36
MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMECAHKAN MASALAH DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING PADA KONSEP KEANEKARAGAMAN HAYATI KELAS X SMAN 4 BANJARMASIN Usulan Untuk Memenuhi Persyaratan Melakukan Penelitian Dalam Rangka Penyusunan Skripsi Oleh Laili Munawarah NIM A1C211015 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA

proposal problem solving

Embed Size (px)

DESCRIPTION

proposal yang berkaitan dengan bidang pendidikan dalam usaha meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa.

Citation preview

Page 1: proposal problem solving

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMECAHKAN MASALAH DAN

HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM

SOLVING PADA KONSEP KEANEKARAGAMAN HAYATI

KELAS X SMAN 4 BANJARMASIN

Usulan

Untuk Memenuhi Persyaratan Melakukan

Penelitian Dalam Rangka Penyusunan Skripsi

Oleh

Laili Munawarah

NIM A1C211015

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARMASIN

JUNI

2014

Page 2: proposal problem solving

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Dalam Proses Belajar Mengajar (PBM) sangat memerlukan peran aktif

guru dalam memberikan pengetahuan bagi para muridnya, sehingga

menghasilkan peserta didik yang berhasil guna dan siap untuk melanjutkan

jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Di samping itu, materi/ bahan ajar yang

diberikan harus memperhatikan keadaan masyarakat setempat. Sebagaimana

diatur dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional.

“Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan

bangsa Indonesia dan yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang

Dasar 1945”.

Perubahan paradigma dalam proses pembelajaran yang tadinya berpusat

pada guru (teacher centered) menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa

(learner centered) diharapkan dapat mendorong siswa untuk terlibat secara aktif

dalam membangun pengetahuan, sikap dan perilaku. Dalam proses pembelajaran

yang berpusat pada siswa , siswa memperoleh kesempatan dan fasilitas untuk

membangun sendiri pengetahuannya sehingga mereka akan memperoleh

pemahaman yang mendalam (deep learning) dan pada akhirnya dapat

meningkatkan kualitas hasil belajar siswa.

Pembelajaran yang inovatif dengan pendekatan berpusat pada siswa

(student centered learning) memiliki keragaman metode pembelajaran yang

menuntut partisipasi aktif dari siswa. Metode- metode tersebut antara lain

adalah: a) berbagi informasi ; (b) belajar dari pengalaman (experience Based);

(c) pembelajaran melalui pemecahan masalah (problem solving based). Problem

Solving dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang

menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah.

Terdapat 3 ciri utama dari problem solving:

Page 3: proposal problem solving

1. Problem solving merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam

implementasi Problem Solving ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan

siswa. Problem Solving tidak mengharapkan siswa hanya sekedar

mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi

melalui problem solving siswa aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan

mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan.

2. Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. problem

solving menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran.

Artinya, tanpa masalah maka tidak mungkin ada proses pembelajaran.

3. Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir

secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses

berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara secara

sistematis dan empiris. Sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui

tahapan-tahapan tertentu; sedangkan empiris artinya proses penyelesaian

masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas.

Dalam implemantasinya di lapangan sampai saat ini proses pembelajaran

yang berpusat pada siswa masih mengalami banyak kendala. Salah satu

kendalanya adalah rendahnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah

yang ditandai dengan (1) rendahnya kemampuan siswa dalam menganalisis

masalah, (2) rendahnya kemampuan siswa dalam merancang rencana

penyelesaian masalah, dan (3) rendahnya kemampuan siswa dalam

melaksanakan perhitungan terutama yang berkaitan dengan materi apersepsi

yang mendukung proses pemecahan masalah. Mengacu pada berbagai teori

diatas maka metode problem solving sangat tepat untuk diterapkan sebagai

solusi untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah

biologi.

Keanekaragaman hayati adalah salah satu materi pelajaran dalam

pembelajaran biologi. Keanekaragaman hayati terdiri dari kata keanekaragaman

dalam bahasa Inggris “diversity” yang berarti beraneka macam dan hayati dalam

bahasa Inggris dapat diartikan sebagai “bio” yaitu makhluk hidup. Jadi secara

luas keanekaragaman hayati berarti beraneka macamnya makhluk hidup yang

Page 4: proposal problem solving

ada di bumi ini. Keanekaragaman hayati dapat terjadi pada berbagai tingkat

kehidupan mulai dari organisme tingkat rendah sampai organisme tingkat tinggi.

Misalnya dari makhluk hidup bersel satu hingga makhluk hidup yang bersel

banyak; dan tingkat organisasi kehidupan individu sampai tingkat interaksi

kompleks misalnya dari spesies sampai ekosistem. Banyaknya keanekaragaman

makhluk hidup ini menyebabkan diperlukannya pengenalan lebih dini kepada

siswa untuk menyadarinya melalui pembelajaran di sekolah.

Selain itu, pentingnya pembelajaran keanekaragaman hayati di sekolah

yaitu semakin besar keanekaragaman hayati tersebut, maka makin banyak

sumber daya genetik dan makin besar pula peluang pemanfaatannya. Hal ini

berdasarkan hasil yang didapatkan pada Convention on Biological Diversity

(CBD) pada tahun 1992 di Rio de Janeiro, Brazil, yang menyatakan tujuannya

untuk melestarikan keanekaragaman hayati, memanfaatkan sumber daya genetik

secara berkelanjutan dan memastikan pembagian keuntungan secara adil dan

merata dari pemanfaatan tersebut.

