Proposal Penelitian Bahasa Dan Sastra Indonesia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

rhh

Citation preview

Proposal Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia Peningkatan Kompetensi Menulis Karangan Deskripsi dengan Pendekatan Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif Menyenangkan pada Siswa Kelas VIII-e SMP 1 Balaraja Kabupaten Tangerang Tahun Ajaran 2010/2011

Proposal Penelitian Bahasa dan Sastra IndonesiaPeningkatan Kompetensi Menulis Karangan Deskripsi dengan Pendekatan Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif Menyenangkanpada Siswa Kelas VIII-e SMP 1 Balaraja Kabupaten Tangerang Tahun Ajaran 2010/2011

Oleh Sunaryo Jaya Sumpena

PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang Masalah Kemampuan berkomunikasi dapat disebut juga sebagai kemampuan berbahasa karena di dalam berkomunikasi digunakan bahasa sebagai media utamanya. Oleh karena itu, menurut Darmadi (1996:1) kemampuan berkomunikasi dapat dijabarkan sesuai dengan tingkat-tingkat kemampuan bahasa, yaitu: (1) kemampuan menyimak (listening competence); (2) kemampuan berbicara (speaking competence); (3) kemampuan membaca (reading competence); dan (4) kemampuan menulis (writing competence). Walaupun posisi kemampuan menulis selalu terakhir, tidak berarti menulis tidak penting, berarti, dan berperan seperti dalam pepatah dalam bahasa Inggris the last but not the least. Urutan proses kronologis seperti itu sekaligus menggambarkan tingkat kesukaran dari setiap kemampuan. Dengan kata lain, kemampuan menyimak adalah kemampuan bahasa yang relatif paling mudah dan disusul dengan kemampuan yang agak sukar, yaitu kemampuan berbicara. Setingkat lebih sukar lagi yaitu kemampuan membaca dan yang paling sukar adalah kemampuan menulis. Keberadaan komunikasi tulis sebagai salah satu bentuk komunikasi dalam berbahasa sangatlah dibutuhkan bagi setiap orang, terutama bagi kaum pelajar. Kegiatan ini tidak hanya diperlukan pada saat mengenyam pendidikan saja melainkan lebih dari itu bahwa menulis sangat penting untuk kehidupan sesudahnya, yakni kehidupan di masyarakat. Dengan demikian, perlu kiranya penanaman pembelajaran di sekolah mempertimbangkan aspek perkembangan potensi dan kreativitas siswa dalam menulis. Mengingat pentingnya pembelajaran menulis, maka tidak heran jika menulis merupakan salah satu keterampilan yang harus dipelajari siswa dari tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Bahkan, pada saat menempuh pendidikan tingkat SMP dan SMA, siswa diwajibkan menyusun karya tulis, makalah, maupun tugas akhir sebagai syarat kelulusan atau syarat mengikuti ujian akhir nasional. Tidak jarang pula dijumpai adanya ajang penggalian potensi kreativitas siswa melalui karya tulis siswa tingkat SMP dan SMA. Kondisi ini menampakkan adanya posisi penting dari kegiatan menulis. Menulis memerlukan sejumlah potensi pendukung yang untuk mencapainya diperlukan kesungguhan, kemauan keras, dan belajar serta berlatih dengan terus-menerus dalam waktu yang cukup lama. Dengan demikian, wajar jika dikatakan bahwa menciptakan iklim budaya tulis akan mendorong seseorang menjadi lebih kreatif, aktif, dan cerdas. Hal ini dapat terjadi karena untuk mempersiapkan sebuah tulisan, sejumlah komponen harus dikuasai, mulai dari hal-hal yang sederhana, seperti memilih kata, merakit kalimat, sampai ke hal-hal yang agak rumit, yaitu merakit paragraf (Wiyanto 2004:7).Adapun latar belakang secara umum diadakan penelitian ini, yaitu: (1) kurangnya motivasi siswa dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia disebabkan oleh kurang merangsang dan kurang variatifnya teknik pembelajaran guru di dalam kelas, sehingga siswa kurang dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya; (2) dalam pelajaran menulis petunjuk siswa kesulitan menuangkan ide karena guru kurang dapat memberikan stimulus yang merangsang daya pikir siswa (dalam hal ini guru tidak menggunakan media pembelajaran); (3) guru masih menuntun proses pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan; (4) guru cenderung mangabaikan aspek afektif dan aspek psikomotor; dan (5) hasil tulisan siswa kurang variatif dan maksimal karena siswa membuat petunjuk berdasarkan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta bukan hasil menemukan sendiri pengalaman belajar di kelas. Faktor guru, misalnya: (1) guru menganggap bahwa pendidikan diselenggarakan untuk kepentingan penyelenggara bukan untuk kepentingan peserta didik; (2) pembelajaran yang diselenggarakan masih bersifat pemindahan isi (content transmission); (3) aspek afektif cenderung terabaikan; dan (4) guru mengalami kesulitan dalam mengajar sehingga masih banyak mereduksi teks (buku acuan) yang ada agar tidak salah langkah. Faktor siswa, yaitu: (1) siswa mengalami kesulitan dalam menulis petunjuk, baik dalam pemakaian bahasa maupun pengaplikasian dalam bentuk tulisan; (2) siswa kurang memiliki minat dalam pelajaran menulis; (3) siswa sering melakukan kesalahan-kesalahan dalam menulis petunjuk; dan (4) siswa menganggap remeh mata pelajaran bahasa Indonesia. Faktor kurikulum, yaitu: (1) dengan diterapkannya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) siswa mengeluh karena mengalami kesulitan karena dipaksa menjadi siswa yang mandiri; (2) sekolah masih dalam tahap belajar, penyesuaian, dan pengonsepan kurikulum 2004. Faktor sarana-prasarana di sekolah, yaitu: (1) belum ada latihan-latihan untuk mengasah dan meningkatkan keterampilan menulis; (2) media pembelajaran untuk kompetensi dasar menulis petunjuk belum ada; (3) minimnya koleksi buku tentang menulis, khususnya menulis karanagn di perpustakaan SMP N 1 Balaraja, dan lain-lain. Menurut Widyamarta dan Sudiati (2004:ix), Indonesia tidak hanya sedang mengalami krisis dalam bidang ekonomi saja, tetapi juga dalam bidang pendidikan yaitu writing crisis. Hal ini sejalan dengan pendapat Djago Tarigan dan H.G. Tarigan (1986:186), pengajaran mengarang (tulis-menulis) belum terlaksana dengan baik di sekolah. Kelemahannya terletak pada cara guru mengajar. Pada umumnya kurang dalam variasi, tidak merangsang, dan kurang pula dalam frekuensi. Pembahasan karangan siswa dilaksanakan oleh guru.Menurut Tim PPA (dalam Dasmawarti 2005:5), pendekatan Pembelajaran Aktif Kreatif Menyenangkan merupakan konsep belajar yang menggunakan berbagai media dan alat pembantu pembelajaran. Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif Menyenangkan adalah suatu metode pembelajaran yang baik dan menyenangkan bagi siswa. Hal yang penting dalam pembelajaran model Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif Menyenangkan adalah guru harus mampu merancang skenario pembelajaran seperti yang diharapkan (pembelajaran yang mengena) tapi tetap bersifat menyenangkan. Pembelajaran harus berpusat pada siswa, siswa harus lebih dominan dan aktif serta terlibat sebanyak mungkin dalam kegiatan pembelajaran. Pembelajaran tidak harus dilaksanakan di dalam kelas tapi bisa juga dilaksanakan di luar kelas. Proses pembelajaran Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif Menyenangkan berlangsung secara alamiah dalam bentuk siswa terlibat langsung dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan kemampuan mereka dengan penekanan pada belajar melalui berbuat. Siswa mengalami sendiri apa yang menjadi objek kajiannya dan bukan hanya transfer ilmu pengetahuan dari guru ke siswa. Dalam hal ini Keaktifan dan kekreatifan siswa akan sangat terlihat. Tidak sekadar aspek kognitif dan psikomotorik saja yang cenderung dilibatkan dalam pendekatan PAKEM, tapi juga aspek afektif. Dengan demikian, pengetahuan yang diperoleh siswa pun akan lebih bermakna.Berdasarkan uraian di atas, peneliti melakukan penelitian terhadap kemampuan menulis siswa khsususnya menulis karanagn deskripsi dengan mengunakan metode PAKEM.1. Identifikasi MasalahBerdasarkan latar belakang di atas, penulis dapat mengidentifikasikan permaslahan sebagai berikut.a. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi dalam pembelajaran menulis karangan deskripsi siswa kelas Xi Ips 3 Sman 1 Kab. Tangerang?b. Sejauh mana kemampuan menulis karangan deskripsi siswa?c. Apakah metode PAKEM akan cocok dalam kegiatan pembalajaran menulis?d. Apakah yang dimaksud karangan deskripsi?e. Bagaimana sikap siswa setelah diterapkannya metode PAKEM dalam pembelajran?f. Bagaimana perubahan kemampuan siswwa dalam menulis karangan deskripsi setelah di terapkannya metode PAKEM?2. Batasan MaslahBerdasarkan identifikasi masalah diatas, maka penulis membatsai masalah pada a. Kemampuan menulis karanagn deskripsui siswa.b. Penagaruh metode PAKEM dalam pembalajaran menulis karangan deskripsi.c. Penggunaan metode PAKEM dalam proses pembelajaran menulis karanagn deskripsi.3. Rumusan Masalaha. Bagaimana kemampuan menulis karangan deskrisi siswa?b. Bagaimana pengaruh metode PAKEM dalam pembelajaran menulis karangan deskripsi?c. Bagaimana penggunaan metode PAKEM dalam proses pembelajaran menulis kaaranagn deskripsi?4. Manfaat Penelitiana. Bagi siswa; (1) untuk meningkatkan minat dan prestasi belajar menulis siswa; (2) untuk memudahkan dalam pengembangan kreativitas menulis petunjuk; (3) agar mempunyai variasi pengalaman belajar melalui pendekatan PAKEM; (4) untuk meningkatkan kemampuan intelektual siswa. b. Bagi guru; (1) sebagai upaya memperbaharui cara pembelajaran menulis; (2) sebagai upaya memotivasi siswa dalam keterampilan menulis; (3) sebagai upaya meningkatkan kualitas prestasi, khususnya pembelajaran bahasa Indonesia; (4) sebagai upaya membimbing siswa untuk berpikir sistematis dan logis. c. Bagi sekolah; (1) hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan acuan dalam memperkaya referensi pembelajaran menulis petunjuk; (2) sebagai alternatif pembelajaran menulis petunjuk; (3) sebagai bahan pertimbangan bagi sekolah untuk lebih meningkatkan dan melengkapi sarana dan prasarana penunjang peningkatan keterampilan menulis siswa. d. Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan pengembangan teori pembelajaran, khususnya keterampilan menulis. 5. Tujuan PenelitianAdapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:1). Tujuan Umum Tujuan umum dibuatnya penelitian ini yaitu untuk mengetahui sejauh mana peningkatan kemampuan menulis karangan siswa setelah diterapkannya metode PAKEM dalam proses pembelajaran menulis karangan deskripsi.2). Tujuan Khususa. Untuk mengetahui kemampuan menulis karangna deskripsi siswa.b. Untuk mengetahui pengaruh metode PAKEM dalam pembelajaran menulis karangan deskripsi. c. Untuk mengetahui bagaimana penggunaan metode PAKEM dalam proses pembelajaran menulis kaaranagn deskripsi

BAB IILANDASAN TEORETIS, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

1. Kajian PustakaUpaya untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam menulis karangan masih menjadi topik yang menarik untuk diteliti. Hal ini terbukti dengan banyaknya penelitian tentang upaya peningkatan keterampilan penulisan karangan yang telah dilakukan oleh peneliti bahasa. Penelitian-penelitian tersebut belum semuanya sempurna. Oleh karena itu, penelitian tersebut memerlukan penelitian lanjutan demi melengkapi penelitian sebelumnya. Dasmawarti (2005) dalam penelitiannya yang berjudul Efektivitas Pembelajaran Aktif Kreatif Menyenangkan (PAKEM) dalam Upaya Peningkatan Keterampilan Berbicara Bahasa Indonesia Siswa Kelas IV SD Tahun Ajaran 2004/2005 menyimpulkan bahwa: (1) ada perbedaan rerata nilai secara signifikan pada kelompok siswa kelas IV sebelum diterapkan pembelajaran dengan metode PAKEM dan setelah diterapkan pembelajaran dengan metode PAKEM di SD PL Bernadus Semarang. Hal ini dapat dilihat pada data hasil N=44 dengan taraf signifikan 1%, harga t=2,704, sehingga data hasil t test=19,94 signifikan. Mean pretest=6,6 dan mean post-test=7,6. Berarti ada perubahan rerata nilai pretest dan rerata nilai post-test untuk taraf signifikan 1%; dan (2) perubahan observasi membuktikan bahwa siswa tertarik dengan pembelajaran PAKEM. Berdasarkan observasi, dapat diketahui bahwa situasi dan kondisi jenuh, lelah, serta bosan dapat diatasi dengan menggunakan pendekatan PAKEM, sehingga suasana menjadi lebih aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan dapat tercipta. Hubungan penelitian yang dilakukan Dasmawarti dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah adanya kesamaan pendekatan pembelajaran yang digunakan, yaitu pendekatan Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif Menyenangkan (PAKEM). Namun, Dasmawarti menggunakan pendekatan PAKEM untuk meningkatkan keterampilan berbicara, sementara peneliti menggunakan pendekatan PAKEM untuk meningkatkan kemampuan menulis siswa.

