45
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH PROVINSI JAMBI Pemerintah Provinsi Jambi Kajian Reklamasi Bekas Galian Tambang Batubara Sebagai Lokasi Wisata di Kabupaten Bungo Tim Peneliti: Dr. Asnelly Ridha Daulay Septu Haswindy, S.S., M.Si Abdul Salam S.T Tahun Anggaran 2017

PROPOSAL PENELITIAN · Web viewMasyarakat harus diajak melihat manfaat dari perbaikan lokasi tersebut; (2) Menurut hukum Spanyol terdapat kewajiban pengelola tambang untuk melakukan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PROPOSAL PENELITIAN · Web viewMasyarakat harus diajak melihat manfaat dari perbaikan lokasi tersebut; (2) Menurut hukum Spanyol terdapat kewajiban pengelola tambang untuk melakukan

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH PROVINSI JAMBI

Pemerintah Provinsi Jambi

Kajian Reklamasi Bekas Galian Tambang Batubara Sebagai Lokasi Wisata di Kabupaten Bungo

Tim Peneliti: Dr. Asnelly Ridha Daulay

Septu Haswindy, S.S., M.SiAbdul Salam S.T

Tahun Anggaran 2017

Page 2: PROPOSAL PENELITIAN · Web viewMasyarakat harus diajak melihat manfaat dari perbaikan lokasi tersebut; (2) Menurut hukum Spanyol terdapat kewajiban pengelola tambang untuk melakukan

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...........................................................................................................i

DAFTAR TABEL.................................................................................................iii

DAFTAR GAMBAR.............................................................................................iv

I. PENDAHULUAN...............................................................................................1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Pertanyaan Penelitian 3

1.3 Kerangka Pikir Penelitian 4

1.4 Tujuan Penelitian 5

1.5 Manfaat Penelitian 5

1.6 Batasan Penelitian 6

II. TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................7

2.1 Kondisi bekas tambang di dunia dan Indonesia 7

2.2 Kondisi bekas tambang di Provinsi Jambi11

2.3 Aturan Terkait Reklamasi Tambang 12

2.4 Model Reklamasi Bekas Tambang untuk Menunjang Pariwisata 14

2.5 Konsep Desain Lanskap Pasca Tambang 18

2.6 Strategic Assumption Surfacing and Testing 21

III. METODE PENELITIAN.............................................................................23

3.1 Pemilihan Lokasi Penelitian 23

3.2 Teknik Penentuan Sampel 23

3.3 Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data 23

3.4 Metode Analisis Data 24

3.5 Waktu Dan Jadwal Penelitian 27

Page 3: PROPOSAL PENELITIAN · Web viewMasyarakat harus diajak melihat manfaat dari perbaikan lokasi tersebut; (2) Menurut hukum Spanyol terdapat kewajiban pengelola tambang untuk melakukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................................29

4.1 Gambaran Umum Lokasi 29

4.2 Persepsi Masyarakat Sekitar 33

4.3 Kondisi Sosial, Ekonomi dan Lingkungan Desa Rantau Pandan 38

4.4 Hasil analisis terhadap Asumsi Strategis 43

4.5 Identifikasi Karakter Lanskap 49

4.6 Identifikasi Landform 51

4.7 Analisis Karakter Lanskap Untuk Ekowisata 53

4.8 Protbekasi dan Modifikasi Karakter Lanskap53

4.9 Model Konsep Desain Lanskap Ekowisata Pada Area Pasca tambang Batubara 54

4.10 Pembahasan 68

V. KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................................78

5.1 Kesimpulan 78

5.2 Saran 78

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................81

LAMPIRAN 1: Data Deskriptif Yang Dibutuhkan..........................................86

LAMPIRAN 2: Kuisioner SAST........................................................................96

LAMPIRAN 3: Daftar Narasumber/Pakar SAST..........................................101

LAMPIRAN 4: Data Umum Responden.........................................................102

LAMPIRAN 5: Tabulasi Data SAST..................................................................106

ii

Page 4: PROPOSAL PENELITIAN · Web viewMasyarakat harus diajak melihat manfaat dari perbaikan lokasi tersebut; (2) Menurut hukum Spanyol terdapat kewajiban pengelola tambang untuk melakukan

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Dampak positif dan negatif tambang................................................10

Tabel 2 Data Perusahaan dan Jumlah Produksi Batubara di Provinsi Jambi

Tahun 2016.......................................................................................11

Tabel 3 Data Tahapan Keluarga Sejahtera Kecamatan Rantau Pandan Tahun

2016..................................................................................................40

Tabel 4 Nama sungai yang melintasi desa/dusun di Kecamatan Rantau

Pandan..............................................................................................41

Tabel 5 Asumsi-asumsi keberhasilan pengembangan kolam bekas tambang

sebagai objek wisata.........................................................................44

Tabel 6 Protbekasi dan modifikasi karakter lanskap lokasi bekas tambang

batubara............................................................................................54

Tabel 7 Analisis tapak...................................................................................58

iii

Page 5: PROPOSAL PENELITIAN · Web viewMasyarakat harus diajak melihat manfaat dari perbaikan lokasi tersebut; (2) Menurut hukum Spanyol terdapat kewajiban pengelola tambang untuk melakukan

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian..................................................................4

Gambar 2 Konsep ruang pasca tambang...........................................................20

Gambar 3 Grafik peringkat asumsi (assumption rating)...................................25

Gambar 4 Wilayah administrasi Desa Rantau Pandan......................................29

Gambar 5 Pemandangan di lokasi bekas tambang batubara: (a) Hamparan

rumput ; (b) semak dan belukar; (c) tebing batu; (d) kolam bekas

tambang batubara; (e) vegetasi; (f) lumpur berpasir........................32

Gambar 6 Aksesibilitas ke area bekas tambang batubara: (a) Jalan kendaraan

bermotor; (b) Jalan setapak..............................................................33

Gambar 7 Kolam bekas tambang milik PT. Daya Bara Nusantara di Desa

Rantau Pandan..................................................................................34

Gambar 8 Akses jalan tanah menuju kolam bekas tambang.............................35

Gambar 9 Faktor yang mendorong kunjungan ke lokasi kolam bekas tambang

..........................................................................................................35

Gambar 10 Kondisi kolam bekas tambang yang curam, licin dan dikelilingi

vegetasi liar.......................................................................................37

Gambar 11 Tingkat keramahan penduduk..........................................................37

Gambar 12 Kincir air tua di pinggir sungai.........................................................42

Gambar 13 Air terjun Tegan Kiri di Desa Rantau Pandan..................................43

Gambar 14 Krinok asal Rantau Pandan..............................................................47

Gambar 15 Peringkat grafik sumsi pengembangan kolam bekas tambang sebagai

objek wisata......................................................................................49

iv

Page 6: PROPOSAL PENELITIAN · Web viewMasyarakat harus diajak melihat manfaat dari perbaikan lokasi tersebut; (2) Menurut hukum Spanyol terdapat kewajiban pengelola tambang untuk melakukan

Gambar 16 Karakter lanskap lingkungan alami (a) area vegetasi; (b) tebing; (c)

lahan berbukit; (d) semak; (e) belukar; (f) padang rumput; (g)

sungai; (h) permukaan datar............................................................50

Gambar 17 Karakter lanskap lingkungan buatan (a) kolam bekas tambang dan

(b) jalur kendaraan............................................................................51

Gambar 18 Tipe-tipe landform pada area bekas tambang batubara (a) landform

datar; (b) landform cekung; (c) landform cembung; (d) ridge.........52

Gambar 19 Aksesibilitas ke area eks tambang batubara: (a) Jalan kendaraan

bermotor; (b) Jalan setapak..............................................................55

