Proposal PI Rizky (pabrik gula - cirebon).doc

  • Upload
    tajul24

  • View
    179

  • Download
    34

Embed Size (px)

Citation preview

PROPOSAL PRAKTIK INDUSTRITINJAUAN MUTU PRODUK GULA PASIR PABRIK GULA TERSANA BARUCIREBON, JAWA BARAToleh:

RIZKY AL FAUZINIM. 1005217

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI

FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2013

LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN

PROPOSAL PRAKTIK INDUSTRI

Judul Praktik Industri: Tinjauan Mutu Produk Gula Pasir Pabrik Gula Tersana Baru, Cirebon Jawa BaratNama Mahasiswa: Rizky Al FauziNIM

: 1005217Menyetujui dan Mengesahkan

Pembimbing

(Puji Rahmawati, STP., M. Si.)

NIP. 198202172012122001Mengetahui:

Ketua Program Studi Pendidikan Teknologi

Agroindustri, FPTK UPI

(Dr. Sri Handayani, M. Pd.)

NIP. 19660930 199703 2 001

DAFTAR ISI

Halaman

Daftar Isii

Daftar Tabelii

Daftar Lampiraniii

BAB I Pendahuluan1

A. Latar Belakang1

B. Tujuan2

C. Ruang Lingkup Praktek Kerja Industri3

D. Manfaat Kegiatan Praktek Kerja Industri3

BAB II Tinjauan Pustaka4

B. Tebu4A. Perkembangan Industri Tebu di Indonesia6 C. Proses Pengolahan Gula7D. Fungsi Gula pada Bahan Pangan16

BAB III Metodologi17BAB IV Jadwal Praktek Kerja Industri18Daftar Pustaka19Lampiran20

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komposisi da Kadar Batang Tebu5Tabel 2. Kriteria Kualitas Gula16

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Pohon Industri Tebu20Lampiran 2. Flowchart Proses Produksi Gula Pasir21

Lampiran 3. Tahapan Kegiatan Praktek Kerja Industri22Lampiran 4. Jadwal Praktek Kerja Industri23Lampiran 5. Jurnal Kegiatan Praktek Kerja Industri24Lampiran 6. Identitas Peserta Praktek Kerja Industri25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan industri di dunia menuntut Indonesia untuk dapat memiliki sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki kemampuan intelektual yang cukup memadai agar tidak kalah bersaing dengan negara berkembang dan negara maju lainnya. Semakin cepatnya perkembangan teknologi dan tingginya tingkat persaingan dalam dunia usaha, merupakan sebuah tantangan yang harus dihadapi oleh semua pihak. Sementara itu di satu sisi masih terdapat kesenjangan antara dunia pendidikan kita, khususnya dari kalangan Perguruan Tinggi dengan dunia kerja yang sebenarnya. Kenyataan yang kita temui saat ini adalah para sarjana lulusan Perguruan Tinggi hanya sebagai sumber daya yang siap latih, bukan siap pakai. Penyebab utamanya adalah ketertinggalan Perguruan Tinggi terhadap perkembangan teknologi dan informasi yang ada di dunia kerja.

Salah satu upaya yang ditempuh Perguruan Tinggi untuk mengantisipasi permasalahan di atas adalah dengan mewajibkan setiap mahasiswanya untuk mengikuti Program Praktik Industri di suatu lembaga, instansi atau perusahaan, baik pemerintah maupun swasta, yang sesuai dengan disiplin ilmu yang ditekuninya. Melalui Praktik Industri, mahasiswa dapat mengaplikasikan teori/imu yang diperoleh selama di bangku kuliah, memperoleh pengalaman bagaimana suasana nyata dalam bekerja, bagaimana berkomunikasi dan besosialisasi dalam lingkungan kerja, dan memperoleh suatu bekal untuk terjun ke lapangan usaha di masa datang sehingga menjadi lulusan sarjana yang siap pakai.

Program Praktik Industri yang dilaksanakan oleh mahasiswa jurusan Pendidikan Teknologi Agroindustri Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan (FPTK) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung diharapkan dapat memiliki gambaran dan pengalaman secara langsung dari industri mengenai ilmu terapan di bidang engineering. Selain itu juga diharapkan mahasiswa memiliki kompetensi dalam menganalisis ilmu-ilmu sains terapan dalam industri hingga menghasilkan inovasi baik yang dikembangkan dalam Tugas Akhir maupun usul dan saran pada industri terkait dan khususnya bagi pengembangan di bidang pendidikan teknologi agroindustri di FPTK UPI.

Praktik industri merupakan salah satu mata kuliah di Program Studi Pendidikan Teknologi Agroindustri Universitas Pendidikan Indonesia yang memilki bobot 4 SKS yang setara dengan 16 pertemuan (1 bulan) sebagai sarana untuk pengembangan dan penerapan ilmu yang telah di dapat selama perkuliahan. Selain itu dengan praktik industri mahasiswa akan memperoleh gambaran yang jelas tentang berbagai hal yang berkaitan dengan berbagai masalah, khususnya mengenai pengolahan pangan yang termasuk ke dalam lingkup agroindustri. Dalam mencapai hal tersebut tentunya tidak lepas dari peran berbagai pihak, baik dari universitas maupun dunia industri serta semua instansi terkait

