180
PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH KISAH NABI MUSA DAN NABI KHIDIR DALAM QS AL-KAHFI [18];60-82) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (SPd.I) oleh : Ahmad Syaikhu NIM : 106011000062 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1432 H / 2010M

PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

  • Upload
    vandat

  • View
    225

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH KISAH NABI MUSA DAN NABI KHIDIR DALAM

QS AL-KAHFI [18];60-82)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Salah

Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (SPd.I)

oleh : Ahmad Syaikhu

NIM : 106011000062

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A 1432 H / 2010M

Page 2: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

i

ABSTRAKSI

Ahmad Syaikhu 106011000062 PROSES PEMBEAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH KISAH NABI MUSA DAN NABI KHIDIR DALAM QS AL-KAHFI [18]; 60-82).

Pendidikan adalah sebuah usaha untuk memosisikan manusia pada posisi kemanusiaannya, yaitu manusia yang tumbuh dan berkembang menuju kematangan, kedewasan, dan kemapananan yang beradab. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, bab 2 pasal 3 menyebutkan, bahwa tujuan pendidikan adalah, “…mengembangkan potensi anak didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”1

Sementara itu, pendidikan Islam sebagaimana yang diungkap Athiyah al-Abrasyi adalah usaha sadar untuk mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan anak dengan segala potensi yang dianugerahkan oleh Allah kepadanya agar mampu mengemban amanah dan tanggung jawab sebagai khalifah Allah di bumi.2

Namun demikian, arus zaman menuntut pendidikan untuk terus dipompa dan dikembangkan agar semakin menemukan ruhnya. Lantaran permasalahan-permasalahan pendidikan bukanlah masalah yang simple, melainkan memunculkan masalah-masalah yang promlematis bahkan kompleks. Hingga saat ini, definisi-definisi tentang pendidikan terus bertambah dan saling menyempurnakan. Dalam hal itu, penulis melihat permasalahan pendidikan yang paling mendasar masih berkisar pada area pembelajaran dan prosesnya atau proses pembelajaran. Kita masih belum dapat menemukan pandangan-pandangan yang utuh tentang pendidik, pengajar, peserta didik, dan pembelajar. Konsekuensinya semua berjalan mengalir begitu saja. Di sisi lain, pembahasan pendidikan yang direlasikan dengan al-Quran masih sangat minim. Padahal, al-Quran sejak awal mula telah menghembuskan spirit-spirit terkait pendidikan. Misalnya, ayat pertama yang menyerukan kita untuk mebaca secara umum dan luas ayat-ayat Allah baik yang bersifat tanziliyah maupun kauniyah (lihat QS al-‘Alaq [96]; 1).

Sebagai jawaban atas permasalahan-permasalahan tersebut, penulis berupaya untuk menemukan pandangan-pandangan pendidikan dalam al-Quran, dalam hal ini Proses Pembeajaran dalam al-Quran (Telaah Kisah Musa dan Khidir dalam QS al-Kahfi [18]; 60-82). Semoga pembahasan ini dapat memberi angin segar dan membangkitkan kembali penelitian pendidikan berbasis al-Quran.

1 Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, (Tanpa Penerbit: 2003), hal 6.

2 Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan, (PT Gemawindu Pancaperkasa, 2000) cet 1 h 2.

Page 3: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

ii

KATA PENGANTAR

Bismillah, Alhamdulillah ‘Amma Ba’du.

Tiada kata yang dapat penulis katakan untuk menunjuk kebesaran dan

keagungan-Nya. Segala puja dan puji syukur kehadirat-Nya, Tuhan semesta alam

yang telah menebarkan rahmat-Nya ke seluruh alam.

Salawat beriring salam semoga selalu tercurahkan kepada hibibina,

maulana, wa qurratu a’yunina, Nabi Muhammad Saw.

Tidak mudah menyususn sebuah karya ilmiah, Penulis menyadari itu

sepenuhnya. Karena dalam penulisan ini diperlukan kejernihan hati, ketajaman

pikiran, dan kedalaman pengetahuan. Namun berkat bantuan, dorongan, motivasi

dari berbagai pihak, syukur alhamdulillah Penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini, guna memenuhi persyaratan akademik yang harus ditempuh dalam mencapai

gelar sarjana program strata satu (S1), Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

(FITK), jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI), Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis menyampaikan terima

kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah

banyak membantu baik secara moril atau materil, khususnya kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Ketua dan Sekretaris jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI), Fakultas

Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Bpk. Abdul Ghafur MA, dosen pembimbing skripsi Penulis, yang telah

mencurahkan segenap perhatian sampai penulisan skripsi ini rampung.

4. Segenap bapak dan ibuk dosen jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI)

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri

Page 4: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

iii

Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah dengan sabar mencurahkan tenaga

dan pikiran demi keberhasilan kami di kampus peradaban ini.

5. Dosen-dosen penuh inspiratif, pemberi motivasi, yang tak pernah lelah

memberi wejangan terbaik.

6. Guru Besar tercinta, Prof. Dr. KH Ali Mustafa Yaqub MA, Orang tua

kami (para mahasantri Darus-Sunnah) di Ciputat.

7. Orang tua tercinta H. Mashuri dan Hj. Juriah, yang dengan kelembutan

dan kesabaran telah membuat penulis tegar dalam menghadapi tantangan

hidup (Allahummaghfirli wa li walidayya warhahum kama Rabbayanii

shagiraa).

8. Kakakku, Widia Nuraini S.Pd yang telah membantu secara moril dan

materil, yang selalu memberi nasehat terbaik kepada penulis.

9. Saudara-saudara Penulis yang terbaik Mita Ulfa Yanti Nur Islami, Abdul

Aziz Khlaifi, yang masih tafaqquh fi al-din. Maka kebersamaan kita

adalah saat-saat terindah. Keindahan yang dibalut dengan kasih sayang

dan cinta. Seperti kebersamaan yang kita rajut bersama, moga kelak kita

dimasukkan ke surganya bersama juga. Amien

10. My spesial guidence, Miratul Hayati S.Pd.I, semoga cepat lulus S2nya.

11. The Best Friend, teman-teman di pondok tercinta Darus-Sunnah High

Institute for Hadis Sciancies, khususnya ‘angkatan ta’aruf’ (Kang Sule,

Lutfi Tajir, dll) (teman-teman kamar, TB S.Pd.I, Didut, dll). Teman-teman

kelas B ‘06, yang penuh dengan riuh rendah canda-tawa, teman-teman

seperjuangan di FLP, wa bil khusus angkatan inti (K’ Dodo, teh Lina, Ali

R, Aji P, Gufran H, Desi A, Anah, Anna, dll), teman-teman di Buletin

Nabawi, teman-teman Majalah Mimbar al-Azhar, teman-teman di ITE,

Institute for Training and Educatioan.

Ciputat, 2 Desember 2010

Penulis

Ahmad Syaikhu

Page 5: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

iv

ABSTRAK .............................................................................................................. i

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

A. Latar belakang Masalah ................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah.......................................................................... 8

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................... 8

D. Tujuan Penelitian ............................................................................. 8

E. Metodelogi Penelitian ...................................................................... 9

F. Review Studi Terdahulu.................................................................. 10

BAB II KONSEP PEMBELAJARAN IDEAL .............................................. 11

A. ..................................................................................................... D

efinisi Pembelajaran ....................................................................... 11

B. ..................................................................................................... T

ujuan Pembelajaran ........................................................................ 16

C. ..................................................................................................... P

rinsip-prinsip Pembelajaran dalam Islam ........................................ 18

D. ..................................................................................................... M

etode dan Tehnik Pembelajaran ...................................................... 21

E....................................................................................................... K

edudukan Guru dalam Pembelajaran .............................................. 22

F. ...................................................................................................... T

eori-teori Pembelajaran dalam Psikologi ...................................................24

G. ..................................................................................................... K

arakteristik Pengajar ...................................................................... 26

H. ..................................................................................................... P

eserta Didik dalam Pandangan Islam............................................... 29

BAB III SEPUTAR PENAFSIRAN KISAH MUSA DAN KHIDIR

QS AL-KAHFI 60-82 .......................................................................................... 35

A. QS al-Kahfi ayat 60-61 .................................................................. 35

B. QS Al-Kahfi ayat 62-64 ................................................................. 38

Page 6: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

v

C. QS Al-Kahfi ayat 65 ...................................................................... 40

D. QS Al-Kahfi ayat 66-68 ................................................................. 42

E. QS Al-Kahfi ayat 69-70 ................................................................. 44

F. QS Al-Kahfi ayat 71-73 ................................................................. 45

G. QS Al-Kahfi ayat 74-75 ................................................................. 47

H. QS Al-Kahfi ayat 76-77 ................................................................. 48

I. QS Al-Kahfi ayat 78 ...................................................................... 50

J. QS Al-Kahfi ayat 79-82 ................................................................. 50

BAB IV PROSES PEMBELAJARAN MUSA DAN KHIDIR ....................... 55

A. Sumber Ilmu dan Motivasi Mencari Ilmu ....................................... 55

B. Mencari Guru yang Berkualitas ...................................................... 60

C. Strategi Pembelajaran Musa dan Khidir ......................................... 63

D. Proses Pembelajaran Musa dan Khidir ........................................... 65

E. Evaluasi Pembelajaran Khidir kepada Musa ....................................72

BAB V PENUTUP .......................................................................................... 78

A. Kesimpulan .................................................................................... 78

B. Saran-saran .................................................................................... 79

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 81

Page 7: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan Islam sebagaimana diketahui adalah pendidikan yang dalam

pelaksanaannya berdasar pada ajaran Islam. Karena ajaran Islam berdasar al-

Quran, al-Sunnah, pendapat ulama serta warisan sejarah, maka pendidikan Islam

pun berdasarkan pada al-Quran, al-Sunnah, pendapat ulama serta warisan sejarah

tersebut1

Dalam masyarakat yang dinamis, pendidikan memegang peranan yang

menentukan terhadap eksistensi dan perkembangan masyarakatnya, hal ini karena

pendidikan merupakan proses melestarikan, mengalihkan, serta

mentransformasikan nilai-nilai kebudayaan dalam segala aspek dan jenisnya

kepada generasi penerus.

Dimikian pula dengan pendidikan Islam. Keberadaannya merupakan salah

satu bentuk dari manifestasi cita-cita hidup Islam yang bisa melestarikan,

mengalihkan, menanamkan (internalisasi), dan mentransformasi nilai-nilai Islam

kepada generasi penerusnya sehingga nilai-nilai kultural-religius yang dicita-

citakan dapat tetap berfungsi dan berkembang dalam masyarakat dari waktu-ke

waktu.2

1 Abuddin Nata, Pendidikan dalam Pespektif al-Quran, (Jakarta: UIN Jakarta Press, cet

1, 2005) h. 15. 2 H. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan

Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, cet 3, 2008), h. 8.

Page 8: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

Pendidikan Islam sebagai disiplin ilmu merupakan konsepsi pendidikan

yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

atau wawasan yang bersumber dari kitab suci al-Quran atau hadis, baik dilihat dari

segi sistem, proses dan produk yang diharapkan maupun dari segi tugas pokoknya

untuk membudayakan manusia agar bahagia dan sejahtera.3

Athiyah al-Abrasyi memberikan defenisi Pendidikan Islam adalah usaha

sadar untuk mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan anak dengan segala

potensi yang dianugerahkan oleh Allah kepadanya agar mampu mengemban

amanah dan tanggung jawab sebagai khalifah Allah di bumi.4

Fadhil berpendapat, sebagaimana dikutip oleh Arifin, Pendidikan Agama

Islam adalah proses yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang lebih

baik dan mengangkat derajat kemanusiaannya, sesuai dengan dasar kemampuan

(fitrah) dan kemampuan ajaran dari luar.5

Selanjutnya, pendidikan dari sudut pandang kultural manusia, merupakan

suatu alat pembudayaan (enkulturasi) masyarakat manusia itu sendiri. Dalam hal

itu, proses pembudayaan sangat bergantung pada pemegang alat tersebut, yaitu

para pendidik. Para pendidik memegang posisi kunci dalam menentukan

keberhasilan proses belajar sehingga mereka dituntut persyaratan tertentu, baik

toritis maupun praktis, dalam pelaksanaan tugasnya.6

Pendidikin Islam yang bersumber dari nilai-nilai ajaran Islam harus bisa

menanamkan atau membentuk sikap hidup yang dijiwai oleh nilai-nilai Islam,

juga mengembangkan kemampuan berilmu pengetahuan sejalan dengan nilai-nilai

Islam yang melandasi, merupakan sebuah proses secara pedagogis mampu

3 H. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam,……... h. 4. 4 Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan, (PT Gemawindu

Pancaperkasa, 2000) cet 1 h 2. 5 H.M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, ……h. 17. 6 H. M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam,…… h 8.

Page 9: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

mengembangkan hidup anak ke arah kedewasaan atau kematangan yang

menguntungkan dirinya. Oleh karena itu usaha tersebut tidak boleh dilakukan

secara coba-coba (trial and error) atau atas dasar keinginan dan kemauan pendidik

tanpa dilandasi dengan teori-teori kependidikan yang dapat

dipertanggungjawabkan.

Dalam konteks itu, proses belajar mengajar dapat diartikan bukan hanya

mentransformasikan ilmu pengetahuan, wawasan, pengalaman, dan keterampilan

kepada peserta didik, melainkan juga menggali, mengarahkan, dan membina

seluruh potensi yang ada dalam diri peserta didik, sesuai dengan tujuan yang

direncanakan.

Proses belajar mengajar tersebut harus berjalan dengan baik dan efektif.

Yaitu, proses belajar mengajar yang menyenangkan, menggembirakan, penuh

motivasi, tidak membosankan, serta menciptakan kesan yang baik pada diri

peserta didik. Untuk mewujudkan keadaan yang demikian, maka proses belajar

mengajar harus disertai dengan memelihara motivasi, kebutuhan-kebutuhan,

keinginan-keinginan, tujuan-tujuan, dan perbedaan-perbedaan perseorangan di

antara peserta didik, menjadi tauladan bagi mereka dalam segala hal yang

disampaikan.7

Namun demikian, dalam realitas, paradigma pembelajaran tradisional pada

umumnya masih terkesan mengenyampingkan peran pengembangan potensi

kemampuan nalar dan berkreasi. Hal ini dapat dilihat dari fenomena begitu

banyaknya orang yang menimba ilmu pengetahuan, namun mereka ibarat alat

perekam bagi ilmu-ilmu yang mereka pelajari, tidak lebih kurang. Kadang kala

mereka mempelajari sebuah kitab dari guru mereka dengan tekun dan konsentrasi,

mereka berusaha memahami bacaan bahkan menghafalnya dan mencatatnya. Pada

masa yang akan datang mereka menjadi para guru. Lalu mereka ajarkan dengan

menerapkan metode pengajaran persis apa yang mereka dahulu dapatkan.8

7 Abuddin Nata, Pendidikan dalam Pespektif al-Quran, h. 225. 8 Murtadha Muthahhari, Konsep Pendidikan Islam, (Depok: Iqra Kurnia Gemilang, cet 1

2005), h 20-21.

Page 10: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

Keberhasilan pembelajaran dalam arti tercapainya standar kompetensi

sangat tergantung pada kemampuan guru mengolah pembelajaran yang dapat

menciptakan situasi yang memungkinkan siswa belajar sehingga merupakan titik

awal berhasilnya pembelajaran. Rendahnya mutu pendidikan pembelajaran dapat

diartikan kurang efektifnya proses pembelajaran. Penyebabnya dapat berasal dari

siswa, guru maupun sarana dan prasarana yang kurang memadai, minat dan

motivasi yang rendah, kinerja guru yang rendah akan menyebabkan pembelajaran

kurang efektif.

Selain itu, terjadinya ketimpangan di sekolah-sekolah salah satunya dapat

dilihat dari aspek peserta didik, bagi seorang guru, peserta didik di sebagian besar

sekolah dianggap sebagai seseorang yang masih kosong dan siap untuk dijadikan

sesuai kebutuhan pasar. Peserta didik yang dianggap demikian, berdampak pada

proses pendidikan di berbagai sekolah. 9

Sekolah tugasnya adalah menyiapkan peserta didik untuk mencapai nilai

terbaik dalam bidang tertentu untuk dijadikan sebagai manusia yang ahli sesuai

dengan jurusannya. Sementara latar belakang perilaku, akhlak, sikapnya terhadap

siswa.10

Akibatnya, kritik atau keluhan yang sering dilontarkan masyarakat dan

pihak orang tua murid selama ini, pendidikan agama di sekolah dan perguruan

tinggi, belum mampu mengantar peserta didik untuk dapat memahami dan

mengamalkan ajaran agamanya dengan baik dan benar.

Demikian pula kemampuan dalam praktek ibadah tidak seperti yang

diharapkan. Selain kelemahan dalam peguasaan materi (aspek kognitif ) juga

dalam hal pembentukan prilaku (aspek afektif) dampak nilai-nilai luhur agama

dari proses pendidikan agama di sekolah-sekolah oleh sebagian masyarakat dinilai

kurang nampak dalam pribadi anak dalam kehidupan sehari-hari.11

9 Dawam Ainurrofiq, Pendidikan Multikultural, (Yogyakarta, Penerbit INSPEAL, 2006),

h.1. 10Dawam Ainurrofiq, Pendidikan Multikultural,... h.1. 11Dawam Ainurrofiq, Pendidikan Multikultural,... h. 2

Page 11: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

Tingginya frekuensi perkelahian sesama pelajar di kota-kota besar,

kurangnya rasa hormat sang anak atau murid kepada guru, bahkan ada yang

memukul guru kalau ia tidak naik kelas, akrabnya sebagian anak muda dengan

obat-obat terlarang seperti narkotika, adanya pergaulan bebas, sering diangkat

oleh sebagian anggota masyarakat dan orang tua sebagai indikasi

ketidakberhasilan pendidikan agama di sekolah dan perguruan tinggi.

Setiap terjadi dekadensi (kerusakan) moral masyarakat, maka semua pihak

akan menoleh kepada lembaga pendidikan dan seakan menuduhnya tidak becus

mendidik anak bangsa. Tuduhan berikutnya terfokus pada pendidik yang dianggap

alpa dan tidak profesional dalam menjaga gawang moralitas anak bangsa. Para

pendidik tiba-tiba menjadi perhatian saat musibah kebobrokan moral,

ketertinggalan ilmu pengetahuan dan peradaban terjadi.12

Sekolah khususnya guru hanya bertugas menghasilkan lulusan yang

memiliki kemampuan kognitif intelektual belaka, sama sekali terlepas dari

kemampuan afeksi sosial, afeksi kelembutan, afeksi menghargai orang lain, afeksi

menjunjung harkat dan martabat semua manusia13 Sekolah hanya bertugas untuk

mempersiapkan peserta didik untuk mencapai nilai baik dalam bidang tertentu

untuk dijadikan sebagai manusia yang ahli sesuai dengan jurusannya. Sementara

latar belakang perilaku, akhlak, sikapnya terhadap sesama manusia bukan menjadi

pertimbangan utama dalam perekrutan peserta didik.14

Belum lagi keadaan guru di Indonesia yang memprihatinkan. Fakta

menyebutkan bahwa, kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang

memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU

No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran,

menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan,

melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.

12 Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam Pengembangan Pendidikan Integratif, di Sekolah,

Keluarga dan Masyarakat, (Yogyakarta:LKIS, cet I, 2009), h. 35. 13 Ainurrofiq Dawam, Pendidikan Multikultural,….h. 29-30 14 Ainurrofiq Dawam, Pendidikan Multikultural,…h 30.

Page 12: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak

mengajar. Persentase guru menurut kelayakan mengajar dalam tahun 2002-2003

di berbagai satuan pendidikan sbb: untuk SD yang layak mengajar hanya 21,07%

(negeri) dan 28,94% (swasta), untuk SMP 54,12% (negeri) dan 60,99% (swasta),

untuk SMA 65,29% (negeri) dan 64,73% (swasta), serta untuk SMK yang layak

mengajar 55,49% (negeri) dan 58,26% (swasta).15

Dalam pada itu, tidak sedikit masalah-masalah dalam kelas muncul. Mulai

dari pembelajaran yang membosankan, pembelajaran yang hanya berkisar pada

ceramah dimana guru belum mampu berdialog dengan baik kepada peserta didik,

hingga guru yang keluar ruangan sebelum waktunya karena kehabisan materi

dalam mengajar.

Metode pembelajaran yang kurang efektif dan efisien, menyebabkan tidak

seimbangnya kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik, misalnya

pembelajaran yang monoton dari waktu kewaktu, guru yang bersifat otoriter dan

kurang bersahabat dengan siswa sehingga siswa merasa bosan dan kurang minat

belajar.16

Di mana letak kesalahannya? Pada isi kurikulum yang kurang tepat, sistem

atau metodologi, alokasi waktu atau ketidakmampuan pihak guru agama untuk

menjawab hal-hal seperti itu. Dalam hal ini, penulis ingin melihat bagaimana al-

Quran menjelaskan tentang proses pembeajaran.

Sebagaimana mafhum al-Quran adalah kalamullah (firman Allah) yang

mutlak benar, berlaku sepanjang zaman dan mengandung ajaran dan petunjuk

tentang berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia di dunia dan di

akhirat nanti17

15http://zaifbio.wordpress.com/2010/01/14/ciri-ciri-dan-masalah-pendidikan-di-indonesia. 1/11/10

16Risjayanti, Peningkatan Motivasi dan Minat Belajar Siswa, (Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta), h. 3.

17 Abudin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, (Jakarata: PT Raja Grafindo Persada,

2002) h. 1.

Page 13: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

Al-Qur'an merupakan firman Allah yang selanjutnya dijadikan pedoman

hidup (way of life) kaum muslim yang tidak ada lagi keraguan di dalamnya. Di

dalamnya terkandung ajaran-ajaran pokok (prisip dasar) menyangkut segala aspek

kehidupan manusia yang selanjutnya dapat dikembangkan sesuai dengan nalar

masing-masing bangsa dan kapanpun masanya dan hadir secara fungsional

memecahkan problem kemanusiaan. Salah satu permasalah yang tidak sepi dari

perbincangan umat adalah masalah pendidikan.18

Al-Quran memberikan petunjuk dalam persoalan-persoalan akidah,

syariah, dan akhlak, dengan jalan meletakkan dasar-dasar prinsip mengenai

persoalan-persoalan tersebut; dan Allah SWT menugaskan Rasul Saw untuk

memberikan keterangan yang lengkap mengenai dasar-dasar itu, “Kami telah

turunkan kepadamu Al-Dzikr (Al-Quran) untuk kamu terangkan kepada manusia

apa-apa yang diturunkan kepada mereka agar mereka berpikir.” (QS an-Nahl

[16]; 44).

Sebagai referensi utama umat Islam, al-Quran telah hadir untuk menjawab

berbagai persoalan manusia. Meski terbatas pada 114 surat dan 6666 ayat, namun

manusia kerap kali menemukan penemuan-penemuan baru. Dalam konteks

keilmuan, al-Quran telah melahirkan berbagai macam ilmu. Mulai dari fisika,

biologi, astronomi, kimia, geologi, psikologi dan seterusnya hingga ilmu

pendidikan.19

Kehadiran al-Quran senantiasa eksis untuk setiap zaman dan kondisi. Ia

hadir untuk menjawab masalah-masalah yang dihadapi oleh manusia. Hal ini

tersurat jelas dalam firman-Nya, “Kitab suci diturunkan untuk memberi putusan

(jalan keluar) terbaik bagi problem-problem kehidupan manusia” (QS al-Baqarah

[2]; 213).

Terkait dengan pendidikan, al-Quran sejak dari awal mula diturunkan telah

memberikan sinyalmen yang begitu terasa. Ditemukan langsung ayat pertama

yang diturunkan;

18 Abudin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, ..........h. 1. 19Abudin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, ............h. 2

Page 14: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,” (QS al-

‘Alaq [96]; 1)

Ayat-ayat ini dan yang semacamnya memberikan ruh progresivitas kepada

manusia untuk senantiasa mengembangkan wawasannya. Dalam hal ini, manusia

dituntut untuk mengembangkan ayat-ayat Allah, baik yang bersifat tanziliyah

maupun yang bersifat kauniyah.

Berdasarkan wacana di atas, penulis berkesimpulan bahwa wawasan

tentang pendidikan, khususnya pengajaran benar-benar perlu diangkat dan

dipaparkan kembali. Semua itu, lantaran al-Quran dan Ilmu pengetahuan termasuk

pendidikan merupakan satu kesatuan yang begitu erat. Dimana al-Quran

mencakup pelbagai macam masalah terkait pendidikan. Bahkan, al-Quran sendiri

hadir ke tengah-tengah manusia sebagai kitab yang mendidik, membimbing, dan

mengajarkan.

Sementara itu, penulis sendiri memiliki beberapa asumsi sendiri yang

menjadi beberapa pertimbangan dalam penulisan skripsi ini, di antaranya:

Pertama, al-Quran adalah kitab suci umat Islam yang berwawasan global

bersifat universal. Sebagaimana maklum bahwa Islam adalah agama universal,

agama yang membawa misi rahmatan lil alamin.20

Kedua, penulis menginginkan pandangan yang utuh yang diberikan oleh

al-Quran. Tujuannya, agar pandangan ini dapat menjadi pijakan yang otentik

terkait pembelajaran berdasakan prinsip-prinsip Islam oleh para guru, khususnya

guru-guru yang beragama Islam.

Ketiga, membangkitkan semangat cinta Islam. Karena tidak sedikit, kaum

terpelajar muslim lebih bangga manakala merujuk pada referensi tokoh-tokoh

barat. Alih-alih merujuk kepada tokoh-tokoh muslim dianggap ortodok, rigid, dan

tidak keren.

Pada dasarnya, al-Qur'an sendiri telah memberi isyarat bahwa

20 QS Al-Baqarah [2]; 30.

Page 15: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

permasalahan pendidikan sangat penting, jika al-Qur'an dikaji lebih mendalam

maka kita akan menemukan beberapa prinsip dasar pengajaran, dan nilai-nilai

pengajaran yang lebih manusiawi, yang selanjutnya bisa dijadikan inspirasi untuk

dikembangkan dalam rangka membangun pendidikan yang bermutu.

Bersandar pada beberapa pernyataan di atas, penulis dengan ini memberi

judul untuk karya tulis ini dengan, Proses Pembelajaran dalam al-Quran

(Telaah Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir dalam QS al-Kahfi [18]; 60-82).

Semoga karya ini dapat menjadi acuan sebagai model pembelajaran yang benar-

benar memiliki ruh.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Tentu pembahasan terkait pengajaran dalam al-Quran tidaklah sedikit.

Maka itu, penulis membatasi pembahasan hanya pada upaya menemukan Proses

Pembelajaran dalam al-Quran melalui pendekatan Kisah Nabi Musa dan Nabi

Khidir dalam QS al-Kahfi [18]; 60-82 pada upaya meningkatkan kinerja dan

semangat guru dalam mengajar.

Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, perumusan masalahnya adalah

bagaimana proses pembelajaran Musa dan Khidir dalam al-Quran?

C. Tujuan Penelitian

Sementara itu, yang menjadi tujuan peneliti pada wacana Proses

Pembelajran dalam al-Quran adalah memberikan sebuah ide dan gagasan guna

mewujudkan pengajaran yang berkulitas dan bertanggung jawab. Hal ini

dikarenakan banyak guru yang mengajar tapi minim dalam hal teori meskipun

tidak memungkiri bahwa teori tidak selalu dapat menjawab praktik yang terjadi di

lapangan. Selanjutnya, diharapkan para guru tidak hanya asal berani mengajar,

melainkan pula memiliki bekal dan landasan yang kuat. Begitu hanya dengan

siswa agar mengerti dan memahami arti pembeajaran yang sebenarnya. Adapun

yang lebih ditekankan adalah penulis berusaha dengan sebijak mungkin untuk

memunculkan sebuah contoh proses pembeajaran dalam al-Quran sekaligus

menjadi respon atas banyaknya wacana seputar proses beajar-mengajar.

Page 16: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

Dari hasil penelitian diharapkan dapat memberi manfaat baik secara

teoritis maupun praktis kepada berbagai pihak.

1. Bagi penulis, untuk menambah wawasan serta pengalaman penulis

mengenai penelitian ini, baik dalam merencanakan ataupun

melaksanakan penelitian.

2. Bagi universitas, menambah khazanah ilmiah di kalangan akademis

khususnya mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta dan diharapkan menjadi sumbangsih gagasan dan

sebuah tawaran solusi terhadap tantangan globalisasi serta dapat

dipraktikkan dalam membangun guru-guru yang berkualitas, penuh

integritas, dan memiliki semangat pengabdian.

3. Bagi guru, untuk mengetahui bagaimana penerepan proses pembelajaran

yang lebih baik berdasarkan al-Qur’an.

D. Metodologi Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian ini, jenis penelitian ini merupakan penelitian

kepustakaan (Libarary Research), yaitu berusaha mengungkap dan menemukan

secara sistematis berbagai data mengenai proses pembelajaran dengan merujuk

kepada QS. Al-Kahfi {18}, 60-82. Secara rinci penelitian ini berusaha

menemukan jawaban. “Bagaimanakah nilai-nilai pengajaran yang terdapat dalam

ayat tersebut? Dilihat dari objek penelitian ini, maka pendekatan yang digunakan

adalah pendekatan tafsir kependidikan (tafsir tarbawy)

Penelitian ini bersifat kepustakaan karena sumber datanya adalah terdiri

dari buku-buku yang ada hubungannya dengan pokok pembahasan. Dimana

sumber pokoknya (primer) adalah:

1. Al-Qur'an dan terjemahannya.

2. Tiga buku tafsir al-Qur'an: Pertama, Tafsir al-Maragi, karya Ahmad

Mustafa al-Maraghi. Kedua, Tafsir fi Zilalil Quran karya Sayyid Qutb.

Ketiga, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran karya

M Quraish Shihab.

3. Hadits-hadits Nabi Saw.

Page 17: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

4. Dan buku-buku pendukung (sekunder) baik yang ada hubungan langsung

maupun tidak langsung.

Sumber-sumber pendukung ini antara lain adalah:

1. Buku-buku Tafsir yang dianggap memadai dan mewakili,

2. Buku-buku yang berisikan pengetahuan tentang al-Qur’an, atau yang

dikenal dengan ‘Ulum al-Qur’an

3. Kamus-kamus yang memuat daftar kata-kata al-Qur’an, yang mana isinya

merupakan petunjuk praktis untuk menemukan ayat-ayat. Dan dipakai pula

kamus-kamus lain yang relevan dengan pembahasan,

4. Buku-buku tentang pendidikan, dikhususkan tentang nilai-nilai pengajaran

yang akan dibatasi pada buku-buku yang dianggap memadai,

5. Sumber-sumber lain yang relevan dengan pembahasan.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I : Merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang

masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah,

tujuan penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : Pandangan Umum Tentang Pembeajaran, di dalam bab

ini akan dibahas mengenai konsep pembelajaran,

pengertian pembelajaran, tujuan pembelajaran, metode dan

teknik pembelajaran, kedudukan guru dalam pengajaran,

teori-teori pengajaran dengan menggunakan referensi

psikolog Barat, terakhir mengenai anak didik dalam

pandangan Islam.

BAB III : Seputar Penafsiran QS al-Kahfi [18]; 60-82, dengan

merujuk kepada penafsiran ahi tafsir dalam ayat ini.

BAB IV : Proses Pembelajaran Musa dan Khidir dalam QS al-Kahfi

[18]; 60-82

BAB V : Kesimpulan dan saran.

Page 18: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

BAB II

KONSEP PEMBELAJARAN IDEAL

A. Definisi Pembelajaran

1. Mengajar

Di dalam dunia pendidikan, pihak-pihak yang melakukan kegiatan mendidik

dikenal dengan dua predikat yaitu: pendidik dan guru. Pendidik (murabby) adalah

orang yang berperan mendidik subjek didik atau melakukan tugas pendidikan

(tarbiyah). Sedangkan guru adalah orang yang melaksanakan tugas mengajar

(ta’lim).1 Meski demikian term guru juga dimaknai dengan pendidik.

Dalam bahasa Indonesia guru adalah orang yang digugu (diindahkan) oleh

peserta didik serta ditiru dalam arti perilaku guru akan selalu diikuti oleh peserta

didiknya, karena guru sebagaimana ulama adalah pewaris para nabi, yaitu sebagai

uswah hasanah (contoh teladan yang baik).2

Pendidik mengandung makna pembinaan kepribadian, memimpin dan

memelihara sedangkan pengajaran bermakna sekedar memberi informasi kepada

peserta didik yang dalam prosesnya dilakukan oleh pendidik atau guru.3

1 Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam Pengembangan Pendidikan Integratif, di Sekolah, Keluarga dan Masyarakat, (Yogyakarta:LKIS, cet I, 2009), h. 36.

2 Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam Pengembangan Pendidikan ………h. 35. 3 Zakiah Dardjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Departemen Agama), h. 26.

Page 19: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

Meskipun istilah mendidik dan mengajar dapat dibedakan, pada hakikatnya

kedua istilah tersebut tidak dapat dipisahkan secara dikotomis. Sebab pada

kenyatannya antara pendidikan dan pengajaran adala suatu proses yang tidak

dapat dipisahkan. Seorang pendidik dalam proses belajar mengajar selalu terlibat

dalam kegiatan pengajaran (mengajar), demikian juga pengajar pada saat

melakukan kegiatan mengajar ia juga harus menjaga moral dan keteladan terhadap

anak didiknya.4

Ada beberapa pengertian yang digunakan untuk mendefinisikan kegiatan

mengajar antara lain:

Definisi klasik menyatakan bahwa mengajar diartikan sebagai penyampaian

sejumlah pengetahuan karena pandangan yang seperti ini, maka guru dipandang

sebagai sumber pengetahuan dan siswa dianggap tidak mengerti apa-apa.

Pengertian ini sejalan dengan pandangan Jerome S. Brunner yang berpendapat

bahwa mengajar adalah menyajikan ide, problem atau pengetahuan dalam bentuk

yang sederhana sehingga dapat dipahami oleh siswa. 5

Sebagian para ahli mengatakan bahwa mengajar adalah menanamkan

pengetahuan sebanyak-banyaknya dalam diri anak didik. Dalam hal ini guru

memegang peranan utama, sedangkan siswa tinggal menerima, bersifat pasif.

Pengajaran yang berpusat kepada guru bersifat teacher centered. Ilmu

pengetahuan yang diberikan kepada siswa kebanyakan hanya diambil dari buku-

buku pelajaran, tanpa dikaitkan dengan realitas kehidupan sehari-hari siswa.

Pelajaran serupa ini disebut intelektualistis.6

Mengajar pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan kondisi

atau sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk

4 Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam Pengembangan Pendidikan Integratif, di Sekolah,

Keluarga dan Masyarakat, (Yogyakarta:LKIS, cet I, 2009), h. 37. 5 Dawna Markova, The Smart Parenting Revolution, Psikologi Pendidikan 6 http://raflengerungan.wordpress.com/korupsi-dan-pendidikan/pengertian-mengajar-

didaktik. diakses tanggal 20 November 2010.

Page 20: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

berlangsungnya proses belajar mengajar.7

Mengajar adalah menyampaikan pengetahuan kepada siswa didik atau

murid di sekolah. Implikasi dari pengertian ini adalah:

b. Pengajaran dipandang sebagai persiapan hidup,

c. Pengajaran adalah suatu proses penyampaian,

d. Penguasaan Pengetahuan adalah tujuan utama,

e. Guru dianggap yang paling berkuasa,

f. Murid selalu bertindak sebagai penerima.

Mengajar adalah mewariskan kebudayaan pada generasi muda melalui

lembaga pendidikan di sekolah. Perumusan ini bersifat lebih umum dan

berimplikasi sebagai berikut:8

a. Pendidikan bertujuan membentuk manusia berbudaya.

b. Pengajaran berarti suatu proses pewarisan.

Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa aktivitas yang sangat

menonjol dalam pengajaran ada pada siswa. Namun, bukan berarti peran guru

tersisihkan, tetapi diubah, kalau guru dianggap sebagai sumber pengetahuan,

sehingga guru selalu aktif dan siswa selalu pasif dalam kegiatan belajar mengajar.

Guru adalah seorang pemandu dan pendorong agar siswa belajar secara aktif dan

kreatif.

Tiap usaha mengajar sebenarnya ingin menumbuhkan atau

menyempurnakan pola laku tertentu dalam diri peserta didik. Maksud pola laku

tersebut adalah kerangka dasar dari sejumlah kegiatan yang lazim dilaksanakan

manusia untuk bertahan hidup dan untuk memperbaiki mutu hidupnya dalam

situasi nyata. Kegiatan itu bisa berupa kegiatan rohani, misalnya mengamati,

menganalisis, dan menilai keadaan dengan daya nalar. Bisa juga berupa kegiatan

jasmani. yang dilakukan dengan tenaga dan keterampilan fisik. Umumnya

7 Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo, cet

ke-9), h. 45 8 Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar,... h. 45.

Page 21: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

rnanusia bertindak secara manusiawi apabila kedua jenis kegiatan tersebut dibuat

secara terjalin dan terpadu.9

Di samping menumbuhkan dan menyempumakan pola laku, pengajaran

juga menumbuhkan kebiasaan. Kebiasaan dapat dirumuskan sebagai keterarahan,

kesiapsiagaan di dalam diri manusia untuk melakukan kegiatan yang sama atau

serupa atas cara yang lebih mudah, tanpa memeras atau memboroskan tenaga.

Kebiasaan akan timbul justru apabila kegiatan manusia, baik rohani maupun

jasmani dilakukan berulang kali dengan sadar dan penuh perhitungan.

Guru dituntut untuk mampu meningkatkan kualitas belajar peserta didik

dalam bentuk kegiatan belajar mengajar yang sedemikian rupa, dapat

menghasilkan pribadi yang mandiri, dalam hubungan ini, guru memegang peran

penting dalam menciptakan suasana belajar mengajar yang sebaik-baiknya. Tugas

guru tidak hanya sebagai pengajar dalam arti penyampaian pengetahuan, tetapi

lebih meningkat sebagai perancang pengajaran.10

2. Belajar

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara etimologis belajar memiliki

arti berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Belajar menurut Cronbach

adalah belajar melalui pengalaman, dengan pengalaman tersebut pelajar

menggunakan seluruh panca inderanya.11

Anthony Robbins mendefinisikan belajar sebagai proses menciptakan

hubungan antara sesuatu pengetahuan yang sudah dipahami dengan pengetahuan

yang baru. Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Jerome Brunner bahwa

belajar adalah suatu proses aktif dimana siswa membangun (mengkonstuk)

9 Abuddin Nata, Pendidikan dalam Perspektif Hadis, (Jakarta: UIN Jakarta Press, cet-I),

h. 207. 10 Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Integrasi dan

Kompetensi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, edisi revisi), h. 77 11 Baharudin dan Nurwahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jogjakarta: Arruzz

Media, Cet III 2008) h. 13

Page 22: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

pengetahuan baru berdasarkan pada pengalaman/pengertahuan yang sudah

dimilikinya.12

Belajar dapat diartikan suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk

memperoleh perubahan prilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari

pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya. (Moh.

Surya: 1997).

Belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan

sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan,

pengetahuan, dan kecakapan. (Whitheringston: 1952).

Belajar adalah diperolehnya kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, dan sikap

baru. (Crow and Crow: 1958). Belajar adalah proses dimana suatu prilaku muncul

prilaku atau berubah karena adanya respons terhadap suatu situasi (Hilgard:

1962).

Belajar secara umum diartikan sebagai perubahan pada individu yang

terjadi melalui pengalaman dan bukan karena perubahan atau pertumbuhan

tubuhnya atau karakteristik seorang sejak lahir. Dari beberpa definisi di atas,

sangat jelas, bahwa belajar merupakan sebuah proses perubahan menuju ke arah

yang lebih baik, positif, dan futuristik hal itu meliputi berbagai aspek seperti

keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan, dan kecakapan.

3. Pembelajaran

Pembelajaran yang diidentikkan dengan kata “mengajar” berasal dari kata

dasar “ajar” yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui

(diturut) ditambah dengan awalan “pe” dan akhiran “an menjadi “pembelajaran”,

yang berarti proses, perbuatan, cara mengajar atau mengajarkan sehingga anak

didik mau belajar. (KBBI)

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan

sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan

yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan

12 Trianto, Mendisain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Prenada Media Group, Cet II 2010) h. 15.

Page 23: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan

kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses

untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.13

Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat

berlaku di manapun dan kapanpun. Pembelajaran mempunyai pengertian yang

mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam

konteks pendidikan, guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan

menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek

kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta

keterampilan (aspek psikomotor) seseorang peserta didik. Pengajaran memberi

kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja. Sedangkan

pembelajaran juga menyiratkan adanya interaksi antara guru dengan peserta didik.

Instruction atau pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk

membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang,

disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses

belajar siswa yang bersifat internal. (Gagne dan Briggs: 1979: 3)

Pembelajaran adalah Proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan

sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. (UU No. 20/2003, Bab I Pasal Ayat

20)

Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang komplek, yang tidak

sepenuhnya dapat dijelaskan. Secara sederhana pembelajaran adalah produk

interaksi berkelanjutan anatra pengembangan dan pengalaman hidup. Dalam

bahasa yang lebih kompleks, pembelajaran hakikatnya adalah usaha sadar dari

seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan sumber belajar siswa

dengan sumber lainnya) dalam rangka tujuan yang diharapkan.14

Istilah “pembelajaran” sama dengan “instruction atau “pengajaran”.

