22
PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA GERAK LURUS MELALUI PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING PADA KELAS X MIA SMA GITA PGRI CIGOMBONG (Penelitian di SMA GITA PGRI Cigombong Kabupaten Bogor) PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS 1

Proposal ptk

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Proposal ptk

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA GERAK LURUS MELALUI PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING PADA KELAS X

MIA SMA GITA PGRI CIGOMBONG

(Penelitian di SMA GITA PGRI Cigombong Kabupaten Bogor)

PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Oleh:ANJARSARI

SEKOLAH MENENGAH ATAS GITA PGRI CIGOMBONGPROGRAM MATEMATIKA DAN ILMU-ILMU ALAM

BOGOR2014

1

Page 2: Proposal ptk

A. Latar Belakang

Fisika merupakan mata pelajaran yang diajarkan pada setiap jenjang

pendidikan di Indonesia. Fisika merupakan ilmu pengetahuan yang

mempelajari gejala-gejala alam dan interaksi di dalamnya. Oleh karena itu,

dengan mempelajari Fisika berarti mempelajari hakikat alam semesta.1

Fisika bagian dari IPA yang merupakan hasil kegiatan manusia berupa

pengetahuan, gagasan dan konsep yang terorganisir tentang alam sekitar

yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah. Fisika

merupakan mata pelajaran yang dapat membantu kita memecahkan masalah

yang ada di sekitar secara mudah dan dapat menemukan cara-cara atau alat-

alat yang dapat membantu mempermudah usahanya dalam memenuhi

kebutuhan hidupan manusia.

Agar pelajaran Fisika dapat dikuasai dengan mudah, maka sebaiknya

dipelajari dengan mudah dan menyenangkan. Namun banyak sekali

anggapan bahwa Fisika adalah pelajaran yang sangat sulit dan

membosankan sehingga pelajaran ini dianggap tidak menyenangkan.

Sampai sekarang Fisika masih dianggap sebagai sebagai bidang studi yang

menakutkan oleh banyak siswa sehingga siswa memperoleh hasil belajar

yang kurang memuaskan. Kesulitan siswa dalam mempelajari Fisika di

sekolah juga tidak terlepas dari metode yang selama ini digunakan oleh

guru.

Dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) Fisika banyak guru yang

menggunakan metode cermah. Dengan metode ini guru merasa dapat

mengontrol dan mengawasi siswa dalam keterlibatannya terhadap pelajaran

yang disampaikan. Tetapi dalam kenyataannya tidak demikian. Hal ini

berdasarkan hasil observasi yang saya lakukan di SMA Gita PGRI

Cigombong kelas X Tahun Ajaran 2013-2014 ditemukan banyak

kelemahan yang mempengaruhi hasil belajar dan respon siswa terhadap

1 Moh Nurudin, Perbandingan Hasil Belajar Fisika antara yang Menggunakan Problem Based Learning dengan Direct Instruction Eksperimen di Madrasah Aliyah Negeri Ciledug, Cirebon), (Skripsi S1 Jurusan Pendidikan IPA Program Studi Pendidikan Fisika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h. 1

2

Page 3: Proposal ptk

pembelajaran Fisika di sekolah, diantaranya proses belajar mengajar hanya

berpusat pada guru (teacher centre) sehingga siswa tidak ikut interaktif

dalam kegiatan pembelajaran.

Hasil belajar siswa cenderung di bawah KKM (Kriteri Ketuntasan

Minimum) sehingga setiap kali diadakan eveluasi belajar hampir seluruh

siswa mengikuti remedial. Hal ini terus berlangsung dari mulai tahun ajaran

baru hingga menjelang pergantian ajaran baru. Minat belajar siswa terhadap

pelajaran fisika juga sangat rendah, ini berdasarkan observasi yang saya

lakukan terhadap para siswa. Mereka menganggap fisika adalah pelajaran

yang sangat sulit sehingga minat belajar siswa cenderung rendah.

Problem Based Learning (PBL) adalah suatu model pembelajaran

yang melibatkan siswa untuk memecahkan masalah melalui tahap-tahap

metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang

berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan

untuk memecahkan masalah (Kamdi 2007: 77). PBL atau pembelajran

berbasis masalah sebagai suatu pendekatan pembelajaran yang

menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk

belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah,

serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi

pelajaran.