2. Landasan Teoretis Beberapa konsep yang menjadi landasan teori dalam penelitian ini yaitu teori tentang menulis, menulis karangan, Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif Menyenangkan (PAKEM). 2.2. Keterampilan Menulis 2.2.1. Hakikat Menulis Menurut Tarigan (1993:3), menulis pada hakikatnya adalah suatu keterampilan berbahasa yang digunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain. Menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Akhadiah dkk. (1996:2) menyatakan bahwa kegiatan menulis ialah suatu proses, yaitu proses penulisan. Ini berarti bahwa melakukan kegiatan itu dalam beberapa tahap, yakni tahap prapenulisan, penulisan, dan tahap revisi. Menurut Mulyati (1999:2.44), menulis pada hakikatnya menyampaikan ide atau gagasan dan pesan dengan menggunakan lambang grafis (tulisan). Gagasan atau pesan yang akan disampaikan bergantung pada perkembangan dan tingkat pengetahuan serta daya nalar siswa. Menurutnya (2000:2.65), menulis merupakan suatu kegiatan yang dilakukan melalui proses atau tahapan-tahapan, yaitu penyajian bahan ajar harus dimulai dari yang mudah ke yang sedang, dan dari yang sedang ke yang sukar, dari yang sudah diketahui ke yang belum diketahui, dari yang kongkret ke yang abstrak (2000:2.65).Menurut Gie (2002:3) tidak ada perbedaan arti dari kata mengarang dan menulis. Baginya dua kata itu adalah kata sepadan yang artinya sama. Mengarang adalah segenap rangkaian kegiatan seseorang mengungkapkan gagasan dan menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada masyarakat pembaca untuk dipahami.Berdasarkan beberapa pendapat mengenai pengertian menulis di atas, dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya menulis adalah suatu keterampilan berbahasa yang digunakan untuk mengungkapkan gagasan, pendapat, dan perasaan kepada pihak lain melalui bahasa tulis. Ketepatan pengungkapan gagasan harus didukung oleh ketepatan bahasa yang digunakan. Selain komponen kosakata dan gramatikal, ketepatan kebahasaan juga sebaiknya didukung oleh konteks dan penggunaan ejaan. Hal ini sesuai dengan objek penelitian ini yaitu menulis petunjuk. Menulis disini dimaksudkan untuk mengungkapkan gagasan, pendapat, dan perasaan kepada pihak lain melalui bahasa tulis setelah mempraktikan terlebih dahulu petunjuk yang ditulis.

2.2.2.Pendekatan Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif Menyenangkan (PAKEM) Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan dan juga tuntutan desentralisi pendidikan, diperkenalkan pendekatan baru dalam rangka pengelolaan berbasis sekolah. Beberapa gagasan serta kebijaksanaan pemerintah yang mendasari pengelolaan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di sekolah antara lain mengenai empat pilar pendidikan yaitu belajar untuk mengetahui (learning to know), belajar untuk melakukan (learning to do), belajar untuk menjadi diri sendiri/mandiri (learning to be), dan belajar untuk kebersamaan (learning to life together). Selanjutnya pesan A. Malik Fajar (dalam Seksi Kurikulum 2003:2) bahwa secara umum KBM di sekolah harus menyenangkan, mengasyikan, mencerdaskan, dan menguatkan daya pikir siswa yang berpedoman pada tujuan, sehingga KBM akan menjadi lebih efektif. Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada suatu pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih baik jika lingkungan yang diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika siswa mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahui apa yang dipelajari. Kenyaataan telah membuktikan, pembelajaran yang berorientasi pada target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetensi mengingat dalam jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali siswa untuk memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Dengan demikian, cara pengelolaan proses pembelajaran harus sangat diperhatikan, salah satunya adalah metode yang sesuai dengan pembelajaran. Pendekatan berarti cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud. Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai cara menyeluruh (dari awal sampai akhir) dan mencapai tujuan pembelajaran. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif Menyenangkan (PAKEM). PAKEM adalah suatu pendekatan pembelajaran yang baik dan menyenangkan bagi siswa. Hal yang penting dalam pembelajaran model PAKEM adalah harus mampu merancang skenario pembelajaran seperti yang diharapkan (pembelajaran yang mengena) tapi tetap bersifat menyenangkan. Pembelajaran harus berpusat pada siswa, siswa harus lebih dominan dan aktif serta terlibat sebanyak mungkin dalam kegiatan pembelajaran. Pembelajaran juga harus menggali kreativitas siswa, misalnya menemukan ide dan gagasan yang tidak harus sama dengan yang telah ada. Keefektifan pembelajaran dilihat dari ketercapaian tujuan yang dikaitkan dengan materi, sarana, bahan, dan alat yang tersedia. PAKEM harus dapat menciptakan suasana pembelajaran sedemikian rupa sehingga menyenangkan siswa, seperti belajar tidak harus selalu dilaksanakan di dalam kelas tetapi bisa di luar kelas. Jadi dapat disimpulkan bahwa karakteristik PAKEM adalah: 1) aktif, maksudnya dalam proses pembelajaran guru harus harus menciptakan suasana yang mendukung (kondusif) sehingga siswa aktif, bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan; 2) kreatif, dimaksudkan agar guru menciptakan KBM yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa; 3) menyenangkan adalah suasana belajar yang menyenangkan sehingga waktu untuk mencurahkannya tinggi; 4) efektif yaitu menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah proses pembelajaran berlangsung.

2.3 Kerangka BerpikirSebagai upaya untuk meningkatkan keterampilan menulis khususnya dalam menulis karangan deskripsi, guru harus menerapkan pengetahuannya mengenai teknik dalam mengajar. Peneliti dalam hal ini sebagai guru menggunakan pendekatan PAKEM guna mengaktifkan siswa dalam pembelajaran menulis karangan deskripsi.

Penggunaan pendekatan pakem akan menuntut siswa berpikir aktif menuangkan apa yang ia pikirkan dan ia rasakan. pakem dapat membantu siswa untuk mengalirkan secara bebas apapun yang telah tersimpan didalam pikiran dan perasan siswa. PAKEM merupakan metode belajar yang kaya untuk bahan belajar siswa. Penggunaan pendekatan PAKEM sebagai metode pembelajaran akan membuat siswa merasa senang dalam belajar. Mengalami langsung apa yang sedang dipelajari akan mengaktifkan lebih banyak indera daripada hanya mendengarkan guru menjelaskan. Membangun pemahaman dari pengamatan dan pengalaman langsung akan lebih mudah daripada membangun pemahaman dari uraian lisan guru, terlebih lagi bila siswa masih diminta untuk berpikir secara abstrak (mengingat seperangkat fakta tentang urutan langkah-langkah pelaksanaan, pembuatan, dan penggunaan sesuatu). Belajar dengan cara mengalami langsung akan meningkatkan kebertahanan informasi dalam pikiran manusia. Maka dari itu, peneliti menghadirkan pendekatan PAKEM ke dalam kelas untuk membantu siswa dalam mempermudah proses penulisan teks petunjuk tanpa harus mengingat seperangkat fakta-fakta. Efek yang ditimbulkan dari pembelajaran menulis karangan deskripsi adalah dari psikologis siswa, siswa merasa senang karena pembelajaran seperti itu belum lazim digunakan dalam kelas konvensional, jadi seolah siswa menemukan suasana baru sekaligus menyenangkan, yang benar-benar nyata dihadirkan di dalam kelas. Dengan proses mengalami langsung apa yang sedang dipelajari (dengan mempraktikan terlebih dahulu petunjuk yang akan dibuat) akan mengaktifkan siswa dan menghindari adanya salah langkah. Adanya kegiatan mengalami dan menemukan sendiri kompetensi pembelajaran yang seharusnya dimiliki siswa berkaitan dengan petunjuk, membuat siswa menjadi lebih terlatih untuk berpikir kritis dan kreatif. Pengetahuan yang didapat siswa pun menjadi lebih bermakna karena siswa mengalami dan menemukan sendiri dan bukan sekadar transfer ilmu pengetahuan dari guru ke siswa. Guru dalam hal ini hanya bertindak sebagai fasilitator dan motivator dalam proses belajar mengajar siswanya sehingga pembelajaran yang berlangsung lebih efektif dan efisien. Inilah yang dinamakan bentuk pembelajaran dengan pendekatan PAKEM. Pendekatan ini mengandung makna persepsi yang melibatkan secara langsung gerak (psikomotor) dan kerja otak (kognitif). Secara otomatis perasaan siswa (afektif) akan mengalami kepuasan karena suasana belajar yang menyenangkan dari proses mengalami dan menemukan sendiri sari pembelajaran yang dihadirkan ke dalam kelas. Guna memudahkan pengetahuan yang didapatkan siswa mengendap dengan baik dalam benak mereka, maka guru perlu mengadakan refleksi pada akhir pembelajaran. 2.4 Hipotesis Tindakan Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif Menyenangkan dapat meningkatkan keterampilan menulis karangan deskripsi siswa dan mengubah perilaku siswa ke arah positif.

