17
PROSES PEMBUATAN ASAM LEMAK SECARA LANGSUNG DARI BUAH KELAPA SAWIT RONDANG TAMBUN, ST, MT Fakultas Teknik ProgramStudi Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Kelapa sawit merupakan salah satu sumber minyak nabati yang sangat potensial khususnya sebagai bahan oleopangan dan oleokimia. Sebagai bahan oleopangan, minyak kelapa sawit umumnya digunakan untuk minyak goreng, margarin, vanaspati dan pengganti lemak coklat (cocoa butter), sedangkan sebagai bahan non pangan (oleokimia) dapat berupa asam lemak, gliserin, sabun, deterjen, pelumas, plastisizer, kosmetika dan alternatif bahan bakar diesel. Dengan memperhatikan letak geografis, sumber daya lahan serta sumber daya manusia, maka kelapa sawit dapat menjadi suatu komoditi andalan untuk agribisnis di Indonesia. Pada umumnya di Indonesia, produk utama dari kelapa sawit ini adalah untuk minyak makan, dan para produsen minyak sawit biasanya menjual produknya dalam bentuk minyak sawit mentah (CPO) atau langsung menjualnya dalam bentuk tandan buah segar (TBS). Melihat hal ini, perlu diberi perhatian terhadap peningkatan nilai tambah minyak sawit dengan merubahnya menjadi oleopangan dan oleokimia. Pada akhir-akhir ini oleopangan dan oleokimia dari bahan nabati lebih disenangi para konsumen dibandingkan dengan oleopangan dan oleokimia yang berasal dari bahan sintetik, karena sifatnya yang biodegradable dan harganya yang lebih murah. Salah satu produk oleokimia yang dapat diperoleh dari minyak sawit adalah asam lemak. Bagi Indonesia, kebutuhan akan asam lemak ini akan semakin meningkat pada tahun-tahun mendatang, karena asam lemak ini banyak dipakai pada berbagai industri seperti industri ban, kosmetik, plastik, cat, farmasi, deterjen dan sabun. Oleh sebab itu, perlu dilakukan suatu langkah dalam pemenuhan asam lemak di Indonesia. Selama ini penyebab utama kurangnya minat para pengusaha untuk memproduksi asam lemak adalah karena proses pembuatannya yang dinilai tidak ekonomis, dan juga karena minyak sawit pada saat ini sudah memiliki pangsa pasar yang baik sebagai bahan minyak makan. Selama ini produksi asam lemak dari kelapa sawit diperoleh dengan cara hidrolisa minyak sawit dengan menggunakan air pada suhu sekitar 240 o C – 260 o C dan tekanan 45 –50 bar. Cara lain yang digunakan adalah dengan menghidrolisa minyak sawit secara enzimatik, yaitu dengan menggunakan enzim lipase. Ditinjau dari segi ekonomi dan teknik, kedua cara ini dinilai kurang efisien karena untuk pembuatan asam lemak ini diperlukan terlebih dahulu satu pabrik pengolahan CPO sebagai bahan bakunya. Untuk mengatasi hal ini, maka perlu dikaji suatu alternatif proses pembuatan asam lemak yang lebih murah. Alternatif proses yang dikaji adalah dengan memproduksi secara langsung asam lemak dari buah segar kelapa sawit secara enzimatik, yaitu dengan cara mengaktifkan enzim lipase yang terdapat pada buah kelapa sawit. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan asam lemak secara langsung dari buah kelapa sawit. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengaktifkan enzim lipase yang terdapat pada buah kelapa sawit yang akan menghidrolisa trigliserida menjadi asam lemak dan gliserol. Disamping itu, dengan proses seperti ini diharapkan kandungan karoten (provitamin A) yang terdapat pada kelapa sawit tidak mengalami 2002 digitized by USU digital library 1

PROSES PEMBUATAN ASAM LEMAK SECARA …library.usu.ac.id/download/ft/tkimia-rondang.pdf · 2.1.1 Komponen-Komponen pada Minyak Kelapa Sawit Komponen penyusun minyak sawit terdiri dari

Embed Size (px)

Citation preview

PROSES PEMBUATAN ASAM LEMAK SECARA LANGSUNG DARI BUAH KELAPA SAWIT

RONDANG TAMBUN, ST, MT

Fakultas Teknik ProgramStudi Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN

Kelapa sawit merupakan salah satu sumber minyak nabati yang sangat potensial khususnya sebagai bahan oleopangan dan oleokimia. Sebagai bahan oleopangan, minyak kelapa sawit umumnya digunakan untuk minyak goreng, margarin, vanaspati dan pengganti lemak coklat (cocoa butter), sedangkan sebagai bahan non pangan (oleokimia) dapat berupa asam lemak, gliserin, sabun, deterjen, pelumas, plastisizer, kosmetika dan alternatif bahan bakar diesel.

Dengan memperhatikan letak geografis, sumber daya lahan serta sumber daya manusia, maka kelapa sawit dapat menjadi suatu komoditi andalan untuk agribisnis di Indonesia. Pada umumnya di Indonesia, produk utama dari kelapa sawit ini adalah untuk minyak makan, dan para produsen minyak sawit biasanya menjual produknya dalam bentuk minyak sawit mentah (CPO) atau langsung menjualnya dalam bentuk tandan buah segar (TBS). Melihat hal ini, perlu diberi perhatian terhadap peningkatan nilai tambah minyak sawit dengan merubahnya menjadi oleopangan dan oleokimia. Pada akhir-akhir ini oleopangan dan oleokimia dari bahan nabati lebih disenangi para konsumen dibandingkan dengan oleopangan dan oleokimia yang berasal dari bahan sintetik, karena sifatnya yang biodegradable dan harganya yang lebih murah.

Salah satu produk oleokimia yang dapat diperoleh dari minyak sawit adalah asam lemak. Bagi Indonesia, kebutuhan akan asam lemak ini akan semakin meningkat pada tahun-tahun mendatang, karena asam lemak ini banyak dipakai pada berbagai industri seperti industri ban, kosmetik, plastik, cat, farmasi, deterjen dan sabun. Oleh sebab itu, perlu dilakukan suatu langkah dalam pemenuhan asam lemak di Indonesia. Selama ini penyebab utama kurangnya minat para pengusaha untuk memproduksi asam lemak adalah karena proses pembuatannya yang dinilai tidak ekonomis, dan juga karena minyak sawit pada saat ini sudah memiliki pangsa pasar yang baik sebagai bahan minyak makan.

