Upload
nollyrat
View
803
Download
21
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Educational Research
Citation preview
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu bidang penting dalam manajemen pendidikan adalah berkaitan dengan
personil/sumberdaya manusia yang terlibat dalam proses pendidikan, baik itu pendidik
seperti guru maupun tenaga kependidikan seperti tenaga administratif. Intensitas dunia
pendidikan berhubungan dengan manusia dapat dipandang sebagai suatu perbedaan
penting antara lembaga pendidikan/organisasi sekolah dengan organisasi lainnya.
Ini menunjukan bahwa masalah sumberdaya manusia menjadi hal yang sangat
dominan dalam proses pendidikan/pembelajaran, hal ini juga berarti bahwa mengelola
sumberdaya manusia merupakan bidang yang sangat penting dalam melaksanakan
proses pendidikan/pembelajaran di sekolah. Oleh karena itu sumber daya manusia
dalam suatu organisasi termasuk organisasi pendidikan memerlukan pengelolaan dan
pengembangan yang baik dalam upaya meningkatkan kinerja yang dapat memberi
sumbangan bagi pencapaian tujuan. Meningkatnya kinerja sumber daya manusia akan
berdampak pada semakin baiknya kinerja organisasi dalam menjalankan perannya di
masyarakat.
Meningkatkan kinerja sumber daya manusia memerlukan pengelolaan yang
sistematis dan terarah, agar proses pencapaian tujuan organisasi dapat dilaksanakan
secara efektif dan efisien. Ini berarti bahwa pengembangan sumber daya manusia
menduduki posisi penting dalam suatu perusahaan/organisasi karena setiap organisasi
terbentuk oleh orang-orang, menggunakan jasa, mengembangkan keterampilan,
mendorong untuk berkinerja tinggi, dan menjamin untuk terus memelihara komitmen
dalam organisasi merupakan faktor yang sangat penting dalam pencapaian tujuan
organisasi. Sistem sumber daya manusia dapat mendukung keunggulan kompetitif
secara terus menerus melalui pengembangan kompetensi SDM dalam organisasi.
Pengembangan sumber daya manusia merupakan suatu ilmu dan seni yang
mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya secara
efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan. pengembangan sumber daya manusia
merupakan suatu pengakuan terhadap pentingnya unsur manusia sebagai sumber daya
yang cukup potensial dan sangat menentukan dalam suatu organisasi, dan perlu terus
dikembangkan sehingga mampu memberikan kontribusi yang maksimal bagi organisasi
maupun bagi pengembangan dirinya.
Dalam era yang penuh dengan perubahan, lingkungan yang dihadapi oleh
pengembangan sumber daya manusia sangatlah menantang, perubahan muncul dengan
cepat dan meliputi masalah-masalah yang sangat luas. Berdasarkan penelitian dan
sumber-sumber lain menurut Mathis (2001:4) dapat disimpulkan bahwa tantangan yang
dihadapi oleh pengembangan sumber daya manusia adalah sebagai berikut (a)
perekonomian dan perkembangan teknologi; (b) ketersediaan dan kualitas tenaga kerja;
(c) kependudukan dengan masalah-masalahnya; (d) restrukturisasi organisasi. Oleh
karena itu mengelola sumber daya manusia menjadi sesuatu yang sangat menentukan
bagi keberhasilan suatu organisasi, kegagalan dalam mengelolanya akan berdampak
pada kesulitan organisasi dalam menghadapi berbagai tantangan
Oleh karena itu tugas pimpinan sekolah untuk memberdayakan guru dalam proses
perencanaan berbagai program sekolah, pelaksanaan berbagai program, pendelegasian
berbagai tugas sesuai dengan kapasitas dan kemampuan guru tersebut serta
meningkatkan berbagai kompetensi yang mereka miliki. Jika para guru diberdayakan
dengan melibatkan mereka dalam berbagai aspek pendidikan di sekolah maka mereka
akan merasa dihargai dan mendorong mereka untuk merasa bertanggung jawab untuk
bekerja bersama-sama dalam rangka mencapai tujuan sekolah.
Kenyataan yang dapat diamati, ada pimpinan sekolah yang memiliki kemampuan
untuk mengembangkan dan memberdayakan para guru dan staf sesuai dengan
kompetensi mereka masing-masing sehingga suasana sekolah terlihat begitu kondusif
dan prestasi sekolah meningkat. Ada pula pimpinan sekolah yang hanya
memberdayakan sebagian guru dan staf, guru-guru potensial serta memiliki berbagai
kompetensi yang cukup baik tidak diberdayakan, dan tidak dilibatkan dalam berbagai
porgram sekolah, karena di anggap vokal, suka menentang kebijakan kepala sekolah dan
berbagai alasan lain. Para guru tersebut tidak diberikan kesempatan untuk
menyumbangkan ide atau gagasan bahkan ketrampilan tambahan yang mereka miliki
untuk memajukan sekolah. Hal ini tentunya cukup berpengaruh bagi kinerja mereka dan
dapat menghambat upaya untuk mencapai tujuan sekolah. Namun ada juga pimpinan
sekolah yang tidak mampu memberdayakan para guru dan staf sesuai dengan
kemampuan yang mereka miliki, contohnya guru yang tidak menguasai kurikulum
dengan baik diangkat sebagai koordinator urusan kurikulum, atau guru yang kurang
berkomunikasi, diangkat menjadi koordinator urusan hubungan masyarakat. Kenyataan
ini tentunya akan mengurangi suasana kondusif di sekolah.
Pemimpin yang efektif selalu memanfaatkan kerjasama dengan para bawahan
untuk mencapai cita-cita organisasi, Pidarta (2001:16). Disamping itu menurut Mulyasa
(2002:36), kepala sekolah yang efektif adalah kepala sekolah yang:
(1) mampu memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan baik, lancar dan produktif; (2) dapat menyelesaikan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan; (3) mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat sehingga dapat melibatkan mereka secara aktif dalam rangka mewujudkan tujuan sekolah dan pendidikan; (4) berhasil menerapkan prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat kedewasaan guru dan pegawai lain di sekolah; (5) bekerja dengan tim manajemen; (6) berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara produktif sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
MTs ..... merupakan salah satu sekolah yang mulai berkembang di kota ...... Hal
ini dapat dilihat dari animo masyarakat yang ingin menyekolahkan anaknya di sekolah
ini semakin meningkat. Sekolah ini terakreditasi B serta memiliki 7 rombongan belajar
ini telah mulai mencapai berbagai prestasi baik akademis dan non akademis di tingkat
kota dan provinsi. Sekolah ini juga memiliki sumber daya yang beragam kualifikasi
pendididikan dan kompetensi tambahan lainnya. Sebagian besar guru di sekolah ini
berkualifikasi sarjana serta memiliki guru berkualifikasi magister. Namun masih ada
sekitar 29% guru yang belum berkualifikasi sarjana. Guru-guru di sekolah ini juga
memiliki berbagai kompetensi yang dapat digunakan untuk meningkatkan mutu sekolah.
