41
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambangan batubara yang lazim dilakukan di Kalimantan Selatan ialah dengan menggunakan sistem tambang terbuka (open pit mining) . Kegiatan ini dimulai degan pembersihan vegetasi penutup lahan, pengupasan tanah, pemindahan batuan penutup (over burden), pengangkutan batubara, pengolahan/preparasi batubara (coal processing plant) yang meliputi proses peremukan (crushing), proses pengayakan (screening), dan penumpukan (stockpiling) setelah itu dilakukan pemuatan/pengapalan batubara. Kegiatan tersebut dilakukan secara berurutan dan diakhiri kegiatan penambangan terbentuk lubang tambang terbuka (void) (Yunus, 2011). Keberadaan kegiatan pertambangan batubara memberikan dampak positif maupun negative. Salah satu sector penyumbang devisa negara yang dominan adalah sector pertambangan. Sector pertambangan selain sebagai sumber devisa, juga dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar sehingga akan berdampak positif dalam pembukaan lapangan kerja. 1

Proposal TA Hamdid

Embed Size (px)

DESCRIPTION

1231

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

1.1Latar BelakangPertambangan batubara yang lazim dilakukan di Kalimantan Selatan ialah dengan menggunakan sistem tambang terbuka (open pit mining). Kegiatan ini dimulai degan pembersihan vegetasi penutup lahan, pengupasan tanah, pemindahan batuan penutup (over burden), pengangkutan batubara, pengolahan/preparasi batubara (coal processing plant) yang meliputi proses peremukan (crushing), proses pengayakan (screening), dan penumpukan (stockpiling) setelah itu dilakukan pemuatan/pengapalan batubara. Kegiatan tersebut dilakukan secara berurutan dan diakhiri kegiatan penambangan terbentuk lubang tambang terbuka (void) (Yunus, 2011).Keberadaan kegiatan pertambangan batubara memberikan dampak positif maupun negative. Salah satu sector penyumbang devisa negara yang dominan adalah sector pertambangan. Sector pertambangan selain sebagai sumber devisa, juga dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar sehingga akan berdampak positif dalam pembukaan lapangan kerja. Salah satu yang menjadi komoditi yang menjadi unggulan pada sector pertambangan adalah batubara.Salah satu damak negatif dari proses penambangan adalah timbulnya air asam tambang. Timbulnya air asam tambang ini tentu tidak bias diabaikan begitu saja karena dampaknya yang besar bagi kelestarian lingkungan serta bagi masyarakat sekitar baik secara langsung maupun tidak langsung, dan ini merupakan tantangan besar bagi perusahaan pertambangan yang berwawasan lingkungan. Air asam tambang terbentuk dari proses tersingkapnya batuan sulfide yang kaya akan piryte dan mineral sulfide lainnya yang bereaksi dengan air dan udara. Air asam tambang dapat terbentuk secara alamiah dimanapun pada setiap kondisi yang cocok (Nurisman, 2012).Menurut Riwandi (2007), air asam tambang (AAT), atau Acid Mine Drainage atau Acid Rock Drainage, merupakan bahan pencemar penting di sekitar wilayah penambangan batubara atau bahan mineral lainnya, karena sifatnya yang sangat masam (pH 2-3) mengandung logam-logam toksik (seperti Al, Fe, dan Mn). Oleh karena itu sebelum dialirkan ke perairan umum, AAT harus diperlakukan sedemikian rupa sehingga tingkat kemasaman dan kadar logamnya sampai batas ambang yang diterima.Telah banyak dilakukan beberapa upaya dalam pengelolaan AAT (air asam tambang) baik secara fisika, kimia maupun biologi serta upaya pencegahan maupun penanganan AAT (air asam tambang) yang telah terbentuk. Saat ini banyak perusahaan pertambangan menggunakan teknologi yang ramah lingkungan seperti memanfaatkan tumbuhan perairan rawa/gambut (constructed wetland) untuk mengatasi AAT (air asam tambang) atau dikenal sebagai fitoremediasi.Prinsip dasar fitoremediasi adalah memulihkan tanah terkontaminasi, memperbaiki sludge (endapan/lumpur), sedimen dan air bawah tanah melalui proses pemindahan, degradasi atau stabilisasi suatu kontaminan. Menurut Widyati (2009), teknologi fitoremediasi dapat digunakan untuk memperbaiki lingkungan bekas pertambangan terutama untuk menurunkan logam-logam akibat terjadinya air asam tambang.. fitoremediasi merupakan teknologi yang murah, mudah dimonitor, logam yang diakumulasi mudah dipisahkan serta lebih aman dibandingkan teknologi menggunakan bahan kimia. Fitoremediasi harus memperhatikan pemilihan jenis yang tepat yaitu yang mempunyai sistem perakaran yang dapat menjangkau polutan, mempunyai biomassa besar, tahan terhadap polutan, tidak mengubah polutan menjadi lebih berbahaya serta harus vegetasi alami dari habitat tersebut.Menurut Suriawira (2003), kemampuan tanaman sebagai agen fitoremediasi (biofilter) karena mempunyai mikroba rhizosfera yang mampu mengurangi bahan organic dan anorganik disekitar akar sehingga mengubah pH air buangan, menurunkan kandungan logam-logam berat dan mereduksi beberapa jenis logam. Di sisi lain, tanah sebagai media tanam juga mempunyai peranan dalam memperbaiki kualitas AAT (air asam tambang) sehingga dengan kombinasi pengelolaan melalui metode fitoremediasi yang berwawasan lingkungan.Dalam sistem fitoremedias peranan media tanam juga berpengaruh dalam menurunkan kandungan logam berat yang ada di air asam tambang. Selain itu hasil penelitian Ramadhani (2007) menunjukan bahwa purun tikus (Eleocharis dulcis) yang ditanam di tanah sulfat masam juga mempunyai peranan dalam menurunkan Besi (Fe) dan meningkatkan pH pada air genangan dan penelitian Iman (2012) juga menggunakan purun tikus (Eleocharis dulcis) yang tumbuh dimedia tanah sulfat masam juga mempunyai peranan dalam menurunkan Besi (Fe) dan Mangan (Mn) pada air asam tambang, sehingga diperlukan kajian lebih mendalam tentang seberapa besar kandungan Besi (Fe) dan Mangan (Mn) dalam tanah sistem fitoremediasi pada lahan basah buatan.1.2Perumusan MasalahRumusan masalah pada penelitian tugas akhir ini yaitu:1. Bagaimana kemampuan jerapan media tanah terhadap Fe, Mn dah Cd pada air asam tambang dengan proses fitoremediasi lahan basah buatan ?2. Bagaimana pengaruh waktu kontak media tanah terhadap Fe, Mn dan Cd pada air asam tambang dengan proses fitoremediasi lahan basah buatan ?