Masyarakat Indonesia mengonsumsi gula sebagai makanan pokok. Rata-rata konsumsi gula masyarakat Indonesia adalah 12-15 kg per tahun. Dengan semakin bertambahnya jumlah manusia, tentu semakin bertambah juga kebutuhan gula di Indonesia. Proses pembuatan gula dari tebu memerlukan beberapa tahapan, termasuk proses kimia dan proses mekanis. Pada umumnya, proses pengolahan tebu menjadi gula pasir dibagi menjadi beberapa tahapan, diantaranya proses pemerahan (gilingan), pemurnian, penguapan, kristalisasi, pemisahan, dan penyelesaian (sugar handling). Untuk mengetahui mutu produk gula pasir yang lebih lengkap, maka topik yang dipilih dalam praktik industri di Pabrik Gula Tersana Baru adalah Tinjauan Mutu Produk Gula Pasir Pabrik Gula Tersana Baru.

B. Tujuan

Tujuan dari praktik industri ini adalah untuk memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan oleh penulis guna menyusun laporan praktik industri. Selain itu tujuan praktik industri yang ingin dicapai dan dilaksanakan di Pabrik Gula Tersana Baru adalah untuk mengetahui mutu produk gula mulai dari bahan baku, hingga proses produksi gula pasir yang dilaksanakan oleh Pabrik Gula Tersana Baru dan untuk mengetahui serta menyelesaikan kendala-kendala atau masalah-masalah yang dialami selama proses produksi pengolahan tebu menjadi gula pasir berlangsung di Pabrik Gula Tersana Baru.C. Ruang Lingkup Praktek Kerja Industri

Kegiatan praktek kerja industri meliputi aspek produksi pengolahan gula pasir beserta menyelesaikan masalah-masalah didalamnya dengan solusi yang efektif dan efisien. Aspek produksi dalam praktek kerja industri terdiri atas tinjauan mutu produk gula PG. pasir tersana baru.

D. Manfaat Kegiatan Praktek Kerja Industri1. Manfaat Bagi Mahasiswa

a. Merealisasikan ilmu yang di dapat dan dipelajari dikampus dengan penelitian langsung di lapangan.b. Mendapatkan pengalaman di suatu instansi atau perusahaan dalam rangka membekali diri apabila telah mendapatkan pekerjaan.

2. Manfaat Bagi Perusahaan.a. Memenuhi memecahkan permasalahan yang dihadapi perusahaan sesuai ilmu yang didapat mahasiswa serta kemampuan.b. Dapat menjalin kerja sama antara Universitas dan Instansi Perusahaan.3. Manfaat Bagi Universitas.a. Memenuhi program kurikulum yang ditentukan.b. Mendapatkan informasi dan mengetahui kemampuan mahasiswa dalam pelaksanaan praktik industri.BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tebu

Tebu dapat diolah menjadi berbagai macam produk, baik untuk keperluan pangan maupun untuk keperluan non pangan, secara umum pohon industri tebu dapat dilihat pada lampiran 1. Produk yang menggunakan tebu sebagai bahan baku utamanya salah satunya adalah gula tebu. Tebu yang baik adalah tebu yang memiliki nilai rendemen tinggi. Angka rendemen yang digunakan untuk menghitung hasil dipabrik gula adalah rasio antara hasil gula kristal dengan bobot tebu yang digiling.Secara umum tebu terdiri atas nira dan serabut (zat padat yang tidak larut). Nira terbagi lagi menjadi brix dan kadar sukrosa, brix larutan gula menunjukkan kandungan zat kering total yang terdiri dari sukrosa dan zat bukan gula. Akan tetapi, kadar sukrosa larutan hanya menentukan kandungan sukrosa. Perbedaan antara brix dan kadar sukrosa adalah kandungan zat bukan gula yang terdapat dalam larutan. Makin kecil jumlah zat bukan gulanya, makin murni sifat fisis larutan itu. Dengan demikian, kandungan kadar sukrosa tiap 100% brix merupakan angka penilai kemurnian larutan gula, yang dalam perhitungan pengawasan dinamakan HK atau hasil bagi kemurnian.Parameter tanaman tebu adalah kadar sukrosanya, komposisi tebu bermacam-macam tergantung dari jenis tebu, keadaan tanaman, cara pemeliharaan, dan tingkat kemasakan tebu, komposisi akan mempengaruhi kandungan gula yang ada didalam tebu. Tebu dengan kadar sukrosa yang tinggi memerlukan syarat-syarat tumbuh yaitu dibutuhkan banyak curah hujan di waktu muda dan dikurangi curah hujan di waktu tua. Hal ini dimaksudkan bahwa penanaman tebu ini termasuk ke dalam peralihan musim hujan ke musim kemarau. Kandungan yang terdapat dalam satu batang tebu dapat dilihat pada Tabel 1.Tabel 1. Komposisi dan Kadar Batang Tebu

No.Bahan Penyusun Komposisi Kadar (%)