Ada guru yang menguasai teknologi informasi dan komunikasi, memiliki kemampuan
dibidang seni, olahraga, ketrampilan serta beberapa guru yang mengajar di sekolah ini
pernah menjadi instruktur mata pelajaran dan menjadi instruktur mata pelajaran untuk
tingkat kota bahkan tingkat provinsi.
Dari hasil observasi yang dilakukan peneliti, ternyata masih ada guru maupun
tenaga kependidikan (tata usaha) berkompetensi sangat baik di sekolah ini, namun tidak
dikembangkan dan diberdayakan sehingga mereka menjadi pasif dan tidak terlibat dalam
kegiatan pengembangan sekolah. Tugas mereka hanya mengajar semata-mata dan tidak
mendapat tugas-tugas tambahan baik sebagai koordinator, panitia dalam berbagai
kegiatan sekolah serta dalam kegiatan-kegiatan lainnya. Sekolah ini memang meulai
berprestasi namun prestasi sekolah ini akan lebih optimal jika semua komponen
termasuk guru diberdayakan secara optimal.
Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang” Pemberdayaan Sumber Daya Manusia pada MTs .......
B. Fokus Penelitian dan Rumusan Masalah
Yang menjadi fokus penelitian ini adalah bagaimana Pemberdayaan Sumber
Daya Manusia pada MTs ........
Berdasarkan fokus penelitian, maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan
sebagai berikut:
1. Bagaimana pemberdayaan sumber daya manusia pada MTs
2. Apa saja yang menjadi faktor-faktor pendukung pemberdayaan sumber daya
manusia pada MTs
3. Apa saja yang menjadi faktor-faktor penghambat pemberdayaan sumber daya
manusia pada MTs
4. Bagaimana upaya pemecahan masalah yang dilakukan dalam mengatasi
hambatan-hambatan pemberdayaan sumber daya manusia pada MTs
C. Tujuan Penelitan
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan hasil kajian tentang
manajemen SDM pada MTS. Sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan
mendapatkan hasil kajian dan deskripsi tentang:
1. Pemberdayaan sumber daya manusia pada MTs
2. Faktor-faktor pendukung pemberdayaan sumber daya manusia pada MTs
3. Faktor-faktor penghambat pemberdayaan sumber daya manusia pada MTs
4. Bagaimana upaya pemecahan masalah yang dilakukan dalam mengatasi
pemberdayaan sumber daya manusia pada MTs
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis.
Berbagai pemikiran, konsep dan gagasan teoretis yang dikemukakan serta hasil yang
diperoleh dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pendidikan
pada umumnya, dan bagi pengembangan ilmu manajemen pendidikan pada
khususnya, terutama pada aspek manajemen SDM (pendidik dan tenaga
kependidikan yang merupakan ujung tombak pendidikan
2. Manfaat praktis
a. Memberikan masukan kepada institusi pendidikan khususnya sekolah tentang
manajemen SDM didalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai
pendidik dan tenaga pendidik dalam rangka membina dan mengembangkan
sekolah.
b. Memungkinkan adanya penelitian lebih lanjut oleh peneliti lainnya untuk lebih
menggali, memperdalam dan mengembangkan permasalahan yang diteliti.
II. KAJIAN TEORITIK
A. Konsep Pengembangan
Pada hakekatnya konsep pemberdayaan merupakan pengembangan dari teori
Manajemen Partisipatif (Participative Management). Partisipasi merupakan proses yang
dilakukan organisasi untuk memberikan kesempatan bagi karyawan untuk berperanserta
dalam mengambil keputusan-keputusan tentang pekerjaan mereka. Pemberdayaan
mengandung pengertian yang lebih luas dari partisipasi, dan pengertian tersebut
berkembang terus sejalan dengan perkembangan teori-teori manajemen dan perilaku
organisasi.
Ditinjau dari sudut pandang organisasi, Pemberdayaan adalah proses mendorong
karyawan untuk menetapkan tujuan-tujuan dari pekerjaan mereka, dan memberi
wewenang yang lebih besar untuk melakukan pengambilan keputusan dalam lingkup
pekerjaan mereka. Tujuan pemberdayaan terfokus pada meningkatkan keterlibatan (job-
involvement) dan kepuasan kerja karyawan untuk meningkatkan kualitas hasil produksi
dan pelayanan, Moorhead & Griffin, (1995:34). Pemberdayaan yang didasarkan pada
sudut pandang organisasi disebut sebagai konsep Pemberdayaan Organisasi
(Organizational Empowerment).
Dewasa ini, konsep pemberdayaan mengalami pengembangan lebih luas, yaitu
dengan berkembangnya konsep-konsep pemberdayaan yang lebih didasarkan pada sudut
pandang sumberdaya manusia. Wood, Wallace dan Zeffane (2001:52) mengemukakan
bahwa pada hakekatnya pemberdayaan adalah pengembangan mentalitas “mampu
berkarya” yang positif dalam diri karyawan (creating a positive “can do” mentality
among employees). Mentalitas “mampu berkarya” ini tumbuh dari keyakinan diri para
karyawan akan kemampuannya untuk berkarya pada pekerjaannya (self-efficacy).
Keyakinan ini ditumbuhkan melalui proses pengembangan kompetensi-kompetensi
karyawan, pemberian dorongan dan persuasi terus menerus, serta dukungan emosional
dan keteladanan (modelling) dari para pimpinan di dalam kancah kegiatan kerja para
karyawan sehari-hari.
Selanjutnya dikemukakan bahwa pemberdayaan adalah aktivitas yang terfokus pada
pemberian kekeluasaan (liberating), bukan pengendalian (controlling), kepada karyawan
untuk mengaktualisasikan energinya, dan untuk menselaraskan (balancing) pencapaian
tujuan pribadi karyawan (pengembangan diri, kesejahteraan, dan lain-lain) dan tujuan
yang ditetapkan organisasi (produktivitas, efisiensi, profitabilitas, dan lain-lain)..
Hal senada dikemukakan oleh Gibson et al (2006: 72) bahwa pemberdayaan
karyawan (individual empowerment) adalah pemberian kesempatan dan dorongan
kepada para karyawan untuk mendayagunakan bakat, ketrampilan-ketrampilan,
sumberdaya-sumberdaya, dan pengalaman-pengalaman mereka untuk menyelesaikan
pekerjaan secara tepat waktu. Hasil-hasil yang dicapai dalam menerapkan konsep
pemberdayaan di berbagai perusahaan adalah peningkatan efisiensi dan kualitas dalam
produksi dan pelayanan.
Konsep pemberdayaan yang menekankan pada tinjauan tentang aspek-aspek sumberdaya manusia (aspek-aspek mentalitas, “self-efficacy”, bakat, dan lain-lain) disebut sebagai konsep Pemberdayaan Individu atau Pemberdayaan Sumberdaya Manusia (Individual or Human Resources Empowerment)
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan secara dapat dilihat
secara terpisah antara pemberdayaan organisasi dan pemberdayaan individu, namun
secara konseptual merupakan suatu model teoretik yang integratif. Pemberdayaan
organisasi tidak dapat berjalan tanpa dibarengi dengan pemberdayaan individu, dan
sebaliknya.