Selama ini produksi asam lemak dari kelapa sawit diperoleh dengan cara hidrolisa minyak sawit dengan menggunakan air pada suhu sekitar 240 oC – 260 oC dan tekanan 45 –50 bar. Cara lain yang digunakan adalah dengan menghidrolisa minyak sawit secara enzimatik, yaitu dengan menggunakan enzim lipase. Ditinjau dari segi ekonomi dan teknik, kedua cara ini dinilai kurang efisien karena untuk pembuatan asam lemak ini diperlukan terlebih dahulu satu pabrik pengolahan CPO sebagai bahan bakunya. Untuk mengatasi hal ini, maka perlu dikaji suatu alternatif proses pembuatan asam lemak yang lebih murah. Alternatif proses yang dikaji adalah dengan memproduksi secara langsung asam lemak dari buah segar kelapa sawit secara enzimatik, yaitu dengan cara mengaktifkan enzim lipase yang terdapat pada buah kelapa sawit.

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan asam lemak secara langsung dari buah kelapa sawit. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengaktifkan enzim lipase yang terdapat pada buah kelapa sawit yang akan menghidrolisa trigliserida menjadi asam lemak dan gliserol. Disamping itu, dengan proses seperti ini diharapkan kandungan karoten (provitamin A) yang terdapat pada kelapa sawit tidak mengalami

2002 digitized by USU digital library 1

kerusakan dan kemungkinan lebih mudah dipisahkan, sehingga dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan akan vitamin A.

Penelitian ini menggunakan buah kelapa sawit yang baru dipanen. Pada penelitian ini diamati kenaikan kandungan asam lemak dalam buah kelapa sawit akibat aktifitas enzim lipase. Kondisi percobaan yang dilakukan meliputi kadar air, tingkat pelukaan buah, pengadukan, kematangan buah dan temperatur, yang disesuaikan dengan aktifitas optimum dari enzim lipase sebagai fungsi waktu. Perlakuan secara mekanik untuk melukai buah sawit sehingga akan meningkatkan aktifitas enzim lipase untuk menghidrolisis buah sawit dikaji pada penelitian ini. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis) berasal dari Guinea di pesisir Afrika Barat, kemudian diperkenalkan ke bagian Afrika lainnya, Asia Tenggara dan Amerika Latin sepanjang garis equator (antara garis lintang utara 15o dan lintang selatan 12o). Kelapa sawit dapat diklasifikasikan atas beberapa varietas antara lain : 1. Dura

Cangkangnya tebal, daging buah tipis, intinya besar, dan hasil ekstraksi minyaknya rendah, yaitu berkisar 17-18%.

2. Pisifera Tidak mempunyai cangkang, serat tebal mengelilingi inti yang kecil. Jenis ini tidak dikembangkan untuk tujuan komersil.

3. Tenera Suatu hibrida yang berasal dari penyilangan Dura dan Pisifera. Cangkangnya tipis, mempunyai cincin dikelilingi biji dan hasil ekstraksi minyaknya tinggi, yaitu berkisar 23-26%.

Kelapa sawit tumbuh baik pada daerah iklim tropis, dengan suhu antara 24 oC - 32 oC dengan kelembaban yang tinggi dan curah hujan 200 mm per tahun. Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80% perikarp dan 20% buah yang dilapisi kulit yang tipis. Kandungan minyak dalam perikarp sekitar 30% – 40%. Kelapa sawit menghasilkan dua macam minyak yang sangat berlainan sifatnya, yaitu : 1. Minyak sawit (CPO), yaitu minyak yang berasal dari sabut kelapa sawit 2. Minyak inti sawit (CPKO), yaitu minyak yang berasal dari inti kelapa sawit

Pada umumnya minyak sawit mengandung lebih banyak asam-asam palmitat, oleat dan linoleat jika dibandingkan dengan minyak inti sawit. Minyak sawit merupakan gliserida yang terdiri dari berbagai asam lemak, sehingga titik lebur dari gliserida tersebut tergantung pada kejenuhan asam lemaknya. Semakin jenuh asam lemaknya semakin tinggi titik lebur dari minyak sawit tersebut.

Tabel 2.1 Karakteristik Minyak Sawit

Karakteristik Harga Specific Gravity pada 37,8 oC 0,898-0,901 Iodine Value 44 – 58 Saponification Value 195 – 205 Unsaponification Value, % < 0,8 Titer, °C 40 – 47

Sumber : Bailey, 1950 [2]

2002 digitized by USU digital library 2

2.1.1 Komponen-Komponen pada Minyak Kelapa Sawit

Komponen penyusun minyak sawit terdiri dari trigliserida dan non trigliserida. Asam-asam lemak penyusun trigliserida terdiri dari asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. 2.1.1.1 Komponen Trigliserida

Tabel 2.2 Komposisi Asam Lemak pada Minyak Sawit dari Berbagai Sumber Asam Lemak Malaysia

(%) Indonesia (%)

Zaire (%)

Miristik Palmitik Stearik Oleik Linoleik

0,5-0,8 46-51 2-4 40-42 6-8

0,4-0,8 46-50 2-4 38-42 6-8

1.2-2.4 41-43 4-6 38-40 10-11

Sumber : Salunkhe, 1992 [18] 2.1.1.2 Komponen non-Trigliserida

Komponen non-trigliserida ini merupakan komponen yang menyebabkan rasa, aroma dan warna kurang baik. Kandungan minyak sawit yang terdapat dalam jumlah sedikit ini, sering memegang peranan penting dalam menentukan mutu minyak.

