109
PROPOSAL ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PELAYANAN OBSTETRIK NEONATAL EMERGENSI KOMPREHENSIF (PONEK) DI KABUPATEN PURWOREJO Oleh: ARINTA RIZA ANDRIANI NIM : 25010111130179 Pembimbing : Dra. Ayun Sriatmi, M. Kes FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 1

PROPOSAL Vancouver

Embed Size (px)

Citation preview

PROPOSAL

ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PELAYANAN OBSTETRIK NEONATAL EMERGENSI KOMPREHENSIF (PONEK) DI KABUPATEN PURWOREJO

Oleh:ARINTA RIZA ANDRIANINIM : 25010111130179Pembimbing :Dra. Ayun Sriatmi, M. Kes

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKATUNIVERSITAS DIPONEGOROSEMARANG 2015

DAFTAR ISIBAB I PENDAHULUANLatar BelakangPerumusan MasalahTujuanTujuan UmumTujuan KhususManfaat PenelitianRuang LingkupBAB II TINJAUAN PUSTAKAImplementasi Kebijakan KesehatanTeori Implementasi KebijakanKebijakan PONEKRumah Sakit PONEKKerangka TeoriBAB III METODOLOGI PENELITIANKerangka Konsep PenelitianHipotesisJenis dan Rancangan PenelitianPopulasi dan Sampel PenelitianVariabel Penelitian, Definisi OperasionalSumber Data PenelitianInstrumen PenelitianPengumpulan DataPengolahan dan Analisa DataJadwal Penelitian

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar BelakangDerajat kesehatan masyarakat suatu negara dapat dilihat dari beberapa indikator. Salah satu indikator tersebut adalah Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI). Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka kematian ibu sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Apabila dibandingkan dengan target Milineum Development Goals (MDGs) kelima tahun 2015 yaitu 102/100.000 kelahiran hidup, angka tersebut masih belum mencapai target. Sedangkan, angka kematian bayi pada tahun 2012 adalah sebesar 32 kematian per 1.000 kelahiran hidup. Angka Kematian Bayi (AKB) tersebut masih belum mencapai target MDGs kelima tahun 2015 yaitu sebesar 23 per 1.000 kelahiran hidup.(1) Angka Kematian Ibu (AKI) yang tinggi pada umumnya menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan masyarakat. Faktor penyebab kematian ibu biasanya terjadi karena banyak faktor, seperti: kualitas pelayanan kesehatan untuk ibu hamil, status gizi ibu hamil yang buruk, kejadian komplikasi pada kehamilan atau persalinan, serta kondisi lingkungan dan sosial ekonomi. Jika AKI di suatu wilayah tinggi, maka menunjukkan bahwa status kesehatan di wilayah tersebut rendah.Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan, infeksi, dan eklampsia. Perdarahan dan infeksi sebagai penyebab kematian yang mencakup kematian akibat abortus terinfeksi dan partus lama. Sekitar 5% kematian ibu disebabkan oleh penyakit yang memburuk akibat kehamilan, misalnya penyakit jantung dan infeksi yang kronis. Sedangkan, penyebab tak langsung kematian ibu antara lain anemia, kurang energi kronis (KEK), dan kondisi 4 terlalu (terlalu tua, muda, sering, dan banyak).(2)Berikut adalah diagram pie penyebab kematian ibu di Indonesia tahun 2013 berdasarkan Laporan Rutin Kesehatan Ibu tahun 2013 yang diterima dari Dinkes Provinsi.(3)

Gambar 1.1 Penyebab Kematian Ibu di Indonesia Tahun 2013Sumber: Laporan Rutin Kesehatan Ibu Tahun 2013(3)

Umumnya penyebab utama kematian ibu di Indonesia pada tahun 2013 yaitu didominasi oleh perdarahan, hipertensi, dan infeksi. Kebijakan Departemen Kesehatan untuk mempercepat penurunan AKI adalah mengupayakan agar setiap persalinan ditolong atau didampingi oleh bidan dan pelayanan obstetri dekat dengan ibu hamil. Dalam pelaksanaan operasionalnya yang telah diberlakukan sejak tahun 1994, diterapkan strategi sebagai berikut:Salah satu program dari sektor kesehatan untuk mengatasi masalah kematian ibu adalah program Safe Motherhood Initiative yang memiliki 4 pilar, yaitu: 1) Keluarga Berencana; 2) Antenatal Care; 3) Persalinan bersih; dan 4) Pelayanan masa nifas. Sebagai penekanan dari program Safe Motherhood Initiative yaitu dengan mencanangkan strategi Making Pregnancy Safer (MPS). Tujuan dari MPS adalah menurunkan kesakitan dan kematian pada ibu dan bayi baru lahir. Dalam MPS terdapat tiga hal penting, yaitu: setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, setiap komplikasi obstetrik dan neonatal mendapatkan pelayanan yang memadai, dan setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran.(4)Dalam beberapa penelitian menyimpulkan bahwa kematian ibu dan kematian bayi banyak terjadi di rumah sakit. Salah satunya dalam penelitian Lancet, yang menyatakan bahwa rumah sakit berkontribusi terhadap 40-70% Angka Kematian Ibu, persalinan di rumah berkontribusi sebesar 20-35%, dan persalinan yang terjadi di perjalanan sebesar 10-18%. Berdasarkan fakta tersebut maka dibutuhkan adanya upaya penurunan AKI yang difokuskan di rumah sakit.(3)Salah satu program kesehatan yang dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu adalah program Pelayanan Obstetrik dan Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) di rumah sakit. Rumah Sakit PONEK 24 Jam merupakan bagian dari sistem rujukan dalam pelayanan kedaruratan maternal dan neonatal, yang sangat berperan dalam menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir. Sistem rujukan dilakukan ketika seorang petugas kesehatan pada salah satu tingkat pelayanan mengalami kekurangan sumber daya dan kompetensi untuk mengatasi suatu kondisi, sehingga harus meminta bantuan kepada sarana pelayanan kesehatan lain baik yang setingkat (horizontal) maupun berbeda tingkat (vertikal).(1)Kunci keberhasilan dalam pelaksanaan program PONEK adalah ketersediaan tenaga kesehatan yang sesuai kompetensi, prasarana, sarana dan manajemen yang handal. Program PONEK tersebut dilaksanakan di semua kabupaten seluruh Indonesia. Jumlah Rumah Sakit PONEK di Indonesia sampai dengan tahun 2013 sebanyak 424 unit dari 750 unit rumah sakit umum milik pemerintah. Jumlah ini meningkat jika dibandingkan tahun 2012 yaitu sebesar 410 unit rumah sakit yang telah melaksanakan PONEK.5Angka Kematian Ibu (AKI) Jawa Tengah dan Kabupaten Purworejo pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2013 dapat dilihat pada grafik 1.2 dibawah ini:

Gambar 1.2 Grafik AKI Jawa Tengah dan Kabupaten Purworejo Tahun 2010 2013 6 7

Gambar 1.2 tersebut menunjukkan AKI Jawa Tengah cenderung meningkat dari tahun ke tahun, meskipun kenaikannya sedikit. Sedangkan AKI Kabupaten Purworejo menunjukkan pola fluktuatif. Pada tahun 2010 dan 2012 AKI Kabupaten Purworejo lebih besar, jika dibandingkan dengan AKI Jawa Tengah. Sedangkan pada tahun 2011 dan 2013, AKI Kabupaten Purworejo lebih kecil dibandingkan dengan AKI Jawa Tengah. Dari tabel tersebut, AKI di Kabupaten Purworejo dari tahun 2012 ke tahun 2013 mengalami penurunan yang cukup drastis, sehingga menimbulkan pertanyaan bagi peneliti apakah program yang berkaitan dengan kesehatan ibu sudah berjalan optimal atau ada kasus kematian ibu yang tidak dilaporkan.

Tabel 1.1 Persentase Penyebab Kematian Ibu di Kabupaten Purworejo Tahun 2011 2014TahunJumlah KasusPersentase Penyebab Kematian Ibu

PerdarahanHipertensiInfeksiLain-lain

20111040%30%10%20%

20122045%30%10%15%

2013742,86%28,57%-28,57%

2014560%20%-20%

Sumber: Bidang Kesga DKK Purworejo

Tabel 1.1 menunjukkan bahwa kematian ibu di kabupaten Purworejo umumnya disebabkan oleh perdarahan. Kemudian penyebab kedua kematian ibu adalah hipertensi dalam kehamilan yang mengindikasikan terjadinya pre-eklampsia / eklampsia. Penyebab lainnya adalah terjadinya infeksi pada saat masa nifas. Selain itu, persentase ibu yang meninggal karena sebab lain-lain proporsinya lebih banyak dibandingakan dengan infeksi. Kematian ibu karena sebab lain-lain, dapat disebabkan oleh abortus, kecelakaan kendaraan, keracunan, dan kebakaran.

Tabel 1.2 Jumlah Pasien Rujukan Ibu Bersalin ke RSUD Saras Husada Kabupaten Purworejo tahun 2011 2014.TahunTotal PasienUmur PasienDirujuk MatiTotal Meninggal

5-1415-2425-4445-6448 jam

2011202043156323---

2012326079242537213

201344018535048213

201431207423537---

Sumber: Rekam Medik RSUD Saras Husada Kabupaten Purworejo

Tabel 1.2 menunjukkan bahwa terdapat masing-masing 3 kasus kematian ibu pada tahun 2012 dan 2013 yang dirujuk ke RSUD Saras Husada. Pada tahun 2012, terdapat 3 kasus kematian ibu yang semuanya disebabkan oleh perdarahan postpartum. Sedangkan, 3 kasus kematian ibu pada tahun 2013, 2 ibu meninggal karena perdarahan postpartum, dan 1 ibu meninggal karena hipertansi yang disertai dengan komplikasi kehamilan. Sebagian besar ibu yang dirujuk ke RSUD Saras Husada memiliki diagnosa pre-eklampsia / eklampsia, hipertensi, dan komplikasi kehamilan. Angka rujukan ke RSUD Saras Husada dari tahun ke tahun cenderung meningkat, namun pada tahun 2014 mengalami sedikit penurunan. Sedangkan apabila dilihat dari proporsinya, pasien rujukan RSUD Saras Husada yang di rujuk ke rumah sakit tipe A, tahun 2014 proporsinya lebih tinggi dibandingkan tahun 2013. Hasil wawancara dengan 4 pasien yang pernah dirujuk ke RSUD Saras Husada Purworejo menyatakan bahwa mereka dirujuk oleh bidan karena persalinannya tidak dapat ditangani oleh bidan. Dari 4 pasien tersebut, 1 orang dirujuk karena ada kelainan janin, 1 orang dirujuk karena partus lama, dan 2 orang dirujuk karena hipertensi dan kehamilan risti. Menurut responden, pelayanan yang dilakukan oleh petugas sudah baik, karena sesampainya dirumah sakit langsung ditangani tanpa harus menunggu lama. Persalinan dilakukan oleh dokter spesialis dan dibantu oleh bidan. Untuk kenyamanan tempat bersalin, menurut keempat responden sudah nyaman karena ruangan yang disediakan cukup luas dan terjaga kebersihannya. Dari 4 pasien tersebut, 3 pasien berhasil ditangani di RSUD Saras Husada dan 1 pasien dirujuk ke RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Pasien yang dirujuk ke RSUP Dr. Sardjito tersebut menyatakan bahwa RSUD Saras Husada tidak bisa menangani persalinannya dikarenakan alat-alat yang tersedia kurang lengkap. Mengacu pada data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Purworejo dan RSUD Saras Husada, peneliti menemukan pelaporan kasus kematian ibu yang tidak sama. Data Profil Kesehatan Kabupaten Purworejo pada tahun 2013 yang disusun berdasarkan data laporan puskesmas dan rumah sakit, menyebutkan bahwa kejadian kematian ibu hanya terjadi di Puskesmas, tidak ada yang meninggal di rumah sakit. Sedangkan berdasarkan data yang diperoleh peneliti dari rekam medis RSUD Saras Husada, pada tahun 2013 menyebutkan bahwa ada 3 kasus kematian ibu di rumah sakit. Hal ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian laporan yang di yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Purworejo dan RSUD Saras Husada.Berdasarkan informasi yang diperoleh dari media massa yang menyatakan bahwa belum semua pihak peduli terhadap kesehatan dan keselamatan ibu hamil terutama ibu hamil dengan risiko tinggi. Ibu meninggal yang paling banyak terjadi di rumah sakit, baik di rumah sakit pemerintah maupun rumah sakit swasta. Dari segi pendanaan yang berasal dari APBD untuk kesehatan dan keselamatan ibu hamil masih minim. Selain itu untuk menekan AKI di Kabupaten Purworejo, tanggung jawab tidak hanya diserahkan sepenuhnya kepada Dinas Kesehatan, tetapi menjadi tanggung jawab bersama lintas sektoral. Dari hasil wawancara dengan pasien PONEK, pelaksanaan program PONEK di Kabupaten Purworejo masih kurang maksimal, dilihat dari segi alat-alat yang tersedia masih kurang lengkap karena masih ada pasien yang di rujuk. Berdasarkan data sekunder dari Dinas Kesehatan dan RSUD, ditemukan adanya perbedaan pelaporan tempat meninggalnya ibu, hal ini menunjukkan kurangnya koordinasi lintas sektoral. Sedangkan, berdasarkan informasi dari media massa yang menyatakan bahwa dana APBD untuk kesehatan dan keselamatan ibu masih minim dan untuk menekan AKI hanya dibebankan kepada Dinas Kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa kurangnya koordinasi lintas sektoral. Selain itu, kematian ibu banyak terjadi di rumah sakit, sehingga diduga masih kurang maksimalnya pelayanan di rumah sakit. Berdasakan fakta-fakta di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti implementasi program PONEK di Kabupaten Purworejo Jawa tengah.