BAB IIIMETODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu1. Tempat Penelitiantempat penelitian adalah nama lembaga dan alamat tempat yang dijadikan penelitian.Penelitian ini di lkaukan di SMP Negeri 1 Balaraja, tepatnya di jln, Raya Serang KM 24,5. Tangerang Banten.2. Waktu PenelitianWaktu penelitian yang di lakukan peneliti yaitu terhitung mulai juli 2010 sampai dengan Januari 2011.B. Metode PenelitianMetode yang digunakan dalam penenelitian ini adalah metode eksperimen.1. Metode EksperimenMetode eksperimen adalah metode penelitian yang di gunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadpa yang ain dalam kondisiyang terkendali kan. Berdasarkan dari rumusan masalh yang dibuat maka varaiabel peningkatan keterampilan menulis kaaranagan deskripsi dengan pendekatan pembelajaran aktif,kreatif, efektif, dan menyenagkan (PAKEM), ini diharuskan untukmmengetahui sejauh mana kemampuan siswa dapat menulis karangan denagn menggunakan metode PAKEM ini berjalan sehingga metode yang cocok untuk penelitian ini adalah metode eksprimen yang di perlukan keterlibatan siswa dalam penelitian ini berlangsung. 1. Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini ada dua yaitu variabel peningkatan kemampuan menulis karanagan deskrisi dan variabel pendekatan Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif Menyenangkan.2. Variabel Peningkatan Kemampuan Menulis karanagan deskripsiVariabel kemampuan menulis karangan deskripsi merupakan kemampuan siswa dalam menulis suatu karanagan, yaitu ketentuan-ketentuan yang patut diturut untuk sesuatu. Hasil yang ditargetkan yaitu siswa mampu menulis karanagan dengan bahasa yang tepat dan menggunakan bahasa yang efektif. Kemampuan siswa dalam menulis karangan deskripsi akan terlihat dalam aspek-aspek sebagai berikut, kejelasan bahasa, ketepatan tata urutan, keefektifan kalimat, penggunaan ejaan dan tanda baca, kesesuaian bahasa yang digunakan dengan isi, dan kemenarikan tampilan cerita atau karangan. 3. Variabel Pendekatan PAKEMPendekatan PAKEM merupakan pembelajaran kooperatif dan interaktif yang bertujuan untuk menggali kreativitas siswa dengan menggunakan berbagai alat bantu dan lingkungan sebagai sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan, dan cocok bagi siswaDengan menggunakan metode eksperimen penulis dapat mengetahui perbuhan variabel variabel tertentu sehingga penulis dapat mengidentifikasi kekeurangan penelitian ini.C. Instrument PenelitianInstrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ada dua yaitu instrumen tes dan instrumen nontes. 1. Tes Bentuk instrumen tes yaitu tes menulis petunjuk. Kriteria penilaian menulis petunjuk meliputi: (1) kejelasan isi; (2) ketepatan tata urutan kalimat; (3) keefektifan kalimat; (4) penggunaan ejan dan tanda baca; (5) kesesuaian bahasa yang digunakan dengan sasaran isi jarangan; dan (6) kemenarikan tampilan karanganTabel 1 Rambu-rambu Penilaian Menulis PetunjukNo Aspek Penilaian Skor Maksimal

1. Kejelasan kaliamat20

2. Ketepatan tata urutan kaliamat20

3. Keefektifan kalimat 20

4. Penggunaan ejaan dan tanda baca 15

5. Kesesuaian bahasa yang digunakan dengan sasaran karangan 15

6. Kemenarikan tampilan karangan 10

Jumlah 100

Tiga jenis petunjuk yang dibuat siswa dianalisis dan nilai akhir dari setiap petunjuk digabungkan untuk mendapat nilai rata-rata menulis petunjuk siswa.

Pada tabel berikut dapat dilihat aspek, skor, ketegori, dan kriteria penilaian.No Aspek Skor Kategori Kriteria

1. Kejelasan kalimat 20 15 10 5 Sangat Baik Baik Cukup Kurang karangan yang dibuat sangat jelas dan bisa diikuti dengan baik. karangan yang dibuat sudah jelas. karangan yang dibuat masih ada yang kurang jelas. karangan yang dibuat tidak jelas.

2. Ketepatan tata urutan kalimat 20 15 10 5 Sangat Baik Baik Cukup Kurang Tata urutannya tepat Ada 1 langkah yang terbalik Ada 2 Langkah yang terbalik Lebih dari 2 langkah yang terbalik atau tidak ada

3. Keefektifan kalimat 20 15 10 5 Sangat Baik Baik Cukup Kurang Semua kalimat yang digunakan sudah efektif Ada 1-2 kalimat yang tidak efektif Ada 3-4 kalimat yang tidak efektif Lebih dari 4 kalimat yang tidak efektif

4. Penggunaan ejaan dan tanda baca 15 11,25 7,5 3,75 Sangat Baik Baik Cukup Kurang Jumlah kesalahan antara 1-5 Jumlah kesalahan antara 6-10 Jumlah kesalahan 11-15 Jumlah kesalahan lebih dari 15

5. Kesesuian bahasa yang digunakan dengan sasaran karangan15 11,25 7,5 3,75 Sangat Baik Baik Cukup Kurang Bahasa yang digunakan sangat sesuai dengan sasaran petunjuk Bahasa yang digunakan sesuai dengan sasaran petunjuk Bahasa yang digunakan cukup sesuai dengan sasaran

D. Uji Validitas Bentuk instrumen tes dalam penelitian ini ditampilkan validitas permukaan saja, yaitu soal dan skor penilaian dikonsultasikan kepada dosen pembimbing dan guru mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah tempat penelitian dilakukan.

E. Populasi dan Sampel1. PopulasiPopulasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari subyek/obyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian di tarik kesimpulannya. Dalam penelitain ini banyak kelas yang ada di SMPN 1 Balaraja namun tidak semua kelas penulis teliti. Dari sembilan kelas VIII mulai dari kelas VIII-A sampai denagn VIII-I maka secara random peneliti hanya mnegambil satu kelas yaitu kelas VIII-E dengan jumlah siswa 38.2. Sampel Sampel adalah bagian dari jumalah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi.Jadi dari sekitar 350 siswa kelas VIII mulai dari Kelas A sampai dengan kelas I, secara random penulis hanya mengambil satu kelas yang berisi 38 siswa untuk mewakili populsi semua siswa kelas VIII.F. Teknik Pengumpulan DataTeknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah teknik observasi dan wawancara.1. Teknik Observasi Obsevasi adalahproses yang kompleks suatu proses yang tersususn dari pelbagai proses biologis, psikologis, tapi yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.Observasi dilaksanakan pada saat proses pembelajaran berlangsung yang digunakan untuk mengetahui sikap dan perilaku siswa terhadap pembelajaran menulis petunjuk. Dalam melakukan observasi, peneliti akan dibantu oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan. Hal ini disebabkan guru tersebut lebih memahami karakter siswa dan lebih hafal dengan nama-nama siswa.2. WawancaraWawancara dilaksanakan terhadap siswa yang mendapat nilai tinggi, sedang, dan rendah. Wawancara ini dilaksanakan untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran dan mengetahui kesulitan-kesulitan yang dialami siswa ketika pembelajaran berlangsung. Dalam wawancara menggunakan teknik bebas, yaitu pertanyaan telah dipersiapkan pewawancara dan responden bebas menjawab tanpa terikat. Kegiatan wawancara ini dilaksanakan di luar jam pelajaran. Wawancara dilakukan setelah diketahui hasil yang diperoleh siswa setelah dilakukan pembelajaran menulis karangan deskripsi dengan pendekatan PAKEM. Wawancara dilakukan dengan menggunakan alat perekam.G. Teknik Analisis DataTeknik analisis data dilakukan secara kuantitatif 1. Teknik Kuantitatif Teknik kuantitaif ini diperoleh dari hasil tes yang dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pada akhir siklus I, dan akhir siklus II. Adapun langkah penghitungannya adalah dengan menghitung skor yang diperoleh siswa, menghitung skor komulatif dari seluruh aspek, menghitung skor rata-rata, menghitung nilai, menghitung nilai rata-rata, dan menghitung persentase dengan rumus sebagai berikut. SP = x 100%Keterangan: SP : Skor Persentase SK : Skor Komulatif R : Jumlah Responden Hasil penghitungan siswa dari masing-masing tes ini kemudian dibandingkan, yaiu antara siklus I dan siklus II. Hasil ini akan memberikan gambaran mengenai persentase peningkatan kemampuan siswa setelah mengikuti pembelajaran menulis karangan deskripsi dengan menggunakan pendekatan PAKEM.

DAFTAR PUSTAKA

Akhadiah, Sabarti, dkk.. 1996. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.Aziez, Furqanul dan A. Chaedar Alwasilah. 2000. Pengajaran Bahasa Komunikatif Teori dan praktik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.Dasmawarti, Silvia. 2005. Efektivitas Pembelajaran Aktif Kreatif Menyenangkan (PAKEM) dalam Upaya Peningkatan Keterampilan Berbicara Bahasa Indonesia Siswa Kelas IV SD TAhun Ajaran 2004/2005. Skripsi. Universitas Negeri Semarang, Semarang. Kridalaksana, Harimurti. 1993. Kamus Linguistik Edisi Ketiga. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Mulyati, Yeti, dkk.. 1999. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi. Jakarta: Universitas Terbuka. Nurhadi. 1990. Tata Bahasa Pendidikan Landasan Penyusunan Buku Pelajaran Bahasa. Semarang: IKIP Semarang Press. Nurjanah, Nunuy. 2005. Penerapan Model Belajar Konstruktivisme dalam Pembelajaran Menulis Bahasa Indonesia. Jurnal Pendidikan Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya: Edisi 1 April 2005.Tarigan, Djago. 2003. Pendidikan Keterampilan Berbahasa. Jakarta: Pusat Penerbitan Univeritas Terbuka. Tarigan, Djago dan H.G. Tarigan. 1986. Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa Bandung. Tarigan, Henry Guntur. 1993. Menulis sebagai suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Diposkan 27th September 2011 oleh Penna Aryo Boga 0 Tambahkan komentar

Sang Pejuang Kecil Siap Menantang Dunia

Semua tentang bahasa indonesia

BerandaBENTUK PUNGUT DARI BAHASA BELANDA December 20th, 2012 BENTUK PUNGUT DARI BAHASA BELANDA BENTUK PUNGUT DARI BAHASA BELANDA Idiom Bioskop Trans Tv | Download Film Korea | Download Film Barat | Download Film Indonesia: THE DINOSAUR PROJECT PANDUAN MEMBUAT PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH, SKRIPSI DAN TESIS Langkah Kedua Cara Mudah Membuat Skripsi: Latar Belakang LANGKAH MEMBUAT LATAR BELAKANG PTK Mendengarkan RELASI MAKNA Kesalahpahaman Dalam Berbahasa PTK MENULIS ANALISIS INTRINSIK NOVEL SANG PEMIMPI May 7th, 2012 May 3rd, 2012 May 3rd, 2012 Kelemahan Falsifikasionisme October 25th, 2011 APA ITU KRITIK SASTRA Sejarah Bahasa Indonesia

Bigrafi W.S. Rendra SILSILAH KELUARGA DJAYAR Proposal Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia Peningkatan Kompetensi Menulis Karangan Deskripsi dengan Pendekatan Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif Menyenangkan pada Siswa Kelas VIII-e SMP 1 Balaraja Kabupaten Tangerang Tahun Ajaran 2010/2011 mengerjakan tugas kalaimat yg memotivsi diri akuh Karya Sastra Menurut Teori Abrams Perbandingan Bahasa Nusantara ILMU SEBAGAI PENGETAHUAN YANG BERASAL DARI FAKTA-FAKTA PENGALAMAN Mengapa Pragmatik Perlu Dipelajari dalam Program Studi Linguistik? BENTUK PUNGUT DARI BAHASA BELANDA