Tabel 2.3 Kandungan Minor Minyak Sawit

Komponen ppm Komponen ppm Karoten 500 – 700 Besi ( Fe ) 10 Tokoferol 400 – 600 Tembaga ( Cu ) 0,5 Sterol Mendekati

300 Air 0,07 – 0,18

Phospatida 500 Kotoran-kotoran 0,01 Sumber : Ketaren, 1986 [11]

• Karoten Senyawa ini menimbulkan warna oranye tua pada CPO. Karoten larut dalam asam lemak, minyak, lemak dan pelarut minyak serta pelarut lemak, tetapi tidak larut dalam air. Senyawa ini dapat dihilangkan dengan proses adsorpsi dengan tanah pemucat. Fraksi karoten yang paling berpengaruh dalam CPO adalah β-carotein, pigmen ini juga tidak stabil terhadap pemanasan. • Tokoferol Tokoferol merupakan antioksida di dalam minyak sawit (CPO). Tokoferol dapat dibedakan atas α, β, θ tokoferol. • Senyawa Sterol Sterol adalah komponen karakteristik dari semua minyak. Senyawa ini merupakan senyawa unsaponifiable. Pengambilan senyawa ini dari minyak banyak dilakukan karena senyawa ini penting untuk pembentukan vitamin D dan untuk membuat obat-obat lain. Senyawa sterol yang berasal dari tumbuh-tumbuhan disebut phytosterol. Dua senyawa phytosterol yang telah dapat diindentifikasikan karakteristiknya adalah β-sitosterol dan α-stigmasterol. • Senyawa Phospatida Senyawa ini dapat dianggap sebagai senyawa trigliserida yang salah satu asam lemaknya digantikan oleh asam phosphoric. Senyawa phospatida yang terpenting dalam CPO ialah lesitin. Senyawa ini larut dalam alkohol.

2002 digitized by USU digital library 3

Kontaminan logam besi (Fe) dan tembaga (Cu) merupakan katalisator yang baik dalam proses oksidasi, walaupun dalam jumlah yang sedikit, sedangkan kotoran-kotoran merupakan sumber makanan bagi pertumbuhan jamur lipolitik yang dapat mengakibatkan terjadinya hidrolisa.

Air merupakan bahan perangsang tumbuhnya mikroorganisme lipolitik, karena itu di dalam perdagangan, kadar ini juga menentukan kualitas minyak. Jika kandungan air dalam minyak tinggi, maka dapat menaikkan asam lemak bebas selama selang waktu tertentu. Akan tetapi minyak yang terlalu keringpun mudah teroksidasi, sehingga nilai optimum kadar air dan bahan menguap juga harus diuji.

2.1.2 Mutu Minyak Kelapa Sawit

Warna minyak kelapa sawit sangat dipengaruhi oleh kandungan karoten dalam minyak tersebut. Karoten dikenal sebagai sumber vitamin A, pada umumnya terdapat pada tumbuhan yang berwarna hijau dan kuning termasuk kelapa sawit, tetapi para konsumen tidak menyukainya. Oleh karena itu para produsen berusaha untuk menghilangkannya dengan berbagai cara. Salah satu cara yang digunakan ialah dengan menggunakan bleaching earth.

Mutu minyak sawit juga dipengaruhi oleh kadar asam lemak bebasnya, karena jika kadar asam lemaknya bebasnya tingi, maka akan timbul bau tengik di samping juga dapat merusak peralatan karena mengakibatkan timbulnya korosi. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan naiknya kadar asam lemak bebas dalam CPO antara lain adalah :

- Kadar air dalam CPO. - Enzim yang berfungsi sebagai katalis dalam CPO tersebut.

Kadar air dapat mengakibatkan naiknya kadar asam lemak bebas karena air pada CPO dapat menyebabkan terjadinya hidrolisa pada trigliserida dengan bantuan enzim lipase dalam CPO tersebut. 2.1.3 Kriteria Masa Panen 2.1.3.1 Interval Kematangan

Minyak mulai terakumulasi pada buah yang masih muda dan perkembangannya akan sangat cepat sekitar 130 hari setelah penyerbukan. Pada tandan kelapa sawit, buah tidak akan matang secara serempak. Biasanya ada buah yang belum matang, matang dan yang sangat matang sekali. Di Malaysia, standard kematangan minimum buah adalah jika salah satu buah telah lepas dengan sendirinya dari tandannya sebelum dilakukan penebahan. Hal ini berarti, ketika salah satu buah telah lepas dari tandannya, maka buah yang lain yang masih berada pada pohon/tandannya akan semakin matang. Untuk mengatasi hal ini, maka dibuat interval masa panen, yaitu antara 7 sampai 10 hari tergantung kepada umur dan jenis kelapa sawit.

2.1.3.2 Pengaruh Kematangan Buah Terhadap Kadar Minyak dan Kadar Asam Lemak Bebas

Hubungan antara kematangan buah dengan kandungan minyak dan kadar asam lemak bebas telah banyak dipublikasikan, antara lain : 1. Dufrane dan Berger (1957) [15]

Dufrane dan Berger melakukan penelitian di Bokondji, Zaire. Mereka menyimpulkan bahwa jika buah dipanen pada saat kematangan masih meningkat (dari 2% menjadi 46% buah lepas dari tandannya), maka kandungan minyak pada mesokarp akan meningkat dari sekitar 46% menjadi 51%, atau terjadi kenaikan sekitar 5%. Pada saat yang bersamaan, kandungan asam lemak bebas pada minyak meningkat dari 0,5% menjadi 2,9%.

2. Ng dan Southworth (1973) [15]

2002 digitized by USU digital library 4

Ng dan Southworth melakukan penelitian di Johor, Malaysia. Mereka menyimpulkan bahwa pada persilangan tanaman sawit Dura dengan Pisifera yang telah berumur 11 tahun, kenaikan persentase pelukaan buah dari 10% menjadi 30% menghasilkan kenaikan kandungan minyak pada mesokarp dari kira-kira 47,5% menjadi 50%, atau naik sekitar 2,5%. Pada saat yang bersamaan, kandungan asam lemak bebas juga mengalami kenaikan, yaitu dari 1,1% menjadi 2,1%.

3. Wuidart (1973) [15] Wuidart melakukan penelitian di Ivory Coast terhadap kelapa sawit persilangan Dura dengan Pisifera yang telah berumur 10 tahun. Wuidart menyimpulkan bahwa persentase minyak pada mesokarp buah pada tandan akan meningkat sesuai dengan kematangan buah.

Dari penelitian-penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa kandungan minyak pada buah tergantung kepada kematangan buah, dimana kandungan minyak pada buah akan maksimum jika buah sudah benar-benar matang, dan kandungan minyaknya akan sedikit jika buah belum matang.