Banyak cara yang dilakukan oleh guru untuk memberikan pemahaman

kepada siswa tentang materi ini. Namun, siswa masih diajarkan dengan monoton

atau membosankan. Selama ini guru sudah menggunakan berbagai media

seperti gambar dan video untuk mempermudah pemahaman tentang materi

keanekaragaman hayati. Namun usaha ini dirasa masih kurang untuk

memberikan pemahaman.

Berdasarkan pertimbangan ini maka judul penelitian ini adalah

“Meningkatkan kemampuan memecahkan masalah dan hasil belajar siswa

melalui model pembelajaran Problem Solving pada konsep keanekaragaman

hayati kelas X SMAN 4 Banjarmasin”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, penulis merumuskan

permasalahan sebagai berikut :

Page 5: proposal problem solving

“Apakah model pembelajaran Problem Solving pada konsep

keanekaragaman hayati dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah

dan hasil belajar siswa kelas X SMAN 4 Banjarmasin?”

1. Bagaimana penggunaan model pembelajaran Problem Solving dalam

meningkatkan kemampuan memecahkan masalah siswa kelas X pada konsep

keanekaragaman hayati di SMAN 4 Banjarmasin?

2. Bagaimana penggunaan model pembelajaran Problem Solving dalam

meningkatkan hasil belajar siswa kelas X pada konsep keanekaragaman

hayati di SMAN 4 Banjarmasin?

3. Bagaimana penggunaan model pembelajaran Problem Solving terhadap

respon siswa kelas X dalam proses pembelajaran pada konsep

kenekaragaman hayati di SMAN 4 Banjarmasin?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui penggunaan model pembelajaran Problem Solving dalam

meningkatkan kemampuan memecahkan masalah siswa kelas X pada konsep

keanekaragaman hayati di SMAN 4 Banjarmasin.

2. Untuk mengetahui penggunaan model pembelajaran Problem Solving dalam

meningkatkan hasil belajar siswa kelas X pada konsep keanekaragaman

hayati di SMAN 4 Banjarmasin.

3. Untuk mengetahui penggunaan model pembelajaran Problem Solving

terhadap respon siswa kelas X dalam proses pembelajaran pada konsep

kenekaragaman hayati di SMAN 4 Banjarmasin.

1.4 Manfaat Penelitian

Sedangkan manfaat penelitian ini adalah:

1. Bagi peneliti yang bersangkutan dapat memperoleh pengalaman yang

berharga untuk menerapkan ilmu pengetahuan tentang model pembelajaran

pemecahan masalah (Problem Solving).

Page 6: proposal problem solving

2. Bagi guru, dapat memberikan wawasan pengetahuan dalam menggunakan

metode pembelajaran untuk pelaksanaan proses belajar mengajar terutama

pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran pemecahan

masalah (Problem Solving).

3. Bagi siswa, dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah, hasil

belajar dan hasil selama proses pembelajaran khususnya pada konsep

keanekaragaman hayati.

4. Bagi sekolah, dapat memperoleh kesempatan mengembangkan ragam

penelitian dan dapat memberikan kontribusi terhadap perbaikan dan mutu

proses pembelajaran, khususnya pada konsep keanekaragaman hayati.

5. Sebagai bahan informasi bagi mahasiswa Biologi terutama pengikut Mata

Kuliah PPL I dan II, Strategi Belajar Mengajar dan bagi penelitian

selanjutnya.

Page 7: proposal problem solving

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Pengertian Model Pembelajaran Problem Solving

Newell dan Simon (1972) menulis bahwa, "seseorang dihadapkan

dengan masalah ketika ia menginginkan sesuatu dan tidak tahu dengan

serangkaian tindakan apa yang harus dia lakukan untuk mendapatkannya ".

Demikian pula, Martinez (1998) menyatakan bahwa, "problem

solving   adalah proses bergerak menuju tujuan bila jalan menuju tujuan tidak

pasti".  Pόlya (1980) mendefinisikan problem solving   sebagai "pencarian

beberapa tindakan yang tepat untuk mencapai tujuan yang jelas dipahami, tetapi

tidak segera dicapai. Dimana tidak ada kesulitan, maka tidak ada

masalah". Menurut Michaelis (1962) yaitu aktivitas/ proses yang dilakukan oleh

individu untuk mencari solusi akan suatu masalah. Adapun menurut

Fisher   (2009) problem solving   adalah suatu proses dimana anak dapat belajar

untuk menggunakan pengetahuan mereka, berdasarkan konsep proses

keterampilan yang ada pada diri anak. Keterampilan yang harus dimiliki adalah

kritis, kreatif proses strategis seperti mengamati, perancangan, pengambilan

keputusan, kerjasama kelompok, pengungkapan pendapat, menerapkan proses,

mengevaluasi solusi, dan seterusnya.