Gambar 20 Peta topografi lokasi kegiatan..........................................................56

Gambar 21 Konsep ruang kolam bekas tambang................................................64

Gambar 22 Konsep sirkulasi...............................................................................66

Gambar 23 Konsep vegetasi...............................................................................67

Gambar 24 Rencana tapak kawasan ekowisata Desa Rantau Pandan.................68

v

Page 7: PROPOSAL PENELITIAN · Web viewMasyarakat harus diajak melihat manfaat dari perbaikan lokasi tersebut; (2) Menurut hukum Spanyol terdapat kewajiban pengelola tambang untuk melakukan

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini banyak bekas galian tambang yang dibiarkan terbuka dan tidak

direklamasi meskipun menurut peraturan yang berlaku, perusahaan pertambangan

wajib melakukan reklamasi tersebut. Hal ini antara lain karena ketidakpatuhan

perusahaan pertambangan serta adanya paradigma bahwa isu lingkungan tidak

begitu penting atau dikalahkan karena tambang dianggap kegiatan ekonomi

strategis bagi suatu negara/wilayah. Menurut Conesa et al. (2008), berakhirnya era

tambang menyebabkan tingginya angka pengangguran dan berkurangnya populasi

penduduk di bekas daerah tambang tersebut karena emigrasi ke wilayah lain.

Secara umum kegiatan pertambangan menimbulkan dampak negatif berupa

konsentrasi logam berat yang tinggi seperti tembaga, seng, kadmium, timbal, dan

air asam tambang yang secara luas memiliki efek negatif pada lingkungan dan

kesehatan manusia. Hasil penelitian di Spanyol juga ditemukan limbah yang

menutupi dasar sungai hingga ketebalan 3 meter. Debu dari limbah pertambangan

dapat mempengaruhi populasi dan flora dan fauna setempat. Tanah pertanian yang

terkena dampak limbah tambang menunjukkan tinggi kandungan seng (empat

kali) dan timbal (sepuluh kali) dibandingkan dengan tanaman pada lahan non-

tercemar.

World Energy Council (WEC, 2013) menyebutkan Indonesia menduduki

peringkat kelima produsen batubara dunia, posisinya berada di bawah China,

Amerika Serikat, India dan Australia, namun Indonesia merupakan eksporter

kedua dunia setelah Australia. Kebutuhan domestik Indonesia masih rendah yaitu

sekitar 20-25% dari produksi batubaranya dan cadangan batubara Indonesia

sebesar 3,1% dari cadangan batubara dunia.

Pada umumnya kendala teknis dalam melakukan reklamasi tambang

terbuka adalah: (1) bentuk lahan yang ekstrim dengan ciri rentan longsor, laju

erosi tinggi, tidak terdapat media tanam dan iklim/curah hujan; (2) Kondisi media

tanam, kualitas bibit tanaman, perencanaan perawatan tanaman, dan iklim/curah

Page 8: PROPOSAL PENELITIAN · Web viewMasyarakat harus diajak melihat manfaat dari perbaikan lokasi tersebut; (2) Menurut hukum Spanyol terdapat kewajiban pengelola tambang untuk melakukan

hujan kurang baik; dan (3) Kondisi kesuburan tanah (kandungan unsur makro dan

mikro dalam tanah yang diperlukan oleh tanaman) tidak seimbang (Saleh, 2016).

Provinsi Jambi termasuk salah satu wilayah yang menghadapi masalah

reklamasi tambang. Di beberapa daerah seperti Kabupaten Bungo dan Sarolangun

banyak ditemui bekas galian tambang batubara yang ditelantarkan. Pemegang Izin

Usaha Pertambangan (IUP) wajib melaksanakan reklamasi sebagaimana

disebutkan pada Pasal 99 dan100 UU No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan

Mineral dan Batubara dan pada pasal 2 PP No. 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi

dan Pasca tambang, namun dalam kenyataannya aturan tersebut tidak

dilaksanakan. Dari ratusan perusahaan pertambangan yang beroperasi di Provinsi

Jambi, menurut data ESDM Provinsi Jambi tahun 2014, baru 52 perusahaan yang

memiliki dokumen rencana reklamasi.

Kerugian yang diakibatkan bekas galian tambang antara lain merusak

struktur tanah, tidak indah, dan membahayakan manusia karena kemungkinan

terjadinya kecelakaan serta ancaman logam berbahaya dan penyakit. Penyakit

seperti gatal-gatal, muntah, kanker, serta dalam jangka panjang keberadaan logam

berat pada bekas galian tambang tersebut bisa merusak organ tubuh yang berujung

kematian. Resiko pertambangan yang berada di dekat/sekitar badan air lebih besar

lagi karena merusak badan air yang menjadi sumber air konsumsi masyarakat.

Didasari pada kondisi tersebut dan guna menjadikan lokasi bekas-tambang

memiliki nilai produktif untuk menggerakkan ekonomi masyarakat, kolam bekas-

tambang tersebut perlu dikelola dengan memenuhi kaidah pembangunan yang

berkelanjutan, yaitu yang memperhatikan dimensi ekonomi, sosial dan ekologi.

Menurut Kurniawan dan Surono (2013), reklamasi lahan bekas galian tambang

sebaiknya dilakukan secara holistik, tidak hanya mencakup perbaikan fisik

lingkungan, tapi juga memperhatikan aspek pengembangan masyarakat.

Menjadikan kolam bekas galian tambang sebagai objek wisata air

merupakan salah satu alternatif. Selain karena luasnya wilayah bekas galian

tambang tersebut sehingga memungkinkan untuk menjadi objek wisata jika

dikelola dengan baik, ekonomi masyarakat diharapkan akan menggeliat

2

Page 9: PROPOSAL PENELITIAN · Web viewMasyarakat harus diajak melihat manfaat dari perbaikan lokasi tersebut; (2) Menurut hukum Spanyol terdapat kewajiban pengelola tambang untuk melakukan

disebabkan oleh kunjungan wisatawan ke lokasi tersebut. Peningkatan nilai

ekonomi dari reklamasi bekas tambang tersebut telah diungkap dalam penelitian

di Iran (Limaei et al., 2014), Spanyol (Conesa et al., 2008), dan Indonesia

(Kurniawan dan Surono, 2013, prasodjo, 2015, Subowo, 2011).

Reklamasi tambang membutuhkan biaya besar (Rande, 2016, Zulkarnaen

et al., 2004) karena terdapat beberapa tahap yang harus dilakukan seperti

persiapan lahan berupa pengamanan lahan bekas galian tambang, pengaturan

bentuk tambang (landscaping), pengaturan/penempatan bahan tambang kadar

rendah (low Grade) yang belum dimanfaatkan, pengendalian erosi dan

sedimentasi, pengelolaan tanah pucuk (top soil) dan revegatasi (penanaman

kembali) dan/atau pemanfaatan lahan bekas galian tambang untuk tujuan lainnya.

Selain biaya, kendala reklamasi lainnya adalah diperlukannya teknologi modern

sehingga hanya perusahaan besar saja yang bisa melakukannya dan luasan yang

direklamasi pun tidak besar.

Potensi bekas galian tambang batubara yang terdapat di Provinsi Jambi

khususnya Kabupaten Bungo untuk direklamasi menjadi objek wisata air (danau

atau kolam pemancingan) terbuka lebar karena saat ini terdapat kolam bekas

galian tambang yang telah menjadi perhatian warga serta sering dikunjungi seperti

danau biru di Kecamatan Pelepat, Rantau Pandan, Bathin III Ulu dan Jujuhan.

Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan pengkajian terhadap pengembangan

kolam bekas galian tambang menjadi objek wisata di Provinsi Jambi dengan

melibatkan masyarakat yang ada di sekitar wilayah tersebut. Penelitian ini selain

menyajikan persepsi masyarakat terhadap rencana tersebut serta analisis terhadap

asumsi strategis untuk pengembangannya, juga akan menawarkan model

arsitektur lanskap yang dapat dikembangkan lebih lanjut di salah satu lokasi

terpilih.

1.2 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimanakah kondisi sekarang bekas galian tambang batubara di Kabupaten

Bungo dari sisi ekonomi, sosial dan ekologi?

3

Page 10: PROPOSAL PENELITIAN · Web viewMasyarakat harus diajak melihat manfaat dari perbaikan lokasi tersebut; (2) Menurut hukum Spanyol terdapat kewajiban pengelola tambang untuk melakukan

1.3 Bagaimanakah persepsi masyarakat dan pemerintah daerah tentang prospek

pengelolaan bekas galian tambang batubara sebagai lokasi wisata di

Kabupaten Bungo serta alternatif kebijakan yang diambil berdasarkan

perspektif pakar?

2. Bagaimanakah konsep desain kolam bekas galian tambang batubara sebagai

Daerah Tujuan Wisata (DTW) di Kabupaten Bungo?

1.3 Kerangka Pikir Penelitian

Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian

Reklamasi bekas galian tambang batubara saat ini banyak yang

mengalami penundaan karena beragam alasan. Sebagian perusahaan/pengelolaan

tambang beralasan bahwa reklamasi belum dilakukan karena penghentian

kegiatan pertambangan sementara waktu hingga harga batubara membaik

kembali. Di dalam regulasi jelas disebutkan (pada Pasal 21 PP 78 Tahun 2010)

bahwa pelaksanaan reklamasi wajib dilakukan namun tidak terdapat aturan tegas

4

Page 11: PROPOSAL PENELITIAN · Web viewMasyarakat harus diajak melihat manfaat dari perbaikan lokasi tersebut; (2) Menurut hukum Spanyol terdapat kewajiban pengelola tambang untuk melakukan

yang menyatakan kapan reklamasi itu harus dilakukan. Penundaan reklamasi

tersebut secara langsung maupun tidak langsung akan merugikan masyarakat

sekitarnya terutama yang berbatasan langsung dengan lokasi tambang tersebut.

Penggalian informasi tentang dampak lokasi bekas galian tambang batubara yang

terlantar/belum direklamasi perlu dilakukan untuk melihat pengaruh negatifnya

terhadap masyarakat sekitar. Penelitian ini kemudian akan diarahkan untuk

melihat peluang pengembangan reklamasi bekas galian tambang batubara untuk

objek wisata dengan bersandar pada pendapat/persepsi masyarakat yang terkena

dampak langsung serta pemerintah daerah setempat dan diperkuat dengan analisis

asumsi strategis yang mendukung terbentuknya/berkembangnya Daerah Tujuan

Wisata (DTW). Terakhir penelitian ini akan menyajikan konsep desain kolam

bekas galian tambang batubara sebagai lokasi wisata.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam Berkelanjutan

di Provinsi Jambi bertujuan menghasilkan suatu rekomendasi kebijakan yang

dapat digunakan untuk mengelola kolam bekas galian tambang batubara

khususnya di Kabupaten Bungo sebagai objek wisata alternatif. Guna mencapai

tujuan tersebut, kajian akan difokuskan pada:

1. Menggambarkan kondisi sekarang bekas galian tambang batubara di

Kabupaten Bungo dari sisi ekonomi, sosial dan ekologi.

2. Menganalisis persepsi masyarakat dan pemerintah daerah tentang prospek

pengelolaan bekas galian tambang batubara sebagai lokasi wisata di

Kabupaten Bungo serta alternatif kebijakan yang diambil berdasarkan

perspektif pakar terhadap rencana ini.

3. Membuat konsep desain kolam bekas galian tambang batubara sebagai lokasi

wisata di Kabupaten Bungo.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai masukan kepada Pemerintah Daerah dalam menentukan kebijakan

untuk menciptakan pertambangan yang baik dan benar sehingga reklamasi

pertambangan dapat memenuhi prinsip: 1) Perlindungan dan Pengelolaan

5

Page 12: PROPOSAL PENELITIAN · Web viewMasyarakat harus diajak melihat manfaat dari perbaikan lokasi tersebut; (2) Menurut hukum Spanyol terdapat kewajiban pengelola tambang untuk melakukan

Lingkungan Hidup Pertambangan; 2) Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3);

dan 3) Konservasi minerba.

2. Untuk memberikan masukan bagi perusahaan tambang dalam melaksanakan

reklamasi sesuai dengan peruntukannya.

3. Memberi sumbangan pengetahuan bagi peneliti/akademisi dan memperkaya

khasanah ilmu pengetahuan khususnya terkait reklamasi tambang dan

pengelolaan dampak lingkungannya.

1.6 Batasan Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada satu lokasi kolam bekas-tambang tertentu yang

dipilih berdasarkan pertimbangan ahli arsitektur lanskap dan ahli pertambangan

untuk menjadi percontohan desain arsitektur lanskap. Asumsi strategis yang

dibangun melalui FGD hanya berlaku untuk objek terpilih. Penelitian tidak

menganalisis air, tanah maupun besaran dana yang dibutuhkan untuk reklamasi

tambang menjadi objek wisata.

6

Page 13: PROPOSAL PENELITIAN · Web viewMasyarakat harus diajak melihat manfaat dari perbaikan lokasi tersebut; (2) Menurut hukum Spanyol terdapat kewajiban pengelola tambang untuk melakukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kondisi bekas tambang di dunia dan Indonesia

Berdasarkan hasil penelitian pada lokasi bekas tambang di Spanyol,

Conesa et al. (2008) menyimpulkan terdapat tiga pertimbangan penting terkait

restorasi lingkungan pertambangan adalah: (1) Pemulihan lingkungan dipandang

oleh otoritas lokal atau asosiasi budaya lokal sebagai penghalang yang dapat

menghambat pembangunan ekonomi karena berbiaya mahal dan pemerintah lokal

tidak mampu menutupi biaya ini. Oleh karena itu, dibutuhkan dukungan dana dari

pemerintah pusat atau pihak lain. Biaya remediasi selalu menjadi kendala penting.

Masyarakat harus diajak melihat manfaat dari perbaikan lokasi tersebut; (2)

Menurut hukum Spanyol terdapat kewajiban pengelola tambang untuk melakukan

dekontaminasi tanah yang sebelumnya telah diklasifikasikan sebagai

"terkontaminasi". Namun terdapat kelemahan pada aturan tersebut dimana tidak

mencantumkan secara jelas tingkat referensi untuk logam berat yang merupakan

polutan utama di lokasi tambang tersebut. Meskipun demikian, dengan

mengandalkan kriteria objektif pada regulasi tersebut telah cukup untuk

memutuskan bahwa situs lokal tambang tersebut berbahaya untuk lingkungan dan

harus dilakukan perbaikan. Undang-undang juga menyatakan bahwa teknologi

yang digunakan untuk perbaikan tanah harus mempertimbangkan penggunaan

masa depan dari tanah tersebut. Pertanyaan yang masih menggantung adalah akan

digunakan untuk apa (perkotaan, pertanian, kehutanan, pariwisata, tidak

digunakan untuk apapun, dan lain-lain) tanah tersebut serta sejauh mana

perbaikan harus dilakukan; (3) Pada sisi lain ada kemungkinan munculnya

inisiatif swasta (yang mungkin lebih efisien dari segi waktu dibanding inisiatif

publik) tetapi "pariwisata budaya" semacam ini tidak menjadi pilihan yang

menarik karena tingkat pengembaliannya yang rendah. Warisan pertambangan

tidak akan menghasilkan manfaat ekonomi tinggi karena sulit menjadi daya tarik

pariwisata massal, melainkan hanya sebagai pelengkap. Dengan

mempertimbangkan pertambangan Cartagena-La Unión berdekatan dengan pusat

Page 14: PROPOSAL PENELITIAN · Web viewMasyarakat harus diajak melihat manfaat dari perbaikan lokasi tersebut; (2) Menurut hukum Spanyol terdapat kewajiban pengelola tambang untuk melakukan

wisata massal La Manga del Mar Menor yang banyak menarik investasi swasta,

pengembangan wisata sejarah tambang ini memiliki prospek yang baik.

