37
I. INTISARI Thiametoxam termasuk pestisida golongan neonikotinoid yang walaupun baru dikembangkan namun penggunaannya cukup luas dalam bidang pertanian sebagai agen pembasmi hama yang cukup ampuh. Sifat thiametoxam yang selektif terhadap insekta dengan mekanisme sebagai agonis resptor asetilkolin nikotinik (nAChR) membuat thiametoxam semakin banyak digunakan karena. Namun, penggunaan yang makin meluas dari thiametoxam mengakibatkan diperlukannya suatu regulasi mengenai nilai batasan dari penggunaan thiametoxam yang berguna uintuk mencegah intoksifikasi pada makhluk hidup non-target lainnya. Residu pestisida yang tertinggal dalam lingkungan dapat berbahaya sehingga diperlukan adanya ambang batas minimum residu yang telah dinyatakan aman. Pada penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan mengetahui laju disipasi serta mendapatkan nilai DT 50 thiametoxam dengan menganalisis secara kuantitatif residu pestisida dalam skala kelumit yang berada dalam matriks kulit dan buah jeruk siam. Digunakan instrumen kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dengan detektor UV sebagai alat pengkuantifikasi kadar residu. Efek adanya pengaruh penyinaran juga akan diteliti pada penelitian, untuk mengetahui pengaruh fotodegradasi terhadap thiametoxam dalam sampel buah jeruk.

Proposal Skripsi Najma

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Proposal skripsi

Citation preview

Page 1: Proposal Skripsi Najma

I. INTISARI

Thiametoxam termasuk pestisida golongan neonikotinoid yang walaupun

baru dikembangkan namun penggunaannya cukup luas dalam bidang pertanian

sebagai agen pembasmi hama yang cukup ampuh. Sifat thiametoxam yang selektif

terhadap insekta dengan mekanisme sebagai agonis resptor asetilkolin nikotinik

(nAChR) membuat thiametoxam semakin banyak digunakan karena. Namun,

penggunaan yang makin meluas dari thiametoxam mengakibatkan diperlukannya

suatu regulasi mengenai nilai batasan dari penggunaan thiametoxam yang berguna

uintuk mencegah intoksifikasi pada makhluk hidup non-target lainnya. Residu

pestisida yang tertinggal dalam lingkungan dapat berbahaya sehingga diperlukan

adanya ambang batas minimum residu yang telah dinyatakan aman.

Pada penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan mengetahui laju disipasi

serta mendapatkan nilai DT50 thiametoxam dengan menganalisis secara kuantitatif

residu pestisida dalam skala kelumit yang berada dalam matriks kulit dan buah

jeruk siam. Digunakan instrumen kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dengan

detektor UV sebagai alat pengkuantifikasi kadar residu. Efek adanya pengaruh

penyinaran juga akan diteliti pada penelitian, untuk mengetahui pengaruh

fotodegradasi terhadap thiametoxam dalam sampel buah jeruk.

KATA KUNCI: thiametoxam, laju disipasi, jeruk siam, DT50, kromatografi cair

kinerja tinggi (KCKT)

Page 2: Proposal Skripsi Najma

II. PENDAHULUAN

a. Latar Belakang dan Perumusan Masalah

Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang semakin

pesat mengakibatkan makin tingginya keinginan manusia untuk mencari

yang terbaik untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satunya contohnya

adalah dalam bidang pertanian dimana dewasa ini makin banyak penelitian

serta usaha yang dilakukan untuk mendapatkan produk-produk pertanian

yang melimpah, berkualitas dan unggul.

Hasil perkebunan buah yang semenjak dahulu sudah banyak

dimanfaatkan adalah buah jeruk. Konsumsi masyarakat terhadap buah

jeruk yang tinggi seharusnya mampu dijadikan salah satu lahan

perkembangan usaha bagi petani dalam negeri. Namun, tingginya tingkat

impor jeruk dari luar negeri serta hambatan dalam pemeliharaan seperti

hama mengakibatkan petani Indonesia masih belum mampu

memaksimalkan hasil. Hama merupakan salah satu faktor penghambat

untuk mencapai hasil pertanian yang maksimal. Penggunaan pestisida dan

insektisida merupakan cara yang paling banyak digunakan karena dapat

mengeliminasi hama secara cepat dan signifikan. Melindungi tanaman dari

serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) merupakan suatu

rangkaian kegiatan dalam usaha memantapkan produksi pertanian.

Berbagai usaha dilakukan oleh petani untuk melindungi tanaman dari

gangguan OPT agar terhindar dari kerugian secara ekonomi dalam usaha

taninya (DEPTAN, 1998).

Dibalik semua manfaat dari penggunaan pestida, terdapat

sisi buruk dimana pestisida dapat menimbulkan dampak negatif bagi

lingkungan, terutama jenis pestisida yang berasal dari senyawa organik

sintetik yang bersifat toksik apabila terpaparkan pada manusia. Perhatian

khusus diberikan terhadap pencemaran hasil pertanian mengingat

komoditas ini khususnya pangan dapat mengancam kesehatan manusia

2

Page 3: Proposal Skripsi Najma

secara langsung. Untuk mengantispasi hal yang tidak diinginkan terjadi

maka pengujian laboratorium lazim digunakan sebagai tolak ukur untuk

menentukan keamanan serta kelayakan dari hasil pertanian untuk

dikonsumsi.