Menurut Polya (dalam Hudojo, 2003:150), terdapat dua macam masalah:

(1) Masalah untuk menemukan, dapat teoritis atau praktis, abstrak atau konkret,

termasuk teka-teki. Kita harus mencari variabel masalah tersebut, kemudian

mencoba untuk mendapatkan, menghasilkan atau mengkonstruksi semua jenis

objek yang dapat dipergunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut.

(2) Masalah untuk membuktikan adalah untuk menunjukkan bahwa suatu

pertanyaan itu benar atau salah atau tidak kedua-duanya.Kita harus menjawab

pertanyaan : ”Apakah pernyataan itu benar atau salah?”. Bagian utama dari

masalah jenis ini adalah hipotesis dan konklusi dari suatu teorema yang harus

Page 8: proposal problem solving

dibuktikan kebenarannya. Penyelesaian masalah merupakan proses dari

menerima tantangan dan usaha-usaha untuk menyelesaikannya sampai

memperoleh penyelesaian. Sedangkan pengajaran penyelesaian masalah

merupakan tindakan guru dalam mendorong siswa agar menerima tantangan dari

pertanyaan bersifat menantang, dan mengarahkan siswa agar dapat

menyelesaikan pertanyaan tersebut.

Metode pemecahan (Problem Solving) masalah menurut Sudirman, dkk.

(1991 : 146) adalah cara penyajian bahan pelajaran dengan menjadikan masalah

sebagai titik tolak pembahasan untuk dianalisis dan disintesis dalam usaha

mencari pemecahan atau jawabannya oleh siswa.

Metode pemecahan masalah (Problem Solving) ini sering dinamakan

atau disebut juga dengan eksperimen  method, reflective thinking method, atau

scientific method (Sudirman, dkk., 1991 : 146).

Dari beberapa pernyataan tersebut dapat dikatakan Problem solving

sebagai rangkaian tindakan yang tepat yang digunakan untuk mencapai tujuan.

Untuk memperoleh kemampuan dalam pemecahan masalah, seseorang harus

memiliki banyak pengalaman dalam memecahkan  berbagai masalah. Berbagai

hasil penelitian menunjukkan bahwa anak yang banyak diberi latihan problem

solving memiliki nilai lebih tinggi dalam tes dibandingkan anak yang lebih

sedikit latihannya.

Problem solving    adalah cara penyajian bahan pelajaran dengan

menjadikan masalah sebagai titik tolak pembahasan untuk dianalisis dalam

usaha mencari pemecahan masalah atau jawabannya oleh siswa. Jadi problem

solving   ini memberikan tekanan pada terselesaikannya suatu masalah

secara menalar. Problem solving (pemecahan masalah) dapat berlangsung

bila seseorang dihadapkan pada suatu persoalan yang didalamnya terdapat

sejumlah kemungkinan jawaban. Upaya menemukan kemungkinan jawaban itu

merupakan suatu proses pemecahan masalah.

Prosesnya dapat berlangsung melalui suatu diskusi atau suatu penemuan

melalui pengumpulan data, diperoleh baik dari percobaan (eksperimen) atau data

dari lapangan.  Oleh sebab bentuk belajar ini menekankan pada kegiatan belajar

Page 9: proposal problem solving

optimal dan penyajian bahan dalam bentuk masalah yang menuntut proses

penemuan pemecahan masalah.

Melalui problem solving   diharapkan siswa dapat membangun

pemahamannya sendiri tentang realita alam dan ilmu pengetahuan dengan cara

merekonstruksi sendiri ’makna’ melalui pemahaman relevan pribadinya

(pandangan konstruktivisme). Siswa difasilitasi untuk menerapkan pengetahuan

yang telah ada melalui problem solving, pengambilan keputusan, dan mendesain

penemuan. Para siswa dituntut untuk berpikir dan bertindak kreatif dan kritis.

Mereka dilibatkan dalam melakukan eksplorasi situasi baru, dalam

mempertimbangkan dan merespon permasalahan secara kritis, dan dalam

menyelesaikan permasalahannya secara realistis.

Penilaian yang dilakukan dengan problem solving, Pizzini (1996) yakin

bahwa para siswa akan mampu menjadi pemikir yang handal dan mandiri.

Mereka dirangsang untuk mampu menjadi seorang eksplorer–mencari penemuan

terbaru; inventor–mengembangkan ide/gagasan dan pengujian baru yang

inovatif; desainer–mengkreasi rencana dan model terbaru; pengambil

keputusan–berlatih bagaimana menetapkan pilihan yang bijaksana; dan sebagai

komunikator–mengembangkan metode dan teknik untuk bertukar pendapat dan

berinteraksi.

Relevan dengan pendapat Gardner (1987), individu bisa dikatakan

memahami konsep, teori, keterampilan, atau domain ilmu pengetahuan tertentu,

bila dia memiliki pemahaman segala sesuatu dari segala sisi dan bisa

menyatakannya dalam berbagai sistem simbol, serta menerapkannya dengan

benar dalam berbagai konteks yang berbeda.