1.3Tujuan PenelitianTujuan dari penelitian Tugas Akhir ini yaitu:1. Menganalisis kemampuan jerapan media tanah terhadap Fe, Mn dah Cd pada air asam tambang dengan proses fitoremediasi lahan basah buatan ?2. Mengetahui pengaruh waktu kontak media tanah terhadap Fe, Mn dan Cd pada air asam tambang dengan proses fitoremediasi lahan basah buatan ?

1.4Manfaat PenelitianTujuan dari penelitian Tugas Akhir ini yaitu:1. Memberikan analisis tentang kemampuan jerapan media tanah terhadap Fe, Mn dan Cd pada air asam tambang dengan proses fitoremediasi lahan basah buatan.2. Memberikan pengetahuan lebih tentang lahan basan buatan dan tanaman fitoremediasi.3. Memberikan pengetahuan tentang teknologi sederhana yang mudah diaplikasikan dan ramah lingkungan. 1.5Pembatasan MasalahAdapun batasan masalah pada penelitian ini meliputi:1. Penelitian dilakukan dalam skala pilot.2. Sampel air asam tambang diambil dari PT. Jorong Barutama Greston (JBG).3. Menggunakan tanaman purun tikus, eceng gondok, dan kau gelam pada lahan basah buatan.4. Penelitian dilakukan untuk mengetahui kemampuan serapan media tanah terhadap Fe, Mn dan Cd pada air asam tambang dengan proses fitoremediasi lahan basah buatan.

15

27

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1Air Asam TambangAir Asam Tambang (AAT) atau acid mine drainage (AMD)/acid rock drainage (ARD) didefinisikan sebagai air asam tambang yang telah tercemar/terpengaruh oleh proses oksidasi mineral mineral sulfide yang terdapat pada batuan sebagai akibat kegiatan ekplorasi atau kegiatan eksploitasi bahan tambang sehingga menghasilkan air dengan kondisi asam (pH kurang dari 7). Sebagian besar permasalahan AAT berhubungan dengan penambangan batubara dan bijih primer, karena pada kedua sumber alam ini terkadang banyak mineral sulfide yang terkandung di dalamnya terutama mineral pyrite (FeS), baik pada badan bijih maupun batuan sampingnya (Iman, 2012).Dalam kegiatan penambangan terbentuknya air asam tambang tidak dapat dihindari. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya penambangan merupakan kegiatan pembongkaran mineral dari batuan induk untuk kemudian diangkut, diolah dan dimanfaatkan sehingga dalam proses penambangan ini terjadi penyingkapan batuan. Untuk penambangan batubara sangat potensial terbentuk air asam tambang karena sifat batubara yang berasosiasi dengan pyrite dan air asam tambang akan semakin besar dan akan terbentuknya pada sistem tambang terbuka karena sifatnya yang berhubungan langsung dengan uadra bebas akan mempermudah bereaksi dengan udara dan air, serta dipengaruhi oleh kondisi cuaca (Nurisman, 2012).Pembentukan AAT dapat dijelaskan dengan persamaan sebagai berikut :2FeS2+7O2+2H2O 2Fe2++4SO42-+4H+4Fe2++O2+4H+ 4Fe3++2H2OFe3++3H2O Fe(OH)3+3H+FeS2+14Fe2++8H2O 15Fe2++2SO42-+16H+Pada reaksi 1. Pyrite teroksidasi membentuk asam (H+), sulfat (SO42-) dan besi ferrous (Fe2+). Pada reaksi 2, besi ferrous akan teroksidasi membentuk besi ferri (Fe3+) dan air pada suasana asam. Pada reaksi 3, besi ferri membentuk hidroksida besi (Fe(OH)3) dan asam. Pada reaksi 4, hasil reaksi 2 akan bereaksi dengan pyrite yang ada dan bersi ferri bertindak sebagai katalis sehingga membentuk besi ferrous, sulfat dan asam (sukandarrumidi, 1995 dalam Rodianor, 2010).