Pengajaran mempunyai arti cara mengajar atau mengajarkan. Dengan demikian

13 www.wikipedia.com

14 Trianto, Mendisain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif,... h. 17.

Page 24: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

pengajaran diartikan sama dengan perbuatan belajar (oleh siswa) dan Mengajar

(oleh guru). Kegiatan belajar mengajar adalah satu kesatuan dari dua kegiatan

yang searah. Kegiatan belajar adalah kegiatan primer, sedangkan mengajar adalah

kegiatan sekunder yang dimaksudkan agar terjadi kegiatan secara optimal.

Dan dapat ditarik kesimpulan bahwa Pembelajaran adalah usaha sadar dari

guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada

diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan

baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama dan karena adanya usaha.

B. Tujuan Pengajaran

Tujuan artinya suatu yang dituju, yaitu yang akan dicapai dengan suatu

kegiatan atau usaha. Sesuatu kegiatan akan berakhir, bila suatu tujuan telah

dicapai. Kalau tujuan itu bukan tujuan akhir, kegiatan berikutnya akan langsung

dimulai untuk mencapai tujuan tujuan selanjutnya dan terus begitu sampai tujuan

akhir.

Kegiatan pengajaran harus mempunyai tujuan, karena setiap kegiatan yang

tidak mempunyai tujuan akan berjalan meraba-raba, tak tahu arah tujuan. Tujuan

yang jelas dan berguna akan membuat orang lebih giat, terarah dan sungguh-

sungguh. Semua kegiatan harus berorientasi pada tujuannya. Segala daya dan

upaya pengajaran harus dipusatkan pada pencapaian tujuan itu. Karena itu tujuan

pengajaran harus berfungsi sebagai:15

1. Titik pusat perhatian dan pedoman dalam melaksanakan kegiatan pengajaran,

2. Penentu arah kegiatan pengajaran,

3. Titik pusat latihan dan pedoman dalam menyusun rencana kegiatan

pengajaran,

4. Bahan pokok yang akan dikembangkan dalam memperdalam dan memperluas

ruang lingkup pengajaran,

5. Pedoman untuk mencegah atau menghindari penyimpangan kegiatan.

15 W. Gulo, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Gramedia, 2005), h. 28.

Page 25: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

Tujuan pendidikan Islam adalah kepribadian muslim, yaitu suatu

kepribadian yang seluruh aspeknya dijiwai oleh ajaran Islam. Orang yang

berkepribadian Islam dalam Al-Qur’an disebut juga “muttaqin”. Karena itu

Pendidikana Islam berarti juga pembentukan manusia yang bertaqwa. Ini sesuai

benar dengar pendidikan nasional kita yang dituangkan dalam tujuan pendidikan

nasional yang akan membentuk manusia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa.16

Tujuan pengajaran agama Islam harus berisi hal-hal yang dapat

menumbuhkan dan memperkuat iman serta mendorong pada kesenangan

mengamalkan ajaran agama Islam. Proses pencapaian itu hendaknya sekaligus

membina keterampilan mengamalkan ajaran Islam itu. Untuk itu diperlukan usaha

pembentukan materi yang akan memperkaya murid dengan sejumlah

pengetahuan, membuat mereka dapat menghayati dan mengembangkan ilmu itu,

juga membuat ilmu yang mereka pelajari itu berguna bagi mereka. Tujuan ini

hendaknya mengandung sifat pemberian dan penanaman ilmu agama (kognitif)

dan keterampilan mengamalkan ajaran agama (psikomotor). Untuk itu tujuan

pengajaran agama Islam itu harus mengandung bahan pelajaran yang bersifat;17

1. Menumbuh dan memperkuat iman,

2. Membekali dan memperkaya ilmu agama,

3. Membina keterampilan beramal,

4. Menuntun dan mengembangkan potensi yang dibawa sejak lahir sebagai

manusia secara utuh (individual),

5. Menumbuhkan dan memupuk rasa sosial dan sifat-sifat terpuji,

6. Pemberian pengetahuan dan keterampilan yang dapat diamalkan dan

dikembangkan dalam berbagai lapangan pekerjaan untuk mencari nafkah

(tenaga profesional).

Secara umum dan ringkas dapat dikatakan bahwa tujuan pengajaran agama

16 Baqir Sharif al-Qarashi, Kiat-Kiat Menciptakan Generasi Unggul, Seni Mendidik Islami, (Jakarta: Pustaka Zahra, cet I, 2003), h. 124.

17 Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam Pengembangan Pendidikan,... h. 27

Page 26: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

Islam itu harus mengandung berbagai aspek pembinaan manusia seutuhnya,

sehingga nantinya ia dapat hidup dengan baik sebagai manusia Pancasilais yang

bertaqwa kepada Allah dalam ajaran Islam.

C. Prinsip-Prinsip Pembelajaran dalam Islam

Ide mengenai prinsip-prinsip dasar pendidikan dan pembelajaran banyak

tertuang dalam ayat-ayat Al-Quran dan Hadits. Dalam hal ini akan dikemukakan

ayat-ayat atau hadits-hadits yang dapat mewakili dan mengandung ide tentang

prinsip-prinsip dasar pendidikan tersebut, dengan asumsi dasar, bahwa pendidikan

sejati atau Maha Pendidik itu adalah Allah yang telah menciptakan fitrah manusia

dengan segala potensi dan kelebihan serta menetapkan hukum-hukum

pertumbuhan, perkembangan, dan interaksinya, sekaligus jalan yang harus

ditempuh untuk mencapai tujuannya. Prinsip prinsip tersebut adalah sebagai

berikut18

Pertama, Prinsip Integrasi. Suatu prinsip yang seharusnya dianut adalah

bahwa dunia ini merupakan jembatan menuju kampung akhirat. Karena itu,

mempersiapkan diri secara utuh merupakan hal yang tidak dapat dielakkan agar

masa kehidupan di dunia ini benar benar bermanfaat untuk bekal yang akan

dibawa ke akhirat. Perilaku yang terdidik dan nikmat Tuhan apapun yang didapat

dalam kehidupan harus diabdikan untuk mencapai kelayakan kelayakan itu

terutama dengan mematuhi keinginan Tuhan.19 Allah Swt Berfirman,

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu

(kebahagiaan) kampung akhirat, dan janganlah kanu melupakan kebahagiaanmu dari

kenikmatan duniawi...” (QS. Al Qashash [28]: 77).

18 Munzir Haitami, Menggagas Kembali Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Infinite Press, 2004), h. 25-30.

19 Munzir Haitami, Menggagas Kembali Pendidikan Islam, ....h. 25

Page 27: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

Ayat ini menunjukkan kepada prinsip integritas di mana diri dan segala

yang ada padanya dikembangkan pada satu arah, yakni kebajikan dalam rangka

pengabdian kepada Tuhan.

Kedua, Prinsip Keseimbangan. Karena ada prinsip integrasi, prinsip

keseimbangan merupakan kemestian, sehingga dalam pengembangan dan

pembinaan manusia tidak ada kesenjangan. Keseimbangan antara material dan

spiritual, unsur jasmani dan rohani. Banyak ayat Al-Quran Allah menyebutkan

iman dan amal secara bersamaan.,20 secara implisit hal ini menggambarkan

kesatuan yang tidak terpisahkan. Diantaranya adalah QS. Al ‘Ashr [103]: 1-3

“Demi masa, sesungguhnya manusia dalam kerugian kecuali mereka yang

beriman dan beramal shaleh.” (Al-‘Ashr [103]:1-3)

Ketiga, Prinsip Persamaan. Prinsip ini berakar dari konsep dasar tentang

manusia yang mempunyai kesatuan asal yang tidak membedakan derajat, baik

antara jenis kelamin, kedudukan sosial, bangsa, maupun suku, ras, atau warna

kulit. Sehingga budak sekalipun mendapatkan hak yang sama dalam pendidikan.21

Keempat, Prinsip Pendidikan Seumur Hidup. Prinsip ini bersumber dari

pandangan mengenai kebutuhan dasar manusia dalam kaitan keterbatasan

manusia, di mana manusia dalam sepanjang hidupnya dihadapkan pada berbagai

20 Munzir Haitami, Menggagas Kembali Pendidikan Islam... h. 26-27.

21 Munzir Haitami, Menggagas Kembali Pendidikan Islam, ...h.28.

Page 28: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

tantangan dan godaan yang dapat menjerumuskan dirinya sendiri ke jurang

kehinaan. Dalam hal ini dituntut kedewasaan manusia berupa kemampuan untuk

mengakui dan menyesali kesalahan dan kejahatan yang dilakukan, di samping

selalu memperbaiki kualitas dirinya.22 Sebagaimana firman Allah.

“Maka siapa yang bertaubat sesudah kedzaliman dan memperbaiki (dirinya) maka

Allah menerima taubatnya, dan sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha

Penyayang.” (QS. Al Maidah [5]: 39)

Dalam Islam pendidikan tidak hanya dilaksanakan dalam batasan waktu

tertentu saja, melainkan dilakukan sepanjang usia (long life education). Islam

memotivasi pemeluknya untuk selalu meningkatkan kualitas keilmuan dan

pengetahuan. Tua atau muda, pria atau wanita, miskin atau kaya mendapatkan

porsi sama dalam pandangan Islam dalam kewajiban untuk menuntut ilmu

(pendidikan). Bukan hanya pengetahuan yang terkait urusan ukhrowi saja yang

ditekankan oleh Islam, melainkan pengetahuan yang terkait dengan urusan

duniawi juga. Karena tidak mungkin manusia mencapai kebahagiaan hari kelak

tanpa melalui jalan kehidupan dunia ini.23

Kelima, Prinsip Keutamaan. Dengan prinsip ini ditegaskan bahwa

pendidikan bukanlah hanya proses mekanik melainkan merupakan proses yang

mempunyai ruh yang segala kegiatannya diwarnai dan ditujukan kepada

keutamaan-keutamaan. Keutamaan-keutamaan tersebut terdiri dari nilai nilai

22 Munzir Haitami, Menggagas Kembali Pendidikan Islam,...h. 29

23http://hasanrizal.wordpress.com tafsir-tarbawi-pendidikan-dalam-perspektif-al-quran. diakses tanggal 20 November 2010.

Page 29: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

moral. Nilai moral yang paling tinggi adalah tauhid. Sedangkan nilai moral yang

paling buruk dan rendah adalah syirik. Dengan prinsip keutamaan ini, pendidik

bukan hanya bertugas menyediakan kondisi belajar bagi subjek didik, tetapi lebih

dari itu turut membentuk kepribadiannya dengan perlakuan dan keteladanan yang

ditunjukkan oleh pendidik tersebut.24

D. Metode dan Teknik Pembelajaran

Metode secara bahasa berarti suatu cara yang teratur untuk mencapai suatu

tujuan.25 Metode juga dapat diartikan dengan cara yang digunakan pendidik

dalam menyampaikan materi bahan ajar kepada anak didik, berdasarkan tujuan

yang ingin dicapai dalam sebuah pengajaran, seperti, ceramah, diskusi (halaqah),

tanya jawab.

Dalam tradisi Islam banyak teknik pengajaran. Namun yang paling awal

adalah teknik hafalan26 yang sudah ada sejak zaman nabi, karena saat itu belum

muncul tradisi menulis sehingga dibutuhkan teknik meghafal yang kuat untuk

menghafal ayat-ayat Al-Quran.27

Metode pembelajaran yang kurang efektif dan efisien, menyebabkan tidak

seimbangnya kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik, misalnya

pembelajaran yang monoton dari waktu ke waktu, guru yang bersifat otoriter dan

kurang bersahabat dengan siswa sehingga siswa merasa bosan dan kurang minat

belajar. Untuk mengatasi hal tersebut maka guru sebagai tenaga pengajar dan

pendidik harus selalu meningkatkan kualitas profesionalismenya yaitu dengan

cara memberikan kesempatan belajar kepada siswa dengan melibatkan siswa

secara efektif dalam proses belajar mengajar

24 Munzir Haitami, Menggagas Kembali Pendidikan Islam,....h.30.

25 WJS, Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta:Balai Pustaka, 1999), h. 649

26Asma Hasan Fahmi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan

Bintang), h. 121. 27Asma Hasan Fahmi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan…………h. 124.

Page 30: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

Metode pembelajaran bertujuan untuk menjadikan proses dan hasil belajar

mengajar ajaran Islam lebih berdaya guna dan berhasil guna dan menimbulkan

kesadaran anak didik untuk mengamalkan ketentuan ajaran Agama Islam melalui

teknik motivasi yang menimbulkan gairah belajar anak didik secara mantap di

samping bermanfaat untuk mengantarkan tercapainya tujuan pendidikan yang

dicita-citakan.28

Penggunaan metode mengandung implikasi bersifat konsisiten, sistematis,

dan makna menurut kondisi sasarannya, mengingat sasaran metodenya adalah

manusia, sehingga pendidik dituntut untuk berhati-hati dalam penerapannya. Ada

banyak metode yang dikemukakan oleh para ahli dengan berbagai sebutan,

diataranya: 1. Maw`izhah (ceramah) 2. Kitabah (tulisan) 3. Hiwar (dialog) 4. Al-

as`ilah wa al-ajwibah (Tanya jawab) 5. Al-niqashy (diskusi) 6. Al-mujadalah

(debat) 7. Brain strorming 8. Al-qishash (bercerita) 9. Al-amstal (metafora) 10.

Karya wisata 11. Al-qudwah (imitasi) 12. Uswatun hasanah 13. Al-tathbiq

(demontrasi dan dramatisasi) 14. Game and simulation (permainan dan simulasi)

15. Al-mumarasat al-amal (drill) 16. Inquiry 17. Discovery 18. Micro teaching 19.

Modul belajar 20. Independent study (belajar mandiri) 21. Eksprimen 22. Kerja

lapangan 23. Case study 24. Targhib wa tarhib (janji dan ancaman) 25. Al-tsawab

wa al-`iqab (anugrah dan hukuman) 26. Musabaqah (kompetisi).29

D. Kedudukan Guru dalam Pembelajaran

Islam memberikan perhatian terhadap guru, sebab keberadaan guru seperti

batu pertama dalam struktur perkembangan dan kesempurnaan sosial serta jalan

bimbingan dan perubahan tingkah laku dan mentalitas individu serta individu.30

Pendidik (pengajar) memiliki kedudukan yang sangat mulia karena

28 Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam , Pengembangan Pendidikan,... h. 91. 29Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam , Pengembangan Pendidikan,...h. 92.

30 Baqir Sharif al-Qarashi, Kiat-Kiat Menciptakan Generasi Unggul, Seni Mendidik Islami, (Jakarta: Pustaka Zahra, cet I, 2003), h. 136.

Page 31: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

tanggung jawabnya yang berat. Guru merupakan spiritual father bagi siswanya.

Hal ini disebabkan guru memberikan bimbingan jiwa siswanya dengan ilmu,

mendidik dan meluruskan akhlaknya. Menghormati guru berarti penghormatan

terhadap anak-anak kita, menghargai guru berarti penghargaan terhadap anak-

anak kita. Dengan guru itulah mereka hidup dan berkembang. Bahkan Abu

Dardaa melukiskan hubungan guru dan murid itu sebagai pertemanan dalam

kebaikan dan tanpa keduanya maka tidak ada kebaikan.31

Guru adalah teladan para murid, Murid memperoleh sifat yang baik, serta

kecenderungan yang benar, juga perilaku yang utama adalah dari guru mereka

yang memperlihatkan keutaman dan perilaku yang benar tesebut. Karena itu para

guru harus mendisiplinkan diri.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita dapati prilaku anak-anak yang meniru

prilaku orang lain yang menjadi pujaannya, seperti meniru gaya pakaian, meniru

gaya rambut, meniru gaya bicara. Hal serupa juga terjadi di sekitar lembaga-

lembaga pendidikan, seorang siswa yang meniru guru yang ia senangi, seperti

meniru cara menulis, cara duduk, cara berjalan, cara membaca dan lain

sebagainya. Semua ini membuktikan bahwa pada hakekatnya sifat meniru prilaku

orang lain merupakan fitrah manusia, terutama anak-anak. Sifat ini akan sangat

berbahaya jika peniruan dilakukan juga terhadap prilaku yang tidak baik.32

Ada dua bentuk strategi keteladanan; pertama, yang disengaja dan

dipolakan sehingga sasaran dan perubahan prilaku dan pemikiran anak sudah

direncanakan dan ditargetkan, yaitu seorang guru sengaja memberikan contoh

yang baik kepada muridnya supaya dapat menirunya. Kedua, yang tidak

disengaja, dalam hal ini guru tampil sebagai seorang figur yang dapat memberikan

contoh yang baik dalam kehidupan sehari-hari.33

31 Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam Pengembangan Pendidikan,…h. 51 32 Baqir Sharif al-Qarashi, Kiat-Kiat Menciptakan Generasi Unggul,…h. 137 33 Baqir Sharif al-Qarashi, Kiat-Kiat Menciptakan Generasi Unggul,…h. 137

Page 32: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

Untuk dapat menjadikan “teladan” sebagai salah satu strategi, seorang

guru dituntut untuk mahir dibidangnya sekaligus harus mampu tampil sebagai

figur yang baik. Bagaimana mungkin seorang guru menggambar bisa

mengajarkan cara menggambar yang baik jika ia tidak mengusai tehnik-tehnik

menggambar, seorang guru ngaji tidak akan dapat menyuruh siswanya fasih

membaca al-Quran jika dirinya tidak menguasai ilmu membaca al-Qur’an dengan

baik, guru matematika akan dapat memberi contoh cara menghitung yang baik

jika iapun menguasai cara menghitung dengan baik, jangan harap seorang guru

bahasa Indonesia akan dapat mengajar membaca puisi dengan baik jika dirinya

saja tidak mahir dalam bidang ini, demikianlah seterusnya dengan disiplin ilmu

yang lain.

Dalam hal ini guru sebagai teladan, keteladanan memberikan pengaruh

yang lebih besar daripada cacian atau nasehat.Jika perilaku seorang guru bertolak

belakang dengan apa yang diajarkannya maka bias dikatakan bahwa proses belajar

dan mengajar gagal.34

E. Teori-teori Pembelajaran menurut Psikologi

Belajar dan Pembelajaran merupakan proses penting bagi perubahan

perilaku manusia dari segala sesuatu yang diperkirakan dan dikerjakan. Belajar

memegang peranan penting di dalam perkembangan, kebiasaan, sikap, keyakinan,

tujuan, kepribadian, dan bahkan persepsi manusia. Oleh karena itu dengan

menguasai prinsip-prinsip dasar tentang pengajaran seseorang mampu memahami

bahwa aktivitas belajar itu memegang peranan penting dalam proses psikologis.

1. Teori Pembelajaran Behavioristik

Teori belajar behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan

perilaku yang dapat diamati, diukur, dan dinilai secara konkret. Perubahan

terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan

34 Jaudah Muhammad Awwad, Mendidik Anak Secara Islam (Terj), (Jakarta: Gema Insani Pers, 2003), h. 3.

Page 33: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulans

tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun

eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat

atau dampak, berupa reaksi fisik terhadap stimulans. Belajar berarti

penguatan ikatan, asosiasi, sifat, dan kecenderungan perilaku S-R

(Stimulus-Respon).35

Contohnya, dalam percobaan apabila di luar sangkar diletakkan

makanan, maka kucing berusaha untuk mencapainya dengan cara

meloncat-loncat kian kemari. Dengan tidak tersengaja kucing telah

menyentuh kenop, maka terbukalah pintu sangkar tersebut, dan kucing

segera lari ke tempat makan. Percobaan ini diulangi untuk beberapa kali,

dan setelah kurang lebih 10 sampai dengan 12 kali, kucing baru dapat

dengan sengaja menyentuh kenop tersebut apabila di luar diletakkan

makanan.36

Berdasarkan eksperimen di atas, semakin jelas bahwa belajar

adalah perubahan yang ditandai dengan adanya hubungan antara stimulus

dan respon

2. Teori Pembelajaran Sosial

Teori pembelajaran sosial merupakan perluasan dari teori belajar

perilaku yang tradisional (behavioristik). Teori pembelajaran sosial ini

dikembangkan oleh Albert Bandura (1986). Teori ini menerima sebagian

besar dari prinsip-prinsip teori-teori belajar perilaku, tetapi memberi lebih

banyak penekanan pada efek-efek dari isyarat-isyarat pada perilaku, dan

pada proses-proses mental internal. Jadi, dalam teori pembelajaran sosial

35 Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Integrasi

dan Kompetensi,...62. 36 Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Integrasi

dan Kompetensi,… h. 63.

Page 34: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

kita akan menggunakan penjelasan-penjelasan reinforcement eksternal dan

penjelasan-penjelasan kognitif internal untuk memahami bagaimana kita

belajar dari orang lain. Dalam pandangan belajar sosial “manusia” itu tidak

didorong oleh kekuatan-kekuatan dari dalam dan juga tidak “dipukul” oleh

stimulus-stimulus lingkungan.37

Teori belajar sosial menekankan, bahwa lingkungan-lingkungan

yang dihadapkan pada seseorang tidak random, lingkungan-lingkungan itu

kerap kali dipilih dan diubah oleh orang itu melalui perilakunya sendiri.

Menurut Bandura, sebagaimana yang dikutip oleh Tohirin bahwa

“sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan

mengingat tingkah laku orang lain”. Inti dari teori pembelajaran sosial

adalah pemodelan (modelling), dan permodelan ini merupakan salah satu

langkah paling penting dalam pembelajaran terpadu.38

3. Teori Pembelajaran Kognitif

Teori kognitif tertuju kepada hal-hal yang terjadi di dalam kepala

kita ketika belajar. Teori kognitif juga mengambil perspektif bahwa siswa

secara aktif memproses informasi dan pembelajaran berlangsung melalui

usaha-usaha siswa ketika siswa mengaturnya, menyimpannya dan

kemudian menemukan hubungan-hubungan antara informasi, hubungan

baru dengan pengetahuan lama, skema, dan teks, pendekatan kognitif

menekankan bagaimana informasi di proses39

4. Teori Pembelajaran Konstruktif

37http://anwarholil.blogspot.com/2009/01/teori-pembelajaran-sosial.html . 9-11-10.

38 Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Integrasi dan Kompetensi,… h. 67

39 Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Integrasi

dan Kompetensi,… h. 63.

Page 35: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama Dahar,

menegaskan bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak

melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi

baru dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali

struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut

mempunyai tempat.40

Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses mental yang

meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan rangsangan baru

atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan

rangsangan itu.

Lebih jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh

secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Bahkan,

perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif

memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan,

perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses berkesinambungan

tentang keadaan ketidak-seimbangan dan keadaan keseimbangan.

F. Karakteristik Pengajar

Al-Mawardi, sebagaimana yang dikutip Abuddin Nata,

memandang seorang guru yang baik adalah guru yang tawadhu (rendah hati),

menjauhi sikap ujub (besar kepala) dan memiliki rasa ikhlas. Selain itu, dalam

melaksanakan tugasnya seorang guru harus dilandasi dengan kecintaan terhadap

tugasnya sebagai guru, kecintaan ini akan benar-benar tumbuh dan berkembang

apabila keagungan, keindahan dan kemuliaan tugas guru itu sendiri benar-benar

dapat dihayati.41

Selanjutnya Al-Mawardi melarang seseorang mengajar dan mendidik atas

40 Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Integrasi dan Kompetensi,… h. 65.

41 Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 2001), h. 50.

Page 36: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

dasar motif ekonomi. Dalam pandangannya bahwa mengajar dan mendidik

merupakan aktivitas keilmuan, sementara ilmu itu sendiri mempunyai nilai dan

kedudukan yang tinggi, yang tidak dapat disejajarakan dengan materi. Tugas

mendidik dan mengajar dalam pandangan Al-mawardi adalah tugas luhur dan

mulia, itulah sebabnya dalam mendidik dan mengajar seseorang harus semata-

mata mengharap keridhaan Allah SWT. Apabila dalam yang dituju dari tugas

mengajar nya itu adalah materi, maka ia akan mengalami kegoncangan ketika ia

merasa bahwa kerja yang dipikulnya tidak seimbang dengan hasil yang

diterimanya.42

Menurut Tohirin sebagaimana yang dikutip dari Surya, untuk mewujudkan

prilaku mengajar yang tepat, guru diharapkan memiliki karakteristik mengajar

antara lain:43

1. Memiliki minat yang besar terhadap pelajaran dan mata pelajaran yang

diajarkan,

2. Memiliki kecakapan untuk memerhatikan kepribadian dan suasana hati secara

tepat serta membuat konak secara tepat pula,

3. Memiliki kesabaran, keakraban, sensitivitas yang diperlukan untuk

menumbuhkan semangat belajar,

4. Memiliki pemikiran yang imajinatif dan praktis dalam usaha memberikan

penjelasan kepada peserta didik,

5. Memiliki kualifikasi yang memadai dalam bidangnya baik ini maupun

metode,

6. Memiliki sifat yang terbuka, luwes, dan eksperimental dalam metode dan

teknik.

Sementara itu, dalam pendidikan Islam, seorang pendidik pula hendaknya

42 Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 2001), h.

51. 43 Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Integrasi dan

Kompetensi,… h. 79.

Page 37: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

memiliki karakteristik yang dapat membedakannya dari yang lain. Dengan hal itu,

maka diharapkan seorang pendidik mampu bersikap totalitas berpadu antara

karakter dan kepribadiaannya. An-Nahlawi membagi karakter pendidik Muslim

kepada beberapa bentuk, di antaranya:44

1. Mempunyai watak dan sifat rubbaniyah yang terwujud dengan tujuan,

tingkah laku, dan pola fikirnya,

2. Bersifat ikhlas, melaksanakan tugasnya sebagai pendidik semata-mata

mencari keridhaan Allah dan menegakkan kebenaran,

3. Bersifat sabar dalam mengajarkan berbagai pengetahuan kepada peserta

didik,

4. Jujur dalam menyampaikan yang diketahuinya.

5. Senantiasa membekali diri dengan ilmu, kesediaan diri untuk terus

mendalami dan mengkaji lebih lanjut.

6. Mampu menggunakan metode mengajar secara bervariasi.

7. Mampu mengelola kelas dan peserta didik, tegas dalam bertindak dan

proporsional,

8. Mengetahui kehidupan psikis peserta didik.

9. Tanggap terhadap berbagai kondisidan perkembangan dunia yang dapat

memengaruhi jiwa, keyakinan, dan pola berpikir peserta didik.

10. Berlaku adil terhadap peserta didik.

Dalam pandangan yang tidak jauh berbeda al-Abrasyi memberikan batasan

tentang karakteristik pendidik. Di antara kriteria dan karakteristik pendidik itu

adalah:45

1. Seorang pendidik hendaknya memiliki sifat zuhud. Yaitu, melaksanakan

tugasnya bukan semata-mata karena materi akan tetapi lebih dari itu mencari

keridhaan Allah.

2. Seorang pendidik hendaknya bersih fisiknya dari kotoran dan jiwanya dari

44 Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Ciputat: Ciputat Press, 2005) , h. 45-46.

45 Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, h. 46

Page 38: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

sifat tercela.

3. Seorang pendidik hendaknya ikhlas dan tidak ria dalam menjalankan

tugasnya.

4. Seorang pendidik hendaknya bersifat pemaaf dan memaafkan orang lain,

sabar dan sanggup menahan amarah, senantiasa membuka diri dan menjaga

kehormatannya.

5. Seorang pendidik hendaknya mampu mampu mencintai peserta didiknya

sebagaimana ia mencintai anaknya sendiri.

6. Seorang pendidik hendaknya mengetahui karakter peserta didiknya, seperti;

pembawaan, kebiasaan, perasaan, dan berbagai potensi yang dimilikinya,

7. Seorang pendidik hendaknya menguasai pelajaran dengan baik dan

professional.

Dari batasan kriteria karakteristik di atas, terlihat jelas bahwa menjadi

seorang pengajar atau pendidik tidaklah mudah. Seorang pengajar hendaknya

memiliki persyaratan tertentu sebelum profesi itu ditekuninya.

G. Anak Didik (Manusia) dalam Pandangan Islam

Secara etimologi peserta didik adalah anak didik yang mendapat

pengajaran ilmu. Secara terminologi peserta didik adalah anak didik atau individu

yang mengalami perubahan, perkembangan sehingga masih memerlukan

bimbingan dan arahan dalam membentuk kepribadian serta sebagai bagian dari

struktural proses pendidikan. Dengan kata lain peserta didik adalah seorang

individu yang tengah mengalami fase perkembangan atau pertumbuhan baik dari

segi fisik dan mental maupun fikiran.

ciri–ciri peserta didik :46

1. Kelemahan dan ketak berdayaannya

2. Berkemauan keras untuk berkembang

46 Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta:PT Rineka Cipta, cet -II, 2006), h, 40.

Page 39: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

3. Ingin menjadi diri sendiri (memperoleh kemampuan)

Syamsul Nizar sebagaimana yang dikutip oleh Ramayulis,

mendeskripsikan enam kriteria peserta didik, yaitu :47

1. peserta didik bukanlah miniatur orang dewasa tetapi memiliki dunianya

sendiri

2. peserta didik memiliki periodasi perkembangan dan pertumbuhan

3. peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan individu

baik disebabkan oleh faktor bawaan maupun lingkungan dimana ia berada.

4. peserta didik merupakan dua unsur utama jasmani dan rohani, unsur

jasmani memiliki daya fisik, dan unsur rohani memiliki daya akal hati

nurani dan nafsu

5. peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi atau fitrah yang dapat

dikembangkan dan berkembang secara dinamis

Widodo Supriyono, secara garis besar membagi dimensi menjadi dua,

yaitu dimensi fisik dan rohani. Dalam bukunya ia menyatakan bahwa secara

rohani manusia mempunyai potensi kerohanian yang tak terhingga banyaknya.

Potensi-potensi tersebut nampak dalam bentuk memahami sesuatu (Ulil Albab),

dapat berfikir atau merenung, memepergunakan akal, dapat beriman, bertaqwa,

mengingat, atau mengambil pelajaran, mendengar firman tuhan, dapat berilmu,

berkesenian, dapat menguasai tekhnologi tepat guna dan terakhir manusia lahir

keduania dengan membawa fitrah.48

Manusia dalam pandangan Islam mempunyai aspek jasmani yang tidak

dapat dipisahkan dari aspek rohani tatkala manusia masih hidup di dunia. Manusia

mempunyai aspek akal. Kata yang digunakan al Qur’an untuk menunjukkan

47 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2006). h. 77.

48 Widodo Supriono, Filsafat Manusia dalam Islam, Reformasi Filsafat Pendidikan Islam, Pustaka Belajar, Yogyakarta, 1996, h. 171.

Page 40: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

kepada akal menerangkan ada tujuh kata yang digunakan :49

1. Kata Nazara, dalam surat al-Ghasiyyah ayat 17 :

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia

diciptakan”

2. Kata Tadabbara, dalam surat Muhammad ayat 24 :

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan al Qur’an ataukah hati

mereka terkunci?”

3. Kata Tafakkara, dalam surat an-Nahl ayat 68 :

“Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: “buatlah sarang-sarang

dibukit-bukit, dipohon-pohon kayu, dan ditempattempat yang dibuat manusia”.

4. Kata Faqiha, dalam surat at-Taubah 122 :

“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu’min itu pergi semuanya

49 Ahzami Samiun Jazuli, Kehidupan Dalam Pandangan Al-Quran, (Jakarta: Gema Insani Pers, 2006), h. 72.

Page 41: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

(kemedan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka

beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan

untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali

kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”

5. Kata Tadzakkara, dalam surat an-Nahl ayat 17 :

“Maka apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak

dapat menciptakan apa-apa? Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran”.

6. Kata Fahima, dalam surat al-Anbiya ayat 78 :

“Dan ingatlah kisah Daud dan Sulaiman, di waktu keduanya memberikan

keputusan mengenai tanaman, karena tanaman itu dirusak oleh kambing-kambing

kepunyaan kaumnya. Dan adalah kami menyaksikan keputusan yang diberikan

oleh mereka itu”.

7. Kata ‘Aqala, dalam surat al-Anfaal ayat 22 :

“Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi

Allah ialah orang-orang yang pekak dan tuli yang tidak mengerti apa-apa-pun.

Manusia memiliki potensi untuk mengetahui, memahami apa yang ada di

alam semesta ini. Serta mampu mengkorelasikan antara fenomena yang satu dan

fenomena yang lainnya. Karena hanya manusia yang disamping diberi kelebihan

indera, manusia juga diberi kelebihan akal.50 Yang dengan inderanya dia mampu

memahami apa yang tampak dan dengan hatinya dia mampu memahami apa yang

tidak nampak. Dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 31 disebutkan:

50 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 2001), h. 436.

Page 42: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

“Allah mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda)

seluruhnya”.

Yang dimaksud nama-nama pada ayat tersebut adalah sifat, ciri, dan

hukum sesuatu. Ini berarti manusia berpotensi mengetahui rahasia alam raya.

Adanya potensi itu, dan tersedianya lahan yang diciptakan Allah, serta

ketidakmampuan alam raya membangkang terhadap perintah dan hukum-hukum

Tuhan, menjadikan ilmuwan dapat memperoleh kepastian mengenai hukum-

hukum alam. Karenanya, semua itu mengantarkan manusia berpotensi untuk

memanfaatkan alam yang telah ditundukkan Tuhan.51

Namun, di sisi lain manusia juga memiliki nafsu yang cenderung

mendorong manusia untuk menuruti keinginannya. Nafsu jika tidak terkontrol

maka yang terjadi adalah keinginan yang tiada akhirnya. Nafsu juga tidak jarang

menjerumuskan manusia dalam lembah kenistaan. Dalam al-Qur’an surat Yusuf

ayat 53 disebutkan:

“Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu

yang diberi rahmat oleh Tuhanku”.

Al-Qur’an menandaskan bahwa umat Islam adalah umat terbaik, yang

mampu menciptakan lingkungan yang baik, kondusif, yang bermanfaat bagi

seluruh alam. Karena sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi

manusia lainnya.

Ilmu pengetahuan adalah sebuah hubungan antara pancaindera, akal dan

wahyu. Dengan pancaindera dan akal (hati), manusia bisa menilai sebuah

51 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an,………. h. 436.

Page 43: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

kebenaran (etika) dan keindahan (estetika). Karena dua hal ini adalah piranti

utama bagi manusia untuk mendapatkan pengetahuan. Namun, disamping

memiliki kelebihan, kedua piranti ini memiliki kekurangan. Sehingga keduanya

masih membutuhkan penolong untuk menunjukkan tentang hakikat suatu

kebenaran, yaitu wahyu. Dan dengan wahyu manusia dapat memahami posisinya

sebagai khalifah fil ardh.52

Etika peserta didik adalah seuatu yang harus dipenuhi dalam proses

pendidikan. Dalam etika peserta didik, peserta didik memiliki kewajiban yang

harus dilaksanakan oleh peserta didik. Dalam buku yang ditulis oleh Rama yulis,

menurut Al-Ghozali ada sebelas kewajiban peserta didik, yaitu :53

1. Belajar dengan niat ibadah dalam rangka taqoruh kepada Allah SWT,

sehingga dalam kehidupan sehari-hari anak didik dituntut untuk

mensucikan jiwanya dari akhlak yang rendah dan watak yang tercela.

2. Bersikap tawadhu’ (rendah hati) dengan cara meninggalkan kepentingan

pribadi untuk kepentingan pendidikannya.

3. Menjaga pikiran dan pertantangan yang timbul dari berbagai aliran

4. Mempelajari ilmu-ilmu yang terpuji, baik untuk ukhrowi maupun untuk

duniawi.

5. Belajar dengan bertahap dengan cara memulai pelajaran yang mudah

menuju pelajaran yang sukar.

6. Belajar ilmu sampai tuntas untuk kemudian hari beralih pada ilmu yang

lainnya, sehingga anak didik memiliki spesifikasi ilmu pengetahuan secara

mendalam.

7. Mengenal nilai-nilai ilmiah atas ilmu pengetahuan yang dipelajari.

8. Memprioritaskan ilmu diniyah sebelum memasuki ilmu duniawi.

9. Mengenal nilai-nilai pragmatis bagi suatu ilmu pengetahuan, yaitu ilmu

52 Lihat Yusuf al-Qardawi, Sunnah, Ilmu Pengetahuan dan Peradaban, terj. Abad Badruzzaman, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 2001), h. 117-121.

53 Abd. Mujid dalam Ramayulis, Psikologi Agama, (Jakarta: Kalam Mulia, 2004), h. 98

Page 44: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

yang dapat bermanfaat dalam kehidupan dinia akherat.

10. Anak didik harus tunduk pada nasehat pendidik.

Agar peserta didik mendapatkan keridhoan dari Allah SWT dalam

menuntut ilmu, maka peserta didik harus mampu memahami etika yang harus

dimilkinya, yaitu :54

1. Peserta didik hendaknya senantiasa membersihkan hatinya sebelum

menuntut ilmu.

2. Tujuan belajar hendaknya ditujukan untuk menghiasi roh dengan berbagai

sifat keutamaan.

3. Memiliki kemauan yang kuat untuk mencari dan menuntut ilmu di

berbagai tempat.

4. Setiap peserta didik wajib menghormati pendidiknya.

5. Peserta didik hendaknya belajar secara sungguh-sungguh dan tabah.

Namun etika peserta didik tersebut perlu disempurnakan dengan empat

akhlak peserta didik dalam menuntut ilmu, yaitu :55

1. Peserta didik harus membersihkan hatinya dari kotoran dan penyakit jiwa

sebelum ia menuntut ilmu, sebab belajar merupakan ibadah yang harus

dikerjakan dengan hati yang bersih.

2. Peserta didik harus mempunyai tujuan menuntut ilmu dalam rangka

menghiasi jiwa dengan sifat keimanan, mendekatkan diri kepada Allah.

3. Seorang peserta didik harus tabah dalam memperoleh ilmu pengetahuan

dan sabar dalam menghadapi tantangan dan cobaan yang datang.

4. Harus ikhlas dalam menuntut ilmu dengan menghormati guru atau

pendidik, berusaha memperoleh kerelaan dari guru dengan

mempergunakan beberapa cara yang baik.

54 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, ………., ..h. 110

55 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam,…………..h. 110.

Page 45: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

Bab III

Seputar Penafsiran Kisah Khidir dan Musa QS al-Kahfi 60-82

QS al-Kahfi ayat 60-61

Artinya, “Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya, "Aku tidak akan

berhenti (berjalan) sebelum sampai ke Pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan

sampai bertahun-tahun" (60).

“Maka tatkala mereka sampai ke Pertemuan dua buah laut itu, mereka lalai akan

ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu.” (61).

Ayat ini menjelaskan kepada kita tentang perjalanan Nabi Musa AS yang ingin menimba

Ilmu dari Nabi Khidir AS. Pertemuan Nabi Musa dengan Nabi Khidir memang tidak dijelaskan

secara detail kapan dan dimana tempatnya, akan tetapi kumpulan ayat-ayat yang membincangkan

kisah mereka banyak mengandung pelajaran.

Kisah tentang Musa dalam rangkaian ayat-ayat ini tidak disebutkan asal-muasalnya,

namun dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dijelaskan sabab-musababnya. Ibnu

Abbas mendengar Ubai bin Kaab berkata bahwa ia mendengar Rasulullah Saw bersabda, Musa

Page 46: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

berdiri khutbah di hadapan Bani Israil, kemudian ia ditanya, “Siapa Manusia yang paling

pintar?” Musa menjawab, “Saya”. (Atas jawaban itu) Allah SWT mencela Musa yang tidak

mengembalikan ilmu kepada Allah. Kemudian Allah mewahyukan kepada Musa bahwasannya

seorang hamba-Ku berada di tempat bertemunya dua laut dia lebih pintar daripadamu. Kemudian

Musa bertanya, “Bagaimana aku dapat bertemu dengannya?” Allah berfirman, “Ambillah seekor

ikan lalu tempatkan ia di wadah. Maka, dimana engkau kehilangan ikan itu, di sanalah dia. (HR

Bukhori)1

Manakala Nabi Musa menyimak hal itu, dia bertekad ingin menemui hamba shalih

tersebut untuk menimba ilmu darinya. Quraish Shihab menyebutkan, kata huquban ( حقبأ ( yang

menunjukkan waktu yang lama ada yang berpendapat setahun, tujuh puluh tahun, atau delapan

puluh tahun, bahkan sepanjang masa. Al-Maraghi menjelaskan, Musa tertantang untuk menemui

hamba shalih itu, meski menguras tenaga, bersusah payah dan menempuh perjalanan yang

panjang.2 Hal ini sebagaimana firman Allah SWT, ”Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada

muridnya, "Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan;

atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun." (QS al-Kahfi [18]; 60).

Berdasar hadis Bukhari di atas, Nabi Musa memohon kepada Allah agar ditunjukkan

tempat keberadaan hamba shalih. Allah tidak memberitahu kepada Musa secara langsung. Akan

tetapi, memberitahu dengan isyarat bahwa dia berada di tempat bertemunya dua laut. Allah

memerintahkan Musa supaya membawa serta ikan yang telah mati. Karena Musa akan

menemukan hamba shalih di tempat di mana Allah menghidupkan ikan itu.

Dalam pengembaraan mencari hamba shalih, Musa berjalan dengan seorang yang disebut

dalam al-Quran dengan istilah fata, pemuda (الفتي)—al-Maraghi menyebutkan pemuda itu

bernama Yusa’dalam riwayat hadis riwayat imam Bukhori disebutkan pemuda itu adalah Yusa’

bin Nun—menuju tempat bertemunya dua laut.3

Pakar tafsir Indonesia Quraish Shihab, menjelaskan makna fata tersebut, bahwa pada

1 Muhammad bin Ismail Abu Abdillah al-Bukhori, Jami’ Shahih al-Mukhtashor min Umuri Rasulillah wa Sunaninhi wa Ayyamih, (Beirut: Daar Ibnu Katsir, Cet 3 1987) j. 4 h. 1757. Hadis no. 4450.