Thiametoxam adalah salah satu pestisida baru jenis neonikotinoida

yang sedang dalam tahap pengujian untuk pemakaiannya disektor

pertanian Indonesia. Sifat thiaetoxam sebagai racun saraf spesifik terhadap

serangga mengakibatkan aktifitasnya cukup tinggi sebagai insektisida.

Sebagai agonis reseptor asetilkolin nikotinik thiometoxam mampu

menghambat penghantaran impuls saraf sehingga mengakibatkan paralisis

pada target.

Dengan dikembangkannya penggunaan thiometoxam yang belum

diteliti sebelumnya tentang batas maksimum residu (BMR) di tanaman

jeruk menjadi alasan mengapa penelitian ini diajukan. Diharapkan dengan

data serta hasil yang didapat maka penggunaan pestisida makin terarah

serta meningkatkan keamanan hasil perkebunanan terutama pada buah

jeruk siam.

b. Perumusan masalah

Dari uraian masalah disampaikan rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apakah pengaruh cahaya matahari daerah tropis memegang peran

yang penting dalam proses fotodegradasi pestisida thiametoxam

pada buah dan kulit jeruk siam?

2. Berapa nilai DT50 dari pestisida thiametoxam pada sampel jeruk

siam setelah perlakuan dengan adanya pengaruh penyinaran cahaya

matahari daerah tropis dan yang tidak adanya perlakuan

penyinaran?

3

Page 4: Proposal Skripsi Najma

c. Faedah Penelitian

Hasil penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui laju disipasi dari

pestisida thiametoxam dalam buah jeruk pada daerah tropis sehingga dapat

diaplikasikan untuk menjaga keamanan penggunaan pestisida pada buah

jeruk yang dikonsumsi masyarakat.

d. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui laju disipasi pestisida

thiametoxam dalam sampel buah jeruk siam sehingga dapat dijadikan

suatu landasan keamanan dalam penggunaannya.

e. Tinjauan Pustaka

1. Pestisida

Pengertian dan batasan pestisida yang tertera pada Keputusan

Menteri Pertanian No.434.1/Kpts/TP.270/7/2001 masih mengacu pada

Peraturan Pemerintah No.7 Tahun 1973 tentang Pengawasan Atas

Peredaran, Penyimpanan, dan Penggunaan Pestisida. Pestisida

merupakan semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus

yang dipergunakan untuk:

a. Memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak

tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian.

b. Memberantas rerumputan.

c. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak

diinginkan.

d. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-

bagian tanaman (tidak termasuk pupuk)

e. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan

piaraan dan ternak.

f. Memberantas atau mencegah hama-hama air.

4

Page 5: Proposal Skripsi Najma

g. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad

renik dalam rumah tangga, bangunan, dan dalam alat-alat

pengangkutan.

h. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat

menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu

dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau air.

Bidang penggunaan pestisida meliputi:

- Pengelolahan tumbuhan

- Peternakan

- Penyimpanan hasil pertanian

- Pengawetan hasil hutan

- Pengendaliuan vector penyakit manusia

- Pengendalian rayap

- Pestisida rumah tangga

- Fumigasi

Secara garis besar pestisida dapat digolongkan berdasarkan (Gunawan,

1988) :

1. Bentuk sediaan, pestisida dibagi menjadi:

a. Bentuk cairan

b. Bentuk butiran

c. Bentuk debu

d. Bentuk tepung

e. Bentuk pasta

f. Bentuk gas

2. Mekanisme kerjanya, pestisida dibagi menjadi:

a. Pestisida kontak

b. Pestisida fumigan

c. Pestisida sistemik

d. Pestisida lambung

5

Page 6: Proposal Skripsi Najma

3. Susunan kimia

a. Pestisida anorganik

b. Pestisida organik

2. Thiametoxam

Thiametoxam memiliki nama IUPAC [(E,Z)-3-(2-chloro-

thiazol-5-ylmethyl)-5-methyl-[1,3,5]oxadiazinan-4-ylidene-N-

nitroamine] dan rumus molekul C8H10CIN5O3S.

Gambar 1. Struktur Kimia Thiametoxam

Thiametoxam merupakan suatu pestisida golongan

neonikotinoida yang masuk ke dalam sub kelas thianikotinil. Senyawa

ini pertama kali disentesis pada tahun 1991 dan sekarang telah

digunakan secara luas pada sektor pertanian. Thiametoxam telah mulai

dipasarkan pada tahun 1998 dengan merk Actara ® dan Cruiser ®

(Maienfisch, 2005). Thiametoxam bersifat spektra luas untuk pestida

serta memiliki efikasi tinggi dan profil keamanan yang baik untuk

digunakan dipertanian modern (Ramesh, 2007).