PBL dapat memberikan pengalaman yang kaya pada siswa. Dengan

kata lain, penggunaan PBL dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang

apa yang mereka pelajari sehingga diharapkan siswa dapat menerapkannya

dalam kondisi nyata pada kehidupan sehari-hari. PBL dalam pembelajaran

dapat mendorong siswa mempunyai inisiatif untuk belajar secara mandiri.

Pengalam ini sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari dimana

berkembangnya pola piker dan pola kerja seseorang bergantung pada

bagaimana dia membelajarkan dirinya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa PBL dapat

meningkatkan pemahaman siswa sehingga hasil belajar meningkat. Oleh

3

Page 4: Proposal ptk

karena itu dalam penelitian tindakan kelas ini akan digunakan model

Problem Based Learning dalam kegiatan pembelajaran.

Konsep yang akan digunakan adalah “Gerak Lurus.” Dalam pokok

bahasan penjumlahan vektor dipelajari besaran-besaran pada gerak luru,

gerak lurus bertauran, gerak lurus berubah beraturan.

Pada penelitian ini akan diterapkan model Problem Based Learning

karena model ini diasumsikan akan mampu memberikan solusi terhadap

permasalahan siswa yang menganggap sulit terhadap materi yang telah

diajarkan.

Bertitik tolak dari uraian di atas, maka akan dilakukan penelitian

dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar Siswa Gerak Lurus Melalui

Penerapan Model Problem Based Learning pada Kelas X Mia Sma

Gita Pgri Cigombong”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya,

maka masalah pada penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Kurikulum 2013 terlalu menuntut pendekatan scientific

2. Minat belajar siswa yang rendah

3. Metode pembelajaran yang monoton

4. Hasi belajar siswa yang rendah

5. Problem based learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi maslah yang telah diuraikan sebelumnya,

maka pembatasan pada penelitian ini adalah:

1. Minat belajar siswa yang rendah

2. Hasi belajar siswa yang rendah

3. Problem based learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa

4

Page 5: Proposal ptk

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah

penelitian ini adalah “Apakah penerapan mobel problem based learning

dapat meningkatkan hasil belajar gerak lurus pada kelas X MIA di SMA

Gita PGRI Cigombong?”

E. Pemecahan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka pemecahan masalah

penelitian ini adalah “Penerapan model based learning dapat meningkatkan

hasil belajar gerak lurus pada kelas X MIA di SMA Gita PGRI Cigombong”

F. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pemecahan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini

adalah “Mengetahui peningkatan hasil belajar gerak lurus pada kelas X MIA

di SMA Gita PGRI Cigombong”

G. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada

beberapa pihak yang terlibat langsung terhadap penelitian ini, yaitu sebagai

berikut:

1. Bagi siswa, penelitian ini diharapkan dapat membantu untuk

meningkatkan hasil belajar Fisika dan belajar Fisika menjadi lebih

menyenangkan.

2. Bagi guru Fisika, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan

dalam menentukan metode pembelajaran yang tepat dan lebih efisien

dalam pembelajaran Fisika.

3. Bagi peneliti, diharapkan dapat memberi wawasan baru dalam bidang

penelitian pendidikan dan metode yang akan menjadi bekal untuk

diaplikasikan dalam kehidupan nyata setelah menyelesaikan studinya.

5

Page 6: Proposal ptk

H. Kajian teori

Problem Based Learning (PBL) adalah suatu model pembelajaran

yang melibatkan siswa untuk memecahkan masalah melalui tahap-tahap

metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang

berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan

untuk memecahkan masalah (Kamdi 2007: 77). PBL atau pembelajran

berbasis masalah sebagai suatu pendekatan pembelajaran yang

menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk

belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah,

serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi

pelajaran.

PBL dapat memberikan pengalaman yang kaya pada siswa. Dengan

kata lain, penggunaan PBL dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang

apa yang mereka pelajari sehingga diharapkan siswa dapat menerapkannya

dalam kondisi nyata pada kehidupan sehari-hari. PBL dalam pembelajaran

dapat mendorong siswa mempunyai inisiatif untuk belajar secara mandiri.