1.Tebu Air 73 - 76

Zat padat24 - 27

Zar padat terlarut10 - 16

Sabut (kering)11 - 16

2.Nira Sakarosa 70 - 78

Glukosa 2 - 4

Fruktosa 2 - 4

Garam anorganik3 - 4,5

Garam organik1,5-4,5

Asam karboksilat0,1-0,5

Asam amino0,5-0,2

Protein 0,6

Pati 0,001 0,05

Gum 0,30 0,60

Sumber: Meade dan Chen (1997) dalam Suyudi (1994)Tebu yang baik dan sesuai adalah tebu yang mengalami proses pengawasan dan pemeriksaan sebelum digiling. Pengawasan ini dilakukan dengan pemeriksaan tebu yang ada di lahan tebu yang akan dipanen. Tebu yang dipanen yaitu tebu yang sudah berumur 11 sampai dengan 16 bulan, pada umur tesebut kadar gula yang terkandung dalam tebu sudah optimal dan siap untuk dipanen. Tebu dikatakan masak apabila telah berhenti tumbuh dan daunnya mulai mengering, pada saat tersebut kadar gula naik sedangkan kadar air berkurang. Penebangan tebu yang pertama kali yaitu batang tebu yang di pangkas disisakan kurang lebih 5cm dari permukaan tanah. Sisa dari batang tebu tersebut akan tumbuh tunas baru yang biasa disebut dengan Ratoon I, pertumbuhan ini akan terus berlangsung hingga Ratoon IV. Setelah mencapai Ratoon IV, maka pada panen berikutnya dilakukan dengan mencabut tebu beserta akarnya dan kemudian dilakukan penanaman bibit baru.

B. Perkembangan Industri Gula di Indonesia

Industri gula di Indonesia merupakan industri yang strategis bagi pemerintah secara sosial, ekonomi dan politik. Perhatian pemerintah dari waktu ke waktu relatif besar, sehingga industri ini sering disebut sebagai the most regulated comodity (Bakrie, 2003). Pemerintah mulai menetapkan beberapa kebijakan diantaranya tahun 1971, mengenai Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) yang bertujuan untuk melakukan pengaturan pada sisi produksi, sistem distribusi sampai dengan sistem penentuan harga gula; tahun 1975, mengenai operasi model Bimas dan kebijakan-kebijakan lain mengenai penetapan harga gula; tahun 1980-an, mengenai peningkatan produksi gula yang berkaitan dengan penyehatan Badan Usaha Milik Negara (BUMN); dan tahun 1984 serta 1987, mengenai swasembada gula (Tim Studi P3GI, 2005).

Pemerintah sudah tidak membiayai program TRI dan program pergulaan lainnya sejak tahun 1997. Salah satu hal yang mempengaruhinya adalah adanya desakan dari Internasional Monetery Fund (IMF) terhadap monopoli bulog mengenai persoalan kesejahteraan petani. Penetapkan Inpres No. 5 mengenai penghapusan program TRI dan penghapusan monopoli bulog dengan SK Menperindag No. 25 dikeluarkan, pada tahun 1998.

Era baru industri gula pasca tahun 1998 mendorong industri gula nasional terlibat dalam perdagangan dunia. Terbukanya pasar gula domestik, menyebabkan masuknya gula impor. Masuknya gula impor mempengaruhi neraca gula nasional, yang melebihi total produksi gula nasional (Tim Studi P3GI, 2005). Dampak terbesar mengakibatkan petani tebu dan perusahaan gula di Indonesia mengalami kerugian dan terancam usahanya. Hampir seluruh produsen gula di Indonesia mengalami kerugian akibat harga gula nasional jauh diatas harga gula impor, pada tahun 1999 (Prihandana, 2005). Tahun 2000-2001, produksi, produktivitas dan efisiensi kinerja industri gula nasional memburuk, karena pabrik gula bekerja di bawah kapasitas dan terjadi kerugian pada tahun-tahun sebelumnya (Tim Studi P3GI, 2005). C. Proses Pengolahan Gula

Menurut Moerdokusumo (1993), proses pengolahan tebu menjadi gula kristal terdiri dari unit operasi penggilingan (ekstraksi), pemurnian (purifikasi), penguapan (evaporasi), kristalisasi, dan sentrifuse. Sebelum tebu diproses menjadi gula, ada tahapan persiapan telebih dahulu. Kegiatan pada tahapan ini dimulai dari pintu gerbang keluar masuk kendaraan pembawa tebu hingga bahan baku diletakkan pada tempat khusus untuk diproses lebih lanjut. Flowchart proses pembuatan tebu menjadi gula pasirterdapat pada lampiran 2. Adapun penjelasan dari setiap proses akan diuraikan di bawah ini.1. Ekstraksi

Sebelum tebu digiling, tebu dicacah dulu dengan menggunakan alat cane cutter yang memotong-motong tebu menjadi potongan, kemudian tebu masuk ke unigrator yang akan membuat potongan tebu menjadi potongan lagi, kemudian tebu masuk ke unigrator yang akan membuat tebu menjadi serabut. Cara kerja cane cutter dan unigrator berbeda, pada cane cutter tebu yang masuk dipotong-potong menjadi serabut kasar, sedangkan pada unigrator tebu hasil cacahan tadi dihantam-hantamkan dengan menggunakan hammer ke dinding unigrator sehingga serabut tebu yang dihasilkan menjadi lebih halus.

Pertama tebu akan dibawa oleh cane elevator dari unigrator ke gilingan I. Hasil dari gilingan I adalah nira perahan pertama (NPP) dan ampas gilingan I. Ampas dari gilingan I akan digiling kembali di gilingan II dengan penambahan nira imbibisi hasil perahan gilingan III dan ampas yang tersaring oleh cush-cush screen (alat penyaring nira mentah berbentuk datar yang terbuat dari lempengan stainless steel) dan DSM screen (alat penyaring nira mentah berbentuk lengkung yang terbuat dari stainless steel). Nira hasil perahan dari gilingan II disebut nira perahan lanjutan (NPL). NPP dan NPL kemudian dicampur menjadi nira mentah.