Batubara merupakan bahan bakar fosil yang berperan vital dalam

perindustrian. Walaupun batubara memiliki sisi negatif sebagai sumber energi

sekaligus penghasil polusi, batubara lebih banyak dipilih ketimbang gas alam. Gas

alam lebih rentan terhadap fluktuasi harga pasar di dunia. Selain itu, batubara

berperan strategis terhadap ekonomi nasional dan daerah karena batubara dapat

memberikan pengaruh efek ganda, seperti penyerapan tenaga kerja,

pengembangan wilayah dan masyarakat, penumbuhan pusat kegiatan ekonomi di

daerah terpencil serta peningkatan pendapatan kepada pemerintah pusat maupun

daerah dari pajak, royalti, dan devisa.

Pada umumnya, kegiatan penambangan batubara di Indonesia dilakukan

dengan cara terbuka atau open pit mining. Kegiatan ini dilakukan dengan terlebih

dahulu membersihkan area tambang dari vegetasi (land clearing) diikuti dengan

mengupas lapisan-lapisan tanah hingga sampai pada deposit biji tambang

(Maharani et al., 2010). Penambangan sistem terbuka konvensional banyak

mengubah bentang lahan dan keseimbangan ekosistem permukaan tanah,

menurunkan produktivitas tanah dan mutu lingkungan. Pertambangan batubara

menyebabkan kerusakan besar pada flora, fauna, hidrologi dan sifat biologi tanah

(Kumar dan Pandey, 2013).

Areal bekas tambang yang terbuka dan tergenang air di Bangka disebut

kolong (Himawan et al., 2015). Pengelolaan sumberdaya kolong ditujukan sebagai

upaya perbaikan lingkungan dan peningkatan investasi daerah melalui

peningkatan nilai kolong sebagai sumberdaya ekonomi masyarakat. Hal ini

diperkuat dengan dikeluarkanya Peraturan Daerah No 26 Tahun 2011 tentang

Pengelolaan dan Pemanfaatan Kolong. Caranya dengan menggunakannya sebagai

sumber air baku.

Dari berbagai literatur disebutkan kegiatan pertambangan membuat

kerusakan sifat fisik dan kimia tanah. Penggalian top soil yang bertujuan untuk

mencapai lapisan tambang membuat perubahan pada struktur tanah yang

8

Page 15: PROPOSAL PENELITIAN · Web viewMasyarakat harus diajak melihat manfaat dari perbaikan lokasi tersebut; (2) Menurut hukum Spanyol terdapat kewajiban pengelola tambang untuk melakukan

berdampak pada kerusakan sifat fisik dan kimia tanah. Kegiatan penambangan

dapat menyebabkan perubahan pada struktur tanah akibat penggalian top soil

untuk mencapai lapisan bahan tambang yang lebih dalam (Herjuna, 2011).

Lebih lanjut, pembuatan dam mengakibatkan perubahan topografi dan

komposisi tanah permukaan, akibat digunakannya tanah overburden sebagai

sarana penimbun. Top soil hilang karena tertimbun tailing atau terendam

genangan air. Pada lahan bekas tambang tampak berupa kolong (yang berbentuk

semacam danau kecil dengan kedalaman mencapai 40 m), timbunan liat hasil

galian (overburden), dan hamparan taling (sisa pencucian bahan galian) yang

berupa rawa atau lahan kering. Latifah (2003) mengindikasikan bahwa sejalan

dengan waktu, timbunan tailing akan membentuk hamparan tailing yang semakin

luas. Hasil penelitian Sitorus et al. (2007) menunjukkan bahwa sifat fisik tailing

tidak mudah berubah dengan bertambahnya waktu. Tailing berusia 25 tahun

belum menyamai tanah asli.

Menurut Zulkarnaen et al. (2004), kerusakan lahan akibat pertambangan

meliputi: (1) perubahan vegetasi penutup saat proses land clearing yang secara

signifikan mengakibatkan hilangnya vegetasi alami. Kehilangan vegetasi alami

berdampak pada iklim mikro, keanekaragaman hayati dan berkurangnya habitat

satwa hutan; (2) Perubahan tanah penutup saat pengupasan tanah pucuk didaerah

operasi penambangan. Perubahan topografi ini akibat bukaan lahan untuk lubang

tambang, tumpukan overburden dan infrastruktur. Permasalahan sering muncul

pada tambang kecil dimana hilangnya vegetasi, bentukan topografi yang tidak

teratur atau membentuk lereng memperbesar laju permukaan dan potensi erosi

tanah; (3) Perubahan pola hidrologi akibat hilangnya vegetasi yang mengganggu

siklus hidrologi. Pemompaan air tanah yang dilakukan selama operasi

penambangan akan mengganggu pola dan muka air tanah serta potensi

tercemarnya badan air oleh unsur sulfida yang terjadi dari singkapan batuan; dan

(4) Kerusakan tubuh tanah akibat pengupasan dan penimbunan tanah kembali

untuk reklamasi, dalam hal ini topsoil dan subsoil dapat tercampur secara tidak

merata sehingga mengganggu kesuburan fisika, kimia dan biologi tanah. Selain itu

9

Page 16: PROPOSAL PENELITIAN · Web viewMasyarakat harus diajak melihat manfaat dari perbaikan lokasi tersebut; (2) Menurut hukum Spanyol terdapat kewajiban pengelola tambang untuk melakukan

pembongkaran dan pemindahan batuan yang mengandung sulfida mengakibatkan

terbukanya mineral sulfida terhadap udara bebas yang memicu oksidasi. Bila

mineral sulfida ini terlarut dalam air permukaan bisa membentuk aliran Air Asam

Tambang (AAT) yang berpotensi mengandung bahan beracun dan berbahaya (B3)

serta dapat menurunkan kualitas lingkungan. Sedangkan menurut Kurniawan dan

Surono (2013), perubahan lingkungan akibat aktivitas pertambangan seperti

permukaan lahan menjadi tidak teratur, kesuburan tanah rendah dan rawan erosi,

sehingga daya dukung tanah untuk tanaman menjadi rendah. Keterbatasan air juga

menjadi masalah dimana kurang berhasilnya kegiatan reklamasi melalui

revegetasi disebabkan oleh kurangnya pasokan air untuk tanaman.