2 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, (Mesir: Maktabah Mustafa al-Babi al-Halabi wa Awladih, 1946) J. 15 h. 175

3 Muhammad bin Ismail Abu Abdillah al-Bukhori, Jami’ Shahih al-Mukhtashor min Umuri Rasulillah wa Sunaninhi wa Ayyamih, j. 4 h. 1757.

Page 47: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

mulanya fata digunakan untuk menyebutkan anak muda, lalu kata ini digunakan untuk menyebut

pembantu. Orang jahiliah menyebut pembantu dengan ’abd (عبد). Rasulullah melarang hal itu

dan mengganti dengan fata, menurut Quraish agaknya hal itu dilakukan karena seorang dalam

keadaan apa pun tak wajar diperbudak, sebaliknya tetap manusia tetap harus diperlakukan

dengan baik selayaknya manusia. Tau rasul menyebut hal itu lantaran ayat menyebutkan dengan

kata fata. Dengan demikian seorang yang menemani musa adalah orang yang selalu

membantunya dan barangkali dalam pandangan masyarakat ia adalah seorang hamba sahaya.4

Musa meminta kepada si pemuda agar memberitahu jika ikan itu hidup. Ketika keduanya

telah sampai di sebuah di tempat bertemunya dua laut. Nabi Musa berbaring di balik batu untuk

beristirahat karena perjalanan panjang yang membuatnya letih. Di tempat tersebut ikan itu

bergerak-gerak di dalam keranjang. Dengan kodrat Allah SWT ia hidup, melompat ke laut,

membuat jalan yang terlihat jelas. Maka airnya berbentuk seperti pusaran, dan Allah menahan

laju air dari ikan tersebut.

Al-Maragi menyebutkan, bagi Musa hidupnya ikan tersebut merupakan mukjizat. Ikan

mendapati jalannya. Sedangkan kisah yang menyebutkan bahwa air berbentuk jembatan tidaklah

wajib bagi kita untuk meyakininya kecuali ada nash qat’i yang menyebutkannya.5 Pendapat Ibnu

Asyur yang disebutkan dalam Tafsir al-Misbah juga menyebutkan bahwa ikan itu menghilang

menuju terowongan (saraban) dan Musa kemudian mengikuti jalan itu. Namun, pendapat ini

ditolak banyak ulama yang cenderung memahami pertemuan kedua tokoh itu di tempat

bertemunya dua pantai.6

QS Al-Kahfi ayat 62-64

4 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, (Jakarta: Lentera Hati, cet II 2004) v. 8 h. 90.

5 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,... J. 15 h. 175-176.

6 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,... v. 8 h. 91.

Page 48: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

Artinya, “Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya:

"Bawalah kemari makanan kita; Sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita

ini" (62).

“Muridnya menjawab: "Tahukah kamu tatkala kita mecari tempat berlindung di batu

tadi, Maka Sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang

melupakan aku untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut

dengan cara yang aneh sekali" (63).

“Musa berkata: "Itulah (tempat) yang kita cari". lalu keduanya kembali, mengikuti jejak

mereka semula.” (64).

Pada hari setelah berjalan siang dan malam Musa merasa letih dan meminta makanannya

kepada pemuda. ”...Bawalah kemari makanan kita; sesungguhnya kita telah merasa letih karena

perjalanan kita ini" (QS al-Kahfi [18]; 62)

Permintaan Musa untuk diambilkan makanannya, mengingatkan pemuda kepada ikan,

maka dia pun menyampaikan perkara ikan tersebut kepada Nabi Musa. Menurut al-Maraghi

makanan menjadi hikmah yang mengingatkan pemuda pada ikan.7 ”Muridnya berkata, "Tahukah

kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa

(menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya

kecuali setan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali." (QS al-

Kahfi [18]; 63)

Pada penuturan pemuda tentang perkara ikan, ia menyalahkan setan yang telah

melupakannya. Hal tersebut dikarenakan peristiwa yang dialaminya benar-benar ajaib.

Kata ‘ajaban (عجبا) sendiri ada yang memahaminya dengan keadaan tempat itu

mengherankan manakala ikan berjalan ke laut. Ada pula yang berpendapat keheranan pembantu

Musa, bagaimana ia bisa lupa untuk menyampaikan kisah ikan itu.8

Menimpali penjelasan pemuda itu, “Musa berkata, "Itulah (tempat) yang kita cari." Lalu

7 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,... J. 15 h. 176.

8 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,... v. 8 h. 93.

Page 49: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula.” (QS al-Kahfi : 64)

Al-Biqa’i sebagaimana dikutip oleh al-Maraghi, menyebutkan, bahwa jalan yang dilalui

oleh Musa adalah pasir, yang tidak bertanda. Jelasnya, Allah lebih mengatahui apakah tempat itu

pertemuan antara nail dan garam atau petunjuk dari kota misr (mesir). Dengan penegasan

tambahan, yaitu bertenggernya burung di perahunya.9

QS Al-Kahfi ayat 65

Artinya, “Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami,

yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan

kepadanya ilmu dari sisi Kami.”

Keduanya melewati tempat yang ditentukan, hingga kelelahan. Musa dan pemuda

berjalan berbalik menyusuri jejak semula yang telah mereka lalui, demi menuju ke batu tempat

mereka beristirahat. ”Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami,

yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan

kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (QS al-Kahfi : 65)

Banyak ulama yang berpendapat bahwa kata ’abdan (عبدا), hamba dalam ayat ini adalah

Nabi Khidir. Quraish Shihab menjelaskan, penafsiran kata ’abdan beragam dan bersifat

irrasional. Khidir sendiri bermakna hijau. Nabi Saw bersabda, bahwa penamaan tersebut karena

suatu ketika ia duduk di bulu yang berwarna putih, tiba-tiba warnanya beerubah menjadi hijau

(HR. Bukhari melalui Abu Hurairah). Quraish menambahkan, agaknya penaman serta warna itu

sebagi simbol keberkatan yang menyertai hamba Allah yang istimewa itu.10

Tentang khidir al-Maragi telah menyebutkan dengan pendapat yang kuat. Khidir adalah

laqab untuk teman Musa yang bernama Balwan bin Mulkan. Sementara itu, kebanyakan ulama

berpendapat ia adalah seorang nabi. Pendapat itu didukung oleh beberapa dalil. Pertama, firman

Allah SWT, ” Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami” rahmat dalam potongan ayat ini

9 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,... J. 15 h. 177.

10 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,... v. 8 h. 94.

Page 50: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

adalah nubuwwah berdasarkan firman Allah yang berbunyi, “Apakah mereka membagikan

rahmat dari Tuhan-mu”

Kedua, firman Allah SWT, ” telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami”

potongan ayat ini menunjukkan bahwa khidir telah diberi ilmu tanpa perantara dan petunjuk

tanpa seorang mursyil. Hal ini hanya didapati oleh para nabi.

Ketiga, Musa berbicara kepada Khidir, “Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu

mengajarkan kepadaku ilmu” ayat ini menunjukkan bahwa Musa ingin belajar pada Khidir. Dan

nabi tidak belajar kecuali kepada nabi. Keempat, firman Allah, “dan bukanlah aku melakukannya

itu menurut kemauanku sendiri” maksudnya, aku mengerjakannya berdasarkan wahyu dari

Allah. Dan ini menunjukkan dalil nubuwwah.11

Dalam ayat ini pula, keterangan tentang Khidir bertambah. Yaitu, Khidir diberikan

rahmat dan ilmu. Terkait dua bekal yang diberikan kepada Khidir ini, para ulama kemudian

memberi tafsir tentang rahmat dan ilmu yang diberikan kepada Khidir.

Istilah 'indi dan ladun dinilai oleh Ibnu Asyur hanya sebagai penganekaragaman dan

tidak terulang dua kata yang sama dalam satu redaksi. Sementara itu, al-Biqai dan Thabathabai

tidak berpendapat demikian. Mengutip Abu Hasan al-Harrari pemakaian kata 'indi pada 'rahmat'

menunjukkan bahwa rahmat yang diberikan kepada Khidir adalah sesuatu yang jelas, nampak.

Dengan demikian, rahmat itu nampak dan jelas pada diri Khidir.

Sedangkan ilmu yang digandeng sebelumnya dengan kata ladun, menurut Abu Hasan

menunjukkan sesuatu yang tidak nampak. Yaitu, berupa ilmu bathin yang tersembunyi, yang

pasti hal tersebut adalah milik dan berada di sisi Allah semata-mata.

Thabathabai berpendapat serupa, namun tak sama. Thabathabai lebih jelas lagi, bahwa

nikmat Allah yang zahir dapat diperoleh dari beraneka ragam sebab. Sedang nikmat Allah yang

bathin tidak melalui satu sebab pun. hal ini seperti kenabian, kewalian. Dan dalam ayat ini

dengan kata 'indi, maka rahmat yang diberikan lebih khusus lagi, tanpa pihak lain dan bersifat

bathiniyyah dan pada hal ini kenabian. Namun tambahnya, penggunaan kata jamak 'indina,

menunjukkan ada kerja malaikat dalam penyampaian wahyu itu.

Sedangkan pemberian ilmu yang menggunakan kata ladun, menurut Thabathabai juga

bukan merupakan pemberian ilmu dengan cara biasa. Ini menunjukkan ilmu yang diberikan

11 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,... J. 15 h. 172-173.

Page 51: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

bukan ilmu kasby, namun ia adalah anugrah khusus bagi para auliya.12

QS Al-Kahfi ayat 66-68

Artinya, "Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu

mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?"

(66)

"Dia menjawab: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersama

aku." (67)

"Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai

pengetahuan yang cukup tentang hal itu?" (68).

Setelah pertemuan itu, komunikasi di antara Musa dan Khidir dilanjutkan. Diawali

dengan pertanyaan Nabi Musa dilontarkan kepada Nabi Khidir. Pertanyaan tersebut bukanlah

pertanyaan degan nada yang mewajibkan atau memaksa. Dan, contoh inilah yang menurut Ibnu

Katsir hendaknya pula diikuti oleh para pembelajar (murid) kepada pengajar (guru).13

Musa menanyakan kebolehan atau izin untuk mengikuti Khidir (atau menemaninya),

kemudian agar diperkenankan untuk diberikan suatu pelajaran yang telah Allah ajarkan. “Musa

berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu

yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?" (QS al-Kahfi : 67) Menurut

Ibnu Katsir, maksudnya, sudikah kiranya Engkau (khidir) menunjukiku dalam urusanku dari

ilmu yang bermanfaat dan amal shalih.14

Quraish Shihab menambahkan, kata attabi’uka (أتبعك) yang di dalamnya terdapat

12 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,... v. 8 h. 95-96.

13 Ibnu Katsir, Tafsir al-Quran al-Adzim, (Riyad: Daaru Thaibah, Cet 2 1999), j. 5 h. 181.

14 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,... J. 15 h. 178.

Page 52: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

penambahan huruf ta menunjukkan kesungguhan. Memang demikianlah seharusnya seorang

pelajar harus bertekad untuk bersungguh-sungguh mencurahkan perhatian bahkan tenaganya,

terhadap apa yang akan dipelajarinya.

Lanjut Quraish, bahwa permintaan Musa kepada Khidir untuk diajarkan dengan bahasa

yang sangat halus. Hal ini dapat dilihat dari pertanyaan Musa. “Bolehkah aku mengikutimu,”

selanjutnya beliau menamai pengajaran yang diharapkannya itu sebagai ikutan, yaitu beliau

menjadikan dirinya sebagai pengikut dan pelajar. Beliau juga menggarisbawahi kegunaan

pengajaran itu untuk dirinya pribadi yakni “untuk menjadi petunjuk” baginya. Pada sisi lain,

Nabi Musa juga menyebutkan bahwa Khidir adalah hamba saleh dengan keluasan ilmu. Dengan

begitu, Musa pula hanya meminta sebagian ilmu, “sebagian dari apa yang telah diajarkan

kepadanya”. Dan Nabi Musa juga tidak mengatakan, “apa yang engkau ketahui”. Karena, Nabi

Musa benar-benar menyadari bahwa segala ilmu bersumber dan pasti akan kembali kepada Allah

SWT.15

Pada sisi lain, Nabi Khidir juga memberi jawaban yang tidak kalah halusnya. Ia tidak

serta-merta menolak secara langsung permintaan Musa, melainkan memberinya jawaban dengan

penilaian bahwa Musa tidak akan sabar mengikutinya sambil menyertakan alasan yang logis dan

tidak menyinggung perasaan atas ketidaksabaranya itu.

Terkait jawaban Khidir, Ibnu Katsir menjelaskan, bahwasannya Maksud Khidir adalah,

engkau tidak akan tahan melihat apa yang akan aku perbuat, karena sangat kontra dengan syariat

yang engkau miliki. Dan lantaran aku berdasarkan ilmu yang Allah ajarkan kepadaku namun

tidak Allah ajakan kepadamu. Begitu sebaliknya, engkau telah Allah ajari ilmu yang tidak

dijarkan kepadaku. Oleh karena itu, kita memiliki perkara masing-masing. Maka sebab itu,

engkau tidak mampu untuk mengikutiku.16

Khidir pula mengetahui, bahwa Musa akan mengingkari atas apa yang dia dalihkan. Dan

dikarenakan pula Musa tidak mampu menelaah hikmah dan kemaslahatan bathiniah yang Khidir

dapat telaah.17

Dalam konteks ini, Quraish menambahkan, bahwa ucapan hamba Allah, memberi isyarat

15 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,... v. 8 h. 98

16 Ibnu Katsir, Tafsir al-Quran al-Adzim,... j. 5 h. 181.

17 Ibnu Katsir, Tafsir al-Quran al-Adzim,... j. 5 h. 181.

Page 53: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

bahwa seorang pendidik hendaknya menuntun anak didiknya dan memberitahu kesulitan-

kesulitan yang akan dihadapi dalam menuntut ilmu, bahkan mengarahkannya untuk tidak

mempelajari sesuatu jika sang pendidik tahu bahwa potensi anak didiknya tidak sesuai dengan

bidang ilmu yang akan dipelajari.18

QS Al-Kahfi ayat 69-70

Artinya, “Musa berkata: "Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang

sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun". (69)

“Dia berkata: "Jika kamu mengikutiku, Maka janganlah kamu menanyakan kepadaku

tentang sesuatu apapun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu". (70)

Musa menjawab Khidir dengan janji untuk bersabar dan tidak mengingkari dalam satu

urusan pun. Quraish Shihab menyebutkan, penyertaan janji dengan kata insya Allah (إنشاء اهللا),

memberikan kesan bahwa kesabaran Nabi Musa dikaitkan dengan kehendak Allah. Dengan

begitu, Nabi Musa tidak dapat dinilai berbohong dengan ketidaksabarannya itu, karena ia telah

berusaha. Namun itulah kehendak Allah yang bermaksud membuktikan adanya seorang yang

memiliki pengetahuan yang tidak dimiliki oleh Nabi Musa AS.19

Lebih lanjut, Qurash menambahkan, apalagi dalam belajar, khususnya dalam

mempelajari hal-hal yang bersifat bathiniah/tasawuf. Ini lebih penting lagi bagi seorang yang

telah memiliki pengetahuan, karena boleh jadi pengetahuan dimilikinya tidak sejalan dengan

sikap atau apa yang diajarkan oleh sang guru.

Pada sisi lain, jawaban Khidir menurut al-Maraghi maksudnya adalah jangan engkau

meminta jawaban atas sesuatu yang engkau ingkari sampai aku menyebutkan kebenarannya.

18 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,... v. 8 h. 99

19 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,... v. 8 h. 100-101.

Page 54: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

Karena sesungguhnya aku tidak melakukan sesuatu kecuali itu adalah hal yang benar dalam

urusanku meskipun secara jahir bertolak belakang. Sebagai adab pelajar kepada guru maka Musa

menerima syarat yang diberikan oleh Khidir.20

QS Al-Kahfi ayat 71-73

Artinya, “Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu

Khidhr melobanginya. Musa berkata: "Mengapa kamu melubangi perahu itu akibatnya kamu

menenggelamkan penumpangnya?" Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang

besar.” (71)

“Dia (Khidhr) berkata: "Bukankah aku telah berkata: "Sesungguhnya kamu sekali-kali

tidak akan sabar bersama dengan aku". (72)

“Musa berkata: "Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah

kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku".(73)

Maka keduanya berjalan di pantai menuju perahu, Khidir mengenalkan orang-orang yang

menaiki perahu kemudian membawa mereka tanpa imbalan. Sampai ketika keduanya—Musa

dan Khidir—telah menaiki perahu Khidir melubanginya ketika telah sampai di tengah-tengah

laut yang deras jelas al-Maraghi.21 Quraish meninjau dari sisi bahasa, bahwa kata idza (إذا) dalam

menunjukkan ketika dia naik perahu terjadi juga pelubangannya. Dan itu mengisyaratkan bahwa

sejak dini—sebelum menaiki perahu—mereka telah mengetahui apa yang terjadi jika tidak

20 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,... J. 15 h. 178.

21 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,... J. 15 h. 178.

Page 55: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

melubanginya, serta pelubangan itu merupakan tekadnya sejak semula.22

Kata inthalaqa (إنطلق) dipahami dalam arti ‘berjalan dan berangkat dengan penuh

semangat’. Lalu, penggunaan bentuk dual dalam kata ini menunjukkan bahwa dalam perjalanan

hanya terdapat dua orang, yaitu hamba saleh dan Nabi Musa. Menurut Quraish Shihab ini

agaknya disebabkan karena maqam yakni derajat keilmuan dan ma’rifat pembantunya itu belum

sampai pada tingkat yang memungkinkannya ikut dalam pengembaraan ma’rifat itu.23

Atas pelubangan itu, Musa dengan kelengahannya menanyakan dan mengingkari apa

yang dilakukan oleh Khidir—Mengapa kamu melobangi perahu itu akibatnya kamu

menenggelamkan penumpangnya?" Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang

besar.

Khidir kemudian mengulangi pernyataan sebelumnya, Bukankah aku telah berkata:

"Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku".

Lebih lanjut Musa meminta keringanan atas kelupaan dan kesulitannya dalam menjalani

perkaranya itu. Al-Maragi menjelaskan, bahwa Musa meminta agar Khidir tidak menyulitkannya

dalam perkara dan keikutsertaannya. Tetapi mudahkanlah dan menjauhkan perdebatan.24

Rupanya pemakaian kata imran (إمرا) dan ‘usra (عسرا) menurut Quraish Shihab mengindikasikan

betapa beratnya beban yang dipikul oleh Nabi Musa jika ternyata hamba Allah itu tidak

memaafkannya atau dengan kata lain tidak mengijinkannya untuk belajar dan mengikutinya.

QS Al-Kahfi ayat 74-75

Artinya, “Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan

seorang anak, Maka Khidhr membunuhnya. Musa berkata: "Mengapa kamu membunuh jiwa

22 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,... v. 8 h. 102-103.

23 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,... v. 8 h. 102.

24 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,... J. 15 h. 179.

Page 56: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

yang bersih, bukan karena Dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan

suatu yang mungkar". (74)

“Khidhr berkata: "Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu

tidak akan dapat sabar bersamaku?" (75).

Hamba saleh itu memberikan maaf dan keduanya meneruskan perjalanan. Kali ini,

setelah selamat dari tenggelam mereka turun dari perahu, berjalan di pantai kemudian Khidir

melihat seorang anak remaja belum dewasa yang bermain maka serta merta ia membunuhnya.

Al-Quran tidak menyebutkan bagaimana Khidir membunuh anak itu, jelas al-Maraghi.25

Melihat hal itu, Musa dengan penuh kesadaran, sebagaimana yang dikutip Quraish dari

Sayyid Qutub, musa tidak lupa lagi tapi dia benar-benar sadar lantaran besarnya peristiwa itu.26

Musa berkata kepada Khidir, Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan karena Dia

membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar. al-Maraghi

menjelaskan, bantahan Musa karena remaja yang dimaksud adalah remaja yang bersih dari dosa

tanpa membunuh yang diharamkan? Dalam hal ini pembunuhan dikhususkan bukan karena

kekafiran setelah iman, zina setelah menikah karena itulah yang nampak pada peristiwa

tersebut.27

Penentangan Musa kepada Khidir pada hal ini ditunjukkan dengan lebih tegas. Kata yang

dipakai untuk menunjukkan hal itu adalah nukran (نكرا), kemungkaran yang besar. Jika dalam hal

menenggelamkan perahu masih mengindikasikan kemungkinan antara tenggelam dan tidak.

Namun pembunuhan seorang anak benar-benar jelas dan pasti. Pembunahan inilah yang menurut

Musa irasional dan telah mengahilangkan jiwa.

Di sisi lain, peneguran kedua kalinya hamba saleh juga disertai penekanan. Ini nampak

pada penggunaan kata laka(لك), kepadamu. Adapun jika kita perhatikan peneguran hamba saleh

yang pertama tidak disertai kata laka. Hal ini menegaskan banwa kata itu memiliki daya tekan

tersendiri. Demikian jelas para al-Maraghi dan Quraish Shihab.

25 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,... J. 15 h. 179.

26 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,... v. 8 h. 104.

27 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,... J. 15 h. 179.

Page 57: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

QS Al-Kahfi ayat 76-77

Artinya, “Musa berkata: "Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali)

ini, Maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup

memberikan uzur padaku". (76)

“Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu

negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau

menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang

hampir roboh, Maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: "Jikalau kamu mau,

niscaya kamu mengambil upah untuk itu". (77)

Pada ayat 76 Musa menyadari akan perbuatannya yang telah melakukan dua kesalahan.

Namun tekadnya yang kuat untuk meraih ma’rifat mendorongnya memohon untuk diberi

kesempatan terakhir. Musa AS berkata, jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah

(kali) ini, maksudnya, jika aku menanyakan kepadamu tentang perbuatan-perbuatan asing yang

aku saksikan serta aku meminta penjelasan hikmahnya darimu, maka janganlah kamu

memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku.

Pernyataan Musa kali ini benar-benar menunjukkan penyesalan yang amat karena terdesak oleh

keadaan.

Diriwayatkan dalam hadis yang shahih, Nabi Saw bersabda, Rahmat Allah menyertai kita

dan Musa, jika ia bersabar atas temannya untuk melihat kejadian yang aneh. Namun ia

memberikan celaan kepada temannya.

Permintaan Musa untuk kali masih dikabulkan oleh hamba saleh itu. Maka setelah peristiwa

pembunuhan itu, keduanya berjalan sampai bertemu dengan sebuah kampung, mereka meminta

Page 58: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

makanan, namun penduduk kampung itu enggan untuk menjamu mereka.

Dalam sebuah hadis disebutkan, “mereka, penduduk negeri itu adalah orang-orang tercela

lagi pelit”. Adapun penjelasan, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, dengan

tidak menyebutkan ‘tidak mau memberi makan’ menambahkan kehinaan mereka dan mensifati

mereka dengan kerendahan serta kebahilan. Sebab, seorang yang mulia tentu hanya menolak

seorang yang meminta diberi makanan, bukan menghinanya. Sebaliknya orang yang mulia tidak

akan mengusir tamu asing. Tandas al-Maraghi.28

Diriwayatkan dari Qatadah, “seburuk-buruknya kampung adalah kampung yang tidak

disinggahi dan tidak memberikan ibnu sabil haknya.”

Pada posisi yang senada, Qurais Shihab menyebutkan, penyebutan penduduk negeri pada

ayat 77 menunjukkan betapa buruknya penduduk negeri itu lantaran pada ayat-ayat lain al-Quran

hanya menyebutkan negeri untuk menunjuk penduduknya. Lebih-lebih, permintaan Musa dan

Khidir bukanlah permintaan sekunder melainkan makanan untuk dimakan.29

Kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh,

Maka Khidhr menegakkan dinding itu. Dan hal inilah yang merupakan mukjizatnya.

Musa berkata: "Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu. Sebenarnya,

perkataan Musa ini hanyalah masukan dan saran kepada Khidir karena dia mengetahui keperluan

yang mereka butuhkan seprti makan, minum, dan lainnya untuk hidup.

QS Al-Kahfi ayat 78

Artinya, “Khidhr berkata: "Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; kelak akan

kuberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar

terhadapnya.” (78)

Pada bagian ini, Musa telah melakukan pelanggaran untuk yang ketiga kalinya. Khidir

berkata pada Musa inilah pengingkaran berturut yang ketiga kalinya darimu yang menjadi sebab

28 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,... J. 16 h. 5.

29 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,... v. 8 h. 106.

Page 59: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

perpisahan antara aku denganmu sebagaimana yang telah aku syaratkan. Adapun dua

pengingkaranmu yang pertama terdapat udzur di dalamnya, namun tidak untuk hal ini. Kelak

akan kuberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar

terhadapnya. Maksudnya, Khidir nanti akan memberitahukan akibat dari perbuatan-

perbuatannya.

Takwil sendiri bermakna kembali yang berasal dari kata aala-yauulu-aulan ( اوال-یأول-ال ).

Al-Quran menggunakan istilah ini dalam arti makna dan penjelasan, atau substansi sesuatu yang

merupakan hakikatnya atau tiba masa sesuatu. Dalam konteks ini, makna yang kedua dapat

menjadi makna yang benar untuk kata tersebut di sini, jelas Quraish Shihab.30

QS Al-Kahfi ayat 79-82

Artinya, “Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di

laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja

yang merampas tiap-tiap bahtera.” (79)

“Dan Adapun anak muda itu, Maka kedua orang tuanya adalah orang-orang mukmin,

dan Kami khawatir bahwa Dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan

kekafiran. (80)

30 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,... v. 8 h. 107.

Page 60: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

“Dan Kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak

lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu

bapaknya).” (81)

“Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di

bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang Ayahnya adalah seorang

yang saleh, Maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya

dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku

melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan

yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya".(82)

Keempat ayat ini adalah penjelasan dari perbuatan-perbuatan Khidir yang aneh dalam

pandangan Musa. Ayat 79 menjelaskan tentang mengapa ia melubangi perahu. Khidir

menjelaskan, Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut,

mereka orang-orang miskin yang tak mampu untuk membela diri dari kezaliman. Padahal

mereka telah bekerja sekuat tenaga. dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di

hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera. Hal ini dilakukan oleh

Khidir karena merupakan kebiasaan raja itu, untuk merebut secara paksa setiap perahu yang

masih baik dan layak tegas al-Maraghi.31

Pada kejadian ini, Quraish menyimpulkan, seakan-akan Hamba Saleh itu berkata,

“dengan demikian apa yang kubocorkan itu bukanlah tujuan menenggelamkan penumpangnya,

tetapi justru menjadi sebab terpeliharanya hak-hak orang miskin.” Memang melakukan

kemudharatan yang kecil dibenarkan untuk menghilangkan kemudharatan yang lebih besar.32

Kemudian, ayat ke 80-81 menjelaskan tentang mengapa Khidir membunuh anak yang

menurut pandangan Musa adalah seorang anak yang suci dari dosa. Namun berbeda dengan apa

yang diketahui oleh Khidir dan penyikapannya, Khidir mengetahui bahwa anak itu adalah anak

yang kafir sedang kedua orang tuanya adalah orang mukmin. Kekhawatiran Khidir jika kelak

anak itu menjadi penyebab kekafiran kedua orang tuanya lantaran kecintaan mereka terhadap

anak itu, membuat Khidir membunuh anak itu.

31 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,... J. 16 h. 8.

32 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,... v. 8 h. 107.

Page 61: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

Kata khasyah (خشیة), pada mulanya bermakna takut. Tapi, kata kami yang menjadi pelaku

ayat ini menunjuk kepada hamba Allah bersama Allah SWT. Tentu tidak tepat, karena Allah

tidak mungkin takut. Oleh karenanya, Quraish menambahkan kami takut ‘bahkan tahu’ dalam

mengartikan kata ini. Sementara itu ada juga yang memaknainya secara majazi, yaitu ‘kami iba

dan penuh rahmat kepadanya’.

Di sisi ini, sang anak adalah anak yang kedurhakaannya luar biasa. Hal ini terlihat dari

penggunaan kata thugyanan (طغیانا). Banyak ulama yang memahami pelaku kedurhakaan dan

kekufuran yang dikhawatirkan adalah kedua orang tua anak ini. Dan ada juga yang memahami

pelakunya adalah anak itu, papar Quraish Shihab.33

Al-Maraghi mengutip pendapat Qatadah bahwa, “kala melahirkan anak itu kedua orang

tuanya bahagia dan bersedih ketika mendapati anaknya dibunuh, padahal jika anak itu tetap

hidup kelak akan mencelakakan keduanya. Maka itu, seorang hendaknya menerima ketentuan

Allah SWT. Ketentuan Allah yang tidak disukai sejatinya lebih baik daripada sesuatu yang

disukai.34 Dalam sebuah hadis disebutkan, “Allah jika mengehndaki suatu ketentuan kepada

seorang mukmin, kecuali itulah yang terbaik untuknya.” dalam al-Quran Allah berfirman,

“Sekali-kali engkau akan membenci sesuatu padahal itu lebih baik bagimu (QS al-Baqarah [2];

216).”

Sementara itu, maksud Khidir lainnya adalah supaya Tuhan mereka mengganti bagi

mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih

sayangnya.

Ayat ke 82 ini adalah ayat penutup prihal kisah Musa dan Khidir. Ayat ini menjelaskan

tentang perbuatan Khidir pada sebuah negeri yang dihuni oleh penduduk tercela lagi bakhil,

namun ia menegakkan dinding pada sebuah bangunan tanpa imbalan. Tujuan Khidir tak lain

adalah karena ia mengetahui bahwa dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di

kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang Ayahnya

adalah seorang yang saleh, Maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada

kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu.

Kata madinah pada keterangan ayat yang menjelaskan penegakan dinding agaknya

33 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,... v. 8 h. 108.

34 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,... J. 16 h. 8.

Page 62: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

disebabkan karena di celah kata qaryah (قریة) terdapat kecaman terhadap penduduknya yang

enggan menjamu itu, sementara pada ayat itu ada pujian terhadap orang tua kedua anak yatim

itu.

Pernyataan Khidir ini kemudian ditutup dengan penjelasan yang lugas dan tepat. Yaitu

bahwa apa yang dilakukannya mulai dari menenggelamkan perahu hingga menegakkan sebuah

dinding adalah bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. demikian itu adalah

tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.

Page 63: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

BAB IV

PROSES PEMBELAJARAN MUSA DAN KHIDIR

A. Sumber Ilmu dan Motivasi Mencari Ilmu

1. Sumber Ilmu

Perjalanan Nabi Musa AS. Mencari guru sebagaimana yang diriwayatkan

dalam sebuah hadis tentang kisah Musa “Ibnu Abbas mendengar Ubai bin Kaab

berkata bahwa ia mendengar Rasulullah Saw bersabda, Musa berdiri khutbah di

hadapan Bani Israil, kemudian ia ditanya, “Siapa Manusia yang paling pintar?”

Musa menjawab, “Saya”. (Atas jawaban itu) Allah SWT mencela Musa yang

tidak mengembalikan ilmu kepada Allah. Kemudian Allah mewahyukan kepada

Musa bahwasannya seorang hamba-Ku berada di tempat bertemunya dua laut dia

lebih pintar daripadamu. Kemudian Musa bertanya, “Bagaimana aku dapat

bertemu dengannya?” Allah berfirman, “Ambillah seekor ikan lalu tempatkan ia

di wadah. Maka, dimana engkau kehilangan ikan itu, di sanalah dia. (HR

Bukhori)1

Pada hadis di atas, terang bahwa Musa tidak mengembalikan ilmu kepada

Allah, merasa diri paling pintar. Hal ini yang menjadi sebab ia diperintahkan

untuk belajar kembai kepada hamba shaleh. Berdasar hal itu, seorang peserta didik

harus menyadari bahwa sumber ilmu adalah Allah SWT.

Syed Naquib al-Attas menyebutkan, bahwa semua tindakan dalam Islam

harus diniati dengan niat yang disadari. Ini sebagaimana hadis yang berbunyi, 1 Muhammad bin Ismail Abu Abdillah al-Bukhori, Jami’ Shahih al-Mukhtashor min Umuri Rasulillah wa Sunaninhi wa Ayyamih, (Beirut: Daar Ibnu Katsir, Cet 3 1987) j. 4 h. 1757. Hadis no. 4450.

Page 64: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

“perbuatan seorang itu berdasar niatnya” “dan Allah akan memberi pahala sesuai

niatnya. Di samping itu prinsip dasar perbuatan tersebut diiringi pula dengan sifat

keikhasan, kejujuran, dan kesabaran.

Abu Sa’id al-Kharaz, seorang sufi kenamaaan abad 9 M, sebagaimana

dinukil oleh Syed Nuquib memaparkan, bahwa salah satu prinsip etika adalah

keikhlasan di samping kebenaran dan kesabaran.

Pada hal ini, menurut Syed Naquib al-Attas, peserta didik harus mengenal

prinsip ini sejak dini dan harus mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari

sehingga kualitas keimanannya akan menjadi lebih kuat dan lebih kukuh, di

samping amal perbuatannya yang lurus dan ikhlas.2

Senada dengan itu, Nashir Al-Din Al-Thusi dalam tesisnya mengenai adab

peserta didik, sebagaimana dinukil pula oleh Syed Nuquib, bahwa penting bagi

peserta didik untuk mencari ridha Allah SWT.3

2. Motivasi Mencari Ilmu

Perintah menuntut ilmu dalam Islam diwajibkan. Perintah ini sebagaimana

termaktub dalam al-Quran dan hadis. Dalam al-Quran seperti ayat yang berbunyi,

“qul hal yastawilladzina ya’amuuna walladzina laa ya’lamuun” (katakanlah:

tidaklah sama orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui).4

Dalam hadis disebutkan, “thalabul ‘ilmi faridhatun ‘ala kulli muslimin wa

muslimatin” (menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim dan muslimat). Bahkan

dalam syiir yang populer “Uthubul ilma minal mahdi ila lahdi” (tuntutlah ilmu

sejak buaian hingga liang lahad). Atau “Uthlubul ilma wa lau bishshin” (tuntutah

ilmu sampai negeri Cina”. ‘

Spirit menuntut ilmu inilah yang juga diperlihatkan dalam proses

pembelajaran Musa dan Khidir. Dalam hal ini Musa setelah mendapat wahyu

untuk menemui hamba shaleh. Ia bertekad untuk menimba ilmu darinya. Quraish

2 M. Nuquib al-Attas, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Nuquib Al-Attas, (Bandung: Mizan, cet I 2003) h. 256.

3 M. Nuquib al-Attas, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Nuquib Al-

Attas,...h. 258. 4 QS Az-Zumar [39]; 9.

Page 65: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

Shihab menyebutkan, kata huquban ( حقبأ( yang menunjukkan waktu yang lama

ada yang berpendapat setahun, tujuh puluh tahun, atau delapan puluh tahun,

bahkan sepanjang masa.

Motivasi Musa begitu jelas, menurut al-Maraghi, Musa tertantang untuk

menemui hamba shalih itu, meski menguras tenaga, bersusah payah dan

menempuh perjalanan yang panjang.5 Hal ini sebagaimana firman Allah SWT,

”Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya, "Aku tidak akan berhenti

(berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan

sampai bertahun-tahun." (QS al-Kahfi [18]; 60).

Pada usaha mencari sumber pembelajaran dan guru yang profesional,

seorang siswa dituntut untuk memiliki semangat dan motivasi yang kuat untuk

menuntut ilmu, karena motivasi berperan sebagai daya gerak seseorang untuk

melakukan kegiatan pembelajaran.

Dalam kegiatan pembelajaran maka motivasi dapat dikatakan sebagai

keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan

belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan

arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki subjek belajar dapat

tercapai.6 Namun pada intinya bahwa motivasi merupakan kondisi psikologis yang

mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat

dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan,

menjamin kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar, sehingga diharapkan

tujuan dapat tercapai. Dalam kegiatan belajar, motivasi sangat diperlukan, sebab

seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin melakukan

aktivitas belajar.7

Dengan motivasi yang kuat dalam diri Nabi Musa AS, untuk mencari guru

5 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, (Mesir: Maktabah Mustafa al-Babi al-

Halabi wa Awladih, 1946) J. 15 h. 175. 6 Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo, cet-IX,

2001), h. 73. 7 Thursan Hakim, Balajar Secara Efektif, (Jakarta: Niaga Swadaya, 2009). h. 6

Page 66: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

yang lebih ahli mendorongnya untuk melakukan perjalanan dalam mencari ilmu

dari sumbernya langsung. Yang dalam dunia pendidikan hal ini dikenal dengan

rihlah ilmiah, perjalanan intelektual. Imam Syafi’i menyebutkan dalam kitab

Diwan Imam Syafi’i, dalam bab qafiyah nuun (syi’ir yang berakhiran huruf nun)

enam syarat yang harus dipenuhi agar bisa mendapatkan ilmu, yaitu kecerdasan,

semangat, sabar dan harta (dalam hal ini biaya), petunjuk (bimbingan) guru dan

dalam tempo waktu yang lama. Motivasi yang tinggi telah mendorong Imam Ibn Mandah untuk mengelilingi

timur dan barat sebanyak dua kali. Beliau melakukan perjalanan menuntut ilmu dalam

jangka waktu yang lama. Imam Ibn Mandah pergi menuntut ilmu ketika berumur 20

tahun dan kembali ketika berumur 65 tahun. Lama perjalanan menuntut ilmu beliau

selama 45 tahun. Imam Ibn Mandah kembali ke negerinya setelah tua dan dia baru

menikah ketika berumur 65 tahun. Kecintaan para ulama pada ilmu syar’I meyebabkan

mereka rela untuk lelah berjalan, menahan lapar dan dahaga.8

Mempelajari perjuangan para ulama dalam menuntut ilmu akan

menyalakan semangat yang padam kembali membara. Perjuangan mereka yang

tak kenal lelah dan segala keterbatasan mereka baik moril maupun materil dalam

menuntut ilmu telah menjadikan mereka sebagai orang-orang yang mulia dari

kalangan kaum Muslimin hingga saat ini. Para ulama salaf telah memberikan

contoh yang baik dan teladan yang agung tentang bagaimana bersemangat dalam

menuntut ilmu, meraihnya serta merindukannya. Mereka mengembara keluar dari

negerinya dengan membawa bekal seadanya dan meninggalkan kenikmatan

berkumpul bersama keluarga untuk berburu ilmu pada para ulama tanpa mengenal

batas dimensi ruang dan waktu.9

Selain itu, kata-kata nabi Musa As: “Aku tidak akan berhenti (berjalan)

sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai

bertahun-tahun.” Memiliki pelajaran. Keteguhan Nabi Musa untuk menambah

8 Syaikh Muhammad Ibn Shaleh Al-Utsaimin, Panduan Lengkap menuntut ilmu (Pustaka

Ibn Katsir), h.102 . 9 Abul Qa’qa Muhammad bin Shalih alu Abdillah, Kiat Agar Semangat Belajar

Membara (Terj), (Beirut: Daar An-Naba), 52.

Page 67: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

ilmu demi keselamatan dunia akhirat. Oleh karena itu, beliau mencari orang yang

dapat mengobati kehausannya akan ilmu. Hal ini mengajarkan kepada kita, bahwa

orang yang ingin mendapatkan ilmu haruslah keluar dari tempatnya dan mencari

dimana sang guru berada dan bukan sebaliknya. Oleh karena itu, Nabi Musa rela

melakukan perjalanan yang sangat jauh untuk menuntut ilmu dan merasakan

keletihan. Beliau lebih suka meninggalkan Bani Israil agar nantinya dapat

mengajar dan membimbing mereka, dan memilih berangkat mencari tambahan

ilmu.10

Sampai di sini motivasi yang dimiliki Musa masing amat tinggi, hingga ia

tak kenal menyerah untuk mencari sumber ilmu yang Allah wahyukan. Dalam

bahasan motivasi, maka Musa telah merasuk padanya motivasi intrinsik maupun

ekstrinsik. Motivasi instrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau

berfungsinya tidak perlu diransang dari luar, karena dalam diri individu telah ada

dorongan mencari sesuatu. Sedang motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang

aktif dan berfungsinya karena adanya perangsang dari luar.11 Dan semestinya

setiap siswa memiliki kedua macam motivasi ini.

B. Bertemu Guru yang Tepat

Dalam dunia pendidikan guru memiliki peranan yang sangat penting pada

kegiatan pembelajaran. Guru sebagai fasilitator, koordinator, transformator,

bahkan agent of change dan pengelola lalu lintas jalannya pembelajaran yang

aktif, kreatif, serta produktif, merupakan faktor penting yang tidak dapat di

pandang sebelah mata. Pembelajaran akan baik jika disampaikan oleh guru yang

baik, guru yang memiliki standar kompetensi. Adapun sebagaimana maklum

Kompetensi guru tersebut mencakup empat jenis, yaitu kompetensi pedagogik,

kompetensi profesional, kompetensi sosial, dan kompetensi kepribadian.

Pada proses pendidikan, guru tidak hanya menjalankan fungsinya sebagai

pen-transfer pengetahuan (transfer of knowledge), tapi juga berfungsi untuk

10 Soraya Haque, Jejak-Jejak Perjalanan Jiwa, (Bandung: Mizan Publika, 2009), h. 74 11 Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar,... h. 87-88.