6

Page 7: Proposal Skripsi Najma

Tabel 1. Sifat Fisik dan Kimia Thiametoxam (European Commision, 2006)

Bentuk fisikWarnaKerapatan Massa molekul relatifTitik leburTitik didihKelarutan dalam airKelarutan dalam pelarut organik : Diklorometana

Aseton Toluol Etil asetat

HeksanMetanolN-oktanol

Tekanan uap (250C)log PowDT50 pada:

pH 7pH 9

Kristal halus Krem1.57 • 10³ kg / m³ pada 20°C 291,7139.1°C (Kemurnian: 99.7%)Terurai di atas 147°C4,1 g/L pada suhu 25°C

110 g/L48 g/L680 mg/L7,0 g/L< 1 mg/L13 g/L620 mgL6,6 x 10-9 Pa pada suhu 25°C-0.13 ± (0.0017) pada 25°C

640 hari8,4 hari

.

Thiametoxam stabil selama 2,3 hingga 3,1 hari pada 25°C di

dalam larutan buffer pH 5 dengan konsentrasi 10 mg/L, dan diji coba

dengan cara diberi penyinaran selama 30 hari dengan masa penerangan

selama 12 jam setiap harinya menggunakan lampu xenon arc.

Mekanisme kerja pestisida jenis neonikotinoid seperti

thiametoxam pada serangga adalah sebagai agonis reseptor asetilkolin

nikotinik (nAChR) sehingga mampu menstimulasi asetilkolin dan

berikatan pada sarap post sinaptik yang mengakibatkan paralisis serta

kematian Pada mamalia thiametoxam tidak terlalu berbahaya karena

jalur neural yang dihambat oleh thiametoxam jauh lebih banyak pada

insekta dibandingkan mamalia sehingga tingkat ketoksikan pestisida

jenis ini pada mamalia jauh lebih rendah.

Thiametoxam dapat termetabolisme menjadi suatu senyawa

yang biasa digunakan sebagai pestisida juga, yaitu clothianidin.

Clothianidin merupakan pestisida golongan nikotinoid dan memiliki

7

Page 8: Proposal Skripsi Najma

mekanisme aksi yang serupa dengan thiametoxam dalam

penggunaannya sebagai pestisida, yaitu dengan cara mengaktifkan

respttor asetilkolin post-sinaptik tanpa menghambat kerja enzim

asetilkolinesterase (AChE).

3. Iklim Tropis

Klasifikasi iklim matahari, didasarkan pada banyak sedikitnya

sinar matahari yang diterima oleh permukaan bumi. Pembagian daerah

iklimnya adalah:

a. Daerah iklim tropis : 0o – 23,5o LU/LS

b. Daerah iklim sub tropis : 23,5o – 40o LU/LS

c. Daerah iklim sedang : 40o – 66,5o LU/LS

d. Daerah iklim dingin : 66,5o – 90o LU/LS

Iklim tropis terletak antara 0° - 231/2° LU/LS dan hampir 40 %

dari permukaan bumi. Ciri-ciri iklim tropis adalah sebagai berikut:

- Suhu udara rata-rata tinggi, karena matahari selalu vertikal.

- Umumnya suhu udara antara 20- 23°C. Bahkan di beberapa tempat

rata-rata suhu tahunannya mencapai 30°C.

- Amplitudo suhu rata-rata tahunan kecil. Di katulistiwa antara 1-

5°C, sedangkan amplitudo hariannya lebih besar.

- Tekanan udaranya rendah dan perubahannya secara perlahan dan

beraturan.

- Hujan banyak dan lebih banyak dari daerah-daerah lain di dunia.

(Tsayjono, 1999)

Iklim tropis yang dimiliki wilayah Indonesia meyebabkan

wilayah Indonesia menerima penyinaran cahaya matahari dengan

intensitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah iklim lain di

dunia. Dari aspek-aspek iklim tersebut, sangat mendukung dalam

pertumbuhan flora maupun fauna di Indonesia, termasuk juga dalam

pertumbuhan mikroorganisme yang ada di alam. Faktor keberadaan

mikroorganisme, intensitas penyinaran matahari dan suhu yang tinggi

8

Page 9: Proposal Skripsi Najma

ini sangat berpengaruh dalam berbgai hal, termasuk salah satu

diantaranya yaitu peningkatan laju disipasi pestisida di daerah tropis

(Noegrohati, 2008).

Tingkat humiditas dan penyinaran yang cukup tinggi

mengakibatkan banyak hal yang dapat mempengaruhi laju disipasi

pestisida di daerah tropis. Humiditas tinggi mengakibatkan proses ko-

evaporasi, yaitu suatu proses dimana pestisida akan terdesak oleh

adanya air sehingga pestisda tersebut akan teruapkan dan cepat hilang.

Proses degradasi oleh mikroba juga akan semakin tinggi karena

diakibatkan oleh kecocokkan suhu dan humiditas daerah tropis untuk

pertumbuhan mikroba. Selain itu iradiasi matahari yang lebih tinggi

serta fotodegradasi yang tinggi pula menyebabkan DT50 pada daerah

iklim tropis lebih kecil dibandingkanDT50 pada daerah lainnya.

4. Jeruk Siam (Citrus nobilis)

Klasifikasi Tanaman

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Class : Dicotyledonae

Ordo : Rutales

Familia : Rutaceae

Genus : Citrus

Spesies : Citrus nobilis

Tumbuhan ini adalah jenis pohong yang tingginya 2-8 meter.