1. Sistem Fonologi Bahasa Indonesia dan BahasaBelandaSemua bentuk pungutan pada umumnya akan disesuaikan dengan kaidah yang berlaku dalam bahasa pemungut. Agar proses adaptasi itu dapat dipahami, ada baiknya kita meninjau terlebih dahulu sistem fonologi bahasa-bahasa yang bersangkutan. Berdasarkan peninjauan ini dapat dilihat persamaan serta perbedaannya sehingga dapat diperkirakan gerak penyesuaian fonologi bahasa sumber ke dalam sistem fonologi bahasa pemungut. Dalam hal ini yang menjadi bahasa sumber dalah bahasa Belanda, sedangkan bahasa Indonesia merupakan bahasa pemungut.2. Adaptasi FonologisDalam percakapan, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial, maupun dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia banyak yang menggunakan unsur-unsur asing. Unsur-unsur itu antara lain diserap dari bahasa Arab, Sansekerta, Portugis, Inggris, dan Belanda disamping bahasa nusantara lainnya. Unsur-unsur serapan ini biasanya tidak diterima begitu saja dalam suatu bahasa, karena akan mengalami proses adaptasi yang sesuai dengan kaidah yang berlaku dalam bahasa penerima. Hal ini dilakukan agar unsur-unsur asing itu tidak merusak unsur yang ada dalam bahasa penerima. Begitu pula halnya dengan bentuk pungut dari bahasa Belanda, sebelum diserap bentuk pungut tadi disesuaikan terlebih dahulu dengan kaidah bahasa Indonesia.Sebagian besar dari bentuk yang diserap ini akan dilafalkan seperti yang terdengar oleh telinga karena cara penulisan kata dalam bahasa Indonesia adalah satu bunyi satu grafem, maka bunyi-bunyi ini akan ditulis sesuai dengan apa yang didengar. Bentuk-bentuk yang sudah disesuaikan dengan cara seperti ini tidak dirasakan seperti unsur asing lagi, bahkan banyak diantara unsur serapan ini dianggap sebagai unsur asli oleh pemakainya. Unsur-unsur yang diadaptasikan dengan cara ini dapat dibedakan atas adaptasi fonologis murni, adaptasi silabis, dan suara bakti.2.1.Adaptasi Fonologis MurniSebelum sebuah kata atau istilah diterima dalam suatu bahasa, terlebih dahulu akan disesuaikan dengan kaidah yang berlaku. Fonem Belanda tidak tidak mempunyai kesamaan ciri dengan dengan fonem Indonesia, maka perlu diadakan motivasi sehingga mendekati bunyi yang ada sesuai dengan sistem fonologi bahasa Indonesia. Penyesuaian bunyi asing dengan perubahan berdasarkan sistem fonologi suatu bahasa disebut adaptasi fonologis murni.Makalah ini tidak hanya menilai bagaimana suatu kata dilafalkan, melainkan mengambil grafem sebagai titik tolaknya. Hal ini dilakukan karena pada prinsipnya grafem dapat mewakili suatu fonem atau lebih. Hal yang sama terjadi dalam bahasa Belanda. Terdapat grafem Belanda yang melambangkan satu bunyi saja, tetapi terdapat juga grafem yang mewakili beberapa bunyi. Tidak sedikit juga grafem yang menjadi dasar bagaimana suatu unsur diadaptasikan, terutama jika bunyi atau unsur tersebut tidak mempunyai kesamaan ciri dengan fonem dalam bahasa indonesia.Adaptasi fonologis murni hanya terjadi pada fonem Belanda yang terdapat dalam sistem fonologi bahasa Indonesia. Penyesuaian ini pada umumnya dilakukan berdasarkan lafal, sedangkan tulisan disesuaikan dengan kaidah ejaan bahasa Indonesia. Apabila penyesuaian terjadi berdasarkan ejaanya, sering hal ini disebabkan untuk menghindari terjadinya homonim, mungkin juga karena struktur morfologinya kurang sesuai.2.1.1 Grafemcyang dalam bahasa asalnya dilafalkan sebagai /_ s _/, diadaptasikan sebagai /s/, misalnya :Cent senCement semenCircus sirkusCyclus siklusLicentie lisensiDecember desemberIncident insidentEncyclopedie ensiklopediDalam posisi lain dimuka vokal belakang, di muka konsonan, maupun pada akhir suku kata, grafemcyang dalam bahasa asalnya dilafalkan sebagai /_ k _/ , diadaptasikan sebagai K, misalnya :Categorie kategoriCompleet komplitCultuur kulturCritiek kritikClassiek klasikActie aksiAcademie akademiDecoratie dekorasiAculatie okulasiDecreet dekritDeclamatie deklamasiContact kontakDalam pemakaian sehari-hari dapat kita temukan beberapa kata yang ditulis dan dilafalkan seperti dalam bahasa sumber. Biasanya kata-kata itu merupakan istilah umum yang digunakan hampir diseluruh dunia.2.1.2 grafemchdalam bahasa Belanda tidak dapat dipastikan pelafalan seperti c, karena itu proses adaptasinya pun lebih rumit. Sebagian besar dari grafem ini, yang dilafalkan /_ s _/, merupakan bentuk pungut dari bahasa Perancis. Bunyi ini dilafalkan sebagai /_ s _/ setelah diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia, misalnya :Chauffeur sopirChep sepChimpanse simpanseMachine mesinSatu hal yang dapat dicatat dari grafem ini adalah bahwa dalam bahasa sumber tidak pernah ditemukan didepan konsonan. Hal ini juga terjadi atas grafem lainnya yang dilafalkan /_ s _/.Sebagai grafem ch ini dilafalkan sebagai /_ x _/, yang diadaptasikan kedalam bahasa Indonesia sebagai k, misalnya ;Chronish kronisChemie kimiaCholera koleraSchema skemaSchandaal skandalSynchronishch sinkronisTechniek teknikPsykologie psikologiArcheologi arkeologiBeschuit biskuitDari kata diatas dapat dicatat bahwa ch yang mengikuti s dilafalkan /_ sx _/, diadaptasikan sebagai /_ sk _/ bila terdapat di muka vokal. Apabila terdapat di belakang vokal dan dilafalkan /_ s _/, maka akan diadaptasikan sebagai /_ s _/. Dari contoh-contoh ini terlihat dengan nyata bahwa penyesuaian ini dilakukan berdasarkan lafal.Selain perubahan diatas, fonem ini ada pula yang dilafalkan /_ s _/ meskipun terletak di muka vokal sepertiarchief(/_ ?arxif_/) diadaptasikan sebagai /_ ?arsip_/. Ada kemungkinan bahwa grafem yang dilafalkan /_ s _/ dikacaukan dengan yang dilafalkan /_ s _/. Disamping contoh ini ada pula sebuah kata yang berubah sama sekali, menyimpang dari bagaimana kata itu dilafalkan maupun maupun bagaimana kata itu ditulis yaituachteruityang diadaptasikan sebagai /_ ?atret _/. Dari segi fonologi memang ada beberapa fonem yang perlu disesuaikan, dari segi morfologinya pun segmennya terlalu panjang.2.1.3 Grafem Belandaeimempunyai kemiripan lafal dengan grafem Indonesiaaiyang diucapkan dalam satu kesatuan waktu. Dalam bahasa Indonesia grafem ini dilafalkan /_ ey _/ variasi fonetis dari /ay/ apabila menduduki posisi akhir:Aardbei /_ ?arbEy_/Gelei /_ selay_/Sprei /_ seprEy_/, /_ seperay_/Keizer /_ kaysar_/Pada posisi tengaheibiasanya diadaptasikan sebagai /_ E _/ karena dalam suku tertutup, terdengar sebagai vokal tunggal, misalnya :Kapitein /_ kaptEn _/Pleister /_ plEster _/Porselein /_ pOrselEn_/2.1.4 Grafemeuyang merupakan unsur sebuah kata dasar, diadaptasikan ke dalam bahasa Indonesia sebagai /_ I _/, misalnya :Keur /_ kIr _/Kleur /_ kelIr_/Chauffer /_ sOpIr _/Sebagai unsur morfem terikat, grafem ini bisa diadaptasikan sebagai /_ u _/.2.1.5 Proses adaptasi unsur-unsur Belanda bukannya baru saja terjadi. Proses ini sedah dikenal jauh sebelum dikenal adanya bahasa indonesia, ketika itu masih dikenal bahasa melayu karena hubungan dengan bangsa Belanda sudah terjalin beberapa abad sebelumnya. Pada mulanya bahasa indonesia tidak mengenal fonem /_f_/ sehingga semua fonem /_f_/ yang ada baik dari bahasa Belanda maupun dari bahasa asing lainnya diadaptasikan sebagai /_p_/. Lama-kelamaan dengan banyaknya kata atau istilah yang masuk kedalam bangasa indonesia ke bangsa indonesia /_f_/ tidak berubah.Selain pengaruh dari luar, /_f_/ juga tidak berubah karena ada kata atau istilah asing yang mempunyai fonem nini bisa dikacaukan dengan bentuk lain yang sudah dikenal, seperti :fakta, fataldanfolio. Jadi fonem f ini juga diterima agar tidak terjadi homofon. Akibatnya, banyak kata atau istilah yang sudah disesuaikan menjadi /p/, kembali lagi menjadi /p/ seperti dalam bahasa asalnya.Perubahan sejenis ini memang tidak terjadi dalam waktu beberapa bulan saja. Secara hukum perubahan ini bvaru terjadi dengan diresmikannya EYD, yang diresmikan /f/ sebagai suatu fonem. Secara liguistik fonem ini digunakan oleh bahasa nusantara. Rupanya inilah alasan mengapa kaum terpelajar indonesia menggunakan fonem ini bahkan menjadikan fonem /p/ menjadi /f/.Penyesuaian kembali menjadiftidak berlaku bagi semua bentuk. Masih cukup banyak kata atau istilah yang sudah digunakan secara meluas di kalangan masyarakat yang merupakan golongan mayoritas, tetap dieja dan dilafalkan sebagai fonem /p/. Hal ini berlaku juga untuk bentuk-bentuk yang tidak dirasakan atau dianggap asing lagi. Akibatnya didalam pemakaian sehari-hari dapat ditemukan adanya bentuk kembar (kata yang bentuknya mirip dan berasal dari sumber yang sama), misalnya :Familie familiFilm filmProfessor profesorActief aktifPositief positifSelain ditemukannya bentuk kembar adapula beberapa bentuk yang tetap p, tidak berubah kembali menjadi f, misalnya :Fabriek pabrikFeest pestaChauffer sopirKomfoor komporKoffer koperCshroef sekrupSlof selop2.1.6 Grafem g dalam bahasa Belanda tidak dilafalkan secara sama seperti dalam bahasa Indonesia. Grafem yang dilafalkan dalam bahasa Belanda tetap dituliskan /_g_/ dalam bahasa indonesia dan dilafalkan /_g_/. Dalam hal ini yang menjadi patokan adalah tulisan, bukan lafal.Dari daftar yang diteliti dapat dicatat beberapa istilah yang ditulis dan dilafalkan sama seperti dalam bahasa sumber. Garfem ini tidak dilafalkan /_g_/ karena posisinya yang terletak pada akhir suku kata, sedangkan berdasarkan distribusinya, /_g_/ tidak pernah menduduki posisi akhir dalam bahasa indonesia. Bentuk-bentuk ini pun tidak ditemuakan dalam pembicaraan sehari-hari selain dalam pembicaraan ilmiah.Selain penyesuaian seperti tersebut di atas, kadang-kadang g diadaptasikan sebagai k. Bentuk-bentuk ini banyak digunakan masyarakat, misalnya:Gaas kasaRaagbol rakbolVelg pelekApabila g dalam bahasa sumber dilafalkan s, akan diadaptasikan sebagai /_s_/, sebagaimana grafem lain yang dilafalkan /_s_/. Tetapi ada beberapa contoh yang dalam bahasa sumber dilafalhan /_z_/, diadaptasikan kedalam bahasa Indonesia sebagai /_s_/. Misalnya :Gelei /_ zelEi _/ selai /_ selay _/Gilette /_ zilEt _/ silet /_ silEt _/2.1.7 Diagraf Belanda ij melambangkan satu bunyi dan dilafalkan sama dengan ei. Jika ei diadaptasikan sebagai /_ ey _/ atau /_ ay _/, maka ij dapat diadaptasikan sebagai /_E_/ atau /_i_/. Apa yang menjadi dasar penyesuaian ini menjadi tiga bentuk, tidak jelas karena /_Ey_/ dianggap variasi fonetis dari /ay/ :1. menjadi /_ ay _/ seperti dalam:maatschappij maskapaipartaij partaibatterij baterai1. ada kalanya menjadi /_ E _/ seperti dalam :lijm lemijs esloterij lotererijbewijs rebewes2. kadang-kadang menjadi /_i_/, seperti dalam :lijn linpijp pipastrijk(en) strikaSebenarnya lafal diagraf ini paling dekat dengan bemtuk pertama, tetapi dari contoh diatas dapat disimpulkan bahwa ij hanya menjadi ai jika menduduki posisi akhir.2.1.8 Dalam bahasa Belanda grafem j dialfalkan dengan dua cara, /_y_/ dan /_z_/. Grafem j yang dilafalkan /_z_/ dalam bahasa sumber diadaptasikan sebagai j dalam bahasa Indonesia, misalnya:Journaal /_ zurna.l_/ jurnalJournalistiek /_ zurnalistik_/ jurnalistikPerlu dicatat bahwa sebagian besar kata atau istilah belanda dengan grafem j yang dilafalkan /_z_/ merupakan bentuk pungut dari bahasa Perancis.2.1.9 Grafem u belanda yang dalam bahasa sumber dilafalkan sebagai u dalam bahasa Indonesia diadaptasikan sebagai /_u_/. Hal ini terjadi karena bahasa Indonesia tidak mengenal fonem u sehingga grafemlah yang menjadi pangkal pengadaptasiannya, misalnya :Communist /_ kOm. unIst _/ komunisRubriek /_ rubrik _/ rubrikCyclus /_ siklAs _/ siklusSyllabus /_ silabAs _/ silabusDari data yang terkumpul ditemukan hanya satu contoh yang dalam bahasa Belanda dilafalkan /_ A _/, tetapi diadaptasikan sebagai /_ I _/, yaitubusdilafalkan /_ bAs _/ dan diadaptasikan sebagai /_ bis _/.2.1.10 Bahasa Belanda seperti juga bahasa-bahasa lainnya membedakan secara nyata /v/ dan /f/ : tidak demikian halnya dalam bahasa Indonesia yang mengenal v hanya sebagai grafem v akibat berhubungan dengan masyarakat barat. Grafem ini dilafalkan /_f_/, untuk mengganti grafem menjadi f tidaklah mungkin karena perubahan ini bisa menyebabkan bentuk asalnya menjadi kacau sehingga sukar bagi mereka yang mau membandingkannya dengan bentuk asalnya.Mengganti kata atau istilah dengan yang baru bukanlah hal yang mudah, sedangkan istilah yang mengungkapkan pengertian suatu ilmu sangat diperlukan. Karena itulah grafem ini diterima dalam bahgasa indonesia, tetapi tetap dilafalkan /_f_/. Jadi dalam bahasa Indonesia ini merupakan alograf dari f. Karena dilafalkan f, maka dalam bentukannya grafem ini menjadi p dan f, kata atau istilah yang sudah dipakai secara meluas di kalangan masyarakat tetap p, misalnya :Vanille paniliVentiel pentilVerband perbanVerlof perlopProvincie propinsiCiviel sipilKaveling kaplingAdvocaat alpokatIlmu semakin berkembang dan istilah yang diserap pun semakin banyak sehingga banyak istilah dengan grafem v digunakan dan dilafalkan sebagai /_f_/, terutama dalam istilah internasional.Selain penyesuaian di atas, data menunjukan adnya v yang tidak berubah menjadi p, melainkan berubah menjadi b, misalnya :Gouverneur gubernurServet serbetVeranda berandaMungkin hal ini terjadi karena v diucapkan sangat berat sehingga terdengar sebagai /_b_/.2.1.11 Diftong Belanda yang dilafalkan /_ ou _/ diadaptasikan kedalam bahasa Indonesia sebagai /_ aw _/. Meskipun mempunyai kesamaan ciri, kata yang mengandung fonem ini tidak dilafalkan demikian tetapi dilafalkan sebagaimana diftong ini dieja dalam bahasa Indonesia.2.1.12 Diftong Belanda yang dilambangkan dengan grafemu idilafalkan sebagaimana bunyi itu dieja dalam bahasa Indonesia karena tidak adanya padanan dalam bahasa Indonesia. Sebagai diftong depan, diadaptasikan sebagai vokal depan tinggi merendah /i/, misalnya :Besluit beslitBuis bis2.1.13 Grafem Belanda x yang dalam bahasa Indonesia pada umumnya hanya digunakan dalam perhitungan ilmu eksakta diadaptasikan kedalam bahasa Indonesia kedalam dua cara. Bila grafem ini menduduki posisi tengah antara dua vokal atau pada akhir suku kata, maka akan dilafalkan /_ks_/ sebagaimana dalam bahasa sumber. Sebaliknya bila menduduki posisi awal, maka dilafalkan sebagai /_s_/ dan tetap dieja x, misalnya :Xanthate xantatXenon xenonXylophoon xilofon2.1.14 Huruf terakhir dari abjad internasional diadaptasikan kedalam bahasa Indonesia sebagai /s/. Pada tahun 1972 grafem ini diresmikan pemakaiannya, dalam pemakaiannya ini hanya digunakan dalam inlmu eksakta dan dalam istilah ilmiah atau internasional, tetapi dilafalkan /_s_/. Karena dilafalkan /_s_/ itulah, grafem ini diadaptasikan sebagai s dan pada umumnya ditemukan pada posisi awal, misalnya :Zak sakuZalf salepZadel sadelZaink sengZegel segelZenuwen senewenZuster suster2.2 Adaptasi SilabisPenyesuaian bumnyi tidak hanya terjadi atas fonem tertentu saja. Ada kalanya penyesuaian seperti ini ditemukan juga pada suku kata, biasanya didasarkan pada lafal. Penyesuaian sejenis ini disebutadaptasai silabis. Penyesuaian ini terjadi karena struktur suku kata bahasa Belanda berbeda dari struktur kata bahasa Indonesia. Adaptasi ini dapat dibagi menjadi empat bagian :1. kata ekasuku menjadi dwisuku2. vokal tegang, baik yang dinyatakan dengan grafem ganda maupun dengan grafem tunggal, menjadi grafem tunggal3. konsonan ganda menjadi konsonan tunggal4. menghilangnya konsonan hambat pada akhir gugus konsonan pascavokal2.2.1 Kata dasar dalam bahasa Indonesia, seperti juga kata dasar bahasa-bahasa Nusantara lainnya, umumnya terjadi dari dua suku kata; sebaliknya dalam bahasa belanda dapat ditemukan banyak kata ekasuku. Jika bentuk-bentuk ini diserap, biasanya akan dijadikan kata dwisuku seperti kata dasar Indonesia pada umumnya. Banyak kata ekasuku menjadi dwisuku, tetapi tidak semua disesuaikan melalui proses yang sama karena bentuk asalnya pun tidak sama. Penyesuaian ini bisa berbentuk :1. Gugus dua vokal yang dalam tatabahasa tradisional disebut diftong, menjadi dua vokal dari dua suku kata, misalnya :bout /_ bOut _/ baut /_ baut _/kous /_ kOus _/ kaus /_ kaus _/duit duit /_ duwit _/puin puing /_ puWiN _/Apabila kata ekasuku yang mempunyai gugus vokal tersebut dimulai dengan gugus konsonan, dalam bahasa Indonesia gugus konsonan kata ekasuku tadi akan mendapat suara bakti sehingga menjadi trisuku, misalnya :fluit peluit /_ peluwit _/spuit sepuit /_ sepuwit _/2. Kata ekasuku menjadi dwisuku akibat gejala paragoge, suatu proses penambahan bunyi pada akhir suatu kata tanpa mengubah arti, diasanya berupa fonem. Penambahan fonem ini tidak terikat pada kaidah tertentu karena tidak semua kata ekasuku yang diserap akan disesuaikan dan tidak semua kata ekasuku akan mendapat penambahan dengan cara ini. Kata ekasuku ini ada yang mempunyai gugus konsonan pravokal, ada yang mempunyai gugus konsonan pascavokal, bahkan ada pula yang tidak mempunyai gugus konsonan. Kata yang mendapat perubahan akibat gejala paragoge adalah: penambahan fonem /a/ :feest pestalens lensaschets sketsanorm normapen penapijp pipapomp pompastrijk(en) strika penambahan fonem /u/ :bank bangkuboek bukukaart kartulamp lampuzak saku2.2.2 Bahasa Indonesia tidak membedakan vokal tegang dan tidak tegang. Kalaupun ada hanya merupakan variasi vokal atau berbeda karena distribusinya ; dengan kata lain dalam bahasa Indonesia perbedaan ini tidak fonemis. Dalam bahasa Belanda vokal tegang pada umumnya dituliskan dengan grafem ganda pada suku tertutup, atau dengan grafem tunggal dalam suku terbuka ; sedangkan vokal tidak tegang dituliskan dengan grafem tunggal.Grafem ganda yang menunjukkan vokal tegang juga tidak ditemukan dalam bahasa Indonesia. Jika dalam sebuah kata Indonesia ditemukan dua buah vokal yang sama secara berturut-turut, kedua vokal tadi merupakan anggota dari dua suku kata yantg berbeda. Karena itu, vokal tegang dalam bahasa Belanda menjadi vokal tidak tegang, sedangkan grafem ganda atau diagraf menjadi grafem tunggal atau monograf, misalnya :Lokaal lokalVeer perGoot gotAbsoluut absolutNominaal nominalFeest pestaSpier sepirKool kolInstituut institute2.2 3 Selain grafem ganda berupa vokal, bahasa Indonesia juga tidak mempunyai konsonan ganda seperti bahasa-bahasa Nusantara lainnya. Karena itu, semua kata atau istilah yang mempunyai kinsonan ganda akan diadaptasikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi konsonan tunggal, misalnya :Acclamatie aklamasiKoffer koperAbonnement abonemenAppel apelPatrouille patroliAssistent asistenCommandant komandanAggressie agresiSeandainya konsonan ganda itu mewakili bunyi-bunyi yang berbeda dalam bahasa sumber, penyesuaiannya akan mengikuti lafal, tidak semata-mata mengubah konsonan ganda menjadi konsonan tunggal.Accent aksenVaccin vaksinMilliard mlyarMillioen milyun2.2.4 Sebagian besar gugus konsonan pascavokal Belanda diakhiri oleh konsonan hambat di samping konsonan geser dan nasal. Sebaliknya struktur bahasa Indonesia tidak menghendaki gugus konsonan, apalagi gugus konsonan pascavokal, lebih-lebih lagi jika konsonan akhir dari gugus konsonan itu konsonan hambat dental. Jika dalam istilah yang akan diserap terdapat gugus konsonan jenis ini, biasanya konsonan hambat itu hilang, misalnya :Brandkast brankasVerband perbanAccoord akurAgent agenDi dalam kata atau istilah ekasuku, konsonan hambat pada akhir gugus konsonan pascavokal biasanya tetap, tidak hilang, bahkan kadang-kadang mendapat penambahan. Kata-kata ini pada umumnya merupakan istlah internasional yang masuk kemudian, setelah banyak dari bangsa indonesia mengenyam pendidikan. Hal ini menyebabkan istilah dwisuku bergugus konsonan pascavokal mempertahankan konsonan hambatnya , misalnya :Volt ,Kobalt, Sport.