Tabel 1 Dampak positif dan negatif tambang

Tahapan Dampak Positif Dampak Negatif

Eksplorasi dan operasiPenyerapan tenaga kerja

Peningkatan/potensi gangguan lalu lintas darat

Kontribusi fiskal (royalti, pajak, bukan pajak)

Peningkatan erosi dan sedimentasi

Timbulnya jasa transportasi, jasa konstruksi, jasa instalasi air, jasa jaringan telekomunikasi

Perubahan penggunaan/fungsi lahan

Operasi produksi Pemanfaatan batubara sebagai bahan bakar untuk sektor energi

Gangguan lalu lintas, potensi pencemaran udara, air asam tambang

Pascatambang/reklamasiPeluang usaha baru Penurunan tenaga kerjaPeningkatan kualitas lingkungan

10

Page 17: PROPOSAL PENELITIAN · Web viewMasyarakat harus diajak melihat manfaat dari perbaikan lokasi tersebut; (2) Menurut hukum Spanyol terdapat kewajiban pengelola tambang untuk melakukan

2.2 Kondisi bekas tambang di Provinsi Jambi

Permen ESDM No.7 Tahun 2014 menjelaskan reklamasi adalah kegiatan

yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata,

memulihkan dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat

berfungsi kembali sesuai peruntukannya. Sedangkan batubara didefenisikan

sebagai endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk secara alamiah dari

sisa tumbuh-tumbuhan.

Kegiatan penambangan batubara di Provinsi Jambi tersebar di beberapa

kabupaten seperti Muaro Bungo, Batanghari, Muaro Jambi, Tebo dan Sarolangun.

Berdasarkan Tabel 2.2 dapat dilihat bahwa dari 160 perusahaan yang

terdaftar/memiliki izin hanya 23 perusahaan yang melakukan proses produksi

pada tahun 2016. Dari 23 perusahaan tersebut telah memproduksi 5.928.263,49

metrik/ton batubara.

Tabel 2 Data Perusahaan dan Jumlah Produksi Batubara di Provinsi Jambi Tahun 2016

Nama Kabupaten

Jumlah

Perusahaan

Terdaftar

Jumlah

Perusahaan Aktif

Berproduksi

Total Produksi

(metric/ton)

Bungo 34 9 1.955.839,69

Batanghari 24 4 909.230,800

Muaro Jambi 16 2 117.028,79

Tebo 33 8 163.289,05

Sarolangun 33 0 0

Merangin 7

Tanjabbar 6

Jumlah 150 23 5.928.263,49

Sumber: ESDM Provinsi Jambi, 2016

11

Page 18: PROPOSAL PENELITIAN · Web viewMasyarakat harus diajak melihat manfaat dari perbaikan lokasi tersebut; (2) Menurut hukum Spanyol terdapat kewajiban pengelola tambang untuk melakukan

2.3 Aturan Terkait Reklamasi Tambang

Kewajiban perusahan tambang untuk melakukan reklamsi tercantum pada

UU Nomor 4/2009 pasal 4 dimana disebutkan pemegang IUP dan IUPK wajib

melaksanakan reklamasi dan pasca tambang. Selain itu pada Pasal 79 disebutkan

pada IUP Operasi Produksi wajib memuat keterangan tentang lingkungan hidup

termasuk reklamasi dan pasca tambang serta dana jaminan reklamasi dan pasca

tambang. Setiap pemegang IUP dan IUPK wajib menyerahkan rencana reklamasi

dan rencana pasca tambang pada saat mengajukan permohonan IUP Operasi

Produksi atau IUPK Operasi Produksi serta ditekankan harus sesuai dengan

peruntukan lahan pasca tambang (Pasal 99 ayat (1) dan (2)). Sedangkan pada

Pasal 100 disebutkan kewajiban perusahaan menyediakan dana jaminan reklamasi

dan pasca tambang.

Peluang pemerintah untuk terlibat dalam kegiatan reklamasi ataupun pasca

tambang terbuka dimana baik Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota dapat

menunjuk pihak ketiga melakukan kegiatan reklamasi dan pasca tambang dengan

dana jaminan tersebut. Hal ini bisa dilakukan jika pemegang IUP atau IUPK tidak

melaksanakan reklamasi dan pascatambang sesuai dengan rencana yang telah

disetujui (Pasal 100 ayat (2) dan (3)).

Dalam melakukan reklamasi, satu hal yang perlu diperhatikan adalah

kesesuaian lahan. Menurut Rande (2016), analisis kesesuaian lahan perlu

dilakukan dalam tahapan reklamasi guna mengetahui kondisi lahan yang aman

dan stabil dan berdaya dukung terhadap peruntukan lahan pascatambang serta

lahan tersebut menjadi produktif dan bermanfaat bagi masyarakat setempat.

Selain itu juga dilakukan evaluasi kesesuaian lahan yang bertujuan

membandingkan antara karakteristik/kualitas lahan dengan persyaratan

penggunaan lahan.

Penentuan tataguna lahan pascatambang sangat tergantung pada berbagai

faktor, antara lain: potensi ekologis lokasi tambang dan keinginan masyarakat

serta pemerintah setempat (Rande, 2016). Berdasarkan PP No. 78 Tahun 2010

tentang Reklamasi dan Pascatambang, tata guna lahan sesudah ditambang

12

Page 19: PROPOSAL PENELITIAN · Web viewMasyarakat harus diajak melihat manfaat dari perbaikan lokasi tersebut; (2) Menurut hukum Spanyol terdapat kewajiban pengelola tambang untuk melakukan

disesuaikan dengan peruntukan lahan pascatambang berdasarkan kesepakatan

dengan pemilik lahan dan tata ruang yang ada. Selain kegiatan reklamasi,

terdapat juga kegiatan pasca tambang yang meliputi: (1) reklamasi pada lahan

bekas tambang dan lahan di luar bekas tambang; (2) pemeliharaan hasil reklamasi;

(3) pengembangan dan pemberdayaan masyarakat; dan (4) pemantauan (Pasal 10).

Perubahan rencana reklamasi juga dimungkinkan berdasarkan Pasal 14 PP

Nomor 78/2010 ayat (2) dimana perubahan tersebut diajukan dalam jangka waktu

paling lambat 180 (seratus delapan puluh) hari kalender sebelum pelaksanaan

reklamasi tahun berikutnya kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai

dengan kewenangannya. Jika perubahan rencana reklamasi dilakukan maka

pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi wajib melakukan

perubahan rencana pasca tambang (Pasal 17).

Program reklamasi pada tahap operasi produksi menurut Permen ESDM

Nomor 7/2014 tentang Pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang pada Kegiatan

Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara dilaksanakan dalam bentuk revegetasi

dan/atau peruntukan lainnya (Pasal 12). Subowo (2011) mengatakan dalam

penentuan jenis tanaman untuk revegetasi lahan, hal yang harus diperhatikan

antara lain spesies alami yang tumbuh di lokasi setempat, spesies yang dapat

menyesuaikan dengan kondisi pasca tambang, tanaman tersebut mudah

berkembang biak serta bernilai ekonomis dan sesuai dengan RTRW daerah

setempat, tanaman dapat memancing fauna, serta berkoordinasi dengan instansi

terkait dan masyarakat setempat. Sedangkan Rande (2016) mengatakan untuk

lahan revegetasi, maka harus diketahui lebih dahulu sifat dan kondisi tanah serta

jenis tanaman yang cocok/sesuai yang akan digunakan pada lahan tersebut.

Reklamasi tambang peruntukan lainnya seperti dimaksud pada Permen

ESDM Nomor 7/2014 Pasal 12 dapat berupa area pemukiman, pariwisata, sumber

air dan area pembudidayaan. Sedangkan pada Pasal 12 ayat (7) dijelaskan rencana

biaya reklamasi tahap operasi produksi dihitung berdasarkan biaya langsung, yang

terdiri atas biaya penatagunaan lahan, revegetasi, pencegahan dan

penanggulangan air asam tambang, pekerjaan sipil sesua peruntukan lahan

13

Page 20: PROPOSAL PENELITIAN · Web viewMasyarakat harus diajak melihat manfaat dari perbaikan lokasi tersebut; (2) Menurut hukum Spanyol terdapat kewajiban pengelola tambang untuk melakukan

pascatambang atau pemanfaatan lubang bekas tambang (void) serta biaya tidak

langsung, yang terdiri atas biaya mobilisasi dan demobilisasi alat, perencanaan

reklamasi, administrasi dan keuntungan pihak ketiga sebagai pelaksana reklamasi

tahap operasi produksi, dan supervisi.