B. Perumusan MasalahSalah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk menurunkan AKI dan AKB di Indonesia adalah dengan adanya program PONEK yang dilaksanakan di tiap tiap kabupaten di seluruh Indonesia. Namun pada kenyataannya, program PONEK tersebut belum dilaksanakan secara optimal, karena masih ada banyak kasus kematian ibu di beberapa daerah yang disebabkan oleh minimnya sarana dan prasarana untuk pelayanan kesehatan bagi ibu dan bayi. Program Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) merupakan pelayanan rujukan bagi persalianan ibu hamil yang tidak dapat ditangani di tingkat Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergensi Dasar (PONED). Sistem rujukan dilakukan ketika seorang petugas kesehatan pada salah satu tingkat pelayanan mengalami kekurangan sumber daya dan kompetensi untuk mengatasi suatu kondisi, sehingga harus meminta bantuan kepada sarana pelayanan kesehatan lain baik yang setingkat (horizontal) maupun berbeda tingkat (vertikal).Dari hasil wawancara dengan pasien PONEK, pelaksanaan program PONEK di Kabupaten Purworejo masih kurang maksimal, dilihat dari segi alat-alat yang tersedia masih kurang lengkap karena masih ada pasien yang di rujuk. Berdasarkan data sekunder dari Dinas Kesehatan dan RSUD, ditemukan adanya perbedaan pelaporan tempat meninggalnya ibu, hal ini menunjukkan kurangnya koordinasi lintas sektoral. Sedangkan, berdasarkan informasi dari media massa yang menyatakan bahwa dana APBD untuk kesehatan dan keselamatan ibu masih minim dan untuk menekan AKI hanya dibebankan kepada Dinas Kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa kurangnya koordinasi lintas sektoral. Selain itu, kematian ibu banyak terjadi di rumah sakit, sehingga diduga masih kurang maksimalnya pelayanan di rumah sakit. Keberhasilan dalam pelaksanaan program PONEK, tidak lepas dari berbagai faktor yang mempengaruhinya, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Pelaksanaan program PONEK masih banyak yang harus dievaluasi, agar program tersebut terlaksana secara optimal. Kurangnya koordinasi antar sektor terkait menjadi salah satu penyebab pelaksanaan PONEK menjadi kurang maksimal. Penyebab lainnya adalah masih kurangnya peralatan canggih untuk menolong persalinan sehingga pasien dirujuk ke rumah sakit yang tipenya lebih tinggi. Dalam implementasi suatu program tidak lepas dari faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pelaksanaannya. Edward menyatakan bahwa implementasi program dipengaruhi beberapa hal, seperti: komunikasi, sumberdaya, disposisi dan struktur birokrasi. Oleh karena itu berdasakan fakta-fakta di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti implementasi program PONEK di Kabupaten Purworejo Jawa tengah.

C. Tujuan1. Tujuan umumMendeskripsikan implementasi program Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) di Kabupaten Purworejo.

2. Tujuan khususa. Mendeskripsikan implementasi program Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) di Kabupaten Purworejo dari aspek komunikasi.b. Mendeskripsikan implementasi program Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) di Kabupaten Purworejo dari aspek sumber daya manusia.c. Mendeskripsikan implementasi program Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) di Kabupaten Purworejo dari aspek kelengkapan informasi.d. Mendeskripsikan implementasi program Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) di Kabupaten Purworejo dari aspek sarana dan prasarana.e. Mendeskripsikan implementasi program Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) di Kabupaten Purworejo dari aspek sikap pelaksana program.f. Mendeskripsikan implementasi program Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) di Kabupaten Purworejo dari aspek ketersediaan petunjuk pelaksanaan program.g. Mendeskripsikan implementasi program Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) di Kabupaten Purworejo dari aspek pembagian tugas kerja.

D. Manfaat Penelitian1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten PurworejoSebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Purworejo untuk meningkatkan derajat kesehatan masayarakat Kabupaten Purworejo khususnya kesehatan ibu, dengan membangun kerjasama yang baik dengan RSUD Saras Husada Kabupaten Purworejo dan sektor terkait lainnya.

2. Bagi Rumah Sakit Umum Daerah Saras Husada Kabupaten Purworejo Sebagai bahan masukan bagi RSUD Saras Husada Kabupaten Purworejo untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit khususnya pelayanan rujukan kesehatan ibu.3. Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas DiponegoroMenambah bahan kepustakaan Fakultas Kesehatan Masyarakat tentang ilmu Administrasi dan Kebijakan Kesehatan khususnya terkait implementasi program Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) di Kabupaten Purworejo.4. Bagi PenelitiMeningkatkan serta mengembangkan wawasan dan ilmu pengetahuan yang dimiliki selama masa kuliah terkait implementasi suatu kebijakan, dan sebagai praktek dalam melaksanakan penelitian.

E. Ruang Lingkup1. Ruang Lingkup KeilmuanPenelitian tentang implementasi program Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) ini termasuk ke dalam bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat khususnya bidang Administrasi dan Kebijakan Kesehatan.2. Ruang Lingkup TempatPenelitian tentang implementasi program Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) ini dilaksanakan di Kabupaten Purworejo.3. Ruang Lingkup MetodePenelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif (explanatory research). Penelitian kualitatif adalah salah satu metode penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman tentang kenyataan melalui proses berpikir induktif. Sedangkan, penelitian dengan pendekatan deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan suatu keadaan secara objektif.

4. Ruang Lingkup WaktuPenelitian ini dilaksanakan kurang lebih selama 6 bulan dari penyusunan proposal sampai dengan ujian skripsi.5. Ruang Lingkup SasaranSasaran pada penelitian ini adalah petugas Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) di Rumah Sakit Umum Daerah Saras Husada Kabupaten Purworejo.

Bab II TINJAUAN PUSTAKA

A. Implementasi Kebijakan Kesehatan1. Pengertian KebijakanPengertian kebijakan menurut Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan adalah kebijakan sebagai suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktek-praktek yang terarah. Carl J. Frederick mengartikan kebijakan sebagai serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijakan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu.8Menurut James E. Anderson mengartikan kebijakan sebagai serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu. Sedangkan Amara Raksasataya mengartikan kebijakan sebagai suatu kritik dan strategi yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan. Oleh karena itu di dalam suatu kebijakan memuat tiga elemen, yaitu:81. Identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai;2. Taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang diinginkan;3. Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari kritik atau strategi.Beberapa hal yang terkandung dalam pengertian kebijakan, yaitu sebagai berikut:81. Tujuan tertentu yang ingin dicapai. Tujuan tersebut adalah tujuan yang berpihak kepada kepentingan masyarakat (interest public);2. Serangkaian tindakan untuk mencapai tujuan. Serangkaian tindakan untuk mencapai tujuan tersebut adalah startegi yang disusun untuk mencapai tujuan dengan lebih mudah yang biasanya dijabarkan dalam bentuk program atau proyek-proyek;3. Usulan tindakan dapat berasal dari perseorangan atau kelompok dari dalam ataupun luar pemerintahan. Perseorangan atau kelompok dari dalam ataupun luar pemerintahan dalam ilmu kebijakan disebut sebagai aktor kebijakan.4. Penyediaan input untuk melaksanakan strategi. Input tersebut berupa sumberdaya baik manusia maupun bukan manusia. Analisis kebijakan adalah suatu aktivitas intelektual yang dilakukan dalam proses politik. Proses ini dapat divisualkan sebagai proses pembuatan kebijakan, yang memiliki lima tahap penting yaitu: penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan. Prosedur analisis kebijakan tertentu tepat untuk menghasilkan informasi pada tahap tertentu dari proses pembuatan kebijakan.9

2. Pengertian Kebijakan KesehatanMenurut pendapat Lee, Buse & Fustukian kebijakan kesehatan adalah tujuan dan sasaran, sebagai instrumen, proses dan gaya dari suatu keputusan oleh pengambil keputusan, termasuk implementasi serta penilaian. Leppo mendefinisikan kebijakan kesehatan adalah bagian dari institusi, kekuatan dari aspek politik yang memengaruhi masyarakat pada tingkat lokal, nasional dan dunia.10Pendapat Buse, May, & Walt yang dikutip dalam jurnal Massie menjelaskan bahwa kebijakan-kebijakan kesehatan dibuat oleh pemerintah dan swasta. Kebijakan merupakan produk pemerintah, walaupun pelayanan kesehatan cenderung dilakukan secara swasta, dikontrakkan atau melalui suatu kemitraan, kebijakannya disiapkan oleh pemerintah di mana keputusannya mempertimbangkan juga aspek politik. Jelasnya kebijakan kesehatan adalah kebijakan publik yang merupakan tanggung jawab pemerintah dan swasta. Sedangkan menurut WHO, tugas untuk menformulasi dan mengimplementasikan kebijakan kesehatan dalam satu negara adalah tanggung jawab Departemen Kesehatan.10Pengembangan kebijakan biasanya top-down di mana Departemen Kesehatan memiliki kewenangan dalam penyiapan kebijakan. Implementasi dan strateginya adalah bottom-up. Kebijakan seharusnya dikembangkan berdasarkan partisipasi masyarakat, karena mereka juga akan terlibat dalam kebijakan itu. Hal ini dimaksudkan agar kebijakan tersebut realistik dan dapat mencapai sasaran. Sehingga diperlukan komitmen dari para pemegang dan pelaksana kebijakan.10Menurut Baker suatu kebijakan kesehatan dapat berubah saat diimplementasikan, di mana bisa muncul output dan dampak yang tidak diharapkan dan tidak bermanfaat untuk masyarakat. Kebijakan kesehatan dapat dikembangkan dan akan terlaksana apabila ada bukti-bukti yang menunjang dan lengkap, kemudian dapat mendefinisikan suatu masalah dan mengklarifikasikannya sesuai dengan tujuan dan sasaran yaitu untuk menangani persoalan-persoalan kesehatan demi meningkatkan status kesehatan masyarakat.10Urgensi kebijakan kesehatan sebagai bagian dari kebijakan publik semakin menguat dikarenakan karakteistik yang ada pada sektor kesehatan sebagai berikut.111. Sektor kesehatan sangat kompleks karena berkaitan dengan dengan hajat hidup orang banyak dan kepentingan masyarakat luas.2. Consumer ignorance, keawaman masyarakat membuat posisi dan relasi masyarakat dengan tenaga medis menjadi tidak sejaja dan cenderung paternalistik, sehingga masyarakat tidak memiliki posisi tawar menawar yang baik. 3. Kesehatan memiliki sifat uncertainty atau ketidakpastian.4. Adanya eksternalitas, yaitu keuntungan yang dinikmati atau kerugian yang dirasakan oleh sebagian masyarakat karena tindakan sekelompok masyarakat lainnya.World Health Organization (WHO) membedakan secara lebih rinci peran negara dan pemerintah sebagai pelaksana di bidang kesehatan, yaitu sebagai pengarah (stewardship atau oversight), regulator (yang melaksanakan kegiatan regulasi), dan yang dikenakan regulasi. WHO menetapkan delapan elemen yang harus tercakup dan menentukan kualitas dari suatu kebijakan, yaitu:111. Pendekatan holistik, pendekatan dalam kebijakan kesehatan tidak semata-mata mengandalkan upaya kuratif, tetapi harus lebih mempertimbangkan upaya preventif, promotif, dan rehabilitatif.2. Partisipatori, partisipasi masyarakat akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas kebijakan, karena melalui partisipasi masyarakat akan menjadi pendorong dalam pengimplementasian kebijakan dan penyelesaian masalah.3. Kebijakan publik yang sehat, kebijakan harus diarahkan untuk mendukung terciptanya pembangunan kesehatan yang kondusif dan berorientasi kepada masyarakat.4. Ekuitas, distribusi pelayanan kesehatan harus merata.5. Efisiensi, pelayanan kesehatan harus berorientasi proaktif dengan mengoptimalkan biaya dan teknologi.6. Kualitas, pemerintah harus menyediakan pelayanan kesehatan yang berkualitas bagi seluruh warga negara.7. Pemberdayaan masyarakat, mengoptimalkan kapasitas sumber daya yang dimiliki terutama di daerah terpencil dan daerah perbatasan.8. Self-relient, kebijakan kesehatan yang ditetapkan sebisa mungkin dapat memenuhi keyakinan dan kepercayaan masyarakat akan kapasitas kesehatan di wilayah sendiri. Pengembangan teknologi dan riset bertujuan untuk membantu memberdayakan masyarakat dan otoritas nasional dalam mencapai standar kesehatan yang ditetapkan di masing-masing negara.