Pengalam ini sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari dimana

berkembangnya pola piker dan pola kerja seseorang bergantung pada

bagaimana dia membelajarkan dirinya.

1. Hakikat Hasil Belajar

a. Pengertian Belajar

Setiap hari mulai dari lahir kita selalu belajar mempelajari hal-hal

baru sehingga kita dapat melakukan banyak hal. Belajar tidak hanya di

kelas, tapi dimana saja dan. Namun sebagian orang berpendapat belajar

hanyalah duduk di dalam kelas dan hanya mendengarkan penjelasan dari

guru saja, mengerjakan latihan soal atau menghafal fakta-fakta yang tersaji

dalam bentuk informasi atau materi pelajaran. Untuk menghindari

kesalahpahaman tentang belajar, ada beberapa definisi dari para ahli seperti

Skinner, Gagne dan Witherington.

6

Page 7: Proposal ptk

Menurut Skinner berpandangan bahwa belajar adalah poses adaptasi

(penyesuaian tingkah laku) yang berlangsung secara progresif.2 Menurut

Gagne dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk

kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil

belajar.3 Belajar menurut Witherington adalah perubahan relatif menetap di

dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru pada reaksi

yang berupa kecakapan sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu

pengertian.4

Dapat disimpulkan belajar adalah suatu proses perubahan dan

penyesuaian tingkah laku, serta penerimaan informasi yang terjadi dalam

diri organisme, manusia atau hewan. Belajar merupakan kebutuhan

mendasar bagi manusia dalam perkembangannya menghadapi perubahan

zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan. Karena itu belajar tidak dapat

dipisahkan dari kehidupan manusia sejak kita lahir sampai akhir hayat.

b. Tahap-tahap dalam Proses Belajar

Ada beberapa pendapat dari para ahli mengenai tahap-tahap dalam

proses belajar. Diantaranya:

1) Jerome S. Bruner

Menurut Bruner dalam proses pembelajaran siswa menempuh tiga

tahap, yaitu tahap enaktif, ikonik dan simbolik. Tahap enaktif atau tahap

kegiatan yang berkaitan dengan benda-benda kongkret. Tahap ekonin

penyajian berupa gambar atau grafik. Dan tahap simbolik menggunakan

kata-kata atau simbol. 5

2 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar (Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 2001), h. 60.3 Ismawanto, Teori Belajar Menurut Gagne, diakses dari

http://10310188.blogspot.com/2011/07/teori-belajar-menurut-gagne.html pada tanggal 26 Maret 2012.

4 Sutrisno, Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share terhadap Hasil Belajar Matematika, (artikel IKIP PGRI Semarang Vol.4, Desember 2007), h. 37

5 Realin Setiamihardja, Kusmiyati, Pendekatan Open Ended dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasa (Jurnal Pendidikan Dasar Nomor. 8 – Oktober, 2007), h. 3.

7

Page 8: Proposal ptk

2) Arno F. Witting

Menurut Witting setiap proses belajar selalu berlangsung dalam tiga

tingkatan, yaitu tingkatan acquasistion, tingkatan storage dan tingkatan

Retrieval.

Pada tingkatan acquasistion (tahap perolehan atau penerimaan

informasi), seorang siswa menerima informasi sebagai stimulus dan

melakukan respon terhadapnya, sehingga menimbulkan pemahaman dan

perilaku baru. Pada tingkatan storage (tahap penyimpanan informasi),

seorang siswa otomatis akan mengalami proses penyimpanan pemahaman

dan prilaku baru yang ia peroleh ketika mengalami proses acquisition. Pada

tingkatan Retrieval (tahap mendapatkan kembali informasi), seorang siswa

akan mengaktifkan kembali fungsi-fungsi sistem memorinya, misalnya ketia

ia menjawab pertanyaan atau memecahkan masalah. 6

3) Albert Bandura

Menurut Bandura terdapat empat tahap dalam proses belajar sosial,

yaitu tahap perhatian, tahap penyimpanan, tahap reproduksi dan tahap

motivasi.