2.1.4 Perkembangan Asam Lemak pada Kelapa Sawit

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan asam lemak pada minyak kelapa sawit telah banyak diteliti, dan 2 penemuan yang paling pokok dari penelitian-penelitian tersebut yaitu: 1. Penemuan Fickenday (1910),[15] yang menyatakan bahwa hidrolisa minyak secara

enzimatik dipengaruhi oleh lipoid yang terdapat di dalam minyak. 2. Penemuan Loncin (1952),[15] yang menyatakan bahwa hidrolisa autokatalitik

secara spontan dapat terjadi pada minyak tumbuh-tumbuhan. Pada minyak kelapa sawit, asam lemak bebas dapat terbentuk karena adanya

aksi mikroba atau karena hidrolisa autokatalitik oleh enzim lipase yang terdapat pada buah sawit. Hal yang harus diingat bahwa pada pelaksanaan penelitian ini, perikarp buah sawit ditumbuk dan dikupas dan selanjutnya dipisahkan dari inti, tanpa adanya pemanasan terlebih dahulu untuk mengeluarkan minyak.

2.1.4.1 Peran Mikroorganisma dalam Pembentukan Asam Lemak

Ada 2 pendapat yang menyatakan pengaruh mikroorganisma pada buah sawit : 1. Fickendey, dkk,[15] menyatakan bahwa keasaman akan meningkat dengan cepat

pada perikarp buah yang dilukai, jika buah ini diletakkan pada tempat terbuka dan mengandung jamur.

2. Wilbaux,[15] menyatakan bahwa jamur dari tipe Oospora (kemungkinan Geotrichium candidum) terbukti mampu meningkatkan kandungan asam lemak bebas pada buah sawit segar.

Jika hasil penelitian ini dihubungkan dengan penelitian Loncin, maka dapat disimpulkan bahwa hidrolisa karena adanya aktifitas mikroba dapat terjadi secara berdampingan dengan hidrolisa secara autokatalitik. Hal ini kemungkinan dapat terjadi terutama jika kondisi optimum dari mikroba dan enzim lipase dapat dipertahankan, seperti :

- temperatur harus dibawah 50 oC - adanya nutrien yang cocok untuk mikroorganisma

2.1.4.2 Hidrolisa Secara Autokatalitik Pada penelitian Loncin, kesimpulan yang diberikan adalah sebagai berikut :

A. Adanya kandungan uap pada minyak sangat penting untuk kelangsungan reaksi. B. Hasil reaksi dipengaruhi oleh kadar asam lemak bebas mula-mula, suhu reaksi

dan lama reaksi. Hubungan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :

2002 digitized by USU digital library 5

log A = log Ao + 3,2t.K

dimana : Ao = kadar asam lemak mula-mula A = kadar asam lemak pada waktu t K = koefisien temperatur

t = lama reaksi Pada tabel berikut, Loncin memberikan harga K pada berbagai temperatur.

Tabel 2.4 Harga K pada Berbagai Temperatur Temperatur ( oC) K 37 50 60 70 80 100

0,025 0,051 0,102 - 0,164 (biasanya 0,125) 0,250 – 0,288 0,505 1,480

Sumber : Olie, 1988 [15] Dari tabel di atas, umumnya harga K menjadi sekitar 2 kali lipat untuk setiap kenaikan temperatur 10 oC. 2.2 Enzim

Suatu sel tumbuhan mengandung lebih kurang 5 - 50 x 108 molekul enzim. Enzim-enzim ini masing-masing bergaris tengah antara 20 - 100 Ǻ, berat 10.000 sampai beberapa juta Dalton, dan tersusun dari asam-asam amino sebanyak 100 sampai 10.000 buah.

Enzim atau disebut juga fermen merupakan suatu golongan biologis yang sangat penting dari protein. Enzim disebut biokatalisator karena semua perombakan zat makanan dalam organisme hanya dapat terjadi jika didalamnya terdapat enzim. Zat-zat yang diuraikan oleh enzim digolongkan sebagai substrat. Fungsi enzim pada umumnya dapat merombak sesuatu zat dalam bentuk yang lebih kecil untuk kemudian diuraikan menjadi zat-zat yang siap diresorpsi.

Jika suatu enzim mengalami perubahan dalam bentuknya, misalnya denaturasi (perusakan), maka struktur kimianya sebagai protein atau proteida akan mengalami perombakan. Daya katalitiknya menghilang, tetapi susunan rangkaian asam amino masih terdapat lengkap. Bagian enzim sebagai pembawa protein disebut apo-enzim dan yang bersifat katalitik disebut ko-enzim.

Dalam ko-enzim terdapat daya kerja yang spesifik, karena itu enzim disebut juga biokatalisator yang spesifik atau katalisator biospesifik. Suatu ko-enzim dapat mengkatalisi suatu substrat secara berulang kali. Oleh sebab enzim terdiri atas pembawa protein (koloidal) dan gugus prostetis atau ko-enzim, maka reaksi kimianya dapat ditulis sebagai berikut :

apo-enzim + ko-enzim holo-enzim Ko-enzim sebagai golongan yang aktif secara kimiawi bersifat katalitik dan dapat dirubah. Disini sifat katalitiknya berlainan. Seperti yang kita ketahui bahwa suatu katalisator tidak mengalami perubahan dalam reaksinya, tetapi pada biokatalisator terjadi perubahan, tetapi setelah itu terdapat reaksi yang sekunder dengan enzim kedua, sehingga keadaan semula dipulihkan kembali. Pembawa protein bertanggung jawab terhadap berlangsungnya daya komponen ko-enzim, yaitu pusat semua aktifitas dan ko-enzim tersebut merupakan organ pelaksana terjadinya perubahan-perubahan (reaksi) dalam metabolisme. Molekul-molekul yang mengalami perubahan

2002 digitized by USU digital library 6

ini adalah substrat. Protein (pembawa) menentukan molekul-molekul yang mana dapat bereaksi dengan ko-enzim sebagai partner reaksinya.

Enzim dapat diklasifikasikan atas beberapa bagian, antara lain : 1. Esterase : pancreatic lipase, liver esterase, ricinus lipase, chlorophyllase,

phosphatases, azolesterase. 2. Proteinase dan Peptidase : pepsin, trypsin, erepsin, rennin, papain, bromelin,

cathepsin, ficin, aminopeptidase, carboxypeptidase, dipeptidase. 3. Amidase : urease, arginase, purine amidase. 4. Karbohydrase : sucrase, emulsin, amylase. 5. Oxidase : dehydrogenase, catalase, peroxidase, tyrosinase, laccase, indophenol

oxidase, uricase, luciferase.