3. Pengertian Implementasi KebijakanImplementasi menurut Dunn adalah pelaksanaan pengendalian aksi-aksi kebijakan dalam kurun waktu tertentu. Lester dan Stewart memandang implementasi secara luas sebagai pelaksanaan undang-undang atau kebijakan yang melibatkan seluruh aktor, organisasi, prosedur, serta aspek teknik untuk meraih tujuan-tujuan kebijakan atau program-program Ada dua alternatif dalam implementasi kebijakan, yaitu mengimplementasikan dalam bentuk program atau membuat kebijakan turunanny.11Secara lebih luas, implementasi dapat didefinisikan sebagai proses administrasi dari hukum yang didalamnya tercakup keterlibatan berbagai macam aktor, organisasi, prosedur, dan teknik yang dilakukan agar kebijakan yang telah ditetapkan mempunyai akibat, yaitu tercapainya tujuan kebijakan. Implementasi kebijakan dapat juga dipahami sebagai suatu proses, output, dan outcome. Implementasi sebagai proses karena didalamnya terjadi beberapa rangkaian aktivitas yang berkelanjutan. Implementasi diartikan sebagai output, yaitu dengan melihat apakah aktivitas dalam mencapai tujuan program telah sesuai dengan arahan implementasi sebelumnya atau bahkan mengalami penyimpangan-penyimpangan. Implementasi sebagai outcome, akibat yang ditimbulkan dari adanya implementasi kebijakan, yaitu apakah implementasi suatu kebijakan dapat mengurangi masalah atau bahkan menambah masalah baru dalam masyarakat.12Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Untuk mengimplementasikan kebijakan publik, ada dua pilihan langkah yang ada yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program atau melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik tersebut. Kebijakan publik dalam bentuk Undang-Undang atau Perda adalah jenis kebijakan yang memerlukan kebijakan publik penjelas atau yang sering diistilahkan sebagai peraturan pelaksanaan. Kebijakan publik yang bisa langsung operasional antara lain Keppres, Inper, Kepmen, Keputusan Kepala Daerah, Keputusan Kepala Dinas, dan lain-lain.13Dalam proses implementasi kebijakan publik terdapat banyak faktor yang mempengaruhinya, seperti kemampuan penyediaan sumberdaya, struktur hubungan antar pemerintahan, pelaporan dalam birokrasi, pengaruh lawan politik, dan kejadian-kejadian yang tak terduga yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya yang muncul dalam pencapaian tujuan. Di negara yang sedang berkembang, implementasi lebih menyoroti perbedaan-perbedaan yang muncul dalam penetapan tujuan dengan hasil yang dicapai oleh implementasi. Karenanya lebih dititikberatkan pada masalah pengadministrasian aparatur, prosedur pelaksanaan, birokrasi dan karakteristik pejabat-pejabatnya. Implementasi berkaitan dengan usaha melaksanakan program atau kebijakan, mengadministrasikannya maupun usaha untuk memberikan dampak tertentu dari program atau kebijakan tersebut kepada masyarakat.8Fungsi implementasi adalah membentuk suatu upaya yang memungkinkan tujuan-tujuan atau sasaran kebijakan publik dapat direalisasikan sebagai hasil dari kegiatan pemerintahan. Oleh karena itu implementasi menyangkut kreativitas dari pelaksana kebijakan untuk merancang dan menemukan alat-alat khusus untuk mencapai tujuan tersebut. Tujuan kebijakan publik diterjemahkan dalam bentuk program-program yang lebih operasional. Proses implementasi secara universal dapat dimulai ketika sasaran dan tujuan umum telah diterjemahkan menjadi program serta dana telah dialokasikan untuk mencapai tujuan tersebut.8 Menurut Solichin Abdul Wahab, fungsi implementasi ialah cara-cara yang dirancang secara khusus agar tercapai tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang dikehendaki oleh pemerintah. Kebijakan-kebijakan publik yang masih abstrak isinya di terjemahkan ke dalam program-program yang lebih operasional sehingga lebih memudahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang dikehendaki. Program-program aksi tersebut diperinci lebih lanjut ke dalam bentuk proyek-proyek, yang merupakan instrumen untuk mengimplementasikan kebijakan.14Pelaksanaan kebijakan dalam konteks manajemen berada dalam kerangka organizing-leading-controlling. Ketika kebijakan telah dibuat, tugas selanjutnya adalah mengorganisasikannya, melaksanakan kepemimpinan untuk memimpin pelaksanaan, dan melakukan pengendalian pelaksanaan tersebut. Dalam implementasi kebijakan, ada hal penting, yaitu diskresi, atau ruang gerak bagi individu pelaksana di lapangan untuk memilih tindakan sendiri yang otonom dalam batas wewenangnya apabila menghadapi situasi khusus, misalnya apabila kebijakan berbeda dengan kondisi lapangan. Dalam pelaksanaan kebijakan pada tingkat tertentu selalu diperlukan penyesuaian kebijakan dengan implementasi, sehingga pelaksana kebijkan diberikan ruang gerak untuk melakukan adaptasi tersebut.13Pada dasarnya ada lima tepat yang perlu dipenuhi agar implementasi kebijakan berjalan secara efektif. Pertama, apakah kebijakan yang dibuat tersebut sudah tepat, harus memuat hal-hal yang dapat memecahkan masalah yang hendak dipecahkan. Kedua, tepat pelaksananya, karena aktor impementasi bukan hanya pemerintah. Ada tiga lembaga yang dapat menjadi pelaksana, yaitu pemerintah, kerjasama antara pemerintah-masyarakat/swasta, atau implementasi kebijakan yang diswastakan. Ketiga, tepat target yaitu apakah target yang diintervensi sesuai dengan yang direncanakan.13Kesiapan implementasi sangat menentukan efektivitas dan keberhasilan suatu kebijakan. Penyusunan kebijakan berbasis data atau bukti juga berpengaruh besar terhadap sukses-tidaknya implementasi kebijakan. Oleh karena itu, keberadaan beberapa aktor utama untuk menganalisis kesiapan, memasukkan hasil penelitian kebijakan sebagai pertimbangan implementasi kebijakan menjadi sangat penting. Para aktor utama ini juga perlu mengambil dan memiliki tanggung jawab terhadap implementasi kebijakan sekaligus memantau kemajuan, mengevaluasi hasil, dan memastikan umpan balik untuk pembuat kebijakan serta mengenalkan aplikasi dari semua hasil penelitian.11Kebijakan yang telah direkomendasikan untuk dipilih oleh policy maker bukan jaminan bahwa kebijakan tersebut dapat berhasil dalam implimentasinya. Hal ini disebabkan karena ada banyak variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan baik yang bersifat individual maupun kelompok atau institusi. Implementasi dari suatu program melibatkan upaya-upaya policy maker untuk mempengaruhi perilaku birokrat pelaksana agar bersedia memberikan pelayanan dan mengatur perilaku kelompok sasaran.15Tahap pelaksanaan kebijakan mencakup berbagai kegiatan. Pertama, menyediakan sumber daya bagi pelaksanaan kebijakan. Kedua, melakukan interpretasi dan penjabaran kebijakan ke dalam bentuk peraturan pelaksanaan dan petunjuk pelaksanaan. Ketiga, menyusun perncanaan sejumlah langkah kegiatan pelaksanaan menurut waktu, tempat, situasi, dan anggaran. Keempat, pengorganisasian secara rutin atas personal, anggaran, dan sarana material lainnya. Kelima, memberikan manfaat kepada individu dan masyarakat.16Bentuk tujuan-tujuan kebijakan yang telah dirumuskan dapat membawa dampak terhadap implementasinya. Apakah tujuan tersebut telah dirumuskan dengan jelas, dan apakah pejabat-pejabat politik dan administrasi memiliki komitmen terhadap tujuan-tujuan tersebut yang nantinya akan berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan proses implementasi.16

B. Teori Implementasi KebijakanKeberhasilan implementasi kebijakan akan ditentukan oleh banyak variabel atau faktor, dan masing masing variabel tersebut saling berhubungan satu sama lain. Salah satu teori tentang implementasi adalah teori implementasi kebijakan yang dikemukakan oleh George C. Edward III. Menurut pandangan Edward III, implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel, yaitu: komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan struktur birokrasi.15Keempat variabel tersebut dalam model yang dibangun oleh Edward memiliki keterkaitan satu dengan yang lain dalam mencapai tujuan dan sasaran program / kebijakan. Semua saling bersinergi dalam mencapai tujuan dan satu variabel akan sangat mempengaruhi variabel yang lain. Berikut ini adalah skema dari model implementasi kebijakan George C. Edward III.17