2.1.2 Karakteristik Model Pembelajaran Problem Solving

Teori Problem solving   yang berdasarkan pada teori konstruktivistik

menekankan pada pemahaman juga menghilangkan kesalahpahaman, serta

memecahkan persoalan dalam konteks pemaknaan yang dimiliki siswa. Proses

strategis yang dilakukan dimulai dari cara proses pemikiran deduktif

dan  pemikiran induktif digabungkan. Dengan demikian siswa mengetahui

Page 10: proposal problem solving

prinsip-prinsip yang mendasar dari suatu fakta atau data lapangan yang dijumpai

diolah melalui proses-proses induktif.

Problem solving    tidak dirancang untuk membantu guru memberikan

informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Problem solving   (pemecahan

masalah) bertujuan: 1) membantu mengembangkan keterampilan berpikir siswa

dalam proses keterampilan pemecahan masalah; 2) belajar peranan orang

dewasa yang autentik; 3) menjadi pembelajar yang mandiri. Menurut Killen

(Benyamin, 2003 : 40) penggunaan problem solving    diarahkan ke dalam tiga

kategori, yakni mengajarkan siswa untuk memecahkan masalah, mengajarkan

siswa dengan menggunakan pemecahan masalah, serta sistem pembelajaran

yang berbasiskan masalah..

Cara pertama penekanannya pada pemecahan masalah itu sendiri,

sedangkan kategori kedua penekanannya ada pada subjek didik melalui

pemecahan masalah suatu pembelajaran. Kategori ketiga, yaitu pemecahan

masalah itu hanya digunakan sebagai salah satu alat analisis dalam

memahami materi pembelajaran.

Mengenai model atau pendekatan pemecahan masalah (problem solving

approach), maka berikut ini karakteristik khusus pendekatan pemecahan

masalah (dalam Taplin, 2007).

1. Adanya interaksi antar siswa dan interaksi guru dan siswa.

2. Adanya dialog matematis dan konsensus antar siswa.

3. Guru menyediakan informasi yang cukup mengenai masalah, dan siswa

mengklarifikasi, menginterpretasi, dan mencoba mengkonstruksi

penyelesaiannya.

4. Guru menerima jawaban ya-tidak bukan untuk mengevaluasi.

5. Guru membimbing, melatih dan menanyakan dengan pertanyaan-pertanyaan

berwawasan dan berbagi dalam proses pemecahan masalah.

6. Sebaiknya guru mengetahui kapan campur tangan dan kapan mundur

membiarkan siswa menggunakan caranya sendiri.

Page 11: proposal problem solving

7. Karakteristik lanjutan adalah bahwa pendekatan problem solving dapat

menggiatkan siswa untuk melakukan generalisasi aturan dan konsep, sebuah

proses sentral dalam biologi.

Tujuan akhir dari proses pembelajaran Problem solving adalah:

(1) Siswa menjadi terampil menyeleksi informasi yang relevan kemudian

menganalisisnya dan akhirnya meneliti kembali hasilnya.

(2) Kepuasan intelektual akan timbul dari dalam sebagai hadiah intrinsik bagi

siswa.

(3) Potensi intelektual siswa meningkat.

(4) Siswa belajar bagaimana melakukan penemuan dengan melalui proses

melakukan penemuan.

2.1.3 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Problem Solving

Adapun ringkasan dari buku How To Solve It karya George Polya (1945),

disebutkan ada beberapa tahapan untuk menyelesaikan masalah, yaitu:

a. Memahami masalah

Tanpa adanya pemahaman terhadap masalah yang diberikan, siswa tidak

mampu menyelesaikan ujung masalah tersebut dengan benar.

b. Menyusun rencana

Setelah siswa dapat memahami masalahnya dengan benar, mereka

selanjutnya harus mampu menyusun rencana penyelesaian masalah.

Kemampuan melakukan fase kedua ini sangat tergantung pada pengalaman

menyelesaikan masalah siswa. Pada umumnya, semakin bervariasi

pengalaman mereka, ada kecenderungan siswa lebih kreatif dalam menyusun

rencana penyelesaian suatu masalah.

c. Melaksanakan rencana

Menjalankan rencana guna menemukan solusi, memeriksa setiap langkah

dengan seksama untuk membuktikan bahwa cara itu benar. Jika rencana

penyelesaian suatu masalah telah dibuat, baik secara tertulis atau tidak,

selanjutnya dilakukan penyelesaian masalah sesuai dengan rencana yang

dianggap paling tepat.

Page 12: proposal problem solving

d. Melakukan pengecekan

Langkah terakhir dari proses penyelesaian masalah adalah melakukan

pengecekan atas apa yang telah  dilakukan mulai dari fase pertama sampai

fase penyelesaian ketiga. Dengan cara seperti ini maka berbagai kesalahan

dapat terkoreksi kembali sehingga siswa dapat sampai pada jawaban yang

benar sesuai dengan masalah yang diberikan.

Keempat tahapan ini lebih dikenal dengan See (memahami masalah),

Plan (menyusun rencana), Do (melaksanakan rencana) dan Check (menguji

jawaban)

Banyak ahli lain yang menjelaskan bentuk penerapan Problem solving.

John Dewey seorang ahli pendidikan berkebangsaan Amerika menjelaskan ada 6

langkah metode pemecahan masalah (problem solving), yaitu:

1. Merumuskan masalah, yaitu langkah siswa menentukan masalah yang akan

dipecahkan.