Tangkai daun bersayap sangat sempit hingga dapat dikatakan tidak

bersayap, panjang 0,5-1,5 cm. Helaian daunnya berbentuk bulat telur

memanjang, elliptis atau berbentuk lanset dengan ujung tumpul,

melekuk sedikit ke dalam, tepinya bergerigi beringgit sangat lemah

dengan panjang 3,5-8 cm. Bunganya berdiameter 1,5-2,5 cm,

berkelamin dua daun mahkotanya putih. Buahnya berbentuk bola

9

Page 10: Proposal Skripsi Najma

tertekan dengan panjang 5-8 cm, tebal kulitnya 0,2-0,3 cm dan daging

buahnya berwarna oranye. Rantingnya tidak berduri dan tangkai

daunnya selebar 1-1,5 mm (Van Steenis, 1975). Jeruk ini kulit buahnya

berwarna hijau kekuningan, mengkilat, dan permukaannya halus

dengan ketebalan kulitnya sekitar 2 mm. Berat tiap buah sekitar 75,6 g

dan memiliki bagian ujung buah berlekuk dangkal. Daging buahnya

bertekstur lunak dan mengandung banyak air dengan rasa manis segar.

Produksi buahnya antara 1.000-2.000 buah per pohon per tahun dan

biasanya dikenal sesuai dengan nama tempat daerah penanamannya.

5. Penilaian Keamanan Residu Pestisida

Penggunaan pestisida bermanfaat dalam meningkatkan hasil

panen baik secara kualitatif dan kuantitatif. Namun harus disadari

bahwa penggunaan pestisida dapat memberikan residu pestisida yang

berbahaya bagi pekerja, konsumen dan lingkungan.

Residu pestisida adalah zat tertentu yang terkandung dalam

hasil petanian, bahan pangan, atau pakan hewan, baik sebagai akibat

langsung maupun tidak langsung dari penggunaan pestisida. Istilah ini

mencakup senyawa turunan pestisida, seperti senyawa hasil konversi,

metabolit, senyawa hasil reaksi, dan zat pengotor yang dapat

memberikan pengaruh toksikologis (DEPTAN, 2006).

Masalah residu pestisida sudah menjadi persyaratan

internasional yang ditetapkan oleh Codex Alimentarius Commision

(CAC), yaitu komisi internasional yang dibentuk oleh FAO dan WHO

yang khusus menangani masalah keamanan pangan.

Konsentrasi residu pestisida yang dapat dianggap aman yakni

bila telah 95% terdisipasi dari dosis awal yang diaplikasikan. Suatu

pestisida perlu ditetapkan dalam hal nilai DT50, yaitu waktu yang

dibutuhkan suatu pestisida untuk mengalami proses disipasi sehingga

kadarnya menjadi separo dari kadar awal yang diaplikasikan. Nilai

10

Page 11: Proposal Skripsi Najma

DT50 ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam penilaian keamanan

residu pestisida. Batas kandungan residu pestisida ini perlu ditetapkan

bilamana pestisida tersebut memiliki DT50 yang cukup panjang, yaitu

lebih dari 1 hari. Namun, bila nilai DT50 dari pestisida tersebut kurang

dari 1 hari, maka pestisida tersebut dinyatakan aman bagi lingkungan

karena waktu disi[pasi yang pendek ini memperkecil kemungkinan

tertinggalnya residu pestisida di alam dalam jumlah yang besar.

Pestisida dengan nilai DT50 ini tidak perlu ditetapkan batas kandungan

maksimumnya (BMR) di alam (Noegrohati, 2008).

Untuk mengurangi residu setelah aplikasinya, suatu pestisida

harus efisien dan memiliki waktu degradasi yang cukup untuk

memberikan efek yang maksimum sesuai tujuan penggunaannya,

namun pestisida yang dipilih hendaknya mempunyai DT50 kecil

(mudah rusak di alam) sehingga memperkecil efek yang tidak

diinginkan dari penggunaan pestisida ini. Namun, informasi tentang

DT50 tidak mudah diperoleh karena tidak tercantum dalam label

pestisida.

6. Proses Disipasi Pestisida

Laju disipasi merupakan kecepatan hilangnya pestisida dari

suatu subtansi yang diaplikasi dengan pestisida tersebut. Disipasi

pestisida meliputi degradasi pestisida dan pindahnya pestisida ke

subtansi lain.

Jalur degradasi pestisida terdiri dari fotodekomposisi,

transformasi kimiawi dan degradasi mikrobiologis.

1. Fotodekomposisi

Merupakan jalur degradasi pestisida oleh adanya sinar matahari.

Radiasi sinar matahari dapat member kontribusi untuk terjadinya

transformasi dan degradasi senyawa organic yang ada di

permukaan suatu subtansi, termasuk kulit jeruk.

11

Page 12: Proposal Skripsi Najma

2. Transformasi kimiawi

Khan (1978) menyimpulkan bahwa transformasi kimiawi pestisida

diperantarai oleh air sebagai media reaksi, suatu reaktan atau

keduanya. Enzim-enzim ekstraseluler memegang peranan penting

dalam degradasi banyak pestisida dan mewakili transisi antara

pemutusan kimiawi dan mikrobiologis intraseluler.