Pemberdayaan dijiwai oleh konsep manajemen partisipatif, yang pada dasarnya
adalah upaya untuk menumbuhkan partisipasi karyawan dalam bekerja dan dalam
pencapaian tujuan organisasi. Pengembangan Organisasi Tanpa Batas atau Pola-Pola
Bekerja Kelompok merupakan upaya menciptakan wahana bagi aktualisasi potensi,
kompetensi atau keahlian individu, yang didasarkan pada prinsip-prinsip manajemen
partisipatif. Ibaratnya, pemberdayaan organisasi adalah mempersiapkan kendaraan, dan
pemberdayaan individu adalah mempersiapkan pengemudinya. Kedua hal tersebut dapat
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka pemberdayaan dapat dikatakan sebagai
salah satu fungsi pokok manajemen, seperti halnya perencanaan, pengorganisasian,
pengendalian, dan fungsi-fungsi manajemen lainnya. Implikasinya adalah bahwa
pemberdayaan menjadi tugas dan tanggungjawab para manajer untuk melaksanakannya
sehari-hari secara terus menerus dan berkesinambungan. Dengan demikian,
pemberdayaan tidak lagi hanya dipandang atau digunakan pada kondisi-kondisi
perusahaan yang sedang mengalami kerugian atau hanya sekedar berfungsi sebagai
tindaklanjut program pelatihan karyawan.
A. Pengertian Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia dalam sebuah organisasi merupakan hal yang sangat
penting, seiring dengan makin besarnya perhatian dari berbagai pihak terhadap mutu
kehidupan manusia sesuai dengan kodrat dan martabatnya. Sejalan dengan itu, Siagian
(dalam Kambey, 1999: 3) menyatakan bahwa harkat dan martabat manusia bukan hanya
diakui akan tetapi harus dijunjung tinggi pula. Selanjutnya menurut Handoko (2001: 4)
keberhasilan pengelolaan sumber daya organisasi sangat ditentukan oleh kegiatan
pendayagunaan sumber daya manusia. Tujuannya adalah untuk memberikan organisasi
satuan kerja yang efektif.
Atmodiwirio (2000: 206) mendefinisikan sumber daya adalah unsur pendukung dan
penunjang pelaksanaan kegiatan yang terdiri atas tenaga, dana, sarana dan prasarana.
Selanjutnya pengertian ini dipertegas lagi oleh Nawawi (dalam Kambey, 1993: 3)
sebagai berikut:
1) Sumber daya manusia adalah manusia yang bekerja di lingkungan suatu organisasi
atau disebut personil, tenaga kerja, pekerja atau karyawan.
2) Sumber daya manusia adalah potensi manusia sebagai penggerak organisasi dalam
mewujudkan eksistensinya.
3) Sumberdaya manusia adalah protensi yang merupakan aset dan berfungsi sebagai
modal ( non material/finansial) di dalam organisasi bisins yang dapat diwujudkan
menjadi potensi nyata secara fisik dan non fisik dalam mewujudkan eksistensi
organisasi.
Menurut Handoko (2001: 3) manajemen personalia sekarang disebut manajemen
sumber daya manusia dan telah diterima secara universal. Sejalan dengan itu Flippo
(dalam Handoko, 2001: 3) menyatakan bahwa manajemen personalia adalah
perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan kegiatan-kegiatan
pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan dan
pelepasan sumber daya manusia agar tercapai berbagai tujuan individu, organisasi dan
masyarakat.
Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi hasil pembangunan suatu negara baik
dalam kuantitas maupun kualitasnya adalah faktor sumber daya manusia., karena
manusia sebagai pelaksana pembangunan tersebut, begitu juga dalam pelaksanaan
pembangunan dalam organisasi sekolah. Kambey (1999: 75) menyatakan bahwa:
1. keberhasilan suatu organisasi dan karyawan itu sendiri banyak ditentukan oleh faktor
penempatan karyawan yang tepat atau yang sesuai dengan kemampuan/ketrampilan
yang dimilikinya.
2. upaya untuk menyalurkan dan meningkatkan kemampuan kerja seseorang karryawan
dilakukan melalui penempatan karyawan pada suatu tempat atau jabatannya maupun
kualifikasi orang yang akan menduduki jabatan organisasi tersebut.
3. Untuk memanfaatkan sumberdaya manusai secara optimal, jika kemampuan bekerja
dari karyawan sudah sesuai dengan standar yang dibutuhkan untuk melakukan
pekerjaan yang dipercayakan kepadanya.
Dari berbagai definisi di atas, mengandung pengertian bahwa pemberdayaan
sumber daya manusia adalah pengakuan terhadap pentingnya satuan tenaga kerja
organisasi sebagai sumber daya manusia yang vital bagi pencapaian tujuan organisasi
dan pemanfaatan berbagai fingsi dan kegiatan personalia untuk menjamin bahwa mereka
digunakan secara efektif dan bijak agar bermanfaat bagi individu, organisasi dan
masyarakat. Dari paparan tersebut dapat dikemukakan bahwa keberhasilan organisasi
termasuk sekolah sangat ditentukan oleh sumber daya manusia dalam melaksanakan
tugas dan fungsinya sesuai dengan jabatan yang dipegangnya.
B. Pengertian Pemberdayaan
Pemberdayaan berasal dari bahasa Inggris, Empowerment. Empowerment
sendiri berasal dari kata power yang artinya control, authority, dominion. Awalan emp
artinya to put on to atau to cover with jelasnya more power. Jadi empowering artinya is
passing on authority and responsibility yaitu lebih berdaya dari sebelumnya dalam arti
wewenang dan tanggung jawabnya termasuk kemampuan individual yang dimilikinya
(Soerjono, 2003 : 48) Selanjutnya Tjiptoherijanto (2003: 08) mendefinisikan
pemberdayaan sebagai upaya upaya memberikan otonomi, wewenang dan kepercayaan
kepada setiap individu dalam suatu organisasi, serta mendorong mereka untuk kreatif
agar dapat merampungkan tugasnya sebaik mungkin.
Pemberdayaan dapat diartikan sebagai tujuan dan proses. Sebagai tujuan,
pemberdayaan adalah suatu keadaan yang ingin dicapai, yakni masyarakat yang memiliki
kekuatan atau kekuasaan dan keberdayaan yang mengarah pada kemandirian sesuai
dengan tipe-tipe kekuasaan yang disebutkan sebelumnya. Menurut Suharto (2005: 205)
Pemberdayaan sebagai proses memiliki lima dimensi yaitu:
1. Enabling; adalah menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi
yang diberdayakan berkembang secara optimal.