Nira mentah hasil pencampuran nira hasil gilingan I dan II kemudian disaring dengan cush-cush screen untuk memisahkan nira dengan ampas atau kotoran lain yang terbawa. Nira mentah yang telah disaring oleh cush-cush screen kemudian dipompa dan disaring kembali di DSM screen. Ukuran lubang-lubang saringan pada DSM screen lebih kecil daripada cush-cush screen. Ampas hasil gilingan II kemudian akan ditambahkan nira imbibisi yang dihasilkan pada gilingan IV dan dibawa oleh intermediate carrier (alat yang berfungsi membawa ampas tebu antar gilingan) ke gilingan III. Nira hasil gilingan III kemudian disaring di cush-cush screen dan DSM screen yang kemudian digunakan sebagai nira imbibisi untuk campuran ampas hasil gilingan I. Ampas hasil gilingan III sebelum masuk ke gilingan IV ditambahkan air imbibisi sebanyak 25-30 % dari berat tebu yang digiling dengan suhu air imbibisi 60-70 C. Nira yang dihasilkan dari gilingan IV akan ditambahkan ke gilingan III sebagai nira imbibisi, ampasnya dibawa oleh bagasse elevator untuk dijadikan bahan bakar boiler. 2. Purifikasi

Proses pemurnian yang digunakan adalah dengan metode sulfitasi menggunakan gas belerang. Tahapan awal proses pemurnian adalah penimbangan nira mentah yang dihasilkan dari proses gilingan. Penimbangan nira mentah ini menggunakan alat timbangan boulogne, yang mempunyai kapasitas 3 ton nira mentah. Setiap nira mentah terukur 3 ton maka timbangan ini akan menjatuhkan nira mentah tertimbang tersebut ke dalam bak penampung yang terdapat tepat di bawah timbangan, yang kemudian akan dipompa dan dialirkan untuk proses selanjutnya. Jika kadar fosfat dalam nira mentah kurang dari 250 ppm, maka ditambahkan ke dalamnya fosfat (P2O5) untuk membantu proses pengendapan. Penambahan fosfat ini untuk memudahkan terbentuknya endapan karena fosfat akan bereaksi dengan kapur (Ca(OH)2) membentuk kalsium fosfat (Ca3(PO4)2). Nira mentah yang telah ditambahkan fosfat tersebut kemudian dipompa ke juice heater I untuk dipanaskan mencapai suhu 75 C. Pemanasan ini bertujuan untuk memudahkan dan mempercepat jalannya reaksi yang akan terjadi. Sebagai sumber panas digunakan uap bekas, nira mentah akan mengalir dan bersirkulasi di dalam pipa-pipa tersebut sedangkan uap dialirkan diantara pipa-pipa pemanas.

Dari juice heater I, nira dimasukkan ke dalam tangki penampung atau surge tank dari dalam tangki tersebut nira kemudian dipompa menuju sulfur tower melalui pipa. Ketika nira dilewatkan melalui pipa, dilakukan penambahan larutan kapur (Ca(OH)2) sampai pH berkisar antara 8,6-9,2. Proses pembuatan susu kapur menggunakan sebuah tromol putar tempat membuat emulsi kapur dari kaput tohor dan air. Pemberian susu kapur dilakukan secara otomatis melalui unit pH kontrol dan penjatah kapur. Tujuan penambahan susu kapur ini adalah untuk membentuk inti endapan dan menaikkan pH, sehingga dapat meminimalisir kerusakan nira karena kondisi asam. Selain itu, lingkungan basa juga dapat mempermudah koloid-koloid yang terkandung dalam nira untuk membentuk endapan-endapan.

Proses selanjutnya adalah sulfitasi. Pada proses sulfitasi ini menggunakan gas sulfur dioksida (SO2) dengan cara menghembuskan gas ke cairan nira dengan menggunakan pompa sirkulasi sehingga dalam tangki akan mengalami overflow. Gas belerang yang terbentuk akan bereaksi dengan kelebihan susu kapur membentuk CaSO4 yang juga merupakan inti endapan. Gas belerang dapat menurunkan pH dari suasana basa kembali ke suasana netral, karena jika nira tetap dalam suasana basa, nira akan berwarna coklat yang akan berdampak pada hasil akhir gula yang berwarna kemerahan. Warna coklat ini terbentuk karena pada nira terdapat glukosa yang akan rusak pada pH di atas 7,8. Nira yang jatuh kemudian dipompa ke juice heater II.

Nira mentah tersulfit dengan pH 7,0-7,2 kemudian dipanaskan lagi pada juice heater II sehingga mencapai 100 C. Tujuan pemanasan ini untuk mempercepat reaksi pengendapan yang akan terjadi pada proses selanjutnya di dorr clarifier, menurunkan viskositas, dan juga untuk membunuh mikroorganisme. Nira dari juice heater II kemudian dipompa ke dorr clarifier melewati flash tank yang berguna untuk membuang gas-gas yang terbawa pada nira yang dapat menghambat jalannya proses pengendapan, pembuangan gas langsung dialirkan melalui cerobong untuk dikeluarkan ke udara bebas. Dorr clarifier yang digunakan merupakan alat pengendap tipe kontinyu. Pada proses pengendapan ini ditambahkan flokulan yang dipompakan menggunakan dossing pomp sebagai alat untuk penjatah flokulan. Flokulan berfungsi untuk mengikat koloid-koloid kecil pada nira sehingga menjadikan diameter koloid yang semakin besar dan kemudian membentuk endapan.