Page 68: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

menanamkan nilai (value), serta berfungsi untuk menanamkan karakter (character

building) secara berkelanjutan.

Dalam terminologi Islam, guru diistilahkan dengan murabby, satu akar

dengan rabb yang berarti Tuhan. Jadi, fungsi dan peran guru dalam sistem

pendidikan merupakan salah satu manifestasi dari sifat ketuhanan.12 Jika

demikian, benarlah bahwa tugas guru merupakan tugas yang amat mulia, bukan

hanya mulia di sisi manusia lainnya namun juga mulia di sisi Allah Swt.

Pada konteks itu, pembelajaran Musa kepada Khidir merupakan

pembelajaran yang tepat. Pertama, karena Khidir adalah guru yang Allah pilih dan

rekomendasikan secara langsung sebagaimana yang disebutkan pada hadis di atas.

Menurut kebanyakan ulama berpendapat ia adalah seorang nabi.13 Kedua, lantaran

Khidir adalah nabi yang Allah berikan padanya rahmat yang tampak pada dirinya

dan ilmu yang istimewa. Yaitu ilmu yang diberikan bukan ilmu kasby, namun ia

adalah anugrah khusus bagi para auliya.14

Sepadan dengan hal tersebut, peserta didik disarankan untuk tidak tergesa-

gesa belajar pada sembarang guru. Sebaliknya peserta didik harus meluangkan

waktu untuk mencari siapakah guru terbaik, demikian papar Syed Nuquib. Al-

Gazali mengingatkan, meski demikian peserta didik untuk tidak bersikap

sombong. Tetapi harus memperhatikan mereka yang mampu membantunya dalam

mencapai kebijaksanaan, kesuksesan, dan kebahagiaan serta tidak hanya

berdasarkan mereka yang masyhur dan terkenal.15

Prof. Dr. Imam Suprayogo, rektor UIN Malang, dalam catatannya

menuliskan, tidak saja calon murid yang seharusnya dipilih, tetapi mestinya guru

juga perlu diseksi. Setiap tahun, lembaga pendidikan menyeleksi para calon

murid. Lembaga pendidikan memilih calon murid di antara sekian banyak yang 12 Asrarun Ni’am Shaleh, Membangun Profesionalitas Guru, (Jakarta: Elsas, 2006), hal 3.

13 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,... J. 15 h. 172-173.

14 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,... v. 8 h. 95-96.

15 M. Nuquib al-Attas, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Nuquib Al-Attas,...h. 260-261.

Page 69: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

kemampuanannya lebih baik. Tentu hal ini dilakukan oleh lembaga pendidikan

yang peminatnya berlebih. Jika peminatnya kurang, tentu seleksi yang dilakukan

tidak serius, sebatas bersifat formal.

Sama dengan yang dilakukan oleh guru atau lembaga pendidikan,

mestinya calon murid juga melakukan pemilihan terhadap orang yang akan

dijadikan guru. Sebab kualitas guru ternyata juga bermacam-macam. Ada guru

yang hebat, artinya berkualitas tinggi, tetapi ada pula guru yang kemampuannya

terbatas. Calon murid mestinya juga memilih lembaga pendidikan yang memiliki

tenaga guru yang hebat-hebat.16

Adapun guru yang baik menurut Al-Mawardi, sebagaimana yang dikutip

Abuddin Nata, adalah guru yang tawadhu (rendah hati), menjauhi sikap ujub

(besar kepala) dan memiliki rasa ikhlas. Selain itu, dalam melaksanakan tugasnya

seorang guru harus dilandasi dengan kecintaan terhadap tugasnya sebagai guru,

kecintaan ini akan benar-benar tumbuh dan berkembang apabila keagungan,

keindahan dan kemuliaan tugas guru itu sendiri benar-benar dapat dihayati.17

Khidir sendiri telah menunjukkan sikap itu pada pengajarannya kepada

Musa. Salah satu gambaran itu dapat dilihat dari tutur katanya kepada Musa.

)68 (خبرا به تحط لم ما على تصبر وكيف) 67 (صبرا معي تستطيع لن إنك قال

"Dia menjawab: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup

sabar bersama aku." (67)

"Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum

mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?" (68).

Menurut Quraish Shihab, jawaban Nabi Khidir ini adalah jawaban yang

tidak kalah halusnya dengan pertanyaan Musa. Ia tidak serta-merta menolak

secara langsung permintaan Musa, melainkan memberinya jawaban dengan

penilaian bahwa Musa tidak akan sabar mengikutinya sambil menyertakan alasan

16 http://rektor.uin-malang.ac.id/index.php/artikel. memilih-guru-.html diakses tanggal 30

November 2010. 17 Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 2001), h.

50.

Page 70: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

yang logis dan tidak menyinggung perasaan atas ketidaksabaranya itu.18

Guru adalah orang yang mengajarkan kita dengan berbagai-bagai ilmu

pengetahuan dan mendidik kita menjadi orang yang berguna pada masa akan

datang. Walau bagaimana tingginya pangkat atau kedudukan seseorang itu mereka

adalah bekas seorang pelajar yang tetap terhutang budi kepada gurunya yang

pernah mendidiknya pada masa dahulu.19

Karena pendidik adalah orang yang telah berjasa, maka sebagai siswa,

seharusnya selalu mendoakan kebaikan sang pendidik. Nabi Saw. bersabda:

”Siapa yang telah berbuat baik kepada kalian, maka balaslah kebaikannya. Apabila

kalian tidak mendapatkan sesuatu untuk membalas budi kepadanya, maka doakanlah

(memohon kebaikan) untuknya sehingga kalian berpendapat telah membalas budinya”20

Oleh karena itu Islam mengajar kita supaya menghormati guru dan

memuliakannya sebagaimana kita memuliakan ibu bapa kita.kerana merekalah

menyampaikan ilmu kepada kita untuk kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

Dalam kisah ini diterangkan kepada kita agar mempunyai adab sopan

santun dan bersikap lemah lembut terhadap guru atau pendidik sebagaimana

dicontohkan oleh Nabi Musa. Firman Allah:

لى أن تعلمن مما علمت رشداھل أتبعك ع

“Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu-

ilmu yg telah diajarkan kepadamu?”

Ayat itu disebutkan cara Nabi Musa mengeluarkan tutur kata yang sangat

santun dan seakan-akan sedang meminta pendapat. Seakan-akan beliau

menyebutkan: “Apakah engkau bersedia memberi ijin kepada saya atau tidak?” Di

18 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,... v. 8

h. 98. 19 http://mgcmpi.wordpress.com/bahan-kerohanian/adab-menghormati-guru/ didownload,

Jumat, 3 Desember 2010. 20 HR.Ahmad 2/68,Abu Daud1672,Nasa`i 5/82,Bukhari dalam buku Al-Adab Al-Mufrad

216, Ibnu Hibban 3408, AlHakim 1/412 dan 2/13, At-Thayalisi 1895 dan selain mereka dari hadist Abdullahbin Umar bin Khattab radhiallohu `anhuma).

Page 71: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

sini beliau tampakkan sangat butuh untuk berguru. Beliau belajar dari Khidir dan

mempunyai keinginan besar untuk mendapatkan ilmu yg ada pada gurunya.

C. Strategi Pembelajaran Musa dan Khidir

Guna menciptakan pembelajaran yang efektif, maka guru hendaknya

menentukan terlebih dahulu strategi pembelajaran yang akan di terapkan di

lapangan. Strategi pembelajaran sendiri adalah suatu garis-garis besar halauan

untuk bertindak untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan. Jika dihubungkan

dengan belajar mengajar adalah pola-pola umum kegiatan guru anak didik dalam

perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah

digariskan.21

Ada empat strategi dasar dalam belajar mengajar yang meliputi hal-hal

berikut:22

1. Mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi perubahan tingkah laku dan

kepribadian anak didik sebagaimana yang diharapkan.

2. Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan

pandangan hidup masyarakat.

3. Memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan tehnik belajar mengajar

yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan

oleh guru dalam menunaikan kegiatan mengajarnya.

4. Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria serta

standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam

melakukan evaluasi.

Di sisi yang sama, strategi pembelajaran pada Musa dan Khidir dapat

dilihat pada dua sisi.

21 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar mengajar, (Jakarta: Rieneka

Cipta, Cet 3 2006. h. 5. 22 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar mengajar,... h. 5-6

Page 72: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

Pertama, pengajuan Musa untuk menimba ilmu kepada Khidir. Pengajuan

ini merupakan bentuk etika seorang murid, yaitu sebelum belajar hendaknya

meminta izin kepada sang guru terlebih dahulu.

)66(قال لھ موسى ھل أتبعك على أن تعلمن مما علمت رشدا

"Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu

mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan

kepadamu?" (66)

Ibnu Katsir menjelaskan, pertanyaan tersebut bukanlah pertanyaan degan

nada yang mewajibkan atau memaksa. Dan, contoh inilah yang menurut Ibnu

Katsir hendaknya pula diikuti oleh para pembelajar (murid) kepada pengajar

(guru).23

Selain itu, Quraish Shihab menambahkan, kata attabi’uka (أتبعك) yang di

dalamnya terdapat penambahan huruf ta menunjukkan kesungguhan. Memang

demikianlah seharusnya seorang pelajar harus bertekad untuk bersungguh-

sungguh mencurahkan perhatian bahkan tenaganya, terhadap apa yang akan

dipelajarinya.

Kedua, Khidir memberikan syarat pembelajaran kepada Musa. Khidir

sebagai guru Musa menetapkan strategi pembelajaran. Sebagai guru yang

mengetahui maka terlebih dahulu memberikan penilaian kepada muridnya. Khidir

pula mengetahui, bahwa Musa akan mengingkari atas apa yang dia dalihkan. Dan

dikarenakan pula Musa tidak mampu menelaah hikmah dan kemaslahatan

bathiniah yang Khidir dapat telaah.24

Sementara itu, pertimbangan yang dilakukan Khidir dalam memilih

strategi pembelajaran untuk mencapai pembelajaran yang efektif dan efisien

adalah pertimbangan yang berhubungan dengan tujuan yang ingin dicapai,

pertimbangan yang berhubungan dengan bahan atau materi pembelajaran, dan

pertimbangan dari sudut siswa.25

23 Ibnu Katsir, Tafsir al-Quran al-Adzim, (Riyad: Daaru Thaibah, Cet 2 1999), j. 5 h. 181.

24 Ibnu Katsir, Tafsir al-Quran al-Adzim,... j. 5 h. 181. 25 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Beroroentasi Standar Proses Pendidikan,

(Jakarta: Prenada Media Group, Cet 6 2009). h. 130.

Page 73: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

Guru harus menjelaskan kepada murid persyaratan atau tata-tertib sebelum

memulai proses pembelajarn. Ini ditunjukan oleh ayat ke 70 . Khidir memberikan

syarat kepada Musa, yaitu jangan bertanya hingga khidir sendiri yang

menjelaskannya.

Dalam konteks ini, sebagaimana yang diungkapkan Quraish Shihab,

bahwa ucapan hamba Allah, memberi isyarat bahwa seorang pendidik hendaknya

menuntun anak didiknya dan memberitahu kesulitan-kesulitan yang akan dihadapi

dalam menuntut ilmu, bahkan mengarahkannya untuk tidak mempelajari sesuatu

jika sang pendidik tahu bahwa potensi anak didiknya tidak sesuai dengan bidang

ilmu yang akan dipelajari.26

Dalam berinteraksi dengan sesama manusia seorang guru tidak boleh

membebani mereka siswa dengan sesuatu yg mereka tidak mampu

melakukanuntuk dilakukan karena akan sangat memberatkan atau bahkan

menghancurkan mereka. Kalau ini terjadi tentu akan menjadi pemicu bagi mereka

untuk malas belajar. Bahkan hendaknya seorang guru mempunyai sikap suka

memudahkan.

D. Proses Pembelajaran Musa dan Khidir

Proses berasal dari bahasa latin, processus yang berarti berjalan ke depan.

Kata ini memiliki makna konotasi urutan langkah atau kemajuan yang mengarah

pada suatu sasaran atau tujuan. Dalam psikologi belajar, proses berarti cara-cara

atau langkah-langkah khusus yang dengannya beberapa perubahan ditimbulkan

hingga tercapainya hasil-hasil tertentu (Reber, 1988).

Dalam kisah ini diterangkan bahwa ilmu yang diajarkan kepada para

hamba-Nya ada dua jenis:

Pertama, Ilmu yg diusahakan yg dapat difahami oleh seseorang dgn

mempelajari dan bersungguh-sungguh mendapatkannya.

Kedua, Ilmu yg berupa ilham laduni sebagai hadiah yg dianugerahkan

Allah kepada hamba-hamba-Nya dengan dalil:

26 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,... v. 8 h. 99

Page 74: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

وعلمناه من لدنا علما

“Dan telah Kami ajarkan kepada ilmu dari sisi Kami.”

Dijelaskan dalam kisah ini bahwa ilmu yg bermanfaat adalah ilmu yg

membimbing pemilik kepada kebaikan. Demikian pula hal ilmu-ilmu yg

mengandung bimbingan dan hidayah atau petunjuk menuju jalan kebaikan dan

mengingatkan agar menjauhi jalan yang buruk. Boleh jadi hanya akan

menimbulkan madharat atau tidak berguna sama sekali. Inilah yg diisyaratkan

dalam ayat

أن تعلمن مما علمت رشدا

Adapun proses belajar sendiri adalah tahapan perubahan prilaku kognitif, afektif,

dan psikomotorik yang terjadi dalam diri siswa. Tentunya, perubahan yang terjadi

adalah perubahan ke arah posistif dalam arti berorientasi ke arah yang lebih maju

daripada keadaan sebelumnya.27

Menurut Jerome S. Burner, salah seorang penentang teori S-R Bond

(Barlow, 1985), dalam proses pembelajaran siswa menempuh tiga episode atau

fase:28

1. Fase informasi (tahap penerimaan materi)

2. Fase transformasi (tahap pengubahan materi)

3. Fase evaluasi (tahap penerimaan materi)

Peroses pembelajaran Musa dan Khidir dapat dilihat dari tiga bagian penting

perbuatan-perbuatan Khidir yang aneh dipandangan manusia biasa, bahkan

Musa sekalipun.

Pertama, pembelajaran khusus Musa dan Khidir—karena hanya mereka

berdua yang melakukan perjalanan ilmiah itu, Menurut Quraish Shihab ini

agaknya disebabkan karena maqam yakni derajat keilmuan dan ma’rifat

pembantunya itu belum sampai pada tingkat yang memungkinkannya ikut dalam

27 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, Edisi Revisi, cet 14 2008) h. 113. 28 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru,... h.113-114.

Page 75: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

pengembaraan ma’rifat itu29--merupakan perjalanan yang dengan penuh

semangat.

Pembelajaran pertama Khidir adalah berbentuk demonstrasi. Metode

demonstrasi sendiri adalah metode mengajar dengan cara memperagakan barang,

kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara langsung

maupun melalui penggunaan media pengajaran yang relevan dengan pokok

bahasan atau materi yang sedang disajikan.30 Metode demonstrasi adalah salah

satu tehnik mengajar yang dilakukan oleh seorang guru atau orang lain yang

dengan sengaja diminta atau siswa sendiri ditunjuk untuk memperlihatkan kepada

kelas tentang suatu proses atau cara melakukan sesuatu.31 Dalam hal ini Khidir

melubangi perahu yang dinaikinya bersama Khidir, yang di dalamnya juga

terdapat banyak orang yang merupakan pekerja di laut.

Di sini manfaat psikologis pedagogis dari metode demonstrasi terlihat jelas

yang di antaranya adalah

a. Perhatian siswa dapat lebih dipusatkan .

b. Proses belajar siswa lebih terarah pada materi yang sedang dipelajari.

c. Pengalaman dan kesan sebagai hasil pembelajaran lebih melekat dalam

diri siswa

Selain itu, kelebihan metode demonstrasi sebagai berikut:

a. Membantu anak didik memahami dengan jelas jalannya suatu proses atu

kerja suatu benda.

b. Memudahkan berbagai jenis penjelasan.

c. Kesalahan-kesalahan yeng terjadi dari hasil ceramah dapat diperbaiki

melaui pengamatan dan contoh konkret, drngan menghadirkan obyek

sebenarnya

Di lain sisi, Kelemahan metode demonstrasi sebagai berikut:

29 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,... v. 8 h. 102. 30 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru,... h. 208. 31 M. Basyirudin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakata: Ciputat Pers,

2002) h. 45.

Page 76: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

a. Anak didik terkadang sukar melihat dengan jelas benda yang akan

dipertunjukkan.

b. Tidak semua benda dapat didemonstrasikan.

c. Sukar dimengerti bila didemonstrasikan oleh guru yang kurang

menguasai apa yang didemonstrasikan

Pada bagian ini, metode pembelajaran antara Musa dan Khidir

berkembang menjadi metode tanya jawab. Dalam hal ini Musa dengan

kelengahannya menanyakan dan mengingkari apa yang dilakukan oleh Khidir—

Mengapa kamu melobangi perahu itu akibatnya kamu menenggelamkan

penumpangnya?" Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang

besar.

Khidir kemudian mengulangi pernyataan sebelumnya, Bukankah aku telah

berkata: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku".

Lebih lanjut Musa meminta keringanan atas kelupaan dan kesulitannya

dalam menjalani perkaranya itu. Al-Maragi menjelaskan, bahwa Musa meminta

agar Khidir tidak menyulitkannya dalam perkara dan keikutsertaannya. Tetapi

mudahkanlah dan menjauhkan perdebatan.32 Rupanya pemakaian kata imran

menurut Quraish Shihab mengindikasikan betapa beratnya (عسرا) dan ‘usra (إمرا)

beban yang dipikul oleh Nabi Musa jika ternyata hamba Allah itu tidak

memaafkannya atau dengan kata lain tidak mengijinkannya untuk belajar dan

mengikutinya.

Kedua, setelah Musa meminta keringanan kepada Khidir atas kelalaian

dengan syarat yang telah diberikan pada awal kontrak pembelajaran. Hamba saleh

itu masih memberi toleransi dengan memberikan maaf dan keduanya meneruskan

perjalanan.

Kali ini metode yang digunakan masih menggunakan metode demonstrasi.

Khidir melihat seorang anak remaja belum dewasa yang bermain maka serta merta

ia membunuhnya. Al-Quran tidak menyebutkan bagaimana Khidir membunuh

32 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,... J. 15 h. 179.

Page 77: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

anak itu, jelas al-Maraghi.33

Melihat hal itu, Musa dengan penuh kesadaran, sebagaimana yang dikutip

Quraish dari Sayyid Qutub, musa tidak lupa lagi tapi dia benar-benar sadar

lantaran besarnya peristiwa itu.34 Musa berkata kepada Khidir, Mengapa kamu

membunuh jiwa yang bersih, bukan karena Dia membunuh orang lain?

Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar.

Dalam psikologi pendidikan dikenal dengan istilah berfikir rasional dan

kritis, yang merupakan perwujudan prilaku belajar terutama yang bertalian dengan

pemecahan masalah. Pada umumnya siswa yang berfikir rasional akan

menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian dalam menjawab

pertanyaan bagaimana (how) dan mengapa (why). Dalam berfikir rasional siswa

dituntut mengggunakan logika (akal-sehat) untuk menentukan sebab-akibat,

menganalisis, menarik kesimpulan-kesimpulan dan hukum-hukum (kaidah

teoritis) dan ramalan-ramalan.35

Sikap kritis Musa pada pembelajaran kedua ini, sebagaimana yang

dijelaskan al-Maraghi dikarenakan remaja yang dimaksud adalah remaja yang

bersih dari dosa tanpa membunuh yang diharamkan? Dalam hal ini pembunuhan

dikhususkan bukan karena kekafiran setelah iman, zina setelah menikah karena

itulah yang nampak pada peristiwa tersebut.36

Di sisi lain, jawaban Khidir atas Musa merupakan peneguran kedua

kalinya hamba saleh juga disertai penekanan. Ini nampak pada penggunaan kata

laka(لك), kepadamu. Adapun jika kita perhatikan peneguran hamba saleh yang

pertama tidak disertai kata laka. Hal ini menegaskan banwa kata itu memiliki daya

tekan tersendiri. Demikian jelas para al-Maraghi dan Quraish Shihab.

Jawaban guru kepada seorang siswa tentu harus memiliki nilai yang

33 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,... J. 15 h. 179. 34 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,... v. 8

h. 104. 35 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru,... h. 120. 36 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,... J. 15 h. 179.

Page 78: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

berarti. Karena, posisi guru di hadapan siswa harus benar-benar berpengaruh.

Kpribadian guru mempunyai pengaruh langsung dan komulatif terhadap hidup

dan kebiasaan belajar para siswa. Di sini Khidir berpegang teguh pada

kesepakatan awal, yang menunjukkan sikapnya sebagai guru yang efektif.37

Ketiga, pada bagian ketiga pembelajaran Musa dan Khidir bertempat di

sebuah negeri yang “mereka, penduduk negeri itu adalah orang-orang tercela lagi

pelit”. Adapun penjelasan, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka,

dengan tidak menyebutkan ‘tidak mau memberi makan’ menambahkan kehinaan

dan mensifati mereka dengan kerendahan serta kebahilan. Sebab, seorang yang

mulia tentu hanya menolak seorang yang meminta diberi makanan, bukan

menghinanya. Sebaliknya orang yang mulia tidak akan mengusir tamu asing.

Tandas al-Maraghi.38

Qurais Shihab menyebutkan, penyebutan penduduk negeri pada ayat 77

menunjukkan betapa buruknya penduduk negeri itu lantaran pada ayat-ayat lain

al-Quran hanya menyebutkan negeri ssuntuk menunjuk penduduknya. Lebih-

lebih, permintaan Musa dan Khidir bukanlah permintaan sekunder melainkan

makanan untuk dimakan.39

Pembelajaran ini adalah kesempatan ketiga setelah dua kali Musa

melanggar kesepakatan belajar yang telah ditetapkan di awal. Tekad Musa yang

kuat untuk meraih ma’rifat mendorongnya memohon untuk diberi kesempatan

terakhir. Musa AS berkata, jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah

(kali) ini, maksudnya, jika aku menanyakan kepadamu tentang perbuatan-

perbuatan asing yang aku saksikan serta aku meminta penjelasan hikmahnya

darimu, maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya

kamu sudah cukup memberikan uzur padaku. Pernyataan Musa kali ini benar-

benar menunjukkan penyesalan yang amat karena terdesak oleh keadaan.

37 Oemar Hmalik, Psikologi Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, Cet 6.

2009) h. 34-35. 38 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,... J. 16 h. 5. 39 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,... v. 8

h. 106.

Page 79: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

Permintaan Musa untuk kali masih dikabulkan oleh hamba saleh itu. Maka

setelah peristiwa pembunuhan itu, keduanya berjalan sampai bertemu dengan

sebuah kampung, mereka meminta makanan, namun penduduk kampung itu

enggan untuk menjamu mereka.

Fase ketiga pembelajaran Khidir kepada Musa kali ini juga berjalan

dengan metode demonstrasi. Khidir dan Musa mendapati dinding rumah yang

hampir roboh. Khidir dengan inisiatifnya menegakkan dinding rumah tersebut.

Melihat hal itu, Musa berkata: "Jikalau kamu mau, niscaya kamu

mengambil upah untuk itu. Sebenarnya, perkataan Musa ini hanyalah masukan

dan saran kepada Khidir karena dia mengetahui keperluan yang mereka butuhkan

seprti makan, minum, dan lainnya untuk hidup. Namun, pernyataan inilah batas

toleransi pembelajaran Musa dengan Khidir berakhir.

Pada bagian ini, Musa telah melakukan pelanggaran untuk yang ketiga

kalinya. Khidir berkata pada Musa inilah pengingkaran berturut yang ketiga

kalinya darimu yang menjadi sebab perpisahan antara aku denganmu sebagaimana

yang telah aku syaratkan. Adapun dua pengingkaranmu yang pertama terdapat

udzur di dalamnya, namun tidak untuk hal ini. Kelak akan kuberitahukan

kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar

terhadapnya. Maksudnya, Khidir nanti akan memberitahukan akibat dari

perbuatan-perbuatannya.

Selain itu, dalam pembelajaran Musa dan Khidir terkandung pesan bahwa

guru hendaknya membawa siswa belajar ke alam nyata di luar, untuk dapat

mengalami pristiwa yang langsung. Ini ditunjukan oleh ayat ke 71 , 74 dan 77

yang semuanya di awali dengan kata-kata Yang menunjukan bahwa Guru / Khidir

dan murid / Musa keduanya pergi ke luar. (Contextual Teaching Learning).

Dari ketiga fase pembelajaran dia atas, selain metode demontrasi, Khidir

juga menerapkan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL). Yaitu,

suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan

siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan

Page 80: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa

untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.40

Dari konsep tersebut, minimal tiga hal yang terkandung di dalamnya.

Pertama, CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan

materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara

langsung. Proses belajar dalam konteks CTL tidak mengharapkan agar siswa

hanya menerima pelajaran, akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri

materi pelajaran.

Kedua, CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara

materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut

untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan

kehidupan nyata. Hal ini sangat penting sebab dengan dapat mengorelasikan

materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu

akan bermakna secara fungsional akan tetapi materi yang dipelajarinya akan

tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan.41

E. Evaluasi Pembelajaran Khidir kepada Musa

Evaluasi adalah proses sederhana memberikan atau menetapkan nilai pada

sejumlah tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk kerja, proses, orang, objek, dan lain-

lain. Atau dapat diartikan sebagai proses sistematis untuk menentukan niai sesuatu

berdasarkan kriteria tertentu melalui penilaian.42

Dari pengertian evaluasi diketahui bahwa tujuan utamanya adalah untuk

mengetahui tingkat keberhasilan oleh siswa setelah mengikuti suatu kegiatan

pembelajaran.

40 http://dahli-ahmad.blogspot.com/2009/01/peran-pembelajaran-ctl-dalam.html, didownload, Jumat, 3 Desember 2010. 41 http://dahli-ahmad.blogspot.com/2009/01/peran-pembelajaran-ctl-dalam.html,

didownload, Jumat, 3 Desember 2010. 42 Dimyati dan Mujiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Rineka Cipta, cet 3

2006), h. 160-161.

Page 81: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

Hasil dari kegiatan evaluasi hasil belajar pada akhirnya dipungsikan untuk

keperluan sebagai berikut:43

a. Untuk diagnostik dan pengembangan. Maksudnya, bahwa penggunaan

hasil dari keatan evaluasi hasil belajar sebagai dasar pendiagnosisan

kelemahan dan keungunggulan siswa dengan berdasarkan diagnosis ini

guru mengadakan pengembangan kegiatan pembelajaran untuk

meningkatkan hasil belajar siswa.

b. Untuk seleksi. Hasil dari kegiatan evaluasi hasil belajar digunakan

sebagai dasar untuk menentukan siswa yang paling cocok untuk jenis

pendidikan tertentu.

c. Untuk kenaikan kelas. Menentukan apakah seorang siswa dapat

dinaikkan ke kelas yang lebih tinggi atau tidak, memerlukan informasi

yang dapat mendukung keputusan yang dibuat guru.

d. Untuk penempatan. Agar siswa dapat berkembang sesuai dengan

tingkat kemampuan dan potensi yang mereka miliki, maka perlu

dipikirkan ketepatan penempatan siswa pada kelompok yang sesuai.

Seperti halnya setiap kegiatan dan tindakan pendidikan selalu diawali

dengan perencanaan, maka kegiatan evaluasi hasil belajar juga diawali dengan

persiapan. Pada tahapan persiapan ini terdapat beberapa persiapan yang harus

dilakukan evaluator.

Dalam konteks pembelajaran, antara Nabi Khidir AS dengan Nabi Musa

AS, Nabi Khidir bertindak sebagai evaluator dan Musa objek evaluasi. Adapun

proses evaluasi itu, Nabi Khidir menetapkan pertimbangan dan keputusan yang

akan dibuat, suatu keputusan yang akan dilakukan oleh seorang evaluator untuk

mendeskripsikan pertimbangan dan keputusan yang sekiranya akan dibuat dari

hasil evaluasi.

Dalam istilah pendidikan kegiatan seperti ini disebut dengan langkah

merumuskan tujuan. Tujuan dari sebuah kegiatan pembelajaran adalah setiap

usaha mengajar sebenarnya ingin menumbuhkan atau menyempurnakan pola laku

tertentu dalam diri peserta didik. Maksud pola laku tersebut adalah kerangka dasar

43 Dimyati dan Mujiono, Belajar dan Pembelajaran,... h. 200

Page 82: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

dari sejumlah kegiatan yang lazim dilaksanakan manusia untuk bertahan hidup

dan untuk memperbaiki mutu hidupnya dalam situasi nyata. Kegiatan itu bisa

berupa kegiatan rohani, misalnya mengamati, menganalisis, dan menilai keadaan

dengan daya nalar. Bisa juga berupa kegiatan jasmani. yang dilakukan dengan

tenaga dan keterampilan fisik.

Adapun yang menjadi tinjauan evaluasi daam konteks ayat ini adalah

perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh sang guru. Proses menakwilkan apa

yang didemontrasikan oleh Khidir pada tiga tindakan Khidir dalam proses

pembelajaran.

Adapun dalam proses evaluasi Khidir kepada Musa. Khidir menjelaskan

ketiga fase pembelajaran yang dilakukannya.

Pertama, penjelasan tentang mengapa Khidir melubangi perahu. Khidir

menjelaskan, Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang

bekerja di laut, mereka orang-orang miskin yang tak mampu untuk membela diri

dari kezaliman. Padahal mereka telah bekerja sekuat tenaga. dan aku bertujuan

merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang

merampas tiap-tiap bahtera. Hal ini dilakukan oleh Khidir karena merupakan

kebiasaan raja itu, untuk merebut secara paksa setiap perahu yang masih baik dan

layak tegas al-Maraghi.44

Pada kejadian ini, Quraish menyimpulkan, seakan-akan Hamba Saleh itu

berkata, “dengan demikian apa yang kubocorkan itu bukanlah tujuan

menenggelamkan penumpangnya, tetapi justru menjadi sebab terpeliharanya hak-

hak orang miskin.” Memang melakukan kemudharatan yang kecil dibenarkan

untuk menghilangkan kemudharatan yang lebih besar.45

Kedua, penjelasan tentang pembunuhan anak yang menurut pandangan

Musa adalah seorang anak yang suci dari dosa. Khidir mengetahui bahwa anak itu

adalah anak yang kafir sedang kedua orang tuanya adalah orang mukmin.

Kekhawatiran Khidir jika kelak anak itu menjadi penyebab kekafiran kedua orang

tuanya lantaran kecintaan mereka terhadap anak itu, membuat Khidir membunuh 44 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,... J. 16 h. 8. 45 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,... v. 8 h. 107.

Page 83: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

anak itu.

Ketiga, penjelasan tentang perbuatan Khidir pada sebuah negeri yang

dihuni oleh penduduk tercela lagi bakhil, namun ia menegakkan dinding pada

sebuah bangunan tanpa imbalan. Tujuan Khidir tak lain adalah karena ia

mengetahui bahwa dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di

kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang

Ayahnya adalah seorang yang saleh, Maka Tuhanmu menghendaki agar supaya

mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu,

sebagai rahmat dari Tuhanmu.

Berdasarkan ketiga evalusi pembelajaran yang Khidir berikan kepada

Khidir ada point penting yang harus digarisbawahi. Hal ini sebagaimana yang

disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam menjelaskan QS al-Kahfi ayat 68,

“dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum

mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?"

Terkait ayat ini, Ibnu Katsir menjelaskan, bahwasannya Maksud Khidir

adalah, engkau tidak akan tahan melihat apa yang akan aku perbuat, karena sangat

kontra dengan syariat yang engkau miliki. Dan lantaran aku berdasarkan ilmu

yang Allah ajarkan kepadaku namun tidak Allah ajakan kepadamu. Begitu

sebaliknya, engkau telah Allah ajari ilmu yang tidak dijarkan kepadaku. Oleh

karena itu, kita memiliki perkara masing-masing. Maka sebab itu, engkau tidak

mampu untuk mengikutiku.46

Khidir pula mengetahui, bahwa Musa akan mengingkari atas apa yang dia

dalihkan. Dan dikarenakan pula Musa tidak mampu menelaah hikmah dan

kemaslahatan bathiniah yang Khidir dapat telaah.47

Bertalian dengan itu, Al-Ghazali membagi kriteria ilmu menjadi dua

46 Ibnu Katsir, Tafsir al-Quran al-Adzim,... j. 5 h. 181. 47 Ibnu Katsir, Tafsir al-Quran al-Adzim,... j. 5 h. 181.

Page 84: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

bagian. Pertama, ilmu-ilmu yang fardhu a’in yang wajib dipelajarisemua orang

Islam meliputi ilmu-ilmu agama, yakni ilmu-ilmu yang bersumber dari Al-Quran.

Kedua, ilmu-ilmu yang merupakan fardhu kifayah, terdiri dari ilmu-ilmu yang

dapat dimanfaatkan untuk memudahkan urusan hidup duniawi, seperti ilmu

hitung, ilmu kedokteran, ilmu teknik, ilmu pertanian dan industri.48

Pernyataan Khidir ini kemudian ditutup dengan penjelasan yang lugas dan

tepat. Yaitu bahwa apa yang dilakukannya mulai dari menenggelamkan perahu

hingga menegakkan sebuah dinding adalah bukanlah aku melakukannya itu

menurut kemauanku sendiri. demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan

yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.

Pesan ini menunjukkan guru dalam menyampaikan materi pelajaran harus

bersumber dan berdasar kebenaran. Ini ditunjukan oleh ayat ke 82, ini

menunjukan bahwa Khidir dalam melakukan pekerjaan yang dilihat oleh Musa as.

tidak atas kehendak dirinya tapi bersumber dari Allah. Guru harus menyampaikan

materi pelajaran yang baru buat murid sehingga ada nilai tambah bagi. murid Ini

ditunjukan oleh ayat ke 68 yang bermakna, bahwa Musa as. belum mempunyai

pengetahuan yang cukup terhadap apa yang akan diajarkan Khidir .

Terakhir, guru hendaknya memberi pesan akhir kepada murid yang akan

meninggalkan tempat belajar dan berpisah dengannya,.untuk bekal di masa kelak

nanti Ini ditunjukan oleh pesan akhir dari Khidir kepada Musa, saat Musa dan Khidir

akan berpisah., seperti telah disebutkan di atas.

48 Khoiron Rosady, Pendidikan Profetik, (Jogjakarta: Pustaka Pelajar, Cet 1 2004), h. 281

Page 85: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

77

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan tentang “Proses Pembelajaran dalam al-Quran

(Telaah Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir dalam QS al-Kahfi [18]; 60-82)”, maka

penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Proses pembelajaran merupakan kegiatan yang meliputi di dalamnya

kegiatan mengajar, belajar, dan pembelajaran itu sendiri. Tujuannya adalah

menciptakan perubahan ke arah yang lebih baik, positif, progresif, bahkan

futuristik. Di sini, elemen guru dan murid terlibat aktif mencapai tujuan

pembelajaran yang diinginkan.

2. Sumber Ilmu yang paling utama adalah Allah SWT. Dialah Maha

Pendidik, yang darinya semua ilmu bermuara. Dalam hal ini, Al-Quran

merupakan salah satu sumber ilmu yang tak akan pernah habis untuk

digali nilai-nilai pembelajaran dari dalamnya.

3. Motivasi dalam mencari ilmu merupakan hal esensial bagi peserta didik

untuk mendapatkan ilmu. Motivasi yang paling baik adalah motivasi

intrinsik yang memunculkan spirit untuk terus menggali ilmu. Sedangkan

motivasi ekstrinsik merupakan motivasi pendukung, tambahan untuk terus

memacu diri dalam menimba ilmu.

Page 86: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

78

4. Guru yang baik adalah guru yang dapat memberikan pembelajaran yang

dibutuhkan oleh peserta didik. Guru yang baik dapat dilihat dari

kredibelitas yang diakui. Dalam dunia pendidikan disebut guru yang

memiliki standar kompetensi atau guru profesional. Khidir merupakan

guru yang kredibel karena telah mendapat rekomendasi langsung dari

Allah SWT untuk mengajarkan Musa.

5. Strategi pembelajaran merupakan langkah yang penting guna mendapatkan

pembelajaran yang efektif dan efisien. Dalam hal ini, guru

mengidentifikasi ke depan bentuk pembelajaran yang sesuai dengan

kondisi peserta didik.

6. Proses pembelajaran merupakan serangkain kegiatan yang mengantarkan

peserta didik menuju sasaran pembelajaran yang diinginkan. Proses

pembelajaran Musa menunjukkan betapa Musa adalah seorang peserta

didik yang masih awam tentang ilmu yang diberikan gurunya. Hal ini

mengisyaratkan kepada Musa untuk mengakui bahwa di atas bumi ini

masih ada yang lebih pintar darinya. Di ats langit masih ada langit.

7. Setelah mengalami serangkaian pembelajaran hendaknya guru melakukan

evaluasi kepada pesrta didik. Hal ini untuk menunjukkan kepada peserta

didik terkait pembelajaran yang telah dilakukan guna memberi wawasan

baru dan menyempurnakan pembelajaran selanjutnya.

B. Saran

Dari hasil penelitian ini, ada beberapa saran yang ingin penulis sampaikan

khususnya bagi diri pribadi penulis sendiri dan umumnya para pembaca sebagai

masukan atau pengingat:

1. Bagi guru, teruslah berjuang dan berusaha untuk meningkatkan

keterampilan, pengetahuan, dan keahlian. Dengan hal itu, diharapkan

pemebelajaran dapat dilakukan degan efektif dan efisien. Lebih dari itu,

guru yang baik adalah guru yang memiliki kompetensi dan profesionalitas.

Page 87: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

79

2. Bagi siswa, teruslah belajar dan meningkatkan motivasi dalam belajar.

Karena tiada kata berhenti dalam belajar. Seorang yang belajar akan terus

merasa kurang karena ia semakin mengetahui bahwa ilmu yang didapat

barulah sepercik dari ilmu Allah. Bagaikan padi semakin tumbuh semakin

merunduk, begitulah seharusnya seorang pembalajar. Karena setinggi apa

pun pengetahuan yang didapat, tetap di atas langit masih ada langit.

Wallahu a’lam.

DAFTAR PUSTAKA

A, Pius, Partanto, dan Dahlan al Barry, M,. Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: Arkola, 1994.

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 1998.

Asnawi, Sahlan, Teori Motivasi dalam Pendekatan Psikologi Industri dan Organisasi, Jakarta: Studia Press, 2002.

Page 88: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

80

B, Hamzah, Uno, Profesi Kependidikan Problema, Solusi, dan Reformasi Pendidikan di Indonesia, Jakarta: PT.Bumi Aksara, Cet. III, 2008.

Direktorat Pendidikan Madrasah Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI, Mata Pelajaran al-Qur’an Hadis, Jakarta: t.p. 1997.

Djalal, Abdul, Ulumul Qur’an, Surabaya: Dunia Ilmu, Cet. II , 2000.

Fathurrohman, Pupuh dan Sutikno, Sobri, Strategi Belajar Mengajar-Strategi Mewujudkan Pembelajaran Bermakna Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami, Bandung: PT. Refika Aditama, Cet. I, 2007.

Hamalik, Oemar, Proses Belajar Mengajar, Jakarta: PT. Bumi Aksara, Cet. II, 2003.

_______, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, Jakarta: PT. Bumi Aksara, Cet. IV, 2005.

_______, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, Jakarta: PT. Bumi Aksara, Cet. IV, 2006.

Hamid, Dedi, Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003, Jakarta: t.p. 2008.

Ibn, Muhammad, Ismail, al-Bukhari, Terjemah Kitab Shahih Bukhari, Terj. dari Shahih Bukhari oleh Zainuddin Hamidy, dkk., Jakarta: PT. Bumirestu, Cet. XIII, 1992.

Khalil, Manna, al-Qathan, Buku Studi Ilmu-ilmu Qur’an, Terj. dari Mabahis Fi Ulumil Qur’an oleh Mudzakir As, Jakarta: PT. Pustaka Litera Antar Nusa, Cet. VIII,, 2004.

Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, Cet. I, 2007.

Mulyasa, E, Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Cet. III, 2005.

Munadi, Yudhi, dan Hamid, Farida, Modul Pembelajaran, Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan, Jakarta: t.p. 2009.

Nurdin, Syafrudin, dan Basyiruddin, M., Usman, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, Jakarta: Ciputat Pers, Cet. I, 2002.

79

Page 89: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

81

Nurdin, Syafruddin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, Ciputat: PT. Ciputat Press, Cet. III, 2005.

Purwanto, Ngalim, Psikologi Pendidikan, Bandung : Remaja Karya, Cet. XX, 2000.

Sanjaya, Wina, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana, Cet. V, 2008.

_______, Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jakarta: Kencana, Cet. III, 2008.

Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Rajawali Pers, Cet. IX, 2001.

Saudagar, Fachruddin dan Idrus, Ali, Pengembangan Profesionalitas Guru, Jakarta: Gaung Persada Press, Cet. I, 2009.

Soetari, Endang, Ilmu Hadis, Bandung: Amal Bakti Press, Cet. II, 1997.

Sudjana, Nana, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, Bandung: Sinar Baru, 1989.

Suparto, Munzier, Ilmu Hadis, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Cet. III, 2002.

Tim Penyusun: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, Cet. I, 2002.