2. Empowering adalah penguatan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki oleh
yang diberdayakan dalam memecahkan masalah yang dihadapi dalam
melaksanakan tugasnya
3. Protecting diarahkan pada penghapusan segala jenis diskriminasi dan dominasi
yang tidak menguntungkan bagi yang diberdayakan.
4. Supporting yaitu pemberian bimbingan dan dukungan kepada yang diberdayakan
agar mampu menjalankan peran dan fungsinya.
5. Fostering yaitu memelihara kondisi kondusif agar tetap terjadi keseimbangan
distribusi pembagian tugas bagi yang diberdayakan dengan adil dan sesuai
dengan kkemampuan masing-masing.
Pemberdayaan mengandung makna adanya perubahan pada diri seseorang dari
ketidak mampuan menjadi mampu, dari ketidak-memiliki kewenangan menjadi
memiliki kewenangan, dari ketidak-mampuan untuk bertanggung jawab menjadi
memiliki tanggung jawab terhadap sesuatu yang dikerjakan.
Teori/ konsep yang menjadi acuan penelitian ini adalah manajemen sumber daya
manusia yang di dalamnya mengandung konsep sumber daya manusia, pengertian
pemberdayaan, tugas dan fungsi guru serta tugas dan peran pegawai
administrasidipegangnya
E. Tugas dan Fungsi Guru
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan di
hampir semua aspek kehidupan manusia. Berbagai permasalahan hanya dapat
dipecahkan kecuali dengan upaya penguasaan dan peningkatan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya peningkatan mutu pembelajaran di
sekolah agar mampu berperan dalam persaingan global.
Menurut Chaedar dalam Depdiknas (2005: 1) memasuki abad ke-21 kita
terperangkap oleh akumulasi ilmu pengetahuan dan teknologi dimana pendidikan tampil
sebagai kriteria penentu dalam mengkaji tingkat perkembangan dan pembangunan,
terutama pada tingkat nasional akan sangat ditentukan oleh pendidikan itu sendiri. Jika
pendidikan tidak bermutu maka pembangunan dapat dipastikan tidak dapat berlangsung
sebagaimana diharapkan, mengingat mutu pendidikan identik dengan mutu sumber daya
manusia yang merupakan pelaku utama dalam aktivitas pembangunan.
Mutu pembelajaran di sekolah ditentukan oleh banyak faktor, antara lain: guru
yang bermutu, kurikulum yang baik, sarana prasarana yang memadai, pengelolaan
pendidikan yang efisien dan efektif, dan didukung dengan dana operasional yang cukup.
Semua faktor itu penting dan saling berkaitan, tetapi yang paling menentukan adalah
mutu pelayanan yang diberikan oleh guru kepada siswa dalam pembelajaran.
Dengan perkataan lain, mutu pendidikan sangat ditentukan oleh mutu interaksi
guru-siswa di dalam proses pembelajaran di sekolah. Oleh sebab itu perhatian terhadap
guru sebagai sumber daya pembelajaran (teaching resources) harus memperoleh tempat
yang cukup besar dalam manajemen pendidikan.
Menurut Isdjoni (2004: 2) guru dalam menjalankan tugasnya mereka harus
berperan sebagai:
1) Planner, artinya guru memiliki program kerja pribadi yang jelas, program kerja
tersebut tidak hanya berupa program rutin, misalnya menyiapkan seperangkat dokumen
pembelajaran seperti Program Semester, Satuan Pelajaran, LKS, dan sebagainya. Akan
tetapi guru harus merencanakan bagaimana setiap pembelajaran yang dilakukan berhasil
maksimal, dan tentunya apa dan bagaimana rencana yang dilakukan, dan sudah
terprogram secara baik;
2) Inovator, artinya memiliki kemauan untuk melakukan pembaharuan dan
pembaharuan dimaksud berkenaan dengan pola pembelajaran, termasuk di dalamnya
metode mengajar, media pembelajaran, system dan alat evaluasi, serta nurturant effect
lainnya. Secara individu maupun bersama-sama mampu untuk merubah pola lama, yang
selama ini tidak memberikan hasil maksimal, dengan merubah kepada pola baru
pembelajaran, maka akan berdampak kepada hasil yang lebih maksimal;
3) Motivator, artinya guru masa depan mampu memiliki motivasi untuk terus belajar
dan belajar, dan tentunya juga akan memberikan motivasi kepada anak didik untuk
belajar dan terus belajar sebagaimana dicontohkan oleh gurunya;
4) Capable personal, maksudnya guru diharapkan memiliki pengetahuan, kecakapan
dan ketrampilan serta sikap yang lebih mantap dan memadai sehinga mampu mengola
proses pembelajaran secara efektif;
5) Developer, artinya guru mau untuk terus mengembangkan diri, dan tentunya mau
pula menularkan kemampuan dan keterampilan kepada anak didiknya dan untuk semua
orang. Guru masa depan haus akan menimba ketrampilan, dan bersikap peka terhadap
perkembangan IPTEK, misalnya mampu dan terampil mendayagunakan computer,
internet, dan berbagai model pembelajaran multi media.
Pada tataran operasional guru dapat mengfasilitasi proses pembelajaran dan
memperhatikan perkembangan peserta didik dalam berbagai dimensinya yang mengarah
pada kemilikan dan perkembangan intelegensi, ketrampilan, belajar, sikap, ketrampilan
bekerja dan kemandirian sosial.
Di dalam pandangan masyarakat, dari yang paling terbelakang sampai yang
paling maju, guru memegang peranan penting. Hampir tanpa kecuali, guru merupakan
satu di antara pembentuk-pembentuk utama calon warga masyarakat lewat suatu proses
interaksi belajar mengajar yang dilaksanakan dalam lingkup institusi yaitu sekolah,
sehingga costumer masyarakat, serta peserta didik sebagai pengguna jasa pendidikan
sangat menaruh harapan, agar sekolah dimana guru sebagai pelaku utama transfer
pengetahuan dan ketrampilan kepada peserta didik dapat mampu menjawab persoalan
dan tantangan seiring dengan irama kemajuan serta kebutuhan pasar kerja dan
pembangunan pada umumnya. Untuk itu guru/pendidik perlu meningkatkan kualifikasi
serta kompetensinya.
Sehingga menurut Soetjipto (2000: 37) jabatan guru merupakan jabatan
profesional dan sebagai jabatan profesional pemegangnya harus memenuhi kualifikasi
tertentu dan memiliki kompetensi sesuai bidang keilmuannya.
Senada dengan itu juga dikatakan oleh Wahyudin, D (2004: 924): bahwa tugas
profesional seorang guru harus melaksanakan peran sesuai dengan profil kemampuan
dasar seorang guru dalam proses pendidikan, di antaranya menguasai bahan
pembelajaran, mengelola program belajar mengajar, menggunakan media dan sumber,
mengelola interaksi belajar mengajar.
Setiap orang sangat berkepentingan dengan guru seperti diuraikan di atas, yaitu
guru diharapkan memiliki kualifikasi, kemampuan dasar (kompetensi) dan profesional.
