28
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Berdasarkan permsalahan penelitian yang dikemukakan sebelumnya,
maka penelitian ini bersifat eksplanatif (eksplanatory research), yakni berusaha
menjelaskan hubungan kausalitas (causality relationship) antara variabel
karakteristik individu dosen model kinerja dosen, model fungsi upah dan
penawaran tenaga kerja edukatif pada PTN.
Pengambilan data dilakukan dengan metode survei, yakni dengan
memilih sampel secara proporsional di antara populasi yang ada berdasarkan
karakteristik pendidikan, dan pengalaman kerja (golongan/kepangkatan dosen,
Data hasil survei tersebut, merupakan data cross section, yakni sekumpulan
data yang diperoleh dari penelitian pada satu titik waktu, dimana data
bervariasi menurut karakteristik responden bukan berdasarkan runtut waktu
(time series).
Unit analisis dalam penelitian ini adalah tenaga edukatif (dosen) yang
berpendidikan lanjutan Magister ke atas dan memiliki pengalaman kerja
dengan pangkat terakhir lektor ke atas serta mengabdi pada PTN sebagi
pekerjaan utama. Hal ini menjadi hal terpenting, mengigat penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui, bagaimana kinerja dosen, pemberian gaji atau
honor pada pekerjaan tambahan dan penggunaan waktu luang (leisure time)
pada pekerjaan tambahan, baik pada PTN sendiri maupun pada lembaga
lainnya.
Diasumsikan bahwa dari sisi permintaan pasar kerja dan kompetensi
kerja, dosen yang berpendidikan lanjutan S2 ke atas dan berpangkat lektor ke
atas memiliki kesempatan dan kompetensi yang cukup. Agar penelitian ini
memenuhi tujuan penelitian yang diharapkan, maka kriteria di atas menjadi hal
yang sangat penting dalam penarikan sampel.
29
B.Lokasi dan Subyek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kota Palu dua Perguruan Tinggi Negri,
yakni Universitas Tadulako (Untad) dan Sekolah Tinggi Agama Islam Negri
(STAIN), karena beberapa pertimbangan :
a. Universitas Negri di Sulawesi Tengah hanya terdapat di kota palu,
yakni Untad, dan STAIN
b. Untad dan STAIN meskipun keduanya sebagai universitas negeri,
tetapi masing-masing universitas mempunyai visi dan misi yang
relatif berbeda yang satu menitik beratkan pengembangan ilmu
pengetahuan semata, yang lain di samping pengembangan ilmu
pengetahuan juga membina dan menghasilkan sarjana kependidikan
Agama. Oleh karena itu, kedua universitas ini dianggap cukup
representatif mewakili universitas lain di Palu.
C. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah :
(1) Dosen yang berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang
ditempatkan pada Universitas Negeri di Sulawesi Tengah, yakni
Universitas Tadulako dan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri . Kedua
universitas negeri tersebut berdomisili di palu.
(2) Dosen yang memiliki tingkat pendidikan lanjutan pormal minimal
berijasah S2 ke atas.
(3) Dosen yang memili pangkat/golongan fungsional minimal Lektor (IIIc)
dan maksimal pangkat Guru IVd) yang belum diperpanjang retensi
kerjanya.
Alasan penentuan populasi penelitian berdasarkan ketiga karakteristik di
atas adalah dengan pertimbangan sebagai berikut :
(1) Dosen yang memiki ketiga karakter tersebut memiki peluang untuk
memilih (choise) apakah dia mau bekerja atau tidak diluar tugas pokok
sebagai PNS.
30
(2) Disamping itu, juga memiliki peluang untuk menentukan berapa jam
kerja yang akan digunakan untuk bekerja di luar pekerjaan utama
sebagai PNS. Oleh karena itu populasi tersebut diasumsikan
mmempunyai permintaan pada pasar kerja (kesempatn kerja di luar
pekerjaan utama sebagai PNS) yang reltif tersedia (unlimited) pada
tingkat upah yang bervariasi.
(3) Dosen tersebut akan senantiasa meningkatkan kinerjanya hingga dapat
mencapai pangkat dan golongan tertinggi sebagai tenaga fungsional
(tenaga edukatif) yakni Guru Besar/golongan IVe.
Berdasakan data sekunder pada tahun 2007, jumlah dosen negeri yang
ada di Untad dan STAIN sebnyak 1204 orang diambil sampel 10 % dari
populasi = 120 orang responden.