Trianto dan Triwulan, Titik, Tutik, Tinjauan Yuridis Hak serta Kewajiban Pendidik Menurut UU Guru dan Dosen, Jakarta: Prestasi Pustaka, Cet. I, 2006.

Winkel, W.S, Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar, Jakarta: Gramedia, 1986.

Yamin, Martinis, Sertifikasi Profesi Keguruan di Indonesia, Ciputat: Gaung Persada Press Jakarta, Cet. I, 2006.

Yamin, Martinis, Profesionalisasi Guru dan Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jakarta: Gaung Persada Press, Cet. I , 2006.

______, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, Ciputat: Gaung Persada Press, Cet. III,2005.

Zakaria, Al-Imam, Abu, Yahya, bin Syaraf An-Nawawi, Kitab Riyadhus Shalihin, Terj. dari Riyadhus Shalihin oleh Achmad Sunarto, jilid 2, Jakarta: Pustaka Amani, Cet. IV, 1999.

Page 90: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

82

INTERNET

Bafadal, Ibrahim, “Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif Efektit, dan menyenangkan (PAIKEM)” http://gora.edublogs.org. com, diakses 20 Januari 2010.

Page 91: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

83

Page 92: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan Islam sebagaimana diketahui adalah pendidikan yang dalam

pelaksanaannya berdasar pada ajaran Islam. Nabi SAW telah menyerukan bahwa

ada dua sumber utama ajaran Islam,

وسنة اهللا كتاب ما متسكتم ما تضلوا لن أمرين فيكم تركت :قال سلم و هعلي اهللا صلى اهللا رسول ان

1نبيه

Artinya, Rasulullah SAW bersabda, Aku telah meninggalkan kalian dua

perkara kalian tidak akan tersesat selama berpegang teguh pada keduanya

kitbullah (al-Quran) dan Sunnah Nabi-Nya (al-Hadis).

Dalam masyarakat yang dinamis, pendidikan memegang peranan yang

menentukan terhadap eksistensi dan perkembangan masyarakatnya, hal ini karena

pendidikan merupakan proses melestarikan, mengalihkan, serta

mentransformasikan nilai-nilai kebudayaan dalam segala aspek dan jenisnya

kepada generasi penerus.

Dimikian pula dengan pendidikan Islam. Keberadaannya merupakan salah

satu bentuk dari manifestasi cita-cita hidup Islam yang bisa melestarikan,

mengalihkan, menanamkan (internalisasi), dan mentransformasi nilai-nilai Islam

1Malik bin Anas, Muwattha Malik, (Mesir: Darul Ihya at-Turast al-‘Araby, t th), j. 2 h.

899.

Page 93: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

2

kepada generasi penerusnya sehingga nilai-nilai kultural-religius yang dicita-

citakan dapat berfungsi dan berkembang dalam masyarakat dari waktu ke waktu.2

Pendidikan Islam sebagai disiplin ilmu merupakan konsepsi pendidikan

yang mengandung berbagai teori yang dikembangkan dari hipotesis-hipotesis atau

wawasan yang bersumber dari kitab suci al-Quran atau hadis, baik dilihat dari segi

sistem, proses dan produk yang diharapkan maupun dari segi tugas pokoknya

untuk membudayakan manusia agar bahagia dan sejahtera.3

Athiyah al-Abrasyi memberikan defenisi Pendidikan Islam adalah usaha

sadar untuk mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan anak dengan segala

potensi yang dianugerahkan oleh Allah kepadanya agar mampu mengemban

amanah dan tanggung jawab sebagai khalifah Allah di bumi.4

Fadhil berpendapat, sebagaimana dikutip oleh Arifin, Pendidikan Agama

Islam adalah proses yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang lebih

baik dan mengangkat derajat kemanusiaannya, sesuai dengan dasar kemampuan

(fitrah) dan kemampuan ajaran dari luar.5

Selanjutnya, pendidikan dari sudut pandang kultural manusia, merupakan

suatu alat pembudayaan (enkulturasi) masyarakat manusia itu sendiri. Dalam hal

itu, proses pembudayaan sangat bergantung pada pemegang alat tersebut, yaitu

para pendidik. Para pendidik memegang posisi kunci dalam menentukan

keberhasilan proses belajar sehingga mereka dituntut persyaratan tertentu, baik

teoritis maupun praktis, dalam pelaksanaan tugasnya.6

Pendidikin Islam yang bersumber dari nilai-nilai ajaran Islam harus bisa

menanamkan atau membentuk sikap hidup yang dijiwai oleh nilai-nilai Islam,

2 H. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, cet 3, 2008), h. 8.

3H. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam,……... h. 4. 4 Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan, (PT Gemawindu

Pancaperkasa, 2000) cet 1 h 2. 5 H.M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, ……h. 17. 6 H. M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam,…… h 8.

Page 94: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

3

juga mengembangkan kemampuan berilmu pengetahuan sejalan dengan nilai-nilai

Islam yang melandasi, merupakan sebuah proses secara pedagogis mampu

mengembangkan hidup anak ke arah kedewasaan atau kematangan yang

menguntungkan dirinya. Oleh karena itu usaha tersebut tidak boleh dilakukan

secara coba-coba (trial and error) atau atas dasar keinginan dan kemauan

pendidik tanpa dilandasi dengan teori-teori kependidikan yang dapat

dipertanggungjawabkan.

Dalam konteks itu, proses belajar mengajar dapat diartikan bukan hanya

mentransformasikan ilmu pengetahuan, wawasan, pengalaman, dan keterampilan

kepada peserta didik, melainkan juga menggali, mengarahkan, dan membina

seluruh potensi yang ada dalam diri peserta didik, sesuai dengan tujuan yang

direncanakan.

Proses belajar mengajar tersebut harus berjalan dengan baik dan efektif.

Yaitu, proses belajar mengajar yang menyenangkan, menggembirakan, penuh

motivasi, tidak membosankan, serta menciptakan kesan yang baik pada diri

peserta didik. Untuk mewujudkan keadaan yang demikian, maka proses belajar

mengajar harus disertai dengan memelihara motivasi, kebutuhan-kebutuhan,

keinginan-keinginan, tujuan-tujuan, dan perbedaan-perbedaan perseorangan di

antara peserta didik, menjadi teladan bagi mereka dalam segala hal yang

disampaikan.7

Namun demikian, dalam realitas, paradigma pembelajaran tradisional pada

umumnya masih terkesan mengenyampingkan peran pengembangan potensi

kemampuan nalar dan berkreasi. Hal ini dapat dilihat dari fenomena begitu

banyaknya orang yang menimba ilmu pengetahuan, namun mereka ibarat alat

perekam bagi ilmu-ilmu yang mereka pelajari, tidak lebih kurang. Kadang kala

mereka mempelajari sebuah kitab dari guru mereka dengan tekun dan konsentrasi,

mereka berusaha memahami bacaan bahkan menghafalnya dan mencatatnya. Pada

masa yang akan datang mereka menjadi para guru. Lalu mereka ajarkan dengan

7 Abuddin Nata, Pendidikan dalam Pespektif al-Quran,... h. 225.

Page 95: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

4

menerapkan metode pengajaran persis apa yang mereka dahulu dapatkan.8

Keberhasilan pembelajaran dalam arti tercapainya standar kompetensi

sangat tergantung pada kemampuan guru mengolah pembelajaran yang dapat

menciptakan situasi yang memungkinkan siswa belajar sehingga merupakan titik

awal berhasilnya pembelajaran. Rendahnya mutu pendidikan-pembelajaran dapat

diartikan kurang efektifnya proses pembelajaran. Penyebabnya dapat berasal dari

siswa, guru maupun sarana dan prasarana yang kurang memadai, minat dan

motivasi yang rendah, kinerja guru yang rendah akan menyebabkan pembelajaran

kurang efektif.

Selain itu, terjadinya ketimpangan di sekolah-sekolah salah satunya dapat

dilihat dari aspek peserta didik, bagi seorang guru, peserta didik di sebagian besar

sekolah dianggap sebagai seseorang yang masih kosong dan siap untuk dijadikan

sesuai kebutuhan pasar. Peserta didik yang dianggap demikian, berdampak pada

proses pendidikan di berbagai sekolah.9

Sekolah tugasnya adalah menyiapkan peserta didik untuk mencapai nilai

terbaik dalam bidang tertentu untuk dijadikan sebagai manusia yang ahli sesuai

dengan jurusannya.10

Akibatnya, kritik atau keluhan yang sering dilontarkan masyarakat dan

pihak orang tua murid selama ini, pendidikan agama di sekolah dan perguruan

tinggi, belum mampu mengantar peserta didik untuk dapat memahami dan

mengamalkan ajaran agamanya dengan baik dan benar.

Demikian pula kemampuan dalam praktek ibadah tidak seperti yang

diharapkan. Selain kelemahan dalam penguasaan materi (aspek kognitif) juga

dalam hal pembentukan prilaku (aspek afektif) dampak nilai-nilai luhur agama

dari proses pendidikan agama di sekolah-sekolah oleh sebagian masyarakat dinilai

8 Murtadha Muthahhari, Konsep Pendidikan Islam, (Depok: Iqra Kurnia Gemilang, cet 1

2005), h 20-21. 9 Dawam Ainurrofiq, Pendidikan Multikultural, (Yogyakarta, Penerbit INSPEAL, 2006),

h.1. 10Dawam Ainurrofiq, Pendidikan Multikultural,... h.1.

Page 96: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

5

kurang nampak dalam pribadi anak dalam kehidupan sehari-hari.11

Tingginya frekuensi perkelahian sesama pelajar di kota-kota besar,

kurangnya rasa hormat sang anak atau murid kepada guru, bahkan ada yang

memukul guru kalau ia tidak naik kelas, akrabnya sebagian anak muda dengan

obat-obat terlarang seperti narkotika, adanya pergaulan bebas, sering diangkat

oleh sebagian anggota masyarakat dan orang tua sebagai indikasi

ketidakberhasilan pendidikan di sekolah dan perguruan tinggi.

Setiap terjadi dekadensi (kerusakan) moral masyarakat, maka semua pihak

akan menoleh kepada lembaga pendidikan dan seakan menuduhnya tidak becus

mendidik anak bangsa. Tuduhan berikutnya terfokus pada pendidik yang dianggap

alpa dan tidak profesional dalam menjaga gawang moralitas anak bangsa. Para

pendidik tiba-tiba menjadi perhatian saat musibah kebobrokan moral,

ketertinggalan ilmu pengetahuan dan peradaban terjadi.12

Sekolah khususnya guru hanya bertugas menghasilkan lulusan yang

memiliki kemampuan kognitif intelektual belaka, sama sekali terlepas dari

kemampuan afeksi sosial, afeksi kelembutan, afeksi menghargai orang lain, afeksi

menjunjung harkat dan martabat semua manusia13 Sekolah hanya bertugas untuk

mempersiapkan peserta didik untuk mencapai nilai baik dalam bidang tertentu

untuk dijadikan sebagai manusia yang ahli sesuai dengan jurusannya. Sementara

latar belakang perilaku, akhlak, sikapnya terhadap sesama manusia bukan menjadi

pertimbangan utama dalam perekrutan peserta didik.14

Belum lagi keadaan guru di Indonesia yang memprihatinkan. Fakta

menyebutkan bahwa, kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang

memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU

11Dawam Ainurrofiq, Pendidikan Multikultural,... h. 2 12 Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam Pengembangan Pendidikan Integratif, di Sekolah,

Keluarga dan Masyarakat, (Yogyakarta:LKIS, cet I, 2009), h. 35. 13 Ainurrofiq Dawam, Pendidikan Multikultural,….h. 29-30 14 Ainurrofiq Dawam, Pendidikan Multikultural,…h 30.

Page 97: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

6

No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran,

menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan,

melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.

Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak

mengajar. Persentase guru menurut kelayakan mengajar dalam tahun 2002-2003

di berbagai satuan pendidikan sbb: untuk SD yang layak mengajar hanya 21,07%

(negeri) dan 28,94% (swasta), untuk SMP 54,12% (negeri) dan 60,99% (swasta),

untuk SMA 65,29% (negeri) dan 64,73% (swasta), serta untuk SMK yang layak

mengajar 55,49% (negeri) dan 58,26% (swasta).15

Dalam pada itu, tidak sedikit masalah-masalah dalam kelas muncul. Mulai

dari pembelajaran yang membosankan, pembelajaran yang hanya berkisar pada

ceramah dimana guru belum mampu berdialog dengan baik kepada peserta didik,

hingga guru yang keluar ruangan sebelum waktunya karena kehabisan materi

dalam mengajar.

Metode pembelajaran yang kurang efektif dan efisien, menyebabkan tidak

seimbangnya kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik, misalnya

pembelajaran yang monoton dari waktu ke waktu, guru yang bersifat otoriter dan

kurang bersahabat dengan siswa sehingga siswa merasa bosan dan kurang minat

belajar.16

Di mana letak kesalahannya? Pada isi kurikulum yang kurang tepat, sistem

atau metodologi, alokasi waktu atau ketidakmampuan pihak guru agama untuk

menjawab hal-hal seperti itu. Dalam hal ini, penulis ingin melihat bagaimana al-

Quran menjelaskan tentang proses pembelajaran.

Sebagaimana mafhum al-Quran adalah kalamullah (firman Allah) yang

mutlak benar, berlaku sepanjang zaman dan mengandung ajaran dan petunjuk

tentang berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia di dunia dan di

15http://zaifbio.wordpress.com/2010/01/14/ciri-ciri-dan-masalah-pendidikan-di-

indonesia. 1/11/10

16Risjayanti, Peningkatan Motivasi dan Minat Belajar Siswa, (Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta), h. 3.

Page 98: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

7

akhirat nanti.17

Al-Qur'an merupakan firman Allah yang selanjutnya dijadikan pedoman

hidup (way of life) kaum muslim yang tidak ada lagi keraguan di dalamnya. Di

dalamnya terkandung ajaran-ajaran pokok (prisip dasar) menyangkut segala aspek

kehidupan manusia yang selanjutnya dapat dikembangkan sesuai dengan nalar

masing-masing bangsa dan kapanpun masanya dan hadir secara fungsional

memecahkan problem kemanusiaan. Salah satu permasalahan yang tidak sepi dari

perbincangan umat adalah masalah pendidikan.18

Al-Quran memberikan petunjuk dalam persoalan-persoalan akidah,

syariah, dan akhlak, dengan jalan meletakkan dasar-dasar prinsip mengenai

persoalan-persoalan tersebut dan Allah SWT menugaskan Rasul SAW untuk

memberikan keterangan yang lengkap mengenai dasar-dasar itu, “Kami telah

turunkan kepadamu Al-Dzikr (Al-Quran) untuk kamu terangkan kepada manusia

apa-apa yang diturunkan kepada mereka agar mereka berpikir.” (QS an-Nahl

[16]; 44).

Sebagai referensi utama umat Islam, al-Quran telah hadir untuk menjawab

berbagai persoalan manusia. Meski terbatas pada 114 surat dan 6666 ayat, namun

manusia kerap kali menemukan penemuan-penemuan baru. Dalam konteks

keilmuan, al-Quran telah melahirkan berbagai macam ilmu. Mulai dari fisika,

biologi, astronomi, kimia, geologi, psikologi dan seterusnya hingga ilmu

pendidikan.19

Kehadiran al-Quran senantiasa eksis untuk setiap zaman dan kondisi. Ia

hadir untuk menjawab masalah-masalah yang dihadapi oleh manusia. Hal ini

tersurat jelas dalam firman-Nya, “Kitab suci diturunkan untuk memberi putusan

(jalan keluar) terbaik bagi problem-problem kehidupan manusia” (QS al-Baqarah

[2]; 213).

17 Abudin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, (Jakarata: PT Raja Grafindo Persada,

2002) h. 1. 18 Abudin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan,...h. 1. 19Abudin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan,...h. 2

Page 99: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

8

Terkait dengan pendidikan, al-Quran sejak dari awal mula diturunkan telah

memberikan sinyalmen yang begitu terasa. Ditemukan langsung ayat pertama

yang diturunkan;

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,” (QS al-

‘Alaq [96]; 1)

Ayat-ayat ini dan yang semacamnya memberikan ruh progresivitas kepada

manusia untuk senantiasa mengembangkan wawasannya. Dalam hal ini, manusia

dituntut untuk mengembangkan ayat-ayat Allah, baik yang bersifat tanziliyah

maupun yang bersifat kauniyah.

Berdasarkan wacana di atas, penulis berkesimpulan bahwa wawasan

tentang pendidikan, khususnya pembelajaran benar-benar perlu diangkat dan

dipaparkan kembali. Semua itu, lantaran al-Quran dan ilmu pengetahuan termasuk

pendidikan merupakan satu kesatuan yang begitu erat. Dimana al-Quran

mencakup pelbagai macam masalah terkait pendidikan. Bahkan, al-Quran sendiri

hadir ke tengah-tengah manusia sebagai kitab yang mendidik, membimbing, dan

mengajarkan.

Sementara itu, penulis memiliki beberapa asumsi sendiri yang menjadi

beberapa pertimbangan dalam penulisan skripsi ini, di antaranya:

Pertama, al-Quran adalah kitab suci umat Islam yang berwawasan global

bersifat universal. Sebagaimana maklum bahwa Islam adalah agama universal,

agama yang membawa misi rahmatan lil alamin.20

Kedua, penulis menginginkan pandangan yang utuh yang diberikan oleh

al-Quran. Tujuannya, agar pandangan ini dapat menjadi pijakan yang otentik

terkait pembelajaran berdasakan prinsip-prinsip Islam oleh para guru, khususnya

guru-guru yang beragama Islam.

Ketiga, membangkitkan semangat cinta Islam. Karena tidak sedikit, kaum

terpelajar muslim lebih bangga manakala merujuk pada referensi tokoh-tokoh

barat. Alih-alih merujuk kepada tokoh-tokoh muslim dianggap ortodok, rigid, dan

20 QS Al-Baqarah [2]; 30.

Page 100: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

9

tidak keren.

Pada dasarnya, al-Qur'an sendiri telah memberi isyarat bahwa

permasalahan pendidikan sangat penting, jika al-Qur'an dikaji lebih mendalam

maka kita akan menemukan beberapa prinsip dasar pembelajaran, dan nilai-nilai

pembelajaran yang lebih manusiawi, yang selanjutnya bisa dijadikan inspirasi

untuk dikembangkan dalam rangka membangun pendidikan yang bermutu.

Bersandar pada beberapa pernyataan di atas, penulis dengan ini memberi

judul untuk karya tulis ini dengan, Proses Pembelajaran dalam al-Quran

(Telaah Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir dalam QS al-Kahfi [18]; 60-82).

Semoga karya ini dapat menjadi acuan sebagai model pembelajaran yang benar-

benar memiliki ruh.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian di atas dapat diungkapkan beberapa masalah

sebagai berikut:

a. Perlunya pedagogisitas guru al-Qur’an Hadis dalam meningkatkan

motivasi siswa untuk membaca al-Qur’an

b. Perlunya keterampilan mengajar guru al-Qur’an Hadis dalam

meningkatkan motivasi siswa untuk membaca al-Qur’an

c. Kesulitan yang dihadapi oleh guru al-Qur’an Hadis dalam

meningkatkan motivasi siswa untuk membaca al-Qur’an

d. Upaya yang dilakukan guru al-Qur’an Hadis dalam meningkatkan

motivasi siswa untuk membaca al-Qur’an

e. Perlunya motivasi siswa untuk membaca al-Qur’an

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Tentu pembahasan terkait pengajaran dalam al-Quran tidaklah sedikit.

Maka itu, penulis membatasi pembahasan hanya pada upaya menemukan Proses

Pembelajaran dalam al-Quran melalui pendekatan Kisah Nabi Musa dan Nabi

Khidir dalam QS al-Kahfi [18]; 60-82 pada upaya meningkatkan kinerja dan

Page 101: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

10

semangat guru dalam mengajar dan siswa dalam belajar.

Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, perumusan masalahnya adalah

bagaimana proses pembelajaran Musa dan Khidir dalam al-Quran?

D. Tujuan Penelitian

Sementara itu, yang menjadi tujuan peneliti pada wacana Proses

Pembelajran dalam al-Quran adalah memberikan sebuah ide dan gagasan guna

mewujudkan pembelajaran yang berkulitas dan bertanggung jawab. Hal ini

dikarenakan banyak guru yang mengajar tapi minim dalam hal teori meskipun

tidak memungkiri bahwa teori tidak selalu dapat menjawab praktik yang terjadi di

lapangan. Selanjutnya, diharapkan para guru tidak hanya asal berani mengajar,

melainkan pula memiliki bekal dan landasan yang kuat. Begitu halnya dengan

siswa agar mengerti dan memahami arti pembelajaran yang sebenarnya. Adapun

yang lebih ditekankan adalah penulis berusaha dengan sebijak mungkin untuk

memunculkan sebuah contoh proses pembeajaran dalam al-Quran sekaligus

menjadi respon atas banyaknya wacana seputar proses beajar-mengajar.

Dari hasil penelitian diharapkan dapat memberi manfaat baik secara

teoritis maupun praktis kepada berbagai pihak.

1. Bagi penulis, untuk menambah wawasan serta pengalaman penulis

mengenai penelitian ini, baik dalam merencanakan ataupun melaksanakan

penelitian.

2. Bagi universitas, menambah khazanah ilmiah di kalangan akademis

khususnya mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta dan diharapkan menjadi sumbangsih gagasan dan

sebuah tawaran solusi terhadap tantangan globalisasi serta dapat

dipraktikkan dalam membangun guru-guru yang berkualitas, penuh

integritas, dan memiliki semangat pengabdian.

3. Bagi guru, untuk mengetahui bagaimana penerepan proses pembelajaran

yang lebih baik berdasarkan al-Qur’an.

E. Metodologi Penelitian

Page 102: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

11

Berdasarkan tujuan penelitian ini, jenis penelitian ini merupakan penelitian

kepustakaan (Libarary Research), yaitu berusaha mengungkap dan menemukan

secara sistematis berbagai data mengenai proses pembelajaran dengan merujuk

kepada QS. Al-Kahfi {18}, 60-82. Secara rinci penelitian ini berusaha

menemukan jawaban. “Bagaimanakah proses pembelajaran yang terdapat dalam

ayat tersebut? Dilihat dari objek penelitian ini, maka pendekatan yang digunakan

adalah pendekatan tafsir metode tahlili. Yaitu, menjelaskan ayat-ayat al-Quran

dengan cara meneliti semua aspeknya dan menyingkap seluruh maksudnya,

mencakup kosa kata, makna kalimat, maksud setiap ungkapan sampai pada

riwayat-riwayat yang berasal dari Nabi SAW, sahabat dan tabi’in.21

Penelitian ini bersifat kepustakaan karena sumber datanya adalah terdiri

dari buku-buku yang ada hubungannya dengan pokok pembahasan. Dimana

sumber pokoknya (primer) adalah:

1. Al-Qur'an dan terjemahannya.

2. Tiga buku tafsir al-Qur'an: Pertama, Tafsir al-Maragi, karya Ahmad

Mustafa al-Maraghi. Kedua, Tafsir fi Zilalil Quran karya Sayyid Qutb.

Ketiga, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran karya

M Quraish Shihab.

3. Hadits-hadits Nabi Saw.

4. Dan buku-buku pendukung (sekunder) baik yang ada hubungan langsung

maupun tidak langsung.

Sumber-sumber pendukung ini antara lain adalah:

1. Buku-buku Tafsir yang dianggap memadai dan mewakili,

2. Buku-buku yang berisikan pengetahuan tentang al-Qur’an, atau yang

dikenal dengan ‘Ulum al-Qur’an,

3. Kamus-kamus yang memuat daftar kata-kata al-Qur’an, yang mana isinya

merupakan petunjuk praktis untuk menemukan ayat-ayat. Dan dipakai pula

kamus-kamus lain yang relevan dengan pembahasan,

4. Buku-buku tentang pendidikan, dikhususkan tentang nilai-nilai pengajaran

21 Abdul hayy al-farmawi, Metode Tafsir Maudhu’idan Cara Penerapannya, (Bandung:

Pustaka Setia, 2002) h. 23-24.

Page 103: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

12

yang akan dibatasi pada buku-buku yang dianggap memadai,

5. Sumber-sumber lain yang relevan dengan pembahasan.

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah,

pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,

dan sistematika penulisan.

BAB II : Pandangan Umum Tentang Pembelajaran, di dalam bab ini

akan dibahas mengenai konsep pembelajaran, pengertian

pembelajaran, tujuan pembelajaran, metode dan teknik

pembelajaran, kedudukan guru dalam pengajaran, teori-teori

pembelajaran dengan menggunakan referensi psikologi Barat,

terakhir mengenai anak didik dalam pandangan Islam.

BAB III : Seputar Penafsiran QS al-Kahfi [18]; 60-82, dengan merujuk

kepada penafsiran ahi tafsir dalam ayat ini.

BAB IV : Proses Pembelajaran Musa dan Khidir dalam QS al-Kahfi

[18]; 60-82.

BAB V : Kesimpulan dan saran.

Page 104: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

13

BAB II

KONSEP PEMBELAJARAN IDEAL

A. Definisi Pembelajaran

1. Mengajar

Di dalam dunia pendidikan, pihak-pihak yang melakukan kegiatan mendidik

dikenal dengan dua predikat yaitu: pendidik dan guru. Pendidik (murabby) adalah

Page 105: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

14

orang yang berperan mendidik subjek didik atau melakukan tugas pendidikan

(tarbiyah). Sedangkan guru adalah orang yang melaksanakan tugas mengajar

(ta’lim).22 Meski demikian term guru juga dimaknai dengan pendidik.

Dalam bahasa Indonesia guru adalah orang yang digugu (diindahkan) oleh

peserta didik serta ditiru dalam arti perilaku guru akan selalu diikuti oleh peserta

didiknya, karena guru sebagaimana ulama adalah pewaris para nabi, yaitu sebagai

uswah hasanah (contoh teladan yang baik).23

Pendidik mengandung makna pembinaan kepribadian, memimpin dan

memelihara sedangkan pengajaran bermakna sekadar memberi informasi kepada

peserta didik yang dalam prosesnya dilakukan oleh pendidik atau guru.24

Meskipun istilah mendidik dan mengajar dapat dibedakan, pada hakikatnya

kedua istilah tersebut tidak dapat dipisahkan secara dikotomis. Sebab pada

kenyatannya antara pendidikan dan pengajaran adalah suatu proses yang tidak

dapat dipisahkan. Seorang pendidik dalam proses belajar mengajar selalu terlibat

dalam kegiatan pengajaran (mengajar), demikian juga pengajar pada saat

melakukan kegiatan mengajar ia juga harus menjaga moral dan keteladan terhadap

anak didiknya.25

Ada beberapa pengertian yang digunakan untuk mendefinisikan kegiatan

mengajar antara lain:

Definisi klasik menyatakan bahwa mengajar diartikan sebagai penyampaian

sejumlah pengetahuan karena pandangan yang seperti ini, maka guru dipandang

sebagai sumber pengetahuan dan siswa dianggap tidak mengerti apa-apa.

Pengertian ini sejalan dengan pandangan Jerome S. Brunner yang berpendapat

bahwa mengajar adalah menyajikan ide, problem atau pengetahuan dalam bentuk

22 Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam Pengembangan Pendidikan Integratif, di Sekolah,

Keluarga dan Masyarakat,...h. 36. 23 Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam Pengembangan Pendidikan,...h. 35. 24 Zakiah Dradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Departemen Agama, 1993), h. 26. 25 Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam Pengembangan Pendidikan Integratif, di Sekolah,

Keluarga dan Masyarakat,...h. 37.

Page 106: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

15

yang sederhana sehingga dapat dipahami oleh siswa. 26

Sebagian para ahli mengatakan bahwa mengajar adalah menanamkan

pengetahuan sebanyak-banyaknya dalam diri anak didik. Dalam hal ini guru

memegang peranan utama, sedangkan siswa tinggal menerima, bersifat pasif.

Pengajaran yang berpusat kepada guru bersifat teacher centered. Ilmu

pengetahuan yang diberikan kepada siswa kebanyakan hanya diambil dari buku-

buku pelajaran, tanpa dikaitkan dengan realitas kehidupan sehari-hari siswa.

Pelajaran serupa ini disebut intelektualistis.27

Mengajar pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan kondisi

atau sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk

berlangsungnya proses belajar mengajar.28

Mengajar adalah menyampaikan pengetahuan kepada siswa didik atau

murid di sekolah. Implikasi dari pengertian ini adalah:

b. Pengajaran dipandang sebagai persiapan hidup,

c. Pengajaran adalah suatu proses penyampaian,

d. Penguasaan pengetahuan adalah tujuan utama,

e. Guru dianggap yang paling berkuasa,

f. Murid selalu bertindak sebagai penerima.29

Mengajar adalah mewariskan kebudayaan pada generasi muda melalui

lembaga pendidikan di sekolah. Perumusan ini bersifat lebih umum dan

berimplikasi sebagai berikut:

a. Pendidikan bertujuan membentuk manusia berbudaya.

b. Pengajaran berarti suatu proses pewarisan.30

26 Dawna Markova, The Smart Parenting Revolution, Psikologi Pendidikan 27 http://raflengerungan.wordpress.com/korupsi-dan-pendidikan/pengertian-mengajar-

didaktik. diakses tanggal 20 November 2010.

29 Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo, cet

ke-9), h. 45 30 Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar,... h. 45.

Page 107: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

16

Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa aktivitas yang sangat

menonjol dalam pengajaran ada pada siswa. Namun, bukan berarti peran guru

tersisihkan, tetapi diubah, kalau guru dianggap sebagai sumber pengetahuan,

sehingga guru selalu aktif dan siswa selalu pasif dalam kegiatan belajar mengajar.

Guru adalah seorang pemandu dan pendorong agar siswa belajar secara aktif dan

kreatif.

Tiap usaha mengajar sebenarnya ingin menumbuhkan atau

menyempurnakan pola laku tertentu dalam diri peserta didik. Maksud pola laku

tersebut adalah kerangka dasar dari sejumlah kegiatan yang lazim dilaksanakan

manusia untuk bertahan hidup dan untuk memperbaiki mutu hidupnya dalam

situasi nyata. Kegiatan itu bisa berupa kegiatan rohani, misalnya mengamati,

menganalisis, dan menilai keadaan dengan daya nalar. Bisa juga berupa kegiatan

jasmani yang dilakukan dengan tenaga dan keterampilan fisik. Umumnya manusia

bertindak secara manusiawi apabila kedua jenis kegiatan tersebut dibuat secara

terjalin dan terpadu.31

Di samping menumbuhkan dan menyempurnakan pola laku, pengajaran

juga menumbuhkan kebiasaan. Kebiasaan dapat dirumuskan sebagai keterarahan,

kesiapsiagaan di dalam diri manusia untuk melakukan kegiatan yang sama atau

serupa atas cara yang lebih mudah, tanpa memeras atau memboroskan tenaga.

Kebiasaan akan timbul justru apabila kegiatan manusia, baik rohani maupun

jasmani dilakukan berulang kali dengan sadar dan penuh perhitungan.

Guru dituntut untuk mampu meningkatkan kualitas belajar peserta didik

dalam bentuk kegiatan belajar mengajar yang sedemikian rupa, dapat

menghasilkan pribadi yang mandiri, dalam hubungan ini, guru memegang peran

penting dalam menciptakan suasana belajar mengajar yang sebaik-baiknya. Tugas

guru tidak hanya sebagai pengajar dalam arti penyampaian pengetahuan, tetapi

lebih meningkat sebagai perancang pengajaran.32

31 Abuddin Nata, Pendidikan dalam Perspektif Hadis, (Jakarta: UIN Jakarta Press, cet-I),

h. 207. 32 Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Integrasi dan

Kompetensi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, edisi revisi), h. 77

Page 108: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

17

2. Belajar

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara etimologis belajar memiliki

arti berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu.33 Belajar menurut Cronbach

adalah belajar melalui pengalaman, dengan pengalaman tersebut pelajar

menggunakan seluruh panca inderanya.34

Anthony Robbins mendefinisikan belajar sebagai proses menciptakan

hubungan antara sesuatu pengetahuan yang sudah dipahami dengan pengetahuan

yang baru. Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Jerome Brunner bahwa

belajar adalah suatu proses aktif dimana siswa membangun (mengkonstuk)

pengetahuan baru berdasarkan pada pengalaman atau pengetahuan yang sudah

dimilikinya.35

Belajar dapat diartikan suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk

memperoleh perubahan prilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari

pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya. (Moh.

Surya: 1997).

Belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan

sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan,

pengetahuan, dan kecakapan. (Whitheringston: 1952).

Belajar adalah diperolehnya kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, dan sikap

baru. (Crow and Crow: 1958). Belajar adalah proses dimana suatu prilaku

muncul prilaku atau berubah karena adanya respons terhadap suatu situasi

(Hilgard: 1962).

Belajar secara umum diartikan sebagai perubahan pada individu yang

terjadi melalui pengalaman dan bukan karena perubahan atau pertumbuhan

tubuhnya atau karakteristik seorang sejak lahir. Dari beberapa definisi di atas,

33 Tim Penyusun dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:

Balai Pustaka, 2007). H 17 34 Baharudin dan Nurwahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jogjakarta: Arruzz Media,

Cet III 2008) h. 13 35 Trianto, Mendisain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Prenada Media

Group, Cet II 2010) h. 15.

Page 109: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

18

sangat jelas, bahwa belajar merupakan sebuah proses perubahan menuju ke arah

yang lebih baik, positif, dan futuristik hal itu meliputi berbagai aspek seperti

keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan, dan kecakapan.

3. Pembelajaran

Pembelajaran yang diidentikkan dengan kata “mengajar” berasal dari kata

dasar “ajar” yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui

(diturut) ditambah dengan awalan “pe” dan akhiran “an menjadi “pembelajaran”,

yang berarti proses, perbuatan, cara mengajar atau mengajarkan sehingga anak

didik mau belajar.

Page 110: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

19

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan

sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan

yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan

pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan

kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses

untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.36

Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat

berlaku di manapun dan kapanpun. Pembelajaran mempunyai pengertian yang

mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam

konteks pendidikan, guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan

menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek

kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta

keterampilan (aspek psikomotor) seseorang peserta didik. Pengajaran memberi

kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja. Sedangkan

pembelajaran juga menyiratkan adanya interaksi antara guru dengan peserta didik.

Instruction atau pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk

membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang,

disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses

belajar siswa yang bersifat internal. (Gagne dan Briggs: 1979: 3)

Pembelajaran adalah Proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan

sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. (UU No. 20/2003, Bab I Pasal Ayat

20)

Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang komplek, yang

tidak sepenuhnya dapat dijelaskan. Secara sederhana pembelajaran adalah produk

interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup. Dalam

bahasa yang lebih kompleks, pembelajaran hakikatnya adalah usaha sadar dari

seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan sumber belajar siswa

dengan sumber lainnya) dalam rangka tujuan yang diharapkan.37

36 www.wikipedia.com 37 Trianto, Mendisain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif,... h. 17.

Page 111: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

20

Istilah “pembelajaran” sama dengan “instruction” atau “pengajaran”.

Pengajaran mempunyai arti cara mengajar atau mengajarkan. Sedang

pembelajaran adalah proses atau cara perbuatan menjadikan orang atau makhluk

hidup belajar.38 Dengan demikian pengajaran diartikan sama dengan perbuatan

belajar (oleh siswa) dan mengajar (oleh guru). Kegiatan belajar mengajar adalah

satu kesatuan dari dua kegiatan yang searah. Kegiatan belajar adalah kegiatan

primer, sedangkan mengajar adalah kegiatan sekunder yang dimaksudkan agar

terjadi kegiatan secara optimal.

Dan dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran adalah usaha sadar dari

guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada

diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan

baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama dan karena adanya usaha.

B. Tujuan Pembelajaran

Tujuan artinya suatu yang dituju, yaitu yang akan dicapai dengan suatu

kegiatan atau usaha. Sesuatu kegiatan akan berakhir, bila suatu tujuan telah

dicapai. Kalau tujuan itu bukan tujuan akhir, kegiatan berikutnya akan langsung

dimulai untuk mencapai tujuan-tujuan selanjutnya dan terus begitu sampai tujuan

akhir.

Kegiatan pembelajaran harus mempunyai tujuan, karena setiap kegiatan

yang tidak mempunyai tujuan akan berjalan meraba-raba, tak tahu arah tujuan.

Tujuan yang jelas dan berguna akan membuat orang lebih giat, terarah dan

sungguh-sungguh. Semua kegiatan harus berorientasi pada tujuannya. Segala daya

dan upaya pembelajaran harus dipusatkan pada pencapaian tujuan itu. Karena itu

tujuan pembelajaran harus berfungsi sebagai:39

1. Titik pusat perhatian dan pedoman dalam melaksanakan kegiatan

pembelajaran,

2. Penentu arah kegiatan pembelajaran,

38 Tim Penyusun dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:

Balai Pustaka, 2007). H 17 39 W. Gulo, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Gramedia, 2005), h. 28.

Page 112: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

21

3. Titik pusat latihan dan pedoman dalam menyusun rencana kegiatan

pembelajaran,

4. Bahan pokok yang akan dikembangkan dalam memperdalam dan memperluas

ruang lingkup pembelajaran,

5. Pedoman untuk mencegah atau menghindari penyimpangan kegiatan.

Sementara itu, tujuan pendidikan Islam adalah kepribadian muslim, yaitu

suatu kepribadian yang seluruh aspeknya dijiwai oleh ajaran Islam. Orang yang

berkepribadian Islam dalam Al-Qur’an disebut juga “muttaqin”. Karena itu

Pendidikana Islam berarti juga pembentukan manusia yang bertaqwa. Ini sesuai

benar dengar pendidikan nasional kita yang dituangkan dalam tujuan pendidikan

nasional yang akan membentuk manusia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa.40

Tujuan pembelajaran agama Islam harus berisi hal-hal yang dapat

menumbuhkan dan memperkuat iman serta mendorong pada kesenangan

mengamalkan ajaran agama Islam. Proses pencapaian itu hendaknya sekaligus

membina keterampilan mengamalkan ajaran Islam itu. Untuk itu diperlukan usaha

pembentukan materi yang akan memperkaya murid dengan sejumlah

pengetahuan, membuat mereka dapat menghayati dan mengembangkan ilmu itu,

juga membuat ilmu yang mereka pelajari itu berguna bagi mereka. Tujuan ini

hendaknya mengandung sifat pemberian dan penanaman ilmu agama (kognitif)

dan keterampilan mengamalkan ajaran agama (psikomotor). Untuk itu tujuan

pembelajaran agama Islam itu harus mengandung bahan pelajaran yang bersifat:41

1. Menumbuh dan memperkuat iman,

2. Membekali dan memperkaya ilmu agama,

3. Membina keterampilan beramal,

4. Menuntun dan mengembangkan potensi yang dibawa sejak lahir sebagai

manusia secara utuh (individual),

40 Baqir Sharif al-Qarashi, Kiat-Kiat Menciptakan Generasi Unggul, Seni Mendidik

Islami, (Jakarta: Pustaka Zahra, cet I, 2003), h. 124. 41 Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam Pengembangan Pendidikan,... h. 27

Page 113: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

22

5. Menumbuhkan dan memupuk rasa sosial dan sifat-sifat terpuji,

6. Pemberian pengetahuan dan keterampilan yang dapat diamalkan dan

dikembangkan dalam berbagai lapangan pekerjaan untuk mencari nafkah

(tenaga profesional).

Secara umum dan ringkas dapat dikatakan bahwa tujuan pembelajaran

agama Islam itu harus mengandung berbagai aspek pembinaan manusia

seutuhnya, sehingga nantinya ia dapat hidup dengan baik sebagai manusia

pancasilais yang bertaqwa kepada Allah dalam ajaran Islam.

C. Prinsip-Prinsip Pembelajaran dalam Islam

Ide mengenai prinsip-prinsip dasar pendidikan dan pembelajaran banyak

tertuang dalam ayat-ayat Al-Quran dan Hadits. Dalam hal ini akan dikemukakan

ayat-ayat atau hadits-hadits yang dapat mewakili dan mengandung ide tentang

prinsip-prinsip dasar pendidikan tersebut, dengan asumsi dasar, bahwa pendidikan

sejati atau Maha Pendidik itu adalah Allah yang telah menciptakan fitrah manusia

dengan segala potensi dan kelebihan serta menetapkan hukum-hukum

pertumbuhan, perkembangan, dan interaksinya, sekaligus jalan yang harus

ditempuh untuk mencapai tujuannya. Prinsip prinsip tersebut adalah sebagai

berikut:42

Pertama, Prinsip Integrasi. Suatu prinsip yang seharusnya dianut adalah

bahwa dunia ini merupakan jembatan menuju kampung akhirat. Karena itu,

mempersiapkan diri secara utuh merupakan hal yang tidak dapat dielakkan agar

masa kehidupan di dunia ini benar-benar bermanfaat untuk bekal yang akan

dibawa ke akhirat. Perilaku yang terdidik dan nikmat Tuhan apapun yang didapat

dalam kehidupan harus diabdikan untuk mencapai kelayakan-kelayakan itu

terutama dengan mematuhi keinginan Tuhan.43 Allah Swt Berfirman,

42 Munzir Haitami, Menggagas Kembali Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Infinite Press,

2004), h. 25-30. 43 Munzir Haitami, Menggagas Kembali Pendidikan Islam, ....h. 25

Page 114: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

23

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu

(kebahagiaan) kampung akhirat, dan janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu

dari kenikmatan duniawi....” (QS. Al Qashash [28]: 77).