2.4 Model Reklamasi Bekas Tambang untuk Menunjang Pariwisata

Baik pertambangan maupun pariwisata dapat digolongkan sebagai

industri yang ekstraktif namun penilaian terhadap kedua industri ini berbeda.

Menurut Erb (2016), pertambangan sering diasumsikan dengan pengelolaannya

yang buruk, korupsi dan kurangnya transparansi dan kadangkala menjurus kepada

ketegangan di tengah masyarakat. Sebagai sebuah industri eksploitasi tambang

dilihat merusak lingkungan dan merupakan contoh pembangunan yang tidak

berkelanjutan. Meskipun pariwisata juga dianggap sebagian orang sebagai industri

ekstraktif namun tidak dilihat senegatif pertambangan dan lebih baik dalam nilai-

nilai keberlanjutan, perlindungan lingkungan, budaya dan tradisi. Pandangan kritis

terhadap wisata dilemahkan oleh banyaknya nilai-nilai positifnya (jika

dibandingkan dengan industri pertambangan).

Aktivitas pertambangan yang memanfaatkan sumber daya alam, banyak

mengakibatkan perubahan lanskap sehingga terjadi kerusakan dan kehancuran

ekosistem (Waterman, 2009, Zonneveld dan Forman, 1989) Salah satu upaya

alternatif untuk melindungi sumberdaya dari kerusakan lanskap alami dan

mempertahankan kualitas estetikanya adalah melalui ekowisata. Ekowisata

merupakan salah satu kegiatan wisata terbatas yang dapat dilakukan di lingkungan

yang memiliki karakter lanskap alami (nature landscape character), dimana

sumberdayanya juga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi.

Reklamasi bekas tambang batubara dimungkinkan untuk pariwisata sesuai

dengan Pasal 12 ayat (4) dan (5) Permen ESDM Nomor 7/2014 yang

menyebutkan program reklamasi tahap operasi produksi dapat berupa revegetasi

atau peruntukan lain seperti area pemukiman, pariwisata, sumber air, atau area

pembudidayaan. Adapun kriteria keberhasilan reklamasi tahap eksplorasi meliputi

standar keberhasilan penatagunaan lahan, revegetasi, dan penyelesaian akhir.

14

Page 21: PROPOSAL PENELITIAN · Web viewMasyarakat harus diajak melihat manfaat dari perbaikan lokasi tersebut; (2) Menurut hukum Spanyol terdapat kewajiban pengelola tambang untuk melakukan

Pada Pasal 2 dijelaskan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan

hidup pertambangan meliputi: (a) perlindungan terhadap kualitas air permukaan,

air tanah, air laut, dan tanah serta udara berdasarkan standar baku mutu atau

kriteria baku kerusakan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan; (b) perlindungan dan pemulihan keanekaragaman hayati;

(c) penjaminan terhadap stabilitas dan keamanan timbunan batuan samping dan/

atau tanah/batuan penutup, kolam tailing, lahan bekas tambang, dan struktur

buatan lainnya; (d) pemanfaatan lahan bekas tambang sesuai dengan

peruntukannya; (e) memperhatikan nilai sosial dan budaya setempat; dan (f)

perlindungan terhadap kuantitas air tanah sesuaidengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Hal penting untuk restorasi bekas tambang adalah pemilihan tanaman

penghijauan yang tidak menumpuk logam di tunas, hal ini guna menghindari

akumulasi logam dalam rantai makanan. Pemulihan lingkungan lokasi tambang

biasanya mahal karena luasnya wilayah yang terkena dampak dan besarnya bahan

tercemar yang harus ditangani. Restorasi ini memerlukan investasi ekonomi

tinggi. Agar hasilnya menguntungkan maka haruslah berupa pariwisata massal

(hotel, resor golf,dll). Upaya dari otoritas publik harus dibuat untuk menampung

kepentingan pemilik pertambangan tua perusahaan, pengembangan ekonomi lokal

dan pengamanan identitas bersejarah pertambangan. Pemilik tambang tertarik

pada kegiatan transformasi dari daerah pertambangan menjadi pusat wisata

massal. Namun, aspek bersejarah dan sosial harus dipertimbangkan serta tidak

semata-mata menilai manfaat ekonomi karena ini dapat mengakibatkan

pembangunan yang berlebihan dan hilangnya identitas lokal. Tujuannya haruslah

pembangunan sistem yang berkelanjutan, daripada hanya memaksimalkan

keuntungan finansial jangka pendek. Konservasi budaya lokal ini harus

dikompromikan dengan pemeliharaan risiko lingkungan yang rendah bagi

penduduk dan wisatawan. Kehadiran tailing tambang di dekat kota-kota,

penyebaran bahan tercemar melalui dasar sungai, atau bangunan yang dalam

keadaan hancur harus diperhitungkan sebelum melaksanakan proyek wisata

(Conesa et al., 2008).

15

Page 22: PROPOSAL PENELITIAN · Web viewMasyarakat harus diajak melihat manfaat dari perbaikan lokasi tersebut; (2) Menurut hukum Spanyol terdapat kewajiban pengelola tambang untuk melakukan

Menurut Conesa et al. (2008), kendala yang dihadapi dalam

mengembangkan bekas tambang sebagai objek wisata antara lain : i) daya tarik

rendah untuk sebagian orang karena terdapatnya perbedaan standar tentang

keindahan, ii) lokasi eksploitasi pertambangan sangat luas sehingga berbiaya

mahal untuk merestorasinya, iii) degradasi lingkungan, dan iv) dalam

kebanyakan kasus lokasi bekas tambang tersebut jauh dari lingkaran wisata

tradisional. Beberapa lanskap pertambangan dan unsur terkait dianggap sebagai

bagian dari warisan manusia karena adanya nilai-nilai sejarah. Beberapa situs

pertambangan tua telah termasuk dalam daftar warisan dunia. Ada dua komponen

utama pada wisata tambang : 1) adanya nilai pendidikan untuk membangkitkan

kesadaran publik tentang sumberdaya budaya, alam dan sejarah dan 2) adanya

nilai sosial ekonomi terkait dengan daya tarik wisata yang dimilikinya (terutama

untuk lokasi bekas-tambang yang bernilai sejarah).

Kementrian Pariwisata RI telah mengarahkan pembangunan pariwisata

berkelanjutan mempunyai empat strategi yaitu: Strategi Kunci 1: Perubahan Pola

Pikir semua pemangku kepentingan; Strategi Kunci 2: Pengembangan Indikator

Pariwisata Berkelanjutan, penyesuaian dan pemberlakuan; Strategi Kunci 3:

Pembiasaan diri terhadap pola pikir baru tentang pekerjaan layak yang ramah

lingkungan dan pariwisata berkelanjutan; dan Strategi Kunci 4: Memperkenalkan

berbagai mekanisme pengelolaan strategis dan penegakannya. Setelah itu

diusulkan 10 strategi implementasinya, yaitu: (1) Mengarusutamakan dan

memromosikan pekerjaan layak yang ramah lingkungan melalui pariwisata

berkelanjutan; (2) Memprioritaskan pengurangan kemiskinan dalam

kepariwisataan; (3) Memperkuat peluang lapangan kerja bagi pemuda dalam

sektor kepariwisataan dan pariwisata (untuk) anak muda; (4) Mendukung

kementerian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak dalam

memberantas isu-isu terkait jender dan perlindungan terhadap anak; (5)

Menerapkan sistem dengan berbagai aturan/standar sukarela untuk pariwisata

berkelanjutan; (6) Menetapkan pendidikan, pelatihan dan penelitian terkait

pariwisata sebagai prioritas dalam agenda pendidikan dan peneltian nasional; (7)

Identifikasi mitra lokal (daerah) yang potensial dan mempunyai komitmen; (8)

16

Page 23: PROPOSAL PENELITIAN · Web viewMasyarakat harus diajak melihat manfaat dari perbaikan lokasi tersebut; (2) Menurut hukum Spanyol terdapat kewajiban pengelola tambang untuk melakukan

Melakukan pemasaran yang selektif dan kreatif; (9) Menerapkan pendekatan

berkelanjutan dalam perencanaan kepariwisataan; dan (10) Membentuk satu badan

koordinasi tunggal untuk pembangunan kepariwisataan yang berkelanjutan

(Kemenpar.RI, 2012).