D. Definisi operasional
Untuk analisis deskriptif dan infrensial, variabel-variabel yang digunakan
adalah sebagai berikut :
1. Jenis Kelamin
Variabel jenis kelamin, terdiri atas 2 (dua) kategori, yakni;
a. Laki-laki
b. Perempuan
Variabel kategori ini, digunakan untuk analisis deskriptif.
2. Umur
Variabel umur diukur mulai saat lahir sampai saat survei dilakukan (satuan
tahun).
3. Pendidikan Lanjutan
Variabel ini digunakan untuk mengukur kesempatan menempuh pendidikan
lanjutan yakni S2, S2 plus dan S3. Untuk keperluan analisis SEM
menggunakan data numerik, yakni lama menempuh pendidikan lanjutan
formal (tahun sekolah) hingga tamat S2, tamat S2 plus dan S3
31
4. Beban kerja pokok pokok
Beban kerja pokok-pokok yakni jumlah satuan kredit semester (SKS) yang
ditugaskan kepada dosen sebagai tugas pokok (wajib) pada semester berjalan
yang diproksi menjadi jam kerja pokok per minggu. Konversi 1 SKS setara
dengan 3 x 45 menit jam kerja normal, yakni masing-masing 45 menit pertama
memperiapkan bahan ajar, 45 menit berikutnya tatap muka di kelas dan 45
menit terakhir memeriksa/mengevaluasi hasil belajar mahasiswa, sehingga 1
SKS setara dengan 135 menit atau 2,25 jam kerja.
5. Retensi Kerja
Variabel retensi kerja diukur melalui sejak terbit Sk sebagai dosen (PNS)
sampai saat survei dilakukan (satuan bulan).
6.Tanggungan Keluarga
Variabel tanggungan keluarga diukur dengan jumlah tanggungan keluarga
yang dibiayai secara ekonomu dalam satu satuan kelurga (termasuk diriny),
baik anggota keluarga yang tinggal serumah maupun yang tinggal di tempat
lain (satuan orang).
7. Pangkat/Golongan
Variabel golongan/kepangkatan, terdiri atas golongan IIIc-Ivd.
8. Fakultas
Variabel Golongan/kepangkatan, terdiri atas 2 (dua) kategori, yakni :
Kolompok ilmu-ilmu eksakta dan kelompok ilmu-ilmu non eksakta
9. Peluang Karir
Yakni kemungkinan promosi di kemudian hari yang dirasakan oleh tenaga
edukatif (dosen). Variabel ini diukur dengan lima indikator, yakni :
(1) Kesempatan meningkatkan karir sebagai dosen
(2) Informasi tentang perencanaan peluang karir
(3) Posisi pekerjaan untuk pengembangan karir
(4) Promosi secara berkala/tidak berkala
(5) Prospek promosi pengembangan karir
Kelima indikator ini diukur dengan self-report (menilai diri sendiri).
32
10. Stres
Yakni reaksi emosional yang bersifat negatif terhadap masalah-masalah
yang berhubungan dengan pekerjaan. Stres juga diukur dengan self-report
dengan memodifikasi indikator-indikator stres oleh Andrews (2001) dan Rebele
(1990), menjadi sembilan indikator sebagai berikut :
(1) Kesehatan terganggu pekerjaan dosen
(2) Suasana tegang dalam melaksanakan tugas dosen
(3) Suasana cemas atas hasil pekerjaan sebagai dosen
(4) Suasana gelisah yang berhubungan dengan pekerjaan sebagai dosen
(5) Kurang percaya diri ketika melaksanakan tugas sebagai dosen
(6) Kurang puas dalanm proses belajar mengajar
(7) Tugas dosen terasa banyak menyita waktu dan pikiran
(8) Khawatir atas sejumlah beban kerja pokok dosen yang diharapkan
selesai
(9) Perasaan santai bagi kehidupan pribadi sebagai dosen.
11. Komitmen Organisasional
Ialah identifikasi rasa loyalitas terhadap organisasi atau unit organisasi.
Komitmen organisasi di ukur dengn memodifikasi indikator-indikator komitmen
organisasional yang telh di kembangkan oleh Barlett, (2001) dan Ketcham
(1998) menjadi empat belas indikator sebagai berikut :
(1) Keinginan untuk menjdikan universitas (fakultas, jurusan, program
studi dan unut kerja lainya) ini lebih besar
(2) Masalah Universitas ini (PTN) adalah masalah pribadi juga.