Nira jernih hasil pengendapan akan dikeluarkan dari tiap-tiap tingkatan kemudian dialirkan ke clear juice DSM screen untuk menyaring ampas halus yang masih tersisa dan kotoran yang terbawa dari dorr clarifier. Nira jernih kemudian ditampung di clear juice tank. Nira kotor hasil pengendapan ditampung di tangki nira kotor, kemudian dipompa ke mud feed mixer dan dicampur dengan ampas halus (bagacillo) yang berasal dari stasiun penggilingan.

Nira kotor yang telah dicampur ampas halus dialirkan ke penyaringan untuk memisahkan nira tersebut dengan kotorannya. Peralatan penyaringan yang digunakan adalah rotary vacum filter (RVF). Drum diletakkan diatas bak nira kotor sehingga sebagian drum terendam pada nira kotor. Pada RVF disemprotkan air panas bersuhu 70 C sebanyak 2 % tebu untuk membantu proses penyaringan nira kotor dari blotong. Pada RVF ini nira kotor menempel pada sisi drum saat keadaan hampa tinggi, air panas ditambahkan pada saat hampa rendah dan hasil penyaringan atau blotong dilepaskan dari drum pada saat kondisi bebas hampa. Selanjutnya nira hasil penyaringan RVF ditampung di filtrat tank dan dimasukkan kembali sebagai nira tertimbang ke dalam bak penampungan nira mentah yang telah ditimbang, sedangkan kotoran yang tersaring yang biasa disebut blotong dilakukan pengkomposan untuk digunakan sebagai pupuk untuk tanaman tebu.

Clear juice (nira jernih) yang ditampung di clear juice tank merupakan nira jernih yang telah dilakukan dua kali penyaringan kembali. Pertama menggunakan DSM screen yang berdiamaeter 0,35 mm dan kedua menggunakan saringan nilon 90 mesh. Nira jernih tersebut kemudian dipompa ke juice heater III. Di dalam juice heater III nira jernih akan mengalami pemanasan hingga suhu 105 C. Dari Juice heater III, nira jernih selanjutnya dipompa ke stasiun penguapan.

3. Evaporasi

Stasiun penguapan bertujuan untuk menguapkan air yang masih terkandung dalam nira jernih atau nira encer agar dapat menghasilkan nira dengan kepekatan mencapai 60-65 brix. Dalam proses penguapan digunakan evaporator. Evaporator yang digunakan berbentuk silinder vertikal dengan konstruksi antara evaporator satu dengan lainnya hampir sama. Pada proses penguapan hanya evaporator I yang diberi pemanas oleh uap panas. Uap panas yang digunakan untuk memanaskan evaporator I berasal dari uap bekas (exhaust steam) dari stasiun penggilingan. Nira jernih dari stasiun pemurnian dialirkan ke evaporator I. Nira yang masuk ke evaporator mengalir turun`melalui pipa-pipa pemanas membentuk climbing film sehingga uap nira dapat dengan mudah dipisahkan dari cairan nira. Uap panas yang masuk ke dalam evaporator I akan keluar dalam bentuk kondensat. Kondensat ini kemudian ditampung dan dialirkan untuk digunakan sebagai umpan pada boiler. Dari evaporator I akan dihasilkan nira I dan uap panas. Uap I akan digunakan sebagai uap panas pada evaporator II. Nira dari evaporator I diuapkan kembali ke evaporator II. Hasil dari evaporator II adalah nira II dan uap panas II. Nira dari evaporator II dipekatkan kembali di evaporator III sedangkan uap II digunakan sebagai uap panas pada proses penguapan di evaporator III. Nira III akan dipekatkan kembali pada evaporator IV. Uap panas yang dihasilkan di evaporator IV akan dialirkan ke kondensor untuk dicairkan kembali dan menjadi air jatuhan. Selanjutnya air dari kondensor dialirkan ke cooling tower untuk didinginkan dan digunakan kembali.

Di bagian tengah evaporator terdapat pipa jiwa yang berfungsi untuk terjadinya sirkulasi nira dan tempat mengalirnya nira ke badan berikutnya. Nira akan bergerak turun melalui pipa jiwa. Ketinggian permukaan nira di dalam evaporator diharapkan sekitar sepertiga dari tinggi pipa pemanas. Sirkulasi nira dari satu badan penguapan ke badan penguapan yang lainnya terjadi karena adanya perbedaan tekanan (driving force). Tekanan pada evaporator I sampai evaporator IV semakin kecil dan akhirnya vacum pada badan terakhir. Begitu juga dengan suhu, dari evaporator I ke evaporator IV juga semakin menurun berdasarkan tekanan yang digunakan. Nilai brix nira sebelum masuk evaporator berkisar antara 12 brix, nira yang masuk ke evaporator II berkisar 15 brix, nira yang masuk ke evaporator III berkisar 20 brix, nira yang masuk ke evaporator IV berkisar 35 brix dan nira hasil proses dari stasiun penguapan berkisar antara 60-65 brix disebut nira kental. Nira kental masih berwarna gelap, maka perlu dilakukan pemucatan pada proses pemurnian yang kedua atau sulfitasi 2. Tahap ini bertujuan untuk mendapatkan warna gula yang putih bersih, proses pemucatan ini menggunakan gas belerang. Nira kental tersulfitasi kemudian dipompa ke stasiun kristalisasi.