Gambar 2.1 Model Implementasi Edward III

KomunikasiSumberdayaStruktur BirokrasiDisposisiImplementasi

Sumber: Edward III, 1980: 48 17

a) KomunikasiKomunikasi adalah pemindahan informasi yang dapat dimengerti dari dua atau satu orang/kelompok kepada orang / kelompok lainnya. Komunikasi itu melayani empat macam fungsi besar di dalam sebuah kelompok organisasi atau organisasi yaitu fungsi kontrol, motivasi, ekspresi emosional, dan informasi.18 Komunikasi adalah proses pengoperasian ransangan (stimulus) dalam bentuk lambang atau simbol bahasa atau gerak (non verbal), untuk mempengaruhi perilaku orang lain. Stimulus dapat berupa suara / bunyi atau bahasa lisan, maupun berupa gerakan, tindakan, atau simbol-simbol yang diharapkan dapat dimengerti oleh penerima stimulus, dan penerima stimulus dapat meresponnya sesuai dengan yang dimaksud oleh pengirim stimulus. Reaksi atau respon yang diberikan dalam bentuk bahasa maupun simbol-simbol merupakan hasil dari proses komunikasi. Proses komunikasi yang menggunakan stimulus atau respon dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tulisan, disebut komunikasi verbal. Seangkan apabila proses komunikasi menggunakan simbol-simbol tertentuk disebut komunikasi non verbal.19Agar terjadi komunikasi yang efektif antara pihak satu dengan pihak yang lain maka diperlukan beberapa unsur komunikasi, yaitu:19a. Komunikator (source), adalah orang yang menyampaikan atau mengeluarkan stimulus dalam bentuk informasi atau pesan yang harus disampaikan kepada pihak atau orang lain, dan diharapkan orang tersebut memberikan respon atau jawaban. Apabila orang lain tidak memberikan respon atau jawaban, berarti tidak terjadi komunikasi antara kedua orang tersebut.b. Komunikasn (receiver), orang yang menerima stimulus dan memberikan respon terhadap stimulus yang telah diberikan. Respon tersebut dapat bersifat pasif yaitu memahami atau mengerti apa yang dimaksud oleh komunikator, atau dalam bentuk aktif yaitu dalam bentuk ungkapan melalui bahasa lisan atau tulisan atau menggunakan simbol-simbol. Menerima stimulus saja tanpa memberikan respon belum terjadi proses komunikasi.c. Pesan (mesage), adalah isi stimulus yang dikeluarkan oleh komunikator kepada komunikan. Isi stimulus yang berupa pesan atau informasi ini dikeluarkan oleh komunikator tidak sekedar diterima atau dimengerti oleh komunikan, tetapi diharapkan agar direspon secara positif dan aktif berupa perilaku atau tindakan.d. Saluran (media), adalah alat atau sarana yang digunakan oleh komunikator dalam menyampaikan pesan atau informasi kepada komunikan. Jenis dan bentuk media komunikasi sangat bervariasi, mulai dari yang paling tradisional yaitu melalui mulut (lisan), bunyi-bunyian (kentongan), tulisan (cetakan) sampai dengan elektronik yang paling modern, yaitu televisi dan internet.Pembangunan di sektor kesehatan tidak akan berjalan dengan baik dan efektif tanpa adanya proses komunikasi. Komunikasi di sektor kesehatan tidak hanya diperlukan untuk melibatkan seluruh komponen masyarakat agar berpartisipasi dalam pembangunan kesehatan, tetapi juga diperlukan untuk memperoleh dukungan politik dan kebijaksanaan dari para pejabat penyelenggara negara / pemerintah. Agar proses komunikasi kesehatan berjalan secara efektif dan terarah, maka dapat dilakukan melalui bentuk-bentuk komunikasi sebagai berikut:19a. Komunikasi intrapersonal, adalah komunikasi di dalam diri sendiri, terjadi apabila seseorang memeikirkan masalah yang sedang dihadapi. Komunikasi intrapersonal juga terjadi apabila seseorang melakukan pertimbangan-pertimbangan sebelum mengambil suatu keputusan.b. Komunikasi interpersonal, adalah salah satu bentuk komunikasi yang paling efektif, karena antara komunikator dan komunikan dapat langsung bertatap muka, sehingga pesan atau informasi yang disampaikan oleh komunikator, langsung dapat direspon atau ditanggapi pada saat itu juga. Apabila terjadi ketidakjelasan pesan atau informasi yang diterima oleh komunikan, maka dapat diklarifikasi atau dijelaskan oleh komunikator pada saat itu juga. Media yang paling penting dalam komunikasi antar pribadi adalah bahasa, baik lisan maupun tulisan. Namun untuk visualisasi atau ilustrasi informasi yang memerlukan dukungan data, perlu dibantu dengan alat bantu media lain seperti: grafik, tabel, diagram, baik dalam bentuk cetak (leaflet, flip chart, buku) maupun elektronik (video, slide, film), dan pengeras suara (sound system).c. Komunikasi massa, adalah komunikasi yang menggunakan perantara media massa. Komunikasi melalui media massa kurang efektif bila dibandingkan dengan komunikasi interpersonal, meskipun lebih efisien. Komunikasi melalui media massa masih banyak kendalanya, jika tingkat pendidikan masyarakat masih rendah karena pesan tersebut sulit untuk dipahami oleh masyarakat. Karena sulit memahami pesan-pesan tersebut sehingga respon mereka sangat lambat, bahkan tidak meresponnya. Macam-macam media massa yang sering digunakan antara lain: media cetak (koran, majalah, jurnal, selebaran), media elektronik (radio, televisi, internet), papan nama (billboard), spanduk, umbul-umbul, dan sebagainya.d. Komunikasi organisasi, adalah komunikasi yang terjadi di antara organisasi, institusi atau lembaga. Komunikasi organisasi dapat juga terjadi di antara unit. Organisasi itu sendiri meliputi antar bagian, antar seksi, antar subbagian, antar departemen, dan sebagainya.Keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisiskan kepada kelompok sasaran (target group) sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran.15Menurut Edwards ada tiga hal penting dalam proses komunikasi, yaitu transmisi, konsistensi, dan kejelasan (clarity). Faktor pertama yang berpengaruh terhadap komunikasi kebijakan adalah transmisi. Ada beberapa hambatan yang ditimbulkan ketika mentransmisikan perintah-perintah implementasi. Diantaranya adalah pertentangan pendapat antara para pelaksana terhadap perintah yang dikeluarkan oleh pengambil keputusan. Pertentangan terhadap kebijakan-kebijakan ini akan menimbulkan hambatan-hambatan terhadap komunikasi kebijakan. Hal ini terjadi karena para pelaksana menggunakan keleluasaan kekuasaan dalam melaksanakan keputusan dari pembuat kebijakan.20 Informasi yang melewati berlapis-lapis hierarki birokrasi sehingga mempengaruhi tingkat efektifitas komunikasi kebijakan yang sedang dijalankan. Penggunaan sarana komunikasi yang tidak langsung dan tidak adanya saluran-saluran komunikasi dapat menghambat perintah-perintah pelaksana kebijakan. Penangkapan komunikasi-komunikasi juga dihambat oleh persepsi yang selektif dan ketidakmauan pelaksana untuk mengetahui persyaratan-persyaratan suatu kebijakan, kadang-kadang menyebabkan para pelaksana mengabaikan apa yang sudah jelas dan mencoba menduga-duga makna komunikasi-komunikasi yang sebenarnya.20Faktor kedua yang mempengaruhi komunikasi adalah kejelasan. Ketidakjelasan pesan komunikasi yang disampaikan akan mendorong terjadinya interpretasi yang salah bahkan bertentangan dengan makna pesan awal. Edwards mengidentifikasi ada enam faktor yang mendorong terjadinya ketidakjelasan komunikasi kebijakan, yaitu: kompleksitas kebijakan, keinginan untuk tidak mengganggu kelompok-kelompok masyarakat, kurangnya konsensus mengenai tujuan-tujuan kebijakan, masalah-masalah dalam memulai suatu kebijakan baru, menghindari pertanggungjawaban kebijakan, dan sifat pembentukan kebijakan pengadilan.20Faktor ketiga yang berpengaruh terhadap komunikasi kebijakan adalah konsistensi. Agar implementasi kebijakan berlangsung efektif maka perintah-perintah yang disampaikan harus konsisten dan jelas. Apabila perintah-perintah yang disampaikan kepada pelaksana kebijakan hanya mengandung unsur kejelasan, tetapi tidak konsisten, akan mendorong para pelaksana mengambil tindakan yang sangat longgar dalam menafsirkan dan mengimplementasikan kebijakan sehingga tujuan-tujuan kebijakan tidak tercapai.20Agar implementasi menjadi efektif, maka para implementator harus tahu apa yang seharusnya mereka kerjakan. Komando untuk mengimplementasikan kebijakan harus ditransmisikan secara tepat kepada personalia, dan kebijakan yang disampaikan harus jelas, akurat, serta konsisten. Mentransmisikan kebijakan dengan jelas akan mempermudah dalam mempercepat implementasi. Namun, para implementator kadang terbebani dengan petunjuk yang tidak konsisten.21

b) SumberdayaApabila isi suatu kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi implementor kekurangan sumberdaya untuk melaksanakannya, maka implementasi tidak akan merjalan efektif. Sumberdaya merupakan faktor penting untuk implementasi kebijakan, karena tanpa adanya sumberdaya kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja.15 Beberapa sumberdaya yang penting dalam melaksanakan kebijakan yaitu: staff yang memadai dan memiliki keahlian untuk melaksanakan tugas-tugasnya, informasi, wewenang dan fasilitas-fasilitas yang mendukung dalam pelaksanaan kebijakan.20Sumber daya yang terpenting dalam melaksanakan kebijakan adalah staff. Untuk melaksanakan keebijakan tidak cukup hanya dengn jumlah pelaksana yang memadai, tetapi pelaksana juga harus memiliki keterampilan-keterampilan untuk melakukan pekerjaannya.20 Informasi merupakan sumber penting yang kedua dalam implementasi kebijakan. Informasi memiliki dua bentuk, yaitu: informasi mengenai bagaimana melaksanakan suatu kebijakan dan data tentang kedisiplinan pelaksana kebijakan terhadap aturan yang telah ditetapkan. Pelaksana kebijakan perlu mengetahui apa yang harus dilakukan dan bagaimana mereka harus melakukannya, sehingga harus diberi petunjuk untuk melaksanakan kebijakan. Pelaksana kebijakan juga harus mengetahui apakah orang-orang lain terlibat dalam pelaksanaan kebijakan mentaati peratuaran atau tidak.20Wewenang marupakan sumber lain yang penting dalam pelaksanaan kebijakan. Wewenang akan berbeda-beda dari satu program ke program lainnya dan memiliki bentuk yang berbeda, dari memberi bantuan sampai memaksakan perilaku. Dalam beberapa hal suatu badan mempunyai wewenang yang terbatas atau kekurangan wewenang untuk melaksanakan suatu kebijakan dengan tepat. Kurangnya wewenang yang efektif disadari oleh para pejabat, dan karena itu mereka membutuhkan kerjasama dengan pelaksana-pelaksana lain jika mereka ingin melaksanakan program-program dengan berhasil.20 Fasilitas fisik juga merupakan sumber-sumber penting dalam implementasi kebijakan. Fasilitas sangat penting diperlukan untuk implementasi kebijakan yang efektif. Penyediaan fasilitas-fasilitas yang layak untuk mendukung agar implementasi menjadi efektif tidak selalu mudah. Masyarakat seringkali menentang bahkan mengkonsolidasi diri untuk menentang pembangunan-pembangunan fasilitas. Hal ini seringkali menjadi faktor penghambat para perumus kebijakan untuk menyediakan fasilitas yang memadai bagi keberhasilan implementasi kebijakan yang efektif.20

c) DisposisiDisposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka akan dapat menjalankan kebijakan dnegan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif.15Disposisi atau sikap dari implementor adalah faktor kritis ketiga dalam pendekatan implementasi kebijakan publik. Sikap-sikap para implementor akan dipengaruhi oleh berbagai pandangannya terhadap kebijakan masing-masing dengan cara apa mereka melihat kebijakan yang mempengaruhi kepentingan organisasional dan pribadinya. Para implementor tidak selalu siap untuk mengimplementasikan kebijakan sebagaimana mereka para pembuat kebijakan. Konsekuensinya, para pembuat keputusan sering dihadapkan dengan tugas mencoba untuk memanipulasi atau mengerjakan semua disposisi implementor atau untuk mengurangi opsi-opsinya.21Komitmen pemimpin akan menjadi model terbentuknya komitmen di seluruh jajaran organisasi, antara lain komitmen untuk memerhatikan pelanggan, komitmen untuk melakukan perbaikan proses yang terus menerus, komitmen untuk mewujudkan visi bersama, dan komitmen untuk melakukan pencegahan terhadap terjadinya kesalahan. Agar terwujudnya komitmen, pemimpin perlu menempatkan bawahan pada urutan pertama dalam pengambilan keputusan. Ide dan pendapat bawahan dihargai untuk menunjukkan respek pimpinan kepada bawahan.22 Komitmen hanya dapat terwujud jika tidak terjadi hambatan komunikasi sehingga komunikasi terjadi secara dua arah dan tidak ada rasa takut dalam penyampaian informasi. Perlakuan yang adil terhadap bawahan merupakan faktor penting untuk mewujudkan komitmen dalam organisasi. Komitmen dapat diciptakan oleh pimpinan dengan mengembangkan kebersamaan sebagai kesatuan dalam organisasi. Penghargaan, kesempatan untuk aktualisasi diri, dan jaminan keamanan sebagai bawahan akan mendorong adanya komitmen. Rekruitmen dengan mempertimbangkan nilai nilai yang berlaku dalam organisasi juga merupakan upaya untuk mewujudkan komitmen dalam organisasi.22Para pelaksana mempunyai keleluasaan yang besar dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan. Unit-unit birokrasi yang berbeda mempunyai pandangan-pandangan yang berbeda mengenai kebijakan-kebijakan. Dalam suatu bidang kebijakan masing-masing badan yang berhubungan mempunyai prioritas-prioritas yang berbeda, komitmen-komitmen yang berbeda, dan cara-cara penanggulangan masalah yang berbeda. Perbedaan tersebut akan menimbulkan perbedaan tanggungjawab antar personil. Oleh karena itu, implementor memegang peranan penting dalam implementasi kebijakan publik, sehingga diperlukan usaha-usaha untuk memperbaiki kecenderungan-kecenderungan tersebut salah satunya dengan memberikan insentif.20

d) Struktur BirokrasiStruktur birokrasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar (standard operating procedures atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yaitu prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks, sehingga menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel.15Dengan menggunakan SOP para pelaksana dapat memanfaatkan waktu yang tersedia, serta menyeragamkan tindakan-tindakan. Organisasi-organisasi dengan prosedur-prosedur perencanaan yang luwes dan kontrol yang besar terhadap programnya, akan lebih bisa menyesuaikan tanggung jawab daripada birokrasi yang tidak memiliki SOP. Sifat lain dari struktur birokrasi yang berpengaruh dalam pelaksanaan kebijakan adalah fragmentasi. Tanggung jawab bagi suatu bidang kebijakan sering tersebar di antara beberapa organisasi, seringkali pula terjadi desentralisasi kekuasaan tersebut dilakukan secara radikal guna mencapai tujuan-tujuan kebijakan.20

