10
1. JUDUL PENELITIAN Pengaruh Energi Termal dan Mekanik terhadap Interaksi antar Bahan Aktif Farmasi (BAF) dan BAF-eksipien. 2. PENDAHULUAN 2.1 Latar Belakang Penelitian Polimorfisme merupakan kecenderungan suatu zat untuk berada pada beberapa struktur kristalin yang memiliki unit sel berbeda tetapi memiliki komposisi unsur yang sama dikenal sebagai polimorf atau modifikasi kristal. Berbeda dengan polimorf, pada fenomena pseudopolimorfisme atau lebih dikenal dengan solvatomorfisme, solvat memiliki komposisi unsur yang berbeda karena adanya inklusi satu atau beberapa molekul pelarut pada kisi kristal. Dalam cakupan yang lebih sempit solvat dinamakan hidrat jika molekul pelarut yang terinklusi adalah air. Hidrat banyak ditemukan pada bahan farmasi, baik bahan aktif maupun eksipien (Brittain, 2009). Diperkirakan sebanyak sepertiga bahan aktif farmasi dapat membentuk hidrat. Selain itu, menurut studi pada Cambridge Structural Database, sebanyak 29,9% dari 6608 bahan aktif farmasi yang berupa garam (pharmaceutical salts) dapat berada dalam bentuk hidrat (Tian et al., 2010). Polimorfisme atau solvatomorfisme dapat berpengaruh terhadap sifat fisik bahan aktif farmasi seperti titik leleh, kapasitas panas, konduktivitas, densitas, viskositas, kristalinitas, indeks bias, kelarutan, kecepatan disolusi, stabilitas, dan higroskopisitas. Transformasi polimorfik atau perubahan dari satu bentuk polimorf ke bentuk lainnya dapat terjadi selama proses penyimpanan produk obat atau pada proses pengembangan sediaan (Giron, 1995). Berbagai unit proses dalam pengembangan sediaan farmasi yang melibatkan energi termal atau mekanik seperti penggerusan (milling), granulasi basah, pengeringan, dan tabletasi dapat menyebabkan terjadinya berbagai transformasi yang berimplikasi pada perubahan sifat fisikokimia dan bioavailabilitas bahan aktif farmasi (Wang et al., 2011). Fenomena yang paling umum terjadi adalah transformasi polimorfik, penyerapan air (hidratasi), dan pelepasan air (dehidratasi)

Proposal Penelitian

Embed Size (px)

DESCRIPTION

1

Citation preview

  • 1. JUDUL PENELITIAN

    Pengaruh Energi Termal dan Mekanik terhadap Interaksi antar Bahan Aktif Farmasi

    (BAF) dan BAF-eksipien.

    2. PENDAHULUAN

    2.1 Latar Belakang Penelitian

    Polimorfisme merupakan kecenderungan suatu zat untuk berada pada beberapa

    struktur kristalin yang memiliki unit sel berbeda tetapi memiliki komposisi unsur

    yang sama dikenal sebagai polimorf atau modifikasi kristal. Berbeda dengan

    polimorf, pada fenomena pseudopolimorfisme atau lebih dikenal dengan

    solvatomorfisme, solvat memiliki komposisi unsur yang berbeda karena adanya

    inklusi satu atau beberapa molekul pelarut pada kisi kristal. Dalam cakupan yang

    lebih sempit solvat dinamakan hidrat jika molekul pelarut yang terinklusi adalah air.

    Hidrat banyak ditemukan pada bahan farmasi, baik bahan aktif maupun eksipien

    (Brittain, 2009). Diperkirakan sebanyak sepertiga bahan aktif farmasi dapat

    membentuk hidrat. Selain itu, menurut studi pada Cambridge Structural Database,

    sebanyak 29,9% dari 6608 bahan aktif farmasi yang berupa garam (pharmaceutical

    salts) dapat berada dalam bentuk hidrat (Tian et al., 2010). Polimorfisme atau

    solvatomorfisme dapat berpengaruh terhadap sifat fisik bahan aktif farmasi seperti

    titik leleh, kapasitas panas, konduktivitas, densitas, viskositas, kristalinitas, indeks

    bias, kelarutan, kecepatan disolusi, stabilitas, dan higroskopisitas. Transformasi

    polimorfik atau perubahan dari satu bentuk polimorf ke bentuk lainnya dapat terjadi

    selama proses penyimpanan produk obat atau pada proses pengembangan sediaan

    (Giron, 1995).