2.2 Mineral Mineral dalam Air Asam TambangKandungan utama dalam air asam tambang adalah mineral pyrite. Pyrite adalah suatu mineral yang terdiri atas besi dan sulfat disebut sebagai fool gold, karena warnanya seperti emas. Pyrite terbentuk dalam jumlah besar dan biasanya terdapat dalam deposit bahan-bahan tambang. Air asam tambang ini banyak melarutkan mineral-mineral besi dan elemen-elemen lainnya yang berpotensi sebagai racun yang berasal dari proses pertambangan seperti cadmium, zink, dll.Hasil penelitian Bapedalda Propinsi Kalimantan Selatan (dalam Radianor, 2010), menyebutkan bahwa air yang berada pada lubang bekas galian batubara tersebut mengandung beberapa unsur kimia yaitu Fe, Mn, Fe4, Cu, Zn. Sulfat merupakan zat yang bersifat asam yang berpengaruh terhadap pH tanah dan tingkat kesuburan tanah. Selain air kubangan, limbah yang dihasilkan dari proses pencucian juga mencemari tanah dan mematikan berbagai jenis tumbuhan yang hidup di atasnya.Tembaga dan Zink adalah unsur-unsur yang dibutuhkan tanaman dan hewan (termasuk manusia) tapi dalam dosis yang tinggi dapat bersifat racun. Unsur cadmium bersifat sangat toksik bagi tumbuhan, hewan, manusia, dan hewan akuatik lainnya.

2.2.1 Besi (FeBesi yang murni adalah logam berwarna putih-perak, yang kukuh dan liat. Besi (Fe) melebur pada 1533oC. Jarang terdapat besi komersial yang murni, biasanya besi mengandung sejimlah kecil karbida, silisida, fosfida, dan sulfide dari besi, serta sedikit grafit. Zat-zat pencemar ini memainkan peranan penting dalam kekuatan struktur besi. Besi dapat dimagnitkan. Asam klorida encer atau pekat dan asam sulfat encer melarutkan besi, pada mana dihasilkan garam-garam besi(II) dang an hydrogen(Svehla,1979).Pada perairan alami dengan pH sekitar 7 dan kadar oksigen terlarut yang cukup, ion ferro yang bersifat mudah larut dioksidasi menjadi ion ferri. Pada oksidasi ini terjadi pelepasan electron. Sebaliknya, pada reduksi ferri menjadi ferro terjadi penangkapan electron, proses oksidasi dan reduksi ini tidak melibatkan oksigen dan hydrogen.Sumber besi di alam adalah pyrite (FeS2), hematite (Fe2O3), magnetic (Fe3O4), limonite [FeO(OH)], goethite (HFeO2) dan orche [Fe(OH)3]. Senyawa besi pada umumnya bersifat sukar larut dan cukup banyak terdapat di dalam tanah. Kadang-kadang besi juga terdapat sebagai senyawa siderite (FeCO3) yang bersifat mudah larut dalam air.Pada pH sekitar 7,5-7,7 ion ferri mengalami oksidasi dan berikatan dengan hidroksida membentuk Fe(OH)3 yang bersifat tidak larut dan mengendap (prespitasi) di dasar perairan, membentuk warna kemerahan dengan substrat dasar. Oleh karena itu, besi hanya ditemukam pada perairan yang berada dalam kondisi anaerob dan suasana asam. Fenomena serupa terjadi pada badan sungai yang meneriman aliran air pertambangan. Sebagai tanda terjadinyapemulihan (recovery) kualitas air, pada bagian hilir sungai peraira berwarna kemerahan karena terjadinya Fe(OH)3 sebagai konsekuensi dari meningkatnya pH dan terjadinya proses oksidasi besi.Besi berikatan dengan anion membentuk senyawa FeCl2, Fe(HCO3), dan Fe(SO4) pada perairan alami. Pada perairan yang diperuntukan bagi keperluan domestic, pengendapan ion ferri dapat mengakibatkan warna kemerahan pada porselin, bak mandi, pipa air dan pakaian. Kelarutan besi meningkat dengan menurunnya pH (Effendi, 2003 dalam Nordayani, 2013).

2.2.2 Mangan (Mn)Mangan adalah logam putih abu-abu. Mangan melebur pada suhu kira-kira 1250oC. enam oksida mangan dikenal orang, MnO, Mn2O3, MnO2, MnO3, Mn2O7, dan Mn3O4. Lima dari oksida-oksida ini mempunyai keadaan oksida masing-masing +2, +3, +4, +6, +7, sedangkan yang terakhir, Mn3O4, merupakan mangan(II)-mangan(II) oksida, (MnO.Mn2O3). Ion mangan(II) tidak;ah stabil; tetapi ada beberapa kompleks yang mengandung mangan dalam keadaan oksidasi +3, dikenal orang. Mangan tersebut mudah direduksi menjadi ion mangan(II). Meskipun ia dapat diturunkan dari mangan (III) oksida, Mn2O3, yang terakhir ini, bila direaksikan dengan asam mineral, menghasilkan ion mangan(II) (Svehla, 1979).Menurut Munawar (dalam Hariadi, 2014), kelarutan Mn berkurang dengan meningkatnya pH, oleh karena itu kekahatan Mn terjadi paling sering pada tanah-tanah pH netral sampai alkali dan tanah dengan kadan bahan organic tinggi. Kadar air yang berlebihan pada tanah-tanah organic meningkatkan ketersediaan Mn karena kondisi reduktif mendorong perubahan Mn4+ menjadi Mn 2+ yang mudah tersedia bagi tumbuhan. Di dalam tanah dengan aerasi baik ber-pH tinggi, Mn mengendap sebagai MnO2, sedangkan pH rendah dapat mengendap sebagai MnCO3.Mangan merupakannutrien renik yang essensial bagi tumbuhan dan hewan.logam ini berperan dalam pertumbuhan dan merupakan salah satu komponen penting pada sistem enzim. Defisiensi mangan dapat mengakibatkan pertumbuhan mangan terhambat, serta sistem saraf dan reproduksi terganggu. Pada tumbuhan, mangan merupakan unsur essensial dalam proses metabolism (Effendi, 2003 dalam Ulfa, 2013).Pada tanah masam yang kaya aktif Mn dan bahan organic akan menghasilkan Mn2+ terlarut yag tinggi pada 1-2 minggu setelah penggenangan akan tetapi akan menurun kembali dan stabil pada 10 ppm sedangkan batas kritis Mn pada tanah sebesar 15-60 ppm. Keracunan mangan dapat menimbulkan lemah pada kaki dan otot, muka kusam, dan dampak lanjutan bagi manusia yang keracunan mangan bicaranya lambat.