(3) rasa bangga membicarakan tentang Univesitas ini kepada orang lain
(4) Rasa lebih senang menggunakan waktu untuk berkarir di Universitas
Ini
(5) Rasa peuli dengan masa depan Universitas
(6) Merasa Universitas ini adalah terbaik daripada tempat mengajar lain
atau tempat bekerja lain yang pernah di tempati.
(7) Merasa, bawa saya adalah bagian dari keluarga besar universitas ini
(8) Merasa sia-sia jika ikut meningkatkan universitas ini, tetapi
33
meninggalkanya kemudian
(9) Semakin banyak kegagalan dalam kehidupan saya, jika saya
memutuskan untuk meninggalkan universitas ini.
(10) Meninggalkan universits ini dalam waktu dekat akan lebih banyak
memerlukan biaya.
(11) Merasa tidak khawatir jika meninggalkan universitas ini, meskipun
belum memiliki alternatif pekerjaan lain.
(12) Merasa bersalah jika harus meninggalkan unuversitas ini sekarang
(13) Merasa berutang budi pada universits ini
(14) Merasa memiliki pilihan yang lebih sedikit untuk meninggalkan
universitas ini.
12. Variabel Kepuasan Kerja
Yakni rasa senang atau tidak senang yang dirasakan oleh dosen sebagai
hasil evaluasinya terhadap aspek-aspek yang diterima dari pekerjaan maupun
universitasnya (organisasinya). Variabel kepuasan kerja ini diukur dengan
mmemodufikasi indikator-indikator epuasan kerja menggunakan yang
dikembangkan oleh Weiss et. Al (Schriesshein, 1993) menjadi tig belas
indikator sebagai berikut :
(1) Kerjasama di antara rekan memuaskan
(2) Rasa tidak puas dengan gaji yang ada dibandingkan dengan
pekerjaan yang ada.
(3) Rasa puas atas kemandirian dalam pekerjaan sebagai dosen
(4) Rasa puas, karena dapat menggunakan metode saya sendiri dalam
mengajar/membina, meneliti danpengabdian lainnya.
(5) Rasa puas, dengan kondisi lingkungan kerja yang ada.
(6) Rasa tidak puas dari hasil evaluasi sendiri atas pelayanan dan
pengajaran yang diberikan kepada mahasiswa.
(7) Rasa puas, karena melaksanakan tugas/pekerjaan sebagai dosen
yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut.
(8) Rasa puas penilaian/penghargaan baik dari unuversitas, maupun
dari mahasiswa karena dapat melaksanakan tugas dengan baik.
34
(9) Rasa puas atas kebijakan-kebijakan universitas yang ada yang terkait
dengan tugas sebagai dosen.
(10) Rasa memiliki kesempatan yang lebih luas untuk mengikuti program
pendidikan lanjutanformal pengembangan karir.
(11) Rasa puas, dengan cara pimpinan menangani dan menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi dosen.
(12) Rasa puas terhadap kemampuan menyelesaikan masalah.
(13) Rasa puas terhadap tugas yang dibebankan oleh universitas
(unit kerja).
Untuk mengukur masing-masing indikator di atas, maka di antara
indikator variabel peluang karir, stres. Komitmen organisasional, dan kepuasan
kerja dosen diberi nilai masing-masing 5 (lima) kategori secara ordinal, yakni :
(1) sangat tidak setuju, (2) tidak setuju, (3) agak setuju, (4) setuju, (5) sangat
setuju dengan pernyataan yang ada. Diantara lima pilihan tersebut diharapkan
akan dilakukan secara jujur oleh reponden untuk menilai diri sendiri (self
report).
13. Kinerja dosen
Adalah hasil pelaksanaan kerja dosen, yakni diukur berdasarkan unsur-
unsur yang dinilai dalam kenaikan golongan kepangkatan fungsional dosen
sebagai tenaga edukatif, seperti yang diatur dalam Kepmen Koordinator
Bidang Pengawasan Pembangunan dan Pemberdayaan Aparatur Negara
38/Kep/MK. Waspan/8/1999). Dengan demikian, maka indikator kinerja dosen
yang digunakan sebanyak 20 item sebagai berikut :
(1) Melaksanakan perkuliahan/tutorial dan membimbing, menguji serta
Menyelenggarakan pendidikan lanjutan di laboratorium, praktek keguruan,
bengkel/studio/kebun percobaan/teknologi pengajaran dan praktek lapangan.