    Berbagai unit proses dalam pengembangan sediaan farmasi yang melibatkan energi

    termal atau mekanik seperti penggerusan (milling), granulasi basah, pengeringan,

    dan tabletasi dapat menyebabkan terjadinya berbagai transformasi yang

    berimplikasi pada perubahan sifat fisikokimia dan bioavailabilitas bahan aktif

    farmasi (Wang et al., 2011). Fenomena yang paling umum terjadi adalah

    transformasi polimorfik, penyerapan air (hidratasi), dan pelepasan air (dehidratasi)

  • dari suatu hidrat. Hidratasi atau dehidratasi bahan aktif farmasi dapat

    mempengaruhi kualitas produk obat. Bioavailabilitas obat dapat dipengaruhi

    dengan adanya perbedaan kelarutan dan kecepatan disolusi antara bentuk hidrat dan

    anhidrat (Tian et al., 2010). Kualitas produk akhir tidak memenuhi syarat mutu, efek

    samping yang merugikan pada obat kombinasi, hingga hilangnya kepercayaan

    dokter dan masyarakat terhadap obat generik, semuanya disebabkan karena

    ketidakpahaman ini. Protokol uji bahan baku farmasi hampir semuanya berbasis

    metode kimia, yang tentu saja tidak bisa mendeteksi perubahan ini. Sifat fisik dan

    perubahan BAF selama proses produksi berkontribusi besar pada safety

    (keamanan), quality (mutu), dan efficacy (khasiat), tiga persyaratan yang harus

    dipenuhi oleh sediaan farmasi. Kualitas produk akhir yang tidak memenuhi syarat

    mutu, efek samping yang merugikan pada obat kombinasi, hingga hilangnya

    kepercayaan dokter dan masyarakat terhadap obat generik, semuanya disebabkan

    karena perubahan sifat bahan baku. Oleh karena itu, karakterisasi fase padat, sifat

    fisikokimia, serta pengaruh energi termal dan mekanik terhadap bahan aktif farmasi,

    serta interaksi antar BAF dan BAF-eksipien merupakan tahap yang sangat penting

    dalam pengembangan sediaan.

    2.2 Tujuan Penelitian

    Tujuan penelitian ini adalah mengkarakterisasi sifat polimorfisme BAF dan

    eksipien farmasi. Tujuan berikutnya adalah mempelajari interaksi yang terjadi antar

    BAF dan BAF-eksipien farmasi karena pengaruh energi termal dan mekanik.

    3. TINJAUAN PUSTAKA

    3.1 Polimorfisme

    Berdasarkan struktur internalnya, suatu bahan atau zat dapat dibedakan menjadi

    kristalin dan amorf. Kristalin memiliki susunan unit sel yang menunjukkan

    keteraturan sedangkan amorf memiliki susunan yang tidak teratur. Polimorfisme

    merupakan kecenderungan suatu zat untuk berada pada beberapa struktur kristalin

    yang memiliki unit sel yang berbeda tetapi memiliki komposisi unsur yang sama.

    Unit sel merupakan bentuk tiga dimensi terkecil yang menyusun suatu kristal.

  • Perbedaan struktur kristal suatu polimorf terjadi karena perbedaan konformasi

    molekul, ikatan hidrogen, dan pengepakan molekular. Berbeda dengan polimorf,

    pada fenomena pseudopolimorfisme atau lebih dikenal dengan solvatomorfisme,

    solvat memiliki komposisi unsur yang berbeda karena adanya inklusi satu atau

    beberapa molekul pelarut pada kisi kristal. Dalam cakupan yang lebih sempit solvat

    dinamakan dengan hidrat jika molekul pelarutnya air (Brittain, 2009).