2.3 Lahan Basah BuatanLahan basah, berdasarkan Sistem Klarifikasi Ramsar, diklasifikasikan menjadi tiga kelompok utama, yaitu : lahan basah pesisir dan lautan, lahan basah daratan, dan lahan basah buatan. Diantara ketiga kelompok utama lahan basah daratan, lahan basah buatan (human-made wetlands) mungkin bisa dianggap sebagai satu-satunya kelompok lahan basah yang memiliki potensi paling dilematis, karena di satu sisi pembangunan lahan basah buatan memang perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu (missal habitat mangrove diubah menjadi tambak) sementara di sisi lain pembangunan lahan basah buatan dianggap menjadi penyebab berkurangnya (atau bahkan hilangnya) fungsi dan nilai (manfaat) lahan basah alami (Puspita dkk., 2005).Keberadaan lahan basah buatan dapat memberikan pengaruh yang baik dan dapat pula memberikan peegaruh yang buruk bagi lingkungan sekitar. Pembangunan lahan basah buatan sebagai ekosistem baru dapat mencegah kepunahan serta meningkatkan populasi suatu jenis flora atau fauna. Sebagai contoh pembangunan kolam atau situ dapat memberikan kesempatan bagi berbagai jenis tumbuhan dan hewan air seperti teratai, kiambang, ikanm dan katak untuk hidup dan berkembang biak. Di sisi lain tidak sedikit pula pembagunan lahan basah buatan telah menyebabkan hilangnya habitat dan keanekaragaman jenis flora dan fauna di dalamnya; salah satu contoh adalah pembangunan tambak yang menyebabkan hilangnya habitat mangrove dan berbagai jenis biota di dalamnya (Puspita dkk., 2005).Saat ini banyak unit pengolahan limbah dikembangkan untuk menurunkan kandungan logam berat di perairan, salah satunya adalah lahan basah buatan. Menurut EPA, lahan basah buatan adalah suatu sistem perawatan yang mempergunakan proses alamiah yang melibatkan vegetasi lahan basah, tanah dan mikrobakteri yang berasosiasi didalamnya dengan tujuan memperbaiki kualitas air. Lahan basah buatan memiliki banyak fungsi yaitu diantaranya untuk filtrasi air. Ketika aliran air melewati lahan basah, mereka akan berjalan perlahan dan sebagian besar bahan pencemar akan terjerab oleh begetasi untuk kemudian terangkat atau berubah bentuk menjadi lebih tidak berbahaya. Tumbuhan yang hidup dalam lahan basah membutuhkan unsur hara ang terkandung dalam air. Jika yang tertahan adalah air yang mengandung bahan pencemar atau berbahaya bagi lingkungan namun bermanfaat bagi tumbuhan, maka bahan itu akan diserapnya (Wong, 1997 dalam Ayuningtyas, 2012)Lahan basah memindahkan polutan dari perairan melibatkan proses yang komplek antara aspek biologi, fisika dan kimia. Pengambilan nutrient oleh tumbuhan tingkat tinggi dan penyimpanan logam berat di dalam akar adalah komponen biologi yang paling nyata pada ekosistem lahan basah. Dalam pengambilan polutan oleh tumbuhan, transformasi bakteri dan proses kimia-fisika termasuk adsorpsi, presitipasi dan sedimentasi dalam tanah dan rhizospere di zona akar adalah mekanisme utama untuk pengangkatan bahan pencemar. Ditinjau secara fisik, kimiawi dan biologis, peran lahan basah dalam proses penghilangan bahan pencemar dari air limbah terjadi menurut salah satu proses berikut (Widayati, 2009 dalam Ayuningtyas, 2012):1. Penyaringan bahann tersuspensi dan klorida yang teradpat dalam air.2. Asimilasi bahan pencemar ke dalam jaringan akar dan daun tumbuhan hidup.3. Pengikatan atau pertukaran bahan pencemar dengan tanah lahan basah, bahan tanaman hidup, bahan tanaman mati dan bahan alga hidup.4. Presipitasi dan netralisasi melalui pembentukan NH3 dan HCO3- dari penguraian bahan biologis karena kegiatan bakteri.5. Presipitasi logam di lapisan oksidasi dan reduksi yang dikatalisir oleh aktivitas bakteri.