Sehingga diharapkan peserta didik bukan bukan hanya dapat masuk dan diterima dalam
dunia kerja, mampu bersaing untuk diterima pada jenjang pendidikan lebih tinggi,
namun lebih dari itu dapat memecahkan masalah-masalah, persoalan kehidupan demi
pengembangan diri.
D. Tugas dan Peran Pegawai Administrasi
Peranan pegawai adminisitrasi sangat erat hubungannya dengan otoritas formal
yang diberikan oleh sekolag. Otoritas formal tersebut berupa tugas pokok dan fungsi
pegawai/administrasi. Pekerjaan tenaga administrasi menurut Terry (dalam Depdiknas
(2007: 3) meliputi: penyampaian keterangan secara lisan dan pembuatan surat menyurat
dan laporan-laporan sebagai cara untuk meringkas banyak hal dengan cepat guna
menyediakan suatu landasan fakta bagi tindakan kontrol dari pimpinan. Selanjutnya
ditambahkan Terry bahwa tujuh kegiatan tenaga administrasi adalah: (1) mengetik, (2)
menghitung, (3) memeriksa, (4) menyimpan, (5) menelpon, (6) menggandakan, (7)
mengirim surat, dan (8) lain-lain. Sedangkan Mill dan Standingford dalam Depdiknas
(2007:3) menyebutkan delapan kegiatan tenaga administrasi yaitu: (1) menulis surat, (2)
membaca, (3) menyalin (menggandakan), (4) menghitung, (5) memeriksa, (6) memilah
(menggolongkan dan menyatukan), (7) menyimpan dan menyusun indeks, dan (8)
melakukan komunikasi (lisan dan tertulis). Menurut The Lian Gie dalam Depdiknas
(2007: 4), tenaga tata usaha/pegawai administrasi memiliki tiga peranan pokok yaitu: (1)
melayani pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan operatif untuk mencapai tujuan dari suatu
organisasi, (2) menyediakan keterangan-keterangan bagi pucuk pimpinan organisasi itu
untuk membuat keputusan atau melakukan tindakan yang tepat, dan (3) membantu
kelancaran perkembangan organisasi sebagai suatu keseluruhan. Berdasarkan pendapat
The Lian Gie di atas, maka peranan pegawai administrasi sesungguhnya hanya satu yaitu
sebagai administrator karena ketiga peranan yang diungkapkan di atas yaitu melayani,
menyediakan, dan membantu sama dengan administrasi.
D. Pemberdayaan Guru dan Pegawai/Staf
Andi Kirana (1997: 56) mengatakan bahwa kepemimpinan yang memberdayakan
mengimplikasikan suatu keinginan untuk melimpahkan tanggung jawab dan berusaha
membantu dalam menentukan kondisi dimana orang lain dapat berhasil. Oleh karena itu,
seorang pemimpin harus menjelaskan apa yang diharapkannya, harus menghargai
kontribusi setiap orang, harus membawa lebih banyak orang keluar “kotak organisasi”
dan harus mendorong setiap orang untuk berani mengemukakan pendapat.
Sedangkan menurut Mulyadi dan Setiyawan (1999: 125) pemberdayaan staf
adalah pemberian wewenang kepada staf untuk merencanakan dan membuat keputusan
tentang pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, tanpa harus mendapatkan otorisasi
secara eksplisit dari atasan. Pemberian wewenang oleh manajemen kepada staf dilandasi
oleh keberdayaan staf. Pemberdayaan bersifat mendukung budaya dan tidak
menyalahkan. Kesalahan dianggap kesempatan untuk belajar Mc Kenna & Beech (dalam
Sholeh, 2000: 34).
Pemberdayaan menurut Andy Kirana (1997: 81) harus didukung oleh sejumlah
etika yang konsisten, dan orang-orang yang hidup dengan etika tersebut memberikan
contoh bagi yang lain. Etika dari pemimpin yang memberdayakan adalah menghormati
orang dan menghargai kekuatan dan kontribusi mereka yang berbeda-beda, menekankan
pentingnya komunikasi yang terbuka, jujur, bertanggung jawab untuk bekerjasama
dengan yang lain, mengakui nilai pertumbuhan dan perkembangan pribadi,
mementingkan kepuasaan pelanggan, berusaha memenuhi kebutuhan akan adanya
perbaikan sebagai suatu proses yang tetap dimana setiap orang harus ikut ambil bagian
secara aktif. Nilai-nilai etis ini akan membantu organisasi menjadi lebih kuat dan
menjadi tempat yang lebih baik untuk bekerja bagi setiap individu.
Pada dasarnya pemberdayaan merupakan pelepasan atau pembebasan, bukan
pengendalian energi manusia yang dilakukan dengan meniadakan segala peraturan,
prosedur, perintah dan lain-lain yang tidak perlu, yang merintangi organisasi untuk
mencapai tujuannya. Pemberdayaan bertujuan menghapuskan hambatan-hambatan
sebanyak mungkin guna membebaskan organisasi dan orang-orang yang bekerja di
dalamnya, melepaskan mereka dari halangan-halangan yang hanya memperlambat reaksi
dan merintangi aksi mereka Stewart (1998: 5). Menurut Mulyadi dan Setiyawan (1999:
42), untuk mewujudkan suatu pemberdayaan dalam organisasi, seorang pemimpin harus
memahami tiga keyakinan dasar berikut ini:
1. Subsidiarity. Prinsip ini mengajarkan bahwa badan yang lebih tinggi kedudukannya
tidak boleh mengambil tanggung jawab yang dapat dan harus dilaksanakan oleh badan
yang berkedudukan lebih rendah. Dengan kata lain, mencuri tanggung jawab orang
merupakan suatu kesalahan, karena keadaan ini akhirnya menjadikan orang tersebut
tidak terampil. Kenyataannya, di masa lalu organisasi lebih banyak dirancang untuk
memastikan bahwa kesalahan tidak pernah terjadi. Dalam jargon lama organisasi,
pengambilalihan tanggung jawab bawahan oleh atasan merupakan hal yang normal
terjadi, dan dibenarkan dengan suatu alasan bahwa suatu organisasi dibentuk untuk
menghindari kesalahan.
2. Staf pada dasarnya baik. Inti pemberdayaan staf adalah keyakinan bahwa orang pada
dasarnya baik. Meskipun kadang-kadang orang gagal, dan kadang-kadang orang
melakukan kesalahan, namun tujuan orang adalah menuju kebaikan. Sebagai manusia
yang berakal sehat dan makhluk yang berfikir, orang memiliki kecenderungan alami
untuk berhasil dalam pekerjaannya. Untuk dapat memberdayakan orang lain, atasan
harus secara sederhana yakin bahwa “sepanjang masa, hampir setiap orang, hampir
selalu, akan menggunakan kekuatannya dalam mewujudkan visinya dan dipandu oleh
nilai-nilai kebaikan.” Pemberdayaan staf dapat dipandang sebagai pemerdekaan,
karena dengan pemberdayaan, atasan tidak lagi menggunakan pengawasan,
pengecekan, verifikasi, dan mengatur aktivitas orang yang bekerja dalam organisasi.