    Konsekuensi polimorfisme dari suatu bahan aktif farmasi adalah adanya perbedaan

    sifat atau karakteristik fisik seperti titik leleh, kapasitas panas, konduktivitas,

    densitas, viskositas, kristalinitas, indeks bias, kelarutan, kecepatan disolusi,

    stabilitas, dan higroskopisitas (Giron, 1995). Adanya polimorfisme juga

    mempengaruhi karakteristik spektroskopi seperti transisi elektronik, transisi

    vibrasional, dan transisi spin inti (Brittain, 2009).

    Gambar 1. Kurva energi bebas sebagai fungsi temperatur pada sistem

    enantiotropi (kiri) dan monotropik (kanan).Tt adalah titik atau suhu

    transformasi dan Tm adalah suhu lebur (Zhang et al., 2004).

    Berdasarkan aspek termodinamik, polimorfisme dapat dibedakan menjadi

    monotropik dan enantiotropik. Pada sistem monotropik, terdapat satu polimorf yang

    paling stabil secara termodinamik disepanjang temperatur di bawah suhu lebur.

    Bentuk atau modifikasi lain selain bentuk yang paling stabil memiliki titik leleh

    yang lebih rendah. Transformasi polimorfik menuju bentuk yang paling stabil pada

    sistem monotropik merupakan transformasi yang irreversibel. Pada sistem

  • enantiotropik, terdapat bentuk yang stabil di kondisi termodinamik tertentu. Setiap

    bentuk memiliki rentang temperatur kestabilan. Transformasi polimorfik pada

    sistem enantiotropik bersifat reversibel (Brittain, 2009). Aspek energi bebas dari

    sistem monotropik dan enantiotropik ditunjukkan oleh Gambar 1.

    Berbagai proses pembuatan produk obat yang melibatkan proses mekanik seperti

    milling dan kompresi serta pengaruh lingkungan seperti suhu dan kelembapan dapat

    menyebabkan terjadinya berbagai transformasi yang berimplikasi pada perubahan

    sifat fisik dari bahan aktif farmasi. Salah satu fenomena yang paling umum adalah

    penyerapan air (hidratasi) dan pelepasan air (dehidratasi) dari suatu hidrat (Giron,

    1995).

    3.2 Karakterisasi

    3.2.2 Mikroskop Polarisasi Hot Stage

    Mikroskop polarisasi memiliki prinsip kerja yang sama dengan mikroskop optik

    biasa. Mikroskop polarisasi memiliki dua bidang filter polarisasi dan meja yang

    dapat berputar. Polarisator merupakan filter polarisasi yang terletak di atas lensa

    objektif sedangkan analisator terletak di bawah meja berputar (Gambar 1.2).

    Gambar 1.2 Skema Mikroskop Polarisasi (Nichols et al., 2011)

  • Untuk dapat mengukur sifat optis suatu kristal, sampel perlu diamati pada berbagai

    sudut relatif terhadap arah vibrasi dari sinar yang terpolarisasi. Oleh karena itu,

    mikroskop polarisasi dilengkapi dengan memutar meja berputar (rotating stage).

    Mikroskop polarisasi hot stage merupakan mikroskop polarisasi yang terhubung

    dengan pemanas elektrik yang dapat memanaskan sampel untuk mengamati

    perubahan yang terjadi selama pemanasan seperti pelelehan sampel, transformasi

    polimorfik, dan rekristalisasi. Mikroskop polarisasi digunakan untuk mengukur

    sifat optis polimorf, mengamati aglomerasi kristal, distribusi ukuran partikel, kristal

    habit, kelarutan kristal pada berbagai pelarut, sublimasi, dan mesomorfisme

    (Nichols et al., 2011).

    3.2.3 Spektroskopi Raman

    Prinsip spektroskopi Raman adalah penyebaran inelastis (inelastic scattering) sinar

    monokromatik yang biasanya bersumber dari sinar laser. Penyebaran inelastis

    berarti bahwa frekuensi foton dari sinar monokromatik berubah saat berinteraksi

    dengan sampel. Foton dari sinar laser diabsorbsi dan diemisikan kembali oleh

    sampel. Frekuensi foton yang diemisikan lebih tinggi atau lebih rendah

    dibandingkan dengan frekuensi sumber sinar monokromatik, yang disebut dengan

    pergeseran Raman. Pergeseran ini memberikan informasi mengenai transisi

    vibrasional, transisional, serta transisi pada frekuensi rendah dari suatu molekul.