3. Degradasi mikrobiologis

Pada jalur ini melibatkan jasad renik (actinomycetes, jamur dan

bakteri). Jasad renik dapa mendegradasi pestisida melalui oksidasi,

pemutusan eter, hidrolisis ester dan amida, oksidasi alcohol dan

aldehid, dealkilasi, hidroksilasi, dehidrohalogenasi, epoksidasi,

dehalogenasi reduktif dan dealkilasi-N. Dehidrohalogenasi

merupakan proses utama dalam degradasi mikrobiologis karena

sebagain besar pestisida mengandung unsur halogen.

7. Sistem Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau biasa disebut

dengan HPLC (High Performance Liquid Chromatography)

dikembangkan pada akhir tahun 1960-an dan saat ini merupakan

teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan

pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel. Kelebihan KCKT

dibandingkan metode analisis kromatografi lainnya antara lain:

- Mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran

- Mudah melaksanakannya

- Kecepatan analisis dan kepekaan yang tinggi

- Dapat dihindari terjadinya dekomposisi/kerusakan bahan yang

dianalisis

- Resolusi yang baik

- Dapat digunakan bermacam-macam detektor

12

Page 13: Proposal Skripsi Najma

- Kolom dapat digunakan kembali

- Mudah melakukan "sample recovery"

(Putra, 2006)

Instrumentasi KCKT pada dasarnya terdiri atas delapan

komponen pokok yaitu: wadah fase gerak, system penghantaran fase

gerak, alat untuk memasukkan sampel, kolom, detector, wadah

penampung buangan fase gerak, tabung perekan, dan suatu computer

perekam atau integrator.

Gambar 2. Sistem KCKT

Fase diam pada KCKT dapat berupa permukaan zat padat atau

permukaan zat cair yang terdapat pada sejenis zat padat. Jika fase diam

berupa zat padat maka mekanisme pemisahan yang terjadi berdasarkan

pada mekanisme adsorbs, sedangkan jika fase diam berupa zat cair

maka mekanisme pemisahannya berdasarkan pada mekanisme partisi.

Berdasarkan gugusnya, fase diam dibagi menjadi fase diam tak terikat

dan fase diam terikat. Fase diam tak terikat merupakan fase diam yang

tidak mengalami modifikasi pada gugusnya, jika gugus pada fase diam

mengalami modifikasi maka disebut sebagai fase diam terikat. Fese

diam tak terikat contohnya adalah alumina dan silica, sedangkan fase

diam terikat contohnya adalah silika yang gugus hidroksilnya diganti

dengan aktadesil, oktil, metal atau gugus lainnya (Gritter, dkk., 1991).

Pemilihan fase gerak berhubungan dengan fase diam yang

digunakan. Jika fase diamnya adalah silika atau alumina tidak

termodifikasi maka digunakan fase gerak pelarut organik agak non

13

Page 14: Proposal Skripsi Najma

polar atau campuran pelarut tersebut. Jika fase diamnya adalah fase

diam termodifikasi maka digunakan pelarut relative polar. (Gritter,

dkk., 1991). Selain itu ada beberapa sifat umum yang harus dipenuhi

fase gerak, yaitu:

- Murni, tidak terdapat kontaminan

- Tidak bereaksi dengan wadah (packing)

- Sesuai dengan defektor

- Melarutkan sampel

- Memiliki visikositas rendah

- Bila diperlukan, memudahkan "sample recovery"

- Diperdagangan dapat diperoleh dengan harga murah (reasonable

price)

Detektor pada KCKT dikelompokkan menjadi 2 golongan

yaitu: detektor universal (yang mampu mendeteksi zat secara umum,

tidak bersifat spesifik, dan tidak bersifat selektif) seperti detektor

indeks bias dan detektor spektrometri massa; dan golongan detektor

yang bersifat spesifik dan selektif, seperti detektor UV-Vis, detektor

fluoresensi, dan elektrokimia (Rohman, 2007).

8. Analisis Residu Thiametoxam

Analisis residu insektisida thiametoxam dalam matriks

lingkungan (tanaman, tanah dan air) melalui 3 tahapan yaitu ekstraksi,

clean up dan penetapan kadar.

8.1. Ekstraksi

Ekstraksi merupakan tahapan awal dari serangkaian analisis

pestisida.. Ekstraksi bertujuan untuk memisahkan senyawa analit

secara kuantitatif dari matriks pembawanya. Proses ekstraksi yang

meliputi metode ekstraksi dan pemilihan pelarut berpengaruh terhadap

efisiensi ekstraksi dan efisiensi tahapan selanjutnya yakni cleanup dan

hasil recovery. Pelarut yang ideal harus menghasilkan tingkat recovery

14

Page 15: Proposal Skripsi Najma

yang tinggi terhadap senyawa target, tetapi cukup selektif terhadap

senyawa ko-ekstraktan pengganggu.

8.2. Clean up (Pembersihan)

Proses clean up merupakan tahapan selanjutnya setelah proses

ekstraksi. Pada penelitian ini, proses clean up bertujuan untuk

menghilangkan ko-ekstraktan yang dapat mengganggu proses analisis.

Pada umunya proses clean up pada analisis residu pestisida

menggunakan kromatografi kolom terbuka cair-padat yang ditujukan

untuk menghilangkan pengotor. Pengepakan kolom dapat dilakukan

secara kering atau basah (slurry method) dalam pelarut yang sesuai.