Skema aktifitas enzim dapat dilihat seperti berikut ini : h1

a b

S

+ h2

c

S

E S

S

S

S

S + E ES → E + hasil reaksi (h⇔ 1 + h2)

Pada skema di atas terlihat suatu reaksi antara substrat (S) dan enzim (E). Terdapat 3 trayek reaksi, yaitu trayek a yang membentuk kompleks enzim-substrat (ES), trayek b menguraikan (merombak) kompleks enzim-substrat dan pembentukan hasil reaksi h1 dan h2, dan trayek c menyusun kembali reaksi-reaksi ulangan. Aktifitas enzim tergantung pada : 1. Kadar (konsentrasi) dan jenis substrat Jika konsentasi substrat kecil, maka reaksinya ditentukan oleh substratnya,

sehingga tercapai keseimbangan antara kecepatan reaksi dan konsentrasi substrat. Tetapi jika substratnya dalam keadaan berlebih, maka reaksinya tergantung pada jumlah enzim yang ada. Kecepatan reaksi enzim tidak tergantung pada konsentrasi substrat yang ada.

2. Temperatur Reaksi–reaksi enzim sangat tergantung kuat pada temperatur. Temperatur dapat menentukan aktifitas maksimum dari enzim. Temperatur optimum tergantung pula pada macamnya enzim, susunan cairan, dan lamanya percobaan. Pada umumnya setiap kenaikan 10 oC, kecepatan reaksi dapat meningkat menjadi 2 atau 3 kali lipat. Tetapi pada suhu di atas 50 oC, umumnya enzim sudah mengalami kerusakan.

3. Konsentrasi ion-hidrogen (H+) pH optimum tergantung pada masing-masing enzim. pH ini juga tergantung pada macam dan konsentrasi substrat yang dipakai dan syarat-syarat percobaan lainnya. Pada umumnya pH optimum untuk beberapa enzim adalah sekitar larutan netral atau asam lemah.

4. Pengaruh dari efektor Substansi-substansi yang mempertinggi aktifitas suatu enzim disebut aktivator dan yang menghambat disebut inhibitor. Tiap percobaan dengan enzim mempunyai aktivator dan inhibitor dalam jumlah dan macam yang berbeda.

2002 digitized by USU digital library 7

2.2.1 Enzim pada Kelapa Sawit

Enzim yang sangat berpengaruh dalam pembentukan asam lemak dan gliserol adalah enzim lipase. Enzim lipase banyak terdapat pada biji-bijian yang mengandung minyak, seperti kacang kedelai, biji jarak, kelapa sawit, kelapa, biji bunga matahari, biji jagung dan juga terdapat dalam daging hewan dan dalam beberapa jenis bakteri. Dalam buah kelapa sawit, selain enzim lipase terdapat juga enzim oksidase, yaitu enzim peroksidase. Enzim lipase yang terdapat pada kelapa sawit ini adalah ricinus lipase yang cara kerjanya sangat mirip dengan pancreatic lipase. Enzim lipase bertindak sebagai biokatalisator yang menghidrolisa trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Enzim peroksidase berperan dalam proses pembentukan peroksida yang kemudian dioksidasi lagi dan pecah menjadi gugusan aldehid dan keton. Senyawa keton ini jika dioksidasi lagi akan pecah menjadi asam.

Indikasi dari aktifitas enzim lipase ini dapat diketahui dengan mengukur kenaikan bilangan asam. Enzim lipase ini sangat aktif, bahkan pada kondisi yang baik, minyak sawit jarang diproduksi dengan kandungan asam lemak bebas dibawah 2 % atau 3 %, dan pada kondisi yang optimum, kandungan asam lemak pada minyak bisa mencapai 60 % atau lebih. Enzim lipase akan mengalami kerusakan pada suhu 60 oC, dan aktifitas enzim ini lambat pada buah yang baru dipanen, tetapi aktifitasnya akan cepat meningkat apabila buah mengalami luka. Buah yang baru dipanen dan dilepas dari tandannya pada umumnya telah mengalami luka, tetapi hal ini tidak cukup untuk memberi peluang berkembangnya aktifitas enzim lipase secara optimum. Salah satu perlakuan secara mekanik untuk melukai buah sawit ini adalah dengan melakukan perajangan sampai berukuran ± 1 cm. Rajangan ini kemudian dikempa dengan menggunakan mesin kempa atau dengan screw-type press.

2.2.2 Proses Hidrolisa Trigliserida dengan Enzim

Pada saat ini enzim lipase yang sudah dapat digunakan secara komersil antara lain adalah Immobilize lipase yang berasal dari Candida antartica (Novozyme 435), Mucor miehe (Lipozyme IM), serta Candida cilindracea (Sigma).

Sifat-sifat enzim lipase adalah sebagai berikut : • Temperatur optimum: 35 oC, pada suhu 60 oC enzim sebagian besar sudah rusak. • pH optimum : 4,7 – 5,0 • Berat molekul : 45000-50000 • Dapat bekerja secara aerob maupun anaerob • ko-faktor : Ca++, Sr++, Mg++. Dari ketiga ko-faktor ini yang paling efektif adalah

Ca++ • Inhibitor : Zn2+, Cu2+, Hg2+, iodine, versene Tahap hidrolisis trigliserida dengan lipase dapat dilihat seperti berikut ini :

R1COOH R3COOH R2COOH

CH2R1COO CH2OH CH2OH CH2OH

CHR2COO CHR →lipase2COO CHR →lipase

2COO CHOH →lipase

CH2R3COO CH2R3COO CH2OH CH2O

trigliserida digliserida monogliserida gliserol

2002 digitized by USU digital library 8

2.3 Asam Lemak 2.3.1 Sumber dan Penggunaan

Asam lemak diperoleh dari hewan dan tumbuh-tumbuhan seperti kelapa sawit, kelapa, jagung, kedelai, biji jarak dan biji bunga matahari. Sedangkan asam lemak sintetik dapat diperoleh dari industri petrochemical. Dalam penggunaannya, asam lemak memegang peranan penting pada industri oleochemical, seperti pada industri ban, sabun, detergent, alkohol lemak, polimer, amina lemak, kosmetik dan farmasi.