    Spektroskopi Raman dapat digunakan untuk analisis zat padat, cair, maupun gas.

    Pergeseran Raman terjadi berdasarkan deformasi molekular dalam medan listrik (E)

    yang bergantung pada polarisabilitas molekul (). Sumber sinar monokromatik atau

    sinar laser merupakan gelombang elektromagnetik dengan vektor listrik (E).

    Interaksi sinar laser dengan sampel akan menginduksi momen dipol (P) yang akan

    mendeformasi molekul. Deformasi ini terjadi periodik sehingga molekul akan

    bervibrasi dengan frekuensi yang khas (vm). Dengan kata lain, sinar laser

    monokromatik dengan frekuensi tertentu (v0) akan mengubah molekul menjadi

    suatu dipol yang berosilasi.

  • Karakterisasi molekul dengan spektroskopi Raman dilakukan berdasarkan frekuensi

    sinyal inelastis yang besarnya sama dengan v0 vm. Stokes scattering terjadi jika

    frekuensi sinar yang diabsorbsi molekul lebih besar dari frekuensi sinar yang

    diemisikan kembali oleh molekul (v0 - vm). Sedangkan anti Stokes scattering terjadi

    jika frekuensi sinar yang diabsorbsi molekul lebih besar dari frekuensi sinar yang

    diemisikan kembali oleh molekul (v0 + vm). Anti-Stokes scattering terjadi jika

    molekul mengabsorbsi sinar saat berada pada tingkat energi vibrasional yang lebih

    tinggi (Ozaki and ai, 2008).

    Gambar 1.3 Stokes dan Anti-Stokes scattering (Ozaki and ai, 2008)

    Spektroskopi Raman telah banyak digunakan untuk mengkarakterisasi suatu bahan

    farmasi, terutama pada aspek polimorfisme dan solvatomorfisme. Spektroskopi

    Raman dapat digunakan untuk melakukan kuantifikasi bentuk hidrat dan anhidrat

    pada sistem campuran serbuk karena sangat sensitif terhadap interaksi antarmolekul

    yang kuat pada sistem tersebut (Amado et al. 2007).

    3.2.4 Differential Scanning Calorimetry (DSC) dan Thermal Gravimetric

    Analysis (TGA)

    Metode analisis termal seperti Differential Scanning Calorimetry (DSC) dan

    Thermal Gravimetric Analysis (TGA) merupakan dua metode termal utama yang

    digunakan untuk mengkarakterisasi suatu polimorf. DSC digunakan untuk

    mempelajari perubahan termodinamika dari suatu bahan yang terjadi saat

  • pemanasan. DSC dapat mengidentifikasi terjadinya transisi polimorfik, pelelehan,

    dan desolvasi atau dehidratasi, yang ditunjukkan dengan puncak endotermik dan

    eksotermik pada termogram. Berbeda dengan DSC, TGA dapat memberikan

    informasi perubahan massa saat suatu bahan dipanaskan (Giron, 1995).

    DSC merupakan metode analisis yang melibatkan pengukuran aliran panas (heat

    flow) yaitu aliran energi termal yang diterima oleh sampel (endotermik) atau

    dilepaskan oleh sampel (eksotermik) sebagai fungsi dari waktu atau temperatur

    sistem. Instrumen DSC dengan desain double furnace memiliki dua pinggan yang

    identik masing-masing untuk sampel dan pembanding (reference). Kedua pinggan

    dipanaskan dengan laju pemanasan tertentu. Untuk menjaga laju pemanasan atau

    temperatur kedua sistem sama, pada saat terjadi proses endotermik seperti pelelehan

    dan dehidratasi, dibutuhkan aliran energi termal yang lebih tinggi pada sampel

    dibandingkan dengan pembanding. Sedangkan pada proses eksotermik seperti

    rekristalisasi, dibutuhkan aliran energi termal yang lebih rendah. Perbedaan antara

    aliran energi termal pada sampel dengan pembanding inilah yang diplot sebagai

    fungsi temperatur atau waktu menjadi termogram DSC (Saunders and Gabbott,

    2011).