Ayat ini menunjukkan kepada prinsip integritas di mana diri dan segala

yang ada padanya dikembangkan pada satu arah, yakni kebajikan dalam rangka

pengabdian kepada Tuhan.

Kedua, Prinsip Keseimbangan. Karena ada prinsip integrasi, prinsip

keseimbangan merupakan kemestian, sehingga dalam pengembangan dan

pembinaan manusia tidak ada kesenjangan. Keseimbangan antara material dan

spiritual, unsur jasmani dan rohani. Banyak ayat Al-Quran menyebutkan iman dan

amal secara bersamaan.,44 secara implisit hal ini menggambarkan kesatuan yang

tidak terpisahkan. Diantaranya adalah QS. Al ‘Ashr [103]: 1-3

“Demi masa, sesungguhnya manusia dalam kerugian kecuali mereka yang

beriman dan beramal shaleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran

dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (Al-‘Ashr [103]:1-3)

Ketiga, Prinsip Persamaan. Prinsip ini berakar dari konsep dasar tentang

manusia yang mempunyai kesatuan asal yang tidak membedakan derajat, baik

antara jenis kelamin, kedudukan sosial, bangsa, maupun suku, ras, atau warna

kulit. Sehingga budak sekalipun mendapatkan hak yang sama dalam pendidikan.45

Keempat, Prinsip Pendidikan Seumur Hidup. Prinsip ini bersumber dari

pandangan mengenai kebutuhan dasar manusia dalam kaitan keterbatasan

manusia, di mana manusia dalam sepanjang hidupnya dihadapkan pada berbagai

tantangan dan godaan yang dapat menjerumuskan dirinya sendiri ke jurang

kehinaan. Dalam hal ini dituntut kedewasaan manusia berupa kemampuan untuk

44 Munzir Haitami, Menggagas Kembali Pendidikan Islam... h. 26-27. 45 Munzir Haitami, Menggagas Kembali Pendidikan Islam, ...h.28.

Page 115: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

24

mengakui dan menyesali kesalahan dan kejahatan yang dilakukan, di samping

selalu memperbaiki kualitas dirinya.46 Sebagaimana firman Allah,

“Maka siapa yang bertaubat sesudah kedzaliman dan memperbaiki (dirinya)

maka Allah menerima taubatnya, dan sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi

Maha Penyayang.” (QS. Al Maidah [5]: 39)

Dalam Islam, pendidikan tidak hanya dilaksanakan dalam batasan waktu

tertentu saja, melainkan dilakukan sepanjang usia (long life education). Islam

memotivasi pemeluknya untuk selalu meningkatkan kualitas keilmuan dan

pengetahuan. Tua atau muda, pria atau wanita, miskin atau kaya mendapatkan

porsi sama dalam pandangan Islam dalam kewajiban untuk menuntut ilmu

(pendidikan). Bukan hanya pengetahuan yang terkait urusan ukhrowi saja yang

ditekankan oleh Islam, melainkan pengetahuan yang terkait dengan urusan

duniawi juga. Karena tidak mungkin manusia mencapai kebahagiaan hari kelak

tanpa melalui jalan kehidupan dunia ini.47

Kelima, Prinsip Keutamaan. Dengan prinsip ini ditegaskan bahwa

pendidikan bukanlah hanya proses mekanik melainkan merupakan proses yang

mempunyai ruh yang segala kegiatannya diwarnai dan ditujukan kepada

keutamaan-keutamaan. Keutamaan-keutamaan tersebut terdiri dari nilai-nilai

moral. Nilai moral yang paling tinggi adalah tauhid. Sedangkan nilai moral yang

paling buruk dan rendah adalah syirik. Dengan prinsip keutamaan ini, pendidik

bukan hanya bertugas menyediakan kondisi belajar bagi subjek didik, tetapi lebih

dari itu turut membentuk kepribadiannya dengan perlakuan dan keteladanan yang

46 Munzir Haitami, Menggagas Kembali Pendidikan Islam,...h. 29 47http://hasanrizal.wordpress.com tafsir-tarbawi-pendidikan-dalam-perspektif-al-quran.

diakses tanggal 20 November 2010.

Page 116: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

25

ditunjukkan oleh pendidik tersebut.48

D. Metode dan Teknik Pembelajaran

Metode secara bahasa berarti suatu cara yang teratur untuk mencapai suatu

tujuan.49 Metode juga dapat diartikan dengan cara yang digunakan pendidik

dalam menyampaikan materi bahan ajar kepada anak didik, berdasarkan tujuan

yang ingin dicapai dalam sebuah pengajaran, seperti, ceramah, diskusi (halaqah),

tanya jawab.

Dalam tradisi Islam banyak teknik pengajaran. Namun yang paling awal

adalah teknik hafalan50 yang sudah ada sejak zaman nabi, karena saat itu belum

muncul tradisi menulis sehingga dibutuhkan teknik meghafal yang kuat untuk

menghafal ayat-ayat Al-Quran.51

Metode pembelajaran yang kurang efektif dan efisien, menyebabkan tidak

seimbangnya kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik, misalnya

pembelajaran yang monoton dari waktu ke waktu, guru yang bersifat otoriter dan

kurang bersahabat dengan siswa sehingga siswa merasa bosan dan kurang minat

belajar. Untuk mengatasi hal tersebut maka guru sebagai tenaga pengajar dan

pendidik harus selalu meningkatkan kualitas profesionalismenya yaitu dengan

cara memberikan kesempatan belajar kepada siswa dengan melibatkan siswa

secara efektif dalam proses belajar mengajar

Metode pembelajaran bertujuan untuk menjadikan proses dan hasil belajar

mengajar ajaran Islam lebih berdaya guna dan berhasil guna serta menimbulkan

kesadaran anak didik untuk mengamalkan ketentuan ajaran Agama Islam melalui

48 Munzir Haitami, Menggagas Kembali Pendidikan Islam,....h.30.

49 WJS, Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta:Balai Pustaka, 1999), h.

649 50Asma Hasan Fahmi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang), h.

121.

51Asma Hasan Fahmi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan…………h. 124.

Page 117: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

26

teknik motivasi yang menimbulkan gairah belajar anak didik secara mantap di

samping bermanfaat untuk mengantarkan tercapainya tujuan pendidikan yang

dicita-citakan.52

Penggunaan metode mengandung implikasi bersifat konsisiten, sistematis,

dan makna menurut kondisi sasarannya, mengingat sasaran metodenya adalah

manusia, sehingga pendidik dituntut untuk berhati-hati dalam penerapannya. Ada

banyak metode yang dikemukakan oleh para ahli dengan berbagai sebutan,

diataranya: 1. Maw`izhah (ceramah) 2. Kitabah (tulisan) 3. Hiwar (dialog) 4. Al-

as`ilah wa al-ajwibah (tanya jawab) 5. Al-Niqashy (diskusi) 6. Al-mujadalah

(debat) 7. Brain strorming 8. Al-qishash (bercerita) 9. Al-amstal (metafora) 10.

Karya wisata 11. Al-qudwah (imitasi) 12. Uswatun hasanah 13. Al-tathbiq

(demontrasi dan dramatisasi) 14. Game and simulation (permainan dan simulasi)

15. Al-mumarasat al-amal (drill) 16. Inquiry 17. Discovery 18. Micro teaching 19.

Modul belajar 20. Independent study (belajar mandiri) 21. Eksprimen 22. Kerja

lapangan 23. Case study 24. Targhib wa tarhib (janji dan ancaman) 25. Al-tsawab

wa al-`iqab (anugrah dan hukuman) 26. Musabaqah (kompetisi).53

E. Kedudukan Guru dalam Pembelajaran

Islam memberikan perhatian terhadap guru, sebab keberadaan guru seperti

batu pertama dalam struktur perkembangan dan kesempurnaan sosial serta jalan

bimbingan dan perubahan tingkah laku dan mentalitas individu serta individu.54

Pendidik (pengajar) memiliki kedudukan yang sangat mulia karena

tanggung jawabnya yang berat. Guru merupakan spiritual father bagi siswanya.

Hal ini disebabkan guru memberikan bimbingan jiwa siswanya dengan ilmu,

mendidik dan meluruskan akhlaknya. Menghormati guru berarti penghormatan

terhadap anak-anak kita, menghargai guru berarti penghargaan terhadap anak-

52 Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam , Pengembangan Pendidikan,... h. 91. 53Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam , Pengembangan Pendidikan,...h. 92.

54 Baqir Sharif al-Qarashi, Kiat-Kiat Menciptakan Generasi Unggul, Seni Mendidik

Islami,...h. 136.

Page 118: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

27

anak kita. Dengan guru itulah mereka hidup dan berkembang. Bahkan Abu

Dardaa melukiskan hubungan guru dan murid itu sebagai pertemanan dalam

kebaikan dan tanpa keduanya maka tidak ada kebaikan.55

Guru adalah teladan para murid, murid memperoleh sifat yang baik, serta

kecenderungan yang benar, juga perilaku yang utama adalah dari guru mereka

yang memperlihatkan keutaman dan perilaku yang benar tesebut. Karena itu para

guru harus mendisiplinkan diri.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita dapati prilaku anak-anak yang meniru

prilaku orang lain yang menjadi pujaannya, seperti meniru gaya pakaian, meniru

gaya rambut, meniru gaya bicara. Hal serupa juga terjadi di sekitar lembaga-

lembaga pendidikan, seorang siswa yang meniru guru yang ia senangi, seperti

meniru cara menulis, cara duduk, cara berjalan, cara membaca dan lain

sebagainya. Semua ini membuktikan bahwa pada hakekatnya sifat meniru prilaku

orang lain merupakan fitrah manusia, terutama anak-anak. Sifat ini akan sangat

berbahaya jika peniruan dilakukan juga terhadap prilaku yang tidak baik.56

Ada dua bentuk strategi keteladanan; pertama, yang disengaja dan

dipolakan sehingga sasaran dan perubahan prilaku dan pemikiran anak sudah

direncanakan dan ditargetkan, yaitu seorang guru sengaja memberikan contoh

yang baik kepada muridnya supaya dapat menirunya. Kedua, yang tidak

disengaja, dalam hal ini guru tampil sebagai seorang figur yang dapat memberikan

contoh yang baik dalam kehidupan sehari-hari.57

Untuk dapat menjadikan “teladan” sebagai salah satu strategi, seorang

guru dituntut untuk mahir dibidangnya sekaligus harus mampu tampil sebagai

figur yang baik. Bagaimana mungkin seorang guru menggambar bisa

mengajarkan cara menggambar yang baik jika ia tidak mengusai tehnik-tehnik

menggambar, seorang guru ngaji tidak akan dapat menyuruh siswanya fasih

55 Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam Pengembangan Pendidikan,…h. 51 56 Baqir Sharif al-Qarashi, Kiat-Kiat Menciptakan Generasi Unggul,…h. 137 57 Baqir Sharif al-Qarashi, Kiat-Kiat Menciptakan Generasi Unggul,…h. 137

Page 119: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

28

membaca al-Quran jika dirinya tidak menguasai ilmu membaca al-Qur’an dengan

baik, guru matematika akan dapat memberi contoh cara menghitung yang baik

jika iapun menguasai cara menghitung dengan baik, jangan harap seorang guru

bahasa Indonesia akan dapat mengajar membaca puisi dengan baik jika dirinya

saja tidak mahir dalam bidang ini, demikianlah seterusnya dengan disiplin ilmu

yang lain.

Dalam hal ini guru sebagai teladan, keteladanan memberikan pengaruh

yang lebih besar daripada cacian atau nasehat. Jika perilaku seorang guru bertolak

belakang dengan apa yang diajarkannya maka bisa dikatakan bahwa proses belajar

dan mengajar gagal.58

G. Teori-teori Pembelajaran dalam Psikologi

Belajar dan pembelajaran merupakan proses penting bagi perubahan

perilaku manusia dari segala sesuatu yang diperkirakan dan dikerjakan. Belajar

memegang peranan penting di dalam perkembangan, kebiasaan, sikap, keyakinan,

tujuan, kepribadian, dan bahkan persepsi manusia. Oleh karena itu dengan

menguasai prinsip-prinsip dasar tentang pengajaran seseorang mampu memahami

bahwa aktivitas belajar itu memegang peranan penting dalam proses psikologis.

1. Teori Pembelajaran Behavioristik

Teori belajar behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan

perilaku yang dapat diamati, diukur, dan dinilai secara konkret. Perubahan

terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan

perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulans

tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun

eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat

atau dampak, berupa reaksi fisik terhadap stimulans. Belajar berarti

penguatan ikatan, asosiasi, sifat, dan kecenderungan perilaku S-R

58 Jaudah Muhammad Awwad, Mendidik Anak Secara Islam (Terj), (Jakarta: Gema Insani Pers, 2003), h. 3.

Page 120: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

29

(Stimulus-Respon).59

Contohnya, dalam percobaan apabila di luar sangkar diletakkan

makanan, maka kucing berusaha untuk mencapainya dengan cara

meloncat-loncat kian kemari. Dengan tidak tersengaja kucing telah

menyentuh kenop, maka terbukalah pintu sangkar tersebut, dan kucing

segera lari ke tempat makan. Percobaan ini diulangi untuk beberapa kali,

dan setelah kurang lebih 10 sampai dengan 12 kali, kucing baru dapat

dengan sengaja menyentuh kenop tersebut apabila di luar diletakkan

makanan.60

Berdasarkan eksperimen di atas, semakin jelas bahwa belajar

adalah perubahan yang ditandai dengan adanya hubungan antara stimulus

dan respon.

2. Teori Pembelajaran Sosial

Teori pembelajaran sosial merupakan perluasan dari teori belajar

perilaku yang tradisional (behavioristik). Teori pembelajaran sosial ini

dikembangkan oleh Albert Bandura (1986). Teori ini menerima sebagian

besar dari prinsip-prinsip teori-teori belajar perilaku, tetapi memberi lebih

banyak penekanan pada efek-efek dari isyarat-isyarat pada perilaku, dan

pada proses-proses mental internal. Jadi, dalam teori pembelajaran sosial

kita akan menggunakan penjelasan-penjelasan reinforcement eksternal dan

penjelasan-penjelasan kognitif internal untuk memahami bagaimana kita

belajar dari orang lain. Dalam pandangan belajar sosial “manusia” itu tidak

didorong oleh kekuatan-kekuatan dari dalam dan juga tidak “dipukul” oleh

stimulus-stimulus lingkungan.61

Teori belajar sosial menekankan, bahwa lingkungan-lingkungan

59 Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Integrasi dan Kompetensi,...62.

60 Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Integrasi dan

Kompetensi,… h. 63.

61http://anwarholil.blogspot.com/2009/01/teori-pembelajaran-sosial.html . 9-11-10.

Page 121: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

30

yang dihadapkan pada seseorang tidak random, lingkungan-lingkungan itu

kerap kali dipilih dan diubah oleh orang itu melalui perilakunya sendiri.

Menurut Bandura, sebagaimana yang dikutip oleh Tohirin bahwa

“sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan

mengingat tingkah laku orang lain”. Inti dari teori pembelajaran sosial

adalah pemodelan (modelling), dan permodelan ini merupakan salah satu

langkah paling penting dalam pembelajaran terpadu.62

3. Teori Pembelajaran Kognitif

Teori kognitif tertuju kepada hal-hal yang terjadi di dalam kepala

kita ketika belajar. Teori kognitif juga mengambil perspektif bahwa siswa

secara aktif memproses informasi dan pembelajaran berlangsung melalui

usaha-usaha siswa ketika siswa mengaturnya, menyimpannya dan

kemudian menemukan hubungan-hubungan antara informasi, hubungan

baru dengan pengetahuan lama, skema, dan teks, pendekatan kognitif

menekankan bagaimana informasi di proses.63

4. Teori Pembelajaran Konstruktif

Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama menegaskan,

bahwa pengetahuan dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan

akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran.

Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena

adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat.64

Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses mental yang

meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan rangsangan baru

62 Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Integrasi dan

Kompetensi,… h. 67

63 Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Integrasi dan Kompetensi,… h. 63.

64 Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Integrasi dan Kompetensi,… h. 65.

Page 122: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

31

atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan

rangsangan itu.

Lebih jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh

secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Bahkan,

perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif

memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan,

perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses berkesinambungan

tentang keadaan ketidak-seimbangan dan keadaan keseimbangan.

H. Karakteristik Pengajar

Al-Mawardi, sebagaimana yang dikutip Abuddin Nata,

memandang seorang guru yang baik adalah guru yang tawadhu (rendah hati),

menjauhi sikap ujub (besar kepala) dan memiliki rasa ikhlas. Selain itu, dalam

melaksanakan tugasnya seorang guru harus dilandasi dengan kecintaan terhadap

tugasnya sebagai guru, kecintaan ini akan benar-benar tumbuh dan berkembang

apabila keagungan, keindahan dan kemuliaan tugas guru itu sendiri benar-benar

dapat dihayati.65

Selanjutnya Al-Mawardi melarang seseorang mengajar dan mendidik atas

dasar motif ekonomi. Dalam pandangannya bahwa mengajar dan mendidik

merupakan aktivitas keilmuan, sementara ilmu itu sendiri mempunyai nilai dan

kedudukan yang tinggi, yang tidak dapat disejajarakan dengan materi. Tugas

mendidik dan mengajar dalam pandangan Al-mawardi adalah tugas luhur dan

mulia, itulah sebabnya dalam mendidik dan mengajar seseorang harus semata-

mata mengharap keridhaan Allah SWT. Apabila yang dituju dari tugas mengajar

adalah materi, maka pengajar akan mengalami kegoncangan ketika ia merasa

bahwa kerja yang dipikulnya tidak seimbang dengan hasil yang diterimanya.66

Menurut Tohirin sebagaimana yang dikutip dari Surya, untuk mewujudkan

prilaku mengajar yang tepat, guru diharapkan memiliki karakteristik mengajar

65 Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 2001), h. 50. 66 Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 2001), h. 51.

Page 123: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

32

antara lain:67

1. Memiliki minat yang besar terhadap pelajaran dan mata pelajaran yang

diajarkan,

2. Memiliki kecakapan untuk memerhatikan kepribadian dan suasana hati secara

tepat serta membuat konak secara tepat pula,

3. Memiliki kesabaran, keakraban, sensitivitas yang diperlukan untuk

menumbuhkan semangat belajar,

4. Memiliki pemikiran yang imajinatif dan praktis dalam usaha memberikan

penjelasan kepada peserta didik,

5. Memiliki kualifikasi yang memadai dalam bidangnya baik ini maupun

metode,

6. Memiliki sifat yang terbuka, luwes, dan eksperimental dalam metode dan

teknik.

Sementara itu, dalam pendidikan Islam, seorang pendidik pula hendaknya

memiliki karakteristik yang dapat membedakannya dari yang lain. Dengan hal itu,

maka diharapkan seorang pendidik mampu bersikap totalitas berpadu antara

karakter dan kepribadiaannya. An-Nahlawi membagi karakter pendidik Muslim

kepada beberapa bentuk, di antaranya:68

1. Mempunyai watak dan sifat rubbaniyah yang terwujud dengan tujuan,

tingkah laku, dan pola fikirnya,

2. Bersifat ikhlas, melaksanakan tugasnya sebagai pendidik semata-mata

mencari keridhaan Allah dan menegakkan kebenaran,

3. Bersifat sabar dalam mengajarkan berbagai pengetahuan kepada peserta

didik,

4. Jujur dalam menyampaikan yang diketahuinya.

5. Senantiasa membekali diri dengan ilmu, kesediaan diri untuk terus

mendalami dan mengkaji lebih lanjut.

67 Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Integrasi dan Kompetensi,… h. 79.

68 Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Ciputat: Ciputat Press,

2005) , h. 45-46.

Page 124: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

33

6. Mampu menggunakan metode mengajar secara bervariasi.

7. Mampu mengelola kelas dan peserta didik, tegas dalam bertindak dan

proporsional,

8. Mengetahui kehidupan psikis peserta didik.

9. Tanggap terhadap berbagai kondisi dan perkembangan dunia yang dapat

memengaruhi jiwa, keyakinan, dan pola berpikir peserta didik.

10. Berlaku adil terhadap peserta didik.

Dalam pandangan yang tidak jauh berbeda al-Abrasyi memberikan batasan

tentang karakteristik pendidik. Di antara kriteria dan karakteristik pendidik itu

adalah:69

1. Seorang pendidik hendaknya memiliki sifat zuhud. Yaitu, melaksanakan

tugasnya bukan semata-mata karena materi akan tetapi lebih dari itu mencari

keridhaan Allah.

2. Seorang pendidik hendaknya bersih fisiknya dari kotoran dan jiwanya dari

sifat tercela.

3. Seorang pendidik hendaknya ikhlas dan tidak ria dalam menjalankan

tugasnya.

4. Seorang pendidik hendaknya bersifat pemaaf dan memaafkan orang lain,

sabar dan sanggup menahan amarah, senantiasa membuka diri dan menjaga

kehormatannya.

5. Seorang pendidik hendaknya mampu mampu mencintai peserta didiknya

sebagaimana ia mencintai anaknya sendiri.

6. Seorang pendidik hendaknya mengetahui karakter peserta didiknya, seperti;

pembawaan, kebiasaan, perasaan, dan berbagai potensi yang dimilikinya,

7. Seorang pendidik hendaknya menguasai pelajaran dengan baik dan

professional.

Dari batasan kriteria karakteristik di atas, terlihat jelas bahwa menjadi

seorang pengajar atau pendidik tidaklah mudah. Seorang pengajar hendaknya

memiliki persyaratan tertentu sebelum profesi itu ditekuninya.

69 Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam,... h. 46

Page 125: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

34

I. Peserta Didik (Manusia) dalam Pandangan Islam

Secara etimologi peserta didik adalah anak didik yang mendapat

pengajaran ilmu. Secara terminologi peserta didik adalah anak didik atau individu

yang mengalami perubahan, perkembangan sehingga masih memerlukan

bimbingan dan arahan dalam membentuk kepribadian serta sebagai bagian dari

struktural proses pendidikan. Dengan kata lain peserta didik adalah seorang

individu yang tengah mengalami fase perkembangan atau pertumbuhan baik dari

segi fisik dan mental maupun fikiran.

Sementara itu ciri–ciri peserta didik adalah sebagai berikut :70

1. Kelemahan dan ketakberdayaannya

2. Berkemauan keras untuk berkembang

3. Ingin menjadi diri sendiri (memperoleh kemampuan)

Syamsul Nizar sebagaimana yang dikutip oleh Ramayulis,

mendeskripsikan enam kriteria peserta didik, yaitu :71

1. Peserta didik bukanlah miniatur orang dewasa tetapi memiliki dunianya

sendiri

2. Peserta didik memiliki periodasi perkembangan dan pertumbuhan

3. Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan individu

baik disebabkan oleh faktor bawaan maupun lingkungan dimana ia berada.

4. Peserta didik merupakan dua unsur utama jasmani dan rohani, unsur

jasmani memiliki daya fisik, dan unsur rohani memiliki daya akal hati

nurani dan nafsu

5. Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi atau fitrah yang dapat

dikembangkan dan berkembang secara dinamis

70 Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta:PT Rineka Cipta, cet -II,

2006), h, 40. 71 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2006). h. 77.

Page 126: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

35

Widodo Supriyono, secara garis besar membagi dimensi menjadi dua,

yaitu dimensi fisik dan rohani. Dalam bukunya ia menyatakan bahwa secara

rohani manusia mempunyai potensi kerohanian yang tak terhingga banyaknya.

Potensi-potensi tersebut nampak dalam bentuk memahami sesuatu (Ulil Albab),

dapat berfikir atau merenung, memepergunakan akal, dapat beriman, bertaqwa,

mengingat, atau mengambil pelajaran, mendengar firman tuhan, dapat berilmu,

berkesenian, dapat menguasai tekhnologi tepat guna dan terakhir manusia lahir

keduania dengan membawa fitrah.72

Manusia dalam pandangan Islam mempunyai aspek jasmani yang tidak

dapat dipisahkan dari aspek rohani tatkala manusia masih hidup di dunia. Manusia

mempunyai aspek akal. Kata yang digunakan al Qur’an untuk menunjukkan

kepada akal menerangkan ada tujuh kata yang digunakan :73

1. Kata Nazara, dalam surat al-Ghasiyyah ayat 17 :

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia

diciptakan”

2. Kata Tadabbara, dalam surat Muhammad ayat 24 :

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan al Qur’an ataukah hati

mereka terkunci?”

3. Kata Tafakkara, dalam surat an-Nahl ayat 68 :

“Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: “buatlah sarang-sarang

72 Widodo Supriono, Filsafat Manusia dalam Islam, Reformasi Filsafat Pendidikan Islam,

Pustaka Belajar, Yogyakarta, 1996, h. 171. 73 Ahzami Samiun Jazuli, Kehidupan Dalam Pandangan Al-Quran, (Jakarta: Gema Insani

Pers, 2006), h. 72.

Page 127: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

36

dibukit-bukit, dipohon-pohon kayu, dan ditempattempat yang dibuat manusia”.

4. Kata Faqiha, dalam surat at-Taubah 122 :

“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu’min itu pergi semuanya

(kemedan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka

beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan

untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali

kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”

5. Kata Tadzakkara, dalam surat an-Nahl ayat 17 :

“Maka apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak

dapat menciptakan apa-apa? Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran”.

6. Kata Fahima, dalam surat al-Anbiya ayat 78 :

“Dan ingatlah kisah Daud dan Sulaiman, di waktu keduanya memberikan

keputusan mengenai tanaman, karena tanaman itu dirusak oleh kambing-kambing

kepunyaan kaumnya. Dan adalah kami menyaksikan keputusan yang diberikan

oleh mereka itu”.

7. Kata ‘Aqala, dalam surat al-Anfaal ayat 22 :

“Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi

Allah ialah orang-orang yang pekak dan tuli yang tidak mengerti apa-apa-pun.

Manusia memiliki potensi untuk mengetahui, memahami apa yang ada di

alam semesta ini. Serta mampu mengkorelasikan antara fenomena yang satu dan

fenomena yang lainnya. Karena hanya manusia yang disamping diberi kelebihan

Page 128: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

37

indera, manusia juga diberi kelebihan akal.74 Yang dengan inderanya dia mampu

memahami apa yang tampak dan dengan hatinya dia mampu memahami apa yang

tidak nampak. Dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 31 disebutkan:

“Allah mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda)

seluruhnya”.

Yang dimaksud nama-nama pada ayat tersebut adalah sifat, ciri, dan

hukum sesuatu. Ini berarti manusia berpotensi mengetahui rahasia alam raya.

Adanya potensi itu, dan tersedianya lahan yang diciptakan Allah, serta

ketidakmampuan alam raya membangkang terhadap perintah dan hukum-hukum

Tuhan, menjadikan ilmuwan dapat memperoleh kepastian mengenai hukum-

hukum alam. Karenanya, semua itu mengantarkan manusia berpotensi untuk

memanfaatkan alam yang telah ditundukkan Tuhan.75

Namun, di sisi lain manusia juga memiliki nafsu yang cenderung

mendorong manusia untuk menuruti keinginannya. Nafsu jika tidak terkontrol

maka yang terjadi adalah keinginan yang tiada akhirnya. Nafsu juga tidak jarang

menjerumuskan manusia dalam lembah kenistaan. Dalam al-Qur’an surat Yusuf

ayat 53 disebutkan:

“Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu

yang diberi rahmat oleh Tuhanku”.

Al-Qur’an menandaskan bahwa umat Islam adalah umat terbaik, yang

mampu menciptakan lingkungan yang baik, kondusif, yang bermanfaat bagi

seluruh alam. Karena sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi

manusia lainnya.

Ilmu pengetahuan adalah sebuah hubungan antara pancaindera, akal dan

wahyu. Dengan pancaindera dan akal (hati), manusia bisa menilai sebuah

74 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 2001), h. 436. 75 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an,... h. 436.

Page 129: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

38

kebenaran (etika) dan keindahan (estetika). Karena dua hal ini adalah piranti

utama bagi manusia untuk mendapatkan pengetahuan. Namun, disamping

memiliki kelebihan, kedua piranti ini memiliki kekurangan. Sehingga keduanya

masih membutuhkan penolong untuk menunjukkan tentang hakikat suatu

kebenaran, yaitu wahyu. Dan dengan wahyu manusia dapat memahami posisinya

sebagai khalifah fil ardh.76

Etika peserta didik adalah seuatu yang harus dipenuhi dalam proses

pendidikan. Dalam etika peserta didik, peserta didik memiliki kewajiban yang

harus dilaksanakan oleh peserta didik. Dalam buku yang ditulis oleh Rama yulis,

menurut Al-Ghozali ada sebelas kewajiban peserta didik, yaitu :77

1. Belajar dengan niat ibadah dalam rangka taqoruh kepada Allah SWT,

sehingga dalam kehidupan sehari-hari anak didik dituntut untuk

mensucikan jiwanya dari akhlak yang rendah dan watak yang tercela.

2. Bersikap tawadhu’ (rendah hati) dengan cara meninggalkan kepentingan

pribadi untuk kepentingan pendidikannya.

3. Menjaga pikiran dan pertantangan yang timbul dari berbagai aliran

4. Mempelajari ilmu-ilmu yang terpuji, baik untuk ukhrowi maupun untuk

duniawi.

5. Belajar dengan bertahap dengan cara memulai pelajaran yang mudah

menuju pelajaran yang sukar.

6. Belajar ilmu sampai tuntas untuk kemudian hari beralih pada ilmu yang

lainnya, sehingga anak didik memiliki spesifikasi ilmu pengetahuan secara

mendalam.

7. Mengenal nilai-nilai ilmiah atas ilmu pengetahuan yang dipelajari.

8. Memprioritaskan ilmu diniyah sebelum memasuki ilmu duniawi.

9. Mengenal nilai-nilai pragmatis bagi suatu ilmu pengetahuan, yaitu ilmu

yang dapat bermanfaat dalam kehidupan dinia akherat.

10. Anak didik harus tunduk pada nasehat pendidik.

76 Yusuf al-Qardawi, Sunnah, Ilmu Pengetahuan dan Peradaban, terj. Abad Badruzzaman, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 2001), h. 117-121.

77 Abd. Mujid dalam Ramayulis, Psikologi Agama, (Jakarta: Kalam Mulia, 2004), h. 98

Page 130: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

39

Agar peserta didik mendapatkan keridhoan dari Allah SWT dalam

menuntut ilmu, maka peserta didik harus mampu memahami etika yang harus

dimilkinya, yaitu :78

1. Peserta didik hendaknya senantiasa membersihkan hatinya sebelum

menuntut ilmu.

2. Tujuan belajar hendaknya ditujukan untuk menghiasi roh dengan berbagai

sifat keutamaan.

3. Memiliki kemauan yang kuat untuk mencari dan menuntut ilmu di

berbagai tempat.

4. Setiap peserta didik wajib menghormati pendidiknya.

5. Peserta didik hendaknya belajar secara sungguh-sungguh dan tabah.

Namun etika peserta didik tersebut perlu disempurnakan dengan empat

akhlak peserta didik dalam menuntut ilmu, yaitu :79

1. Peserta didik harus membersihkan hatinya dari kotoran dan penyakit jiwa

sebelum ia menuntut ilmu, sebab belajar merupakan ibadah yang harus

dikerjakan dengan hati yang bersih.

2. Peserta didik harus mempunyai tujuan menuntut ilmu dalam rangka

menghiasi jiwa dengan sifat keimanan, mendekatkan diri kepada Allah.

3. Seorang peserta didik harus tabah dalam memperoleh ilmu pengetahuan

dan sabar dalam menghadapi tantangan dan cobaan yang datang.

4. Harus ikhlas dalam menuntut ilmu dengan menghormati guru atau

pendidik, berusaha memperoleh kerelaan dari guru dengan

mempergunakan beberapa cara yang baik.

78 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, ………., ..h. 110

79 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam,…………..h. 110.

Page 131: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

40

BAB III

SEPUTAR PENAFSIRAN KISAH KHIDIR DAN MUSA

QS AL-KAHFI 60-82

A. QS al-Kahfi ayat 60-61

Artinya, “Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya, "Aku tidak

akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke Pertemuan dua buah lautan; atau

aku akan berjalan sampai bertahun-tahun" (60).

“Maka tatkala mereka sampai ke Pertemuan dua buah laut itu, mereka lalai

akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu.” (61).

Ayat ini menjelaskan kepada kita tentang perjalanan Nabi Musa AS yang

ingin menimba Ilmu dari Nabi Khidir AS. Pertemuan Nabi Musa dengan Nabi

Khidir memang tidak dijelaskan secara detail kapan dan dimana tempatnya, akan

tetapi kumpulan ayat-ayat yang membincangkan kisah mereka banyak

mengandung pelajaran.

Kisah tentang Musa dalam rangkaian ayat-ayat ini tidak menyebutkan

asal-muasalnya. Adapun penjelasan itu dapat dilihat dalam hadis yang

diriwayatkan oleh Imam al-Bukhori. Ibnu Abbas mendengar Ubai bin Kaab

berkata bahwa ia mendengar Rasulullah Saw bersabda, “Musa berdiri khutbah di

hadapan Bani Israil, kemudian ia ditanya, “Siapa Manusia yang paling pintar?”

Musa menjawab, “Saya”. (Atas jawaban itu) Allah SWT mencela Musa yang

Page 132: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

41

tidak mengembalikan ilmu kepada Allah. Kemudian Allah mewahyukan kepada

Musa bahwasannya seorang hamba-Ku berada di tempat bertemunya dua laut dia

lebih pintar daripadamu. Kemudian Musa bertanya, “Bagaimana aku dapat

bertemu dengannya?” Allah berfirman, “Ambillah seekor ikan lalu tempatkan ia

di wadah. Maka, dimana engkau kehilangan ikan itu, di sanalah dia. (HR

Bukhori).80

Manakala Nabi Musa menyimak hal itu, dia bertekad ingin menemui

hamba shalih tersebut untuk menimba ilmu darinya. Prof. Dr. Quraish Shihab

menyebutkan, kata huquban ( احقب ( yang menunjukkan waktu yang lama ada yang

berpendapat setahun, tujuh puluh tahun, atau delapan puluh tahun, bahkan

sepanjang masa. Al-Maraghi menjelaskan, Musa tertantang untuk menemui

hamba shalih itu, meski menguras tenaga, bersusah payah dan menempuh

perjalanan yang panjang.81 Hal ini sebagaimana firman Allah SWT, ”Dan

(ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya, "Aku tidak akan berhenti

(berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan

sampai bertahun-tahun." (QS al-Kahfi [18]; 60).

Berdasar hadis al-Bukhari di atas, Nabi Musa memohon kepada Allah agar

ditunjukkan tempat keberadaan hamba shalih. Allah tidak memberitahu kepada

Musa secara langsung. Akan tetapi, memberitahu dengan isyarat bahwa dia berada

di tempat bertemunya dua laut. Terkait tempat bertemunya dua laut menurut

Sayyid Qutub adalah antara, Laut Rum dan Qalzum atau laut putih dan laut

merah.82 Allah memerintahkan Musa supaya membawa serta ikan yang telah

mati. Karena Musa akan menemukan hamba shalih di tempat di mana Allah

menghidupkan ikan itu.

Dalam pengembaraan mencari hamba shalih, Musa berjalan dengan

80 Muhammad bin Ismail Abu Abdillah al-Bukhori, Jami’ Shahih al-Mukhtashor min

Umuri Rasulillah wa Sunaninhi wa Ayyamih, (Beirut: Daar Ibnu Katsir, Cet 3 1987) j. 4 h. 1757. Hadis no. 4450.

81 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, (Mesir: Maktabah Mustafa al-Babi al-

Halabi wa Awladih, 1946) J. 15 h. 175 82 Sayyid Qutub, Tafsir fi Zilalil Quran, (t.tp, Mauqiu Tafasir, t.th) j. 5 h. 71.

Page 133: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

42

seorang yang disebut dalam al-Quran dengan istilah fata, pemuda (الفتي)—al-

Maraghi menyebutkan pemuda itu bernama Yusa’ dalam hadis riwayat imam al-

Bukhori disebutkan pemuda itu adalah Yusa’ bin Nun—menuju tempat

bertemunya dua laut.83

Pakar tafsir Indonesia Quraish Shihab, menjelaskan makna fata tersebut,

bahwa pada mulanya fata digunakan untuk menyebutkan anak muda, lalu kata ini

digunakan untuk menyebut pembantu. Orang jahiliah menyebut pembantu dengan

’abd ( بدع ). Rasulullah melarang hal itu dan mengganti dengan fata, menurut

Quraish agaknya hal itu dilakukan karena seorang dalam keadaan apa pun tak

wajar diperbudak, sebaliknya manusia tetap harus diperlakukan dengan baik

selayaknya manusia. Atau rasul menyebut hal itu lantaran al-Quran menyebutkan

dengan kata fata. Dengan demikian, seorang yang menemani Nabi Musa adalah

orang yang selalu membantunya dan barangkali dalam pandangan masyarakat ia

adalah seorang hamba sahaya.84

Musa meminta kepada si pemuda agar memberitahu jika ikan itu hidup.

Ketika keduanya telah sampai di sebuah tempat bertemunya dua laut. Nabi Musa

berbaring di balik batu untuk beristirahat karena perjalanan panjang yang

membuatnya letih. Di tempat tersebut ikan itu bergerak-gerak di dalam keranjang.

Dengan kodrat Allah SWT ia hidup, melompat ke laut, membuat jalan yang

terlihat jelas. Maka airnya berbentuk seperti pusaran, dan Allah menahan laju air

dari ikan tersebut.

Kata saraban (سربا) sendiri dalam penjelasan ma’na mufradat, al-Maraghi

mengartikan dengan terowongan, maka air itu berbentuk seperti

jembatan/pusaran.85

Al-Maragi menyebutkan, bagi Musa hidupnya ikan tersebut merupakan

mukjizat. Ikan mendapati jalannya. Sedangkan kisah yang menyebutkan bahwa air

83 Muhammad bin Ismail Abu Abdillah al-Bukhori, Jami’ Shahih al-Mukhtashor min Umuri Rasulillah wa Sunaninhi wa Ayyamih, j. 4 h. 1757.

84 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,

(Jakarta: Lentera Hati, cet II 2004) v. 8 h. 90.

85 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,... J. 15 h. 174.

Page 134: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

43

berbentuk jembatan/pusaran tidaklah wajib bagi kita untuk meyakininya kecuali

ada nash qat’i yang menyebutkannya.86 Pendapat Ibnu Asyur yang disebutkan

dalam Tafsir al-Misbah juga menyebutkan bahwa ikan itu menghilang menuju

terowongan (saraban) dan Musa kemudian mengikuti jalan itu. Namun, pendapat

ini ditolak banyak ulama yang cenderung memahami pertemuan kedua tokoh itu

di tempat bertemunya dua pantai.87

B. QS Al-Kahfi ayat 62-64

Artinya, “Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada

muridnya: "Bawalah kemari makanan kita; Sesungguhnya kita telah merasa letih

karena perjalanan kita ini" (62).

“Muridnya menjawab: "Tahukah kamu tatkala kita mecari tempat berlindung

di batu tadi, Maka Sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan

tidak ada yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan

itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali" (63).

“Musa berkata: "Itulah (tempat) yang kita cari". lalu keduanya kembali,

mengikuti jejak mereka semula.” (64).

Pada hari setelah berjalan siang dan malam Musa merasa letih dan

meminta makanannya kepada pemuda. ”...Bawalah kemari makanan kita;

86 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,... J. 15 h. 175-176.

87 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,... v. 8 h. 91.

Page 135: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

44

sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini" (QS al-Kahfi

[18]; 62)

Permintaan Musa untuk diambilkan makanannya, mengingatkan pemuda

kepada ikan, maka dia pun menyampaikan perkara ikan tersebut kepada Musa.

Menurut al-Maraghi makanan menjadi hikmah yang mengingatkan pemuda pada

ikan.88 ”Muridnya berkata, "Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat

berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan

itu dan tidak ada yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali setan dan

ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali." (QS al-Kahfi

[18]; 63)

Pada penuturan pemuda tentang perkara ikan, ia menyalahkan setan yang

telah melupakannya. Hal tersebut dikarenakan peristiwa yang dialaminya benar-

benar ajaib.

Kata ‘ajaban (عجبا) sendiri ada yang memahaminya dengan keadaan

tempat itu mengherankan manakala ikan berjalan ke laut. Ada pula yang

berpendapat keheranan pembantu Musa, bagaimana ia bisa lupa untuk

menyampaikan kisah ikan itu.89

Menimpali penjelasan pemuda itu, “Musa berkata, "Itulah (tempat) yang

kita cari." Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula.” (QS al-Kahfi

: 64)

Al-Biqa’i sebagaimana dikutip oleh al-Maraghi, menyebutkan, bahwa

jalan yang dilalui oleh Musa adalah pasir, yang tidak bertanda. Jelasnya, Allah

lebih mengatahui apakah tempat itu pertemuan antara nail dan garam atau

petunjuk dari kota Misr (mesir). Dengan penegasan tambahan, yaitu

bertenggernya burung di perahunya.90

88 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,... J. 15 h. 176. 89 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,... v. 8

h. 93. 90 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,... J. 15 h. 177.

Page 136: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

45

C. QS Al-Kahfi ayat 65

Artinya, “Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-

hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan

yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.”