Kolom harus dibuat seragam dan bebas dari rongga udara (dead

space), yang menyebabkan pemisahan analit buruk.

8.3. Determinasi (penetapan kadar analit)

Penetapan kadar merupakan langkah selanjutnya yang dilakukan

pada ekstrak sampel yang relatif bersih dari ko-ekstraktan yang tidak

diharapkan dan dilakukan menggunakan suatu sistem kromatografi.

9. Validasi Metode Analisis

Metode analisis kimia memerlukan validasi untuk mengetahui

kualitas dan kelayakan metode, sehingga data yang dihasilkan dapat

dipercayai kebenarannya. Tingkat kepercayaan terhadap hasil suatu

analisis diwakili oleh beberapa parameter, diantaranya : (Noegrohati,

1998)

1. Sensitivitas suatu teknik analisis merupakan parameter yang

menggambarkan kemampuan suatu metode analisis untuk

mendeteksi analit dalam jumlah kecil. Sensitivitas metode

dinyatakan sebagai batas deteksi (LOD), yaitu besaran yang

menyatakan kadar terkecil analit yang dapat memberikan respon

analitik dan secara signifikan dapat dibedakan dari blangko.

15

Page 16: Proposal Skripsi Najma

Semakin rendah batas deteksi suatu metode, semakin tinggi

sensitivitas metode tersebut. Pada prakteknya, batas deteksi

didefinisikan sebagai kadar analit yang memberikan respon sebesar

tiga kali simpangan baku pengukuran blangko.

2. Ketepatan merupakan parameter yang menggambarkan kedekatan

hasil analisis dengan harga sebenarnya. Ketepatan metode analisis

dapat dievaluasi menggunakan uji perolehan kembali (recovery

test). Pada prinsipnya, uji dilakukan dengan mengerjakan analisis

contoh suatu obyek yang diperkaya dengan sejumlah kuantitas

analit yang akan ditetapkan. Berat total analit yang diperoleh dari

analisis contoh yang diperkaya dikurangi berat analit dalam contoh

yang tidak diperkaya, dibandingkan terhadap jumlah analit yang

ditambahkan, maka akan menggambarkan recovery analit tersebut.

3. Presisi bertujuan memberi informasi derajat repeatabilitas suatu

metode. Presisi menunjukkan kecermatan suatu metode dalam

memberikan hasil yang mirip bila dilakukan pengamatan berulang.

Presisi dinyatakan dalam nilai simpangan baku atau koefisien

variansi.

4. Linearitas merupakan parameter yang menggambarkan kisaran

kadar analit yang memberikan respon yang besarnya proporsional

terhadap perubahan kadar analit.

Sensitivitas metode juga dinyatakan sebagai LOD (Limit of

Detection). LOD atau batas deteksi adalah konsentrasi terendah yang

memberikan respon analitik secara signifikan berbeda dari fluktuasi

pengukuran blanko dengan keadaan analitik yang sama. Pada analisis

instrumental, LOD dinyatakan sebagai konsentrasi yang memberikan

respon analitik sebesar tiga kali deviasi standar pengukuran blanko.

Apabila di dalam sampel terdapat kadar senyawa yang dianalisis

dibawah nilai LOD, maka hasil tersebut tidak dinyatakan sebagai kadar

senyawa yang dianalisis tetapi dinyatakan sebagai trace (kadar

senyawa yang dianalisis dibawah nilai LOD).

16

Page 17: Proposal Skripsi Najma

Penentuan recovery bertujuan untuk mengetahui ketepatan

suatu metode. Ketepatan merupakan keterdekatan hasil yang diperoleh

dengan harga sebenarnya. Penentuan ketepatan metode analisis

dinyatakan sebagai persen perolehan kembali terhadap sampel yang

kadarnya sudah diketahui secara pasti.

Pengukuran presisi bertujuan memberikan informasi derajat

repeatabilitas suatu metode. Presisi menunjukkan kecermatan suatu

metode dalam memberikan hasil yang mirip apabila dilakukan

pengamatan berulang. Presisi dinyatakan sebagai nilai simpangan baku

atau koefisien variansi.

III. HIPOTESIS

Berdasarkan sifat fisika kimia thiametoxam di dalam matriks kulit

dan daging buah jeruk maka thiametoxam akan mengalami peristiwa

translokasi, dimana thiametoxam akan berpindah dari kulit jeruk menuju ke

daging buah. Hal ini dikarenakan sifat kulit buah jeruk yang berpori serta

lapisan bagian dalam jeruk yang cenderung bersifat polar memudahkan

peristiwa translokasi untuk terjadi. Radiasi sinar matahri tropis yang tinggi

mengakibatkan peningkatan proses translokasi dan degradasi residu

thiametoxam. Dengan begitu, maka hipotesis dari penelitian ini adalah:

a. Apabila thiametoxam diaplikasikan pada buah jeruk, maka rasio kadar

residu thiamtoxam dalam kulit jeruk dengan daging buah jeruk tidaklah

linier

b. Laju disipasi residu thiametoxam pada buah jeruk yang dipaparkan pada

radiasi sinar matahri tropis akan lebih besar dibandingkan dengan laju

disipasi residu thiametoxam pada buah yang disimpan di tempat gelap.