4. Kristalisasi

Proses kristalisasi dilakukan di stasiun masakan. Proses ini akan terus berlangsung sampai kadar gula atau sukrosa dalam larutan nira menjadi rendah. Proses kristalisasi dimulai dengan membuat semua pan masakan menjadi vakum (hampa) sekitar 60 cmHg dengan begitu proses kristalisasi dapat dilakukan pada suhu yang tidak terlalu tinggi hanya sekitar 60 C sehingga tidak akan merusak gula yang dihasilkan. Pan masakan dijalankan dengan tenaga uap bekas pakai (exhaust steam) dari stasiun gilingan dengan suhu uap sekitar 100 C - 120 C. Setelah pan masakan dalam keadaan vakum, cairan nira yang menjadi bahan pembuatan gula ditarik ke pan masakan. Cairan nira dikentalkan sampai kejenuhan tertentu (70-74 brix). Gula dari cairan nira tidak bisa berubah menjadi kristal tanpa penambahan bibit. Pada proses pengkristalan ini akan menghasilkan magma, klare, dan stroop. Magma adalah gula yang telah terbentuk, yang telah dicampur dengan air untuk menjalani proses proses selanjutnya pada pan berikutnya. Klare adalah cairan nira yang belum dikristalkan, dan stroop sama dengan klare, namun klare hanya terdapat pada masakan D. Pada pan masakan D, FCS dicampurkan dengan klare D dan stroop C dan akan menghasilkan tetes serta magma D1. Selanjutnya gula D1 akan dikristalkan kembali pada putaran D2 yang akan dihasilkan gula D2 dan klare D. Tetes merupakan hasil samping dari produksi gula. Klare D adalah cairan nira pada masakan D yang belum terkristalkan tetapi masih dapat dikristalkan, oleh karena itu klare D kemudian dialirkan kembali ke pan masakan D sedangkan magma D dialirkan ke pan masakan C untuk dibentuk kristal yang lebih besar.

Pada pan masakan C, magma masakan D dicampurkan dengan stroop A dan menghasilkan stroop C dan magma C. Stroop C dimasukkan ke pan masakan D untuk dicampurkan dengan FCS dan klare D, sedangkan magma C dimasukkan ke pan masakan A. Di pan masakan A, magma C dicampurkan dengan nira kental sehingga dihasilkan stroop A dan gula SHS. Stroop A dimasukkan kembali ke pan masakan C untuk diubah menjadi magma C dengan bantuan magma D, sedangkan gula SHS akan diproses menjadi gula produk. Ukuran kristal yang dihasilkan masing-masing pan masakan berbeda. Ukuran kristal dari pan masakan D sampai masakan A semakin besar. Ukuran kristal masakan D adalah 0,3 mm. Pada masakan C 0,5 mm, sedangkan pada masakan A adalah 0,9-1,0 mm. Lamanya waktu pemasakan masing-masing pan berbeda. Pada masakan A membutuhkan waktu selama 2-3 jam, pada masakan C membutuhkan waktu selama 4-5 jam, dan pada masakan D membutuhkan waktu selama 6-8 jam.5. Sentrifugasi

Proses pemisahan gula berfungsi untuk memisahkan antara larutan dengan kristal gula yang dilakukan dengan cara menyaring. Penyaringan dilakukan dengan menggunakan kekuatan putar. Mudah tidaknya pemisahan kristal dipengaruhi oleh kondisi kristal yang dihasilkan pada tahap kristalisasi, viskositas hasil masakan, kekuatan putaran, tebal tipisnya lapisan gula dalam alat, dan penyiraman. Proses pemisahan gula ini dilakukan dengan cara pemutaran (sentrifugasi) dengan menggunakan alat yang disebut puteran. Pada puteran, selain dimasukkan larutan gula juga dimasukkan air siraman sekitar 0,5 % dari larutan gula dengan suhu sekitar 8 C kecuali putaran D1, air siraman yang ditambahkan adalah air dingin.

Cara kerja LGC menggunakan sistem kontinyu yaitu pengisian dan pemutaran dilakukan secara bersamaan dan kecepatan putar yang digunakan sentrifugal. Gula akan tertahan pada saringan dan cairannya akan menembus lubang saringan. Stroop atau klare yang menembus saringan selanjutnya akan ditampung di peti penampung, sedangkan kristal gula yang tertahan di saringan akan naik mengikuti kemiringan saringan serta akan terlempar dari dinding saringan masuk ke ruang penampung kristal gula dan menuju mixer melewati talang ulir. Cara kerja HGC menggunakan sistem diskontinyu dan bekerja secara otomatis. Kecepatan putaran HGC lebih lambat dari LGC yaitu sekitar 1000 rpm. Waktu siklus di HGC yaitu sekitar 3 menit untuk satu kali proses pemutaran.