Tahap perhatian (attentional phase), siswa umumnya memusatkan

perhatian pada objek materi atau prilaku model yang lebih menarik terutama

karena keunikannya dibanding dengan materi atau perilaku lain yang

sebelumnya telah mereka ketahui. Tahap penyimpanan dalam tingkatan

(rentention phase), informasi berupa materi dan perilaku model itu

ditangkap, diproses dan disimpan dalam memori. Tahap reproduksi

(reproduction phase), segala bayangan atau citra mental (imagery) atau

kode-kode simbolis yang berisi informasi pengetahuan dan perilaku yang

telah tersimpan dalam memori para peserta didik itu kembali diproduksi

kembali. Tahap motivasi (motivation phase), pada tahap ini guru dianjurkan

untuk memberi pujian, hadiah, atau nilai tertentu kepada peserta didik yang

berkinerja memuaskan. Sementara itu, kepada mereka yang belum

6 Suparman Ali, Upaya Guru Dalam Meningkatkan Minat Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Akutansi di SMA Al-Mus’udiyah Bandung (Jurnal Ilmiah Pend. Ekonomi Akutansi Vol. III No. 1, 2009), h. 79.

8

Page 9: Proposal ptk

menunjukan kinerja yang memuaskan perlu diyakinkan akan arti penting

penguasaan materi atau perilaku bagi kehidupan mereka. 7

c. Pengertian Hasil Belajar

Menurut Abror, hasil belajar adalah perubahan keterampilan dan

kecakapan, kebiasaan sikap, pengertian, pengetahuan, dan apresiasi, yang

dikenal dengan istilah kognitif, afektif dan psikomotor melalui perbuatan

belajar. Sedangkan Hamalik berpendapat siswa dikatakan berhasil dalam

belajarnya apabila dapat mengembangkan kemampuan pengetahuan dan

pengembangan sikap. Pendapat lain dari Nawawi, hasil belajar diartikan

sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di

sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai

sejumlah materi pelajaran tertentu. 8

Dapat disimpulkan hasil belajar adalah keberhasilan siswa untuk

mencapai serta mengembangkan pengetahuan atau keterampilan yang

dinyatakan dengan simbol angka ataupun huruf. Berdasarkan teori

Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga

kategori ranah antara lain kognitif, afektif, psikomotor.9

1) Ranah Kognitif

Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak).

Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah

termasuk dalam ranah kognitif. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam

jenjang proses berikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang

yang paling tinggi. Yaitu pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge),

pemahaman (comprehension), penerapan (application), analisis (analysis),

sintesis (synthesis) dan penilaian (evaluation).

Pengetahuan (knowledge) adalah kemampuan seseorang untuk

mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali kembali tentang nama,

7 Inayah, Tinjauan Psikologis Efek Komunikasi Massa (Jurnal Pengembangan Humaniora Vol. 11 No. 3, 2011), h. 171.

8 Theresia K. Brahim, Peningkatan Hasil Belajar Sains Siswa Kelas IV Sekolah Dasar, Melalui Pendekatan Pemanfaatan Sumber Daya Alam Hayati di Lingkungan Sekitar (Jurnal Pendidikan Penabur - No.09/Tahun ke-6/Desember 2007), h. 39

9 Anas Sudijono, Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), h. 49.

9

Page 10: Proposal ptk

istilah, ide, gelaja, rumus-rumus dan lain sebagainya. Pemahaman

(comprehension) adalah kemampuan seseorang untuk mengerti dan

memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Penerapan

(application) adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau

menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode, rumus-

rumus dan lain sebagainya.

Analisis (analysis) adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau

menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih

kecil dan mampu memahami hubungan di antara bagian-bagian atau faktor-

faktor yang satu dengan faktor-faktor lainnya. Sintesis (synthesis) adalah

kemampuan berpikir yang merupakan kebalikan dari proses berpikir

analisis. Sintesis merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian

atau unsur-unsur secara logis sehingga menjelma menjadi suatu pola yang

terstruktur atau berbentuk pola baru. Penilaian (evaluation) adalah

kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap situasi

situasi, nilai atau ide.10

2) Ranah Afektif

Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai.

Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai

tingkah laku. Ranah afektif ini oleh Krathwohl dan kawan-kawannya

ditaksonomikan menjadi lebih rinci ke dalam lima jenjang, yaitu menerima

atau memperhatikan (receiving), menanggapi (responding),

menilai/menghargai (valuting), mengatur (organization) dan karakterisasi

(characterization).11

Menerima/memperhatikan (receiving), termasuk kesadaran dan

keinginan untuk menerima stimulus, respon, kontrol seleksi gejala atau

rangsangan dari luar.