Keduanya melewati tempat yang ditentukan, hingga kelelahan. Musa dan

pemuda berjalan berbalik menyusuri jejak semula yang telah mereka lalui, demi

menuju ke batu tempat mereka beristirahat. ”Lalu mereka bertemu dengan seorang

hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat

dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (QS

al-Kahfi : 65)

Banyak ulama yang berpendapat bahwa kata ’abdan (عبدا), hamba dalam

ayat ini adalah Nabi Khidir. Quraish Shihab menjelaskan, penafsiran kata ’abdan

beragam dan bersifat irrasional. Khidir sendiri bermakna hijau. Nabi Saw

bersabda, bahwa penamaan tersebut karena suatu ketika ia duduk di bulu yang

berwarna putih, tiba-tiba warnanya beerubah menjadi hijau (HR. Bukhari melalui

Abu Hurairah). Quraish menambahkan, agaknya penamaan serta warna itu

sebagai simbol keberkatan yang menyertai hamba Allah yang istimewa itu.91

Tentang Khidir, al-Maragi telah menyebutkan dengan pendapat yang kuat.

Khidir adalah laqab untuk teman Musa yang bernama Balwan bin Mulkan.

Sementara itu, kebanyakan ulama berpendapat ia adalah seorang nabi. Pendapat

itu didukung oleh beberapa dalil. Pertama, firman Allah SWT, ” Kami berikan

kepadanya rahmat dari sisi Kami” rahmat dalam potongan ayat ini adalah

nubuwwah berdasarkan firman Allah yang berbunyi, “Apakah mereka

membagikan rahmat dari Tuhan-mu”

Kedua, firman Allah SWT, ” telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi

Kami,” potongan ayat ini menunjukkan bahwa Khidir telah diberi ilmu tanpa

91 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,... v. 8 h. 94.

Page 137: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

46

perantara dan petunjuk seorang mursyid. Hal ini hanya didapati oleh para nabi.

Ketiga, Musa berbicara kepada Khidir, “Bolehkah aku mengikutimu

supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu,” ayat ini menunjukkan bahwa Musa

ingin belajar pada Khidir. Dan nabi tidak belajar kecuali kepada nabi. Keempat,

firman Allah, “dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri.”

maksudnya, aku mengerjakannya berdasarkan wahyu dari Allah. Dan ini

menunjukkan dalil nubuwwah.92

Dalam ayat ini pula, keterangan tentang Khidir bertambah. Yaitu, Khidir

diberikan rahmat dan ilmu. Terkait dua bekal yang diberikan kepada Khidir ini,

para ulama kemudian memberi tafsir tentang rahmat dan ilmu yang diberikan

kepada Khidir.

Istilah 'indi (عند) dan ladun (لدن) dinilai oleh Ibnu Asyur hanya sebagai

penganekaragaman agar tidak terulang dua kata yang sama dalam satu redaksi.

Sementara itu, al-Biqai dan Thabathabai tidak berpendapat demikian. Mengutip

Abu Hasan al-Harrari, pemakaian kata 'indi pada 'rahmat' menunjukkan bahwa

rahmat yang diberikan kepada Khidir adalah sesuatu yang jelas, nampak. Dengan

demikian, rahmat itu nampak dan jelas pada diri Khidir.

Sedangkan ilmu yang digandeng sebelumnya dengan kata ladun, menurut

Abu Hasan menunjukkan sesuatu yang tidak nampak. Yaitu, berupa ilmu bathin

yang tersembunyi, yang pasti hal tersebut adalah milik dan berada di sisi Allah

semata-mata.

Thabathabai berpendapat serupa, namun tak sama. Thabathabai lebih jelas

lagi, bahwa nikmat Allah yang zahir dapat diperoleh dari beraneka ragam sebab.

Sedang nikmat Allah yang bathin tidak melalui satu sebab pun. hal ini seperti

kenabian dan kewalian. Dan dalam ayat ini dengan kata 'indi, menunjukkan

rahmat yang diberikan lebih khusus lagi, tanpa pihak lain dan bersifat bathiniyyah

yang pada hal ini adalah kenabian. Namun tambahnya, penggunaan kata jamak

'indina, menunjukkan ada kerja malaikat dalam penyampaian wahyu itu.

Sedangkan pemberian ilmu yang menggunakan kata ladun, menurut

92 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,... J. 15 h. 172-173.

Page 138: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

47

Thabathabai juga bukan merupakan pemberian ilmu dengan cara biasa. Ini

menunjukkan ilmu yang diberikan bukan ilmu kasby, namun ia adalah anugrah

khusus bagi para auliya.93

D. QS Al-Kahfi ayat 66-68

Artinya, "Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu

supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang

telah diajarkan kepadamu?" (66)

"Dia menjawab: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup

sabar bersama aku." (67)

"Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum

mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?" (68).

Setelah pertemuan itu, komunikasi di antara Nabi Musa dan Nabi Khidir

dilanjutkan. Diawali dengan pertanyaan Musa dilontarkan kepada Khidir.

Pertanyaan tersebut bukanlah pertanyaan dengan nada yang mewajibkan atau

memaksa. Dan, contoh inilah yang menurut Ibnu Katsir hendaknya pula diikuti

oleh para pembelajar (murid) kepada pengajar (guru).94

Musa menanyakan kebolehan atau izin untuk mengikuti Khidir (atau

menemaninya), kemudian agar diperkenankan untuk diberikan suatu pelajaran

yang telah Allah ajarkan. “Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku

mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara

ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?" (QS al-Kahfi [18]; 67) Menurut Ibnu

93 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,... v. 8

h. 95-96. 94 Ibnu Katsir, Tafsir al-Quran al-Adzim, (Riyad: Daaru Thaibah, Cet 2 1999), j. 5 h.

181.

Page 139: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

48

Katsir, maksudnya, sudikah kiranya Engkau (Khidir) menunjukiku dalam

urusanku dari ilmu yang bermanfaat dan amal shalih.95

Quraish Shihab menambahkan, kata attabi’uka (أتبعك) yang di dalamnya

terdapat penambahan huruf ta menunjukkan kesungguhan. Memang demikianlah

seharusnya seorang pelajar harus bertekad untuk bersungguh-sungguh

mencurahkan perhatian bahkan tenaganya, terhadap apa yang akan dipelajarinya.

Lanjut Quraish, bahwa permintaan Musa kepada Khidir untuk diajarkan

dengan bahasa yang sangat halus. Hal ini dapat dilihat dari pertanyaan Musa.

“Bolehkah aku mengikutimu,” selanjutnya beliau menamai pengajaran yang

diharapkannya itu sebagai ikutan, yaitu beliau menjadikan dirinya sebagai

pengikut dan pelajar. Beliau juga menggarisbawahi kegunaan pengajaran itu

untuk dirinya pribadi yakni “untuk menjadi petunjuk” baginya. Pada sisi lain, Nabi

Musa juga menyebutkan bahwa Khidir adalah hamba saleh dengan keluasan ilmu.

Dengan begitu, Musa hanya meminta sebagian ilmu, “sebagian dari apa yang

telah diajarkan kepadanya”. Dan Nabi Musa juga tidak mengatakan, “apa yang

engkau ketahui”. Karena, Nabi Musa benar-benar menyadari bahwa segala ilmu

bersumber dan pasti akan kembali kepada Allah SWT.96

Pada sisi lain, Nabi Khidir juga memberi jawaban yang tidak kalah

halusnya. Ia tidak serta-merta menolak secara langsung permintaan Musa,

melainkan memberinya jawaban dengan penilaian bahwa Musa tidak akan sabar

mengikutinya sambil menyertakan alasan yang logis dan tidak menyinggung

perasaan atas ketidaksabaranya itu.

Terkait jawaban Khidir, Ibnu Katsir menjelaskan, bahwasannya Maksud

Khidir adalah, engkau tidak akan tahan melihat apa yang akan aku perbuat, karena

sangat kontra dengan syariat yang engkau miliki. Dan lantaran aku berdasarkan

ilmu yang Allah ajarkan kepadaku namun tidak Allah ajakan kepadamu. Begitu

sebaliknya, engkau telah Allah ajari ilmu yang tidak dijarkan kepadaku. Oleh

95 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,... J. 15 h. 178. 96 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,... v. 8

h. 98

Page 140: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

49

karena itu, kita memiliki perkara masing-masing. Maka sebab itu, engkau tidak

mampu untuk mengikutiku.97

Khidir pula mengetahui, bahwa Musa akan mengingkari atas apa yang dia

dalihkan. Dan dikarenakan pula Musa tidak mampu menelaah hikmah dan

kemaslahatan bathiniyyah yang Khidir dapat telaah.98

Dalam konteks ini, Quraish menambahkan, bahwa ucapan hamba Allah,

memberi isyarat bahwa seorang pendidik hendaknya menuntun anak didiknya dan

memberitahu kesulitan-kesulitan yang akan dihadapi dalam menuntut ilmu,

bahkan mengarahkannya untuk tidak mempelajari sesuatu jika sang pendidik tahu

bahwa potensi anak didiknya tidak sesuai dengan bidang ilmu yang akan

dipelajari.99

E. QS Al-Kahfi ayat 69-70

Artinya, “Musa berkata: "Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai

orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun".

(69)

“Dia berkata: "Jika kamu mengikutiku, Maka janganlah kamu

menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai aku sendiri

menerangkannya kepadamu". (70)

Musa menjawab Khidir dengan janji untuk bersabar dan tidak mengingkari

dalam satu urusan pun. Quraish Shihab menyebutkan, penyertaan janji dengan

kata insya Allah ( اهللا إنشاء ), memberikan kesan bahwa kesabaran Nabi Musa

97 Ibnu Katsir, Tafsir al-Quran al-Adzim,... j. 5 h. 181. 98 Ibnu Katsir, Tafsir al-Quran al-Adzim,... j. 5 h. 181. 99 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,... v. 8

h. 99

Page 141: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

50

dikaitkan dengan kehendak Allah. Dengan begitu, Nabi Musa tidak dapat dinilai

berbohong dengan ketidaksabarannya itu, karena ia telah berusaha. Namun itulah

kehendak Allah yang bermaksud membuktikan adanya seorang yang memiliki

pengetahuan yang tidak dimiliki oleh Nabi Musa AS.100

Lebih lanjut, Quraish menambahkan, apalagi dalam belajar, khususnya

dalam mempelajari hal-hal yang bersifat bathiniah/tasawuf. Ini lebih penting lagi

bagi seorang yang telah memiliki pengetahuan, karena boleh jadi pengetahuan

dimilikinya tidak sejalan dengan sikap atau apa yang diajarkan oleh sang guru.

Pada sisi lain, jawaban Khidir menurut al-Maraghi maksudnya adalah

jangan engkau meminta jawaban atas sesuatu yang engkau ingkari sampai aku

menyebutkan kebenarannya. Karena sesungguhnya aku tidak melakukan sesuatu

kecuali itu adalah hal yang benar dalam urusanku meskipun secara jahir bertolak

belakang. Sebagai adab pelajar kepada guru maka Musa menerima syarat yang

diberikan oleh Khidir.101

F. QS Al-Kahfi ayat 71-73

Artinya, “Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki

perahu lalu Khidhr melobanginya. Musa berkata: "Mengapa kamu melubangi

perahu itu akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya?" Sesungguhnya

kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar.” (71)

“Dia (Khidhr) berkata: "Bukankah aku telah berkata: "Sesungguhnya

kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku". (72)

100 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,... v. 8

h. 100-101. 101 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,... J. 15 h. 178.

Page 142: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

51

“Musa berkata: "Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku

dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam

urusanku".(73)

Maka keduanya berjalan di pantai menuju perahu, Khidir mengenalkan

orang-orang yang menaiki perahu kemudian membawa mereka tanpa imbalan.

Sampai ketika keduanya—Musa dan Khidir—telah menaiki perahu Khidir

melubanginya ketika telah sampai di tengah-tengah laut yang deras jelas al-

Maraghi.102 Quraish meninjau dari sisi bahasa, bahwa kata idza (إذا) dalam ayat

71 menunjukkan ketika dia naik perahu terjadi juga pelubangannya. Dan itu

mengisyaratkan bahwa sejak dini—sebelum menaiki perahu—mereka telah

mengetahui apa yang terjadi jika tidak melubanginya, serta pelubangan itu

merupakan tekadnya sejak semula.103

Kata inthalaqa (إنطلق) dipahami dalam arti ‘berjalan dan berangkat

dengan penuh semangat’. Lalu, penggunaan bentuk dual dalam kata ini

menunjukkan bahwa dalam perjalanan hanya terdapat dua orang, yaitu hamba

saleh dan Nabi Musa. Menurut Quraish Shihab ini agaknya disebabkan karena

maqam yakni derajat keilmuan dan ma’rifat pembantunya itu belum sampai pada

tingkat yang memungkinkannya ikut dalam pengembaraan ma’rifat itu.104

Atas pelubangan itu, Musa dengan kelengahannya menanyakan dan

mengingkari apa yang dilakukan oleh Khidir—Mengapa kamu melobangi perahu

itu akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya?" Sesungguhnya kamu telah

berbuat sesuatu kesalahan yang besar.

Khidir kemudian mengulangi pernyataan sebelumnya, Bukankah aku telah

berkata: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku".

102 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,... J. 15 h. 178.

103 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,... v. 8 h. 102-103.

104 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,... v. 8

h. 102.

Page 143: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

52

Lebih lanjut Musa meminta keringanan atas kelupaan dan kesulitannya

dalam menjalani perkaranya itu. Al-Maragi menjelaskan, bahwa Musa meminta

agar Khidir tidak menyulitkannya dalam perkara dan keikutsertaannya. Tetapi

meminta untuk dimudahkan dan dijauhkan dari perdebatan.105 Rupanya

pemakaian kata imran (إمرا) dan ‘usra (عسرا) menurut Quraish Shihab

mengindikasikan betapa beratnya beban yang dipikul oleh Nabi Musa jika

ternyata hamba Allah itu tidak memaafkannya atau dengan kata lain tidak

mengijinkannya untuk belajar dan mengikutinya.

G. QS Al-Kahfi ayat 74-75

Artinya, “Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa

dengan seorang anak, Maka Khidhr membunuhnya. Musa berkata: "Mengapa

kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain?

Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar". (74)

“Khidhir berkata: "Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa

sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?" (75).

Hamba saleh itu memberikan maaf dan keduanya meneruskan perjalanan.

Kali ini, setelah selamat dari tenggelam mereka turun dari perahu, berjalan di

pantai kemudian Khidir melihat seorang anak remaja belum dewasa yang bermain

maka serta merta ia membunuhnya. Al-Quran tidak menyebutkan bagaimana

Khidir membunuh anak itu, jelas al-Maraghi.106

Melihat hal itu, Musa dengan penuh kesadaran, sebagaimana yang dikutip

Quraish dari Sayyid Qutub, dia tidak lupa lagi tapi dia benar-benar sadar lantaran

105 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,... J. 15 h. 179.

106 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,... J. 15 h. 179.

Page 144: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

53

besarnya peristiwa itu.107 Musa berkata kepada Khidir, Mengapa kamu

membunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain?

Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar. al-Maraghi

menjelaskan, bantahan Musa karena remaja yang dimaksud adalah remaja yang

bersih dari dosa tanpa membunuh yang diharamkan? Dalam hal ini pembunuhan

dikhususkan bukan karena kekafiran setelah iman atau zina setelah menikah

karena itulah yang nampak pada peristiwa tersebut.108

Penentangan Musa kepada Khidir pada hal ini ditunjukkan dengan lebih

tegas. Kata yang dipakai untuk menunjukkan hal itu adalah nukran (نكرا),

kemungkaran yang besar. Jika dalam hal menenggelamkan perahu masih

mengindikasikan kemungkinan antara tenggelam dan tidak. Namun pembunuhan

seorang anak benar-benar jelas dan pasti. Pembunahan inilah yang menurut Musa

irasional dan telah mengahilangkan jiwa.

Di sisi lain, peneguran kedua kalinya hamba saleh juga disertai penekanan.

Ini nampak pada penggunaan kata laka(لك), kepadamu. Adapun jika kita

perhatikan peneguran hamba saleh yang pertama tidak disertai kata laka. Hal ini

menegaskan banwa kata itu memiliki daya tekan tersendiri. Demikian jelas al-

Maraghi dan Quraish Shihab.

H. QS Al-Kahfi ayat 76-77

Artinya, “Musa berkata: "Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu

sesudah (kali) ini, Maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu,

107 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,... v. 8 h. 104.

108 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,... J. 15 h. 179.

Page 145: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

54

sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku". (76)

“Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada

penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi

penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya

mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, Maka Khidhr

menegakkan dinding itu. Musa berkata: "Jikalau kamu mau, niscaya kamu

mengambil upah untuk itu". (77)

Pada ayat 76 Musa menyadari akan perbuatannya yang telah melakukan

dua kesalahan. Namun tekadnya yang kuat untuk meraih ma’rifat mendorongnya

memohon untuk diberi kesempatan terakhir. Musa AS berkata, jika aku bertanya

kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maksudnya, jika aku menanyakan

kepadamu tentang perbuatan-perbuatan asing yang aku saksikan serta aku

meminta penjelasan hikmahnya darimu, maka janganlah kamu memperbolehkan

aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku.

Pernyataan Musa kali ini benar-benar menunjukkan penyesalan yang amat karena

terdesak oleh keadaan.

Diriwayatkan dalam hadis yang shahih, Nabi Saw bersabda, Rahmat Allah

menyertai kita dan Musa, jika ia bersabar atas temannya untuk melihat kejadian

yang aneh. Namun ia memberikan celaan kepada temannya.

Permintaan Musa untuk kali ini masih dikabulkan oleh hamba saleh itu.

Maka setelah peristiwa pembunuhan itu, keduanya berjalan sampai bertemu

dengan sebuah kampung, mereka meminta makanan, namun penduduk kampung

itu enggan untuk menjamu mereka.

Dalam sebuah hadis disebutkan, “mereka, penduduk negeri itu adalah

orang-orang tercela lagi pelit”. Adapun penjelasan, tetapi penduduk negeri itu

tidak mau menjamu mereka, dengan tidak menyebutkan ‘tidak mau memberi

makan’ menambahkan kehinaan mereka dan mensifati mereka dengan kerendahan

serta kebahilan. Sebab, seorang yang mulia tentu hanya menolak seorang yang

meminta diberi makanan, bukan menghinanya. Sebaliknya orang yang mulia tidak

Page 146: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

55

akan mengusir tamu asing. Tandas al-Maraghi.109

Diriwayatkan dari Qatadah, “seburuk-buruknya kampung adalah kampung

yang tidak disinggahi dan tidak memberikan ibnu sabil haknya.”

Pada posisi yang senada, Quraish Shihab menyebutkan, penyebutan

penduduk negeri pada ayat 77 menunjukkan betapa buruknya penduduk negeri itu

lantaran pada ayat-ayat lain al-Quran hanya menyebutkan negeri untuk menunjuk

penduduknya. Lebih-lebih, permintaan Musa dan Khidir bukanlah permintaan

sekunder melainkan makanan untuk dimakan.110

Kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang

hampir roboh, Maka Khidhr menegakkan dinding itu. Dan hal inilah yang

merupakan mukjizatnya.

Musa berkata: "Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk

itu. Sebenarnya, perkataan Musa ini hanyalah masukan dan saran kepada Khidir

karena dia mengetahui keperluan yang mereka butuhkan seprti makan, minum,

dan lainnya untuk hidup.

I. QS Al-Kahfi ayat 78

Artinya, “Khidhr berkata: "Inilah perpisahan antara aku dengan kamu;

kelak akan kuberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu

tidak dapat sabar terhadapnya.” (78)

Pada bagian ini, Musa telah melakukan pelanggaran untuk yang ketiga

kalinya. Khidir berkata pada Musa inilah pengingkaran berturut yang ketiga

kalinya darimu yang menjadi sebab perpisahan antara aku denganmu sebagaimana

yang telah aku syaratkan. Adapun dua pengingkaranmu yang pertama terdapat

udzur di dalamnya, namun tidak untuk hal ini. Kelak akan kuberitahukan

109 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,... J. 16 h. 5. 110 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,... v. 8

h. 106.

Page 147: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

56

kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar

terhadapnya. Maksudnya, Khidir nanti akan memberitahukan akibat dari

perbuatan-perbuatannya.

Takwil sendiri bermakna kembali yang berasal dari kata aala-yauulu-

aulan ( اوال-یأول-ال ). Al-Quran menggunakan istilah ini dalam arti makna dan

penjelasan, atau substansi sesuatu yang merupakan hakikatnya atau tiba masa

sesuatu. Dalam konteks ini, makna yang kedua dapat menjadi makna yang benar

untuk kata tersebut di sini, jelas Quraish Shihab.111

J. QS Al-Kahfi ayat 79-82

Artinya, “Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang

bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan

mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera.” (79)

“Dan adapun anak muda itu, maka kedua orang tuanya adalah orang-

orang mukmin, dan Kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang

tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. (80)

“Dan Kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka

dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam

kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya).” (81)

111 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,... v. 8 h. 107.

Page 148: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

57

“Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota

itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang

ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya

mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu,

sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut

kemauanku sendiri. demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu

tidak dapat sabar terhadapnya".(82)

Keempat ayat ini adalah penjelasan dari perbuatan-perbuatan Khidir yang

aneh dalam pandangan Musa. Ayat 79 menjelaskan tentang mengapa ia melubangi

perahu. Khidir menjelaskan, Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang

miskin yang bekerja di laut, mereka orang-orang miskin yang tak mampu untuk

membela diri dari kezaliman. Padahal mereka telah bekerja sekuat tenaga, dan aku

bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja

yang merampas tiap-tiap bahtera. Hal ini dilakukan oleh Khidir karena

merupakan kebiasaan raja itu, untuk merebut secara paksa setiap perahu yang

masih baik dan layak. Tegas al-Maraghi.112

Pada kejadian ini, Quraish Shihab menyimpulkan, seakan-akan hamba

saleh itu berkata, “dengan demikian apa yang kubocorkan itu bukanlah tujuan

menenggelamkan penumpangnya, tetapi justru menjadi sebab terpeliharanya hak-

hak orang miskin.” Memang melakukan kemudharatan yang kecil dibenarkan

untuk menghilangkan kemudharatan yang lebih besar.113

Kemudian, ayat ke 80-81 menjelaskan tentang mengapa Khidir membunuh

anak yang menurut pandangan Musa adalah seorang anak yang suci dari dosa.

Namun berbeda dengan apa yang diketahui oleh Khidir dan penyikapannya,

Khidir mengetahui bahwa anak itu adalah anak yang kafir sedang kedua orang

tuanya adalah orang mukmin. Kekhawatiran Khidir jika kelak anak itu menjadi

penyebab kekafiran kedua orang tuanya lantaran kecintaan mereka terhadap anak

112 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,... J. 16 h. 8.

113 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,... v. 8 h. 107.

Page 149: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

58

itu, membuat Khidir membunuh anak itu.

Kata khasyah (خشیة), pada mulanya bermakna takut. Tapi, kata kami yang

menjadi pelaku ayat ini menunjuk kepada hamba Allah bersama Allah SWT.

Tentu tidak tepat, karena Allah tidak mungkin takut. Oleh karenanya, Quraish

menambahkan kami takut dengan ‘bahkan tahu’ dalam mengartikan kata ini.

Sementara itu ada juga yang memaknainya secara majazi, yaitu ‘kami iba dan

penuh rahmat kepadanya’.

Di sisi ini, sang anak adalah anak yang kedurhakaannya luar biasa. Hal ini

terlihat dari penggunaan kata thugyanan (طغیانا). Banyak ulama yang memahami

pelaku kedurhakaan dan kekufuran yang dikhawatirkan adalah kedua orang tua

anak ini. Dan ada juga yang memahami pelakunya adalah anak itu, papar Quraish

Shihab.114

Al-Maraghi mengutip pendapat Qatadah bahwa, “kala melahirkan anak itu

kedua orang tuanya bahagia dan bersedih ketika mendapati anaknya dibunuh,

padahal jika anak itu tetap hidup kelak akan mencelakakan keduanya. Maka itu,

setiap orang hendaknya menerima ketentuan Allah SWT. Ketentuan Allah yang

tidak disukai sejatinya lebih baik daripada sesuatu yang disukai.115 Dalam sebuah

hadis disebutkan, “Allah jika menghendaki suatu ketentuan kepada seorang

mukmin, kecuali itulah yang terbaik untuknya.” dalam al-Quran Allah berfirman,

“Sekali-kali engkau akan membenci sesuatu padahal itu lebih baik bagimu (QS al-

Baqarah [2]; 216).”

Sementara itu, maksud Khidir lainnya adalah supaya Tuhan mereka

mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari

anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya.

Kemudian, ayat ke 82 ini adalah ayat penutup prihal kisah Musa dan

Khidir. Ayat ini menjelaskan tentang perbuatan Khidir pada sebuah negeri yang

dihuni oleh penduduk tercela lagi bakhil, namun ia menegakkan dinding pada

114 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,... v. 8

h. 108. 115 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,... J. 16 h. 8.

Page 150: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

59

sebuah bangunan tanpa imbalan. Tujuan Khidir tak lain adalah karena ia

mengetahui bahwa dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di

kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang

ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya

mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu,

sebagai rahmat dari Tuhanmu.

Kata madinah pada keterangan ayat yang menjelaskan penegakan dinding

agaknya disebabkan karena di celah kata qaryah (قریة) terdapat kecaman terhadap

penduduknya yang enggan menjamu itu, sementara pada ayat itu ada pujian

terhadap orang tua kedua anak yatim itu.

Pernyataan Khidir ini kemudian ditutup dengan penjelasan yang lugas dan

tepat. Yaitu bahwa apa yang dilakukannya mulai dari menenggelamkan perahu

hingga menegakkan sebuah dinding adalah bukanlah aku melakukannya itu

menurut kemauanku sendiri. demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan

yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. Maksudnya, aku mengerjakannya

berdasarkan wahyu dari Allah. Dan ini menunjukkan dalil nubuwwah.

Page 151: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

60

BAB IV

PROSES PEMBELAJARAN NABI MUSA DAN NABI KHIDIR

A. Sumber Ilmu dan Motivasi Mencari Ilmu

1. Sumber Ilmu

Perjalanan Nabi Musa AS Mencari guru sebagaimana yang diriwayatkan

dalam sebuah hadis. Ibnu Abbas mendengar Ubai bin Kaab berkata bahwa ia

mendengar Rasulullah Saw bersabda, “Musa berdiri khutbah di hadapan Bani

Israil, kemudian ia ditanya, “Siapa Manusia yang paling pintar?” Musa menjawab,

“Saya”. (Atas jawaban itu) Allah SWT mencela Musa yang tidak mengembalikan

ilmu kepada Allah. Kemudian Allah mewahyukan kepada Musa bahwasannya

seorang hamba-Ku berada di tempat bertemunya dua laut dia lebih pintar

daripadamu. Kemudian Musa bertanya, “Bagaimana aku dapat bertemu

dengannya?” Allah berfirman, “Ambillah seekor ikan lalu tempatkan ia di wadah.

Maka, dimana engkau kehilangan ikan itu, di sanalah dia. (HR Bukhori)116

Pada hadis di atas, terang bahwa Musa tidak mengembalikan ilmu kepada

Allah, merasa diri paling pintar. Hal ini yang menjadi sebab ia diperintahkan

untuk belajar kembali kepada hamba saleh. Berdasar hal itu, seorang peserta didik

harus menyadari bahwa sumber ilmu adalah Allah SWT.

Kenyataan bahwa seluruh ilmu bersal dan bersumber dari Allah SWT,

mengrahkan kita untuk menyandarkan niat sejak awal dalam belajar untuk

menggapai ridha Allah SWT. Syed Naquib al-Attas menyebutkan, bahwa semua

116 Muhammad bin Ismail Abu Abdillah al-Bukhori, Jami’ Shahih al-Mukhtashor min

Umuri Rasulillah wa Sunaninhi wa Ayyamih, (Beirut: Daar Ibnu Katsir, Cet 3 1987) j. 4 h. 1757. Hadis no. 4450.

Page 152: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

61

tindakan dalam Islam harus diniati dengan niat yang disadari. Ini sebagaimana

hadis yang berbunyi, “perbuatan seorang itu berdasar niatnya” “dan Allah akan

memberi pahala sesuai niatnya. Di samping itu, prinsip dasar perbuatan tersebut

diiringi pula dengan sifat keikhlasan, kejujuran, dan kesabaran.

Abu Sa’id al-Kharaz, seorang sufi kenamaaan abad 9 M, sebagaimana

dinukil oleh Syed Nuquib memaparkan, bahwa salah satu prinsip etika adalah

keikhlasan di samping kebenaran dan kesabaran.

Pada hal ini, menurut Syed Naquib al-Attas, peserta didik harus mengenal

prinsip ini sejak dini dan harus mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari

sehingga kualitas keimanannya akan menjadi lebih kuat dan lebih kukuh, di

samping amal perbuatannya yang lurus dan ikhlas.117

Senada dengan itu, Nashir Al-Din Al-Thusi dalam tesisnya mengenai adab

peserta didik, sebagaimana dinukil pula oleh Syed Nuquib, bahwa penting bagi

peserta didik untuk mencari ridha Allah SWT.118

2. Motivasi Mencari Ilmu

Islam sejak awal mula telah menyerukan kewajiban menuntut ilmu.

Perintah ini sebagaimana termaktub dalam al-Quran dan hadis. Dalam al-Quran

seperti ayat yang berbunyi, “qul hal yastawilladzina ya’amuuna walladzina laa

ya’lamuun” (katakanlah: tidaklah sama orang yang mengetahui dengan orang

yang tidak mengetahui).119

Dalam hadis disebutkan, “thalabul ‘ilmi faridhatun ‘ala kulli muslimin wa

muslimatin” (menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim dan muslimat). Bahkan

dalam syiir yang populer “Uthubul ilma minal mahdi ila lahdi” (tuntutlah ilmu

sejak buaian hingga liang lahad). Atau “Uthlubul ilma wa lau bishshin” (tuntutlah

ilmu sampai ke negeri Cina”.

117 M. Nuquib al-Attas, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Nuquib Al-Attas,

(Bandung: Mizan, cet I 2003) h. 256. 118 M. Nuquib al-Attas, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Nuquib Al-Attas,...h.

258. 119 QS Az-Zumar [39]; 9.

Page 153: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

62

Spirit menuntut ilmu inilah yang juga diperlihatkan dalam proses

pembelajaran Musa dan Khidir. Dalam hal ini Musa setelah mendapat wahyu

untuk menemui hamba saleh. Ia bertekad untuk menimba ilmu darinya. Quraish

Shihab menyebutkan, kata huquban ( احقب( yang menunjukkan waktu yang lama

ada yang berpendapat setahun, tujuh puluh tahun, atau delapan puluh tahun,

bahkan sepanjang masa.

Pada hal ini, teori pembelajaran behavioristik menyebutkan, bahwa

perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan

perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulans tidak

lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang

menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa

reaksi fisik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat,

dan kecenderungan perilaku S-R (Stimulus-Respon).120

Motivasi Musa yang telah mendapat rangsangan berupa wahyu menjadi

begitu kuat. Menurut al-Maraghi, Musa tertantang untuk menemui hamba shalih

itu, meski dengan menguras tenaga, bersusah payah dan menempuh perjalanan

yang panjang.121 Hal ini sebagaimana firman Allah SWT, ”Dan (ingatlah) ketika

Musa berkata kepada muridnya, "Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum

sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-

tahun." (QS al-Kahfi [18]; 60).

Oleh karena itu, pada usaha mencari sumber pembelajaran dan guru yang

profesional, seorang siswa dituntut untuk memiliki semangat dan motivasi yang

kuat untuk menuntut ilmu, karena motivasi berperan sebagai daya gerak seseorang

untuk melakukan kegiatan pembelajaran.

Selanjutnya, dalam kegiatan pembelajaran, motivasi dapat dikatakan

sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan

kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang

120 Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Integrasi dan Kompetensi,...62.

121 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, (Mesir: Maktabah Mustafa al-Babi al-

Halabi wa Awladih, 1946) J. 15 h. 175.

Page 154: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

63

memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki subjek

belajar dapat tercapai.122

Namun pada intinya bahwa motivasi merupakan kondisi psikologis yang

mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Dalam kegiatan belajar, motivasi

dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang

menimbulkan, menjamin kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar,

sehingga diharapkan tujuan dapat tercapai. Motivasi sangat diperlukan, sebab

seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin

melakukan aktivitas belajar.123

Dengan motivasi yang kuat dalam diri, Nabi Musa terdorong untuk

mencari guru yang lebih ahli selanjutnya mendorongnya pula untuk melakukan

perjalanan dalam mencari ilmu dari sumbernya langsung. Yang dalam dunia

pendidikan hal ini dikenal dengan rihlah ilmiah, perjalanan intelektual. Imam

Syafi’i menyebutkan dalam kitab Diwan Imam Syafi’i, dalam bab qafiyah nuun

(syi’ir yang berakhiran huruf nun) enam syarat yang harus dipenuhi agar bisa

mendapatkan ilmu, yaitu kecerdasan, semangat, sabar dan harta (dalam hal ini

biaya), petunjuk (bimbingan) guru dan dalam tempo waktu yang lama.

Melalui semangat serta motivasi yang tinggi pula Imam Ibn Mandah

terdorong untuk mengelilingi timur dan barat sebanyak dua kali. Beliau

melakukan perjalanan menuntut ilmu dalam jangka waktu yang lama. Imam Ibn

Mandah pergi menuntut ilmu ketika berumur 20 tahun dan kembali ketika

berumur 65 tahun. Lama perjalanan menuntut ilmu beliau selama 45 tahun. Imam

Ibn Mandah kembali ke negerinya setelah tua dan dia baru menikah ketika

berumur 65 tahun. Kecintaan para ulama pada ilmu syar’i meyebabkan mereka

rela untuk lelah berjalan, menahan lapar dan dahaga.124

122 Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo, cet-

IX, 2001), h. 73.

123 Thursan Hakim, Balajar Secara Efektif, (Jakarta: Niaga Swadaya, 2009). h. 6 124 Syaikh Muhammad Ibn Shaleh Al-Utsaimin, Panduan Lengkap menuntut ilmu (Pustaka

Ibn Katsir), h.102 .

Page 155: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

64

Sementara itu, mempelajari perjuangan para ulama dalam menuntut ilmu

akan menyalakan semangat yang padam kembali membara. Perjuangan mereka

yang tak kenal lelah dan segala keterbatasan mereka baik moril maupun materil

dalam menuntut ilmu telah menjadikan mereka sebagai orang-orang yang mulia

dari kalangan kaum Muslimin hingga saat ini. Para ulama salaf telah memberikan

contoh yang baik dan teladan yang agung tentang bagaimana bersemangat dalam

menuntut ilmu, meraihnya serta merindukannya. Mereka mengembara keluar dari

negerinya dengan membawa bekal seadanya dan meninggalkan kenikmatan

berkumpul bersama keluarga untuk berburu ilmu pada para ulama tanpa mengenal

batas dimensi ruang dan waktu.125

Selain itu, kata-kata Nabi Musa, “Aku tidak akan berhenti (berjalan)

sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai

bertahun-tahun.” Memiliki pelajaran tentang keteguhan Nabi Musa untuk

menambah ilmu demi keselamatan dunia akhirat. Oleh karena itu, beliau mencari

orang yang dapat mengobati kehausannya akan ilmu. Hal ini mengajarkan kepada

kita, bahwa orang yang ingin mendapatkan ilmu haruslah keluar dari tempatnya

dan mencari dimana sang guru berada dan bukan sebaliknya. Oleh karena itu,

Nabi Musa rela melakukan perjalanan yang sangat jauh untuk menuntut ilmu dan

merasakan keletihan. Beliau lebih suka meninggalkan Bani Israil agar nantinya

dapat mengajar dan membimbing mereka, dan memilih berangkat mencari

tambahan ilmu.126

Sampai di sini motivasi yang dimiliki Musa masing amat tinggi, hingga ia

tak kenal menyerah untuk mencari sumber ilmu yang Allah wahyukan. Dalam

bahasan motivasi, maka Musa telah merasuk padanya motivasi intrinsik

maupun ekstrinsik. Motivasi instrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau

berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri individu telah ada

dorongan mencari sesuatu. Sedang motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang

125 Abul Qa’qa Muhammad bin Shalih alu Abdillah, Kiat Agar Semangat Belajar Membara

(Terj), (Beirut: Daar An-Naba), 52. 126 Soraya Haque, Jejak-Jejak Perjalanan Jiwa, (Bandung: Mizan Publika, 2009), h. 74

Page 156: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

65

aktif dan berfungsinya karena adanya perangsang dari luar.127 Dan semestinya

setiap siswa memiliki kedua macam motivasi ini.

B. Mencari Guru yang Berkualitas

Dalam dunia pendidikan guru memiliki peranan yang sangat penting pada

kegiatan pembelajaran. Guru sebagai fasilitator, koordinator, transformator,

bahkan agent of change dan pengelola lalu lintas jalannya pembelajaran yang

aktif, kreatif, serta produktif, merupakan faktor penting yang tidak dapat di

pandang sebelah mata. Pembelajaran akan baik jika disampaikan oleh guru yang

baik, guru yang memiliki standar kompetensi. Adapun sebagaimana maklum

kompetensi guru tersebut mencakup empat jenis, yaitu kompetensi pedagogik,

kompetensi profesional, kompetensi sosial, dan kompetensi kepribadian.

Pada proses pendidikan, guru tidak hanya menjalankan fungsinya sebagai

pen-transfer pengetahuan (transfer of knowledge), tapi juga berfungsi untuk

menanamkan nilai (value), serta berfungsi untuk menanamkan karakter (character

building) secara berkelanjutan.

Dalam terminologi Islam, guru diistilahkan dengan murabby, satu akar

dengan rabb yang berarti Tuhan. Jadi, fungsi dan peran guru dalam sistem

pendidikan merupakan salah satu manifestasi dari sifat ketuhanan.128 Jika

demikian, benarlah bahwa tugas guru merupakan tugas yang amat mulia, bukan

hanya mulia di sisi manusia lainnya namun juga mulia di sisi Allah SWT.

Pada konteks itu, pembelajaran Nabi Musa AS kepada Nabi Khidir AS

merupakan pembelajaran yang tepat. Pertama, karena Khidir adalah guru yang

Allah pilih dan rekomendasikan secara langsung sebagaimana yang disebutkan

pada hadis di atas. Menurut kebanyakan ulama berpendapat ia adalah seorang

nabi.129 Kedua, lantaran Khidir adalah nabi yang Allah berikan padanya rahmat

127 Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar,... h. 87-88. 128 Asrarun Ni’am Shaleh, Membangun Profesionalitas Guru, (Jakarta: Elsas, 2006), hal 3. 129 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,... J. 15 h. 172-173.

Page 157: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

66

yang tampak pada dirinya dan ilmu yang istimewa. Yaitu ilmu yang diberikan

bukan ilmu kasby, namun ia adalah anugrah khusus bagi para auliya.130

Sepadan dengan hal tersebut, peserta didik disarankan untuk tidak tergesa-

gesa belajar pada sembarang guru. Sebaliknya peserta didik harus meluangkan

waktu untuk mencari siapakah guru terbaik, demikian papar Syed Nuquib al-

Attas. Al-Gazali mengingatkan, meski demikian peserta didik untuk tidak

bersikap sombong. Tetapi harus memperhatikan mereka yang mampu

membantunya dalam mencapai kebijaksanaan, kesuksesan, dan kebahagiaan serta

tidak hanya berdasarkan mereka yang masyhur dan terkenal.131

”Prof. Dr. Imam Suprayogo, rektor UIN Malang, dalam catatannya menuliskan, tidak saja calon murid yang seharusnya dipilih, tetapi mestinya guru juga perlu diseleksi. Setiap tahun, lembaga pendidikan menyeleksi para calon murid. Lembaga pendidikan memilih calon murid di antara sekian banyak yang kemampuanannya lebih baik. Tentu hal ini dilakukan oleh lembaga pendidikan yang peminatnya berlebih. Jika peminatnya kurang, tentu seleksi yang dilakukan tidak serius, sebatas bersifat formal.

Sama dengan yang dilakukan oleh guru atau lembaga pendidikan, mestinya calon murid juga melakukan pemilihan terhadap orang yang akan dijadikan guru. Sebab kualitas guru ternyata juga bermacam-macam. Ada guru yang hebat, artinya berkualitas tinggi, tetapi ada pula guru yang kemampuannya terbatas. Calon murid mestinya juga memilih lembaga pendidikan yang memiliki tenaga guru yang hebat-hebat.”132

Adapun guru yang baik menurut Al-Mawardi, sebagaimana yang dikutip

Abuddin Nata, adalah guru yang tawadhu (rendah hati), menjauhi sikap ujub

(besar kepala) dan memiliki rasa ikhlas. Selain itu, dalam melaksanakan tugasnya

seorang guru harus dilandasi dengan kecintaan terhadap tugasnya sebagai guru,

130 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,... v. 8

h. 95-96.

131 M. Nuquib al-Attas, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Nuquib Al-Attas,...h. 260-261.

132 http://rektor.uin-malang.ac.id/index.php/artikel. memilih-guru-.html diakses tanggal 30

November 2010.

Page 158: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

67

kecintaan ini akan benar-benar tumbuh dan berkembang apabila keagungan,

keindahan, dan kemuliaan tugas guru itu sendiri benar-benar dapat dihayati.133

Nabi Khidir sendiri telah menunjukkan sikap itu pada pengajarannya

kepada Nabi Musa. Salah satu gambaran itu dapat dilihat dari tutur katanya

kepada Nabi Musa,

"Dia menjawab: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup

sabar bersama aku." (67)

"Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum

mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?" (68).