2.3. Suara BaktiPada beberapa contoh diatas, adakalanya terlihat atau terdengar bahwa suatu kata atau istilah mendapat penambahan bunyi yang berfungsi sebagai pelancar ucapan. Bunyi seperti ini disebut suara bakti. Pada awal masuknya kata pungut, semua kata atau istilah yang mempunyai gugus konsonan mendapat suara bakti. Suara bakti, yang dalam hal ini biasanya diwakili oleh bunyi pepet, pasti timbul apabila konsonan pertama dari gugus konsonan pravokal adalah konsonan spiran /s/ atau jika konsonan kedua dari gugus konsonan pravokal itu adalah konsonan likuida /l/, dan sebaliknya apabila konsonan pertama dari gugus konsonan pascavokal itu adalah /l/, misalnya :1. Konsonan pertama gugus konsonan pravokal adalah konsonan spiral /s/, misalnyaScop sekopSmeer semirSmokkel semokel2. Konsonan kedua dari gugus konsonan pravokal adalah konsonan likuida, misalnyaGlas gelasKleuir kelirSlof selop3. Sebaliknya dari 2, bila konsonan pertama gugus konsonan pascavokal adalah konsonan /l/, misalnyaKalm kalemVelg pelekDari contoh diatas ternyata bahwa istilah yang merupakan kebalikan dari kelompok pertama, tidak mendapat suara bakti, seperti dalam ; ambulans, korps, mars, krans, ons. Istilah ini tidak berubah terutama gugus konsonannya, tetapi sebagian besar dari contoh ini diserap kemudian. Berdasarkan contoh istilah yang tidak kehilangan gugus konsonan, kemudian diserap beberapa bentuk yang sejenis dengan dengan diatas, tetapi tidak mendapat suara bakti, misalnya :1. Slogan, skripsi, spiral, staf, statistik2. Blangko, klep, klimaks, plot, konflik3. Film, helm, wals.Sebagian besar kata atau istilah yang tidak mengalami penyesuaian, merupakan kata atau istilah internasional dan istilah ilmiah. Beberapa istilah diantaranya yang sudah lama diserap, memang mendapat suara bakti ; tetapi dengan makin majunya pengetahuan, justru bentuk dengan suara bakti tadi mulai menghilang, misalnya dalam pilem, kompelek, setasiun, setandar, yang sekarang lebih dikenal sebagai film, komplek, stasiun, standar. Pada umumnya bentukan yang digunakan masyarakat yang kurang terpelajar lebih banyak mendapat penambahan suara bakti karena bahasa nusantara tidak mengenal adanya gugus konsonan.