Puteran A akan menghasilkan gula A dan stroop A. Stroop A dialirkan ke pan masakan C sedangkan gula A dicampur dengan magma A untuk dibuat menjadi SHS. Puteran C akan menghasilkan gula C dan stroop C. Gula C dicampur dengan air untuk membuat magma C dan kemudian digunakan untuk bibit masakan A. Stroop C dialirkan ke pan masakan D. Puteran D1 digunakan untuk memutar hasil masakan D, puteran D1 ini akan menghasilkan gula D1 dan tetes. Gula D1 dialirkan ke mixer untuk dibuat menjadi magma D1 kemudian dimasukkan ke puteran D2. Hasil puteran D2 adalah gula D2 dan klare D. Gula D2 yang dihasilkan dicampurkan dengan air untuk membuat magma D2 dan digunakan sebagai bibit masakan C. Klare D dipompa dan diproses kembali di masakan D bersama stroop C. Puteran SHS digunakan untuk memutar magma A untuk menghasilkan gula SHS dan klare SHS. Klare SHS dipompa dan dimasukkan kembali ke masakan A sedangkan gula SHS langsung dialirkan ke stasiun penyelesaian dengan menggunakan talang getar (grasshopper).

6. Penyelesaian

Gula kristal yang dihasilkan dari stasiun puteran SHS dijatuhkan ke talang goyang yang kemudian akan dibawa oleh alat sugar belt conveyor ke sugar dryer untuk dikeringkan sebelum dikemas. Di dalam sugar dryer, gula dikeringkan dengan cara menghembuskan udara panas dengan suhu sekitar 80 C ke kristal-kristal gula. Udara panas tersebut dihembuskan menggunakan blower. Debu-debu gula kemudian ditarik oleh blower melalui pipa penghisap debu yang terdapat pada sugar dryer. Debu-debu gula tersebut kemudian disalurkan ke dalam sugar dust dan ditambahkan air sehingga membentuk larutan gula. Larutan gula ini kemudian dimasukkan ke dalam tangki leburan untuk dilebur kembali bersama-sama dengan gula basah dan gula kerikil. Hasil dari peleburan dipompa ke dalam masakan A untuk dikristalkan kembali menjadi gula produk.

Gula yang sudah kering kemudian disaring untuk memisahkan gula yang sudah menjadi produk dengan gula yang belum memenuhi persyaratan sebagai gula produk. Alat yang digunakan untuk menyaring gula adalah vibrating screen. Pada vibrating screen terdapat dua macam saringan yaitu saringan halus yang memiliki ukuran 30 mesh dan saringan kasar yang memiliki ukuran 8 mesh. Gula halus akan lolos dari saringan halus tetapi gula produk dan gula kasar akan tertahan. Pada saringan kasar, gula produk akan lolos sedangkan gula kasar akan tertinggal. Setelah melewati saringan halus dan saringan kasar, gula produk akan disaring kembali dengan menggunakan saringan yang terbuat dari logam bermagnet, sehingga kotoran halus yang tidak tersaring pada penyaringan sebelumnya akan tertarik oleh magnet terutama kotoran yang berupa logam. Gula produk kemudian langsung dibawa dengan menggunakan bucket elevator dan sugar belt conveyor ke tempat penyimpanan gula (sugar bin) untuk ditimbang, dikemas, dan disimpan dalam gudang gula.

D. Fungsi Gula pada Bahan Pangan

Produk utama yang dihasilkan dari pabrik gula adalah gula SHS (Superior High Sugar) IA yaitu gula yang dihasilkan memiliki nilai kemurnian sebesar 99,7%. Akan tetapi, ada dua kategori lain dalam kualitas gula. Kriteria gula berdasarkan kualitas yang dihasilkannya ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kriteria Kualitas Gula

No.Analisa Kualitas

I AI BI Standar

1.NRD (Nilai Reduksi Direduksi) 70 65 60

2.Air 0,1 0,1 0,1

3.Kadar sukrosa (%)99,799,699,5

4.BJB (Berat Jenis Butiran) (mm)0,9 1,00,9 1,00,9 - 1,0

5.Warna (ICUMSA) 150 40 8

6.SO2 (%) 5 1,50

Sumber : Suryadi (1994)Gula banyak digunakan dalam pengawetan buah-buahan, sayur-sayuran, dan bumbu untuk produk daging. Daya larut yang tinggi, kemampuan mengurangi keseimbangan kelembaban relatif (ERH) yang baik, dan kemampuan mengikat air adalah sifat-sifat yang menyebabkan gula dipakai dalam pengawetan bahan pangan.

Gula juga ditambahkan pada jenis roti tertentu untuk melengkapi karbohidrat, untuk membantu proses fermentasi, dan untuk memberikan rasa manis. Fungsi lain gula yaitu pada industri minuman penyegar dan minuman ringan. Gula bersifat menyempurnakan rasa asam dan cita rasa lainnya, serta memberikan rasa berisi pada minuman karena gula dapat memberikan kekentalan. Pada minuman berkarbonasi, gula mempengaruhi pelepasan gas. Selain berperan pada pengawetan, pembuatan roti, dan minuman, gula merupakan sumber yang sangat baik bagi energi yang dapat segera diasimilasi. Sifat-sifat, cita rasa, dan warna bahan pangan yang diolah tergantung pada reaksi antara gula pereduksi dan asam amino yang menghasilkan warna coklat serta berbagai komponen cita rasa. Oleh karena itu, glukosa dan gula invert mempunyai peranan yang penting dalam hubungan ini.