2. Menganalisis masalah, yaitu langkah siswa meninjau masalah secara kritis

dari berbagai sudut pandang.

3. Merumuskan hipotesis, yaitu langkah siswa merumuskan berbagai

kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.

4. Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan menggambarkan

informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah.

5. Pengujian hipotesis, yaitu langkah siswa mengambil atau merumuskan

kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang

diajukan.

6. Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yaitu langkah siswa

menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil

pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.

David Johnson & Johnson (1984) mengemukakan ada 5 langkah metode

pemecahan masalah (problem solving) melalui kegiatan kelompok.

1. Mendefinisikan masalah, yaitu merumuskan masalah dari peristiwa tertentu

yang mengandung isu konflik, hingga siswa menjadi jelas masalah apa yang

Page 13: proposal problem solving

akan dikaji. Dalam kegiatan ini guru bisa meminta pendapat dan penjelasan

siswa tentang isu-isu hangat yang menarik untuk dipecahkan.

2. Mendiagnosis masalah, yaitu menentukan sebab-sebab terjadinya masalah,

serta menganalisis berbagai faktor baik faktor yang bisa menghambat

maupun faktor yang dapat mendukung dalam penyelesaian masalah.

Kegiatan ini bisa dilakukan dalam diskusi kelompok kecil, hingga pada

akhirnya siswa dapat mengurutkan tindakan-tindakan prioritas yang dapat

dilakukan sesuai dengan jenis penghambat yang diperkirakan.

3. Merumuskan alternatif  strategi, yaitu menguji setiap tindakan yang telah

dirumuskan melalui diskusi kelas. Pada tahapan ini setiap siswa didorong

untuk berpikir mengemukakan pendapat dan argumentasi tentang

kemungkinan setiap tindakan yang dapat dilakukan.

4. Menentukan dan menerapkan strategi pilihan, yaitu pengambilan keputusan

tentang strategi mana yang dapat dilakukan.

5. Melakukan evaluasi, baik evaluasi proses maupun evaluasi hasil. Evaluasi

proses adalah evaluasi terhadap seluruh kegiatan pelaksanaan kegiatan;

sedangkan evaluasi hasil adalah evaluasi terhdap akibat dari penerapan

strategi yang diterapkan.

Berdasarkan pendapat kedua ahli tersebut, diketahui memiliki pengertian

yang sama yakni langkah-langkah problem soving digunakan untuk

mengembangkan kemampuan siswa dalam mengidentifikasi, mengembangkan

kemampuan berpikir alternatif, dan kemampuan mengambil keputusan

berdasarkan alternatif yang tersedia.

Adapun langkah-langkah yang harus diperhatikan oleh guru di dalam

memberikan pembelajaran problem solving yaitu sebagai berikut:

(1) Menyajikan masalah dalam bentuk umum

(2) Menyajikan kembali masalah dalam bentuk operasional

(3) Menentukan strategi penyelesaian

(4) Menyelesaikan masalah.

Page 14: proposal problem solving

Sedangkan menurut Hudojo dan Sutawijaya (dalam Hudojo, 2003:162),

menjelaskan bahwa langkah-langkah yang diikuti dalam penyelesaian problem

solving yaitu sebagai berikut:

(1)  Pemahaman terhadap masalah.

(2)  Perencanaan penyelesaian masalah.

(3)  Melaksanakan perencanaan.

(4)  Melihat kembali penyelesaian.

Dalam garis besarnya langkah-langkah metode pemecahan masalah

(problem solving) dapat disajikan sebagai berikut:

a. Adanya masalah yang dipandang penting;

b. Merumuskan masalah;

c. Analisa hipotesa;

d. Mengumpulkan data;

e. Analisa data;

f. Mengambil kesimpulan

g. Aplikasi (penerapan) dari kesimpulan yang diperoleh; dan

h. Menilai kembali seluruh proses pemecahan masalah

(Depdikbud, 1997: 23).    

Dengan cara tersebut diharapkan anak-anak didik untuk berpikir dan

bekerja sesuai dengan prinsip-prinsip ilmiah. Metode ini lebih tepat digunakan

di kelas tinggi, misalnya siswa menengah pertama dan siswa menengah atas.

2.1.4 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Problem Solving

Kelebihan pembelajaran problem solving antara lain sebagai berikut.

(1) Mendidik siswa untuk berpikir secara sistematis.

(2) Mampu mencari berbagai jalan keluar dari suatu kesulitan yang dihadapi.

(3) Belajar menganalisis suatu masalah dari berbagai aspek.

(4) Mendidik siswa percaya diri sendiri.

Selain itu menurut (Mulyana, 2012) kelebihan menggunakan Problem

Solving yaitu:

Page 15: proposal problem solving

1. Dengan Problem Solving akan terjadi pembelajaran bermakna. Peserta

didik/mahapeserta didik yang belajar memecahkan suatu masalah maka

mereka akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha

mengetahui pengetahuan yang diperlukan. Belajar dapat semakin bermakna

dan dapat diperluas ketika peserta didik berhadapan dengan situasi di mana

konsep diterapkan.