Atasan melakukan pemberdayaan dengan memberikan pelatihan dan teknologi yang
memadai kepada staf, memberikan arah yang benar, dan membiarkan staf untuk
mengerjakan semua yang dapat dikerjakan oleh mereka.
3. Pemberdayaan staf menekankan aspek kepercayaan yang diletakkan oleh manajemen
kepada staf. Dari pemberdayaan staf, hubungan yang tercipta antara manajemen
dengan staf adalah hubungan berbasis kepercayaan (trust-based relationship) yang
diberikan oleh manajemen kepada staf, atau sebaliknya kepercayaan yang dibangun
oleh staf melalui kinerjanya.
Lebih lanjut Stewart (dalam Sholeh 2006: 67) mengatakan ada enam cara yang
dapat digunakan pemimpin dalam mengembangkan pemberdayaan staf/bawahan, yakni:
meningkatkan kemampuan staf/bawahan (enabling), memperlancar (facilitating) tugas-
tugas mereka, konsultasi (consulting), bekerjasama (collaborating), membimbing
(mentoring) bawahan, dan mendukung (supporting).
Namun apapun cara yang ditempuh oleh pemimpin dalam memberdayakan
staf/bawahan, menurut Sarah Cook dan Steve Macaulay (dalam Sholeh 2006: 67)
kepemimpinan yang memberdayakan perlu mengacu pada empat dimensi, yaitu visi,
realita, orang (manusia), dan keberanian. Visi, pemimpin yang memberdayakan melihat
semuanya secara luas dan mendorong pemahaman anggota tim tentang bagimana cara
mereka menyesuaikan diri dengan situasi dan berbagi dengan anggota tim tentang
kemungkinan-kemungkinan baru di masa mendatang. Mereka memotivasi yang lain
dengan visi tentang apa yang mereka coba meraih dan mendorong tim untuk memikirkan
cara sampai ke sana.
Realita, kepemimpinan yang memberdayakan menanggapi dan mencari fakta-
fakta tentang apa yang sebenarnya sedang terjadi. Mereka tetap menjaga agar kaki
mereka tetap menginjak bumi dengan secara teratur “memeriksa realita” dan tidak
mudah terpedaya atau mengabaikan tanda-tanda peringatan. Mereka menyadari akan
keberadaan orang lain dan keberadan mereka sendiri.
Orang (manusia), pemimpin yang memberdayakan sensitif terhadap orang
(sesama manusia), siap memenuhi kebutuhan orang lain dan melakukannya dengan cara
etis yang akan membangun saling percaya dan menghormati. Keberanian, pemimpin
yang memberdayakan adalah pemimpin yang siap bernisiatif dan mau mengambil resiko.
Mereka tidak terbelenggu oleh cara-cara lama dalam menangani sesuatu di masa lalu
atau oleh ketakutan-ketakutan akan kesalahan yang tidak beralasan.
Dalam memberdayakan staf/bawahan seorang pemimpin disamping harus
berpegang pada etika dan prinsip-prinsip pemberdayaan yang ada, ia juga harus berani
berbaur dengan staf/bawahan, mampu menjadi pembimbing dan motivator bagi mereka
serta mampu menunjukkan dirinya sebagai sosok yang dapat diteladani akibat
pemberdayaan itu sendiri.
Pendidikan sebagai strategi pemberdayaan dapat ditelusuri dari pemikirannya
Paulo Freire (1984: 18). Dalam pandangan Freire, pendidikan itu merupakan sarana
penyadaran terhadap eksistensi diri sebagai manusia yang bebas dari segala keterbatasan,
baik terbatas karena adanya kebijakan politik yang menindas atau pun keterbatasan
karena salah didik terhadap mentalnya sendiri. Pemikiran kritis seperti ini, memberikan
sebuah arahan bahwa semangat pemberdayaan atau semangat pembebasan dari
keterbatasan menjadi fungsi praktis guru dalam memberikan pendidikan.
Dengan pengertian bahwa semestinya pendidikan itu adalah sebuah sarana untuk
memanusiakan manusia baik untuk individu guru itu sendiri maupun bagi para peserta
didik. Dengan kata lain, pendidikan sebagai sarana pemberdayaan yang holistik perlu
memperhatikan aspek pihak tenaga pendidik yang perlu memberdayakan tenaga peserta
didik, juga tenaga pendidik itu sendiri. Strategi ini menjadi penting, khususnya terkait
dengan kebutuhan peningkatan produktivitas dan kualitas guru sebagai agen
pengembang kurikulum. Pengembangan dan pemberdayaan guru sebagai katalis
peningkatan kualitas pendidikan menjadi sangat penting, terlebih lagi dengan adanya
kebijakan peraturan perundangan baru yang mempersyaratkan guru untuk mendapatkan
sertifikat profesi.
Dengan landasan pemikiran seperti ini, pemberdayaan dalam konteks
pemberdayaan guru, meminjam analisa Babari dan Prijono (1996: 72) dapat diartikan
sebagai proses belajar mengajar yang merupakan usaha terencana dan sistematis yang
dilaksanakan secara berkesinambungan baik bagi individu maupun kolektif, guna
mengembangkan daya (potensi) dan kemampuan yang terdapat dalam diri individu dan
kelompok masyarakat sehingga mampu melakukan transformasi sosial.
Meminjam penjelasan yang dikemukakan Ginanjar Kartasasmita (1996: 30)
bahwa pemberdayaan adalah sebuah upaya proteksi terhadap individu atau kelompok
masyarakat dari perlakuan yang tidak adil. Makna ini relevan untuk dikembangkan
menjadi satu pendekatan bahwa pemberdayaan guru dapat didekati dari sisi hukum atau
perlindungan terhadap hak-hak asasi guru secara umum. Ketiadaan hukum yang jelas
dan pasti akan mempengaruhi terhadap
(a) hak guru dalam menerima kompensasi terkait kegiatan-kegiatan profesionalnya, (b)
hak guru dalam mendapatkan perlakuan yang sama sebagai tenaga profesi guru, dan (c)
hak guru untuk mendapatkan perlakuan yang layak dari pengelola atau pemiliki satuan
pendidikan/yayasan, kepala sekolah atau instansi yang terkait.
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode dan pendekatan yang digunakan
Berdasarkan karakteristik permasalahan, metode yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah naturalistic inquiry dengan pendekatan kualitatif. Gay dan
Airassian, (2000: 10) menyatakan bahwa pendekatan kualitatif adalah menguji konteks
secara keseluruhan, interaksi dengan partisipan dan mengumpulkan data secara langsung
terhadap partisipan serta bergantung pada data-data deskriptif. Hal ini sejalan dengan
apa yang dikemukakan oleh Moleong (2000: 1) bahwa prosedur pendekatan kualitatif
menghasilkan data-data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari perilaku yang
diamati.