17

Page 18: Proposal Skripsi Najma

IV. RENCANA PENELITIAN

1. Data Empiris

Data empiris yang ingin diketahui kadar residu thiametoxam yang

terdapat pada sampel buah jeruk pada masing-masing hari sampling serta

untuk mendaptkan nilai DT50 dari thiametoxam pada sampel daging buah

dan kulit jeruk siam.

2. Rencana Penelitian

Langkah-langkah yang akan dikerjakan dalam penelitian ini adalah :

a. Penyiapan alat dan bahan

b. Sampling pada hari ke 0, 1, 2, 3, 5, 7, 10, 14, 21, 28, dan 42

c. Preparasi sampel

d. Optimasi kondisi KCKT

e. Analisa kadar thiametoxam dengan KCKT

V. METODOLOGI PELAKSANAAN PENELITIAN

1. Alat dan Bahan

a. Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : KCKT

dilengkapi dengan detektor UV-Vis, rotavapor (Heidolph Laborata

4000 Eficient), neraca analitik (Scaltec, SBA 33 ), pompa vakum,

kolom kromatografi ( 250 mm x 10 mm), ultra turax, corong pisah,

labu hisap, spuit injeksi, Eppendorf, dan peralatan gelas

b. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini, antara lain: pestisida

Alika®, standar internal asam nikotinik, carbon decolorizing (Merck),

florisil (Merck). Bahan-bahan kimia lain, meliputi: diklorometana, n-

heksan, metanol, natrium sulfat anhidrat, serta glass wool. Bahan-

18

Page 19: Proposal Skripsi Najma

bahan tersebut semuanya berkualitas proanalisis (E. Merck Darmstat,

Germany). Bahan lain yang digunakan adalah buah jeruk siam Citrus

nobilis dan air bebas mineral (aquadest).

2. Jalannya Penelitian

a. Aplikasi pestisida thiametoxam pada sampel buah jeruk siam

Sediaan Alika® diencerkan menggunakan aquadest untuk

disemprotkan kepada sampel buah jeruk siam.

b. Preparasi Sampel

Terdapat 3 macam perlakuan yaitu kontrol, dosis 1, dan dosis 2

baik pada sampel jeruk yang diberi penyinaran maupun yang tidak.

Masing-masing jeruk dicelupkan ke dalam cairan pestida dengan

dosis yang telah ditentukan kecuali jeruk kontrol tidak dipaparkan

terhadap pestida.

Tabel II. Rancangan percobaan

Perlakuan SampelSinar Jeruk Kontrol Jeruk Dosis 1 Jeruk Dosis 2Tanpa sinar Jeruk Kontrol Jeruk Dosis 1 Jeruk Dosis 2

c. Teknik sampling

Sampel jeruk diambil dengan interval hari ke-0, 1, 2, 3, 5, 7, 10,

14, 21, 28, dan 42 dimana interval sampling ini berkorelasi

langsung dengan lamanya penyinaran yang diperoleh tiap-tiap

sampel. Penyinaran dilakukan selama 8 jam, terhitung mulai pukul

07.00 – 15.00 WIB. Terhadap sampel yang diperoleh, dipreparasi

sesegera mungkin untuk meminimalkan kehilangan kadar residu

insektisida. Setiap hari sampling dari masing-masing sampel

diambil 2 buah jeruk untuk dianalisis.

19

Page 20: Proposal Skripsi Najma

d. Ekstraksi

Potong buah jeruk kemudian pisahkan antara daging buah dengan

kulit. kemudian ditimbang 25 gram sampel. Tambahkan 50 mL

diklorometana, ultra turaks selama kurang lebih 1 menit pada

kecepatan tinggi kemudian disaring menggunakan corong Buchner

yang telah diberi kertas saring dengan bantuan pompa vakum. dan

kumpulkan hasil saringan di dalam labu hisap. Digunakan pelarut

diklorometana karena kelarutan thiametoxam paling besar di dalam

pelarut tersebut. Lapisan organik (bawah) dilewatkan melalui

Na2SO4 anhidrat sebanyak 5 g untuk menghilangkan air yang

kemungkinan besar terikut. Lapisan air diekstraksi kembali dengan

menggunakan 10 mL diklorometana sebanyak 3 kali. Hasil

ekstraksi digabung dengan hasil sebelumnya dan kemudian

diuapkan menjadi ekstrak kental menggunakan rotavapor

evaporator. Hasil penguapan kemudian di clean up untuk

menghilangkan ko-ekstraktan yang dapat mengganggu saat

analisis.

e. Clean up

Prosedur clean up pada matriks sampel menggunakan sistem

kromatografi kolom. Kolom kromatografi yang digunakan berupa

kolom kaca dengan dimensi kolom 250 x 6 mm diameter.