    Berbeda dengan DSC, TGA mengukur perubahan bobot sampel selama pemanasan

    sebagai fungsi dari waktu atau temperatur. TGA merupakan metode termal yang

    banyak digunakan untuk menganalisis suatu solvat atau hidrat (Saunders and

    Gabbott, 2011).

    3.2.5 Powder X-Ray Diffraction (PXRD)

    Sinar-X merupakan spektrum gelombang elektromagnetik dengan panjang

    gelombang 1000-0,1 (Angstrom). Sinar-X dapat dihasilkan dengan memanaskan

    filamen (katoda) sebagai sumber elektron yang kemudian ditembakkan dengan

    tegangan 40-50 kV menuju anode yang biasanya berupa Cu, Mo, Cr, atau Ag. Sinar-

    X yang ditembakkan ke suatu kristal akan dihamburkan karena berinteraksi dengan

    elektron dalam atom dan terjadi inteferensi jika jarak antar pusat hamburan sama

    besarnya dengan panjang gelombang radiasi (Gilmore, 2011).

  • Sinar-X yang ditembakkan menuju suatu permukaan kristal dengan sudut tertentu

    sebagian akan dihamburkan oleh lapisan atom dipermukaan. Sinar yang tidak

    dihamburkan berpenetrasi ke lapisan atom kedua dan sebagian akan dihamburkan

    serta sebagian menembus lapisan atom ketiga dan seterusnya. Fenomena difraksi

    ini terjadi jika memenuhi Hukum Braggs, yaitu:

    = 2

    dengan n adalah bilangan bulat, adalah panjang gelombang sinar datang, dhkl

    adalah jarak antara bidang atau lapisan atom, dan hkl adalah sudut yang dibentuk

    antara sinar dengan bidang atau lapisan atom (Gambar 1.4).

    Gambar 1.4 Skema Difraksi X-ray (Gilmore, 2011).

    Pada metode PXRD, sinar-X monoromatik yang ditembakkan menuju serbuk

    sampel akan dihamburkan oleh sebagian serbuk yang memenuhi Hukum Braggs.

    Dengan melakukan analisis secara horizontal, akan dihasilkan pola difraksi satu

    dimensi. Pola difraksi atau difraktogram suatu senyawa merupakan fingerprint

    sehingga dapat digunakan untuk mengidentifikasi senyawa termasuk polimorf.

    Selain itu, metode ini dapat digunakan pada analisis kuantitatif suatu campuran

    (Gilmore, 2011).

    3.2.6 Scanning Electron Microscope (SEM)

    Scanning Electron Microscope (SEM) mampu menghasilkan karakteristik

    topografis suatu sampel. Elektron yang dipercepat oleh tegangan tinggi (0,1-30kV)

    dan difokuskan oleh condenser dan lensa objektif akan berinteraksi dengan sampel

    dan mengemisikan elektron dan sinar-X. Elektron dan sinar-X yang diemisikan

  • akan diterima oleh detektor dan dikonversikan menjadi gambar setelah memindai

    keseluruhan sampel. SEM memungkinkan perbesaran hingga 250.000x yang

    dilakukan dengan mengubah luas daerah yang dipindai (Nichols et al., 2011).

    Jika suatu solvat atau hidrat dianalisis dengan SEM, dapat terjadi desolvatasi atau

    dehidratasi karena kondisi vakum dari kompartemen sampel. Desolvatasi atau

    dehidratasi terjadi jika pelarut terikat secara lemah dalam kisi kristal (Nichols et al.,

    2011).

    4. METODOLOGI

    Pertama dilakukan karakterisasi bahan aktif dan eksipien dengan mikroskop

    polarisasi, DSC-TGA, spektroskopi Raman, PXRD, dan SEM. Profil termal

    diperoleh dari mikroskop polarisasi hot stage dan DSC-TGA. Spektrum Raman,

    PXRD, dan SEM memberikan informasi struktural serta morfologi bahan.