10 Elis Mediawati, Pembelajaran Akuntansi Keuangan Melalui Media Komik untuk Meningkatkan Prestasi Mahasiswa (Jurnal Penelitian Pendidikan Vol. 12 No. 1, 2011), h. 72.

11 Asmaniar Bahar, Penilaian Ranah Afektif Pembelajaran PKN Melalui Model Value Clarification Technique (VCT) Games (Jurnal Pemnelajaran Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Padang, 2008), h. 122.

10

Page 11: Proposal ptk

Menanggapi (responding), reaksi yang diberikan, ketepatan seaksi,

dan perasaan kepuasan. Menilai/menghargai (valuting) kesadaran menerima

norma, sitem nilai dan sebagainya. Mengatur (organization) yakni

pengembangan norma, sistem nilai dam sebagainya. Karakterisasi

(characterization) yakni sistem nilai yang terbentuk mempengaruhi pola

kepribadian dan tingkah laku.

3) Ranah Psikomotor

Ranah psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan

(skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman

belajar tertentu. Orang pertama yang mengembangkan ranah ini adalah

Simpson memberikan tujuh jenjang psikomotor yang bersifat hierarkis yaitu

persepsi, kesiapan, penanggapan terpimpin, mekanistik, penanggapan yang

bersifat kompleks, adaptasi, dan originalitas.12

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Secara garis besar, terdapat dua faktor yang mempengaruhi hasil

belajar siswa, yaitu faktor internal dan faktor ekternal.

1) Faktor internal (keadaan atau kondisi jasmani siswa)

Faktor yang berada dalam diri siswa meliputi dua aspek, yaitu aspek

fisiologis dan psikologis. 13 Faktor fisiologis, kondisi umum jasmani dan

tonus (tegangan otot) yang menandai tingkah laku kebugaran organ-organ

tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas

siswa dalam mengikuti pelajaran. Kondisi organ tuhuh yang lemah, apalagi

jika disertai sakit kepala misalnya, dapat menurunkan kualitas ranah cipta

(kognitif) sehingga materi yang dipelajarinya pun kurang atau tidak

berbekas.

Kondisi organ-organ khusus siswa seperti tingkat kesehatan indera

pendengar dan indera penglihat juga mempengaruhi kemampuan siswa

12 Imam Gunawan, Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Togethet, diakses dari http://masimamgun.blogspot.com/2010/04/model-pembelajaran-kooperatif-tipe.html pada tanggal 15 Maret 2012.

13 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya,2010), h. 128 – 136.

11

Page 12: Proposal ptk

dalam menyerap informasi dan pengetahuan, khususnya yang disajikan

dalam kelas. Daya pendengaran dalam penglihatan siswa yang rendah

umumnya, akan menyulitkan sensori register dalam menyerap informasi

yang bersifat echoic dan echonic (gema dan citra). Akibat negatif

selanjutnya adalah terhambatnya proses informasi yang dilakukan oleh

sistem memori siswa tersebut.

Aspek fisiologis banyak dipengaruhi oleh banyak faktor yang dapat

mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan hasil belajar siswa,

diantaranya tingkat kecerdasan atau intelegensi siswa, sikap siswa, bakat

siswa, minat siswa dan motivasi siswa.

Intelegensi merupakan kemampuan psikologi fisik untuk mereaksi

rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan. Tingkat kecerdasan

atau intelektual (IQ) mempengaruhi hasil belajar siswa. Semakin tinggi

kemampuan intelegensi seorang siswa maka semakin besar peluangnya

untuk meraih sukses. Sebaliknya jika semakin rendah kemampuan

intelegensi siswa maka semakin kecil peluangnnya untuk memperoleh

informasi.

Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa

kecerdasan untuk mereaksi atau merespon dengan cara relatif tetap terhadap

objek orang, barang dan sebagainya baik secara positif atau negatif. Sikap

(attitude) siswa yang positif kepada guru dan mata pelajaran yang disajikan

pada siswa merupakan pertanda awal yang baik bagi proses belajar siswa

tesebut. Sebaliknya sikap negatif siswa terhadap guru dan mata pelajaran

yang disajikan pada siswa akan menimbulkan kesulitan belajar siswa

tersebut.