Pendekatan ini akan menguraikan gejala-gejala yang teramati dalam konteks
makna yang melingkupi suatu realitas.Pendekatan berlangsung secara alami, data yang
dikumpulkan adalah data deskriptif, lebih mengutamakan proses dari pada hasil serta
menggunakan analisis data secara induktif.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian. Penelitian ini rencananya akan dilaksanakan di MTS..
2. Waktu Penelitian. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Pebruari-Juni
2012
C. Data dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data deskriptif, dokumen,
catatan lapangan (field notes), dan hasil wawancara dengan informan. Peneliti
merupakan instrumen utama dalam pengumpulan data serta dibantu oleh orang lain
untuk mendapatkan data yang lebih detil dan spesifik.
Yang akan menjadi sumber data utama dalam penelitian ini adalah tindakan,
kata-kata orang-orang, kondisi nyata, dan informasi yang peneliti akan peroleh melalui
wawancara terhadap kepala sekolah, guru, tata usaha dan komite sekolah. serta data yang
diperoleh melalui pengamatan (observasi). Data-data penunjang adalah sumber-sumber
tertulis berupa dokumen resmi seperti profil sekolah, rencana pengembangan sekolah
laporan tahunan, dan dokumen pribadi, foto dan data statistik .
D. Prosedur, Teknik Pengumpulan dan Perekaman Data
Prosedur penelitian kualitatif ini mengacu pada prosedur yang dikemukakan oleh
Nasution (1996: 33) yaitu: (1) tahap orientasi, (2) tahap eksplorasi, dan (3) tahap member
check. Secara lebih rinci tiga tahapan tersebut adalah sebagai berikut
1. Tahap orientasi
Kegiatan yang akan dilakukan peneliti pada tahapan pertama ini meliputi: (1)
mengamati keadaan sekolah, (2) mengidentifikasi dan menentukan permasalahan yang
dipandang penting sebagai fokus masalah, (3) mencari literatur-literatur yang relevan
dengan permasalahan yang dikaji.
2. Tahap eksplorasi
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini meliputi: (1) mengadakan observasi,
wawancara dan dokumentasi dengan sumber data yang berkaitan dengan fokus masalah
serta melakukan studi dokumentasi; (2) membuat catatan-catatan lapangan; (3)
menganalisis catatan-catatan lapangan.
c. Tahap member check
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada tahap ketiga ini mencakup: (1)
menyempurnakan hasil analisis yang dilakukan sejak awal dalam bentuk laporan
sementara, (2) menggandakan hasil analisis dan meminta informan untuk memberikan
tanggapan balik, (3) mencatat dan menganalisis informasi baru yang diberikan informan,
dan, (4) mengadakan perbaikan sesuai dengan koreksi yang ada.
Selanjutnya, dalam melaksanakan tahapan-tahapan tersebut, peneliti akan
menggunakan beberapa teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1. Wawancara
Wawancara yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tidak
terstruktur dan wawancara terstruktur. Pada tahap awal peneliti akan menggunakan
wawancara tidak terstruktur karena pada tahapan ini memiliki tujuan untuk mendapatkan
pemahaman umum mengenai suatu topik. Pada tahap selanjutnya, wawancara yang akan
digunakan adalah terstruktur dengan maksud untuk memfokuskan pada topik-topik
tertentu sesuai dengan permasalahan. Demikian juga pada wawancara terstruktur ini
peneliti akan menggunakan pedoman wawancara dengan maksud untuk lebih
mengarahkan pada fokus utama dalam penelitian ini.
2. Observasi
Adapun aspek-aspek yang diobservasi meliputi berbagai hal yang berhubungan
dengan pemberdayaan guru.
3. Dokumentasi
Dokumentasi yang dikaji dalam penelitian ini meliputi dokumen tertulis yang
berhubungan dengan masalah penelitian di samping catatan-catatan lain yang dapat
menambah data yang diperlukan dalam penelitian ini.
E. Analisis Data
Analisis data akan dilakukan bersamaan dengan proses pengumpulan data (Gay
dan Airasian 2000: 239) artinya peneliti melakukan analisis data pada saat data
sementara dan sesudah dikumpulkan. Sebelum analisis data dilakukan, data dikelola
dengan cara mengorganisirnya untuk memudahkan dalam proses analisis (Gay dan
Airasian 2000: 241).
Dalam menganalisis data akan mengikuti langkah-langkah yang dikemukakan
oleh Moleong (2000: 190-191)
1) membaca, menelaah dan mempelajari data
2) mereduksi data
Setelah semua data dipelajari peneliti akan mereduksi dengan cara
merangkumnya dalam bentuk abstraksi. Abstraksi adalah rangkuman mengenai hal-hal
pokok, proses, dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada di
dalamnya. Data yang masih mentah perlu dimatangkan melalui pola, kategori dan dibuat
sistematikanya.
Langkah-langkah yang akan dilakukan setelah mereduksi data adalah:
a) Mengorganisasikan data, di mana data disusun secara sistematis, cermat, dan
rapi sesuai esensi. Semua data yang diperoleh dibagi menjadi satuan
informasi yang berkaitan dengan fokus penelitian.
b) Menyortir data, untuk memudahkan dalam memilah-milah data peneliti
membuat kartu-kartu kecil, menulis setiap kartu dengan kata-kata yang jelas
sehingga mudah dipahami dan maknanya lebih jelas. Hal ini membantu
memudahkan peneliti dalam memberikan kode (koding) pola setiap aspek.
c) Pengkategorian data, setelah data disortir dan dipolakan maka langkah
selanjutnya adalah mengkategorikan yaitu mengelompokkan kartu-kartu yang
telah dibuat kedalam bagian-bagian isi yang saling berkaitan.
Setelah semua data terkategori peneliti meneliti kembali seluruh kategori untuk
menjaga agar tidak ada lagi kategori yang terlupakan.
a.Menampilkan data (display)
Peneliti menampilkan data secara sederhana dalam bentuk tabel, grafik agar lebih
mudah dipahami dan diperoleh gambaran keseluruhan atau bagian dari penelitian.
b. Pengecekan keabsahan data.
Adapun beberapa teknik yang digunakan dalam pengecekan keabsahan data ini
adalah: (1) ) ketekunan pengamatan,dimaksudkan untuk mempertajam fokus masalah
yang diteliti dengan cara mengadakan pengamatan secara cermat, rinci dan
berkesinambungan terhadap aspek-aspek yang terkait dengan permasalahan. (2)
triangulasi, teknik ini dimaksudkan untuk mengadakan pengecekan data dengan cara
memanfaatkan data atau sumber data lainnya. (3) pengecekan sejawat, teknik ini
digunakan dengan cara mengadakan diskusi dengan beberapa rekan yang dianggap
berkompeten sesuai dengan permasalahan yang dikaji. (4) kecukupan referensi, teknik
ini dilakukan untuk meningkatkan kepercayaan akan kebenaran data melalui tape
recorder dan bahan dokumentasi.
c.Penafsiran data
Merupakan proses yang akan dilakukan peneliti secara bersamaan dengan
analisis data. Penafsiran (interpretasi) data didasarkan pada hubungan-hubungan, aspek-
aspek umum, pertalian antara satuan-satuan informasi, kategori-kategori dan pola setiap
aspek Gay dan Airissan (2000: 272).