C. Pelayanan Obstetrik Neonatus Emergensi Komprehensif (PONEK)Rencana Strategis Kementerian Kesehatan untuk mencapai target MDGs kelima tahun 2015 untuk menurunkan angka kematian ibu dengan dilakukannya suatu upaya yang efisien, yaitu melalui program Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) di Rumah Sakit.1Upaya peningkatan PONEK di Rumah Sakit dilakukan melalui upaya pelatihan Tim PONEK Rumah Sakit, pemenuhan peralatan PONEK di Rumah Sakit Kabupaten / Kota, Bimbingan Teknis, Manajemen Pelayanan Keperawatan dan pelayanan darah yang aman / Bank Darah di Rumah Sakit. Pelayanan Obstetrik dan neonatal regional merupakan upaya penyediaan pelayanan bagi ibu dan bayi baru lahir secara terpadu dalam bentuk Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) di Rumah Sakit dan Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergency Dasar (PONED) di tingkat Puskesmas.1Program PONEK memiliki visi seperti Tujuan Pembangunan Millenium (Millenium Development Goals) pada tahun 2015 yaitu sebagai berikut: 1 1. Mengurangi angka kematian bayi dan balita sebesar dua pertiga dari AKB pada tahun 1990 menjadi 20 dari 25/1000 kelahiran hidup.2. Mengurangi angka kematian ibu sebesar tiga per empat dari AKI pada tahun 1990 menjadi 125/100.000 kelahiran hidup.Adapun misi dari program PONEK yaitu Menyelenggarakan pelayanan Obstetrik dan neonatal yang bermutu melalui standarisasi Rumah Sakit PONEK 24 jam, dalam rangka menurunkan Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi di Indonesia. Sedangkan tujuan dari penyelenggaraan program PONEK adalah sebagai berikut: 11. Adanya kebijakan Rumah Sakit dan dukungan penuh manajemen dalam pelayanan PONEK2. Terbentuknya Tim PONEK Rumah Sakit3. Tercapainya kemampuan teknis Tim PONEK sesuai standar4. Adanya koordinasi dan sinkronisasi antara pengelola dan penanggung jawab program pada tingkat kabupaten / kota, propinsi, dan pusat dalam manajemen program PONEK.Untuk Sasaran dari program PONEK adalah sebagai berikut: 11. Seluruh pimpinan Rumah Sakit tingkat Kabupaten / Kota2. Seluruh Dinas Kesehatan Propinsi dan Kabupaten / Kota3. Pengelola program kesehatan ibu dan anak di seluruh Dinas Kesehatan Propinsi dan Kabupaten / Kota.Adapun isi dari kebijakan PONEK di rumah sakit yaitu sebagai berikut: 11. Regionalisasi Pelayanan Obstetrik dan Neonatal adalah sistem pembagian wilayah kerja RS dengan cakupan area pelayanan yang dapat dijangkau oleh masyarakat dalam waktu kurang dari 1 jam, agar dapat memberikan tindakan darurat emergensi standar.2. RS siap PONEK 24 jam di masing masing kabupaten / kota minimal 1 RS. 3. RS kabupaten / kota harus berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan kabupaten / kota setempat untuk membina PUSKESMAS PONED di wilayah kerjanya.

D. Rumah Sakit PONEK 24 JamRegionalisasi Pelayanan Obstetrik dan Neonatal adalah suatu sistem pembagian wilayah kerja rumah sakit dengan cakupan area pelayanan yang dapat dijangkau oleh masyarakat dalam waktu kurang dari 1 jam, agar dapat memberikan tindakan darurat sesuai standar. Regionalisasi menjamin agar sistem rujukan kesehatan berjalan secara optimal. Rujukan adalah pelimpahan tanggung jawab timbal balik dua arah dari sarana pelayanan primer kepada sarana kesehatan sekunder dan tersier. 1Rumah Sakit PONEK 24 Jam adalah rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan kedaruratan maternal dan neonatal secara komprehensif dan terintegrasi 24 jam. Ruang lingkup pelayanan PONEK di RS dimulai dari garis depan/UGD dilanjutkan ke kamar operasi/ruang tindakan sampai ke ruang perawatan. Secara singkat dapat dideskripsikan sebagai berikut: 11. Stabilisasi di UGD dan persiapan untuk pengobatan deinitif.2. Penanganan kasus gawat darurat oleh tim PONEK RS di ruang tindakan.3. Penanganan operatif cepat dan tepat meliputi laparatomi dan seksio sesaria.4. Perawatan intermediate dan intensif ibu dan bayi.5. Pelayanan Asuhan Ante Natal Risiko Tinggi.Syarat minimal untuk pelayanan yang harus disediakan oleh RS PONEK adalahsebagai berikut: 11. Mampu memberikan Pelayanan Kesehatan Maternal Fisiologis dan Risiko Tinggi pada masa antenatal, intranatal dan post natal.2. Mampu memberikan Pelayanan Neonatal Fisiologis dan Risiko Tinggi pada level IIB (Asuhan Neonatal dengan Ketergantungan Tinggi) RS kelas A seharusnya mampu memberikan Pelayanan Kesehatan Maternal Risiko tinggi dan Neonatal Risiko tinggi pada level III A, sehingga dapat disebut juga RS Mampu PONEK Plus. Untuk RS tipe D, C, B dan A yang belum mencapai standar minimal kriteria RS PONEK berdasarkan Standar Kinerja Klinis, maka RS tersebut menyandang kriteria RS Belum Mampu PONEK yang memerlukan perhatian khusus dan bimbingan serta didorong untuk segera memperbaiki sistem pelayanan kesehatan di RS nya sehingga mampu memperoleh kriteria RS MAMPU PONEK. Ruang lingkup RS PONEK akan disesuaikan dengan kelas dari masing-masing Rumah Sakit. Kriteria umum untuk Rumah Sakit PONEK adalah sebagai berikut.11. Ada dokter jaga yang terlatih di UGD untuk mengatasi kasus emergensi baik secara umum maupun emergency Obstetrik neonatal.2. Dokter, bidan dan perawat telah mengikuti pelatihan tim PONEK di rumah sakit meliputi resusitasi neonatus, kegawat-daruratan Obstetrik dan neonatus.3. Mempunyai Standar Operating Prosedur penerimaan dan penanganan pasien kegawat-daruratan Obstetrik dan neonatal.4. Kebijakan tidak ada uang muka bagi pasien kegawat-daruratan Obstetrik dan neonatal.5. Mempunyai prosedur pendelegasian wewenang tertentu.6. Mempunyai standar respon time di UGD selama 10 menit, di kamar bersalin kurang dari 30 menit, pelayanan darah kurang dari 1 jam.7. Tersedia kamar operasi yang siap (siaga 24 jam) untuk melakukan operasi, bila ada kasus emergensi Obstetrik atau umum.8. Tersedia kamar bersalin yang mampu menyiapkan operasi dalam waktu kurang dari 30 menit.9. Memiliki kru/awak yang siap melakukan operasi atau melaksanakan tugas sewaktu-waktu,meskipun on call.10. Adanya dukungan semua pihak dalam tim pelayanan PONEK, antara lain dokter kebidanan, dokter anak, dokter / petugas anestesi, dokter penyakit dalam, dokter spesialis lain serta dokter umum, bidan dan perawat.11. Tersedia pelayanan darah yang siap 24 jam.12. Tersedia pelayanan penunjang lain yang berperan dalam PONEK, seperti Laboratorium dan Radiologi selama 24 jam, recovery room 24 jam, obat dan alat penunjang yang selalu siap tersedia.13. Perlengkapana) Semua perlengkapan harus bersih (bebas, debu, kotoran, bercak, cairan dll)b) Permukaan metal harus bebas karat atau bercakc) Semua perlengakapan harus kokoh (tidak ada bagian yang longgar atau tidak stabil)d) Permukaan yang dicat harus utuh dan bebas dari goresan besare) Roda perlengkapan (jika ada) harus lengkap dan berfungsi baikf) Instrumen yang siap digunakan harus disterilisasig) Semua perlengkapan listrik harus berfungsi baik (saklar, kabel dan steker menempel kokoh)14. Bahan harus berkualitas tinggi dan jumlahnya cukup untuk memenuhi kebutuhan unit ini.Kriteria khusus untuk Rumah Sakit PONEK adalah sebagai berikut. 1

1. Sumber daya manusiaMemiliki tim PONEK esensial yang terdiri dari : 1 dokter Spesialis Kebidanan Kandungan, 1 dokter spesialis anak, 1 dokter di Unit Gawat Darurat, 3 orang bidan ( 1 koordinator dan 2 penyelia), 2 orang perawat. Untuk tim PONEK menjadi ideal ditambah beberapa tenaga, yaitu: 1 Dokter spesialis anesthesi / perawat anesthesi, 6 Bidan pelaksana, 10 Perawat (tiap shift 2-3 perawat jaga), 1 Petugas laboratorium, 1 pekarya kesehatan, 1 Petugas administrasi.