2. Dalam situasi Problem Solving, peserta didik mengintegrasikan pengetahuan

dan ketrampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks

yang relevan.

3. Problem Solving dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis,

menumbuhkan inisiatif peserta didik didik dalam bekerja, motivasi internal

untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam

bekerja kelompok.

Sedangkan kelemahan pembelajaran problem solving antara lain sebagai

berikut:

1. Memerlukan waktu yang cukup banyak dalam segi persiapan.

2. Kalau di dalam kelompok itu kemampuan anggotanya heterogen, maka

siswa yang pandai akan mendominasi dalam diskusi sedang siswa yang

kurang pandai menjadi pasif sebagai pendengar saja.

3. Kurangnya kesiapan guru pada masalah yang diangkat dengan cara problem

solving, hal ini tidak efektif,

4. Saat siswa tidak memiliki minat atau merasa masalah yang dipelajari sulit

untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba

memecahkannya.

2.1.5 Proses Pembelajaran dan Hasil Belajar

Menurut Gredler (1991) belajar adalah proses orang memperoleh

berbagai kecakapan, keterampilan, dan sikap. Kemampuan orang untuk belajar

ialah ciri penting yang membedakan jenisnya dari jenis-jenis makhluk yang lain.

Rusyan (1989) berpendapat bahwa belajar dalam arti yang luas ialah

proses perubahan tingkah laku yang dinyatakan dalam bentuk penguasaan,

Page 16: proposal problem solving

penggunaan, dan penilaian terhadap atau mengenai sikap dan nilai-nilai,

pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai bidang studi

atau, lebih luas lagi dalam berbagai aspek kehidupan atau pengalaman yang

terorganisasi.

Pada proses interaksi belajar-mengajar selalu ditandai dengan adanya

sejumlah unsur. Unsur tersebut adalah tujuan yang ingin dicapai, adanya guru

dengan peserta didik sebagai individu yang terlibat dalam proses interaksi

tersebut, adanya bahan pelajaran, dan adanya metode sebagai alat untuk

menciptakan situasi belajar-mengajar (Rusyan, 1989).

Terhadap masalah belajar, Gagne memberikan dua definisi, yaitu belajar

adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan,

keterampilan, kebiasaan dan tingkah laku. Selain itu Gagne berpendapat bahwa

belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari

instruksi. (Slameto, 2003). Menurut Djamarah (2006) sebagai suatu sistem

kegiatan belajar-mengajar mengandung sejumlah komponen yang meliputi

tujuan, bahan pelajaran, kegiatan belajar mengajar, metode, alat dan sumber

serta evaluasi.

Setelah berakhirnya suatu proses belajar, maka siswa memperoleh suatu

hasil belajar. Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar

dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses

evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya

proses belajar (Dimyati & Mudjiono, 2006).

Salah satu syarat efisiensi dan keefektifan mengajar dalam proses

interaksi belajar yang baik adalah segala daya upaya guru untuk membantu para

siswa agar bisa belajar dengan baik. Untuk mengetahui kefektifan mengajar

adalah dengan memberikan tes, sebab hasil tes dapat dipakai untuk

mengevaluasi berbagai aspek proses pengajaran (Trianto, 2009).

Terdapat tiga istilah yang sering digunakan untuk mengetahui

keberhasilan belajar siswa, yakni evaluasi, penilaian dan pengukuran. Evaluasi

dapat dinyatakan sebagai proses untuk menentukan nilai belajar dan

pembelajaran yang dilaksanakan, dengan melalui kegiatan penilaian dan atau

Page 17: proposal problem solving

pengukuran belajar dan pembelajaran. Penilaian adalah proses pembuatan

keputusan nilai keberhasilan belajar dan pembelajaran secara kualitatif.

Sedangkan pengukuran adalah proses membandingkan tingkat keberhasilan

belajar dan pembelajaran dengan ukuran keberhasilan belajar dan pembelajaran

yang telah ditentukan secara kuantitatif. (Dimyati & Mudjiono, 2006).

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan evaluasi sifatnya lebih luas dari

pengukuran dan penilaian. Pengukuran hanya terbatas pada deskripsi kuantitatif,

penilaian menunjuk pada aspek kualitatif, sedangkan evaluasi menunjuk kepada

kedua aspek. Evaluasi tidak hanya menyangkut gambaran tingkah laku secara

kuantitatif, tetapi juga secara kualitatif.

2.2 Hipotesis Tindakan

“Kemampuan memecahkan masalah dan hasil belajar siswa kelas X

SMAN 4 Banjarmasin dapat ditingkatkan melalui penerapan model

pembelajaran Problem Solving pada konsep keanekaragaman hayati”.

Page 18: proposal problem solving

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Penelitian

Tindakan Kelas (PTK) karena digunakan untuk mengatasi adanya masalah di

kelas X SMAN 4 Banjarmasin berkaitan dengan rendahnya kemampuan

memecahkan masalah dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran biologi,

terutama pada konsep keanekaragaman hayati. Alur Penelitian Tindakan Kelas

(PTK) ini menggunakan model George Polya.