Besarnya volume air yang dialirkan ke dalam rawa buatan akan sangat tergantung pada jenis rwa buatan yang akan dibangun (tipe aliran permukaan/surface flow atau tipe aliran bawah permukaan/subsurface flow). Pada rawa buatan tipe surface flow (SF), volume air yang dialiri ke dalam rawa buatan cukup banyak (ketinggian paras air biasanya kurang dari 40 cm), sedangkan untuk rawa buatan tipe subsurface flow (SSF) aliran air dialirkan sampai setinggi 5cm dibawah permukaan substrat yang bertujuan agar aliran tetap berada dibawah permukaan tetapi air tetap membasahi perakaran tanaman (Fujita Research & Sim, 2004 dalam Puspita dkk., 2005).

2.3.1 Klasifikasi Lahan Basah BuatanSecara umum terdapat dua tipe lahan basah buatan yang berdasarkan pada pengaturan aliran air, untuk memungkinkan adaptasi lebih mudah dengan tujuan, ketersediaan tanah dah iklim, yaitu: (1) aliran permukaan atau surface flow (SF) dan (2) aliran bawah permukaan atau subsurface flow (SSF). Pada lahan basah tipe (1) air limbah mengalir diatas tanah yang ada memungkinkan kontak air limbah langsung ke aliran air yang ada dan memerlukan luasan tanah yang lebih banyak, tapi memungkinkan untuk menggunakan sebagai variasi tanah yang lebih besar untuk digunakan dalam pembuatan sel, menyerap aliran permukaan (run-off) lebih efektif dan lebih unggul untuk mempertahankan satwa liar asli, yang pada gilirannya akan terjadi control terhadap nyamuk.

Gambar 2.1 lahan basah buatan aliran permukaan (NSI, 2010 dalam Prihatini, 2012)Rawa buatan dengan system aliran permukaan terdiri dari kolam atau saluran dengan media alami (tanah) atau buatan (pasir/kerikil) untuk menyokong pertumbuhan tanaman air. Tanaman air mencuat (emergent aquatic plant) tumbuh diatas media dan air limbah diolah pada saat air mengalir diatas permukaan media melalui rumpun tanaman dan serasah. Rawa buatan beraliran permukaan biasanya panjang dan sempit untuk mengurangi aliran air sungkat (hydraulic short circuiting) (Meutia, 2001 dalam Puspita dkk., 2005)Permukaan air terpapar ke atmosfer dan dimaksudkan mengalir secara horizontal pada system. System aliran permukaan ini didesain untuk menstimulasi terbentuknya lahan basah alami dengan air dangkal yang mengalir diatas tanah (Farooqi et al., 2008 dalam Prihatini, 2012). Selain aliran permukaan, terdapat pula jenis lahan basah buatanlainnya yaitu lahan basah buatan aliran bawah permukaan yang teradpat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Lahan Basah Buatan Aliran Bawah Permukaan(NSI, 2010 dalam Prihatini, 2012)Meutia (dalam Puspita dkk., 2005) mengungkapkan Rawa buatan dengan system aliran bawah permukaan ini terdiri dari saluran-saluran atau kolam-kolam dangkal yang berisi tanah, pasir, atau media polos (batu atau kerikil) yang akan membantu proses penyaringan air. Air limbah mengalir di bawah permukaan media secara horizontal melalui zona perakaran tanaman rawa diantara kerikil/pasir.dalam system pengaliran air di baawh permukaan ini, mikroorganisme sangat berperan dalam menghilangkan bahan pencemar. Mikroorganisme yang menempel didekat akar menguraikan bahan pencemar secara aerob; kondisi substrat yang aerob di dekat perakaran tumbuhan ini disebabkan oleh adanya pasokan oksigen dari akar tanaman (Khiatuddin, 2003 dalam Puspita dkk., 2005).

2.3.2 Sistem Lahan Basah Aliran Bawah Permukaan (SSF-Wetlands)Sistem lahan basah aliran bawah permukaan merupakan salah satu system pengolahan air limbah jenis lahan basah buatan, dimana prinsip kerja system pengolahan limbah tersebut dengan memanfaatkan simbiosis antara tumbuhan air dengan mikroorganisme dalam media di sekitar system perakaran (Rhizosphere) tanaman tersebut (Supradata, 2005). Pada rawa buatan aliran bawah permukaan aliran air dialirkan sampai setinggi sekitar 5 cm dibawah permukaan substrat agar aliran tetap berada dibawah permukaan tetapi air tetap membasahi perakaran tanah (Fujita Research & Sim dalam Puspita dkk., 2005)Pengolahan air limbah dengan system lahan basah aliran bawah permukaan tersebut lebih dianjurkan karena beberapa alas an sebagai berikut:1. Dapat mengolah limbah domestic, pertanian dan sebagian limbah industry termasuk logam berat.2. Efisiensi pengolahan tinggi (80%).3. Biaya perencanaan, pengoperasian dan pemeliharaan murah dan tidak membutuhkan ketrampilan yang tinggi (Tangahu & warmadewanthi, 2001 dalam Supradata, 2009)Haberl dan Langergraber, 2002 dalam Supradata 2009, mengungkapkan Berdasarkan pendekatan teknis maupun efektivitas biaya, system tersebut lebih banyak dipilih dengan alas an sebagai berikut :1. System lahan basah buatan seringkali pembangunannya lebih murah dibandingkan dengan alternative system pengolahan limbah lainnya.2. Biaya operasional dan pemeliharaan yang rendah dan waktu operasionalnya secara periodic, tidak perlu secara kontinyu.3. System lahan basah buatan ini mempunyai toleransi yang tinggi terhadap fluktuasi debit air limbah.4. Mampu mengolah air limbah dengan berbagai perbedaan jenis polutan maupun konsentrasinya.5. Memungkinkan untuk pelaksanaan pemanfaatan kembali & daur ulang (reuse & recycling) airnya.Namun selain memiliki kelebihan, system lahan basah buatan aliran bawah permukaan juga memiliki kelemahan, seperti yang dijelaskan oleh Halvenson (2004) dalam tabel 2.1 berikut ini.Tabel 2.1 Kelebihan dan Kekurangan dari Aliran Bawah PermukaanKelebihankekurangan

Penghilangan kontaminan memiliki presentasi yang sangat tinggi daripada system lahan basah buatan aliran permukaan, selain itu membutuhkan lahan yang sedikit untuk proses pengolahannya dibandingkan aliran permukaan.Membutuhkan lahan yang lebih luas dibandingkan dengan metode pengolahan secara konvensional, jika dilihat dari segi proses pengolahannya.

Dari segi biaya yang dikeluarkan berdasarkan total umur penggunaan lebih rendah dibandingkan secara konvensional.Proses persiapan lebih lambat dibandingkan pengolahan secara konvensional.

Biaya lebih sedikit dalam pengoperasian dibandingkan dengan system lahan basah buatan aliran permukaan.Biaya lebih mahal untuk pembangunannya dibandingkan dengan system lahan basah buatan aliran permukaan.

Resiko kerusakan ekologi dapat diminimalkan.Limbah yang mengandung TSS yang tinggi dapat menyebabkan proses penyumbatan dalam sistem.

Lebih mudah dalam hal perawatan karena tidak ada air yang menggenang.

Serangga tidak menimbulkan masalah sebab tinggi muka air berada dibawah muka media..

Menyediakan habitat untuk tanaman dan kehidupan makhluk hidup lainnya.

Sumber:Halverson (2004).

Kriteria desain yang sering digunakan dalam system lahan basah buatan aliran bawah permukan tersaji dalam Tabel 2.2 berikut ini.Tabel 2.2 Kriteria desain untuk pengolahan pada Aliran Bawah PermukaanKriteria desainMetode atau Sumber Referensi

ITRC dan Tchobanoglous & BurtonWPCFWoodKaldec dan Knight

HRT (hari) atau waktu tinggal4-15-2-72-4

HLR (cm/hari) atau debit pengolahan-2-200.2 3.08-30

Kedalaman Media49-79--30-60

Jumlah Areal yang Disediakan (acre/m3/day)0.001-0.0080.001-0.010.002-0.0170.0008-0.003

Sumber: Halverson (2004)

2.3.3 Faktor yang Mempengaruhi Sistem Lahan basah Aliran Bawah Permukaan1. TanamanJenis tanaman yang sering digunakan untuk lahan basah buatan aliran bawah permukaan adalah jenis tanaman air atau tanaman yang tahan hidup tergenang (submerged plants atau amphibious plants). Pada umumnya tanaman air tersebut dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) tipe/kelompok, berdasarkan area pertumbuhan didalam air. Adapaun ketiga tipe tanaman air tersebut adalah sebagai berikut:1. Tanaman yang mencuat ke permukaan air, merupakan tanaman air yang memiliki system perakaran pada tanah didasar perairan dan daun berada diatas permukaan air.2. Tanaman yang mengambang dalam air, merupakan tanaman air yang seluruh tanaman (akar, batang, daun) berada di dalam air.3. Tanaman yang mengapung diatas permukaan air, merupakan tanaman air yang akar dan batangnya berada didalam air, sedangkan daun diatas permukaan air (Wigyawati, 2013).2. Media Media yang digunakan dalam reactor lahan basah aliran bawah permukaan secara umum dapat berupa tanah, pasir, batuan atau bahan-bahan lainnya. Tingkat permeabilitas dan konduktivitas hidrolis media tersebut sangat berpengaruh terhadap waktu detensi air limbah. Dimana waktu detensi yang cukup akan memberikan kesempatan kontak antara mikroorganisme dengan air limbah, serta oksigen yang dikeluarkan oleh akar.Peranan utama dari media pada lahan basah buatan aliran bawah permukaan tersebut adalah:1. Tempat tumbuh bagi tanaman2. Media berkembang-biaknya mikroorganisme3. Membantu terjadinya proses sedimentasi4. Membantu penyerapan (adsorpsi) bau dari gas hasil biodegradasi.

3.

BAB IIIMETODE PENELITIAN

Bab ini terdiri dari 6 sub bab, yaitu 3.1 rancangan penelitian, yang menjelaskan secara singkat tentang maksud dan penelitian yang dilakukan, diantaranya parameter penelitian, lokasi penelitian, dan objek penelitian. Sub bab 3.2 Bahan dan Alat Penelitian. Sub bab 3.3 variabel penelitian, yang berisi tentang variable bebas dan terikat pada penelitian. Sub bab 3.4 lokasi penelitian, yang menjelaskan tentang dimana lokasi-lokasi yang dijadikan tempat penelitian. Sub bab 3.5 Prosedur Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data, yang berisi tentang tahapan penelitian. Sub bab terakhir 3.6 Analisis Data yang menjelaskan bagaimana cara data akan dianalisis.