Pengelolaan pariwisata dapat diserahkan ke masyarakat dalam bentuk

konsep wisata Community Based Tourism (CBT). Menurut Purbasari dan Asnawi

(2014), Community Based Tourism merupakan pariwisata yang konsern terhadap

kelangsungan budaya, sosial dan lingkungan. Bentuk pariwisata ini dikelola dan

dimiliki oleh masyarakat guna membantu wisatawan meningkatkan kesadaran

mereka dan belajar tentang tata cara hidup masyarakat lokal. Konsep Community

Based Tourism berbeda dengan pariwisata massa. CBT berasumsi bahwa

pariwisata harus berangkat dari kesadaran nilai-nilai kebutuhan masyarakat dan

memberikan manfaat lebih bagi kebutuhan, inisiatif dan peluang masyarakat

lokal. Kriteria ukuran kesuksesan CBT berdasarkan penelitian evaluasi di

beberapa negara di Asia adalah: (a) Melibatkan Masyarakat Luas; (b). Manfaat

dapat terdistribusikan secara merata pada semua masyarakat; (c) Manajemen

pariwisata yang baik; (d) Kemitraan yang kuat baik ke dalam maupun ke luar; (e)

Keunikan atraksi; dan (f) Konservasi lingkungan tidak terabaikan.

Mathew dan Sreejesh (2017) mendefinisikan Perceived Responsible

Tourism sebagai evaluasi terhadap masyarakat lokal yang bertempat tinggal di

destinasi wisata tentang sejauh mana mereka merasakan pihak-pihak yang terlibat

dalam inisiatif pariwisata ikut terlibat dalam perlindungan lingkungan dan

memiliki tanggung jawab etis dalam manajemen dan operasional bisnis

pariwisata. Singkatnya, perceived responsible tourism berfokus pada keterlibatan

individu dalam mengambil tanggung jawab untuk mengambil tindakan, ketika

banyak pihak terlibat, seperti konsumen, pemasok, penyedia layanan pariwisata,

pemerintah, dll.

Penting juga untuk mengembangkan persepsi yang baik di kalangan

masyarakat lokal mengenai kualitas pekerjaan yang diberikan sebagai bagian dari

prakarsa pariwisata berkelanjutan. Selain itu, persepsi positif mengenai

17

Page 24: PROPOSAL PENELITIAN · Web viewMasyarakat harus diajak melihat manfaat dari perbaikan lokasi tersebut; (2) Menurut hukum Spanyol terdapat kewajiban pengelola tambang untuk melakukan

keberlanjutan dapat dikembangkan melalui pembentukan sekolah teknik dan

kejuruan di destinasi pariwisata untuk memperbaiki standar dan jangkauan

program pengembangan ketrampilan. Ini harus diikuti dengan penilaian

kebutuhan yang komprehensif. Juga, strategi yang memastikan bahwa total

pengeluaran perjalanan wisatawan secara proporsional dapat diterima atau

mengalir kembali ke masyarakat dan mendorong pengunjung untuk

memanfaatkan produk dan layanan dari tempat tujuan sebanyak mungkin

sehingga dapat membuat suatu perubahan. Pembuat kebijakan perlu

mengingatkan bahwa bukan hanya pekerjaan dan pendapatan yang kecil, namun

persepsi mengenai kualitas kerja individu lokal dan pendapatan/rezeki yang

konsisten juga sangat penting (Mathew dan Sreejesh, 2017).

2.5 Konsep Desain Lanskap Pasca Tambang

Pada kawasan pasca tambang, kegiatan yang utama dalam merehabilitisai

lahan yaitu mengupayakan agar menjadi ekosistem yang berfungsi optimal atau

menjadi ekosistem yang lebih baik. Reklamasi lahan dilakukan dengan menimbun

kembali lubang tambang serta melapisinya dengan tanah pucuk, dan revegetasi

lahan serta diikuti dengan pengaturan drainase dan penanganan/pencegahan air

asam tambang. Reklamasi dengan spesies-spesies pohon dan tumbuhan bawah

yang terpilih dapat memberikan peranan penting dalam mereklamasi hutan

tropika. Dalam studi ini kawasan reklamasi yang memiliki skala besar atau yang

mengalami perubahan bentang alam secara signifikan perlu disusun rencana detail

tata ruang (RDTR) kawasan. Penyusunan RDTR kawasan reklamasi ini dapat

dilakukan bila sudah memenuhi persyaratan administratif berikut :

1. Memiliki RTRW yang sudah ditetapkan dengan Perda sehingga peruntukan

lahan pada suatu wilayah menjadi jelas;

2. Memiliki dokumen lingkungan Amdal/UKL/UPL;

3. Memiliki rencana reklamasi dan pasca tambang.

Tata ruang kawasan reklamasi memperhatikan beberapa aspek seperti

aspek sosial, aspek ekonomi, aspek pergerakan, aspek aksesibilitas, dan aspek

18

Page 25: PROPOSAL PENELITIAN · Web viewMasyarakat harus diajak melihat manfaat dari perbaikan lokasi tersebut; (2) Menurut hukum Spanyol terdapat kewajiban pengelola tambang untuk melakukan

transportasi. Penataan lahan bekas tambang disesuaikan dengan penetapan tata

ruang wilayah bekas tambang. Lahan bekas tambang dapat difungsikan menjadi

kawasan lindung ataupun budidaya. Istilah tata guna tanah biasa juga dikenal

dengan istilah asingnya sebagai land use planning. Apabila istilah tata guna tanah

dikaitkan dengan obyek hukum agraria nasional (UUPA), maka penggunaan

istilah tersebut kurang tepat. Hal ini dikarenakan obyek hukum agraria meliputi:

bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.

Sedangkan tata guna tanah hanya berobyek tanah yang merupakan salah satu

bagian dari obyek hukum agraria

Konsep dasar rencana desain lanskap pasca tambang meliputi tiga hal

yaitu :

1. Need : merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi jenis kegiatan yang ada

dan yang akan dikembangkan serta menelaah sampai sejauh mana kegiatan

tersebut mempengaruhi karakter ruang yang akan terbentuk.

2. Context : Segala hal yang berhubungan dengan site dan lingkungan sekitarnya

3. Form (bentuk lanskap) : Apa yang telah diterapkan pada lahan.

Dalam mengembangkan lebih lanjut rencana konseptual, hal yang perlu

menjadi perhatian adalah menterjemahkan fungsi area kepada fungsi volume.

Setiap volume atau ruang dipahami dalam ukuran, bentuk, bahan, warna, tekstur,

dan kualitas lain untuk mengakomodasi fungsi terbaik dan sesuai dengan tujuan

yang ingin dicapai dan konsep dasar pengembangan. Dalam hal ini dapat

dikatakan bahwa perencanaan adalah dua dimensi; berpikir tiga dimensi

membawa kita ke dalam dunia desain (Starke dan Simonds, 2013). Selanjutnya

konsep ruang dapat dibagi menjadi tiga yaitu :

1. Area Penyangga: Area ini berfungsi sebagai area konservasi pada sekeliling

lahan pasca tambang. Jenis kegiatan yang dapat dilakukan di area ini terbatas.

Selain itu kendaraan tidak dapat memasuki area ini. Jenis tanaman yang

digunakan sebagai tanaman konservasi adalah tanaman dari famili leguminosa

atau fabaceae yang salah satunya adalah lamtoro (Leucaena leucocephala).

19

Page 26: PROPOSAL PENELITIAN · Web viewMasyarakat harus diajak melihat manfaat dari perbaikan lokasi tersebut; (2) Menurut hukum Spanyol terdapat kewajiban pengelola tambang untuk melakukan

Selain itu juga dapat digunakan tanaman kehutanan dengan jenis yang

beragam.

2. Area Edukasi: Area ini berfungsi sebagai pendidikan dan pengembangan

masyarakat. Area ini dapat dikelola bersama dengan masyarakat. Jenis

kegiatan yang dapat dikembangkan misalnya area rekreasi edukasi, area yang

memperlihatkan bekas proses penambangan dan area pengembangan kuliner

masyarakat.

3. Area Wisata: Area ini berfungsi sebagai area wisata. Kegiatan wisata yang

dihadirkan berupa menikmati perjalanan (tour) keliling kawasan dan

dilanjutkan menikmati obyek-obyek wisata, wisata pada obyek seperti kolam

tailing, bangunan-bangunan tambang, dan obyek wisata lainnnya.

Konsep desain ruang ekowisata yang akan dibuat mengacu kepada tahapan

proses desain (Booth, 1983). Tahapan proses yang dilakukan hingga konsep

desain yakni : 1) persiapan denah ruang; 2) inventarisasi detil ruang; 3)

wawancara; 4) program pengembangan ruang; 5) pembuatan diagram fungsi; 6)

pembuatan diagram fungsi yang dihubungkan dengan ruang aktivitas; 7) konsep

perencanaan; 8) komposisi bentuk ruang; dan 9) konsep desain (preliminary

design).

20

Gambar 2 Konsep ruang pasca tambang

Page 27: PROPOSAL PENELITIAN · Web viewMasyarakat harus diajak melihat manfaat dari perbaikan lokasi tersebut; (2) Menurut hukum Spanyol terdapat kewajiban pengelola tambang untuk melakukan

Konsep desain kawasan pasca tambang lebih banyak ditekankan kepada

bentuk sirkulasi (circulation form) dan bentuk-bentuk ruang (spatial form).

Selanjutnya dapat diuraikan konsep desain pada sub area (subarea design). Pada

Gambar 2 di atas diperlihatkan contoh konsep ruang pasca tambang.

2.6 Strategic Assumption Surfacing and Testing

Salah satu cara untuk merumuskan asumsi strategi guna pengembangan

objek wisata dilakukan dengan metode Strategic Assumption Surfacing and

Testing (SAST). Menurut Himawan et al. (2015), metode SAST dapat digunakan

untuk membentuk model kebijakan berdasarkan perspektif masyarakat yang

didahului dengan memunculkan beberapa asumsi dasar. Pengambilan sampel

dilakukan dengan seleksi pakar secara sengaja (purposive).

Menurut Eriyatno dan Larasati (2013), teknik SAST dibangun karena

organisasi terbiasa untuk meniru model pemecahan masalahan berdasarkan model

yang sebelumnya pernah sukses dipakai. Melalui SAST, akan dimunculkan

kebijakan dan prosedur alternatif yang harus selalu dipertimbangkan dalam proses

koordinasi lintas pelaku sehingga organisasi akan selalu belajar sebab asumsi

yang digunakan akan terus berkembang seiring dengan dinamika baru.

Bloncard dan Fabrycky (1981) mengungkapkan beberapa sifat falsafah

SAST seperti: (1) Berlawanan; upaya penilaian masalah yang tidak terstruktur

dengan baik dapat dibuat dengan sebaik-baiknya setelah mempertimbangkan

perspektif yang bertentangan; (2) Partisipatif; pelibatan berbagai individu atau

kelompok yang terkait atau organisasi yang berbeda untuk memecahkan masalah

yang kompleks dan kemudian mendistribusikan pelaksanaan hasil pemecahan

masalah pada berbagai pihak; (3) Integratif; melakukan sintesis asumsi dari

berbagai sudut pandang agar dihasilkan rencana tindak yang dapat

diimplementasikan; (4) Mendukung gagasan manajerial; dengan melibatkan para

manajer yang selalu dihadapkan pada berbagai asumsi lebih paham tentang

organisasi, kebijakan maupun masalah-masalah yang dihadapinya.

21

Page 28: PROPOSAL PENELITIAN · Web viewMasyarakat harus diajak melihat manfaat dari perbaikan lokasi tersebut; (2) Menurut hukum Spanyol terdapat kewajiban pengelola tambang untuk melakukan

Menurut Eriyatno dan Fadjar (2007), SAST adalah suatu metode yang

digunakan dalam menyusun alternatif kebijakan berdasarkan asumsi-asumsi.

Tahapan dari metode ini adalah:

1) Pembentukan kelompok: yaitu mengumpulkan pihak-pihak yang terlibat dan

dipengaruhi situasi, kemudian membaginya menjadi kelompok-kelompok

kecil. Setiap kelompok harus berbeda pengetahuan dan sudut pandang

mengenai masalah yang dihadapi untuk memaksimalkan perbedaan. Setiap

kelompok harus memiliki orientasi, perspektif atau kebijakan pilihan yang

berbeda untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Setiap kelompok diwakili

oleh satu orang pakar yang dipilih berdasarkan pertimbangan dan kriteria

tertentu.

2) Spesifikasi asumsi; hasil FGD yang mengungkapkan asumsi-asumsi yang

dinilai penting untuk mengembangkan wilayah/lokus penelitian sebagai objek

wisata dijadikan bahan pertimbangan untuk mendapatkan asumsi strategi.

Setiap kelompok mengidentifikasi asumsi yang melekat dalam masalah yang

dihadapi kemudian mendaftar semua asumsi sesuai sudut pandang masing-

masing kelompok.

3) Fase dialektika; Fase ini dilakukan untuk menghilangkan asumsi yang tidak

relevan. Hasil sintesis asumsi dilist untuk diberi bobot tingkat kepentingan

dan kepastian asumsi menurut masing-masing pakar. Pembobotan dilakukan

dengan mengisi kuesioner SAST.

Penggunaan skala kepentingan dan kepastian pada penelitian Novani et al.

(2017) dengan interval rangking 1 sampai 9, sedangkan untuk kepastian,

digunakan skala ordinal 1-5. Sedangkan menurut Marimin (2004), kriteria

pemilihan pakar sebagai berikut: (a) Keberadaan responden, keterjangkauan dan

kesediaan untuk diwawancarai; (b) reputasi, kedudukan, dan kredibilitasnya

sebagai pakar; dan (c) pengalaman pribadi yang menunjukkan seseorang mampu

memberikaan saran dan membantu memecahkan masalah.

22

Page 29: PROPOSAL PENELITIAN · Web viewMasyarakat harus diajak melihat manfaat dari perbaikan lokasi tersebut; (2) Menurut hukum Spanyol terdapat kewajiban pengelola tambang untuk melakukan

29