Penelitian tindakan kelas, yaitu suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif

oleh pelaku tindakan, yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional

dari tindakan-tindakan mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam

pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukannya itu, serta

memperbaiki kondisi di mana praktik-praktik pembelajaran tersebut dilakukan.

Penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan

belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam

sebuah kelas secara bersama. Tindakan tersebut diberikan oleh guru atau dengan

arahan dari guru yang dilakukan oleh siswa (Arikunto dkk., 2006).

Tahapan-tahapan dari Penelitian Tindakan Kelas terdiri dari:

a. Plan (Perencanaan), yaitu menyusun rancangan tindakan yang menjelaskan

tentang apa, mengapa, kapan, dimana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan

tersebut akan dilakukan.

b. Action (Tindakan), yaitu rancangan strategi dan skenario penerapan

pembelajaran akan diterapkan. Rancangan tindakan tersebut tentu saja

sebelumnya telah “dilatihkan” kepada si pelaksana tindakan (guru) untuk

dapat diterapkan di dalam kelas sesuai dengan skenarionya.

c. Observation (Pengamatan), yaitu melakukan pengamatan dan mencatat

semua hal yang diperlukan dan terjadi selama pelaksanaan tindakan

berlangsung.

Page 19: proposal problem solving

d. Reflective (Refleksi), yaitu mengkaji secara menyeluruh tindakan yang telah

dilakukan, berdasarkan data yang telah terkumpul, kemudian dilakukan

evaluasi guna menyempurnakan tindakan berikutnya (Arikunto dkk., 2006).

Alur Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini menggunakan model George

Polya yang digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Model PTK Problem Solving Polya (Tim Pelatih Proyek PGSM, 1999)

Penelitian ini direncanakan terdiri atas 2 siklus yang dilaksanakan dalam

2 kali pertemuan yang tahapan tindakannya sebagai berikut:

a. Siklus 1

Pertemuan 1 mempelajari konsep keanekaragaman hayati gen, jenis dan

ekosistem. Pertemuan 2 mempelajari tentang keanekaragaman hayati

Indonesia (flora dan fauna Indonesia).

b. Siklus 2

Pertemuan 1 dan pertemuan 2 mempelajari upaya pelestarian

keanekaragaman hayati Indonesia dan pemanfaatannya.

Page 20: proposal problem solving

Dalam pelaksanaan pembelajaran, peneliti berkolaborasi dengan 2 orang

dosen, 1 orang guru Biologi kelas X SMAN 4 Banjarmasin dan 3 orang

mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Unlam. Tugas masing-

masing diatur sedemikian rupa sehingga memperlihatkan kesatuan tindakan

antara peneliti dan kolaboran. Tugas-tugas tersebut ada yang bertindak sebagai

guru, pengamat, supervisor dan mitra.

3.2 Setting Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan (kurang lebih satu semester)

yakni dimulai pada bulan September 2014 sampai Desember 2014. Lokasi

penelitian dilaksanakan di kelas X SMAN 4 Banjarmasin yang beralamat di

Jalan Teluk Tiram Darat, Banjarmasin. Subjek pada penelitian ini adalah semua

siswa kelas X SMAN 4 Banjarmasin tahun ajaran 2014/2015 dengan jumlah

siswa sebanyak 150 orang (jumlah siswa lima kelas).

3.3 Perangkat dan Instrumen Penelitian

3.3.1 Perangkat Penelitian

Perangkat yang digunakan yaitu:

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan materi Keanekaragaman

Hayati

2. Buku Siswa/ Handout IPA Biologi SMA kelas X

3. Buku Guru IPA Biologi SMA kelas X

4. Lembar Kerja Siswa (LKS)

5. Lembar Penilaian

3.3.2 Instrumen Penelitian

Instrument pengumpulan data, yaitu:

a. Alat pengumpulan data

1) Lembar penilaian proses belajar

2) Tes (soal, pretest, posttest dan ulangan harian)

b. Metode Pengumpulan Data

1) Observasi

Page 21: proposal problem solving

2) Catatan lapangan

3.4 Teknik Analisis Data

Analisis data untuk PTK dapat dilakukan secara deskriptif kualitatif

(dijelaskan maknanya atau dengan kriteria penilaian). Data hasil penelitian yang

diperoleh berupa data kuantitatif, yaitu data yang diperoleh dari hasil pre tes dan

pos tes, dan data kualitatif yaitu data yang diperoleh dari aktivitas guru dan

siswa, hasil observasi pembelajaran.

1. Analisis tes hasil belajar, analisis data hasil penelitian yang tergolong data

kuantitatif dilakukan secara deskriptif, yakni dengan menghitung ketuntasan

klasikal dan ketuntasan individual dengan rumus sebagai berikut:

Ketuntasan individual skor =

Jumlah skorJumlah skor maksimal

100 %

Ketuntasan klasikal =

Jumlah siswa yang tuntas belajarJumlah seluruh siswa

100 %

Keterangan:

Ketuntasan individual: jika siswa mencapai ketuntasan ≥ 65 %

Ketuntasan klasikal: Jika ≥ 85% dari seluruh siswa yang mencapai

ketuntasan ≥ 65 %.