Tabel 2.1 Daftar Ketenagaan RS penyelenggara PONEKNo.Jenis TenagaTugasJumlah

1.Dokter spesialisObstetrik & GinekologiPenanggung jawab pelayanankesehatan maternal & neonatal

1-2

2.Dokter spesialis AnakPelayanan kesehatan perinatal dan anak1-2

3.Dokter spesialis anestesiPelayanan anestesi

1

4.Perawat anestesiPelayanan anestesi1-2

5.Dokter terlatihPenyelenggaraan pelayanan medik2-4

6.Bidan koordinatorKoordinator asuhan pelayananKesehatan1-2

7.Bidan penyeliaKoordinasi tugas, sarana dan prasarana2-4

8.Bidan pelaksanaPelayanan asuhan kebidanan6-8

9.Perawat koordinatorAsuhan keperawatan

1-2

10.Perawat pelaksanaAsuhan keperawatan

8-11

11.Petugas laboratoriumPelayanan pemeriksaan penunjang

1-2

12.Pekarya kesehatanMembantu pelaksanaan pelayananKesehatan2-4

13.Petugas administrasiAdminisrasi dan keuangan2-4

Sumber: Buku Pedoman Rumah Sakit PONEK, DepKes RI 2008 1

2. Prasarana dan SaranaDalam rangka Program Menjaga Mutu pada penyelenggaranaan PONEK harus dipenuhi hal-hal sebagai berikut :1a) Ruang rawat inap yang leluasa dan nyamanb) Ruang tindakan gawat darurat dengan instrumen dan bahan yang lengkapc) Ruang pulih / observasi pasca tindakand) Protokol pelaksanaan dan uraian tugas pelayanan termasuk koordinasi internal3. Prasarana dan Sarana Penunjanga) Unit Transfusi Darah. Unit ini harus berfungsi untuk melakukan tes kecocokan, pengambilan donor dan tes lab : infeksi VDRL, hepatitis, HIV. Diperlukan ruang 25 m2, berisi lemari pendingin, meja kursi, lemari, telepon, kamar petugas, dsb. Memiliki peralatan sesuai dengan standar minimal peralatan maternal dan neonatal. Bagi Rumah sakit yang tidak memiliki fasilitas unit tranfusi darah / Bank darah dianjurkan untuk membuat kerjasama dengan penyedia fasilitas tersebut.b) LaboratoriumUnit ini harus berfungsi untuk melakukan tes labotratorium dalam penanganan kedaruratan maternal dalam pemeriksaan hemostasis penunjang untuk pre eklamspsia dan neonatalc) Radiologi dan USGUnit ini harus berfungsi untuk diagnosis Obstetrik dan Thoraks4. Peralatan Essensiala) Peralatan Maternal EssensialTabel 2.2 Peralatan Maternal EssensialNo.Jenis PeralatanJumlah

1.Kotak Resusitasi : Balon yang bisa mengembang sendiri berfungsi baik Bilah Laringoskop berfungsi baik Bola lampu laringskop ukuran dewasa Batre AA (cadangan) untuk bilah laringoskop Bola lampu laringoskop cadangan Selang reservoar oksigen Masker oksigen dewasa Pipa endotrakeal Plester Gunting Kateter penghisap Pipa minuman Alat suntuk 1, 21/2 , 3, 5, 10, 20 cc Ampul Epinefrin / Adrenalin NaCL 0,9% / larutan Ringer Asetat / RL MgSO4 40% Sodium bikarbonat 8,4% Kateter Vena Infus set1

111

111111111111111

2.Inkubator1

3.Penghangat (Radiant Warmer)1

4.Ekstraktor vakum1

5.Forceps naegele1

6.AVM1

7.Pompa vakum listrik1

8.Monitor denyut jantung / pernapasan1

9.Foetal Doppler1

10.Set Sectio Saesaria1

Sumber: Buku Pedoman Rumah Sakit PONEK 1

b) Peralatan Neonatal Esensial Tabel 2.3 Peralatan Neonatal EsensialNo.Jenis PeralatanJumlah

1.5 + 2 Inkubator7

2.Infant Warmer :1 (satu) unit di UGD1 (satu) unit di Kamar Bersalin2

3.Pulse Oxymeter Neonatus1

4.Therapy Sinar2

5.Syringe Pump10

6.Tabung Oksigen2

7.Lampu Tindakan1

8.Alat-Alat Resusitasi NeonatusLaryngoskop Neonatal, Lidah Kuku ukuran 0,0,0,1Ambu Bag1

9.CPAP (Continous Positive Airways Preassure)1

10.Inkubator Transport1

Sumber: Buku Pedoman Rumah Sakit PONEK 1Bila Rumah Sakit PONEK akan dikembangkan menjadi Neonatal Intensive Care Unit (NICU) perlu dilengkapi dengan: infus, ventilator, dan 5 tempat tidur.

5. Peralatan Ideala) Peralatan medis yang harus ada di masing-masing unit adalah sebagai berikut:1) Unit Perawatan intensif/Eklampsia/Sepsis untuk maternal Oksigen melalui pipa dinding, penghisap lendir, sistem udara bertekanan. Harus ada (tiga > empat), outlet (satu > dua) outlet oksigen, satu outlet udara bertekanan, dan satu outlet penghisap lendir untuk setiap tempat tidur. Tempat Tidur Obstetrik / bersalin + Tiang infus (bagian dada/kepala dapat turun naik, bagian kaki untuk litotomi) Meja instrumen Obstetrik 80 x 40 Lampu sorot Obstetrik Kursi penolong dapat turun naik Harus ada satu lemari dan meja untuk penyimpanan bahan pasokan umum, rak dan lemari kaca tidak boleh retak (agar tidak luka) Ada lemari es untuk obat oksitosin Harus ada meja di area administrasi dan penyuluhan, dan dicat dengan bahan yang dibersihkan Harus ada tiga kursi di kamar bersalin Pasokan Oksigen Lampu Darurat Paling sedikit ada satu monitor denyut jantung / pernapasan lyang berfungsi baik untuk setiap tempat tidur. Harus ada pompa vakum listrik yang bisa dipindah, selang dan reservoar bersih, jika kanister Harus ada sistem vakum penghisap melalui pipa dengan pengatur hisapan, selang dan reservoar atau kanister bersih. Harus ada outlet penghisap dalam jumlah yang cukup, satu untuk setiap tempat tidur. Harus ada pompa vakum listrik yang bisa dipindah dengan regulator penghisap, selang dan reservoar bersih atau kanister sebagai cadangan. Ada satu Oximeter nadi untuk setiap tempat tidur Ada stetoskop yang berfungsi baik setiap tiga tempat tidur Generator listrik cadangan yang dapat dioperasikan bila pasokan listrik utama tidak ada Pompa infus yang berfungsi baik setiap tempat tidur Ventilator Analisis gas darah2) Unit Perawatan Intensif Neonatal, paling sedikit harus memiliki : Satu alat penghangat (Radiant Warmer) yang berfungsi baik Satu pompa tabung yang berfungsi baik untuk setiap 3 inkubator Satu monitor denyut jantung/ pernapasan yang berfungsi baik untuk setiap 3 inkubator. Satu unit terapi sinar yang berfungsi baik untuk setiap tiga inkubator atau tempat tidur bayi Satu timbangan bayi yang berfungsi baik untuk di setiap ruangan Satu Oximeter nadi untuk setiap inkubator Stetoskop yang berfungsi baik3) Kamar Bersalin harus dilengkapi lemari dengan perlengkapan darurat medik termasuk : vakum, KTG, ECG mesin pengisap, inkubator bayi, pemancar panas (radiant warmer), oksigen, lampu sorot.

6. Peralatan Umuma) Area Cuci TanganAlat alat yang ada di area cuci tangan yaitu terdiri dari: wastafel, wadah gaun bekas, rak/gantungan pakaian, rak sepatu, lemari untuk barang pribadi, wadah tertutup dengan kantung plastik, sabun, handuk.b) Area Resusitasi dan Stabilisasi di Ruang Neonatus/UGDAlat alat yang ada di area resusitasi yaitu terdiri dari: steker listrik, meja periksa untuk ibu, jam dinding, meja perlengkapan, selimut, perlengkapan pasokan oksigen, lampu darurat, stetoskop dewasa, balon yang bisa mengembang sendiri, bilah laringoskop, batere aa (cadangan) untuk bilah laringoskop, bola lampu laringoskop cadangan, selang reservoar oksigen, masker oksigen (ukuran bayi cukup bulan dan prematur), pipa endotrakeal, plaster, gunting, kateter penghisap, naso gastric tube, alat suntik (1, 2 , 3, 5, 10, 20, 50cc), ampul epinefrin/ adrenalin, nacl 0,9% / larutan ringer asetat/ rl, dextrose 5%, sodium bikarbonat 8,4%, penghangat (radiant warmer), kateter vena.c) Unit Perawatan KhususAlat alat yang ada di unit perawatan khusus yaitu terdiri dari: steker listrik, mebel lemari instrument, lemari es, meja, kursi, wadah sampah tertutup dengan kantong plastik, jam dinding, bahan dan peralatan pasokan oksigen, lampu darurat, inkubator, penghangat (radiant warmer), timbangan bayi, alat/ instrumen ekstraktor vakum, forceps naegle, AVM, pompa vakum listrik, selang, kanister, oximeter, generator listrik darurat.d) Kamar bersalinHarus ada wastafel besar untuk cuci tangan penolong, dan sumber listrik sebanyak 4 pada titik yang berbeda.

7. Obat-Obatana) Obat-Obatan Maternal Khusus PONEK, terdiri dari: Ringer Asetat, Dextrose 10%, Dextran 40 / HES, Saline 0,9%, Adrenalin / Epinefrin, Metronidazol, Kadelex atau ampul KCL, Larutan Ringer Laktat, Kalsium Glukonat 10%, Ampisilin, Gentamisin, Kortison / Dexametason, Aminophyline, Transamin, Dopamin, Dobutamin, Sodium Bikarbonat 8.4%, MgSO4 40%, Nifedipin.b) Obat-Obatan Neonatal Khusus PONEK, terdiri dari: Dextrose 10%, Dextrose 40 %, N5, KCL, NaCl 0,9% 25 ml, NaCl 0,9% 500 ml, Kalsium Glukonat 10 ml, Dopamin, Dobutamin, Adrenalin / Epinefrin, Morphin, Sulfas Atropin, Midazolam, Phenobarbital Injeksi, MgSO4 20%, Sodium Bikarbonat 8,4 %, Ampisilin, Gentamisin8. ManajemenDirektur RS melaksanakan komitmen untuk menyelenggarakan program PONEK dengan menyelaraskan program RS untuk mendukung program PONEK dalam bentuk SK Direktur9. Sistem InformasiPONEK merupakan suatu program pelayanan dimana setiap unsur tim yang ada di dalamnya melakukan fungsi yang berbeda, sangat membutuhkan keterpaduan, kecepatan dan ketepatan informasi yang ditujukan kepada peningkatan mutu, cakupan dan efektifitas layanan kepada masyarakat. Keberadaan sistem informasi ditujukan untuk medukung proses pelaksanaan kegiatan pelayanan di rumah sakit dalam rangka pencapaian misi yang ditetapkan. Sistem informasi dimaksud pada PONEK adalah:a) Sistem informasi sehubungan dengan PONEK yang sejalan dengan visi dan misi rumah sakitb) Sistem informasi yang dapat mengintegrasikan seluruh data penting dari kamar bersalin dan ruang neonatal yang melaksanakan PONEK yang dapat diakses secara transparan melalui workstation.c) Sistem informasi yang mampu memberikan peningkatan mutu pelayanan PONEK bagi pasien, yaitu dengan tersedianya data PONEK yang lengkap dan akurat.d) Sistem informasi yang dapat mendukung mekanisme pemantauan dan evaluasi.e) Sistem informasi yang dapat membantu para pengambil keputusan dengan adanya ketersediaan data yang lengkap, akurat dan tepat waktu.f) Sistem informasi yang dapat mendukung kegiatan operasional (rutin) serta dapat meminimalkan pekerjaan yang kurang memberikan nilai tambah, meningkatkan kecepatan aktivitas rumah sakit serta dapat menciptakan titik kontak tunggal atau case manager bagi pasien.g) Sistem informasi yang dapat memberdayakan karyawan (empowering).h) Sistem informasi yang dapat mengakomodasi aktivitas yang dibutuhkan untuk keperluan penelitian dan pengembangan keilmuannya di bidang Obstetrik dan ginekologi dengan ketersediaan teknologi informasi yang mampu untuk memperoleh, mentransmisikan, menyimpan, mengolah atau memproses dan menyajikan informasi dan data baik data internal maupun data eksternal.

E. Kerangka Teori

KomunikasiTransmisi KejelasankonsistensiSumberdayaStaffInformasi, KewenanganFasilitasDisposisiEfek disposisiStaffing birokrasiInsentif Struktur BirokrasiMekanisme (SOP)Fragmentasi Implementasi

Gambar 2.2Kerangka Teori Model Edward IIIBAB III METODE PENELITIAN

A. Kerangka Konsep Penelitian

KomunikasiSumber Daya ManusiaSikap Pelaksana ProgramKetersediaan Petunjuk Pelaksanaan (SOP)Implementasi Program Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK)Kelengkapan Informasi Sarana dan PrasaranaPembagian Tugas Kerja

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

B. HipotesisBerdasarkan kerangka konsep yang telah disusun, maka hipotesis dari penelitian ini adalah:1. Komunikasi merupakan aspek penting dalam implementasi program PONEK di Kabupaten Purworejo.2. Sumber daya manusia merupakan aspek penting dalam implementasi program PONEK di Kabupaten Purworejo.3. Kelengkapan informasi merupakan aspek penting dalam implementasi program PONEK di Kabupaten Purworejo.4. Sarana dan prasarana merupakan aspek penting dalam implementasi program PONEK di Kabupaten Purworejo.5. Sikap pelaksana program merupakan aspek penting dalam implementasi program PONEK di Kabupaten Purworejo.6. Ketersediaan petunjuk pelaksanaan program (SOP) merupakan aspek penting dalam implementasi program PONEK di Kabupaten Purworejo.7. Pembagian tugas kerja merupakan aspek penting dalam implementasi program PONEK di Kabupaten Purworejo.

C. Jenis dan Rancangan PenelitianJenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif (explanatory research). Penelitian dengan menggunakan pendekatan deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan suatu keadaan secara objektif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data tersebut untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi sumber. Triangulasi sumber dilakukan dengan melaksanakan wawancara secara mendalam yaitu dengan Kepala Bidang Kesehatan Keluarga DKK Purworejo, Ketua PONEK, dan petugas PONEK di RSUD Saras Husada Kabupaten Purworejo. Studi kualitatif adalah riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Proses dan perspektif subjek lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan sebagai panduan agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan serta memberikan gambaran umum tentang latar penelitian dan bahan hasil penelitian.22Menurut Strauss dan Corbin dalam buku Basrowi dan Suwandi penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan prosedur-poresur statistik atau dengan cara kuantifikasi lainnya. Penelitian kualitatif dapat digunakan untuk meneliti kehidupan masyarakat, sejarah, tingkah laku, fungsionalisasi organisasi, gerakan sosial, atau hubungan kekerabatan. Sedangkan menurut Bogdan dan Taylor yang menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah salah satu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati.23Penelitian kualitatif adalah salah satu metode yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman tentang kenyataan melalui proses berpikir induktif. Melalui penelitian kualitatif peneliti dapat mengenali subjek, merasakan apa yang mereka alami dalam kehidupan sehari-hari, dalam penelitian ini, peneliti terlibat dalam situasi dan setting fenomena yang diteliti. Peneliti diharapkan selalu memusatkan perhatian pada kenyataan atau kejadian dalam konteks yang diteliti.23 Penelitian deskriptif umumnya bertujuan mendiskripsikan secara sistematis, faktual, dan akurat terhadap suatu populasi atau daerah tertentu mengenai berbagai sifat dan faktor tertentu. Penelitian deskriptif, analisis datanya tidak keluar dari lingkup sampel.24Penyelidikan diskriptif tertuju pada pemecahan masalah yang ada di masa sekarang. Pelaksanaan metode-metode deskriptif tidak terbatas pada pengumpulan dan penyusunan data, tetapi meliputi analisa dan interpretasi data. Ciri-ciri metode diskriptif yaitu: memusatkan pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa sekarang dan masalah-masalah aktual, menjelaskan setiap langkah dengan teliti dan terperinci, menjelaskan prosedur pengumpulan data dan analisa data. Beberapa jenis metode diskriptif yang telah lazim dilaksanakan adalah sebagai berikut:251. Teknik surveyCara pengumpulan data dari sejumlah unit atau individu dalam waktu yang bersamaan. Jumlah sampel biasanya cukup besar. Karena sampelnya besar yang dihadapi dalam satu masa itu maka teknik ini menghasilkan data kuantitatif yang menggambarkan secara umum keadaan sampel yang diselidiki.252. Studi kasusStudi kasus memusatkan perhatian pada suatu kasus secara intensif dan mendetail. Subjek yang diteliti terdiri dari satu unit yang dipandang sebagai kasus. Studi kasus umumnya menghasilkan gambaran yang longitudinal, yaitu hasil pengumpulan dan analisa data kasus dalam satu jangka waktu.253. Studi komparatifPenyelidikan deskriptif komparatif yaitu meneliti faktor-faktor tertentu yang berhubungan dengan situasi atau fenomena yang diselidiki dan membandingkan satu faktor dengan yang lain. Studi komparatif memiliki kekurangan, diantaranya adalah tidak mudahnya untuk mengenal faktor-faktor penyebab, terutama pada suatu penyelidikan dimana banyak kemungkinan terdapat saling pengaruh antara banyak faktor, atau kemungkinan adanya pengaruh-pengaruh faktor tertentu yang sulit diketahui, atau karena situasi yang dihadapi terlalu terbatas untuk mendapatkan data yang secukupnya.254. Studi waktu dan gerakPenyelidikan dalam penggunaan waktu serta tingkah laku seorang petugas, yang bertujuan untuk menemukan cara-cara mempertinggi efisiensi produksi. Studi waktu dan gerak dapat meghasilkan norma mengenai waktu atau gerak yang normal bagi seorang petugas dalam melakukan tugas tertentu.255. Analisa tingkah lakuTeknik ini banyak persamaannya dengan studi gerak dan waktu. Ini bermanfaat untuk menetapkan kriteria penilaian pekerjaan yang baik, untuk menyusun rencana-rencana latihan atau untuk memberi keseimbangan antara pekerjaan yang diperikan dengan upah yang diterima oleh setiap petugas.25

6. Analisa kuantitatifDengan analisa kuantitatif akan diperoleh gambaran sistematik mengenai isi suatu dokumen. Tujuannya adalah untuk menjelaskan suatu situasi, atau untuk menetapkan taraf kesulitan.25 7. Studi operasionalStudi ini adalah melakukan penyelidikan ditengah-tengah situasi riil dalam mencari dasar bagi petugas-petugas untuk bertindak mengatasi suatu kebutuhan praktis yang mendesak.25

D. Populasi dan Sampel1. PopulasiPopulasi adalah keseluruhan dari unit di dalam pengamatan yang akan kita lakukan.(5) Populasi dalam penelitian ini adalah petugas yang menjadi Tim PONEK RSUD Saras Husada Kabupaten Purworejo dan petugas Dinas Kesehatan Kabupaten Purworejo Bidang Kesehatan Keluarga yang menangani kebijakan PONEK.2. Sampel Sampel adalah sebagian dari populasi yang nilai/karakteristiknya kita ukur dan yang nantinya kita pakai untuk menduga karakteristik dari populasi.26 Dalam penelitian kualitatif tujuan memilih sampel adalah untuk mengidentifikasi kasus-kasus yang akan memberikan pemahaman yang sempurna dan canggih tentang semua aspek fenomena yang diteliti. Untuk penelitian kualitatif, subjek penelitian yang diambil tidak harus banyak karena yang terpenting adalah kualitas dan kepadatan informasi yang digali dari subjek. Dalam metode kualitatif juga dikenal dengan istilah key informant. Key informant merupakan suatu jenis responden tertentu yang meskipun dalam jumlah sedikit tetapi dapat memberikan informasi kunci tentang berbagai aspek penting tentang proses yang berkaitan dengan suatu fenomena. Pada dasarnya pendekatan penelitian kualitatif dalam memilih sampel adalah purposif, tidak mengandalkan kriteria-kriteria statistik.27Purposive sampling adalah teknik penarikan sampel yang dilakukan berdasarkan karakteristik yang ditetapkan peneliti terhadap elemen populasi target yang disesuaikan dengan tujuan atau masalah penelitian. Pengambilan sampel dilakukan secara sengaja, peneliti menentukan sendiri sampel yang diambil karena ada pertimbangan tertentu. Sampel yang diambil tidak secara acak, tetapi ditentukan sendiri oleh peneliti. Oleh karena itu, agar hasilnya tidak subjektif maka peneliti harus memiliki latar belakang pengetahuan tertentu mengenai sampel yang dimaksud agar benar-benar mendapatkan sampel yang sesuai dengan persyaratan atau tujuan penelitian sehingga data yang diperoleh akurat.27Ukuran sampel dalam penelitian kualitatif dikatakan cukup jika informasi yang diperoleh memadai untuk mendukung analisis yang diinginkan. Karena fokus analisis dalam penelitian kualitatif adalah kualitas informasi, maka kriteria untuk menentukan ukuran sampel juga bersifat kualitatif dan tidak menggunakan rumus ukuran sampel. Konsep representatif dalam penelitian kualitatif adalah tidak hanya membuat generalisasi temuan-temuan kepada populasi yang lebih luas, melainkan membangun suatu penjelasan teoretis dengan cara menyebutkan keadaan dan proses yang membawa kepada variasi-variasi fenomena. Desain sampling kualitatif tidak menekankan banyaknya sampel, tetapi kualitas dan kedalaman informasi yang dapat diberikan oleh kasus-kasus, sehingga teori yang dibangun dari informasi itu mewakili/mendekati kebenaran tentang kompleksitas fenomena yang diteliti.27Dalam penelitian ini digunakan teknik purposive sampling. Sampel yang dipilih adalah key informant sehingga dapat dihasilkan jawaban yang representatif. Penentuan informan dengan mengambil orang-orang yang dipilih oleh peneliti dan banyak memiliki informasi yang sesuai tujuan penelitian, orang yang berperan sebagai pemberi informasi tentang kebijakan tersebut, mempunyai kompetensi di bidangnya dan pihak yang terlibat sebagai pelaksana kebijakan. Informan yang terlibat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:1. Informan Inti : Dokter, Bidan, Perawat, Pelaksana Administrasi2. Informan Triangulasi : Kepala Bidang Kesehatan Keluarga, Ka Sie KIA, Ketua PONEK

E. Variabel Penelitian, Definisi Operasional1. Variabel PenelitianVariabel merupakan gejala yang menjadi fokus dalam penelitian. Variabel menujnukkan atribut dari sekelompok orang atau objek yang mempunyai variasi antara satu dengan yang lainnya dalam kelompok itu. Misalnya: berat badan, suhu, motivasi, kinerja perawat, tingkat pendidikan adalah merupakan contoh variabel karena menunjukkan variasi atau atribut seseorang.28Variabel penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:a) Implementasi KebijakanKegiatan melaksanakan suatu kebijakan atau program yang didalamnya terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan kebijakan tersebut.b) KomunikasiKomunikasi merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi implementasi program karena dapat menentukan keberhasilan dalam pencapaian tujuan dari implementasi program. Implementasi yang efektif akan terlaksana, jika para pembuat keputusan mengetahui apa yang akan mereka kerjakan. Terdapat tiga hal penting yang yang mempengaruhi komunikasi dalam implementasi suatu program, yaitu: transmisi, kejelasan dan konsistensi. c) Sumber daya manusiaSumber daya manusia dalam implementasi program dapat dilihat dari kuantitas maupun kualitas petugas yang melaksanakan program PONEK. d) Kelengkapan informasiKetersedian informasi dan data-data yang berkaitan dengan PONEK berguna sebagai bahan evaluasi program. e) Sarana dan prasaranaKetersediaan peralatan yang lengkap dan sumber dana yang memadai dapat memaksimalkan program PONEK. f) Sikap pelaksana programSikap pelaksana program merupakan salah satu faktor yang mempunyai konsekuensi penting bagi implementasi program yang efektif. Sikap pelaksana kebijakan meliputi komitmen dalam melaksanakan program. Untuk meningkatkan komitmen dan motivasi kerja petugas dibutuhkan adanya insentif. g) Petunjuk Pelaksanaan Program atau Standar Operasi Prosedur (SOP)Adanya petunjuk pelaksanaan program sangat penting untuk mengetahui bagaimana teknis pelaksanaan program PONEK yang sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.h) Pembagian Tugas KerjaAdanya pembagian tugas kerja dalam suatu oraganisasi dapat mempermudah dalam pelaksanaan program. Petugas yang pekerjaannya sesuai dengan kualifikasi pendidikannya, dapat bekerja secara maksimal sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.

2. Definisi OperasionalDefinisi Operasional dari masing-masing variabel dalam penelitian ini yaitu :Tabel 3.1 Definisi OperasionalNoVariabelDefinisi IstilahCara UkurAlat Ukur

1Implementasi programKegiatan yang berkaitan dengan apa yang dilakukan oleh pemangku kepentingan dalam pelaksanaan program PONEK di Kabupaten Purworejo.