3. Sistem Morfologi Bahasa Belanda dan IndonesiaPenyesuaian unsur serapan suatu bahasa tidak hanya terjadi dalam tataran fonologi saja, tetapi dapat juga terjadi dalam tataran morfologi. Penyesuaian ini pun akan mengikuti kaidah yang berlaku, dalam hal ini kaidah morfologi bahasa Indonesia. Untuk mengikuti penyesuaian ini ada baiknya kita meninjau dahulu system morfologi kedua bahasa yang bersangkutan. Dari penguraian ini dapat dilihat persamaan dan perbedaan kedua bahasa ini yang diperlukan untuk mengetahui penyesuaian kata/istilah Belanda ke dalam bahasa Indonesia.Kami akan membahas sistem kedua bahasa ini tidak secara luas, tetapi yang ada hubungannya dengan proses adaptasi unsure-unsur bahasa Belanda. Sehubungan dengan ini kami hanya membicarakan morfem ditinjau dari segi bentuk yang dapat membantu kita untuk lebih mengerti proses adaptasi morfologis, khususnya penyesuaian morfem bahasa Belanda dalam bahasa Indonesia.3. 1 Sistem Morfologi Bahasa IndonesiaDalam bidang morfologi suatu bahasa terdapat dua unsure yang mempunyai fungsi pembentuk kata: unsur yang secara langsung membina suatu kalimat dan unsur yang secara tidak langsung membina suatu kalimat. Yang dapat membina kalimat secara langsung disebut morfem bebas dan morfem dasar, sedangkan yang tidak dapt membina kalimat secara langsung disebut morfem terikat. Morfem bebas sudah merupakan kata, tetapi kata itu tidak hanya terjadi dari morfem bebas saja, melainkan juga dari bagian-bagian lain yang membentuk kalimat. Bagian-bagian itu dapat merupakan gabungan morfem terikat dengan morfem bebas, atau morfem dasar dengan morfem dasar.Kata yang membentuk suatu kalimat itu dapat ditinjau dari dua segi: dari bentuk dan jenis katanya. Dalam makalah ini akan membahas dari segi bentuk saja karena jenis kata tidak mempengaruhi proses adaptasi secara langsung, menurut bentuknya kata dibagi atas :1. Kata dasar: Dalam bahasa Indonesia, juga dalm bahasa-bahasa Nusantara lainnya, kata dasar umumnya terdiri dari dua buah suku kata dan tidak mengenal gugus konsonan.2. Kata berafiks: yang dimaksud dengan kata berafiks ialah gabungan anatara kata dasar dengan afiks. Afiks, yang merupakan morfem terikat, dalam bahasa Indonesia dibagi limaa. Prefiks (awalan)b. Infiks (sisipan)c. Sufiks (akhiran)d. Konfikse.e. Gabungan dari dua atau lebih dari keempat bentuk diatas.Semua morfem bebas dapat memperoleh salah satu bentuk terikat. Bentuk dari kata yang mendapat afiks ini biasanya tidak berubah, ditambahkan langsung pada morfem bebas atau kata; kalaupun ada, perubahan itu sangat kecil. Perubahan pada umumnya timbul pada kata yang berprefiks me- atau pe-. Yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah :a. Kata dasar yang mendapat prefiks ini akan mendapat atau mengalami proses nasalisasib. Nasal itu harus homorgan dengan fonem awal dari kata dasar tersebutc. Jika fonem awalnya konsonan bersuara, maka tidak akan luluh; sebaliknya jika merupakan konsonan tidak bersuara, maka akan luluh kecuali fonem /c/. peluluhan ini hanya terjadi pada kata dasar.3. Kata ulang: bentuk pengulangan bisa terjadi atas pengulangan sukuawal, seluruh kata dasar, pengulangan atas seluruh kata dasar denganperubahan pada salah satu bentuknya, dan pengulangan yang berafiks4. Kata majemuk atau gabungan kata: merupakan gabungan dua buah kataatau lebih yang membentuk satu kesatuan arti, karena itu tidak dapatdipecahkan lagi atas bagian-bagian yang lebih kecil tanpa mengubahpengertiannya. Gabungan itu membentuk suatu pusat dan biasabyaterbentuk menurut hokum D-M.3.2 Sistem Morfologi Bahasa BelandaUaraian kata dalam bahasa Belanda pun hanya dibahas pada pebguraian menurut bentuknya, yang terbagi atas:1. Kata dasar: ialah kata yang tidak dapat dibagi lagi, dapat berupa satu suku kata atau lebih.2. Kata berafiks: ialah kata dasar yang mendapat afiks. Dalam bahasa Belanda, afiks dapat dibagi menjadi dua, yaitu:a.Afiks pembentuk kata baru, yang dibentuk dari kata-kata yang sudah ada. Jenis ini dapat dibagi lagi atas; prefiks, sufiks, atau gabungan dari keduanya (dalam bahasa Belanda disebut afleidingsaffixen)b. Afiks pembentuk atau penunjuk fungsi kata dalam kalimat; merupakan alat untuk menunjukkan fleksi yang membedakan jumlah, kasus, waktu, cara, dll.c. Kata majemuk: kata majemuk terjadi dari gabungan dua kata yang sudah ada dan selalu terjadi dari dua anggota. Jika gabungan kata itu bersifat endosentris, anggota pertama menentukan yang lain.