F. Pengambilan keputusan
Setelah melakukan pemeriksahan keabsahan data, analisis data dan penafsiran data
selanjutnya peneliti menarik kesimpulan sebagai hasil penelitian.
IV. JADWAL PENELITIAN
No Kegiatan
Waktu Penelitian
KetPeb Mart April Mei Juni
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Studi kepustakaan x x x x x x x x x x x x x x x
2. Observasi awal Penulisan RUP
x x x
3. Konsultasi RUP x x
4.Seminar RUP dan Perbaikan
x x
5.Pengumpulan data, analisis data dan konsultasi
x x x x x x
6.Penulisan laporan dan konsultasi
x x x x x x
7.Presentasi hasil penelitian dan perbaikan
x x
8.Ujian komprehensif dan perbaikan tesis
x x
Catatan :
1. Waktu penelitian dan ujian dapat berubah sesuai dengan situasi dan perkembangan
2. RUP : Rancangan Usulan Penelitian
V. BIAYA PENELITIAN
No Kegiatan Biaya (Rp) Keterangan
1. Observasi awal dan konsultasi RUP 500,000
2. Penyusunan dan Penggandaan RUP 1.500,000
3. Seminar RUP 2,000,000
4. Pelaksanaan Penelitian 3,500,000
5. Pembelian buku dan peralatan penelitian 3,000,000
6. Konsultasi hasil penelitian 3,000,000
7. Penyusunan dan penggandaan laporan 5,000,000
8. Seminar hasil laporan penelitian 3,000,000
9. Penyusunan perbaikan laporan hasil penelitian 1.500,000
10. Ujian tesis 5,000,000
JUMLAH 27,000,000
Catatan :
1. Biaya penelitian ini dapat berubah sesuai dengan situasi dan perkembangan.
V. DAFTAR PUSTAKA
Babari, J. dan Onny S. Prijono. 1996. “Pendidikan Sebagai Sarana Pemberdayaan” Dalam Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan dan Implementasi. Jakarta: CSIS.
Bafadal I., 2004. Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar. Bumi Aksara
Jakarta.
Bogdan, Rober, C. dan Sari Knopp Bicklen. 1982. Riset Kualitatif untuk Pendidikan: Pengantar ke Teori dan Metode, Terjemahan Munandir.1990, Jakarta: PAU-PPAA Universitas Terbuka.
Dedi Supriadi., 1998. Mengangkat Citra dan Martabat Guru, Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.
Depdiknas, 2005. Pengelolaan Kelas. Pusat Pengembangan Penataran Guru Tertulis. Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas, 2007. Peranan Dan Fungsi Tenaga Administrasi Sekolah/Madrasah Dan Upaya Mengefektifkannya. Jakarta: Ditendik Depdiknas.
Dewa Ketut Sukardi. 1993. Analisis Inventori Minat dan Kepribadian, Jakarta: PT Rineka Cipta.
Dimyati. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Freire, Paulo. 1984. Pendidikan sebagai Praktek Pembebasan. Jakarta: Gramedia. Gay, L.R. dan P. Airasian. 2000. Educational Research, New Jersey USA: Prentice
Hall. Handoko Hani Manajemen. Edisi 2. Yogyakarta: BPFE, 2001.
Hasibuan, Malayu S. P. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Bumi Aksara,
I Made Pidarta. 2001. Pengembangan Kemampuan Kepala Sekolah Dalam Melaksanakan Supervisi Akademis. Bandung: Tarsito.
Irianto Jusuf. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia.Jakarta: Insan Cendikia.
Isdjoni, 2004. Tugas dan Fungsi Guru. Rineka Cipta Jakarta
Kambey, Daniel C. 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia. Manado: Yayasan Triganesha Nusantara.
Kartasasmita, Ginanjar. 1996. Pembangunan Untuk Rakyat: Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan. Jakarta: CIDES.
Kirana, Andi. 1997. Manajemen Organisasi, Jakarta: Widya Press.
Lincoln, Ivone, S and Guba, E. 1995. Naturalistic Inquairy Sage Publication California.
Margono, S. 1996. Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: Rhineka Cipta.
Moch. Uzer Usman. 2000. Menjadi Guru Profesional, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Moh. Uzer Usman dan Lilis Setiawati. 2000. Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Moleong, L. J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Roskakarya.
Nasution, S, 1996, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif.. Bandung:Tarsito.
Soetjipto, Kosasih R. 2000. Profesi Keguruan. Penerbit PT. Rineka Cipta Jakarta
Sudarma, Momon, 2007. Pemberdayaan Guru Melalui Vitalisasi Beban Kerja. andung: UPI.
Mangkunegara, Anwar Prabu, Perencanaan Sumber Daya Manusia.Bandung, Refika Aditama, 2009.
Mathis dan Jackson. 2001. Manajemen Sumber daya Manusia. Buku Satu, Edisi Indonesia, Jakarta: PT Salemba Empat.
Mulyadi dan Setiyawan. 1999 Pemberdayaan Staf. Bandung: Mandar Maju.
Mulyasa, E. 2002. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Nana Sudjana. 1988. Cara Belajar Siswa Aktif, Jakarta: Sinar Baru Algesindo.
Nasution, S. 1996. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito. Nur Kholis, 2003:49) Peran Kepala Sekolah Dalam MBS. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Otto, P. Calvin dan Rolin O. Glasser. 1970. The Management of Training:AHandbook for Training and Development Personnel. Massachussets: Addition-Weley Publishing Company
Purwanto, Ngalim. 2000. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya
Rivai. 2005.Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan.Jakarta: Rineka Cipta
Sholeh, Muhammad (2006). Peran Kepala Sekolah dalam pemberdayaan Guru. Jakarta: Rineka Cipta.
Sugiyono. 2000. Metode Penelitian Administrasi, Bandung: Alfabeta. Sedarmayanti.2003. Sumber Daya manusia dan Produktivitas Kerja.Bandung: Mandar
maju. Soetjipto, Kosasih R. 2000. Profesi Keguruan. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Sudjana, N. 2006. Pengawas Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Sudjarwo. 2001. Metodologi Penelitian Sosial. Bandung: Mandar Maju.
Syaiful Bakri Djamarah. 1994. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru, Jakarta: Usaha
Tilaar, Dwi. 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia, edisi pertama, cetakan pertama. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang: Sistem Pendidikan Nasional.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005, Tentang: Guru dan Dosen
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Usman, H, 2006. Manajemen, Teori Praktik dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Wahjosumidjo, 2005, Kepemimpinan Kepala Sekolah, Jakarta: Rajagrafindo Persada. Wahyudin, .2005. Mengangkat Citra dan Martabat Guru, Adicita Karya
Nusa. Yogyakarta
.