Sebelum fase diam dimasukkan, pada dasar kolom diberi glass

wool untuk menjaga fase diam tidak lolos selama elusi

berlangsung. Kemudian berturut-turut dimasukkan Na2SO4

anhidrat setinggi 1 cm. Carbon decolorizing dimasukkan hingga

memadat, setlah itu ditambahkan ± 0,5 g Na2SO4 anhidrat

kemudian selanjutnya dimasukkan florisil. Carbon decolorizing

digunakan untuk menghilangkan warna ekstrak sedangkan florisil

berfungsi untuk menjerap ko-ekstraktan sehingga tidak

20

Page 21: Proposal Skripsi Najma

mengganggu saat analisis dengan KCKT. Fase gerak yang

digunakan adalah diklorometana dan n-heksana dengan

perbandingan 1:1. Fase gerak ini yang digunakan karena sifat

campuran ini cukup polar sehingga thiametoxam dapat diambil

namun tidak terlalu polar sehingga ko-ekstraktan yang bersifat

polar dan mengganggu tidak terikut. Ekstrak kental sampel

ditambahkan Na2SO4 anhidrat 0,5 g kemudian dimasukkan

secara perlahan ke dalam kolom. Kolom ditambahkan fase gerak

sedikit demi sedikit dari 25 mL fase gerak sampai sampel menjadi

bening dan miniskus tepat di atas karbon, kemudian sisa fase gerak

dituang ke dalam kolom. Eluat ditampung dalam flakon dan

diuapkan sampai kering. Sampel dimasukkan dalam Eppendorf dan

ditambahkan standard internal sebelum diinjeksikan.

f. Optimasi Sistem Kromatografi

Dari penelitian sebelumnya telah diperoleh optimasi sistem KCKT

untuk pemisahan thiametoxam. Berdasarkan serangkaian kerja

optimasi, diperoleh kondisi optimum sebagai berikut :

Fase gerak : Metanol:Air (1:9)

Fase diam : Supelcosil C18

Kolom : panjang 250 mm, diameter dalam 4,6 mm,

5µm ukuran partikel

Detektor : UV-Vis, λ 254nm

(Urzedo, 2009)

Sistem yang diaplikasikan dalam penelitian ini merupakan sistem

kromatografi fase terbalik (reversed phase) dimana fase gerak yang

besifat polar dan fase diam yang berifat non ploar. Pemilihan

sistem ini dikarenakan sifat thiametoxam yang relatif polar

sehingga sesuai untuk dianalisis dengan metode ini.

21

Page 22: Proposal Skripsi Najma

VI. JADWAL PENELITIAN

No. Tahap Waktu Pelaksanaan Kegiatan

1.

2.

3.

Persiapan

Pelaksanaan

Penyelesaian

10 Februari-10 Maret 2010

11 Maret-25 April 2010

26 April- 30 Juni 2010

Studi pustaka

Pembelian bahan kimia

Pembelian jeruk

Perendaman jeruk

Sampling

Preparasi sampel

Determinasi dengan

KCKT

Analisis data

Penyusunan laporan

VII. DAFTAR PUSTAKA

22

Page 23: Proposal Skripsi Najma

Europian Commision, 2006, Health & Consumer Protection Directorate

General: Thiamethoxam, Europe

Gritter, R.J., Bobbit, J.M., dan Schwarting, A.M., 1991, Pengantar

Kromatografi, edisi kedua, Penerbit ITB, Bandung.

Gunawan, Didik, 1988, Pestisida, Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta.

Khan, S.U., 1978, The Interaction of Organic Matter with Pesticide, Elsevier

Scientific Publishing Co., 1978, 137-11

KOMPES DEPTAN, 2001, http://www.deptan.go.id/pesantren/data/Web-site

%20Ind/pestisida/pestisida.htm, Jakarta

KOMPES DEPTAN, 1998, Peraturan-peraturan Tentang Pestisida untuk

Tanaman Pangan, Koperasi Daya Guna, Jakarta.

Maienfisch, Peter, 2005, Synthesis and Properties of Thiamethoxam and

Related Compounds, Z. Naturforsch., 2006, 61b, 353 – 359

Miller, G., 1992, Manual of Food Quality Control : Pesticides Residue

Analysis in the Food Control Laboratory, Fooad Agriculture

Organization of the United Nation, Roma

Putra, Effendy de Lux, 2004, Kromatografi Cair Kinerja Tinggi di Bidang

Farmasi, USU Library Lab, Medan

Ramesh, Atmakuru, dkk., 2007, Hapten synthesis, generation of polyclonal

antibodies and development of ELISA for determination of

thiamethoxam residues in food and environmental samples, Indian

Journal of Biotechnology, 2007, Vol. 6, 365-371

Rohman, Abdul, 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Sri Noegrohati, 2008. Pelatihan Pengambilan Contoh dan Analisis

Multiresidu Pestisida, Peningkatan SDM BPMPT, Direktorat Jenderal

Tanaman Pangan, Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan,

Yogyakarta.

Tsayjono, Bayong Dr., 1999, Klimatologi Umum, ITB Press, Bandung

23

Page 24: Proposal Skripsi Najma

United States Environmental Protection, 2003, Pesticide Fact Sheet:

Clorthianidin, Office of Prevention, Pesticides and Toxic Substances

Uzedo, Ana P.F.M. de., dkk., 2008, Degradation of the Insecticides

Thiamethoxam and Imidacloprid in Aqueous Solution as Promoted by

an Innovative Feº/Fe3O4 Composite, Journal Brazillian Chemistry

Society 2009, Vol. 20, No. 1, 51-56

Van Steenis, C.G., 1975, Flora Voor de Scholen in Indonesie, diterjemahkan

oleh Sorjowinoto, M., edisi VI, PT. Pradnya Paramitha, Jakarta.

24