3.3 Persamaan Sistem Morfologi Bahsa Indonesia dan BelandaMenurut bentuknya kata dalam kedua bahasa tersebut mempunyai pembagian yang menunjukkan kesamaan. Kata dasar dalam kedua bahasa ini merupakan dasar dari pembentukan kata lainnya, baoik kata berafiks maupun gabungan kata. Kecuali afiks pembentuk fleksi, afiks lainnya dalam bahasa Belanda, seperti juga dalam bahasa Indonesia, dihubungkan satu dengan yang lainnya tanpa mendapat perubahan bentuk.3.4 Perbedaan Sistem Morfologi Bahasa Indonesia dan BelandaSeperti juga sistem fonologi kedua bahasa ini, meskipun terdapat cukup banyak persamaan dalam system morfologi, tidaklah berarti bahwa tidak terdapat perbedaan, lagi pula kedua bahasa ini termasuk dalam rumpun bahasa yang berbeda. Perbedaan sistem morfologi kedua bahasa ini antara lain terdapat pada:1. Kata dasar: suku kata bahasa Indonesia pada umumnya hanya dua dan tidak mengenal gugus konsonan. Sedangkan kata dalam bahasa Belanda terdiri dari satu suku kata atau lebih dan mengenal sejumlah gugus konsonan.2. Kata berafiks: kedua bahasa ini mengenal adanya afiks, tetapi proses adaptasi antara kedua bahasa ini tidak terjadi dalam tataran afiks. Proses adaptasi hanya terjadi atas morfem bebas, sedangkan afiks yang mungkin dapat diserap juga, diadaptasikan sebagai satu kesatuan bentuk.3. Kata ulang: dalam bahasa Belanda tidak mengenal adanya pengulangan kata, tidak seperti dalam bahasa Indonesia.4. Kata majemuk : kata majemuk dalam bahasa Belanda hanya terjadi dari dua buah kata, sedangkan dalam bahasa Indonesia kata majemuk terjadi dari gabungan dua buah kata atau lebih. Anggota pertama dari kata majemuk yang bersifat endosentris dalam bahasa Belanda menerangkan anggota kedua, sedangkan dalam bahasa Indonesia sebaliknya.Setelah melihat perbedaan system morfologi kedua bahasa tadi, ada baiknya kita membahas kemungkinan apa saja yang dapat terjadi akibat perbedaan:1. Kata ekasuku dalam bahasa Belanda akan diserap sebagai kata dwisuku dengan penambahan yang ada pada umumnya terjadi pada akhir suku kata tanpa peraturan yang tetap. Seandainya kata ekasuku tadi mempunyai gugus konsonan, maka akan mendapat suara bakti antara gugus konsonan tadi. Sebaliknya, kata dalam bahasa Belanda bersuku banyak yang diadaptasikan ke dalam bahasa Indonesia seolah-olah dipadukan karena mengalami perubahan yang disebut gejala haplologi. Haplology adalah suatu proses di mana sebuah kata kehilangan suku kata di tengah-tengah kata tersebut.2. Kata dalam bahasa Belanda, baik berupa bentuk dasar maupun bentuk berafiks diserap ke dalam bahasa Indonesia sebagai bentuk dasar, tidak sebagai bentuk jadian/berafiks. Maka jika ingin diberi imbuhan, kata tersebut akan mendapat perlakuan yang sama dengan kata Indonesia lainnya. Misalnya: bila sebuah kata mendapat prefiks me-, maka akan mendapat nasal homorgan.3. Tidak semua gabungan kata atau kata majemuk dalam bahasa Belanda diserap sebagai kata majemuk pula, ada sejumlah kata yang diserap sebagai kata dasar. Jika gabungan kata itu masih dirasakan sebagai kata majemuk, ia akan disesuaikan dengan kaidah kata majemuk Indonesia. Yaitu: jika kata majemuk itu bersifat endosentris, maka ia terbentuk menurut hukum D-M.4. Adaptasi MorfologisPenyerapan suatu kata tidak hanya terjadi dalam tataran fonologis, tetapi juga terjadi dalam tataran morfologis. Jika penyesuaian itu terjadi berdasarkan struktur morfologi suatu bahasa, maka hal tersebutlah yang dikatakan sebagai adaptasi morfologis. Suatu morfem daalm bahasa sumber, baik morfem bebas maupun morfem terikat, akan disesuaikan dengan struktur morfologis bahasa pemungut.Struktur morfologis bahasa pemungut meliputi bentuk-bentuk terikat dan struktur kata dasar. Penyesuaian unsur-unsur tersebut ditinjau sebagai satu kesatuan bentuk. Namun, tak dapat disangkal bahwa penyesuaian ini tidak dapat dipisahkan dari adaptasi fonologis; lafal tetap menjadi unsur penentu dalam suatu adaptasi morfologis. Bahkan banyak unsur bahasa Belanda yang polimorfemis berubah bentuk menjadi monomorfemis dalam bahasa Indonesia. Bentuk polimorfem ini bisa terjadi dari morfem dasar dengan morfem terikat, atau dari dua buah morfem dasar atau lebih.Bentuk serapan akan disesuaikan dengan kaidah bahasa pemungut. Jika sebuah bentuk serapan tidak menyalahi kaidah yang erlaku dalam bahasa pemungut, baik kaidah fonologis maupun morfologisnya, maka bentuk tersebut dikatakan mengalamiadaptasi zeroatau nol, artinya ia tidak mengelami suatu perubahan.Di samping itu, dapat pula kita tmukan beberapa bentuk yang diserap berdasarkan analogi. Penyerapan jenis ini dilakukan baik berdasarkan bentuk yang sudah ada dalam bahasanya sendiri, maupun bentuk yang diserap dari bahasa asing.4. 1 Adaptasi PolimorfemisPenyerapan unsur-unsur bahasa Belanda yang terjadi dari beberapa morfem, dapat dibagi dua:1. Penyerapan morfem dasar dengan morfem terikat2. Penyerapan dua morfem dasar atau lebih4. 1. 1 Penyerapan morfem dasar dengan morfem terikatDalam menyerap unsur polimorfemis Belanda yang terjadi dari morfem dasar dengan morfem terikat, dalam hal ini afiks, morfem terikat Bahasa Belanda ini tidak dikenal sebagai afiks dalam bahasa Indonesia, melainkan sebagai bagian dari morfem dasar serapan. Banyak unsure serapan polimorfemis kemudian berubah menjadi unsure morfofonemis dalam bahasa Indonesia. Penyesuaian tersebut adalah sebagai berikut:1. Sufiks bahasa Belanda aal menjadi al dalam bahasa Indonesia, karena BI memang tidak mengenal vokal tegang.Contoh:Doctoraal >doktoralKoloniaal >colonialNormal >normalVerbaal >verbal2. Sufiks bahasa Belanda age menjadi ase dalam bahasa Indonesia dan merupakan bagian dari kata dasar serapan.Contoh:Etalage >etalasePercentage >persentaseCamourflage >kamuflaseSpionage >spionaseSebelum unsur-unsur Barat mempengaruhi bahasa Indonesia, pepet tidak pernah menduduki posisi akhir1.Namun, sekarang bentuk sejenis ini cukup banyak kita temukan, baik dalam suku akhir terbuka maupun yang tertutup. Di samping bentuk-bentuk di atas, ada yang diadaptasikan secara berbeda. Setelah diselidiki ternyata dalam bahasa sumber bentuk ini pun merupakan bentuk dasar. Mungkin atas dasar itulah bentuk-bentuk tersebut diadaptasikan berbeda dari yang lain, contoh:Bagage >bagasiGarage >garasi3. Sufiks bahasa Belanda air yang juga merupakan bentuk pungut dari bahasa Perancis, diadaptasikan sesuai dengan cara morfem tadi dilafalkan, yaitu /er/, contoh:Arbitrair >arbitrerAutotrair >otoriterComplementair >komplementerHonorair >honorer4. Sufiks bahasa Belanda ant menjadi an dalam bahasa Indonesia, konsonan pada akhir gugus konsonan pascavokal sering menghilang, contoh:Consonant >konsonanRestaurant >restoranTransmigrant >transmigranVariant >varian5. Sufiks bahasa Belanda eel menjadi al dalam bahasa Indonesia, contoh:Formeel >formalFunctioneel >fungsionalRationeel >rasionalStructureel >struktural2Commercieel >komersialSentimenteel >sentimentalPotentieel >potensialPrincipieel >prinsipial6. Sufiks pembentuk verba bahasa Belanda eren dalam bahasa Indonesia kehilangan suku akhirnya dan kemudian diadaptasikan sebagai ir, contoh:Blokeren blokirParkeren parkirSolderen soldirTaxeren taksirTidak semua kata bahasa Belanda bersufiks eren dapat diadaptasikan sebagai ir. Menurut S. Tjokronegoro (dalam Tjukupkah Saudara Membina Bahasa Kesatuan Kita?, Jakarta, 1968, hal. 45) kata bersufiks eren akan diadaptasikan menjadi ir bila:1. Kata nama dalam bahasa Belanda tidak mungkin atau sukar diIndonesiakan;2. Verba bahasa Belanda lebih dikenal orang Indonesia daripada kata namanya.7. Sufiks bahasa Belanda eur dalam bahasa Indonesia menjadi dua bentuk yang berbeda: ir dan ur, contoh:Chauffeur sopirControleur kontrolirFormateur formatirImporteur importerConducteur kondekturDirecteur direkturGouverneur gubernurRedacteur redakturKedua bentuk ini diadaptasikan ke dalam bahasa Indonesia dalam waktu yang berbeda, seperti halnya kesepadanan bunyi fonem-fonem bahas berkerabat pun menyatakan bahwa tiap zaman mempunyai korespondensi sendiri; dua fonem atau bentuk yang berbeda tidak akan berkorespondensi dalam satu waktu atau dalam waktu yang bersamaan.Korespondensi fonemis merupakan salah satu cara untuk membandingkan dua buah bahasa atau lebih. Kedua bahasa tadi dikatakan mempunyai fonem yang sepadan jika bisa ditemukan rekurensi dank o-okurensi karena perubahan bunyi terjadi secara teratur. T. Bynon mengatakan bahwa korespondensi yang teratur antara unsure atau segmen yang terjadi karena perubahan fonetis yang teratur, dapat ditemukan dalam 3 keadaan, yaitu:1. Perkembangan suatu kata (di dalam bahasa yang sama).2. Korespondensi bahasa-bahasa berkerabat3. Kata pungut dan bentuk-bentuk utama dalam bahasa sumberBerdasarkan kategori di atas dapat dibuat suatu hipotesa bahwa ada dua masa korespondensi fonemis, yaitu:1. Masa eur berkorespondensi dengan ir2. Masa eur berkorespondensi dengan urDari data yang terkumpul dapat disimpulkan bahwa bentuk yang berubah menjadi ur ada padanannya dengan sufiks or dalam bahasa Inggris. Rupanya waktu itu pengaruh bahasa Inggris sudah masuk ke dalam bahasa Indonesia. Bentuk bersufiks eur yang tidak ada padanannya dengan bentuk dalam bahasa Inggris atau tidak ditemukan dalam bahasa Inggris, diadaptasikan menjadi ir. Mengingat baangsa Indonesia dijajah oleh Belanda selama hampir tiga ratus lima puluh tahun, berarti selama itu pula bahasa Belanda mempengaruhi bahasa Indonesia, sedangkan bahasa Inggris lebih banyak mempengaruhi bahasa Indonesia setelah Indonesia merdeka. Oleh karena itu dapat kami simpulkan bahwa penyesuaian eur menjadi ir terjadi lebih dahulu dari ur.8. Sufiks Belanda (t)ief diadaptasikan sebagai (t)if dalam bahasa Indonesia, sebagaimana bunyinya dilafalkan, hanya ejaannya saja yang disesuaikan dengan kaidah yang berlaku. Seperti jenis adaptasi atas bentuk terikat lainnya, bentuk serapan ini pun diadaptasi sebagai bentuk monomorfemis, contoh:Alternatief alternatifEffectief efektifInclusief inklusifProgressief progresif9. Tidak berbeda dari sufiks (t)ief, sufiks iek/-ica dalam bahasa Belanda juga diadaptasikan sebagaimana ia dilafalkan dengan penyesuaian ejaan, menjadi ik/ika, contoh:Artistiek artistikFanatiek fanatikPhonetiek fonetikTchniek teknikHarmonica harmonicaMechanica mekanikaMathematica matematikaPhysica fisika10. Sufiks bahasa Belanda isch diadaptasikan menjadi is dalam bahasa Indonesia, contoh:Economisch ekonomisEgoistisch egoistisPolitisch politisRealistisch realistis11. Sufiks bahasa Belanda ist diadaptasikan menjadi is dalam bahasa Indonesia, seperti sufiks ant yang kehilangan konsonan hambat /t/ yang terdapat pada akhir gugus konsonan pascavokal. Seandainya morfem terikat ist ini diserap sebagai morfem, maka ia ini akan berhomonim dengan bentuk adaptasi isch, contoh:Artist artisComponist komponisMorphinist morfinisPianist pianis12. Agak berbeda dari sufiks-sufiks lain, sufiks logie diadaptasikan ke dalam bahasa Indonesia berdasarkan ejaan dengan penyesuaian bentuk dan lafal, menjadi logi, contoh:Antropologie antropologiMorphologie morfologiPlanologie planologiSociologie sosiologi13. Sufiks pengecil (deminutif) bahasa Belanda je diadaptasikan ke dalam bahasa Indonesia sebagai I, tetapi kata yang bersufiks ini tidak diserap sebagai bentuk pengecil, melainkan sebagaimana benda yang dimaksud, contoh:Bakje bakiPetje peciPotje pociSchuitje sekociVariasi dari bentuk ini adalah the yang terbentuk jika fonem akhir dari kata dasarnya bukan konsonan hambat. Ada pula yang diserap dalam bentuk jamak tjes, yang diadaptasikan sebagai cis. Ada kemungkinan bahwa kata-kata tersebut diserap dalam bentuk jamak karena benda tersebut pada umumnya diambil dalam bentuk jamak. Bentuk serapan dalam bahasa Indonesia tidak diterima sebagai bentuk jamak, melainkan sebagai bentuk tunggal meskipun hampir tidak pernah diambil dalam bentuk tunggal, contoh:Laatje laciBoontjes buncisKaartjes karcis14. Sistem fonologi bahasa Indonesia tidak mengenal adanya vokal tegang, karena itu sufiks bahasa Belanda loog diadaptasikan sebagai log, contoh:DialoogdialogProloog prologBioloog biologPsycholoog psikolog15. Sufiks bahasa Belanda teit diadaptasikan menjadi tas dalam bahasa Indonesia, contoh:Universiteituniversitas16. Sufiks bahasa Belanda (is) (a) tie dalam bahasa Indonesia diadaptasikan sebagai (is) (a) si sebagaimana dilafalkan, contoh:Assurantie asuransiImigratie imigrasiIsolatie isolasiSpecialisatie spesialisasi17. Bahasa Indonesia tidak mengenal konsonan beraspirasi dan vocal tegang, karena itu sufiks bahasa Belanda theek diadaptasikan sebagai tek, contoh:Apotheek apotekBibliotheek bibliotekDischoteek diskotekHipotheek hipotek18. Sufiks bahasa Belanda uur diadaptasikan ke dalam bahasa Indonesia sebagai ur karena bahasa Indonesia tidak mengenal vokal tegang, contoh:Architectuur arsitekturCaricatuur karikaturMiniature miniaturPrematuur prematur19. Prefiks ver-, begitu juga dengan voor-, sama-sama diadaptasikan ke dalam bahasa Indonesia sebagai per. Seperti sufiks lainnya, prefix ini pun tidak diserap sebagai prefiks melainkan sebagai bagian dari bentuk dasar, contoh:Verponding perpondingVersnelling persnelingVoorschoot persekotVoorloper pelopor20. Selain afiks tersebut, masih ada lagi jenis afiks lain yang mempunyai kemiripan lafal dan tidak menyalahi kaidah morfologis bahasa Indonesia. Sebagian besar afiks ini diadaptasikan secara utuh terutama karena tidak menyalahi kaidah fonologis bahasa Indonesia, contohnya: bio-, anti-, tela-, intra-, -isme, -or.4.1. 2 Penyerapan dua morfem dasar atau lebihPenyerapan unsur polimorfemis bahasa Belanda tidak hanya terjadi pada morfem dasar dengan morfem terikat, melainkan juga pada dua morfem dasar atau lebih yang biasa disebut sebagai kata majemuk. Penyesuaian ini pun tidak dapat dipisahkan dari adaptasi fonologis.Kata majemuk akan mengalami penyesuaian yang berbeda dari yang pembahasan sebelumnya. Penyesuaian ini memenag tidak terlepas sama sekali dari adaptasi fonologis, tetapi ada kalanya struktur morfologisnya tidak sesuai. Dari contoh-contoh dia atas terlihat bahwa kata asing yang terdiri dari beberapa morfem, setelah disesuaikan ke dalam bahasa Indonesia akan berbentuk sebuah morfem saja tanpa dapat menunjukkan di mana batas morfem tadi. Hal ini disebabkan oleh perbedaan struktur morfologis.Unsur monomorfemis yang ada sebagai adaptasi dari unsur polimorfemis bahasa Belanda terjadi karena kita tidak menyerap morfem terikat, sedangkan dalam mengadaptasikan kata majemuk hal ini mungkin terjadi karena segmennya terlalu panjang. Jadi penyesuaian ini mengikuti struktur kata dasar bahasa Indonesia yang pada umumnya terdiri atas dua suku kata:Dommekracht dongkrakKurketrekker kotrekTafellaken taplakNyata bahwa penyesuaian tersebut di atas tidak didasarkan pada patokan bahwa suatu morfem dalam bahasa sumber harus berbentuk morfem pula dalam bahasa pemungut. Ini pun tidak berarti bahwa semua kata majemuk akan mengikuti penyesuaian seperti ini; semua gabungan kata yang tidak disesuaikan atas dasar struktur morfologisnya, tetapi akan mengikuti proses adaptasi fonologis, contoh:Plakzegel plaksegelPostwisse posweselVulpen pulpenVrachtauto prahotoDalam bab sebelumnya sudah dikatakan bahwa gabungan kata yang masih dirasakan sebagai kata majemuk dan bersifat endosentris, dalam bahasa Indonesia akan terbentuk menurut hUkum D-M. Kata majemuk bahasa Belanda yang bersifat endosentris tidak terbentuk menurut hokum D-M; karena jika diserap ke dalam bahasa Indonesia, akan mengikuti susunan kata majemuk bahasa Indonesia, contoh:Benzinepomp pompa bensinBushalte halte bisAdministratiebureaubiroadministrasiOperatiekamer kamar operasiPostkaart kartu pos4.2Pungutan UtuhDari sekian banyak kata bahasa Belanda yang diserap terdapat sejumlah kata yang dipungut ke dalam bahasa Indonesia secara utuh. Artinya, bentuknya dalam bahasa Belanda dan bahasa Indonesia sama. Pungutan ini disebut sebagai pungutan utuh. Ada tiga alasan mengapa suatu bentuk asing mengalami perubahas dalam proses penyerapannya, yaitu:1. Tidak menyalahi kaidah yang berlaku2. Merupakan istilah umum atau ilmiah3. Menghindari homonymPungutan itu pun masih dapat dibedakan lagi atas pungutan yang tepat sama baik lafal maupun tulisannya, dan pungutan yang sama ejaannya saja, lafalnya berbeda.4.2. 1 Pungutan Tepat SamaYang dimaksud dengan pungutan tepat sama adalah jenis pungutan yang bentuk maupun lafalnya dipungut tanpa ada perubahan sama sekali. Contoh fonem bahasa Belanda yang mempunyai kesamaan cirri dengan sejumlah fonem bahasa Indonesia, baik vocal maupun konsonan.1. Sebagian besar pungutan utuh itu diserap secara tepat sama karena tidak menyalahi kaidah yang berlaku, lafalnya pun tidak menyimpang, misalnya:AsbakBetonDynamoEmailFilterHaltekabinetLampionModeratorNeonOperaPastaRadioSaldoTableWortel2. Sejumlah istilah umum atau ilmiah yang diserap ke dalam bahasa Indonesia, jumlahnya relatif sedikit, contohnya:Ad interimCafEufimismeFahrenheitHymneKobaltLogeMerkDiafragmaParfumQuo vadisSportTaxiVoltXerox4.2.2 Dalam bab sebelumnya telah dibahas bahwa ada beberapa fonem bahasa Belanda yang tidak dikenal dalam bahasa Indonesia. Di pihak lain grafemnya bukanlah hal yang asing; dengan kata lain fonemnya tidak mempunyai kesamaan cirri, sedangkan grafemnya sama.Dalam hal ini yang berbeda hanyalah lafalnya. Fonem yang dimaksud ialah: /x/, //,/Yang dieja sebagai g, u, dan ui.1. Grafem g bahasa Belanda selalu dilafalkan /_x_/, sedangkan dalam bahasa Indonesia dilafalkan g, seperti terlihat dalam contoh;Giro xiro giroGratis xratis gratisBrigade brixade brigadeRadiogram radioxram radiogram2. Grafem u, sebagai vokal tidak tegak yang hanya terdapat dalam suku tertutup, dalam bahasa Belanda dilafalkan sebagai4.3. AnalogiPemungutan unsur-unsur dari bahasa asing tidak selalu terjadi secara langsung. Adakalanya pembentukan suatu kata didasarkan atas peniruan unsure yang pernah didengar atau memang unsur yang sudah dikenal. Pembentukan berdasarkan contoh seperti ini disebut analogi. Pernis mengatakan bahwa dalam setiap bahasa akan timbul kata-kata, baik kata dasar maupun kata jadian, dan susunan kalimat menurut suatu contoh. Hal inilah yang menjadikan analogi sebagai suatu factor yang sangat penting dalam bahasa.Pelajaran bahasa, baik bagi anak kecil maupun orang dewasa berpangkal pada analogi, bahkan dalam setiap bahasa dapat ditemukan perubahan berdasarkan berdasarkan analogi dapat dibagi menjadi:1. Analogi bunyi: penyesuaian berdasarkan bunyi yang dikenal; bentuk hiperkorek pada umumnya didasarkan pada analogi bunyi.2. Analogi bentuk: pembentukan suatu kata berdasarkan bentuk yang ada, baik bentuk asli maupun bentuk asing.3. Analogi sintaksis: pembentukan struktur kalimat berdasarkan contoh struktur kalimat yang ada; dalam bahasa Indonesia sering berupa penggunaan kata depan atau kata penghubung berdasarkan struktur kalimat bahasa Belanda.Dalam pembentukan kata, analogi merupakan factor yang sangat menentukan. Bukan saja kata baru dibentuk berdasarkan contoh atau pengaruh yang sudah ada, tetapi juga unsure asli yang dibentuk berdasarkan bentuk asing, sehingga bisa disebut sebagai bentuk pungut terjemah. Jadi, analogi dapat dianggap sebagai salah satu cara yang paling utama,dan bisa mengubah suatu bahasa. Proses pembentukan kata-kata baru berdasarkan perubahan analogi dari bahasa Belanda biasanya mengikuti analogi bentuk dan analogi sintaksis.4.3.1 Analogi BentukPada umumnya perubahan berkisar pada perubahan bentuk yang berlandaskan bunyi atau lafal.1. Analogi yang dibentuk berdasarkan unsur-unsur asli biasanya kata atau istilah asing yang sudah tidak dirasakan asing lagi. Kata adaptasi misalnya, dalam bahasa Belanda hanya mempunyai hubungan dengan bentuk-bentuk seperti adaptatie dan adapteren. Dalam bahasa Indonesia, berdasarkan analogi atas pembentukan unsure-unsur asli, dibentuklah kata-kata seperti adaptasi, mengadaptir, disamping mengadaptasikan, diadaptir, di samping diadaptasikan, pengadaptasian, dan lain-lain. Bentuk-bentuk asing diserap sebagai unsur yang utuh yang kemudian dianggap sebagai kata dalam bahasa Indonesia sehingga mendapat afiks seperti kata-kata lainnya.2. Analogi berdasarkan bentuk-bentuk asing ialah pembentukan beberapa kata baru berdasrkan bentuk-bentuk asing, terutama melalui morfem terikat atau afiks.Dari bentuk-bentuk yang diadaptasikan dapat dilihat bahwa beberapa kata dalam bahasa Indonesia dibentuk dengan afiks berdasarkan contoh-contoh yang sudah ada. Jadi, dapat dikatakan bahwa ada beberapa afiks yang diadaptasikan melalui analogi, diantaranya adalah:1. Berdasarkan bentuk-bentuk seperti artis, komunis, dan lain-lain, terbentuklah kata-kata seperti pancasilais, marhaenis yang lebih menekankan pengertian sebagai pengikut atau penganut. Sesuai dengan bentuk analogi yang lain seperti yang dikatakan oleh Badudu, bahwa analogi dengan unsure-unsur asing perlu dibatasi agar tidak mudah digunakan sekehendak hati.2. Dari bentuk-bentuk seperti fanatisme, komunisme, dan lain-lain, terbentuklah banditisme, bebekisme, marhaenisme, sukuisme.3. Mengikuti pola kolonisasi dan stabilisasi terbentuklah istilah seperti neonisasi, kuningisasi, dan lain-lain.4.3.2 Analogi berdasarkan Asas Pungut TerjemahBerdasarkan bentuk asing, dapat dibuat suatu bentukan baru. Bentuk asing tersebut digunakan dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan unsur-unsur asli yang mempunyai pengertian yang sama, sehingga disebut sebagai bentuk pungut terjemah. Badudu menyebut bentuk seperti di atas sebagai hasil dari swadaya bahasa. Beberapa di antaranya:1. Istilah Belanda ontevreden berarti tidak puas. Sufiks bahasa Belanda heid yang membentuk kata sifat menjadi kata nama, dianggap sebagai bentuk yang sejajar/sepadan dengan konfiks ke-an dalam bahasa Indonesia sehingga ontevredenheid menjadi ketidakpuasan. Melalui bentuk pungut terjemah masih terlihat bentuk ketidakhadiran, ketidakmampuan, ketidaktahuan, ketidaksempurnaan, dan lain-lain.2. Di samping bentuk di atas masih ada satu bentuk lain yang secara produktif dibentuk secara analogi berdasarkan asas pungut terjemah ini. Istilah Belanda misverstand berarti salah paham. Istilah lain yang diserap berdasarkan asas ini ialah: salah hitung, salah langkah, salah cetak, dan lain sebagainya.