Bakat merupakan kemampuan atau potensi yang dimiliki oleh

seseorang untuk mencapai keberhasilan. Setiap orang memiliki bakat yang

berbeda-beda untuk mencapai prestasi sampai ke tingkat tertentu sesuai

dengan kapasitas masing-masing. Jadi secara umum bakat itu mirip dengan

intelegensi. Itulah sebabnya seseorang anak yang berintelegensi sangat

cerdas dan disebut dengan anak berbakat.

12

Page 13: Proposal ptk

Minat (interest) berarti kecendrungan atau kegairahan yang tinggi

atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Minat dapat mempengaruhi

kualitas pencapaian hasil belajar siswa dalam bidang-bidang studi tertentu.

Motivasi adalah keadaan internal organisme, baik manusia ataupun hewan

yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Motivasi dapat mendorong

seseorang untuk mencapai keberasilan siswa. Karena itu sebaiknya guru

pada saat proses belajar memberikan motivasi kepada siswa agar terus

termotivasi.

2) Faktor Eksternal

Faktor eksternal siswa diantaranya keluarga, sekolah, masyarakat

dan lingkungan sekitar. Keluarga adalah ayah, ibu dan anak-anak serta

sodara yang menjadi penghuni rumah. Faktor orang tua sangat berpengaruh

terhadap keberhasilan belajar anak. Tinggi rendahnya orang tua, besar

kecilnya penghasilan, cukup atau kurangnya perhatian dan bimbingan orang

tua, harmonis atau tidaknya hubungan orang tua dan akrab atau tidaknya

orang tua dengan anak, tenang atau tidaknya situasi dalam rumah, semua itu

turut mempengaruhi pencapaian belajar.

Keadaan sekolah mulai dari kualitas guru, metode mengajarnya,

kesesuaian kurikulum dengan kemampuan anak, keadaan fasilitas atau

perlengkapak di sekolah, keadaan ruangan, jumlah murid per kelas,

pelaksanaan tata tertib sekolah dan sebagainya, turut mempengaruhi

keberhasilan belajar anak.

Keadaan masyarakan teridri dari orang-orang berpendidikan,

terutama anak-anaknya rata-rata bersekolah tinggi dan moralnya baik, hal

ini akan mendorong anak giat belajar. Begitu pula sebaliknya.

Lingkungan sekitar meliputi bangunan rumah, suasana sekitar,

keadaan lalu lintas, iklim dan sebagainya. Misalnya bila bangunan rumah

penduduk sangat rapat, keadaan lalu lintas yang membisingkan, suasana

hirup pikuk, suasana pabrik, polusi udara, iklim yang terlalu ekstrim, dan

sebagainya akan sangat mempengaruhi keberhasilan dalam belajar. 14

14 M. Dalyono , Psikologi Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 59 – 60.

13

Page 14: Proposal ptk

e. Pengukuran Hasil Belajar

Pengukuran hasil belajar digunakan untuk mengetahui sejauh mana

kemampuan siswa memahami atau menguasai konsep yang telah diajarkan.

Salah satu alat yang dapat kita gunakan adalah dengan tes hasil belajar. Tes

dapat diartikan sebagai suatu pertanyaan atau tugas yang direncanakan

untuk memperoleh informasi tentang atribut pendidikan atau psikologik

tertentu, dan setiap butir pertanyaan mempunyai jawaban tertentu yang

dianggap benar.15

Pelaksanaan tes dan pengukuran hasil belajar pada hakikatnya adalah

upaya untuk mengetahui ketercapaian tujuan-tujuan pendidikan. Suatu

proses pembelajaran yang dilaksanakan dalam satu satuan pendidikan di

sekolah tidak dapat diketahui hasilnya apabila guru tidak mampu melakukan

pengukuran hasil belajar. Dengan dilakukannya pengukuran hasil belajar,

guru akan mampu mengetahui keberhasilan belajar siswanya dan menjadi

umpan balik bagi guru dan peserta didik dalam melakukan proses

pembelajaran.

15 Asmawi Zainul dan Agus, Tes dan Asesmen di SD (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), h.1.3.

14