2.3.2 Proses Pembuatan Asam Lemak 2.3.2.1 Hidrolisa CPO dengan H2O

Hidrolisa CPO dengan H2O merupakan metoda yang umum dipakai untuk menghasilkan asam lemak. Reaksi ini akan menghasilkan gliserol sebagai produk samping. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

CH2RCOO CH2OH

CHRCOO + 3 H2O CHOH + 3 RCOOH

CH2RCOO CH2OH

trigliserida air gliserol asam lemak

Reaksi ini dilakukan pada suhu 240 oC – 260 oC dan tekanan 45 – 50 bar. Pada proses ini derajat pemisahan mampu mencapai 99%. Hal yang membuat proses ini kurang efisien adalah karena proses ini memerlukan energi yang cukup besar dan komponen-komponen minor yang ada di dalamnya seperti β-karoten mengalami kerusakan. 2.3.2.2 Hidrolisa CPO secara Enzimatik

Hidrolisa CPO secara enzimatik dilakukan dengan cara immobilized enzim lipase. Pada proses ini, kebutuhan energi yang diperlukan relatif kecil jika dibandingkan dengan proses hidrolisa CPO dengan H2O pada suhu dan tekanan tinggi. Pada proses ini, pemakaian enzim lipase dilakukan dengan cara berulang-ulang (reuse), karena harga enzim lipase yang sangat mahal. Reaksi yang terjadi pada proses hidrolisa secara enzimatik adalah sebagai berikut :

CH2RCOO CH2OH

CHRCOO + 3 H2O CHOH + 3 RCOOH

CH2RCOO CH2OH

trigliserida air gliserol asam lemak

Reaksi ini dilakukan pada kondisi optimum aktifitas enzim lipase yaitu pada suhu 35 oC dan pH 4,7-5. Derajat pemisahan pada proses ini mampu mencapai 90%. 2.3.2.3 Hidrolisa Secara Langsung Buah Kelapa Sawit Secara Enzimatik

Hidrolisa secara langsung buah kelapa sawit dengan mengaktifkan enzim lipase sebagai biokatalisator yang terdapat pada buah kelapa sawit merupakan suatu alternatif proses yang dapat dilakukan untuk memperoleh asam lemak. Enzim lipase yang terdapat pada buah sawit akan membantu air dalam menghidrolisa trigliserida menjadi asam lemak dan gliserol.

2002 digitized by USU digital library 9

Jika proses ketiga dibandingkan dengan proses pertama dan kedua, dimiliki kelebihan dan kekurangan, antara lain : 1. Hidrolisa minyak sawit dengan air pada suhu dan tekanan tinggi mampu

menghasilkan pemisahan asam lemak dengan gliserol sampai 99%, tetapi proses ini menggunakan CPO yang telah diolah dari tandan, disamping itu juga dapat merusak komponen-komponen minor yang terdapat dalam minyak sawit. Pada proses hidrolisa CPO secara enzimatik, kebutuhan energi relatif kecil. Kekurangan dari proses ini adalah harga enzim lipase yang sangat mahal. Pemakaian enzim lipase secara berulang-ulang dapat dilakukan, tetapi hal ini memerlukan tambahan proses untuk mendapatkan enzim lipase yang mempunyai kemampuan yang sama seperti semula. Disamping itu, karena sifat enzim yang sangat sensitif terhadap temperatur dan pH, maka kemungkinan kerusakan pada enzim lipase secara tiba-tiba tentu saja dapat terjadi, sementara pemenuhan enzim lipase ini relatif sulit dilakukan karena faktor biaya dan supplier enzim lipase yang terbatas di pasaran.

2. Hidrolisa dengan mengaktifkan enzim lipase yang terdapat pada buah kelapa sawit jika ditinjau dari segi ekonomi dan teknik sangat baik sekali, karena sesuai dengan tujuannya yaitu untuk menghasilkan asam lemak dan gliserol, maka proses ini tidak perlu lagi melakukan pengolahan terlebih dahulu terhadap tandan buah segar menjadi minyak. Tetapi, sampai saat ini penelitian di bidang ini belum ada yang dipublikasikan.

PROSEDUR PERCOBAAN 3.1 Percobaan Pendahuluan 3.1.1 Percobaan I (Tipe sampel : buah secara keseluruhan) Prosedur : 1. Buah sawit dilepas dari tandannya 2. Buah dilukai/dimemarkan dan dilakukan variasi penambahan air 3. Buah disimpan pada suhu ruangan (25 – 27 oC) dan pada suhu optimum aktifitas

enzim lipase (35 oC) 4. Buah kemudian dipotong-potong untuk memisahkan biji dan perikap 5. Perikarp kemudian dirajang ± 1 cm 6. Rajangan kemudian di press dengan menggunakan screw press selama ± 2 jam 7. Cairan yang diperoleh dari screw press kemudian dititrasi dengan menggunakan

larutan NaOH 3.1.2 Percobaan II (Tipe sampel : minyak dan serat dicampur) Prosedur : 1. Buah sawit dilepas dari tandannya 2. Buah kemudian dipotong-potong untuk memisahkan biji dan perikap, lalu

dirajang ± 1 cm 3. Rajangan kemudian di press menggunakan screw press sambil dilakukan variasi

penambahan air (± 2 jam) 4. Minyak/cairan yang diperoleh kemudian dicampur dengan seratnya, lalu di aduk

hingga homogen 5. Campuran kemudian disimpan pada suhu kamar (25 – 27 oC) dan suhu optimum

aktifitas enzim lipase (35 oC) 6. Campuran di press dengan menggunakan hand press 7. Cairan kemudian dititrasi dengan menggunakan larutan NaOH. Cairan dititrasi

setelah kadar airnya dibuang (diuapkan pada suhu 105 oC selama 30 menit)

2002 digitized by USU digital library 10

3.1.3 Percobaan III (Tipe sampel : minyak) Prosedur : 1. Buah sawit dilepas dari tandannya 2. Buah kemudian dipotong-potong untuk memisahkan biji dan perikap, lalu

dirajang ± 1 cm 3. Rajangan kemudian di press menggunakan screw press 4. Minyak yang diperoleh kemudian disimpan pada suhu kamar selama selang

waktu tertentu 5. Minyak ini kemudian dianalisa untuk mengetahui kadar asam lemak bebasnya

dengan cara titrasi menggunakan larutan NaOH 3.2 Percobaan Utama Prosedur : 1. Buah sawit dilepas dari tandannya 2. Buah kemudian dipotong-potong untuk memisahkan biji dan perikap, lalu

dirajang ± 1 cm 3. Rajangan kemudian di blender ± 2 menit 4. Kemudian dilakukan variasi penambahan air dan CPO, lalu diaduk 5. Campuran disimpan pada berbagai variasi suhu lalu dianalisa kadar asam

lemaknya HASIL DAN PEMBAHASAN Grafik perolehan kadar asam lemak dari hasil penelitian yang dilakukan dapat dilihat sebagai berikut : 4.1 Percobaan Pendahuluan 4.1.1 Percobaan-1 (tipe sampel : buah secara keseluruhan)