2. Data kuantitatif yang diperoleh dari LKS menggunakan kategori yakni baik

(76-100%), cukup baik (56-75%), kurang (40-55%), dan tidak baik (< 40%)

(Arikunto, 1998).

3. Analisis data hasil penelitian yang tergolong data kualitatif dilakukan secara

deskriptif tentang observasi aktivitas siswa dan guru, observasi prilaku

berkarakter siswa, pengelolaan pembelajaran yang dilakukan guru serta

respon siswa dan guru dalam pembelajaran.

3.5 Indikator Keberhasilan Penelitian

Penelitian dikatakan berhasil apabila memenuhi semua komponen

indikator kuantitatif dan indikator kualitatif (Arikunto dkk., 2006). Kedua

indikator di atas dilihat dari pergeseran hasil siklus 1 dan siklus 2.

Page 22: proposal problem solving

1. Indikator kuantitatif terdiri atas:

a. Siswa mencapai ketuntasan secara individual (skor 75) dan ketuntasan

secara klasikal jika 85% dari seluruh siswa mencapai ketuntasan

individual (skor 75), sesuai Arikunto (1998).

b. Hasil selama proses pembelajaran tergolong baik, berdasarkan kategori

Arikunto (1998). Kategorinya yaitu baik (76-100%), cukup baik (56-

75%), kurang baik (40-55%), dan tidak baik (< 40%).

2. Indikator kualitatif adalah apabila aktivitas siswa telah menunjukkan

kenaikan dari siklus 1 ke siklus 2 atau dominasi aktivitas guru menunjukkan

penurunan dari siklus 1 ke siklus 2.

Pada penelitian ini, dikatakan berhasil apabila kemampuan memecahkan

masalah dan hasil belajar siswa pada konsep keanekaragaman hayati mengalami

peningkatan melalui penerapan model pembelajaran pemecahan masalah

(problem solving).

Page 23: proposal problem solving

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1999. Penelitian Tindakan Kelas; Bahan Pelatihan Dosen LPTK dan Guru Sekolah Menengah. TIM Pelatih Proyek PGSM. Jakarta.

Arikunto, Suharsimi, Suhardjono, dan Supardi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. PT Rineka Cipta. Jakarta

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi VI. PT Rineka Cipta. Jakarta

Arikunto Suharsimi, Suhardjono, dan Supardi. 2011. Penelitian Tindakan Kelas. Bumi Aksara. Jakarta

Benyamin, B.S. 2003. Efektifitas Penggunaan Metode Problem Solving terhadap Peningkatan Motivasi Siswa. Tesis PPS UPI. Bandung. Tidak dipublikasikan

Depdikbud. 1997. Keterampilan Menjelang 2020 Untuk Era Global. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. Jakarta

Dewey, John. 2002. Pengalaman dan Pendidikan. Diterjemahkan oleh John de Santo. Kepel Pres. Yogyakarta

Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta, Jakarta

Djamarah, Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta

Fisher, Alec. 2009. Sebuah Pengantar Berpikir Kritis. Diterjemahkan oleh Benjamin Hadinata. Erlangga. Jakarta

Gardner, A. 1987. Discovering Mathematics, the art of investigation. Oxford University Press Inc. New York

Gredler, Margaret E. Bell. 1991. Learning and Instruction. Diterjemahkan oleh Munandir. Belajar dan Membelajarkan. CV. Rajawali. Jakarta

Hudojo, H. 2003. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. JICA. Malang

Johnson, David W. and Roger T. Johnson. 1984. Cooperation in the Classroom. A Publication Interaction Book Company. Edina, Minnesota

Kemenag. 2003. Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Bab I Ketentuan Umum. Diakses melalui

Page 24: proposal problem solving

riau.kemenag.go.id/file/file/produkhukum/fcpt1328331919.pdf pada tanggal 8 Juni 2014

Martinez, M. E. 1998. What is Problem Solving?. Diakses melalui http://www.gse.uci.edu/person/mmartinez/documents/mmartinez_problemSolving.html pada tanggal 8 Juni 2014

Michaelis, John U. 1962. Social Studies in Elementary Schools. The George Banta Company. Washington

Mulyana, Aina. 2012. Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving). Universitas Negeri Jakarta. Jakarta

Newell, A. dan Simon, H. 1972. Human Problem Solving. Prentice Hall. Englewood Cliffs, NJ

Pizzini, E.L. 1996. Implentation Handbook for The SSCS Problem Solving Intruction Model. The University of Iowa. Iowa

Polya, George. 1945. How To Solve It, a new aspect of mathematical method. Princeton University Press. New Jersey

Polya, George. 1980. On Solving Mathematical Problem in High School, dalam Krulik, Stephen dan Reys, Robert E. (Eds.) Problem Solving in School. NCTM, Reston-Virginia

Rusyan, Tabrani. 1989. Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Remaja Karya. Bandung

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. PT Rineka Cipta. Jakarta

Sudirman, N. 1991. Ilmu Pendidikan. Remaja Rosdakarya. Bandung

Taplin, Margaret. 2007. Mathematics Through Problem Solving. Diakses melalui http://www.mathgoodies.com/articles/ pada tanggal 8 Juni 2014

Trianto. 2009. Model Pembelajaran Terpadu Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta.