65
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peningkatan kualitas hidup manusia yang menyangkut fisik dan non fisik, diperlukan sejak dini untuk meningkatkan derajat kesehatan, karena kesehatan merupakan kebutuhan dasar hidup manusia, guna memperoleh atau menciptakan manusia yang bersumber daya guna dan potensial (Adwinanty, 2004). Peningkatan kesehatan merupakan suatu keharusan apabila bangsa Indonesia ingin mencapai pembangunan manusia yang tinggi. Kesehatan merupakan hak asasi manusia termasuk hak dasar anak yang harus dipenuhi dengan baik. Anak yang sehat akan menjadi investasi bagi modal manusia yang berkualitas di masa depan. Berdasarkan data Susenas (Survei Sensus Nasional) tahun 2004-2008 cakupan pemberian ASI ekslusif di Indonesia berfluktuasi dan cenderung mengalami penurunan. Cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi

Proposal Terbaru

Embed Size (px)

DESCRIPTION

proposal

Citation preview

21

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Peningkatan kualitas hidup manusia yang menyangkut fisik dan non fisik, diperlukan sejak dini untuk meningkatkan derajat kesehatan, karena kesehatan merupakan kebutuhan dasar hidup manusia, guna memperoleh atau menciptakan manusia yang bersumber daya guna dan potensial (Adwinanty, 2004).

Peningkatan kesehatan merupakan suatu keharusan apabila bangsa Indonesia ingin mencapai pembangunan manusia yang tinggi. Kesehatan merupakan hak asasi manusia termasuk hak dasar anak yang harus dipenuhi dengan baik. Anak yang sehat akan menjadi investasi bagi modal manusia yang berkualitas di masa depan. Berdasarkan data Susenas (Survei Sensus Nasional) tahun 2004-2008 cakupan pemberian ASI ekslusif di Indonesia berfluktuasi dan cenderung mengalami penurunan. Cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan turun dari 62,2% (2007) menjadi 56,2% tahun 2008, sedangkan pada bayi sampai 6 bulan turun dari 28,6% (2007) menjadi 24,3% (2008).

Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 1997-2007 memperlihatkan terjadinya penurunan prevalensi ASI eksklusif dari 40,2% pada tahun 1997 menjadi 39,5% dan 32% pada tahun 2003 dan 2007. Terjadinya kerawanan gizi pada bayi disebabkan karena selain makanan yang kurang juga karena Air Susu Ibu (ASI) banyak diganti dengan susu botol dengan cara dan jumlah yang tidak memenuhi kebutuhan. Hal ini pertanda adanya perubahan sosial dan budaya yang negatif dipandang dari segi gizi (Februartanty, 2008).

Pertumbuhan dan perkembangan bayi sebagian besar ditentukan oleh jumlah ASI yang diperoleh termasuk energi dan zat gizi lainnya yang terkandung di dalam ASI tersebut. (Hendarto, 2008). Air Susu Ibu Eksklusif yang selanjutnya disebut ASI Eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain.( PP No 33 Tahun 2012)

Hasil Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2010 menunjukkan persentase bayi yang menyusu eksklusif sampai dengan 6 bulan hanya 61,5 % se-Indonesia. Presentasi paling rendah ditempati oleh provinsi bali sebanyak 50,2 % dan tertinggi ditempati Provinsi Nusa Tenggara Timur sebanyak 79,4 %, sedangkan di Provinsi Kepulauan Riau sendiri hanya berkisar 55,5 %.Sebagian besar proses menyusui dilakukan pada kisaran waktu 1- 6 jam setelah bayi lahir, namun masih ada 11,1 % yang dilakukan setelah 48 jam.

Dalam pembangunan bangsa, peningkatan kualitas manusia harus dimulai sedini mungkin yaitu sejak dini dan sejak masih bayi, salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas manusia adalah pemberian Air Susu Ibu (ASI). (Hull D,2008). Pemberian ASI semaksimal mungkin merupakan kegiatan penting dalam pemeliharaan anak dan persiapan generasi penerus di masa depan. Akhir-akhir ini sering dibicarakan tentang peningkatan penggunaan ASI.

Hasil identifikasi berbagai studi menunjukkan bahwa peran ayah merupakan indikator terkuat dalam pengambilan keputusan pemberian ASI dan durasi menyusui Ibu yang berpendapat bahwa ayah mendukung praktik pemberian ASI akan terus menyusui hingga 6 bulan. (Roesli ,2000). Rendahnya dukungan ayah terhadap praktik menyusui berhubungan dengan penghentian pemberian ASI pada 2 minggu setelah melahirkan. (Juherman,2008).

Menurut Februhartanty (2008) bahwa sikap positif ayah terhadap pemberian ASI berasosiasi positif terhadap peran ayah dalam pencarian informasi tentang pemberian ASI dan pemberian makanan bayi, pemilihan tempat antenatal care (ANC), keterlibatan selama kunjungan ANC dan dalam berbagai kegiatan pengasuhan anak. Pengetahuan ayah yang baik mengenai ASI akan berpengaruh signifikan terhadap peran ayah, yaitu: pencarian informasi tentang pemberian ASI dan makanan bayi, keterlibatan dalam membuat keputusan tentang pemberian makanan saat ini, keterlibatan selama kunjungan ANC serta berbagai kegiatan pengasuhan anak. (Mullick,2005).

1.2 Identifikasi MasalahMasih terbatasnya studi mengenai hubungan peran ayah terhadap pemberian ASI eksklusif di Indonesia khususnya di Kota Batam dan mendorong penulis untuk melakukan analisis lebih lanjut dalam menemukan strategi pemecahan masalah yang berkaitan dengan peran ayah terhadap praktik pemberian ASI tersebut. Berdasarkan latar belakang yang diuraikan tersebut maka penulis mengajukan perumusan masalah Bagaimana Gambaran Hubungan Peran Ayah Terhadap Pemberian ASI Eksklusif di Rumah Liar (Ruli) Baloi Kebun Kota Batam Tahun 2013.

1.3 Tujuan Penelitiana) Tujuan UmumDiketahuinya hubungan antara Peran Ayah Terhadap Pemberian ASI di Rumah Liar (Ruli) Baloi Kebun Kota Batam Tahun 2013.

b) Tujuan Khusus1. Memberikan gambaran praktik pemberian ASI eksklusif di Ruli Baloi Kebun Kota Batam tahun 2013.2. Memberikan gambaran karakteristik sosioekonomi ayah, meliputi: umur,pendidikan, status pekerjaan, dan komposisi keluarga di Ruli Baloi Kebun Kota Batam tahun 2013.

1.4 Manfaat Penelitian1.4.1. Bagi Institusi KesehatanInformasi dari penelitian ini dapat digunakan oleh pengambil kebijakan untuk membuat program-program untuk memperbaiki strategi promosi pemberian ASI dimana hal tersebut hendaknya melibatkan ayah di dalamnya dan meningkatkan pengetahuan ayah mengenai ASI.

1.4.2. Bagi MasyarakatPenelitian ini memotivasi masyarakat untuk terus meningkatkan pengetahuan mengenai ASI dan bersikap positif terhadap praktik menyusui.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

ASI Secara alamiah, seorang ibu mampu menghasilkan Air Susu Ibu (ASI) segera setelah melahirkan. ASI merupakan makanan yang paling cocok bagi bayi karena mempunyai nilai gizi yang paling tinggi dibandingkan dengan makanan bayi yang dibuat oleh manusia ataupun susu yang berasal dari hewan seperti susu sapi, susu kerbau, atau susu kambing. Pemberian ASI secara penuh sangat dianjurkan oleh ahli gizi diseluruh dunia. Tidak satupun susu buatan manusia (susu formula) dapat menggantikan perlindungan kekebalan tubuh seorang bayi, seperti yang diperoleh dari susu kolostrum(Roesli,2000).

Air susu ibu selain sebagai sumber nutrisi dapat memberi perlindungan kepada bayi melalui berbagai zat kekebalan yang dikandungnya. Walaupun ibu dalam kondisi kekurangan gizi sekalipun(Riordan,2005).

Mengingat pentingnya pemberian ASI bagi tumbuh kembang yang optimal baik fisik maupun mental dan kecerdasannya, maka perlu perhatian agar dapat terlaksana dengan benar. Faktor keberhasilan dalam menyusui adalah dengan menyusui secara dini dengan posisi yang benar ,teratur dan eksklusif.

Komposisi ASIAir susu ibu (ASI) selalu mengalami perubahan selama beberapa periode tertentu. Perubahan ini sejalan dengan kebutuhan bayi: A. Kolostrum Kolostrum terbentuk selama periode terakhir kehamilan dan minggu pertama setelah bayi lahir. Kolostrum merupakan ASI yang keluar dari hari pertama sampai hari ke-4 yang kaya zat anti infeksi dan berprotein tinggi. Kandungan proteinnya 3 kali lebih banyak dari ASI mature. Cairan emas ini encer dan seringkali berwarna kuning atau dapat pula jernih yang mengandung sel hidup yang menyerupai sel darah putih yang dapat membunuh kuman penyakit. Kolostrum merupakan pencahar yang ideal untuk membersihkan mekonium dari usus bayi yang baru lahir. Volumenya bervariasi antara 2 dan 10 ml per feeding per hari selama 3 hari pertama, tergantung dari paritas ibu (Maryunani, 2012).

B. ASI peralihan/transisiMerupakan ASI yang dibuat setelah kolostrum dan sebelum ASI Mature (Kadang antara hari ke 4 dan 10 setelah melahirkan). Kadar protein makin merendah, sedangkan kadar karbohidrat dan lemak makin tinggi. Volumenya juga akan makin meningkat.

C. ASI mature ASI matang merupakan ASI yang keluar pada sekitar hari ke-14 dan seterusnya, komposisi relative konstan. Pada ibu yang sehat dengan produksi ASI cukup, ASI merupakan makanan satu-satunya yang paling baik dan cukup untuk bayi sampai umur enam bulan, Tidak menggumpal jika dipanaskan.(Riordan, 2005)

Manfaat ASIa) Manfaat ASI bagi bayiBanyak manfaat pemberian ASI khususnya ASI ekslusif yang dapat dirasakan yaitu (1) ASI sebagai nutrisi. (2) ASI meningkatkan daya tahan tubuh (3) menurunkan risiko mortalitas, risiko penyakit akut dan kronis, (4) Meningkatkan kecerdasan, (5) Menyusui meningkatkan jalinan kasih sayang (6) Sebagai makanan tunggal untuk memenuhi semua kebutuhan pertumbuhan bayi sampai usia selama enam bulan. (7) Mengandung asam lemak yang diperlukan untuk untuk pertumbuhan otak sehingga bayi yang diberi ASI Ekslusif lebih pandai. (8) Mengurangi resiko terkena penyakit kencing manis, kanker pada anak dan mengurangi kemungkinan menderita penyakit jantung. (9) Menunjang perkembangan motorik.

b) Manfaat ASI bagi ibuManfaat ASI bagi ibu antara lain (1) Pemberian ASI memberikan 98% metode kontrasepsi yang efisien selama 6 bulan pertama sesudah kelahiran bila diberikan hanya ASI saja (ekslusif) dan belum terjadi menstruasi kembali, (2) menurunkan risiko kanker payudara dan ovarium, (3) membantu ibu menurunkan berat badan setelah melahirkan (4) menurunkan risiko DM Tipe 2 (5) Pemberian ASI sangat ekonomis, (6) mengurangi terjadinya perdarahan bila langsung menyusui setelah melahirkan (7) mengurangi beban kerja ibu karena ASI tersedia dimana saja dan kapan saja (8) meningkatkan hubungan batin antara ibu dan bayi.(Stemler, 2004)

c) Manfaat ASI bagi keluargaAdapun manfaat ASI bagi keluarga (1) Tidak perlu uang untuk membeli susu formula, kayu bakar atau minyak untuk merebus air, susu atau peralatan (2) Bayi sehat berarti keluarga mengeluarkan biaya lebih sedikit (hemat) dalam perawatan kesehatan dan berkurangnya kekhawatiran bayi akan sakit, (3) Penjarangan kelahiran karena efek kontrasepsi dari ASI ekslusif, (4) Menghemat waktu keluarga bila bayi lebih sehat (5) Pemberian ASI pada bayi (meneteki) berarti hemat tenaga bagi keluarga sebab ASI selalu siap tersedia.(Juherman,2008)

ASI EksklusifPemberian ASI eksklusif berarti memberikan hanya ASI saja. Ini berarti bayi tidak diberi air putih, teh, minuman ramuan, cairan lain, maupun makanan selama 6 bulan pertama usianya. Penting untuk menyebutkan jenis minuman dan makanan yang biasa diberikan dalam 6 bulan pertama. Dalam sebuah program ditemukan bahwa ibu-ibu menganggap pesan jangan memberi cairan tidak berlaku untuk teh/minuman herbal atau cairan lain (Anonymous 2002).

Hal yang sama juga dijelaskan oleh Roesli (2000) yaitu yang dimaksud dengan ASI eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim.

Keuntungan dari ASI akan optimal jika bayi hanya diberi ASI saja secara eksklusif tanpa pemberian makanan tambahan lain, selama 6 bulan pertama kehidupannya. Berdasarkan hal tersebut, rekomendasi UNICEF dan WHO menetapkan jangka waktu pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan, selain ASI, pemberian makanan dengan vitamin saja, obat dan teh herbal serta pemberian air kepada bayi tidak dianjurkan (WHO 1991).

Faktor penyebab berkurangnya ASIa. Faktor Menyusui Hal-hal yang dapat mengurangi produksi ASI adalah tidak melakukan inisiasi, menjadwal pemberian ASI, bayi diberi minum dari botol atau dot sebelum ASI keluar, kesalahan pada posisi dan perlekatan bayi pada saat menyusui.

b. Faktor Psikologi Ibu Persiapan psikologi ibu sangat menentukan keberhasilan menyusui. Ibu yang tidak mempunyai keyakinan mampu memproduksi ASI umunya produksi ASI akan berkurang. Stress, khawatir, ketidak bahagiaan ibu pada periode menyusui sangat berperan dalam mensukseskan pemberian ASI ekslusif. Peran keluarga dalam meningkatkan percaya diri ibu sangat besar.c. Faktor Bayi Ada beberapa faktor kendala yang bersumber pada bayi misalnya bayi sakit, prematur, dan bayi dengan kelainan bawaan sehingga ibu tidak memberikan ASI-nya menyebabkan produksi ASI akan berkurang.

d. Faktor Fisik Ibu Ibu sakit, lelah, menggunakan pil kontrasepsi atau alat kontrasepsi lain yang mengandung hormon, ibu menyusui yang hamil lagi, peminum alkohol, perokok atau ibu dengan kelainan anatomis payudara dapat mengurangi produksi ASI.(Scott, 2006).

Faktor yang mempengaruhi ibu tidak memberikan ASI eksklusif1. PengetahuanPengetahuan merupakan hasil stimulasi informasi yang diperhatikan, dipahami dan diingatnya. Informasi dapat berasal dari berbagai bentuk termasuk pendidikan formal maupun non formal, percakapan harian, membaca, mendengar radio, menonton televisi dan dari pengalaman hidup lainnya.

Menurut Roesli (2000) hambatan utama tercapainya ASI ekslusif yang benar adalah karena kurang sampainya pengetahuan yang benar tentang ASI ekslusif pada para ibu. Seorang ibu harus mempunyai pengetahuan yang baik dalam menyusui. Kehilangan pengetahuan tentang menyusui berarti kehilangan besar akan kepercayaan diri seorang ibu untuk dapat memberikan perawatan terbaik untuk bayinya dan bayi akan kehilangan sumber makanan yang vital dan cara perawatan yang optimal. Pengetahuan yang kurang mengenai ASI ekslusif terlihat dari pemanfaatan susu formula secara dini di perkotaan dan pemberian atau nasi sebagai tambahan ASI di pedesaan.

2. LingkunganMenurut Perinasia (2003) lingkungan menjadi faktor penentu kesiapan ibu untuk menyusui bayinya. Setiap orang selalu terpapar dan tersentuh oleh kebiasaan di lingkungannya serta mendapat pengaruh dari masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada kebanyakan wanita di perkotaan, sudah terbiasa menggunakan susu formula dengan pertimbangan lebih modern dan praktis.

Menurut penelitian Valdes dan Schooley (1996) wanita yang berada dalam lingkungan modern di perkotaan lebih sering melihat ibu-ibu menggunakan susu formula sedangkan di pedesaan masih banyak dijumpai ibu yang memberikan ASI tetapi cara pemberian tidak tepat. jadi pemberian ASI secara Ekslusif di pengaruhi oleh lingkungan.

3. PengalamanMenurut hasil penelitian Diana (2007) pengalaman wanita semenjak kecil akan mempengaruhi sikap dan penampilan wanita dalam kaitannya dengan menyusui di kemudian hari. Seorang wanita yang dalam keluarga atau lingkungan mempunyai kebiasaan atau sering melihat wanita yang menyusui bayinya secara teratur maka akan mempunyai pandangan yang positif tentang menyusui sesuai dengan pengalaman sehari-hari. Tidak mengherankan bila wanita dewasa dalam lingkungan ini hanya memiliki sedikit bahkan tidak memiliki sama sekali informasi, pengalaman cara menyusui dan keyakinan akan kemampuan menyusui. Sehingga pengalaman tersebut mendorong wanita tersebut untuk menyusui dikemudian harinya dan sebaliknya.

4. Dukungan keluargaLingkungan keluarga merupakan lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan ibu menyusui bayinya secara esklusif. Keluarga (suami, orang tua, mertua, ipar dan sebagainya) perlu diinformasikan bahwa seorang ibu perlu dukungan dan bantuan keluarga agar ibu berhasil menyusui secara ekslusif. Bagian keluarga yang mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap keberhasilan dan kegagalanmenyusui adalah suami. Masih banyak suami yang berpendapat salah, yang menganggap menyusui adalah urusan ibu dan bayinya. Peranan suami akan turut menentukan kelancaran refleks pengeluaran ASI (let down reflek) yang sangat dipengaruhi oleh keadaan emosi atau perasaan ibu. (Maryuani, 2012)

Karakteristik Keluarga

Menurut Atmojo (1997) dalam Adwinanti (2004), ukuran keluarga yang besar akan menambah beban keluarga apabila disertai rendahnya tingkat pendapatan keluarga, lebih buruk lagi apabila tingkat pendidikan kepala keluarga dan ibu juga terbelakang. Oleh karena itu, aspek pendapatan keluarga dan pendidikan memegang peranan penting terhadap kualitas status gizi anak balita.

Selain itu, Hastuti (2006) menambahkan bahwa semakin banyak jumlah anak dalam keluarga maka perhatian akan anak akan terbagi sehingga kehangatan kepada masing-masing anak akan berkurang, dengan kata lain semakin banyak anak maka alokasi waktu, perhatian, dan tingkat keeratan yang diberikan orangtua kepada anak akan berkurang seiring pertambahan jumlah anak.

Peranan Ayah dalam Pemberian ASI

Ayah memegang peranan penting dalam keberhasilan dan kegagalan menyusui. Sekarang ini, masih banyak ayah yang berpendapat salah bahwa menyusui adalah urusan ibu dan bayinya. Ayah menganggap cukup menjadi pengamat yang pasif saja.

Sebenarnya ayah mempunyai peran yang sangat menentukan dalam keberhasilan menyusui karena ayah akan turut menentukan kelancaran refleks pengeluaran ASI (milk let down reflex) yang sangat dipengaruhi oleh emosi atau perasaan ibu.(Juherman,2008)

Selain itu, seringkali ibu cenderung ingin menyusui dan merasa percaya diri apabila mendapat dukungan dari ayah. Akan tetapi, seringkali ayah, pada umumnya yang pertama kali menjadi ayah merasa bukan bagian dalam menyusui dan tidak memiliki peran dalam proses menyusui.

Ada 2 pendapat yang mengungkapkan jenis dukungan suami terhadap ibu menyusui secara eksklusif.

Menurut Februhartanty (2008), ada 6 pengelompokan tipe peran ayah dalam praktek menyusui secara eksklusif dan peran-peran ini dianggap sebagai dukungan kepada ibu untuk memberikan ASI eksklusif. Tipe peran tersebut, yaitu:1) Mencari informasi mengenai pemberian ASI dan pola pemberian makan bayi, yang terdiri dari: pernah mencari informasi mengenai pemberian ASI dan pola pemberian makan bayi dan tetap meneruskan pencarian informasi mengenai kedua hal tersebut hingga saat ini2) Berpartisipasi dalam pengambilan keputusan mengenai cara pemberian makan saat ini3) Memilih tempat untuk melakukan pemeriksaan kehamilan, persalinan, dan pemeriksaan pasca persalinan/imunisasi, yang terdiri dari: pemilihan tempat untuk pemeriksaan kehamilan, pemilihan tempat untuk bersalin, dan pemilihan tempat untuk pemeriksaan pasca persalinan/imunisasi4) Tingkat keterlibatan ayah selama kunjungan pemeriksaan kehamilan,5) Memiliki sikap positif terhadap kehidupan pernikahan mereka6) Terlibat dalam berbagai kegiatan perawatan anak.

Pendapat lain juga disampaikan oleh Meiliasari (2002), bahwa sukses pemberian ASI eksklusif adalah hasil kerja tim, yang beranggotakan paling sedikit dua orang, ayah dan ibu.

Menurut Meiliasari (2002), ada 7 bentuk dukungan yang harus diberikan oleh ayah pada ibu yang menyusui secara eksklusif, yaitu:1) Sebagai tim penyemangat Suami harus memberikan dukungan penyemangat kepada ibu melalui kalimat-kalimat pujian, maupun kata-kata penyemangat. Dengan hal ini ibu akan merasa sangat bangga dan senang dapat memberikan ASI eksklusif kepada bayinya.

Hal ini berkaitan dengan refleks oksitosin. Pernyataan yang mendukung juga disampaikan oleh Papu (2009), bahwa salah satu dukungan suami terhadap ibu menyusui adalah dengan tidak melontarkan kritik terhadap bentuk tubuh istri yang umumnya memang melar setelah melahirkan.

2) Membantu mengatasi masalah dalam pemberian ASI Tidak setiap ibu dapat memberikan ASI dengan lancar. Banyak ibu mengalami masalah, mulai dari ASI yang tak keluar, puting payudara lecet, pembengkakan, mastitis, stres, dll. Modal utama memecahkan keluhan secara benar adalah jika ayah/ibu menguasai teori manajemen menyusui. Ayah bisa ikut menginformasikan hal-hal yang diketahuinya, atau menunjukkan referensi, atau turun tangan langsung mengatasinya. Misal, jika payudara istri harus dipijat, dikompres, jika harus berobat, bagaimana cara menyimpan ASI perah, dll. Untuk menguasai hal ini, sebaiknya ayah ikut pergi ke klinik laktasi sebelum program menyusui dimulai.

3) Ikut merawat bayi Suami dapat ikut serta dalam merawat bayi dengan membantu mengganti popok bayi, menyendawakan bayi setelah menyusui, menggendong bayi, membantu memandikan bayi, dan bermain dengan bayi. Papu (2009), juga menyatakan bahwa ayah juga dapat membantu merawat anak-anak termasuk kakak si bayi.

4) Mendampingi ibu menyusui walaupun tengah malamMendampingi, menemani, yang sedang menyusui pun merupakan bentuk dukungan yang besar artinya. Sebisanya, ikut bangun saat istri terbangun tengah malam. Atau jika tak bisa bangun malam, paling tidak jangan tunjukkan ekspresi kesal akibat tidur yang terganggu saat bayi menangis lapar di malam hari. Tapi ada sebuah rahasia kecil. Pemandangan suami yang terkantuk-kantuk saat menunggui istri menyusui, akan sangat menyentuh perasaan istri dan membuat cinta istri semakin dalam.

5) Melayani ibu menyusuiAyah tak bisa memberi makan bayi dengan air susu, tetapi ayah dapat 'memberi makan' bayi dengan jalan memberi makan ibu. Jadi jika ingin ambil bagian dalam aktivitas 'memberi makan' ini, layani istri saat dia kelaparan dan kehausan selagi menyusui. Karena menyusui sangat menguras energi, biasanya ibu butuh ekstra asupan kalori dan cairan sesudah menyusui. Ayah bisa membantu membuatkan susu hangat, telur dadar, dan camilan lain, atau potongan buah, tanpa perlu diminta, yang disajikan untuk istri.

6) Menyediakan anggaran ekstraHal ini bisa diupayakan bersama istri sejak terjadi kehamilan. Menyusui membutuhkan ekstra dana paling tidak untuk makanan tambahan ibu, suplemen, dan peralatan menyusui lainnya (bra menyusui, alat-alat menyimpan ASI perah, dll). Tetapi angkanya pasti jauh lebih kecil daripada bayi diberi susu formula.

7) Menjaga romantisme Diakui atau tidak, kehadiran anak akan sedikit mengusik keintiman suami istri. Suami sesekali bisa merasa tersisihkan atau kehilangan romantisme karena istri sibuk menjalankan peran orang tua. Sebaliknya, kadang istri juga merasa dirinya kurang seksi dan kurang bergairah selagi menyusui, akibat kelelahan dan terlebih, bergesernya fungsi payudara dari organ seksual menjadi sumber makanan bayi. Jadi penting bagi suami untuk tidak berpaling dari istrinya yang sedang menyusui. Suami harus membantu istri menciptakan suasana romantis atau hal-hal lain yang bisa menghangatkan hubungan. Dengan demikian kegiatan menyusui bayi secara eksklusif dapat dilaksanakan dengan baik.

BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN

Kerangka Konsep Penelitian Independen Dependen

Peran Ayah dalam pemberian ASI EksklusifPraktik Pemberian ASI Eksklusif

karakteristik sosioekonomi ayah, meliputi:umur,pendidikan, status pekerjaan, dan komposisi keluarga

HipotesaBerdasarkan uraian kerangka konsep di atas, maka didapatkanlah hipotesis sebagai berikut : Ha: Terdapat hubungan peranan ayah dalam pemberian ASI EksklusifHo:Tidak terdapat hubungan peranan ayah dalam pemberian ASI Eksklusif

Variabel Penelitian

Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu konsep pengertian tertentu.(Notoadmojo, 2010)

Variabel dependen dalam studi ini adalah praktik pemberian ASI eksklusif sedangkan variabel independen Peranan Ayah dalam pemberian ASI Eksklusif. Variabel independen lainnya adalah karakteristik sosioekonomi ayah, meliputi: umur, pendidikan, status pekerjaan dan komposisi keluarga.

Definisi Operasional VariabelDefinisi operasional variable dapat di lihat pada Tabel berikut ini :Tabel 3.1 Definisi Operasional VariabelVariabelDefinisi OperasionalCara ukurAlat ukurSkalaHasil ukur

Dependen:Pemberian ASIEksklusifPraktik pemberian ASI oleh Ibu

WawancaraMenggunakan lembar chek listOrdinal1. ASI Eksklusif2. ASI Non- Eksklusif

Independen :Peranan dalamPemberian ASIPemahaman ayah mengenaiinformasi seputar ASI, Ayah menasehati pentingnya ASI eksklusif (12 Pertanyaan ) dll

WawancaraKuesioner

Ordinal1. Baik ( => 18 poin)2. Kurang < 18 poin )

Independent :Karakteristik KeluargaBesar keluarga : Berdasarkan perhitungan Ayah + Ibu + Jumlah anakWawancaraKuesioner Berdasarkan ProgramKeluarga BerencanaOrdinalKecil ( 4 orang)2. Besar (> 4 orang)

Jenis Kelamin BayiWawancaraKuesionerNominal1. Laki-laki2. Perempuan

Tingkat pendidikan ayah WawancaraKuesionerNominal1. SD2.SMP3. SMA4. Akademi5. S1/S2/S3

Umur AyahWawancaraKuesionerInterval1. 4 orang dan keluarga kecil yang jumlah anggota keluarga =< 4 orang . Pendidikan Ayah adalah pendidikan formal yang telah ditamatkan ayah dengan jenjang pendidikan yaitu SD, SLTP, SLTA, dan Perguruan Tinggi. Umur Ayah adalah umur ayah yang diukur berdasarkan umur ketika di data antara < 20 tahun ,21-30 tahun , 31- 40 tahun , 41-49 tahun. Pekerjaan Ayah adalah Pekerjaan yang dilakukan ayah sampai saat di data ..Rancangan PenelitianStudi ini didisain sebagai studi cross-sectional, dengan menerapkan suatu metode pendekatan kuantitafif dimana pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan menggunakan kuesioner terstruktur.

Populasi dan SampelPopulasiSubyek pada penelitian ini adalah ayah dan ibu yang memiliki bayi berusia 0-12 Bulan. Rumah tangga yang terpilih adalah rumah tangga dengan ibu yang secara umum terlihat sehat dan tinggal dalam satu rumah dengan ayah kandung bayi tersebut, ibu pernah menyusui bayinya, ibu melahirkan bayi tunggal cukup bulan melalui persalinan normal.Jumlah populasi pada studi ini sebesar 191 pasangan suami istri Usia subur.

SampelSampel kasus adalah sebagian dari populasi yang terpilih menjadi sampel.Jumlah sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan rumus :n = N(Z1-a/2 )2 P (1-P) (N-1) D2 + (Z1-a/2 )2 P (1-P) n= Jumlah sampel penelitian (besar sampel yang diharapkan)N= Jumlah populasi yang di ketahuiZ1-a/2 = Nilai Z pada derajat kemaknaan (biasanya 90 % = 1,64)P =Proporsi suatu kasus tertentu terhadap populasi (50 % = 0,5)D =Tingkat kesalahan = 10% = 0,1 .(10)n = 191(Z1-a/2 )2 P (1-P) (N-1) D2 + (Z1-a/2 )2 P (1-P) n = 191(1,64)2 (0,5) (1-0,5) (191-1)(0,1)2 + (1,64)2 (0,5)(0,5)n = 191 (2,6894) (0,25) (190) (0,01) + (2,6894) (0,25)n = 128,41 2,57n = 49,96 = dibulatkan menjadi 50 sampel

Kriteria Inklusi dan EksklusiKriteria inklusi sampel adalah: rumah tangga dengan ibu yang secara umum terlihat sehat, tinggal dalam satu rumah dengan ayah kandung bayi tersebut, ibu pernah menyusui bayinya, ibu melahirkan bayi tunggal cukup bulan dengan persalinan normal.

Kriteria eksklusi sampel pada studi ini adalah: rumah tangga dengan bayi yang memiliki kelainan cacat bawaan, bayi pernah diletakkan di inkubator sesaat setelah dilahirkan selama lebih dari satu hari.

Lokasi dan Waktu PenelitianStudi primer dilaksanakan di Kota Batam yaitu di Rumah Liar (Ruli ) Baloi Kebun.Pemilihan tempat dilakukan secara purposif berdasarkan jumlah kunjungan neonatus dan jumlah kelahiran yang tercatat serta pasangan usia subur di daerah ini yang sangat banyak.Studi berlangsung sejak bulan Desember 2012 hingga Bulan Februari 2013 dimana pelaksanaan wawancara dengan kuesioner terstruktur dilaksanakan pada bulan Januari 2013 hingga bulan februari 2013.

Pengumpulan DataAlat pengumpul dataDalam penelitian ini,peneliti menggunakan lembaran observasi dalam mengumpulkan data.

Tehnik pengumpulan dataData diperoleh langsung dari responden, dan pengamatan langsung dengan menggunakan angket dan lembar observasi.

Pengolahan DataPada tahap awal, data yang diperoleh dan terkumpul dilakukan proses entry, editing, coding, dan cleaning data menggunakan Microsoft Excel 2003.

Analisis Data

Pengolahan dan analisis data dilakukan menggunakan SPSS v.16.0 for Windows.Metode statistik data untuk analisa data yang digunakan pada penelitian ini adalah:a) Statistik Univariat Statistik univariat adalah suatu metode untuk menganalisa data dari suatu variabel yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu hasil penelitian (Polit & Hugler, 2002).

Pada penelitian ini, metode statistik univariat digunakan untuk menganalisa variabel independen yaitu Peran suami dan variable dependen yaitu Pemberikan ASI eksklusif. Untuk menganalisa variabel Peran suami, akan dianalisa dengan menggunakan skala ordinal dan akan ditampilkan dalam distribusi frekuensi.

Dukungan suami dikategorikan dalam kelas interval sebagai berikut : < 18 : Kurang Berperan=> 18 : Berperan Baik

Untuk menganalisa variabel pemberikan ASI eksklusif telah dianalisa dengan skala ordinal yaitu :1. ASI Eksklusif2. ASI Non- Eksklusif

b) Statistik BivariatStatistik bivariat adalah suatu metode analisa data untuk menganalisa hubungan antara dua variabel. Untuk melihat hubungan antara variable independen dan dependen digunakan uji Korelasi Spearman / chi square.karena variabel independen berskala ordinal dan variabel dependen berskala ordinal. Interpretasi hasil uji korelasi didasarkan pada nilai Sig.

Nilai Sig menginterpretasikan nilai signifikan, jika nilai Sig < 0,10 maka terdapat hubungan bermakna antar variabel yang diuji (Ho ditolak ) dan jika nilai Sig > 0,10 maka tidak terdapat hubungan yang bermakna antara variabel yang diuji (Ho diterima).

Jadwal KegiatanJadwal kegiatan penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut ini :Tabel 3.2 Jadwal kegiatan

No.KegiatanBulan / tahun

Des12Jan 13Feb13

1Studi Kepustakaan

2Penulisan Proposal

3Wawancara dan Pembagian Questioner

4Pengumpulan Data

5Analisis Data

6Penulisan Laporan Akhir

BAB IVHASIL & PEMBAHASAN

4.1. HASIL4.1.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian4.1.1.1. Letak GeografisRumah Liar Baloi Kebun terletak di Kelurahan Taman Baloi, Kecamatan Batam Kota, Kotamadya Batam. Wilayah ini terdiri dari 1 RW dan 10 RT .

Sebelah timur berbatasan dengan Perumahan Orchird Park, sebelah selatan berbatasan denganPerumahan Palm Spring, sebelah barat berbatasan dengan Superblock Imperium dan sebelah utara berbatasan dengan Polresta Barelang.

4.1.1.2. Jumlah pendudukJumlah data penduduk baloi kebun yang didapat oleh penulis dari kantor Lurah Taman Baloi sampai tanggal 31 Januari 2013 adalah 1.433 Jiwa. Tabel 4.1 Distribusi RespondenNoKeteranganJumlah sampelPersen (%)

1RT 01 & 02721.9 %

2RT 03 & 04928.1 %

3RT 05 & 06412.5 %

4RT 07 & 08515.6 %

5RT 09 & 010721.9 %

Total32100 %

Tabel diatas menjelaskan tentang alamat-alamat responden yang dipilih dengan menggunakan metode simple random sampling .

4.1.2. Karakteristik KeluargaKarakteristik yang diteliti adalah besar keluarga, tingkat pendidikan ayah, umur ayah ,dan umur bayi. Karakteristik responden diidentifikasi berdasarkan keluarga. menunjukkan secara umum responden yang memiliki keluarga kecil lebih banyak dibandingkan keluarga besar. Lebih lanjut, sebagian besar ayah memiliki tingkat pendidikan yaitu lulusan SLTP atau SLTA .Tabel 4.2. Besaran KeluargaNoKeteranganJumlah sampelPersen (%)

1Keluarga besar ( > 4 orang)1031.2 %

2Keluarga kecil ( =< 4 orang)2268.8%

Total32100 %

Karakteristik umur responden dapat dilihat dalam Tabel berikut ini .Tabel 4.3. Frekuensi Distribusi Umur AyahNoKeteranganJumlah sampelPersen (%)

120-29 tahun721.9%

230-39 tahun2165.6 %

340-49 tahun412.5%

Total32100 %

Pasangan usia subur yang diteliti menurut tabel.3 ini paling banyak berkisar 30-39 tahun sebanyak 65.6%. Tingkat pendidikan dan pekerjaan responden dapat dilihat dalam table berikut ini:Tabel 4.4 Frekuensi Tingkat pendidikan AyahNoKeteranganJumlah sampelPersen (%)

1SD26.2 %

2SMP1134.4 %

3SMA1650 %

4Akademi26.2 %

5S1/S2/S313.2 %

Total32100 %

Tabel 4.5. Distribusi Pekerjaan AyahNoKeteranganJumlah sampelPersen (%)

1Peg. Swasta515.6 %

2Petani/ pekebun39.4%

3Wiraswasta2268.8 %

4Tidak Bekerja26.2%

Total32100

4.1.3. Karakteristik BayiSetiap bayi memiliki karakteristik yang berbeda, baik jenis kelamin, dan umur. Hal ini yang menyebabkan pengamatan pada karakteristik bayi sebagai tambahan data penelitian walaupun tidak dilihat secara langsung hubungannya dalam pemberian ASI eksklusif.

Tabel 4.6. Distribusi Jenis Kelamin bayiNoKeteranganJumlah sampelPersen (%)

1Laki Laki1134.4 %

2Perempuan2165.6 %

total32100 %

Jumlah bayi laki-laki lebih sedikit dari pada bayi perempuan.Tabel 4.7. Distribusi Umur BayiNoKeteranganJumlah sampelPersen (%)

10-3 Bulan1959.4 %

24-6 Bulan1340.6 %

Total32100 %

Usia bayi berkisar antara 0-12 bulan dengan rata-rata usia 4,5 bulan.

4.1.4. Peran Ayah dalam pemberian ASITabel 4.8 dibawah menunjukkan peranan ayah dalam pemberian ASI Tabel 4.8. Peran AyahNoKeteranganJumlah sampelPersen (%)

1 Baik1753.1 %

2Kurang1546.9 %

Total32100 %

Sebaran ayah berdasarkan peranan dalam pemberian ASI dapat dilihat pada Tabel 4.9. Peranan ayah dalam pemberian ASI yang sering dilakukan pada ibu adalah menyarankan ibu mengkonsumsi makanan yang memperlancar ASI dan menciptakan suasana nyaman dan tenang selama menyusui. Sedangkan peranan ayah dalam pemberian ASI yang sering dilakukan pada bayi adalah menggendong bayi dan diberikan pada ibu untuk disusui (Tabel 4.9).

Tabel 4.9. Sebaran peran ayahNoPertanyaanSeringKadang-kadangTidak pernah

N%N%N%

1Ayah menasehati pentingnya ASI eksklusif2062.5618.8618.8

2Ayah menyarankan ibu mengkonsumsi makanan yang memperlancar ASI16501031.2618.8

3Ayah pernah menyarankan ibu untuk memberikan susu formula pada bayi1237.51340.6721.9

4Ayah mendukung ibu tetap memberikanASI eksklusif walaupun bekerja atau sibuk1753.1928.1618.8

5Ayah mendukung ibu dengan susu formula928.11546.9825

6Ayah bekerja dan mengurus bayi tugas ibu1856.21340.613.2

7Ayah menciptakan suasana nyaman dantenang selama menyusui2165.61134.400

8Ayah menggendong bayi dan diberikanpada ibu untuk disusui2475.0618.826.2

9Ayah menyendawakan bayi setelah disusui1546.9825928.1

10Ayah membeli susu untuk menjagakesehatan ibu dan kelancaran produksi ASI2062.5721.9515.6

11Ayah membeli makanan memperlancar ASI2165.6618.8515.6

12Ayah membeli buku atau majalah tentangASI untuk ibu39.4215.62475

4.1.5. Praktek pemberian ASIPraktek pemberian ASI dikelompokkan menjadi dua yaitu pemberian ASI eksklusif, ASI non- Eksklusif .Tabel 4.10. Pemberian ASINoKeteranganJumlah sampelPersen (%)

1ASI Eksklusif2062.5 %

2Non- ASI Eksklusif1237.5 %

Total32100

*Tabel 10 menunjukkan persentase Responden yang memberikan ASI eksklusif dan semi eksklusif lebih banyak dibandingkan responden yang memberikan ASI tidak eksklusif / hanya Susu Formula .

4.1.6. Hubungan Peran Ayah dengan Praktik Pemberian ASI Tabel 11 menunjukkan peranan ayah pada ibu yang memberikan ASI eksklusif lebih baik dibandingkan peranan ayah pada ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif. Namun, uji korelasi Spearman menunjukkan praktek pemberian ASI eksklusif tidak berhubungan nyata dengan peranan ayah dalam pemberian ASI (p = 0.314 dan r = 0.314).

Tabel 11. Sebaran Responden berdasarkan Praktek Pemberian ASI dan Peranan Ayah dalam Pemberian ASINoPeran AyahPemberian ASITotal

ASI EksklusifASI non -Eksklusif

1BaikJumlah12517

Persen37.515.653.1

2KurangJumlah8715

Persen2521.946.9

TotalJumlah201232

Persen62.537.5100

4.2. PEMBAHASAN4.2.1. Karakteristik KeluargaSecara umum, keluarga kecil lebih banyak dibandingkan keluarga besar. Keluarga kecil adalah keluarga yang memiliki jumlah anggota keluarga kurang atau sama dengan empat orang. Hastuti (2006) menjelaskan semakin banyak jumlah anak dalam keluarga maka alokasi waktu,perhatian, dan tingkat keeratan yang diberikan orangtua kepada anak akan berkurang seiring pertambahan jumlah anak.

Ibu dari ayah yang memiliki 1 orang anak memiliki resiko 0,5 untuk tetap menyusui eksklusif dibandingkan ibu dari ayah yang telah memiliki beberapa anak. Peran baru menjadi seorang ayah membutuhkan persiapan dan merupakan hal yang harus dipelajari. Ayah yang baru pertama kali menghadapi peran barunya dilaporkan akan lebih fokus terhadap pengasuhan bayi (Ahlborg dan Standmark dalam Nystrom dan Ohrling, 2003), memberi dukungan pada istrinya (Anderson dalam Nystrom dan Ohrling, 2003) dan membantu pekerjaan rumah tangga (Hall dalam Nystrom dan Ohrling, 2003).

Menurut Sularyo (1993) dalam Suciarni (2004) latar belakang pendidikan orangtua merupakan salah satu faktor penting yang ikut menentukan keadaan gizi anak. Status pendidikan dan status kesehatan seorang ibu menentukan praktek pengasuhan anak termasuk praktek pemberian makan kepada bayi.

4.2.2. Peranan Ayah dalam Pemberian ASI

Berdasarkan hasil penelitian diketahui sebagian besar ayah memiliki peranan Baik dalam pemberian ASI berkisar 53.1%.

Menurut Roesli (2000),sekarang ini masih banyak ayah yang berpendapat salah bahwa menyusui adalah urusan ibu dan bayinya. Ayah menganggap cukup menjadi pengamat yang pasif saja. Hal ini dapat dilihat pada hasil penelitian, terdapat 56.3% ayah memiliki kebiasaan berpikir bahwa ayah hanya bekerja dan mengurus bayi merupakan tugas ibu.

Menurut Roesli (2000) dari semua dukungan bagi ibu menyusui, dukungan ayah yang paling berarti bagi ibu. Ayah dapat berperan aktif dalam keberhasilan pemberian ASI eksklusif dengan memberikan dukungan secara emosional dan bantuan-bantuan yang praktis.

Selain itu, seringkali ibu cenderung ingin menyusui dan merasa percaya diri apabila mendapat dukungan dari ayah. Akan tetapi, seringkali ayah, pada umumnya yang pertama kali menjadi ayah merasa bukan bagian dalam menyusui dan tidak memiliki peran dalam proses menyusui.

Lebih lanjut, upaya yang dapat dilakukan ayah selama pemberian ASI adalah menyendawakan bayi setelah disusui, Bermain biasanya hal pertama yang diminta ibu untuk dilakukan ayah. Sering bayi dengan cepat mengenal ayah sebagai teman bermain dan ibu sebagai pemberi perhatian karena ayah menghabiskan banyak waktu bermain (Riordan 2005).

Selain itu, lebih dari separuh ayah sering membelikan ibu makanan yang memperlancar ASI, membantu pekerjaan rumah tangga, dan membeli susu untuk kesehatan dan produksi ASI ibu. Akan tetapi, lebih dari separuh ayah tidak pernah membelikan buku atau majalah tentang ASI untuk ibu. Membeli buku atau majalah tentang ASI untuk ibu merupakan bentuk dukungan alternative apabila ayah bekerja dan tidak dapat berperan langsung merawat bayi.

Selain bentuk dukungan ayah yang baik, terdapat juga ayah yang memberikan dukungan salah dalam pemberian ASI. Hal ini dapat dilihat bahwa terdapat lebih dari separuh ayah yang mendukung keputusan isteri menggunakan susu formula dan terdapat 37.5% ayah yang sering menyarankan ibu untuk memberikan susu formula pada bayi.

Hal ini diduga karena ayah terpengaruh oleh iklan susu formula di media massa yang menggambarkan lengkapnya kandungan gizi susu formula. Berdasarkan WHO (1999), adanya pengaruh media massa mengenai iklan susu formula bayi dapat mempengaruhi ibu untuk tidak memberikan ASI termasuk ayah.

4.2.3. Praktek Pemberian ASI

Praktek pemberian ASI pada penelitian ini dikelompokkan menjadi tiga yaitu pemberian ASI eksklusif, ASI semi eksklusif, dan ASI tidak eksklusif. Selain bayi yang diberi ASI eksklusif, seringkali bayi diberi susu formula selama berada di rumah sakit atau rumah bersalin yang disebut semi eksklusif.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui contoh yang memberikan ASI eksklusif dan semi eksklusif lebih banyak daripada contoh yang tidak memberikan ASI eksklusif.

Praktek pemberian ASI eksklusif ini didukung oleh pengetahuan dan sikap ayah dan ibu yang baik tentang ASI eksklusif.

Adanya pemberian susu formula pada bayi di rumah sakit atau rumah bersalin dapat menjadi penghambat pemberian ASI eksklusif secara optimal.

Berdasarkan penelitian Amiruddin (2006) di Makassar, ibu yang memberikan ASI tidak eksklusif mendapatkan promosi susu formula yang lebih banyak dibandingkan ibu yang memberikan ASI eksklusif pada bayi.

Keuntungan dari ASI akan optimal jika bayi hanya diberi ASI saja secara eksklusif tanpa pemberian makanan tambahan lain, selama 6 bulan pertama kehidupannya.

Berdasarkan hal tersebut, rekomendasi UNICEF dan WHO menetapkan jangka waktu pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan. Selain ASI, pemberian makanan dengan vitamin saja, obat dan teh herbal serta pemberian air kepada bayi tidak dianjurkan (WHO 1991).

Hal yang sama juga dijelaskan oleh Roesli (2000) yang dimaksud dengan ASI eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putiih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim.

Menurut Roesli (2008), bayi yang disusui eksklusif 6 bulan dan diberi ASI hingga 11 bulan saja dapat menurunkan 13.0% kematian bayi. Menurut WHO (2000), setiap tahun terdapat 1-1,5 juta bayi meninggal karena tidak diberi ASI eksklusif. Selain itu, menurut UNICEF (2006) kira-kira sebanyak 30.000 kematian balita di Indonesia dapat dicegah dengan pemberian ASI eksklusif.

4.2.4. Hubungan Peran Ayah dengan Praktik Pemberian ASIHasil penelitian menunjukkan peranan ayah pada ibu yang memberikan ASI eksklusif lebih baik daripada ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif. Akan tetapi, banyak dari responden yang masih mencampur ASI dengan susu formula .

Hal ini diduga ayah sebagai kepala keluarga memiliki keterbatasan waktu bersama ibu dan bayi dikarenakan tuntutan pekerjaan dan adanya rasa canggung pada ayah untuk memulai peranannya pada ibu dan bayi dalam pemberian ASI.

Ayah yang berperan mendukung istri untuk menyusui bayi disebut breastfeeding father. Pada dasarnya seribu ibu menyusui tidak lebih dari sepuluh orang diantaranya tidak dapat menyusui karena alasan fisiologis. Jadi, sebagian besar ibu dapat menyusui dengan baik. Hanya ketaatan mereka menyusui eksklusif 4-6 bulan tidak dipenuhi. Itulah sebabnya dorongan ayah diperlukan untuk meningkatkan kepercayaan diri ibu dalam menyusui (Khomsan 2006).

Berbeda halnya dengan pengetahuan dan sikap ayah tentang ASI, hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa Tidak terdapatnya hubungan peran Ayah dengan praktik pemberian ASI (p = 0.314 dan r = 0.314).

Menurut Roesli (2000), banyak para ayah yang ingin berperan dalam perawatan bayi meskipun mereka hanya memiliki waktu yang terbatas. Ayah hanya memiliki waktu pagi atau sore hari dan akhir pekan saja bersama ibu dan bayi. Disamping itu, ayah sering canggung ikut merawat bayi sehingga terhambat untuk mulai berperan dan dorongan eksktra pada ayah sangat diperlukan.

Studi yang dilakukan oleh Scott et al (2001) menunjukkan bahwa ibu yang mendapat dukungan ayah untuk menyusui akan memiliki kecenderungan 9 kali lebih tinggi untuk tetap melanjutkan pemberian ASI dibandingkan ibu dimana ayah lebih memilih susu formula sebagai metode pemberian makan bayi.

Sama halnya dengan hasil studi Giugliani et al (1994) yaitu ibu akan menyusui bayinya jika ayah menunjukkan dukungan positif terhadap praktik menyusui dibandingkan ibu dari ayah yang cenderung lebih suka dengan pemberian susu formula atau bahkan bersikap netral terhadap metode pemberian makan bayi dimana ibu cenderung menghentikan pemberian ASI kapan saja.

Lebih lanjut, berdasarkan penelitian Abdullah (2001) di Kota Bogor diketahui ayah merupakan pihak yang sering diajak diskusi sebelum mengambil keputusan pemberian ASI eksklusif, namun kenyataannya saat pengambilan keputusan ayah berperan sangat kecil dan banyak dilakukan ibu. Pengambilan keputusan yang didominasi oleh ibu diduga karena masih adanya stereotip bahwa masalah domestik merupakan urusan ibu, sehingga ketika berdiskusi lebih banyak membicarakan hal perawatan anak secara umum dan menyerahkan sepenuhnya keputusan yang akan diambil kepada ibu. Ibu menjadi pihak yang sentral dalam pengambilan keputusan pemberian ASI.

BAB VKESIMPULAN & SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut :1. Sebagian besar responden memiliki keluarga kecil (68.8 %).2. Lebih dari separuh ayah memiliki tingkat pendidikan sedang yaitu lulusan SLTP atau SLTA ( > 75 %).3. Sebanyak 62.5% keluarga memberikan ASI eksklusif, 37.5% Non ASI eksklusif.4. Peran Ayah dalam pemberian ASI Baik tetapi Belum ditemukan hubungan dengan praktik pemberian ASI .5. Sebagian besar ayah berumur 30-39 tahun (65.6%)6. Pekerjaan ayah yang paling banyak adalah wiraswasta (68.8 %)

5.2. SaranBerdasarkan hasil penelitian ini maka diharapkan :1. Bagi aparat pemerintahan di Ruli Baloi Kebun, Kelurahan Taman Baloi,Kecamatan Batam Kota penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi kegiatan posyandu, puskesmas atau badan kesehatan lainnya dalam rangka mempromosikan ASI eksklusif di masa mendatang.2. Bagi Pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah, Departemen Kesehatan dan instansi yang terkait,Membuat program terpadu yang bertujuan untuk meningkatan pengetahuan ASI bagi para orang tua dan calon orang tua (ayah dan ibu) sejak masa kehamilan hingga masa menyusui misalnya forum diskusi dan seminar-seminar yang menghadirkan role model atau public figure sehingga ayah mengenali perannya yang relevan dalam mencapai kesuksesan menyusui.3. Bagi calon ayah dan ayah diharapkan keterlibatannya sebagai ayah ASI (breastfeeding father) untuk meningkatkan keberhasilan pemberian ASI eksklusif.4. Hendaknya petugas kesehatan lebih meningkatkan penyuluhan mengenai informasi ASI eksklusif dan menyusui dini.5. Bagi petugas penolong kelahiran hendaknya tidak menganjurkan ibu dan memberi susu formula kepada bayi baru lahir yang dapat menyebabkan kegagalan pemberian ASI eksklusif.6. Bagi peneliti lain, sebaiknya dilakukan penelitian yang lebih komprehensif dengan sampel besar mengenai peranan ayah dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif seperti menyusui dini, fasilitas ruangan ibu melahirkan, kondisi payudara ibu, teknik menyusui bayi, paritas, pekerjaan ibu, dan promosi susu formula sehingga diperoleh gambaran yang lengkap tentang praktek pemberian ASI eksklusif.

DAFTAR PUSTAKAAdwinanti, V. 2004. Hubungan praktek pemberian ASI dengan pengetahuan ibu tentang ASI, kekhawatiran ibu, dukungan keluarga dan status gizi dari usia 0-6 bulan. [skripsi]. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Destriatania, Suci .2010 . Hubungan Antara pengetahuan dan Sikap Ayah Terhadap praktik Inisiasi Menyusui Segera dan pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Urban Jakarta tahun 2007, [Tesis]. Program Studi Ilmu Kesehatan masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta pp. 40-60.

Februhartanty, Judhihastuty. 2008. Peran Ayah dalam Optimalisasi Praktik Pemberian ASI: Sebuah Studi di Daerah Urban Jakarta Tahun 2007, [Disertasi]. Program Pascasarjana Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. pp. 70-100.

Hendarto A. dan Pringgadini K. 2008. Nilai Nutrisi Air Susu Ibu. In : IDAI. Bedah ASI : Kajian dari Berbagai Sudut Pandang Ilmiah. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, p: 46.

Hull,D. and Johnston,D.I. 2008. Dasar-dasar Pediatri,edisi 3.EGC, Jakarta pp. 76-80.

Juherman, Yulia . 2008 Pengetahuan, Sikap dan Peranan Ayah Terhadap Pemberian ASI Eklusif.[Skripsi]. Program Studi Gizi Masyarakat Fakultas Pertanian, Bogor. pp. 24-30.

Kementerian Dalam Negeri, dkk, 2005. Strategi Nasional Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu Sampai Tahun 2005. Jakarta: Direktorat Gizi Masyarakat.

Maryunani, Anik . 2012. Inisiasi Menyusui Dini, ASI Eklusif, dan Manajemen Laktasi.Trans Info Media, Jakarta. pp. 204-209

Mullick, S., Busi K and Monica W. 2005. Involving Men in Maternity Care: Health Service Delivery Issues, Agenda Special Focus, pp. 124-134.

Notoatmodjo, 2010. Metodologi penelitian kesehatan . Jakarta: PT Rineka Cipta pp. 100-105

Peraturan pemerintah no 33 Tahun 2012 tentang pemberian ASI Eklusif

Riordan J. 2005. Breastfeeding and Human Lactation. Ed ke-3. United States of America: Jones and Bartlett Publishers, Inc. pp. 324-345.

Roesli U. 2000. Mengenal ASI eksklusif. Jakarta: Trubus Agriwida. pp. 70-87.

Scott, JA. et al. 2006. Predictors of Breastfeeding Duration: Evidence From aCohort Study, Pediatrics, vol. 117, pp. 646-655.

Stremler, J and Dalia Lovera. 2004. Insight From a Breastfeeding Peer Support Pilot Program for Husbands and Father of Texas WIC Participants, J Hum Lact, vol. 20, no. 4, pp. 417-422.

Taveras EM, AM Capra, PA Bravemen, NG Jensvold, GJ Escobar, and TA Lieu 2003. Clinicians support and psychosocial risk factors associated with breastfeeding discontinuation. Pediatrics; 112 (1):108-115