15

18

21

24

27

30

0 10 20 30 40 50

Penambahan Air (%)

FFA

(%) 25 oC

35 oC

Grafik 4.1 Kurva Perolehan FFA pada Percobaan-1 (θ =144 jam)

2002 digitized by USU digital library 11

4.1.2 Percobaan-2 (tipe sampel : serat dan minyak dicampur)

20253035404550

0 10 20 30 40 50Penambahan Air (%)

FFA

(%) 25 oC

35 oC

Grafik 4.2 Kurva Perolehan FFA pada Percobaan-2 (θ =168 jam) 4.1.3 Percobaan-3 (Tipe sampel : minyak)

25.025.526.026.527.027.528.028.529.0

0 6 12 18 24 30 36 42 48 54 60 66 72Jam

FFA

(%)

Grafik 4.3 Kurva Perolehan FFA pada Minyak, T=25 oC Dari grafik diatas terlihat bahwa persentase asam lemak yang paling tinggi diperoleh pada percobaan-2 dengan suhu 25 oC dan penambahan 40 % air. Tingkat hidrolisa yang diperoleh pada kondisi ini adalah 44,39 % dan dapat dicapai dalam waktu 168 jam.

Perbedaan utama antara percobaan-1 dengan percobaan-2 adalah tentang tipe sampel percobaan. Pada percobaan-1, tipe sampel yang digunakan adalah buah secara keseluruhan, artinya sampel yang digunakan adalah buah secara lengkap

2002 digitized by USU digital library 12

yang dilukai/dimemarkan lalu disimpan pada suhu yang dikehendaki, kemudian dilakukan penggilingan dengan screw press. Sedangkan pada percobaan-2 tipe sampel yang dipakai adalah campuran antara minyak dan serat, artinya buah yang telah dirajang di giling dengan screw press, lalu minyaknya (cairannya) dicampur dengan seratnya, kemudian campuran ini disimpan pada suhu yang dikehendaki. Dengan kata lain bahwa perbedaan antara percobaan-1 dengan percobaan-2 adalah pada persentase pelukaan buah yang menyebabkan kontak antara enzim dan substrat (minyak) berbeda.

Pada percobaan-3, tipe sampel yang digunakan adalah minyak yang diperoleh dengan menggunakan screw press tanpa mengalami perlakuan pemanasan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui keberadaan enzim lipase apakah berada di dalam minyak atau serat. Dari hasil yang diperoleh pada percobaan-3 ternyata kenaikan kadar asam lemak sangat lambat/kecil, sehingga dapat disimpulkan bahwa enzim lipase tidak berada dalam minyak, tetapi berada dalam serat. Jadi pada penelitian selanjutnya sampel yang digunakan adalah campuran serat dan minyak.

4.2 Percobaan Utama

Pada percobaan utama ini dilakukan beberapa variabel proses yang sangat berpengaruh terhadap perolehan asam lemak seperti pengaruh suhu, kematangan buah, kadar pelukaan buah, pengadukan, penambahan air, penambahan CPO dan lama penyimpanan.

4.2.1 Pengaruh Suhu

0

10

20

30

40

50

60

15 20 25 30 35 40 45 50

Suhu (oC)

FFA

(%)

Grafik 4.4 Pengaruh Suhu terhadap Perolehan FFA (θ = 24 jam, Penambahan Air = 40%)

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh bahwa kadar asam lemak yang paling tinggi didapat pada suhu kamar (25 oC – 27 oC). Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa enzim lipase pada buah kelapa sawit sudah tidak aktif pada suhu pendinginan 8 oC dan pada pemanasan pada suhu 45 oC.

Secara umum suhu sangat berpengaruh pada reaksi kimia, dimana kenaikan suhu akan menaikkan kecepatan reaksi. Proses enzimatis pada dasarnya adalah serangkaian reaksi kimia sehingga kenaikan suhu akan meningkatkan kecepatan reaksi. Tetapi karena sifat enzim yang inaktif pada suhu tinggi, maka pada proses enzimatis ada batasan suhu supaya enzim dapat bekerja secara optimal. Penurunan aktifitas enzim pada suhu tinggi diduga diakibatkan oleh denaturasi protein. Begitu

2002 digitized by USU digital library 13

juga pada suhu rendah, aktifitas enzim juga menurun yang diakibatkan oleh denaturasi enzim.

4.2.2 Pengaruh Penambahan Air

29

30

31

32

33

34

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90Penambahan Air (%)

FFA

(%)

Grafik 4.5 Pengaruh Penambahan Air terhadap Perolehan FFA (θ = 24 jam, T=25 oC, v = 250 rpm)

Air mempunyai pengaruh pada reaksi yang terjadi, dan pengaruh ini pada dasarnya adalah membantu terjadinya kontak antara substrat dengan enzim. Sebagaimana kita ketahui, enzim lipase aktif pada permukaan (interface) antara lapisan minyak dan air, sehingga dengan melakukan pengadukan, maka kandungan air pada buah akan mampu untuk membantu terjadinya kontak ini.

Pada proses hidrolisa ini, secara stokiometri air pada buah sudah berlebih untuk menghasilkan asam lemak (kadar air pada buah adalah sekitar 28%), tetapi karena air ini berada pada padatan maka perlu dilakukan pelumatan buah dan selanjutnya dilakukan pengadukan. Disamping itu, untuk mengatasi/mencegah kekurangan air, maka pada beberapa run dilakukan juga variasi penambahan air.

Reaksi balik pada percobaan ini dapat dianggap tidak terjadi karena pengaruh kadar air pada produk yang dicapai sangat besar, dimana kandungan air yang sangat besar ini mengakibatkan reaksi antara asam lemak dan gliserol tidak dapat terjadi dengan baik.

2002 digitized by USU digital library 14

4.2.3 Pengaruh Pengadukan dan Pelukaan Buah

27

28

29

30

31

32

33

34

35

100 150 200 250 300 350 400 450 500 550

Pengadukan (rpm)

FFA

(%)

Grafik 4.6 Pengaruh variasi pengadukan (θ = 24 jam) T = 25 oC: Penambahan Air = 40%

Tingkat pelukaan buah dan pengadukan sangat berpengaruh terhadap proses hidrolisa karena akan membantu terjadinya kontak antara enzim dan minyak (substrat). Hal ini karena posisi enzim lipase pada buah sawit belum diketahui secara pasti, sehingga untuk mengatasi hal ini maka buah harus dilumat sampai halus, kemudian minyak dan seratnya dicampur kembali. Dengan proses seperti ini terbukti bahwa kadar asam lemak yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan jika buah tidak dilumat sampai halus (hanya dimemarkan/dilukai).