3.1Ringkasan PenelitianPenelitian ini dilakukan pada skala lapangan dan analisis laboratorium yang bertujuan antara lain untuk megetahui peranan dari media tanam dalam proses fitoremediasi untuk menurunkan kandungan kada Fe, Mn dan Cd pada air asam tambang dalam sistem lahan basah buatan aliran permukaan. Reactor yang digunakan berukuran 300 cm x 100 cm x 100 cm yang didesain sedemikian rupa sehingga tampak seperti lahan basah buatan pada umumnya. Tanaman yang digunakan untuk penelitian ini adalah purun tikus, eceng gondok, dan kayu gelam, sedangkan air asam tambang yang menjadi penelitian kali ini diambil dari salah satu kolam penampungan dan belum dilakukan treatment yang ada pada PT. Jorong Barutama Greston.Analisa data kandugnan logam Fe, Mn dan Cd pada media tanah disajikan dalam tabulasi data berupa table dan grafik serta analisis deskrisif, yaitu dengan membandingkan data hasil analisis kandungan Fe, Mn dan Cd pada media tanah sebelum perlakuan dengan setelah perlakuan pada reactor sehingga dapat menggambarkan perubahan hasil pengukuran.

1.2 Bahan dan Peralatan Penelitian1.2.1 Bahan PenelitianBahan-bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini, meliputi :1. Media tanam:Tanah sulfat masam, sesuai dengan habitat dari tanaman purun tikus dan kayu gelam.Tanah sulfat masam dicampurkan bokashiTanah sulfat masam dicampurkan pupuk kandang2. Tanaman purun tikus, eceng gondok, dan kayu gelam3. Air asam tambang batubara PT. Jorong Barutama Greston Kecamatan Jorong, Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan4. Bahan kimia untuk analisis parameter uji Fe, Mn dan Cd, meliputi air bebas mineral; asam nitrat (HNO3) pekat; larutan standar logam besi (Fe); logam Mangan (Mn) dengan kemurnian minimum 99,0%; gas asetilen (C2H2) Hp dengan tekanan minimum 100psi; larutan pengencer HNO3 0,05M; larutan pencuci HNO3 5% larutan kalsium dan udara tekan.

1.2.2 Peralatan PenelitianPeralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:1. Reactor penelitian dengan dimensi 3 m x 1 m x 1m.2. Gayung plastic sebagai alat penyiram tanaman.3. AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry) sebagai alat untuk mengukur kadar besi, mangan dan cadmium.4. Botol plastic sebagai tempat menampung sampel media tanam yang akan diuji.5. Kamera digital sebagai alat dokumentasi

1.3 Variabel PenelitianVariabel Penelitian yang di ambil yaitu:1. Variabel BebasVariabel bebas pada penelitian ini yaitu waktu kontak pada media tanah masam sulfat pada fitoremediasi..2. Variabel TerikatVariabel terikat yaitu variable yang dipengaruhi oleh variable bebas. pada penelitian ini yaitu nilai kandungan Fe, Mn dan Cd tanah sulfat masam..

1.4 Lokasi PenelitianLokasi-lokasi yang digunakan sebagai tempat penelitian ini adalah :1. Lokasi pengambilan sampel air asam tambang di PT. Jorong Barutama Greston Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan.2. Lokasi pengambilan contoh tanah sulfat masam dan tanaman purun tikus, eceng gondok, serta kayu gelam di Desa Puntik Tengah.3. Lokasi inkubasi, aklimatisasi dan pengujian reactor lahan basah buatan di PT. Jorong Barutama Greston Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan.4. Lokasi pengujian kadar Fe, Mn dan Cd menggunakan spektrofotometri Serapan Atom (SSA) di Laboratorium Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Lambung Mangkurat dan BLHD Banjarbaru, Kalimantan Selatan.

1.5 Prosedur Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data1.5.1 Prosedur PenelitianProsedur penelitian sebagai berikut:1. Persiapan Tanaman Purun Tikus, Eceng Gondok dan Kayu Gelama. Menyiapkan media tanam tanah sulfat masam dengan membersihkan tanah dari bahan-bahan yang tidak diinginkan seperti daun, akar tanaman, batu, dll. Setelah bebas dari bahan-bahan yang tidak diinginkan kemudian memasukkannya ke dalam bak aerator.b. Melakukan inkubasi setelah didapat tanah sulfat masam. Tujuan dilakukan inkubasi ini agar tanah sulfat masam tersebut berada dalam kondisi yang stabil. Hal tersebut juga berlaku untuk media tanah sulfat masam yang dicampurkan dengan pupuk kandan gdan bokashi. Penambahan atau pencampuran pupuk kandang dan bokashi sebanyak 10%.c. Melakukan aklimatisasi tanaman dengan memberikan air rawa selama 3 hari, ditandai dengan penambahan tinggi tanaman sekitar 1-2 cm serta kondisi tanaman yang tidak kering.d. Mengisi media tanam tanah sulfat masam pada masing-masing bak aerator dengan mencapai ketinggian 30 cm dari tinggi bak aerator. Ketinggian media 30 cm diambil berdasarkan kriteria desain yang disajikane. Menyiapkan tanaman purun tikus, eceng gondok, dan kayu gelam f. Menanam tanaman purun tikus, eceng gondok, dan kayu gelam yang telah dipilih ke dalam reactor dengan jarak tanam masing-masing rumpun adalah 15 cm. pemilihan jarak berdasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh (Widyawati, 2013) dimana dari penelitian tersebut diketahui bahwa jarak tanam yang paling baik berada pada jarak 15 cm.g. Melakukan pengoperasian reactor dengan mengaliri reactor dengan air asam tambang batubara. Volume air didapat dari persamaan;Vair = V reactor V mediaVair = (p x l x t reactor) (p x l x t media)