(2) Membimbing seminar mahasiswa
(3) Membimbing Kuliah Kerja Nyata, Praktek kerja lapangan
(4) Membimbing dan ikut membimbing dalam menghasilkan disertasi,tesis,
skripsi dan laporan akhir studi
(5) Bertugas sebagai penguji pada ujian akhir
35
(6) Membina kegiatan mahasiswa dibidang akademik dan kemahasiswaan
(7) Mengembangkan program kuliah
(8) Mengembangkan bahan pengajaran
(9) Menyampaikan orasi ilmiah
(10) Menduduki jabatan pimpinan pergruan tinggi
(11) Menerjemahkan/menyadur buku ilmiah
(12) Mengedit/menyunting karya ilmiah
(13) Membuat rancangan dan kary teknologi yng dipatenkan
(14) Melaksanakan pengembangan hasil pendidikan,dan penelitianyang
dapat dimanfaatkan oleh masyarakat
(15) Memberi latihan/penyuluhan/penataran/ceramah pada masyarakat
(16) Mebuat/menulis karya pengabdian pada masyarakat yang tidak
dipublikasi
(17) Menjadi anggota dalam suatu panitia/badan pada perguruan tinggi
(18) Menjadi anggota panitia/badan pada lembaga pemerintah
(19) Berperan aktif dalam pertemuan ilmiah
(20) Menulis buku ilmiah yang diterbitkan dan diedarkan secara Nasional.
Kedua puluh indikator kinerja dosen tersebut menggunakan skala
rasio dengan ukuran tertimbang (weighted).
14. Gaji/Tunjangan fungsional
Gaji/tunjangan fungsional adalah gaji pokok tambah tunjangan fungsioal
dosen dalam jabatan fungsional yang diterima setiap bulan.
15. Upah Kerja Tambahan
Upah Kerja tambahan adalah penghasilan tambahan dosen diluar
pekerjaan pokok sebagai PNS yang diterima secara rata-rata perjam kerja.
36
H. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen yang digunakan dalam mengumpulkan data pada rencana penelitian
ini adalah pertanyaan terstruktur yang diadopsi dari berbagai penelitian
sebelumnya dan dianggap telah teruji kesahihannya. Untuk mendapat jawaban
responden menyangkut masalah identitas, alokasi jam kerja, penghasilan, dan
aspek-aspek lain digunakan daftar pertanyaan berstruktur (kuesioner) yang
bersifat tertutup dan semi tertutup.
I. Model dan Teknik Analisis
Untuk analisis deskreptif dan inferensial dengan menggunakan program
EXEL dan SPSS ( Statistical Package for social Science). Model penawaran
tenaga kerja edukatif digunakan model kinerja, fungsi upak kerja tambahan
dengan menggunakan analisis SEM (Struktural Equation Model). Analisis SEM
terdiri atas meusurement dan structural model melalui program AMOS
(Analysis of moment structure). Sedangkan program SPSS digunakan untuk
menganalisis model pola penawaran tenaga edukatif khusus untuk model
backward bending supply curve.
Dalam proposal ini ada duametode yang digunakan untuk menganalisis
data berdasarkan tujuan penelitian :
1. Analisis Deskreptif
2. Analisis Model Struktural
Berdasarkan Moel struktural pada kerangka pikir yang telah dikemukakan pada
gambar 1 maka dapat dibentuk persamaan fungsional dalam model simultan
dengan reduced form sebagai berikut :
(1). Y5 = f ( Y1, Y2, Y3, Y4 ; X1, X2 ) (1)
(2). Y4 = f ( Y1, Y2, Y3, )
(3). Y3 = f ( Y1, Y2, ; X1, X2 )
(4). Y2 = f ( X1, X2 )
(5) Y1 = f ( X1, X2 )
Dimana ;
X1 = Beban kerja pokok diukur dengan jam kerjaperminggu
X2 = gaji/tunjangan fungsional dosen sebagai PNS perbulan
37
Y1 = retensi kerja diukur dengan retensi kerja sebagai PNS perbulan
Y2 = Pendidikan lanjutan adalah kesempatan menempuh pendidikan lanjutan
diukur dengan lama masa studi
Y3= kinerja dosen diukur dengan total satuan kredit kenaikan
pangkat/golongan dosen dalam satu tahun terakhir.