Menurut Quraish Shihab, jawaban Nabi Khidir ini adalah jawaban yang

tidak kalah halusnya dengan pertanyaan Nabi Musa. Ia tidak serta-merta menolak

secara langsung permintaan Musa, melainkan memberinya jawaban dengan

penilaian bahwa Musa tidak akan sabar mengikutinya sambil menyertakan alasan

yang logis dan tidak menyinggung perasaan atas ketidaksabaranya itu.134

Lebih lanjut, guru adalah orang yang mengajarkan kita dengan berbagai

ilmu pengetahuan dan mendidik kita menjadi orang yang berguna pada masa akan

datang. Walau bagaimana tingginya pangkat atau kedudukan seseorang itu mereka

adalah bekas seorang pelajar yang tetap terhutang budi kepada gurunya yang

pernah mendidiknya pada masa dahulu.135

Karena pendidik adalah orang yang telah berjasa, maka sebagai siswa,

seharusnya selalu mendoakan kebaikan sang pendidik. Nabi Muhammad Saw

bersabda, ”Siapa yang telah berbuat baik kepada kalian, maka balaslah

kebaikannya. Apabila kalian tidak mendapatkan sesuatu untuk membalas budi

kepadanya, maka doakanlah (memohon kebaikan) untuknya sehingga kalian

133 Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 2001), h. 50. 134 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,... v. 8 h.

98.

135http://mgcmpi.wordpress.com/bahan-kerohanian/adab-menghormati-guru/ didownload, Jumat, 3 Desember 2010.

Page 159: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

68

berpendapat telah membalas budinya”136

Oleh karena itu, Islam mengajarkan kita supaya menghormati guru dan

memuliakannya sebagaimana kita memuliakan ibu bapak. Karana merekalah yang

menyampaikan ilmu kepada kita untuk kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

Dalam hal ini, diterangkan pula kepada kita agar mempunyai adab sopan

santun dan bersikap lemah lembut terhadap guru atau pendidik sebagaimana

dicontohkan oleh Nabi Musa. Firman Allah:

“Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu-

ilmu yg telah diajarkan kepadamu?” (al-Kahfi [18]; 66).

Ayat ini menyebutkan cara Nabi Musa mengeluarkan tutur kata yang

sangat santun dan seakan-akan sedang meminta pendapat. Seakan-akan beliau

menyebutkan: “Apakah engkau bersedia memberi ijin kepada saya atau tidak?” Di

sini beliau tampaknya sangat butuh untuk berguru. Beliau belajar dari Nabi Khidir

dan mempunyai keinginan besar untuk mendapatkan ilmu yang ada pada gurunya.

C. Strategi Pembelajaran Musa dan Khidir

Guna menciptakan pembelajaran yang efektif, maka guru hendaknya

menentukan terlebih dahulu strategi pembelajaran yang akan diterapkan di

lapangan. Strategi pembelajaran sendiri adalah suatu garis-garis besar halauan

untuk bertindak guna mencapai sasaran yang telah ditentukan. Jika dihubungkan

dengan belajar mengajar adalah pola-pola umum kegiatan guru anak didik dalam

perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah

digariskan.137

Ada empat strategi dasar dalam belajar mengajar yang meliputi hal-hal

136 HR.Ahmad 2/68, Abu Daud1672, al-Nasa`i 5/82, al-Bukhari dalam buku Al-Adab Al-

Mufrad 216, Ibnu Hibban 3408, al-Hakim 1/412 dan 2/13, at-Thayalisi 1895 dan selain mereka dari hadist Abdullahbin Umar bin Khattab radhiallohu `anhuma).

137 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar mengajar, (Jakarta: Rieneka

Cipta, Cet 3 2006. h. 5.

Page 160: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

69

berikut:138

1. Mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi perubahan tingkah laku dan

kepribadian peserta didik sebagaimana yang diharapkan.

2. Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan

pandangan hidup masyarakat.

3. Memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan tehnik belajar mengajar

yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan

oleh guru dalam menunaikan kegiatan mengajarnya.

4. Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria serta

standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam

melakukan evaluasi.

Di sisi yang sama, strategi pembelajaran pada Musa dan Khidir dapat

dilihat pada dua sisi.

Pertama, pengajuan Musa untuk menimba ilmu kepada Khidir. Pengajuan

ini merupakan bentuk etika seorang murid, yaitu sebelum belajar hendaknya

meminta izin kepada sang guru terlebih dahulu.

"Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu

mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan

kepadamu?" (al-Kahfi [18]; 66).

Ibnu Katsir menjelaskan, pertanyaan tersebut bukanlah pertanyaan degan

nada yang mewajibkan atau memaksa. Dan, contoh inilah yang menurut Ibnu

Katsir hendaknya pula diikuti oleh para pembelajar (murid) kepada pengajar

(guru).139

Selain itu, Quraish Shihab menambahkan, kata attabi’uka (أتبعك) yang di

dalamnya terdapat penambahan huruf ta menunjukkan kesungguhan. Memang

demikianlah seharusnya seorang pelajar harus bertekad untuk bersungguh-

138 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar mengajar,... h. 5-6

139 Ibnu Katsir, Tafsir al-Quran al-Adzim, (Riyad: Daaru Thaibah, Cet 2 1999), j. 5 h. 181.

Page 161: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

70

sungguh mencurahkan perhatian bahkan tenaganya, terhadap apa yang akan

dipelajarinya.

Kedua, Khidir memberikan syarat pembelajaran kepada Musa. Khidir

sebagai guru Musa menetapkan strategi pembelajaran. Sebagai guru yang

mengetahui maka terlebih dahulu memberikan penilaian kepada muridnya. Khidir

pula mengetahui, bahwa Musa akan mengingkari atas apa yang dia dalihkan. Dan

dikarenakan pula Musa tidak mampu menelaah hikmah dan kemaslahatan

bathiniah yang Khidir dapat telaah.140

Sementara itu, pertimbangan yang dilakukan Khidir dalam memilih

strategi pembelajaran untuk mencapai pembelajaran yang efektif dan efisien

adalah pertimbangan yang berhubungan dengan tujuan yang ingin dicapai,

pertimbangan yang berhubungan dengan bahan atau materi pembelajaran, dan

pertimbangan dari sudut siswa.141

Untuk itu guru harus menjelaskan kepada murid persyaratan atau tata-

tertib sebelum memulai proses pembelajaran. Ini ditunjukan oleh ayat ke 70 .

Khidir memberikan syarat kepada Musa, yaitu jangan bertanya hingga khidir

sendiri yang menjelaskannya.

Dalam konteks ini, sebagaimana yang diungkapkan Quraish Shihab,

bahwa ucapan hamba Allah, memberi isyarat bahwa seorang pendidik hendaknya

menuntun anak didiknya dan memberitahu kesulitan-kesulitan yang akan dihadapi

dalam menuntut ilmu, bahkan mengarahkannya untuk tidak mempelajari sesuatu

jika sang pendidik tahu bahwa potensi peserta didiknya tidak sesuai dengan

bidang ilmu yang akan dipelajari.142

Dalam berinteraksi dengan peserta didik seorang guru tidak boleh

membebani siswa dengan sesuatu yang mereka tidak mampu melakukan untuk

140 Ibnu Katsir, Tafsir al-Quran al-Adzim,... j. 5 h. 181. 141 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Beroroentasi Standar Proses Pendidikan,

(Jakarta: Prenada Media Group, Cet 6 2009). h. 130.

142 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,... v. 8 h. 99

Page 162: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

71

dilakukan. Karena akan sangat memberatkan atau bahkan menghancurkan

mereka. Kalau ini terjadi tentu akan menjadi pemicu bagi mereka untuk malas

belajar. Bahkan hendaknya seorang guru mempunyai sikap memudahkan.

D. Proses Pembelajaran Musa dan Khidir

Proses berasal dari bahasa latin, processus yang berarti berjalan ke depan.

Kata ini memiliki makna konotasi urutan langkah atau kemajuan yang mengarah

pada suatu sasaran atau tujuan. Dalam psikologi belajar, proses berarti cara-cara

atau langkah-langkah khusus yang dengannya beberapa perubahan ditimbulkan

hingga tercapainya hasil-hasil tertentu (Reber, 1988).

Dalam kisah ini diterangkan bahwa ilmu yang diajarkan kepada para

hamba Allah. ‘Khidir’ ada dua jenis:

Pertama, ilmu yang diusahakan yang dapat difahami oleh seseorang

dengan mempelajari dan bersungguh-sungguh mendapatkannya.

Kedua, ilmu yang berupa ilham laduni sebagai hadiah yang dianugerahkan

Allah kepada hamba-hamba-Nya dengan dalil:

“Dan telah Kami ajarkan kepada ilmu dari sisi Kami.”

Dijelaskan dalam kisah ini bahwa ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang

membimbing pemilik kepada kebaikan. Demikian pula hal ilmu-ilmu yang

mengandung bimbingan dan hidayah atau petunjuk menuju jalan kebaikan dan

mengingatkan agar menjauhi jalan yang buruk. Boleh jadi hanya akan

menimbulkan madharat atau tidak berguna sama sekali. Inilah yang diisyaratkan

dalam ayat,

“Supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-

ilmu yang telah diajarkan kepadamu?"

Adapun proses belajar sendiri adalah tahapan perubahan prilaku kognitif,

afektif, dan psikomotorik yang terjadi dalam diri siswa. Tentunya, perubahan yang

Page 163: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

72

terjadi adalah perubahan ke arah posistif dalam arti berorientasi ke arah yang lebih

maju daripada keadaan sebelumnya.143

Menurut Jerome S. Burner, salah seorang penentang teori S-R Bond

(Barlow, 1985), dalam proses pembelajaran siswa menempuh tiga episode atau

fase:144

1. Fase informasi (tahap penerimaan materi)

2. Fase transformasi (tahap pengubahan materi)

3. Fase evaluasi (tahap penerimaan materi)

Sementara itu, peroses pembelajaran Musa dan Khidir dapat dilihat dari tiga

bagian penting perbuatan-perbuatan Khidir yang aneh dipandangan manusia biasa,

bahkan Musa sekalipun.

Pertama, pembelajaran khusus Musa dan Khidir—karena hanya mereka

berdua yang melakukan perjalanan ilmiah itu, Menurut Quraish Shihab ini

agaknya disebabkan karena maqam yakni derajat keilmuan dan ma’rifat

pembantunya itu belum sampai pada tingkat yang memungkinkannya ikut dalam

pengembaraan ma’rifat itu145

Pembelajaran pertama Khidir adalah berbentuk demonstrasi. Metode

demonstrasi sendiri adalah metode mengajar dengan cara memperagakan barang,

kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara langsung

maupun melalui penggunaan media pengajaran yang relevan dengan pokok

bahasan atau materi yang sedang disajikan.146 Metode demonstrasi adalah salah

satu tehnik mengajar yang dilakukan oleh seorang guru atau orang lain yang

dengan sengaja diminta atau siswa sendiri ditunjuk untuk memperlihatkan kepada

143 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, Edisi Revisi, cet 14 2008) h. 113.

144 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru,... h.113-114.

145 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,... v. 8 h. 102.

146 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru,... h. 208.

Page 164: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

73

kelas tentang suatu proses atau cara melakukan sesuatu.147 Dalam hal ini Khidir

melubangi perahu yang dinaikinya bersama Musa, yang di dalamnya juga terdapat

banyak orang yang merupakan pekerja di laut.

Di sini manfaat psikologis pedagogis dari metode demonstrasi terlihat jelas

yang di antaranya adalah

a. Perhatian siswa dapat lebih dipusatkan .

b. Proses belajar siswa lebih terarah pada materi yang sedang dipelajari.

c. Pengalaman dan kesan sebagai hasil pembelajaran lebih melekat dalam

diri siswa

Selain itu, kelebihan metode demonstrasi sebagai berikut:

a. Membantu anak didik memahami dengan jelas jalannya suatu proses atau

kerja suatu benda.

b. Memudahkan berbagai jenis penjelasan.

c. Kesalahan-kesalahan yeng terjadi dari hasil ceramah dapat diperbaiki

melaui pengamatan dan contoh konkret, dengan menghadirkan obyek

sebenarnya

Di lain sisi, kelemahan metode demonstrasi sebagai berikut:

a. Anak didik terkadang sukar melihat dengan jelas benda yang akan

dipertunjukkan.

b. Tidak semua benda dapat didemonstrasikan.

c. Sukar dimengerti bila didemonstrasikan oleh guru yang kurang

menguasai apa yang didemonstrasikan.

Pada bagian ini, metode pembelajaran antara Musa dan Khidir

berkembang menjadi metode tanya jawab. Dalam hal ini Musa dengan

kelengahannya menanyakan dan mengingkari apa yang dilakukan oleh Khidir—

Mengapa kamu melobangi perahu itu akibatnya kamu menenggelamkan

penumpangnya?" Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang

besar.

Khidir kemudian mengulangi pernyataan sebelumnya, Bukankah aku telah

147 M. Basyirudin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakata: Ciputat Pers,

2002) h. 45.

Page 165: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

74

berkata: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku".

Lebih lanjut Musa meminta keringanan atas kelupaan dan kesulitannya

dalam menjalani perkaranya itu. Al-Maragi menjelaskan, bahwa Musa meminta

agar Khidir tidak menyulitkannya dalam perkara dan keikutsertaannya. Tetapi

mudahkanlah dan menjauhkan perdebatan.148 Rupanya pemakaian kata imran

menurut Quraish Shihab mengindikasikan betapa beratnya (عسرا) dan ‘usra (إمرا)

beban yang dipikul oleh Nabi Musa jika ternyata hamba Allah itu tidak

memaafkannya atau dengan kata lain tidak mengijinkannya untuk belajar dan

mengikutinya.

Kedua, setelah Musa meminta keringanan kepada Khidir atas kelalaian

dengan syarat yang telah diberikan pada awal kontrak pembelajaran. Hamba saleh

itu masih memberi toleransi dengan memberikan maaf dan keduanya meneruskan

perjalanan.

Kali ini metode yang digunakan masih menggunakan metode demonstrasi.

Khidir melihat seorang anak remaja belum dewasa yang bermain maka serta merta

ia membunuhnya. Al-Quran tidak menyebutkan bagaimana Khidir membunuh

anak itu, jelas al-Maraghi.149

Melihat hal itu, Musa dengan penuh kesadaran, sebagaimana yang dikutip

Quraish dari Sayyid Qutub, musa tidak lupa lagi tapi dia benar-benar sadar

lantaran besarnya peristiwa itu.150 Musa berkata kepada Khidir, Mengapa kamu

membunuh jiwa yang bersih, bukan karena Dia membunuh orang lain?

Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar.

Dalam psikologi pendidikan, dikenal dengan istilah berfikir rasional dan

kritis, yang merupakan perwujudan prilaku belajar terutama yang bertalian dengan

pemecahan masalah. Pada umumnya siswa yang berfikir rasional akan

menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian dalam menjawab

148 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,... J. 15 h. 179.

149 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,... J. 15 h. 179.

150 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,... v. 8 h. 104.

Page 166: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

75

pertanyaan bagaimana (how) dan mengapa (why). Dalam berfikir rasional siswa

dituntut mengggunakan logika (akal-sehat) untuk menentukan sebab-akibat,

menganalisis, menarik kesimpulan-kesimpulan dan hukum-hukum (kaidah

teoritis) dan ramalan-ramalan.151

Sikap kritis Musa pada pembelajaran kedua ini, sebagaimana yang

dijelaskan al-Maraghi dikarenakan remaja yang dimaksud adalah remaja yang

bersih dari dosa tanpa membunuh yang diharamkan? Dalam hal ini pembunuhan

dikhususkan bukan karena kekafiran setelah iman, zina setelah menikah karena

itulah yang nampak pada peristiwa tersebut.152

Lebih lanjut, teori konstruktif menegaskan, perkembangan kognitif anak

bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi

dengan lingkungannya. Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri merupakan

proses berkesinambungan tentang keadaan ketidak-seimbangan dan keadaan

keseimbangan.

Di sisi lain, jawaban Khidir atas Musa merupakan peneguran kedua

kalinya hamba saleh juga disertai penekanan. Ini nampak pada penggunaan kata

laka(لك), kepadamu. Adapun jika kita perhatikan peneguran hamba saleh yang

pertama tidak disertai kata laka. Hal ini menegaskan banwa kata itu memiliki daya

tekan tersendiri. Demikian jelas al-Maraghi dan Quraish Shihab.

Sikap Khidir tersebut mengindikasikan bahwa, jawaban guru kepada

seorang siswa tentu harus memiliki nilai yang berarti. Karena, posisi guru di

hadapan siswa harus benar-benar berpengaruh. Kepribadian guru mempunyai

pengaruh langsung dan komulatif terhadap hidup dan kebiasaan belajar para

siswa. Di sini Khidir berpegang teguh pada kesepakatan awal, yang menunjukkan

sikapnya sebagai guru yang efektif.153

Ketiga, pada bagian ini pembelajaran Musa dan Khidir bertempat di

151 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru,... h. 120.

152 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,... J. 15 h. 179.

153 Oemar Hmalik, Psikologi Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, Cet 6. 2009) h. 34-35.

Page 167: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

76

sebuah negeri yang “mereka, penduduk negeri itu adalah orang-orang tercela lagi

pelit”. Adapun penjelasan, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka,

dengan tidak menyebutkan ‘tidak mau memberi makan’ menambahkan kehinaan

dan mensifati mereka dengan kerendahan serta kebahilan. Sebab, seorang yang

mulia tentu hanya menolak seorang yang meminta diberi makanan, bukan

menghinanya. Sebaliknya orang yang mulia tidak akan mengusir tamu asing.

Tandas al-Maraghi.154

Pembelajaran ini adalah kesempatan ketiga setelah dua kali Musa

melanggar kesepakatan belajar yang telah ditetapkan di awal. Tekad Musa yang

kuat untuk meraih ma’rifat mendorongnya memohon untuk diberi kesempatan

terakhir. Musa berkata, jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah

(kali) ini, maksudnya, jika aku menanyakan kepadamu tentang perbuatan-

perbuatan asing yang aku saksikan serta aku meminta penjelasan hikmahnya

darimu, maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya

kamu sudah cukup memberikan uzur padaku. Pernyataan Musa kali ini benar-

benar menunjukkan penyesalan yang amat karena terdesak oleh keadaan.

Permintaan Musa untuk kali ini masih dikabulkan oleh hamba saleh itu.

Maka setelah peristiwa pembunuhan itu, keduanya berjalan sampai bertemu

dengan sebuah kampung, mereka meminta makanan, namun penduduk kampung

itu enggan untuk menjamu mereka.

Fase ketiga pembelajaran Khidir kepada Musa kali ini juga berjalan

dengan metode demonstrasi. Khidir dan Musa mendapati dinding rumah yang

hampir roboh. Khidir dengan inisiatifnya menegakkan dinding rumah tersebut.

Melihat hal itu, Musa berkata: "Jikalau kamu mau, niscaya kamu

mengambil upah untuk itu. Sebenarnya, perkataan Musa ini hanyalah masukan

dan saran kepada Khidir karena dia mengetahui keperluan yang mereka butuhkan

seprti makan, minum, dan lainnya untuk hidup. Namun, pernyataan inilah batas

toleransi pembelajaran Musa dengan Khidir berakhir.

Pada bagian ini, Musa telah melakukan pelanggaran untuk yang ketiga

154 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,... J. 16 h. 5.

Page 168: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

77

kalinya. Khidir berkata pada Musa inilah pengingkaran berturut yang ketiga

kalinya darimu yang menjadi sebab perpisahan antara aku denganmu sebagaimana

yang telah aku syaratkan. Adapun dua pengingkaranmu yang pertama terdapat

udzur di dalamnya, namun tidak untuk hal ini. Kelak akan kuberitahukan

kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar

terhadapnya. Maksudnya, Khidir nanti akan memberitahukan akibat dari

perbuatan-perbuatannya.

Dari ketiga fase pembelajaran Musa dan Khidir terkandung pesan bahwa

guru hendaknya membawa siswa belajar ke alam nyata di luar kelas, untuk dapat

mengalami pristiwa yang langsung. Ini ditunjukan oleh ayat ke 71 , 74 dan 77

yang semuanya di awali dengan kata-kata Yang menunjukan bahwa Guru, Khidir

dan murid, Musa keduanya pergi ke luar (Contextual Teaching Learning).

Selain metode demontrasi, Khidir juga menerapkan pendekatan Contextual

Teaching and Learning (CTL). Yaitu, suatu pendekatan pembelajaran yang

menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat

menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi

kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam

kehidupan mereka.155

Dari konsep tersebut, minimal tiga hal yang terkandung di dalamnya.

Pertama, CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan

materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara

langsung. Proses belajar dalam konteks CTL tidak mengharapkan agar siswa

hanya menerima pelajaran, akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri

materi pelajaran.

Kedua, CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara

materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut

untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan

kehidupan nyata. Hal ini sangat penting sebab dengan dapat mengorelasikan

materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu

155http://dahli-ahmad.blogspot.com/2009/01/peran-pembelajaran-ctl-dalam.html,

didownload, Jumat, 3 Desember 2010.

Page 169: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

78

akan bermakna secara fungsional akan tetapi materi yang dipelajarinya akan

tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan.156

E. Evaluasi Pembelajaran Khidir kepada Musa

Evaluasi adalah proses sederhana memberikan atau menetapkan nilai pada

sejumlah tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk kerja, proses, orang, objek, dan lain-

lain. Atau dapat diartikan sebagai proses sistematis untuk menentukan niai sesuatu

berdasarkan kriteria tertentu melalui penilaian.157

Dari pengertian evaluasi diketahui bahwa tujuan utamanya adalah untuk

mengetahui tingkat keberhasilan oleh siswa setelah mengikuti suatu kegiatan

pembelajaran.Hasil dari kegiatan evaluasi hasil belajar pada akhirnya difungsikan

untuk keperluan sebagai berikut:158

a. Untuk diagnostik dan pengembangan. Maksudnya, bahwa penggunaan

hasil dari kegiatan evaluasi hasil belajar sebagai dasar pendiagnosisan

kelemahan dan keungunggulan siswa dengan berdasarkan diagnosis ini

guru mengadakan pengembangan kegiatan pembelajaran untuk

meningkatkan hasil belajar siswa.

b. Untuk seleksi. Hasil dari kegiatan evaluasi hasil belajar digunakan

sebagai dasar untuk menentukan siswa yang paling cocok untuk jenis

pendidikan tertentu.

c. Untuk kenaikan kelas. Menentukan apakah seorang siswa dapat

dinaikkan ke kelas yang lebih tinggi atau tidak, memerlukan informasi

yang dapat mendukung keputusan yang dibuat guru.

156http://dahli-ahmad.blogspot.com/2009/01/peran-pembelajaran-ctl-dalam.html, didownload, Jumat, 3 Desember 2010.

157 Dimyati dan Mujiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Rineka Cipta, cet 3

2006), h. 160-161. 158 Dimyati dan Mujiono, Belajar dan Pembelajaran,... h. 200

Page 170: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

79

d. Untuk penempatan. Agar siswa dapat berkembang sesuai dengan

tingkat kemampuan dan potensi yang mereka miliki, maka perlu

dipikirkan ketepatan penempatan siswa pada kelompok yang sesuai.

Seperti halnya setiap kegiatan dan tindakan pendidikan selalu diawali

dengan perencanaan, maka kegiatan evaluasi hasil belajar juga diawali dengan

persiapan. Pada tahapan persiapan ini terdapat beberapa persiapan yang harus

dilakukan evaluator.

Dalam konteks pembelajaran, antara Nabi Khidir AS dengan Nabi Musa

AS, Nabi Khidir bertindak sebagai evaluator dan Musa objek evaluasi. Adapun

proses evaluasi itu, Nabi Khidir menetapkan pertimbangan dan keputusan yang

akan dibuat, suatu keputusan yang akan dilakukan oleh seorang evaluator untuk

mendeskripsikan pertimbangan dan keputusan yang sekiranya akan dibuat dari

hasil evaluasi.

Dalam istilah pendidikan kegiatan seperti ini disebut dengan langkah

merumuskan tujuan. Tujuan dari sebuah kegiatan pembelajaran adalah setiap

usaha mengajar sebenarnya ingin menumbuhkan atau menyempurnakan pola laku

tertentu dalam diri peserta didik. Maksud pola laku tersebut adalah kerangka dasar

dari sejumlah kegiatan yang lazim dilaksanakan manusia untuk bertahan hidup

dan untuk memperbaiki mutu hidupnya dalam situasi nyata. Kegiatan itu bisa

berupa kegiatan rohani, misalnya mengamati, menganalisis, dan menilai keadaan

dengan daya nalar. Bisa juga berupa kegiatan jasmani yang dilakukan dengan

tenaga dan keterampilan fisik.

Adapun yang menjadi tinjauan evaluasi daam konteks ayat ini adalah

perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh sang guru. Proses menakwilkan apa

yang didemontrasikan oleh Khidir pada tiga tindakan Khidir dalam proses

pembelajaran.

Pada proses evaluasi Khidir kepada Musa. Khidir menjelaskan ketiga fase

pembelajaran yang dilakukannya.

Pertama, penjelasan tentang mengapa Khidir melubangi perahu. Khidir

menjelaskan, Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang

bekerja di laut, mereka orang-orang miskin yang tak mampu untuk membela diri

Page 171: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

80

dari kezaliman. Padahal mereka telah bekerja sekuat tenaga. dan aku bertujuan

merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang

merampas tiap-tiap bahtera. Hal ini dilakukan oleh Khidir karena merupakan

kebiasaan raja itu, untuk merebut secara paksa setiap perahu yang masih baik dan

layak tegas al-Maraghi.159

Pada kejadian ini, Quraish menyimpulkan, seakan-akan Hamba Saleh itu

berkata, “dengan demikian apa yang kubocorkan itu bukanlah tujuan

menenggelamkan penumpangnya, tetapi justru menjadi sebab terpeliharanya hak-

hak orang miskin.” Memang melakukan kemudharatan yang kecil dibenarkan

untuk menghilangkan kemudharatan yang lebih besar.160

Kedua, penjelasan tentang pembunuhan anak yang menurut pandangan

Musa adalah seorang anak yang suci dari dosa. Khidir mengetahui bahwa anak itu

adalah anak yang kafir sedang kedua orang tuanya adalah orang mukmin.

Kekhawatiran Khidir jika kelak anak itu menjadi penyebab kekafiran kedua orang

tuanya lantaran kecintaan mereka terhadap anak itu, membuat Khidir membunuh

anak itu.

Ketiga, penjelasan tentang perbuatan Khidir pada sebuah negeri yang

dihuni oleh penduduk tercela lagi bakhil, namun ia menegakkan dinding pada

sebuah bangunan tanpa imbalan. Tujuan Khidir tak lain adalah karena ia

mengetahui bahwa dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di

kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang

Ayahnya adalah seorang yang saleh, Maka Tuhanmu menghendaki agar supaya

mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu,

sebagai rahmat dari Tuhanmu.

Berdasarkan ketiga evalusi pembelajaran yang Khidir berikan kepada

Khidir ada point penting yang harus digarisbawahi. Hal ini sebagaimana yang

disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam menjelaskan QS al-Kahfi ayat 68,

159 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,... J. 16 h. 8. 160 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,... v. 8 h.

107.

Page 172: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

81

“dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum

mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?"

Terkait ayat ini, Ibnu Katsir menjelaskan, bahwasannya Maksud Khidir

adalah, engkau tidak akan tahan melihat apa yang akan aku perbuat, karena sangat

kontra dengan syariat yang engkau miliki. Dan lantaran aku berdasarkan ilmu

yang Allah ajarkan kepadaku namun tidak Allah ajakan kepadamu. Begitu

sebaliknya, engkau telah Allah ajari ilmu yang tidak dijarkan kepadaku. Oleh

karena itu, kita memiliki perkara masing-masing. Maka sebab itu, engkau tidak

mampu untuk mengikutiku.161

Khidir pula mengetahui, bahwa Musa akan mengingkari atas apa yang dia

dalihkan. Dan dikarenakan pula Musa tidak mampu menelaah hikmah dan

kemaslahatan bathiniah yang Khidir dapat telaah.162

Bertalian dengan itu, Al-Ghazali membagi kriteria ilmu menjadi dua

bagian. Pertama, ilmu-ilmu yang fardhu a’in yang wajib dipelajari semua orang

Islam meliputi ilmu-ilmu agama, yakni ilmu-ilmu yang bersumber dari Al-Quran.

Kedua, ilmu-ilmu yang merupakan fardhu kifayah, terdiri dari ilmu-ilmu yang

dapat dimanfaatkan untuk memudahkan urusan hidup duniawi, seperti ilmu

hitung, ilmu kedokteran, ilmu teknik, ilmu pertanian dan industri.163

Al-Maraghi lebih lanjut menambahkan, bahwa Khidir telah Allah berikan

kemampuan menelaah sesuatu dari sisi batiniah atau hakikat sesuatu itu. Dan hal

tersebut tidak mampu dilakuakan oleh seorang kecuali kejernihan bathin, melatih

diri, dan melepaskan diri dari hal-hal fisik. Sedang ilmu yang dimiliki Musa

adalah ilmu syariah, yang dalam hal ini menegaskan bahwa kesempurnaan

pengetahuan adalah manakala berpindahnya pengetahuan syariah yang bersifat

zahir kepada ilmu bathin yang terbangun atas kemuliaan dan pengetahuan hakikat

161 Ibnu Katsir, Tafsir al-Quran al-Adzim,... j. 5 h. 181.

162 Ibnu Katsir, Tafsir al-Quran al-Adzim,... j. 5 h. 181.

163 Khoiron Rosady, Pendidikan Profetik, (Jogjakarta: Pustaka Pelajar, Cet 1 2004), h. 281

Page 173: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

82

dari sebuah kejadian.164

Di atas itu semua, pernyataan Khidir ini kemudian ditutup dengan

penjelasan yang lugas dan tepat. Yaitu bahwa apa yang dilakukannya mulai dari

menenggelamkan perahu hingga menegakkan sebuah dinding adalah bukanlah

aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. demikian itu adalah tujuan

perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. Maksudnya, aku

mengerjakannya berdasarkan wahyu dari Allah. Dan ini menunjukkan dalil

nubuwwah.

Pesan ini menunjukkan guru dalam menyampaikan materi pelajaran harus

bersumber dan berdasar kebenaran. Ini ditunjukan oleh ayat ke 82, ini

menunjukan bahwa Khidir dalam melakukan pekerjaan yang dilihat oleh Musa

tidak atas kehendak dirinya tapi bersumber dari Allah SWT. Guru harus

menyampaikan materi pelajaran yang baru buat murid sehingga ada nilai tambah

bagi murid. Ini ditunjukan oleh ayat ke 68 yang bermakna, bahwa Musa belum

mempunyai pengetahuan yang cukup terhadap apa yang akan diajarkan Khidir .

Terakhir, guru hendaknya memberi pesan akhir kepada murid yang akan

meninggalkan tempat belajar dan berpisah dengannya, untuk bekal di masa kelak

nanti. Ini ditunjukan oleh pesan akhir dari Khidir kepada Musa, saat Musa dan

Khidir akan berpisah, seperti telah disebutkan di atas.

164 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,... J. 16 h. 7-8.

Page 174: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

83

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan tentang “Proses Pembelajaran dalam al-Quran

(Telaah Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir dalam QS al-Kahfi [18]; 60-82)”, maka

penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Proses pembelajaran merupakan kegiatan yang meliputi di dalamnya

kegiatan mengajar, belajar, dan pembelajaran itu sendiri. Tujuannya adalah

menciptakan perubahan ke arah yang lebih baik, positif, progresif, bahkan

futuristik. Di sini, elemen guru dan murid terlibat aktif guna mencapai

tujuan pembelajaran yang diinginkan.

2. Sumber ilmu yang paling utama adalah Allah SWT. Dialah Maha

Pendidik, yang darinya semua ilmu berasal. Dalam hal ini, Al-Quran

merupakan salah satu sumber ilmu yang tak akan pernah habis untuk digali

nilai-nilai pembelajaran dari dalamnya.

3. Motivasi dalam mencari ilmu merupakan hal esensial bagi peserta didik

untuk mendapatkan ilmu. Motivasi yang paling baik adalah motivasi

intrinsik yang memunculkan spirit untuk terus menggali ilmu. Sedangkan

motivasi ekstrinsik merupakan motivasi pendukung, tambahan untuk terus

memacu diri dalam menimba ilmu.

4. Guru yang baik adalah guru yang dapat memberikan pembelajaran yang

dibutuhkan oleh peserta didik. Guru yang baik dapat dilihat dari

kredibelitas yang diakui. Dalam dunia pendidikan disebut guru yang

memiliki standar kompetensi atau guru profesional. Khidir merupakan

Page 175: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

84

guru yang kredibel karena telah mendapat rekomendasi langsung dari

Allah SWT untuk mengajarkan Musa.

5. Strategi pembelajaran merupakan langkah yang penting guna mendapatkan

pembelajaran yang efektif dan efisien. Dalam hal ini, guru

mengidentifikasi ke depan bentuk pembelajaran yang sesuai dengan

kondisi peserta didik.

6. Proses pembelajaran merupakan serangkain kegiatan yang mengantarkan

peserta didik menuju sasaran pembelajaran yang diinginkan. Proses

pembelajaran Musa menunjukkan betapa Musa adalah seorang peserta

didik yang masih awam tentang ilmu yang diberikan gurunya. Hal ini

mengisyaratkan kepada Musa untuk mengakui bahwa di atas bumi ini

masih ada yang lebih pintar darinya. Selain itu, proses pembelajaran yang

baik adalah ketika guru dan murid sama-sama aktif dalam proses

pembelajaran itu.

7. Setelah mengalami serangkaian pembelajaran hendaknya guru melakukan

evaluasi kepada pesrta didik. Hal ini untuk menunjukkan kepada peserta

didik terkait pembelajaran yang telah dilakukan guna memberi wawasan

baru dan menyempurnakan pembelajaran selanjutnya.

B. Saran

Dari hasil penelitian ini, ada beberapa saran yang ingin penulis sampaikan

khususnya bagi diri pribadi penulis sendiri dan umumnya para pembaca sebagai

masukan atau pengingat:

1. Bagi guru, teruslah berjuang dan berusaha untuk meningkatkan

keterampilan, pengetahuan, dan keahlian. Dengan hal itu, diharapkan

pemebelajaran dapat dilakukan degan efektif dan efisien. Lebih dari itu,

guru yang baik adalah guru yang memiliki kompetensi dan profesionalitas.

2. Bagi siswa, teruslah belajar dan meningkatkan motivasi dalam belajar.

Karena tiada kata berhenti dalam belajar. Seorang yang belajar akan terus

merasa kurang karena ia semakin mengetahui bahwa ilmu yang didapat

barulah sepercik dari ilmu Allah. Bagaikan padi semakin tumbuh semakin

Page 176: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

85

merunduk, begitulah seharusnya seorang pembelajar. Karena setinggi apa

pun pengetahuan yang didapat, tetap semua itu adalah anugrah Allah

SWT. Wallahu a’lam.

DAFTAR PUSTAKA

Page 177: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

86

Al-Quran dan Terjemahnya

Abu, Abdillah Muhammad bin Shalih, Kiat Agar Semangat Belajar Membara

(Terj), (Beirut: Daar An-Naba)

Ahmadi, Abu dan Uhbiyati, Nur, Ilmu Pendidikan, (Jakarta:PT Rineka Cipta, cet

-II, 2006)

Al-Attas, M. Nuquib, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Nuquib Al-

Attas, (Bandung: Mizan, cet I 2003)

Al-Bukhori Muhammad bin Ismail Abu Abdillah, Jami’ Shahih al-Mukhtashor

min Umuri Rasulillah wa Sunaninhi wa Ayyamih, (Beirut: Daar Ibnu

Katsir, Cet 3 1987)

Al-farmawi, Abdul Hayy, Metode Tafsir Maudhu’idan Cara Penerapannya,

(Bandung: Pustaka Setia, 2002)

Al-Maraghi, Ahmad Mustafa, Tafsir al-Maraghi, (Mesir: Maktabah Mustafa al-

Babi al-Halabi wa Awladih, 1946)

Al-Qarashi, Baqir Sharif, Kiat-Kiat Menciptakan Generasi Unggul, Seni Mendidik

Islami, (Jakarta: Pustaka Zahra, cet I, 2003)

Al-Qardawi, Yusuf, Sunnah, Ilmu Pengetahuan dan Peradaban, terj. Abad

Badruzzaman, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 2001)

Al-Rasyidin dan Nizar, Samsul, Filsafat Pendidikan Islam, (Ciputat: Ciputat

Press, 2005)

Al-Utsaimin, Muhammad Ibn Shaleh, Panduan Lengkap menuntut ilmu (Pustaka

Ibn Katsir)

Arifin, H. M., Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan

Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, cet 3, 2008)

Awwad, Jaudah Muhammad, Mendidik Anak Secara Islam (Terj), (Jakarta: Gema

Insani Pers, 2003)

Baharudin dan Nurwahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jogjakarta: Arruzz

Media, Cet III 2008)

Dawam, Ainurrofiq, Pendidikan Multikultural, (Yogyakarta, Penerbit INSPEAL,

2006)

Page 178: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

87

Dawna, Markova, The Smart Parenting Revolution, Psikologi Pendidikan

Dimyati dan Mujiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Rineka Cipta, cet

3 2006)

Djamarah, Syaiful Bahri dan Zain, Aswan, Strategi Belajar mengajar, (Jakarta:

Rieneka Cipta, Cet 3 2006)

Dradjat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Departemen Agama, t.th)

Fahmi, Asma Hasan, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan

Bintang)

Gulo, W., Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Gramedia, 2005)

Haitami, Munzir, Menggagas Kembali Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Infinite

Press, 2004)

Hakim, Thursan, Balajar Secara Efektif, (Jakarta: Niaga Swadaya, 2009)

Hamalik, Oemar, Psikologi Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo,

Cet 6. 2009)

Haque, Soraya, Jejak-Jejak Perjalanan Jiwa, (Bandung: Mizan Publika, 2009)

Katsir, Ibnu, Tafsir al-Quran al-Adzim, (Riyad: Daaru Thaibah, Cet 2 1999)

Mujid, Abd. dan Ramayulis, Psikologi Agama, (Jakarta: Kalam Mulia, 2004)

Muthahhari, Murtadha, Konsep Pendidikan Islam, (Depok: Iqra Kurnia Gemilang,

cet 1 2005)

Nata, Abuddin, Pendidikan dalam Perspektif Hadis, (Jakarta: UIN Jakarta Press,

cet-I)

-------, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 2001)

-------, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 2001)

-------, Pendidikan dalam Pespektif al-Quran, (Jakarta: UIN Jakarta Press, cet 1,

2005)

-------, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, (Jakarata: PT Raja Grafindo Persada, 2002)

Poerwadarminta, WJS, , Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta:Balai Pustaka,

1999)

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2006)

Risjayanti, Peningkatan Motivasi dan Minat Belajar Siswa, (Surakarta:

Universitas Muhammadiyah Surakarta)

Page 179: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

88

Roqib, Moh., Ilmu Pendidikan Islam Pengembangan Pendidikan Integratif, di

Sekolah, Keluarga dan Masyarakat, (Yogyakarta:LKIS, cet I, 2009)

Samiun, Jazuli Ahzami, Kehidupan Dalam Pandangan Al-Quran, (Jakarta: Gema

Insani Pers, 2006)

Sanjaya, Wina, Strategi Pembelajaran Beroroentasi Standar Proses Pendidikan,

(Jakarta: Prenada Media Group, Cet 6 2009)

Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo,

cet ke-9)

-------, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo, cet-

IX, 2001)

Shaleh, Abdul Rachman, Pendidikan Agama dan Keagamaan, (PT Gemawindu

Pancaperkasa, 2000)

Shaleh, Asrarun Ni’am, Membangun Profesionalitas Guru, (Jakarta: Elsas, 2006)

Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,

(Jakarta: Lentera Hati, cet II 2004)

-------, Wawasan al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 2001)

Supriono, Widodo, Filsafat Manusia dalam Islam, Reformasi Filsafat Pendidikan

Islam, Pustaka Belajar, Yogyakarta, 1996.

Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT

Remaja Rosdakarya, Edisi Revisi, cet 14 2008)

Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Integrasi dan

Kompetensi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, edisi revisi)

Qutub, Sayyid, Tafsir fi Zilalil Quran, (t.tp, Mauqiu Tafasir, t.th)

Usman, M. Basyirudin, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakata: Ciputat

Pers, 2002)

http://mgcmpi.wordpress.com/bahan-kerohanian/adab-menghormati-guru/

didownload, Jumat, 3 Desember 2010.

http://raflengerungan.wordpress.com/korupsi-dan-pendidikan/pengertian-

mengajar-didaktik. diakses tanggal 20 November 2010.

http://hasanrizal.wordpress.com tafsir-tarbawi-pendidikan-dalam-perspektif-al-

Page 180: PROSES PEMBELAJARAN DALAM AL-QURAN (TELAAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3679/1/AHMAD... · yang mengandung berbagai teori yang dikembangkaan dari hipotesis-hipotesis

89

quran. diakses tanggal 20 November 2010.

http://rektor.uin-malang.ac.id/index.php/artikel. memilih-guru-.html diakses

tanggal 30 November 2010.

http://dahli-ahmad.blogspot.com/2009/01/peran-pembelajaran-ctl-dalam.html,

didownload, Jumat, 3 Desember 2010

http://anwarholil.blogspot.com/2009/01/teori-pembelajaran-sosial.html . 9-11-10.

http://zaifbio.wordpress.com/2010/01/14/ciri-ciri-dan-masalah-pendidikan-di-

indonesia 1/11/10