2. Pengoperasian Reaktora. Memasukkan air asam tambang batubara PT. Jorong Barutama Greston kedalam masing-masing reactor.b. Mengisi air asam tambang batubara sampai batas ketinggian.c. Mengambil sampel media tanah dari reactor dan menempatkannya dalam plastic untuk pengujian parameter Fe, Mn dan Cd dan menganalisis jerapan tanah pada fitoremediasi.d. Melakukan analisis laboratorium terhadap parameter media tanahe. Melakukan analisis media tanah setelah perlakuan pada reactor, dan membandingkan dengan analisis media tanah sebelum perlakuan.

3. Teknik Pengambilan DataData didapatkan dari hasil pengujian laboratorium dengan pengukuran nilai kadar Besi, Mangan dan Cadmium pada tanah sulfat masam sebelum dan sesudah pengoperasian dengan interval 1,3,5,7,14,21,27 hari penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan pengumpulan data primer dan data sekunder:1. Data PrimerData primer diperoleh dengan pengamatan secara langsung di laboratorium untuk mendapatkan informasi-informasi yang berhubungan dengan objek penelitian, khususnya untuk konsentrasi logam Fe, Mn dan Cd total yang diperiksa menggunakan AAS (Atomic absorption Spectrophotomerty).2. Data SekunderData sekunder diperoleh dari studi literatur yang berhubungan dengan penelitian untuk mempermudah penelitian yang dilakukan.

3.6 Analisis dataData hasil penelitian akan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Untuk mengetahui efisiensi atau persen kemampuan tanaman purun tikus, eceng gondok, serta kayu gelam dengan menggunakan sistem lahan basah buatan aliran permukaan dalam penurunan nilai Fe, Mn dan Cd, maka dilakukan analisis data yang diperoleh dari hasil pengamatan baik dari data utama ataupun data pendukung. Sedangkan untuk mempermudah dalam pengolahan data, maka dipergunakan uji statistic menggunakan Ms. Excel untuk uji nilai F dengan analisis ragam model linier aditif pada RAL (Rancangan Acak Lengkap) sedangkan uji lanjutan digunakan uji perbandingan nilai tengah perlakuan pada taraf 0,05.STARTStudi LiteraturTahap PersiapanPersiapan Alat dan BahaAnalisis parameter kimia pada Void berdasarkan data yanga adaTahap PelaksanaanPenelitian Lapangan: 1. Pengujian pH, DO, dan Suhu in situ2. Pengambilan sampel air di void M4E-WTahap Pasca PelaksanaanUji sampelParameter pH, DO, suhu (Alat Ukur in situ)Parameter Fe (Laboratorium)Analisis DataFINISHHasil dan Pembahasan

Gambar 3.2 Diagram Tahap Penelitian

Ide Studi

kesimpulanPembahasanAnalisis dataHasil laboratoriumData Sekunder: Keadaan dan kandungan media tanah fitoremediasiData Primer: Pengamatan langsung dilapangan Pengambilan sampel air asam tambang di PT. Jorong Barutama greston Pengambilan media tanah dan tanaman fitoremediasiIdentifikasi MasalahPengumpulan dataObservasiStudi Literatur

Gambar 3.2 Diagram Alir prosedur Penelitian

3.9Jadwal KegiatanPada proposal Tugas Akhir ini dicantumkan jadwal kegiatan yang merincikan waktu dan jenis kegiatan yang akan dilakukan untuk membantu dalam penyelesaian penelitian sehingga dapat selesai tepat waktu. Berikut tabel jadwal kegiatan penelitian penyusunan tugas akhir.

Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan PenelitianNoNama KegiatanMinggu

12345678910111213141516

Persiapan

1Perizinan

2Pengkajian Pustaka

3Pengumpulan Data Awal

4Persiapan Alat dan Bahan

Pelaksanaan

1Pengumpulan Data Penelitian

2Analisis Data Penelitian

Pelaporan

1Pembuatan Draft dan Konsultasi

2Sidang

3Perbaikan

3.10Anggaran BiayaAnggaran biaya penelitian disusun agar diketahui besar biaya yang diperlukan dalam melakukan penelitian. Berikut tabel anggaran biaya penelitian tugas akhir.Tabel 3.2 Anggaran Biaya PenelitianNoKomponenJumlahBiaya (Rp)

1Alat dan Bahan

Botol Sampel200.000

Larutan Buffer350.000

Probe-Filling Electrolyte1 x 250.000250.000

Sewa Alat5 x 100.000500.000

Akuades100.000

2Pengujian Parameter Uji

Uji Fe 10x3x Rp.50.000,-1.500.000

3Transportasi (Banjarbaru Jorong)6 x Rp. 200.000,-1.200.000

4Pembuatan proposal dan laporan akhir

Pengetikan (kertas, tinta dan sebagainya)100.000

Penggandaan dan Penjilidan Laporan150.000

Total4.350.000