    Campuran fisik dari BAF-BAF dan BAF-eksripien dibuat dengan rasio molar

    tertentu, kemudian dikarakterisasi dengan mikroskop polarisasi, DSC-TGA,

    spektroskopi Raman, PXRD, dan SEM. Selanjutnya, campuran fisik tersebut diberi

    perlakukan termal dan mekanik. Perlakuan termal dilakukan dengan pemanasan

    dengan oven dengan DSC yang dihubungkan dengan PXRD dan spektroskopi

    Raman. Perlakuan mekanik dilakukan dengan milling campuran fisik. Sampel hasil

    perlakuan dikarakterisasi dengan mikroskop polarisasi, DSC-TGA, spektroskopi

    Raman, PXRD, dan SEM. Stabilitas fisik dan kimia dari campuran fisik dan

    campuran fisik yang telah diberi perlakuan diamati dan dikarakterisasi selama

    waktu tertentu. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan menggunakan

    software OriginLab serta software lain yang terkait.

    5. TIMELINE PELAKSANAAN

    Kegiatan

    Tahun ke-

    1 2 3

    Persiapan dan pengumpulan bahan baku

    Karakterisasi BAF dan eksipien

  • Penentuan Interaksi BAF-BAF

    Penentuan Interaksi BAF-eksipien

    6. DAFTAR PUSTAKA

    Amado, Ana M., M. M. Nolasco, P. J. A. Ribeiro-Claro, 2007, Probing

    Pseudopolymorphic Transitions in Pharmaceutical Solids using Raman

    Spectroscopy: Hydration and Dehydration of Theophylline, J. Pharm. Sci.,

    96(5), 13661379.

    Brittain, H. G., 2009, Theory and Principles of Polymorphic Systems, in:

    Polymorphism in Pharmaceutical Solids, H. G. Brittain (Ed.), Informa Healthcare

    USA Inc., New York, 1-21.

    Gilmore, C. J., 2011, X-Ray Diffraction, in: Solid State Characterization of

    Pharmaceuticals, R. A. Storey., I. Ymn, John Wiley & Sons Ltd., United

    Kingdom, 35-69.

    Giron, D., 1995, Thermal Analysis and Calorimetric Methods in the

    Characterisation of Polymorphs and Solvates, Thermochimica Acta, 248, 1-59.

    Nichols, G., S. Luk, C. Roberts, 2011, Microscopy, in: Solid State

    Characterization of Pharmaceuticals, R. A. Storey., I. Ymn, John Wiley & Sons

    Ltd., United Kingdom, 287-346.

    Ozaki, Yukihiro, S. ai, 2008, Introduction to Raman Spectroscopy, in:

    Pharmaceutical Application of Raman Spectroscopy, S. ai (Ed.), John Wiley

    & Sons Inc., New Jersey, 1-28.

    Saunders, Mark, P. Gabbott, 2011, Thermal Analysis Conventional

    Techniques, in: Solid State Characterization of Pharmaceuticals, R. A. Storey.,

    I. Ymn, John Wiley & Sons Ltd., United Kingdom, 135-184.

    Tian, Fang, H. Qu, A. Zimmermann, T. Munk, A. C. Jrgensen, and J. Rantanen,

    2010, Factors affecting crystallization of hydrates, Journal of Pharmacy and

    Pharmacology, 62, 1534-1546.

    Wang, Shun-Li, Yu-Chiau Wong, Wen-Ting Cheng, and Shan-Yang Lin, 2011, A

    Continuous Process for Solid-state Dehydration, Amorphization and

    Recrystallization of Metoclopramide HCL Monohydrate Studied by Simultaneous

    DSC-FTIR Microspectroscopy, J. Therm. Anal. Calorim., 104, 261264.

    Zhang, G. G. Z., D. Law, E. A. Schmitt, and Y. Qiu, 2004, Phase Transformation

    Considerations During Process Development and Manufacture of Solid Oral

    Dosage Forms, Adv. Drug. Deliver. Rev., 56, 371-390.