Y4 = Upah kerja tambahan perjam kerja
Y5 = jam kerja tambahan perminggu.
Berdasarkan model fungsional diatas, maka dibentuk persamaan regresi
sebagai berikut :
(1). Y5 = αo + α1Y1 + α2 Y2 + α3 Y3 + α4 Y4 + α5 X1 + α6 X2 +µ1 (2)
(2) Y4 = βo + β1Y1 + β2 Y2 + β3 Y3 + µ2
(3) Y3 = γo + γ1Y1 + γ2 Y2 + γ3 X1 + γ4 X2 +µ3
(4). Y2 = λo + λ1 X1 + λ2 X2 +µ4
(5). Y1 = θo + θ1 X1 + θ2 X2 +µ5
Berdasarkan reduced form tersebut di atas dapat dihitung ;
a. Model kinerja dosen baik pengaruh langsung maupun tidak langsung
b. Model fungsi upah
c. Model fungsi penawaran tenaga edukatif
d. Model backward bending supply curve
38
J. Jadwal Kegiatan
Kegiatan
Bulan ke-1 Bulan ke-2 Bulan ke-3 Ketera-ngan
I II III IV I II III IV I II III IV
1.Penyusunan Kuesioner2.Uji coba Kuesioner3. Pengurusan izin penelitian4.Penelitian lapang5. Edit data dan Tabulasi6. Analisis Data7. penyusunan laporan8. Seminar Hasil Penelitian9. Perbaikan Hasil penelitian
X
X
X
X X X XX X X X
X XX X X
X
X
39
K. RINCIAN BIAYA PENELITIAN
1. Honorarium1.1 Ketua Paneliti
(1 org x 3 bln x Rp 1.750.000,-) Rp 5.250..000,-1.2 Anggota Peneliti
(1 org x 3 bln x Rp 1.000.000,-) Rp 3.000.000, 1.3 Tenaga laboran
(1 org x 3 bln x Rp. 500.000,-) Rp. 1.500.000,- 1.4 Tenaga enumerator
4 orang untuk 120 kuesioner x Rp. 10.000,- Rp . 1.200.000,- 1.5 Tenaga edit dan Tabulasi data
4 orang x 3 minggu x Rp. 20.000 = Rp. 1.650.000,- Sub Total 1 Rp 12.600.000,-
2. Bahan Habis PakaiBahan dan ATK Rp 1.500.000,- Rp 1.500.000,-Sewa Komputer 3 bulan x Rp 500.000,- Rp 1.500.000,-Cartridge BC 03 2 pcs@ Rp 200.000,- Rp 400.000,-Removeable Disk 2 pcs Rp. 250.000,- Rp. 500.000,-Sub Total 2 Rp 3.900.000,-
3. PenelitsianPengumpulan DataTransportasi lokal 2 orang .(60 hari x 2 org x Rp 50.000,-) Rp 6.000.000,-Konsumsi 60 hari x 2 orang x rp. 20.000,- Rp 2.400.000,-Transportasi Palu-Jakarta 1 org pp.(seminar nasional) Rp. 3.000.000,-Sub Total 3 Rp 11.400.000,-
4. Biaya Lain-lainFoto copy proposal 5 exampler @ Rp 15.000,- Rp 75.000,-Penjilidan Prososal 5 exampler @ Rp 5000,- Rp 25.000,-Foto copy laporan akhir 10 exampler @ Rp 100.000 Rp 1.000.000,-Analisis dan Olah data Rp 3.000.000,-Seminar Hasil Penelitian 40 orang @ Rp 30.000,- Rp 1.200.000,-Dokumentasi Rp. 500.000,-Biaya administrasi dan surat menyurat Rp. 500.000,-Laporan Hasil penelitian Rp. 3.600.000,-Biaya non personal Rp. 4.200.000,-Sub Total 4 Rp14.100.000,-
Total Biaya 1+ 2 + 3 + 4 Rp 42.000.000,-
(Empat puluh dua juta rupiah)
40
Rekapitulasi Rencana Biaya Penelitian
1 Honorarium peneliti untuk 3 bulan Rp. 12.600.000,-
2 Bahan Habis Pakai Rp. 3.900.000,-
3 Biya Penelitian(perjalanan dan Konsumsi) Rp. 11.400.000,-
4 Biaya pengeluaran lain-lain Rp. 14.100.000,-
Total biaya Rp. 42.000.000,-
41
L. DAFTAR PUSTAKA
42