BAB III

METODOLOGI

Praktek kerja industri dilaksanakan dari 9 September 2014 sampai dengan 29 Oktober 2014. Tempat pelaksanaan praktek kerja indusrti yaitu di Pabrik Gula Tersana Baru yang terletak di Jalan Raya Babakan-Gebang Kecamatan Babakan Gebang Kabupaten Cirebon. Subjek kegiatan praktek kerja industri ini adalah proses pembuatan gula pasir dari tebu. Kegiatan praktek kerja industri yaitu menggunaakan metode terjun langsung ke lapangan dan studi literatur untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam proses penyusunan laporan. Adapaun tahapan kegiatan praktek kerja industri disajikan dalam bentuk bagan yang terdapat pada lampiran 3.

BAB IV

JADWAL KERJA PRAKTEK INDUSTRI

Kegiatan praktek kerja industri dilaksanakan selama 25 hari kerja atau 192 jam dan jadwal kegiatan praktek kerja industri terdapat pada lampiran 4, yang dibuktikan dengan mengisi jurnal kegiatan harian yang terdapat pada lampiran 5.

DAFTAR PUSTAKA

Buckle, dkk. (1985) Ilmu Pangan. UI-Press: Jakarta.

Tanpa Nama (2009). Pohon Industri Tebu. [Online]. Tersedia: www.google.com/search/pohon_industri.pdf [14 April 2013]Yuliandari, Puspita. (2008). Kajian Penerapan Produksi Bersih di Stasiun Gilingan pada Proses Produksi Gula (Studi Kasus di PT. PG. Rajawali II Unit II, PG. Tersana Baru, Jawa Barat). Tesis Magister Sains pada Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB Bogor: tidak diterbitkan. LAMPIRANLampiran 1. Pohon Industri Tebu

Lampiran 2. Flowchart Proses Pembuatan Gula Pasir

Lampiran 3. Tahapan Kegiatan Praktek Kerja Industri

Tidak

Ya Lampiran 4. Jadwal Praktek Kerja Industri

No.KegiatanHari ke-

12345678910111213141516171819202122232425

1Orientasi lingkungan kerja

2Pengamatan bahan baku yang masuk

3Praktik kerja dan pengamatan proses produksi

4Praktik kerja dan pengamatan pengemasan

5Pengamatan mutu gula yang dihasilkan

6Pengumpulan informasi dari sumber-sumber terkait di PG Tersana Baru

Lampiran 5. Jurnal Kegiatan Harian Praktek Kerja IndustriNama

: Rizky Al FauziNIM

: 1005217Program Studi

: Pendidikan Teknologi Agroindustri

Tempat PI

: Pabrik Gula Tersana Baru

Judul Laporan PI: Tinjauan Mutu Produk Gula Pasir Pabrik Gula Tersana Baru, Cirebon Jawa BaratPembimbing

: Puji Rahmawati, S.TP, M.si

NoTanggalUraian kegiatanParaf pembimbing

Lampiran 6. Identitas Peserta Praktek Kerja Industri

Nama

: Rizky Al Fauzi Jenis kelamin

: Laki-lakiTempat/Tgl Lahir

: Bandung, 17 September 1990Alamat

:Jl. Saturnus Utara III No 14 RT. 02/10 Kelurahan Manjahlega Kecamatan Rancasari, Bandung. Telepon

: 08986918027Email

: [email protected]

: Islam

Status

: Mahasiswa

Riyawat Pendidikan

SD

: SDN 04 Rancabolang Bandung SMP

: SMPN 2 Rangkasbitung SMA

: SMAN 1 Rangkasbitung Perguruan Tinggi: Universitas Pendidikan IndonesiaPengalaman Organisasi

Pramuka OSIS BEM UNIVERSITAS (Staf bidang Organisasi) BEM Jurusan ( Ketua Departemen Pengembangan Organisasi)

DPM Jurusan ( Ketua Umum) LKP Kota Bandung Purna PKBN INDONESIA (tingkat Nasional)Gula

Molasse

Makanan ternak

Pucuk daun

Nira

Tebu

Furniture

Kertas

Bahan bakar

Particle board

Pulp selulosa

Furfural

Furfural alkohol

Polimer

Falyor

Industri logam

Bahan penolong

Pelarut

Security paper

Kertas karton

Kertas tulis cetak

Pupuk

Semen

Bahan cat

Blotong

Bahan bakar

Asam asetat

Makanan dan minuman

Ampas

Ragi roti

Etanol

Protein sel tunggal

Bahan kimia

MSG

Makanan ternak

Asam organik

Asam glutamat

Gula padat

Gula pasir

Bahan makanan

Tebu

Ampas

(bagasse)

Air imbibisi

Ekstraksi

(St. Penggilingan)

Blotong

(Press cake)

Bahan Kimia

Purifikasi

(St. Pemurnian)

Evaporasi

(St. Penguapan)

Air kondensat

Uap

Uap

Air kondensat

Kristalisasi

(St. Masakan)

Tetes

(molasse)

Sentrifugasi

(St. Puteran)

Gula pasir

Finish

Laporan akhir

Pengolahan data

Data cukup

Tahap 5

Pengumpulan data

Tahap 4

Pengamatan terhadap pengawasan mutu

Tahap 3

Pengamatan proses pengemasan

Tahap 2

Pengamatan proses produksi

Tahap 1

Pengamatan terhadap bahan baku

Start

iiii