Catatan kaki:1. Santun Bahasa No. 28, Kompas, 19692. Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Pedoman Umum Pembentukan Istilah (Jakarta, 1975), hal. 36)1 KomentarANALISIS BUNYIHURUF12 Mei 2009 pada 17:39 (linguistik)Tags:analisis,bunyi huruf,Dheka,linguistikAbjadContoh KataBahasa

aadatIndonesia

ahaatBelanda; rasa benci

a;ask, part(Inggris)

lan(Prancis)

(disebutash)man(Inggris)

emeja(Indonesia)

men(Inggris)

(disebutschwa; Ind.Pepet)lebih(Indonesia)

:turn(Inggris)

un(Prancis)

Lonceng(Indonesia)

mme(Prancis)

iitu(Indonesia)

ibiene(Jerman; lebah)

ibit(Inggris)

i:mean(Inggris)

oobat(Indonesia)

pokok(Indonesia)

bleu(Prancis)

bon(Prancis)

onot(Inggris)

o;for(Inggris)

ubuku(Indonesia)

u:fool, rule(Inggris)

tu(Prancis)

but(Inggris)

aibalai(Indonesia)

auhouse(Inggris)

there(Inggris)

ouhome(Inggris)

boy(Inggris)

bbuta(Indonesia)

ddaging(Indonesia)

djadi(Indonesia)

ddhadhung(jawa; tali)

d3bridge(Inggris)

ffar(Inggris)

ggelap(Indonesia)

hhampir(Indonesia)

jyes(Inggris)

kkapal(Indonesia)

llampu(Indonesia)

mpadam(Indonesia)

nini(Indonesia)

nynyonya(Indonesia)

nhangat(Indonesia)

ppagi(Indonesia)

rharus(Indonesia)

rare(Inggris)

rraad(Belanda; nasihat)

ssudah(Indonesia)

Ship(Inggris)

ttadi(Indonesia)

tbaca(Indonesia)

penthung(jawa; tongkat)

tchurch(Inggris)

(disebut thorn)thin(Inggris)

the(Inggris)

vvague(Inggris)

wweg(Belanda; jalan)

akhir(Indonesia)

zzoo(Inggris)

measure(Inggris)

anak(Indonesia)

DAFTAR PUSTAKAAlwasilah, A. Chaedar. 1983.Linguistik Suatu Pengantar. Bandung : AngkasaCher, Abdul. 1994.Linguistik Umum. Jakarta : Rineka CiptaVerhar, J.W.M. 1978.Pengantar Linguistik I.Yogyakarta : Gadjah Mada University Press

Diposkan 20th December 2012 oleh Penna Aryo Boga 0 Tambahkan komentar

Memuat Template Dynamic Views. Diberdayakan oleh Blogger.