Pengaturan kecepatan pengadukan pada reaksi ini perlu dilakukan, karena pada proses ini pengadukan berpengaruh kepada waktu kontak antara air, substrat dan enzim. Disamping itu, karena yang diaduk adalah campuran serat dan minyak, maka pemilihan rancangan pengaduk sangat perlu untuk diperhatikan.

4.2.4 Pengaruh Kematangan Buah

Buah yang terdapat pada satu tandan buah kelapa sawit tidak akan matang secara serempak. Buah yang berada pada lapisan luar biasanya lebih matang jika dibandingkan dengan buah yang berada pada bagian yang lebih dalam. Hal ini mengakibatkan adanya perbedaan persentase minyak yang terdapat pada setiap buah yang berada dalam satu tandan.

Pada buah kelapa sawit, semakin matang buah maka kadar minyaknya akan semakin tinggi. Dengan semakin tingginya kadar minyak pada buah maka proses hidrolisa secara enzimatis akan semakin cepat terjadi, sehingga perolehan asam lemak akan lebih tinggi. Pada penelitian ini pengamatan pengaruh kematangan buah terhadap kadar asam lemak tidak dilakukan.

2002 digitized by USU digital library 15

4.2.5 Pengaruh Lama Penyimpanan

30

35

40

45

50

55

60

0 8 16 24 32 40 48 56 64 72

Jam

FFA

(%)

Grafik 4.7 Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Perolehan FFA (T=25 oC, Penambahan Air = 40%)

Secara alami asam lemak bebas akan terbentuk seiring dengan berjalannya waktu, baik karena aktifitas mikroba maupun karena hidrolisa dengan bantuan katalis enzim lipase. Namun demikian pada penelitian ini asam lemak bebas yang terbentuk dianggap sebagai hasil hidrolisa dengan menggunakan enzim lipase yang terdapat pada buah sawit.

4.2.6 Pengaruh Penambahan CPO

242526272829

5 10 15 20 25

Penambahan CPO (%)

FFA

(%)

Grafik 4.8 Pengaruh Penambahan CPO terhadap Perolehan FFA (θ = 24 jam, T=25 oC, v = 250 rpm)

Pada proses ini, kecepatan reaksi lebih rendah jika penambahan kadar CPO terhadap campuran antara serat dan minyak semakin meningkat. Hal ini dapat terjadi karena enzim lipase yang berada pada buah sudah jenuh atau jumlahnya terbatas, sementara jumlah substrat sudah sangat berlebih. Jadi dalam proses ini, kecepatan reaksi bergantung kepada konsentrasi enzim lipase, bukan pada konsentrasi substrat.

2002 digitized by USU digital library 16

KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Hidrolisa buah sawit secara langsung dengan mengaktifkan enzim lipase yang

terdapat pada buat kelapa sawit dapat menghasilkan tingkat hidrolisa sampai 54,45 % dalam waktu 24 jam. Hasil ini dicapai pada suhu kamar (25-27 oC) dan penambahan air 40% dari massa perikarp.

2. Enzim lipase tidak berada dalam minyak, tetapi berada dalam serat. 3. Variabel-variabel yang berpengaruh pada penelitian ini adalah : suhu,

penambahan air, pengadukan, tingkat kematangan buah, persentase pelukaan buah, dan lama penyimpanan.

4. Kecepatan reaksi pada penambahan CPO terhadap campuran antara serat, minyak dan air semakin menurun dengan meningkatnya jumlah CPO yang ditambahkan.

DAFTAR PUSTAKA 1. Abraham White, dkk, “Principles of Biochemistry”, Second Edition, Mc. Graw Hill

Company, Inc, New York, 1959. 2. Bailey, A. E, “Industrial Oil and Fat Products”, Interscholastic Publishing, Inc,

New York, 1950. 3. Benjamin Harrow, W.B, “Textbook of Biochemistry”, Saunders Company,

Philadelphia, 1946. 4. David, W. Martin, dkk, “Biokimia (Terjemahan),” Edisi 20, Penerbit Buku

Kedokteran. 5. Gunstone, F.D, “Critical Reports on Applied Chemistry, Volume 15, Palm Oil”,

John Wiley & Sons, New York, 1987. 6. Hamilton, R.J and Bhati, A, “Recent Advantages in Chemistry and Technology of

Fats and Oils”, Elsevier Applied Science Publisher, London, 1987. 7. Harry, J and Dewel, Jr, “Biochemistry, Volume II, The Lipids Their Chemistry and

Biochemistry”, Interscience Publisher, Inc, New York, 1955. 8. Harry, W. Lawson, “Standards for Fats & Oils”, Volume V, The Avi Publishing

Company, Inc, Wesport, Connecticut, 1985. 9. Henry Tauber, “The Chemistry and Technology of Enzymes”, John Wiley & Sons,

Inc, New York, 1950. 10. Irwin, H. Segel, “Biochemical Calculations”, John Wiley & Sons, Inc, New York,

1976. 11. Ketaren, S, “Minyak dan Pangan”, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, 1986. 12. Muhamad Wirahadikusumah, “Biokimia, Metabolisme Energi, Karbohidrat dan

Lipid”, Penerbit ITB, Bandung, 1985. 13. Nicholas, C. Price and Lewis Stevens, “Fundamentals of Enzymology”, Second

Edition, Oxford University Press, Inc, New York, 1989. 14. Nord, F.F, “Advances in Enzymology”, Volume XV, Interscience Publishers, Inc,

New York, 1954. 15. Olie, J.J and Tjeng, T.D, “The Extraction of Palm Oil”, Stork Amsterdam, 1988. 16. Paul Woolley & Steffen, B. Petersen, “Lipases : their structure, biochemistry and

application”, Cambridge University Press, Cambridge, 1994. 17. Paul, D. Boyer, “ The Enzymes”, Volume II, Academic Press, New York, 1970. 18. Salunkhe, D.K, dkk, “World Oilseeds, Chemistry, Technology and Utilization”,

Published by Van Nostrand Reinhold, New York, 1992.

2002 digitized by USU digital library 17