Wawancara mendalamPedoman wawancara mendalam

2KomunikasiKomunikasi disini fokus kepada penyampaian kebijakan dari pembuat kebijakan kepada implementor atau pelaksana kebijakan. Terdapat tiga hal penting dalam proses komunikasi, yaitu:1. Transmisi, yaitu penyebarluasan informasi terkait kebijakan PONEK, cara penyampaian informasi oleh pelaksana kebijakan, dan kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam penyampaian informasi.2. Kejelasan, yaitu kejelasan dalam penyampaian informasi mengenai kebijakan PONEK. Hal ini dapat dilihat dari intensitas komunikasi, tingkat kedalaman penyampaian informasi oleh pelaksana kebijakan.3. Konsistensi, yaitu kemantapan implementor dalam bertindak melaksanakan kebijakan PONEK.Wawancara mendalamPedoman wawancara

3Sumber daya manusiaSumber daya manusia dapat dilihat dari kuantitaf dan kualitas pegawai. Jumlah petugas PONEK yang sesuai dengan kebutuhan dan memiliki kemampuan yang baik dalam menjalankan tugasnya sebagai pelaksana kebijakanWawancara mendalamPedoman wawancara

4Kelengkapan informasiAdanya informasi / keterangan / pedoman untuk mengimplementasikan kebijakan dapat berupa data.Wawancara mendalamPedoman wawancara

5Sarana dan PrasaranaKetersediaan sarana dan prasarana yang mendukung keberhasilan suatu kebijakan, yang meliputi ruangan khusus PONEK, peralatan PONEK, dan pendanaan.Wawancara mendalamPedoman wawancara

6Sikap Pelaksana ProgramKecenderungan sikap pelaksana kebijakan (positif atau negatif) dalam melaksanakan kebijakan. Sikap pelaksana program dapat ditunjukkan dengan komitmen. Komitmen akan mendorong rasa percaya diri, dan semangat kerja dalam menjalankan tugasnya.Adanya komitmen juga dipengaruhi oleh insentif sebagai motivasi kerja bagi implementor, karena dapat meningkatkan komitmen implementor dalam menjalankan tugasnya.Wawancara mendalamPedoman wawancara

7Petunjuk pelaksanaan program atau Standar Operasi Prosedur (SOP)Pedoman yang berisi petunjuk pelaksanaan kegiatan dalam program PONEK, bagaimana tata laksana PONEK yang benar sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.Wawancara mendalamPedoman wawancara

8Pembagian tugas kerjaPembagian tugas kerja yang sesuai dengan kualifikasi pendidikannya dapat bekerja secara maksimal sesuai kemampuannya. Pembagian tanggung jawab kebijakan PONEK kepada beberapa badan yang berbeda agar terjalin koordinasi yang baik.Wawancara mendalamPedoman wawancara

F. Sumber Data PenelitianData dalam penelitian dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data yang berbentuk bilangan disebut data kuantitatif, karena harganya berubah-ubah atau bersifat variabel. Data kuantitatif digolongkan menjadi 2, yaitu data dengan variabel diskrit yang dikenal dengan data diskrit dan data dengan variabel kontinyu yang dikenal data kontinyu. Hasil menghitung atau membilang merupakan data diskrit sedangkan hasil pengukuran merupakan data kontinyu.28Data yang bukan kuantitatif termasuk ke dalam data kualitatif, dikenal dengan nama atribut, misalnya sembuh, rusak, gagal, dan sebagainya. Data kualitatif adalah data yang disajikan dalam bentuk kata-kata yang mengandung makna, contohnya: persepsi ibu hamil terhadap operasi cesar saat persalinan, anggapan pasien tentang aktivitas dokter jaga di rumah sakit.28Data dalam penelitian kualitatif bersifat deskriptif bukan angka. Data dapat berupa gejala-gejala, kejadian dan peristiwa yang kemudian dianalisis dalam bentuk kategori-kategori. Jika dilihat dari jenisnya, data kualitatif dapat dibedakan menjadi dua yaitu sebagai data primer dan data sekunder.291. Data PrimerData primer ini berupa teks hasil wawancara dan diperoleh melalui wawancara dengan informan yang sedang dijadikan sampel dalam penelitiannya. Data dapat direkam atau dicatat oleh peneliti.292. Data SekunderData sekunder berupa data-data yang sudah tersedia dan dapat diperoleh peneliti dengan cara membaca, melihat atau mendengarkan. Data ini berasal dari dari data primer yang sudah diolah oleh peneliti sebelumnya. Yang termasuk dalam kategori data tersebut yaitu: data bentuk teks (dokumen, pengumuman, surat-surat, spanduk); data bentuk gambar (foto, animasi, billboard); data bentuk suara (hasil rekaman kaset); kombinasi teks, gambar, dan suara (film, video, iklan di televisi, dll). Pada dasarnya data kualitatif dapat berupa apa saja yang termasuk kejadian atau gejala yang tidak menggambarkan hitungan, angka atau kuantitas.29Beberapa kepustakaan yang dapat digunakan oleh peneliti diantaranya adalah sebagai berikut.29a) Abstrak hasil penelitianMerupakan sumber referensi yang berharga karena dalam abstrak biasanya peneliti menuliskan intisari dari penelitiannya. Dengan membaca abstrak hasil penelitian kita akan mendapatkan gambaran secara keseluruhan tentang penelitian yang sudah dilakukan. Keuntungan membaca abstrak adalah dapat mempelajari metode yang digunakan peneliti sehingga memberikan inspirasi untuk menggunakan metode yang sejenis dalam konteks dan latar yang berbeda. b) IndeksIndeks menydiakan judul-judul buku yang disusun berdasarkan deskripsi utama masing-masing buku tetapi tidak menyediakan abstraknya. c) ReviewBerisikan tulisan-tulisan yang mensistesa karya-karya atau buku yang pernah ditulis dalam satu periode waktu tertentu. Tulisa disusun berdasarkan topik dan isi. Dalam review biasanya memberikan perbandingan dan juga kritik terhadap buku atau karya yang direview oleh yang bersangkutan. d) JurnalJurnal berisikan tulisan-tulisan dalam satu bidang disiplin ilmu yang sama. Kegunaan utama jurnal adalah dapat digunakan sebagai sumber data karena pada umumnya tulisan-tulisan di jurnal merupakan hasil penelitian. Tulisan di jurnal dapat dijadikan sebagai bahan kutipan untuk referensi dalam penelitian. e) Buku referensiBuku referensi berisikan tulisan yang umum dalam disiplin ilmu tertentu. Buku referensi ynag baik akan berisi tulisan yang mendalam mengenai topik tertentu dan disertai dengan teori-teori penunjangnya sehingga dapat diketahui perkembangan teori ilmu yang dibahas dalam buku tersebut. Data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari beragam pustaka yang menunjang dan data-data yang berhubungan dengan kegiatan penelitian. Pengumpulan data dengan cara mempelajari literatur terkait dengan pelaksanaan PONEK di RSUD Saras Husada Kabupaten Purworejo. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :a) Studi pustaka (buku, jurnal ilmiah)b) Data profil kesehatan Indonesiac) Data profil kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengahd) Data profil kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Purworejoe) Data AKI dan AKB Kabupaten Purworejof) Data kasus kematian ibu di RSUD Saras Husada Kabupaten Purworejo

G. Instrumen dan Alat PenelitianInstrumen penelitian adalah alat alat yang akan digunakan untuk pengumpulan data. Instrumen penelitian ini dapat berupa kuesioner, formulir observasi, formulir-formulir lain yang berkaitan dengan pencatatan data dan sebagainya. Agar instrumen valid dan reliable maka sebelum digunakan perlu dilakukan uji coba terlebih dahulu. Yang dimaksud dengan valid adalah instrumen yang dijadikan sebagai alat ukur itu benar benar mengukur apa yang diukur. Sedangkan reliable artinya instrumen sebagai alat ukur dapat memperoleh hasil ukur yang ajeg (konsisten) atau tetap asas.30Validitas adalah suatu konsep yang berkaitan dengan sejauhmana hasil ukurnya telah mengukur apa yang seharusnya diukur. Menurut Anastasi, validitas adalah suatu tingkatan yang menyatakan bahwa suatu alat ukur telah sesuai dengan apa yang diukur. Sedangkan Gronlund mengatakan bahwa validitas berkaitan dnegan hasil suatu alat ukur, menunjukkan tingkatan, dan bersifat khusus sesuai dengan tujuan pengukuran yang akan dilakukan. Oleh karena itu validitas dapat digunakan dalam memeriksa secara langsung seberapa jauh suatu alat telah berfungsi.31 Validitas membuktikan bahwa apa yang diamati oleh peneliti sesuai dengan apa yang ada dalam kenyataan, dan apakah penjelasan yang diberikan sudah sesuai dengan yang sebenarnya ada atau terjadi. Validitas internal merupakan ukuran tentang kebenaran data yang diperoleh dengan instrumen, apakah instrumen itu sungguh-sungguh mengukur variabel yang sebenarnya. Apabila instrumen tidak mengukur apa yang seharusnya diukur, maka data yang diperoleh tidak sesuai dengan kebenaran yang diharuskan dalam penelitian, sehingga hasil penelitian tidak dapat dipercaya dan tidak memenuhi syarat validitas. Dalam penelitian kualitatif, validitas internal menggambarkan konsep peneliti dengan konsep yang ada pada partisipan.32Validitas eksternal berkenaan dengan generalisasi atau tingkat aplikasi, apakah hasil penelitian itu berlaku juga pada situasi-situasi lain. Validitas eksternal harus memungkinkan perbandingan hasil-hasil studi lain dan agar dapat diadakan perbandingan oleh peneliti lain, sehingga harus ada deskripsi dan definisi yang jelas tentang tiap komponen seperti konsep yang dikembangkan, ciri-ciri populasi, sampling, situasi lokasi, unit analisis, dan sebagainya, agar mudah dipahami orang lain.32 Reliabilitas berkaitan dengan sejauhmana hasil ukur yang diberikan ajeg dari waktu ke waktu. Dikatakan ajeg apabila dari waktu ke waktu menghasilkan skor yang sama atau relatif sama.31 Reliabilitas berkenaan pertanyaan apakah penelitian itu dapat diulangi atau direplikasi oleh peneliti lain dan menemukan hasil yang sama bila ia menggunakan metode yang sama. Jadi reliabilitas menunjukkan adanya konsistensi, yaitu memberikan hasil yang konsisten atau kesamaan hasil sehingga dapat dipercaya.32Cara-cara untuk memperoleh tingkat kepercayaan hasil penelitian yaitu dengan kreadibilitas (validitas internal), transferabilitas (validitas eksternal), dependenbilitas (reliabilitas), dan konfirmabilitas (objektivitas). Untuk mempertinggi kreadibilta hasil penelitian maka dapat dilakukan hal-hal seperti: memeperpanjang masa observasi, pengamatan yang terus-menerus, triangulasi, peer debriefing, analisis kasus negatif, bahan referensi, dan member check.32Triangulasi adalah mengecek kebenaran data tertentu dengan membandingkannya dengan data yang diperoleh dari sumber lain, pada berbagai fase penelitian lapangan, pada waktu yang berlainan, dan sering dnegan menggunakan metode yang berlainan. Triangulasi dapat juga dilakukan antara hasil dua peneliti atau lebih. Triangulasi dapat dilakukan dengan menggunakan teknik yang berbeda, misalnya observasi, wawancara, dan dokumen. Triangulasi tidak hanya menguji kebenaran data dan bukan untuk mengumpulkan berbagai ragam data, tetapi juga untuk melihat dengan lebih tajam hubungan antara berbagai data agar mencegah kesalahan dalam analisis data. Dalam triangulasi dapat ditemukan perbedaan informasi yang dapat menimbulkan pemikiran yang lebih dalam. Triangulasi tidak hanya menilai kebenaran data, akan tetapi juga menyelidiki validitas tafsiran kita mengenai data itu, sehingga triangulasi bersifat reflektif. Dengan triangulasi ada kemungkinan bahwa kekurangan dalam informasi pertama mendapat tambahan pelengkap.32 Menurut Yin, Brannen, Rice dan Ezzy di dalam buku Bhisma Murti, triangulasi adalah metode dalam penelitian kualitatif untuk menggabungkan metode (method trian